1
STEERING WHEEL INJURY
Oleh:
Andik Sunaryanto (0402005114)
Pembimbing:
Dr. I Made Maker, Sp.F
DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI BAGIAN/INSTALASI ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
FK UNUD/RS SANGLAH DENPASAR
APRIL 2010
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat-Nya paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Paper ini
disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka Kepaniteraan
Klinik Madya di Lab/SMF Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Udayana. Paper ini berjudul “Steering Wheel Injury”.
Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar -
besarnya kepada yang terhormat :
1. dr. I Made Maker, Sp.F selaku pembimbing penulis dalam menyelesaikan
paper ini .
2. dr. Ida Bagus Alit, Sp.F,DFM, selaku koordinator pendidikan di Lab/SMF
Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah dan
3. dr.Dudut Rustyadi, Sp.F selaku kepala instalasi kedokteran Forensik RSUP
Sanglah Denpasar.
4. Bapak/Ibu staf pengajar dan pegawai Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik
FK UNUD/RS Sanglah Denpasar.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu semua saran dan kritik demi kesempurnaan tulisan ini sangat penulis
harapkan. Semoga Paper ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang
ilmu kedokteran forensik dan memberi manfaat pada pembacanya.
Denpasar, April 2010
Penulis
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................
iii
BAB 1. Pendahuluan ............................................................................................. 1
BAB 2. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 2
2.1 Definisi ............................................................................................................. 2
2.2 Kinetika Trauma ………………………………………………….................. 2
2.3 Mekanisme Cedera ………………………………………………................... 5
2.4 Derajat Trauma ……………………………………………………................ 8
2.5 Distribusi Cedera Kendaraan ……………………………………...................
10
2.6 Lokasi Cedera akibat setir kemudi …………………………...........................
13
2.7 Legal Counsel Steering Wheel Injury ……………………………..................
20
2.8 Steering Wheel Injury Compensation ……………………………..................
21
BAB 3. Kesimpulan ..............................................................................................
22
Daftar Pustaka
4
BAB I
PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi industri memberikan
kenikmatan hidup dan kebanggaan tersendiri bagi warga negara masyarakat dan
negara yang bersangkutan. Namun disisi lain kemajuan tersebut bisa juga
menimbulkan dampak negatif yaitu adanya peningkatan angka kejadian
kecelakaan, salah satunya kecelakaan lalu lintas yang menimpa perorangan atau
sekelompok orang. Kecelakaan padá akhirnya akan menimbulkan kerugian harta
benda atau sarana penunjang kehidupan yang lainnya dan juga korban jiwa-raga.
Anggota masyarakat yanç mengalami kecelakaan akan menderita cedera atau
trauma yang bervariasi dari derajat ringan sampai berat bahkan sampai meninggal
di tempat kejadian.1
Kecelakaan akibat tabrakan mobil sering terjadi saat ini. Kecelakaan ini
menyebabkan trauma pada pengemudi, trauma ini disebabkan paling banyak oleh
setir kemudi, diikuti oleh sebab lain berupa panel instrument, dan pedal. Cedera
ini menimbulkan efek trauma berbahaya bahkan menyebabkan kematian. Cedera
yang dapat terjadi akibat trauma setir kemudi terutama cedera kepala, dada, dan
abdomen. Derajat cedera ini dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor yang turut
mempengaruhi angka mortalitas pada pengemudi. Untuk lebih memahami hal ini,
maka dalam paper ini akan dibahas mengenai cedera akibat setir kemudi pada
pengemudi mobil.
Dalam paper ini digunakan analisa deskriptif yaitu menjelaskan kronologis
kejadian cedera akibat setir kemudi serta dampak besar akibat cedera tersebut.
Data yang digunakan berupa data sekunder dari kumpulan jurnal-jurnal terkini.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Cedera setir kemudi (Steering Wheel Injury) adalah trauma pada dinding dada
depan yang disebabkan setir mobil selama kecelakaan automobil, yang termasuk
fraktur sternum dan tulang rusuk, kontusio jantung, robeknya aorta atau pembuluh
darah besar, serta cedera pada paru. Steering Wheel injury sangat sering
menyebabkan trauma tumpul dada. Hal ini secara potensial sangat mengancam
kehidupan karena terancamnya system respiratori, cardiovaskuler, dan sirkulasi
tubuh. Ketika tim medis berhadapan dengan kasus seperti ini, kemungkinan
terbesar akibat trauma tersebut adanya flail chest dan hemothorak. Temuan
potensial lain yang mungkin ditemukan yaitu adanya tension pneumothorak,
trauma pembuluh darah besar dan jantung, perdarahan masif, tamponade jantung,
dan cedera abdomen bersamaan. Tanda-tanda awal yang dapat ditemukan
“splinting” dan nyeri, respirasi paradoxical, krepitus, hipotensi, takikardi, aritmia
jantung, dan tanda-tanda syok yang jelas. 1,2
2.2 Kinetika Trauma
Trauma sebagian besar disebabkan oleh hasil benturan dua obyek atau tubuh
dengan yang lainnya. Kinetis adalah cabang dari ilmu mekanika mengenai
pergerakan dari suatu benda atau badan. Jadi mengerti akan proses kinetis sangat
membantu dalam memahami mekanisme cedera dan trauma. Seberapa parah
cedera seseorang tergantung pada kekuatan dan dengan benda apa dia berbenturan
atau sesuatu yang membenturnya. Kekuatan ini tergantung pada energi yang ada
6
pada benda atau tubuh yang bergerak. Energi yang terdapat pada tubuh yang
bergerak disebut sebagai energi kinetis. 3,4
2.2.1 Massa dan Kecepatan
Besarnya energi kinetis pada tubuh yang bergerak tergantung pada dua faktor :
Massa (berat) tubuh dan kecepatan tubuh. Energi kinetis dihitung dengan cara ini:
Massa (berat dalam pounds), waktu kecepatan (speed in feet per second/
kecepatan dalam kaki per detik) pangkat dua dibagi dua. Secara singkat rumusnya
adalah: Energi Kinetis = ½ mv2
Namun kecepatan ternyata merupakan faktor yang lebih berpengaruh
daripada massa. Misalkan bila terkena lemparan batu dengan kecepatan 1 kaki per
detik, kemudian terkena lemparan batu dengan jarak 2 kaki perdetik. Batu yang
dilempar 2 kaki perdetik tidak akan menyebabkan dua kali lebih parah daripada
satu kaki perdetik, tapi empat kali lebih parah karena factor kecepatan yang
dipangkatkan dua.
2.2.2 Akselerasi dan Deselerasi
Hukum inersia, yang merupakan salah satu hukum pergerakan yang ditemukan
oleh Sir Isaac Newton memiliki prinsip sebagai berikut: Tubuh yang diam akan
tetap diam, dan tubuh yang bergerak akan tetap bergerak, kecuali ada kekuatan
dari luar mempengaruhinya. Seseorang yang tertabrak mobil dan terlempar
beberapa yards oleh suatu ledakan adalah contoh bagaimana tubuh yang diam
mengalami pergerakan karena adanya kekuatan dari luar. Sebaliknya, orang yang
jatuh di trotoar dan mobil yang menabrak pembatas jalan adalah contoh
bagaimana tubuh yang bergerak dihentikan oleh suatu kekuatan dari luar. 4
Percepatan dimana tubuh bergerak menjadi semakin cepat disebut
akselerasi. Percepatan dimana tubuh bergerak menjadi lebih lambat disebut
deselerasi. Pada saat berat (massa) dan kecepatan adalah faktor utama dalam
menentukan kekuatan dari suatu impact, akselerasi dan deselerasi yang juga
memegang peranan penting. Perubahan kecepatan (akselerasi atau deselerasi)
menghasilkan lebih banyak kekuatan. Sebagai contoh, dua mobil denga berat yang
sama bergerak dengan kecepatan yang sama akan mempunyai energi kinetis yang
7
sama. Jika satu mobil berhenti dengan secara bertahap dan yang lain berhenti
secara mendadak karena menabrak tiang telepon, maka mobil yang memiliki
proses deselerasi lebih cepat dan menabrak tiang menghasilkan kekuatan yang
lebih besar. Contoh yang lain, dua orang dengan ukuran dan berat yang sama naik
mobil yang berbeda dengan kecepatan yang sama akan mempunyai energi kinetis
yang sama. Salah satu mulai bergerak secara bertahap dengan menekan pedal
gasnya, dan yang lain bergerak cepat secara tiba-tiba karena ditabrak oleh traktor
trailer dari belakang. Maka yang memiliki akselerasi yang lebih cepat dan
mendadak (yang tertabrak dari belakang) akan mengalami pergerakan tubuh
(dibawah leher) yang kasar; sehingga akan menimbulkan suatu kekuatan yang
cukup untuk menyebabkan terjadinya cedera ‘whiplash’ sedangkan yang bergerak
secara perlahan tidak mengalami cedera sama sekali.4,5,6
2.2.3 Impacts
Pada setiap jenis kecelakaan kendaraan, sebenarnya akan terjadi tiga impact, yang
masing-masing akan menghasilkan energi yang akan ditahan oleh kendaraan
maupun pasien. Pertama, kendaraan akan berhenti secara mendadak dan akan
penyok bentuknya. Inilah yang dinamakan benturan kendaraan (vehicle collision).
Berikutnya, pergerakan tubuh pasien akan berhenti mendadak pada suatu bagian
atau bagian dalam dari kendaraan seperti stir mobil, menyebabkan cedera pada
dada. Ini disebut benturan tubuh (‘body collision’). Akhirnya, terjadi benturan
organ dimana organ dalam pasien, yang tertahan pada tempatnya oleh jaringan
pengikat, mengalami pemberhentian mendadak, terkadang menghantam
permukaan dalam tubuh (contohnya rongga dada bagian dalam atau tengkorak
bagian dalam). Hal ini disebut sebagai ‘organ collision’. Adakalanya, ada impact
yang lebih banyak yang terjadi, seperti kasus pengendara sepeda motor yang
menabrak mobil dan kemudian terlempar. Pertama, korban akan menabrak stang
sepeda motor, kemudian terlempar dan mengenai bonet mobil dan akhirnya jatuh
ke tanah. Bersamaan dengan terjadinya impact korban mengenai stang kemudi
motor, mobil, dan tanah, maka organ dalam juga akan terbentur-bentur bagian
dalam tubuh. Jadi dalam kasus ini akan ada enam potensial impact – tiga benturan
8
tubuh dan tiga benturan organ yang masing-masing memungkinkan terjadinya
potensial cedera. 4,5
Dengan membandingkan jumlah impact, maka kita akan memahami
mengapa orang terlempar dari dalam atau kendaraan yang bergerak mempunyai
resiko cedera yang lebih besar daripada orang yang tertahan atau masih berada di
dalam mobil.
2.3. Mekanisme Cedera
Kemampuan menganalisa mekanisme cedera akan membantu dalam
memperkirakan keadaan dan tingkatan dari cedera sebagai dasar prioritas untuk
melakukan pengkajian lanjutan, dan penanganan kegawat daruratan. Sumber
cedera di dalam mobil menurut studi tabrakan mobil menunjukkan sumber
informasi berdasarkan dari bagian mana dari mobil tersebut yang berhubungan
dengan penyebab cedera didalam mobil. Terdapat tiga sumber tersering cedera
pengemudi pada tabrakan frontal yaitu setir kemudi, panel instrumen, dan sabuk
pengaman. Cedera terparah yang paling umum akibat kontaknya pengemudi
ketika mengalami tabrakan frontal, secara berurutan yaitu berupa bagian dada
dengan setir kemudi, kaki dengan pedal, kepala dengan setir kemudi, paha atau
lutut dengan panel instrument, dan dada dengan sabuk pengaman. 5,7,8
Untuk penumpang disebelah pengemudi, panel instrument, sabuk
pengaman, jendela, atau kaca bagian depan yang terutama terlibat dalam
cederanya. Pada penumpang seperti ini, kebanyakan cedera parah umumnya yaitu
berupa tungkai atas dengan panel instrument, dada dengan sabuk pengaman, paha
atau lutut dengan panel instrument, dan kaki dengan pedal. Bagian dari perakitan
setir mobil, memiliki perbedaan dalam pola cedera dan titik kontak pada tabrakan
frontal.8,9
Terdapat perbedaan pula pola cedera antara pengemudi yang
menggunakan sabuk pengaman dan tanpa sabuk pengaman pada pengemudi yang
terbentur dengan setir kemudi dan panel instrument. Distribusi dan beratnya luka
yang diderita oleh pengendara kendaraan pada kecelakaan lalu lintas di jalan raya
akan bergantung pada seberapa besar kekuataan yang dialami subyek dan arah
dari mana mereka datangnya. Kekuatan akan secara langsung berhubungan
9
dengan kecepatan pada waktu terjadinya impact, apakah hanya berupa tipe
kecelakaan tunggal atau melibatkan benturan dengan satu atau lebih kendaraan
lainnya. Luka akibat impact primer mungkin lebih sering dipengaruhi oleh
pengaruh dari kecepatan kendaraan, oleh kerusakan yang terjadi, oleh desain
interior dari kabin atau oleh apakah ada atau tidak perlengkapan keamanan dalam
kendaraan. 8,9
Penggunaan ruang kabin dalam kendaraan bervariasi dari satu Negara ke
Negara lain dan dari kelompok umur yang satu ke kelompok umur yang lain
dalam Negara maju. Di UK, pengemudi lebih sering hanya sendirian dalam
kendaraan; dalam studi kasus yang terencana yang dilakukan oleh pihak yang
berwenang, pengendara mobil menderita kecelakaan yang fatal hanya sebesar
33%.
Distribusi dan beratnya luka akan dipengaruhi oleh : 7,8,9
Dimana tempat duduk orang yang mengalami kecelakaan;
Arah dari impact yang terjadi;
Desain dari kabin;
Kekuatan dari impact;
Keadaan kendaraan setelah terjadinya impact;
Apakah terjadi sesuatu yang terlempar dari kendaraan;
Penggunaan sistem keamanan; dan
Keterlibatan dari beberapa faktor yang lain seperti kebakaran atau
masuknya keras ke dalam kabin, seperti kayu, tongkat, dan lain-lain.
Data aktual menunjukkan kantung udara pengemudi mengurangi keseluruhan
resiko kematian dari kecelakaan mobil sebanyak 11 %, tetapi cedera akibat
kantung udara sendiri (baik fatal maupun tidak fatal) telah dilaporkan. Jarak
terdekat pengemudi pada kantung udara adalah pokok keselamatan yang penting.
Dibawah kebijakan pemerintah, pengemudi dianjurkan untuk mempertahankan
jarak teraman dari setir kemudi atau mungkin dapat dikerjakan dengan mudah
yaitu mendapatkan tombol manual pada kantung udara mobil mereka. Tetapi
pengemudi mungkin tidak secara tepat memperkirakan jarak terdekat mereka
terhadap setir kemudi. 4
10
Suatu studi pernah melakukan survey cross sectional terhadap 1000
pengemudi di Boston. Jarak terdekat didefinisikan sebagai jarak antara titik pusat
setir kemudi dan hidung pengemudi, seperti yang dirasakan (persepsi) oleh tiap-
tiap pengemudi dan diukur dengan pita pengukur oleh petugas terlatih. Kemudian
dibandingkan antara jarak actual (sebenarnya) dengan jarak persepsi (yang
dirasakan) oleh pengemudi. 4
Korelasi antara jarak actual dan jarak persepsi sangat rendah (r=0,24)
dengan beberapa pengemudi menaksir terlalu rendah (underestimate) dan yang
lainnya overestimate terhadap jarak terdekat mereka terhadap setir kemudi.
Meskipun sebanyak 234 pengemudi (umumnya perempuan) berpikir bahwa
mereka duduk dalam 12 inci (30 cm) dari setir kemudi, hanya 22 pengemudi (19
perempuan dan 3 laki-laki) perhitungan jarak actual tepat 12 inci. Dari 22
pengemudi tersebut, ternyata hanya 8 pengemudi yang juga secara tepat
merasakan (jarak persepsi) mereka bahwa mereka duduka dalam jarak 12 inci.
Jarak 12 inci adalah jarak ideal keamanan yang diharapkan dari jarak antara setir
kemudi sampai hidung pengemudi.
Gambar 2.1. Perceived and Actual Distances from the Driver's Nose to the
Steering Wheel. 4
Pengemudi yang berpikir bahwa mereka duduk terlalu dekat dengan setir
mobil tetapi secara actual (kenyataannya) tidak secara tepat memperhatikan
prosedur keamanan dan mencopot system keaamanan kantung udara mereaka,
dengan demikian akan kehilangan keuntungan keselamatan mereka sendiri.
Sebaliknya, pengemudi yang secara actual (nyata) duduk terlalu dekat tetapi tidak
berpikir bahwa mereka mungkin tidak cukup memperhatikan prosedur
11
keselamatan berkendaraan. Sejak surat permohonan untuk mencopot sistem
kantung udara diajukan oleh pemilik kendaraan dan resiko pengemudi tidak dapat
dibenarkan, dokter dan pembuat kebijakan seharusnya menyadari masalah ini
(mispersepsi) dari pengemudi dan mengambil tindakan proaktif untuk membantu
mengidentifikasi seseorang yang secara benar-benar berisiko cedera dari kantung
udara. Pengemudi seharusnya dianjurkan untuk mengukur secara objektif jarak
mengemudinya terhadap setir kemudi dalam situasi normal berkendaraan.
Pengaruh pengembangan kantung udara pada tabrakan dengan kecepatan
ringan, menimbulkan cedera dibandingkan dengan tabrakan dengan kecepatan
tinggi. Hal ini karena gaya pada tabrakan dengan kecepatan ringan lebih kecil
daripada gaya yang dimiliki oleh kantung udara. Sehingga sensitivitas sensor
kantung udara sebaiknya disesuaikan dengan kecepatan pengemudi.
Gambar 2.2 Mekanisme tabrakan mobil 9
2.4 Derajat Trauma
Dalam menentukan derajat trauma digunakan suatu scoring trauma. Tujuan
digunakannya scoring ini adalah sebagai pegangan dalam:
a. Menentukan berat ringannya trauma
b. Prediksi outcome (survival)
c. Menyamakan bahasa dengan sesama paramedik sehingga komunikasi
12
lebih baik.
d. Evaluasi dan standarisasi
e. Penelitian
Terdapat dua kelompok sistem skoring yang bisa dipergunakan untuk menentukan
derajat trauma yaitu:
A. Penilaian anatomi 7,8
1. AIS(Abbreviated Injury Scale)
The Abbreviated Injury Scale (AIS) adalah system scoring secara anatomi yang
diperkenalkan tahun 1969. Injuri di rangking dari 1-6, dengan 1 berarti minor, 5
parah, dan 6 tak mungkin hidup. Skor ini menunjukkan ancaman hidup yang
berhubungan dengan injuri dan tidak berarti menampakkan pengukuran
komprehensif dari tingkat keparahan. 7
2. ISS (Injury Severity Score)
ISS adalah system scoring secara anatomi yang menyediakan keseluruhan skor
pada pasien dengan multi trauma. Tiap-tiap trauma di tandai dengan AIS dan
dinilai pada 6 regio (kepala leher, mukas, dada, perut, ekstremitas, dan bagian
tubuh luar). 3 regio yang paling parah, dikuadratkan dan ditambahkan untuk
mendapatkan skor ISS. Contoh perhitungan ISS: 7 Skor ISS berkisar dari 0 – 75.
Jika injuri yang ditandai pada AIS adalah 6 (unsurvivable injury), maka skor ISS
secara otomatis dinilai 75. Skor ISS berkorelasi dengan mortalitas, morbiditas,
lama tinggal di RS, dan tingkat keparahan.
B. Penilaian fisiologis 7,8
1. Trauma Skor
Berdasarkan Trauma Score dapat menentukan prediksi"Outcome" survival
sebagai berikut: 3
13
Grafik 2.1 Survival Probability by Revised Trauma Score
2.5 Distribusi Cedera Kendaraan
The National Accident Sampling System (NASS) mengkategorikan body
regions and injuries, menjadi 9 kategori cedera kendaraan; kepala, wajah, dada,
abdomen, pelvis, extremitas atas, paha dan lutut, tungkai bawah, dan spine. Pada
table 5.5 menunjukkan semua tipe cedera dan tipe tabrakan, kebanyakan yang
mengalami cedera adalah pengemudi, sebanyak 53% trauma itu disebabkan oleh
setir kemudi, 49% akibat sabuk pengaman, 49% akibat panel instrument, 28%
oleh panel pintu, 25% akibat pedal, dan 25% non-kontak. Derajat cedera yang
parah dengan Abbreviated Injury Scale (AIS>2) pada pengemudi adalah setir
kemudi (19%), panel pintu (19%), panel instrument (12%).9
Gambar 2.3. Penampang Setir Kemudi 9
14
Gambar 2.4 Penampang interior kendaraan 9
Daerah tubuh yang paling banyak mengalami cedera, pada pengemudi,
adalah pada daerah dada sebanyak 67% dibanding daerah tubuh lain (Pada tabel
2.1) juga ditunjukkan bahwa pengemudi lebih banyak mengalami cedera yang
lebih serius dibandingkan penumpang lainnya, dengan skor AIS > 2 (tabel 2.2).
Tabel 2.1 Regio tubuh yang paling banyak cedera pada kasus tabrakan 9
15
Tabel 2.2 Tingkat keparahan cedera ditinjau dari posisi duduk 9
Pada tabel 2.3 ditunjukkan kebanyakan benturan pengemudi dengan
bagian interior kendaraan, paling banyak disebabkan oleh setir kemudi steering
wheel.
Tabel 2.3 Point of Contact for All Collisions 9
16
Luka yang terjadi pada pengemudi dan penumpang yang duduk di kursi
depan hampir mirip. Pada 80% kecelakaan mobil yang fatal, impact yang terjadi
adalah frontal dan permasalahannya apakah impact itu terjadi diantara dua
kendaraan atau apakah hal itu melibatkan kendaraan tunggal yang terbentur
dengan beberapa halangan benda keras seperti tiang lampu, pohon atau bangunan.
Ketika mobil bergerak kedepan yang berakibat sampai terbentur benda keras
sehingga berhenti, penumpang yang tidak bisa bertahan akan terlempar ke atas
dan kedepan sampai mereka tertahan oleh beberapa bagian dari kendaraan atau,
jika mereka terlempar dari kendaraan, yang berkontak dengan tanah atau beberapa
benda lain. Pengemudi yang terlempar kedepan dadanya akan menyebabkan
terbentur pada setir kemudi mobil dan tiang yang mungkin menyebabkan luka
yang fatal dalam rongga dada jika tidak hal itu akan menyebabkan kolaps. Kepala
mungkin akan terbentur dengan kaca depan atau dengan bagian atasnya dan atap.
Tungkai dan khususnya lutut mungkin akan terluka akibat kontak dengan
dashboard atau pembungkusnya. Gambaran luka yang nampak dari luar mungkin
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pakaian, umur, bentuk luka dan defek
fisik yang lain pada korban. Pada kecelakaan yang fatal, bagaimanapun juga,
kekerasan dari impact seperti factor itu yang mempunyai sedikit keterkaitan.
2.6 Lokasi Cedera akibat setir kemudi
Steering Wheel injury sangat sering menyebabkan trauma tumpul dada. Hal ini
secara potensial sangat mengancam kehidupan karena terancamnya system
respiratori, cardiovaskuler, dan sirkulasi tubuh. Ketika tim medis berhadapan
dengan kasus seperti ini, kemungkinan terbesar akibat trauma tersebut adanya flail
chest dan hemothorak. Temuan potensial lain yang mungkin ditemukan yaitu
adanya tension pneumothorak, trauma pembuluh darah besar dan jantung,
perdarahan masif, tamponade jantung, dan cedera abdomen bersamaan. 9,10
17
Gambar 2.5 Lokasi cedera akibat setir kemudi 10
Tabel 2.5 dibawah ini, menunjukkan semua cedera pada 167 pengemudi;
setir kemudi umumnya mengenai daerah wajah (34%), dan kepala (19%).
Sementara cedera akibat sabuk pengaman biasanya pada dada (35%), dan
abdomen (23%). Sisanya cedera lutut/paha akibat panel instrument (35%) dan
pedal mobil pada cedera kaki (25%). 9
18
Tabel 2.5 Lokasi paling banyak kecelakaan akibat benturan dengan setir kemudi 9
Cedera pada kepala dan leher
Cedera yang signifikan pada kepala dan leher memperlihatkan lebih dari
50% dari semua kecelakaan lalu lintas yang fatal yang terjadi di jalan raya
melibatkan pengemudi kendaraan dan penumpangnya. Luka akibat pecahan kaca
pada wajah dan leher, akibat hancurnya kaca depan, lebih sering terjadi pada
penumpang yang duduk di kursi depan yang menyebabkan cedera pada kepala
19
yang lebih sering seperti akibat hantaman kepala pada kaca depan. Cedera pada
mata biasa terjadi pada kasus seperti itu tetapi frekuensinya terus menurun seiring
dengan penggunaan sabuk pengaman.
Fraktur tulang tengkorak di jelaskan dengan bagian dari impact.
Pengemudi yang tidak tertahan oleh sabuk pengaman sehingga terpelanting ke
atas dan ke depan mungkin akan terbentur dengan stir mobil dan hal itu mungkin
tidak hanya tergantung pada kekuatan impact dengan kaca depan atau bagian
interior dari kabin tetapi juga akan mencegah terlemparnya mereka dari
kendaraan. Penumpang biasanya lebih sering terlempar, sering melalui kaca depan
atau pintu dan sering menderita fraktur tulang tengkorak yang parah akibat impact
dengan aspal jalan atau benda padat yang berada disekitarnya seperti tembok atau
pohon. Fraktur yang terjadi mungkin akibat depresi tetapi paling sering berupa
fraktur basal kranii, yang melibatkan middle fossa dari tengkorak; fraktur
melingkar pada basis cranii mungkin sebagai akibat kendaraan yang terguling.
Gambaran yang umum terjadi pada cedera otak tidak dapat diketahui dan biasanya
tergantung dari tindakan antisipasi yang dilakukan yang bisa dilihat dari bagian
dan arah dari fraktur tulang tengkorak tersebut. 8,9
Cedera spinalis bagian servikal sering terjadi. Cedera fatal yang sering
terjadi berupa dislokasi pada atlanto occipital joint yang menyebabkan kerusakan
irreversible pada batang otak. Cedera dan dislokasi pada upper cervical spine
tersebut yang memperlihatkan sepertiga dari semua kecelakaan yang fatal yang
terjadi di jalan raya-yang mungkin dapat diketahui dengan mudah melalui autopsy
meskipun tidak memperlihatkan gambaran yang spesifik. Mungkin tidak terdapat
perdarahan di sekitar dislokasi, meskipun terdapat kelemahan yang ekstrim
dengan pemisahan yang nyata pada atlas dan occiput yang kebetulan terlihat.
Dislokasi itu sering mengakibatkan rotasi dari tulang tengkorak atau bergeser
pada arah horizontal. Rigor mortis mungkin menutupi cedera itu dan, kadang-
kadang, ligamen sobek atau hanya teregang pada satu sisi. Pergeseran, parsial atau
komplit, pada medula dari pons sering terjadi, tetapi, pada umumnya, tidak
tampak cedera microskopik yang nyata. Biasanya dislokasi pada upper cervical
vertebrae lebih sulit untuk dideteksi. Mungkin tidak ditemukan cedera yang
20
terjadi pada spinal cord meskipun hal itu mungkin disebabkan oleh trauma pada
tingkat dislokasi seperti itu.
Salah satu tipe spesifik dari cedera spinal bagian servikal, pada saat
sekarang sudah sangat jarang terjadi, terjadi ketika kendaraan bermotor yang kecil
menabrak bagian belakang dari kendaraan yang sangat besar dan pengemudi
sering terpenggal kepalanya. Kendaraan yang besar pada saat sekarang dipasangi
sebuah palang yang dipasang melintang pada bagian bawah dari bagian ekor
kendaraan dengan tujuan untuk mencegah kecelakaan seperti itu. Keparahan dan
waktu terjadinya cedera soft-tissue yang fatal yang terjadi pada leher mungkin
juga terjadi ketika sepeda motor atau sepeda melintas dengan kecepatan tinggi
menghantam bagian belakang dari kendaraan besar yang sedang berhenti.
Cedera pada arteri vertebralis, dengan cepat mengakibatkan perdarahan
subarachnoid yang berat, yang jarang terjadi kurang dari 1 dalam 200 kasus yang
tercatat. Perdarahan subarachnoid traumatik terjadi akibat impact pada bagian
leher atas yang sering terdiagnosis. (3) Impact yang seperti itu mungkin terjadi
akibat terjadi impact yang berasal dari samping atau jika kendaraan terbalik. 8,9
Cedera toraks
Cedera pada dada terjadi dalam keadaan pengemudi atau penumpang yang
berada di kursi depan yang tidak terlindungi oleh sabuk pengaman-atau
pengemudi atau penumpang yang berada di kursi depan yang terlindungi oleh
sabuk pengaman yang terlibat dalam kecelakaan yang keras-mengakibatkan
terjadinya impact dengan tiang stir atau stir dan biasanya segera mengakibatkan
kematian. Kematian disebabkan oleh ruptur traumatik pada aorta atau, yang lebih
jarang, akibat ruptur pembuluh darah besar yang lain atau akibat cedera pada
jantung.
Cedera yang terjadi pada dinding dada akibat impact yang fatal dengan
tiang stir yang mungkin minimal atau tidak sama sekali. Pada bagian bawah dari
stir kendaraan dapat terlihat ganbarannya pada dinding dada sebelah kiri bawah
dan meluas ke depan dari lengan kiri. Pada poros tengah dari stir kendaraan
tampak pada dada. Aorta rupture pada kedua kasus itu. Gambaran luar dari cedera
seperti itu akan dihubungkan tidak hanya oleh kekuatan impact tetapi juga oleh
21
pakaian dan usia yang meninggal. Pada kasus yang terjadi pada seusia muda,
mobilitas yang terjadi pada dinding dada akan mempengaruhi aorta, atau juga
jantung, terjadi rupture dalam keadaan tanpa adanya fraktur pada costae atau
sternum. Dalam data kematian, persentase kematian yang diakibatkan oleh
rupturnya aorta hampir sama terjadi pada pengemudi dan penumpang yang berada
di kursi depan meskipun insiden fraktur pada costa lebih serin terjadi pada
pengemudi. Yang menarik, cedera yang diderita pengemudi dan penumpang yang
berada di kursi depan biasanya sama ketika keduanya meninggal akibat impact
frontal yang keras; cedera yang berat terjadi sama pada sepuluh dari sebelas
kematian ganda yang berturut-turut. Pendapat mengenai desain interior dari kabin
sedikit mempengaruhi pola dari luka ketika impact yang terjadi sangat keras;
bagaimanapun juga, hal itu mempunyai efek yang signifikan dalam kasus yang
melibatkan kekuatan yang kurang keras.
Rupture aorta traumatic lebih sering terjadi pada distal dari arcus aorta
tetapi hal itu mungkin juga ditemukan pada beberapa bagian dari aorta torakalis.
Rupture yang terjadi mungkin berupa robekan yang melingkar, memberikan
gambaran seperti telah terpotong oleh pisau yang tajam; kematian segera terjadi
pada kasus seperti ini. Bagaimanapun juga, semua derajat rupture mungkin terjadi.
Rupture initial mungkin kadang-kadang hanya terjadi pada lapisan adventisia,
atau hal itu hanya berpengaruh pada area yang kecil pada dinding pembuluh
darah. Pada kasus yang ada, perdarahan yang berat akan diikuti penyembuhan
terhadap syok dengan meningkatkan tekanan darah. Perdarahan yang berat
mungkin akan berlangsung lama hingga beberapa hari. Korban akan mengalami
mediastinal hematom yang bertambah berat yang seharusnya dapat memberikan
petunjuk pada klinisi terhadap adanya kebocoran aorta.
Cedera yang terjadi pada jantung tidaklah jarang terjadi dan terjadi pada
16% dari laporan kasus yang telah dibahas ulang. Ruptur traumatic pada jantung
jarang terjadi yang hanya berupa lesi yang berat, yang lebih sering terjadi, hanya
satu dari beberapa cedera yang terjadi yang sama-sama mengancam kehidupan.
Atrium kanan merupakan ruangan yang paling sering terjadi ruptur, diikuti oleh
ventrikel kanan. Dengan kebetulan, semua ruangan jantung bisa mengalami
kerusakan yang sama. Cedera yang parah kadang-kadang dapat terjadi; Gambar
22
2.5 memperlihatkan kerusakan pada aorta, ventrikel kiri dan kedua atrium
demikian juga ventrikel kiri yang tertusuk akibat fraktur costae. Memar pada
dinding jantung mungkin terjadi pada traumatic coronary thrombosis. Trombosis
tersebut mungkin menyebabkan kematian tiba-tiba segera setelah kecelakaan
tetapi jarang. Ketika hal itu terjadi, bagaimanapun juga, memar di dalam dan
disekitar keluarnya pembuluh darah tidak ada keraguan dianggap sebagai
etiologinya Hubungan yang lain antara cedera dada dan dengan coronary artery
disease masih menjadi perdebatan.
Cedera pada pulmo terjadi lebih dari 50% dari pengemudi. Cedera pada
system respirasi berhubungan dengan:
Perubahan tiba-tiba tekanan intratoraks berhubungan dengan tekanan
pada toraks.
Kerusakan akibat fraktur costae.
Tekanan tinggi yang tiba-tiba pada dinding toraks mungkin menyebabkan
rupture bronkus, juga bisa terjadi tanpa fraktur costae. Cedera seperti itu jarang
terjadi dan hanya terjadi pada dewasa muda dengan pergeseran dinding dada yang
parah. Bula traumatic terjadi pada permukaan paru-paru yang paling sering terjadi
setelah terjadi kompresi tiba-tiba pada dinding dada. Bentuknya berhubungan
dengan peningkatan tiba-tiba tekanan negative intra toraks yang terjadi setelah
terjadinya kompresi. Bula tersebut mempunyai dinding yang tipis dan paling
sering terjadi di bawah tempat terjadinya impact dan disepanjang tepi lobus.
Rupture bula itu, tidak seperti rupture pada bula emfisematous yang berhubungan
dengan chronic lung disease, yang jarang menyebabkan pneumotoraks yang
signifikan. Bula itu hanya menutupi rongga subpleura dengan segera.
Contusion paru biasa terjadi dan mungkin bisa membahayakannya. Paru-
paru mungkin bisa terpisah dari cabang bronchial. Kerusakan dalam lobus atau
lobulus bukanlah jarang terjadi pada kasus yang bahaya. Perdarahan yang berat
mungkin terjadi.
Laserasi paru-paru mungkin terjadi dengan atau tanpa dorongan dari
sesuatu akibat patahnya costae. Laserasi yang tanpa cedera akibat desakan
biasanya berhubungan dengan pleura adhesive. Pada kasus yang jarang terjadi,
perdarahan yang berat mungkin keluar dari percabangan arteri pulmonalis.
23
Perdarahan intratoraks yang berat tidak berhubungan dengan cedera pada jantung
atau pembuluh darah besar biasanya berasal dari arteri intercosta. Hal itu berperan
dalam menimbulkan kematian yang berhubungan dengan semua tension
pneumotoraks; seiring dengan berjalannya waktu akan bertambah berat dan
diagnosis menunjukkan perlunya dirawat di rumah sakit dan dievakuasi sebelum
menjadi keadaan yang lebih parah. 8,9,10
Cedera abdomen
Menurut frekuensinya, cedera visceral pada abdomen melibatkan liver,
spleen, dan ginjal. Mesenterium dan pancreas jarang mengalami kerusakan.
Bagian liver yang mengalami kerusakan berhubungan langsung dengan impact
yang terjadi. Sebagian impact biasanya terjadi di frontal, bagian tengah yang
paling sering mengalami cedera, liver mengalami benturan yang menyebabkan
kerusakan akibat terkena tulang belakang. Kerusakan internal yang berat pada
liver mungkin terjadi tanpa rupture dari kapsulnya. Ruptur pada kapsul dan
perdarahan yang berat mungkin terjadi beberapa jam setelah pemeriksaan yang
terjadi karena semakin meluasnya perdarahan intra hepatik akibat pecahnya
kapsul. Diafragma mungkin mengalami ruptur ketika terjadi impact pada perut
bagian atas yang sangat keras; organ viscera dalam abdomen mungkin kemudian
mengalami herniasi ke dalam rongga pleura. 7,8,9
2.7 Legal Counsel Steering Wheel Injury
Perkembangan automobile tidak dielakkan telah memberi pengaruh besar
terhadap pengetahuan medis. Pada awal perkembangan automobil diperkenalkan,
luka “crank injuries” pada lengan menjadi hal yang sering terjadi. Seiring
perkembangan, “whisplash injuries” cedera pada leher menjadi sorotan. 10,11
Pada saat ini, cedera lain sering dilupakan, dampak kecelakaan mobil
akibat kemudi adanya kontusio jantung. Morits menyatakan bahwa myocardium
dapat mengalami cedera oleh satu dari beberapa cara oleh pengaruh trauma
tumpul pada dada, yaitu: 11
24
1. Robekan endokardial dapat menembus kedalam tetapi tidak sampai melewati
miokardium, menyebabkan rupture parsial. Ini dapat berkembang kemudian
menjadi rupture komplet dan kematian mendadak.
2. Miokardium dapat mengalami kontusio dengan perdarahan interstitial, nekrosis,
dan bahkan pembentukan jaringan parut.
3. Cedera secara langsung pada arteri koroner diikuti oleh pembentukan thrombus
dan infark miokardium sekunder, atau oleh sebab perdarahan didalam
arteromatous plaque dengan menghasilkan oklusi / sumbatan pada lumen.
Moritz mengakui kategori yang ketiga relatif jarang terjadi. Simpson
dalam teksnya menambahkan kategori keempat, bahwa trauma tumpul akibat
adanya kekuatan tumpul, dapat menyebabkan spasme arterial, yang memberikan
penjelasan rasional pada kematian tiba-tiba yang kadangkala terjadi pada benturan
pada dada. Hal ini sering disebut sebagai komosio jantung, yang mengganggu
fungsi jantung akibat pengaruh goncangan jantung tanpa dapat mengenali cedera
massif ataupun minimal.
Sehingga wajiblah secara rutin penggunaan elektrokardiografi pada semua
kecelakaan automobile dimana terdapat riwayat cedera dada akibat setir kemudi.
Ini penting dari aspek medikolegal untuk mendapatkan EKG pada setiap kasus
cedera setir kemudi. Dari pandangan penuntut, seorang dokter memiliki kewajiban
untuk memastikan semua cedera yang ada sehingga penuntut dapat memperoleh
kompensasi secara wajar. Elektrocardiogram adalah tambahan dalam menentukan
apakah telah terjadi cedera pada jantung dan sebagai bukti objektif yang dapat
ditunjukkan didepan pengadilan. 11
Beberapa mungkin bertanya, apakah mungkin untuk menyatakan dari
EKG, apakah perubahan terlokalisir yang diduga keras sebagai kontusio jantung
bukan oleh karena insufisiensi koroner mendadak yang menyebabkan perubahan
miokardial atau akibat dari stress sehingga menyebabkan vasokontriksi dari arteri
koroner.
Dari pandangan hukum, ini tidak mempengaruhi penyebab yang terdekat;
misalnya penyakit jantung yang dapat diramalkan kedepan sebagai akibat
kecelakaan, dan dengan demikian penuntut (penggugat) dapat memperoleh
kompensasi ganti rugi. Ini penting dari aspek medikolegal sebagai suatu
25
prognosis. Dari pandangan medis, jika tidak kamu berada dalam posisi untuk
memperkuat dua teori yang diajukan, pembuktian terbalik dari pengacara
mungkin dapat menyudutkan testimony penggugat. Dengan demikian, sangatlah
penting untuk berhati-hati dan secara detail mengetahui riwayat semua kasus
kecelakaan. Disini tidak cukup hanya bertanya bahwa pasien mengalami
kecelakaan mobil. Temukan dimana sebenarnya pasien duduk waktu itu. Apakah
dia belok ke kanan atau ke kiri, pada sisi mana mobil tertabrak, dan secara
terperinci, bagaimana korban mendapatkan cedera setelah kejadian tersebut. 11
Pengacara di pengadilan sering meremehkan dokter, bukan karena mereka
extra-smart, tetapi lebih sering karena dokter membuat riwayat kejadian
kecelakaan pada korban secara buruk, sehingga membuat pemeriksaan menjadi
tidak lengkap, dengan demikian ill-prepared disiapkan untuk mempertahankan
mereka sendiri. 11
2.8 Steering Wheel Injury Compensation
Setir kemudi adalah bagian dari mobil yang paling banyak menyebabkan
cedera, khususnya jika tidak dilengkapi dengan kantung udara. Akibat cedera ini
menyebabkan cedera serius pada pengemudi; baik kepala, dada, dan abdomen,
cedera itu seperti fraktur sternum dan tulang rusuk, kontusio jantung, robeknya
aorta. Dinegara Eropa dikenal ganti rugi akibat cedera setir kemudi, contohnya
serious Back Injury £30,000, Wrist Injury £3,000, Serious Neck Injury £30,000,
Serious Hand Injury £10,000, Ankle Injury £3,000, Serious Knee Injury £20,000,
Serious Head Injury £50,000. 12
BAB III
KESIMPULAN
Dari kajian diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Cedera setir kemudi (Steering Wheel Injury) adalah trauma pada dinding dada
depan yang disebabkan setir mobil selama kecelakaan automobil, yang termasuk
fraktur sternum dan tulang rusuk, kontusio jantung, robeknya aorta atau pembuluh
darah besar, serta cedera pada paru.
26
2. Steering Wheel injury secara potensial sangat mengancam kehidupan.
Kebanyakan sering menyebabkan trauma tumpul dada, trauma kepala, dan
abdomen.
3. Derajat luka dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal kendaraan.
Dimana setir kemudi merupakan penyebab benturan terbanyak dibandingkan
komponen lain kendaraan ketika terjadi tabrakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Craig D. Newgard, Roger J. Lewis, Jess F. Kraus, Steering Wheel Deformity
and Serious Thoracic or Abdominal Injury Among Drivers and Passengers
Involved in Motor Vehicle Crashes. the American College of Emergency
Physicians. doi:10.1016/j.annemergmed.2004.09.011.
27
2. Lau, Ian V, Horsch, John D, Viano, david C, Andrezejak, Dennis V.
Biomechanics of Liver Injury by Steering Wheel Loading. Williams & Wilkins
1987.
3. Nagato Jiro, Ischida Yasuo, Yamada Fumio, Kawasaki S, Hashimoto S, Ohashi
N. A Case of Severe Steering Wheel Injury with Pancreatic Duct Injury. Journal
of Japan Surgical Association. VOL.60;NO.7; 1999.page 1901-1905
4. Maria Segui-Gomez, Jonathan Levy, John D. Graham. Airbag Safety and the
Distance of the Driver from the Steering Wheel. Harvard Center for Risk Analysis
Boston, MA 02115-5102 . NEJM. Volume 339:132-133, Number 2. July 9, 1998.
5. Maria Segui-Gomez, Jonathan Levy, Henry Roman, Kimberly M. Thompson,
Kathleen McCabe, and John D. Graham. Driver Distance From the Steering
Wheel: Perception and Objective Measurement. Am J Public health.
1999;89:1109-1111
6. Daniel Kahn, MD. Myocardial Contusion Due to Steering Wheel Injury.
JAMA. 1967;200(3):255-257.
7. Maria Segui-Gomez. Driver Air Bag Effectiveness by Severity of the Crash.
Am J Public health. 2000;90:1575-1581
8. A Keith Mant. Pathology Of Trauma. Williams & Wilkins. 2009
9. Monash University. Passenger Cars and Occupant Injury. Federal Office of
Road Safety - Contract Report 95. Monash University ABN 12 377 614 012: 15
November 2005 - Maintained by [email protected].
10. Wolters Kluwer. Steering Wheel Injury. AJN The American Journal of
Nursing: May 1991 - Volume 91 - Issue 5 - ppg 54.
11. Arthur H Coleman. Steering Wheel Injuries to the Heart. San Francisco.
California. Legal Counsel Journal of The National medical Association. May,
1959.
12.Axcalibur. Steering Wheel Injury Compensation.
www.axcalibursolicitors.co.uk/car-accidents.cjm. Akses: 20 Maret 2010.