9 Universitas Kristen Petra
2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA
2.1 Landasan Teori tentang Fotografi
2.1.1 Pengertian Fotografi
Fotografi (dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari kata Yunani
yaitu “Fos”: Cahaya dan “Grafo”: Melukis atau menulis) adalah proses melukis
atau menulis dengan menggunakan media cahaya. Penyebutan istilah fotografi
sendiri, yang dapat dilacak dari catatan paling awal, dilakukan oleh Hercules
Florence. Pelukis dan penemu asal Perancis ini pada 1834 menulis dlm buku
hariannya kata "photographie" untuk menggambarkan proses tersebut. Namun
yang membuat kata photography dikenal di dunia itu, setelah Sir John Herschel
memberikan kuliah di Royal Society of London pada 14 Maret 1839. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa fotografi merupakan seni dan
proses penghasilan gambar dengan cahaya pada film atau permukaan yang
dipekakan. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk
menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan
cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya.
Media peka cahaya yg dimaksud tergantung jenis kamera yang digunakan.
Kamera memiliki cara kerja yang sama dengan mata manusia. Prinsip fotografi
adalah memfokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan sehingga mampu
menghasilkan gambar pada medium penangkap cahaya, atau yang sering kita
kenal dengan kamera. Adapun lensa kamera yang berfungsi sebagai medium
pembiasan dari hasil bayangan identik dengan cahaya yang ditangkap oleh
kamera.
Subyek foto mencakup berbagai jenis hal dan tidak terbatas, oleh karena itu
fotografi memiliki banyak cabang, antara lain: fotografi jurnalistik, alam,
dokumenter, tematik, fashion, dll. Masing-masing dari jenis tersebut memiliki ciri
yang berbeda, baik dari teknik, obyek, peralatan, hingga tujuannya.
2.1.2 Sejarah dan Perkembangan Fotografi
Sejarah fotografi dimulai dengan penemuan gejala fotografi oleh seorang
bernama Mo Ti pada kira-kira abad ke-5 sebelum Masehi. Mo Ti yang merupakan
10 Universitas Kristen Petra
seorang filusuf dan pakar rancang bangun asal Cina ini sudah memikirkan
persoalan refleksi cahaya di ruang gelap. Menurut buku karangan Jennifer, Mo Ti
telah membuat prinsip-prinsip kamera lubang jarum atau kamera obscura. Kamera
ini disebutnya sebagai “koleksi plat” atau “ruangan harta karun yang terkunci”
(Burhanuddin 10). Setelah itu, munculnya citra gambar fotografi terjadi semenjak
fenomena terbentuknya citra gambar unta terbalik akibat lolosnya cahaya melalui
lubang kecil pada sebuah tenda tertutup yang dilihat oleh pria berkebangsaan
Arab, yaitu Ibn al-Haytham. Beliau adalah ilmuwan pertama yang memberikan
analisis dan gambaran paling jelas tentang penemuan kamera obscura dan kamera
lubang jarum. Inspirasi tersebut mendorong terciptakannya kamera obscura oleh
Ibn al-Haytham pada tahun 1600-an. Keberadaan Ibn al-Haytham dalam sejarah
fotografi dapat dilihat melalui karya tulisnya yang berjudul “Book of Optics”.
Obscura sendiri dalam bahasa Latin berarti ruangan gelap. Karya Ibn al-Haytham
dikembangkan secara terus menerus oleh beberapa ahli lainnya pada waktu
selanjutnya. Secara berurutan pengembangan kamera obscura dan perkembangan
fotografi dari waktu ke waktu dapat dilihat pada tabel berikut.
11 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.1. Sejarah Perkembangan Fotografi
Tahun Nama Ilmuan Asal Negara Hasil Karya
1660 Robert Boyle dan
Robert Hooke
Inggris Kamera obscura jinjing yang
ukurannya lebih kecil dari
kamera Ibn al-Haytham
1685 Johann Zahn Jerman Menyempurnakan kamera
obscura menjadi lebih kecil,
mudah dibawa dan
memanfaatkan cermin dan
lensauntuk memfokuskan cahaya
1814 Joseph Nicephore
Niepce
Prancis Mencetak pada sebuah
lempengan pewter (logam lunak
campuran) dengan bitumen
(semacam aspal)
1840 William Fox
Talbot
Inggris Menyempurnakan proses cetak
foto yang dikenal dengan
Calotype
1885 Desire Van
Monckhoven
Belgia Memukannya lempeng kering
collodion
1871 Richard Leach
Maddox
Inggris Menemukan gelatin kering
1885 George Eastman Amerika Menemukan film topografik
Menciptakan kotak kamera
dengan film seluloid
1937 Edwin Land Amerika Kamera instan pertama kali
dipopulerkan oleh polaroid
1947 Kiyanon
kabushiki-gaisha
Jepang Mendirikan perusahaan pembuat
kamera 35mm film bernama
CANON
Adapun klasifikasi perkembangan fotografi yang terbagi menjadi 3 era
menurut Syayful Muhammad, yaitu era optik, kimia, dan digital.
1. Era Optik (1600an-1814)
Era optik merupakan era pengembangan kamera khususnya yang
berhubungan dengan alat yang berupa benda bening yang digunakan untuk
menghasilkan bayangan melalui pembiasan ataupun pemantulan cahaya.
12 Universitas Kristen Petra
Adapun era ini pada awalnya ditandai dengan perkembangan optik yang
semakin pesat khususnya ketika seorang tokoh yang bernama Ibn al-Haytham
membuat buku yang berjudul “Book of Optics” yang ditulis dari tahun 1011
hingga 1021 Masehi (Pramida 32).
Pada dasarnya, untuk era optik pada fotografi ini dimulai pada tahun
1600an dengan alasan pada saat itu Ibn al-Haytham menemukan kamera
obscura yang kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh yang lainnya
sehingga menghasilkan kamera-kamera selanjutnya. Menurut Pramida, dari
historikal kronologi perkembangan fotografi, akhir dari era ini ditandai dengan
disempurnakannnya kamera obscura dan pemanfaatan cermin serta lensa untuk
memfokuskan cahaya oleh seorang tokoh yang bernama Johann Zahn pada
tahun 1685 sehingga era ini diakhiri pada tahun 1814 yang menandai akan
munculnya era baru yakni era kimia dan era digital.
2. Era kimia (1814-1875)
Pada tahun 1814, Niepce merekam gambar mengunakan keping logam,
minyak bumi, yang berlapis bitumen. Bitumen itu akan mengeras apabila
terkena oleh sinar. Lalu bagian yang tidak mengeras bisa dilumuri tinta untuk
dipindahkan ke kertas. Niepce juga mengubah bahan peka cahayanya
berdasarkan hasil penelitian berupa perak dan kapur, bahan tersebut berubah
gelap apabila saat terkena sinar (Fatimah 32).
Dalam penelitian selanjutnya, Niecpe melakukan upaya yang terus
menerus dan menemukan bahwa jika gambar itu direm dalam garam maka
akan membuat gambar tersebut menjadi populer, model yang baru ini membuat
hanya satu gambar dan tidak banyak salinan.
13 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.1. Foto tertua yang masih bertahan diambil oleh Nicéphore Niépce, 1826/1827
http://en.wikipedia.org/wiki/Timeline_of_photography_technology#/media/File:View_from_the_W
indow_at_Le_Gras,_Joseph_Nic%C3%A9phore_Ni%C3%A9pce.jpg
3. Era digital (1975 - sekarang)
Fotografi Digital merupakan salah satu inovasi terbaik dalam fotografi.
Kehadirannya telah mengubah paradigma masyarakat yang menganggap
bahwa fotografi adalah suatu bidang yang mahal dan sulit untuk dikuasai.
Fotografi digital benar-benar bisa memberikan kepraktisan dan kemudahan
bagi setiap orang untuk membuat sebuah foto yang indah dengan
perkembangan teknologi yang pesat dan beragam fitur untuk membuat foto
yang baik (Rahayu 32).
Eugene F. Lally, seorang teknisi dari Jet Propulsion Laboratory adalah
orang pertama yang mencetuskan ide untuk mendigitalisasi sebuah foto. saat
itu tujuannya adalah untuk mempermudah pengiriman foto secara langsung
dari misi-misi luar angkasa Amerika Serikat. Pada tahun 1970-an kemunculan
kamera digital dipengaruhi oleh dunia jurnalistik di mana ada sebuah tuntutan
untuk menghadirkan foto di tengah-tengah peristiwa yang terjadi, secepat
mungkin. Maka mulailah penggunaan media pemindai foto (scanner). Sebuah
foto dipindai menjadi data elektronik kemudian dikirimkan melalui jalur
telepon. Tetapi cara seperti ini bisa menurunkan kualitas dari foto itu sendiri
dan pengiriman foto menjadi relatif lama.
14 Universitas Kristen Petra
Steven Sasson menjawab permasalahan ini pada bulan Desember 1975, ia
adalah seorang teknisi dari Kodak yang menemukan sebuah kamera yang
secara langsung menciptakan sebuah foto yang berupa data elektronik dan
orang pertama yang menemukan Kamera Digital.
Berkembangnya fotografi, khususnya setelah perubahan dari era kimia
menuju era digital memang membuat fotografi lebih “jinak” untuk dipelajari dan
dikuasai (Muhammad 33). Namun di sisi lain, seperti disebutkan dalam “Research
on the Conservation of Photographs” yang diselenggarakan oleh The Getty,
bahwa pergantian Era (kimia menuju digital) ini akan memicu penurunan dalam
penelitian ilmiah dan pengetahuan berkenaan dengan fotografi berbasis kimia. Hal
ini bisa berdampak pada hilangnya informasi penting mengenai seni masa lalu,
hingga eksperimen proses dan teknologi fotografi.
2.1.3 Perkembangan Fotografi di Indonesia
Sejarah fotografi di Indonesia dimulai pada tahun 1857, pada saat 2 orang
juru foto Woodbury dan Page membuka sebuah foto di Harmonie, Batavia.
Masuknya fotografi ke Indonesia tepat 18 tahun setelah Daguerre mengumumkan
hasil penelitiannya yang kemudian disebut-sebut sebagai awal perkembangan
fotografi komersil. Studio fotopun semakin ramai di Batavia. Setelah itu, banyak
fotografer profesional maupun amatir mendokumentasikan hiruk pikuk dan
keragaman etnis di Batavia (Alfiyudin 23).
Fotografi di Indonesia bermula dari masa penjajahan dan para fotografer
pada zaman VOC bukan dari kalangan awam. Kebanyakan mereka berasal dari
kalangan kelas menengah dan pernah belajar di-sekolah-sekolah didikan Hindia-
Belanda bahkan banyak fotografer Indonesia kala itu memiliki keturunan dari
Belanda. Sejak diperkenalkan sekitar tahun 1820-an, fotografi berkembang
sedemikian pesatnya.
Perkembangan fotografi di indonesia berhubungan dengan perjalanan
politiknya, bersama dengan berubahnya Indonesia dari masa ke masa hingga
akhirnya revolusi dan sampai kepada reformasi. Hal ini dapat kita lihat dengan
15 Universitas Kristen Petra
berkembangnya bukti-bukti revolusi Indonesia yang ada dalam foto dan video
yang beredar.
2.1.4 Fotografi Dokumenter
Menurut Marry Warner, dalam bukunya yang berjudul “Photography : a
Cultural History”, definisi dokumenter secara umum yaitu segala sesuatu
representasi non-fiksi di buku atau media visual (Gumilar 139). Menurut majalah
Life, fotografi dokumenter adalah visualisasi dunia nyata yang dilakukan oleh
seorang fotografer yang ditunjukan untuk mengkomunikasikan sesuatu yang
penting, untuk memberi pendapat atau komentar, yang tentunya dimengerti oleh
khalayak. Dua hal yang harus dipahami dari definisi diatas, yaitu:
1. Mengkomunikasikan sesuatu yang penting untuk memberi pendapat atau
komentar, sesuatu yang penting di sini bersifat subjektif. Bisa jadi sang
fotografer menganggap apa yang ia angkat adalah sesuatu yang penting,
namun khalayak tidak berpendapat seperti itu. Untuk itulah fotografi
dokumenter juga bersifat privat. Sifat privat ini merupakan perkembangan
konsep baru dalam fotografi dokumenter. Pelopornya adalah Robert Frank,
karyanya dalam buku “The Americans” (1985), memuat 83 foto yang
bercerita kehidupan penduduk Amerika kala itu. Setelah terbitnya The
Americans, fotografi dokumenter memasuki perubahan ke arah kontemporer
dengan banyaknya fotografer menarik diri dari kehidupan publik ke arah
kehidupan privat, tentang pengakuan dan problem-problem dalam diri
manusia.
2. Dimengerti oleh khalayak, untuk membuat sebuah foto dokumenter yang
bagus tentunya tidak hanya sekedar snapshot atau asal jepret, melainkan
sebuah representasi visual dari keadaan yang menyentuh secara psikologi
yang melibatkan emosi sebagai pengalaman personal. Untuk itu emosi sang
fotografer menjadi penting, sehingga fotografer tidak hanya sekedar
menghadirkan permasalahan dan realitas sosial.
Adapun beberapa pengertian lain tentang dokumenter, yaitu:
● Menurut kamus Webster, merekam atau menggambarkan dengan artistik
kejadian faktual sebuah event atau fenomena sosial atau cultural (1969:8).
16 Universitas Kristen Petra
● Menurut Graham Clarke, merupakan evidence bagi sesuatu hal yang
pernah ada atau terjadi, sehingga makna historisnya dapat digunakan ada
waktu mendatang sebagai catatan atau laporan kebenaran objektif akan
sesuatu hal yang pernah ada atau yang telah terjadi.
Gambar 2.2. Contoh fotografi dokumenter
http://www.bloggs74.com/photography/amazing-example-of-documentary-photography/
Adapun nilai artistik/estetika pada sebuah foto dokumenter yaitu pesan yang
lebih penting dari perantaranya. Artinya, nilai estetika tidak mengalihkan
perhatian audiens dari pesan dalam foto. Estetika foto penting karena foto yang
indah dapat memenangi perhatian audiensnya. Foto dokumenter dapat membuat
audiens untuk memperhatikan pesan dan isu yang ada di balik foto tersebut, tidak
hanya menikmati daya tarik visualnya. Bila foto diibaratkan sebagai jendela.
Fotografi dokumenter bermaksud untuk membuka wawasan audiens, melihat
kejadian dan peristiwa yang terjadi di luar sana. Sehingga akan timbul keinginan
untuk menjadi subjek, untuk mengambil peran dalam suatu peristiwa.
17 Universitas Kristen Petra
Fungsi Fotografi Dokumenter adalah:
● Sebagai dokumen sejarah
● Sumber kesenangan seni atau estetika
● Mendorong perubahan politik dan sosial karena kemampuannya untuk
menangkap “benar” sifat dari sebuah gambar atau lokasi
2.1.5 Fotografi Human Interest
Fotografi Human Interest adalah jenis fotografi yang menampilkan sisi
kemanusiaan dari pengalaman personal fotografernya (Way 3). Menurut Azhar
Ma’arif dan Asep Mulyadi, “human interest photography” adalah seni
menggambar dengan cahaya atau mengambil gambar dengan objek manusia atau
menggambarkan kehidupan manusia dan interaksi manusia atau perilaku manusia
dalam kehidupannya (129). Human interest berkaitan dengan interaksi manusia
dengan lingkungannya, baik benda, alam, binatang, ataupun manusia. Adanya
pesan moral dan emosi dalam fotografi ini membuat human interest lebih
menantangdan menarik. Intepretasi dari fotografi human interest bisa beragam, hal
itu bergantung pada pengalaman visual pengamatnya dan aspek pesan yang ingin
disampaikan oleh fotografernya.
Dalam fotografi ini sangatlah penting untuk mengamati tingkah laku
manusia dan mengasah cara berkomunikasi, terutama pada obyek yang akan
difoto. Dengan komunikasi yang baik, obyek foto akan lebih terbuka dan lebih
mudah dipahami. Obyek foto akan meninggalkan sifat menutup diri, sehingga
hasil foto lebih jujur dan natural. Kejujuran dalam fotografi ini sangat diperlukan,
karena jika pesan yang disampaikan secara jujur akan lebih menggerakkan hati
para penikmatnya. Human interest mengandung sisi humanis yang menceritakan
suatu realita yang ada dalam suatu jejak rekam waktu. Subyek fotografi human
interest sangat beragam, tidak selalu mengisahkan tentang kesedihan namun juga
segala aspek perasaan. Oleh karena itu fotografi human interest lebih dari sekedar
foto, fotografi ini mengajarkan bagaimana mengapresiasi sebuah kejadian, pola
perilaku dan kehidupan masyarakat sehari-hari, bagaimana harus mengantisipasi
18 Universitas Kristen Petra
suatu keadaan dengan cepat, mengkomposisikannya, dan merekam momen yang
tak terulang.
Gambar 2.3. Contoh foto human interest
http://www.photosafari.com.my/wp-content/uploads/2013/08/Tibet_084a.jpg
Dalam membuat foto human interest ada beberapa teknik atau poin-poin
yang harus di perhatikan , yang pertama adalah moment, seseorang fotografer
harus jeli atau peka terhadap suatu moment yang mungkin tidak bisa terulang
kembali. yang kedua komposisi, dalam membuat foto komposisi harus
diperhatikan agar hasil foto memiliki komposisi yang tepat. Selanjutnya yang
harus diperhatikan adalah konsep, konsep foto harus diperhatikan dalam membuat
foto ini agar foto bisa lebih bermakna dan lebih mempunyai cerita.
19 Universitas Kristen Petra
Yang keempat gunakanlah cahaya alami, agar bisa mendapat cahaya alami,
sebisa mungkin mengambil foto di saat terang cahaya matahari. Hal terakhir yang
perlu diperhatikan dalam foto human interest sebisa mungkin mendapat ekspresi
seseorang yang alami yang tidak di buat-buat. Jadi ambilah foto dengan tidak
memperlihatkan kita sedang memfoto si objek. jika tidak bisa gunakanlah
pendekatan dengan objek terlebih dahulu agar kita bisa lebih dekat dengan objek
dan bisa membuat nyaman objek yang akan kita ambil.
20 Universitas Kristen Petra
2.2 Landasan Teori tentang Buku
2.2.1 Pengertian Buku
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, buku adalah beberapa helai kertas
terjilid berisi tulisan untuk dibaca atau yang kosong untuk ditulis. Buku memiliki
berbagai jenis, antara lain buku tulis, buku pengetahuan, buku cerita, buku
gambar, buku foto, dan lain sebagainya. Buku (dalam hal ini selain buku kosong)
memiliki fungsi yaitu media cetak untuk menyampaikan suatu pesan atau
informasi secara visual agar dimengerti oleh pembacanya.
Buku memiliki 3 unsur penting yaitu cover buku, jaket buku, dan isi buku.
Cover atau sampul merupakan bagian terluar dari buku yang berisi mengenai
judul, pengarang, dan identitas buku tersebut. Cover juga berfungsi untuk
melindungi isi buku. Jaket adalah sampul pelindung kulit buku yang bisa
dilepaskan dari bagian buku. Tidak semua buku menggunakan jaket buku,
kebanyakan dipakai untuk novel. Isi buku adalah bagian inti buku yang berisi
konten yang akan disampaikan.
Buku pada awalnya hanya berupa tanah liat yang dibakar, mirip dengan
proses pembuatan batu bata sekarang. Buku tersebut digunakan oleh penduduk
yang mendiami pinggir Sungai Euphrates di Asia Kecil sekitar tahun 2000
Sebelum Masehi. Lalu muncullah pemanfaatan batang papirus di pesisir Laut
Tengah dan sisi sungai Nil untuk membuat buku. Gulungan batang papirus ini
melatar belakangi ide kertas gulungan sebagai media tulis dan baca hingga sekitar
tahun 300 Masehi. Setelah itu bentuk buku berubah menjadi lembar-lembar yang
disatukan dengan sistem jahit. Adanya penemuan kertas oleh Tsai Lun pada tahun
105 Masehi di Cina membuat kertas menyebar dan dikenal oleh masyarakat
hingga ke Samarkand, Asia Tengah. Tahun berganti tahun akhirnya kertas mulai
dikenal sampai ke Eropa pada tahun 1150. Berkat dikenalnya kertas inilah secara
tidak langsung pembuatan buku di beberapa belahan dunia semakin berkembang
hingga sekarang.
2.2.2 Buku Foto
Buku foto adalah buku yang berisi kumpulan foto atau gambar yang
dihasilkan dari kamera untuk menyampaikan suatu pesan dan informasi secara
21 Universitas Kristen Petra
visual. Buku fotografi masih belum terlalu populer karena jarangnya penerbitan
suatu esai foto dalam media buku. Foto esai oleh para fotografer biasanya
dikemas dalam media foto cetak berbingkai atau dalam bentuk digital. Ada
beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam pembuatan buku fotografi, antara
lain:
1.) Layout
Layout adalah bentuk tatanan elemen-elemen pada isi suatu buku agar
selain menarik dan estetis, pesan yang disampaikan oleh pengarang bisa
terbaca dan dimengerti oleh pembacanya. Layout sama saja dengan
mengorganisasikan ruang secara tepat, bisa juga disebut sebagai kegiatan
mendesain. Prinsip layout antara lain urutan, penekanan, keseimbangan,
kesatuan, dan konsistensi. Urutan berarti alur atau aliran membaca.
Penekanan berarti bagian-bagian penting dalam suatu bacaan.
Keseimbangan artinya pembagian porsi ruang yang digunakan, termasuk
ruang isi dan ruang kosong (negatif). Kesatuan berarti adanya
kesinambungan antar obyek, termasuk ruang secara keseluruhan.
Konsistensi berarti kontrol tata estetik suatu tampilan secara keseluruhan.
Adapun beberapa jenis layout yang sering dikenal dengan grid system, di
mana grid sendiri berarti garis-garis pembantu dalam layout, antara lain:
golden section, single column grid, multicolumn grid, dan modular grid.
22 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.4. Golden Section Grid
http://www.thinkingwithtype.com/contents/grid/
Gambar 2.5. Single Column Grid
http://www.thinkingwithtype.com/contents/grid/
Gambar 2.6. Multicolumn Grid
http://www.thinkingwithtype.com/contents/grid/
23 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.7. Modular Grid
http://www.thinkingwithtype.com/contents/grid/
2.) Tipografi
Tipografi adalah seni mengorganisasikan huruf secara keseluruhan.
Tipografi merupakan unsur penting dalam layout, sehingga keduanya
saling berhubungan. Banyak unsur yang perlu diperhatikan dalam
tipografi. Tidak hanya memilih jeni huruf yang akan digunakan, tipografi
juga meliputi pengaturan jarak antar huruf, antar kata, antar baris, spasi,
tebal tipisnya huruf, ukuran huruf, dll. Tipografi disebut seni karena perlu
adanya sisi estetis yang bisa dirasakan oleh penikmatnya. Adanya kesatuan
dan kesinambungan antara tipografi dan obyeknya akan menghasilkan
suatu estetika. Dalam memilih tiporafi yang tepat harus menyesuaikan
dengan tema dan layout obyeknya. Misalnya jika temanya tentang
perjuangan atau patriotik, yang digunakan adalah jenis huruf yang tebal
dan tegas sehingga memunculkan kesan kuat dan patriotik.
24 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.8. Jenis-jenis tipografi
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/a/a4/Font_types.svg
2.3 Tinjauan Permasalahan tentang Obyek dan Subyek Perancangan
2.3.1 Puro Mangkunegaran
Puro Mangkunegaran adalah sebuah kadipaten agung di wilayah Jawa
Tengah bagian timur yang didirikan oleh Raden Mas Said atau Mangkunegaran I.
Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa yang bergelar Kanjeng Gusti
Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegoro I berkuasa di Puro
Mangkunegarann sejak tahun 1757. Istana itu berada di tepi Kali Pepe, Solo dan
hanya berjarak 1 km dari Keraton Kasunanan Surakarta. RM Said bisa mendirikan
Istana Mangkunegaran setelah terjadi perdamaian secara informal antara dirinya
dengan Pakubuwono III di Desa Tunggon, 24 Februari 1757.
25 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.9. Puro Mangkunegaran
Perdamaian antara RM Said dan Pakubuwono III itu kemudian dikukuhkan
dengan Perjanjian Salatiga, 1757. Dengan Perjanjian itu, RM Said berhak untuk
menyandang gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Hamangkunegoro I dan
berkedudukan di Kota Solo.
Perjanjian Salatiga sebenarnya adalah atas desakan Belanda kepada Sunan
PB III karena Belanda sudah tidak mampu lagi mendukung Kasunanan Surakarta
dan Kasultanan Yogyakarta untuk menumpas pemberontakan RM Said.
Ketika menginjak dewasa, RM Said sadar akan ketidakadilan yang telah
diterima oleh ayahandanya akibat tindakan PB II di Kartasura. Pada saat itu
Kerajaan Mataram Kartasura memang banyak musuhnya, baik dari kalangan
dalam maupun luar istana. Namun kedudukan PB II yang korup itu tetap kuat
karena dukungan Belanda. Ketika ingin menyingkirkan Pangeran Aryo
Mangkunegoro, PB II minta bantuan kepada Belanda. Selanjutnya PB II meminta
bantuan kepada adiknya yaitu Pangeran Mangkubumi untuk menyingkirkan putra
Pangeran Aryo Mangkunegoro, Raden Mas Said dan para pemberontak lainnya.
Setelah keluar dari Kerajaan Mataram di Kartasura tahun 1741, RM Said
lalu mengumpulkan kekuatan militer di Wonogiri. Dalam waktu singkat, RM Said
mendapat dukungan luas dari masyarakat. Dalam medan pertempuran, RM Said
juga dijuluki sebagai Adipati Mangkunegoro. Kekuatan militer dan kekuatan
individualnya yang tak tertandingi membuat RM Said dijuluki “Pangeran
Sambernyawa” (pencabut nyawa).
26 Universitas Kristen Petra
Pangeran Mangkubumi yang merasa berjasa dalam menyingkirkan RM
Said, kemudian berselisih dengan Pakubuwono II mengenai imbalan atau hadiah
yang seharusnya diterimanya. Hal itu menyebabkan pemberontakan Mangkubumi
terhadap PB II yang istananya telah pindah ke Surakarta. Pada jangka waktu yang
sama, juga terjadi pemberontakan kaum Cina yang dipimpin oleh Sunan Kuning.
Peristiwa yang dikenal dengan peristiwa Geger Pacinan ini menyebabkan
hancurnya Kerajaan Mataram di Kartasura.
Raden Mas Said kemudian bergabung dengan Pangeran Mangkubumi yang
masih merupakan pamannya untuk melawan Keraton Kasunanan dan Belanda.
Bahkan RM Said dinikahkan dengan putri Pangeran Mangkubumi.
Beberapa tahun kemudian, Pakubuwono II mangkat dan digantikan oleh
putranya, Pakubuwono III. Pangeran Mangkubumi mendapatkan tawaran
perdamaian dengan Pakubowono III dan Belanda, dan hal tersebut merubah
pikiran Pangeran Mangkubumi. Tawaran tersebut ialah dengan mengangkat
Pangeran Mangkubumi sebagai Sultan di Yogyakarta. Dengan Perjanjian Giyanti
tanggal 13 Februari 1755, wilayah Kerajaan Mataram Islam di bagian selatan
dibagi menjadi dua, yaitu bagian timur dengan sebutan Keraton Kasunanan
Surakarta dengan ibukota Surakarta yang dipimpin oleh Pakubuwono III, dan
bagian barat yaitu Kasultanan Ngayogyakarta dengan Mangkubumi sebagai Sri
Sultan Hamengkubuwono I.
Dengan adanya peristiwa tersebut, kini RM Said sendirian harus
menghadapi tiga kubu sekaligus, Keraton Kasunanan Surakarta, Kasultanan
Ngayogyakarta, dan Belanda. Dalam masa pemberontakan lebih dari 15 tahun,
RM Said telah melakukan 250 pertempuran dan sebanyak itu pula RM Said lolos
dari penyergapan. Kira-kira ada 600 orang yang tewas di tangan pasukan
Sambernyawa saat itu. RM Said tetap tidak terkalahkan meski menghadapi tiga
kubu. Akhirnya Belanda meminta bantuan kepada Pakubuwono III agar berunding
dengan RM Said secara kekeluargaan. Lalu terjadilah perdamaian di desa
Tunggon.
Pada akhir abad ke-18, Kerajaan Mataram Islam telah terpecah menjadi 3,
yaitu Kasunanan Surakarta, Kaultanan Yogyakarta, dan Mangkunegaran.
Memasuki abad ke-19, terjadi perpecahan di Yogyakarta yang kemudian
27 Universitas Kristen Petra
melahirkan Pura Pakualaman. Dengan ini Kerajaan Mataram Islam telah terpecah
menjadi empat bagian, yaitu dua di Surakarta dan dua di Yogyakarta.
Kedudukan Mangkunegaran masih ada di bawah pimpinan Kasunanan
Surakarta. Adapun beberapa ketentuan yang harus dipatuhi oleh Mangkunegaran
yang membatasi kewenangan Mangkunegoro I. Ketentuan yang berupa larangan
tersebut yaitu:
1. Tidak boleh duduk di atas dhampar (tahta kursi kebesaran)
2. Tidak boleh memiliki siti hinggil, bale witono (siti hinggil adalah bagian
depan bangunan kompleks keraton yang tanahnya lebih tinggi dari bagian
lain, biasanya digunakan sebagai ruang tunggu bagi mereka yang ingin
menghadap raja).
3. Tidak boleh mempunyai alun-alun waringin kurung. Tidak seperti
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta yang memiliki 2 alun-
alun dan di tengah kedua alun-alun tersebut ditanami sepasang pohon
beringin, Mangkunegaran tidak diperbolehkan membuat alun-alun
serupa.
4. Tidak boleh memutus hukuman mati.
Gambar 2.10. Puro Mangkunegaran di masa lampau (1923)
https://kotatoeamagelang.wordpress.com/category/berita/page/10/
28 Universitas Kristen Petra
Secara “hukum” Mangkunegoro I terikat dengan Perjanjian Salatiga,
menolak perjanjian tersebut sama saja dengan kembali ke peperangan yang tidak
berujung. Dengan disetujuinya perjanjian Salatiga maka itu sebagai tanda awal
berdirinya Pura Mangkunegaran Perjanjian tersebut menyepakati :
1. Raden Mas Said diangkat menjadi Pangeran Miji yang berkedudukan di
bawah Sunan yang bergelar Pangeran Adipati Mangkunegaran
2. Raden Mas Said mendapatkan tanah sebesar 4000 karya, yang terletak di
Keduwang, Laroh, Matesih, dan Gunung Kidul
3. Raden Mas Said harus bersumpah setia kepada Sunan, Sultan, Belanda dan
tunduk pada perintah raja, serta harus berkedudukan di ibu kota Surakarta.
Latar belakang kerajaan Mangkunegaran sejak dulu adalah demi perjuangan
terhadap bangsa Indonesia dan menegakkan keadilan serta persatuan bangsa
Indonesia. Dalam perjuangan Pangeran Samber Nyowo (R.M. Said) bertumpu
pada potesi tiga langkah yang mana falsafah tersebut terkenal dengan sebutan Tri
Dharma:
1. Mulat sarira hangrasa wani
2. Rumangsa melu handarbeni
3. Wajib melu hangrungkebi
Tri Dharma mengandung nilai-nilai tinggi yang dapat dikaji dan dihayati.
Tri Dharma memiliki peran dan fungsi dalam kehidupan khususnya di masyarakat
dan lingkungan keraton Mangkunegaran, antara lain:
Tri Dharma pada hakekatnya adalah dasar utama berdirinya Praja
Mangkunegaran
Tri Dharma adalah sikap hidup dan pola tingkah karya bagi pemimpin
negara, Narapraja, Punggawa, dan kerabat Mangkunegaran
Tri Dharma merupakan dasar bertindak dalam pembinaan dan
pengembangan Praja Mangkunegaran
Tri Dharma adalah pengarah bagi kehidupan kerabat dan orang-orang
Mangkunegaran dalam menghadapi pasang surutnya keadaan serta dalam
menyesuaikan diri dengan zaman dan situasi.
29 Universitas Kristen Petra
Dalam 3 gatra atau isi Tri Dharma tersebut, terlihat bagaimana pedoman
sikap dan perilaku yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Semboyan ini
juga sering dikenal dengan istilah “Tiji Tibeh” yang berarti “Mati Siji Mati Kabeh,
Mukti Siji Mukti Kabeh”.Gatra pertama yang berbunyi “mulat sarira hangrasa
wani” yang memiliki arti sikap mawas diri, harus mampu introspeksi diri sendiri,
bertanggung jawab atas perbuatan diri sendiri, mampu memahami bahwa manusia
melakukan kesalahan, dan menerima orang lain serta lingkungan secara bijaksana.
Gatra kedua yang berbunyi “rumangsa melu handarbeni” memiliki maksud
merasa memiliki, ikut memelihara alam dan memanfaatkannya dengan sebaik-
baiknya, menyejahterakan masyarakat, menempatkan kedudukan Praja
sebagaimana layaknya. Praja Mangkunegaran selalu menekankan bahwa Praja
bukanlah milik pribadi, namun hasil perjuangan bersama. Dengan hal ini,
masyarakat dan pimpinan Mangkunegaran dapat menempatkan diri dan tidak
semena-mena, dan bekerja bukan demi upah.
Gatra ketiga yang berbunyi “wajib melu hangrungkebi” memiliki arti wajib
ikut menjaga dan mempertahankan Mangkunegaran. Hal ini disampaikan oleh
Mangkunegara I sebagai amanat kepada masyarakat Mangkunegaran supaya tetap
mempertahankan Mangkunegaran di kemudian hari walaupun nanti
Mangkunegaran hanya tinggal seluas payung. Dalam hal ini, masyarakat
diwajibkan untuk menjaga dan memelihara Mangkunegaran baik secara fisik
(bangunan, peninggalan, dll.) maupun moral dan budayanya. Dalam kehidupan
sehari-hari hal ini ditunjukkan dengan sikap rela berkorban, menjaga nama baik,
dan waspada terhadap ancaman.
2.3.2 Abdi Dalem
Abdi dalem, atau punggawa, merupakan pegawai kerajaan atau orang yang
mengabdi kepada raja di keraton, khususnya di Jawa. Abdi dalem sering disebut
sebagai pembantu di dalam lingkungan keraton yang bertugas untuk membantu
dan melayani para petinggi keraton. Namun sebenarnya abdi dalem merupakan
seluruh orang yang mengabdikan dirinya untuk melaksanakan pekerjaan di dalam
keraton di bawah pemerintahan raja. Pemerintahan keraton juga memiliki struktur
30 Universitas Kristen Petra
seperti pemerintahan pada umumnya. Orang-orang yang bekerja untuk
kepentingan keraton itulah yang kita sebut sebagai abdi dalem.
Abdi dalem sendiri tidak mendapat upah yang besar sebagai imbalan jasa
pekerjaannya, mereka memang mengabdi kepada keraton di mana mereka tidak
mempermasalahkan besarnya imbalan yang diterima. Saat bergabung menjadi
abdi dalem, mereka mendapatkan ketenangan hidup. Hidup terasa tenteram dalam
lingkungan keraton, karena dalam keraton tidak banyak konflik, semuanya
memiliki aturan, semuanya manusia dimanusiakan. Hal ini tidak terlepas dari
prinsip Manunggaling Kawula Gusti yang menunjukkan bahwa antara atasan dan
bawahan saling menyatu, saling membutuhkan dan menghargai. Keraton tetap
lestari sampai sekarang bukan hanya karena Raja sebagai pemimpin, tetapi juga
karena peran dari para abdi dalem (Yuwanto, par. 3).
Gambar 2.11. Abdi dalem Langenpraja bermain gamelan di Puro Mangkunegaran
Abdi dalem juga memiliki peran penting dalam perkembangan keraton,
salah satunya sebagai agen pelestari budaya. Abdi dalem masih melestarikan
budaya Jawa, tidak hanya dipandang dari sisi kognitif saja, tetapi masih
melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, abdi dalem Keraton
Mangkunegaran secara khusus memiliki panutan dalam hidupnya, yaitu Tri
31 Universitas Kristen Petra
Dharma yang diajarkan oleh Mangkunegara I. Dengan dilandasi dengan
semboyan-semboyan tersebut, abdi dalem Mangkunegaran tetap memegang teguh
budaya leluhur dan melaksakan tugasnya dengan baik.
Struktur pemerintahan dalam suatu negara meliputi beberapa cabang
kekuasaan yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif. Ketiga jenis badan ini
mempunyai hubungan yang tidak dapat terpisahkan dalam menjalankan tugasnya
sehingga harus berjalan secara seimbang, serasi dan selaras agar tercipta sebuah
tatanan pemerintah yang baik.
Pada Praja Mangkunegaran ini struktur birokrasi tampak terlihat jelas pada
masa pemerintahan Mangkunegara III. Ini dikarenakan pada awal berdirinya Praja
Mangkunegaran kondisi baik intern maupun eksternnya masih belum stabil
apalagi disekitarnya masih diwarnai dengan peperangan sehingga susunan tata
pemerintahan masih bersifat sederhana dan praktis serta diprioritaskan untuk
pembentukan pasukan perang. Semua tugas danwewenang serta tanggung jawab
pemerintahan dipegang oleh Mangkunegara. Selama masa pemerintahan
Mangkunegara I sampai Mangkunegara III terus dilakukan upaya penyempurnaan
dan perubahan dalam pemerintahan. Dan akhirnya pada masa Mangkunegara III
struktur pemerintahan sudah terbentuk dengan jelas. Struktur birokrasi ini
biasanya dipegang oleh orang-orang dari kalangan para putra sentana dan kerabat
kerajaan lainnya atau dikenal dengan sebutan para priyayi. Pada masa itu paham
feodalisme masih tertancap kuat di kalangan masyarakat Jawa dimana masyarakat
terbagi menjadi beberapa lapisan, yakni :
1. Golongan pertama meliputi raja dan para kerabat raja.
2. Golongan kedua yakni para pejabat tinggi kerajaan (abdi dalem),dan
3. Golongan rakyat jelata.
Untuk menentukan posisi seseorang dalam suatu kelompok diperlukan dua
kriteria. Pertama, prinsip kebangsawanan ditentukan oleh hubungan darah
seseorang dengan penguasa. Kedua, posisi seseorang dalam hierarki birokrasi
seseorang yang mempunyai kriteria-kriteria tersebut dianggap termasuk golongan
elite sedang seseorang yang tidak mempunyai ciri-ciri tersebut maka termasuk
golongan rakyat biasa. Selain itu kedudukan priyayi dapat dibedakan menjadi
empat golongan berdasarkan pada asal usulnya, antara lain :
32 Universitas Kristen Petra
1. Priyayi karena keturunan
Kelompok ini merupakan kelompok para bangsawan atau para putra sentana
karena kelompok ini masih mempunyai hubungan darah dengan raja yang
berkuasa. Termasuk dalam kelompok ini adalah para anggota keluarga dan
kerabat kerajaan.
2. Priyayi karena jabatan dalam struktur pemerintahan
Dalam menjalankan roda pemerintahan raja memerlukan banyak pembantu.
Pembantu di bidang pemerintahan inilah disebut abdi dalem dan ini dimulai
dari jabatan patih sampai dengan jajar. Kelompok priyayi jenis ini dapat
berasal dari golongan priyayi aristrokrat (priyayi karena keturunan) dan wong
cilik (orang biasa). Asas keturunan dalam struktur pemerintahan telah
ditetapkan secara tegas dengan undang-undang yaitu Regeeringsreglement
pasal 69 ayat 4 (sesudah tahun 1925 Indishe Staatsregeling pasal 126 ayat 4).
Ini seakan tidak dapat dimasuki oleh golongan orang biasa. Mereka yang
termasuk orang biasa dalam memasuki jenis kelompok ini harus melalui jalan
panjang yakni melalui ngawula, suwita atau ngenger yang artinya mengabdi
diri pada seorang priyayi atau seorang pejabat pemerintah kerajaan. Setelah
beberapa tahun ngenger dan dianggap baik maka oleh majikannya
dimagangkan di kantornya. Dengan cara magang inilah maka terbukalah jalan
untuk menjadi priyayi.
3. Priyayi karena perkawinan
Perkawinan juga dapat digunakan sebagai alat untuk merubah status sosial
seseorang. Namun, hal ini akan membawa perubahan yang mencolok apabila
seorang bangsawan tinggi menikah dengan orang biasa dan ini jarang terjadi di
kalangan priyayi aristrokrat.
4. Priyayi karena anugerah
Anugerah kepriyayian ini dapat diperoleh karena kesetiaan, kemampuan, atau
jasa seseorang kepada raja dan kerajaan.
Pada masa Mangkunegara III pemerintahan terbagi menjadi beberapa
departemen, antara lain:
1. Kepatihan
33 Universitas Kristen Petra
Kepatihan merupakan pemerintahan pusat di sebuah kerajaan dan
Mangkunegaranpun memiliki departemen ini. Kepatihan ini dipegang oleh
seorang patih yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang
kliwon yang mana dalam struktur organisasi juga bertindak sebagai kepala
kantor kepatihan.
2. Dinas dalam Pura (dinas istana)
Departemen ini bertugas mengurusi berbagai macam kebutuhan sehari-hari
dan kebutuhan pribadi Praja Mangkunegaran.
3. Pangreh Praja (pemerintah daerah)
Pemerintah daerah ini berada di bawah pimpinan seorang Wedana yang juga
sekaligus bertindak sebagai Wedana Gunung.
4. Panekar Wedana Gunung
Panekar wedana gunung ini bertugas sebagai perantara antara patih dan
wedana sehingga jabatan ini ditempatkan di wilayah kota.
5. Kepolisian di daerah (kepolisian Gunung)
Tugas kepolisian pada umumnya adalah untuk menjaga keamanan suatu
wilayah agar tercipta suatu lingkungan masyarakat yang aman dan tenteram.
Istilah untuk kepolisian di wilayah kota adalah Jineman.
6. Pengadilan
Pengadilan dalam kerajaan di Jawa terbagi dalam 3 bagian yakni pengadilan
surambi, pengadilan perdata, dan pengadilan agama atau yang disebut
sebagai yogiswara. Departemen di atas bertindak sebagai pokok struktur
pemerintahan dan kemudian dari masing-masing departemen itu dibentuk
organisasi penanggungjawabnya, diantaranya :
1. Bupati
Dalam struktur pemerintahan jabatan bupati ini bertugas untuk memerintah
kepada bawahannya setelah menerima perintah dari patih.
2. Wedana
Jabatan Wedana ini berada di bawah bupati dan bertugas sebagai
penanggung jawab akan kelancaran dalam pelaksanaan suatu tugas
pemerintahan dan juga bertindak sebagai pemimpin dalam melaksanakan
tugas itu (tugas operasional).
34 Universitas Kristen Petra
3. Kliwon
Jabatan ini berada di bawah Wedana namun dalam pengangkatannya tidak
ditunjuk oleh Wedana melainkan oleh bupati dan seorang Kliwon
mendapat upah berupa tanah lungguh seluas 2000 karya.
4. Panewu
Kedudukan Panewu ada di bawah Kliwon dan bertugas untuk menjalankan
perintah dari Kliwon yang kemudian diteruskan kepada bawahannya. Upah
Panewu berupa tanah lungguh seluas 1000 karya.
5. Mantri
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang Mantri ini harus
bersifat tegas dan memiliki kepribadian antara lain: Pertama, dapat
membedakan antara perbuatan baik dan buruk (nista). Kedua, bergaya
hidup cukup (madya), dan ketiga lebih mengutamakan hal-hal penting
menyangkut tugas dan masyarakat umum (utama).
6. Lurah
Lurah ini bertindak sebagai kepala desa dan bertugas menjalankan perintah
dari mantri yang berkedudukan di Kawedanan.
7. Bekel
Jabatan Bekel bertugas menangani pelaksanaan pekerjaan dalam suatu
bagian wilayah tanggung jawab lurah dan bertanggung jawab kepada lurah
atas pelaksanaan kerja dari Jajar serta bertanggung jawab dalam
penggunaan tanah lungguh.
8. Jajar
Jajar merupakan jabatan yang paling rendah karena bertugas menerima
pekerjaan dari Bekel Kawedanan sendiri mempunyai beberapa kemantren
yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian menurut tugasnya masing-
masing, di antaranya adalah :
Kawedanan Hamongpraja, pembantunya semua Wedana dan Kemantren-nya
terdiri dari :
1) Sasatralukita, pekerjaannya menulis dan menghitung. Adapun kewajiban
Kemantren Sastralukita adalah mengetahui tutur kata dan mengetahui
kesastraan serta menyimpan rahasia surat. Anak buahnya adalah para Carik.
35 Universitas Kristen Petra
2) Sastrapustaka (Reksopustoko), pekerjaannya merawat dan menata surat-
surat penting. Kewajibannya adalah mengingatkan para Bekel mengenai
perilaku yang biasa berlaku di Praja Mangkunegaran dan juga berkewajiban
menyimpan rahasia. Anak buahnya adalah Wimbasara (pesuruh) kantor
panirat.
3) Pamongsiswa, Pekerjannya melatih kepandaian dan kesusastraan,
kewajibannya adalah menuntut ilmu, anak buahnya antara lain: guru, murid,
tukang gambar, tukang Ngekar yang ada di Mangkunegaran, semua
Kawedanan Hamongpraja termasuk ordenas dan juru tulis Eropa, para
emban dan sebagainya diserahkan kepada patih.
Kawedanan Reksoprojo, pembantunya anggota Rat Pradata dan kemantren-
nya terdiri dari :
1) Polisi, Pekerjaan polisi yakni menerima laporan perkara, kewajibannya
menjalankan isi surat instuksi dan membantu masyarakat, anak buahnya
adalah Carik, kepala kampung, Langsir (prajurit berkuda dan bersenjata
tombak), Wimbasara bawahannya para Wedana Gunung.
2) Margatama, Pekerjaannya adalah memperbaiki jalan, tanggul, jembatan,
pos ronda, gardu, tapal batas, dan palengkung di wilayah Mangkunegaran.
Kewajibannya memeriksa yang sudah disebutkan tadi dengan sungguh-
sungguh dan juga melaporkan kepada pemerintah mengenai apa yang
dilihat, didengar, dan segala hal yan mencurigakan. Anak buahnya adalah
Margayuda Nagara, Juru Karya Peksa, dan bawahan Margayuda Desa.
3) Jaksa, Pekerjaanya adalah memberi keadilan oang yang berselisih dan
kewajibannya adalah menjalankan isi surat peraturan dan Istijiyad negara,
dan memimpin pengadilan. Anak buahnya adalah Palidhari, Sarayuda,
Carik, dan Reksa Kunjara (penjaga penjara).
Kawedanan Kartapraja, pembantunya adalah Hoofd Administratur dan
kemantren-nya terdiri dari:
1) Karta Usaha atau para administratur. Pekerjaannnya adalah bekerja dan
kewajibannya adalah mengusahakan kenaikan penghasilan dengan mudah.
Anak buahnya yaitu orang tanah desa Pakopen (perkopian) dan Patebon
(pertebuan).
36 Universitas Kristen Petra
2) Martanimpuna, Pekerjaannya adalah menerima uang pajak dan uang
anginan (milik orang banyak) milik negara, kerigaji, dan sebagainya, yang
kemudian diserahkan kepada Gedhong. Kewajibannya adalah tidak
merugikan pemerintah, mengetahui jumlah tanah pamajegan dan
penghasilannya, maupun penghasilan yang lain. Anak buahnya adalah Juru
Timbang, Juru Gedhong, Juru Tulis, Langsir, Angginan (punggawa pulisi)
Rangga Sewaka dan tanah pamajegan.
Kawedanan Martapraja, hanya mempunyai satu pembantunya yaitu:
Reksahardana, pekerjaannya adalah merawat dan mengetahui jumlah uang
yang ada di Gedhong, dan di tempat lainnya, serta memasukkan dan
mengeluarkan uang. Kewajibannya adalah menghitung dan mengetahui jumlah
penerimaan dan pengeluaran uang, dan segera melaporkannya kepada
pemerintah, apabila ada keterlambatan dan kekurangan keluar masuknya uang
yang belum jelas. Anak buahnya adalah Nitiwara, Carik, dan tukang
menghitung uang.
Kawedanan Kartipraja, hanya mempunyai satu kemantren yaitu: Kartipura,
pekerjaannya adalah memelihara kota dan lainnya termasuk menangani
masalah kebakaran rumah. Kewajibannya adalah memeriksa kota dan
sebagainya secara rutin dan bisa memperkirakan panjang pendeknya pekerjaan.
Anak buahnya adalah Bramataka, tukang batu, juru taman, Undhagi (tukang
kayu), pande besi, Pangangsu (tukang menimba air), penyapu, Jaga Piara
Narajomba, angginan-nya adalah penjaga kuburan raja dan Wiratana.
Kawedanan Reksawibawa, kemantren-nya terdiri dari :
1) Reksowarasta, pekerjaannya adalah menyediakan dan menjaga senjata.
Kewajibannya adalah mengetahui seluk beluk keris, bentuk dan besinya,
serta bertanggung jawab atas pemeliharaannya. Anak buahnya adalah
Panyrigan (tukang keris), Mranggi (tukang membuat sarung keris), Tukang
bedil dan Tukang popor.
2) Reksawahana, pekerjaannya adalah memelihara semua kendaraan dan
seluruh perlengkapannya. Kewajibannya adalah mengetahui seluk beluk
kuda dan rajanari. Anak buahnya adalah Panegar (tukang menunggang
kuda), Gamel (tukang merawat kuda), Kusir, Kenek, Tunggon (tukang
37 Universitas Kristen Petra
mengembala kuda), Tukang Samak (tukang membuat tikar), Pambelah
(penunjuk jalan), dan Juru Mudi.
3) Langenpraja, Pekerjaanya adalah menjaga, membersihkan dan merawat
gamelan serta wayang. Kewajibannya adalah memahami gendhing dan
tembang, mengetahui Laras dan bisa menghibur orang. Anak buahnya
adalah Dhalang, Panyumping, Niyaga, Gendhing, Badut, Tledhek, dan
Kalawija.
4) Reksa Busana, pekerjaanya adalah menyimpan dan menyediakan pakaian
dan perhiasan prajurit. Kewajibannya adalah mengetahui ukuran yang tepat
dan memantas perhiasan. Anak buahnya adalah Panongsong (tukang
membuat payung), Greji (penjahit), Jait (penjahit), Kemasan (tukang
membuat emas), Tukang Gebeg (tukang gosok emas), dan Malaten.
Kawedanan Mandrapura, hanya mempunyai satu pembantu sedang kemantren-
nya terdiri dari :
1) Mandrasasana, pekerjaannya adalah merawat dan membersihkan perabot
rumah sedang kewajibannya adalah merakit dan menghias. Anak buahnya
adalah Rengga Sasana dan Reksa Gathita.
2) Reksapradipta, pekerjaannya adalah menghidupkan dan merakit tempat
lampu sedang kewajibannya adalah menjaga, membersihkan dan
mengetahui perlengkapan lampu. Anak buahnya adalah Reksa Panyuta.
3) Subapandya, pekerjaannya adalah merawat perlengkapan minum sedang
kewajibannya adalah memperkirakan jamuan yang pantas dan mengetahui
macam-macam minuman. Anak buahnya adalah Wignya Sunggata (ahli
dalam perjamuan), dan Tukang Pereresan (tukang memerah susu sapi).
4) Reksasunggata, pekerjaannya adalah menyiapkan hidangan dan merawat
perlengkapan makanan. Kewajibannya adalah mengetahui urut-urutan
makanan yang akan disajikan dan mengenali rasa makanan. Anak buahnya
adalah Tukang Sepen (pelayan), Koki (tukang masak), Panantu (tukang
menyetrika), dan tukang cuci piring.
Kawedanan Purabaksana, kemantren-nya terdiri dari :
1) Reksabaksana, pekerjaannya adalah membereskan dan membagi makanan
dan kewajibannya adalah menghemat dan mengetahui asal usul dan untuk
38 Universitas Kristen Petra
siapa makanan itu dibagikan, dan mengetahui takaran. Anak buahnya adalah
Madhaharan (tukang masak), Carik Gedhong (beras, arang, lenga,kayu
untuk masak), Juru Taker, Katepon, Sayang, dan Kundhi (tukang gerabah).
2) Wreksapanadya, pekerjaannya adalah melayani permintaan kayu jati yang
digunakan untuk perhiasan rumah dan kewajibannya adalah menhgetahui
ukuran, mengetahui mudah sulitnya tempat, dan memelihara hutan jati.
Anak buahnya adalah Blandhong (penebang kayu), yang menyediakan kayu
untuk masak dan arang.
3) Tarulata, pekerjaannya adalah membagi persediaan sirih, rumput dan padi.
Kewajibannya adalah mengetahui takaran tanah dan pemakaian biaya yang
benar. Anak buahnya adalah Pangrembe.
Kawedanan Yogiswara, kemantren-nya terdiri dari:
1) Ketib, pekerjaannya adalah menikahkan orang yang akan menikah, merawat
mayat dan menyelesaikan perkara yang sampai ke Surambi. Kewajibannya
adalah menjalankan hukum Islam dan Istijiyad negara. Anak buahnya
adalah Suragama.
2) Naib, pekerjaannya adalah menikahkan orang yang akan menikah, dan
berwenang menyelesaikan perkara mengenai perceraian, wasiat, dan ahli
waris dengan damai, serta menyuntik cacar dan merangkap sebagai Katin
(istrinya disebut Katinah). Kewajibannya adalah menjalankan hukum Islam
dan Istijiyad. Anak buahnya adalah anginan para kaum yang ada di desa-
desa.
3) Mardikan, pekerjaannya adalah mengajar agama dan mengaji, serta menjaga
makam dan Patilasan (tempat keramat) dan kewajibannya adalah mentaati
agama.
4) Ulama, pekerjaannya adalah berdoa meminta keserlamatan rakyat dan
segala hajat sedang kewajibannya adalah pandai dalam hal lafal dan makna,
serta murad (arti).
Adapun semua Wedana tadi, tugasnya menjadi penasehat serta mengetahui
dan melaksanakan pekerjaan Kemantren-nya sendiri-sendiri dengan semua anak
buahnya, kewajibannya mencintai dan menjaga rakyat, melaksanakan kehendak
dan bertanggung jawab atas wilayahnya.
39 Universitas Kristen Petra
Dalam pemerintahan KGPAA Mangkunegoro IX (hingga sekarang),
susunan organisasi tentu sudah berbeda. Struktur pemerintahan ditunjukkan
dengan gambar berikut.
Gambar 2.12. Susunan pemerintahan Puro Mangkunegaran
40 Universitas Kristen Petra
Terdapat 3 bagian besar dalam susunan pemerintahan Mangkunegaran yang
beranggotakan para abdi dalem, yaitu:
1. Kabupaten Mondropuro
Kabupaten Mondropuro adalah bagian yang bertugas untuk mengurus keluar
masuknya surat-surat dalam Puro Mangkunegaran. Kabupaten ini terdiri dari
3 bagian yaitu urusan istana, pariwisata/museum, dan perawatan istana.
Bagian urusan istana sendiri terbagi menjadi 6 bagian, yaitu:
a. Yogisworo (bagian ritual, kaum ulama dalam urusan keagamaan)
b. Rekso Warastro (mengurus pusaka-pusaka dan persenjataan)
c. Rekso Busana (mengurus pakaian yang dipakai raja dan untuk ritual)
d. Rekso Sunggoto (mengurus makan dan minum atau dapur kerajaan)
e. Rekso Baksono
f. Rekso Puro (bagian pengamanan istana)
2. Kawedanan Satrio
Kawedanan Satrio memiliki tugas mengurus kekerabatan, silsilah, petilasan-
petilasan. Di dalamnya terbagi menjadi 3 bidang lagi, yaitu pengurus silsilah,
urusan makam, dan urusan sentono.
3. Reksobudoyo
Reksobudoyo adalah departemen yang memiliki tugas mengurus kelengkapan
budaya, segala hal yang berhubungan dengan seni dan kebudayaan. Di
dalamnya terdapat 3 bagian, yaitu Reksopustoko (kepustakaan), Langen
Projo (kesenian), dan Barayawiyata (pemagangan). Dalam Langen Projo
terdapat pembagian lagi di dalamnya, yaitu:
a. Seni Tari
Seni Tari di Mangkunegaran termasuk salah satu seni yang masih
terpelihara dengan baik di keraton. Latihan rutin dan pertunjukan
dilakukan oleh departemen Langenprojo ini.
b. Seni Karawitan dan Seni Suara
Seni karawitan merupakan seni bermain gamelan. Seni suara yang
dimaksud di sini yaitu bernyanyi lagu Jawa atau yang biasa disebut
Waranggono dan Sinden. Biasanya gamelan dan waranggono bermain
41 Universitas Kristen Petra
untuk mengiringi tari-tarian di Mangkunegaran, penyambutan tamu, atau
acara khusus lainnya.
c. Seni Pewayangan
Meskipun seni pewayangan di Mangkunegara memiliki tempat latihan di
luar wilayah keraton, namun seni ini masih dipelihara dengan baik.
Ketiganya departemen tersebut memiliki pengageng (ketua), wakil pengageng,
bendahara, dan sekretaris. Semua pekerja atau pegawai yang melakukan tugas-
tugas di atas merupakan abdi dalem Puro Mangkunegaran yang hingga sekarang
masih melayani keraton.
2.4 Analisis Data
Keraton atau Pura Mangkunegara sangat kaya akan budaya dan nilai-nilai
moral yang terlihat dari perilaku masyarakatnya. Dalam hal ini abdi dalem yang
menjadi sorotan utama, karena abdi dalem-lah yang dapat kita lihat secara konkrit
menjalankan kebudayaan yang selama ini diajarkan oleh leluhur keraton. Abdi
dalem yang sehari-hari dapat ditemui di lingkungan keraton memiliki potensi
besar dalam panutan budaya masyarakat. Pola hidup yang sederhana, mawas diri,
rendah hati, dan mau mengabdi tanpa memandang imbalan inilah yang sesuai
dengan ajaran keraton, yaitu semboyan Tri Dharma.
Jika dihubungkan dengan perkembangan jaman di Indonesia kini, tren anti
istanasentris sedang marak di mata masyarakat. Teladan perilaku yang baik dan
benar di mata masyarakat justru dapat dilihat dari golongan yang paling bawah.
Siapa saja bisa menjadi tokoh bahkan pemimpin. Masyarakat tidak lagi
mementingkan tahta atau jabatan seseorang, namun teladan yang baik secara
konkrit dilakukan oleh siapapun juga bisa menjadi sorotan masyarakat. Bahkan
demi mendukung sesuatu yang dianggap benar, masyarakat rela secara persuasif
“mengkampanyekan” hal tersebut. Dengan itulah bisa disimpulkan bahwa
masyarakat tidak lagi megutamakan jabatan seseorang untuk dijadikan panutan,
namun justru dari hal-hal kecil lah masyarakat dapat menemukan teladan yang
baik dan sesuai dengan keadaan jaman sekarang.
Fotografi merupakan suatu media yang mampu membawa penikmatnya
melihat emosi sekaligus pesan yang ditunjukkan. Sebuah foto bisa menceritakan
42 Universitas Kristen Petra
banyak hal. Dalam hal ini fotografi human interest merupakan media yang sesuai
dalam menguak sisi filosofis sebuah gambar. Pesan yang disampaikan
ditunjukkan lewat setiap elemen fotonya, mulai dari ekspresi, warna, komposisi,
dll. Untuk menyampaikan pesan atau kisah para abdi dalem ini, fotografi human
interest sangat sesuai karena mengangkat sisi kehidupan yang dibingkai secara
jujur. Obyek fotografi secara khusus akan menyorot kegiatan abdi dalem
departemen Langenpraja, yaitu abdi dalem yang bergerak di bidang seni.
2.5 Kesimpulan Analisis Data
Perancangan fotografi untuk menunjukkan sisi filosofis dari kehidupan abdi
dalem Keraton Mangkunegaran ini ingin menunjukkan bagaimana budaya Jawa
dilestarikan dan tetap dipelihara hingga sekarang oleh para abdi dalem. Kehidupan
yang berpegang pada ajaran Jawa secara turun temurun memiliki nilai yang luar
biasa khususnya sebagai masyarakat di kota yang berbudaya. Pesan yang
mengutamakan teladan sikap hidup berbudaya ini disampaikan melalui karya
fotografi, yaitu fotografi human interest. Masyarakat sebagai target perancangan
akan melihat bagaimana budaya sebagai jati diri bangsa ditunjukkan secara
konkrit oleh sosok abdi dalem ini.