ADAT PEMINANG MASYARAKAT KAMPAR
Kali ini Dowerr Blog pengen berbagi tentang peminangan di dalam
Adat Masyarakat Kampar, Setelah kita ketahui bersama bahwa di Indonesia
ada bermacam-maca adat.
Dalam setiap masyarakat dan kebudayaan, perkawinan merupakan hal
penting. Perkawinan dalam setiap masyarakat adalah masa peralihan yang
paling kompleks yang mencakup faktor-faktor fisik, fisikis, sosiologi dan
status sosial individu di dalam masyarakat
Di wilayah Kabupaten Kampar terdapat kebiasaan sebelum melakukan
peminangan suatu istilah ambai-ambai artinya pihak laki-laki atau keluarga
karib kerabat datang ke rumah pihak perempuan sebagai jembatan asok
setelah didahului dengan kata-kata berbasa basi dengan pepatah pepatah
yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, yang wujudnya menanyakan
tentang keberadaan sang gadis yang akan dipinang, apakah sudah
bertunangan, atau belum, biasanya dikala usia yang dipinang sudah 15
tahun keatas (umur ini dalam masyarakat Kampar sudah layak untuk dilamar
atau dipinang).
Ada beberapa kriteria yang secara adat dijadikan standar dalam menerima
pinangan tersebut yakni:
1. Apakah calon pelamar shalat
2. Siapa-siapa silsilah keturunannya
3. Apa sukunya, termasuk hubungan darah Perkawinan membatasi
seseorang untuk bersetubuh dengan lawan jenis lain selain suami atau
istrinya. Selain sebagai pengatur kehidupan kelamin, perkawinan
mempunyai berbagai fungsi dalam kehidupan bermasyarakat manusia, yaitu
memberi perlindungan kepada anak-anak hasil perkawinan itu, memenuhi
kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, memenuhi kebutuhan akan
harta dan gengsi, tetapi juga untuk memelihara hubungan baik dengan
kelompok-kelompok kerabat tertentu.
Pembatasan jodoh dalam Perkawinan dalam semua masyarakat di
dunia ada larangan-larangan yang harus dipatuhi dalam memilih jodoh.
Dalam Adat masyarakat Kampar Kiri, pembatasan seperti
itu juga ada, terutama pembatasan perjodohan yang dilakukan oleh ajaran
Islam (Syariah). Dan disamping adanya pembatasan perkawinan menurut
syariah islam, masyarakat Kampar Kiri juga masih memakai pembatasan
perkawinan menurut adat-istiadat.
ADAT MEMINANG PADA MASYARAKAT KAMPAR
Adat Meminang Dalam Masyarakat Kampar Di wilayah Kabupaten
Kampar terdapat kebiasaan sebelum melakukan peminangan suatu istilah
ambai-ambai artinya pihak laki-laki atau keluarga karib kerabat datang ke
rumah pihak perempuan sebagai jembatan asok setelah didahului dengan
kata-kata berbasa Peminangan adalah : kedua belah pihak memberitahukan
niat dan maksud mereka kepada orang tua. basi dengan petatah petitih
yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, yang wujudnya menanyakan
tentang keberadaan sang gadis yang akan dipinang, apakah sudah
bertunangan, atau belum, biasanya dikala usia yang dipinang sudah 15
tahun keatas (umur ini dalam masyarakat Kampar sudah layak untuk dilamar
atau dipinang). Artinya penjajakan yang dilakukan oleh pihak lakilaki kepada
pihak perempuan, biasanya utusan itu datang menemui keluarga pihak
perempuan apakah melalui ayah atau ibu atau mamak atau siapa saja yang
ada hubungan keluarga dengan sang gadis yang hendak dipinang;
Menanyakan apakah anak atau cucunya telah ada ikatan pertunangan
dengan orang lain jika nyatakan tidak, maka barulah utusan ini
menyampaikan bahwa ada orang berkehendak untuk ke rumahnya.
Biasanya jika ada tanggapan dari pihak keluarga perempuan, ia akan
menjanjikan untuk diberi waktu untuk mengumpulkan orangorang yang
berpatut (dalam hal ini keluarga besar) dengan istilah mengumpulkan orang
“ibarat serai berumpun, ayam berinduk”, pihak keluarga perempuan,
mengundang keluarga berpatut tadi dalam membicarakan tentang ambai-
ambai tadi.
Setelah undangan datang sang ayah menyampaikan maksud
undangan, yang wujudnya menyampaikan bahwa kita punya sekuntum
mawar dan sesuai dengan ambai-ambai tadi, dijelaskan ada pula kembang
yang berkehendak mau hinggap. Para orang berpatut menanyakan siapa
gerangan yang hendak hinggap tersebut. Setelah dijelaskan oleh ayah
keluarga perempuan maka hadirin yang berpatut, menanyakan dan saling
akan mengenalkan siapa yang akan datang, keturunan siapa dia, apa
sukunya, apakah muslim yang taat atau tidak, dapatkah dapatkah calon laki-
laki yang meminang itu bisa membawa keluarga jadi imam dalam shalat.
Ada beberapa kriteria yang secara adat dijadikan standar dalam
menerima pinangan tersebut yakni:
1. Apakah calon pelamar shalat
2. Siapa-siapa silsilah keturunannya
3. Apa sukunya, termasuk hubungan darah.
Tiga hal ini sangat diperhatikan dan dijadikan bahan pertimbangan
untuk langkah-langkah selanjutnya, apakah akan dapat menerima
kedatangan pihak yang melamar atau
tidak.Pada point 1 bagi masyarakat adat di Air Tirismenjadi ukuran yang
utama, dalam adat berpantang menerima menantu bagi calon yang tidak
shalat, sebab terdapat suatu prinsip yang dipertahankan dalam adat yakni;
“adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah, syara’ mengata, adat
memakai artinya adat selalu dikaitkan dengan agama atau syara’. Jadi bagi
yang tidak beragama Islam, sudah barang tentu akan ditolak pinangannya
oleh orang-orang yang berpatut dalam keluarga tadi.
Tetapi sebaliknya hadirin akan sangat senang, kalau calon yang akan
melamar itu seorang yang shalat apatah lagi kalau dapat menjadi imam
shalat, berarti pada tingkat penyaringan pertama (I) sudah dapat dilewati.
Pembicaraan dilanjutkan pada kriteria kedua (II) yakni silsilah keturunan
yakni siapa ayah ibunya calon yang akan meminang, siapa datuknya
bahkan sampai silsilah teratas yang masih dikenal.
Seandainya terdapat diantara silsilah keluarga itu cacat menurut adat,
atau pernah melanggar aturan agama terutama kalau terdapat salah
seorang dari silsilah itu yang pernah berzina, maka hal itu menjadi aib kotor
dan dapat dipastikan untuk tidak menerimanya, sebab dalam masyarakat
adat masih tertanam dengan kuat, “warisan kejahatan” artinya sifat yang
sama akan terulang dalam keluarganya kelak sebagai warisan ATAVISME.
Kepercayaan seperti ini dalam masyarakat masih terlalu kental, sehingga
setiap ada kejadian yang buruk dan secara kebetulan ada persamaannya,
maka akan selalu dikatakan “Kemana lagi cucuran atap akan pergi, tetap ke
pelimbahannya juga”. Artinya apa yang pernah dilakukan oleh leluhurnya
dahulu, akan terulang kembali pada tingkat anak cucunya.
Oleh karena itu apabila terdapat pada leluhur suatu kecacatan dalam
perilaku, tetap dijadikan alasan untuk tidak dapat menerima kedatangan
pihak lelaki dalam proses peminangan selanjutnya. Akhirnya yang sangat
diperhatikan dalam kriteria ketiga yakni sesuku. Sebagaimana telah
disinggung di atas (dalam pengertian adat) bahwa sesuku dianggap seperti
hubungan darah, orang-orang yang sesuku dalam adat, sudah merupakan
hubungan kerabat yang sangat dekat sekali, bahkan dalam masyarakat adat
dalam sesuku itu tidak akan segan-segan apabila meminta makan, minum,
karena dianggap seperti meminta kepada adik atau kakak kandung sendiri.
Penjagaan sepesukuan ini sangat ketat dalam adat bahkan apabila terjadi
perkawinan diantara sesuku ini, harus dipisah, atau dibuang dalam kampung
atau dikenakan denda adat yakni seekor kerbau. Kerbau tersebut
disembelih dan
dimasak oleh pasangan suami isteri yang melangsungkan perkawinan
sesuku, kemudian diundanglah masyarakat untuk makan bersama. Dalam
acara itu tokoh adat menyampaikan kepada masyarakat bahwa si Polan
membayar denda adat yang disebabkan kawin sesuku tersebut.
Barulah pasangan itu dapat diterima berkorong kampung sesama
masyarakat lain. Setelah pertimbangan tersebut dilakukan, dan apabila
ternyata ada hal-hal yang mengganjal pada salah satu dari ketiga kriteria
yang disebut terdapat pada calon peminang, maka pertemuan itu tidak
dapat menyetujui. Tetapi sebaliknya manakala tidak ada hal yang melintangi
syaratsyarat tersebut, maka proses peminangan dilanjutkan dengan
memberitahukan pada utusan untuk dipersilahkan datang pada hari
tertentu yang sudah disepakati kedua belah pihak.
PROSES MEMINANG
Setelah diadakan pertemuan awal menyimpulkan ibarat pepatah
“Ibarat ayam berinduk dan ibarat serai berumpun”. Maka dilanjutkan proses
peminangan yang biasanya dilakukan oleh ibu-ibu orang tua kampung (yang
ditokohkan, dituakan) dalam keluarga untuk pergi bersamasama ke rumah
calon yang akan dipinang dengan membawa tepak sirih yang berisikan sirih,
gambir, kapur, pinang, tembakau, sebagai pengantar pembuka kata. Setelah
mendapat informasi dari sang gadis dan keluarga maka dilakukan
peminangan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dari ibu-ibu pihak laki-laki
yang datang ke rumah pihak perempuan dengan membawa seperangkat
tepak yang sudah dilengkapi isinya tadi.
Pihak perempuan (yang akan dipinang) mempersilahkan tamunya
untuk naik ke rumah dan sudah disengaja untuk menunggunya sesuai
dengan jam kedatangan yang sudah ditentukan sebelumnya dan
mempersilahkan duduk di tempat yang telah disediakan secara adat dengan
ketentuan, yang meminang di bendul sebelah tepi bagian sebelah halaman,
sedangkan pihak yang menanti (dipinang), di bendul sebelah tengah. Tidak
diperbolehkan salah tempat duduk. Setelah duduk maka pihak yang datang
menjelaskan maksud kedatangan diiringi dengan kata “inilah sirih kami
lihatlah isinya dan makanlah”, kata awal ini dapat dimulai oleh pihak yang
menanti (pihak calon yang akan dilamar) tentu saja menanyakan maksud
kedatangan yakni untuk melamar / meminang anak gadis yang ada di rumah
itu dengan menjelaskan identitas seperti nama, sekolah, umur, dan lain-lain
yang pada wujudnya gadis mana yang akan dipinang. Hal ini dimaksudkan
untuk membedakan saudarasaudaranya perempuan yang lain. Agar tidak
salah pinang, manakala pihak perempuan sudah setuju biasanya tetap
keluar kata-kata “Bagi pihak kami yang menanti kurang lebar telapak
tangan, niru kami tadahkan”, jawaban seperti itu sudah sangat dimengerti
oleh pihak yang datang atau pihak laki-laki, bahwa lamarannya sudah
diterima. Menurut kebiasaan yang sudah membudaya dalam adat dan
berurat berakar bahkan sudah menjadi kepercayaan masyarakat dalam
pertunangan biasanya dilakukan pada bulan purnama, karena selagi terang
bulan itu dianggap memiliki langkah-langkah yang akan membawa banyak
berkah atau rezeki bagi calon suami isteri.10 Pertunangan biasanya
memakan waktu yang bervariasi lama, mulai dari 6 bulan sampai 2 tahun.1
Semasa pertunangan berlaku beberapa ketentuan bagi kedua belah
pihak yang amat mengikat, antara lain keduanya sudah tidak dibolehkan
melirik pria atau wanita lainnya, bepergian dengan pria atau wanita lain
kecuali kalau ada muhrimnya. Pihak wanita pada masa-masa tertentu (akan
memasuki bulan Ramadhan atau di Hari Raya) datang menjelang
(berkunjung) ke rumah calon mertua sambil membawa makanan adat untuk
calon mertua, sekalipun calon suaminya tidak ada di kampung. Selanjutnya
sebagai suatu bukti adanya tali
pertunangan dibuatlah suatu ikatan atau tanda-tanda “Ibarat tampuk dapat
dijinjing dan ibarat tali dapat dipegang”. Secara adat tanda itu berupa
“gelang kesat”, “tanda memiliki arti yang sangat kuat dalam masyarakat
adat”, apabila terdapat pelanggaran atau pembatalan baik dari pihak
meminang atau pihak yang dipinang, maka tanda gelang kesat ini imbalan
atau tebusannya adalah seekor kerbau. Namun apabila didapati kata
sepakat disebabkan terlalu beratnya denda itu dan dirasa tidak terbayar,
atas perundingan ninik mamak kedua belah pihak dapat mengambil
1
kebijakan lain. “Jika tidak penuh keatas, penuh kebawah”, artinya apabila
tidak dapat memenuhi seekor kerbau dapat diganti dengan seekor
kambing.
Pertunangan adalah : berupa perjanjian adat pria dan wanita dengan
maksud melanjutkan ke tingkat perkawinan, setelah lamaran disampaikan
oleh pihak pria.
Di Kabupaten Kampar dari zaman ninik mamak terdahulu, apa bila ada
saudara sekampung yang hendak menikah, maka keluarga dari mempelai
yang hendak menikah harus memanggil para tetangga kampung untuk
membantu kegiatan memasak yang dilakukan 3 hari ataupun sehari sebelum
acara resepsi pernikahan berlangsung (hitungan ini tergantung dari keluarga
mempelai), karena masyarakat kampar sejak dulu dikenal dengan cara
bergotong royong ini pula, maka di kampar jarang sekali yang melakukan
"catering" untuk acara pernikahan.
Berikut beberapa ritual dalam acara adat (budaya) resepsi pernikahan di
Kabupaten Kampar (Ocu).
- Para ibu-ibu dan tetangga dekat sedang memasak untuk acara
Resepsi Pernikahan, biasanya diadakan di rumah mempelai perempuan.
Di Kabupaten Kampar dari zaman ninik mamak terdahulu, apa bila ada
saudara sekampung yang hendak menikah, maka keluarga dari mempelai
yang hendak menikah harus memanggil para tetangga kampung untuk
membantu kegiatan memasak yang dilakukan 3 hari ataupun sehari sebelum
acara resepsi pernikahan berlangsung (hitungan ini tergantung dari keluarga
mempelai), karena masyarakat kampar sejak dulu dikenal dengan cara
bergotong royong ini pula, maka di kampar jarang sekali yang melakukan
"catering" untuk acara pernikahan.
- Acara Shalawatan (Badiqiu)
Badiqiu merupakan suatu acara Budaya sakral yang dilakukan oleh para
tokoh-tokoh dan sesepuh adat pada malam hari sebelum acara resepsi
pernikahan dilakukan, agar acara pernikahan ini berlangsung dengan hikmat
dan keluarga yang baru menjadi keluarga yang utuh hingga akhir hayat.
- Acara Pengantaran Pihak Lelaki ke rumah Pihak Perempuan
(Ba'aghak)
Dengan dentuman Rebana dari para tokoh adat ini, menambah kehikmatan
nilai budaya yang sakral pada acara pengantaran Pihak Lelaki ke rumah
Pihak Perempuan, biasanya shalawatan selalu di kumandang kan hingga
akhirnya Pihak Lelaki sampai kerumah Pihak Perempuan.
Akhirnya Mempelai Lelaki sampai juga ke rumah Mempelai Perempuan, dan
mereka langsung dipertemukan kemudian di persandingkan.
- Acara Pengantaran Pihak Lelaki dengan membawa Hantaran
(Jambau)
Seperti adat di daerah lainnya, hantaran juga berlaku di kabupaten kampar,
tetapi tidak terlalu mengikat, "jika mempelai lelaki tidak mampu untuk
memberikanhantaran, maka ini tidak di wajibkan untuk membawa hantaran
(Jambau), ini bisa kita temui di beberapa daerah saja di kabupaten kampar.
KESIMPULAN
Peminangan adalah : kedua belah pihak memberitahukan niat dan
maksud mereka kepada orang tua. basi dengan petatah petitih yang dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak, yang wujudnya menanyakan tentang
keberadaan sang gadis yang akan dipinang, apakah sudah bertunangan,
atau belum, biasanya dikala usia yang dipinang sudah 15 tahun keatas
(umur ini dalam masyarakat Kampar sudah layak untuk dilamar atau
dipinang). Artinya penjajakan yang dilakukan oleh pihak lakilaki kepada
pihak perempuan, biasanya utusan itu datang menemui keluarga pihak
perempuan apakah melalui ayah atau ibu atau mamak atau siapa saja yang
ada hubungan keluarga dengan sang gadis yang hendak dipinang;
Menanyakan apakah anak atau cucunya telah ada ikatan pertunangan
dengan orang lain jika nyatakan tidak, maka barulah utusan ini
menyampaikan bahwa ada orang berkehendak untuk ke rumahnya.
Ada beberapa kriteria yang secara adat dijadikan standar dalam
menerima pinangan tersebut yakni:
1. Apakah calon pelamar shalat
2. Siapa-siapa silsilah keturunannya
3. Apa sukunya, termasuk hubungan darah.
Proses peminangan yang biasanya dilakukan oleh ibu-ibu orang tua
kampung (yang ditokohkan, dituakan) dalam keluarga untuk pergi
bersamasama ke rumah calon yang akan dipinang dengan membawa tepak
sirih yang berisikan sirih, gambir, kapur, pinang, tembakau, sebagai
pengantar pembuka kata. Setelah mendapat informasi dari sang gadis dan
keluarga maka dilakukan peminangan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dari
ibu-ibu pihak laki-laki yang datang ke rumah pihak perempuan dengan
membawa seperangkat tepak yang sudah dilengkapi isinya.
- See more at: http://cintakita99.blogspot.com/2013/08/adat-peminang-masyarakat-kampar.html#sthash.s6mtn4FN.dpuf
14Moh. Nasir CholisAdat Meminang Pada Masyarakat Kampar15Tinjauan Sosiologi HukumHukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005Hukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005Moh. Nasir CholisADAT MEMINANG PADA MASYARAKAT KAMPARTINJAUAN SOSIOLOGI HUKUMAbstract :Di wilayah Kabupaten Kampar khususnya Air Tiris terdapat kebiasaan sebelum melakukan peminangan suatu istilah ambai-ambai artinya pihak laki
-laki atau keluarga karib kerabat datang ke rumah pihak perempuan sebagai jembatan asok setelah didahului dengan kata-kata berbasa basi dengan petatah petitih yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, yang wujudnya menanyakan tentang keberadaan sang gadis yang akan dipinang, apakah sudah bertunangan, atau belum, biasanya dikala usia yang dipinang sudah 15 tahun keatas (umur ini dalam masyarakat Kampar sudah layak untuk dilamar atau dipinang).Ada beberapa kriteria yang secara adat dijadikanstandar dalam menerima pinangan tersebut yakni:1. Apakah calon pelamar shalat2. Siapa-siapa silsilah keturunannya3. Apa sukunya, termasuk hubungan darah14Moh. Nasir CholisAdat Meminang Pada Masyarakat Kampar15Tinjauan Sosiologi HukumHukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005Hukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005A.PendahuluanKabupaten Kampar terdiri dari negeri-negeri yang serumpun dan sepayung dibawah panji-panji adat dan budaya yang tidak lekang kena panas tidak lapuk kena hujan. Hal ini merupakan akar yang sejak lama bersemi dan dibuktikan adanya beberapa peninggalan purbakala dan budaya semenjak zaman Sriwijaya.Prasasti Kedudukan bukit di Palembang menyebut negeri ini Rumpun MINANGA TAMWAN dengan terjemahan sejarawan Prof. Sartono Kartodiharjo sebagai pertemuan dua buah sungai yakni Sungai Kampar dan Batang Mahat, disebelah baratnya dalam jarak ± 25 km terdapat
Candi Tua Muara Takus. Ini menunjukkan bahwa peradaban manusia berada pada nuansa budaya yang berkembang dan memacu puncak kejayaan dengan munculnya nilai-nilai adat dan budaya yang mewarnai negeri-negeri Melayu dan di Minangkabau, negeri Kampar yang terkenal Ninik Mamak Nan Seandiko Sesoko dan Pusako dengan butir-butir kandungan falsafah pepatah petitih, gurindam dan pantun yang menghiasi negeri Limo Koto yakni Kuok, Salo, Bangkinang, Air Tiris dan Kampar.Dalam tulisan singkat ini penulis akan memaparkan bagian kecil adat dari limo koto tentang peminang yang selalu diatur oleh adat. Dalam tulisan ini hanya akan memaparkan adat peminangan satu koto dari koto yang ada yakni koto Air Tiris.B.Adat dan Hukum Adata. Pengertian AdatKata “adat” diambil dari bahasa Sangskerta dibentuk dari “a” dan “dato”, “a” artinya tidak “dato” artinya sesuatu yang bersifat kebendaan. “Adat” pada hakikatnya adalah segala sesuatu yang tidak bersifat kebendaan.1
Dalam prosesnya adat tumbuh dan berkembang sebagai lanjutan kesempurnaan hidup, semua kemakmuran berlebih-lebih karena penduduk sangat sedikit jika dibandingkan dengan kekayaan alam yang melimpah ruah sampailah manusia kepada adat yang berarti sesuatu yang bukan bersifat kebendaan lagi selagi benda masih dapat menguasai seseorang, selagi seseorang masih dapat diperhamba benda disebut orang itu belum beradat.Adat pada tingkat pertama tidak lain dari kesempurnaan rohani. Adat tak dapat diukur dengan panca indera, selain daripada dengan indera di luar yang lima.
Indera yang dimaksud bersifat kejiwaan. Maka refleksi yang sedikit ini cukup kiranya melepaskan makna adat.Dahulu semasa taraf bermula, adat untuk menyempurnakan rohani. Kemudian pada tahap berikut adat ikut serta mengatur masyarakat. Kepercayaan ini meliputi seluruh dataran Asia dan berkembang terus menerus dengan pesatnya. Bagi masyarakat Kampar adat adalah sebagian dari jiwa. Tiap-tiap perbuatan yang dipandang baik oleh masyarakat selalu disertai dengan kata-kata adat seperti berkata-kata beradat, duduk beradat, tegak beradat, berjalan beradat, makan minum beradat, jamuan yang terhormat adalah jamuan adat. Apabila tingkah laku yang buruk 14Moh. Nasir CholisAdat Meminang Pada Masyarakat Kampar15Tinjauan Sosiologi HukumHukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005Hukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005dilakukan maka dicaplah sebagai orang yang tidak beradat. Manakala kata-kata itu muncul, maka merupakan suatu penghinaan yang sangat tercoreng dalam tata kehidupan masyarakat.Adat menciptakan persatuan dan membimbing persatuan, rasa persatuan itu berlanjut lebih detail lagi menjadi persatuan yang lebih dekat yang disebut dengan sesuku. Asal kata sesuku adalah sesusu, yang dalam istilah agama disebut sepesusuan. Ikatan sesuku menciptakan rasa kehidupan yang sangat akrab bahkan sama dengan saudara kandung.2
Artinya istilah dalam masyarakat adat bila bersentuh laki-
laki dan perempuan yang sesuku itu tidak membatalkan udlu (terlepas hal ini dalam perbedaan pendapat di kalanganulama).b. Hukum AdatHukum adat dalam kebulatannya mencakup semua hal ihwal yang bersangkut paut dengan masyarakat hukum. Masyarakat hukum adalah tiap kelompok manusia dari kalangan bangsa kita yang tunduk dalam kesatuan yang berlaku. Masyarakat Kampar adalah masyarakat hukum karena mereka menundukkan diri dalam kesatuan hukum itu. Kesatuan suku dalam negeri yang meliputi pula satu kelompok manusia merupakan juga kesatuan hukum.Hukum adat mengandung kekuatan sendiri karena sangsinya tiap-tiap anggota masyarakat harus mengindahkan aturan-aturan yang berlaku supaya dengan demikian keamanan masyarakat terjamin. Seseorang yang tidak menurut aturan disebut tidak tahu adat dan atasnya dijatuhi hukuman yang setimpal dengan pelanggaran adat itu.3
Hukum adat berbeda dengan hukum-hukum lain. Sungguhpun hukum adat tidak tertulis, tetapi berakar dalam hati masyarakat hukum adat, seperti apabila suatu pinangan dilakukan dengan secara hukum adat, dan biasanya ditandai dengan gelang kesat, bila terjadi pelanggaran atau pembatalan pertunangan maka masyarakat akan mendendanya sesuai ketentuan adat demikian pula perkawinan yang dilakukan sesuku, dan lain-lain sebagainya.4
Bagi seorang ahli hukum asing yang baru mempelajari hukum adat, pada umumnya dan pada permulaannya hukum adat tak dimengerti. Hal itu disebabkan oleh karena yang bersangkutan tidak mengerti sifat dari hukum adat tersebut. Jika diselidiki adat istiadat ini maka
terdapatlah peraturan-peraturan yang bersanksi, yaitu kaidah-kaidah yang apabila dilanggar ada akibatnya, dan mereka yang melanggar dapat dituntut dan kemudian dihukum.5
Kompleks adat-adat inilah yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dimodifikasi dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi, dengan demikian mempunyai akibat hukum. Kompleks ini disebut hukum adat.6
Sedangkan adat merupakan wujud ideal dan kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan.7
C. Adat Meminang Dalam Masyarakat KamparDi wilayah Kabupaten Kampar khususnya Air Tiris terdapat kebiasaan sebelum melakukan peminangan suatu istilah ambai-ambai artinya pihak laki-laki atau keluarga karib kerabat datang ke rumah pihak perempuan sebagai jembatan asok setelah didahului dengan kata-kata berbasa 14Moh. Nasir CholisAdat Meminang Pada Masyarakat Kampar15Tinjauan Sosiologi HukumHukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005Hukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005basi dengan petatah petitih yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, yang wujudnya menanyakan tentang keberadaan sang gadis yang akan dipinang, apakah sudah bertunangan, atau belum, biasanya dikala usia yang dipinang sudah 15 tahun keatas (umur ini dalam masyarakat Kampar sudah layak untuk dilamar atau dipinang).
Artinya penjajakan yang dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan, biasanya utusan itu datang menemui keluarga pihak perempuan apakah melalui ayah atau ibu atau mamak atau siapa saja yang ada hubungan keluarga dengan sang gadis yang hendak dipinang; Menanyakan apakah anak atau cucunya telah ada ikatan pertunangan dengan orang lain jika nyatakan tidak, maka barulah utusan ini menyampaikan bahwa ada orang berkehendak untuk ke rumahnya. Biasanya jika ada tanggapan dari pihak keluarga perempuan, ia akan menjanjikan untuk diberi waktuuntuk mengumpulkan orang-orang yang berpatut (dalam hal ini keluarga besar) dengan istilah mengumpulkan orang “ibarat serai berumpun, ayam berinduk”, pihak keluarga perempuan, mengundang keluarga berpatut tadi dalam membicarakan tentang ambai-ambai tadi. Setelah undangan datang sang ayah menyampaikan maksud undangan, yang wujudnya menyampaikan bahwa kita punya sekuntum mawar dan sesuai dengan ambai-ambai tadi, dijelaskan ada pula kembang yang berkehendak mau hinggap. Para orang berpatut menanyakan siapa gerangan yang hendak hinggap tersebut. Setelah dijelaskan oleh ayah keluarga perempuan maka hadirin yang berpatut, menanyakan dan saling akan mengenalkan siapa yang akan datang, keturunan siapa dia, apa sukunya, apakah muslim yang taat atau tidak, dapatkah dapatkah calon laki-laki yang meminang itu bisa membawa keluarga jadi imam dalam shalat.Ada beberapa kriteria yang secara adat dijadikan standar dalam menerima pinangan tersebut yakni:1. Apakah calon pelamar shalat2. Siapa
-siapa silsilah keturunannya3. Apa sukunya, termasuk hubungan darah.8
Tiga hal ini sangat diperhatikan dan dijadikan bahan pertimbangan untuk langkah-langkah selanjutnya, apakah akan dapat menerima kedatangan pihak yang melamar atau tidak.Pada point 1 bagi masyarakat adat di Air Tirismenjadi ukuran yang utama, dalam adat berpantang menerima menantu bagi calon yang tidak shalat, sebab terdapat suatu prinsip yang dipertahankan dalam adat yakni; “adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah, syara’ mengata, adat memakaiartinya adat selalu dikaitkan dengan agama atau syara’.Jadi bagi yang tidak beragama Islam, sudah barang tentu akan ditolak pinangannya oleh orang-orang yang berpatut dalam keluarga tadi. Tetapi sebaliknya hadirin akan sangat senang, kalau calon yang akan melamar itu seorang yang shalat apatah lagi kalau dapat menjadi imam shalat, berarti pada tingkat penyaringan pertama (I) sudah dapat dilewati.Pembicaraan dilanjutkan pada kriteria kedua (II) yakni silsilah keturunan yakni siapa ayah ibunya calon yang akan meminang, siapa datuknya bahkan sampai silsilah 14Moh. Nasir CholisAdat Meminang Pada Masyarakat Kampar15Tinjauan Sosiologi HukumHukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005Hukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005teratas yang masih dikenal. Seandainya terdapat diantara silsilah keluarga itu cacat menurut adat, atau pernah melanggar aturan agama terutama kalau terdapat salah seorang dari silsilah itu yang pernah berzina, maka hal itu menjadi aib kotor dan dapat dipastikan untuk tidak
menerimanya, sebab dalam masyarakat adat masih tertanam dengan kuat, “warisan kejahatan” artinya sifat yang sama akan terulang dalam keluarganya kelak sebagai warisan ATAVISME.9
Kepercayaan seperti ini dalam masyarakat masih terlalu kental, sehingga setiap ada kejadian yang buruk dan secara kebetulan ada persamaannya, maka akan selalu dikatakan “Kemana lagi cucuran atap akan pergi, tetap ke pelimbahannya juga”. Artinya apa yang pernah dilakukan oleh leluhurnya dahulu, akan terulang kembali pada tingkat anak cucunya. Oleh karena itu apabila terdapat pada leluhur suatu kecacatan dalam perilaku, tetap dijadikan alasan untuk tidak dapat menerima kedatangan pihak lelaki dalam proses peminangan selanjutnya.Akhirnya yang sangat diperhatikan dalam kriteria ketiga yakni sesuku. Sebagaimana telah disinggung di atas (dalam pengertian adat) bahwa sesuku dianggap seperti hubungan darah, orang-orang yang sesuku dalam adat, sudah merupakan hubungan kerabat yang sangat dekat sekali, bahkan dalam masyarakat adat dalam sesuku itu tidak akan segan-segan apabila meminta makan, minum, karena dianggap seperti meminta kepada adik atau kakak kandung sendiri. Penjagaan sepesukuan ini sangat ketat dalam adat bahkan apabila terjadi perkawinan diantara sesuku ini, harus dipisah, atau dibuang dalam kampung atau dikenakan denda adat yakni seekor kerbau. Kerbau tersebut disembelih dan dimasak oleh pasangan suami isteri yang melangsungkan perkawinan sesuku, kemudian diundanglah masyarakat untuk makan bersama. Dalam acara itu tokoh adat menyampaikan kepada masyarakat bahwa si Polan membayar denda adat yang disebabkan kawin sesuku tersebut. Barulah pasangan itu dapat diterima berkorong kampung sesama masyarakat lain.Setelah pertimbangan tersebut dilakukan, dan apabila ternyata ada hal
-hal yang mengganjal pada salah satu dari ketiga kriteria yang disebut terdapat pada calon peminang, maka pertemuan itu tidak dapat menyetujui. Tetapi sebaliknya manakala tidak ada hal yang melintangi syarat-syarat tersebut, maka proses peminangan dilanjutkan dengan memberitahukan pada utusan untuk dipersilahkan datang pada hari tertentu yang sudah disepakati kedua belah pihak.D.Proses MeminangSetelah diadakan pertemuan awal menyimpulkan ibarat pepatah “Ibarat ayam berinduk dan ibarat serai berumpun”. Maka dilanjutkan proses peminangan yang biasanya dilakukan oleh ibu-ibu orang tua kampung (yang ditokohkan, dituakan) dalam keluarga untuk pergi bersama-sama ke rumah calon yang akan dipinang dengan membawa tepaksirih yang berisikan sirih, gambir, kapur, pinang, tembakau, sebagai pengantar pembuka kata.Setelah mendapat informasi dari sang gadis dan keluarga maka dilakukan peminangan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dari ibu-ibu pihak laki-laki yang datang ke rumah pihak perempuan dengan membawa seperangkat tepakyang sudah dilengkapi isinya tadi. Pihak perempuan (yang akan dipinang) mempersilahkan tamunya untuk naik ke 14Moh. Nasir CholisAdat Meminang Pada Masyarakat Kampar15Tinjauan Sosiologi HukumHukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005
Hukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005rumah dan sudah disengaja untuk menunggunya sesuai dengan jam kedatangan yang sudah ditentukan sebelumnya dan mempersilahkan duduk di tempat yang telah disediakan secara adat dengan ketentuan, yang meminang di bendulsebelah tepi bagian sebelah halaman, sedangkan pihak yang menanti (dipinang), di bendul sebelah tengah. Tidak diperbolehkan salah tempat duduk.Setelah duduk maka pihak yang datang menjelaskan maksud kedatangan diiringi dengan kata “inilah sirih kami lihatlah isinya dan makanlah”, kata awal ini dapat dimulai oleh pihak yang menanti (pihak calon yang akan dilamar) tentu saja menanyakanmaksud kedatangan yakni untuk melamar / meminang anak gadis yang ada di rumah itu dengan menjelaskan identitas seperti nama, sekolah, umur, dan lain-lain yang pada wujudnya gadis mana yang akan dipinang. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan saudara-saudaranya perempuan yang lain. Agar tidak salah pinang, manakala pihak perempuan sudah setuju biasanya tetap keluar kata-kata “Bagi pihak kami yang menanti kurang lebar telapak tangan, niru kami tadahkan”, jawaban seperti itu sudah sangat dimengerti oleh pihak yang datang atau pihak laki-laki, bahwa lamarannya sudah diterima.Menurut kebiasaan yang sudah membudaya dalam adat dan berurat berakar bahkan sudah menjadi kepercayaan masyarakat dalam pertunangan biasanya dilakukan pada bulan purnama, karena selagi terang bulan itu dianggap memiliki langkah-
langkah yang akan membawa banyak berkah atau rezeki bagi calon suami isteri.10
Pertunangan biasanya memakan waktu yang bervariasi lama, mulai dari 6 bulan sampai 2 tahun. Semasa pertunangan berlaku beberapa ketentuan bagi kedua belah pihak yang amat mengikat, antara lain keduanya sudah tidak dibolehkan melirik pria atau wanita lainnya, bepergian dengan pria atau wanita lain kecuali kalau ada muhrimnya. Pihak wanita pada masa-masa tertentu (akan memasuki bulan Ramadhan atau di Hari Raya) datang menjelang (berkunjung) ke rumah calon mertua sambil membawa makanan adat untuk calon mertua, sekalipun calon suaminya tidak ada di kampung.Selanjutnya sebagai suatu bukti adanya tali pertunangan dibuatlah suatu ikatan atau tanda-tanda “Ibarat tampuk dapat dijinjing dan ibarat tali dapat dipegang”. Secara adat tanda itu berupa “gelang kesat”, “tanda memiliki arti yang sangat kuat dalam masyarakat adat”, apabila terdapat pelanggaran atau pembatalan baik dari pihak meminang atau pihakyang dipinang, maka tanda gelang kesat ini imbalan atau tebusannya adalah seekor kerbau. Namun apabila didapati kata sepakat disebabkan terlalu beratnya denda itu dan dirasa tidak terbayar, atas perundingan ninik mamak kedua belah pihak dapat mengambil kebijakan lain. “Jika tidak penuh keatas, penuh kebawah”, artinya apabila tidak dapat memenuhi seekor kerbau dapat diganti dengan seekor kambing.F.AnalisisSebuah tradisi yang sudah berakar lama dan bahkan sudah tidak dapat dilacak siapa pencetusnya, menjadi hukum adat yang sangat kuat dan bahkan dinilai sakral, dihormati dan dijaga selama ini. Kini, walaupun kita belum dapat mengatakan sudah lenyap semuanya, tapi setidaknya sudah 14Moh. Nasir Cholis
Adat Meminang Pada Masyarakat Kampar15Tinjauan Sosiologi HukumHukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005Hukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005sangat lemah dan bahkan sudah banyak yang hilang, bahkan malah generasi hariini sudah tidak mengenalnya.Kita sebenarnya menyadari bahwa untuk menyimpulkan suatu sebagai pendapat, mestinya dilakukan sebuah penelitian yang seksama sehingga pendapat itu valid, ini sengaja dikedepankan agar tidak mengundang debat, sebab penulis akanmelihat ketidakberdayaan hukum adat secara empiris.Hampir menjadi budaya baru dan menjadi adat dalam masyarakat, seorang anak muda sudah menentukan sendiri calon isterinya, begitu pula sebaliknya, sehingga ninik mamak pemangku adat dan pagar hukum adat itu sendiri terpaksa merestui semuanya itu, sehingga ketentuan adat yang mestinya dilaksanakan terpaksa dilewatkan begitu saja, dan kelihatannya masyarakatpun pasrah. Hari ini umpamanya seorang anak muda atau pemudi sudah biasa membawa calon suami dan atau calon isterinya ke rumah orang tuanya, dengan alasan ingin memperkenalkan kepada orang tuanya, dan sudah ada yang terjadi orang tuanya menyetujui dan orang adat mendapat informasi belakangan, walaupun sekali lagi tidak semuanya sudah seperti itu.Perubahanini dimungkinkan terjadi oleh beberapa faktor antara lain:1.Teori globalisasi juga muncul sebagai akibat dari serangkaian perkembangan internal teori sosial, khususnya reaksi terhadap perspektif terdahulu seperti teori modernisasi (Tiryakian 1992) diantara karakteristik dari teori ini adalah bias Western-nya, disesuaikan dengan perkembangannya di Barat dan bahwa ide di luar dunia barat tak punya pilihan kecuali menyesuaikan diri dengan ide barat dan dapat dianalisa secara kultural, politik dan atau inter
nasional.11
Untuk menjernihkan pandangan kita terhadap hal ini akan penulis kemukakan beberapa istilah penyebutan global ini.Giddens (2000:22) menyebutkan globalisasi adalah restrukturisasi cara-cara kita menjalani hidup dan dengan cara yang sangat mendalam. Ia berasal dari Barat, membawa jejak ekonomi dan politik Amerika. Globalisme adalah pandangan bahwa dunia didomisili oleh perekonomian dan kita menyaksikan munculnya hegemoni pasar dunia kapitalis dan idiologi neoliberal yang menopangnya. Sedangkan globalitas berarti bahwa mulai sekarang tidak ada lagi kejadian di planet kita yang hanya pada situasi lokal terbatas semua temuan, kemenangan dan bencana mempengaruhi seluruh dunia (Bele, 2000:11).12
2.Urbanization (Urbanisasi) sebenarnya sebuah kata yang mempunyai pengertian ganda. Kata itu antara lain berarti: 1. peningkatan proporsi penduduk wilayah perkotaan; 2. proses konsentrasi penduduk; 3. proses menjadi urban; 4. perluasan pola urban ke wilayah-wilayah baru atau populasi yang lebih luas.13
Baik urban dalam pengertian perluasan wilayah sebagai akibat dari usaha pembangunan maupun urban dalam pengertian terkonsentrasinya penduduk kota, dengan pengertian penduduk desa banyak ke kota, dapat dipastikan akan terjadi suatu interaksi sosial dalam budaya yang heterogen, yang pada akhirnya akan merubah kebiasaan dan 14Moh. Nasir CholisAdat Meminang Pada Masyarakat Kampar15Tinjauan Sosiologi HukumHukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005Hukum Islam. Vol. 12 No. 10.
September 2005budaya masyarakat yang bilamana pulang ke desanya, sudah dengan pola perilaku kota yang sangat berbeda dengan adat di pedesaannya, hal ini dimungkinkan oleh adanya pengaruh mempengaruhi antara berbagai segi kehidupan bersama, umpamanya dari segi ekonomi, politik, hukum dan agama, dan dari segi-segi adat yang dibawa dari segi ekonomi masing-masing, bahkan Taufik Abdullah dalam mengantarkan terbitnya buku, agama, dan perubahan sosial mengatakan dalam setiap derap pembangunan menciptakan realitasnya sendiri. Ini artinya setiap kali masyarakat berubah sebagai akibat pembangunan, serta merta terjadi pula kebutuhan akan hukum yang mengaturnya dan terbuka pula kemungkinan berbenturan dengan hukum adat.Endnotes :1
M. Rasyid Manggis Dt. Rajo Panghoeloe, Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya, Mutiara, Jakarta, 1982, hlm. 145.2
Moh. Yusuf, Gelar Datuk Penghulu Besar Air Tiris, Wawancaratgl. 20 April 2005.3
M. Rasyid Manggis, Op.cit, hlm. 177.4
Ibid.5
Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, cet. III, 1996, hlm. 2.6
Ibid.7
Koentjaraningrat, Kebudayaan Moralitas Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta, cet. VIII, 1981, hlm. 19.8
Moh. Yusuf Dt. Penghulu Besar Air Tiris,
Wawancaratgl. 06 April 2005.9
M. R. W. A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, PT. Pembangunan, Jakarta, 1970, hlm. 100.Bendul artinya bahagian rumah antara (pembatas bagian rumah bagian depan dengan ruangan tengah).10
Lukas Tanjung, Desawarsa Ibu Kota Daerah Tk. II Kampar, Yayasan Budi Dharma Bangkinang, t.t, hlm. 141.11
George Ritzer dan Douglas. J. Goodman, Modern Sociological Theory, Alih Bahasa, Alimandan, Prenada Media, Jakarta, Tahun 2004, hlm. 588.12
Ibid, hlm. 592-593.13
Soejono Soekanto, Kamus Sosiologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet. III, Th. 1993, hlm. 529.Moh. Nasir Cholis, dosen tetap Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Alumnus Program S1 IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1978).14Moh. Nasir CholisAdat Meminang Pada Masyarakat Kampar15Tinjauan Sosiologi HukumHukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005Hukum Islam. Vol. 12 No. 10. September 2005
Makalah Balimau Bakasai
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masyrakat melayu khususnya masayarakat ocu yang mendiami pesisir sungai kampar
yang masih kental akan tradisi dan makanan khas daerah yang harus dan mesti kita pertahankan.
Dan setelah kami melakukan penlitian terhadap masayrakat ocu kampar dan bertanya
kepada beberapa naraumber dan pemangku adat maka sedikit demi sedikit informasi yang kami
rangkum dan kemudian kami susun menurut cerita dan fakta yang kami lihat dan akhirnya kami
ketik pada naskah makalah kami ini.
Dan ternyata hari demi hari hingga bergantinya tahun tradisi dan makanan khas daerah
masyarakat ocu kian menipis dan kian habis bersama berjalannya waktu, hal itulah yang mesti
kita benahi dan kita pertahankan untuk anak cucu kita nanti, supaya Tradisi dan makanan khas
daerah yang ada dan yang masih tinggal ini dapat kita pertahankan.
Tradisi dan makanan khas daerah yang masih melekat tersebut harus kita pertahankan
denganb berbagai cara yang bisa kita lakukan untuk mempertahankan tradisi dan makanan khas
daerah dan yang ada di daerah kita ini khususnya daerah Kabupaten Kampar.
Oleh karena itu kita mesti bekerja sama antara kaum adat dan masyarakat umum untuk
mempertahankan tradisi dan makan khas daerah yang masih tersisia ini karena tradisi dan
makanan khas daerah itu adalah aset yang tidak ternilai harganya
B. Bentuk Penelitian
Dalam makalah ini yang kami meneliti ini tentang tradisi dan makanan khas daerah yang
masih melekat pada masyarakat ocu umumnya di daerah kabupaten kampar, setlah kami
menelususri tradisi makanan khas daerah dan akhirnya kami mendapatkan berbagai informasi
yang kami terima dari berbagai narasumber diantaranya Nenek Mamak, Tokoh Masayarakt yang
mengerti akan tradisi dan makanan khas daerah setelah itu kami pun menulisnya dan menyusun
hingga berbentuk makalah ini.
C.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan kami menyusun makalah ini di sebabkan karena ada beberapa alasan yang
pastinya dapat diterima oleh akal sehat manusia yang semakin hari semakin parah saja di
kalangan masyarakat kita ini di antaranya sebagai berikut :
1. hilang tradisi makanan khas daerah yang ada di Kabupaten Kampar
2. banyaknya generasi sekarang yang lupa akan tradisi dan makanan khas daerahnya sendiri
3. banyaknya muda mudi yang mnyalahgunakan tradisi yang di bentuk oleh pemuka adat.
4. tidak ada lagi generasi yang mau untuk melanjutkan tradisi dan makanan khas daerah
yang ada di daerah Kabupaten Kampar ini.
5. semakin banyaknya generasi muda sekarang yang mengabaikan tradisi dan makanan khas
daerah yang ada di Kabupaten Kampar.
Bertitik tolak yang timbul di masyarakat umum di atas maka kami pun tertarik untuk
mengadakan penelitian, dan kami penelitian ini pun berjudul “LITERATURE PERKEMBANGAN
TRADISI DAN MAKANAN KHAS DAERAH MASYARAKAT INDONESIA KHUSUSNYA MELAYU
OCU KAMPAR
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
a. Balimau Bakasai
Balimau bakasai itu adalah sebutan bagi upacara penyambutan datangnya bulan suci
ramadhan dengan cara bermandi-mandian yang bertujuan untuk menyucikan diri kita dari dosa
selama ini kita perbuat sejak lepasnya bulan ramadhan tahun lalu.
B. Lepat bugis
a. Pengertian
Lepat Bugis ini adalah salah satu dari tradisi masayarakat Kampar dalam membuat
makanan khas daerah, bahkan lepat bugis ini pun telah menjadi tradisi bagi masyarakat kampar.
B. URAIAN
Kegiatan ini sering di lakukan di Sungai Kampar dan biasanya itu paling banyak di
lakukan di desa Batu Belah dan desa Limau Manis, sebelum mereka melakukan kegiatan ini
biasanya mereka melakukan perayaan-perayaan anak-anak dan remaja bahkan orang tua-tua pun
juga ikut-ikutan merayakan seperti memanjat batang pinang, tarik tambang dan lain sebagainya
dan ada pula yang tidak mengikuti perayaan tersebut, mereka lansung saja mandi balimau
bakasai.
Dan biasanya ketika di lakukannya balimau bakasai mereka juga membuat acara khusus
yang mengundang pemangku adat dan pemimpin masayrakat lainya seperti Bupati Kampar dan
Gubernur Riau.
Balimau kasai ini bukan saja diramaikan oleh masyarakat kampar dan sekitarnya bahkan
ada juga mereka yang datang kesini hanya untuk mandi balimau kasai ada yang datang dari luar
daerah kabupaten kampar seperti seperti teluk kuantan, pekan baru dan ada pula yang datang dari
sumatra barat yang kebetulan pulang ke kampung halamannya di kabupaten kampar ini
Sebenarnya kegiatan ini ada juga kesalahan dalam melakukan kegiatan ini di antaranya
banyaknya muda mudi yang menggunakan kegiatan ini untuk berpacaran, dan ada juga untuk
berpesta minuman keras padahal menurut adat balimau kasai itu adalah ajang untuk
membersihkan diri dari dosa, bukannya bikin dosa.
Dan oleh karena itu sudah semestinya kita benahi., sebelum hal yang kita tidak inginkan
terjadi pada generasi kita sekarang ini agar nantiknya berbentuklah serambih mekkah yang
seutuhnya.
Semoga dengan adanya tradisi balimau kasai dapat membawa kemajuan bagi masyarakat
ocu dalam hal tradisi dan makanan khas daerah.
SEJARAH BALIMAU BAKASAI
Kmungkinan besar menurut informasi narasumber yang kami terima, balaimau bakasai
ini berasal dari tradisi penduduk sungai gangga yang ada di india mereka menganut agama hindu
yang memeiliki tradisi pnyucian diri di sungai, agar dosa-dosa merka hilang bersama
mengalirnya air sungai tersebut dan kemudian agama itu berkembang di indonesia hingga sampai
ke pelosok negeri yang ada di nusantara dan sungai di kampar ini sebagai bukti bahwa adanya
agama hindu sampai di kampar ini sebagai bukti bahwa adanya agama hindu sampai di kampar
adalah dengan adanya gugusan candi di muara takus (XIII Koto Kampar).
Dan setelah masuk di daerah kampar khususnya Lima Koto mulilah berkembangnya
Budaya dan Tradisi dan budaya itupun masih berkembang hingga sekarang ini semoga apa yang
telah di wariskan oleh nenek moyang kita dahulu dapat lebih berkembang lagi hingga ke sanak
cucu kita nanti.
Uraian Lepat Bugi
lepat bugi ini dapat kita temukan hampir di seluruh daerah yang ada di kabupaten kampar
bahkan lepat bugi ini sudah menjadi makanan khas daerah yang juga telah tersebar di mana-
mana bahakan sudah sampai di malaysia dan singapura.
Lepat bugi ini banyak di temukan di daerah danau bingkuang di sana lepat bugi sangat
banyak sekali.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai peneliti di atas kita dapat mengambil pelajran bahwa tradisi dan makanan
khas daerah itu di lestarikan bukan untuk di hilangkan dan mesti kita pertahankan hingga ke anak
cucu kita nanti dan semoga saja apa yang kita inginkan terujud dengan sempurna.
Dan ternyata masih banyak tradisi dan makan khas daerah di kabupaten kampar ini yang
tidak kita ketahui yang kian hari kian menghilang saja.
B. Saran
Agar sebaiknya tradisi dan makanan khas daerah yang kita miliki ini di pertahankan dan
jangan sampai hilang apa lagi sampai di curi oleh orang lain, dan alangkah baiknya kita dapat
menyalurkannya ke media media yang ada agar tradisi yang kita miliki dapat di kenal oleh
masyarakat luas bukan Cuma saja di kenal di daerah sendiri.
Dan juga kami menyarankan kepada segenap muda mudi yang ada di daerah kampar agar
menggunakan tradisi daerah itu tepat padfa aturannya, bukan untuk berpesta miras, mabuk
mabukan dan berbagai kejahatan lainnya.
Dan juga kami sarankan kepada segenap pemuka adat nenek mamak daerah kampar
untuk mengangkat adat istiadat kampar ini menjadi perda setidaknya perda ampar agar generasi
selanjutnya bangga menyandang nama Ocu kaan pun di manapun.
DAFTAR PUSTAKA
http://melayuonline.com/ind/article/read/368/balimau-kasai-dulu-dan-sekarang
http://mizaneducation.blogspot.com/2011/12/mandi-balimau-kasai.html