FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI DESA MEKARSARI KECAMATAN PANCATENGAH
KABUPATEN TASIKMALAYA 2010
Oleh :
ANI FITRIANINPM : 0200080087
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk Memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelarAhli Madya Kebidanan (AM.Keb)
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RESPATI TASIKMALAYA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kurang gizi bukanlah hal yang baru namun masalah ini tetap
aktual terutama di negara-negara berkembang terutama pada anak balita.
Masalah gizi di Indonesia lebih banyak terjadi pada anak di bawah lima tahun,
meskipun selama 10 tahun terakhir terdapat kemajuan dalam penanggulangan
masalah gizi di Indonesia. Status gizi masyarakat dapat dinilai dari keadaan
gizi balita. Masalah gangguan gizi di Indonesia adalah 4 dari 10 anak balita
mengalami gangguan pertumbuhan fisik dan tingkat kecerdasan disebabkan
karena penyakit kekuarangan gizi berupa Kurang Energi Protein (KEP).1 Anak
yang mengalami gangguan gizi berpengaruh pada tumbuh kembang anak di
masa mendatang. Mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat pada rentang waktu ini sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi
dalam jumlah yang cukup dan memadai. 2
Kurang gizi pada masa balita dapat menimbulkan gangguan tumbuh
kembang secara fisik, mental, sosial, dan intelektual yang sifatnya menetap
dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Secara lebih spesifik,
kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, lebih
penting lagi keterlambatan perkembangan otak, dan dapat pula terjadinya
penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi .3
1
1
Masalah gizi kurang pada balita disebabkan oleh berbagai hal, baik
faktor penyebab langsung maupun tidak langsung. Faktor penyebab langsung
yaitu pola makan yang tidak memenuhi syarat, mengakibatkan rendahnya
masukan energi dan protein dalam makanan sehari – hari sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi dan adanya penyakit infeksi yang dapat
menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan sehingga mengakibatkan
terjadi kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke dalam
tubuhnya, bahkan penyakit infeksi tersebut merupakan penyebab kematian
balita di Indonesia diantaranya pneumonia 23,6%, diare 16,6%, infeksi berat
15,1%, guzu buruk + BGM 3,6% 4.
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang menimbulkan reaksi tidak normal
terhadap tubuh. Penyakit infeksi tersebut dapat menyebabkan merosotnya
nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan,
sehingga menurunnya konsumsi makanan ke dalam tubuh, hal ini dapat
mengakibatkan gizi kurang.5
Berdasarkan data statistik Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI, dari 241.973.879
penduduk Indonesia sebanyak 18,4% orang menderita gizi kurang, jumlah
anak di bawah usia lima tahun atau balita yang menderita gizi buruk secara
nasional tercatat 76.178 orang. Sumber dari WHO (2006) menyebutkan
kelaparan dan kurang gizi menyebabkan angka kematian tertinggi di seluruh
dunia. Sedikitnya 17.289 nyawa anak-anak melayang setiap hari karena sebab
kelaparan dan kurang gizi. Jumlah balita Kurang Energi Protein (KEP) di
2
Indonesia, menurut laporan UNICEF 2006 menjadi 2,3 juta jiwa, atau
meningkat dari 1,8 juta pada tahun 2005 4.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat tahun 2009
bahwa jumlah penderita gizi kurang sudah mencapai 416.000 orang. Dari
jumlah balita kurang gizi di Jawa Barat tersebut terdapat 119.285 terkena
infeksi saluran pernafasan (pneumonia). Hal ini disebabkan oleh berbagai
faktor diantaranya rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola makan
yang tidak memadai, infeksi lain serta pola asuh yang tidak memadai 6.
Data pada tahun 2009 menunjukkan jumlah balita di Kabupaten
Tasikmalaya sebanyak 16.386 balita yang tersebar di 39 kecamatan telah
dinyatakan mengalami kekurangan gizi. Jumlah balita penderita gizi buruk,
tercatat sebanyak 566 balita. Dari jumlah sebanyak itu, di antaranya 408 balita
gizi buruk dari keluarga miskin, dan sebanyak 158 dari keluarga nongakin.7
Hasil survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Pancatengah
bahwa pada tahun 2009 terjadi kasus gizi kurang yaitu sebanyak 136 orang
(2.1%) dari 6458 balita. Data tersebut ditunjang oleh kasus gizi kurang di desa
tawang sebanyak 7 orang, desa pangliaran sebanyak 15 orang, buniasih
sebanyak 15 orang, sedangkan yang paling tinggi terdapat di desa mekarsari.
dari jumlah balita yang ada di desa mekarsari sebanyak 530 orang yang
mengalami gizi kurang sebanyak 37 orang (6,98%). Disisi lain terdapat
adanya kasus angka kesakitan diare yaitu mencapai 189 kasus, pneumonia 17
kasus dan dan 12 TBC 24 kasus8
Disamping itu, hasil studi pendahuluan terhadap 5 orang ibu balita
menggunakan recall 24 jam tentang pola makan yang terdiri dari jenis
3
makanan pokok yang di konsumsi sebanyak 3 orang responden mengkonsumsi
singkong yang di campur dengan nasi dengan frekwensi 2 kali sehari dan
porsinya ½ piring kemudian jenis lauk pauk yang di konsumsi kerupuk
dicampur kecap kadang-kadang tahu, dan sisanya memberikan pola makan
sesuai dengan kebutuhan bayi. Ke lima responden mengkonsumsi sayur-
sayuran seperti bayam, adapun mengenai buah-buahan sebanyak 2 responden
mengaku biasa memberikan pisang dan pepaya tetapi tidak rutin, sebanyak 1
responden mengaku jarang sekali memberikan buah-buahan, dan 2 orang
responden biasa memberikan buah-buahan sesuai kebutuhan balita. Dari hasil
wawancara tersebut diperoleh keterangan bahwa pemberian pola makan yang
tidak teratur, tidak sesuai dengan kebutuhan nutrisi yang baik untuk balita,
ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai dan jarang melakukan
pemeriksaan tumbuhkembang ke Posyandu sebagai deteksi status gizi pada
balita. Sehingga dari perilaku tersebut memberikan dampak yang buruk
terhadap status gizi balita.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada
balita di Desa Mekarsari Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya
tahun 2010.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
”Faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi pada balita di Desa
Mekarsari Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010?”
4
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini terdiri dari :
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada
balita di Desa Mekarsari Kecamatan Pancatengah Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui gambaran pola makan pada balita di Desa Mekarsari
Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.
2. Mengetahui gambaran penyakit infeksi pada balita di Desa
Mekarsari Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya tahun
2010.
3. Mengetahui gambaran status gizi pada balita di Desa Mekarsari
Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.
4. Mengetahui hubungan faktor penyakit infeksi dengan status gizi
balita di Desa Mekarsari Kecamatan Pancatengah Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2010.
5. Mengetahui hubungan faktor pola makan dengan status gizi balita
di Desa Mekarsari Kecamatan Pancatengah Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2010.
5
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pengembangan Ilmu
Kebidanan, Ilmu Gizi dan Ilmu Perilaku.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku yang lebih baik
dalam penanganan masalah status gizi pada balita.
2. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan
bahan masukan bagi Puskesmas dalam meningkatkan dan
memperbaiki pelaksanaan upaya penanggulangan masalah gizi
pada balita.
3. Institusi Pendidikan
Sebagai bahan pengembangan pendidikan dan penelitian pada
disiplin ilmu kesehatan masyarakat khususnya bidang gizi yang
berhubungan dengan status gizi pada balita.
4. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan wawasan ilmu
pengetahuan mengenai status gizi pada balita sehingga dapat
menerapkan dan mengimplementasikan dilapangan.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Status Gizi Balita
1. Pengertian
Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi
buruk, kurang, baik dan lebih. Untuk mencapai status gizi yang baik
diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi dan aman
dikonsumsi. Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Bila
terjadi gangguan kesehatan, pemanfaatan zat gizi pun akan terganggu.
Faktor lain yang mempengaruhi pemanfaatan zat gizi adalah keadaan
zat gizi dalam pangan. Pangan disini adalah istilah umum untuk semua
bahan yang dapat dijadikan sebagai makanan. Makanan adalah bahan
selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur ikatan
kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna
bila dimasukkan ke dalam tubuh. 9
7
7
2. Penyebab Gizi Kurang dan Lebih pada Balita
Status gizi kurang pada balita terjadi bila tubuh mengalami
kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih
terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan,
sehingga menimbulkan efek toksik dan membahayakan. Baik pada
status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi.
Gangguan gizi disebabkan oleh factor primer atau sekunder. Faktor
primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas
dan kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan,
kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan dan
kebiasaan makan yang salah. Faktor sekunder meliputi semua faktor
yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah
makanan dikonsumsi. Faktor-faktor yang menggangu absorbs zat-zat
gizi adalah adanya parasit, infeksi, penggunaan obat cuci perut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme zat-zat gizi adalah
penyakit hati, diabetes mellitus, kanker, dan minuman beralkohol.9.
3. Akibat Gizi Kurang pada Balita
Akibat kurang gizi pada balita terhadap proses tumbuh
bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi pada
balita secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas)
menyebabkan gangguan pada proses-proses8:
8
1) Pertumbuhan
Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya. Protein digunakan
sebagai zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan
rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari tingkat social
ekonomi menengah ke atas rata-rata lebih tinggi dari pada yang
berasal dari keadaan social ekonomi rendah.
2) Produksi Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seseorang
kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan
aktivitas. Orang menjadi malas, merassa lemah dan produktivitas
menurun.
3) Pertahanan Tubuh
Daya tahan terhadap tekanan atau stress menurun. Sistem imunitas
atau antibody berkurang, sehingga balita mudah terserang penyakit
infeksi seperti pilek, batuk dan diare. Pada balita hal ini dapat
membawa kematian.
4) Struktur dan fungsi otak
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap
perkembangan mental, dengan demikian kemampuan berpikir otak
mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Kekurangan gizi
dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen.
9
5) Perilaku
Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi
menunjukan perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung,
cengeng dan apatis.
Makanan bergizi adalah makanan yang susunannya
seimbang, yang terdiri dari tiga golongan yakni bahan makanan
sumber pembangun, bahan makanan sumber protein (pengatur
tubuh) dan bahan makanan sumber tenaga. Unsur-unsur zat gizi
terdiri dari golongan bahan makanan sumber pembangun (daging,
susu, telur dan ikan), golongan bahan makanan sumber zat
pengatur (sayuran hijau), dan golongan makanan sumber tenaga
(beras, kentang, singkong)10.
4. Pengukuran Status Gizi pada Balita
Pengukuran status gizi dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantarnya yaitu pengukuran biokimia, biofisika, klinis, dan
pengukuran antropometrik. Pengukuran yang paling sering digunakan
adalah pengukuran antropometrik karena lebih mudah, sederhana, dan
biayanya relatif lebih murah.
Beberapa jenis ukuran antropometrik yang biasa digunakan
yaitu: tinggi badan (TB), berat badan (BB), Lingkar kepala (LIKA),
Lingkar Dada (LIDA), serta Lingkar Lengan Atas (LILA). Ukuran
yang paling banyak digunakan adalah Tinggi badan serta Berat badan.
Berat badan menggambarkan kondisi gizi dan kesehatan saat ini, dan
10
biasanya dapat naik turun dengan cepat sesuai dengan kondisi gizi dan
kesehatan. Sedangkan tinggi badan dianggap dapat menggambarkan
status gizi dan kesehatan jangka panjang (kondisi yang telah lalu) dan
pada umumnya tinggi badan tidak dapat menyusut.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kurang gizi pada anak
balita umumnya digunakan adalah sebagai berikut :
1) Berat badan menurut umur
Pengukuran ini merupakan cara standar digunakan untuk
pertumbuhan. Penggunaan berat menurut usia yang teratur dan
sering sebagai indikator kurang pangan menunjukkan kurang
pangan yang akut/ suatu masalah yang berkaitan dengan perubahan
pertumbuhan (pengukuran status gizi terlampir).
2) Tinggi Badan menurut umur
Tinggi badan menurut usia yang rendah biasanya menunjukkan
kurang pangan tapi bukan berarti konsumsi pangan pada waktu itu
tidak cukup.
3) Lingkar lengan kiri atas (LILA)
Kekurangan pangan pada balita bisa ditunjukkan oleh mengecil
ukuran lingkar lengan atas. Cara ini lebih efektif dalam
pengamatan berkala dari anak kurang berat badan dan lebih mudah
digunakan daripada pengukuran tinggi dan berat badan. Lingkar
lengan anak yang atas adalah 16 cm, anak usia 1-5 tahun yaitu
antara 12,5 cm dan 13,5 cm 11.
11
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
Status gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berpengaruh
secara langsung dan tidak langsung. Akar pernmasalahan dari semua
masalah gizi adalah kondisi ekonomi dan politik yang tidak menentu yang
dapat menyebabkan kemiskinan, kurang pendidikan dan kurang
keterampilan sehingga berpengaruh terhadap status gizi.
1. Faktor langsung
Faktor langsung yang berpengaruh terhadap status gizi yaitu konsumsi
makanan dan penyakit infeksi.
1) Pola makan Balita
Pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara
atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat.
Sedangkan yang dimaksud pola makan sehat balita adalah suatu
cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan pada
balitta dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan,
status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit.
Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang
berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya 12.
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan
gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang
dimakan tiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk
suatu kelompok masyarakat tertentu2.
12
Pola makan adalah cara seseorang atau kelompok orang
dalam memilih dan mengkonsumsi makanan akibat dari pengaruh
psikologi, fisiologi, sosial dan budaya. Pola makan yang baik dapat
mempengaruhi stamina dan kesehatan tubuh seseorang13.
Pengertian pola makan seperti dijelaskan di atas pada
dasarnya mendekati definisi / pengertian diet dalam ilmu
gizi/nutrisi. Diet diartikan sebagai pengaturan jumlah dan jenis
makanan yang dimakan agar seseorang tetap sehat. Untuk
mencapai tujuan diet / pola makan sehat tersebut tidak terlepas dari
masukan gizi yang merupakan proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi melalui proses digesti, absorbsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan
energi.
Konsumsi makanan adalah jenis dan banyaknya makanan
yang dimakan yang dapat diukur dengan jumlah bahan makanan
dan nilai gizi. Makanan berperan penting terhadap pertumbuhan
balita. Khususnya sebagai materi yang mengandung zat-zat khusus
yang menangkal berbagai jenis penyakit. Pada umumnya, anak
yang tidak memperolah makanan bergizi dalam jumlah yang
memadai sangat rentan terhadap penyakit dan kekurangan gizi 12.
13
Keadaan kesehatan gizi balita tergantung dari tingkat
konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta
kuantitas makanan. Kualitas menunjukan adanya semua zat gizi
yang diperlukan tubuh didalam susunan makanan dan
perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas
menunjukan jumlah masing-masing zat gizi terhadap keadaan
tubuh. Kalau susunan makanan memenuhi kebutuhan tubuh, baik
dari sudut kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh akan
mendapat kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya. Kalau
konsumsi baik kalitas maupun kuantitasnya dalam jumlah melebihi
kebutuhan tubuh, dinamakan konsumsi berlebih maka akan terjadi
suatu keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang kurang baik
kualitasnya maupun kuantitasnya akan memberikan kondisi
kesehatan gizi kurang atau kondisi defisiensi 14.
Pola makan untuk anak balita berbeda dengan anak usia
sekolah, remaja dan orang dewasa, terutama pada jumlah porsi dan
frekuensi pemberian makan. Pemberian makan pada anak balita
dengan porsi kecil tapi sering tetap memegang peran.
Pembagian makan pada balita dapat berupa :
1) Sumber Zat Tenaga :
3 - 4 Piring ( 1 gelas nasi / penggantinya seperti : mie, bihun,
dll )
2) Sumber Zat Pembangun :
4 - 5 Porsi lauk @ 50gr , seperti : telur, daging, ikan, tahu,
tempe.
14
3) Sumber Zat Pengatur
2 - 3 Porsi sayuran dan buah–buahan yang berwarna : 1 Porsi
sayuran = 1 mangkuk sayuran, terdiri dari berbagai sayuran
berwarna ; 1 porsi buah + 100gr
2) Penyakit infeksi Balita
Penyakit infeksi adalah penyakit yang diakibatkan oleh
masuknya dan berkembangnya mikroorganisme pathogen ke dalam
tubuh yang mengakibatkan radang. Infeksi pada balita dapat
menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan
kesulitan menelan dan mencerna makanan. Penyakit infeksi
meningkatkan keperluan akan zat gizi. Pada keadaan ini, untuk
beberapa hari konsumsi makanan biasanya berkurang. Dengan
demikian, tubuh lebih kehilangan zat gizi yang diperlukan. Anak-
anak yang sehat dan jarang sakit biasanya akan memiliki tubuh
lebih berat dan lebih tinggi (status gizi yang baik) daripada anak
yang sakit. Tingkat keadaan gizi yang baik akan memberikan
resistensi yang tinggi dari tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi
misalnya ISPA dan Diare. Sebaliknya penyakit infeksi akan
memperpendek tingkat keadaan gizi karena zat gizi yang didapat
dari makanan tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh 15.
Beberapa penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kurang gizi
seperti diare, TB paru, ISPA/pneumonia. Diare merupakan
penyakit yang berhubungan dengan pencernaan. Diare adalah
“Keadaan frekuensi buang air lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
15
dari 3 kali pada anak, konsistensi feces encer dapat berwarna hijau
atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja”.
Gejalanya adalah mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada,
kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau
lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan
karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya
timbul lecet karena sering defeksi dan tinja makin lama makin
asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak diabsorsi oleh usus selama diare.
Selain itu penyakit infeksi lainnya adalah penyakit tuberkulosis
merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (microbacterium tuberculosis), sebagian besar kuman
Tb menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya. Setelah infeksi primer kuman yang masih dan besarnya
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler), ada beberapa kuman
akan menetap sebagia kuman persisten atau dormant (tidur)
kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang
bersangkutan menjai penderita tuberkulosis.
Kemudian penyakit ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia ini
umumnya terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi
16
kurang ditambah dengan keadaan lingkungan yang tidak sehat,
seperti terdpat asap rokok dalam rumah atau terhadap polusi.
2. Faktor tidak langsung
Faktor tidak langsung yaitu kurangnya ketersediaan pangan
rumah tangga, perawatan ibu dan anak, serta pelayanan kesehatan dan
lingkungan.
1) Tidak cukup Persediaan Pangan
Ketahanan pangan di keluarga adalah kemampuan keluarga
untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya
dalam jumlah yang cukup baik kuantitasnya dan kualitasnya
termasuk kecukupan gizi dan keamanannya. Ketahanan pangan
keluarga terkait dengan ketersediaan pangan baik dari hasil
produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain, harga pangan
dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan
kesehatan. Jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan
tersedia tampaknya sangat mempengaruhi konsumsi pangan.
Kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan factor
penting dari masalah kurang gizi.4
2) Pola asuh tidak memadai
Pola asuh adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan
waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh
kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial.
17
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu dan
pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan
makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan
sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam
hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum.
pengetahuan, dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang
baik, peran dalam keluarga dan masyarakat, sifat pekerjaan sehari-
hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat dan sebagainya dan
si ibu atau pengasuh anak.
Tidak selalu balita gizi kurang disebabkan kurangnya
masukan makanan, adanya penyakit tertentu atau kemiskinan, tapi
juga bisa karena pola asuh balita yang salah, terutama dalam pola
pemberian makan pada balita. Pola asuh berupa sikap dan perilaku
ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak,
memberikan makan, merawat kebersihan, memberi kasih sayang
dan sebagainya
Penelitian Siregar (1999) menyebutkan, apabila ibu
bekerja/ berdagang, makanan anak dipercayakan kepada orang
yang berada di rumah, dan makanan yang diberikan kepada balita
adalah makanan yang juga dikonsumsi untuk anggota keluarga
yang lain. Pemberian makanan seperti ini terkadang dapat
menyebabkan ketergantungan, balita hanya mau diberi makanan
oleh orang yang biasa memberinya makan sehingga balita tidak
18
mau diberi makan oleh orang lain, meskipun misalnya yang biasa
memberinya makan sedang bepergian. Hal tersebut menyebabkan
makanan yang dikonsumsi oleh balita tidak sesuai dengan makanan
yang seharusnya dibutuhkan oleh mereka untuk pertumbuhan dan
perkembangannya, kondisi ini dikhawatirkan akan menjurus pada
Kurang Energi Protein (KEP).8
3) Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan (PHBS)
Pelayanan kesehatan dan kebersihan lingkungan adalah
tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh setiap keluarga. Pelayanan kesehatan adalah akses
atau keterjangkauan anak dan anggota keluarga lainnya terhadap
upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan,
imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,
penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana
kesehatan yang baik. Tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan
karena tidak mampu membayar, kurang pendidikan dan
pengetahuan merupakan kendala keluarga memanfaatkan secara
baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini akan berdampak
pada status gizi masyarakat.13
19
2.2 Kerangka Teori
UNICEF (1988) mengemukakan bahwa masalah Kurang Energi
Protein (KEP) dapat disebabkan oleh penyebab langsung yaitu pola makanan
yang tidak memenuhi syarat dan penyakit dapat secara langsung
menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan
asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat
cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita
gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan,
maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang
penyakit.
Penyebab tidak langsung menyebabkan gizi kurang yaitu ketersediaan
pangan keluarga yang kurang memadai. Disamping itu juga, pola pengasuhan
anak kurang memadai. Perilaku yang tidak mendukung ke arah hidup bersih
dan sehat serta pelayanan kesehatan kurang memadai. Ketiga faktor tersebut
berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan ibu balita. Makin tinggi
tingkat pendidikan, pengetahuan ibu balita, makin baik tingkat ketahanan
pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak
keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Pokok masalah yang terjadi di masyarakat yaitu kurangnya
pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat
yang berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Dan
yang menjadi akar masalah yaitu kurangnya pendapatan keluarga, sosial, dan
20
budaya, serta kepadatan penduduk. Keadaan tersebut teleh memicu
munculnya kasus kurang energi protein (KEP).
Sumber 21
Gambar 2.1 Kerangka Teori
2.3 Kerangka Pemikiran
Status gizi pada balita di pengaruhi oleh berbagai penyebab langsung
dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung terjadinya Kurang gizi pada
balita adalah adanya penyakit infeksi yang dapat menyebabkan balita tidak
mempunyai nafsu makan sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan dan
minuman yang masuk ke dalam tubuhnya. Selain hal tersebut di atas,
21
Kurang Energi Protein
Pola MakanTidak Memenuhi Syarat
Penyakit Infeksi
Tidak Cukup Persediaan
Pangan
Pola Asuh Anak Tidak Memadai
Kurang Pendidikan, dan Pengetahuan
Kurang Pemberdayaan Keluarga dan Kurang Pemanfaatan Sumberdaya Masyarakat
Pengangguran, Inflasi, Kurang Pangan dan Kemiskinan
Sosial, Budaya, Pendapatan dan Kepadatan Penduduk
Dampak
Penyebablangsung
Penyebab Tidak langsung
Pokok Masalahdi Masyarakat
Akar Masalah(Nasional)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)/ Pelayanan
Kesehatan Dasar Tidak memadai
timbulnya kasus gizi pada balita dihubungkan dengan persediaan pangan yang
lemah sehingga daya beli keluarga rendah, pola asuh anak tidak memadai
sehingga anak kurang diperhatikan dalam mengkonsumsi makanan, tidak
adanya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sehinga menimbulkan
berbagai penyakit serta kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar.
Adapun kerangka konsep dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Keterangan : : Variabel Diteliti : Variabel tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
22
Penyebab Langsung
- Penyakit Infeksi- Pola makan
Penyebab Tidak Langsung
- Ketersediaan Pangan- Pola asuh - PHBS/ pelayanan Kesehatan
Status Gizi balita
2.4 Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara faktor penyakit infeksi dengan status gizi balita
di Desa Mekarsari Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya tahun
2010.
2. Terdapat hubungan antara faktor pola makan dengan status gizi balita di
Desa Mekarsari Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya tahun
2010.
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai
balita di Desa Mekarsari Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya
tahun 2010 periode Januari sampai April yang berjumlah 426 orang. Jumlah
sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah Populasi
d = tingkat kepercayaan 0,1
(Notoatmodjo, 2005)
N= 80.98 dibulat menjadi 81 orang
24
24
Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan
kriteria sebagai berikut :
1. Ibu balita yang mempunyai KMS
2. Kondisi ibu dan balita dalam keadaan sehat
3. Bersedia menjadi responden
4. Mampu menulis dan membaca
5. Berada di tempat pada saat penelitian berlangsung
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk kuantitatif dan menggunakan metode
analitik, sedangkan desain penelitian cross sectional.
3.2.2 Identifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Bebas : penyakit infeksi, pola makan.
2. Variabel Terikat : Status gizi pada balita
25
3.2.3 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional
Alat ukur Kategori Skala
Penyakit
Infeksi
Suatu kondisi dimana
bayi sebelumnya atau
pada saat dilakukan
penelitian menderita
penyakit infeksi
seperti diare, ISPA,
dan pneumonia dan
lain-lain
Kuesioner - Ya (jika
menderita
penyakit infeksi
- Tidak (tidak
menderita
penyakit infeksi)
Ordinal
Pola makan Perilaku ibu dalam
memenuhi asupan
nutrisi pada balita
setiap harinya dengan
memilih jenis dan
variasi makanan
sesuai dengan
kebutuhan
pemenuhan gizi
seimbang untuk
balita yaitu zat tenga,
zat pembangun dan
zat pengatur
Kuesioner - sesuai (jika
sesuai dengan
kebutuhan
pemenuhan gizi
seimbang untuk
balita yaitu zat
tenga, zat
pembangun dan
zat pengatur
- Tidak sesuai
(jika tidak sesuai
dengan
kebutuhan zat
tenga, zat
pembangun dan
zat pengatur
Ordinal
Status Gizi
balita
Keadaan sebagai
asuan nutrisi yang
Pengukura
n
- Baik : (jika berat
badan bayi
Ordinal
26
dikonsumsi oleh
balita
antopometr
i
sesuai dengan
kategori status
gizi baik
menurut WHO)
- Kurang (jika
berat badan bayi
sesuai dengan
kategori status
kurang menurut
WHO)
- Buruk (jika
berat badan bayi
sesuai dengan
kategori status
buruk menurut
WHO)
3.2.4 Cara kerja dan Teknik Pengumpulan Data
1. Cara kerja
Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu penulis melakukan
identifikasi masalah yang akan dijadikan sebagai sumber awal.
Kemudian peneliti mencari data-data ke Puskesmas Pancatengah
dengan membawa surat ijin dari STIKes Respati. Setelah itu
peneliti menemukan adanya data-data yang cukup untuk dijadikan
masalah penelitian yakni adanya kasus gizi kurang, buruk dan
kasus bawah garis merah. Kemudian penelilti melakukan cross
check dengan ibu yang mempunyai balita tentang penyebab adanya
27
kasus tersebut. Sejalan dengan itu peneliti mengajukan proposal
dan konsultasi kepada pembimbing. Setelah itu, dilanjutkan dengan
mengidentifikasi ibu balita yang akan dijadikan sebagai sampel
penelitian.
2. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan secara langsung pada
responden menggunakan kuesioner untuk mengetahui variabel
bebas dan variabel terikat, kuesioner tersebut dibuat oleh peneliti
sendiri yang berjumlah 15 pertanyaan yang terdiri dari :
1) Sebanyak 2 pertanyaan untuk mengungkap penyakit infeksi
Pemberian nilai untuk penyakit infeksi yaitu nilai 1 untuk Ya
dan nilai 0 untuk tidak
2) Sebanyak 6 pertanyaan untuk mengungkap pola makan.
Pemberian nilai untuk pola makan yaitu setiap pertanyaan
mempunyai nilai 1, dan nilai 0 jika salah satu jenis makanan
tidak diisi.
3) Sedangkan status gizi diukur dengan menggunakan timbangan
berat badan melalui indeks berat badan/umur dan dibandingkan
dengan standar WHO.
Setelah data diperoleh, kemudian dilakukan pengolahan data dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
28
1) Editing Data, yaitu pemeriksaan kuesioner, apakah masih ada
yang kurang lengkap atau ada jawaban yang kurang konsisten
2) Coding Data, yaitu mengubah jawaban yang berbentuk huruf ke
dalam bentuk angka sehingga memudahkan mengentri data
3) Tabulating Data, yaitu memasukan data ke dalam bentuk tabel
agar dapat dengan mudah dijumlahkan, disusun dan ditata untuk
disajikan serta dianalisis.
4) Entry Data, yaitu memasukan data ke dalam komputer
3.2.5 Rancangan Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian20. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan variabel
bebas dan status gizi pada balita dengan menggunakan table distribusi
frekuensi dan persentase (%).
F : Frekuensi
n : distribusi responden berdasarkan kategori
N : Jumlah sampel
b. Analisis Bivariat
Analisi bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi20. Sesuai dengan tujuan penelitian maka
analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis antara variabel bebas
29
dan variabel terikat dalam bentuk tabulasi silang dan uji statistik
menggunakan uji Chi Square.
Rumus :20
Keterangan :
X2 = Chi kuadrat
OP = Distribusi jawaban
E = frekuensi yang diharapkan
EP = Distribusi frekuensi yang diharapkan
Kriteria pengujian dengan menggunakan distribusi chi-quadrat/chi-
square (χ²) dengan derajat kebebasan tertentu. Apabila χ² lebih besar
dari χ² tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima artinya terdapat
hubungan, namun sebaliknya apabila χ² lebih kecil dari χ² tabel, maka
Ho diterima dan H1 ditolak artinya tidak terdapat hubungan.
3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di Desa Mekarsari Kecamatan Pancatengah
Kabupaten Tasikmalaya yang dilaksanakan pada bulan Mei dan Juni
tahun 2010.
3.3 Implikasi /Aspek Etik Penelitian
30
Penelitian ini tidak etik karena dilakukan pada manusia, tapi
penelitian ini hanya meneliti kemampuan kognitif dan sikap responden
yang terlebih dahulu memohon persetujuan dari responden. Didalam
melaksanakan penelitian ini ada beberapa etika yang dilaksanakan untuk
mendukung kelancaran penelitian :
3.3.1 Sukarela ( Voluntary)
Partisipasi responden sebagai subyek di dalam penelitian ini
harus secara sukarela atau tidak terdapat unsur paksaan, tekanan secara
langsung maupun tidak langsung atau paksaan secara halus atau
adanya unsur ingin menyenangkan dan sejenisnya.
3.3.2 lnformed Consent
Membuat surat persetujuan dengan responden untuk kesukarelaan
mereka menjadi subyek penelitian ini, setelah responden mendapatkan
penjelasan tentang maksud, cara pelaksanaan dan efek dari penelitian itu
dan izin tertulis.
3.3.3 Anonimitas dan kerahasiaan
Penelitian ini tidak akan membuka identitas subyek penelitian
baik individu maupun kelompok demi kepentingan privasi atau
kerahasiaan, nama baik dan aspek hukum serta psikologis, secara
langsung maupun tidak langsung atau efeknya dikemudian hari.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Aritonang 2005. Pemantauan Pertumbuhan Balita (Petunjuk Praktis Menilai Status Gizi dan Kesehatan). Yogyakarta: Kanisius, Dari : http://www.harian-batampos.com diakses tahun 2010
2. Santoso, Jihad. 2005. Skripsi : ” Karateristik Keluarga Dengan Balita KEP Di Dusun Kersan, Desa Tirtonirmolo Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY.
3. Soesilawati, 2007 Gizi Rawan, Posyandu pun Hilang. Dari : http://pribadi.or.id/diary/2005/03/31/kejang-demam/ diakses tahun 2010
4. Depkes RI. 2007. Indonesia Masuk Prioritas Penanggulangan Kelaparan Dan
Gizi Buruk Pada Anak-Anak. Dari : http://www.kpai.go.id/ diakses tahun 2010
5. Ariati, 2008.Pada Bayi dan Anak-anak Diare dan Kekurangan Gizi Berkait. http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/3/12/kel2.html
6. Profil Kesehatan Puskesmas Pancatengah, 2009 http://webcache.com, 2010.
7. Dinas Kesehatan Tasikmalaya http://library.usu.ac.id.
8. Zulkifli, 2010. Ratusan Balita Derita Gizi Buruk. http://www.infoanda.com/2010 diakses 16 April 2010
9. Almatsier, S. 2002. Prinsip dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
10. Widjaja D.B. 2002. Zat-zat gizi penting. Dari : http://www.tempo.co.id/ diakses tahun 2010
11. Setiawan, 2007, Pengenalan gizi dan gangguan gizi . http://www.siaksoft.net12. Krisnatuti,2005. Menu Sehat Untuk Ibu Hamil dan Menyusui. Dan Balita
Puspa Swara. Jakarta
13. Anonymous, 2006. Pola Makan http://www.gizi.net/cgi-bin/ diakses tahun 2007
14. Sediaoetama, 2000. Ilmu Gizi, Jilid II, Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
15. Pudjiadji, Solihin. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
32
16. Wikipedia, 2008, Definisi Pendidikan. http://www.wikipedia.com diakses 16 April 2010
17. Notoatmodjo, S2007. Promosi Kesehatan. Edisi Revisi, Rhineka Cipta
18. Hidayat, 2007. Metode penelitain Kebidanan Teknik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta
19. Supariasa,I Dewa Nyoman, dkk.2002.Penelitian Status Gizi.EGC:Jakarta
20. Notoatmodjo, 2005. Metodologi Kesehatan. Rhineka Cipta. Jakarta
21. Depkes RI, Program Perbaikan Gizi Makro. http://www.gizi.net/
22. Suhardjo, 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Bogor
23. Siregar, Upaya Mengatasi Masalah Kelaparan dan Kurang Gizi. Dari http://www.gizi.net/ diakses tanggal 29 Mei 2010.
24. Ngastiyah, 2004. Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
33