Laporan Kasus
ABORTUS MOLA HIDATIDOSA
Oleh :Anastasia M. Lumentut
Pembimbing:dr. John Wantania, SpOG, IBCLC
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-IBAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
RSU PROF. Dr. R.D. KANDOUMANADO
2013
Kepada Yth :
Dibacakan tanggal : Rabu, 23 Oktober 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Pada umumnya kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi. Akan tetapi di
dalam kenyataan tidak selalu demikian, karena pada tahap-tahap proses kehamilan
dapat mengalami gangguan seperti kehamilan ektopik, mola hidatidosa, abortus,
prematuritas, kematian janin dalam kandungan, kelainan congenital, dan lain-
lainnya.1
Penyakit trofoblas gestasional (PTG) pertama kali diidentifikasi berasal
dari trofoblas vili plasenta oleh Marchand sekitar 100 tahun yang lalu. Mola
Hidatidosa adalah salah satu PTG. yang meliputi berbagai penyakit yang berasal
dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial dan komplet, koriokarsinoma, mola
invasif dan placental site trophoblastic tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi
sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya
keganasan, dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang
ganas, sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline keganasan.1,2
Salah satu penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan adalah
mola hidatidosa. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian
besar tidak disertai fetus, degenerasi hidropik jonjot korion, sehingga membentuk
gelembung-gelembung menyerupai rangkaian buah anggur kecil yang terjadi
berminggu-minggu pertama kehamilan.1,3
Insidensi mola hidatidosa di Indonesia menurut laporan beberapa peneliti
dari berbagai daerah menunjukkan angka kejadian yang berbeda-beda, angka
kejadian mola hidatidosa di Indonesia berkisar antara 1:55 sampai 1:45
kehamilan. Surabaya antara tahun 2001 sampai 2003 diperoleh angka kejadian
1:96 persalinan, antara tahun 2000 sampai 2002 angka kejadian mola hidatidosa
1:63 kejadian persalinan. Dari data tersebut diatas, nampak adanya kenaikan
angka kejadian mola hidatidosa di Surabaya dan sekitarnya. Sedangkan di Negara
Barat angka kejadian ini lebih rendah dari pada Negara-negara Asia dan Amerika
Latin, misalnya Amerika Serikat 1:1500 kehamilan dan Inggris 1:1550 kehamilan.
Wanita yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai
resiko lebih besar untuk menderita mola hidatidosa. Angka kejadian juga akan
lebih tinggi pada wanita dengan social ekonomi rendah.1,3
80% mola bersifat jinak. Meskipun demikian kemungkinan keganasan
pada kasus mola juga harus dipikirkan. Oleh sebab itu penanganan kasus mola
harus tuntas terutama penatalaksanaan post evakuasi mola dimana follow-up
pasien sangat diperlukan untuk memantau perkembangan penyakit tersebut. Pada
pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi keganasana
trofoblastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi pada 15%
pasien dan metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus koriokarsinoma
yang dilaporkan berasal dari mola parsial, walaupun ada 4% pasien dengan mola
parsial dapat berkembang menjadi penyakit trofoblastik gestasional persisten
nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi.1,3
Berikut adalah laporan kasus mengenai abortus mola hidatidosa di
bagian/SMF Obstetri Ginekologi FK UNSRAT, RSU Prof. dr. R. D. Kandou.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Dey Kalangi
Umur : 50 tahun
CM : 38.03.97
Pekerjaan : IRT
Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Tondano
Status : Menikah
Masuk RS : 29 Agustus 2013
ANAMNESIS
Penderita dirujuk dari PKM Touluaan
Keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 06.00 WITA (29 Agustus 2013),
bergumpal-gumpal dan penderita mengaku keluar gelembung darah seperti
mata ikan
Nyeri perut dirasakan selama 3-4 hari sebelum masuk rumah sakit dan
pernah dirawat di RS Noongan dengan keluhan sakit maag
Penderita mengaku ada riwayat mual-muntah dan merasa perutnya membesar
Nafsu makan menurun
HPHT : Juni 2013
Riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, kencing manis, darah tinggi
disangkal
Riwayat BAB/BAK biasa
Menikah 1x selama 30 tahun
P1 : ♀, spontan LBK, lahir di rumah oleh biang kampung tahun 1984, hidup
P2 : ♂, spontan LBK, lahir di rumah oleh biang kampung tahun 1987, hidup
P3 : ♀, spontan LBK, lahir di rumah oleh biang kampung tahun 2002,
meninggal usia 1 tahun karena demam
STATUS PRAESENS:
Keadaan umum : Cukup Kesadaran : CM
Tekanan darah : 160/100 mmHg Nadi : 104 x/mt
Respirasi : 20 x/mt Suhu : 36,3 0 C
Konjungtiva : Anemis (+) Sklera : Ikterik (-)
C/P : Dalam batas normal Ekstremitas : Edema (-)
Status Lokalis
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Palpasi : Teraba massa kistik, mobil, permukaan licin setinggi pertengahan
simfisis dan umbilikus
Perkusi : WD (-)
Askultasi : BU (+) Normal
Status Ginekologis
Inspeksi : Fluksus (+), vulva tak
Inspekulo : Fluksus (+), vulva/vagina tak, tampak gelembung mola, portio
licin, OUE terbuka
Pemeriksaan dalam : Fluksus (+), vulva/vagina tak, portio kenyal, OUE
terbuka 2-3cm, nyeri goyang (-)
CU : Sesuai usia kehamilan 14-16 minggu
CD : Tidak menonjol
A/P bilateral : Lemas, nyeri tekan (-), massa (-)
USG : VU terisi cukup
Uterus Antefleksi, uk. 10x13x9cm
Tampak gambaran vesikuler intrauterin
Cairan bebas (-)
A/P bilateral dalam batas normal
Kesan: Mola hidatidosa
Laboratorium : Hb 6,6 gr/dl, Leukosit 10.100/mm3, Trombosit 166.000/mm3
Diagnosis: P3A1 50 tahun dengan abortus mola hidatidosa + hipertensi + anemia
Sikap: IVFD
Evakuasi jaringan
Perbaiki KU (Transfusi PRC s/d HB 10gr/dl)
Rencana HT
Cek β-HCG kuantitatif, T3, T4, TSH, Foto Rontgen, EKG
Konsul interna
Laporan Kuretase :
Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada vulva dan sekitarnya
Kandung kencing dikosongkan dengan kateter
Dilakukan pemasangan speculum cocor bebek secara legal artis
Tampak bekuan darah dan gelembung mola
Dinding vagina dan porsio dibersihkan
Tenakulum dijepit di portio pada pukul 11
Dilakukan sondase, uterus antefleksi ukuran 13cm
Dilakukan kuretase dengan sendok kuret yang paling besar secara perlahan
sampai dirasakan kerokan terasa kasar
Didapatkan darah serta jaringan ±300 cc
Jaringan di kirim ke PA
Setelah yakin tidak ada lagi jaringan dan perdarahan, tenakulum dilepas
Portio dibersihkan dengan kassa betadin
Speculum cocor bebek dilepas secara legal artis
Kuretase selesai
Gambar 1. Gelembung mola
Hasil konsul Interna:
P3A1 50 tahun + anemia ec. Kuretase ec. Mola + hipertensi grade II
Follow up :
30/08/2013 – 03/09/2013
S : Perdarahan dari jalan lahir sedikit-sedikit
O : Ku Cukup, Kes CM
T: 150/100 mmHg N: 84 x/menit, R: 20x/menit, S: 36,4oC
A : P3A1 50 tahun post kuretase a/i abortus mola + hipertensi + anemia
P : Perbaiki KU (Transfusi PRC s/d HB 10gr/dl)
Rencana HT
Ceftriaxone 3x1gr
SF 3x1 tab
Hasil Lab: Hb 9,1 gr/dl, leukosit 12.000/mm3, Trombosit 206.000/mm3,
β-HCG 245.867mIU/mL, FT4 0,55, FT3 2,60
04/09/2013 – 08/09/2013
S : Perdarahan dari jalan lahir (-)
O : Ku Cukup, Kes CM
T: 140/90 mmHg N: 80 x/menit, R: 20x/menit, S: 36,5oC
A : P3A1 50 tahun post kuretase a/i abortus mola + hipertensi
P : Rencana HT
Ceftriaxone 3x1gr
SF 3x1 tab
Hasil PA : Mola Hidatidosa
Hasil Lab : Hb 9,3 gr/dl, leukosit 7.800/mm3, Trombosit 168.000/mm3
Penderita pulang paksa
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini akan didiskusikan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Diagnosis
2. Penanganan
3. Prognosis
1. Diagnosis
Diagnosis abortus mola hidatidosa pada pasien ini ditegakkan
berdasarkan dari anamnesis, pemerikaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan:
- Adanya keluar gelembung darah seperti mata ikan,
- Riwayat amenore 2 bulan,
- Riwayat mual muntah dan merasa perutnya membesar
Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan gejala umum yang
paling sering ada dari mola hidatidosa adalah perdarahan pervaginam.
Terbukti pada beberapa kepustakaan bahwa 97% dari penderita tersebut akan
mengalami keluhan tersebut. Hal ini sesuai dengan sifat-sifat sel trofoblas
yang mengadakan invasi kedalam pembuluh darah sehingga dapat
menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah tersebut.4,5 Dari penelitian
oleh Surya,IGP dan Suwiyoga,IK (1980-1982) bahwa 78,88% pasien datang
dengan keluhan perdarahan. Curry dkk, dalam penelitiannya mendapatkan
insiden yang cukup tinggi terjadi perdarahan pervaginam yaitu 312 (87%)
dari 347 dan 188 (94%) dari 200 pasien dengan mola hidatidosa. Valena–
Wright (England,1993) dalam penelitiannya menemukan 62 kasus (84%) dari
74 kasus mola hiatidosa yang dievaluasi datang dengan perdarahan. Pada
penelitian ini terdapat 18 kasus (22,22%) datang dengan keluhan perdarahan
yang disertai dengan keluar jaringan dan gelembung mola, dimana
keseluruhan kasus ini selanjutnya didiagnosa sebagai abortus mola.
Kemudian ada 12 kasus datang dengan muntah-muntah tetapi hanya 3 kasus
(3,70%) sebagai hiperemesis gravidarum, dengan dengan pemeriksaan USG
ternyata didapatkan mola hidatidosa. Ada 3 kasus mola hidatidosa yang
disertai dengan komplikasi tirotoksikosis dimana ketiga pasien ini datang
dengan keluhan dada berdebar, tangan gemetar dan disertai badan
berkeringat.6
Mola hidatidosa yang datang ke RS Sanglah Denpasar 69,14%
mengalami pembesaran uterus/tinggi fundus uteri yang lebih besar dari haid
terakhir. Pembesaran uterus ini biasanya dihubungkan dengan tingginya kadar
hCG yang dihasilkan akibat pertumbuhan yang berlebihan dari sel-sel
trofoblas ini. Valena dkk, (England,1993) menemukan hanya 28 % kasus
mola yang memiliki uterus lebih besar dari umur kehamilan. Sedangkan
Curry mencatat uterus yang lebih besar dari umur kehamilan adalah 46%, dan
Ross dkk, menemukan 51% kasus mola terjadi uterus lebih besar dari umur
kehamilan. Harahap R bahwa 50% kasus mola akan mengalami pembesaran
uterus lebih besar dari umur kehamilan.3 Besar uterus yang lebih kecil / sama
dengan umur kehamilan (haid terakhir) adalah 32,10%. Sedangkan penelitian
di RSU Hasan Sadikin Bandung oleh Anna F dkk, (1993-1997) mendapatkan
besar uterus lebih besar dari normal adalah 48,58%.4,7,8
Pemeriksaan fisik pada pasien ini dijumpai anemia dimana ini
merupakan komplikasi yang terbanyak yang sering ditemukan pada kasus
abortus mola hidatidosa akibat dari sifat perdarahan yang sedikit-sedikit atau
banyak sekaligus sehingga dapat menyebabkan syok atau kematian. Uterus
yang membesar lebih besar dari usia kehamilan dimana pada palpasi
abdomen teraba massa kistik, mobil, permukaan licin setinggi pertengahan
simfisis dan umbilikus. Dan pada pemeriksaan inspekulo terlihat adanya
gelembung mola dimana diagnosis ini mempermudah diagnosis adanya
abortus mola hidatidosa. Karena kehamilan ini adalah kehamilan abnormal
sehingga tubuh akan berusaha untuk mengeluarkannya. Dengan keluarnya
gelembung mola biasanya akan terjadi perdarahan yang banyak dan keadaan
umum pasien akan menurun.1
Sedangkan untuk pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan USG
dimana gambaran yang diperoleh yaitu gambaran vesikulter intrauterin.
Gambar 2. Gambaran vesikuler intrauterin pada pemeriksaan USG pasien dengan
Mola Hidatidosa9
Disamping itu dilakukan pemeriksaan hCG (human
choriognadotrophin). Seperti diketahui, hCG dihasilkan oleh sel
sinsitiotrofoblas, sejak mulai implantasi. Pada kehamilan normal, kadarnya
naik terus hingga usia kehamilan 60-80 hari, kemudian turun lagi setelah
mencapai kehamilan 85 hari. Pada puncaknya, kadar hCG dapat mencapai
600.000 mIU/ml. Selanjutnya, sampai kehamilan aterm, kadar hCG rata-rata
adalah 20.000 mIU/ml. Pada mola hidatidosa, seluruh kavum uteri diisi oleh
jaringan trofoblas. Oleh karena itu, pertumbuhan sel trofoblas, dan selama
gelembung mola belum keluar atau dikeluarkan, hCG akan terus naik,
sampai bisa mencapai di atas 5.000.000 mIU/ml. Pada penderita ini kadar β-
HCG 245.867mIU/mL dimana ini sesuai dengan kepustakaan yang
mengatakan bahwa kadar β-HCG akan lebih tinggi dari normal. 3,10
Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi sebagai
diagnostik pasti dan didapatkan hasil mikroskopik: tampak villi korialis
dengan degenerasi hidropik, avaskular, dan terdapat proliferasi sedang sel-
sel trofoblast, dengan kesimpulan yaitu Mola Hidatidosa.
2. Penanganan
Prinsip penanganan pada penderita ini, yaitu:
- Perbaiki keadaan umum
- Evakuasi jaringan mola
- Profilaksis
- Follow up
Pada kasus ini penderita datang dalam kondisi anemia sehingga
tindakan pertama yang harus dilakukan adalah perbaikan keadaan umum
dengan pemberian transfusi darah untuk memperbaiki anemianya dan
mencegah jangan sampai penderita jatuh dalam keadaan syok.3
Selanjutnya, dilakukan evakuasi jaringan mola secepat mungkin
dikarenakan adanya perdarahan aktif akibat dari abortus mola hidatidosa.
Karena tidak disediakannya alat vakum kuretase (kuret hisap) di ruangan
IRDO RSU Prof. dr. R. D. Kandou, evakuasi sisa jaringan mola pada
penderita ini dilakukan dengan cara kuret tajam. Hal ini sebenarnya tidak
dianjurkan karena mengingat konsistensi uterus yang lunak sehingga akan
lebih mudah terjadi perforasi.6 Kemudian pada penderita ini direncanakan
untuk dilakukan histerektomi totalis sebagai profilaksis. Dimana tindakan ini
dilakukan pada wanita dengan mola hidatidosa yang telah cukup umur
(batasan yang dipakai yaitu umur lebih dari 35 tahun), jumlah anak yang
sudah cukup, dan menurunkan angka kematian karena koriokarsinoma.1,2,3,4
Untuk golongan resiko tinggi yang menolak atau tidak bisa dilakukan
histerektomi atau wanita muda dengan hasil PA yang mencurigakan dapat
diberikan kemoterapi. Cara pemberian kemoterapi yaitu MTX 20 mg/hari,
IM, Asam Folat 10 mg 3 kali sehari dan Cursil 35 mg 2 kali sehari selama 5
hari berturut-turut. Atau dengan pemberian Actinomycin 1 flc sehari, selama
5 hari berturut-turut.5 Penderita pulang paksa sebelum sempat dilakukan
histerektomi totalis.
Seperti diketahui, 15-20% dari penderita pasca mola hidatidosa, bisa
mengalami transformasi keganasan menjadi TTG. Pada umumnya follow up
dilakukan berlangsung selama satu tahun. Dalam tiga bulan pertama
pascaevakuasi, penderita diminta datang untuk kontrol setiap dua minggu,
kemudian tiga bulan berikutnya setiap satu bulan, selanjutnya dalam enam
bulan terakhir, setiap 2 bulan.3
Selama follow up, yang perlu diperhatikan adalah keluhan seperti
batuk, perdarahan, atau sesak nafas, pemeriksaan ginekologis terutama
adanya tanda-tanda subinvolusi, dan kadar β-hCG. Follow up dihentikan bila
sebelum setahun wanita sudah hamil normal lagi, atau bila setelah setahun,
tidak ada keluhan, uterus dan kadar β-hCG dalam batas normal, serta fungsi
haid sudah normal. Selama follow up, wanita dianjurkan untuk tidak hamil
dulu. Kontrasepsi yang dianjurkan adalah kondom atau pil kombinasi bila
haid sudah normal.3,9
Setelah jaringan mola dievakuasi, kadar β-hCG akan menurun secara
perlahan-lahan, sampai akhirnya tidak terdeteksi lagi. Waktu yang diperlukan
untuk mencapai kadar normal (<5mIU/ml) adalah 12 minggu. Ada beberapa
jenis kurva regresi, salah satunya adalah kurva Mochizuki.3
Gambar 3. Kurva regresi β-hCG normal dan abnormal pascaevakuasi MHK3
3. Prognosis
Setelah dilakuan evakuasi jaringan mola secara lengkap, sebagian besar
penderita mola hidatidosa akan sehat kembali, kecuali 15-20% yang mungkin
akan mengalami keganasan (TTG).3 Resiko untuk terjadinya kehamilan mola
berulang sekitar 1 %, dan kehamilan mola yang ke tiga sekitar 33%.11
Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan
risiko tinggi, seperti:
1. Umur diatas 35 tahun
2. Besar uterus diatas 20 minggu
3. Kadar β-hCG diatas 105 mIU/ml
4. Gambaran PA yang mencurigakan
Pada penderita ini memiliki kemungkinan untuk terjadinya resiko
kehamilan mola dikarenakan anjuran untuk histerektomi totalis tidak
dilakukan karena penderita pulang paksa dan memiliki kemungkinan untuk
menjadi ganas karena penderita ini termasuk dalam resiko tinggi yaitu umur
diatas 35 tahun dengan Kadar β-hCG diatas 105 mIU/ml.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Salah satu penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan adalah
mola hidatidosa. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian
besar tidak disertai fetus, degenerasi hidropik jonjot korion, sehingga membentuk
gelembung-gelembung menyerupai rangkaian buah anggur kecil yang terjadi
berminggu-minggu pertama kehamilan.
Pada penelitian 22,22% datang dengan keluhan perdarahan yang disertai
dengan keluar jaringan dan gelembung mola, dimana keseluruhan kasus ini
selanjutnya didiagnosa sebagai abortus mola.
Penanganan pada pasien ini kurang tepat dimana evakuasi sisa jaringan
mola dilakukan dengan kuretase menggunakan kuret tajam tidak dengan vakum
hisap seperti yang dianjurkan. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya vakum
hisap di IRDO RSU Prof. dr. R. D. Kandou. Kemudian pada penderita ini
direncanakan untuk histerektomi totalis karena melihat umur pasien yang sudah
lebih dari 35 tahun dan pasien sudah memiliki cukup anak namun belum sempat
dilakukan karena penderita sudah pulang paksa tanpa alasan yang jelas. Sehingga
memiliki resiko kehamilan mola berulang dan kemungkinan untuk menjadi ganas
karena penderita ini termasuk dalam resiko tinggi yaitu umur diatas 35 tahun
dengan Kadar β-hCG diatas 105 mIU/ml.
Saran
Pada penderita ini perlu dilakukan konseling kembali dan follow up pasca
evakuasi mola hidatidosa untuk mendeteksi kemungkinan adanya keganasan
secara dini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuninngham. F. G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik
Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran.
EGC Jakarta. Hal 930-8
2. Bagshawe KD. Introduction. In: B W Hancock ESN, R S Berkowitz, L A
Cole, editor. Gestational trophoblastic disease. 2nd ed. Sheffield:
International Society for the Study of Trophoblastic Diseases (ISSTD);
2003. p. 1-5.
3. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. 2002. Penyakit Serta Kelainan
Plasenta & Selpaut Janin. Ilmu Kebidanan. Yayayasan Bina Pustaka
SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta. Hal 341-348
4. Harahap RE. Mola hidatidosa. Dalam : Harahap RE, eds. Kanker
ginekologi. Jakarta : PT Gramedia, 1984 ; 79-92
5. Manuaba IBG. Keganasan pada alat genitalia wanita. Dalam : Setiawan.
Ed. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan keluarga berencana.
Jakarta : EGC, 1998 ; 419-24
6. Surya IGP, Suwiyoga IK. Mola hidatidosa di RSUP Denpasar selama tiga
tahun (1 Januari 1980 – 31 Desember 1982 ).
7. Seung JK. Epidemiology. In : Hancock BW, Newland ES, Berkowitz RS.
Eds. Gestational trophoblastic disease 1st edition. London : Chapman &
Hall medical 1997; 27-42.
8. Evans AC, Soper JT, Hammond CB. Clinical feature of molar pregnancies
and gestational trophoblastic tumor. In : Hancock BW, Newland ES,
Berkowitz RS. Eds. 1 st Gestational trophoblastic disease edition. London :
Chapman & Hall medical 1997; 109-126.
9. Berkowitz RS, Goldstein DP. Gestational Trophoblastic Disease. Berek
JS, Editor. Dalam: Berek & Novak’s Gynecology. Edisi ke 14.
Philadelphia: Lippincott Wiliams & Wilkins, 2007. Hal 1582-91
10. Savage P, Seckl M. Trophoblast Disease. Edmonds DK, Editor. Dalam:
Dewhurst’s Textbook of Obstetric & Gynaecology. Massachusetts:
Blackwell Publishing, 2007. Hal 117-21
11. Chu CS. Gestational Trophoblastic Disease. Ppfeifer SM, Editor. Dalam:
NMS Obstetrics and Gynecology. Edisi ke 6. Philadelphia: Lippincott
Wiliams & Wilkins, 2008. Hal 197-200