BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. R
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :Dusun Gondang 004/003, Kendal
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Tgl masuk RS : 10 Desember 2014
Bangsal : Kenanga Ruang 5
No.CM : 461324
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada hari ke-4 dirawat di RS
pukul 08.30 di Bangsal Kenanga Kamar 5
A. Keluhan Utama : Benjolan pada dada bagian tengah yang tidak terasa
sakit.
B. Keluhan Tambahan : -
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Lokasi : Dada bagian tengah.
Onset : ± 3 bulan yang lalu
Kualitas : Benjolan semakin lama semakin membesar.
Kuantitas : Tumbuh 2 benjolan di daerah sekitar benjolan yang
pertama kali muncul.
Kronologis :
Sejak ±3 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan terdapat benjolan pada bagian
tengah dada diantara kedua payudara berukuran ± 2 cm dan tidak terasa sakit, 2
minggu setelah benjolan itu muncul benjolan tersebut kemudian hilang tanpa
pengobatan . 6 bulan kemudian benjolan tersebut kembali muncul 1 buah di
tempat yang sama dan 2 buah di daerah sekitarnya berukuran lebih besar dari
benjolan sebelumnya dan teraba lebih keras dibanding sebelumnya namun
tidak terasa sakit. Pasien berobat di dokter spesialis penyakit dalam namun
keluhan tidak berkurang, kemudian pasien berobat di puskesmas daerah
setempat dan di rujuk ke poli bedah RSUD. Dr. Soewondo Kendal.
Keluhan lain : Pasien mengeluhkan berat badannya semakin menurun
kurang lebih 3 bulan terakhir ini. Pasien juga mengeluhkan akhir-akhir ini
sering mengalami batuk dan kadang-kadang dada terasa sesak.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal
Riwayat DM :
disangkal
Riwayat Pijat :
disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal
Riwayat DM :
disangkal
F. Riwayat Pribadi, Sosial dan Ekonomi
Pasien bekerja sebagai petani. Pasien tinggal di rumah bersama suami dan
7 orang anaknya di daerah Gondang. Biaya pengobatan ditanggung oleh
Jamkesmas.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
1
Kesadaran : Composmentis
GCS : 15
Status gizi : Normoweight
Tanda vital : - T : 140/80 mmHg
- N : 88 x/menit (regular, isi dan tegangan
cukup)
- R : 20 x/menit (reguler)
- tº : 36,3º C (per axiller)
Status generalis
1. Kulit : kuning langsat, turgor kulit (N)
2. Kepala : bentuk mesocephal,luka (-)
3. Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (diameter 3mm/3mm), reflek cahaya (+/+)
4. Telinga : Discharge (-/-)
5. Hidung : septum deviasi (-), discharge (-/-)
6. Mulut : Normal, sianosis (-)
7. Leher : simetris, deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar getah
bening(-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
8. Thoraks : normochest, simetris, terdapat benjolan pada bagian
tengah dada, diantara kedua payudara berwarna kemerahan dan
permukaan tampak tidak rata.
COR
Inspeksi : ictus cordis tidaktampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V, 2 cm ke medial linea
midclavicularissinistra, pulsus para sternal (-),
pulsusepigastrium (-)
Perkusi : batas jantung
kiri bawah : SIC V, 2 cm medial linea midclavicularissinistra
kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra
kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
2
pinggang jantung : SIC III linea parasternalis sinistra
Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II reguler, bising (-)
PULMO
Depan Belakang
I : Statis : normochest (+/+), simetris
kanan kiri, retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, retraksi (-/-)
Pa : Statis : simetris, sela iga tidak
melebar, tidak ada yang tertinggal,
retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, sela iga tidak melebar,
tidak ada yang tertinggal, retraksi
(-/-)
Stem fremitus kanan=kiri
Pe : sonor / sonor seluruh lapang paru
Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),
ronki (-/-), wheezing (-/-)
I : Statis : normochest (+/+), simetris
kanan kiri, retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, retraksi (-/-)
Pa : Statis : simetris, sela iga tidak
melebar, tidak ada yang
tertinggal, retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, sela iga tidak melebar,
tidak ada yang tertinggal, retraksi
(-/-)
Stem fremitus kanan=kiri
Pe : sonor/sonor seluruh lapang paru
Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),
ronki (-/-), wheezing (-/-)
9. Punggung : kifosis (-), lordosis (-), nyeri ketok costovertebra (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, jejas (-), meteorismus (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani di semua lapang abdomen
Auskultasi: bising usus (+) normal
11. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin
Edema
Capilary refill
(-/-)
(-/-)
< 2 “
(-/-)
(-/-)
< 2 “
3
Jejas (-/-) (-/-)
IV. STATUS LOKALIS
Regio Dinding Dada Anterior
Inspeksi : Tampak benjolan dengan warna kemerahan,
permukaan tampak tidak rata, ukuran diameter ± 7 cm
Palpasi : suhu teraba normal, konsistensi teraba kenyal,
permukaan berbenjol-benjol, sakit saat palpasi (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 8-12-2014) Pre OP
Hematologi
WBC (H) : 13,8 x 103/μl (4,0-11,0)
HGB : 11,0 g/dl (11,0-16,0)
RBC : 4,18 x 106/μl (3,50-5,50)
HCT : 36,8 % (37,0-54,0)
PLT : 208 x 103/μl (100-300)
Koagulasi
PT : 12,2 detik (11,3-14,7)
APTT : 32,1 detik (27,4-39,3)
Kimia Darah
Glukosa Sewaktu : 104 mg/dl (75-115)
Ureum : 17 mg/dl (10-50)
Creatinin : 0,72 mg/dl (0,50-1,10)
2. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 11-12-2014) Post
OP
Hemoglobin : 9,1 gr/dl (11,5-16,5)
Leukosit : 10,0 x 103/μl (4,0-10,0)
Trombosit : 202 x 103/μl (150-500)
Hematokrit : 30,6 % (35,0-49,0)
Tanggal (12-12-2014) Post OP
4
Hemoglobin : 8,8 gr/dl (11,5-16,5)
Leukosit : 8,3 x 103/μl (4,0-10,0)
Trombosit : 163 x 103/μl (150-500)
Hematokrit : 29,5 % (35,0-49,0)
Tanggal (14-12-2014) Post OP
Hemoglobin : 10,8 gr/dl (11,5-16,5)
Leukosit : 11,5 x 103/μl (4,0-10,0)
Trombosit : 167 x 103/μl (150-500)
Hematokrit : 35,6 % (35,0-49,0)
VI. ASSESMENT
Dx Klinis
1. Soft Tissue Tumor Dinding Thoraks curiga Limfoma Maligna
2. Anemia
VII. INITIAL PLAN
a. Ip Dx
- Pemeriksaan darah rutin, kimia darah.
- Pemeriksaan hemostasis : PT/PPT, APTT
b. Ip Tx
Non medikamentosa :
1. Istirahat yang cukup
2. Hindari stres dan kecemasan
3. Diit tinggi kalori tinggi protein.
Medikamentosa :
- Infus RL = 24 tpm
- Inj.Cefotaxim 3x1 gram
c. Ip Operatif
Rujuk ke Dokter spesialis bedah
d. Ip Monitoring
1) Keadaan umum
2) Vital sign
5
e. Ip Ex
1) Edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien
2) Menjaga kebersihan di sekitar benjolan
3) Istirahat yang cukup
VIII. PROGNOSIS
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad sanam: dubia ad malam
• Quo ad fungsionam: dubia ad bonam
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel
limfatik menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena
jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan
limfoma dapat dimulai dari organ apapun.2
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua
jenis5, yaitu:
a. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular
predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat
subtipe menurut Rye, antara lain:
Nodular Sclerosis
Lymphocyte Predominance
Lymphocyte Depletion
Mixed Cellularity
b. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin
menjadi tiga kelompok utama, antara lain:
Limfoma Derajat Rendah
7
Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil,
limfoma folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler
campuran sel belah besar dan kecil.
Limfoma Derajat Menengah
Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel
besar, limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel
besar dan kecil, dan limfoma difus sel besar.
Limfoma Derajat Tinggi
Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma
imunoblastik sel besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel
tidak belah kecil.
Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-
Sternberg yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-
Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda
(binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak (multinucleated) dengan
sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya
anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti “mata burung hantu” (owl-eyes),
yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.5
(a) (b)
Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg
dan (b) Limfoma Non Hodgkin
8
2.3 Epidemiologi
Pada tahun 2002, tercatat 62.000 kasus LH di seluruh dunia. Di negara-
negara berkembang ada dua tipe limfoma hodgkin yang paling sering terjadi, yaitu
mixed cellularity dan limphocyte depletion, sedangkan di negara-negara yang
sudah maju lebih banyak limfoma hodgkin tipe nodular sclerosis. Limfoma
hodgkin lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan distribusi usia
antara 15-34 tahun dan di atas 55 tahun.1
Berbeda dengan LH, LNH lima kali lipat lebih sering terjadi dan
menempati urutan ke-7 dari seluruh kasus penyakit kanker di seluruh dunia.
Secara keseluruhan, LNH sedikit lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita.
Rata-rata untuk semua tipe LNH terjadi pada usia di atas 50 tahun.6
Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan
leukemia menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini
belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian penyakit
ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit
AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan adanya hubungan
antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya.4
2.4 Etiologi
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat
ini belum diketahui secara pasti1,2,6. Beberapa hal yang diduga
berperan sebagai penyebab penyakit ini antara lain:
a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter
pylori)
b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia
(pestisida, herbisida, bahan kimia organik, dan lain-lain),
kemoterapi, dan radiasi.
c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
d. Faktor genetik
9
2.5 Anatomi Sistem Limfatik
Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia,
kecuali sistem saraf pusat. Bagian terbesarnya terdapat di
sumsum tulang, lien, kelenjar timus, limfonodi dan tonsil. Organ-
organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung, dan kulit
juga mengandung jaringan limfatik.
Gambar 2. Anatomi Sistem Limfatik
Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan
diameter sangat kecil sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya
membentuk suatu kumpulan (yang terdiri dari beberapa kelenjar)
di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk leher, axilla,
thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua per tiga
10
dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar
dan di dalam tractus gastrointestinal.
Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal
dari sekitar bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari
extremitas inferior, pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe
ini berjalan melewati thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri.
Ductus limfatikus dextra mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan,
thorax, dan extremitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena besar pada
leher kanan.
Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid
lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk
mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh
serta dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak.2
2.6 Patofisiologi
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan
genetik pada sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid,
yang dapat menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut
adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen yang mengatur
apoptosis, gen yang berperan dalam perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat
bermutai menjadi onkogen yang produknya dapat menyebabkan
transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor tumor adalah
gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen).
Normalnya, kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga
proses terjadinya keganasan dapat dicegah. Namun, jika terjadi
aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi inaktivasi
gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan
proliferasi tanpa henti.
11
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen
yang mengatur apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan
DNA jika terjadi kerusakan. Gen yang mengatur apoptosis
membuat suatu sel mengalami kematian yang terprogram,
sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk
fungsi regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel
yang sudah tua dan seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup
dan tetap bisa melaksanakan fungsi regenerasinya, sehingga
proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya gen yang
mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA
akan menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi sel
kanker.5
12
Gambar 3. Skema Patofisiologi Terjadinya Keganasan
2.7 Gejala Klinis
Baik tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma
non-hodgkin dapat dilihat pada tabel berikut ini.1,7
Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Limfoma
Limfoma Hodgkin Limfoma Non-Hodgkin
Anamnesis
Asimtomatik limfadenopati
Gejala sistemik (demam
intermitten, keringat
malam, BB turun)
Nyeri dada, batuk, napas
pendek
Pruritus
Nyeri tulang atau nyeri
punggung
Asimtomatik limfadenopati
Gejala sistemik (demam
intermitten, keringat
malam, BB turun)
Mudah lelah
Gejala obstruksi GI tract
dan Urinary tract.
Pemeriksaan
Fisik
Teraba pembesaran
limonodi pada satu
kelompok kelenjar (cervix,
axilla, inguinal)
Cincin Waldeyer &
kelenjar mesenterik jarang
terkena
Melibatkan banyak kelenjar
perifer
Cincin Waldeyer dan
kelenjar mesenterik sering
terkena
Hepatomegali &
13
Hepatomegali &
Splenomegali
Sindrom Vena Cava
Superior
Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi serebral dan
neuropati)
Splenomegali
Massa di abdomen dan
testis
Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna
secara klinis juga dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann
Arbor yang telah dimodifikasi Costwell.1,3,6
Tabel 2. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh
Costwell
Keterlibatan/Penampakan
Stadium
I Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ
ekstralimfatik (IE)
II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang
letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)
III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma
ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)
IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ
ekstralimfatik
Suffix
A Tanpa gejala B
B Terdapat salah satu gejala di bawah ini:
14
Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6
bulan sebelum diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui
penyebabnya
Demam intermitten > 38° C
Berkeringat di malam hari
X Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm,
atau , massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter
transthoracal maximum pada foto polos dada PA
Gambar 4. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi
Ann Arbor
2.8 Diagnosis
Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat
ditegakkan melalui prosedur-prosedur di bawah ini.3
1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi,
demam, keringat malam, berat badan turun lebih dari 10 %
dalam waktu kurang dari 6 bulan.
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem
limfatik (kelenjar getah bening, hati, dan lien dengan
dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit atau infeksi.
15
3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah
putih, dan hitung trombosit.
4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan
ginjal, asam urat, laktat dehidrogenase (LDH), serta alkali
fosfatase.
5. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya
adenopati di hilus (pembesaran kelenjar getah bening
bronkus, efusi pleura, dan penebalan dinding dada.
6. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.
7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.
8. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat
menunjukkan area penyakit atau penyakit residual pada
mediastinum.
9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium
III dan IV.
10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.
2.9 Diagnosis Banding
Citomegalovirus
Mononukleosis
infeksiosa
Ca Paru
Artritis rheumatoid
Sarkoidosis
Serum Sickness
Sifilis
Lupus Eritematosus
Sistemik
Toxoplasmosis
Tuberculosis
16
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui
berbagai cara, yaitu:
a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki
peranan yang terbatas dalam pengobatan limfoma. Untuk
beberapa jenis limfoma, seperti limfoma gaster yang terbatas
pada bagian perut saja atau jika ada resiko perforasi,
obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih menjadi
pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya
dilakukan untuk mendukung proses penegakan diagnosis
melalui surgical biopsy.7
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam
pengobatan limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana
penyebaran penyakit ini lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa
jenis radioterapi yang tersedia telah banyak digunakan untuk
mengobati limfoma hodgkin seperti radioimunoterapi dan
radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi
monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen
spesifik dari limfoma secara langsung, sedangkan
radioisotope menggunakan 131Iodine atau 90Yttrium untuk
irradiasi sel-sel tumor secara selektif7. Teknik radiasi yang
digunakan didasarkan pada stadium limfoma itu sendiri1,
yaitu:
Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
Untuk stadium IV secara total body irradiation
17
Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi
c. Kemoterapi1,6,7
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan
banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap limfoma.
Pengobatan Awal:
1. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8
o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8
o Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14
o Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4
2. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus
o Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15
o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15
o Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15
o Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15
3. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus
o Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11
o Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11
o Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12
o Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9
o Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11
18
o Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10,
tapering of pada minggu ke 11,12
4. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus
o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8
o Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3
o Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1
o Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1
o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8
o Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7
o Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14
Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:
1. ICE regimen
a. Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
b. Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
c. Carboplatin: AUC 5, hari ke-2
d. Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
2. DHAP regimen
a. Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
b. Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2
c. Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4
3. EPOCH regimen – Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan
doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara
berkesinambungan.
a. Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4
b. Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4
c. Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4
d. Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5
e. Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6
d. Imunoterapi
19
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana
interferon-α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat
pemberian kemoterapi.7
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma tidak
membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami
pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan transplantasi sumsum
tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus. Transplantasi secara
alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai dengan sumsum penderita.
Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara kandung, atau
siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum tulang penderita.
Sedangkan transplantasi secara autologus, donor sumsum tulang berasal dari
sumsum tulang penderita yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan
dibekukan untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar
dapat menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.2
2.11 Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna,
yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena
penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat
berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-
paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis,
obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika
penyakit sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan komplikasi akibat penggunaan
kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan,
neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung akibat penggunaan
doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.1,6
2.12 Prognosis
Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin
ditentukan oleh beberapa faktor di bawah ini, antara lain:
Serum albumin < 4 g/dL
Hemoglobin < 10.5 g/dL
Jenis kelamin laki-laki
20
Stadium IV
Usia 45 tahun ke atas
Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3
Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih
Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%,
sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya
hanya 59%.1
Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi
prognosisnya antara lain:
usia (>60 tahun)
Ann Arbor stage (III-IV)
hemoglobin (<12 g/dL)
jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and
serum LDH (meningkat)
yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah
(memiliki 0-1 faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan resiko
buruk (memiliki 3 atau lebih faktor di atas).6
21
BAB III
PEMBAHASAN
Ny. R usia 64 tahun mengeluh di bagian tengah dinding dada diantar kedua payudara
terdapat benjolan yang semakin membesar, tidak terasa sakit, terdapat riwayat
penurunan berat badan pada 3 bulan terakhir, terdapat riwayat batuk dan sesak nafas.
Hal ini menunjukkan dapat ditegakkan diagnose klinis yaitu Soft Timor Tissue
Dinding Anterior Dada curiga Limfoma Maligna. Dari anamnesis, diketahui pula
Pasien adalah seorang petani yang sering terpajan pestisida. Pestisida merupakan
salah satu bahan kimia yang diduga berperan sebagai penyebab penyakit
ini. Pajanan bahan kimia dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan kerusakan genetic. Ada empat kelompok gen yang
menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-sel tubuh manusia,
termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya
keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor
tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam
perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat
bermutai menjadi onkogen yang produknya dapat menyebabkan
transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor tumor adalah gen
yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya,
kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya
keganasan dapat dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-
onkogen menjadi onkogen serta terjadi inaktivasi gen supresor
tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi tanpa henti.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil WBC (H):13,8x103/μl,
HGB : 11,0 g/dl, hasil leukosit lebih tinggi dibandingkan dari kadar leukosit normal,
hal ini menunjukan adanya proses infeksi. Kondisi ini sesuai dengan manifestasi
klinik penyakit Limfoma Maligna.
Diperlukannya beberapa pemeriksaan untuk mendukung diagnosis yang tepat.
Pada pasien ini, pemeriksaan yang tepat adalah pemeriksaan histologi Patologi
Anatomi jaringan tumor tersebut, karena merupakan pemeriksaan gold standar untuk
22
mengetahui adanya tanda keganasan dan juga untuk membedakan jenis limfoma baik
itu hodgkin ataupun non-hodgkin.
BAB IV
KESIMPULAN
Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel
limfatik menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena
jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan
limfoma dapat dimulai dari organ apapun.
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini
belum diketahui secara pasti1,2,6. Beberapa hal yang diduga
berperan sebagai penyebab penyakit ini antara lain: Infeksi
(EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori), Faktor
lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida,
bahan kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi,
Inflamasi kronis karena penyakit autoimun, Faktor genetik.
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua
jenis5, yaitu: Limfoma Hodgkin (LH), Limfoma Non-Hodgkin (LNH).
Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat
ditegakkan melalui prosedur-prosedur di bawah
ini.3Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi,
demam, keringat malam, berat badan turun lebih dari 10 %
dalam waktu kurang dari 6 bulan, Pemeriksaan fisik dengan
perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar getah bening,
hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit atau
infeksi, Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel
darah putih, dan hitung trombosit, Pemeriksaan kimia darah,
mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat, laktat
dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase, Pembuatan
radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus
23
(pembesaran kelenjar getah bening bronkus, efusi pleura, dan
penebalan dinding dada, CT scan atau MRI dada, abdomen,
dan pelvis, Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang, Scan
galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat
menunjukkan area penyakit atau penyakit residual pada
mediastinum, Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada
limfoma stadium III dan IV, Evaluasi sitogenetik dan sitometri
aliran.
Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin
ditentukan oleh beberapa faktor di bawah ini, antara lain: Serum albumin < 4
g/dL, Hemoglobin < 10.5 g/dL, Jenis kelamin laki-laki, Stadium IV, Usia 45
tahun ke atas, Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3 , Jumlah limfosit <
600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih. Jika pasien memiliki 0-1
faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%, sedangkan pasien
dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya hanya 59%.1
Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi
prognosisnya antara lain: usia (>60 tahun), Ann Arbor stage (III-IV),
hemoglobin (<12 g/dL), jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and serum
LDH (meningkat), yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok
resiko, yaitu resiko rendah (memiliki 0-1 faktor di atas), resiko menengah
(memiliki 2 faktor di atas), dan resiko buruk (memiliki 3 atau lebih faktor di
atas).6
24
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Dessain, S.K. 2009. Hodgkin Disease. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview. [25
Desember 2014].
2. Ford-Martin, Paula. 2005. Malignant Lymphoma. [serial online].
http://www.healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma/.
[25 Desember 2014].
3. Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. “Pathophysiology: Clinical
Concepts of Disease Processes, Sixth Edition”. Alih bahasa
Pendit, Hartanto, Wulansari dan Mahanani. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
4. Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. “Limfoma Non-Hodgkin”.
Disunting oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases
7th Edition. Philadelphia: Elsevier & Saunders
6. Vinjamaram, S. 2010. Lymphoma, Non-Hodgkin. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [25
Juli 2010].
7. Berthold, D. dan Ghielmini, M. 2004. Treatment of Malignant
Lymphoma. Swiss Med Wkly (134) : 472-480.
25
26