BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intra okular (TIO)
yang (relatif) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan atrofi papil
saraf optik. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu (absolut) tinggi, tetapi TIO relatif tinggi
untuk individu tersebut. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan peringkat kedua di
Indonesia setelah katarak. Kebutaan yang terjadi pada glaukoma bersifat menetap, tidak
seperti katarak yang bisa dipulihkan dengan pembedahan.
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang paling sering terjadi pada anak dan
merupakan penyebab penting kebutaan pada anak. Glaukoma kongenital terjadi karena
saluran pembuangan tidak terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama sekali.
Glaukoma kongenital dibagi menjadi dua, yaitu tipe infantil dan tipe yang berhubungan
dengan kelainan kongenital lainnya.
Tanda dan gejala klinis glaukoma kongenital ini mencakup tiga tanda klasik berupa
epifora, fotofobia, dan blefarospasme. Pemeriksaan klinis pada glaukoma kongenital akut
sebaiknya dilakukan dalam anestesi umum. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan mata
luar, tajam penglihatan, tonometri, gonioskopi, oftalmoskopi dan ultrasonografi.1,3,4
Glaukoma congenital primer, dihitung kira-kira 50%-70% dari glaucoma congenital,
terjadi kurang daripada glaucoma dewasa primer dan jarang terjadi (1 dalam 10.000
kelahiran).1
Glaukoma kongenital terjadi sejak lahir, atau pada tahun pertama setelah lahir.
Kelainan ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut iridokorneal sejak dalam
kandungan kira-kira saat janin berumur 7 bulan.2 Komplikasi glaukoma yang tidak
terdiagnosis bisa kelemahan penglihatan sepanjang hidup. Prognosis buruk terjadi pada bayi
dengan peningkatan TIO dan kekeruhan kornea saat lahir.7,8 Pada kasus yang tidak diobati,
kebutaan timbul dini.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang artinya hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah
sekumpulan gejala yang dapat menimbulkan neuropati optik yang ditandai dengan defek
lapangan pandang, faktor utamanya adalah tekanan intraokular (TIO) yang tinggi sebagai
faktor resiko utama
Glaukoma kongenital adalah suatu glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak-anak
terjadi akibat penutupan bawaan dari sudut iridokorneal oleh suatu membran yang dapat
menghambat aliran dari aquous humor sehingga dapat meningkatkan tekanan intra okuler.
Kondisi ini progresif dan biasanya bilateral dan dapat merusak saraf optik.
Glaukoma congenital primer, atau infantile terjadi saat lahir atau dalam tahun pertama
kehidupan. Kondisi ini terjadi karena abnormalitas pada perkembangan anterior chamber
angle yang menghambat aliran aqueous pada ketiadaan anomaly sistemik atau malformasi
ocular lainnya. Glaukoma infantile sekunder berhubungan dengan inflamasi, neoplastik,
hamartomatous, metabolic, atau abnormalitas congenital lainnya. Glaukoma juvenile primer
disadari kemudian pada masa kanak-kanak (umumnya setelah umur 3 tahun) atau pada awal
masa dewasa.1
2. EPIDEMIOLOGI
Glaukoma congenital primer, dihitung kira-kira 50%-70% dari glaucoma congenital,
terjadi kurang daripada glaucoma dewasa primer dan jarang terjadi (1 dalam 10.000
kelahiran). Dari kasus glaucoma pediatric, 60% didiagnosa pada umur 6 bulan dan 80%
dalam tahun pertama kehidupan. Perkiraan 65 % pasien adalah laki-laki dan terjadi bilateral
dalam 70 % kasus.1
3. ETIOLOGI
Glaukoma kongenital primer terbatas pada kelainan perkembangan yang
mempengaruhi trabekulum meshwork. Glaukoma kongenital terjadi karena saluran
pembuangan tidak terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Glaukoma
kongenital dibagi menjadi dua, yaitu tipe infantil dan tipe yang berhubungan dengan kelainan
kongenital lainnya.2
4. PATOFIOLOGI
Glaukoma jenis ini terjadi sejak lahir, atau pada tahun pertama setelah lahir. Kelainan
ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut iridokorneal sejak dalam kandungan
kira-kira saat janin berumur 7 bulan. Pada glaukoma ini, sejak lahir penderita memiliki bola
mata besar yang disebut buftalmos. Buftalmos disebabkan oleh kenaikan TIO saat masih
dalam kandungan dan mendesak dinding bola mata bayi yang masih lentur, akibatnya sklera
menipis dan kornea akan membesar dan keruh. Bayi akan takut melihat cahaya karena kornea
yang keruh akan memecah sinar yang datang sehingga bayi merasa silau. Bayi cenderung
rewel, karena peningkatan TIO menyebabkan rasa tegang dan sakit pada mata.2
(Disitasi dari kepustakaan 7)
5. MANIFESTASI KLINIK DAN DIAGNOSIS
Karakteristik dari glaukoma kongenital mencakup tiga tanda klasik pada bayi baru
lahir, yaitu:4
- Epifora
- Fotofobia
- Blefarospasme.
Pemeriksaan klinis pada glaukoma kongenital akut sebaiknya dilakukan dalam
anestesi umum. Pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut : 1,3,4
1. Pemeriksaan mata luar.
Pada pemeriksaan mata luar akan ditemukan buphtalmos yaitu pembesaran diameter
kornea lebih dari 12 mm pada tahun pertama kelahiran. Diameter kornea normal
adalah 9,5-10,5 mm pada bayi cukup bulan dan lebih kecil pada bayi prematur.
Edema kornea dapat terjadi mulai dari agak kabur sampai keruh pada stroma kornea
karena kenaikan IOP. Edema kornea terjadi pada 25% bayi baru lahir dan lebih dari
60% pada umur 6 bulan. Robekan pada membrane Descemet disebut Haab’s striae
dapat terjadi karena regangan kornea.
Gambar 1. Epifora
(disitasi dari kepustakaan 5)
Gambar 2. Buphtalmos
(Disitasi dari kepustakaan 5)
2. Tajam penglihatan
Tajam penglihatan dapat berkurang karena atrofi nervus optikus, kekeruhan kornea,
astigmat, ambliopia, katarak, dislokasi lensa, atau ablasio retina. Ambliopia dapat
disebabkan oleh kekeruhan kornea atau kesalahan refraktif. Pembesaran mata dapat
menyebabkan myopia, dimana robekan pada membran Descemet dapat menyebabkan
astigmat yang besar. Penilaian yang tepat dapat mencegah atau mengobati ambliopia
seharusnya dilakukan sedini mungkin.
3. Tonometri
Tonometri merupakan metode yang digunakan untuk mengukur tekanan intraokular.
Pengukuran IOP pada beberapa bayi berumur di bawah 6 bulan dapat dilakukan tanpa
menggunakan anastesi umum atau sedative, yaitu dengan melakukan pengukuran
ketika bayi itu tidur atau makan. Bagaimanapun evaluasi yang kritis pada bayi
memerlukan pemeriksaan dalam anastesi. Banyak bahan anastesi umum dan sedative
yang dapat menurunkan IOP, kecuali ketamin yang menaikkan IOP. Sebagai
tambahan, bayi dapat mengalami dehidrasi dalam persiapan untuk anastesi umum,
yang juga menurunkan IOP. Semakin dalam anastesi, semakin turun IOP. Nilai
normal IOP pada bayi dalam anastesi sekitar 10-15 mmHg, tergantung dari
tonometernya.
4. Gonioskopi
Suatu metode pemeriksaan untuk mengetahui sudut drainase mata. Tes ini penting
untuk menentukan apakah sudut terbuka, tertutup, atau sempit dan menyingkirkan
penyebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.
Gonioskopi sebaiknya dilakukan dalam anastesi. Pada glaukoma kongenital primer,
bilik anteriornya dalam dengan struktur iris yang normal, insersi iris yang tinggi dan
datar, kehilangan sudut, hipoplasia iris perifer, penebalan uveal trabekula meshwork.
Sudut biasanya terbuka, dengan insersi yang tinggi dari akar iris seperti garis yang
berlekuk sebagai hasil dari jaringan yang abnormal dengan penampilan yang
berkilauan. Jaringan ini menahan iris perifer anterior. Sudut ini biasanya avaskular,
tapi putaran pembuluh dari lingkaran arteri mayor dapat dilihat di atas akar iris.
5. Oftalmoskopi.
Merupakan metode yang digunakan untuk memeriksa berbagai kerusakan dan
kelainan serat optik. Pada glaukoma kongenital biasanya serat optik abnormal. Variasi
cup bisa diperlihatkan, biasanya bentuk anular. Visualisasi dari optik disk dapat
difasilitasi dengan menggunakan optalmoskop direk dan gonioskop direk atau fundus
lensa pada kornea. Papil nervus optikus pada bayi berwarna pink dengan cup kecil
yang fisiologis. Cupping glaucoma pada masa kanak-kanak menyerupai cupping pada
dewasa, dengan hilangnya jaringan neural pada kutub anterior dan posterior. Pada
masa kanak-kanak, kanal sklera membesar sebagai respon kenaikan IOP,
menyebabkan pembesaran dari cup. Cupping dapat reversibel bila IOP rendah, dan
cupping yang progresif menunjukkan kontrol yang jelek terhadap IOP. Perlu
dilakukan fotografik pada disc optic.
6. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat berguna dalam pemantauan progresivitas glaukoma dengan
merekam peningkatan panjang axial. Peningkatan panjang axial dapat reversibel
seiring penurunan IOP, tapi pembesaran kornea tidak dapat menurun seiring
penurunan IOP.
6. DIAGNOSIS BANDING
Banyak kondisi lain dengan ciri-ciri yang hamper sama termasuk ke dalam diagnosis
banding glaucoma congenital primer.1
Tabel 1. Pertimbangan Diagnosis Untuk Gejala dan Tanda dari Glaukoma Kongenital Primer Air mata berlebih
- Obstruksi duktus lakromalis- Defek epitel kornea atau abrasi- Konjungtivitis
Pembesaran kornea atau pembesaran rupa- X-linked megalocornea- Eksoftalmus- Shallow orbits (mis, craniofacial dysostoses)
Kekeruhan kornea- Trauma lahir- Inflamasi kornea- Congenital hereditary endothelial dystrophies (CHED)- Malformasi kornea- Keratomalasia- Penyakit metabolic yang berhubungan dengan abnormalitas kornea- Penyakit kulit yang menginfeksi kornea- Choristomas- Inflamasi intraurin- Keratitis
Abnormalitas saraf optic- Optic nerve pit- Optic nerve coloboma- Optic nerve hypoplasia- Optic nerve malformation- Physiologic cupping
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk mempertahankan tajam penglihatan. Peninggian
tekanan bola mata yang menetap akan menjurus ke arah rusaknya N.Optikus dan perubahan-
perubahan permanen dari kornea yang akan mengganggu penglihatan. Pengontrolan tekanan
bola mata adalah tujuan utama dari pengobatan. Bayi atau anak yang dicurigai mempunyai
glaukoma congenital harus dilakukan pemeriksaan sesegera mungkin dengan narkose
terhadap besarnya kornea, tekanan bola mata, cup/disk ratio dari N. Optikus, dan sudut COA
dengan gonioskopi.6
Penatalaksanaan untuk glaukoma kongenital adalah tindakan operasi.6-8 Terapi
pengobatan diberikan sebelum operasi atau ketika prosedur operasi ulangan telah gagal.7
Teknik operasi ditujukan untuk mengurangi hambatan outflow humor akuos yang terjadi
karena kelainan struktur pada sudut bilik mata depan. Hal ini bisa dilakukan melalui
pendekatan internal dengan goniotomi dan pendekatan eksternal dengan trabekulotomi.6-8
Kesuksesan pembedahan tergantung keparahan dan lamanya glaukoma.7 Goniotomi
dan trabekulotomi merupakan operasi yang paling efektif pada glaukoma kongenital
dibandingkan dengan trabekulodisgenesis dan memberikan outcome yang sama.6-8 Rata-rata
keberhasilan berkisar dari 60-90%, walaupun 1/3-1/2 nya harus dilakukan prosedur
ulangan.7,8 Angka keberhasilan berkurang bila terdapat anomali iris atau kornea.7
Goniotomi adalah membuka saluran Schlemn melalui insisi ke dalam jaringan
trabekula. Prosedur ini perlu diulang lebih dari satu kali. Trabekulotomi, teknik ini hampir
sama dengan prosedur goniotomi tetapi menggunakan teknik yang berbeda. Trabekulotomi
digunakan jika kornea terlalu keruh, yang mana pada kasus ini tidak dapat dilakukan
goniotomi. Jika goniotomi dan trabekulotomi gagal, maka dapat dipilih jenis prosedur filtrasi
seperti trabekulektomi, dilanjutkan penggunakan obat antimetabolit seperti mitomisin C. atau
dapat dilakukan glaucoma valve-shunt. Jika cara ini juga gagal, dapat dilakukan
cyclodestruktif dengan laser yang merupakan pilihan terakhir karena menyebabkan rasa sakit
yang hebat.7,8
8. KOMPLIKASI
Komplikasi glaukoma yang tidak terdiagnosis bisa kelemahan penglihatan sepanjang
hidup.7,8 Komplikasi serius akibat intervensi operasi meliputi hifema, infeksi, kerusakan
lensa, dan uveitis. Perubahan cup serat optik merupakan indikator utama keberhasilan terapi.
Bahkan setelah tekanan intraokular dapat dikontrol, kurang lebih 50 % anak tidak mencapai
visus lebih dari 20/50. pengurangan tajam penglihatan bisa dihasilkan dari edema kornea
yang menetap, nistagmus, ambliopia, atau kelainan refraksi yang luas. 7,8
Komplikasi dari penyakit glaucoma kongenital dan gejala sisa yang ditimbulkan
antara lain seperti : kebutaan yang berat, fotofobia, hiperlakrimasi, tekanan intaokuler yang
meningkat, blefarospasme, ambliopia (mata malas), ablatio retina, astigmatisme (kornea yang
iregular) dan dislokasi lensa.9,10
9. PROGNOSIS
Prognosis glaukoma kongenital adalah baik dalam 80-90% pada pasien yang
ditangani lebih awal.9 Prognosis paling baik terlihat pada bayi dengan operasi
trabekulodisgenesis antara umur dua bulan sampai delapan bulan.7 Prognosis buruk terjadi
pada bayi dengan peningkatan TIO dan kekeruhan kornea saat lahir.7,8 Pada kasus yang tidak
diobati, kebutaan timbul dini. Mata mengalami peregangan hebat dan bahkan dapat rupture
hanya akibat trauma ringan. Pencekungan diskus optikus khas glaucoma relatif cepat, yang
menekankan perlunya terapi segera.3
Prognosis glaukoma kongenital dipengaruhi lama berlangsungnya (durasi) glaukoma
kongenital, kemungkinan komplikasi glaukoma kongenital, kemungkinan hasil, prospek
untuk pemulihan, periode pemulihan untuk glaukoma kongenital, tingkat kelangsungan
hidup, angka kematian, dan kemungkinan hasil lain dalam prognosis keseluruhan kongenital
glaucoma.10
DAFTAR PUSTAKA
1. Liesegang TJ, Skuta GL. Childhood Glaucoma in Glaucoma. American Academy of
Opthalmology. Section 10. USA. 2005; p147-151.
2. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, 2007.
3. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum. Ed 14th. Jakarta: Widya
Medika, 2000.
4. Urban, Robert C. Primary Congenital Glaucoma. [diakses 10 April 2011]. Diunduh
dari: http://www.emedicinehealth.com.
5. Masseen J, Kwon YH. Primary Congenital Glaucoma. 2005 [ diakses: 10 April 2011].
Diunduh dari: http://webeye.ophth.uiowa.edu.
6. Amoaku G, Browning G. Common Eye Diseases and Their Management. Third
Edition. Springer-Verlag 2006; 12: 101-2.
7. Blanco AA, Wilson RP, Costa VP. Pediatric Glaukoma and Glauoma Associated with
Developmental Disorders. In Textbook: Handbook of Glaucoma. Martin Dunitz Ltd
2002;10: 147-51.
8. Yanoff M, Duker JS, Ausburger JJ. Ophthalmology 2nd Edition. Mosby Inc 2004:
1475-82.
9. Vavvas D, Grosskreutz C, Pasquale L. Congenital Glaucoma (Childhood). 2011.
[diakses 9 April 2011] Diunduh dari:
http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/patients/pi/416
10. Health Grades. Congenital Glaucoma. 2009. [diakses 9 April 2011] Diunduh dari:
http://www.wrongdiagnosis.com/c/congenital_glaucoma/intro.htm&rurl=translate.goo
gle.co.id&anno=2&usg=ALkJrhgUsUG9DqiGWDCuYv2x_NO7FlyDYw