BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari – hari, masyarakat memiliki kebutuhan – kebutuhan yang
harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat
tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam
perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa
pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non
bank.
Lembaga perbankan merupakan salah satu aspek yang diatur dalam syariah Islam,
yakni bagian muamalah sebagai bagian yang mengatur hubungan sesama manusia.
Pengaturan lembaga perbankan dalam syariah Islam dilandaskan pada kaidah dalam
ushul fiqih yang menyatakan bahwa “ maa laa yatimm al – wajib illa bihi fa huwa wajib
“, yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib
diadakan. Mencari nafkah ( yakni melakukan kegiatan ekonomi ) adalah wajib diadakan.
Oleh karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa
adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun menjadi wajib untuk
diadakan.1
Lembaga pembiayaan merupakan salah satu fungsi bank, selain fungsi
menghimpun dana dari masyarakat. Fungsi inilah yang lazim disebut sebagai
1 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 14 - 15
1
intermediasi keuangan (financial intermediary function). Hal ini diatur dalam pasal 1 ayat
(1) UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Pembiayaan dikucurkan melalui dua jenis bank, yaitu Bank Konvensional
maupun Bank Syariah. Sistem bunga yang diterapkan dalam perbankan konvensional
telah mengganggu hati nurani umat Islam di dunia tanpa kecuali umat Islam di Indonesia.
Bunga uang dalam fiqih dikategorikan sebagai riba yang demikian merupakan sesuatu
yang dilarang oleh syariah ( haram ). Alasan mendasar inilah yang melatarbelakangi
lahirnya lembaga keuangan bebas bunga, salah satunya adalah Bank Syariah.
Perbedaan signifikan pembiayaan antara Bank Konvensional dengan Bank
Syariah menurut M. Syafii Antonio adalah sebagai berikut :2
Bank Syariah Bank Konvensional
1. Melakukan investasi-investasi yang
halal saja
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual
beli atau sewa
3. Profit dan falah oriented
4. Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kemitraan
5. Penghimpunan dan penyaluran dana
harus sesuai dengan fatma Dewan
Pengawas Syariah
1. Investasi yang halal dan haram
2. Memakai perangkat bunga
3. Profit oriented
4. Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kreditur-debitur
Tidak terdapat dewan sejenis
2 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press dan Tazakia Cendikia, Jakarta, 2001, hal. 34
2
Dalam operasionalnya, Bank Syariah memberi jasa-jasa dalam bentuk yang
terbagi menjadi :
1. Musyarakkah
Adalah pembiayaan sebagian dari modal usaha, yang mana pihak bank dapat
dilibatkan dalam proses manajemennya.
2. Murabahah
Adalah Akad jual beli atas barang tertentu dengan memperoleh keuntungan.
3. Mudharabah
Adalah bank menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja secara
penuh berdasarkan prinsip bagi hasil dan,
4. Ijarah ( sewa – menyewa )
Pengertian Ijarah (sewa-menyewa) yang terdapat dalam perbankan syariah
berbeda dengan pengertian sewa-menyewa dalam praktek umum sehari – hari.
Sewa – menyewa dalam praktek sehari-hari mempunyai tiga unsur essensialia
yaitu :
a. Harga sewa
b. Jangka waktu / masa sewa
c. Obyek sewa
Dalam transaksi sewa – menyewa ini tidak ada peralihan hak milik, artinya jika
masa sewa berakhir maka barang obyek sewa dikembalikan pada pemilik sewa sehingga
pada umumnya tidak membutuhkan jasa suatu lembaga pembiayaan. Akan tetapi lain
3
halnya dalam praktek perbankan Syariah karena dikenal Pembiayaan Berdasarkan Akad
Sewa – Menyewa yang disebut Ijarah. Oleh karenanya timbul pertanyaan kenapa pada
transaksi sewa – menyewa yang pada umumnya tidak disertai pemindahan hak milik
sehingga tidak diperlukan pembiayaan dalam praktek perbankan syariah disertai dengan
pembiayaan ?
4
B. Perumusan Masalah :
Dari latar belakang di atas menyangkut perkembangan perbankan syariah di
Indonesia khususnya di Indonesia khususnya dalam penerapan prinsip ijarah, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Kenapa timbul pembiayaan pada Akad Sewa – Menyewa Dalam Praktek
Perbankan Syariah ?
2. Dimanakah landasan yuridis Pembiayaan Berdasarkan Akad Sewa – Menyewa
Dalam Praktek Perbankan Syariah ?
C. Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini, maka tujuan
yang hendak dicapai dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui kenapa sampai timbul pembiayaan pada Akad Sewa –
Menyewa dalam praktek perbankan syariah.
2. Untuk mengetahui letak penghaturan landasan yuridis pembiayaan berdasarkan
Akad Sewa – Menyewa dalam praktek perbankan syariah.
BAB II
5
P E M B A H A S A N
A. Tinjauan Umum Bank Syariah.
Berdasarkan fungsinya jenis bank di Indonesia dapat dikelompokkan atas:
1. Bank sentral yaitu Bank Indonesia sebagaimana dalam UU No.13 Tahun 1968
tentang Bank Sentral, kemudian dicabut dengan UU No.23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia.
2. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
3. Bank perkreditan rakyat yaitu bank yang melaksanakan kegiatannya secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
4. Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau
memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Yang dimaksud
dengan mengkhususkan diri untuk melakukan kegiatan tertentu adalah
melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk
mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah
atau pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas dan pengembangan
pembangunan perumahan.3
3 Zulfi Chairi, Pelaksanaan Kredit Perbankan Syari’ah Menurut UU No.10 Tahun 1998, e-usu Repository, 2005, hal. 3
6
Peraturan tentang perbankan pertama kali diatur dalam Undang-Undang No.7
Tahun 1992, pada peraturan perundang-undangan ini belum secara tegas menganut
bahwa prinsip syariah dalam perbankan diperbolehkan akan tetapi sudah mulai
disinggung secara implisit. Hal ini dapat dilihat dari pasal 6 huruf b dan m Undang-
Undang No.7 Tahun 1992 yaitu :
- Memberikan kredit; dan
- Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan ketentuan yang diterapkan dalam peraturan pemerintah;
Selain itu juga diatur dalam salah satu kegiatan usaha bank perkreditan rakyat yaitu “
menyediakan pembiayaan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah “4, akan tetapi
dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 masih menganut single banking system yang
dipertegas dalam PP No.72 Tahun 1992 tentang Bank Bagi Hasil.
Dalam PP tersebut, bank hanya diperkenankan melakukan kegiatan operasional
usaha secara konvensional saja atau bagi hasil saja, jadi tidak boleh dalam suatu bank
melakukan pelayanan memakai dua prinsip secara bersamaan. Pada tahun 1998
diundangkanlah Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang merubah Undang-Undang No.
7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dalam undang-undang ini baru secara tegas dikatakan
bahwa sektor perbankan di Indonesia terdiri dari dua macam yaitu bank konvensional dan
bank berdasarkan prinsip syariah baik pada bank umum maupun bank perkreditan rakyat
4 Abdul Ghofur Anshori, Perkembangan Hukum Perbankan di Indonesia, Materi kuliah Perbankan Syariah, Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2006, hal. 5-6
7
B. Tinjauan Umum Pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.
Menurut sifat penggunaannya pembiayaan dapat dibagi menjadi 2 hal berikut:
1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha
produksi, perdagangan, maupun investasi.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi 2 hal berikut:
A. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:
(a). Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi,
maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil
produksi;dan
(b).Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu
barang.
B. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal
(capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi
kebutuhan.
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar)
8
dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok, baik berupa barang,
seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal maupun berupa jasa, seperti
pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan sekunder adalah kebutuhan
tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari
kebutuhan primer, baik berupa barang, seperti makanan dan minuman, pakaian/perhiasan,
bangunan rumah, kendaraan dan sebagainya, maupun berupa jasa, seperti pendidikan,
pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan, dan sebagainya.5
Pada umumnya, bank konvensional membatasi pemberian kredit untuk
pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai dengan bukti kepemilikan yang sah,
seperti rumah dan kendaraan bermotor, yang kemudian menjadi barang jaminan utama
(main collateral). Adapun untuk pemenuhan kebutuhan jasa, bank meminta jaminan
berupa barang lain yang dapat diikat sebagai collateral.sumber pembayaran kembali atas
pembiayaan tersebut berasal dari sumber pendapatan lain dan bukan dari eksploitasi
barang yang dibiayai dari fasilitas ini.
Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan barang
konsumsi sebagai berikut :6
1. Al-Bai’bitsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual beli dengan
angsuran.
2. Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli.
5 Muhammad Syafi’i Antonio, Op.cit, hal. 1686 Sami Hasan Ahmad Hamoud, Tathwiir al-A’mal al – Mash – rafiyyah bima Yattafiqu wasy-Syariah al-Islamiah ( Amman : Matbaatu asy-Syarq wa Maktabatuha, 1982).
9
3. Al-Musyawarakah mutanaqhishah atau decreasing participation, dimana secara
bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya.
4. Ar-Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.
C. Pembiayaan Dalam Praktek Perbankan Syariah
Dalam penyaluran dana yang berhasil dihimpun dari nasabah atau masyarakat,
bank syariah menawarkan beberapa produk perbankan sebagai berikut:
1. Pembiayaan Mudharabah
Adalah Bank menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja secara
penuh (trusty financing),sedangkan nasabah menyediakan proyek atau usaha lengkap
dengan manajemennya.Hasil keuntungan dan kerugian yang dialami nasabah dibagikan
atau ditanggung bersama antara bank dan nasabah dengan ketentuan sesuai kesepakatan
bersama. Prinsip mudharabah dalam perbankan digunakan untuk menerima simpanan
dari nasabah, baik dalam bentuk tabungan atau deposito dan juga untuk melakukan
pembiayaan.
Adapun rukun dan syaratnya adalah sebagai berikut:
Rukun Mudharabah:
a. Ada shahibul maal (modal/nasabah)
b. Adanya mudharib (pengusaha/bank)
c. Adanya amal (usaha/pekerjaan)
10
d. Adanya hasil (bagi hasil/keuntungan) dan
e. Adanya aqad (ijab-qabul)
2. Pembiayaan Musyarakah adalah pembiayaan sebagian dari modal
usaha,yang mana pihak bank dapat dilibatkan dalam proses manajemennya.modal
yang disetor dapat berupa uang, barang perdagangan (trading asset), property,
equipment atau intangible asset (seperti hak paten dan goodwiil) dan barang-barang
lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
3. Pembiayaan Murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual beli atas
barang tertentu.dalam transaksi jual beli tersebut,penjual menyebutkan dengan jelas
barang yang diperjual belikan termaksud harga pembelian dan keuntungan yang
diambil . Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual beli antara bank selaku
penyedia bank dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Adapun rukun
dan syaratnya sebagai berikut:
Rukun Murabahah:
a. Penjual
b. Pembeli
c. Barang yang diperjual-belikan
d. Harga dan
e. Ijab-qabul
11
4. Pembiayaan Al Bai’Bithaman Ajil adalah pembiayaan untuk membeli
barang dengan cicilan.syarat-syarat dasar dari produk ini hampir sama dengan
pembiayaan murabahah. Perbedaan diantara keduanya terletak pada cara
pembayaran, dimana pada pembiayaan murabahah pembayaran ditunaikan setelah
berlangsungnya akad kredit, sedangkan pada pembiayaan Al Bai’Bithaman Ajil
cicilan baru dilakukan setelah nasabah penerima barang mampu memperlihatkan hasil
usahanya.
5. Pembiayaan Salam diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan jangka pendek untuk
produksi agrobisnis atau industri jenis lainnya.
6. Pembiayaan Isthina’ diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan manufaktur, industri
kecil-menengah,dan konstruksi.dalam pelaksanaannya pembiayaan isthina dapat
dilakukan dengan dua cara,yakni pihak produsen ditentukan oleh bank atau pihak
produsen ditentukan oleh nasabah.pelaksanaan salah satu dari kedua cara tersebut
harus ditentukan dimuka dalam akad berdasarkan kedua belah pihak.
7. Pembiayaan sewa beli (ijarah wa iqtina atau ijarah muntahiyyah bi tamlik) adalah
akad sewa suatu barang antara bank dengan nasabah, dimana nasabah diberi
kesempatan untuk membeli obyek sewa pada akhir akad atau dalam dunia usaha
dikenal dengan finance lease Harga sewa dan harga beli ditetapkan bersama diawal
perjanjian. Dalam pembiayaan ini yang menjadi obyek sewa diisyaratkan harus
barang yang bermanfaat dan dibenarkan oleh syariat dan nilai dari manfaat dapat
diperhitungkan atau diukur.pembiayaan sewa beli ini dapat dilakukan dengan cara:
pertama lembaga pembiayaan atau perusahaan leasing yang berdasarkan syariah
12
Islam membeli aset yang akan dibeli oleh nasabah, setelah terbeli maka, lembaga
tersebut menyewakan aset itu dalam jangka waktu dan harga yang ditentukan dalam
perjanjian kedua belah pihak.
8. Hiwalah
Hiwalah adalah produk perbankan syari’ah yang disediakan untuk membantu suplier
dan mendapatkan modal tunai agar melanjutkan produksinya. dalam hal ini Bank akan
mendapatkan imbalan (fee) atas jasa pemindahan piutang. Besarnya imbalan yang akan
diterima Bank ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan antar Bank dengan nasabah.
9. Rahn
Produk perbankan ini disediakan untuk membantu nasabah dalam pembiyaan kegiatan
multiguna. Rahn sebagai produk pinjaman berarti Bank hanya memperoleh imbalan
atas penyimpanan, pemeliharaan, asuransi dan administrasi barang yang digadaikan.
berkenaan dengan hal tersbut maka, produk Rahn hanya digunakan bagi keperluan
Sosial seperti pendidikan dan kesehatan.7
D. Pembiayaan Ijarah
Al-Ijarah berasal dari kata Al – Ajru yang berarti Al’Iwadhu atau berarti ganti.
Dalam Bahasa Arab, Al-Ijarah diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil
7 Zulfi Chairi, Op.cit, hal. 12
13
manfaat dengan jalan penggantian sejumlah uang.8 Definisi mengenai prinsip Ijarah
juga telah diatuir dalam hukum positif Indonesia yakni dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 yang mengartikan prinsip ijarah sebagai “
transaksi sewa – menyewa atas suatu barang dan atau upah – mengupah atas suatu usaha
jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. ”
Sampai saat ini, mayoritas produk pembiayaan syariah masih terfokus pada
produk-produk murabahah (prinsip jual beli). pembiayaan murabahah sebenarnya
memiliki persamaan dengan pembiayaan ijarah, keduanya termasuk dalam kategori
Natural certainty contracts, dan pada dasarnya adalah kontrak jual beli. yang
membedakan keduanya hanyalah objek transaksi yang diperjualbelikan tersebut, dalam
pembiayaan murabahah, yang menjadi objek transaksi adalah barang, misalnya rumah,
mobil dan sebagainya. sedangkan dalam pembiayaan ijarah, objek transaksinya adalah
jasa, baik manfaat atas barang maupun manfaat atas tenaga kerja. Jika dengan
pembiayaan murabahah, Bank syariah hanya dapat melayani kebutuhan nasabah untuk
memiliki barang, sedangkan nasabah yang membutuhkan jasa tidak dapat dilayani.
Dengan skim Ijarah, bank syariah dapat pula melayani nasabah yang hanya
membutuhkan jasa.9
Pada dasarnya ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau
jasa dengan membayar imbalan tertentu. Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
No.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat ) atas
8 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 13, alih bahasan Kamaluddin A. Marzuki, PT. Alma’arif, Bandung, 1995, hal. 15 9 Adiwarman A. Karim, Op.cit, hal. 137
14
suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah
tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang
menyewakan kepada penyewa.
Dalam kegiatan perbankan Syariah pembiayaan melalui Ijarah dibedakan menjadi
dua yaitu :
1. Didasarkan atas periode atau masa sewa biasanya sewa peralatan. Peralatan itu
disewa selama masa tanam hingga panen. Dalam perbankan Islam dikenal sebagai
Operating Ijarah.
2. Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik di beberapa negara menyebutkan sebagai Ijarah
Wa Iqtina’ yang artinya sama juga yaitu sama juga yaitu menyewa dan setelah itu
diakuisisi oleh penyewa ( finance lease ).10
Oleh karena Ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa
terjadi pemindahan kepemilikan, maka banyak orang menyamaratakan ijarah dengan
leasing. Hal ini disebabkan karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada hal –
ihwal sewa-menyewa. Karena aktivitas perbankan umum tidak diperbolehkan melakukan
leasing, maka perbankan Syari’ah hanya mengambil Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik
yang artinya perjanjian untuk memanfaatkan ( sewa ) barang antara Bank dengan nasabah
dan pada akhir masa sewa, maka nasabah wajib membeli barang yang telah disewanya.
2. Jenis Barang Ijarah Muntahiyyah Bittamlik
10 Arisson Hendry, et al., Perbankan Syari’ah Perspektif Praktisi, Muamalat Institute, Jakarta, 1999, hal. 95
15
Barang yang disewakan kepada nasabah umumnya berjenis aktiva tetap atau fixed
assets seperti : gedung-gedung (buildings), kantor, mesin, rumah-rumah petak
(tenements), atau barang bergerak yang memiliki specific fixed.11
3. Rukun dan Syarat Ijarah Muntahiyyah Bittamlik
1. Rukun
a. Penyewa (musta’ jir)
b. Pemilik barang (mu’ajjir)
c. Barang atau obyek sewaan (ma’jur)
d. Harga sewa/manfaat sewa (ajran/ujran)
e. Ijab Qabul
2. Syarat
a. Pihak yang saling telibat harus saling ridha
b. Ma’ jur (Barang atau obyek sewa)
- Manfaat tersebut dibenarkan agama atau halal.
- Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur atau diperhitungkan.
- Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa
- Ma’ jur wajib dibeli musta’ jir12
11 Ibid, hal. 9612 Ibid, hal. 94
16
E. Tinjauan Yuridis Pembiayaan Berdasarkan Akad Sewa-Menyewa Dalam
Praktek Perbankan Syariah.
Dalam lapangan hukum perdata prinsip Ijarah dikenal dengan istilah prinsip sewa
– menyewa. Definisi sewa menyewa yang diberikan oleh Pasal 1548 KUH Perdata adalah
“ suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan
kepada pihak lainnya kenikmatan dari sesuatu barang selama satu waktu tertentu dan
dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi
pembayarannya. “
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak
guna ( manfaat ) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa / upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.13
Dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/46/PBI/2005 telah menetapkan syarat
untuk berbagai produk perbankan syariah baik berupa penghimpunan dana maupun
penyaluran dana. Dibidang penghimpunan dana telah diatur simpanan yang bersifat
titipan, yakni giro wadi’ah, dan tabungan wadi’ah juga simpanan bersifat investasi, yakni
: giro mudharabah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
Pada bidang penyaluran dana, Peraturan Bank Indonesia dimaksud telah mengatur
dalam Pasal l6 sampai dengan Pasal 18 Peraturan Bank Indonesia No.7/46/PBI/2005
bahwa produk – produk penyaluran dana dalam perbankan syariah yaitu Mudharabah,
Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah dan Ijarah Muntahiyya Bit Tamlik
serta Qardh.
13 Adiwarman A. Karim, Op.cit, hal. 138
17
Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bank Indonesia, sewa menyewa yang disebut
juga ijarah diatur lebih lanjut dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No.32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah terutama dalam
pasal 28 yang menyebutkan bahwa bank wajib menerapkan Prinsip Syariah dalam
melakukan kegiatan usahanya meliputi:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yaitu:
1. Giro berdasarkan prinsip wadi’ah;
2. Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah;
3. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah;atau
4. Bentuk lain berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
b. Melakukan penyaluran dana melalui transaksi jual beli berdasarkan prinsip:
1. Murabahah; 2. Istihna; 3. Ijarah; 4. Salam; 5. Jual beli lainnya
BAB III
P E N U T U P
Kesimpulan
Praktek sewa – menyewa dalam transaksi umum masyarakat tidak disertai dengan
pemindahan hak milik. Apabila disertai dengan pemindahan hak milik maka transaksinya
disebut perjanjian sewa – beli. Terhadap perjanjian sewa – beli ( leasing ) umumnya
18
pemberian jasa pembiayaan diberikan oleh lembaga keuangan non – bank / finance . Pada
praktek perbankan syariah, akad sewa – menyewa disebut Ijarah. Akad sewa – menyewa
( Ijarah ) pada perbankan syariah pada perkembangannya dapat disertai dengan
pemindahan hak milik yang disebut sebagai Ijarah Muntahiyyah Bit – Tamlik ( IMBT ).
Walaupun seperti terlihat mirip dengan Leasing pada praktek pembiayaan konvensional,
tetapi pada perbankan syariah terdapat pembedaan, yaitu jika objek leasing hanya berlaku
pada manfaat barang saja, sedangkan pada Ijarah Muntahiyyah Bit – Tamlik obyeknya
bisa berupa barang maupun jasa / tenaga kerja
19