MAKALAH KEBERLANJUTAN PEMBANGUNAN
MATA KULIAH PENGETAHUAN LINGKUNGAN
Disusun Oleh:
Kelompok : 4(Empat)
Anggota : Adi Setiadi
Febry Naldy
Kholid Irfai
Rudiyanto
Sawung Penggalih
Dosen : Bp. Irwan Santoso
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masa depan bangsa ini tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan, ori
pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar,
modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995
dalam Tikson, 2005). Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro
tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan teori-teori mikro
tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan.Paradigma
ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan (under-development)
ketergantungan (dependent development) dan sistem dunia (world system
theory) sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994). Sedangkan Tikson (2005)
membaginya kedalam tiga klassifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi,
keterbelakangan dan ketergantungan. Dari berbagai paradigma tersebut itulah
kemudian muncul berbagai versi tentang pengertian pembangunan.
Kecendrungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus
tantangan dan peluang baru bagi proses pembangunan di Indonesia. Dalam era
seperti ini, kondisi persaingan antar pelaku ekonomi (badan usaha dan/atau
negara) akan semakin tajam. Dalam kondisi persaingan yang sangat tajam ini,
tiap pelaku ekonomi (tanpa kecuali) dituntut menerapkan dan
mengimplementasikan secara efisien dan efektif strategi bersaing yang tepat
(Kuncoro, 2004). Dalam konteksi inilah diperlukan ”strategi berperang”
modern untuk memenangkan persaingan dalam lingkungan hiperkompetitif
diperlukan tiga hal (D’Aveni, 1995), pertama, visi terhadap perubahan dan
gangguan. Kedua, kapabilitas, dengan mempertahankan dan mengembangkan
kapasitas yang fleksibel dan cepat merespon setiap perubahan. Ketiga, taktik
yang mempengaruhi arah dan gerakan pesaing.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari pembangunan?
2. Apakah pengertian dari keberlanjutan pembangunan ?
3. Bagaimana dampak positif dan negative keberlanjutan pembangunan?
4. Bagaimana proses keberlanjutan pembangunan di Indonesia?
1.3 TUJUAN
1. kita dapat mengetahui tentang pengertian pembangunan.
2. Dapat mengetahui pengetian dari keberlanjutan pembangunan.
3. Dapat turut serta ikut terhadap berkelanjutan pembangunan.
4. Dengan makalah ini kita dapat membagi ilmu tentang pentingnya
keberlanjutan pembangunan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembangunan
Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua
paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin
1994, Kiely 1995 dalam Tikson, 2005). Paradigma modernisasi mencakup teori-
teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan teori-teori
mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan.Paradigma
ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan (under-development)
ketergantungan (dependent development) dan sistem dunia (world system
theory) sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994). Sedangkan Tikson (2005)
membaginya kedalam tiga klassifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi,
keterbelakangan dan ketergantungan. Dari berbagai paradigma tersebut itulah
kemudian muncul berbagai versi tentang pengertian pembangunan.
Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik
untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat
mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang
pembangunan telah berkembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik
(Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow,
strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pendahuluan
pembangunan sosial, hingga keberlanjutan pembangunan. Namun, ada tema-
tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat
diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang
lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan
mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri,
2004). Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu
kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah
terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan
bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh
aspek kehidupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada terciptanya
kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan secara efisien,
transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi yang paling manusiawi,
yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan masalah dan
pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang
bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja
diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan
daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu
kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan
(Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai
“Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana
dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju
modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan
Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu
sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang
dilakukan secara terencana”.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya
pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan,
pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan
dengan westernisasi. Seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek
perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta
industrialisasi, secara keseluruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu,
keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-
masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip
kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang
merefleksikan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup
seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan,
pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes
(1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan
budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk
memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan
masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro
(nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan
adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah
sumua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan
terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara
alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi
Bratakusumah, 2005).
2.2 keberlanjutan Pembangunan
Pada tahun 1980 istilah keberlanjutan pembangunan atau sustainable
development. Menjadi isu aktual pembangunan yang penting di seluruh Negara di
dunia ini setelah diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi
Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme
(UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources
(IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF).
Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10
tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya. Menghasilkan
terbentuknya Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World
Commission on Environment and Development - WCED).
Pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat adalah tujuan utama
pembangunan. Kebutuhan dasar sebagian besar penduduk di bumi ini seperti pangan,
sandang, papan, pekerjaan perlu terpenuhi, disamping mempunyai cita-cita akan
kehidupan yang lebih baik.
Konsep keberlanjutan pembangunan mengimplikasikan batas bukan absolut
akan tetapi batas yang ditentukan oleh teknologi dan organisasi masyarakat serta oleh
kemampuan kehidupan bumi menyerap dampak kegiatan manusia.
Keberlanjutan pembangunan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhannya. Prinsip-prinsip keberlanjutan pembangunan adalah sebagai berikut:
1.Menjamin pemerataan dan keadilan sosial
2.Menghargai keanekaragaman (diversity)
3.Menggunakan pendekatan integratif
4.Meminta perspektif jangka panjang
Di dalam keberlanjutan pembangunan terkandung dua gagasan penting, yaitu
gagasan kebutuhan yaitu kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan
manusia serta gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan
organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini
dan hari depan. Sehingga untuk memenuhi dua gagasan tersebut diperlukan syarat-
syarat untuk keberlanjutan pembangunan, sebagai berikut
1.Keberlanjutan Ekologis
2.Keberlanjutan Ekonomi
3.Keberlanjutan Sosial dan Budaya
4.Keberlanjutan Politik
5.Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan
Keberlanjutan pembangunan perlu mendapatkan perhatian agar supaya suatu
daerah dapat dikembangkan dengan tidak mengganggu ekosistem lingkungan yang
ada. Masyarakat setempat tidak terpinggirkan kepentingannya untuk pemenuhan
kebutuhan hidup yang lebih baik.
2.3 Dampak Keberlanjutan Pembangunan
Perubahan yang terjadi di sekitar kita sebagai sumber positif keberlanjutan
pembangunan dapat dijadikan pemicu perbaikan di berbagai sector, namun tidak lupa
juga dampak negative dari keberlanjutan pembangunan yang dapat berdampak buruk
bagi lingkungan.tujuan utama pembangunan adalah mensejahterakan masyarakat
banyak yang pada prosesnya memerlukan sumber daya alam, baik yang terbaharukan
maupun yang tidak terbaharukan.
Pembangunan jangka panjang maupun pembangunan jangka pendek yang
dilakukan manusia secara tidak langusung dapat memberikan dampak bagi lingkunan
hidup, karena manusia tidak dapat terlepas dari lingkungna hidup, beberapa factor
dari lingkungan dapat menjadi dampak keberlanjutan pembangunan. Berikut
merupakan beberapa dampak keberlanjutan pembangunan terhadap lingkungan hidup
dan manusia itu sendiri.
a. Dampak Positif
1. Penduduk memiliki penghasilan tetap dan kesejahteraan meningkat
2. Tercukupinya aneka kebutuhan dengan kesanggupan dunia industry untuk
memenuhinya.
3. Ketersediaan bahan baku atau bahan mentah oleh industry.
4. Terciptanya banyak lapangan kerja karena tercipta produksi yang terus
menerus.
5. Pengetahuan tentang teknologi terus meningakat karena semakin cepatnya
media informasi.
6. Memperkecil ketergantungan kita dari luar negri terutama impor.
b. Dampak Negatif
1. Tercemarnya lingkungan hidup akibat efek dari pembangunan terutama
industry
2. Berkurangnya lahan hutan akibat pembangunan yang tidak terkontrol
3. Banyak hewan kehilangan habitat
4. Penyakit yang dapat timbul akibat pencemaran lingkungan.
2.4 Keberlanjutan Pembanguanan di Indonesia
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan saat ini telah menjadi agenda
internasional. Dapat dikatakan bahwa hampir semua negara di dunia, baik
negaranegara maju maupun negara-negara berkembang telah menyadari betapa
pentingnya melaksanakan konsep pembangunan berkelanjutan sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, baik untuk saat ini maupun untuk masa
mendatang.
Komisi Bruntland menegaskan bahwa tidak ada sebuah cetak biru untuk
pembangunan berkelanjutan. Setiap negara harus mengembangkan pendekatannya
sendiri. Dalam konteks ini, tidak mengejutkan jika muncul anggapan dan penekanan
yang berbeda antara negara maju dan berkembang (Mitchell et al., 2003).
Di negara maju, penekanan utama pembangunan berkelanjutan lebih pada
bagaimana memadukan pertimbangan ekonomi dan lingkungan dalam pengambilan
keputusan. Perhatian yang lebih juga diberikan pada persoalan pemerataan lintas-
generasi. Lebih lanjut, negara maju juga menekankan bahwa dalam memadukan
pertimbangan lingkungan tersebut pada akhirnya tidak mengacaukan daya saing
ekonomi mereka, khususnya untuk menandingi tenaga murah yang tersedia di negara-
negara berkembang. Negara maju juga menyarankan bahwa negara berkembang
harus merubah kegiatan ekonomi mereka untuk menghindari kerusakan hutan tropis
misalnya dan sumberdaya alam lain dengan nilai-nilai global.
Sebaliknya, negara berkembang memberikan prioritas pembangunan
berkelanjutan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia saat ini, serta menjamin
kelangsungan pembangunan ekonomi. Dengan demikian, penekanannya lebih pada
pemerataan antar generasi daripada lintas generasi. Ada keengganan yang dapat
dipahami dari negara berkembang ketika negara maju menyarankan mereka untuk
meninggalkan peluang pembangunan melalui penebangan hutan tropis untuk
melindungi lingkungan global. Para pemimpin di negara berkembang meyakini
bahwa rakyat mereka mempunyai hak yang sama untuk memenuhi kebutuhan dasar,
dan mereka seharusnya tidak dilarang melakukan sesuatu yang dulu juga dilakukan
masyarakat negara maju untuk mencapai satu tingkat kemapanan ekonomi seperti
sekarang.
Munculnya isu-isu seperti perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon,
menurunnya keanekaragaman hayati, menurunnya kualitas lingkungan dan masalah
kemiskinan menjadi bukti tentang bagaimana pentingnya melaksanakan konsep
pembangunan berkelanjutan.
Perubahan iklim yang dicirikan oleh peningkatan suhu udara dan perubahan
besaran dan distribusi curah hujan telah membawa dampak yang luas dalam banyak
segi kehidupan manusia dan diperkirakan akan terus memburuk jika emisi gas rumah
kaca (GRK) tidak dapat dikurangi dan distabilkan. Hal ini terjadi karena perubahan
suhu dan curah hujan secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi sistem
produksi pangan, sumberdaya air, pemukiman, kesehatan, energi, dan sistem
keuangan. Pengaruh lain yang terjadi adalah kenaikan permukaan laut (Murdiyarso,
2003).
Gas Rumah Kaca (GRK) menimbulkan pengaruh yang dikenal dengan efek
rumah kaca, yang selanjutnya menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim.
Untuk mengatasi dampak negatif GRK, pada tanggal 11 Desember 1987 negara-
negara di dunia mengadopsi suatu Protokol yang merupakan dasar bagi negara-negara
industri untuk mengurangi emisi GRK gabungan mereka paling sedikit 5 persen dari
tingkat emisi tahun 1990 menjelang periode 2008-2012.
Komitmen yang mengikat secara hukum ini akan mengembalikan tendensi
peningkatan emisi GRK yang secara historis dimulai di negara-negara tersebut 150
tahun yang lalu. Protokol Kyoto, demikian selanjutnya protokol itu disebut, disusun
untuk mengatur target kuantitatif penurunan emisi dan target waktu penurunan emisi
bagi negara maju. Sementara negara berkembang tidak memiliki kewajiban atau
komitmen untuk menurunkan emisinya. Singkatnya, Protokol Kyoto adalah sebuah
instrumen hukum (legal instrument) yang dirancang untuk mengimplementasikan
Konvensi Perubahan Iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi GRK agar
tidak mengganggu sistem iklim bumi. Amerika Serikat (AS), sebagai salah satu
negara yang mendukung konsep pembangunan berkelanjutan, pada tahun 2001
menolak Protokol Kyoto. Hal ini sangat disayangkan mengingat AS memberikan
persentase kontribusi terbesar emisi GRK. Pada tahun 1990, kontribusi AS mencapai
36,1% dari emisi total GRK sebesar 13,7 Gt (gigaton=109 ton). Beberapa hal yang
menjadi alasan bagi AS untuk menolak perjanjian internasional ini antara lain karena
(Murdiyarso, 2003):
1. Delapan puluh persen penduduk dunia (termasuk yang berpenduduk besar
seperti Cina dan India) dibebaskan dari kewajiban menurunkan emisi.
2. Implementasi Protokol Kyoto akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi AS karena penggantian pembangkitan energi dengan batu bara
menjadi gas akan sangat mahal.
3. Protokol Kyoto adalah cara mengatasi masalah perubahan iklim global yang
tidak adil dan tidak efektif.
4. CO2 menurut undang-undang AS “Clean Air Act” tidak dianggap sebagai
pencemar sehingga secara domestik tidak perlu diatur emisinya.
5. Kebenaran ilmiah perubahan iklim dan cara-cara untuk memecahkan
persoalannya didukung oleh pemahaman ilmiah yang terbatas.
Indonesia sangat rentan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh perubahan
iklim. Suhu udara yang meningkat secara langsung akan mempengaruhi produksi
serealia termasuk padi, makanan pokok penduduk Indonesia. Daerah yang padat
penduduk akan rentan terhadap wabah penyakit seperti malaria dan demam berdarah.
Demikian juga akibat tingginya curah hujan akan langsung berpengaruh terhadap
meluasnya daerah genangan banjir di dataran rendah. Sebaliknya, kekeringan akan
mempengaruhi daerah lahan kering dan dataran tinggi. Kenaikan permukaan laut
setinggi 60 cm akan berpengaruh langsung terhadap jutaan penduduk yang hidup di
daerah pesisir. Panjang garis pantai Indonesia yang lebih dari 80.000 km memiliki
konsentrasi penduduk dan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat yang tinggi, termasuk
kota pantai dan pelabuhan. Demikian juga ekosistem alami seperti mangrove akan
banyak mengalami gangguan dari pelumpuran dan penggenangan yang makin tinggi
(Murdiyarso, 2003).
Pada kenyataannya, pembangunan yang dijalankan di Indonesia selama ini
dirasakan kurang atau bahkan dapat dikatakan, tidak memperhatikan kaidahkaidah
konsep pembangunan berkelanjutan, baik dari sisi ekonomi, ekologi, maupun sosial.
Banyak hal yang dapat dijadikan bukti atas kegagalan Indonesia dalam menjalankan
pembangunan berkelanjutan.
Kerusakan hutan merupakan salah satu indikator dari tidak dijalankannya
konsep pembangunan berkelanjutan, yang tidak memperhatikan kepentingan generasi
yang akan datang. Saat ini kerusakan hutan di Indonesia sangat parah. Dari 112 juta
hektar hutan di Indonesia saat ini kerusakan mencapai 59,2 juta hektar atau 2,83 juta
hektar per tahun. Kerusakan hutan sebesar ini sangat parah. Kalau dibiarkan dan tidak
ada aksi apa-apa maka dalam 10-15 tahun mendatang Indonesia menjadi negara yang
tidak berhutan. Dengan kerusakan seluas itu, sekarang dampaknya sangat terasa.
Waduk yang dibangun dengan biaya yang sangat mahal di pulau Jawa sekarang
mengalami penurunan umur (daya tahan) waduk dari yang seharusnya 100 tahun
tinggal 50 tahun. Sawah-sawah yang dulu tidak kekeringan, sekarang banyak yang
kekeringan. Sungai-sungai menjadi tidak normal, ketika musim hujan banjir, ketika
musim kemarau kering. Dampak langsung dengan adanya kerusakan hutan ini adalah
turunnya produksi pertanian. Input apapun yang dilaksanakan tidak akan berarti bila
tidak ada air. Jadi dampak kerusakan hutan sangat berpengaruh pada produksi padi
(Suntoro, 2005).
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, pembangunan berkelanjutan memfokuskan
diri pada masalah kemiskinan, yang berkaitan erat dengan masalah etika. Dalam hal
kemiskinan, Indonesia masih harus bekerja lebih keras lagi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2004 jumlah penduduk
miskin di Indonesia tercatat sebesar 36,2 juta dan 24,8 juta diantaranya berada di
daerah pedesaan (Mulyono, 2005). Karena itu, diperlukan upaya konkrit pengentasan
kemiskinan tanpa harus mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan.
Dari sisi etika, terhambatnya implementasi pembangunan berkelanjutan di
Indonesia juga terkait erat dengan tingginya tingkat korupsi, yang terjadi hampir di
seluruh tingkat dan lapisan masyarakat. Dr. Koentjaraningrat, seorang pakar
antropologi, meyakini bahwa sebelum Indonesia dapat membangun, maka sikap
mental masyarakatnya harus diperbaiki terlebih dahulu. Pendekatan psikologi ini
dikenal dengan teori mental (mentality theory) yang menyatakan bahwa sepanjang
mental masyarakat masih lebih condong kepada mental korupsi daripada mental
untuk melawan korupsi, maka Indonesia akan sulit atau tidak mungkin untuk
membangun (Himawan, 1980).
Dalam mengimplementasikan konsep pembangunan berkelanjutan, Emil
Salim (2006) menekankan pentingnya segitiga kemitraan antara pemerintah, dunia
bisnis dan masyarakat madani dalam hubungan kesetaraan dengan mengindahkan
hukum ekonomi, alam-ekologi dan peradaba.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup
seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan,
pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes
(1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan
budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk
memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Keberlanjutan pembangunan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhannya. Keberlanjutan Pembangunan jangka panjang maupun pembangunan
jangka pendek yang dilakukan manusia secara tidak langusung dapat memberikan
dampak bagi lingkungan hidup. Keberlanjutan pembangunan yang dijalankan di
Indonesia selama ini dirasakan kurang atau bahkan dapat dikatakan, tidak
memperhatikan kaidah kaidah konsep pembangunan berkelanjutan, baik dari sisi
ekonomi, ekologi, maupun sosial.
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan diatas dan setelah dibuat kesimpulan sarannya
adalah pembangunan itu sangat perlu, namun harus memperthatikan aspek
lingkungan hidup sebagai hajat semua makhluk hidup, kemudian manusia sebagai
pengatur di bumi harus menerapkan standar yang dipatuhi semua Negara tentang
keberlanjutan pembangunan, dan jika ada yang melanggar harus diberikan sanksi
yang berat.
DAFTAR PUSTAKA
Barbier, E.B. 1993. Economics and Ecology: New Frontiers and Sustainable
Development. Chapman & Hall, London
.
Salim, E. 2006. Pengelolaan Lingkungan dalam Pembangunan. Disampaikan sebagai
bahan kuliah Pasca Sarjana (S3) Program Studi PSL di IPB, Bogor, pada tanggal 12
Agustus 2006.
Panayotou, T. 1994. Economy and Ecology in Sustainable Development. Gramedia
Pustaka Utama in cooperation with SPES Foundation, Jakarta.
Mubyarto. 2005. A Development Manifesto: The Resilience of Indonesian Ekonomi
Rakyat During the Monetary Crisis. Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Munasinghe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. The
World Bank, Washington, D.C.
Murdiyarso, D. 2003. Protokol Kyoto: Implikasinya bagi Negara Berkembang.
Penerbit Buku Kompas, Jakarta.