i
ABSTRAK
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Kesehatan tidak hanya mengenai masalah fisik yang jelas-jelas terlihat, tapi juga
mencakup masalah jiwa yang cenderung tidak terlihat jelas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1) Pengaruh faktor
sosial ekonomi, pendampingan, kondisi kejiwaan dan pengobatan terhadap
partisipasi sosial dan ekonomi; 2) Pengaruh faktor sosial ekonomi, pendampingan,
kondisi kejiwaan dan pengobatan terhadap kualitas hidup; 3) Pengaruh tidak
langsung faktor sosial ekonomi, pendampingan, kondisi kejiwaan dan pengobatan
terhadap partisipasi sosial dan ekonomi; 4) Pengaruh tidak langsung faktor sosial
ekonomi, pendampingan, kondisi kejiwaan dan pengobatan terhadap kualitas
hidup pada penderita gangguan jiwa (skizofrenia).
Penelitian ini merupakan penelitian aksplanatori yang mencari hubungan
kausalitas antar variabel melalui pengujian hipotesis. Analisis data dilakukan
dengan metode SEM-PLS. Hasil penelitian mendapatkan bahwa: faktor sosial
ekonomi berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pengobatan, faktor sosial
ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi kejiwaan,
pendampingan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi kejiwaan,
pendampingan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengobatan, faktor
sosial ekonomi berpengaruh positif tidak signifikan terhadap partisipasi sosial dan
ekonomi, faktor sosial ekonomi berpengaruh positif tidak signifikan terhadap
kualitas hidup, pendampingan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas
hidup, pendampingan berpengaruh positif dan signifikan terhadap partisipasi
sosial dan ekonomi, pengobatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
partisipasi sosial dan ekonomi, kondisi kejiwaan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap partisipasi sosial dan ekonomi, pengobatan berpengaruh
positif tidak signifikan terhadap kualitas hidup, kondisi kejiwaan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kualitas hidup, faktor sosial ekonomi secara tidak
langsung berpengaruh signifikan terhadap partisipasi sosial ekonomi melalui
mediasi pengobatan dan kondisi kejiwaan, pendampingan secara tidak langsung
berpengaruh signifikan terhadap partisipasi sosial ekonomi melalui mediasi
pengobatan dan kondisi kejiwaan, faktor sosial ekonomi secara tidak langsung
berpengaruh signifikan terhadap kualitas hidup melalui mediasi pengobatan,
kondisi kejiwaan dan partisipasi sosial ekonomi, pendampingan secara tidak
langsung berpengaruh tidak signifikan terhadap kualitas hidup melalui mediasi
pengobatan, kondisi kejiwaan dan partisipasi sosial ekonomi, pengobatan secara
tidak langsung berpengaruh tidak signifikan terhadap kualitas hidup melalui
mediasi partisipasi sosial ekonomi, kondisi kejiwaan secara tidak langsung
berpengaruh tidak signifikan terhadap kualitas hidup melalui mediasi partisipasi
sosial ekonomi.
Penderita dengan gangguan jiwa (skizofrenia) dengan kondisi kejiwaan
terkontrol, pengobatan secara teratur dan melalui pendampingan, masih mampu untuk berpatisipasi secara sosial dan ekonomi.
Kata kunci: faktor sosial ekonomi, pendampingan, kondisi kejiwaan, pengobatan,
partisipasi sosial dan ekonomi, kualitas hidup penderita gangguan
jiwa (skizofrenia).
ABSTRACT
Health is a prosperous state of body, soul, and social that allows everyone
to live socially and economically productive. Health is not only about physical
problems that are clearly visible, but also includes mental problems that tend not
to be seen clearly.
The purpose of this study is to analyze: 1) The influence of socio-
economic factors, assistance, psychiatric conditions and treatment of social and
economic participation; 2) The influence of socio-economic factors, assistance,
psychological conditions treatment of quality of life; 3) Indirect influence of
socio-economic factors, assistance, psychiatric conditions and treatment of social
and economic participation; 4) Indirect influence of socio-economic factors,
assistance, psychiatric conditions and treatment of quality of life in people with
mental disorders (schizophrenia).
This study was conducted in a survey at the Provincial Mental Hospital
Policlinic. Data analysis was done by SEM-PLS method. The result of the
research found that: socioeconomic factor had positive effect not significant to treatment, socioeconomic factor had positive and significant effect to psychiatric
condition, mentoring had positive and significant effect to psychiatric condition,
mentoring had positive and significant effect on treatment, socioeconomic factor
had positive not significant Social and economic participation, socioeconomic
factors have no significant effect on quality of life, facilitation has a positive and
significant impact on quality of life, facilitation has a positive and significant
effect on social and economic participation, treatment has a positive and
significant effect on social and economic participation, psychological condition
Positive and significant influence on social and economic participation, treatment
has no significant positive effect on quality of life, psychiatric conditions have a
positive and significant impact on quality of life, non mediative treatment of latent
socio-economic construct influence on social and economic participation,
psychiatric conditions capable of mediating on the influence of socio-economic
latent constructs on social and economic participation, non-mediating treatment of
latent socio-economic factors influence influence on quality of life , Psychiatric
condition capable of mediating on the influence of latent construct of
socioeconomic factors on the quality of life, medication capable of mediating on
the influence of latent constructs of facilitation of social and economic
participation, psychiatric conditions capable mediate on the influence of latent
constructs of facilitation of social and economic participation, psychiatric
conditions in research models Is capable of mediating on the influence of latent
constructs of assistance to quality of life, non-mediating treatment on the
influence of latent constructs of care to quality of life.
Patients with mental disorders (schizophrenia) with controlable psychiatric
conditions regular treatment and through mentoring, are still able to participate
socially and economically.
Keywords: socioeconomic factors, assistance, psychiatric conditions, treatment,
social and economic participation, quality of life for people with
mental disorders (schizophrenia).
RINGKASAN PENELITIAN
PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI, PENDAMPINGAN,
PENGOBATAN DAN KONDISI KEJIWAAN TERHADAP PARTISIPASI
SOSIAL DAN EKONOMI SERTA KUALITAS HIDUP PADA
PENDERITA GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA)
DI PROVINSI BALI
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan
nasional yang diselenggarakan pada semua bidang kehidupan. Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya utama untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang pada gilirannya mendukung
percepatan pencapaian sasaran pembangunan nasional. Kesehatan umumnya
menjadi tujuan utama dan merupakan hasil suatu pembangunan kesehatan. Salah
satu disiplin ilmu ekonomi yang mempelajari upaya kesehatan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan optimal adalah
ekonomi kesehatan (PPEKI dalam Lubis, 2009).
Ilmu ekonomi kesehatan merupakan aplikasi ilmu ekonomi dalam bidang
kesehatan. Ekonomi kesehatan adalah ilmu yang mempelajari suplay dan demand
sumber daya pelayanan kesehatan dan dampak sumber daya pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat. Ekonomi kesehatan perlu dipelajari, karena terdapat
hubungan antara kesehatan dan ekonomi yaitu, kesehatan dapat mempengaruhi
kondisi ekonomi, dan sebaliknya ekonomi dapat mempengaruhi kesehatan (Murti,
2011). Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tersebut dengan
menginvestasikan dan atau mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa kesehatan
(Grossman dalam Murti, 2011).
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No.
36 Tahun 2009). Kesehatan tidak hanya mengenai masalah fisik yang jelas-jelas
terlihat, tapi juga mencakup masalah jiwa yang cenderung tidak terlihat jelas. Bila
kesehatan jiwa terganggu, maka akan terjadi perubahan pada seluruh aspek
kehidupan individu yang mengalaminya. Jiwa yang sehat akan memberikan
banyak sekali kontribusi bagi kesehatan fisik, dan tentunya bagi kebahagiaan dan
kepuasan hidup seseorang.
Gangguan jiwa memang bukan sebagai gangguan yang menyebabkan
kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut membuat
penderitanya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga dan
lingkungan masyarakat sekitarnya. Setiap orang memiliki resiko untuk mengalami
gangguan jiwa. Hidup penuh tekanan, lingkungan kerja dan rumah yang tidak
kondusif serta beban ekonomi merupakan stresor penyebab terjadinya gangguan
jiwa, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan yang berkaitan dengan
faktor resiko gangguan tersebut. Bagi yang sedang mengalami gangguan jiwa
perlu dilakukan intervensi yang komprehensif sehingga mampu mengurangi
dampak yang ditimbulkan oleh gangguan tersebut.
Adapun tujuan penelitian ini secara spesifik adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi, pendampingan,
pengobatan dan kondisi kejiwaan terhadap partisipasi sosial dan ekonomi pada
penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali.
2. Untuk menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi, pendampingan,
pengobatan dan kondisi kejiwaan terhadap kualitas hidup pada penderita
gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali.
3. Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung faktor sosial ekonomi,
pendampingan, pengobatan dan kondisi kejiwaan terhadap partisipasi sosial
dan ekonomi pada penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali.
4. Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung faktor sosial ekonomi,
pendampingan, pengobatan dan kondisi kejiwaan terhadap kualitas hidup pada
penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali.
Skizofrenia berasal dari kata ”skizo” yang berarti retak atau pecah (split)
dan ”frenia” yang artinya jiwa. Seseorang yang menderita gangguan jiwa
skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan
kepribadian (splitting of personality). Gejala yang ditimbulkan mencakup banyak
fungsi seperti pada gangguan persepsi( halusinasi), keyakinan yang salah
(waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan
aktivitas motorik ( katatonia), gangguan dari pengungkapan emosi (afek tumpul),
tidak mampu merasakan kesenangan (anhedonia). Dalam perjalanannya
penderitanya akan mengalami keruntuhan (deteriosasi) dari taraf fungsi
sebelumnya baik fungsi sosial, pekerjaan, dan perawatan diri. Penderita sukar
untuk bersosialisasi dan tidak dapat bekerja seperti sebelumnya karena sifat
regresif serta kemunduran dalam perawatan diri.
Terdapat banyak faktor yang diduga sebagai penyebab skizofrenia,
diantaranya adalah tidak terpenuhi kebutuhan hidup secara ekonomi, perasaan
kurang diperhatikan secara sosial, perasaan rendah diri sehingga perasaan
kehilangan sesuatu yang berlebihan. Kemiskinan disinyalir menjadi faktor pemicu
utama gangguan kejiwaan pada masyarakat. Faktor tersebut membuat yang
bersangkutan rentan stres, dilanda kecemasan yang berlebih, serta masalah
psikososial lainnya yang akhirnya berujung pada gangguan jiwa.
Pendampingan adalah suatu upaya untuk memberikan bantuan atau
layanan dan dukungan yang bermanfaat dalam rutinitas harian. Proses
pendampingan dirancang sebelum penderita akan pulang dari rumah sakit.
Pendampingan yang direncanakan peneliti adalah lebih menekankan pada aspek
kemandirian dan produktifitas sehingga diharapkan penderita gangguan jiwa tetap
mampu berpatisipasi secara sosial dan ekonomi setelah di rumah. Partisipasi
sosial dan ekonomi pada pasien skizofrenia dipengaruhi oleh perjalanan penyakit
itu sendiri, gejala penyakit yang tersisa, dukungan dari lingkungan sosial serta
pengobatan yang diterima oleh pasien. Keberfungsian sosial merupakan bentuk
partisipasi sosial dan ekonomi penderita skizofrenia adalah salah satu tolok ukur
dalam keberhasilan terapi.
Keteraturan pengobatan pada penderita dengan gangguan jiwa skizofrenia,
mempengaruhi proses penyembuhannya. Seringkali klien tidak melanjutkan
pengobatannya karena merasa obat yang diminum tidak efektif atau efek obat
yang rendah dan ada juga yang menghentikan pengobatannya karena merasa lebih
baik. Tingkat ketidakpatuhan terhadap pengobatan pada pasien dengan skizofrenia
rawat jalan hanya mencapai 50% setelah dipulangkan dari rumah sakit.
Pengobatan yang tidak teratur pada akhirnya akan mempengaruhi patisipasi secara
sosial dan kualitas hidup pasien.
Berbagai penelitian yang dilakukan terhadap masalah skizofrenia
menunjukkan bahwa gangguan dan hendaya yang dialami, akan berdampak pada
penurunan partisipasi sosial dan ekonomi serta kualitas hidupnya. Pengukuran
kualitas hidup telah digunakan dalam penelitian kesehatan untuk mengidentifikasi
kebutuhan pasien, memfasilitasi perencanaan suatu program, serta memonitoring
kemajuan klinis dan hasil pengobatan
Rancangan penelitian ini merupakan penelitian aksplanatori yang berfokus
pada hubungan kausalitas, melalui analisis pengaruh faktor sosial ekonomi,
pendampingan, pengobatan dan kondisi kejiwaan terhadap partisipasi sosial dan
ekonomi serta kualitas hidup pada penderita gangguan jiwa (skizofrenia).
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali dengan
menggunakan pasien serta keluarganya.
Temuan pada penelitian ini yaitu: faktor sosial ekonomi memiliki
pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap proses pengobatan. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa saat ini, keadaan sosial ekonomi tidak signifikan
mempengaruhi pengobatan pada penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi
Bali. Hal ini bisa dijelaskan karena sejak Januari Tahun 2010, Pemerintah
Provinsi Bali melaksanakan program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM).
Program ini memberikan jaminan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma bagi
masyarakat ber-KTP Bali yang belum mendapat jaminan kesehatan seperti Askes,
Asabri, Jamskesmas atau jaminan kesehatan lainnya. Temuan lainnya adalah
faktor sosial ekonomi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
kondisi kejiwaan. Temuan ini mengindikasikan bahwa dengan meningkatnya
status sosial ekonomi akan meningkatkan kondisi kejiwaan pada penderita
gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali.
Implikasi penelitian ini adalah memberi kontribusi secara praktis
sehubungan dengan pemahaman bagaimana peranan faktor sosial ekonomi dan
pendampingan dalam meningkatkan partisipasi sosial ekonomi dan kualitas hidup
penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali. Secara praktis bagi
keluarga, perlu memberikan pendampingan berupa; perhatian, dukungan,
bimbingan, pengawasan dan pemberian pujian guna meningkatkan kepatuhan
pengobatan, partisipasi sosial ekenomi dan kualitas hidup penderita gangguan
jiwa (skizofrenia).
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM .......................................................................................... i
PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii
LEMBAR PENGUJI ........................................................................................ iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vi
ABSTRAK ..................................................................................................... ix
ABSTRACT ..................................................................................................... x
RINGKASAN PENELITIAN .......................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 16
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 17
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 19
2.1 Tinjauan Pustaka............................................................................. 19
2.1.1 Konsep Pembangunan ..................................................................... 19
2.1.2 Konsep Gangguan Jiwa Berat (skizofrenia) .................................... 26
2.1.3 Permasalahan Sosial Ekonomi Pada Skizofrenia ............................ 42
2.1.4 Pendampingan Pada Skizofrenia .................................................... 46
2.1.5 Pengobatan Pada Skizofrenia .......................................................... 49
2.1.6 Partisipasi Sosial dan Ekonomi Pada Skizofrenia ........................... 53
2.1.7 Kualitas Hidup ................................................................................. 57
2.2 Teori-Teori Relevan ........................................................................ 66
2.2.1 Pembangunan Kesehatan ................................................................. 66
2.2.2 Ekonomi Kesehatan ........................................................................ 67
2.2.3 Psikologi Ekonomi .......................................................................... 73
2.2.4 Teori Kesejahteraan ......................................................................... 76
2.2.5 Teori Human Capital ....................................................................... 77
2.2.4 Teori Alokasi Waktu ....................................................................... 79
2.3 Keaslian Penelitian .......................................................................... 80
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS .................. 87
3.1 Kerangka Berpikir ........................................................................... 87
3.2 Kerangka Konsep ............................................................................ 92
3.3 Hipotesis .......................................................................................... 96
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................. 99
4.1 Rancangan Penelitian ...................................................................... 99
4.2 Lokasi Penelitian ............................................................................. 101
4.3 Jenis dan Sumber Data .................................................................... 101
4.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 102
4.5 Identifikasi Variabel ........................................................................ 103
4.6 Definisi Operasional ........................................................................ 105
4.7 Populasi, Sampel dan Sampling ...................................................... 109
4.8 Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................... 111
4.9 Teknik Analisis ................................................................................ 112
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA............................... 122
5.1 Gambaran umum daerah penelitian ................................................. 122
5.2 Karakteristik responden ................................................................... 125
5.3 Deskripsi variabel penelitian ........................................................... 130
5.3.1 Variabel faktor sosial ekonomi ............................................... 131
5.3.2 Variabel pendampingan .......................................................... 132
5.3.3 Variabel pengobatan ............................................................... 133
5.3.4 Variabel kondisi kejiwaan ...................................................... 135
5.3.5 Variabel partisipasi sosial dan ekonomi ................................. 136
5.3.6 Variabel kualitas hidup ........................................................... 137
5.4 Model persamaan struktural ............................................................ 138
5.4.1 Evaluasi outer model .............................................................. 138
5.4.2 Pengujian model struktural ..................................................... 145
5.5 Pengujian Hipotesis ......................................................................... 147
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................ 162
6.1 Pembahasan ..................................................................................... 162
6.2 Temuan penelitian ........................................................................... 204
6.3 Kontribusi penelitian ....................................................................... 210
6.4 Keterbatasan penelitian.................................................................... 216
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 217
7.1 Simpulan .......................................................................................... 217
7.2 Saran ................................................................................................ 219
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 221
Lampiran ....................................................................................................... 231
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Prevalensi Gangguan Jiwa Berat Menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2013 .................................................................................... 5
Tabel 1. 2 Jumlah Pasien Gangguan Jiwa di RSJ Provinsi Bali
Tahun 2008-2014 ........................................................................... 8
Tabel 1.3 Jumlah Klaim Pasien JKBM di RSJ Provinsi Bali
Tahun 2012-2014 ........................................................................... 9
Tabel 2. 1 Golongan obat generasi pertama (tipikal) ..................................... 50
Tabel 2.2 Golongan obat generasi kedua (atipikal) ....................................... 50
Tabel 4.1 Variabel Penelitian ......................................................................... 104
Tabel 4.2 Jenis Konstruk dan Indikator Penelitian ........................................ 105
Tabel 5.1 Nama Ibu Kota Kabupaten dan Jumlah Desa di Bali 2015............ 124
Tabel 5.2 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Bali Tahun 2015 ................. 124
Tabel 5.3 Data Sarana Kesehatan................................................................... 125
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur ........................................ 126
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin .......................... 127
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Pendidikan Formal ........ 127
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Pekerjaan ........................ 128
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Perkawinan ................... 129
Tabel 5.9 Faktor Sosial Ekonomi Penderita Skizofrenia ............................... 131
Tabel 5.10 Persepsi Responden Terhadap Variabel Pendampingan .............. 133
Tabel 5.11 Persepsi Responden Terhadap Variabel Pengobatan ................... 134
Tabel 5.12 Persepsi Responden Terhadap Variabel Kondisi Kejiwaan ......... 135
Tabel 5.13 Persepsi Responden Terhadap Variabel Partisipasi
Sosial Ekonomi ............................................................................. 136
Tabel 5.14 Persepsi Responden Terhadap Variabel Kualitas Hidup ............. 137
Tabel 5.15 Outer Loadings ............................................................................ 141
Tabel 5.16 Average Variance Extracted (AVE) ............................................ 142
Tabel 5.17 Cross Loadings ............................................................................ 143
Tabel 5.18 Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability ............................. 144
Tabel 5.19 Nilai R-square .............................................................................. 147
Tabel 5.20 Path Coefficient............................................................................ 148
Tabel 5.21 Nilai Indirect Effects .................................................................... 151
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Prosentase Kunjungan Pasien Rawat Jalan Berdasarkan
Daerah Asal di RSJ Provinsi Bali Tahun 2014 ............................. 8
Gambar 2.1 Bikomia Otak Pada Penderita Skizofrenia ................................... 29
Gambar 2.2 Anatomi Patologi Otak Pada Skizofrenia..................................... 33
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian .................................................... 87
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ...................................................... 95
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................... 100
Gambar 4.2 Diagram Jalur Penelitian .............................................................. 115
Gambar 5.1 Peta Provinsi Bali ......................................................................... 123
Gambar 5.2 Full Model .................................................................................... 139
Gambar 5.3 Skema Model Struktural............................................................... 150
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner ...................................................................................... 231
Lampiran 2 Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................ 239
Lampiran 3 Tabulasi Data Penelitian ............................................................... 246
Lampiran 4 Hasil Uji Outer Model .................................................................. 256
Lampiran 5 Hasil Uji Inner Model ................................................................... 267
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional
bangsa Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan. Sesuai tujuan
yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa
hakikat pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa,
menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia,
dan membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi (Bapenas,
2009).
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara
sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa. Ini
berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari suatu keadaan atau kondisi
kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehidupan yang lebih baik dalam
rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa. Untuk mencapai keberhasilan
pembangunan tersebut, maka banyak aspek atau hal-hal yang harus diperhatikan,
diantaranya adalah keterlibatan masyarakat di dalam pembangunan. Asumsi para
pakar yang berpendapat bahwa semakin tinggi kepedulian atau partisipasi
masyarakat pada proses perencanaan akan memberitakan output yang lebih
optimal. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan, maka
makin tingi pula tingkat keberhasilan yang akan dicapai. Dapat disimpulkan
bahwa partisipasi masyarakat merupakan indikator utama dan menentukan
keberhasilan pembangunan (Korten dalam Supriatna, 2000).
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan
nasional yang diselenggarakan pada semua bidang kehidupan. Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya utama untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang pada gilirannya mendukung
percepatan pencapaian sasaran pembangunan nasional. Kesehatan umumnya
menjadi tujuan utama dan merupakan hasil suatu pembangunan kesehatan. Salah
satu disiplin ilmu ekonomi yang mempelajari upaya kesehatan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan optimal adalah
ekonomi kesehatan (PPEKI dalam Lubis, 2009).
Ilmu ekonomi kesehatan merupakan aplikasi ilmu ekonomi dalam bidang
kesehatan. Ekonomi kesehatan adalah ilmu yang mempelajari suplay dan demand
sumber daya pelayanan kesehatan dan dampak sumber daya pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat. Ekonomi kesehatan perlu dipelajari, karena terdapat
hubungan antara kesehatan dan ekonomi yaitu, kesehatan dapat mempengaruhi
kondisi ekonomi, dan sebaliknya ekonomi dapat mempengaruhi kesehatan (Murti,
2011). Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tersebut dengan
menginvestasikan dan atau mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa kesehatan
(Grossman dalam Murti, 2011).
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No.
36 Tahun 2009). Kesehatan tidak hanya mengenai masalah fisik yang jelas-jelas
terlihat, tapi juga mencakup masalah jiwa yang cenderung tidak terlihat jelas. Bila
kesehatan jiwa terganggu, maka akan terjadi perubahan pada seluruh aspek
kehidupan individu yang mengalaminya. Jiwa yang sehat akan memberikan
banyak sekali kontribusi bagi kesehatan fisik, dan tentunya bagi kebahagiaan dan
kepuasan hidup seseorang.
Namun kesehatan jiwa selama ini relatif terabaikan, padahal penurunan
produktifitas akibat gangguan kesehatan jiwa terbukti berdampak nyata pada
perekonomian (Setiawan, 2008). Meskipun penderita dan nilai kerugiannya besar,
fasilitas dan tenaga kesehatan jiwa di Indonesia masih sangat terbatas. Saat ini
hanya ada 32 Rumah Sakit Jiwa milik Pemerintah dan 16 Rumah Sakit Jiwa
swasta, belum semua Provinsi memiliki Rumah Sakit Jiwa. Dari 1.678 Rumah
Sakit Umum yang terdata, hanya sekitar 2% yang memiliki layanan kesehatan
jiwa. Hanya 15 Rumah Sakit dari 441 Rumah Sakit Umum Daerah milik
Pemerintah Kabupaten/Kota yang memiliki layanan psikiatri. Kondisi sama terjadi
pada Puskesmas, hanya 1.235 Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan
jiwa dari sekitar 9.000 Puskesmas (Asmadi, 2012).
Gangguan jiwa memang bukan sebagai gangguan yang menyebabkan
kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut membuat
penderitanya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga dan
lingkungan masyarakat sekitarnya. Setiap orang memiliki resiko untuk mengalami
gangguan jiwa. Hidup penuh tekanan, lingkungan kerja dan rumah yang tidak
kondusif serta beban ekonomi merupakan stresor penyebab terjadinya gangguan
jiwa, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan yang berkaitan dengan
faktor resiko gangguan tersebut. Bagi yang sedang mengalami gangguan jiwa
perlu dilakukan intervensi yang komprehensif sehingga mampu mengurangi
dampak yang ditimbulkan oleh gangguan tersebut.
Data statistik menyebutkan bahwa angka kejadian gangguan jiwa
khususnya di Bali setiap tahunnya cenderung meningkat (Tabel 1.2). Peningkatan
jumlah ini ternyata juga berimbas terhadap pihak rumah sakit yang kewalahan
untuk menangani para pengunjung yang datang di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Bali, (Darmayasa, 2015). Penyebabnya sangat kompleks, mulai dari persoalan
sosial ekonomi hingga kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat.
Kondisi itu diantaranya berupa sulitnya mencari penghasilan memadai, kehidupan
kota yang kian sumpek akibat terbatasnya ruang publik, perubahan nilai-nilai
kehidupan, atau masuknya nilai- nilai baru yang memengaruhi keluarga. Selain
itu, kebijakan perburuhan pemerintah yang menggaji rendah buruh serta kebijakan
pendidikan yang menekan siswa dan orang tua (Hidayat, 2012).
Gangguan jiwa yang cenderung meningkat setiap tahunnya memerlukan
perhatian bagi kita semua. Fenomena gangguan kejiwaan seperti fenomena
gunung es, jumlah penderita yang terdata hanya sebagian kecil dari jumlah yang
sesungguhnya. Banyak keluarga yang malu ketika mempunyai anggota keluarga
yang mengalami gangguan kejiwaan. Hal ini tak lepas dari pemahaman yang
beredar di masyarakat bahwa gangguan kejiwaan merupakan penyakit memalukan
(aib bagi keluarga). Untuk prakiraan global pada tahun 2007 sekitar 30% dari
populasi global memiliki masalah di bidang kesehatan jiwa, dan sekitar 1-3%
merupakan gangguan jiwa yang berat (Yusuf dan Riyanti, 2010). Data dari
Kemenkes RI pada tahun 2013, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia
mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6
persen dari jumlah penduduk dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa berat
(Anna, 2010).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013 mensinyalir 1,7
permil dari seluruh penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa berat, dengan
asumsi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 sebesar 237,6 juta jiwa,
maka jumlah penderita gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai 403.920 orang
(Kemenkes RI, 2013). Untuk lebih lengkapnya prevalensi gangguan jiwa berat
berdasarkan Provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Prevalensi Gangguan Jiwa (Skizofrenia) Menurut Provinsi
di Indonesia Tahun 2013
Provinsi Permil Provinsi Permil
Aceh 2,7 Bali 2,3
Sumatera Utara 0,9 Nusa Tenggara Barat 2,1
Sumatera Barat 1,9 Nusa Tenggara Timur 1,6
Riau 0,9 Kalimantan Barat 0,7
Jambi 0,9 Kalimantan Tengah 0,9
Sumatera Selatan 1,1 Kalimantan Selatan 1,4
Bengkulu 1,9 Kalimantan Timur 1,4
Lampung 0,8 Sulawesi Utara 0,8
Bangka Belitung 2,2 Sulawesi Tengah 1,9
Kepulauan Riau 1,3 Sulawesi Selatan 2,6
DKI Jakarta 1,1 Sulawesi Tenggara 1,1
Jawa Barat 1,6 Gorontalo 1,5
Jawa Tengah 2,3 Sulawesi Barat 1,5
DI Yogyakarta 2,7 Maluku 1,7
Jawa Timur 2,2 Maluku Utara 1,8
Banten 1,1 Papua Barat 1,6
Indonesia 1,7
Sumber: Kemenkes RI, 2013
Berdasarkan tabel 1.1 nampak bahwa Provinsi Aceh dan DI Yogyakarta
merupakan provinsi dengan prevalensi gangguan jiwa berat tertinggi. Hal ini bisa
disebabkan oleh berbagai faktor. Provinsi Aceh pernah mengalami bencana alam
dahsyat tsunami tahun 2004. Demikian pula Provinsi DI Yogyakarta pernah
mengalami bencana alam gempa bumi Tahun 2006 yang menelan banyak harta
benda dan korban jiwa. Bencana alam merupakan salah satu stresor yang bisa
menyebabkan gangguan jiwa pada kelompok masyarakat yang kena dampaknya.
Demikian pula Provinsi Bali dengan angka prevalensi 2,3 permil, merupakan
angka yang cukup tinggi dan diatas rata-rata nasional yang hanya 1,7 permil. Jika
dilihat dari kehidupan sosial ekonomi penduduk bali bisa dikatakan cukup baik.
Namun kalau dikaitkan dengan kompleksnya kegiatan adat di bali, sesuai data
BPS (2015), bahwa upacara adat menduduki urutan kedua berkontribusi pada
kemiskinan, maka secara tidak langsung mungkin saja bisa berpengaruh. Hal ini
juga dikatakan Lihadnyana (2014), bahwa kebutuhan untuk memenuhi upacara
adat cukup banyak, sehingga menjadi salah satu faktor penyebab kemiskinan.
Gangguan jiwa telah dikenal sejak zaman peradaban kuno di hampir
semua kebudayaan. Deskripsi tentang gangguan ini tercatat sebelum 2000 SM di
buku kuno Egyptian Book of Hearts, bagian dari Ebers papyrus. Gejala-gejala
psikologikal dikira muncul dari jantung dan uterus, dan berhubungan dengan
pembuluh darah, racun, atau setan. Deskripsi Hindu (1400 SM) dapat ditemukan
di Atharva Veda. Veda ini berisi hymne dan mantra dari India kuno. Tertulis
bahwa kesehatan merupakan hasil dari keseimbangan lima elemen (Butha) dan
tiga humor (dosa) dan ketidakseimbangan menghasilkan kegilaan.
Berdasarkan ilmu kedokteran jiwa, gangguan jiwa dibagi dalam dua
golongan besar yaitu psikosa dan non psikosa. Golongan psikosa merupakan
gangguan jiwa berat, ditandai dengan dua gejala utama yaitu tidak adanya
pemahaman diri (insight) dan ketidakmampuan menilai realitas (reality testing
ability). Pada golongan non psikosa kedua gejala utamanya tersebut masih baik,
artinya pemahaman diri dan penilaian realitas penderita tidak terganggu.
Golongan psikosa dibagi menjadi dua sub golongan, yaitu psikosa fungsional dan
psikosa organik. Psikosa fungsional adalah gangguan jiwa yang disebabkan
karena terganggunya fungsi sistem transmisi sinyal penghantar saraf
(neurotransmiter) sel-sel saraf pusat (otak), tidak terdapat kelainan struktural pada
sel-sel saraf otak tersebut. Pada psikosa organik adalah gangguan jiwa yang
disebabkan karena adanya kelainan pada struktur saraf pusat otak (Hawari, 2003).
Salah satu jenis gangguan jiwa psikosa fungsional yang terbanyak adalah
skizofrenia. Seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang
yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (splitting of
personality) (Hawari, 2003). Gejala yang ditimbulkan mencakup banyak fungsi
seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan yang salah (waham),
penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan aktivitas motorik
(katatonia), gangguan dari pengungkapan emosi (afek tumpul), tidak mampu
merasakan kesenangan (anhedonia). Dalam perjalanannya penderitanya akan
mengalami keruntuhan (deteriosasi) dari taraf fungsi sebelumnya baik fungsi
sosial, pekerjaan, dan perawatan diri. Penderita sukar untuk bersosialisasi dan
tidak dapat bekerja seperti sebelumnya karena sifat regresif serta kemunduran
dalam perawatan diri (Maslim, 2003).
Skizofrenia adalah gangguan yang paling banyak terjadi dibandingkan
dengan gangguan jiwa lainnya. Data rekam medis Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
menunjukkan angka kunjungan pasien dengan gangguan jiwa tiap tahunnya terus
meningkat. Dari data tersebut, sekitar 85% dengan skizofrenia, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1. 2
Jumlah Pasien Gangguan Jiwa di RSJ Provinsi Bali Tahun 2008-2014
Tahun Rawat Jalan
(orang)
Rawat Inap
(orang)
Jumlah
(orang)
Perubahan
2008 7.087 4.451 11.538
2009 7.989 4.640 12.629 1.091
2010 8.291 4.920 13.211 582
2011 15.943 5.234 21.177 7.966
2012 19.923 5.060 24.983 3.806
2013 23.779 5.164 28.943 3.960
2014 26.782 5.664 32.446 3.503
Sumber : RSJ Provinsi Bali 2015
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali merupakan rumah sakit rujukan yang
khusus merawat pasien dengan gangguan kejiwaan. Walaupun letaknya di
Kabupaten Bangli, namun secara administrasi rumah sakit ini merupakan salah
satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) milik Pemerintah Provinsi Bali.
Pasein yang dirawat berasal dari seluruh Kabupaten/Kota di Bali, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1
Prosentase Kunjungan Pasien Rawat Jalan Berdasarkan Daerah Asal
di RSJ Provinsi Bali Tahun 2014
Sumber : RSJ Provinsi Bali 2015
10%
11%
11%
12%
7%
17%
9%
15%
8%
10%
Pemerintah Provinsi Bali sendiri memberikan perhatian khusus pada
kasus-kasus gangguan jiwa yang ada di Provinsi Bali. Salah satunya adalah
dengan pemberian jaminan kesehatan pada pasien dengan gangguan jiwa melalui
Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang dijamin secara penuh. Adapun
jumlah klaim yang telah dibayarkan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali setiap
tahunnya selalu meningkat. Peningkatan ini terjadi karena jumlah pasien yang
dirawat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Adapun rinciannya dapat dilihat
pada Tabel 1.3 :
Tabel 1.3
Jumlah Klaim Pasien JKBM di RSJ Provinsi Bali Tahun 2012-2014
Tahun Rawat Jalan
(Rp. Juta )
Rawat Inap
(Rp. Juta )
UGD
(Rp. Juta )
Total (Rp.
Juta)
Perubahan
2012 2.187 7.692 71 9,950
2013 4.491 10.859 77 15,427 5,477
2014 4.391 12.513 104 17,008 1,581
Sumber : RSJ Provinsi Bali 2015
Terdapat banyak faktor yang diduga sebagai penyebab skizofrenia, di
antaranya adalah faktor biologis dan faktor lingkungan. Faktor biologi, seperti
genetika, struktur otak, komplikasi kelahiran, infeksi serta kadar neurotranmiter
otak seperti dopamin dan serotinin. Faktor lingkungan juga dapat mencetuskan
penyakit ini dapat berupa situasi atau kondisi yang tidak kondusif pada diri
seseorang, biasanya disebut sebagai stresor psikososial. Stresor psikososial salah
satunya adalah akibat faktor sosial ekonomi. Faktor sosial ekonomi berkaitan
dengan status sosial ekonomi seseorang di masyarakat. Ketidakmampuan untuk
mengatasi konflik dalam dirinya, tidak terpenuhi kebutuhan hidup secara
ekonomi, perasaan kurang diperhatikan secara sosial, perasaan rendah diri
sehingga perasaan kehilangan sesuatu yang berlebihan, dapat menimbulkan
keluhan kejiwaan, salah satunya adalah skizofrenia (Wiramihardja, 2005).
Menurut Dwi (2011) kemiskinan disinyalir menjadi faktor pemicu utama
gangguan kejiwaan pada masyarakat. Faktor tersebut membuat yang bersangkutan
rentan stres, dilanda kecemasan yang berlebih, serta masalah psikososial lainnya
yang akhirnya berujung pada gangguan jiwa. Sebagian besar dari mereka usianya
masih produktif dan faktor penyebab paling dominan adalah kondisi sosial
ekonomi.
Untuk pasien-pasien baik yang rawat jalan maupun rawat inap di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Bali sebagian besar berasal dari masyarakat yang kurang
mampu. Ini bisa dilihat dari status pekerjaan yang tercatat di status pasien bahwa
mayoritas tidak bekerja dan sebagian kecil adalah petani, buruh, pengerajin,
pedagang, PNS dan ada juga polisi. Jadi menjadi suatu fenomena menarik dimana
seseorang dengan sosial ekonomi rendah mempunyai kecenderungan mengalami
gangguan jiwa dan disisi lainnya pengobatan yang bersifat jangka panjang pada
pasien gangguan jiwa juga mempengaruhi keadaan sosial dan ekonomi
keluarganya.
Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah
mengenai penyebab gangguan jiwa. Ada yang percaya bahwa gangguan jiwa
disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-
guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini
hanya akan merugikan penderita karena tidak mendapat pengobatan secara cepat
dan tepat (Gunawan, 2007). Seringkali penderita datang ke rumah sakit jiwa sudah
dalam keadaan kronis karena sebelumnya diajak berobat keliling dari satu dukun
ke dukun yang lain. Akibatnya, penderita akan lebih sulit untuk diobati dan
prognosisnya akan menjadi kurang baik.
Penanganan kasus gangguan jiwa tidak cukup ditangani dari sisi medis
saja, kebutuhan dasar manusia juga harus dipenuhi karena hal itulah yang menjadi
gangguan pada pikirannya. Menurut Hudson (2005) status sosial ekonomi
memiliki korelasi negatif dengan gangguan jiwa. Gangguan mental (neurosis)
pada umumnya dialami oleh masyarakat yang tinggal di daerah pemukiman yang
miskin dan padat (Patel & Klienman, 2003). WHO (2000) melaporkan bahwa
gangguan jiwa (neurosis) juga pada umumnya dijumpai pada masyarakat yang
tingkat penganggurannya tinggi dan berpenghasilan rendah. Khusus gangguan
jiwa psikosis masyarakat yang memiliki status sosial ekonomi terendah
mempunyai kecenderungan resiko skizofrenia 8 kali lebih tinggi ketimbang
masyrakat yang memiliki status sosial tertinggi (Saraceno & Barbui, 1997).
Keteraturan pengobatan pada penderita dengan gangguan jiwa
(skizofrenia), mempengaruhi proses penyembuhannya. Saat di rumah sakit yang
bertanggung jawab dalam pemberian dan pemantauan minum obat adalah
perawat. Pada klien yang sudah keluar dari rumah sakit maka tugas perawat
digantikan oleh keluarga. Seringkali klien tidak melanjutkan pengobatannya
karena merasa obat yang diminum tidak efektif atau efek obat yang rendah dan
ada juga yang menghentikan pengobatannya karena merasa lebih baik (Sadock
et.al., 2005). Banyak pasien dengan skizofrenia yang tidak mengikuti medikasi
yang disarankan untuknya (Zygmunt, et.al., 2002). Sebanyak 80% pasien dengan
gangguan psikotik tidak mengikuti program terapi medikasi mereka secara tuntas
(Kemp, et.al., 1996). Tingkat ketidakpatuhan terhadap pengobatan pada pasien
dengan skizofrenia rawat jalan hanya mencapai 50% setelah dipulangkan dari
rumah sakit (Babiker, 1986). Pengobatan yang tidak teratur pada akhirnya akan
mempengaruhi kualitas hidup dan kemampuan pasien untuk berpatisipasi secara
sosial dan ekonomi di masyarakat dan bidang pekerjaannya.
Untuk keteraturan pengobatan pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Bali bisa dibilang cukup baik. Hal ini salah satunya dipengaruhi
oleh adanya jaminan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah terhadap biaya
pengobatan di rumah sakit. Jaminan yang diberikan bersifat total coverage
artinya apapun jenis diagnosa gangguan jiwa pada pasien akan ditanggung penuh.
Namun ada juga sebagian pasien yang pengobatannya tidak teratur dengan
berbagai penyebab. Alasan yang paling sering diungkapkan adalah pasien merasa
sudah sembuh sehingga tidak perlu lagi berobat. Jika hal ini berlanjut maka suatu
saat pasien akan kambuh dan akan menimbulkan beban yang lebih berat bagi
keluarganya dan dapat menurunkan kualitas hidup pasien itu sendiri
Partisipasi sosial ekonomi pada pasien skizofrenia dipengaruhi oleh
perjalanan penyakit itu sendiri, gejala penyakit yang tersisa dan dukungan dari
lingkungan sosial di sekitar pasien. Partisipasi sosial ekonomi dalam ilmu
kesehatan dikenal dengan istilah keberfungsian sosial, merupakan salah satu tolok
ukur dalam keberhasilan terapi. Menurut Khalimah (2007), gangguan
keberfungsian sosial selalu dialami oleh pasien skizofrenia yang dapat
menyebabkan kesulitan dalam memenuhi tuntutan sosial, termasuk bidang
pekerjaan. Menurut Wiramihardja (2005), keberfungsian sosial pasien skizofrenia
meningkat seiring usia yang disebabkan oleh penanganan yang membantu mereka
lebih stabil dan atau karena keluarga mereka belajar mengenali simptom-simptom
awal terjadinya atau kambuhnya gangguan. Kepatuhan minum obat dan kontrol ke
rumah sakit juga dapat mempengaruhi keberfungsian sosial, karena apabila pasien
patuh minum obat dan rajin kontrol ke rumah sakit maka kemungkinan untuk
sembuh menjadi lebih besar sehingga pasien dapat melaksanakan tugas dan peran-
peran sosialnya. Menurut Ambari, (2010) peningkatan angka relapse pada pasien
skizofrenia dapat mencapai 25% - 50% yang pada akhirnya dapat menyebabkan
keberfungsian sosialnya menjadi terganggu. Pendampingan keluarga diperlukan
untuk mengembalikan keberfungsian sosialnya.
Pendampingan adalah suatu upaya untuk memberikan bantuan atau
layanan dan dukungan yang bermanfaat dalam rutinitas tugas harian tanpa dibayar
bagi seseorang yang tidak mampu melakukannya. Orang yang menerima layanan
biasanya mengalami gangguan atau disabilitas untuk bisa menyelesaikan tugas
hariannya tersebut. Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang bersifat kronis,
yang menyebabkan penderitanya mengalami keterbatasan kapasitas untuk
melakukan hubungan sosial, perawatan diri dan okupasional sehingga perlu
dibantu pendamping untuk kehidupannya sehari-hari (Chan, 2011).
Untuk pasien-pasien yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali,
setelah pasien dianggap tenang maka akan dilakukan tindakan rehabilitasi berupa
kegiatan terapi okupasi. Adapun kegiatan okupasional yang diajarkan antara lain
membuat batako, berkebun, memelihara ternak, membuat canang dan lain-lain,
yang disesuaikan dengan bakat, kemampuan dan hobi pasien. Selama menjalani
rehabilitasi mereka didampingi oleh petugas yaitu perawat dan social worker.
Pendampingan diperlukan sebagai motivator dan membantu pasien dalam
melakukan kegiatan okupasional. Namun setelah pasien pulang seringkali hal ini
tidak bisa dilakukan oleh keluarga. Pasien dilarang untuk beraktifitas di luar
rumah dan hanya disuruh diam di kamar saja. Hal ini pada akhirnya menyebabkan
pasien menjadi pasif, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya,
tidak memiliki penghasilan dan pada akhirnya menurunkan kualitas hidupnya.
Berbagai penelitian yang dilakukan terhadap masalah skizofrenia
menunjukkan bahwa gangguan pada kerberfungsian sosial berdampak pada
penurunan kualitas hidup, dan menyebabkan beban bagi kehidupan sebagian besar
anggota keluarga yang merawat pasien skizofrenia (Harvey dan Fielding, 2003).
Bukti-bukti menunjukkan adanya penurunan tingkat kualitas hidup penderita
skizofrenia dibandingkan dengan populasi umum (Evans et al., 2007). Partisipasi
sosial dan ekonomi pada penderita skizofrenia sulit untuk tetap dipertahankan.
Akibat gangguan jiwa yang dialaminya, mereka lebih rentan terhadap
pengangguran, diskriminasi, isolasi sosial, tuna wisma dan bunuh diri (Ledwell,
2014).
Pengukuran kualitas hidup telah digunakan dalam penelitian kesehatan
untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien, memfasilitasi perencanaan suatu
program, serta memonitoring kemajuan klinis dan hasil pengobatan. Aspek yang
paling penting dari kualitas hidup adalah perasaan dan fungsi hidup sehari- hari
pasien, sehingga kebutuhan pasien dapat dilihat secara subyektif dari kualitas
hidup mereka (Tempier dan Pawliuk, 2001).
Terkait kualitas hidup pada penderita skizofrenia, dari beberapa hasil
penelitian dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian Nakamura, et.al., (2014)
berjudul “Structural equation model factor related to quality of life for
community–dwelling schizophrenic patients in japan. Hasil penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa status pernikahan dan umur berhubungan dengan kualitas
hidup penderita skizofrenia. Selain itu persepsi diri (self efficacy), harga diri (self
esteem) dan gejala penyakit juga berpengaruh. Namun yang paling kuat
mempengaruhi kualitas hidup penderita skizofrenia adalah persepsi diri (self
efficacy) yang berkaitan dengan fungsi sosial di masyarakat serta kemampuan
yang dimiliki. Jadi untuk meningkatkan kualitas hidup penderita skizofrenia
disarankan untuk memberikan penguatan atau pujian (positive feedback) tentang
hal-hal positif serta meningkatkan keterampilan sosialnya.
Penelitian Studzinska et.al. (2011) di Polandia, berjudul “The quality of
life in patients with schizophrenia in community mental health service –selected
factors”. Hasil penelitian, penderita laki-laki, cerai atau tidak menikah, tinggal
bersama orang tua, kondisi sosial ekonomi yang buruk, ketergantungan keuangan
dan sering dirawat, memiliki kualitas hidup lebih rendah. Penelitian Guo et.al
(2010) di Cina, berjudul “Effect of antipsychotic medication alone vs combined
with psychososial intervention on outcomes of early-stage schizophrenia”. Hasil
penelitian, pasien skizofrenia yang mendapat psikofarmaka dikombinasikan
dengan terapi psikososial mengalami tilikan, fungsi sosial dan kualitas hidup yang
lebih baik daripada pasien skizofrenia yang hanya mendapat terapi psikofarmaka.
Penelitian Safitri (2010) di RSJD Surakarta, tentang perbedaan kualitas
hidup antara pasien skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol.
Simpulan penelitian yaitu terdapat perbedaan kualitas hidup yang sangat
bermakna antara pasien skizofrenia gejala positif menonjol dan gejala negatif
menonjol serta proporsi pasien skizofrenia yang mempunyai kualitas hidup baik
secara sangat bermakna lebih banyak didapatkan pada kelompok pasien
skizofrenia yang mempunyai gejala positif menonjol dari yang negatif menonjol.
Young, dkk (1998 dalam Joy, 2012) mengatakan bahwa keteraturan meminum
obat dan kontrol rutin dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien skizofrenia.
Penderita gangguan jiwa (skizofrenia) tanpa pengobatan dan
pendampingan tidak dapat melakukan pekerjaannya secara maksimal, atau bahkan
harus kehilangan pekerjaan, sehingga berpotensi kehilangan pendapatan dan
mengalami gangguan fungsi sosialnya. Penurunan partisipasi sosial dan ekonomi
ini diakibatkan oleh perjalanan penyakit itu sendiri, gejala penyakit yang tersisa,
dukungan dari lingkungan sosial serta pengobatan. Hal ini akan berdampak pada
penurunan kualitas hidup penderita gangguan jiwa (skizofrenia). Mengingat
kompleksnya permasalahan gangguan jiwa (skizofrenia) maka peneliti tertarik
untuk meneliti tentang pengaruh faktor sosial ekonomi, pendampingan,
pengobatan dan kondisi kejiwaan terhadap partisipasi sosial dan ekonomi serta
kualitas hidup pada penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1) Bagaimana pengaruh faktor sosial ekonomi, pendampingan, pengobatan dan
kondisi kejiwaan terhadap partisipasi sosial dan ekonomi pada penderita
gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali?.
2) Bagaimana pengaruh faktor sosial ekonomi, pendampingan, pengobatan dan
kondisi kejiwaan terhadap kualitas hidup pada penderita gangguan jiwa
(skizofrenia) di Provinsi Bali?.
3) Apakah secara tidak langsung faktor sosial ekonomi, pendampingan,
pengobatan dan kondisi kejiwaan berpengaruh terhadap partisipasi sosial dan
ekonomi pada penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali?.
4) Apakah secara tidak langsung faktor sosial ekonomi, pendampingan,
pengobatan dan kondisi kejiwaan berpengaruh terhadap kualitas hidup pada
penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali?.
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan menggambarkan kualitas hidup
penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali. Adapun tujuan penelitian
ini secara spesifik adalah sebagai berikut :
1) Untuk menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi, pendampingan,
pengobatan dan kondisi kejiwaan terhadap partisipasi sosial dan ekonomi
pada penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali.
2) Untuk menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi, pendampingan,
pengobatan dan kondisi kejiwaan terhadap kualitas hidup pada penderita
gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali.
3) Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung faktor sosial ekonomi,
pendampingan, pengobatan dan kondisi kejiwaan terhadap partisipasi sosial
dan ekonomi pada penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali.
4) Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung faktor sosial ekonomi,
pendampingan, pengobatan dan kondisi kejiwaan terhadap kualitas hidup
pada penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan baru yang
berguna bagi khasanah ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan
partisipasi sosial dan ekonomi serta kualitas hidup pada penderita gangguan
jiwa (skizofrenia). Walaupun penelitian tentang kualitas hidup pada penderita
skizofrenia sudah banyak dilakukan terutama dikaitkan dengan aspek medis
atau kesehatan psikiatri, namun belum banyak penelitian yang
mengkaitkannya dengan faktor sosial ekonomi.
2) Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Bali dalam merumuskan kebijakan terkait dengan upaya promotif, preventif,
pengobatan dan rehabilitasi pasien dengan gangguan (skizofrenia). Melalui
usaha-usaha pemberdayaan pasien gangguan jiwa dan memperhatikan faktor
sosial ekonomi, maka diharapkan hasil penelitian ini akan mampu
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh gangguan jiwa sehingga dapat
meningkatkan partisipasi sosial dan ekonomi dan kualitas hidup pada
penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di Provinsi Bali.