ANALISIS IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen Pati)
SKRIPSI
OLEH
ZIYAN NOVI MAULIDA
NIM: 211216015
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
TAHUN 2020
ii
ANALISIS IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen Pati)
SKRIPSI
Diajukan kepada
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Sarjana
Manajemen Agama Islam
OLEH
ZIYAN NOVI MAULIDA
NIM: 211216015
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
TAHUN 2020
vii
ABSTRAK
Maulida, Ziyan Novi. 2020. Analisis Kebijakan Kurikulum Pendidikan (Studi Kasus di Pondok
Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen Pati). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing, Dr. Umar Sidiq, M.Ag.
Kata Kunci : Kurikulum Pendidikan, Aktivitas Pendidikan Pesantren.
Pondok pesantren mendidik para santri untuk menjadi generasi yang sholeh, baik sholeh
ritual maupun sholeh secara sosial. Pesantren pada umumnya memiliki tradisi tersendiri dalam
mendidik santri guna membentuk karakter yang berakhlakul karimah, salah satunya adalah
dengan melaksanakan aktivitas pendidikan sesuai dengan kebijakan yang telah dibuat oleh
pengasuh. Pesantren yang merupakan salah satu jenis pendidikan yang berbasis keagamaan dapat
mengembangkan kurikulum beserta kegiatan pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan
keunikannya tersendiri. Kitab kuning sebagai referensi ilmiah bagi pesantren seharusnya lebih
merupakan garis mendatar yang memberikan konsep-konsep pendekatan terhadap masalah-
masalah ritual maupun sosial.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis berkeinginan untuk meneliti tentang
implementasi kebijakan yang mengacu kepada nasihat tentang bagaimana suatu kebijakan
pendidikan pesantren dilaksanakan. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
(1) Bagaimana konsep kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen
Pati?, (2) Bagaimana bentuk implementasi kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Putri Al-
Badi’iyah Kajen Pati?, dan (3) Bagaimana penerapan kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren
Putri Al-Badi’iyah Kajen Pati?.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif, yang
menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi, dokumentasi dan wawancara untuk
memperoleh data kemudian diproses atau diolah dan dianalisis hingga diperoleh suatu
kesimpulan.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Konsep kurikulum
pendidikan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen Pati adalah berdasarkan pengembangan
kurikulum serta keunggulan yang menjadi ciri khas di pesantren, (2) Bentuk kurikulum
pendidikan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen Pati sudah mencakup kriteria sebagaimana
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, bahwa pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk
karakter, dan membangun peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa (3) Penerapan kurikulum pendidikan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah
dilaksanakan dalam bentuk pendidikan intelektual, pendidikan keterampilan, dan pendidikan
sosial. Aktivitas tersebut memenuhi pandangan orientasi kurikulum pendidikan sebagai
kebutuhan umat sangat diperlukan untuk merespon perubahan zaman dengan tetap konsisten
dalam tatanan nilai Islam.
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
PENGESAHAN
Skripsi atas nama saudara :
Telah dipertahankan pada sidang Munaqasah di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, pada :
Tim Penguji Skripsi :
1. Ketua Sidang : Dr. MUHAMMAD THOYIB, M.Pd2. Penguji I : Dr. AB. MUSYAFA' FATHONI, M.Pd.I3. Penguji II : Dr. UMAR SIDIQ, M.Ag
Hari : SelasaTanggal : 6 Oktober 2020
Hari : RabuTanggal : 30 September 2020
dan telah diterima sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Manajemen Pendidikan Islam, pada :
Nama : ZIYAN NOVI MAULIDANIM : 211216015Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu KeguruanJurusan : Manajemen Pendidikan IslamJudul Skripsi : ANALISIS IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN
(STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN PUTRI AL-BADI’IYAH KAJEN PATI)
SURAT PERSETUJUAN PUBLIKASI
Yang bertanda tanda tangan di bawah ini :
Nama : Ziyan Novi Maulida
NIM : 211216015
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Manajemen Pendidikan Islam
Judul Skripsi/thesis : Analisis Implementasi Kurikulum Pendidikan (Studi Kasus di Pondok
Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen Pati)
Menyatakan bahwa naskah skripsi/thesis telah diperiksa dan disahkan oleh dosen pebimbing.
Selanjutnya saya bersedia naskah tersebut dipublikasikan oleh perpustakaan IAIN Ponorogo
yang diakses di etheses.iainponorogo.ac.id. adapun isi keseluruhan tersebut, sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penulis.
Demikian pernyataan saya untuk dapat dipergunakan semestinya.
Ponorogo, 13 November 2020
Penulis
Ziyan Novi Maulida
Lampiran 9
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ziyan Novi Maulida
NIM : 211216015
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Manajemen Pendidikan Islam (MPI)
Dengan ini, menyatakan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini adalah benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang
lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka saya
bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Ponorogo, 1 Agustus 2020
Yang Membuat Pernyataan
Ziyan Novi Maulida
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, keceradasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Proses pendidikan menunjukkan adanya aktivitas
atau tindakan aktif yang dilakukan secara sadar dalam saha untuk mencapai tujuan.
Pendidikan merupakan bahasan penting dalam setiap insan. Keberadaannya dianggap
suatu hal yang mendasar dan pokok dalam setiap kehidupan manusia kerap kali
pendidikan dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan suatu bangsa. Dalam UU No.20
tahun 2003 pasal 3 terkait dengan tujuan pendidikan nasional yaitu :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.1
Di atas dijelaskan, bahwa dengan adanya pendidikan manusia bisa
mengembangkan akal budi sehingga dapat mengembangkan kepribadiannya baik
secara personal maupun sosial. Dalam pendidikan pesantren, tujuan serta fungsi
pendidikan termaktub secara baik. Pendidikan pondok pesantren bahkan telah diakui
oleh sarjana-sarjana Barat seperti Van Den Berg, Hurgronje, dan Greertz, sangat
1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.pdf, diakses pada
tanggal 9 Januari 2020 pukul 11.42 WIB.
2
berpengaruh dalam membentuk dan memelihara kehidupan sosial, kultural, politik
dan keagamaan orang-orang pedesaan di Indonesia.2
Pesantren dalam terminologi keagamaan memang merupakan institusi
pendidikan Islam. Namun pesantren secara sosiologis mampu menjadi icon sosial
yang menyangkut dinamika perubahan di masyarakat. Pesantren tidak sebatas
lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat kiai, pondok, santri dan sistem
pendidikan. Lebih daripada itu, pesantren memiliki fungsi sosial kemasyarakatan
yang menyangkut tradisi di lingkungan sekitar.3
Sebagai bentuk pengabdian masyarakat, pesantren tidak hanya fokus pada
pengembangan kitab-kitab klasik yang menjadi corak keistimewaan pesantren dalam
menghadapi setiap geliat modernitas, namun juga harus berkiprah dalam
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.4
Pesantren mendidik para santri agar menjadi generasi yang sholeh, baik sholeh
secara ritual maupun sholeh secara sosial. Pada umumnya pesantren memiliki tradisi
tersendiri dalam mendidik santri guna membentuk karakter yang berakhlakul karimah,
salah satunya yakni dengan melaksanakan aktivitas pendidikan sesuai dengan
kebijakan yang telah dibuat oleh pengasuh.
Sebagai bentuk pengabdian masyarakat, pesantren tidak hanya fokus pada
pengembangan kitab-kitab klasik yang menjadi corak keistimewaan pesantren dalam
menghadapi setiap geliat modernitas, namun juga harus berkiprah dalam
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.5 Pola ini diterapkan dengan
2 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa
Depan Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2011), 3. 3 Mohammad Takdir, Modernisasi Kurikulum Pesantren: Konsep dan Metode Antroposentris
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2018), 36. 4 Ibid., 37.
5 Mohammad Takdir, Modernisasi Kurikulum Pesantren: Konsep dan Metode Antroposentris
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2018), 37.
3
memberikan bantuan sosial untuk masyarakat sekitar serta kerjasama penanganan
lingkungan sehat dengan masyarakat.
Di masyarakat, sering kita dengar konflik yang terjadi karena paham yang
berbeda. Agama Islam yang merupakan agama rahmatan lil alamin yang bertujuan
memberi kemaslahatan bagi seluruh hamba Allah nyatanya semakin lama semakin
kehilangan jati dirinya. Agama mengajarkan kesetiakawanan, padahal hidup
masyarakat kita justru terungkap lajunya proses individualistik. Agama menghendaki
solidaritas yang tinggi antar berbagai lapisan masyarakat tetapi dalam kenyataan
sebaliknyalah yang terjadi. Kesenjangan yang semakin besar antara si kaya dan si
miskin adalah bukti yang paling kongkrit.6
Pesantren sebagai salah satu jenis pendidikan keagamaan yang diselenggarakan
melalui jalur pendidikan nonformal memiliki fungsi untuk mengganti, menambah,
dan melengkapi jalur pendidikan formal dengan kurikulum yang dikembangkan
berdasarkan standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Pada UU No. 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 2
berbunyi “kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta
didik”.7 Artinya Pesantren yang merupakan salah satu jenis pendidikan yang berbasis
keagamaan dapat mengembangkan kurikulum beserta kegiatan pembelajaran sesuai
dengan kemampuan dan keunikannya tersendiri.
Kitab kuning sebagai referensi ilmiah bagi pesantren seharusnya lebih
merupakan garis mendatar yang memberikan konsep-konsep pendekatan terhadap
masalah-masalah ritual maupun sosial. Dalam hal ini, peningkatan kajian kitab kuning
6 Abdurrahman Wahid, Tuhan Tidak Perlu Dibela (Yogyakarta: LKIS 1999), 29.
7 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.pdf, diakses pada
tanggal 9 Januari 2020 pukul 11.42 WIB.
4
sebagai sumber pendekatan masalah, dapat diupayakan dengan metode munadzarah
yang tidak hanya sekedar mencari jawab atas suatu masalah global yang sering tidak
dipertimbangkan implikasinya dengan aspek-aspek lain yang berkaitan, seperti yang
sering terjadi pada bahtsul masa'il di beberapa pesantren.8
Dalam rentang waktu yang panjang pondok pesantren secara seragam
mempergunakan metode pengajaran yang telah lazim disebut dengan metode sorogan
dan bandongan.9 Metode sorogan mengutamakan perhatian dan kematangan serta
kecakapan seseorang. Murid juga bisa belajar dan mempersiapkan diri sebelum
belajar. Metode ini memungkinkan guru untuk mengetahui materi yang cocok untuk
diajarkan kepada seorang murid dan metode apa yang harus digunakan.10
Selanjutnya,
metode bandongan atau yang juga biasa dikenal dengan istilah weton adalah belajar
secara kelompok yang diikuti oleh seluruh santri. Biasanya kiai menggunakan bahasa
daerah setempat dan langsung menerjemahkan kalimat demi kalimat dari kitab yang
dipelajarinya.11
Dalam buku Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, Imam Bawani
menambahkan kekurangan dari metode bandongan yakni:
“Dalam metode ini, seorang ustadz atau kiai seringkali tidak mengetahui berapa
jumlah santri yang mengikuti pengajarannya karena tidak ada absensi; juga sulit
memperkirakan apalagi mengenali secara persis siapa di antara mereka yang
faham dan yang tidak faham karena jarang terjadi proses tanya-jawab.
Sementara juga tidak diadakan tindak evaluasi dalam bentuk lain. Maka berarti,
kesadaran dan kemampuan individual sangat menentukan berhasil atau tidaknya
seorang santri dalam pengajaran dengan metode ini. Agaknya, atas dasar
kenyataan inilah, timbul kesan bahwa pengajaran yang diberikan di pesantren
dapat disimpulkan dalam perkataan bebas, artinya bebas dalam belajar, tetapi
juga bebas untuk tidak belajar sama sekali.”12
8 Sahal Mahfud, Nuansa Fiqh Sosial (Yogyakarta: LkiS, 2011), 147.
9 Amin Haedari et al, Masa Depan Pesantren: dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan
Kompleksitas Global (Jakarta: IRD PRESS, 2004), 41. 10
Mohammad Takdir, Modernisasi Kurikulum Pesantren: Konsep dan Metode Antroposentris
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2018), 297. 11
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem
Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 6. 12
Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), 98.
5
Permasalahan yang ada pada metode ini adalah metode ini dirasa kurang efektif
jika melihat proses pembelajaran yang dalam satu majlis terdapat banyak santri
kemudian hanya diampu oleh satu guru atau kiai. Selanjutnya, santri akan tampak
pasif karena keterlibatan santri dalam proses pembelajaran hanya sebatas
mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru atau kiai tanpa adanya tanya
jawab sebagai tindak lanjut penjelasan dari kitab yang dipelajari.
Meskipun demikian, kemampuan membaca serta memahami kitab bukan satu-
satunya menjadi ukuran primer yang mesti dijadikan acuan bagi para santri yang
pernah belajar ilmu agama di pesantren. Yang terpenting adalah bagaimana mereka
bisa menerapkan pesan yang terkandung dalam sistem pengajaran kitab-kitab
karangan ulama terdahulu bagi kehidupan masyarakat. Apalah artinya, jika santri
mampu membaca dan menguasai kitab kuning tanpa diterapkan dalam tatanan
kehidupan guna memecahkan problem hukum sosial.
Ide untuk melakukan pembaruan dalam sistem pendidikan merupakan suatu
tuntutan yang harus diperjuangkan guna menghadapi tantangan di era global.
Peningkatan kapasitas santri tidak hanya cukup dalam bidang keagamaan, tetapi harus
ditunjang oleh kemampuan lain yang bersifat keahlian.
Dalam buku Modernisasi Kurikulum Pesantren yang dikarang oleh M. Takdir
mengungkapkan, bahwa:
“Dalam bidang pendidikan, misalnya, pesantren dapat dikatakan kalah bersaing
dalam menawarkan suatu model pendidikan kompetitif yang mampu melahirkan
output (santri) yang memiliki kompetensi dalam penguasaan ilmu sekaligus skill
sebagai bekal terjun ke kehidupan sosial”13
Kurikulum ini berorientasi pada life skill santri. Dengan begitu lembaga
pendidikan formal maupun non formal wajib memberikan keterampilan pilihan life
skill kepada peserta didik untuk bekerja dan berusaha yang dapat mendukung
13
Ibid., 232.
6
pencapaian taraf hidup. Dalam menyikapi hal ini, pesantren menyelenggarakan
berbagai macam kursus dalam rangka membekali para santri dengan keterampilan
khusus yang nantinya akan digunakan para santri ketika setelah menyelesaikan
pendidikannya di pondok pesantren.
Di sini, seorang pengasuh pondok pesantren mempunyai peran yang cukup
sentral dan fenomenal dalam menentukan arah kebijakan pendidikan yang nantinya
diterapkan di pondok pesantren. Apakah pondok pesantren akan berusaha tetap
bertahan dengan ketradisionalannya dan membentengi diri dari gelombang
modernisasi pendidikan. Atau pondok pesantren akan bersikap terbuka saat
berhadapan dengan budaya-budaya baru di luar dunia mereka dengan tidak
menanggalkan sama sekali pakaiannya yang eksklusif, tradisi pesantren dan Islam.
Menarik untuk dicermati bahwa Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah adalah
pondok pesantren yang mencoba melakukan berbagai improvisasi diri dalam
menetapkan kurikulum pesantren untuk pengembangan kualitas santri. Adapun
beberapa hal menarik di antaranya adalah: Pendidikan pesantren memberikan
tambahan bekal pengetahuan dan keterampilan umum, kemudian sekaligus lebih
menekankan pada olah hati dan olah rasa.14
Sehingga fokus tujuan ini, menjadikan
konsep pola pendidikan pesantren dengan goal yang sangat matang. Pondok Pesantren
Putri Al-Badi’iyah ini juga menyerap berbagai pola pendidikan baru yang sekarang
berkembang.15 Di antaranya, pendidikan intelektual (menekankan pada pengkayaan
dan pengkajian ilmu Nahwu), pendidikan keterampilan (kursus ini meliputi
ubudiyyah, pengembangan bahasa asing, komputer dll), pendidikan sosial
kemasyarakatan (dalam wujud kepedulian sosial jasmani dan ruhani).
14
Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari Tebuireng, Aktualisasi Pemikiran dan Kejuangan
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari (Jombang: Pustaka Tebuireng, 2018),182. 15
https://maslakulhuda.net/index.php/category/lembaga/lembaga-non-formal/al-badiiyyah/ , pada tanggal
20 Desember 2019 pukul 10.47 WIB.
7
Adapun perbedaan Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah dengan pesantren
lainnya adalah adanya sistem pembelajaran klasikal non formal dengan istilah kajian
kitab kuning, bukan madrasah diniyah pada umumnya. Karena Pesantren Putri Al-
Badi’iyah memeberikan penekanan terhadap kajian kitab kuning, maka santri harus
memahami ilmu alat Nahwu Shorof. Disamping hal itu Pesantren Putri Al-Badi’iyah
memberlakukan pengembangan sosial seperti belajar bermasyarakat, gotong royong
serta mengadakan program sosial seperti memberi bantuan bencana alam,
menyumbangkan pakaian bekas layak pakai, dll. Dalam bentuk keterampilan, kursus
yang diadakan meliputi pengembangan bahasa asing, training tabligh, serta
pengoperasian komputer.16
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis berkeinginan untuk meneliti
tentang implementasi kurikulum yang mengacu kepada nasihat tentang bagaimana
suatu kurikulum pendidikan pesantren dilaksanakan. Untuk itulah, penulis berupaya
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Implementasi Kurikulum Pendidikan
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen Pati)”
B. Fokus Penelitian
Adapun fokus penelitian analisis ini berkenaan dengan implementasi kurikulum
yang mengacu kepada nasihat tentang bagaimana suatu kurikulum pendidikan
pesantren tersebut dilaksanakan. Semua kegiatan kurikulum pondok pesantren tampak
pada beberapa aktivitas pendidikan yang terbagi menjadi: pendidikan intelektual,
pendidikan keterampilan dan pendidikan sosial kemasyarakatan.
16
Iin Setyani, “Analisis Kebijakan Pendidikan Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen-Margoyoso-
Pati Tahun Ajaran 2013/2014 dalam Menjaga Tradisi dan Menyikapi Modernisasi Pendidikan”, Skripsi,
Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang, 2014, 9.
8
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah
Kajen Pati?
2. Bagaimana bentuk implementasi kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Putri
Al-Badi’iyah Kajen Pati?
3. Bagaimana penerapan kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Putri Al-
Badi’iyah Kajen Pati?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan konsep kurikulum pendidikan yang ada di Pondok
Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen Pati
2. Untuk mendeskripsikan bentuk implementasi kurikulum pendidikan di Pondok
Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen Pati
3. Untuk memaparkan penerapan kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Putri
Al-Badi’iyah Kajen Pati
E. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau sumbangsih
keilmuan dalam bidang Manajemen Pendidikan, terkhusus dalam Manajemen
Pesantren.
b. Sebagai bahan refrensi peneliti lain dalam mengembangkan kualitas
pendidikan dan kedisiplinan bagi para peserta didik (santri).
2. Secara Praktis
a. Bagi IAIN Ponorogo, untuk menambah koleksi perpustakaan dan melengkapi
referensi bagi mahasiswa.
9
b. Bagi penulis: Sebagai media belajar sehingga memperluas wawasan dan
menambah pengalaman belajar tentang kebijakan pendidikan di pesantren.
c. Bagi lembaga pendidikan: diharapkan penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi pengurus serta diharapkan menjadi acuan untuk pengembangan
Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen.
d. Bagi santri, dapat menambah literatur serta menambah wawasan tentang
kebijakan pendidikan yang ada di pesantren.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh dalam isi pembahasan
isi desain ini, maka secara global dapat dilihat pada sistematika penelitian di bawah
ini:
BAB I Merupakan pendahuluan, di dalamnya memuat latar belakang masalah,
fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Mendeskripsikan kajian teori (kurikulum pendidikan dan pondok
pesantren) dan telaah penelitian terdahulu.
BAB III Metodologi penelitian, jenis dan pendekatan yang digunakan,
kehadiran peneliti, sumber data, teknis pengumpulan data, analisis data,
pengecekan keabsahan temuan, tahap-tahap penelitian.
BAB IV Memaparkan tentang temuan penelitian meliputi deskripsi data umum
dan deskripsi data khusus. Deskripsi data umum di antaranya
membahas tentang gambaran umum Pondok Pesantren Putri Al-
Badi’iyah Kajen, sejarah berdirinya pondok pesantren, letak geografis
pondok pesantren, profil pondok pesantren, keadaan sarana dan
prasarana pondok pesantren, struktur kepengurusan pondok pesantren.
10
Deskripsi data khusus merupakan temuan penelitian di lapangan yang
merupakan jawaban dari rumusan masalah.
BAB V Pembahasan hasil penelitian dan analisis, merupakan pembahasan
terhadap temuan-temuan dikaitkan dengan teori yang ada.
BAB VI Merupakan bab terakhir yang berisi penutup, meliputi kesimpulan dan
saran
11
BAB II
TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN TEORI
A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
Agar tidak terjadi duplikasi karya ilmiah atau pengulangan penelitian yang telah
diteliti oleh pihak lain dengan permasalahan yang sama, maka dilakukan pengamatan
berupa telaah pustaka yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan penelitian penulis
di antaranya:
Penelitian yang dilakukan oleh Iin Setyani dari Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang 2014 dengan judul “Analisis Kebijakan Pendidikan Pondok
Pesantren Putri Al-Badi‟iyah Kajen-Margoyoso-Pati Tahun Ajaran 2013/2014 dalam
Menjaga Tradisi dan Menyikapi Modernisasi Pendidikan”. Rumusan masalah yang
dibahas pada penelitian ini adalah a) Bagaimana Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah
Kajen-Margoyoso-Pati tahun ajaran 2013/2014 dalam menjaga tradisi dan menyikapi
modernisasi pendidikan? b) Bagaimana bentuk kebijakan pendidikan Pondok Pesantren
Putri Al-Badi’iyah Kajen-Margoyoso-Pati tahun ajaran 2013/2014 dalam menjaga
tradisi pendidikan dan menyikapi modernisasi pendidikan?. Metode field research yang
digunakan dalam penelitian ini, mengharuskan peneliti untuk terjun langsung menggali
data dari lapangan dengan melakukan observasi, wawancara, dan penelaahan dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian. Untuk memperoleh data yang
diperlukan dalam penelitian ini dilakukan berbagai metode, di antaranya: observasi,
wawancara dan dokumentasi. Adapun metode analisis datanya menggunakan: reduksi
data, display data dan kesimpulan serta verifikasi.1
1 Iin Setyani, “Analisis Kebijakan Pendidikan Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen-Margoyoso-Pati
Tahun Ajaran 2013/2014 dalam Menjaga Tradisi dan Menyikapi Modernisasi Pendidikan”, Skripsi, Fakultas
IlmuTarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang, 2014, 9-79.
12
Penelitian ini berfokus pada kebijakan pendidikan yang diterapkan di
pesantren, dalam rangka untuk tetap mempertahankan tradisi pendidikan dan upaya
menyikapi modernisasi pendidikan di Pondok Pesantren Al-Badi’iyah. Berbeda
dengan apa yang akan penulis teliti, peneliti lebih terfokus pada kebijakan
pendidikan pesantren tentang pengembangan kurikulum yang dituangkan ke dalam
aktivitas pendidikan pesantren yang tercantum di website resmi pondok pesantren
Maslakul Huda Kajen. Perlu diketahui, pondok pesantren putri Al-Badi’iyah
merupakan bagian dari lembaga non formal pondok pesantren Maslakul Huda.
Sehingga sejarah berdirinya pesantren putri Al-Badi’iyah tidak dapat dipisahkan
dengan keberadaan pondok pesantren Maslakul Huda.
Penelitian yang dilakukan oleh Uzair Albi Sholih dari Universitas Islam
Indonesia 2018 yang berjudul “Kegiatan Pondok Pesantren As-Sholihiyah dalam
Meningkatkan Pendidikan Islam di Dusun Kepuh Kecamatan Gerih Kabupaten
Ngawi Jawa Timur”. Rumusan masalah yang dibahas pada penelitian ini adalah a)
Apa saja aktivitas yang dilakukan Pondok Pesantren Aṣ-ṣoliḥiyah dalam
meningkatkan Pendidikan Agama Islam di Dusun Kepuh Kecamatan Gerih
Kabupaten Ngawi? b) Apa saja faktor yang menjadi pendukung dan penghambat
dalam meningkatkan Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Assolihiyah
Dusun Kepuh Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi?. Penelitian ini adalah berupa
penelitian kualitatif sifatnya deskriptif. Untuk memperoleh data yang diperlukan
dalam penelitian ini dilakukan berbagai metode, di antaranya: observasi,
wawancara/interview dan dokumentasi. Adapun metode analisis datanya
13
menggunakan teori Miles dan Huberman, yaitu: reduksi data, penyajian data,
penarikan kesimpulan dan verifikasi data.2
Penelitian ini berfokus pada kegiatan yang dilakukan Pondok Pesantren As-
solihiyah dalam meningkatkan Pendidikan Agama Islam di dusun Kepuh kecamatan
Gerih kabupaten Ngawi. Berbeda dengan apa yang akan penulis teliti, peneliti lebih
terfokus pada kebijakan pendidikan tentang pengembangan kurikulum pesantren
yang dituangkan ke dalam aktivitas pendidikan.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Musyrif Kamal J.H. dari Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 2015 yang berjudul “Sistem
Pendidikan Pondok Pesantren dalam Meningkatkan Life Skill Santri”. Rumusan
masalah yang dibahas pada penelitian ini adalah a) Bagaimana sistem pendidikan di
Pondok Pesantren Anwarul Huda Karang Besuki Malang dalam meningkatkan life
skills santri? b) Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat sistem Pondok
Pesantren Anwarul Huda Karang Besuki Malang dalam meningkatkan life skills
santri?. Penelitian ini adalah berupa penelitian kualitatif, sebab itu pendekatan yang
dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif dengan memakai bentuk studi kasus.
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka dilakukan
berbagai teknik atau metode pengumpulan data, di antaranya: observasi, wawancara
atau interview dan dokumentasi. Adapun metode analisis datanya menggunakan:
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan verifikasi data.3
Penelitian ini berfokus pada pendidikan keterampilan/ life skills. Berbeda
dengan apa yang akan penulis teliti, peneliti lebih terfokus pada aktivitas pendidikan
2 Uzair Albi Sholih, “Kegiatan Pondok Pesantren As-Sholihiyah dalam Meningkatkan Pendidikan Islam
di Dusun Kepuh Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi Jawa Timur” Skripsi, Fakultas Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia, 2018, 5-34. 3 Musyrif Kamal J.H. “Sistem Pendidikan Pondok Pesantren dalam Meningkatkan Life Skill Santri”,
Skripsi, Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2015, 7-45.
14
pesantren secara keseluruhan. Judul ini merupakan bagian dari aktivitas pendidikan
yang akan dibahas ke dalam kebijakan pendidikan pesantren Al-Badi’iyah Kajen.
Tabel 1. Telaah Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan
1 Iin Setyani
(IAIN
Walisongo
Semarang
2014)
“Analisis
Kebijakan
Pendidikan
Pondok
Pesantren Putri
Al-Badi’iyah
Kajen-
Margoyoso-Pati
Tahun Ajaran
2013/2014
dalam Menjaga
Tradisi dan
Menyikapi
Modernisasi
Pendidikan”.
Sama-sama
membahas
tema
pendidikan
dalam dunia
pesantren.
Kebijakan yang
dibahas dalam
penelitian ini lebih
fokus kepada
kebijakan
pendidikan dalam
upaya
mempertahankan
tradisi (pengajaran
kitab kuning,
metode
pembelajaran,
kepemimpinan
pengasuh) dan
menyikapi
modernisasi ( dalam
bentuk bangunan
fisik, sarpras,
organisasi pondok
pesantren,
kurikulum
pendidikan, dll).
Sedangkan tema
yang diangkat oleh
penulis lebih fokus
kepada
implementasi
kurikulum
pendidikan
pesantren yang
dituangkan ke dalam
aktivitas pendidikan
pesantren, bukan
kebijakan secara
keseluruhan.
15
2 Uzair Albi
Sholih (UII
2018)
“Kegiatan
Pondok
Pesantren As-
Sholihiyah
dalam
Meningkatkan
Pendidikan
Islam di Dusun
Kepuh
Kecamatan
Gerih
Kabupaten
Ngawi Jawa
Timur”
Penelitian ini
berfokus pada
kegiatan yang
dilakukan
Pesantren
dalam
meningkatkan
Pendidikan
Agama Islam.
Penelitian ini
membahas tentang
kegiatan pesantren
dalam
menumbuhkan
pendidikan Agama
Islam. Berbeda
dengan apa yang
akan penulis teliti,
peneliti lebih
terfokus pada
implementasi
pendidikan tentang
kurikulum pesantren
yang dituangkan ke
dalam aktivitas
pendidikan.
3 Musyrif
Kamal J.H.
(UIN
Maulana
Malik
Ibrahim
Malang
2015)
“Sistem
Pendidikan
Pondok
Pesantren dalam
Meningkatkan
Life Skill
Santri”
Judul ini
merupakan
bagian dari
aktivitas
pendidikan
yang akan
dibahas ke
dalam
implementasi
kurikulum
pendidikan
pesantren.
Fokus utama
penelitian ini adalah
pendidikan
keterampilan dan
tidak membahas
aktivitas pendidikan
pesantren secara
keseluruhan.
B. Kajian Teori
1. Pondok Pesantren
a. Pengertian Pondok Pesantren
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang ada di
Indonesia dengan tujuan sebagai wadah pendalaman ilmu-ilmu agama serta
16
diakui keberadaannya sebagai lembaga yang berperan penting dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terkait dengan istilah pesantren, Mujamil Qomar mengungkapkan
bahwa:,
“Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa disebut dengan
pondok saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren.
Secara esensial, semua istilah tersebut mengandung makna yang sama,
namun juga terdapat sedikit perbedaan. Pondok dapat diartikan sebagai
asrama yang menjadi penginapan santri sehari-hari sehingga dapat
dipandang sebagai pembeda antara pondok dan pesantren.”4
Pesantren yang dimaksud di sini adalah lembaga pendidikan yang
hanya menyelenggarakan proses pembelajaran tanpa menyediakan tempat
tinggal untuk para santrinya. Secara terminologi, pesantren adalah lembaga
pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya
moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.5
Abdurrahman Wahid mendefinisikan pesantren secara teknis sebagai
a place where santri (student) live. Sedangkan Abdurrahman Mas’ud
menuliskan: the word pesantren stems from “santri” which means one who
seeks Islamic knowledge.Usually the word pesantren refers to a place where
the santri devotes most of his or her time to live in and acquire knowledge.6
Kata pesantren berasal dari “santri” yang berarti seseorang yang mencari
pengetahuan Islam. Pada umumnya, kata pesantren menunjukkan sebuah
tempat di mana santri lebih banyak mencurahkan hidupnya atau waktunya
untuk tinggal dan belajar pengetahuan.
4 Mujamil Qomar, Pesanten dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta:
Erlangga, 2002), 1. 5 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem
Pendidikan Pesantren, 55. 6 Ismail SM, “Pengembangan Pesantren Tradisional: Sebuah Hipotesis Mengantisipasi Perubahan
Sosial”, dalam Ismail SM (eds.), Dinamika Pesantren dan Madrasah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 50.
17
Hal itu menunjukkan bahwa selain berperan sebagai lembaga
pendidikan yang menyelenggarakan proses pembelajaran, pesantren juga
berperan sebagai lingkungan pendidikan sehingga proses pembelajaran
mencakup keseluruhan aspek pendidikan.
Secara historis-antropologis, lembaga pendidikan pesantren tidak dapat
dipisahkan dari kultur masyarakat Indonesia yang sangat majemuk.
Pesantren dari sudut historis-kultural dapat dikatakan sebagai pusat pelatihan
dan bimbingan bagi generasi bangsa yang senantiasa mewarnai dinamika
kebudayaan masyarakat.7
Basis pesantren yang bermula dari pedesaan, semakin berkembang
pesat memasuki dunia perkotaan yang terkesan dengan kemewahan dan
kebebasan. Sampai saat ini, pesantren masih memiliki pengaruh kuat dalam
membentuk tatanan sosial, kultural, politik, dan keagamaan bagi orang-orang
Jawa dan Madura di sekitar pedesaan. Pengaruh kuat lembaga pesantren
memang tidak lepas dari gambaran tentang aspek kesederhanaan dan
keikhlasan dalam menimba ilmu agama dan pengetahuan umum lainnya.
b. Kategori Pondok Pesantren
Sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai ciri-ciri tersendiri,
pesantren memiliki tradisi keilmuan yang berbeda-beda dengan tradisi
keilmuan lembaga-lembaga lain. Adapun pesantren-pesantren tersebut dapat
dikategorikan dalam tiga model8, yaitu:
1) Model pesantren tradisional yang masih mempertahankan sistem
salafiyahnya, dan menolak intervensi kurikulum dunia luar.
7 Mohammad Takdir, Modernisasi Kurikulum Pesantren: Konsep dan Metode Antroposentris
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2018), 23.
8 Zubaedi, Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Menawarkan Solusi terhadap Berbagai Problem
Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 143.
18
2) Model pesantren yang sudah lebur dengan modernisasi. Ada kurikulum
salafiyah dan ada pula kurikulum umum. Tetapi karena tuntutan
popularisme sosial terlalu dituruti akhirnya karakteristik
kepesantrenannya hilang begitu saja.
3) Model pesantren yang mengikuti proses perubahan modernitas, tanpa
menghilangkan sistem kurikulum lama yang salafi.
c. Sistem Pengajaran Pondok Pesantren
Selama kurun waktu panjang, pondok pesantren telah memperkenalkan
dan menerapkan beberapa metode, di antaranya:
1) Metode wetonan/bandongan
Metode weton atau bandongan adalah cara penyampaian ajaran
kitab kuning di mana seorang guru (kiai/guru) membacakan dan
menjelaskan isi ajaran kitab kuning tersebut, sementara santri
(murid/siswa) mendengarkan, memaknai dan menerima. Dalam metode
ini guru berperan aktif, sementara murid bersikap pasif.9
Pelaksanaan metode ini yaitu: kiai membaca, menerjemahkan,
menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab berbahasa Arab
tanpa harakat (gundul). Santri dengan memegang kitab yang sama,
masing-masing melakukan pendhabitan harakat kata langsung di bawah
kata yang dimaksud agar dapat membantu memahami teks.
Metode bandongan atau weton adalah sistem pengajaran secara
kolektif yang dilakukan di pesantren. Disebut weton karena
berlangsungnya pengajian itu merupakan inisiatif kiai sendiri, baik
dalam menentukan tempat, waktu, terutama kitabnya.
9 Tim Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Pola Pengembangan Pondok Pesantren (Jakarta:
Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2003), 44.
19
Disebut bandongan karena pengajian diberikan secara kelompok yang
diikuti oleh seluruh santri. Kelompok santri yang duduk mengitari kiai
dalam pengajian itu disebut halaqoh. Prosesnya adalah kiai membaca
kitab dan santri mendengarkan, menyimak bacaan kiai, mencatat
terjemahan serta keterangan kiai pada kitab atau biasa
disebut ngesahi atau njenggoti.
2) Metode Sorogan
Dalam metode sorogan, santri yang menyodorkan kitab yang akan
dibahas dan sang guru mendengarkan, setelah itu sang guru memberikan
komentar dan bimbingan yang dianggap perlu bagi santri. Metode
sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan metode
pendidikan Islam tradisional sebab sistem ini menuntut kesabaran,
kerajinan, ketaatan dan disiplin para santri. Kendati demikian metode ini
diakui paling intensif, karena dilakukan seorang demi seorang dan ada
kesempatan untuk tanya jawab langsung.10
Inti metode sorogan adalah berlangsungnya proses belajar
mengajar secara face to face antara kiai dan santri. Keunggulan metode
ini adalah kiai secara pasti mengetahui kualitas anak didiknya, bagi
santri yang IQ nya tinggi akan cepat menyelesaikan pelajaran,
mendapatkan penjelasan yang pasti dari seorang kiai. Kelemahannya
adalah metode ini membutuhkan waktu yang sangat banyak.
Meskipun sorogan ini dianggap statis, tetapi bukan berarti tidak
menerima inovasi. Malah menurut Suyoto, metode ini sebenarnya
konsekuensi daripada layanan yang ingin diberikan kepada santri.
10
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah pendidikan Era Rosulallah sampai
Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), 287.
20
Berbagai usaha dewasa ini dalam berinovasi dilakukan justru mengarah
kepada layanan secara indivual kepada anak didik.
Metode sorogan justru mengutamakan kematangan dan perhatian serta
kecakapan seseorang.
3) Metode hafalan
Metode hafalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara
menghafal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan
kiai/ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan
dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian
dihafalkan di hadapan kiai secara periodik atau insidental tergantung
kepada petunjuk kiai yang bersangkutan.
Metode hafalan melibatkan sejumlah bacaan setiap pelajar harus
membaca bahan-bahan tersebut kemudian berusaha memahaminya dan
menyimpannya dalam memori dengan cara mengulang-ulang bahan
bacaan tersebut terus menerus dalam interval tertentu yang tidak begitu
lama. Ingatan-ingatan jangka pendek sering kali diasosiasikan dengan
pengalaman. Peran metode hafalan dalam transformasi pengetahuan ini
dapat dibedakan menjadi dua:11
Metode pembelajaran hafalan terkait dengan proses mengingat.
Mengingat (remembering) merupakan kategori pertama dari enam
kategori proses kognitif Benjamin S. Bloom. Tujuan pembelajaran
kategori ini adalah menumbuhkan kemampuan untuk meretensi materi
pelajaran sama seperti materi yang diajarkan. Dalam kategori ini
menghafal merupakan proses mengingat kembali (recalling), di mana
11
Lorin W. Anderson dan David R Krathwohl, Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran
dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, Terj. Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), 99-104.
21
dalam prosesnya siswa mencari informasi di memori jangka panjang
(long term memory) dan membawa informasi tersebut ke memori kerja
(working memory) untuk diproses.12
Hafalan (tahfizh) merupakan sebuah metodologi pengajaran,
hafalan pada umumnya diterapkan pada mata pelajaran nadzam (syair),
bukan natsar (prosa); dan itupun pada umumnya terbatas pada ilmu
kaidah Bahasa Arab, seperti Nadhm Al-„Imrithi, Al-Fiyyah Ibn Malik,
Nadhm Al-Maqsud, Nadhm Jawahir Al Maknun, dan lain sebagainya.
Namun demikian, ada juga beberapa kitab prosa (natsar) yang dijadikan
sebagai bahan hafalan melalui sistem pengajaran hafalan. Dalam
metodologi ini biasanya santri diberi tugas untuk menghafal beberapa
bait atau baris kalimat dari sebuah kitab, untuk kemudian
membacakannya di depan kiai/ ustadz.13
4) Metode musyawarah/ bahtsul masa'il
Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul
masa'il merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan
metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah
tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh kiai atau
ustadz, atau mungkin juga senior, untuk membahas atau mengkaji suatu
persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya,
para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau
pendapatnya.
Diskusi ialah percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran
pendapat yang dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan problematis
12
Ibid., 13
Amin Haedari dan Abdullah Hanif, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan Kompleksitas Global (Jakarta: IRD Press, 2004), 17.
22
pemunculan ide-ide dan pengujian ide-ide ataupun pendapat dilakukan
oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu yang
diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalahnya dan untuk
memperoleh kebenaran. Dalam diskusi selalu ada suatu pokok yang
dibicarakan. Dalam percakapan itu diharapkan para pembicara tidak
menyimpang dari pokok pembicaraan. Mereka harus selalu kembali
kepada pokok masalahnya. Pada hakikatnya diskusi berbeda dengan
percakapan, situasi lebih santai kadang diselingi dengan humor. Dalam
diskusi, semua anggota turut berpikir dan diperlukan disiplin yang
ketat.14 Hal lain yang dinilai adalah pemahaman terhadap teks bacaan,
juga kebenaran dan ketepatan peserta dalam membaca dan
menyimpulkan isi teks yang menjadi persoalan atau teks yang menjadi
rujukan.
d. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren
Di antara cita-cita pendidikan pesantren yaitu latihan untuk dapat
berdiri sendiri dan membina diri agar tidak menggantungkan sesuatu kepada
orang lain kecuali kepada tuhan. Para kiai selalu menaruh perhatian dan
pengembangan watak pendidikan individual, murid dididik sesuai dengan
kemampuan dan keterbatasan dirinya. Maka, tujuan pendidikan tidak
semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-
penjelasan, tetapi untuk meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi
semangat menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan
14
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2010), 208.
23
sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, serta menyiapkan para
murid diajar mengenai etika agama di atas etika-etika yang lain.15
Mengenai tujuan pendidikan pesantren, Wan Moh Nor Wan Daud
mengatakan bahwa pesantren bukan hanya untuk melatih pikiran, melainkan
juga melatih keseluruhan potensi sebagai manusia. Pesantren tidak hanya
berimplikasi pada pengajaran ataupun transmisi pengembangan ilmu, tetapi
juga melatih keseluruhan pribadi santri. Guru bukan hanya seorang pengajar
yang mentransfer ilmu, melainkan juga sebagai pendidik yang melatih jiwa
dan kepribadian. Memang harus diakui bahwa mu‟allim tidak dapat
mencapai murabbi dengan baik, tetapi ia harus diberi konotasi etis yang
dalam dunia modern telah berubah menjadi sesuatu yang terpisah secara total
dari pengajaran transmisi ilmu.16
Sementara itu, Arifin menyatakan bahwa setidaknya terdapat empat
tujuan penting berdirinya pendidikan pesantren. Pertama, untuk
membimbing manusia agar mampu menjadi khalifatullah fi al-ardhi
sehingga tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan fitrah manusia itu
sendiri. Kedua, membimbing manusia secara keseluruhan agar memiliki
kepribadian dan budi pekerti yang baik dan sesuai dengan tuntunan ajaran
agama. Ketiga, membimbing dan membina potensi akal, jiwa dan jasmani
manusia agar berjalan sinergis dalam memperkuat kedekatan kepada Allah
Swt. Keempat, membimbing manusia (santri) untuk menjadi pribadi muslim
yang ahli agama dan mampu mengamalkannya untuk masyarakat luas.17
15
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 2011), 45. 16
Mohammad Takdir, Modernisasi Kurikulum Pesantren: Konsep dan Metode Antroposentris, 39. 17
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Ulama) (Yogyakarta: Rineka Cipta, 1995), 248.
24
2. Kurikulum
a. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren
Dalam konteks pendidikan di pesantren, menurut Nurcholish Madjid,
istilah kurikulum tidak dikenal di dunia pesantren, terutama pada masa pra
kemerdekaan, walaupun sebenarnya materi pendidikan sudah ada dan
keterampilan itu ada dan diajarkan di pesantren. Kebanyakan pesantren tidak
merumuskan dasar dan tujuan secara eksplisit dalam bentuk kurikulum.
Tujuan pendidikan pesantren ditentukan oleh kebijakan kiai, sesuai dengan
perkembangan pesantren tersebut.18
Kurikulum khusus pesantren dialokasikan dalam muatan lokal atau
diterapkan melalui kebijaksanaan sendiri. Gambaran kurikulum lainnya
terlihat pada pembagian waktu belajar; para santri belajar keilmuan sesuai
dengan kurikulum yang ada di perguruan tinggi (sekolah) pada waktu-waktu
kuliah. Selebihnya, dengan jam pelajaran yang padat dari pagi sampai
malam, dimanfaatkan untuk mengkaji ilmu Islam khas pesantren (pengajian
kitab klasik).19
Pengertian kurikulum dari waktu ke waktu senantiasa mengalami
perkembangan, yaitu dari pengertian yang sederhana, sempit dan tradisional,
hingga pada pengertiannya yang lebih luas, canggih dan modern. Dilihat dari
segi rumusannya, kurikulum pendidikan Islam bisa dikatakan tergolong
sederhana atau tradisional, karena yang dibicarakan hanya masalah ilmu
pengetahuan atau ajaran yang diberikan. Namun dilihat dari segi ilmu yang
diajarkannya serta tempat berlangsungnya pengajaran tersebut dikatakan
18
Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), 59. 19
Ainurrafiq, “Pesantren dan Pembaharuan: Arah dan Implikasi”, dalam Abuddin Nata, Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Islam di Indonesia (Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2001), 155.
25
amat luas, mendalam dan modern, karena bukan hanya mencakup ilmu
agama saja, melainkan juga ilmu yang terkait dengan perkembangan
intelektual, keterampilan, emosional, sosial dan lain sebagainya.20
KH. Abdurrahman Wahid menegaskan dalam bukunya bahwa
kurikulum pendidikan pesantren selama ini memperlihatkan sebuah pola
yang tetap. Pola-pola tersebut dapat diringkas dalam beberapa bagian.
Pertama, kurikulum dimaksud untuk mencetak ulama. Kedua, struktur dasar
kurikulum berupa pengajaran ilmu agama dalam segenap tingkatan dan
pemberian pendidikan dalam membentuk bimbingan kepada santri secara
pribadi oleh kiai. Ketiga, secara keseluruhan, kurikulum yang ada berwatak
lentur atau fleksibel. Artinya, setiap santri mempunyai kesempatan untuk
menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya,
bahkan pada pesantren yang memiliki sekolah sekalipun.21
Pada sebagian pesantren terutama pada pesantren-pesantren lama,
istilah kurikulum tidak dapat ditemukan, walaupun materinya ada di dalam
praktek pengajaran, bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam
kehidupan sehari-hari di pesantren. Bahkan dalam kajian atau hasil
penelitian pembahasan kurikulum secara tematik jarang ditemukan, seperti
jika kita melihat hasil penelitian Karel A. Steenbrink. Tentang pesantren,
ketika membahas sistem pendidikan pesantren, lebih banyak mengemukakan
sesuatu yang bersifat naratif, yaitu menjelaskan interaksi santri dan kiai serta
gambaran pengajaran agama Islam, termasuk Al-Qur’an dan kitab-kitab
yang dipakai sehari-hari.22
20
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 129. 21
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi (Yogyakarta: LkiS, 2001), 145. 22
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern (Jakarta :
LP3ES, 1994), 10-20.
26
Oleh sebab itu menurut Kafrawi, yang dimaksud dengan kurikulum
pesantren adalah seluruh aktifitas santri sehari semalam, yang kesemuanya
itu dalam kehidupan pesantren memiliki nilai-nilai pendidikan.23
Menurut
pendapat di atas, pengertian kurikulum tidak sekedar sesuatu yang berkaitan
dengan materi pelajaran akan tetapi di luar pelajaran banyak kegiatan yang
memiliki nilai pendidikan dilakukan di pesantren, seperti latihan hidup
bermasyarakat, ibadah dengan tertib, hidup dengan sederhana, mengurus
kebutuhan hidup mandiri dll.
b. Orientasi Kurikulum Pendidikan Islam
Pada dasarnya, orientasi kurikulum pendidikan pada umumnya dapat
dirangkum menjadi lima, yaitu orientasi pada pelestarian nilai-nilai, orientasi
pada kebutuhan sosial, orientasi pada tenaga kerja, orientasi pada peserta
didik dan orientasi pada masa depan dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.24
1) Orientasi pelestarian nilai-nilai
Dalam pandangan Islam, nilai terbagi atas dua macam, yaitu nilai
yang turun dari Allah Swt. yang disebut dengan nilai ilahiah, dan nilai
yang tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia yang disebut
dengan nilai insaniah. Kedua nilai tersebut selanjutnya membentuk
norma-norma atau kaidah-kaidah kehidupan yang dianut dan
melembaga pada masyarakat yang mendukungnya. Tugas kurikulum
pendidikan selanjutnya adalah memberikan situasi-situasi dan program
tertentu untuk tercapainya pelestarian kedua nilai tersebut, orientasi ini
memfokuskan kurikulum sebagai alat untuk tercapainya agent of
23
Kafrawi, Pembaharuan Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: Cemara Indah,. 1978), 52. 24
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,
2006), 135.
27
conservative dengan mempertahankan nilai-nilai yang baik, yang
keabadiannya telah teruji oleh sejarah. Dalam hal itu aktivitas kurikulum
harus memberikan nuansa-nuansa baru dalam memberikan wawasan
pelestarian dan pengembangan nilai-nilai dan dapat menempatkan
proporsi sebagaimana mestinya.25
2) Orientasi pada kebutuhan sosial
Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang ditandai oleh
munculnya berbagai peradaban dan kebudayaan, sehingga masyarakat
tersebut mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat walaupun
perkembangan itu tidak mancapai pada titik kulminasi. Hal ini karena
kehidupan adalah berkembang. Orientasi kurikulum adalah bagaimana
memberikan kontribusi positif dalam perkembangan sosial dan
kebutuhannya, sehingga output di lembaga pendidikan mampu
menjawab dan mengejawantahkan masalah-masalah yang dihadapi
masyarakat.26
3) Orientasi pada tenaga kerja
Dengan pendidikan, pengalaman, dan pengetahuan seseorang
dapat bertambah dan dapat menentukan kualitas dan kuantitas kerjanya.
Hal ini karena dunia kerja dewasa ini semakin banyak saingan dan
jumlah perkembangan penduduk tidak seimbang dengan penyediaan
lapangan kerja.27
Sebagai konsekuensinya, kurikulum pendidikan diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan kerja. Setelah lulus dari lembaga sekolah, peserta
didik diharapkan memiliki kemampuan dan keterampilan yang
25
Ibid., 26
Ibid., 136. 27
Ibid., 138.
28
profesional, produktif, kreatif, dan penuh inovatif, mampu
mendayagunakan sumber daya alam dan sumber daya situasi yang
mempengaruhi.28
4) Orientasi pada peserta didik
Orientasi ini memberikan kompas pada kurikulum untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik yang disesuaikan dengan bakat,
minat dan kemampuannya. Untuk merealisasikan orientasi pada
kebutuhan peserta didik, Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip
Ahmad Tafsir, 29
mengemukakan taxonomi dengan tiga domain, yaitu
domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotorik.
5) Orientasi pada masa depan perkembangan ilmu pegetahuan dan
teknologi
Kemajuan suatu zaman ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta produk-produk yang dihasilkannya.
Hampir semua kehidupan dewasa ini tidak lepas dari keterlibatan Iptek,
mulai dari kehidupan yang paling sederhana sampai pada kehidupan dan
peradaban yang paling tinggi. Tidak hanya itu saja, Iptek dapat
memanipulasi semua kehidupan manusia, sehingga tidak heran bila
terjadi nuansa-nuansa yang atas menjadi rendah, yang jauh menjadi
dekat.
Melihat kondisi seperti itu, tuntutan kita selanjutnya adalah
membuat dan mengaplikasikan kurikulum pendidikan yang selaras
dengan kemajuan Iptek. Hal tersebut bisa dilakukan dengan melandasi
kurikulum tersebut dengan nilai-nilai universal yang abadi, dan
28
Ibid.,139. 29
Ahmad Tafsir, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), 71-
72.
29
mengorientasikan pada futuristik dengan menelaah sejarah dan peristiwa
masa lalu untuk diantisipasi dan dibuat referensi pada perkembangan
masa depan.30
c. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum merupakan sistem yang aktif dan dinamis yang di
dalamnya terdapat energi untuk mengembangkan pola pikir anak didik dan
pola pikir pendidikan. Dalam pelaksanaannya, gerak kreativitas anak didik
sangat bergantung pada keadaan kurikulum yang telah direncanakan dan
dimanifestasikan dalam proses pembelajaran atau proses belajar mengajar.31
Dalam mengembangkan kurikulum, menurut Nana Syaodih
Sukmadinata, ada dua prinsip yang penting untuk diperhatikan, yaitu prinsip
umum dan prinsip khusus.
1) Prinsip-prinsip umum
Dari prinsip umum, kurikulum perlu mempertimbangkan
relevansi, yaitu relevansi keluar (eksternal) dan relevansi di dalam
kurikulum itu sendiri (internal). Relevansi ke luar adalah tujuan, isi, dan
proses belajar yang tercakup di dalam kurikulum hendaknya relevan
dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum
menyiapkan anak didik untuk hidup dan bekerja dalam masyarakat. Apa
yang tertuang dalam kurikulum hendaknya mempersiapkan anak didik
untuk tugas tersebut. Kurikulum bukan hanya menyiapkan anak untuk
kehidupan sekarang, tetapi juga yang akan datang. Kurikulum juga
harus memiliki relevansi di dalam, yaitu ada kesesuaian atau konsistensi
30
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,143. 31
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam (Jilid II) (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2010), 195.
30
antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses
penyampaian dan penilaian.32
Prisip kedua adalah fleksibilitas. Kurikulum hendaknya memiliki
sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk
kehidupan sekarang dan yang akan datang, di sini, dan di tempat lain,
bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda.
Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang
solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya
penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan,
dan latar belakang anak.33
Prinsip ketiga adalah kontinuitas, yaitu kesinambungan.
Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara
berkesinambungan, tidak terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh karena
itu, pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya
berkesinambungan antara satu tingkat kelas dan kelas lainnya, antara
satu jenjang dan jenjang lainnya, juga antara jenjang pendidikan dan
pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak
bersama-sama, perlu selalu ada komunikasi dan kerja sama antara para
pengembang kurikulum sekolah dasar dengan SMPT, SMTA, dan
perguruan tinggi.34
Prinsip keempat adalah praktis, mudah dilaksanakan,
menggunakan alat sederhana dan biaya juga murah. Prinsip ini juga
disebut prinsip efisiensi. Betapa pun bagus dan idealnya suatu
kurikulum kalau menurut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat
32
Ibid., 33
Ibid., 34
Ibid.,
31
khusus dan mahal harganya, kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar
dilaksanakannya.35
Prinsip kelima adalah efektivitas. Walaupun kurikulum tersebut
harus murah, sederhana, dan murah, keberhasilannya tetap harus
diperhatikan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pengembangan
suatu kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari
perencanaan pendidikan. kurikulum pada dasarnya berintikan empat
aspek utama yaitu: tujuan pendidikan, isi pendidikan, pengalaman
belajar, dan penilaian.36
2) Prinsip-prinsip khusus
Ada beberapa prinsip khusus dalam pengembangan kurikulum.
Prinsip-prinsip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi,
pengalaman belajar, dan penilaian.37
Prinsip khusus yang berkaitan dengan tujuan pendidikan
diturunkan menjadi tujuan kurikulum dibuat, lalu diturunkan lagi dalam
tujuan pembelajaran, lalu diturunkan lagi ke dalam tujuan diberikannya
mata pelajaran tertentu. Jika dalam mata pelajaran atau mata kuliah
terdapat metode dan strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran, penerapan metode dan strategi pembelajaran pun
dirumuskan tujuannya, sehingga semua aktivitas dalam pelaksanaan
kurikulum memiliki tujuan jelas.38
Dalam UU No.20 tahun 2003 pasal 3 terkait dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi
35
Ibid., 36
Ibid., 197. 37
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), 152. 38
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam (Jilid II), 197.
32
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. ”39
Salah satu tujuan pendidikan Islam dalam pengembangan
kurikulum adalah mewujudkan anak didik yang beriman dan bertakwa
maka indikator semakin kuatnya iman dan ketakwaan anak didik pun
hanya dapat dilakukan melalui evaluasi dan pengamatan. Dengan jalan
tersebut, kurikulum pendidikan Islam akan terus berkembang, terutama
dari segi isi dan substansi kurikulum yang bertujuan membentuk anak
didik yang cerdas dan terampil serta berakhlakul karimah dalam
hubungannya dengan Tuhan dan dengan sesama manusia.40
Merancang kurikulum berdasarkan pada nilai-nilai demokratis dan
berkeadilan, artinya isi, materi, metodologi dan substansi kurikulum
adalah mengembangkan watak anak didik yang menjunjung tinggi
demokratisasi kurikulum. Dengan demikian, bahan ajar dalam
kurikulum diupayakan, bahkan diharuskan, berisi materi-materi yang
memotivasi semua masyarakat untuk berpendidikan dan tidak
membenarkan kebijakan-kebijakan yang deskriminatif.41
Setiap bahan pelajaran berisi materi yang bersifat kognitif, afektif,
dan psikomotorik sehingga perkembangan yang dirasakan oleh anak
39
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.pdf, diakses pada
tanggal 9 Januari 2020 pukul 11.42 WIB. 40
Ibid., 199. 41
Ibid., 198.
33
didik tidak hanya perkembangan intelektual, tetapi juga kedewasaan
emosional dan memiliki keterampilan yang bermanfaat untuk diterapkan
dalam kehidupannya. Adapun yang terus menerus diubah dan
dikondisikan adalah materi dan metodologi pelaksanaan kurikulum.42
Kurikulum yang disesuaikan dengan pengalaman belajar artinya
disinergikan dengan sifat jalur, jenjang, dan sejenisnya. Dengan
demikian, kurikulum akan bervariasi bergantung pada jenjang
pendidikan dan jenisnya, tetapi merupakan kelanjutan dari pengalaman
belajar anak didik.43
Pengembangan kurikulum yang memperhatikan prinsip linieritas
pendidikan dan pembelajaran berhubungan dengan relevansi kurikulum
dengan evaluasi. Evaluasi kurikulum tidak pada kurikulum itu sendiri.
Pengalaman belajar terus ditingkatkan, terutama dalam merangsang
intelektualitas anak didik, secara otomatis evaluasi terhadap kemampuan
akademik anak didik berkaitan secara langsung dengan pemberlakuan
kurikulum.44
d. Landasan Sosial-Budaya, Perkembangan Ilmu dan teknologi dalam
pengembangan kurikulum
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan.
Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil
pendidikan. Kita ketahui bahwa pendidikan mempersiapkan generasi muda
untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk
pendidikan, tetapi memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-
nilai untuk hidup. Bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut ke
42
Ibid., 198. 43
Ibid., 44
Ibid., 199.
34
masyarakat. Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan
baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan
bagi kehidupan dalam masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan
segala karakteristik dan kekayaan budayanya, menjadi landasan dan
sekaligus acuan bagi pendidikan.45
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-
manusia yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang
lebih bermutu, mengerti dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh
karena itu, tujuan, isi maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kondisi, karakteristik dan perkembangan masyarakat tersebut.
1) Pendidikan dan masyarakat
Ada 3 sifat penting pendidikan. Pertama, pendidikan mengandung
nilai dan memberikan pertimbangan nilai. Kedua, Pendidikan diarahkan
pada kehidupan dalam masyarakat. Ketiga, pelaksanaan pendidikan
dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan masyarakat tempat
pendidikan itu berlangsung.46
Kehidupan masyarakat berpengaruh terhadap proses pendidikan,
karena pendidikan sangat melekat dengan kehidupan masyarakat. Proses
pendidikan merupakan bagian dari proses kehidupan masyarakat.
Pelaksanaan pendidikan membutuhkan dukungan dari lingkungan
masyarakat, penyediaan fasilitas, personalia, sistem sosial budaya,
politik, keamanan dll. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing
sistem sosial budaya yang berbeda. Sistem sosial mengatur pola
45
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), 58. 46
Ibid.
35
kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat, antara anggota
dan lembaga, serta antara lembaga dan lembaga.47
Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. Dalam arti yang
lebih mendasar, pendidikan merupakan suatu proses kebudayaan. Setiap
generasi muda menempatkan dirinya dalam urutan sejarah kebudayaan.
Proses pembudayaan tidak dapat berlangsung secara sendirian,
melainkan harus dalam interaksi dengan orang lain, interaksi dengan
lingkungan. Status dan peranan manusia dalam kelompok, apakah
kelompok usia, jenis kelamin, sekolah, pekerjaan, kemasyarakatan dll,
menentukan jenis interaksi dan partisipasinya dalam proses
pembudayaan.48
2) Perkembangan masyarakat
Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang. Mungkin
pada masyarakat tertentu perkembangannya sangat cepat, tetapi pada
masyarakat lainnya agak lambat bahkan lambat sekali. Karena adanya
pengaruh dari perkembangan teknologi, terutama teknologi industri
transportasi, komunikasi, telekomunikasi dan elektronika. Masyarakat
kita dewasa ini berkembang sangat cepat menuju masyarakat terbuka,
masyarakat informasi dan global. Mobilitas yang tinggi mempercepat
pertemuan antar suku dan antar bangsa, membuka daerah yang
terisolasi, meningkatkan pemerataan pembangunan.49
Pertemuan antar suku bangsa, antar bangsa, dan antar ras dengan
berbagai tradisi, kebudayaan, kemampuan masyarakat makin sering
terjadi. Maka terjadilah proses pembauran budaya, tradisi, nilai-nilai,
47
Ibid., 59-60. 48
Ibid., 60. 49
Ibid.. 61.
36
pengetahuan, dll, malah terjadi pembauran suku, bangsa atau ras.
Beberapa yang mempengaruhi perkembangan masyarakat adalah:50
a) Perubahan pola pekerjaan
Contohnya : berubahnya dari kehidupan yang berpola agraris ke
pola kehidupan industri.
b) Perubahan peranan wanita
Contohnya : akibat emansipasi yang membuka kesempatan kepada
kaum wanita untuk memperoleh pendidikan dengan diperkuat
pandangan tentang kedudukan wanita.
c) Perubahan kehidupan keluar
Contohnya : banyaknya kegiatan di luar rumah, sehingga kondisi
keluarga kurang terurus.
3) Perkembangan ilmu pengetahuan
Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan berkembang dengan
pesat. Masa setelah abad pertengahan sering disebut zaman modern.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini banyak didasari oleh
penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba, seperti Thales,
Phytagoras, Leucipos, Demokritos, dan masih banyak yang lain.
Perkembangan ilmu pengetahuan modern tidak dapat dilepaskan dari
peranan ilmuwan muslim. Selama beberapa abad, sampai dengan abad
ke-13, pengembangan ilmu pengetahuan didominasi ilmuwan muslim.
Salah satu penyebab mundurnya perkembangan ilmu pengetahuan di
Negara-negara Islam adalah terjadinya perang antara Negara Arab dan
Eropa pada awal abad ke-14, sehingga tercampurnya dan tertukarnya
50
Ibid., 61-63.
37
kebudayaan dan ilmu pengetahuan antara barat dan timur. Dengan
adanya perkembangan ilmu pengethauan tiap waktunya sehingga
mempengaruhi perkembangan kurikulum di dunia pendidikan.51
4) Perkembangan teknologi
Dari para ahli, kita sering mendengar pernyataan bahwa ilmu
bukan hanya untuk ilmu. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa
pengembangan suatu ilmu pengetahuan tidak hanya ditujukan kepada
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan juga diharapkan
dapat memberikan sumbangan kepada bidang-bidang kehidupan atau
ilmu yang lainnya. Sumbangan yang berupa penggunaan atau penerapan
suatu bidang ilmu pengetahuan terhadap bidang-bidang lain disebut
dengan teknologi. Teknologi adalah cara melakukan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware
dan software) sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau
membuat lebih ampuh anggota tubuh, panca indera, dan otak manusia.52
Perkembangan lain yang sangat penting dan banyak membawa
perkembangan pada teknologi lain adalah teknologi industri. Mulanya
teknologi ini berkembang secara individual dalam lingkaran kecil dan
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, kemudian berkembang
menjadi kongsi ditujukan untuk memenuhi lingkungan yang makin
meluas sampai berskala ekspor. Penemuan-penemuan di bidang ilmu
pengetahuan mempercepat pertumbuhan teknologi industri. 53
51
Ibid., 64. 52
Ibid., 66-67. 53
Ibid., 68
38
5) Pengaruh perkembangan ilmu dan teknologi
Ada beberapa bidang ilmu dan teknologi yang mempunyai
pengaruh sangat besar, baik secara langsung maupun tidak langsung,
terhadap kehidupan masyarakat. Bidang-bidang tersebut adalah
komunikasi, transportasi, mekanisasi industri dan pertanian, serta
persenjataan.
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki
manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan
mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori
baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan ke depannya akan
terus semakin berkembang. Akal manusia telah mampu menjangkau hal-
hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada
jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau
manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pada pertengahan abad ke-20,
pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong
merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.54
Perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu
merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum
seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik
54
Ibid., 75.
39
dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.55
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung
maupun tidak langsung menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh
langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah
memberikan isi/materi atau bahan yang akan disampaikan dalam
pendidikan. Pengaruh tak langsung adalah perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan perkembangan masyarakat,
dan perkembangan masyarakat menibulkan problema-problema baru
yang menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan baru yang dikembangkan dalam pendidikan.56
55
Ibid., 77. 56
Ibid., 78.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Menilik rumusan masalah di atas, maka penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis, gambar dan bukan angka, yang mana data diperoleh
dari orang dan prilaku yang yang dapat diamati melalui wawancara, observasi dan
dokumentasi, maka peneliti menganalisa dengan cara metode kualitatif.1
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah.2
Apabila dilihat dari segi tempat penelitian, maka penelitian ini termasuk dalam jenis
penelitian studi kasus. Dalam tradisi penelitian kualitatif dikenal terminologi studi kasus
(case study) sebagai sebuah jenis penelitian. Penelitian studi kasus menekankan kedalaman
analisis pada kasus tertentu yang lebih spesifik. Metode ini sangat tepat dipakai untuk
memahami fenomena tertentu di suatu tempat tertentu dan waktu yang tertentu pula.
Misalnya, tentang metode pengajaran mata kuliah tertentu, di lembaga pendidikan tertentu
dalam waktu tertentu (yang masih dalam proses). Sebagaimana lazimnya perolehan data
dalam penelitian kualitatif, data studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang
bersangkutan, baik melalui wawancara, observasi, partisipasi, dan dokumentasi.3
1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 6.
2 Ibid.
3Mudjia Rahardjo, Mengenal Lebih Jauh Tentang Studi Kasus, https://www.uin-
malang.ac.id/r/100501/mengenal-lebih-jauh-tentang-studi-kasus.html, diakses 10 Januari 2020 pukul 22.15
41
Data yang diperoleh dari berbagai cara itu hakikatnya untuk saling melengkapi. Ada
kalanya data yang diperoleh dari wawancara belum lengkap, sehingga harus dicari lewat
cara lain, seperti observasi, dan partisipasi. Di dalam studi kasus sangat tidak relevan
pertanyaan-pertanyaan seperti berapa banyak subjek yang diteliti, berapa sekolah, dan
berapa banyak sampel dan sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa sebagai varian penelitian
kualitatif, penelitian studi kasus lebih menekankan kedalaman subjek ketimbang banyaknya
jumlah subjek yang diteliti. Untuk memperoleh pengetahuan secara mendalam, data studi
kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dari semua pihak yang
mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Data atau informasi bisa dari banyak
sumber, tetapi perlu dibatasi hanya pada kasus yang diteliti. Untuk memperoleh informasi
yang mendalam terhadap sebuah kasus, maka diperlukan informan yang handal yang
memenuhi syarat sebagai informan, yakni maximum variety, yakni orang yang tahu banyak
tentang masalah yang diteliti, kendati tidak harus bergelar akademik tinggi.4
B. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat
pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena, jika memanfaatkan alat yang bukan
manusia dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebagaimana yang lazim digunakan
dalam penelitian klasik, maka sangat tidak mungkin mengadakan penyesuaian terhadap
kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu hanya manusia sebagai alat sajalah
yang dapat berhubungan dengan responden atau objek lainnya, dan hanya manusialah
yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Oleh karena itu pada
waktu mengumpulkan data di lapangan, peneliti berperan serta pada situs penelitian dan
mengikuti secara aktif kegiatan-kegiatan di lapangan.5
4 Ibid.
5 Ibid., 9.
42
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif yaitu sebagai peran utama. Peneliti
merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data dan pada
akhirnya peneliti sebagai pelapor hasilnya.
C. Lokasi Penelitian
Dalam rangka mencari dan menelusuri data, penelitian ini akan dilakukan di Pondok
Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen, Pati, Jawa Tengah. Alasan penulis memilih lokasi
tersebut karena pendirian pesantren tidak lepas dari figur Kiai Sahal Mahfudz yang
merupakan penggagas fiqh sosial. Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah ini juga menyerap
berbagai pola pendidikan baru yang sekarang berkembang.6 Di antaranya, pendidikan
intelektual (menekankan pada pengkayaan dan pengkajian ilmu Nahwu), pendidikan
keterampilan (kursus ini meliputi ubudiyyah, pengembangan bahasa asing, komputer dll),
pendidikan sosial kemasyarakatan (dalam wujud kepedulian sosial jasmani dan ruhani).
D. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.7 Sehingga beberapa sumber data
yang dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi:
1. Sumber data utama (primer) adalah pengambilan data dengan instrumen pengamatan,
wawancara, catatan lapangan dan penggunaan dokumen. Sumber data primer
merupakan data yang diperoleh langsung dengan teknik wawancara informan atau
sumber langsung. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data,8 antara lain:
6 https://maslakulhuda.net/index.php/category/lembaga/lembaga-non-formal/al-badiiyyah/ , pada tanggal 20
Desember 2019 pukul 10.47 WIB. 7Ibid., 157.
8 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif: Kualitatif dan R&D (Bandung:Alfabeta, 2015), 187.
43
a. Pengasuh pondok pesantren (melalui wawancara), karena beliau adalah orang yang
paling berpengaruh dalam perkembangan pendidikan di lembaga yang
dipimpinnya.
b. Pengurus pesantren (wawancara), pengurus merupakan orang yang bertugas untuk
mengatur program kegiatan para santri di pesantren.
c. Santri (wawancara), santri merupakan orang yang merasakan dampak dari aktivitas
pendidikan pesantren.
2. Sumber data tambahan (sekunder), adalah data yang digunakan untuk mendukung data
primer yaitu melalui studi kepustakaan, dokumentasi, buku, majalah, koran, arsip
tertulis yang berhubungan dengan obyek yang akan diteliti pada penelitian ini. Sumber
sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul
data, misalnya lewat orang lain atau dokumen9, antara lain:
a. Profil pondok pesantren putri Al-Badi’iyah
b. Struktur organisasi pondok pesantren putri Al-Badi’iyah
c. Data Ustadz/ustadzah
d. Data santri
e. Kajian, teori atau konsep yang berkenaan dengan aktivitas kebijakan pendidikan,
baik berupa buku, jurnal, artikel, opini, majalah, website dan karya tulis lainnya
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrument. Berbeda dengan penelitian
kuantitatif di mana data yang akan diperoleh lebih tergantung kepada daftar pertanyaan
yang telah dirancang dan dibatasi sedemikian rupa dan daftar pertanyaan tersebut bisa
saja disampaikan ke responden melalui kurir, post atau telefon dalam penelitian kualitatif
kepiawaian seorang peneliti lapangan lah yang menentukan keberhasilan
9 Ibid.
44
proses pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Metode observasi (observation) atau pengamatan adalah metode pengumpulan data
dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang berlangsung. Dalam
prakteknya observasi dibedakan menjadi dua, yaitu observasi langsung dan observasi
tak langsung. Suatu observasi disebut observasi langsung jika pengobservasian
dilakukan langsung terhadap objek aslinya, sedangkan observasi tak langsung adalah
jika observasi dilakukan terhadap skema, bagan, chart, maupun gambar atau replica dari
objek aslinya.10
Jenis observasi yang digunakan peneliti adalah secara langsung dan
tidak langsung. Kegiatan tersebut dapat berkenaan dengan mengamati secara langsung
di lapangan, terutama tentang letak geografis serta keadaan fisik pesantren. Karena
keterbatasan waktu dan kondisi di era pandemi, pengamatan secara tidak langsung
dilaksanakan dengan mengamati gambar kegiatan yang diposting di media sosial.
2. Metode dokumentasi, merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun
dan menganalisis dokumen-dokumen yang terkait, baik dokumen tertulis, gambar
maupun elektronik.11
Dokumentasi ini yaitu mengambil berbagai data-data yang ada di pesantren yang
berkaitan dengan aktivitas pendidikan yaitu tentang buku tata tertib, pedoman santri,
struktur organisasi, jadwal pengajaran dan juga gambar-gambar yang dibutuhkan
misalnya ketika wawancara dengan pengasuh, ustadz/ustadzah, pengurus, santri.
3. Metode Wawancara, yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan antara dua
orang di mana salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi
untuk suatu tujuan tertentu.12
10
Slamet Riyanto dan Aglis Andhita H., Metode Riset Penelitian Kuantitatif Penelitian di Bidang Manajemen,
Teknik, Pendidikan dan Eksperimen (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020), 28. 11
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 221. 12
Umar Sidiq dan Moh. Miftachul Choiri, Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan (Ponorogo: Nata
Karya, 2019), 59-60.
45
Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara, secara terstruktur dan
tidak terstruktur. Terstruktur yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis
besar yang akan ditanyakan. Tidak terstruktur yaitu pedoman wawancara yang disusun
secara terperinci. Pedoman wawancara yang sering digunakan adalah bentuk semi
struktur, yaitu perpaduan di antara keduanya.13
Dalam hal ini peneliti menggunakan
bentuk semi struktur, mulanya peneliti menanyakan beberapa pertanyaan yang sudah
terstruktur dan tersusun rapi, kemudian dari pertanyaan tersebut satu persatu
diperdalam dengan pertanyaan yang mengacu kepada keterangan tindak lanjut
sehingga menjawab tentang pengembangan kurikulum di Pesantren Putri Al-
Badi’iyah.
F. Teknik Analisis Data
Setelah berbagai data terkumpul, maka untuk menganalisanya digunakan teknik
analisa deskriptif, artinya peneliti berupaya menggambarkan kembali data-data yang
terkumpul. Seperti disebutkan oleh Moleong dalam bukunya bahwa analisis data adalah
proses mengorganisasikan dan mengurutkan data dalam pola, kategori dan satuan uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja spirit yang
disarankan oleh data. Proses analisis data yang dilakukan peneliti adalah melalui tahap-tahap
sebagai berikut14
:
1. Pengumpulan data, dimulai dari berbagai sumber yaitu dari beberapa informan, dan
pengamatan langsung ataupun tidak langsung yang sudah dituliskan dalam catatan
lapangan, transkrip wawancara, dan dokumentasi. Setelah dibaca dan dipelajari serta
ditelaah maka langkah berikutnya mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan
jalan membuat abstraksi. Abstraksi yang akan membuat rangkuman inti.
13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 270. 14
Miles Mattew B dan Micahael Huberman, Analisis Data Kualitatif, terj., Tjejep R. R. (Jakarta:UI Press, 1992),
87.
46
2. Proses pemilihan, yang selanjutnya menyusun dalam satu-satuan yang kemudian
diintegrasikan pada langkah berikutnya, dengan membuat koding. Koding merupakan
simbol dan singkatan yang ditetapkan pada sekelompok kata-kata yang bisa serupa
kalimat atau paragraf dari catatan di lapangan.
3. Tahap terakhir adalah pemeriksaan keabsahan data.
G. Pengecekan Keabsahan Temuan
Agar data penelitian kualitatif dapat dipertanggungjawabkan sebagai penelitian
ilmiah maka perlu diadakan uji keabsahan data. Adapun teknik uji kreadibilitas data hasil
penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus
negatif, dan membercheck.15
Namun, dalam penelitian ini peneliti menggunakan
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan kebenaran data.
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara
lain dilakukan dengan:
1. Ketekunan atau keajegan pengamatan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan
berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa
akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Sebagai contoh melihat sekelompok
masyarakat yang sedang olahraga pagi. Bagi orang awam olahraga adalah untuk
meningkatkan kebugaran fisik. Tetapi bagi peneliti kualitatif tentu akan lain
kesimpulannya. Setelah peneliti mencermati secara mendalam, olahraga pagi itu bagi
sekelompok masyarakat merupakan wahana untuk transaksi bisnis. Selanjutnya untuk
dapat memahami proses perdagangan narkoba, maka peneliti harus melakukan
pengamatan secara terus-menerus dan memahami bahasa-bahasa sandi mereka.
Mengapa dengan meningkatkan ketekunan dapat meningkatkan kredibilitas data?
15
Umar Sidiq dan Moh. Miftachul Choiri, Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan (Ponorogo: Nata
Karya, 2019), 90.
47
Meningkatkan ketekunan itu ibarat kita mengecek pengerjaan soal-soal ujian, atau
meneliti kembali tulisan dalam makalah yang telah dikerjakan, ada yang salah atau
tidak. Dengan meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat melakukan pengecekan
kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak dan peneliti juga dapat
memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.16
2. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data di
berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat
triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu.17
Sedangkan
triangulasi yang digunakan untuk mengecek validitas data adalah dengan
menggunakan triangulasi sumber yaitu dengan cara mengecek data serta
membandingkan data yang diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam penelitian ini,
informasi yang dibandingkan adalah informasi yang diperoleh dari pengasuh,
pengurus dan santri di pondok pesantren.
3. Mengadakan member check
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada
pemberi data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data
yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data
yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid, sehingga
semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan
berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu
melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam, maka
peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa yang
diberikan oleh pemberi data.18
16
Ibid., 93. 17
Ibid., 94. 18
Ibid., 97-98.
48
H. Tahapan- tahapan Penelitian
Tahapan ini terdiri dari tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan dan tahap
analisis data.19
1. Tahap Pra lapangan
Ada enam tahap yang harus dilakukan oleh peneliti, dalam tahapan ini ditambah dengan
satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan. Enam tahapan
tersebut, antara lain adalah menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan
penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan
memanfaatkan informan, dan menyiapkan perlengkapan penelitian.
2. Tahap Pekerjaan lapangan
Tahap pekerjaan lapangan dibagi atas tiga bagian, yaitu:
a. Mengetahui latar penelitian dan persiapan diri
b. Memasuki lapangan
c. Berperan serta sambil mengumpulkan data
3. Tahap analisis data
Tahap analisis data meliputi analisis data yang diperoleh melalui observasi,
dokumentasi, maupun wawancara mendalam dengan pengasuh, ustadz, pengurus dan
santri. Kemudian dilakukan penafsiran data yang sesuai dengan konteks permasalahan
yang diteliti. Selanjutnya pengecekan keabsahan dengan mengecek sumber data yang
diperoleh dan metode perolehan data yang benar-benar valid. Data yang valid adalah
dasar dan bahan untuk memberikan makna data yang merupakan proses penentuan
dalam memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.
4. Tahap Penulisan Laporan
Tahap ini meliputi: kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan
pengumpulan data sampai pemberian makna data. Setelah itu dilakukan konsultasi hasil
19
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 127-136.
49
penelitian dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan dan saran-saran
demi kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindak lanjuti hasil bimbingan tersebut
dengan penulis skripsi yang sempurna. Langkah terakhir melakukan penyusunan
kelengkapan persyaratan untuk ujian skripsi.
50
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi Data Umum
1. Profil Pondok Pesantren
Pesantren Maslakul Huda yang lahir di tengah pergolakan perjuangan mengusir
penjajah dari bumi Nusantara dengan membawa keinginan luhur pendirinya supaya
memberikan sumbangsih kepada nusa, bangsa dan agama dalam wujud pembekalan
ilmu dan pembentukan watak serta kepribadian yang islami. Dalam pada itu, kebodohan
dan keterbelakangan membutuhkan insan-insan yang bertanggungjawab serta dapat
mengangkat kembali martabat bangsa.
Sesuai dengan pemikiran di atas maka pesantren Maslakul Huda secara umum
mengemas dan mewujudkannya dalam usaha-usaha sebagai berikut:
a. Mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan baik dan benar
b. Mengadakan kegiatan-kegiatan pendidikan dan keterampilan
c. Mengadakan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan serta kegiatan-kegiatan lain
yang tidak bertentangan dengan tujuan.
Semula, PMH hanya terdiri atas pesantren putra yang didirikan oleh KH.
Mahfudh Salam pada tahun 1910. Seirama dengan perkembangan zaman dan
penerapan strategi baru, maka pada masa kepemimpinan KH MA. Sahal Mahfudh
didirikan pesantren puteri dengan nama Al-Badi’iyyah pada tahun 1972, dan Biro
Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (BPPM) pada tahun 1979. Ketiganya
kemudian disebut sebagai lembaga operasional (LO) dari Pesantren Malakul Huda.1
1 Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 01/D/09-III/2020
51
2. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren
Penyelenggaraan pesantren putri ini berangkat dari keinginan ibu Hj. Nafisah
Sahal (Istri KH. Sahal Mahfudh). Semula keinginan ini tidak mendapati ijin, karena
pertimbangan beratnya mengurus santri putri.
Baru pada tahun 1972 pesantren ini didirikan, pertama dalam wujud musholla
kemudian ditambah dengan empat lokal lainnya. Saat ini pesantren putri sudah
mengalami perubahan fisik dari yang semula hanya terdiri dari mushola dan beberapa
kamar kini sudah menjadi bangunan yang layak dengan dua lantai yang dibangun
pada tahun 2000 M.
Selang beberapa tahun datanglah berbagai permintaan terutama dari santri putri
Mathaliul Falah yang pernah diajar Nyai Nafisah di madrasah. Mereka datang dengan
niatan menitipkan adik, keponakan bahkan anaknya di rumah Nyai Nafisah.
Sedangkan kondisi rumah tidak mungkin untuk menambah penghuni. Kali ini Nyai
Nafisah memiliki alasan lebih kuat untuk membangun pesantren putri. Namun Kiai
Sahal tetap pada pendirian kokoh dan memiliki pertimbangan yang matang. Tahun
berganti, berbagai aktivitas dan rutinitas berjalan dengan lancar. Sebagai seorang
pendidik yang berjiwa keibuan. Beliau sangat prihatin atas berbagai permintaan santri
putri untuk segera membuka pesantren putri di ndalem. Nyai Nafisah agak tertegun,
setelah kedua kalinya gagal dalam memohon restu kepada Kiai Sahal. Karena begitu
beratnya beban tersebut hingga pada malam harinya Nyai Nafisah bermimpi dengan
sosok kakek berperawakan ramping dan menggunakan udeng-udeng di atas kepalanya
sambil menyorotkan lampu senter yang digenggam di sebelah barat rumah. Setelah
diperhatikan, ternyata kakek itu tidak seorang diri. Betapa kagetnya Nyai Nafisah,
ternyata orang tua yang berada di belakang kakeknya itu adalah abahnya sendiri.
Belum sempat Nyai Nafisah menegur kedua orang tua tersebut, beliau telah sadar dari
mimpinya. Nyai Nafisah mendapatkan pemahaman bahwa kakek tersebut adalah Kiai
52
Mahfudh, mertuanya sendiri. Perlu diketahui bahwa selama ini beliau belum pernah
melihat bapak mertuanya. Karena semenjak resmi menjadi bagian dari keluarga
Kajen, sang bapak mertua telah tiada.
Demikian cerita itu disampaikan kepada Kiai Sahal. Dan beliaupun menafsirkan
mimpi itu dengan sebuah izin pendirian pesantren putri yang kemudian diberi nama
Al-Badi’iyah.2
3. Visi, Misi dan Tujuan Pondok Pesantren
Visi :
Menyiapkan sumber daya insani yang berkualitas melalui tafaqquh fiddin dan
pengembangan masyarakat
Misi :
a. Melaksanakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas dengan kompetensi
tafaqquh fiddin
b. Menyiapkan santri menjadi insan shalih akrom.3
Kebijakan umum pesantren putri tidak jauh berbeda dengan pesantren putra.
Secara umum pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik (santri)
menjadi mampu mendalami, menghayati dan mengembangkan Islam secara utuh serta
mampu mengelola lingkungan. Ada dua karakter yang ingin ditanamkan kepada para
santri. Pertama, sifat akrom yakni pribadi yang memiliki tingkat ketakwaan yang kuat
kepada Allah. Kedua, shalih yaitu pribadi yang mampu menjalankan peran sebagai
khalifatullah di muka bumi.4
2 Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 04/D/09-III/2020
3 Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 12/W/06-VI/2020
4 Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 02/D/09-III/2020
53
4. Letak Geografis Pondok Pesantren
Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah terletak di Polgarut Utara Desa Kajen,
Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Desa Kajen sendiri berada
sekitar 18 km sebelah utara kota Pati dan sebelah selatan kota Tayu (pada peta akan
terlihat desa Kajen berada di atas kota Tayu).
PP Putri Al-Badi’iyah memiliki lokasi yang berbatasan dengan:
a. Sebelah utara berbatasan dengan kantor kecamatan Margoyoso Pati
b. Sebelah barat berbatasan dengan makam mbah Ahmad Mutamakkin
c. Sebelah selatan berbatasan dengan makam mbah Abdullah Salam
d. Sebelah timur berbatasan dengan Rumah Sakit Islam Pati.
Ditinjau dari segi geografis, posisi Kajen terhitung istimewa karena diapit oleh
kawasan sekitar perbukitan dan pantai. Sisi Barat Daya, desa ini berada di wilayah
perbukitan yang subur dengan hawa sejuk, di ketinggian 300 meter pada kaki Gunung
Muria. Sementara di sisi Timur Laut, desa ini berbatasan dengan tepian pantai yang
landai dengan perairan Laut Jawa yang tenang.
Dengan kondisi geografis yang unik membuat Kajen, memiliki dua kultur
sekaligus, kultur pesisir yang masyarakatnya terbuka juga kultur agraris yang
menitikberatkan pada sifat tekun dan rajin bekerja. Meski mewarisi dua kultur
tersebut, masyarakat Kajen tidak ada yang bekerja sebagai nelayan maupun petani.
Hal itu disebabkan tidak ada sepetakpun sawah karena luasannya yang sempit.
Masyarakat Kajen sendiri lebih memilih berprofesi sebagai pedagang. Konon, hal
tersebut merupakan warisan turun-temurun dari sesepuh Kajen, Kiai Haji Ahmad
Mutamakkin, tokoh yang mula-mula mengajarkan Islam di wilayah Kajen.5
5 Lihat Pada Lampiran Transkrip Observasi Nomor: 02/O/29-II/2020
54
5. Keadaan Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren
Dari pemaparan data terkait sarana dan prasarana di PP Putri Al-Badi’iyah
sangat baik, karena para santri telah mendapatkan fasilitas yang memadai sehingga
aktivitas pendidikan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Untuk lebih jelasnya
mengenai sarana dan prasarana yang ada di PP Putri Al-Badi’iyah dapat dilihat pada
transkrip dokumen terlampir dalam skripsi ini.6
6. Struktur Organisasi Pondok Pesantren
Struktur organisasi dibentuk guna memudahkan sistem yang telah ditentukan
agar sesuai dengan kinerja dan supaya tidak terjadi penyalahgunaan hak serta
kewajiban orang lain. Dalam penyusunan struktur organisasi di PP Putri Al-Badi’iyah,
diadakan pembagian tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing. Susunan
kepengurusan tersebut mempunyai tugas mengkoordinir seluruh kegiatan santri. Dan
yang menjadi tugas pokok dari pengurus adalah mengurus segala sesuatu yang
berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren baik intra kurikuler
maupun ekstra kurikuler. Setiap tahunnya mereka melakukan pergantian pengurus.
Organisasi ini merencanakan program kerja dan membuat pembagian tugas yang
dituangkan ke dalam peraturan. Supaya lebih jelas dalam memahami struktur maka
bisa melihat struktur yang terlampir.7
Untuk melaksanakan fungsi operasional sehari-hari Pesantren Putri Al-
Badi'iyyah memerlukan suatu tatanan kepengurusan yang sesuai dengan tingkat
kemampuan dan kebutuhannya. Adapun bidang kepengurusan terdiri dari:
a. Pengurus Harian
Ketua Umum, Ketua I, Ketua II, Sekretaris I, Sektretaris II, Bendahara I,
Bendahara II
6 Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 05/D/09-III/2020
7 Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 09/D/05-IV/2020
55
b. Seksi – Seksi
1) Seksi Pendidikan
a) Sub. Jama’ah
b) Sub. Pengajian
c) Sub. Muroja’ah
2) Seksi Kebersihan & Perlengkapan
3) Seksi Media
4) Seksi Keamanan
5) Seksi Pendidikan Bahasa Arab (PBA)
6) Seksi Koperasi
7) Seksi Sosial Kesehatan
7. Keadaan Ustadz/ah dan Santri
a. Ustadz/ah
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengurus PP Putri Al-Badi’iyah,
jumlah ustadz maupun ustadzah atau tenaga pengajar sebanyak 12 orang yang
terdiri dari 8 ustadz dan 4 ustadzah. Adapun latar belakang pendidikannya
bervariasi, dari sekolah menengah sampai dengan pendidikan tinggi. Para ustadz
dan ustadzah ada yang bertempat tinggal di asrama pesantren, karena masih ada
yang nyantri , sedangkan sebagian lagi yang sudah berkeluarga tinggal di luar
pesantren, sebagian lagi merupakan tokoh masyarakat. Supaya lebih jelas, maka
bisa melihat tabel ustadz dan ustadzah sebagaimana yang terlampir.8
b. Santri
Berdasarkan data jumlah santri yang sedang menempuh pendidikan di PP
Putri Al-Badi’iyah sejumlah 164.9 Adapun dari jumlah tersebut selain mengikuti
8 Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 10/D/05-IV/2020
9 Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 07/D/05-IV/2020
56
pendidikan non formal di pesantren, mereka juga mengenyam pendidikan formal
di Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM).
Banyak diantara mereka yang berasal dari luar daerah dan yang terbanyak
adalah daerah Rembang, Jepara, Semarang, Blora dan sekitarnya. Pengelompokan
santri pada setiap kamarnya disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang sedang
ditempuh di sekolah formal dengan menyertakan 1 senior sebagai pendamping di
setiap kamarnya.
B. Deskripsi Data Khusus
1. Konsep Kurikulum Pendidikan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah
Kurikulum Pesantren
Pesantren Putri Al-Badi’iyah merupakan lembaga operasional (LO) dari Pesantren
Maslakul Huda. Pesantren Maslakul Huda yang lahir di tengah pergolakan perjuangan
mengusir penjajah dari bumi Nusantara dengan membawa keinginan luhur pendirinya
supaya memberikan sumbangsih kepada nusa, bangsa dan agama dalam wujud
pembekalan ilmu dan pembentukan watak serta kepribadian yang Islami. Dalam pada itu,
kebodohan dan keterbelakangan membutuhkan insan-insan yang bertanggungjawab serta
dapat mengangkat kembali martabat bangsa.10
Dalam penyelenggaraan pendidikan, penyusunan kurikulum oleh Pesantren Putri
Al-Badi’iyah bersifat independen yang artinya bahwa kurikulum disusun secara mandiri,
tidak berdasarkan pada pemerintah. Sifat kurikulum yang telah disusun tersebut bersifat
fleksibel yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pesantren.
Seperti yang telah disampaikan oleh Nuzul Nurhidayah selaku ketua umum Pesantren
Putri Al-Badi’iyah: Yang dilibatkan dalam pembuatan kebijakan adalah pengasuh/wakil
10
Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 01/D/9-III/2020
57
pengasuh, pembantu pengasuh, pengurus harian serta seksi Pendidikan beserta pengurus
lain.11
Organisasi pesantren yang terdiri dari jajaran pengurus mempunyai tugas pelaksana
guna mengkoordinir seluruh kegiatan santri. Selain berfungsi untuk melancarkan kegiatan
pesantren, secara pribadi juga dapat memberikan wawasan tersendiri kepada santri untuk
berfikir sebelum bertindak mengenai suatu keputusan.
Segala aktivitas yang dilakukan di dalam pesantren merupakan pendidikan, berbeda
halnya di sekolah, yang tidak mendapatkan pendidikan selama 24 jam secara utuh.
Pesantren merupakan pendidikan non formal atau bisa dikatakan sebagai pendidikan jalur
di luar sekolah yang memiliki tujuan khusus dalam pembentukan moralitas serta
menanamkan ilmu agama kepada santri. Sebagaimana hasil dokumentasi berikut:
Secara umum pendidikan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik
(santri) menjadi mampu mendalami, menghayati dan mengembangkan Islam secara
utuh serta mampu mengelola lingkungan. Ada dua karakter yang ingin ditanamkan
kepada para santri. Pertama, sifat akrom yakni pribadi yang memiliki tingkat
ketakwaan yang kuat kepada Allah. Kedua, shalih yaitu pribadi yang mampu
menjalankan peran sebagai khalifatullah di muka bumi. 12
Sesuai dengan pemikiran yang tertera di atas, maka secara umum Pesantren Putri
Al-Badi’iyah mengemas dan mewujudkannya dalam usaha-usaha sebagai berikut:
Mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan baik dan benar, mengadakan kegiatan-kegiatan
pendidikan dan keterampilan serta mengadakan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan
serta kegiatan-kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan tujuan.13
Pesantren dibangun berdasarkan kebutuhan spiritual masyarakat untuk memperoleh
dasar pendidikan Islam. Oleh sebab itu selain mengenyam pendidikan non formal, santri
yang berasrama di Pesantren Putri Al-Badi’iyah juga mengenyam pendidikan formal.
Pesantren memberikan perhatian kepada setiap santri untuk sekolah formal klasikal yang
11
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 02/W/06-V/2020 12
Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 02/D/09-III/2020 13
Ibid.,
58
ada di lingkungan sekitar pesantren. Meskipun pesantren putri Al-Badi’iyah memberi
kebebasan untuk menentukan pilihannya, namun semua santri yang ada memilih untuk
menempuh pendidikan formalnya di Madrasah Mathali’ul Falah.14
Pengertian kurikulum tidak sebatas berkaitan dengan materi pelajaran akan tetapi
di luar pelajaran banyak kegiatan yang memiliki nilai pendidikan yang dilakukan di
Pesantren Putri Al-Badi’iyah seperti halnya latihan hidup bermasyarakat, ibadah dengan
tertib, hidup dengan sederhana, mengurus kebutuhan hidup mandiri dll. Di samping
mengenyam pendidikan non formal di Pesantren Putri Al-Badi’iyah, para santri diberi
kebebasan untuk menentukan pendidikan formal. Meskipun demikian mayoritas memilih
pendidikan formalnya di Madrasah Mathali’ul Falah.
Metode Pengajaran
Pesantren Putri Al-Badi’iyah sampai saat ini tetap konsisten dengan penerapan
metode pembelajaran yang digunakan oleh mayoritas pesantren. Seperti yang telah
dijelaskan oleh Muizatul Aini selaku pengurus sie. Pendidikan, bahwa:
Secara garis besar ada dua metode, yaitu bandongan dan sorogan. Terkadang
beberapa metode di terapkan oleh pengampu dengan sekreatif mungkin. Bisa
berupa lalaran, hafalan, diskusi dll.15
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa Pesantren Putri Al-Badi’iyah
menerapkan metode bandongan juga sorogan. Metode bandongan biasanya digunakan
dalam pembelajaran kitab kuning yang dilaksanakan pada hari Senin, Rabu, Kamis dan
Sabtu pagi oleh kelas Tsanawiyah dan hari Senin, Selasa, Kamis sore oleh kelas Aliyah.
Untuk metode sorogan dilaksanakan pada hari Kamis dan Sabtu jam 09.30-10.30 khusus
untuk kelas Tsanawiyah. Adapun jadwalnya bisa dilihat pada lampiran.16
Bandongan dan
pengajian kitab kuning itu sama. Cuman bandongan itu julukan khas dari pesantren.
14
Lihat Pada Lampiran Transkrip Observasi Nomor: 01/O/29-II/2020 15
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 06/W/15-V/2020 16
Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 06/D/10-III/2020
59
Untuk pengajian kitab kuning di pagi (khusus tsanawiyah) ataupun siang hari (khusus
aliyah) dilakukan dengan metode bandongan (santri memperhatikan dan menyimak).17
Pesantren Putri Al-Badi’iyah menggunakan istilah kata kajian Nahwu bukan
diniyah. Untuk pengajian bada Isya, mengkaji ilmu alat seperti Sorof Nahwu dan itu
untuk semua santri kecuali khusus untuk 3 aliyah.18
Adapun kitab yang dipelajari
menurut penjelasan dari pengurus sie. pendidikan:
Kelasnya dimulai dari tingkat satu (kitab: Mukhtashor Jiddan), tingkat dua (kitab
Jurumiyah), tingkat tiga (kitab Katsrowi mainnya di i’rob dan seringnya
menggunakan metode diskusi dengan mreteli kalimat kitab mulai dari huruf, i’rob,
Nahwu dan Shorofnya). Untuk tahun ini ada tambahan kelas spesial tingkat empat
dan ini khusus untuk kelas 3 aliyah. Kitab yang dikaji Fiqh, Tafsir dan Hadits
soalnya itu untuk kelulusan, jadi fokusnya kesitu.19
Metode lain yang digunakan dalam pengajaran di Pesantren Putri Al-Badi’iyah
adalah lalaran, hafalan, diskusi, halaqoh, dialog dll yang diterapkan sesuai dengan
kreativitas masing-masing pengampu dengan tujuan supaya dapat meminimalisir rasa
jenuh juga meningkatkan semangat dalam menuntut ilmu.
Di akhir kegiatan belajar mengajar tahun ajaran 2019/2020, pesantren yang
dibawahi yayasan Maslakul Huda termasuk salah satunya Pesantren Putri Al-Badi’iyah,
melaksanakan kebijakan baru terkait dengan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan
kondisi Covid-19. Pada tahun ini pesantren menyelenggarakan pengajian via online
dengan menggunakan aplikasi zoom. Secara umum pengajian ini terdiri dari 2 room
meeting yakni banin dan banat yang mana pembagian per-pertemuan disesuaikan dengan
kitab yang dikaji.20
Pesantren Putri Al- Badi’iyah mengambil sikap dengan memulangkan
para santri, juga memberlakukan karantina untuk para santri yang tidak pulang. Meskipun
di rumah saja, para santri tetap dapat mengikuti pengajian dan bermuwajahah dengan
guru-gurunya.
17
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 08/W/15-V/2020 18
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 08/W/15-V/2020 19
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 08/W/15-V/2020 20
Lihat Pada Lampiran Transkrip Observasi Nomor: 05/O/9-V/2020
60
Materi yang Dikaji
Kurikulum inti yang berlaku di pesantren putri Al-Badi’iyah adalah kajian kitab
kuning. Seperti yang telah dijelaskan oleh bapak Ahmad Mutamakkin selaku pembantu
pengasuh bid. pendidikan, bahwa: “Keunggulan kurikulum yang menjadi ciri khas di
pesantren ini adalah pada ilmu alat (Nahwu dan Shorof) dan akhlak diajarkan. Santri
harus faham ilmu alat sebagai dasar untuk membaca kitab kuning.”21
Sebagaimana yang sudah dijelaskan, untuk mengkaji kitab kuning santri harus
faham dengan ilmu alat Nahwu dan Shorof sebagai dasar untuk membaca serta
memahami makna kandungan kitab kuning. Diharapkan bagi semua santri agar setelah
memahami kandungan kitab kuning dapat meningkatkan akidahnya serta menciptakan
pribadi yang berimtaq, sehingga dapat dijadikan bekal masa depan dalam kehidupan
bermasyarakat dan diharapkan agar santri Pesantren Putri Al-Badi’iyah bisa membaca
realitas sosial dengan berpedoman pada kitab kuning.
Menurut Nuzul Nurhidayah selaku ketua umum Pesantren Putri Al-Badi’iyah,
untuk perumusan materi yang dikaji itu utusan dari pengasuh bid.pendidikan namun
untuk kitab yang kita kaji itu tergantung pengampu pada waktu tersebut.22
Dari penjelasan tersebut dapat digaris bawahi, bahwa perumusan materi kitab
kuning di bawah koordinasi pengasuh bid.pendidikan, adapun untuk nama kitab yang
dikaji bisa berubah setiap tahun, tergantung pengampu yang akan mengkaji pada waktu
tersebut. Semua keputusan tersebut di bawah persetujuan pengasuh saat ini, yaitu Bu
Nyai Nafisah Sahal. Secara garis besar kitab kuning yang diajarkan adalah sebagai
berikut:23
21
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 12/W/06-VI/2020
22 Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 01/W/06-V/2020
23 Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 10/D/05-IV/2020
61
Tabel 4.1
Kitab Kuning yang dipelajari di Pesantren Putri Al-Badi’iyah
Untuk pembagian waktu pembelajaran pesantren disesuaikan dengan kegiatan
belajar mengajar dari sekolah.24
Adapun materi yang dikaji untuk pengajian kitab kuning
di pagi (khusus tsanawiyah) ataupun siang hari (khusus aliyah) adalah مختار ,ا رشاد العباد
.الغيثقتر ,نظم المقصود في علم الصرف ,تعليم المتعلم ,عصفورية ,مختصر احياء علوم الدين ,الاحاديث النبوية25
24
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 02/W/06-V/2020 25
Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 10/D/05-IV/2020
No Nama Kitab Keterangan
Kelas Tsanawiyah (Bandogan) ا رشاد العباد 1
Kelas 2 & 3Aliyah (Bandogan) مختار الاحاديث النبوية 2
Kelas Aliyah (Bandogan) مختصر احياء علوم الدين 3
Kelas Tsanawiyah (Bandogan) عصفورية 4
Kelas Aliyah (Bandogan) تعليم المتعلم 5
Semua Santri نظم المقصود في علم الصرف 6
Kelas Tsanawiyah (Bandogan) الغيثقتر 7
Kelas Tsanawiyah (Sorogan) فتح القريب 8
Kelas Tsanawiyah (Sorogan) فتح المجي 9
Kajian kitab kuning tingkat I مختصر جدا 10
Kajian kitab kuning tingkat II متن الأجرومية 11
Kajian kitab kuning tingkat III الكفراوي 12
Kajian kitab kuning tingkat IV تفسير الجلالين 13
Kajian kitab kuning tingkat IV تحفة الطلاب 14
Kajian kitab kuning tingkat IV بلوغ المرام 15
62
Kitab-kitab tersebut membahas tentang ilmu-ilmu agama Islam, di antaranya ilmu Hadits,
Fiqh, Adab (Akhlak), Shorof, Tasawuf, dll. Materi yang dikaji dalam metode sorogan di
antaranya adalah فتح القريب (ilmu Fikih) dan فتح المجيد (ilmu Tasawuf).
Adapun kitab yang dipelajari dalam kajian Nahwu pada malam hari menurut
penjelasan dari pengurus sie. pendidikan adalah kitab Mukhtashor Jiddan (tingkat satu),
kitab Jurumiyah (tingkat dua), kitab Kafrawi (tingkat tiga). Untuk tahun ini ada tambahan
kelas spesial tingkat empat dan ini khusus untuk kelas 3 aliyah. Kitab yang dikaji Fiqh,
Tafsir dan Hadits soalnya itu untuk kelulusan, jadi fokusnya kesitu.26
Tujuan
penambahan kelas empat adalah menambah pematangan materi, dengan harapan santri
benar-benar memiliki kematangan dan lebih mudah memahami materi yang diajarkan
pada pendidikan formal yang menjadi tanggungan di kelas 3 aliyah khusus untuk
kelulusan.
Dalam membaca al-Quran, kitab thariqoh yang digunakan adalah metode
Yanbu’a.27
Bukan sekadar metode cara belajar membaca al-Qur'an, tapi juga menjadi
motivasi santri untuk terus belajar membaca al-Qur'an. Pentingnya belajar menggunakan
metode adalah belajar langsung dari ahli Quran, di antaranya yaitu mempunyai keilmuan
yang bersanad sampai pada Nabi Muhammad Saw.
Ada penekanan atas pentingnya pembelajaran di Putri Al-Badi’iyah. Selain kajian
kitab kuning yang terfokus kepada pendidikan intelektual, pesantren ini juga
memberlakukan pengembangan sosial. Adapun kegiatannya yaitu memberi bantuan
bencana alam: seperti banjir, gempa bumi, kerja bakti gotong royong membersihkan
masjid, menjenguk guru yang sakit, mengadakan ta’ziyah, mendata dan membacakan
bantuan surat Al Fatihah guna memberikan dukungan secara rohaniah terhadap sesama,
shalat jenazah dan shalat ghaib pada keluarga pesantren dan masyarakat yang meminta. 28
26
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 08/W/15-V/2020 27
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 08/W/15-V/2020 28
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 09/W/17-V/2020
63
Dari penjelasan tersebut dapat digaris bawahi, bahwa perumusan kegiatan sosial di bawah
koordinasi pengurus bid.sosial, adapun kegiatan ini kondisional, bisa berubah setiap
tahun, tergantung agenda dan kebutuhan sosial.
Materi keterampilan yang menjadi fokus pembelajaran diantaranya yaitu
pengembangan bahasa asing, training tabligh, serta pengoperasian komputer.29
Program
keterampilan di pesantren ini dimaksudkan untuk menyediakan sarana memperoleh
ketrampilan yang diperlukan, guna mengasah bakat dan kemampuan diri untuk menjadi
bekal kehidupan setelah keluar dari pesantren nanti. Orientasi kehidupan pada kerja nyata
juga diharapkan akan dihasilkan oleh pendidikan ketrampilan di pesantren ini. Dari
penjelasan tersebut dapat digaris bawahi, bahwa perumusan materi di bawah koordinasi
pengurus bid.PBA dan bid.media.
Selain itu santri juga mendapatkan materi pembiasaan seperti sholat wajib
berama’ah, sholat dhuha, sholat tahajjud, ziarah makam, tahlil dan tawasul, membaca al-
qur’an, menaati tata tertib pondok pesantren, menjunjung tinggi nilai kebersamaan,
kebersihan, dan tanggung jawab, mengembangkan sifat dan sikap santri yang santun dan
bertatakrama baik. Semua hal yang ada di pesantren bernilai pendidikan. Setiap materi
dari berbagai aktivitas pendidikan merupakan hal penting untuk dipelajari
2. Bentuk Implementasi Kurikulum Pendidikan di Pondok Pesantren Putri Al-
Badi’iyah Kajen Pati
Visi, Misi dan Tujuan
Visi :
Menyiapkan sumber daya insani yang berkualitas melalui tafaqquh fiddin dan
pengembangan masyarakat
Misi :
29
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 11/W/2-VI/2020
64
a. Melaksanakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas dengan kompetensi
tafaqquh fiddin
b. Menyiapkan santri menjadi insan shalih akrom.30
Kebijakan umum pesantren putri tidak jauh berbeda dengan pesantren putra. Secara
umum pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik (santri) menjadi
mampu mendalami, menghayati dan mengembangkan Islam secara utuh serta mampu
mengelola lingkungan. Ada dua karakter yang ingin ditanamkan kepada para santri.
Pertama, sifat akrom yakni pribadi yang memiliki tingkat ketakwaan yang kuat kepada
Allah. Kedua, shalih yaitu pribadi yang mampu menjalankan peran sebagai khalifatullah
di muka bumi.31
Secara tertulis, visi dan misi Pesantren Putri Al-Badi’iyah berdiri di bawah naungan
Yayasan Pesantren Maslakul Huda. Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah memiliki ciri
khas tersendiri yang menjadi keunggulan pondok pesantren, sehingga pemaparan visi dan
misi pesantren dirasa sangat penting untuk didokumentasikan secara independen dengan
tujuan supaya arah pendidikannya lebih jelas dan spesifik sebagai bentuk transparansi
pendidikan pesantren dengan masarakat.
Program Kerja
Dalam pesantren dibentuk organisasi yang terdiri dari susunan kepengurusan
pesantren yang bertugas mengkoordinir seluruh kegiatan santri. Setiap tahun mereka
melakukan pergantian serta melakukan pertanggung jawaban kegiatan. Organisasi ini
merencanakan program kerja dan membuat pembagian tugas yang telah disepakati
bersama pengasuh, kemudian dituangkan dalam peraturan-peraturan khusus. Misalnya
jadwal kegiatan, musyawarah, latihan pengembangan diri, tata tertib dan sebagainya.
30
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 12/W/06-VI/2020 31
Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 02/D/09-III/2020
65
Program kerja dari sie. pendidikan adalah menangani kegiatan yang berhubungan
dengan pendidikan dan murojaah.32
Kegiatan yang dibidangi di antaranya adalah
membiasakan santri untuk melaksanakan sholat lima waktu, sholat sunnah, tadarus qoblal
maktubah bittartil, lalaran manaqib dan qosidah munfarijah, membudayakan barzanji,
tahlil bersama, doa awal dan akhir tahun, menambah wawasan santri tentang agama
melalui kursus ubudiyah, pengajian kitab, kajian Nahwu, mengadakan lalaran Alfiyah,
tashil dan Shorof, dll.
Sie. pengembangan bahasa asing merupakan seksi kegiatan yang membidangi
keterampilan santri dalam berbahasa. Di antara kegiatannya yaitu mengadakan tabligh,
public speaking, talk more, masrohiyah serta membiasakan santri untuk berbahasa asing
pada hari-hari tertentu.33
Untuk kegiatan kursus public speaking sie. PBA diikuti oleh
seluruh santri kecuali 3 Aliyah dan untuk masrohiyah dll diikuti oleh seluruh santri.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Fadhilatul Wakhidah selaku perwakilan dari sie. PBA:
Itu teknis pelaksanaannya yang berbeda, masrohiyah itu seperti penampilan pensi
dengan ketentuan wajib berbahasa asing (Arab Inggris), kalo tabligh itu pidato, kalo
yang lain percakapan, dan tujuannya satu yaitu untuk menambah kemampuan
hafalan kosakata.34
Program yang diadakan oleh pihak pondok pesantren untuk mengembangkan
keterampilan santri oleh sie. media adalah jurnalistik, kursus microsoft dan bedah buku.35
Untuk jurnalistik bentuknya seperti membuat jurnal dengan menyediakan wadah untuk
menampung kreatifitas santri dalam literasi seperti pembentukan kru Asy Syifa’ guna
membantu penanganan bulletin Asy Syifa’. Kursus microsoft materinya tentang membuat
jurnal tersebut dan bedah buku dengan mendatangkan penulis secara langsung.
Sie. sosial dan kesehatan menangani kegiatan yang berhubungan dengan sosial dan
kesehatan. Menurut Luklu’ul Maknun selaku pengurus yang membidangi sie. sosial dan
32
Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 11/D/06-IV/2020 33
Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 12/D/06-IV/2020 34
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 10/W/27-V/2020
35 Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 11/W/2-VI/2020
66
kesehatan: Program sosial di antaranya adalah memberi bantuan, kerja bakti, menjenguk
guru yang sakit, mengadakan ta’ziyah, mendata dan membacakan bantuan surat Al
Fatihah guna memberikan dukungan secara rohaniah terhadap sesama.36
Budaya sosial yang diterapkan pesantren kepada santri mengarahkan kepada
pembentukan karakter sosial serta menyadarkan diri santri sebagai makhluk yang
bermasyarakat. Dalam hal ini pendidikan pesantren yang mengarahkan kepada
pembentukan karakter sosial seperti memberi bantuan baik secara moral ataupun
material, menjaga kerukunan, bertanggung jawab , dan lain sebagainya.
Kegiatan di Pesantren
Pembelajaran yang dilakukan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah tergolong padat.
Selain belajar di sekolah formal dari pagi sampai jam setengah 12 siang (untuk Aliyah)
dan jam 12 siang sampai jam 5 sore (untuk Tsanawiyah), santri juga diwajibkan
mengikuti kegiatan pondok.37
Di pesantren, setiap waktu yang dimiliki santri
dipergunakan untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat.
Aktivitas santri di Pesantren Putri Al-Badi’iyah dimulai dengan tahajud, TQM,
sholat subuh berjama’ah dilanjutkan belajar bersama dan mengkaji kitab dengan materi
ajaran tajwid dan baca Al Qur’an. Setelah itu santri piket membersihkan kamar dan
membersihkan halaman pesantren bagi yang piket dan yang lain antri mandi serta
persiapan sekolah (untuk Aliyah) karena mereka harus menyesuaikan jadwal masuk.
Secara langsung santri akan terlatih dalam membudayakan disiplin dan antri dalam
melakukan setiap aktivitas. Setelah itu mereka harus mengikuti kegiatan belajar di
madrasah mulai pukul 07.30 sampai 12.30 WIB. Pengecualian pada hari Jumat, pada jam
06.00 santri melaksanakan ziarah ke komplek pemakaman waliyullah, Syekh Ahmad
Mutamakkin.38
36
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 09/W/17-V/2020 37
Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 06/D/10-III/2020 38
Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 06/D/10-III/2020
67
Pada jam 08.30-09.30 WIB santri tingkat Tsanawiyah mengikuti kegiatan ngaji
bandongan. Sesudah itu para santri tingkat Tsanawiyah melakukan aktivitas seperti
mengikuti ekstrakulikuler madrasah, mengikuti kursus yang diadakan pesantren dan ngaji
sorogan.
Karena pertimbangan serta perkembangan yang terjadi di Pesantren Putri Al-
Badi’iyah dengan berbagai aktivitas baik secara kolektif maupun personal, maka banyak
di antara para santri yang tidak lagi melakukan liwetan ( masak sendiri ). Mereka ikut
makan kost pesantren dan tidak diperkenankan untuk membeli makanan lebih di luar
area.
Setelah makan siang mereka menggunakan jeda waktu untuk istirahat ataupun giat
pribadi kecuali pada hari tertentu ketika ada kegiatan mingguan. Setelah itu santri
mengikuti jamaah sholat Ashar. Selesai Sholat Ashar dilanjutkan dengan pengajian kitab
kuning bandongan untuk tingkat Aliyah dengan jadwal materi yang berbeda setiap
harinya. Pada jam 12.00-16.45 WIB santri tingkat Tsanawiyah mengikuti kegiatan belajar
mengajar di madrasah.
Menjelang Maghrib mereka terbiasa dengan budaya antri guna mengatur jam
mandi. Setelah sholat Magrib berjama’ah mereka melakukan berbagai kegiatan berbeda
di setiap harinya, di antara kegiatan tersebut meliputi talk more, hafalan, lalaran qoshidah
munfarijah, lalaran manaqib, yasin tahlil serta lalaran Alfiyah, tashil dan Shorof yang
masing-masing bertempat di mushola. Setelah jama’ah sholat Isya’ dan makan malam,
para santri mengkaji kitab Nahwu dan Shorof. Ketika tidak ada kegiatan rutin seperti
pengkajian kitab, tabligh/masrohiyah, barzanji, kursus bahasa Arab/Inggris, ngaji Al-
Qur’an dan muroja’ah serta jam kombongan (jam susulan bagi santri yang tidak mencapai
target hafalan) dan setelah itu dilanjutkan jam belajar dengan mengerjakan masing-
masing tugas yang diberikan oleh madrasah. Kemudian istirahat untuk melakukan
aktivitas kegiatan di hari esok.
68
3. Penerapan Kurikulum Pendidikan di Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen
Pati
Selain kurikulum yang bermuatan seperti kitab kuning, para santri yang berasrama
di Pesantren Putri Al-Badi’iyah juga diberikan tambahan bekal ilmu pengetahuan, seperti
mengenai masalah sosial kemasyarakatan. Semua kegiatan tersebut tampak pada
beberapa aktivitas pendidikan yang terkandung dalam berbagai kebijakan pendidikan
yang terbagi menjadi 3 bidang, di antaranya:39
a. Pendidikan Intelektual
Pendidikan intelektual merupakan rangkaian pendidikan yang menjadi sarana
bagi santri untuk menanamkan pemahaman tentang ilmu pengetahuan. Pendidikan ini
merupakan corak utama pembelajaran yang diajarkan oleh Pesantren Putri Al-
Badi’iyah, di antaranya:
1) Pengajian Kitab Kuning
Pengajian kitab kuning dibagi menjadi 2 metode, yaitu bandongan dan
sorogan. Pengajian kitab kuning metode bandongan dibagi menjadi 2 marhalah.
Marhalah I untuk tingkat Tsanawiyah dilakukan pada hari Senin, Rabu, Kamis
dan Sabtu Pagi. dan marhalah II untuk tingkat Aliyah, dilaksanakan pada Sabtu,
Senin, Selasa dan Kamis sore. Adapun metode sorogan dilaksanakan pada hari
Kamis dan Sabtu oleh tingkat Tsanawiyah sesudah kajian kitab yang
menggunakan metode bandongan.
2) Membaca Al-Quran
Membaca Al-Quran adalah kegiatan rutin yang harus diikuti semua santri di
Pesantren Putri Al-Badi’iyah. Untuk mempelajari bacaan Al-Quran, menjaga dan
memelihara keseragaman bacaan, Pesantren Putri Al-Badi’iyah memakai metode
Yanbu’a. Kegiatan ini bertujuan melatih santri agar mampu membaca Al-Quran
39
Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 02/D/09-III/2020
69
dengan baik dan benar. Kegiatan membaca Al-Quran dilaksanakan pada setiap
hari ba’da Subuh kecuali hari Jumat.
3) Kajian Ilmu Nahwu
Setelah jama’ah sholat Isya’, para santri mengkaji kitab Nahwu dan Shorof.
Adapun kitab yang dipelajari dalam kajian Nahwu menurut penjelasan dari
pengurus sie. pendidikan adalah kitab Mukhtashor Jiddan (tingkat satu), kitab
Jurumiyah (tingkat dua), kitab Katsrowi (tingkat tiga). Untuk tahun ini ada
tambahan kelas spesial tingkat empat dan ini khusus untuk kelas 3 aliyah. Kitab
yang dikaji Fiqh, Tafsir dan Hadits soalnya itu untuk kelulusan, jadi fokusnya
kesitu.40
Tujuan penambahan kelas empat adalah menambah pematangan materi,
dengan harapan santri benar-benar memiliki kematangan dan lebih mudah
memahami materi yang diajarkan pada pendidikan formal yang menjadi
tanggungan di kelas 3 aliyah khusus untuk kelulusan. Dengan adanya kajian ilmu
Nahwu santri lebih terbiasa untuk memahami pembelajaran kitab kuning, jadi
santri lebih banyak memperoleh pelajaran kitab sehingga para ustadz/ah lebih
mudah dalam memberikan penjelasan.
4) Ceramah Ilmiah
Ceramah ilmiah yang dibawahi sie. media diselenggarakan dalam bentuk
bedah buku atau kajian mendalam tentang persoalan-persoalan tertentu, seperti
haid, nifas, falaq, kesehatan, dll dengan mendatangkan narasumber yang
berkompeten. Dari kegiatan ini santri benar-benar memahami dan mampu
mendalami persoalan yang dialaminya. Kegiatan ini dilaksanakan setahun
sekali untuk menambah wawasan santri dalam bidang literasi. Di sinilah
manfaat forum kajian khusus sebagai wahana sharing motivasi dan pengalaman.
40
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 08/W/15-V/2020
70
Perpustakaan Pesantren bersama pengurus seksi media pesantren putri
Al-Badi’iyah mengadakan acara Ngaji Sastra dengan tema : "Suhita &
Kebangkitan Sastra Pesantren" yang bertempat di Aula PMH Li-Al Mubtadi'at,
dengan narasumber : Ning Khilma Anis dan Ning Tutik Nurul Jannah serta Ust.
Nurun Nada sebagai moderatornya. Acara tersebut diikuti oleh para santri dari
Ma'had Aly, Pesantren Maslakul Huda Putra dan Pesantren Putri Al-Badi’iyah.41
b. Pendidikan Sosial Masyarakat
Respon positif yang ditujukan Pesantren Putri Al-Badi’iyah terhadap situasi
sosial suatu masyarakat merupakan salah satu bentuk kepedulian dan keunggulan yang
dimiliki pesantren. Program sosial di antaranya adalah memberi bantuan, menjenguk
guru yang sakit, mengadakan ta’ziyah, mendata dan membacakan bantuan surat Al
Fatihah guna memberikan dukungan secara rohaniah terhadap sesama, shalat jenazah
dan shalat ghaib pada keluarga pesantren dan masyarakat yang meminta. Untuk
program bantuan pelaksanaannya kondisional seperti kalau ada musibah, bencana
alam atau barang-barang dari pesantren yang memang benar-benar tidak digunakan
seperti inventaris baju olahraga atau yang lain yang lalu disumbangkan ke masyarakat
sekitar Kajen sendiri. Biasanya kegiatan ini dilaksanakan setelah kerja bakti akbar.42
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan secara tidak langsung, selain
tanggap dalam merespon antisipasi kemungkinan penyebaran virus dalam lingkup
internal, Pesantren Putri Al-Badi’iyah turut juga berpartisipasi dalam penanganan
Virus Covid-19 melalui sumbangan 100 pcs sarung tangan kepada tenaga medis RSI.43
c. Pendidikan Keterampilan
Kursus keterampilan diberikan kepada santri untuk membekali keterampilan
khusus yang diperlukan ketika selesai mengenyam pendidikan di pesantren. Kursus
41
Lihat Pada Lampiran Transkrip Observasi Nomor: 03/O/18-III/2020 42
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 09/W/17-V/2020 43
Lihat Pada Lampiran Transkrip Observasi Nomor: 04/O/3-IV/2020
71
yang diadakan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah beranekaragam, yaitu meliputi
pengembangan bahasa asing, training tabligh, pengoperasian komputer dalam bentuk
Microsoft Word, jurnalistik, tilawatil Qur’an.
Aktivitas kegiatan yang diadakan oleh pesantren memiliki penanggung jawab
tersendiri sesuai dengan bidangnya. Adapun penanggung jawab dari berbagai kegiatan
tersebut adalah santri pengurus pondok pesantren yang dibagi menjadi beberapa seksi.
Di antaranya:
1) Seksi PBA
Di antara kegiatannya yaitu mengadakan tabligh, public speaking, talk more,
masrohiyah serta membiasakan santri untuk berbahasa asing pada hari-hari
tertentu.44
Untuk kegiatan kursus public speaking sie. PBA diikuti oleh seluruh
santri kecuali 3 Aliyah dan untuk masrohiyah dll diikuti oleh seluruh santri. yang
membedakan kegiatan tersebut adalah teknis pelaksanaannya dan tujuannya satu
yaitu untuk menambah kemampuan hafalan kosakata.45
Kemampuan bahasa asing
yang semakin dibutuhkan oleh santri ketika keluar dari pondok mendasari
kebijakan ini. Kegiatan kursus bahasa dilaksanakan hampir setiap hari dengan jam
yang berbeda-beda. Ada yang dilakukan pada pagi, sore atau malam sesuai dengan
jadwal.
2) Seksi Media
Ada media penyaluran bakat, kreasi dan aspirasi. Media itu bisa berupa
kording (koran dinding), mading (majalah dinding), kotak penyaluran aspirasi serta
pengadaan tim khusus untuk membuat bulletin dan majalah atau sejenisnya. Media-
media tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengasah bakat sesuai
dengan passionnya masing-masing.
44
Lihat Pada Lampiran Transkrip Dokumentasi Nomor: 12/D/06-IV/2020 45
Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 10/W/27-V/2020
72
Perpustakaan pesantren bersama pengurus seksi media pesantren putri Al-
Badi’iyah mengadakan kursus pengoperasian komputer, dan khusus dalam bentuk
microsoftword dan jurnalistik. Sasaran dari kegiatan ini adalah semua santri,
kecuali kegiatan khusus yang diikuti oleh beberapa santri yang berminat seperti
kursus Microsoft dan juga jurnalistik, lalu dibagi menjadi beberapa kelompok.
Materi jurnalistik bentuknya membuat jurnal. Kursus Microsoft materinya tentang
membuat jurnal tersebut. Kegiatan kursus komputer dilaksanakan hari Ahad pagi.
73
BAB V
PEMBAHASAN
A. Analisis tentang Konsep Kurikulum Pendidikan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah
Kurikulum Pesantren
Dalam konteks pendidikan di pesantren, menurut Nurcholish Madjid, istilah
kurikulum tidak dikenal di dunia pesantren, walaupun sebenarnya materi pendidikan sudah
ada dan keterampilan itu ada dan diajarkan di pesantren. Kebanyakan pesantren tidak
merumuskan dasar dan tujuan secara eksplisit dalam bentuk kurikulum. Tujuan pendidikan
pesantren ditentukan oleh kebijakan kiai, sesuai dengan perkembangan pesantren
tersebut.1
Dalam penyelenggaraan pendidikan, penyusunan kurikulum oleh Pesantren Putri Al-
Badi’iyah bersifat independen yang artinya bahwa kurikulum disusun secara mandiri,
tidak berdasarkan pada pemerintah. Sifat kurikulum yang telah disusun tersebut bersifat
fleksibel yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pesantren.
Kurikulum inti yang yang menjadi ciri khas yang berlaku di Pesantren Putri Al-Badi’iyah
adalah kajian kitab kuning. Dalam mengkaji kitab kuning santri harus faham dengan ilmu
alat Nahwu dan Shorof sebagai dasar untuk membaca serta memahami makna kandungan
kitab kuning. Yang dilibatkan dalam pembuatan kebijakan adalah pengasuh/wakil
pengasuh, pembantu pengasuh, pengurus harian serta seksi Pendidikan beserta pengurus
lain.
Menurut Kafrawi, yang dimaksud dengan kurikulum pesantren adalah seluruh
aktivitas santri sehari semalam, yang kesemuanya itu dalam kehidupan pesantren memiliki
1 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), 59.
74
nilai-nilai pendidikan.2 Pengertian kurikulum tidak sebatas berkaitan dengan materi
pelajaran akan tetapi di luar pelajaran banyak kegiatan yang memiliki nilai pendidikan
yang dilakukan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah seperti halnya latihan hidup
bermasyarakat, ibadah dengan tertib, hidup dengan sederhana, mengurus kebutuhan hidup
mandiri dll. Segala aktivitas yang dilakukan di dalam pesantren merupakan pendidikan,
berbeda halnya di sekolah, yang tidak mendapatkan pendidikan selama 24 jam secara utuh.
Selain mengenyam pendidikan non formal, santri yang berasrama di Pesantren Putri
Al-Badi’iyah juga mengenyam pendidikan formal. Pesantren memberikan perhatian
kepada setiap santri untuk sekolah formal klasikal yang ada di lingkungan sekitar
pesantren. Meskipun pesantren putri Al-Badi’iyah memberi kebebasan untuk menentukan
pilihannya, namun semua santri yang ada memilih untuk menempuh pendidikan formalnya
di Madrasah Mathali’ul Falah.
Metode Pengajaran
Pesantren Putri Al-Badi’iyah sampai saat ini tetap konsisten dengan penerapan
metode pembelajaran yang digunakan oleh mayoritas pesantren. Secara garis besar ada dua
metode, yaitu bandongan dan sorogan. Terkadang beberapa metode di terapkan oleh
pengampu dengan sekreatif mungkin. Bisa berupa lalaran, hafalan, diskusi dll.
Untuk pengajian kitab kuning di pagi (khusus tsanawiyah) ataupun siang hari
(khusus aliyah) dilakukan dengan metode bandongan (santri memperhatikan dan
menyimak). Untuk metode sorogan dilaksanakan pada hari Kamis dan Sabtu pukul 09.30-
10.30 WIB khusus untuk kelas Tsanawiyah. Metode lain yang digunakan dalam
pengajaran kajian Nahwu pada malam hari di Pesantren Putri Al-Badi’iyah adalah lalaran,
hafalan, diskusi, halaqoh, dialog dll yang diterapkan sesuai dengan kreativitas masing-
masing pengampu dengan tujuan supaya dapat meminimalisir rasa jenuh juga
meningkatkan semangat dalam menuntut ilmu.
2 Kafrawi, Pembaharuan Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: Cemara Indah,. 1978), 52.
75
Di akhir kegiatan belajar mengajar tahun ajaran 2019/2020, pesantren yang dibawahi
yayasan Maslakul Huda termasuk salah satunya Pesantren Putri Al-Badi’iyah,
melaksanakan kebijakan baru terkait dengan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan
kondisi Covid-19. Pada tahun ini pesantren menyelenggarakan pengajian via online dengan
menggunakan aplikasi zoom. Secara umum pengajian ini terdiri dari 2 room meeting yakni
banin dan banat yang mana pembagian per-pertemuan disesuaikan dengan kitab yang
dikaji.
Materi yang Dikaji
Perumusan materi kitab kuning di bawah koordinasi pengasuh bid.pendidikan,
adapun untuk nama kitab yang dikaji bisa berubah setiap tahun, tergantung pengampu yang
akan mengkaji pada waktu tersebut. Semua keputusan tersebut di bawah persetujuan
pengasuh saat ini, yaitu Bu Nyai Nafisah Sahal.
Adapun materi yang dikaji untuk pengajian kitab kuning di pagi (khusus tsanawiyah)
ataupun siang hari (khusus aliyah) adalah هختصر احياء علوم ,هختار الاحاديث النبوية ,ا رشاد العباد
Kitab-kitab tersebut membahas .الغيثقتر ,نظن الوقصود في علن الصرف ,تعلين الوتعلن ,عصفورية ,الذين
tentang ilmu-ilmu agama Islam, di antaranya ilmu Hadits, Fiqh, Adab (Akhlak), Shorof,
Tasawuf, dll. Materi yang dikaji dalam metode sorogan di antaranya adalah فتح القريب (ilmu
Fikih) dan فتح المجيد (ilmu Tasawuf).
Adapun kitab yang dipelajari dalam kajian Nahwu pada malam hari adalah kitab
Mukhtashor Jiddan (tingkat satu), kitab Jurumiyah (tingkat dua), kitab Katsrowi (tingkat
tiga), dan kelas spesial tingkat empat khusus untuk kelas 3 aliyah mengkaji kitab Fikih,
Tafsir dan Hadits karena untuk kelulusan.
76
B. Analisis Bentuk Implementasi Kurikulum Pendidikan di Pondok Pesantren Putri Al-
Badi’iyah Kajen Pati
Tujuan pendidikan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3
tentang Sistem Pendidikan Nasional berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.”3
Dalam menetapkan sebuah kurikulum, Pesantren Putri Al-Badi’iyah sudah mencakup
kriteria sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3
tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan, membentuk karakter, dan membangun peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut digunakan untuk memantau
sejauh mana fungsi Pesantren Putri Al-Badi’iyah dalam mengawal kurikulum pendidikan
nasional.
1. Mengembangkan kemampuan
Setiap bahan pelajaran berisi materi yang bersifat kognitif, afektif, dan
psikomotorik sehingga perkembangan yang dirasakan oleh anak didik tidak hanya
perkembangan intelektual, tetapi juga kedewasaan emosional dan memiliki
keterampilan yang bermanfaat untuk diterapkan dalam kehidupannya. Adapun yang
terus menerus diubah dan dikondisikan adalah materi dan metodologi pelaksanaan
kurikulum.4
3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.pdf, diakses pada tanggal 9
Januari 2020 pukul 11.42 WIB. 4 Ibid., 198.
77
Dalam hal ini peneliti mengamati bagaimana santri mampu mengkaji ilmu alat
sebagai dasar untuk memahami isi dan ajaran kitab kuning. Dalam tingkat pemahaman
perlu adanya tahapan yang perlu dilalui, seperti halnya pengelompokan ngaji bandongan
tingkat tsanawiyah dan aliyah, juga pengelompokan kajian Nahwu sesuai jenjang
pendidikan tingkat I-IV dengan tujuan agar santri mampu memahami materi yang dimulai
dari step by step. Dari pengalaman belajar secara berjenjang dan berkelanjutan dapat
membentuk keilmuan para santri semakin matang.
Ada penekanan atas pentingnya pembelajaran di Putri Al-Badi’iyah. Selain kajian
kitab kuning yang terfokus kepada pendidikan intelektual, pesantren ini juga
memberlakukan pengembangan sosial. Adapun kegiatannya yaitu memberi bantuan
bencana alam: seperti banjir, gempa bumi, kerja bakti gotong royong membersihkan
masjid, menjenguk guru yang sakit, mengadakan ta’ziyah, mendata dan membacakan
bantuan surat Al Fatihah guna memberikan dukungan secara rohaniah terhadap sesama,
shalat jenazah dan shalat ghaib pada keluarga pesantren dan masyarakat yang meminta.
5 Dari penjelasan tersebut dapat digaris bawahi, bahwa perumusan kegiatan sosial di
bawah koordinasi pengurus bid.sosial, adapun kegiatan ini kondisional, bisa berubah
setiap tahun, tergantung agenda dan kebutuhan sosial.
Materi keterampilan yang menjadi fokus pembelajaran diantaranya yaitu
pengembangan bahasa asing, training tabligh, serta pengoperasian komputer.6 Program
keterampilan di pesantren ini dimaksudkan untuk menyediakan sarana memperoleh
ketrampilan yang diperlukan, guna mengasah bakat dan kemampuan diri untuk menjadi
bekal kehidupan setelah keluar dari pesantren nanti. Orientasi kehidupan pada kerja
nyata juga diharapkan akan dihasilkan oleh pendidikan ketrampilan di pesantren ini.
Dari penjelasan tersebut dapat digaris bawahi, bahwa perumusan materi di bawah
koordinasi pengurus bid.PBA dan bid.media.
5 Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 09/W/17-V/2020
6 Lihat Pada Lampiran Transkrip Wawancara Nomor: 11/W/2-VI/2020
78
2. Membentuk karakter
Pada umumnya pesantren memiliki tradisi tersendiri dalam mendidik santri guna
membentuk karakter yang berakhlakul karimah, salah satunya yakni dengan
melaksanakan aktivitas pendidikan sesuai dengan kebijakan yang telah dibuat oleh
pengasuh. Ada dua karakter yang ingin ditanamkan kepada para santri. Pertama, sifat
akrom yakni pribadi yang memiliki tingkat ketakwaan yang kuat kepada Allah, yang
ditunjukkan dengan pembiasaan amaliah sehari-hari. Kedua, shalih yaitu pribadi yang
mampu menjalankan peran sebagai khalifatullah di muka bumi, yang ditunjukkan
dengan menegakkan ajaran Islam.
Kaitannya dalam itu santri juga mendapatkan materi pembiasaan seperti sholat
wajib berama’ah, sholat dhuha, sholat tahajjud, ziarah makam, tahlil dan tawasul,
membaca al-qur’an, menaati tata tertib pondok pesantren, menjunjung tinggi nilai
kebersamaan, kebersihan, dan tanggung jawab, mengembangkan sifat dan sikap santri
yang santun dan bertatakrama baik. Semua hal yang ada di pesantren bernilai
pendidikan. Setiap materi dari berbagai aktivitas pendidikan merupakan hal penting
untuk dipelajari.
3. Membangun peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa
Peradaban dalam abad sekarang ditandai dengan adanya keseimbangan,
keserasian, dan keharmonisan antara dunia fisik dan dunia spiritual.7
Salah satu tujuan pendidikan Pesantren Putri Al-Badi’iyah adalah mempersiapkan
peserta didik (santri) menjadi mampu mendalami, menghayati dan mengembangkan
Islam secara utuh serta mampu mengelola lingkungan. Dalam hal ini peneliti juga
mengamati bagaimana santri mampu mengkaji ilmu alat sebagai dasar untuk memahami
isi dan ajaran kitab kuning. Keberhasilan belajar di pesantren bukan hanya ditentukan
7 Achmad juntika Nurihsan, Membangun Peradaban Melalui Pendidikan dan Bimbingan, (Bandung: Refika
Aditama, 2016), 35.
79
oleh penampilan kemampuan membacakan kitab kepada penguji, tetapi bagaimana ia
muthola’ah dan juga mampu menyandingkan itu semua dengan problematika di
sekelilingnya.
Di pesantren pendidikan berlangsung selama 24 jam, tidak seperti pendidikan
formal yang hanya berlangsung selama di bangku sekolah. Selain materi intelektual yang
mengarah kepada kajian kitab kuning, Pesantren Putri Al-Badi’iyah juga memberikan
pendidikan keterampilan dan memberikan pendidikan yang bersifat emosional secara
tidak langsung. Proses kegiatan belajar mengajar di pesantren dijadikan sebagai media
untuk mengembangkan kecerdasan emosional santri, kecerdasan emosional sendiri dalam
Pendidikan Agama Islam terletak pada pendidikan akhlak. Di sisi lain kondisi batin
sangat menentukan. Jangan sampai apa yang sudah diajarkan tidak sampai menembus
hati. Sebagai santri tentunya kita harus berusaha memadukan fisik dan spiritalitas. Di sini
peran seorang kiai sangat dibutuhkan, baik secara ruhani dan jasmani. Doa dan
bimbingan rohani merupakan pembangkit motivasi dalam upaya menumbuhkan rasa
percaya diri, dan ketenangan batin dapat diraih melalui pendekatan diri kepada Allah.
C. Analisis Penerapan Kurikulum Pendidikan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah
Kurikulum merupakan salah satu perangkat penting dalam pendidikan.
Kurikulum mempunyai posisi sentral dalam mewujudkan tujuan dan sasaran pendidikan
sesuai dengan apa yang di cita-citakan. Umat Islam percaya bahwa nilai-nilai, sikap dan
norma di pengaruhi oleh pendidikan Islam. Peran dan orientasi kurikulum pendidikan Islam
sebagai kebutuhan umat sangat diperlukan untuk merespon perubahan zaman dengan tetap
konsisten dalam tatanan nilai Islam guna menerapkan idealisme Islam dalam dinamika
perubahan zaman.8
8 Lenawati Asry dan Depi Juliana, “Konsep Dan Orientasi Kurikulum Pendidikan Islam”, Jurnal Biram Samtani
Sains, Vol 1 No 3, 201, 1.
80
Pembelajaran yang dilakukan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah tergolong padat. Selain
kurikulum yang bermuatan seperti kitab kuning, para santri yang berasrama di Pesantren
Putri Al-Badi’iyah juga diberikan tambahan bekal ilmu pengetahuan, seperti mengenai
masalah sosial kemasyarakatan. Semua kegiatan tersebut tampak pada beberapa aktivitas
pendidikan yang terkandung dalam berbagai kebijakan pendidikan yang terbagi menjadi 3
bidang, di antaranya:
1. Pendidikan Intelektual
Pendidikan intelektual merupakan rangkaian pendidikan yang menjadi sarana bagi
santri untuk menanamkan pemahaman tentang ilmu pengetahuan. Pendidikan ini
merupakan corak utama pembelajaran yang diajarkan oleh Pesantren Putri Al-Badi’iyah,
di antaranya: pengajian kitab kuning, membaca al-Quran, kajian ilmu Nahwu dan
ceramah ilmiah.
2. Pendidikan Sosial Masyarakat
Respon positif yang ditujukan Pesantren Putri Al-Badi’iyah terhadap situasi sosial
suatu masyarakat merupakan salah satu bentuk kepedulian dan keunggulan yang dimiliki
pesantren. Program sosial di antaranya adalah memberi bantuan, menjenguk guru yang
sakit, mengadakan ta’ziyah, mendata dan membacakan bantuan surat Al Fatihah guna
memberikan dukungan secara rohaniah terhadap sesama. Untuk program bantuan
pelaksanaannya kondisional seperti kalau ada musibah, bencana alam atau barang-barang
dari pesantren yang memang benar-benar tidak digunakan seperti inventaris baju
olahraga atau yang lain yang lalu disumbangkan ke masyarakat sekitar Kajen sendiri.
Biasanya kegiatan ini dilaksanakan setelah kerja bakti akbar.
3. Pendidikan Keterampilan
Kursus keterampilan diberikan kepada santri untuk membekali keterampilan khusus
yang diperlukan ketika selesai mengenyam pendidikan di pesantren. Kursus yang
diadakan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah beranekaragam, yaitu meliputi pengembangan
81
bahasa asing, training tabligh, pengoperasian komputer dalam bentuk Microsoft Word,
jurnalistik, tilawatil Qur’an.
Menurut teori dari Muhaimin, orientasi kurikulum pendidikan pada umumnya dapat
dirangkum menjadi lima, yaitu orientasi pada pelestarian nilai-nilai, orientasi pada
kebutuhan sosial, orientasi pada tenaga kerja, orientasi pada peserta didik dan orientasi pada
masa depan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.9
Berpijak pada klasifikasi dari Muhaimin serta memperhatikan keadaan Pesantren Putri
Al-Badi’iyah, penulis menyimpulkan bahwa Pesantren Putri Al-Badi’iyah memenuhi
pandangan yang mendasari pada orientasi kurikulum pendidikan.
1. Orientasi pada pelestarian nilai-nilai
Masalah akidah pada zaman sekarang beranekaragam. Dalam hal itu aktivitas
kurikulum harus memberikan nuansa-nuansa baru dalam memberikan wawasan
pelestarian dan pengembangan nilai-nilai dan dapat menempatkan proporsi sebagaimana
mestinya.10
Dalam membentengi santri agar tidak mudah terpengaruh oleh perkembangan
zaman diperlukan penanaman nilai dan akidah yang kokoh sejak dini. Kurikulum inti
yang yang menjadi ciri khas yang berlaku di Pesantren Putri Al-Badi’iyah adalah kajian
kitab kuning. Dengan mengkaji kitab akan mendorong santri untuk belajar dan
berimplikasi pada kesadaran dalam beribadah. Di pesantren ada kegiatan semacam
paksaan untuk mentaati perintah dan menjauhi laranganNya, menekan diri dari perbuatan
melanggar peraturan serta mengamalkan apa yang telah disampaikan oleh kiai maupun
para ustadz/ah dari kajian kitab. Pada akhirnya semua paksaan akan tertanam sehingga
menjadi suatu kebiasaan baik bagi para santri. Peran utama kiai sangat dirasakan santri.
Doa dan bimbingan rohani merupakan pembangkit motivasi dalam upaya menumbuhkan
9 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2006), 135.
10 Ibid.,
82
rasa percaya diri, dan ketenangan batin dapat diraih melalui pendekatan diri kepada
Allah.
2. Orientasi pada kebutuhan sosial
Orientasi kurikulum adalah bagaimana memberikan kontribusi positif dalam
perkembangan sosial dan kebutuhannya, sehingga output di lembaga pendidikan mampu
menjawab dan mengejawantahkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.11
Respon positif yang ditujukan Pesantren Putri Al-Badi’iyah terhadap situasi sosial
suatu masyarakat merupakan salah satu bentuk kepedulian dan keunggulan yang dimiliki
pesantren. Program sosial di antaranya adalah memberi bantuan, menjenguk guru yang
sakit, mengadakan ta’ziyah, mendata dan membacakan bantuan surat Al Fatihah guna
memberikan dukungan secara rohaniah terhadap sesama. Berdasarkan observasi yang
peneliti lakukan secara tidak langsung, selain tanggap dalam merespon antisipasi
kemungkinan penyebaran virus dalam lingkup internal, Pesantren Putri Al-Badi’iyah
turut juga berpartisipasi dalam penanganan Virus Covid-19 melalui sumbangan 100 pcs
sarung tangan kepada tenaga medis RSI.
3. Orientasi pada tenaga kerja
Kurikulum pendidikan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan kerja. Setelah lulus
dari lembaga sekolah, peserta didik diharapkan memiliki kemampuan dan keterampilan
yang profesional, produktif, kreatif, dan penuh inovatif, mampu mendayagunakan sumber
daya alam dan sumber daya situasi yang mempengaruhi.12
Manusia yang dikembangkan
untuk menguasai suatu pekerjaan adalah dengan mengembangkan kreativitas seseorang.
Di Pesantren Putri Al-Badi’iyah para santri diberikan kebebasan untuk memilih
kemampuan skill sesuai dengan minat dan bakat, selebihnya dilaksanakan sesuai timing
di sekolah formal Matholi’ul Falah sebagai bekal para santri setelah menjadi
mutakhorrijat. Untuk menjadi muslim yang baik tidak perlu meninggalkan apapun
11
Ibid., 136. 12
Ibid.,139.
83
profesi yang sudah ditekuni. Semua pekerjaan adalah baik dan mulia asalkan dengan
lantaran profesi tersebut dapat meningkatkan kualitas kehambaan dan kedekatan kita
kepada Allah. Tugas kita sebagai santri adalah meningkatkan profesionalitas agar di
semua bidang maupun lembaga dapat diisi oleh muslim yang baik.
4. Orientasi pada peserta didik
Orientasi ini memberikan kompas pada kurikulum untuk memenuhi kebutuhan
peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat dan kemampuannya. Untuk
merealisasikan orientasi pada kebutuhan peserta didik, Benjamin S. Bloom sebagaimana
dikutip Ahmad Tafsir mengemukakan taxonomi dengan tiga domain, yaitu domain
kognitif, domain afektif dan domain psikomotorik.13
Pesantren Putri Al-Badi’iyah
sebagai lembaga pendidikan non formal juga menggunakan ke tiga aspek tersebut.
a. Ranah kognitif (berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual). Untuk
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, corak utama pembelajaran yang
diajarkan oleh Pesantren Putri Al-Badi’iyah di antaranya adalah pengajian kitab
kuning, membaca al Quran, kajian Nahwu dan ceramah ilmiah.
b. Ranah afektif (berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi).
Untuk belajar di ranah afektif, Pesantren Putri Al-Badi’iyah menghadirakan kajian
keilmuan seperti kitab yang membahas tentang ilmu-ilmu agama Islam, di antaranya
ilmu Hadits, Fiqh, Adab (Akhlak), Shorof, Tasawuf, Tauhid dll. Dalam kaitannya
dengan belajar mengajar, santri diharapkan mampu menangkap hal baik ataupun
buruk, sehingga mampu bersikap dan berperilaku sesuai dengan ilmu yang telah
dipelajari.
c. Ranah psikomotorik (berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan
motorik). Untuk menerapkan kemampuan dan menumbuhkan keterampilan dalam
melakukan sesuatu, Pesantren Putri Al-Badi’iyah memberikan kursus sepeti
13
Ahmad Tafsir, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), 71-72.
84
pengembangan bahasa asing, training tabligh, pengoperasian komputer dalam bentuk
Microsoft Word, jurnalistik, tilawatil Qur’an. Ketrampilan ini dapat diasah jika
sering melakukannya.
5. Orientasi pada peserta didik dan orientasi pada masa depan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
Melihat kondisi seperti itu, tuntutan kita selanjutnya adalah membuat dan
mengaplikasikan kurikulum pendidikan yang selaras dengan kemajuan Iptek. Hal tersebut
bisa dilakukan dengan melandasi kurikulum tersebut dengan nilai-nilai universal yang
abadi, dan mengorientasikan pada futuristik dengan menelaah sejarah dan peristiwa masa
lalu untuk diantisipasi dan dibuat referensi pada perkembangan masa depan.14
Pesantren Putri Al-Badi’iyah telah menyediakan perputakaan dengan fasilitas
digital, ruang laboratorium bahasa dan komputer dengan layanan internet pada jam-jam
tertentu, sehingga santri dapat melek teknologi dan terbantu jangkauan wawasan serta
ilmu pengetahuan.
Dengan demikian semua kegiatan kebijakan kurikulum pondok pesantren tampak
pada beberapa aktivitas pendidikan yang terbagi menjadi: pendidikan intelektual,
pendidikan keterampilan dan pendidikan sosial kemasyarakatan, serta memenuhi
pandangan yang mendasari pada orientasi kurikulum pendidikan oleh Muhaimin yang
dirangkum menjadi orientasi pada pelestarian nilai-nilai, orientasi pada kebutuhan sosial,
orientasi pada tenaga kerja, orientasi pada peserta didik dan orientasi pada masa depan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
14
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,143.
85
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep kurikulum inti yang yang menjadi ciri khas yang berlaku di Pesantren Putri
Al-Badi’iyah adalah kajian kitab kuning. Dalam mengkaji kitab kuning santri harus
faham dengan ilmu alat Nahwu dan Shorof sebagai dasar untuk membaca serta
memahami makna kandungan kitab kuning. Secara garis besar ada dua metode
yang digunakan, yaitu bandongan dan sorogan. Terkadang beberapa metode di
terapkan oleh pengampu dengan sekreatif mungkin. Bisa berupa lalaran, hafalan,
diskusi dll.
2. Bentuk kurikulum pendidikan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah Kajen Pati sudah
mencakup kriteria sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk karakter, dan
membangun peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa
3. Penerapan kurikulum pendidikan di Pesantren Putri Al-Badi’iyah tampak pada
beberapa aktivitas pendidikan yang terbagi menjadi: pendidikan intelektual,
pendidikan keterampilan dan pendidikan sosial kemasyarakatan. Aktivitas tersebut
memenuhi pandangan orientasi kurikulum pendidikan oleh Muhaimin sebagai
kebutuhan umat sangat diperlukan untuk merespon perubahan zaman dengan tetap
konsisten dalam tatanan nilai Islam.
86
B. Saran
Dari hasil penelitian diatas, peneliti memberikan saran-saran:
1. Kepada pengasuh Pesantren Putri Al-Badi’iyah beserta jajarannya untuk
memaparkan visi, misi dan tujuan Pesantren Putri Al-Badi’iyah. Hal tersebut
menunjukkan ciri khas tersendiri yang menjadi keunggulan pondok pesantren,
sehingga pemaparan visi dan misi pesantren dirasa sangat penting untuk
didokumentasikan secara independen dengan tujuan supaya arah pendidikannya
lebih jelas dan spesifik sebagai bentuk transparansi pendidikan pesantren dengan
masarakat.
2. Kepada pengurus Pesantren Putri Al-Badi’iyah sie. PBA untuk merealisasikan
takallum, berbicara menggunakan bahasa asing lebih sering, terutama bahasa Arab.
Mengingat bahasa Arab merupakan bahasa Al-Quran juga bahasa untuk memahami
kitab kuning di samping ilmu alat. Harapannya, ketika lebih sering berbahasa Arab
akan memudahkan santri dalam mengartikan isi kandungan kitab kuning.
3. Kepada peneliti selanjutnya, semoga kekurangan penelitian ini dapat menjadi
gagasan yang diharapkan dapat memperbaiki wilayah kurikulum pendidikan
pesantren. Pengembangan penelitian selanjutnya dapat diperdalam lagi dengan
metode studi kasus. Atau dengan penelitian kuantitatif yaitu melakukan survei
terhadap publik mengenai suatu kasus tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Ainiyah, Nur. “Pembentukan Karakter melalui Pendidikan Agama Islam”. Jurnal Al-
Ulum (Jurnal Studi-Studi Islam) IAIN Gorontalo Volume. 13 Nomor 1. Juni
2013.
Ainurrafiq. Pesantren dan Pembaharuan: Arah dan Implikasi. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2001.
Al- Syaibany, Omar Mohammad Al- Toumi. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan
Bintang, 1979.
Anderson, Lorin W. dan David R Krathwohl. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,
Pengajaran dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, Terj. Agung
Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Asry, Lenawati dan Depi Juliana, “Konsep Dan Orientasi Kurikulum Pendidikan
Islam”, Jurnal Biram Samtani Sains, Vol 1 No 3, 2016.
B, Miles Mattew dan Micahael Huberman. Analisis Data Kualitatif, terj., Tjejep R. R.
Jakarta: UI Press, 1992.
Bawani, Imam. Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1993.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta: LP3ES, 2011.
Fachruddin et. al. Administrasi Pendidikan : Menata Pendidikan untuk
Kependidikan Islam. Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2010.
H., Musyrif Kamal J. “Sistem Pendidikan Pondok Pesantren dalam Meningkatkan Life
Skill Santri”. Skripsi. Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang. 2015.
Haedari, Amin dan Abdullah Hanif. Masa Depan Pesantren dalam Tantangan
Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global. Jakarta: IRD Press, 2004.
https://maslakulhuda.net/index.php/category/lembaga/lembaga-non-formal/al-
badiiyyah/ , pada tanggal 20 Desember 2019 pukul 10.47 WIB.
Imron, Ali. Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Kafrawi. Pembaharuan Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: Cemara Indah, 1978.
M, Ismail S. “Pengembangan Pesantren Tradisional: Sebuah Hipotesis Mengantisipasi
Perubahan Sosial”, dalam Ismail SM (eds.). Dinamika Pesantren dan
Madrasah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Madjid, Nurcholis. Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta:
Paramadina, 1997.
Mahfud, Sahal. Nuansa Fiqh Sosial. Yogyakarta: LKiS, 2011.
Mahmud, Ali Abdul Halim. Tarbiyah Khuluqiyah Pembinaan Diri menurut Konsep
Nabawi, Terj Afifudin. Solo: Media Insani, 2003.
Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan
Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS, 1994.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2006.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rosulallah sampai Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Nurihsan, Achmad Juntika. 2016. Membanun Peradaban Melalui Pendidikan dan
Bimbingan. Bandung. PT Refika Aditama.
Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari Tebuireng. Aktualisasi Pemikiran dan
Kejuangan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Jombang: Pustaka
Tebuireng, 2018.
Qomar, Mujamil. Pesanten dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi
Institusi. Jakarta: Erlangga 2002.
Rahardjo, Mudjia. Mengenal Lebih Jauh tentang Studi Kasus. https://www.uin-
malang.ac.id/r/100501/mengenal-lebih-jauh-tentang-studi-kasus.html. 2010.
Diakses 10 Januari 2020 pukul 22.15 WIB.
Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2010.
Setyani, Iin. “Analisis Kebijakan Pendidikan Pondok Pesantren Putri Al-Badi’iyah
Kajen-Margoyoso-Pati Tahun Ajaran 2013/2014 dalam Menjaga Tradisi dan
Menyikapi Modernisasi Pendidikan”. Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Walisongo Semarang. 2014.
Sholih, Uzair Albi. “Kegiatan Pondok Pesantren As-Ṣholihiyah dalam Meningkatkan
Pendidikan Islam di Dusun Kepuh Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi Jawa
Timur”. Skripsi. Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia. 2018.
Sidiq, Umar dan Moh. Miftachul Choiri. Metode Penelitian Kualitatif di Bidang
Pendidikan. Ponorogo: Nata Karya, 2019.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif: Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2015.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007.
Syafaruddin. Efektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, Strategi, dan Aplikasi
Kebijakan menuju Organisasi Sekolah Efektif . Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Takdir, Mohammad. Modernisasi Kurikulum Pesantren: Konsep dan Metode
Antroposentris. Yogyakarta: IRCiSoD, 2018.
Tilaar, H. A. R. Kekuasaan dan Pendidikan Manajemen Pendidikan Nasional dalam
Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Tim Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam. Pola Pengembangan Pondok
Pesantren. Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2003.
Tohirin. Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling.
Jakarta: Rajawali Pers: 2012.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-
content/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.pdf. Diakses pada tanggal 9 Januari
2020 pukul 11.42 WIB.
Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tradisi. Yogyakarta: LKiS, 2001.
Wahid, Abdurrahman. Tuhan Tidak Perlu Dibela. Yogyakarta: LKiS 1999.
Yatimah, Durroh. Manajemen Pendidikan Pesantren dalam Upaya Peningkatan Mutu
Santri, Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang.
Zubaedi. Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Menawarkan Solusi terhadap
Berbagai Problem Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.