1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan rawa merupakan salah satu sumber keanekaragaman hayati di Indonesia.
Lahan rawa gambut di Indonesia cukup luas, yaitu sekitar 20,6 juta ha atau 10,8% dari
luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut tersebut sebagian besar terdapat di empat
pulau besar, yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi 3% dan Papua 30%
(Wibowo dan Suyatno, 1998 dalam Wahyunto, Ritung, Suparto dan Subagjo, 2005).
Menurut Soerianegara & Lemmens (1993) dalam Adinugroho (2011)
diperkirakan terdapat sekitar 4.000 jenis pohon yang berpotensi sebagai penghasil kayu
gergajian dan pertukangan baik di hutan rawa maupun tipe hutan lainnya. Dari jumlah
tersebut baru sekitar 400 jenis diantaranya yang sudah dikenal secara ekonomi,
termasuk sekitar 260 jenis yang sudah dikategorikan sebagai penghasil kayu-kayu
perdagangan. Akan tetapi banyak jenis pohon yang dahulu kondisinya melimpah dan
bernilai ekonomis saat ini sulit untuk ditemukan, termasuk didalamnya adalah ramin
(Gonystylus bancanus).
Pohon ramin di hutan rawa gambut Kalimantan dan Sumatera sebelum
dilakukan penebangan merupakan salah satu jenis pohon yang mendominasi struktur
hutan di lapisan atas. Namun setelah beberapa kali dilakukan penebangan, ramin pada
tingkat pohon dan tiang menjadi sangat berkurang bahkan di beberapa tempat sudah
sulit ditemukan. Jenis ini ditebang karena nilai ekonominya yang tinggi. Penebangan
yang dilakukan secara berlebihan yang dimulai pada era tahun 1970 tersebut
menyebabkan potensi ramin menurun tajam. Selain kegiatan eksploitasi, kerusakan
lahan gambut akibat dari pembukaan lahan untuk perkebunan dan aktivitas perladangan
2
serta illegal logging merupakan ancaman yang sangat serius terhadap kelestarian ramin.
Kegiatan pembersihan lahan untuk perkebunan dan perladangan telah memusnahkan
permudaan ramin mulai dari tingkat semai sampai dengan tingkat tiang.
Taman Nasional Sebangau merupakan salah satu kawasan hutan rawa gambut
tropika yang tersisa di Provinsi Kalimantan Tengah. Ekosistem gambut Sebangau
dengan kondisinya yang relatif masih baik merupakan kawasan yang memiliki peranan
yang sangat penting sebagai reservoir biodiversitas dan sebagai tempat penyimpanan
karbon. Ekosistem hutan rawa gambut Taman Nasional Sebangau mengandung
keanekaragaman jenis flora yang unik/khas seperti ramin (Gonystylus bancanus),
jelutung (Dyera lowii), belangeran (Shorea balangeran), bintangur (Calophyllum
sclerophyllum), meranti (Shorea spp.), nyatoh (Palaquium spp), keruing (Dipterocarpus
stellatus), agathis (Agathis spp), dan menjalin (Xanthophyllum spp.) (BTNS, 2007).
Taman Nasional Sebangau merupakan kawasan pelestarian alam yang berfungsi
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan sumber daya alam hayati
beserta ekosistemnya secara lestari. Dalam menjalankan fungsinya untuk pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, Taman Nasional
Sebangau sebagai habitat asli ramin memiliki peran yang sangat penting dalam
konservasi in-situ ramin termasuk ekosistem dimana tumbuhan tersebut tumbuh dan
berkembang sehingga dapat menunjang sarana pendidikan, penelitian, wisata dan
sumber plasma nutfah yang saat ini telah mulai langka diseluruh tipe hutan gambut di
Indonesia (BTNS, 2007). Berdasarkan hal tersebut, guna mendukung fungsi Taman
Nasional Sebangau sebagai kawasan konservasi in-situ ramin perlu dilakukan
3
identifikasi sehingga dapat diketahui potensi, khususnya jumlah indifidu pada setiap
tingkat pertumbuhannya.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data mengenai populasi ramin
(Gonystylus bancanus) dan komposisi serta keanekaragaman vegetasi yang ditemui
pada habitat ramin yang terdapat di SPTN Wilayah I Palangka Raya, kawasan Taman
Nasional Sebangau.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi
pengelola Balai Taman Nasional Sebangau dalam melakukan monitoring dan evaluasi
pertumbuhan ramin serta sebagai salah satu acuan pelestarian ramin di kawasan Taman
Nasional Sebangau.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ciri-ciri Fisik Ramin
Ramin (Gonystylus spp.) merupakan jenis yang berasal dari famili
Thymelaeaceae. Jumlah spesies Ramin tercatat 31 spesies, dan 27 spesies dapat
ditemukan di Kalimantan (Komar, 2007 dalam BPPK, 2010). Ramin umumnya
memiliki habitus pohon dan sebagian semak. Diantara spesies-spesies tersebut, enam
spesies merupakan spesies komersil, yakni G. affinis, G. forbessi, G. macrophyllus, G.
maingayi, G. velutinus dan G. bancanus (BPPK, 2010). Gonystylus bancanus telah
diperdagangkan secara besar-besaran dengan nama perdagangan “Ramin”. Istilah
“Ramin” kemudian dipergunakan untuk menamakan spesies yang termasuk dalam
genus Gonystylus.
Menurut Soerianegara dan Lemmens (1994) dalam Herujono (2009), ramin
memiliki ciri-ciri antara lain tinggi mencapai 40-45 m, batang bulat lurus, tinggi bebas
cabang dapat mencapai 21 m, diameter batang setinggi dada dapat mencapai 60-120 cm.
Pohon kadang membentuk lekukan memanjang pada permukaan batang bawah, banyak
memiliki akar menonjol ke luar permukaan tanah (pneumatophores). Permukaan kulit
batang sering pecah dan berwarna keabu-abuan sampai merah coklat. Kulit batang
bagian dalam berserabut, warna kuning. Kayu gubal warna pucat krem atau putih.
Bentuk daun elips berukuran antara 4-14,5x2-7 cm, bagian dasar berbentuk setengah
lingkaran ujung meruncing, panjang tangkai 8-18 mm. Panjang rangkaian bunga sampai
9 cm, berbulu halus pendek. Panjang tangkai individu bunga antara 8-14 mm, daun
mahkota meruncing dan tidak berbulu sebanyak 13-20 kelopak. Buah berbentuk agak
bulat, panjang sampai 4,5 cm, dengan 3-4 rongga, permukaan agak kasar tetapi tidak
5
membentuk lekukan yang memanjang. Sedangkan biji berbentuk telur berwarna hitam
dengan ukuran 28x22x6 mm dalam setiap kilo gram terdapat 250-300 benih.
Gambar 1.Beberapa Bagian Pohon Ramin
Keterangan: 1 : Pohon ramin 3 : Bagian bunga
2 : Daun ramin 4 : Bagian buah dan biji
Menurut Soerianegara dan Lemmens (1994) dalam Herujono (2009) taksonomi
tumbuhan ramin diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Thymelaeaceae
Genus : Gonystylus
Spesies : Gonystylus bancanus
6
Secara alami musim berbunga dan berbuah ramin tidak tetap, ditunjukkan oleh
bulan berbunga yang berbeda serta musim berbunga tidak terjadi setiap tahun.
Di Kalimantan Barat dilaporkan, musim berbunga terjadi antara bulan Agustus-
Desember dan berbuah antara bulan Oktober-Januari sedangkan di Kalimantan Tengah
musim berbunga terjadi antara bulan April-Mei dan berbuah antara bulan Juni-Agustus
(Nurhasybi, Tajudin dan Evalin, 2010). Karena belum dibudidayakan secara luas umur
pohon mulai berbunga dan menghasilkan benih belum diketahui secara pasti. Namun
secara umum ukuran pohon dengan diameter batang dan tinggi tertentu serta tajuk
pohon dapat dijadikan petunjuk mulai berbunga dan berbuahnya ramin. Ramin dengan
ukuran diameter lebih dari 30 cm diperkirakan sudah berbunga dan berbuah. Ketika
masak, buah membuka dan melepaskan benih. Benih yang telah jatuh dan masih segar
dikumpulkan dari lantai hutan.
B. Penyebaran dan Habitat Ramin
Ramin adalah salah satu jenis pohon yang tumbuh di hutan rawa. Di Indonesia,
saat ini jenis kayu Ramin hanya dapat dijumpai di kawasan hutan rawa pulau Sumatera,
Kepulauan selat Karimata, dan Kalimantan. Di Pulau Sumatera, jenis kayu ramin
dijumpai di kawasan sebelah Timur, mulai dari Riau hingga Sumatera Selatan,
sedangkan di Pulau Kalimantan, kayu jenis ramin dapat dijumpai di wilayah Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, dan sedikit di Kalimantan Timur. Sebaran tempat tumbuh
ramin dapat mencapai ketinggian 100 m di atas permukaan laut, dan berasosiasi dengan
beberapa jenis pohon dominan lainnya seperti galam dan belangeran (Nurhasybi, et. al.,
2010).
7
Menurut Istomo (2006) ketebalan gambut mempengaruhi pertumbuhan diameter
pohon ramin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada ketebalan 50-100 cm,
pertumbuhan diameter hanya mencapai 0,47 cm/tahun, sedangkan pada ketebalan 100-
200 cm pertumbuhan diameter bisa mencapai 0,90 cm/tahun. Oleh karena itu menurut
Istomo (2006) bahwa penyebaran dan pertumbuhan ramin di hutan rawa gambut
tersebut dipengaruhi oleh ketebalan gambut.
C. Pemanfaatan Ramin
Kayu ramin dapat digunakan untuk berbagai keperluan, khususnya peralatan
rumah tangga dan dekorasi di dalam rumah. Warna kayunya yang putih dan mudah
mengerjakannya, menyebabkan kayu ramin sangat banyak diminati dan dibutuhkan baik
didalam maupun diluar negeri (Mu’in, 2009). Berbagai bentuk yang dihasilkan dari
bahan baku kayu ramin antara lain furniture, hiasan interior, panel dinding, lantai,
mainan anak, bingkai lukisan dan meja gambar pintu dan jendela, moulding, langit-
langit, dan dinding pemisah ruangan.
Produksi kayu jenis ramin sudah mengalami penurunan drastis yang disebabkan
adanya eksploitasi sangat tinggi dan pengurangan habitat untuk dikonversi guna
keperluan lainnya, termasuk diantaranya adalah mega proyek pembukaan lahan
gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah untuk daerah persawahan yang hingga
kini terbengkalai. Menyadari ancaman terhadap kelestarian ramin, maka Departemen
Kehutanan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 127/Kpts-V/2001 melakukan
penghentian sementara (moratorium) kegiatan penebangan dan perdagangan ramin.
Pada tanggal 6 Agustus 2001 ramin Indonesia masuk dalam Appendix III CITES.
Selanjutnya, pada tanggal 15 Januari 2005 resmi terdaftar dalam Appendix II CITES.
8
Ketentuan dalam Appendik II mewajibkan perdagangan kayu ramin dimonitor melalui
sebuah sistem lisensi untuk menjamin bahwa perdagangan ramin tidak menimbulkan
kerusakan terhadap ekosistemnya, artinya pemanenan ramin harus memenuhi ketentuan
Pengelolaan Hutan Alam Lestari (PHAPL). Pemanenan dan perdagangan kayu ramin
hanya dapat diperbolehkan bagi pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(IUPHHK) yang memperoleh sertifikat ekolabel dapat melakukan kegiatan pemanenan
ramin berdasarkan rekomendasi dari LIPI (Zulfikar, 2009).
9
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian populasi ramin (Gonystylus bancanus) dan komposisi vegetasi yang
ditemui pada habitat ramin ini dilaksanakan di SPTN Wilayah I Palangka Raya kawasan
Taman Nasional Sebangau khususnya di Resort Sebangau Hulu, sebagaimana peta
lokasi penelitian yang terdapat pada Lampiran 1.
Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini kurang lebih 3 (tiga) bulan yaitu
mulai bulan April sampai dengan bulan Juni 2012 meliputi kegiatan persiapan,
pelaksanaan penelitian, sampai dengan pengolahan data.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Global Positioning System (GPS)
2. Kompas
3. Tally sheet
4. Alat tulis (milimeter block, ballpoint/pensil, buku tulis dan Clip Board).
5. Peta lokasi penelitian
6. Roll meter
7. Parang
8. Kamera
9. Phi band
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah patok kayu dan cat
minyak/pilok.
10
C. Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan menggunakan teknik penarikan contoh bertingkat dengan
peletakan/pemilihan satuan contoh tingkat pertama dilakukan secara terarah dan satuan
contoh tingkat kedua dilakukan secara sistematik (Bustomi et al. 2006 dalam
Subiandono dan Heriyanto, 2009). Satuan contoh berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran 500 m x 500 m atau 25 ha. Di dalam plot bujur sangkar dibuat 5 jalur ukur yang
diletakkan secara sistematik dengan jarak antar jalur 100 m, lebar jalur 20 m dan
panjang 500 m. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode garis berpetak.
Untuk mengetahui keadaan hutan dilakukan analisis vegetasi, yaitu dengan
mengukur variabel komponen vegetasi, yakni:
1. Pohon (Trees), dengan kriteria diameter setinggi dada (1,3 m) lebih dari 20 cm,
ukuran petak 20 m x 20 m.
2. Tiang (Poles), yaitu pohon muda dengan diameter setinggi dada (1,3 m) antara 10-20
cm, ukuran petak 10 m x 10 m.
3. Pancang (Sapling), yaitu permudaan yang tingginya lebih dari 1,5 m sampai pohon
muda dengan diameter kurang dari 10 cm, ukuran petak 5 m x 5 m.
4. Semai (Seedling), yaitu permudaan mulai dari kecambah sampai tinggi kurang dari
1,5 m, ukuran petak 2 m x 2 m.
D. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dan diukur dalam penelitian ini adalah seluruh vegetasi
yang terdapat dalam jalur pengamatan dengan melakukan pengukuran diameter pada
11
tumbuhan tingkat pohon dan tingkat tiang, sedangkan pada tumbuhan tingkat pancang
dan tingkat semai dicatat jenis dan jumlah individu masing-masing jenis.
E. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan
Semua bahan dan peralatan penelitian yang diperlukan untuk pengumpulan data
terlebih dahulu dipersiapkan sebelum penelitian dilaksanakan.
2. Penentuan Lokasi Penelitian
Penempatan jalur pengamatan ditentukan secara Purposive Sampling, yaitu
letaknya terpilih dan ditentukan terlebih dahulu sedemikian rupa sehingga dapat
mewakili keadaan vegetasi yang sesungguhnya (Soerianegara dan Indrawan, 1978).
3. Pembuatan Jalur Ukur
Pembuatan jalur ukur dalam penelitian ini dibuat dengan lebar jalur 20 m dan
panjang jalur 500 m, sedangkan jumlah jalur yang dibuat sebanyak 5 jalur dengan
jarak antar jalur 100 m. Dengan mempertimbangkan efisiensi, pengambilan data
dilakukan dengan cara melompati tiap satu petak dalam jalur ukur, sehingga luas
petak contoh yang diamati adalah 400 m² x 13 petak x 5 jalur = 26.000 m². Dengan
demikian jumlah petak contoh seluruhnya adalah 65 petak. Letak koordinat dari
masing-masing jalur adalah sebagai berikut:
a. Jalur Pengamatan I berada pada koordinat UTM 49 M = S 0738620, E 9804980
b. Jalur Pengamatan II berada pada koordinat UTM 49 M = S 0738720, E 9804938
c. Jalur Pengamatan III berada pada koordinat UTM 49 M = S 0739007, E 9805107
d. Jalur Pengamatan IV berada pada koordinat UTM 49 M = S 0739169, E 9804931
e. Jalur Pengamatan V berada pada koordinat UTM 49 M = S 0739716, E 9804765
12
Untuk lebih jelasnya tata letak jalur dapat dilihat pada gambar berikut ini:
500 m
500 m
Gambar 2. Jalur Ukur Pengamatan Vegetasi
4. Pembuatan Petak Ukur Pengamatan Semai, Pancang, Tiang dan Pohon
Pembuatan petak ukur pengamatan semai, pancang, tiang dan pohon dilakukan
bersamaan pada saat pembuatan jalur ukur. Pada setiap petak ukur ditandai dengan
patok kayu bulat yang mana pada bagian atasnya ditandai dengan pita warna,
dimana untuk tingkat semai berwarna putih, tingkat pancang berwarna kuning,
tingkat tiang berwarna biru dan tingkat pohon berwarna hijau. Bentuk dan ukuran
petak pengamatan pada setiap jalur ukur dapat dilihat pada gambar berikut ini:
100 m 100 m 100 m 100 m
JU I JU II JU III JU IV JU V
20 m 20 m 20 m 20 m 20 m
Keterangan: JU = Jalur Ukur Pengamatan vegetasi 20 m x 500 m
13
Arah rintis
Gambar 3. Petak Ukur Pengamatan Vegetasi
Keterangan:
A = Petak Ukur Vegetasi tingkat Semai (2x2) m
B = Petak Ukur Vegetasi tingkat Tiang (5x5) m
C = Petak Ukur Vegetasi tingkat Pancang (10x10) m
D = Petak Ukur Vegetasi tingkat Pohon (20x20) m
5. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan secara langsung terhadap seluruh vegetasi yang
dijumpai pada seluruh petak ukur, yaitu tumbuhan tingkat semai, pancang, tiang dan
pohon dengan dibantu 2 (dua) orang masyarakat sebagai tenaga rintis dan pengenal
jenis.
F. Analisis Data
Menurut Gopal dan Buhardwaj dalam Indriyanto (2006), untuk kepentingan
deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam parameter
kuantitatif antara lain: densitas (kerapatan), frekwensi dan dominansi. Data yang telah
diperoleh dari pengukuran di lapangan, kemudian dianalisis dengan menggunakan
rumus Soerianegara dan Indrawan (2005) dalam Andre (2009), yakni sebagai berikut:
D
D
C
B
A
D
CC C
B B
A
14
1. Kerapatan Spesies (K) = Jumlah individu suatu jenis Luas petak contoh 2. Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan satu jenis
x 100 Kerapatan seluruh jenis 3. Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu Jenis Luas petak contoh 4. Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis
x 100 Dominansi seluruh jenis 5. Frekuensi (F) = Jumlah petak penemuan suatu jenis Jumlah seluruh petak contoh 6. Frekuensi relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis
x 100 Frekuensi seluruh jenis 7. Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis
terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan
kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. INP dihitung berdasarkan
penjumlahan dari:
a. INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi Relatif (untuk tingkat
tiang dan pohon).
b. INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif (untuk tingkat semai dan pancang).
8. Keanekaragaman Jenis (H')
Keanekaragaman jenis adalah parameter yang berguna untuk mengetahui
kestabilan/ kemantapan suatu komunitas. Perhitungan keanekaragaman jenis dalam
penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Shanon dan Wiener (1949)
dalam Bratawinata (2001), yakni sebagai berikut:
15
ni ni H' = -∑ Log N N
Keterangan :
H' = Indeks Keanekaragaman
ni = Jumlah individu suatu jenis
N = Jumlah individu seluruh jenis
Makin besar H' suatu komunitas maka semakin mantap komunitas suatu vegetasi.
16
IV. DISKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Kawasan
Taman Nasional Sebangau ditetapkan pada tahun 2004 oleh Menteri Kehutanan
melalui perubahan fungsi kawasan hutan produksi dengan luas + 568.700 hektar.
Penunjukkan Taman Nasional Sebangau sebagai kawasan Taman Nasional pada tahun
2004 belum memiliki unit pengelola sendiri. Pengelolaan Taman Nasional Sebangau
sejak ditetapkan dilaksanakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan
Tengah, sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Pada bulan Oktober 2006 baru ditunjuk
Kepala Balai Taman Nasional Sebangau dan dilakukan pengelolaan sendiri (BTNS,
2007).
B. Letak dan Luas
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 423/Menhut-II/2004
tanggal 19 Oktober 2004, Taman Nasional Sebangau terletak antara Sungai Sebangau
dan Sungai Katingan, dan berada pada Wilayah Administrasi Kabupaten Katingan,
Kabupaten Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah tepatnya
pada koordinat 113°18'-114°03' BT dan 01°55'-03°07' LS serta memiliki luas +
568.700 hektar (BTNS, 2007).
C. Topografi, Iklim, Geologi dan Tanah
Keadaan topografi kawasan Taman Nasional Sebangau sebagian besar datar
dengan kelerengan kurang dari 2%, ketinggian antara 0-35 meter di atas permukaan
17
laut. Sedangkan sebagian kecil bergelombang pada tempat yang memiliki ketinggian di
atas 35 meter di atas permukaan laut.
Menurut pembagian tipe iklim dari Schmidt dan Ferguson, kawasan Taman
Nasional Sebangau termasuk tipe A, yaitu daerah yang memiliki bulan basah (CH > 100
mm) 9-12 bulan dengan bulan kering (CH < 60 mm) 0-1 bulan. Menurut sistem
Koppen, sebagian besar termasuk ke dalam tipe Aw. Tipe ini menunjukkan daerah yang
memiliki curah hujan tahunan kurang dari 2.500 mm, curah hujan pada bulan terkering
kurang dari 60 mm serta suhu udara rata-rata bulanan terendah lebih dari 18° C (BTNS,
2007).
Menurut peta Geologi Taman Nasional Sebangau skala 1 : 250.000 (BTNS,
2007), kawasan TNS terbentuk oleh formasi endapan alluvium (Qa) yang terdiri dari:
a. Endapan alluvium sungai dan endapan gambut dan/atau bahan organik, yang terdiri
dari pasir dan liat.
b. Endapan bahan organik berwarna hitam sampai hitam kemerahan dengan kedalaman
mencapai 12 meter dan membentuk kubah gambut (Peat Dome).
Satuan lahan alluvial membentuk dataran rawa (floodplain) dan tanggul sungai (levee).
Lahan di kawasan TNS juga merupakan satuan lahan kubah gambut (gambut ombrogen
atau oligotrofik) dengan tingkat kematangan fibrik sampai saprik.
Jenis tanah di kawasan Taman Nasional Sebangau termasuk ke dalam kelompok
histosol (tanah gambut) yang terbentuk dari sisa-sisa tanaman atau lapukan bahan
organik pada daerah cekungan yang selalu tergenang dalam jangka waktu yang lama.
Tanah di kawasan Taman Nasional Sebangau memiliki kandungan bahan organik tanah
antara 12-18 % dengan ketebalan minimal 40 atau 60 cm yang dibedakan menjadi tiga
18
bagian berdasarkan tingkat kematangannya, yaitu fibrik, hemik, dan saprik (BTNS,
2007).
D. Vegetasi
Ekosisem hutan rawa gambut Taman Nasional Sebangau menurut Pusat Penelitian
Biologi LIPI (2006) dalam (BTNS, 2007) kawasan Taman Nasional Sebangau memiliki
beberapa jenis flora, antara lain ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyera lowii),
belangeran (Shorea balangeran), bintangur (Calophyllum sclerophyllum), meranti
(Shorea spp.), nyatoh (Palaquium spp.), keruing (Dipterocarpus cornutus), agathis
(Agathis spp.), kantong semar (Nepenthes sp.) dan menjalin (Xanthophyllum spp.).
Kawasan Taman Nasional Sebangau memiliki tujuh tipe sub vegetasi hutan dari
hasil penelitian Page et. a.l (1999) dalam (BTNS, 2007) yaitu :
a. Sub Vegetasi Riparian
Sub vegetasi ini terletak di antara hutan rawa air tawar dengan hutan rawa
gambut. Lokasinya terletak dekat dengan sungai 0-1 km dari tepi sungai. Daerah
ini selalu tergenang air pada saat musim hujan, dengan kedalaman gambut 0-1,5
meter.
b. Sub Vegetasi Transisi (Hutan Riparian - Hutan Rawa Campuran)
Sub vegetasi ini pada umumnya mendominasi areal yang sangat sempit, yaitu
1-1,5 km dari tepi sungai dengan kedalaman gambut umumnya sampai 2 meter.
Daerah dengan tipe hutan ini merupakan daerah perbatasan pasang surut.
19
c. Sub Vegetasi Rawa Campuran
Sub vegetasi ini umumnya dapat dijumpai mulai dari batas tepi kubah gambut
sampai 4 km ke dalam dengan kedalaman gambut umumnya berkisar antara 2-6
meter. Umumnya tegakan di dalam sub vegetasi ini tinggi-tinggi dan berlapis.
d. Sub Vegetasi Transisi (Hutan Rawa Campuran-Hutan Pole Rendah)
Sub vegetasi ini umumnya dijumpai di daerah yang berjarak antara 4-6 km
dari tepi sungai dengan kondisi degradasinya yang lambat mulai dari hutan rawa
campuran sampai dengan hutan pole rendah. Kompossi lapisan tajuk atas dan
tengah umumnya relatif sama dengan hutan rawa campuran.
e. Sub Vegetasi Pole Rendah
Sub vegetasi ini umumnya djumpai di daerah yang letaknya antara 6-11 km
dari tepi sungai dengan kedalaman gambut berkisar antara 7-10 meter. Tinggi
permukaan air (water–table) pada umumnya tinggi secara permanen dan lantai
hutan sangat tidak menentu.
f. Sub Vegetasi Tegakan Tinggi (Tall Interior Forest)
Sub vegetasi ini umumnya terletak di sisi miring kubah gambut lebih dari 12
km dari tepi sungai, dimana terdapat perubahan tipe hutan yang jelas sampai lebih
dari 24,5 km dengan kedalaman gambut dapat mencapai lebih dari 12 meter.
g. Sub Vegetasi Kanopi Sangat Rendah
Sub vegetasi ini relatif terbuka dan terletak diantara dua sistem sungai.
Sedikit tumbuhan yang dapat melebihi ketinggian 1,5 meter.
20
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Populasi Ramin (Gonystylus bancanus)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Resort Sebangau Hulu
kawasan Taman Nasional Sebangau, dalam 5 jalur dan 65 plot pengamatan (0.65 ha)
ditemui populasi ramin (Gonystylus bancanus) sebanyak 232 individu, yaitu tingkat semai
104 individu (44,7%), tingkat pancang 96 individu (41,6%), tingkat tiang 12 individu
(5,1%), dan tingkat pohon 20 individu (8,6%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 1 dan Gambar 4.
Seperti yang dikemukakan Muin (2009) bahwa ramin merupakan spesies pohon
yang hidup dan berkembang dengan baik pada hutan rawa gambut dengan ketinggian
sampai dengan 100 m dari muka laut dan tapak hutan yang selalu tergenang air tawar
secara periodik dengan ketebalan gambut yang bervariasi.
Tabel 1. Populasi Ramin Tingkat Semai, Pancang, Tiang dan Pohon yang Ditemukan pada Tiap Jalur Pengamatan
No Tingkat
Pertumbuhan
Jalur Ditemukan Jumlah
I II III IV V Individu Persentase
1 Semai 9 22 21 24 28 104 44,7%
2 Pancang 12 33 14 26 11 96 41,6%
3 Tiang 1 4 0 5 2 12 5,1%
4 Pohon 2 3 6 6 3 20 8,6%
Jumlah 24 62 41 61 44 232 100%
Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui bahwa populasi permudaan tingkat semai
ditemukan paling banyak, yaitu sejumlah 104 semai dan permudaan paling sedikit
ditemukan adalah tingkat tiang, sejumlah 12 batang. Jika dilihat dari masing-masing
jalur pengamatan populasi ramin yang diketemukan pada masing-masing jalur
bervariasi antara 24 individu sampai dengan 62 individu.
21
Pada jalur I tegakan ramin yang ditemukan sangat sedikit, hal tersebut diduga
disebabkan oleh adanya bekas jalan sarad/ rel yang sudah lapuk sebagai dampak dari
eksploitasi hutan sebelum lokasi tersebut ditunjuk sebagai kawasan Taman Nasional
Sebangau sehingga merusak vegetasi yang dilewatinya. Selain hal tersebut di atas,
faktor ketebalan gambut juga mempengarui penyebaran ramin, seperti yang
dikemukakan Istomo (2006) bahwa penyebaran dan pertumbuhan ramin di hutan rawa
gambut dipengaruhi oleh ketebalan gambut. Menurutnya ramin ditemukan pada
ketebalan gambut 1.2 m - 6 m dimana semakin tebal gambut penyebaran dan
pertumbuhannya semakin bagus. Lokasi pada jalur pertama termasuk dalam sub
vegetasi riparian dimana letaknya dimulai dari tepi sungai utama dan memiliki
ketebalan gambut antara 0-1,5 m sedangkan pada jalur selanjutnya terletak pada sub
vegetasi transisi antara hutan riparian dan hutan rawa campuran dengan kedalaman
gambut mencapai 2 m yang merupakan habitat ideal bagi ramin. Populasi ramin
tertinggi ditemui pada jalur II, namun pada jalur tersebut didominasi oleh permudaan
ramin pada tingkat semai dan tingkat pancang.
Permudaan tingkat semai diketemukan dengan jumlah paling tinggi karena
kawasan Taman Nasional Sebangau khususnya di lokasi penelitian merupakan
ekosistem hutan sekunder bekas Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman Industri (HPHTI) dimana penutupan tajuk dari tegakan hutannya tidak
terlalu rapat sehingga sinar matahari masih dapat masuk sampai ke lantai hutan. Kondisi
yang demikian merupakan tempat tumbuh yang dapat memacu bagi permudaan ramin
tingkat semai. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Muin et. al. (2001) dalam Muin
(2009) bahwa intensitas cahaya berpengaruh kepada pertumbuhan permudaan ramin.
22
Permudaan ramin ternyata tumbuh lebih baik di tempat yang agak terbuka,
dibandingkan dengan di tempat terbuka dan di bawah naungan.
Gambar 4. Presentese Jumlah Populasi Ramin pada Semua Tingkat Pertumbuhan Tabel 2. Luas Bidang Dasar (Lbds) Ramin Tingkat Tiang
No Jalur
Ditemukan Plot
Ditemukan Diameter
(cm)
Lbds (m²)
Individu Jumlah
Lbds /Jalur
1 I 5 10 0.008 0.008
2
II
19 14 0.015
0.077 3 22 19 0.028
4 23 12 0.011
5 23 17 0.023
6
IV
44 18 0.025
0.104
7 45 14 0.015
8 47 17 0.023
9 49 17 0.023
10 49 15 0.018
11 V
59 13 0.013 0.036
12 60 17 0.023
JUMLAH 0.225
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa diameter batang permudaan
ramin tingkat tiang berkisar antara 10-19 cm. Ramin tingkat tiang ditemukan sangat
Semai44,7%
Pancang41,6%
Tiang5,1%
Pohon8,6%
1 Semai
2 Pancang
3 Tiang
4 Pohon
23
sedikit dan tidak semua jalur terdapat permudaan tingkat ini, pada jalur III tidak ditemui
sama sekali permudaan tingkat tiang.
Luas Bidang Dasar (Lbds) ramin tingkat tiang yang ditemui pada semua jalur
penelitian adalah 0.225 m². Pada jalur I, Lbds ramin tingkat tiang ditemukan paling
kecil, yaitu 0.008 m² hal ini disebabkan karena pada jalur I hanya ditemukan 1 (satu)
tegakan ramin tingkat tiang dengan diameter kecil. Sedangkan Lbds terbesar ditemui
pada jalur IV yaitu, 0.104 m² hal ini menunjukkan bahwa pada jalur IV ditemukan
tegakan ramin tingkat tiang paling banyak dan diameter setinggi dada lebih besar dari
pada yang ditemukan pada jalur I.
Tabel 3. Luas Bidang Dasar (Lbds) Ramin Tingkat Pohon
No Jalur
Ditemukan Plot
Ditemukan Diameter
(cm)
Lbds (m²)
Individu Jumlah
Lbds /Jalur
1 I
3 40 0.126 0.176
2 7 25 0.050
3
II
15 33 0.086
0.251 4 15 27 0.057
5 19 37 0.108
6
III
28 71 0.396
2.451
7 30 94 0.694
8 46 64 0.322
9 37 63 0.312
10 37 67 0.353
11 38 69 0.374
12
IV
41 24 0.045
0.295
13 43 31 0.075
14 45 21 0.035
15 49 22 0.038
16 50 24 0.045
17 51 27 0.057
18
V
53 27 0.057
0.180 19 54 27 0.057
20 58 29 0.066
JUMLAH 3.353
24
Ramin merupakan jenis pohon yang berukuran relatif besar dengan diameter
dapat mencapai lebih dari 100 cm dan ketinggian sampai dengan 40 meter.
Pertumbuhan ramin termasuk lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan meranti
rawa, jelutung, galam dan lain-lain Nurhasybi et. al., (2010). Berdasarkan Tabel 4 di
atas ditemukan 20 pohon induk ramin dengan diameter berkisar antara 21- 94 cm.
Disini dapat dilihat bahwa populasi ramin masih relatif baik karena masih ditemukan
pohon induk ramin dengan diameter 50 cm up.
Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa luas bidang dasar (Lbds) ramin
tingkat pohon yang ditemui pada semua jalur penelitian adalah 3.353 m². Lbds terendah
ditemui pada jalur I, yaitu 0.176 m², sama dengan tegakan ramin tingkat tiang pada jalur
pertama ditemukan paling sedikit tegakan ramin tingkat pohon, yaitu sebanyak 2 (dua)
tegakan. Sedangkan Lbds tertinggi ditemukan pada jalur III, yaitu 2.451 m². Jumlah
pohon yang ditemui pada jalur III dan jalur IV sama, yaitu 6 tegakan namun Lbdsnya
sangat jauh berbeda, hal ini dikarenakan diameter setinggi dada tegakan ramin tingkat
pohon pada jalur III lebih besar dari pada yang ditemui pada jalur IV.
B. Komposisi Jenis dan Keanekaragaman Vegetasi
B.1 Susunan Jenis
Dari hasil penelitian vegetasi, pada pertumbuhan tingkat semai
ditemukan sebanyak 25 jenis, pancang 33 jenis, tiang 31 jenis dan pohon 31
jenis. Sedangkan vegetasi yang ditemukan pada semua tingkat pertumbuhan
sebanyak 38 jenis, diantaranya; gentalang (Garcinia parvifolia), terantang
(Campnosperma coriaceum), meranti (Shorea sp), nyatoh (Palaquium spp),
pasir-pasir (Stemonurus scorpioides), ramin (Gonystylus bancanus), malam-
25
malam (Diospyros sp), jambu-jambu (Euginia spp), pisang-pisang (Mezzetia
leptopoda), resak (Vatica rassak), ketiau (Ganua mottleyana), bintan (Licania
splenden), belangeran (Shorea balangeran), dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya
data komposisi vegetasi yang ditemui pada habitat ramin dapat dilihat pada
Lampiran 2. Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan pada lokasi penelitian terebut
jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pusat
Penelitian Biologi (LIPI) di Taman Nasional Sebangau pada Tahun 2006 dimana
ditemukan sebanyak 809 jenis flora.
B.2 Dominansi Jenis
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menetapkan dominansi
suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting
menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Hasil
perhitungan INP vegetasi yang ditemui pada habitat ramin dapat dilihat pada
Lampiran 3. Berikut ini secara berurutan 6 vegetasi tingkat semai yang memiliki
INP lebih dari 10%, yaitu: jambu-jambu (51,69%), malam-malam (26,37%),
kemuning (22,53%), pasir-pasir (19,41%), ramin (16,65%) dan gentalang
(14,43%). Disini dapat dilihat bahwa permudaan ramin tingkat semai menduduki
urutan ke-5 dalam komunitas dengan nilai indeks 16,65 %. Untuk lebih jelasnya
INP vegetasi tingkat semai dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.
Gambar 5. Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Semai
Pada tingkat pancang
INP lebih dari 10% adalah: j
bunga (19,73%
dan nyatoh (10,95
ke 5 dalam komu
Gambar 6. Jenis Tumbuhan Dominan
19.41 %
16.65 %
15.48 %
14.16 %
Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Semai
tingkat pancang sebagaimana Gambar 6, vegetasi
lebih dari 10% adalah: jambu-jambu (23,15%), gentalang (2
bunga (19,73%), pasir-pasir (15,7%), ramin (15,48%), malam
yatoh (10,95%). Pada permudaan tingkat pancang ramin menempati urutan
ke 5 dalam komunitas dengan nilai indeks 15,48%.
Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Pancang
51.69 %
26.37 %22.53 %
19.41 %
16.65 %
14.43 %
1 Jambu
2 Malam
3 Kemuning
4 Pasir
5 Ramin
6 Gentalang
23.15 %
20.99 %
19.73 %15.7 %
15.48 %
14.16 %
10.95 %1 Jambu
2 Gentalang
3 Meranti
4 Pasir
5 Ramin
6 Malam
7 Nyatoh
26
vegetasi yang memiliki
entalang (20,99%), meranti
alam-malam (14,16%)
Pada permudaan tingkat pancang ramin menempati urutan
Tingkat Pancang
1 Jambu-jambu
2 Malam-malam
3 Kemuning
4 Pasir-pasir
5 Ramin
6 Gentalang
1 Jambu-jambu
2 Gentalang
3 Meranti
4 Pasir-pasir
5 Ramin
6 Malam-malam
7 Nyatoh
Pada permudaan tingkat tiang, ramin memiliki nilai indeks kurang
10% yaitu sebesar 8,61%. S
memiliki INP
nyatoh (26,85%), p
(16,45%) dan t
Gambar 7. Jenis Tumbuhan Dominan
Berdasarkan Penghitungan Indeks Nilai Penting (INP) s
disajikan dalam Lampiran
dari 15% ditemukan sebanyak 6 pohon, sedangkan Nilai Penting Jenis (
ramin menempati urutan ke 13 dalam komunitas, yaitu sebesar 10,5
Gambar 8, secara berurutan vegetasi tingkat pohon yang mendominasi pada
habitat ramin adalah
ketiau (17.15%) dan b
18.95 %
17.88 %
16.45 %
Pada permudaan tingkat tiang, ramin memiliki nilai indeks kurang
10% yaitu sebesar 8,61%. Sesuai Gambar 7, vegetasi
lebih dari 15% adalah: pasir-pasir (42,39%), gentalang (33,89%),
nyatoh (26,85%), pisang-pisang (18,95%), malam-malam (17,88%), m
(16,45%) dan tetumbu (15,51%).
Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Tiang
Berdasarkan Penghitungan Indeks Nilai Penting (INP) s
disajikan dalam Lampiran 3, vegetasi tingkat pohon yang memiliki INP lebih
dari 15% ditemukan sebanyak 6 pohon, sedangkan Nilai Penting Jenis (
ramin menempati urutan ke 13 dalam komunitas, yaitu sebesar 10,5
secara berurutan vegetasi tingkat pohon yang mendominasi pada
habitat ramin adalah nyatoh (38.11%), malam-malam (31.02%),
ketiau (17.15%) dan bintan (16.06%).
42.39 %
33.89 %
26.85 %
18.95 %
17.88 %
16.45 %15.51 %
27
Pada permudaan tingkat tiang, ramin memiliki nilai indeks kurang dari
vegetasi tingkat tiang yang
pasir (42,39%), gentalang (33,89%),
malam (17,88%), meranti
Berdasarkan Penghitungan Indeks Nilai Penting (INP) seperti yang
vegetasi tingkat pohon yang memiliki INP lebih
dari 15% ditemukan sebanyak 6 pohon, sedangkan Nilai Penting Jenis ( NPJ)
ramin menempati urutan ke 13 dalam komunitas, yaitu sebesar 10,57%. Sesuai
secara berurutan vegetasi tingkat pohon yang mendominasi pada
malam (31.02%), resak (17.89%),
1 Pasir-pasir
2 Gentalang
3 Nyatoh
4 Pisang-pisang
5 Malam-malam
6 Meranti
7 Tetumbu
Gambar 8. Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Pohon
Berdasarkan hasil perhitungan
(H’) vegetasi yang ditemui pada habitat ramin
pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4. Indeks Keanekaragaman Ramin Untuk Semua Tingkat Pertumbuhan.
No Tingkat Pertumbuhan
1 Pohon
2 Tiang
3 Pancang
4 Semai
Tabel 4 menunjukkan bahwa vegetasi tingkat pohon memiliki indeks
keanekaragaman lebih tinggi
kemudian tingkat pancang 1,303
tersebut dapat diketahui bahwa vegetasi yang
17.89 %
17.15 %
Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Pohon
C. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)
Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 4 indeks keanekaragaman jenis
yang ditemui pada habitat ramin untuk semua tingkat pertumbuhan dilihat
berikut ini:
Keanekaragaman Jenis Vegetasi yang Ditemui pada ntuk Semua Tingkat Pertumbuhan.
Tingkat Pertumbuhan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis
(H')
1,335
1,307
1,303
1,079
menunjukkan bahwa vegetasi tingkat pohon memiliki indeks
keanekaragaman lebih tinggi dengan nilai indeks 1,335 diikuti tingkat
pancang 1,303 dan semai 1,079. Berdasarkan indeks keanekaragaman
tersebut dapat diketahui bahwa vegetasi yang ditemui pada habitat
38.11 %
31.02 %17.89 %
17.15 %
16.06 %
1 Nyatoh
2 Malam
3 Resak
4 Ketiau
5 Bintan
28
keanekaragaman jenis
semua tingkat pertumbuhan dilihat
itemui pada Habitat
Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis
menunjukkan bahwa vegetasi tingkat pohon memiliki indeks
diikuti tingkat tiang 1,307
Berdasarkan indeks keanekaragaman
ditemui pada habitat ramin untuk tingkat
1 Nyatoh
2 Malam-malam
3 Resak
4 Ketiau
5 Bintan
29
pohon, tiang, pancang dan semai di Resort Sebangau Hulu, Balai Taman Nasional
Sebangau secara umum dapat dikategorikan sedang. Asumsi ini sesuai dengan pendapat
Sogianto (1994), yang memberikan batasan bahwa kriteria indeks keanekaragaman jika
H’ ≤ 1 menunjukkan keanekaragaman spesies rendah, jika nilai 1 < H’< 3 menunjukkan
keanekaragaman spesies sedang dan jika H’ ≥ 3 menunjukkan keanekaragaman spesies
tinggi.
Soegianto (1994), berpendapat bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai
keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies
dengan kelimpahan yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas ini disusun
oleh sangat sedikit spesies dan dominasinya terdapat pada suatu jenis dominan maka
keanekaragaman jenis rendah.
30
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian di Resort Sebangau Hulu, SPTN Wilayah I Palangka
Raya Kawasan Taman Nasional Sebangau, jumlah populasi ramin (Gonystylus
bancanus) ditemukan sebanyak 232 individu, yaitu tingkat semai 104 individu
(44,7%), tingkat pancang 96 individu (41,6%), tingkat tiang 12 individu (5,1%), dan
tingkat pohon 20 individu (8,6%).
2. Indeks Nilai Penting (INP) ramin dalam komunitas untuk tingkat tiang menempati
urutan terendah (8,61%) sedangkan INP ramin tingkat pohon (10,57%), tingkat
pancang (15,48%) dan INP ramin tertinggi ditemukan pada tingkat semai (16,65%).
3. Komposisi vegetasi pada semua tingkat pertumbuhan yang ditemui pada habitat
ramin ditemukan sebanyak 38 jenis antara lain, gentalang (Garcinia parvifolia),
meranti (Shorea sp), pasir-pasir (Stemonurus scorpioides), ramin (Gonystylus
bancanus), malam-malam (Diospyros sp), nyatoh (Palaquium spp), dan lain-lain.
4. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) vegetasi yang ditemui pada habitat ramin pada
semua tingkat pertumbuhan termasuk sedang, tingkat pohon (1,335), tingkat tiang
(1,307), tingkat pancang (1,303) dan tingkat semai (1,079).
5. Vegetasi jenis lain yang mendominasi pada tingkat pohon adalah nyatoh (38,11%),
tingkat tiang adalah pasir-pasir (42,39%), tingkat pancang adalah jambu-jambu
(23,15%) dan tingkat semai juga didominasi jambu-jambu (51,69%).
31
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempertimbangkan sub tipe vegetasi,
ketebalan gambut dan intensitas cahaya sehingga dapat diperoleh data yang lebih
beragam dan lengkap.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu bahan kajian
dalam rangka konservasi in situ ramin (Gonystylus bancanus) yang berfungsi
sebagai sarana pendidikan, penelitian, wisata dan sumber plasma nutfah tumbuhan
ramin.
32
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho W.C., 2011. Menyelamatkan Ramin dengan Melakukan Penunjukan
Kawasan Konservasi Hutan [email protected]. Tanggal Akses: 10 April 2011.
Andre, 2009. Apa dan Bagaimana Mempelajari Analisa Vegetasi.
www.andre_fahutan.com. Tanggal Akses: 10 April 2011. Balai Taman Nasional Sebangau, 2007. Rencana Pengelolaan Taman Nasional
Sebangau Periode 2007-2026. Balai Taman Nasional Sebangau, Palangka Raya. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kerjasama dengan ITTO, 2010.
Panduan Penilaian Non-Detrimantal Finding untuk Ramin (Gonystylus spp). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan kerjasama dengan ITTO, Bogor.
Bratawinata A.A., 2001. Ekologi Hutan Hujan Tropis dan Metoda Analisis Hutan.
Departemen Pendidikan Nasional. Herujono H., 2009. Strategi Konservasi, Persyaratan Legal dan Administratif.
Prosiding Lokakarya Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam bekerjasama dengan ITTO – CITES Project, Bogor.
Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara, Jakarta. Istomo, 2006. Evalusi Penyelesaian Praktek/Sistem Silvikultur Hutan Rawa
Gambut di Indonesia Khususnya untuk Jenis Ramin. Prosiding Lokakarya Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam bekerjasama dengan ITTO – CITES Project, Bogor.
Kartiko H.D.P., 2001. Informasi Singkat Benih Gonystylus bancanus Miq.Kurz.
Kerjasama Indonesia Forest Seed Project (IFSP) dan Balai Teknologi Perbenihan, Bogor.www. dephut.go.id. Tanggal Akses: 10 April 2011.
Muin A., 2009. Tinjauan Ekologi dan Persyaratan Tapak Uji Coba Penanaman
Ramin. Prosiding Lokakarya Nasional “Identification of Information Gaps Toward the SFM on Ramin and Thematic Programs to be Included into 2009 and 2010 Workprogram of ITTO-CITES Project”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam bekerjasama dengan ITTO, Bogor.
Nurhasybi, Tajudin E.K. dan Evalin S.S.S., 2010. Manual Monitoring Musim
Berbunga-Berbuah dan Produksi Benih Ramin (Gonystylus bancanus). ITTO bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, Bogor.
Sogianto, A., 1994. Ekologi Kuatitatif. Usaha Nasional, Surabaya.
33
Soerianegara I. dan Indrawan A., 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Laboraturium
Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian, Bogor. Subiandono E., dan Heriyanto N.M., 2009. Kajian Tumbuhan Obat Akar Kuning
(Areangelisia flava Merr) di Kelompok Hutan Gelawan, Kabupaten Kampar, Riau. Jurnal.pdii.lipi.go.id. Tanggal Akses: 10 April 2011
Wahyunto, Ritung S., Suparto dan Subagjo H., 2005. Sebaran Gambut dan
Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan 2004. Wetlands International, Bogor.
www. plantamor.com, 2008. Ramin (Gonystylus bancanus). www.plantamor.com.
Tanggal Akses: 28 September 2011 Zulfikar A., 2009. Statistik Perdagangan Kayu Ramin dan Monitoringnya.
Prosiding Lokakarya Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam bekerjasama dengan ITTO – CITES Project, Bogor.
34
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian di Resot Sebangau Hulu, SPTN Wilayah I Palangka Raya, Taman Nasional Sebangau.
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian di Resot Sebangau Hulu, SPTN Wilayah I
Palangka Raya, Taman Nasional Sebangau.
35
Lampiran 2. Komposisi Vegetasi yang Ditemui pada Habitat Ramin pada Semua Tingkat Pertumbuhan
No Nama Jenis
Jumlah Individu Lokal Ilmiah
1 Nyatoh Gagas Palaquium cochlearifolium 2 2 Tagula Xylopia cf. malayana 4 3 Rambutan hutan Xerospermum noronhianum 5 4 Tumih Combretocarpus rotundatus 5 5 Papung Cocceras borneensis 10 6 Ehang Syzygium sp 11 7 Jangkang Xylopia ferruginea 12 8 Gemor Alseodaphne sp 17 9 Kajalaki Adina fagifolia 19
10 Lunuk Ficus sp 20 11 Belangeran Shorea balangeran 22 12 Cempedak air Paratocarpus venenosus 30 13 Meranti Shorea sp 30 14 Rahanjang Xylopia puspa 32 15 Jinjit Calophyllum hosei 40 16 Pelawan Merah Tristaniopsis obovata 41 17 Punak Tetramerista glabra 43 18 Ketiau Ganua mottleyana 46 19 Bintan Licania splenden 47 20 Terentang Campnosperma coriaceum 53 21 Jelutung Dyera lowii 56 22 Gerunggang Cratoxylum arborescen 57 23 Katepung Belum diketahui 61 24 Madang Actinodaphne glomerata 61 25 Mendarahan Horsefielda grandis 65 26 Pelawan Putih Tristaniopsis grandifolia 78 27 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 80 28 Galam tikus Eugenia spicata 85 29 Resak Vatica rassak 87 30 Tetumbu Zyzygium havilandii 94 31 Kemuning Kibessia sp 109 32 Meranti bunga Shorea teysmanniana 191 33 Nyatoh Palaquium spp 219 34 Ramin Gonystylus bancanus 232 35 Gentalang Garcinia parvifolia 245 36 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 295 37 Malam-malam Diospyros sp. 319 38 Jambu-jambu Euginia spp 626
JUMLAH 3449
36
Lampiran 3. Indeks Nilai Penting Vegetasi yang Ditemui Pada Habitat Ramin 1. Tingkat Semai
No
Nama Jenis Jumlah
Individu
KR
FR
INP
Lokal Ilmiah KR+FR
(%) (%) (%)
1 Rahanjang Xylopia puspa 1 0.09 0.31 0.4
2 Resak Vatica rassak 1 0.09 0.31 0.4
3 Rambutan hutan Xerospermum noronhianum 2 0.17 0.62 0.79
4 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 4 0.34 0.62 0.96
5 Galam tikus Eugenia spicata 6 0.52 0.62 1.14
6 Gerunggang Cratoxylum arborescen 6 0.52 0.62 1.14
37
7 Bintan Licania splenden 3 0.26 0.92 1.18
8 Jelutung Dyera lowii 4 0.34 0.92 1.26
9 Mendarahan Horsefielda grandis 9 0.78 0.92 1.7
10 Ketiau Ganua mottleyana 9 0.78 0.92 1.7
11 Madang Actinodaphne glomerata 9 0.78 0.92 1.7
12 Belangeran Shorea balangeran 8 0.69 1.85 2.54
13 Tetumbu Syzygium sp 25 2.15 1.23 3.38
14 Katepung Belum diketahui 14 1.21 2.77 3.98
15 Lunuk Ficus sp 19 1.64 2.46 4.1
16 Jinjit Calophyllum hosei 12 1.03 3.08 4.11
17 Punak Tetramerista glabra 25 2.15 3.08 5.23
18 Meranti Shorea sp 30 2.58 4 6.58
19 Nyatoh Palaquium spp 38 3.27 3.38 6.65
20 Gentalang Garcinia parvifolia 64 5.51 8.92 14.43
21 Ramin Gonystylus bancanus 104 8.96 7.69 16.65
22 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 86 7.41 12 19.41
23 Kemuning Kibessia sp 108 9.3 13.23 22.53
24 Malam-malam Diospyros sp 149 12.83 13.54 26.37
25 Jambu-jambu Euginia spp 425 36.61 15.08 51.69
JUMLAH 1161 100,0 100,0 200,0
2. Tingkat Pancang
No
Nama Jenis Jumlah Individu
KR FR INP
Lokal Ilmiah (%) (%) KR+FR
(%)
1 Kajalaki Adina fagifolia 1 0.08 0.20 0.29
2 Lunuk Ficus sp 1 0.08 0.20 0.29
3 Terantang Campnosperma coriaceum 1 0.08 0.20 0.29
4 Ketiau Ganua mottleyana 2 0.16 0.41 0.57
5 Rahanjang Xylopia puspa 3 0.24 0.41 0.65
6 Rambutan hutan Xerospermum noronhianum 3 0.24 0.41 0.65
7 Tagula Xylopia cf. malayana 4 0.32 0.41 0.73
8 Balangeran Shorea balangeran 3 0.24 0.61 0.86
38
9 Ehang Syzygium sp 4 0.32 0.82 1.14
10 Bintan Licania splenden 6 0.49 1.23 1.71
11 Papung Cocceras borneensis 10 0.81 1.43 2.24
12 Cempedak air Paratocarpus venenosus 15 1.21 1.23 2.44
13 Jinjit Calophyllum hosei 16 1.29 1.43 2.73
14 Gerunggang Cratoxylum arborescen 13 1.05 2.05 3.10
15 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 19 1.54 1.84 3.38
16 Gemor Alseodaphne sp 17 1.37 2.05 3.42
17 Jelutung Dyera lowii 21 1.70 1.84 3.54
18 Mendarahan Horsefielda grandis 19 1.54 2.05 3.59
19 Pelawan merah Tristaniopsis obovata 23 1.86 1.84 3.70
20 Punak Tetramerista glabra 14 1.13 2.87 4.00
21 Madang Actinodaphne glomerata 26 2.10 3.07 5.18
22 Tetumbu Zyzigium havilandri 44 3.56 2.25 5.81
23 Katepung Belum diketahui 35 2.83 3.48 6.31
24 Resak Vatica rassak 34 2.75 3.69 6.44
25 Pelawan putih Tristaniopsis grandifolia 43 3.48 4.10 7.57
26 Galam tikus Eugenia spicata 47 3.80 5.33 9.13
27 Nyatoh Palaquium spp 67 5.42 5.53 10.95
28 Malam-malam Diospyros sp 89 7.19 6.97 14.16
29 Ramin Gonystylus bancanus 96 7.76 7.79 15.48
30 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 103 8.33 7.38 15.70
31 Meranti bunga Shorea teysmanniana 130 10.51 9.22 19.73
32 Gentalang Garcinia parvifolia 143 11.56 9.43 20.99
33 Jambu-jambu Euginia spp 185 14.96 8.20 23.15
JUMLAH 1237 100.0 100.0 200.0
3. Tingkat Tiang
No
Nama Jenis Jumlah KR FR DR INP
Lokal Ilmiah Individu % % % KR+FR+DR
%
1 Jangkang Xylopia ferruginea 1 0.24 0.31 0.24 0.79
2 Kemuning Kibessia sp. 1 0.24 0.31 0.27 0.82
3 Tumih Combretocarpus rotundatus 1 0.24 0.31 0.37 0.92
4 Punak Tetramerista glabra 2 0.48 0.31 0.31 1.10
5 Ehang Syzygium, sp 3 0.72 0.61 0.34 1.67
6 Pelawan putih Tristaniopsis grandifolia 2 0.48 0.61 0.58 1.67
39
7 Kajalaki Adina fagifolia 3 0.72 0.92 0.79 2.43
8 Ketiau Ganua mottleyana 4 0.97 0.92 0.71 2.60
9 Jambu-jambu Euginia spp 4 0.97 0.92 0.75 2.64
10 Pelawan merah Tristaniopsis obovata 4 0.97 1.22 1.19 3.38
11 Belangeran Shorea balangeran 5 1.21 1.53 1.14 3.88
12 Rahanjang Xylopia puspa 7 1.69 2.14 1.23 5.06
13 Cempedak air Paratocarpus venenosus 5 1.21 1.53 2.75 5.49
14 Galam tikus Eugenia spicata 8 1.93 2.14 1.63 5.70
15 Bintan Licania splenden 8 1.93 2.45 1.65 6.03
16 Katepung Belum diketahui 8 1.93 1.83 2.69 6.45
17 Resak Vatica rassak 10 2.42 2.14 1.99 6.55
18 Jinjit Calophyllum hosei 10 2.42 2.75 2.13 7.30
19 Ramin Gonystylus bancanus 12 2.90 3.06 2.65 8.61
20 Mendarahan Horsefielda grandis 16 3.86 4.28 1.13 9.27
21 Jelutung Dyera lowii 14 3.38 3.67 3.22 10.27
22 Terentang Campnosperma coriaceum 15 3.62 3.67 3.96 11.25
23 Madang Actinodaphne glomerata 18 4.35 4.28 3.25 11.88
24 Gerunggang Cratoxylum arborescen 15 3.62 4.28 4.41 12.31
25 Tetumbu Zyztgium havilandri 23 5.56 5.81 4.14 15.51
26 Meranti bunga Shorea teysmanniana 22 5.31 5.81 5.33 16.45
27 Malam-malam Diospyros sp. 25 6.04 6.42 5.42 17.88
28 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 26 6.28 6.42 6.25 18.95
29 Nyatoh Palaquium spp 40 9.66 7.95 9.24 26.85
30 Gentalang Garcinia parvifolia 36 8.70 9.17 16.02 33.89
31 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 66 15.94 12.23 14.22 42.39
JUMLAH 414 100.0 100.00 100.00 300.0
3. Tingkat Pohon
No
Nama Jenis Jumlah KR FR DR INP
Lokal Ilmiah Individu % % % KR+FR+DR
%
1 Punak Tetramerista glabra 2 0.31 0.46 0.03 0.8
2 Tetumbu Zyzygium havilandii 2 0.31 0.46 0.1 0.87
3 Jinjit Calophyllum hosei 2 0.31 0.46 0.11 0.88
4 Gentalang Garcinia parvifolia 2 0.31 0.46 0.13 0.9
5 Nyatoh Gagas Palaquium cochlearifolium 2 0.31 0.46 0.25 1.02
6 Tumih Combretocarpus rotundatus 4 0.63 0.46 0.25 1.34
40
7 Katepung Belum diketahui 4 0.63 0.92 0.51 2.06
8 Cempedak air Paratocarpus venenosus 10 1.57 0.46 0.2 2.23
9 Ehang Syzygium sp 4 0.63 0.92 0.88 2.42
10 Balangeran Shorea balangeran 6 0.94 1.38 1.12 3.44
11 Jangkang Xylopia ferruginea 11 1.73 2.3 0.93 4.96
12 Madang Actinodaphne glomerata 8 1.26 1.15 3.3 5.71
13 Jambu-jambu Euginia spp 12 1.88 2.53 1.6 6.01
14 Pelawan Putih Tristaniopsis grandifolia 33 5.18 1.84 0.74 7.76
15 Jelutung Dyera lowii 17 2.67 3.22 2.05 7.93
16 Kajalaki Adina fagifolia 15 2.35 2.76 3.36 8.47
17 Mendarahan Horsefielda grandis 21 3.3 4.37 1.8 9.47
18 Gerunggang Cratoxylum arborescen 23 3.61 3.22 2.65 9.48
19 Ramin Gonystylus bancanus 20 3.14 4.14 3.3 10.57
20 Rahanjang Xylopia puspa 21 3.3 4.14 4.08 11.52
21 Terantang Campnosperma coriaceum 37 5.81 3.91 2.59 12.31
22 Galam tikus Eugenia spicata 24 3.77 5.06 3.92 12.75
23 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 31 4.87 5.06 3.1 13.03
24 Meranti bunga Shorea teysmanniana 39 6.12 4.37 3.95 14.43
25 Pelawan Merah Tristaniopsis obovata 14 2.2 5.75 6.7 14.64
26 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 40 6.28 5.06 3.39 14.73
27 Bintan Licania splenden 30 4.71 5.29 6.07 16.06
28 Ketiau Ganua mottleyana 31 4.87 5.75 6.54 17.15
29 Resak Vatica rassak 42 6.59 5.29 6.01 17.89
30 Malam-malam Diospyros sp. 56 8.79 8.05 14.19 31.02
31 Nyatoh Palaquium spp 74 11.62 10.34 16.14 38.11
JUMLAH 637 100.0 100.0 100.0 300.0
Lampiran 4. Hasil Perhitungan Keanekaragaman Jenis Untuk Semua Vegetasi
yang Ditemui Pada Semua Tingkat Pertumbuhan
1. Tingkat Semai
No
Nama Jenis Jumlah Individu
INP ni/N Ln
ni/N
(ni/N) LN
(ni/N) Lokal Ilmiah
1 Rahanjang Xylopia puspa 1 0,4 0,002 -2,699 0,005
2 Resak Vatica rassak 1 0,4 0,002 -2,699 0,005
3 Rambutan hutan Xerospermum noronhianum 2 0,79 0,004 -2,403 0,009
4 Bintan Licania splenden 3 1,18 0,006 -2,229 0,013
41
5 Jelutung Dyera lowii 4 1,26 0,006 -2,201 0,014
6 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 4 0,96 0,005 -2,319 0,011
7 Galam tikus Eugenia spicata 6 1,14 0,006 -2,244 0,013
8 Gerunggang Cratoxylum arborescen 6 1,14 0,006 -2,244 0,013
9 Belangeran Shorea balangeran 8 2,54 0,013 -1,896 0,024
10 Mendarahan Horsefielda grandis 9 1,7 0,009 -2,071 0,018
11 Ketiau Ganua mottleyana 9 1,7 0,009 -2,071 0,018
12 Madang Actinodaphne glomerata 9 1,7 0,009 -2,071 0,018
13 Jinjit Calophyllum hosei 12 4,11 0,021 -1,687 0,035
14 Katepung Belum diketahui 14 3,98 0,020 -1,701 0,034
15 Lunuk Ficus sp 19 4,1 0,021 -1,688 0,035
16 Punak Tetramerista glabra 25 5,23 0,026 -1,583 0,041
17 Tetumbu Syzygium sp 25 3,38 0,017 -1,772 0,030
18 Meranti Shorea sp 30 6,58 0,033 -1,483 0,049
19 Nyatoh Palaquium spp 38 6,65 0,033 -1,478 0,049
20 Gentalang Garcinia parvifolia 64 14,43 0,072 -1,142 0,082
21 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 86 19,41 0,097 -1,013 0,098
22 Ramin Goystylus bancanus 104 16,65 0,083 -1,080 0,090
23 Kemuning Kibessia sp. 108 22,53 0,113 -0,948 0,107
24 Malam-malam Diospyros sp. 149 26,37 0,132 -0,880 0,116
25 Jambu-jambu Euginia spp 425 51,69 0,258 -0,588 0,152
JUMLAH 1161 200 1,079
2. Tingkat Pancang
No
Nama Jenis Jumlah Individu
INP ni/N Ln
ni/N
(ni/N) LN
(ni/N) Lokal Ilmiah
1 Kajalaki Adina fagifolia 1 0,29 0,001 -2,839 0,004
2 Lunuk Ficus sp 1 0,29 0,001 -2,839 0,004
3 Terantang Campnosperma coriaceum 1 0,29 0,001 -2,839 0,004
4 Ketiau Ganua mottleyana 2 0,57 0,003 -2,545 0,007
5 Balangeran Shorea balangeran 3 0,86 0,004 -2,367 0,010
6 Rahanjang Xylopia puspa 3 0,65 0,003 -2,488 0,008
7 Rambutan hutan Xerospermum noronhianum 3 0,65 0,003 -2,488 0,008
8 Ehang Syzygium sp 4 1,14 0,006 -2,244 0,013
42
9 Tagula Xylopia cf. malayana 4 0,73 0,004 -2,438 0,009
10 Bintan Licania splenden 6 1,71 0,009 -2,068 0,018
11 Papung Cocceras borneensis 10 2,24 0,011 -1,951 0,022
12 Gerunggang Cratoxylum arborescen 13 3,1 0,016 -1,810 0,028
13 Punak Tetramerista glabra 14 4 0,020 -1,699 0,034
14 Cempedak air Paratocarpus venenosus 15 2,44 0,012 -1,914 0,023
15 Jinjit Calophyllum hosei 16 2,73 0,014 -1,865 0,025
16 Gemor Alseodaphne sp 17 3,42 0,017 -1,767 0,030
17 Mendarahan Horsefielda grandis 19 3,59 0,018 -1,746 0,031
18 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 19 3,38 0,017 -1,772 0,030
19 Jelutung Dyera lowii 21 3,54 0,018 -1,752 0,031
20 Pelawan merah Tristaniopsis obovata 23 3,7 0,019 -1,733 0,032
21 Madang Actinodaphne glomerata 26 5,18 0,026 -1,587 0,041
22 Resak Vatica rassak 34 6,44 0,032 -1,492 0,048
23 Katepung Belum diketahui 35 6,31 0,032 -1,501 0,047
24 Pelawan putih Tristaniopsis grandifolia 43 7,57 0,038 -1,422 0,054
25 Tetumbu Zyzigium havilandri 44 5,81 0,029 -1,537 0,045
26 Galam tikus Eugenia spicata 47 9,13 0,046 -1,341 0,061
27 Nyatoh Palaquium spp 67 10,95 0,055 -1,262 0,069
28 Malam-malam Diospyros sp. 89 14,16 0,071 -1,150 0,081
29 Ramin Gonystylus bancanus 96 15,55 0,078 -1,109 0,086
30 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 103 15,7 0,079 -1,105 0,087
31 Meranti bunga Shorea teysmanniana 130 19,73 0,099 -1,006 0,099
32 Gentalang Garcinia parvifolia 143 20,99 0,105 -0,979 0,103
33 Jambu-jambu Euginia spp 185 23,15 0,116 -0,936 0,108
JUMLAH 1237 200,0 1,303
3. Tingkat Tiang
No
Nama Jenis Jumlah Individu
INP ni/N Ln
ni/N
(ni/N) LN
(ni/N) Lokal Ilmiah
1 Jangkang Xylopia ferruginea 1 0,79 0,003 -2,579 0,007
2 Kemuning Kibessia sp. 1 0,82 0,003 -2,563 0,007
3 Tumih Combretocarpus rotundatus 1 0,92 0,003 -2,513 0,008
4 Punak Tetramerista glabra 2 1,1 0,004 -2,436 0,009
5 Pelawan putih Tristania grandifolia 2 1,67 0,006 -2,254 0,013
6 Ehang Syzygium sp 3 1,67 0,006 -2,254 0,013
7 Kajalaki Adina fagifolia 3 2,43 0,008 -2,092 0,017
8 Jambu-jambu Euginia spp 4 2,64 0,009 -2,056 0,018
43
9 Ketiau Ganua mottleyana 4 2,6 0,009 -2,062 0,018
10 Pelawan merah Tristaniopsis grandifolia 4 3,38 0,011 -1,948 0,022
11 Belangeran Shorea balangeran 5 3,88 0,013 -1,888 0,024
12 Cempedak air Paratocarpus venenosus 5 5,49 0,018 -1,738 0,032
13 Rahanjang Xylopia puspa 7 5,06 0,017 -1,773 0,030
14 Bintan Licania splenden 8 6,03 0,020 -1,697 0,034
15 Galam tikus Eugenia spicata 8 5,7 0,019 -1,721 0,033
16 Katepung Belum diketahui 8 6,45 0,022 -1,668 0,036
17 Jinjit Calophyllum hosei 10 7,3 0,024 -1,614 0,039
18 Resak Vatica rassak 10 6,55 0,022 -1,661 0,036
19 Ramin Gonystylus bancanus 12 8,61 0,029 -1,542 0,044
20 Jelutung Dyera lowii 14 10,27 0,034 -1,466 0,050
21 Gerunggang Cratoxylum arborescen 15 12,31 0,041 -1,387 0,057
22 Terentang Campnosperma coriaceum 15 11,25 0,038 -1,426 0,053
23 Mendarahan Horsefielda grandis 16 9,27 0,031 -1,510 0,047
24 Madang Actinodaphne glomerata 18 11,88 0,040 -1,402 0,056
25 Meranti bunga Shorea teysmanniana 22 16,45 0,055 -1,261 0,069
26 Tetumbu Zyztgium havilandri 23 15,51 0,052 -1,287 0,067
27 Malam-malam Diospyros sp. 25 17,88 0,060 -1,225 0,073
28 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 26 18,95 0,063 -1,200 0,076
29 Gentalang Garcinia parvifolia 36 33,89 0,113 -0,947 0,107
30 Nyatoh Palaquium spp 40 26,85 0,090 -1,048 0,094
31 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 66 42,39 0,141 -0,850 0,120
JUMLAH 414 300,0 1,307
4. Tingkat Pohon
No
Nama Jenis Jumlah
Individu INP ni/N Ln ni/N
(ni/N) LN
(ni/N) Lokal Ilmiah
1 Gentalang Garcinia parvifolia 2 0,9 0,003 -2,523 0,008
2 Jinjit Calophyllum hosei 2 0,88 0,003 -2,533 0,007
3 Punak Tetramerista glabra 2 0,8 0,003 -2,574 0,007
4 Nyatoh Gagas Palaquium cochlearifolium 2 1,02 0,003 -2,469 0,008
5 Tetumbu Zyzygium havilandii 2 0,87 0,003 -2,538 0,007
6 Ehang Syzygium sp 4 2,42 0,008 -2,093 0,017
7 Katepung Belum diketahui 4 2,06 0,007 -2,163 0,015
8 Tumih Combretocarpus rotundatus 4 1,34 0,004 -2,350 0,010
44
9 Balangeran Shorea balangeran 6 3,44 0,011 -1,941 0,022
10 Madang Actinodaphne glomerata 8 5,71 0,019 -1,720 0,033
11 Cempedak air Paratocarpus venenosus 10 2,23 0,007 -2,129 0,016
12 Jangkang Xylopia ferruginea 11 4,96 0,017 -1,782 0,029
13 Jambu-jambu Euginia spp 12 6,01 0,020 -1,698 0,034
14 Pelawan Merah Tristaniopsis obovata 14 14,64 0,049 -1,312 0,064
15 Kajalaki Adina fagifolia 15 8,47 0,028 -1,549 0,044
16 Jelutung Dyera lowii 17 7,93 0,026 -1,578 0,042
17 Ramin Gonystylus bancanus 20 10,58 0,035 -1,453 0,051
18 Mendarahan Horsefielda grandis 21 9,47 0,032 -1,501 0,047
19 Rahanjang Xylopia puspa 21 11,52 0,038 -1,416 0,054
20 Gerunggang Cratoxylum arborescen 23 9,48 0,032 -1,500 0,047
21 Galam tikus Eugenia spicata 24 12,75 0,043 -1,372 0,058
22 Bintan Licania splenden 30 16,06 0,054 -1,271 0,068
23 Ketiau Ganua mottleyana 31 17,15 0,057 -1,243 0,071
24 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 31 13,03 0,043 -1,362 0,059
25 Pelawan Putih Tristaniopsis grandifolia 33 7,76 0,026 -1,587 0,041
26 Terantang Campnosperma coriaceum 37 12,31 0,041 -1,387 0,057
27 Meranti bunga Shorea teysmanniana 39 14,43 0,048 -1,318 0,063
28 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 40 14,73 0,049 -1,309 0,064
29 Resak Vatica rassak 42 17,89 0,060 -1,225 0,073
30 Malam-malam Diospyros sp. 56 31,02 0,103 -0,985 0,102
31 Nyatoh Palaquium spp 74 38,11 0,127 -0,896 0,114
JUMLAH 637 300,0 1,335