digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
BAB III
PENYAJIAN DATA
A. Profil Faqihuddin Abdul Kodir
1. Identitas Diri
Faqihuddin Abdul Kodir, lahir pada tanggal 31 Desember 1971 di
Cirebon, Jawa Barat. Kini beliau tinggal di Jalan Kigemu II No. 89,
RT/RW 14/04, Klayan, Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Beliau
merupakan suami dari Mimin Aminah dan dan ayah tiga orang anak yaitu
Dhiya Silmi Hasif, Isyqie bin-Nabiy Hanif, dan Muhammad Mujtaba
Ghiats.
Latar belakang pendidikannya diawali dari Sekolah Dasar Negeri
(SDN) Kedongdong, dan Madrasah Ibtidaiyah Wathoniyah, Gintung Lor,
Susukan, Cirebon, lulus tahun 1983. Kemudian melanjutkan studi tingkat
lanjutan di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Arjawinangun, Cirebon
(1983-1986), lalu Madrasah Aliyah (MA) Nusantara Arjawinangun,
Cirebon (1986-1989). Selama menempuh pendidikan menengah, beliau
mondok di Pesantren Dar al Tauhid, Arjawinangun, Cirebon.
Setelah itu beliau melanjutkan studi Strata 1 Ilmu Dakwah di Abu
Nur University, Syria (1990-1995) dan Ilmu Hukum Islam di Damascus
University, Syria (1990-1996). Kemudian, Program Pendidikan Magister
Ilmu Hukum Islam di International Islamic University, Kuala Lumpur,
Malaysia (1997-1999). Dan Program Doktoral Studi Keagamaan, ICRS,
52
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
Graduate School, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta (2009-
2015).
Selama studi, beliau menunjukkan etos belajar yang baik dengan
dibuktikan oleh perolehan beasiswa dan keikutsertaannya dalam kegiatan
ilmiah internasional. Selain itu, beliau juga memiliki pengalaman karir dan
organisasi yang beragam. Tergabung dalam badan kepengurusan, pendiri
organisasi, peneliti, penulis kolom, dosen, konsultan, fasilitator, dan
trainer baik di dalam dan di luar negeri.
Faqihuddin juga produktif dalam menghasilkan karya tulis.
Beberapa karyanya antara lain; Qira’ah Tabaduliyah: Ikhtiar Memahami
Teks-teks Hadits untuk Meneguhkan Perspektif Keadilan dalam Isu-isu
Keluarga dalam Modul Lokakarya: Perspektif Keadilan dalam Hukum
Keluarga Islam bagi Pengauatan Perempuan Kepala Rumah Tangga,
Gender Equality and the Hadits of the Prophet Muhammad:
Reinterpreteting the Concepts of Maram and Qiwama dalam Gender
Equality in Muslim Family Law: Justice and Ethics in the Islamic Legal
Process, Manba’ as Sa’adah fi Usus Husn al Mua’syara fi Hayat al
Zaujiyah, Nabiyyu Ar Rahmah, Kitab As Sittin Al ‘Adliyah, Kajian Teks-
teks Hadits Mengenai Isu Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Ragam
Kajian Mengenai Kekerasan dalam Rumah Tangga, Dirasah Hadits:
Pembacaan Resiprokal Terhadap Isu-isu Seksualitas dalam Hadits, Hadits
and Gender Justice: Understanding the Prophetic Traditions, Bergerak
Menuju Keadilan; Pembelaan Nabi terhadap Perempuan, Memilih
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
Monogami; Pembacaan atas al Qur’an dan Hadits, Bangga Menjadi
Perempuan; Perbincangan dari Sisi Kodrat dalm Islam, Shalawat
Keadilan: Relasi Laki-laki dan Perempuan dalam Teladan Nabi, Fiqh HIV
dan AIDS; Pedulikah Kita, Dawrah Fiqh Concerning Women; A Manual
on Islam and Gender, Bukan Kota Wali; Relasi Rakyat dan Negara dalam
Pemerintahan Kota, Reinterpretasi Penggunaan ZIS.
Adapun buku yang pernah dieditnya antara lain; Fiqh Perempuan,
Refleksi Kyai atas Wacana Agama dan Gender; Tubuh, Seksualitas, dan
Kedaulatan Perempuan; Ragam Kajian Mengenai Kekerasan dalam
Rumah Tangga. Selain itu, masih banyak lagi karya tulis lainnya yang
dimuat dalam buletin; Swara Rahima dan jurnal; Jurnal Holistik, Jurnal
Kawistara, Jurnal Equalita.
2. Faqihuddin Abdul Kodir sebagai Konselor Feminis Muslim
Citra feminis muslim yang lekat pada diri Faqihuddin berawal dari
pengalaman pendidikan yang ditempuhnya sejak di pondok pesantren.
Pendidikan tradisional yang dikenyamnya di pesantren membuatnya
memiliki minat yang besar terhadap ilmu agama Islam. Sedangkan
minatnya kepada feminisme juga berawal dari masa itu. Beberapa kali Ia
berhadapan dengan pertanyaan yang datang dari temannya atau dari
gurunya sehingga membuatnya “galau”. Salah satunya, persoalan haid
pada perempuan yang dianggapnya pelik. Selain itu, Ia juga mengamati
dari realita yang terjadi di lingkungannya di mana beberapa teman
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
perempuannya yang dinikahkan secara paksa oleh orang tuanya, hingga
terputus pendidikannya62
Sebagaimana khas pesantren lainnya yang mempelajari kitab-kitab
klasik, pola pikir Faqihuddin mulai terbentu. Dengan mengaji kitab-kitab
para ulama tentang berbagai bidang ilmu, terutama fiqih, Ia bisa
memahami ragam metode berpikir keagamaan dan cara pengambilan
kesimpulan dalam ushul fiqh serta ragam pandangan dari ilmu fiqh.
Dengan dibimbing oleh KH. Husein Muhammad yang mengajaknya untuk
berpikir luas dan tidak terbatas pada teks yang tertulis dalam kitab-kitab
yang dipelajari.63
Seiring dengan berlanjutnya jenjang pendidikan, asumsi
Faqihuddin tentang relasi agama dengan realitas terus bergelayut dalam
benaknya. Di Syria, saat menempuh jenjang pendidikan Sarjana, minat
belajarnya terhadap ilmu agama Islam terus berlanjut. Dengan kemampuan
bahasa Arab yang baik, memudahkannya mempelajari kitab-kitab para
ulama, terutama fiqh madzhab Hanafi dan Syafi’i yang banyak dianut oleh
masyarakat setempat. Hingga pada akhirnya, dari proses belajar yang
panjang, inspirasi itu ditemukannya. Ia semakin sadar bahwa fiqh pada
akhirnya merupakan pemilihan dan pemilahan terhadap ragam pandangan
62 Faqihuddin Abdul Kodir, Ia Ada, Tumbuh, dan Hidup dalam Diriku. Dokumen pribadi
milik penulis, hal. 4. 63 Hussein Muhammad adalah salah seorang pengasuh Pondok Pesantren Dar al Tauhid,
Cirebon. Lahir di Cirebon 9 Mei 1953. Merupakan alumni Pesantren Lirboyo, Kediri; Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an (PTIQ), Jakarta; Al Azhar, Kairo, Mesir. Pendiri Rahima, Puan Amal Hayati, Fahmina Institute. Sejak tahun 2007 hingga sekarang menjadi Komisioner komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Selengkapnya lihat Hussein Muhammad, Memilih Jomblo: Kisah Para Intelektual Muslim yang Berkarya Sampai Akhir Hayat (Yogyakarta: Zora Books, 2015), hal. 157.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan. Di antaranya sejauh
mana pandangan itu dapat menerjemahkan kemaslahatan untuk manusia
dalam aras realitas. Dan kebenaran agama, tepatnya fiqh, sesunggunya
dinamis dan bernegosiasi dengan realitas.64
Pada fase Damaskus ini, Faqihuddin mengakui belum merasa
nyaman dengan kajian feminis terhadap isu-isu yang diyakininya sebagai
kebenaran Islam. Ia pernah membaca tulisan-tulisan dari Wardah Hafiz,
Riffat Hassan, dan Budi Munawar Rahman yang sampai ke sana. Namun,
Ia cenderung resisten terhadap pandangan mereka. Sebaliknya, Ia justru
bersimpati terhadap pandangan “membiarkan berbeda” yang ditawarkan
oleh Ratna Megawangi. Dan masih banyak lagi tulisan-tulisan yang
dibacanya. Dan salah satu yang menjadi inspirasinya adalah Tahrirul
Mar’ah fi Asr ar Risalah, karya Abd al Halim Abu Shuqqah.65
Sepulangnya dari studi Magister di Malaysia, Faqihuddin kembali
ke Cirebon dan bertemu lagi dengan Kyai Husein. Dengan maksud
mengapresiasi keilmuan muridnya tersebut, kemudian Ia mengajaknya
bergabung dengan komunitas aktivis perempuan di Forum Kajian Kitab
Kuning (FK3) dan Rahima di Jakarta, di samping mendirikan dan
mengelola lembaga sendiri di Cirebon, yaitu Yayasan Fahmina. Meskipun
sudah bersimpati dengan isu-isu perempuan, Ia masih belum sreg dengan
isu-isu feminis dan gender yang diangapnya galak, radikal, dan mau
64 Faqihuddin Abdul Kodir, Ia Ada, Tumbuh, dan Hidup dalam Diriku. Dokumen pribadi
milik penulis, hal. 7. 65 Faqihuddin Abdul Kodir, Ia Ada, Tumbuh, dan Hidup dalam Diriku. Dokumen pribadi
milik penulis, hal. 7.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
menang sendiri. Namun, gurunya tersebut menasihatinya agar Ia
menggunakan ilmunya saja.66
Dari pergumulan keilmuan yang telah dilewatinya, kemudian
Faqihuddin memandang bahwa Islam adalah peradaban yang berpusar
pada teks. Sesungguhnya bukan teks itu sendiri yang menciptakan
peradaban, tetapi relasi dinamis manusia dengan teks yang bergerak terus
mencuptakan peradaban kemanusiaan yang khas, yang kemudian disebut
peradaban Islam. Sejak awal, umat Islam hidup dalam kesadaran
keterbatasan teks” yang tersedia di hadapan mereka, dan kehendak mereka
untuk menjawab “semua persoalan yang tanpa batas” dengan merujuk teks
yang terbatas itu. Dan Teori-teori istinbath al ahkam dalam ushul fiqh
seperti qiyas, istishab, istishlah, istihsan, dan kemudian berkembang
menjadi teori maqashid asy syari’ah, adalah hadir untuk memenuhi
kehendak mengaitkan teks yang terbatas dengan realitas yang tidak
terbatas.67
Terkait degan relasi gender, pemikiran Faqihuddin berawal dari
kesimpulan dan kesadaran bahwa agama dan realitas adalah dinamis dan
tidak bertentangan secara diametral. Pertentangan yang sering
dimunculkan hanyalah pada tataran ide, bukan pada tataran praktiknya.
Jika selama ini pemahaman keagamaan lebih banyak dibentuk oleh cara
pandang laki-laki, dan karena itu banyak yang merugikan perempuan,
66 Faqihuddin Abdul Kodir, Ia Ada, Tumbuh, dan Hidup dalam Diriku. Dokumen pribadi
milik penulis, hal. 8. 67 Faqihuddin Abdul Kodir, Ia Ada, Tumbuh, dan Hidup dalam Diriku. Dokumen pribadi
milik penulis, hal. 9.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
58
maka melibatkan perempuan adalah suatu keniscayaan. Agar mendorong
lahirnya pemahaman keagamaan yang menyeluruh untuk kedua jenis
kelamin. Namun, sekali lagi bukan untuk menggantikan, tetapi untuk
mengimbangi. sehingga pada akhirnya menghasilkan perpektif keadilan,
bukan hanya perspektif perempuan.68
Berangkat dari itu semua, selanjutnya Faqihuddin menawarkan
perspektifnya itu kepada publik pada tahun 2011. Sebuah sudut pandang
yang dinamakannya qira’ah tabaduliyah, atau perspektif resiprokal, atau
cara baca yang timbal balik. Cara baca ini berangkat dari dualisme dasar
praktis dan prinsipal-prinsipal dari teks-teks yang ada sebagaimana
dibahas dalam disiplin ilmu ushul fiqh, terutama diskursus maqashid asy
syari’ah, atau tujuan dan prinsip dasar agama. Diskurus yang
meniscayakan kerja-kerja interpretasi terhadap teks-teks parsial harus
merujuk dan mengarah pada ajaran prinsip tersebut, yang biasa
dirumuskan dalam empat kata kunci; keadilan (al ‘adl), kearifan (al
hikmah), kasih sayang (ar rahmah), dan kebaikan (al mashlahah).69
Dalam konteks ini, tawaran qira’ah tabaduliyah dikemukakan
untuk menginterpretasikan teks-teks parsial yang bisa jadi buntu karena
mencederai salah satu jenis kelamin, jika hanya menggunakan teori atau
interpretasi yang sudah ada. Tawaran ini untuk mengungkapkan makna-
makna baru yang lebih kohesif dengan prinsip-prinsip dan tujuan dasar
68 Faqihuddin Abdul Kodir, Ia Ada, Tumbuh, dan Hidup dalam Diriku. Dokumen pribadi
milik penulis, hal. 13. 69 Faqihuddin Abdul Kodir, Ia Ada, Tumbuh, dan Hidup dalam Diriku. Dokumen pribadi
milik penulis, hal. 14.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
59
agama. Karena itu, qira’ah tabaduliyah adalah alat interpretasi untuk
memastikan prinsip primer keadilan, kemaslahatan, dan anti kemudaratan,
tidak tersisihkan dari kerja-kerja interpretasi atas teks-teks agama.70
Menurutnya, hadits berbicara sesuai dengan konteks sejarah yang
terjadi di Arab pada zaman Rasulullah, dan tidak melampaui dari konteks
zaman dan tempat tersebut. Oleh karena itu, untuk membumikan hadits
sesuai dengan kontek yng berlaku pada suatu masa dan tempat yang
berbeda, perlu dilakukan pemikiran ulang untuk mencapai pada esensi dari
teks tersebut. Ketimbang dari pemahaman yang literal.71
Kemudian secara praksis perhatiannya dalam isu ke-Islam-an dan
gender diaplikasikan dengan cara berkontribusi untuk masyarakat. Dengan
turut mendirikan Yayasan Fahmina dan Women Crisis Center (WCC) di
Cirebon. Di bidang pemerintahan, Faqihuddin juga pernah turut ambil
bagian bersama berbagai komponen lokal Kota dan Kabupaten Cirebon
dalam melakukan analisis dan penguatan kebijakan pemerintah lokal
terkait dengan sejauh mana ia responsif bagi kepentingan perempuan.
Upaya tersebut melahirkan buku “Bukan Kota Wali: Relasi Rakyat-
Negara dalam Kebijakan Pemerintah Kota”, terbit tahun 2006.72
Adapun brand konselor, merupakan asumsi yang dari peneliti
sendiri terhadap kiprah Faqihuddin dalam dedikasi dan kontribusinya di
70 Faqihuddin Abdul Kodir, Ia Ada, Tumbuh, dan Hidup dalam Diriku. Dokumen pribadi
milik penulis, hal. 14. 71 Faqihuddin Abdul Kodir, Differences in Time and Place: The Need for a Re-
Interpretation of the Hadits, dalam Dawrah Fiqh Concerning Women: Manual for A Course on Islam and Gender (Cirebon: Fahmina Institute, 2007), hal. 124.
72 Faqihuddin Abdul Kodir, Ia Ada, Tumbuh, dan Hidup dalam Diriku. Dokumen pribadi milik penulis, hal. 16.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
60
masyarakat. Yang mana, Ia juga memiliki pengalaman dalam membantu
masyarakat dalam menangani berbagai masalah, terutama terkait isu
perempuan dan gender. Keterkaitan antara konseling dan kitab Manba’ as
Sa’adah sebagai salah satu karya Faqihuddin akan dipaparkan selanjutnya.
B. Bimbingan Konseling Islam Faqihuddin Abdul Kodir
Pada sub bab ini dijelaskan konsep konseling resiprokal oleh
Faqihuddin Abdul Kodir yang diperoleh dari pengalaman konseling yang
dilakukannya serta gagasan pemikirannya. Konsep ini terdiri dari konsep dasar
konseling resiprokal, peran dan fungsi konselor dalam konseling resiprokal,
teknik konseling resiprokal, media konseling resiprokal.
1. Konsep Dasar Bimbingan Konseling Islam Faqihuddin Abdul Kodir
a. Laki-laki dan Perempuan Memiliki Kedudukan yang Setara
Pergaulan antara suami istri harus dilakukan atas dasar saling
menghormati eksistensinya sebagai manusia antara satu sama lainnya.
Istri adalah manusia yang memiliki hak untuk dihormati, begitu pula
suami. Istri adalah pendamping hidup bagi suami, begitu juga
sebaliknya suami bagi istri. Oleh karena itu, istri bukanlah pembantu
atau budak yang mesti mengabdi pada suaminya sebagaimana budak
yang menghambakan diri.73 Oleh karenanya, relasi yang adil dan setara
itu dilandasi atas kasih sayang, bukan dengan diskriminasi. Sehingga
73 Faqihuddin Abdul Kodir, Manba’ As Sa’adah (Cirebon: Institut Studi Islam Fahmina,
2013), hal. 33.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
61
akan terjadi interaksi saling menghormati antara sesama manusia,
muda atau dewasa, jauh atau dekat, laki-laki atau perempuan.74
Paradigma seperti seksisme, yaitu diskriminasi atas dasar
perbedaan jenis kelamin tidak dibenarkan. Karena pada hakikatnya,
laki-laki dan perempuan itu setara. Tidak dibenarkan pemberian
privilese secara sepihak kepada salah satu jenis kelamin.
b. Nikah sebagai Akad Pewenangan bukan Akad Pemilikan
Dalam fiqh Islam ada dua definisi tentang perkawinan.
Pertama, perkawinan adalah akan pemilikan (‘aqad at tamlik) dan
kedua sebagai akad pewenangan (‘aqd al ibahah).75 Faqihuddin dalam
kitab Manba’ as Sa’adah ini lebih cenderung mengartikan perkawinan
sebagai akad pewenangan, bukan pemilikan, sebagaimana pendapat
Imam Syafi’i.
Adapun pada akad pemilikan, suami memiliki hak yang kuat
dan penuh atas istrinya, dan begitu juga sebaliknya. Umpamanya,
suami memiliki hak penuh atas istrinya, sehingga ia bisa
memperjualbelikannya, menyewakannya, memberikannya, dan
mewariskannya kepada orang lain. Sedangkan pada akad pewenangan,
suami (sebagai pemegang hak pewenangan) memiliki hak untuk
mendapatkan izin dari isrinya atas sesuatu. Sehingga istri masih
memiliki hak penuh atas dirinya sendiri. Umpamanya, suami berhak
74 Faqihuddin Abdul Kodir, Nabiyyu Ar Rahmah (Cirebon: Institut Studi Islam Fahmina,
2013), hal. 5. 75 Faqihuddin Abdul Kodir, Bergerak Menuju Keadilan: Pembelaan Nabi terhadap
Perempuan (Jakarta: Rahima, 2006), hal. 145.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
62
meminta untuk dilayani oleh istrinya, dengan seizin istrinya, dan
begitu juga sebaliknya.
Permasalahan ini bisa diumpamakan seperti seorang tamu yang
bertamu ke suatu rumah dan disuguhi hidangan. Maka tamu tersebut
berhak untuk menikmati hidangannya tersebut, secukupnya. Pemilik
rumah yang menyediakan hidangan masih memiliki hak penuh atas
hidangan yang diberikannya. Sehingga tamu tidak bisa sewenang-
wenang dengan hidangan yang diterimanya. Kecuali telah
mendapatkan izin dari si pemilik rumah.76
Prinsip ini sangat penting sekali untuk dibahas di permulaan.
Pasalnya, dengan prinsip ini, maka relasi yang terbentuk dalam suatu
hubungan perkawinan tidak ada ketimpangan. Di mana satu pihak
lebih berkuasa atas yang lainnya. Melainkan sama-sama memiliki
batasan yang sama-sama mengatur satu sama lainnya dan demi relasi
yang adil dan setara.
Maka dari itu, perumpamaan dalam kehidupan suami-istri yang
lebih nyata bisa dipahami bahwa kedua pasangan sama-sama memiliki
hak yang sama dalam hubungan intim. Bukan suami yang memiliki
hak lebih dari pada istri, sebagaimana yang banyak dipahami pada
konsep yang bias. Begitupun juga hubungan tersebut dilakukan bukan
atas dasar kemerdekaan, kebebasan, kepemilikan, melainkan dilakukan
atas dasar sama-sama memperhatikan hak satu sama lain. Maka, tidak
76 Faqihuddin Abdul Kodir, Manba’ As Sa’adah (Cirebon: Fahmina Institute, 2013), hal.
27-28.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
63
dibenarkan satu pihak mengharapkan kepuasannya sendiri tanpa
memperhatikan pasangannya. Terlebih jika menzhalimi, mencela,
menyakiti. Sekali lagi, hal ini dipertimbangkan dan dilakukan dengan
tujuan membina relasi yang baik dengan penuh pengertian dan saling
menolong.77
c. Relasi Dibangun dengan Tujuan Menciptakan Kemashlahatan Bersama
dan Menghidari Kemadharatan
Dalam relasi suami istri, hendaknya dibangun atas dasar
menciptakan kemashlahatan bagi kedua belah pihak dan menghindari
kemadharatan. Pada masalah yang lebih kompleks, yakni persoalan
pembagian kerja. Pembagian kerja yang berlangsung selama ini masih
banyak menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah dan
mengalokasikan waktunya untuk bekerja di ranah produktif.
Sedangkan perempuan, selain bekerja di ranah produktif, juga
memiliki beban untuk mengerjakan tugas domestik atau reproduktif.
Ditambah lagi jika ada kegiatan sosial sebagai tugas pengelolaan
komunitas.
Pembagian kerja erat kaitannya dengan strategi bertahan dan
pola pemenuhan kebutuhan keluarga.78 Dan dengan melihat
“sibuknya” kerja perempuan di atas. Maka dari itu, melalui konsep
mashlahah mursalah ini, pembagian kerja yang dilakukan antara
77 Faqihuddin Abdul Kodir, Manba’ As Sa’adah (Cirebon: Fahmina Institute, 2013), hal.
28-29. 78 Ratih Dewayanti dan Erna Ermawati Chotim, Marjinalisasi Dan Eksploitasi Perempuan
Usaha Mikro di Pedesaan Jawa (Bandung: Yayasan Akatiga, 2004), hal. 65.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
64
suami dan istri berlangsung tidak didasarkan atas seksisme, patriarki,
dan diskriminasi. Melainkan atas dasar mencapai kebaikan untuk
bersama. Sehingga, pola pembagian kerja itu pun berubah menjadi
fleksibel. Stereotipe tentang ranah domestik menjadi tanggung jawab
perempuan menjadi hilang. Suami sebagai anggota keluarga yang turut
hidup di ranah domestik sama-sama memiliki tanggung jawab atas
keteraturan di ranah domestik itu.
d. Pergaulan yang Baik dan Relasi Timbal Balik
Ikatan pernikahan yang telah dibina oleh sepasang suami dan
istri selanjutnya harus dipelihara keharmonisannya. Cara menjaga
keharmonisan tersebut terangkum dalam konsep mubadalah yang
berari kesalingan. Di mana suami dan istri memiliki hubungan
kemitraan atau partnership yang keduanya sama-sama memiliki
tanggung jawab dan hak yang mesti diperhatikan oleh satu sama
lainnya. Oleh karena itu dalam merealisasikan konsep mubadalah ini,
pasangan bisa mempraktekkan asas husnu al mu’asyarah (bergaul
dengan cara yang baik), at taradhi (saling merelakan), al musyawarah
(berdiskusi untuk mencapai kesepakatan), at taawun (saling tolong
menolong), dan husnu at tafahum (saling memahami satu sama lain).79
Allah SWT telah mengisyaratkan hal ini dalam al Qur’an pada
ayat-ayat berikut.
79 Faqihuddin Abdul Kodir, Manba’ As Sa’adah (Cirebon: Fahmina Institute, 2013), hal.
30-31.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
65
Artinya: “Dan bergaullah dengan mereka menuru cara yang
patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (Q.S. An Nisa [4]:19)80
Kemudian pada Q.S. Al Baqarah [2]: 232.
Artinya: “Maka jangan kamu halangi mereka kawin lagi dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecookan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih baik. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”81
Lalu, dalam Q.S. Al Ma’idah [5]: 2, sebagai berikut.
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
80 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: MQS Publishing, 2010),
hal. 80. 81 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: MQS Publishing, 2010),
hal. 237.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
66
dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksa-Nya.”82
Dan, dalam Q.S. Al Baqarah [2]: 187 sebagai berikut.
Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.”83
2. Peran dan Fungsi Konselor
Pada praktiknya di lapangan, konselor memiliki peran dan fungsi
yang beragam sesuai dengan setting yang ada. Begitupun dalam konseling
resiprokal ini, Faqihuddin memainkan beberapa peran dalam upayanya
membela keadilan dan kesetaraan gender. Peran dan fungsi tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Advokasi
Dalam studi gender dikenal pendekatan pemberdayaan
perempuan (women empowerment). Pendekatan ini dikembangkan
berdasarkan asumsi bahwa untuk memperbaiki kehidupan perempuan,
campur tangan pihak luar tanpa disertai upaya untuk menguatkan atau
memberdayakan atau memampukan kaum perempuan untuk dapat
melakukan negosiasi, mengutarakan permasalahannya, keinginan,
82 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: MQS Publishing, 2010),
hal. 106. 83 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: MQS Publishing, 2010),
hal. 29
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
67
kebutuhan, kepentingannya, aspirasinya, dan mengubah sendiri kondisi
kehidupannya, tidak akan berhasil. Pendekatan penguatan diri
perempuan tidak berarti pengambilalihan kekuasaan oleh kaum
perempuan di mana di kemudian hari kaum perempuan akan
mengembangkan hubungan gender yang timpang dalam bentuk baru,
melainkan usaha untuk mengubah hubungan gender yang lebih
setara.84
Dalam beberapa kasus, Faqihuddin telah melakukan advokasi
dalam membantu masyarakat. Peran advokasi ini dibutuhkan
masyarakat atau klien guna membela hak-haknya yang terabaikan atau
mendampingi mereka pada aspek yang tidak dikuasainya, misalnya di
ranah hukum. Fungsi advokasi yang selama ini dilakukan kebanyakan
membela pihak perempuan yang lebih banyak berada pada posisi
korban atau pihak yang diabaikan haknya, ketimbang dari pembelaan
terhadap suaminya. Sekalipun demikian, upaya advokasi tidak
selamanya condong berpihak pada perempuan saja. Melainkan
dilakukan berdasarkan tujuan semula yakni membela kebenaran. Pada
beberapa kasus yang harus sampai pada ranah hukum dan di meja
hijau, Faqihuddin sebisa mungkin melakukan pendampingan hingga
prosedur hukum dilakukan dengan semestinya dan keputusan
diambil.85
84 Siti Hidayati Amal, “Penelitian yang Berperspektif Perempuan”, dalam T.O. Ihromi (ed),
kajian Wanita dalam Pembangunan (Jakarta: Yayasan Obor, 1995), Hal. 118. 85 Wawancara langsung dengan Faqihuddin Abdul Kodir pada 25 Agustus 2015 di Kantor
Fahmina.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
68
b. Mediasi
Kekerasan dalam prosesnya sering kali berawal dari bagaimana
konstruk komunikasi yang terbangun. Ketika pasangan suami istri
mengalami hambatan komunikasi, sedang bertengkar atau emosi, maka
pada saat itulah situasi rentan berujung pada kekerasan.86 Oleh karena
itu, untuk mencegah memperpanjangnya konflik seperti itu perlu ada
upaya untuk melakukan resolusi yang terlebih dahulu menghilangkan
hambatannya, yaitu komunikasi.
Resolusi konflik ini bisa dilakukan dengan cara mediasi yang
dibantu dengan seorang mediator. Masalah bisa dilaporkan oleh salah
satu pihak dari pasangan ataupun keduanya. Namun, selanjutnya untuk
mempermudah jalannya mediasi, perlu ada akses bagi konselor untuk
dapat bertemu dengan kedua pasangan.
Dalam menangani problema keluarga seperti demikian, Islam
sudah menganjurkan beberapa cara sebagaimana dikemukakan dalam
beberapa ayat di atas. Selain itu, masih ada cara lain yang dianjurkan
Islam untuk menangani masalah dalam keluarga, yakni melibatkan
orang ketiga sebagai penengah, atau dikenal sebagai cara hakam.
Sebagaimana dalam al Qur’an surat An Nisa’ [4]: 35:
86 Muhammad Tohir, “Kekerasan dalam Rumah Tangga melalui Wacana Verbal
Keagamaan dengan Menggunakan Kesantunan Negatif” dalam Perempuan dalam Sorotan: Bunga Rampai Penelitian (Surabaya: Pusat Penelitian IAIN Sunan Ampel dan Sinar Terang Surabaya, 2006), hal. 2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
69
Artinya: “Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru daai itu) bermaksud engadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”87
c. Pembimbing Ahli
Senioritas, pengalaman, serta kompetensi Faqihuddin
merupakan sumber daya yang dapat digunakan dalam membantu
menangani masalah konseli dalam konseling. Pada beberapa masalah
yang pernah ditanganinya, beliau kerap dimintai argumen, saran dan
rekomendasi untuk menentukan keputusan akhir. Dengan wawasannya
yang mumpuni Ia juga memberikan intervensi sesuai paradigma
berpikirnya yaitu metode berpikir al mubadalah, terkait dengan
konseling perkawinan sensitif gender.
Dengan demikian, saat konselor memainkan peran sebagai
pembimbing ahli, maka konseling cenderung menggunakan
pendekatan langsung (directive approach). Yakni sebuah pendekatan
konseling berpusat pada konselor di mana konselor lebih banyak
berperan unuk menentukan sesuatu. Konselor lebih banyak aktif dalam
mengajarkan atau menanamkan pengertian-pengertian baru kepada
87 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: MQS Publishing, 2010),
hal. 84.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
70
konseli. Sehingga di sini konselor sangat aktif dan mendominasi proses
konseling. Sebaliknya, konseli lebih cenderung pasif, menerima, dan
melaksanakan nasihat-nasihat, petunjuk-petunjuk yang diberikan
konselor.88
d. Role Model
Upaya penegakan keadilan dan kesetaraan gender bukan hanya
pergumulan konsep belaka. Lebih dari sekedar itu, harapan dari upaya
ini adalah terciptanya keadilan dan kesetaraan gender yang nyata
dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, konsep-konsep teoritik
yang ada sesungguhnya mengandung nilai-nilai yang seharusnya
direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jika realisasi itu berjalan,
maka lambat laun akan menjadi pola hidup masyarakat.
Untuk mensosialisasikan keadilan dan kesetaraan gender,
Faqihuddin tidak hanya berupaya melalui kajian konsep dalam bentuk
karya tulisnya saja. Lebih nyata dari itu, Ia merealisasikannya dalam
kehidupan rumah tangganya. Dan sebagai senior di Yayasan Fahmina,
tentu tindak-tanduknya menjadi panutan bagi rekannya di lembaga
tersebut.
Maka dari itu, Faqihuddin sebagai inisiator pembelaan hak
keadilan dan kesetaraan turut mensosialisasikan konsep gender secara
praktis dalam kehidupan nyatanya kepada dan bersama istri serta anak-
88 Sjahudi Siradj, Pengantar Bimbingan dan Konseling (Surabaya: Revka Petra Media,
2012), hal. 105-108.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
71
anaknya. Di sinilah konselor memegang peran sebagai role model yang
bisa diteladani oleh rekan-rekannya juga para konseli.89
3. Teknik Konseling a. Kontrak Konseling
Dalam proses konseling biasanya didahului dengan kontrak
secara tertulis dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses konseling,
utamanya konselor dan konseli, tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan proses konseling seperti peran dan tanggung
jawab konseli, bentuk penguatan dan sanksi yang akan diberikan,
aturan dalam konseling, dan sebagainya. Penggunaan kontrak ini
bertujuan agar proses konseling menjadi efektif, terbentuk komitmen
bersama, partisipasi aktif dari klien, dan menspesifikasikan tujuan
yang hendak dicapai.90
Meskipun konseling yang dilakukan oleh Faqihuddin ini
berupa konseling nonformal yang tidak terorganisasi sebagaimana
konseling formal, namun proses konseling tetap membutuhkan
kontrak. Di antara kontrak yang biasa diajukan oleh Faqihuddin yang
terpenting adalah adanya komitmen untuk mencapai tujuan yang
diinginkan sejak awal. Komitmen tersebut berupa partisipasi dari klien
untuk bersedia menjalankan prinsip mubadalah sesuai dengan konteks
masalah yang dimilikinya. Dengan partisipasi tersebut, maka terlihat
ada keinginan dari klien untuk memperbaiki hubungannya dengan
89 Wawancara langsung dengan Faqihuddin Abdul Kodir pada 25 Agustus 2015 di Kantor
Fahmina. 90 Eko Darminto, Teori-teori Konseling (Surabaya: Unesa University Press, 2007), Hal.
138.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
72
pasangan. Di mana klien mengubah perilakunya yang semula tidak
relasional menjadi relasional. Adapun jika klien dinilai tidak
berkomitmen, maka Faqihuddin akan menolak untuk membantu
persoalannya.91
Kemudian salah satu saran Faqihuddin dalam kontrak awal
biasanya adalah meminta agar klien mengajak pasangannya untuk
duduk bersama menyelesaikan masalah mereka. Di antara klien ada
yang bersedia, dan ada juga yang menolak. Pada kasus di mana klien
mau hadir dengan pasangannya bisa memudahkan proses mediasi.
Namun, jika tidak bersedia, maka proses konseling hanya bisa
dijalankan dengan memberikan penguatan dan saran semampunya
untuk klien.92
b. Pelatihan
Kaum muslimin diberi hak seluas-luasnya untuk menafsirkan
Islam sebagai agama yang universal sehingga jangkauan Islam selalu
bisa mengikuti bahkan mungkin melebihi tuntutan zamannya. Ini
sebuah rahmat karena kaum muslimin tidak akan dihadapkan dengan
sikap dilematis tatkala mereka harus hidup dari zaman yang berubah.
Selain itu, umat muslim diingatkan harus selalu menjaga risalah Islam
yang paling dasar sebagai agama yang memiliki kepedulian untuk
91 Wawancara langsung dengan Faqihuddin Abdul Kodir pada 25 Agustus 2015 di Kantor
Fahmina. 92 Wawancara langsung dengan Faqihuddin Abdul Kodir pada 25 Agustus 2015 di Kantor
Fahmina.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
73
menegakkan al amr bi al ma’ruf dan an nahy ‘an al munkar dalam
wujud selalu memihak pada keadilan dan kebenaran.93
Salah satu cara yang dilakukan sebagai upaya penegakan
keadilan dan kesetaraan gender di masyarakat adalah memberikan
pelatihan. Faqihuddin sebagai konselor dan pengamat ahli di bidang
isu keislaman dan gender menjadi trainer dalam sejumlah pelatihan
yang berkaitan dengan tema tersebut. Beberapa judul pelatihan yang
pernah dilakukan di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Pelatihan Ulama Laki-laki untuk Penguatan Perspektif Keadilan
Gener dalam Islam
2) Pelatihan Ulama Perempuan untuk Penguatan Perspektif Keadilan
Gener dalam Islam
3) Pelatihan Muballigh dan Muballighah Keluarga Adil dan Sejahtera
dalam Islam
4) Pelatihan Pembacaan Kitab Kuning dalam Perspektif Keadilan
Gender
5) Pelatihan Metodologi Tafsir dan Hadits dalam Perspektif Gender
6) Pelatihan Perspektif Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga bagi
Hakim-hakim Agama
7) Pelatihan Teori Mubadalah dalam tafsir dan Isu-isu Gender
8) Pelatihan Penelitian Akademik dalam Isu-isu Islam dan Gender
93 Moeslim Abdurrahman, Islam yang Memihak (Yogyakarta: LKIS, 2005), hal. 103.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
74
9) Pelatihan Pengelolaan Pembangunan Pasca Tsunami dalam
Perspektif Gender94
c. Modelling
Pada sub pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa
Faqihuddin juga memainkan sebagai role model. Maka peran tersebut
dimainkan secara teknik yang disebut modelling. Dalam teori
konseling, teknik ini merupakan salah satu teknik yang ada dalam
pendekatan behaviorisme. Teknik ini dilakukan dengan cara
mengamati seorang model kemudian diperkuat untuk mencontoh
tingkah lakunya (jika tingkah lakunya diinginkan) atau tidak
mencontohnya (jika tingkah lakunya tidak diinginkan).95
d. Musyawarah
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali keluarga dihadapkan
pada masalah pengambilan keputusan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan para anggota keluarganya. Pada umumnya, karena
menyangkut kepentingan seluruh anggota keluarga, keputusan yang
diambil sebaiknya merupakan hasil kesepakatan bersama, apakah itu
tentang isi keputusan yang diambil ataupun tentang siapa yang
dianggap paling berhak untuk mengambil keputusan akhir. Dengan
demikian perlu dipahami bahwa pengambilan keputusan adalah
perwujudan proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil
interaksi di antara para anggota keluarga untuk saling mempengaruhi,
94 Wawancara bersama Faqihuddin Abdul Kodir pada 25 Desember 2015 95 Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi (Bandung: Refika Aditama,
1999), Hal. 226
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
75
serta sekaligus juga menunjuk pada hasil atau akibat dari struktur
kekuasaan dalam keluarga tersebut, seperti siapa yang membuat dan
mengambil keputusan dalam keluarga.96
Dalam proses konseling di mana terjadi mediasi antara
konselor dan pasangan suami istri, hendaknya ditemukan suatu
kesepakatan bersama. Kesepakatan tersebut dapat diputuskan oleh
konseli berdasarkan musyawarah dan negosiasi bersama. Selain itu,
pada kondisi di mana konseli menyerahkan keputusan akhir pada
konselor, maka Faqihuddin akan memberikan saran dan rekomendasi
yang selanjutnya ditawarkan kepada pasangan.97
e. Reframing
Dalam beberapa kasus konseli yang berpasangan perlu
disadarkan bahwa mereka memiliki masalah yang tidak terlepas dari
relasinya dengan pasangannya. Upaya tersebut dilakukan dengan cara
membingkai ulang pola pikir konseli dengan cara mengarahkannya
melalui pertanyaan-pertanyaan atau konfrontasi. Dalam Neuro
Linguistic Programming (NLP) istilah pembingkaian ulang disebut
dengan reframing.
Reframing yaitu pencarian makna baru dari sesuatu yang
sebelumnya dimaknai secara tertentu. Frame adalah bingkai. Bila kita
memasang lukisan dengan frame yang polos maka akan berbeda
96 Indra Lestari, “Pengambilan Keputusan dalam Keluarga”, dalam Tapi Omas Ihromi (ed),
Para Ibu yang Berperan Tugal dan yang Berperan Ganda (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990), hal. 87-88.
97 Wawancara bersama Faqihuddin Abdul Kodir pada 25 Desember 2015
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
76
nuansanya dengan frame yang bermotif. Begitu juga dengan reframing
yang merupakan upaya untuk membingkai ulang sebuah kejadian
dengan mengubah sudut pandang tanpa merubah kejadiannya itu
sendiri. Itu hampir sama dengan relabeling atau redefining.98
Dengan meggunakan pedoman reframing dalam NLP, pola
komunikasi Faqihuddin dalam konseling bisa dipolakan seperti
berikut.
1) Ecology Frame
Ini adalah frame yang akan selalu mengajak kita untuk
melihat dalam jangka panjang. Dengannya kita diarahkan untuk
mengevaluasi setiap kejadian dalam konteks makna yang lebih
luas. Kita juga menilai bagaimana sebuah pengalaman dapat cocok
dengan sistem yang lebih luas seperti keluarga, sahabat, dan
masyarakat. Selain itu kita pun memikirkan konsekuensi yang
lebih luas dan kesesuaiannya dengan nilai-nilai yang dianut.99
(a) Jika ketidaksepakatan ini berlangsung lebih lama dalam
jangka waktu yang panjang dan berlarut-larut, tanpa ada
penyelesaian bersama. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
(b) Siapa saja yang akan terkena efek dari hal tersebut?
(c) Apa yang mungkin dipikirkan orang lain jika anda melakukan
hal ini?
98 R.H. Wiwoho, Reframing: Kunci Hidup Bahagia 24 Jam Sehari (Jakarta: IndoNLP,
2011), hal. 41. 99 Teddi Prasetya Yuliawan, NLP: The Art of Enjoying Life (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2014), hal. 326-327.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
77
2) Outcome Frame
Menggunakan bingkai ini, kita diajak untuk mengevaluasi
suatu hal tentang kemungkinannya untuk semakin mendekatkan
pada tujuan yang ingin dicapai.100
(a) Sebagai suami istri yang sedang memiliki ketidaksepakatan
seperti ini. Apakah persisnya yang ingin anda capai bersama?
Bapak ingin apa? Dan Ibu ingin apa?
(b) Jika hal tersebut bisa dicapai, hal berharga/manfaat apa yang
bisa didapatkan?
3) As If Frame
Ini adalah bingkai yang sangat berguna dalam penyelesaian
suatu masalah. Menggunakan bingkai ini kita bisa berpura-pura
bahwa suatu hal itu benar adanya sehingga kita bisa
mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan yang belum bisa lihat
sebelumnya.101
(a) Bagaimana hal ini akan tampak jika sekiranya anda berdua
sebagai suami istri bisa saling berbagi peran dalam aktivitas
sehari-hari dan saling membantu serta melengkapi?
(b) Seandainya anda berdua bisa mengubah setiap hal yang
terjadi, apa yang akan anda ubah?
100 Teddi Prasetya Yuliawan, NLP: The Art of Enjoying Life (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2014), hal. 327. 101 Teddi Prasetya Yuliawan, NLP: The Art of Enjoying Life (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2014), hal. 328-329.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
78
4) Reciprocal Frame
Bingkai ini merupakan sumbangsih pemikiran dari
Faqihuddin dalam konseling resiprokal. Dengan bingkai ini kedua
belah pihak dari pasangan diarahkan untuk menyadari relasi
mereka yang timbal balik. Dalam kitab Manba’ as Sa’adah konsep
ini disebut al mubadalah atau at tabadul.
(a) Ibu, bagaimanakah figur bapak yang ibu inginkan dari
kebiasaannya, kepribadiannya, dan lain sebagainya?
(b) Apakah itu semua sudah ada dalam diri bapak?
(c) Bapak, bagaimanakah figur ibu yang bapak inginkan dari
kebiasaannya, kepribadiannya, dan lain sebagainya?
(d) Apakah itu semua sudah ada dalam diri ibu?
(e) Apakah bapak bisa memahami dari yang ibu inginkan dari
bapak?
(f) Apakah ibu bisa memahami dari yang bapak inginkan dari
ibu?
(g) Demi mencapai tujuan bapak dan ibu dan kebaikan hubungan
anda berdua, apakah masing-masing dari anda berdua
bersedia memenuhi keinginan pasangan anda?
5) Negotiation Frame
Bagitu banyak proses negosiasi sulit mencapai sebuah
kesepakatan hanya disebabkan oleh sudut pandang yang
digunakan. Dengan bingkai ini bisa mempertemukan ide yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
79
berbeda dari kedua belah pasangan, menyimpulkan solusi yang
hendak diambil, sekaligus membangun komitmen bersama.
(a) Bapak dan ibu, apa yang bisa kita sepakati bersama?
(b) Apakah bapak dan ibu berkomitmen untuk melakukan
kesepakatan yang elah dibuat bersama?
f. Biblioterapi
Biblioterapi adalah teknik terapi yang menggunakan media
buku bacaan sebagai model yang hendak ditiru oleh klien. Dalam
konseling, teknik ini merupakan pengembangan dari teori belajar
sosial dalam pendekatan behavioristik. Tujuan dari teknik ini adalah
untuk membentuk dan mengubah perilaku. Teknik pemodelan yang
dilakukan secara simbolik dengan media buku yang sesuai dengan
kebutuhan, diharapkan dapat membawa pada pemahaman baru,
kesadaran emosi, dan perubahan tingkah laku pada konseli.102 Konsep
biblioterapi merujuk pada efek terapeutik dari membaca buku.
Biblioterapi dapat menjadi cara yang efektif untuk memfasilitasi
wawasan dan perubahan dalam diri klien, khususnya jika
dikombinasikan dengan konseling bertatap muka.103
Teknik biblioterapi ini sebenarnya jarang digunakan oleh
Faqihuddin dalam proses konselingnya. Namun sesekali teknik ini
digunakan jika ada permintaan dari klien. Pada umumnya konseli yang
102 Eko Darminto, Teori-teori Konseling (Surabaya: Unesa University Press, 2007), hal.
138-139. 103 John McLeod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus. Terjemahan oleh A. K.
Anwar (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 496-497.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
80
datang berharap ingin mendapatkan solusi atas persoalannya. Alih-alih
mendapat pemahaman dari masalahnya secara konseptual sebagaimana
yang bisa didapat dari membaca. Namun, sesekali ada juga klien yang
ingin tahu lebih detail seputar seluk beluk masalahnya secara teoritis
dan konseptual. Sehingga ia meminta untuk diberi rujukan untuk
membaca buku apa yang terkait dengan masalahnya. Pada situasi
inilah, Faqihuddin baru merekomendasikan kepada konseli untuk
membaca suatu sumber bacaan baik berupa buku cetak maupun artikel
pada website.104
4. Media Konseling Faqihuddin Abdul Kodir a. Karya Tulis
Produktifitas Faqihuddin bisa juga dilihat dari sejumlah karya
tulis yang dibuatnya. Aneka ragam tulisan dalam bentuk buku cetak,
panduan perkuliahan, artikel dalam majalah dan jurnal, karya tulis
dalam cetakan maupun online telah lahir dari tangannya. Dari sekian
banyak tulisannya tersebut, bisa difahami bahwa Ia betul-betul
memiliki kompetensi dalam bidang pemikiran ke-Islam-an dan gender.
Melalui media karya tulis juga, Faqihuddin mensosialisasikan
kontribusi pemikirannya kepada masyarakat luas. Selain dari buku
yang telah diterbitkan sebagaimana disebutkan pada profil, ia juga
104 Wawancara bersama Faqihuddin Abdul Kodir pada 25 Desember 2015 di kantor
Yayasan Fahmina.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
81
aktif menjadi Dewan Ahli dan mengisi rubrik di majalah Swara
Rahima sejak tahun 2000 hingga sekarang.105
b. Shalawat
Pada hakikatnya, shalawat adalah do’a. Do’a yang di dalamnya
termuat pujian dan penghargaan atas keluhuran dan kemuliaan sifat-
sifat Nabi Muhammad. Sekaligus do’a untuk kebaikan, keselamatan,
dan kesejahteraannya. Shalawat yang dipraktekkan umat Islam
merupakan realisasi dari anjuran Allah SWT dalam Q.S. Al Ahzab
[33]:56).
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penghormatan kepadanya.”106
Dalam kehidupan umat Islam, do’a shalawat telah menjadi
semacam ritus dalam nuansanya yang estetis dan artistik yang
menghiasi hari-hari mereka. Saat ini, telah banyak syair, puisi, dan
nyanyian mengenai do’a shalawat dalam berbagai bahasa dan dengan
beragam jenis musik. Syair-syair yang digubah dalam do’a shalawat,
kebanyakan berkaitan dengan keluhuran budi pekerti Nabi SAW,
105 Swara Rahima adalah sebuah majalah dengan tagline Media Islam untuk Hak-hak
Perempuan yang berada di bawah Yayasan Rahima, Jakarta. Dapat juga diakses secara online di www.rahima.or.id.
106 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: MQS Publishing, 2010), hal. 426
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
82
kepribadian yang agung dan perilaku teladan yang diharapkan bisa
dicontoh umat Islam sekarang. Tradisi shalawat, di samping sebagai
hiburan, dimaksudkan untuk media pembelajaran terhadap nilai-nilai
kemuliaan dari Nabi SAW dan mendekatkan diri dengan Sang Nabi.107
Sebagai upaya melestarikan tradisi shalawat, shalawat yang
ditulis oleh Faqihuddin ini mengaitkan pada keluhuran nilai-nilai
ajaran Nabi SAW yang belum banyak beredar di kalangan masyarakat.
Bukan shalawat yang memfokuskan pada pribadi dan kehidupan
beliau, yang telah banyak bergema di telinga mereka. Melainkan
mengandung semangat dan ajaran Nabi SAW yang pada prinsipnya
membela keadilan dan kemanusiaan. Perhatian, pemuliaan dan
penghormatan terhadap perempuan yang secara konsisten disuarakan
Nabi SAW dalam masyarakat yang sama sekali tidak menghargai
perempuan. Di mana Nabi SAW memberi kesempatan kepada
Perempuan untuk terlibat pada aktivitas domestik, sosial, ekonomi,
maupun politik. Termasuk juga menyerukan untuk menghentikan
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.108
Oleh karena itu, dengan media shalawat ini diharapkan bisa
menghadirkan keimanan, keindahan, dan keadilan dari kepribadian dan
ajaran Nabi Muhammad SAW. Sehingga masyarakat bisa meneladani
keberpihakan beliau terhadap perempuan. Keberpihakan ini, sama
107 Faqihuddin Abdul Kodir, Shalawat Keadilan: Relasi Laki-laki dan Perempuan dalam
Teladan Nabi (Cirebon: Fahmina Institute, 2003), hal. 5. 108 Faqihuddin Abdul Kodir, Shalawat Keadilan: Relasi Laki-laki dan Perempuan dalam
Teladan Nabi (Cirebon: Fahmina Institute, 2003), hal. 6-7.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
83
sekali tidak untuk perempuan semata. Apalagi untuk merebut dan
melawan laki-laki. Tetapi untuk kehidupan yang lebih adil dan lebih
baik untuk semua, laki-laki maupun perempuan. Atau dalam bahasa
lain, untuk transformasi sosial ke arah kehidupan yang lebih
menghargai harkat dan martabat kemanusiaan setiap orang, tanpa
membedakan jenis kelamin, suku, ras, maupun suku bangsa.109
C. Proses Pelaksanaan Konseling Resiprokal untuk Meningkatkan
Sensitifitas Gender Pada Suami Istri
Tabel 3.1 Identitas Konseli
Istri Nama Sulis (bukan nama asli) Usia 40 tahun Asal Tuban Alamat Jl. Perintis Bratang, Surabaya Pekerjaan Ibu Rumah Tangga dan Pedagang
Suami Nama Rahmat (bukan nama asli) Usia 45 tahun Asal Surabaya Alamat Jl. Perintis Bratang, Surabaya Pekerjaan Pedagang
Tabel 3.2
Identitas Konselor Nama Rafi Fauzan Al Baqi NIM B53212086 Semester VII Prodi Bimbingan dan Konseling Islam
109 Faqihuddin Abdul Kodir, Shalawat Keadilan: Relasi Laki-laki dan Perempuan dalam
Teladan Nabi (Cirebon: Fahmina Institute, 2003), hal. 12-13.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
84
1. Tahap-tahap Konseling
a. Rapport Building
Sebelum memulai sesi konseling, terlebih dahulu konselor
melakukan rapport building (membina hubungan baik) dengan
konseli. Pada upaya ini, konseli memahami bahwa kepentingan
mahasiswa datang biasanya untuk melakukan penelitian dengan cara
wawancara. Karena sebelum peneliti mendatangi konseli tersebut,
terlebih dahulu pernah didatangi oleh mahasiswa lain untuk keperluan
penelitian. Mahasiswa tersebutlah yang megantarkan peneliti untuk
melakukan konseling kepada pasangan suami istri tersebut.
Pertimbangannya adalah konseli tersebut memiliki permasalahan
dalam pola pengasuhan anak yang bertentangan antara pasangan.
Kemudian hal seperti ini dimanfaatkan oleh peneliti dengan
mengaku bahwa maksud kedatangannya bukan untuk konseling. Di
mana memposisikan konseli sebagai individu atau pasangan yang
bermasalah. Melainkan menggunakan dalih bahwa maksud
kedatangannya adalah sebagai mahasiswa dan anak muda yang ingin
belajar kepada orang tua yang lebih berpengalaman dalam
berkeluarga. Dengan cara inilah peneliti diterima kedatangannya.
Meskipun demikian, pada praktiknya peneliti telah melakukan
konseling kepada pasangan tersebut.110
b. Identifikasi Masalah
110 Lihat Lampiran Verbatim Konseling Nomor 3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
85
Proses identifikasi ini diawali dengan pertanyaan yang umum
seperti lamanya masa berkeluarga yang telah dilewati dan tujuan
berkeluarga. Kemudian konselor mengarahkan pembicaraan pada
pertanyaan yang mengeksplorasi masalah. Lebih tepatnya lagi
pertanyaan tersebut menanyakan pengalaman ketidaksesuaian antara
pasutri tersebut. Pertanyaan tersebut dipilih dengan asumsi bahwa
jawaban yang disampaikan memungkinkan bisa mengandung masalah
ketidaksensitifan relasi gender.111
c. Diagnosis
Kemudian dari tahap identifikasi itu, peneliti menyimpulkan
bahwa konseli memiliki masalah dalam ketidakcocokan pola asuh
anak antara yang dilakukan oleh suami dan istri. Istri menggunakan
pola pengasuhan yang bersahabat dengan anak, fleksibel, tidak dengan
kekerasan fisik. Berbeda dengan itu, suami menggunakan ketegasan,
kedisiplinan, dan kekerasan fisik serta emosi. Perbedaan inilah yang
tidak disepakati oleh keduanya. Dan lebih dari itu, model seperti itu
diyakini oleh keduanya akan berakibat tidak baik pada anak.112
d. Prognosis
Setelah mengetahui hasil diagnosa, maka langkah selanjutnya
adalah menentukan cara penanganan yang hendak dilakukan. Pada
tahap ini, konselor mempersiapkan model konseling yang telah
ditemukan dan dipersiapkan sejak awal sebagai desain penelitian
111 Lihat Lampiran Verbatim Konseling Nomor 42. 112 Lihat Lampiran Verbatim Konseling Nomor 43, 44, 51, 52, 53, 54, 60.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
86
sekaligus desain konseling. Sebuah model konseling resiprokal yang
diasumsikan dapat meningkatkan sensitifitas gender. Model ini
dilakukan secara utuh menggunakan pola sebagaimana tergambar
pada Bab IV. Adapun teknik yang direncanakan adalah mediasi,
musyawarah, reframing, dan kontrak perilaku. Artinya, sesi konseling
didesain menjadi proses mediasi yang mempertemukan pasangan
suami dan istri untuk bermusyawah dan menemukan solusi dari
permasalahannya. Sedangkan konselor secara lebih spesifik berperan
sebagai mediator. Dengan menggunakan pedoman wawancara
konseling sebagai satu-satunya teknik intervensi. Teknik ini dipilih
memandang konseli memiliki kemampuan dan kemauan sendiri untuk
memecahkan masalahnya.113
e. Treatment
Selanjutnya, setelah perencanaan penanganan masalah telah
siap untuk digunakan, maka tahap treatment dilakukan. Pada tahap ini
konselor menggunakan model konseling yang telah disiapkan. Model
konseling tersebut diaplikasikan dengan menggunakan pedoman
pertanyaan-pertanyaan reframing. Pola-pola pertanyaan yang
mengarahkan konseli pada perubahan. Sehingga secara umum dengan
menggunakan treatment semacam ini dapat dikatakan konseling
menjadi berupa non directive counseling. Di mana konselor tidak
secara aktif melakukan intervensi. Melainkan konseli yang aktif
113 Lihat Lampiran Pedoman Wawancara Konseling
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
87
menyelesaikan masalahnya. Sedangkan konselor hanya berusaha
mengarahkan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang
“powerful”.
Strategi reframing yang digunakan diawali dengan secara
persuasif mengajak pasangan suami istri agar mau bermusyawarah
dan menemukan kesepakatan.114 Kemudian berlanjut mencari cara
pola asuh anak yang ideal. Tahap ini lebih mudahnya dipahami seperti
brainstorming. Secara bergantian suami dan istri menyebutkan satu
persatu cara pola asuh yang ideal dan diakhiri dengan saling
menyepakatinya.115 Pada pembahasan teknik konseling, pertanyaan-
pertanyaan yang disampaikan konselor di tahap ini menggunakan
outcome frame.
Pertanyaan konseling selanjutnya adalah berusaha
mencocokkan kepribadian atau kebiasaan antara suami dan istri.
Maksudnya agar ada kesesuaian dan tidak ada ketimpangan. Terutama
ketimpangan yang memiliki kaitan dengan pola asuh anak. Ini
dilakukan dengan secara bergantian suami dan istri menyebutkan
konsep kepribadian atau kebiasaan yang ideal antara satu sama lain.
Dan bernegosiasi untuk mengubah diri sesuai dengan yang diharapkan
oleh pasangan. Pertanyaan yang dipakai adalah menggunakan As If
Frame.116
f. Evaluasi/Tindak Lanjut
114 Lihat lampiran Verbatim Konseling Nomor 61. 115 Lihat lampiran Verbatim Konseling Nomor 63, 64, 65, 66, 74, 75, 78. 116 Lihat Lampiran Verbatim Konseling Nomor 81 sampai dengan 110.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
88
Pada tahap ini, dilakukan pengambilan kesimpulan dari
musyawarah yang telah dilakukan. Selain itu yang terpenting adalah
membangun komitmen antara satu sama lain antara suami dan istri.
Dengan demikian, pada tahap ini konselor memastikan bahwa konseli
mampu melakukan apa yang mereka sepakati (kompeten). Dan juga
mau melakukan apa yang mereka sepakati (komitmen). Ini merupakan
teknik kontrak perilaku dalam konseling resiprokal.
E. Hasil Konseling Resiprokal untuk Meningkatkan Sensitifitas Gender
Pada Suami Istri
Untuk mengetahui keberhasilan konseling yang telah dilakukan,
pemeriksaan dilakukan dengan cara peneliti menentukan indikator
keberhasilannya. Kemudian indikator tersebut diobservasi pada saat
konseling. Dan berikut ini penjelasannya.
Tabel 3.3 Indikator Keberhasilan Konseling
No Konsep Dasar Ya Tidak 1 Pasangan konseli bersedia
mengikuti proses mediasi (konseling).
√
2 Setiap individu konseli memiliki kesempatan bependapat.
√
3 Konseli mendapatkan haknya dan menjalankan kewajibannya
√
4 Masing-masing individu konseli menghormati dan menghargai pasangannya
√
5 Tidak ada diskriminasi. Satu pihak dirugikan oleh yang lain.
√
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
89
6 Konseli menentukan solusi yang dapat mengakibatkan kemashlahatan (solusi tepat guna)
√
7 Konseli tidak menentukan solusi yang mengakibatkan kemadharatan (solusi tepat guna)
√
8 Tidak ada kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT: Fisik, Psikis, penelantaran)
√
9 Konseli saling rela, memahami, menyayangi, mencintai (mengembangkan konsep diri yang positif dan fleksibel)
√
10 Konseli mampu dan mau menjalankan kesepakatan (memperbaiki keterampilan yang buruk)
√
Tabel di atas merupakan indikator keberhasilan konseling. Di dalamnya
terdapat sepuluh indikator sensitifitas gender berdasarkan konsep konseling
resiprokal yang dibahas pada bab III dan tinjauan pustaka pada bab II. Setiap
indikator memiliki poin 10% dari total keseluruhan 10 indikator. Jadi, jika
kesepuluh indikator tersebut ada pada konseli maka keberhasilan konseling adalah
10 indikator x 10% = 100%