ADDENDUM AKAD MURABAHAH DI BRI SYARIAH KANTOR
CABANG MALANG DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM EKONOMI
SYARIAH DAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS
ULAMA INDONESIA
SKRIPSI
Oleh :
Nur Fitriani
NIM 13220002
JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2017
i
ADDENDUM AKAD MURABAHAH DI BRI SYARIAH KANTOR
CABANG MALANG DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM EKONOMI
SYARIAH DAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS
ULAMA INDONESIA
SKRIPSI
Oleh :
Nur Fitriani
NIM 13220002
JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2017
ii
iii
iv
v
MOTTO
قوى وال ت عاونوا على اإلث والعدوان وت عاونوا على الب والت
Artinya : “...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. ...”(Al-Maidah: 2)
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya. Sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
Revolusioner Islam, karena dengan syafaat-Nya kita tetap diberi kemudahan dan
kesehatan.
Adapun penyusunan skripsi yang berjudul ADDENDUM AKAD
MURABAHAH DI BRI SYARIAH KANTOR CABANG MALANG
DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN
FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA
ini dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir dan memenuhi syarat kelulusan
pada program studi jurusan Hukum Binis Syariah, Fakultas Syariah, Univesitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Selanjutnya dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada orang-orang
yang telah membantu, dan menemani dalam segala proses. Dengan segala daya
dan upaya serta bantuan, bimbingan maupun pengarahan dan hasil diskusi dari
berbagai pihak dalam penulisan skripsi ini, maka dengan segala kerendahan hati
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada batas kepada :
vii
1. Prof. Dr. H. Mudjia Raharjo, M.Si, selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.
2. Dr. H. Roibin, M.HI., selaku Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
3. Dr. H. Mohamad Nur Yasin, S.H. M.Ag., selaku Ketua Jurusan Hukum
Bisnis Syariah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang. Penulis sampaikan terimakasih atas bimbingan, saran,
arahan, serta motivasi kepada penulis selama menempuh perkuliahan.
4. Dr. Suwandi, MH,. selaku dosen wali penulis selama menempuh kuliah di
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
atas arahan dan bimbingan yang selalu diberikan kepada penulis.
5. Dr. H. Abbas Arfan, Lc, M.H,. selaku dosen pembimbing penulis. Terima
kasih banyak penulis haturkan atas waktu yang telah beliau limpahkan untuk
bimbingan, arahan, serta motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang yang telah menyampaikan pengajaran, mendidik,
membimbing, serta mengamalkan ilmunya dengan ikhlas. Semoga Allah
SWT selalu memberikan pahala-Nya kepada beliau semua.
7. Staf serta karyawan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang, penulis ucapkan terimakasih atas partisipasinya
selama ini, selama masa perkuliahan umumnya.
8. Ucapan terima kasih kepada orang tua saya Bpk. Misnadi dan Ibu Maisaroh,
S.Pd yang tak pernah letih memberi motivasi, doa dan juga semangat dalam
viii
setiap langkah penulis. Mereka yang menjadi penyemangat dalam mengejar
impian saya, tak lupa pula kepada kakak tercinta Muhammad Mahfud yang
juga menjadi salah satu semangat saya dalam menempuh pendidikan ini.
9. Sahabat-sahabat di Fakultas Syariah UIN Malang, sahabat-sahabat yang telah
memberi motivasi, juga orang terdekat yang telah mendukung saya secara
penuh, terimakasih atas dukungan dan motivasi kalian.
10. Tak lupa pula ucapan terima kasih pada sahabat-sahabati saya di PMII Rayon
“Radikal” Al-Faruq, Forum Kajian Ekonomi Syariah (ForKES), FoSSEI
Nasional, Pengurus PMII Komisariat Sunan Ampel Malang, Sharia Lawyers
Club dan LKP2M yang telah memberikan saya pengalaman dan pengetahuan
sangat banyak, baik dalam hal akademik dan organisasi. Tanpa kalian
mungkin saya tidak akan pernah mengerti tentang keorganisasian dan arti
keteguhan berproses. Khususnya kepada Angkatan Achilles yang telah
berjuang bersama dalam organisasi.
11. Ucapan terimakasih juga pada sahabat-sahabat, kawan-kawan, rekan-rekan,
dan lain-lain di Gubuk Justice dan Korps PMII Puteri yang telah mengajarkan
saya tentang arti perjuangan perempuan.
12. Saya ucapkan beribu terima kasih kepada mereka yang saya anggap sebagai
keluarga di kota perantauan ini, yang telah memberikan warna dalam
perantauan ini, mengajari saya hidup dengan kemandirian, kesederhanaan,
dan kesabaran. Sahabat Pondok Putri Al-Azkiya (Irfa‟ Ira Mazidah, Wiwik
Sakinah, Hilda Ayu Devi, Nurul Tarimana, Siti Sariroh, Dewi Mustirah) tidak
ix
lupa juga ucapan teriamakasih kepada orang yang paling keras mengajarkan
kemandirian Kak Abdul Rouf, S.HI
13. Yang terakhir saya ucapkan banyak terima kasih kepada Nawang Styanda
Iswanto, Hanik Munasyiroh, dan Mea Aulia yang telah menemani saya
selama empat tahun lebih dalam suka duka.
Semoga apa yang telah saya peroleh selama kuliah di Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang ini, bisa bermanfaat
bagi agama, nusa dan bangsa. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis
menyadari masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, sehingga
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis pribadi khususnya dan pembaca umumnya.
Malang, 19 April 2017
Penulis,
Nur Fitriani
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam skripsi ini menggunakan pedoman
transliterasi berdasarkan atas Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama
dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, tanggal 22 Januari
1998, No. 158 tahun 1987 dan no. 0543.b/U/1987 yang secara besar dapat
diuraikan sebagai berikut:
A. Konsonan
q = ق z = ز a = ا
k = ك s = س b = ب
l = ل sy = ش t = ت
m = م sh = ص ts = ث
n = ن dl = ض j = ج
w = و th = ط h = ح
’ = ء zh = ظ kh = خ
y = ي „ = ع d = د
gh = غ dz = ذ
f = ف r = ر
B. Vokal Panjang
Vokal [a] panjang = â
Vokal [i] panjang = î
Vokal [u] panjang = û
C. Vokal Diftong
aw = أو
ay = أي
û = أو
î = إي
xi
C. Ta’ marbuthah (ة(
Ta‟ marbuthah ditransliterasikan dengan “t” jika berada ditengah
kalimat, tetapi apabila ta‟ marbuthah tersebut berada di akhir kalimat,
maka ditransliterasikan dengan menggunakan “h”.
D. Kata Sandang dan Lafadh al-Jalalah
Kata sandang berupa “al” (ال( ditulis dengan huruf kecil, kecuali
terletak di awal kalimat, sedangkan “al” dalam lafadh jalalah yang berada
di tengah-tengah kalimat yang disandarkan (idhafah) maka dihilangkan.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................. x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL. ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. . xvi
ABSTRAK ..................................................................................................... xvii
ABSTRACT………………………………………………………………... xviii
xix .........………………...…………………………… ملخص البحث
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Batasan Masalah .................................................................... 7
C. Rumusan Masalah ................................................................. 7
D. Tujuan Penelitian .................................................................. 8
E. Manfaat Penelitian ................................................................ 8
xiii
F. Definisi Operasional .............................................................. 9
G. Sitematika Pembahasan ......................................................... 10
BAB II : Kajian Pustaka
A. Penelitian Terdahulu ............................................................ 13
B. Akad dalam Islam ................................................................ 19
C. Bank .................................................................................... 27
1. Bank Konvensional ........................................................ 28
2. Bank Syariah .................................................................. 28
D. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ................................... 31
E. DSN-MUI ............................................................................ 33
BAB III: METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...................................................................... 36
B. Pendekatan Penelitian ........................................................... 37
C. Lokasi Penelitian ................................................................... 38
D. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 38
E. Metode Pengumpulan Data ................................................... 39
F. Metode Pengolahan Data ...................................................... 40
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kondisi Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Syariah Kantor Cabang Malang ............................................ 42
1. Profil Bank ...................................................................... 44
2. Sejarah Bank ................................................................... 45
3. Visi dan Misi Bank ......................................................... 47
xiv
4. Struktur Organisasi ......................................................... 47
5. Statistik Jumlah Nasabah ................................................ 54
B. Penyebab Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor
Cabang Malang Mengeluarkan Addendum .......................... 56
C. Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan
Fatwa DSN-MUI terhadap Addendum di Bank Rakyat
Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Malang ................. 66
1. Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ............... 67
2. Tinjauan Fatwa DSN-MUI .............................................. 71
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 79
B. Saran ...................................................................................... 81
DAFTAR RUJUKAN ……………………………………………………….. 82
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................................ 18
4.1 Struktur Organisasi Cabang ................................................................................. 48
4.2 Jumlah Nasabah 2016 .......................................................................................... 54
4.3 Jumlah Nasabah yang Mengajukan Pembiayaan ................................................. 55
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Surat Penelitian
2. Instrumen Penelitian
3. Daftar Hasil Wawancara Pak Agus
4. Daftar Hasil Wawancara Bu Neno
5. Fatwa DSN MUI No.04 Tahun 2000
6. Gambar Penelitian
7. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/18/PBI/2008
8. Akad Murabahah (contoh)
9. Akad Wakalah (contoh)
10. Addendum (contoh)
11. Daftar Riwayat Hidup
xvii
ABSTRAK
Nur Fitriani, 13220002, Addendum Akad Murabaha di BRI Syariah Kantor
Cabang Malang ditinjau dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
dan Fatwa DSN-MUI. Skripsi, jurusan Hukum Bisnis Syari‟ah,
Fakultas Syari‟ah, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang, Pembimbing: Dr. H. Abbas Arfan, Lc, M.H.
Kata Kunci: Addendum, Murabahah, KHES, Fatwa DSN-MUI
Kegiatan bisnis semakin berkembang pesat, pelaku bisnis semakin
bertambah dan kegiatan jual beli semakin beragam. Modal merupakan kebutuhan
dari jual beli, bank sebagai penyedia dana menjadi tempat yang tepat bagi
pebisnis untuk mencari dana, dan bank syariah akan menyalurkan dana untuk
bisnis yang halal dengan menggunakan produk akad murabahah. Bisinis identik
dengan kontrak, resiko pembuatan kontrak selalu ada dan oleh karena itu
dibentuklah addendum. Addendum layak dikaji dengan tinjauan KHES dan Fatwa
DSN-MUI, karena dalam hukum Islam kegaitan jual-beli tidak hanya
mendatangkan keuntungan semata, namun harus berdasarka syariat dan untuk
menghindari resiko.
Dalam penelitian ini, terdapat rumusan masalah yaitu: 1) Mengapa BRI
Syariah Kantor Cabang Malang mengeluarkan addendum? 2) Bagaimanakah
tinjauan KHES dan Fatwa DSN-MUI terhadap addendum di BRI Syariah Kantor
Cabang Malang?. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian lapangan
(field research) atau disebut sebagai penelitian empiris, penelitian ini termasuk
penelitian empiris yang meneliti fenomena hukum. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan yuridis sosiologis. Metode pengumpulan data primer dan
sekunder yang digunakan adalah wawancara langsung, kepustakaan, dan
dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah
analisis data kualitatif. Metode pengolahan data dengan melakukan upaya sebagai
berikut; editing, clasifiying (pengelompokan), verifiying (pemeriksaan
data),analisis data dan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) karena nasabah melakukan
sesuatu tidak sesuai dengan kontrak (pembelian barang yang tidak sesuai dengan
kesepakatan) dan addendum dilakukan sebagai upaya bank untuk menghindari
resiko keuangan, dan menjaga kelangsungan usaha nasabah pembiayaan. 2)
Addendum di BRI Syariah Kantor Cabang Malang diperbolehkan karena adanya
kesepakatan antara kedua belah pihak, untuk menghindari kerugian, dan
pengeluaran addendum telah sesuai dengan KHES serta Fatwa DSN-MUI.
xviii
ABSTRACT
Nur Fitriani, 13320002, The Addendum of Islamic Financing Contract in
the Branch Office of BRI Sharia Malang reviewed from
Islamic Economic Law (KHES) Compilation and DSN-MUI
Fatwa. Thesis, Islamic Business Law Department, Sharia
Faculty, Islamic State University of Maulana Malik Ibrahim
Malang, Advisor: Dr. H. Abbas Arfan, Lc, M.H.
Keywords: Addendum, Islamic Finanacing, KHES, DSN-MUI Fatwa
Nowadays, business activity grows rapidly, businessmen keep increasing
along with sale and purchase activity that become more various. Financial
capital is a necessity in sale and purchase progress, bank as the provider of
funds becomes the right place for businessmen in gaining funds, and sharia
bank will distribute the fund for kosher business by using the product of
islamic financing contract. Business identicals with contract, the risk of
contract making is always exist, therefore, addendum is created. Addendum
is worth investigating with KHES and DSN-MUI Fatwa review. It is because
in islamic law, sale and purchase activity is not only bring in profit, but also
it should be based on the sharia to avoid the risk.
In this research, two research questions are used. 1) Why does branch
office of BRI sharia Malang release addendum? 2) How does KHES and
DSN-MUI Fatwa review through the addendum in the branch office of BRI
sharia Malang?. This research uses field research or it commonly known as
empirical research. This research is including into empirical research that
investigates law phenomena. The approach used in this research is juridical
sociology. The method used to collect the primary and secondary data are
live interview, literary, and documentation. The method in analysing the data
is qualitative research method. The data processing method done by doing
editing, classifying, verifying, data analysing and making conclusion.
The result of this research shows that: 1) The customers do something
which is not accordance with the contract (doing purchase that is not
appropriate with the agreemnet) and addendum is done as the bank‟s effort to
to avoid financial risk, and keep the business continuity of the customer‟s
financing. 2) addendum in the branch office of BRI sharia Malang is allowed
due to the agreement between both parties to avoid loss, and the addendum
release is accordant with KHES and DSN-MUI Fatwa.
xix
ملخص البحث
(BRI) ( لعقد المرابحة في بنك راكيات إندونيسياAddendumاإلضافة )، نور فرتياين، ( والفتاوى منKHESمدونة األحكام اإلقتصادية الشرعية )الشريعة فرع ماالنج في نظرية
حبث جامعي، شعبة .(DSN-MUIمجلس العلماء اإلندونيسيا )-مجلس اإلسالمي الوطنيكلية الشريعة جبامعة موالنا مالك إبراهيم اإلسالمية احلكومية ماالنج، اإلسالمي، ون اإلقتصادي القان
ادلشرف: الدكتور عباس عرفان، ادلاجستري.
(DSN-MUI) (، والفتوىKHESاألحكام اإلقتصادية الشرعية ) مدونة: اإلضافة، عقد ادلراحبة، الكلمة الرئيسية
من احلاجة رأس ادلال هو أكثر ادلتنامية واألنشطة التجارية أكثر ادلتنوعة. تاجرالو النشاط التجاري ينمو بسرعة، توزيع األموال جلمع األموال، والبنوك اإلسالمية س جرالبنوك كما مقدمي األموال مكانا مناسبا عاىل تاالشراء والبيع، كانت
ادلخاطر، فلذالك أنشأت اإلضافة د، كانت يف التعاقد للتجارة ادلشروعة باستعمال منتجات ادلراحبة. التجارة مرادفا للعق(Addendum) مجعية األحكام اإلقتصادية الشرعية يف نظرية مستحقا أن يبحثها . كانت اإلضافة(KHES)
البيع ألن يف حكم اإلسالمي، (. DSN-MUI)جملس العلماء اإلندونيسيا -جملس اإلسالمي الوطين والفتاوى من .الربح وحده، ولكن جيب أن يستند إىل القانون وإىل جتنب ادلخاطر والشراء ال جتلب سوى
اإلضافة؟. الشريعة فرع ماالنج (BRI) بنك راكيات اندونيسيا( دلاذا صنع يف هذا البحث، ادلسألتني مها: بنك اإلضافة يف على (DSN-MUI) والفتاوى من( KHES)مجعية األحكام اإلقتصادية الشرعية ( كيف نظرية
الظواهر القانونية. التجريبية اليت تبحث هذا البحث من البحوثالشريعة فرع ماالنج؟. (BRI) كيات اندونيسيا را الطريقة ادلستخدة يف مجع البيانات األساسي والثناوي هي ادلقابالت، ادلكتبة، والتوثيق. التقريب مستخدم بالقضائي
طريقة معاجلة البيانات وهي التحرير، .ث هي حتليل البيانات النوعيةمنهج حتليل البيانات ادلستخدمة يف البحاالجتماعي. وتصنيف، والتحقق، وحتليل البيانات و اخلالصة.
جهود للحفاظ على احدى مناإلضافة العميل يعمل مل يناسب بالعقد، و ( بأن النتيجة من هذا البحث، أو القدرة على /افة إىل العمالء الذين لديهم فرص األعمال وإض البنوك االسالميةقد تكون ، العمالء متويلاستمرار أعمال
الشرعية فرع ماالنج، ألن يوجد اتفاق بني اجلانبني، من أجل جتنب وقوع BRI( اإلباحة على اإلضافة يفالدفع. -ينجملس اإلسالمي الوط والفتاوى من (KHES)األحكام اإلقتصادية الشرعية خسائر، واإلضافة قد تناسب مبدونة
.(DSN-MUI)جملس العلماء اإلندونيسيا
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Problematika ekonomi merupakan tantangan bagi umat Islam, ketika
sistem ekonomi kontemporer yang bebas nilai yakni sistem ekonomi kapitalis,
sosialis dan komunis dihadapkan dengan prinsip ekonomi Islam yang sangat
berlawanan, sebab sistem ekonomi Islam mengandung nilai-nilai serta norma-
norma illahiah yang secara keseluruhan mengatur kepentingan ekonomi individu
dan masyarakat.
2
Kegiatan perekonomian dalam Islam selalu diawali dengan sebuah akad,
akad menjadi sangat penting dalam transaksi ekonomi. Umumnya aspek dan
materi tentang muamalah berkaitan dengan masalah akad (perjanjian, kontrak)
atau transaksi. Akad atau aqd‟ adalah transaksi yang di dalam fiqh didefinisikan
dengan “irtibath ijab bi qabulin „ala wajhin masyru‟ yatsbutu atsaru-hu fi
mahallihi” yaitu pertalian ijab dengan qabul menurut cara-cara yang disyari‟atkan
yang berpengaruh terhadap objeknya.1 Akad dalam kehidupan umat manusia
menjadi hal yang penting, karena akad merupakan salah satu faktor menjadi halal
atau haramnya sesuatu bagi mereka. Penggunaan akad terjadi dalam berbagai
interaksi kehidupan manusia, terutama dalam bidang mu‟amalah, seperti: jual beli,
sewa menyewa dan lain sebagainya, yang menjadikan kontrak (akad) atau
perjanjian sebagai landasan hukumnya. Misalnya dalam akad jual beli, untuk
mendapatkan beras yang halal maka kita harus membelinya dari penjual dengan
akad yang jelas, sehingga akibat hukum yang muncul dari pembelian beras itu
adalah beras yang halal untuk di konsumsi. Allah SWT memerintahkan kepada
hamba-Nya untuk tidak melakukan hal yang batil dalam segala kegiatan termasuk
dalam ber-muamalah, seperti dalam firman Allah QS. Al-Nisa ayat 29:2
1 Dwi Suwiknyo, Kamus Lengkap Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Total Media, 2009), h.14
2 QS. al-Nisa (4): 29
3
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Akad yang dilakukan di bank syariah memiliki konsekuensi duniawi dan
ukhrawi karena dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali nasabah berani
melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum hanya
berdasarkan hukum positif, tapi tidak demikian jika perjanjian tersebut memiliki
pertanggung jawaban hingga akhirat.3 Realitanya, banyak pihak melakukan
kontrak (perjanjian) belum memahami hak dan kewajiban yang harus mereka
penuhi, sehingga walaupun menggunakan sistem perjanjian hukum Islam, tetapi
nilai yang ada dalam konsep tersebut belum dijalankan sepenuhnya. Misalnya,
perjanjian akad dalam perbankan masih ditemukan bahwa hanya pihak bank yang
memahami kontrak tersebut sementara pihak nasabah belum memahami
sepenuhnya tentang hak dan kewajibannya dalam kontrak, sehingga tidak bisa
memenuhi perjanjian awal yang telah disepakati.4
Adanya ketidakpahaman nasabah mengenai kewajiban dalam kontrak
dapat menyebabkan munculnya pembuatan addendum dan potensi munculnya
wanprestasi. Addendum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah; jilid
tambahan (pada buku); lampiran; ketentuan atau pasal tambahan, misal dalam
akta. Pada umumnya, istilah addendum dipergunakan saat ada tambahan atau
3 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2011),
h.29. 4 Agus Iwan Sudaryanto, pra wawancara, (Malang: 08 Oktober 2016).
4
lampiran pada perjanjian pokoknya namun merupakan satu kesatuan dengan
perjanjian pokoknya. Meskipun jangka waktu perjanjian tersebut belum berakhir,
para pihak dapat menambahkan addendum sepanjang disepakati oleh kedua belah
pihak.5.
Addendum tidak bisa lepas dari perjanjian pokok, tanpa adanya perjanjian
pokok maka tidak ada pula addendum. Addendum sangat menguntungkan kedua
belah pihak karena meminimalisir akan adanya wanprestasi, namun jika
addendum dilakukan berulang kali maka akan timbul ketidakpastian hukum dari
kontrak yang dibuat, seperti yang terjadi antara PT Semen Padang dengan PT
Adhi Karya (Persero) Tbk dalam perjanjian kerjasama, dan addendum dilakukan
setelah jangka waktu kontrak berakhir, berdasarkan dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Fauzan Prasetya menyatakan bahwa pembuatan addendum selepas
jangka waktu telah memenuhi unsur essensialia, naturalia dan aksidentalia dari
suatu perjanjian. Dari penelitian addendum sebelumnya menjelaskan bahwa
addendum adalah penambahan aturan baru dari kontrak yang menguntungkan
kedua belah pihak, namun dalam pelaksanaan addendum harus tetap mengandung
unsur hukum dan dalam addendum perbankan syariah, pelakasanaan addendum
harus sesuai dengan aturan syariah karena berakibat hukum pada halal atau
haramnya suatu produk tersebut.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa akad sangatlah
penting dalam kegiatan bertransaksi dan menjadi penentu halal atau tidaknya
5 Diana Kusumasari, “Addendum atau Perpanjangan Kontrak?”, http://hukumonline.com, diakses
08 Oktober 2016.
5
objek tersebut. Addendum bisa merubah hukum ketetapan awal sebagaimana
dalam asas pacta sun servanda, menganalisis dari kasus yang pernah terjadi
terkait dengan addendum, dapat ditarik kesimpulan bahwa addendum sangat
berpengaruh dan menimbulkan akibat hukum yang besar bagi kedua belah pihak.
Menyikapi dengan adanya addedum pada sebuah kontrak (akad) di BRI Syariah
Kantor Cabang Malang Kawi pada akad murabahah karena perbedaan pembelian
barang dengan kontrak yang telah disepakati, maka kontrak dalam akad
murabahah pun harus berubah (addendum) atau terjadi wanprestasi, hal ini bisa
disebabkan karena adanya perubahan kesepakatan dalam akad, seperti
penggantian jaminan, reschedule jangka waktu pembiayaan atau perubahan
lainnya yang telah disepakati antara bank dengan nasabah berkaitan dengan
kontrak sebelumnya.6 Namun, dalam pelaksanaan akad murbahah produktif, bank
memberikan kuasa (wakalah) kepada nasabah untuk membeli keperluan modal
kerja, sehingga tidak jarang terjadi perbedaaan spesifikasi pembelian barang
antara nasabah dan spesifikasi barang yang telah disepakati diawal.
Istilah murabahah berasal dari kata ribhu yang berarti keuntungan,
keuntungan yang dimaksud adalah keuntungan dalam jual beli. Secara
terminologi, pengertian akad murabahah adalah jual beli barang dengan harga
pokok ditambah keuntungan tertentu yang disepakati.7 Jual beli mempunyai syarat
sah yang berkaitan dengan ijab qabul, ijab qabul merupakan pernyataan kehendak
diantara pihak penjual dengan pembeli sebagai bentuk tercapainya kesepakatan.
6 Agus Iwan Suryanto, pra wawancara, (Malang, 08 Oktober 2016)
7 Burhanuddin, Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2009). h.82
6
Hal inilah yang akan disoroti oleh peneliti, persyaratan ijab qabul tersebut dalam
perbankan diaplikasikan dalam kontrak. Pada akad murabahah di BRI Syariah
Kantor Cabang Malang ada 3 tujuan yaitu pembiayaan konsumtif, produktif dan
investasi, pada pembiayaan konsumtif seperti pembelian sepeda motor, mobil,
rumah dan sebagainya, sedangkan pembiayaan produktif adalah untuk modal
kerja, selanjutnya investasi, dan penelitian ini akan difokuskan kepada murabahah
dengan tujuan produktif.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pasal 26 menyebutkan
tentang kategori hukum akad yang terdiri dari 4 hal yakni; Syariat Islam,
Peraturan perundang-undangan, Ketertiban umum; dan/atau kesusilaan. Pasal 26
huruf a dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 29 yang menjelaskan bahwa akad yang
sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf a adalah akad yang disepakati
dalam perjanjian, tidak mengandung unsur ghalath atau khilaf, dilakukan di
bawah ikrah atau paksaan, taghrir atau tipuan, dan ghubn atau penyamaran. Hal
ini dikaitkan dengan pembuatan addendum di BRI Syariah Kantor Cabang
Malang, apakah hal tersebut terjadi karena khilaf dari salah satu pihak?
Berdasarkan asumsi tersebut, peneliti tertarik untuk membahas lebih
dalam mengenai Addendum Akad Murabahah di BRI Syariah Kantor Cabang
Malang Ditinjau dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan Fatwa DSN-MUI.
Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari adanya addendum tersebut, dan
hukum dari objek yang telah dibeli sebelum adanya addendum.
7
B. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya akan membatasi permasalahan Addendum di Bank
Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Malang analisis dari segi
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan Fatwa DSN-MUI yang
berkaitan dengan akad murabahah dan addendum, agar dalam penelitian yang
akan dilakukan lebih terarah dan tidak terlalu melebar ke pembahasan lainnya.
Sehingga permasalahan-permasalahan mengenai Addendum dari akad murabahah
Bank Syariah lain tidak dibahas dalam penelitian ini.
Selain dilihat dari sisi perundang-undang, penelitian ini diteliti dengan
tinjauan hukum islam terhadap kontrak akad murabahah beserta addendum yang
dikeluarkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Malang.
Penelitian ini hanya terfokus pada sudut pandang Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Syariah Kantor Cabang Malang terhadap addendum akad murabahah.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penyusun tertarik
untuk meneliti tentang:
1. Mengapa BRI Syariah Kantor Cabang Malang mengeluarkan addendum?
2. Bagaimanakah tinjauan KHES dan Fatwa DSN-MUI terhadap addendum
di BRI Syariah Kantor Cabang Malang?
8
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipilih peneliti, maka dapat
diambil tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan alasan BRI Syariah Kantor Cabang Malang
mengeluarkan addendum.
2. Untuk menjelaskan tinjauan KHES dan Fatwa DSN-MUI yang berkaitan
dengan akad murabahah dan addendum terhadap addendum di BRI
Syariah Kantor Cabang Malang.
E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan
manfaat, antara lain:
1. Secara Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan penulis dapat menjadi sumbangan yang
bernilai ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara akademik bagi
masyarakat, khususnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan Addendum dalam tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah (KHES) dan Fatwa DSN-MUI. Sebagai bahan banding dan refrensi
yang bermanfaat apabila diperlukan bagi peneliti-peneliti lain yang berminat
dalam rangka mengadakan penelitian lebih lanjut.
9
2. Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat memberikan saran aplikatif bagi
penulis dan pembaca dalam praktik ber-muamalah khususnya tentang
addendum pada akad murbahah yang dikeluarkan oleh bank syariah.
F. Definisi Operasional
1. Adddendum
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam kontrak, dan bisa
dilakukan secara musyawarah untuk mufakat mengenai hal yang belum
diatur tersebut. Untuk itu ketentuan atau hal-hal yang belum diatur
tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis seperti kontrak yang telah
dibuat.8
2. Akad Murabahah
Akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan
dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian
barang kepada pembeli, kemudian disyaratkan atsanya laba/keuntungan
dalam jumlah tertentu.9
3. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Kumpulan peraturan tentang ekonomi syariah yang dibukukan,
sebagai efek dari lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan
8 Salim, Pengertian Definisi Addendum, (online) http://mediainformasill.blogspot.com, diakses 18
Oktober 2016 9 Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah (Panduan Teknis Pembuatan
Akad/Perjanjian Pembiayaan pada Bank Syariah), (Yogyakarta, UII Press, 2009), h. 57
10
Agama telah membawa perubahan besar terhadap kedudukan dan
eksistensi Peradilan Agama di Indonesia.10
Addendum Akad Murabahah yang ada di BRI Syariah Kantor Cabang
Malang merupakan addendum dari kontrak murabahah produktif dengan
penyerahan kuasa bank kepada nasabah untuk membeli barang yang diperjanjikan
dalam kontrak, namun terdapat perbedaan pembelian dengan spesifikasi yang
telah disepakati sebelumnya oleh pihak bank dan nasabah.
Peninjauan masalah dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah bertujuan
untuk mengetahui akibat hukum dari addendum tersebut, apakah sesuai dengan
syariah atau tidak.
G. Sistematika Pembahasan
Sub bab ini menguraikan tentang logika pembahasan yang akan digunakan
dalam penelitian ini dimulai bab pertama pendahuluan sampai bab penutup,
kesimpulan dan saran.11
Peneliti akan menguraikan sedikit tentang gambaran
pokok pembahasan yang nantinya akan disusun dalam sebuah laporan penelitian
secara sistematis. Penjelasan tentang logika pembahasan ini dimaksudkan agar
peneliti dan pembaca mempunyai konstruk pemikiran yang sesuai dan runtut,
sehingga hasil dari penelitian mudah dipahami.
10
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah; Sejarah Singkat Penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah Mahkamah Agung RI
11 Tim Penyusun,Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, h.24
11
Dalam pembahasan penelitian yang berjudul “Addendum Akad
Murabahah di BRI Syariah Kantor Cabang Malang ditinjau dari Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah dan Fatwa DSN-MUI” ini disusun dengan sistematika
sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan elemen dasar penelitian ini, yakni latar
belakang masalah yang menguraikan gambaran mengenai judul yang
dipilih, selanjutnya rumusan masalah yang berisikan spesifikasi penelitian
yang akan dilakukan, kemudian tujuan penelitian mengenai tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian, serta manfaat penelitian menjelaskan
manfaat yang didapat dari penelitian ini, dan yang terakhir sistematika
pembahasan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustakan, dalam sub bab ini berisikan penelitian
terdahulu dan kerangka teori. Dimana penelitian terdahulu ini memberikan
informasi tentang penelitian-penelitian yang telah dilakuakan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
Kemudian kerangka teori berisi tentang teori yang dapat membantu dalam
penelitian ini yang berjudul “Addendum Akad Murabahah di BRI Syariah
Kantor Cabang Malang ditinjau dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
dan Fatwa DSN-MUI”. dengan tujuan agar dapat digunakan untuk
membantu menganalisis data yang diperoleh.
12
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian, yang didalamnya menjelaskan tentang metode
penelitian. Dalam bab ini akan dibahas tentang tata cara penelitian yang
digunakan dalam penelitian, terdiri dari jenis penelitian yaitu
menggunakan jenis penelitian empiris, kemudian pendekatan penelitian
yang disesuaikan dengan judul yang dipilih, sumber data yang disesuaikan
dengan jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data
mengenai cara dalam memperoleh data dalam penelitian, dan teknik
analisis data untuk menemukan jawaban dalam penelitian yang dilakukan.
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Hasil Penelitian dan Analisis, hasil penlitian ini berisikan tentang
data-data yang diperoleh dari sumber data, kemudian analisis ini
merupakan proses menganalisa data-data yang diperoleh sehingga
didapatkan jawaban dari penelitian yang diangkat penulis.
BAB V: PENUTUP
Penutup berisikan kesimpulan yang menguraikan secara singkat
jawaban dari permasalahan yang diangkat peneliti, selanjutnya berisikan
saran yang berisikan beberapa saran/anjuran akademik baik bagi lembaga
terkait maupun bagi peneliti selanjutnya untuk perbaikan dimasa yang
akan datang.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
1. Penelitian Ahmad Kholiqul Rohman12
Hasil penelitian yang dilakukan Ahmad Kholiqul Rohman dari
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2012
dengan judul Tinjauan Yuridis-Normatif terhadap Sengketa Akad
Mudarabah di Pengadilan Agama Bantul (Studi Kasus atas Putusan
Pengadilan Agama Bantul Nomor: 0463/PDT.G/2011/PA.BTL).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Pertama, Hakim Pengadilan
Agama Bantul dalam menyelesaikan sengketa akad mudharabah telah
12
Ahmad Kholiqul Rohman, Tinjauan Yuridis-Normatif terhadap Sengketa Akad Mudarabah di
Pengadilan Agama Bantul (Studi Kasus atas Putusan Pengadilan Agama Bantul Nomor:
0463/PDT.G/2011/PA.BTL), Skripsi SH (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012).
14
cukup komprehensif dalam pemenuhan prosedur beracara di antaranya
sudah memenuhi prosedur berdasarkan pada Peraturan Perundang-
undangan yang saling terkait, seperti Undang-Undang Pengadilan Agama,
KUHPerdata, Yursprudensi, Peraturan Mahkamah Agung, dan telah
memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa, akan
tetapi catatan dari penyusun hakim dirasa belum memenuhi aspek
keadilan karena dalam pertimbangan hukumnya, hakim nampak
mengenyampingkan alat-alat bukti yang terungkap dipersidangkan.
Kedua, Pengadilan Agama Bantul dalam menangani sengketa akad
pembiayaan mudarabah sudah sesuai dengan ketentuan hukum Islam, al-
Quran, al-hadis serta Qowaidul Fiqhiyyah.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Kholiqul
Rohman adalah dalam segi objek, pada penelitian ini menggunakan objek
akad mudarabah sedangkan peneliti menggunakan objek addendum
murabahah, sedangkan persamaannya terletak pada pisau analisis yang
menggunakan tinjauan yuridis yang dilihat dari segi hukum Islam.
2. Penelitian Fauzan Prasetya13
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan Fauzan
Prasetya. dari Universitas Andalas pada tahun 2014 dengan judul
Kedudukan Hukum Addendum Perjanjian Pemborong Kerja yang
Berlaku Setelah Jangka Waktu Perjanjian Pokoknya Berakhir (Studi
13
Fauzan Prasetya, Kedudukan Hukum Addendum Perjanjian Pemborong Kerja yang Berlaku
Setelah Jangka Waktu Perjanjian Pokoknya Berakhir (Studi Kasus: Addendum I Perjanjian
Kerjasama PT. Semen Padang No. 428/PJJ/PJS10.9/05.13), Skripsi SH, (Padang:Universitas
Andalas, 2014)
15
Kasus: Addendum I Perjanjian Kerjasama PT. Semen Padang No.
428/PJJ/PJS10.9/05.13). Kesimpulan dari penelitian ini adalah; Pertama,
kedudukan hukum Addendum I No: 581/ADD/PJS10.9/06.14 yang dibuat
setelah masa berlaku perjanjian pokoknya berakhir adalah pada
prinsipnya Addendum I No: 581/ADD/PJS10.9/06.14telah memenuhi
unsur essensilia, naturalia dan aksidentalia dari suatu perjanjian dan telah
memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur pada 1320
KUHPerdata, akan tetapi Addendum I No: 581/ADD/PJS10.9/06.14
belum memberikan perlindungan hukum kepada PT Semen Padang
karena Perjanjian ini belum sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa
Konstruksi dan mengenyampingkan prinsip kepastian hukum. Perjanjian
kerjasama No. 428/PJJ/PJS10.9/05.13 masih memiliki kekuatan mengikat
berdasarkan Pasal 1603f KUH Perdata yang mengatur tentang dalam hal
hubungan kerja, setelah waktunya habis diteruskan oleh kedua belah
pihak tanpa bantahan, maka hubungan kerja itu dianggap diadakan lagi
untuk waktu yang sama.
Perbedaan penelitian antara Fauzan Prasetya, dengan peneliti
terletak pada spesifikasi atau titik fokus dari objek penelitian. Sedangkan
persamaannya terletak pada objek umum dari penelitian yaitu addendum,
namun Fauzan Prasetya meneliti addendum dari sebuahk kontrak
kerjasama, dan peneliti mengambil bagian dari addendum akad
16
murabahah produktif yang dianalisis menggunakan KHES (Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah).
3. Penelitian M. Haris Fikri14
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan M. Haris
Fikri dari Universitas Lampung Bandar Lampung pada tahun 2016
dengan judul Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Berdasarkan Prinsip
Hukum Ekonomi Syariah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah;
Pertama, Pelaksanaan pembiayaan akad murabahah pada Bank Muamalat
Cabang Bandar Lampung menggunakan akad wakalah yaitu memberikan
kuasa kepada nasabah atas nama Bank Muamalat Cabang Bandar
Lampung untuk membeli obyek atau barang yang telah disepakati dalam
akad. Nasabah berkewajiban membayar sisa harga jual yang belum
dilunasi, pembayaran ini dilakukan secara angsuran sesuai dengan jangka
waktu kemampuan bayar calon nasabah yang telah disepakati, sehingga
pelaksanaan akad murabahah pada Bank Muamalat Cabang Bandar
Lampung tidak bertentangan atau melanggar regulasi/ketentuan yang ada.
Kedua, upaya penyelamatan pembiayaan murabahah bermasalah pada
Bank Muamalat Cabang Bandar Lampung meneliti nasabah apabila
beritikad baik maka upaya penyelamatan pembiayaan murabahah
bermasalah dilakukan melalui restrukturasi pembiayaan dengan cara
rescheduling (penjadwalan kembali), reconditioning (pensyaratan
14
M. Haris Fikri, Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Berdasarkan Prinsip Hukum Ekonomi
Syariah, Skripsi SH, (Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2016) .
17
kembali), dan restructuring (penataan kembali). Dengan adanya
restrukturisasi pembiayaan, maka nasabah mampu melaksanakan
kewajibannya kembali dan risiko kerugian bank syariah pun dapat
terhindari.
Perbedaan penelitian dari M. Haris Fikri dengan peneliti terletak
pada aspek peninjauannya, dari penelitian M. Haris Fikri peninjauan dari
praktik akad murabahah atau implikasinya, sedangkan dalam penelitian
ini ditinjau dari aspek yuridisnya. Dan persamaan dari penelitian ini
terletak pada objek akad murabahah dan teori yang dipakai menganalisa
adalah teori dari hukum ekonomi islam.
Berdasarkan dari hasil penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa
penelitian tentang addendum belum ada yang meneliti dengan keterkaitan antara
KHES dan fatwa DSN MUI.
18
NO NAMA JUDUL TAHUN PERSAMAAN PERBEDAAN
1. Ahmad
Kholiqul
Rohman
Tinjauan Yuridis-Normatif terhadap
Sengketa Akad Murabahah di
Pengadilan Agama Bantul (Studi Kasus
atas Putusan Pengadilan Agama Bantul
Nomor: 0463/PDT.G/2011/PA.BTL)
2012 - pisau analisis yang
menggunakan tinjauan dari
segi hukum Islam dalam
menganalisa akad
- objek penelitian, penelitian
yang dilakukan oleh Ahmad
Kholiqul Rohman
menggunakan akad
mudharabah sedangkan
peneliti menggunakan akad
murabahah
2. Fauzan
Prasetya
Kedudukan Hukum Addendum
Perjanjian Pemborong Kerja yang
Berlaku Setelah Jangka Waktu Perjanjian
Pokoknya Berakhir (Studi Kasus:
Addendum I Perjanjian Kerjasama PT.
Semen Padang No.
428/PJJ/PJS10.9/05.13)
2014 - objek penelitian, yaitu
addendum
- cara menganalisa, yaitu
analisa dari segi hukum
- Fokus objek penelitian,
peneliti fokus terhadap
addendum dari produk akad
murabahah
- Peneliti menganalisa dengan
hukum islam juga (KHES)
3. M. Haris
Fikri
Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah
Berdasarkan Prinsip Hukum Ekonomi
Syariah
2016 - Objek penelitian, yaitu akad
murabahah
- Metode analisis yaitu dari
segi hukum ekonomi Islam
- Fokus objek penelitian,
M.Haris Fikri fokus pada
praktik akad murabahah atau
implikasinya, sedangkan
peneliti fokus pada
addendum dari akad
murabahah.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
19
B. Akad dalam Islam
Kata akad berasal dari bahasa Arab, yaitu ar-rabtu yang berarti
menghubungkan atau mengkaitkan, atau mengikat antara beberapa ujung sesuatu.
Suhendi mengemukakan pengertian akad secara etimologis, sebagai berikut:15
1. Mengikat (ar-rabtu), atau mengumpulkan dalam dua ujung tali dan
mengikat salah satunya dengan jalan lain sehingga tersambung,
kemudian keduanya menjadi bagian dari sepotong benda.
2. Sambungan („aqdatun), atau sambungan yang memegang kedua ujung
dan mengikatnya.
3. Janji (al-„ahdu), sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:16
Artinya: (Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji
(yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertakwa.
Perbedaan antara bank konvensional dengan bank syariah salah satunya
terletak pada akad. Adanya akad dapat menimbulkan ikatan, keputusan, dan
penguatan, kesepakatan atau transaksi sehingga masing-masing pihak
berkomitmen dengan bingkai nilai-nilai syariah. Akad dalam bank syariah sangat
penting, sebab akad dapat digunakan untuk menentukan jenis transaksi yang
15
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012),
h.19 16
QS. Ali Imron (3): 76
20
digunakan antara pihak bank dan calon nasabah, selain itu untuk menentukan
keterkaitan akad dengan produk, sebab dalam bank syariah setiap produk berjalan
sesuai dengan akad yang dianut. 17
Pelaksanaan akad harus memenuhi syarat dan rukunnya, berbagai syarat
dan rukun pembentukan akad dijelaskan sebagai berikut:18
1. Syarat akad
Zuhaily mengungkapkan pendapat Madzhab Hanafi bahwa syarat yang
ada dalam akad dapat dikategorikan menjadi syarat sah (shahih), rusak
(fasid) dan syarat batal (bathil) dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Syarat shahih adalah syarat yang sesuai dengan substansi akad,
mendukung, memperkuat substansi akad dan dibenarkan oleh
syara‟, sesuai dengan kebiasaan masyarakat („urf).
b. Syarat fasid adalah syarat yang tidak sesuai dengan salah satu
kriteria yang ada dalam syarat shahih.
c. Syarat batil adalah syarat yang tidak mempunyai kriteria syarat
sahih dan tidak memberi nilai manfaat bagi salah satu pihak atau
lainnya, akan tetapi menimbulkan dampak negatif.
Syarat pembentukan akad dibedakan menjadi: syarat terjadinya akad,
syarat sahnya akad, syarat pelaksanaan akad, dan syarat kepastian hukum, sebagai
berikut:19
17
Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan di BankSyariah,(Yogyakarta: UII Press, 2009), h.
16 18
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012),
h.20-25
21
1. Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang dipersyaratkan
untuk terjadinya akad secara syariah. Jika tidak memenuhi syarat
tersebut maka akad menjadi batal, syarat ini dibagi menjadi dua
sebagai berikut:
a. Syarat umum adalah syarat yang harus ada pada setiap akad. Syarat
tersebut meliputi:
1) Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak;
2) Objek akad;
3) Akad itu diizinkan oleh syariah selama dilakukan oleh orang
yang mempunyai hak melakukan walaupun dia buka aqid yang
memiliki barang;
4) Tidak boleh melakukan akad yang dilarang oleh syariah;
5) Akad dapat memberi faedah;
6) Ijab tidak boleh dicabut sebelum terjadinya qabul. Jika orang
yang berijab menarik kembali ijabnya sebelum qabul maka
ijabnya batal;
7) Ijab dan qabul harus bersambung sehingga bila orang yang
berijab sudah berpisah sebelum adanya qabul, maka ijab
tersebut menjadi batal.
b. Syarat khusus adalah akad yang harus ada pada sebagian akad dan
tidak disyariatkan pada bagian lain. Syarat khusus ini bisa disebut
19
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012),
h.21
22
syarat tambahan yang harus ada di samping syarat-syarat umum,
seperti adanya saksi dalam pernikahan.
2. Syarat sahnya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan syariah
untuk menjamin dampak keabsahan akad, jika tidak terpenuhi maka
akadnya rusak.
3. Syarat pelaksanaan akad, dalam pelaksanaan akad ada dua syarat, yaitu
pemilikan dan kekuasaan. Pemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh
seseorang sehingga bebas dengan apa dimiliki sesuai dengan aturan
syariah, sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam
bertasharruf (membelanjakan), sesuai dengan ketetapan syariah, baik
dengan ketetapan asli yang dilakukan dirinya sendiri maupun sebagai
pengganti (mewakili seseorang). Hal ini disyaratkan antara lain:
a. Barang yang dijadikan objek akad itu harus miliknya orang yang
berakad, tergantung dari izin pemilik aslinya.
b. Barang yang dijadikan objek akad tidak berkaitan dengan
pemilikan orang lain.
4. Syarat kepastian hukum, karena dalam setiap akad yang dibentuk harus
ada kepastian hukum.
Rukun akad dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang bisa
digunakan untuk mengungkapkan kesepakatan atas dua kehendak atau sesuatu
23
yang bisa disamakan dengan hal itu dari tindakan isyarat atau korespondensi,
rukun akad sebagai berikut:20
1. Subjek/pelaku akad, pihak-pihak yang bertransaksi (aqid). Aqid adalah
orang yang berakad, terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu
orang atau lebih.
2. Objek akad (ma‟qud „alaih) ialah benda-benda yang menjadi objek
akad.
3. Substansi akad (maudhu‟ ul „aqd) ialah tujuan atau maksud pokok dari
pengaduan akad.
Serah-terima (ijab-qabul), ialah permulaan penjelasan yang keluar dari
salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan
akad, sedangkan qabul ialah perkataan yang keluar dari pihak berakad, yang
diucapkan setelah adanya ijab. Jenis akad yang digunakan dalam penelitian ini
adalah akad Murbahah.
Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli yang mengharuskan
penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas (harga pokok pembelian) dan
tambahan profit yang diinginkan dan akan tercermin dari harga jual. Syarat dan
rukun jual beli sebagai berikut:21
20
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012),
h.22-24
21 21
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012),
h. 91
24
a. Mengetahui harga pokok (harga beli), harga beli harus diketahui oleh
pembeli kedua, karena hal itu merupakan syarat mutlak bagi keabsahan
murabahah, penjual kedua harus menerangkan harga beli kepada pihak
pembeli kedua. Akad jual beli ini didasarkan pada kejelasan informasi
tentang harga beli, jika harga beli tidak dijelaskan kepada pembeli
kedua dan ia telah meninggalkan majlis, maka akad jual beli
dinyatakan batal.
b. Adanya kejelasa keuntungan (margin) yang diinginkan penjual kedua,
keuntungan harus dijelaskan nominalnya kepada pembeli kedua atau
dengan menyebutkan presentase dari harga beli. Margin juga
merupakan bagian dari harga, karena harga pokok plus margin
merupakan harga jual, dan mengetahui harga jual merupakan syarat
sahnya jual beli.
c. Modal yang digunakan untuk membeli objek transaksi harus
merupakan barang mitsli, dalam arti terdapat padanannya di pasaran.
d. Objek transaksi dan alat pembayaran yang digunakan tidak boleh
berupa barang ribawi.
e. Akad jual beli harus sah adanya, artinya transaksi yang dilakukan
penjual pertama dan pembeli harus sah.
f. Murabahah merupakan jual beli yang disandarkan pada sebuah
kepercayaan, karena pembeli percaya atas informasi yang diberikan
penjual tentang harga beli yang diingkan, sehingg apenjual tidak boleh
berkhianat.
25
Akad tersebut akan dituangkan dalam bentuk kontrak oleh lembaga
keuangan. Akad atau kontrak diartikan sebagai kesepakatan atau komitmen
bersama baik lisan, isyarat, meupun tulisan antara dua pihak atau lebih yang
memiliki implikasi hukum mengikat untuk melaksanakannya. Kontrak juga
diartikan sebagai iakatan atau hubungan diantara ijab dan qabul yang memiliki
akibat hukum terhadap hal-hal yang dikontrakkan. Pengertian kontrak
mendasarkan pada kesepakatan atau kerelaan bersama, kontrak dan perjanjian
diartikan sama yaitu seperti akad yang dipahami dalam hukum Islam, pengertian
ini menandakan bahwa dalam ijab-qabul terjadi kesepakatan bersama, baik lisan,
isyarat, maupun tulisan antara dua pihak atau lebih yang mengikat semua pihak
untuk melaksanakan apa yang telah menjadi kesepakatan. Sah tidaknya kontrak
bermuamalah ditentukan oleh obyek, cara transaksi dan tujuannya, karena itu
legalitas kontrak terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Legalitas yang berkaitan dengan subyek kontrak
Bagian utama kontrak terkait dengan kehalalan benda/barang yang
ditransaksikan.
2. Eksistensi barang
Barang yang ditransaksikan berada dalam suatu tempat yang
memungkinkan untuk diambil dan dikirimkan kepada pembeli, barang
yang tidak pasti atau sulit diperkirakan adanya tidak bisa
ditransaksikan.
26
3. Kepastian pengiriman
Setelah kontrak disepakati, barang yang ditransaksikan diketaui
dengan jelas pengiriman atau penerimannya.
4. Barang tertentu
Obyek barang yang disepakati jelas dan spesifik. Untuk memastikan
barang itu jelas dan spesifik, maka perlu dilakukan pengecekan,
penjelasan rinci karakteristiknya (bentuk, jumlah, kualitas, dan
seterusnya).
5. Legalitas obyek dan kegunaannya
Barang yang ditransaksikan dapat digunakan untuk tujuan kebaikan
dan kemaslahatan.
Legalitas atau kekuatan hukum kontrak ditentukan oleh kapasitas pelaku
kontrak, kontrak yang sah dapat terjadi jika pelaku kontrak memenuhi syarat
untuk membuat suatu kontrak, berikut persyaratan para pihak uang terlibat dalam
kontrak:
1. Kemampuan untuk melaksanakan
Kemampuan dalam hal ini adalah tindakan dan ucapan terkait dengan
pelaksanaan kontrak. Kriteria umum tentang mampu dan bertanggung
jawab dalam tindakan juga ucapannya yaitu berakal dan kemampuan
memutuskan perkara. Pihak yang terlibat dalam kontrak dapat disebut
ammpu melaksanakan ketentuan:
a. Orang yang melakukannya menjadi bagian dari pertanggung
jawaban hukum jika terjadi pelanggaran.
27
b. Kemampuan yang telah memenuhi persyaratan unsur pelaksanaan
ibadah.
c. Orang yang dianggap mampu dan layak dalam pelaksanaan
tindakan muamalah.
C. Bank
Menurut Undang Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan,
yang dimaksud dengan bank adalah:
Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.
Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari
masyarakat luas yang dikenal dengan istilah dalam perbankan adalah funding,
pengertian menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari
dana dengan cara membeli dari masyarakat luas. Setelah memperoleh dana dalam
bentuk simpanan dari masyarakat, maka oleh perbankan dana tersebut diptarkan
kembali ke masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit
(lending).22
Jenis-jenis bank berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, maka jenis perbankan sendiri terdiri dari bank umum dan bank
perkreditan rakyat:23
22
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), h.24-25 23
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
28
1. Bank umum
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa
yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh
jasa perbankan yang ada. Wilayah operasional bank dapat dilakukan
diseluruh wilayah, bank umum juga sering disebut bank komersil
(commercial bank).24
a. Bank Konvensional
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Bank
Konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
b. Bank Syariah
Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan
Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.
Perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan
pemerataan kesejahteraan rakyat.
Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam
ditentukan oleh hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep.
24
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), h.33.
29
Bersumber dari kelima konsep inilah ditemukan produk-produk
lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan syariah
untuk dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah:25
1) Prinsip Simpanan Murni (al-Wadi‟ah)
Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh
Bank Syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang
kelebihan dana untuk menyimpannya dalam bentuk al-Wadi‟ah.
Fasilitas ini diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan
keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito.
2) Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian
hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana. Pembagian hasil
usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun
antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih
jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar, baik
untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun
pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.
3) Prinsip Jual Beli (at-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual
beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang
dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank untuk
25
Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2009),
h.7-9.
30
melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual
barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli
ditambah keuntungan (margin).
4) Prinsip Sewa (al-Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis, yakni;
a. Ijarah, sewa murni, seperti halnya sewa traktor dengan alat-alat
produk lainnya (operating lease). Teknis dalam perbankan, bank
dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah
kemudian menyewakan dalam waktu yang disepakati.
b. Bai al-takriji atau ijarah al-muntahiya bit tamlik merupakan
penggabungan sewa dan beli, penyewa mempunyai hak untuk
memiliki barang pada akhir masa sewa (finansial lease).
5) Prinsip fee/jasa
Prinsip ini meliputi seluruh pelayanan non-pembiayaan yang
diberikan bank, bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain
Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa Transfer.
Larangan bagi Bank Umum Syariah, meliputi:26
1. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah;
2. Melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal;
3. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (1) dalam huruf b dan huruf c, dan
26
Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2009),
h. 14-15
31
4. Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran
produk asuransi syariah.
Kegiatan usaha bank syariah dan/atau produk dan jasa syariah wajib
tunduk kepada prinsip syariah. Prinsip syariah yang diikuti oleh bank syariah
didasarkan pada fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia. Fatwa
tersebut kemudian dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia, dalam rangka
penyusunan Peraturan Bank Indonesia, Ban Indonesia membentuk komite
perbankan syariah. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,
keanggotaan dan tugas komite perbankan syariah diatur dengan Peraturan Bank
Indonesia.27
D. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah28
Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah membawa
perubahan besar terhadap kedudukan dan eksistensi Peradilan Agama di
Indonesia. Selain kewenangan yang telah diberikan dalam bidang hukum keluarga
islam, peradilan agama juga diberi wewenang untuk menyelesaikan perkara dalam
bidang ekonomi syariah yang meliputi perbankan syariah, lembaga keuangan
mikrosyariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi
syariah, dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah,
27
Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2009),
h.15-16 28
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, h.253-254
32
pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiunan lembaga keuangan
syariah dan bisnis syariah.
Mahkamah Agung RI dalam merealisasikan kewenangan baru peradilan
agama tersebut telah menetapkan beberapa kebijakan antara lain; Pertama,
memperbaiki sarana dan prasarana lembaga peradilan agama baik hal-hal yang
menyangkut fisik gedung maupun hal-hal yang menyangkut peralatan. Kedua;
meningkatkan kemampuan teknis sumber daya manusia (SDM) peradilan agama
dengan mengadakan kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi untuk mendidik
para aparat Peradilan Agama, terutama para hakim dalam bidang ekonomi
syariah. Ketiga; membentuk hukum formil dan materiil agar menjadi pedoman
bagi aparat peradilan agama dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan
perkara ekonomi syariah. Keempat; membenahi sistem dan prosedur agar perkara
yang menyangkut ekonomi syariah dapat dilaksanakan secara sederhana, mudah
dan biaya ringan.
Kegiatan yang menyangkut hukum formil dan materiil ekonomi syariah,
Ketua Mahkamah Agung RI telah membentuk tim Penyusunan Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah berdasarkan Surat Keputusan Nomor KMA/097/SK/X/2006
tanggal 20 Oktober 2006 yang diketuai oleh Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH.,
S.IP., M. Hum.
33
E. DSN-MUI29
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Indoenesia
berkembang pulalah jumlah DPS yang berada dan mengawasi masing-masing
lembaga tersebut. Beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah
adalah suatu hal yang mencerminkan perkembangan dari kemajuan ekonomi
syariah, namun hal tersebut juga perlu diwaspadai, kewaspadaan tersebut
berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari
masing-masing DPS dan hal itu akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh
karena itu, MUI sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di
Indonesia, menganggap perlu dibentuknua satu dewan syariah yang bersifat
nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk bank syariah,
lembaga ini dikenal dengan Dewan Syariah Nasional atau DSN.
Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil
rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli tahun yang sama,
lembaga ini merupakan lembaga otonom di bawah Majelis Ulama Indonesia
dipimpin oleh Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan sekretaris (ex-officio),
kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan oleh Badan Pelaksana
Harian dengan seorang ketua dan sekretaris serta beberapa anggota.
Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk
lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam, untuk keperluan
29
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
h. 32
34
pengawasan tersebut Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk
syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam, garis panduan ini menjadi
dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah pada lembaga-lembaga
keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya. Fungsi
lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi
produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-
produk tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh
Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan. Dewan Syariah
Nasional bertugas memberikan rekomendasi kepada para ulama yang akan
ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan
syariah. Dewan Syariah Nasional juga dapat memberi teguran kepada lembaga
keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis
panduang yang telah ditetapkan, hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional
telah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang
bersangkutan mengenai hal tersebut, jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak
mengindahkan teguran yang diberikan, maka Dewan Syariah Nasional dapat
mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan
Departemen Keuangan untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak
mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai dengan
syariah.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam kajian metodologi penelitian hukum dan penerapannya dalam
proses pembelajaran di Fakultas Hukum maupun Fakultas Syariah, terdapat dua
paradigma secara makro yang memberikan landasan kuat bagi pengembangan
epistemologi penelitian hukum walaupun di beberapa tempat terdapat perubahan
atau modifikasi yang tidak begitu signifikan.30
Paradigma sangat mempengaruhi dalam pembentukan tipe metodologi
penelitian hukum, dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma
Epistemologi Yuridis Sosiologis yang melahirkan Penelitian Yuridis Sosiologis
atau disebut juga dengan Penelitian Empiris.
30
Saifullah, Tipologi Penelitian Hukum (Kajian Sejarah, Paradigma, dan Pemikiran Tokoh),
(Malang: Intelegensia Media, 2015)
36
Metode penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan
pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan dengan cara
mencari,mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai menyusun laporan.31
Metode penelitian yang akan dilakukan meliputi: jenis penelitian, pendekatan
penelitian, lokasi penelitian, metode pengambilan sampel, jenis dan sumber data,
metode pengumpulan data,metode pengolahan data. Dengan penjelasan sebagai
berikut:
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan jenis atau macam
penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini.32
Penelitian ini merupakan
jenis penelitian lapangan (field research) atau biasa disebut juga penelitian
empiris. Penelitian empiris artinya penelitian yang melihat fenomena hukum
masyarakat atau fakta sosial yang terdapat di masyarakat.33
Penelitian ini akan melihat fenomena hukum dalam pembuatan addendum
dan penyebab dikeluarkanya addendum oleh BRI Syariah dengan
membandingkan fakta yang terjadi di masyarakat tentang kepahaman addendum,
dari hasil pengamatan tersebut akan dianalisis menggunakan KHES (Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah) dan Fatwa DSN-MUI.
31
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 1. 32
Tim penyusun, pedoman penulisan karya ilmiah fakultas syariah,(Malang:UIN Press,2012),
h.39 33
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), h. 124.
37
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian meruapakan suatu bentuk metode atau cara
mengadakan penelitian agar peneliti mendapatkan informasi dari berbagai aspek
untuk menemukan isu yang dicari jawabannya, pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Sosiologis.
Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud pendekatan Yuridis
Sosiologis adalah bahwasanya suatu sistem hukum merupakan
pencerminan dari sistem sosial, oleh karena itu suatu hukum akan berlaku
apabila hukum tersebut terbentuk melalui prosedur-prosedur tertentu dan
oleh lembaga-lembaga tertentu serta hukum tersebut dapat dipaksakan
berlakunya terhadap masyarakat yang terkena oleh hukum tersebut.34
Pendekatan Yuridis Sosiologis terhadap hukum dapat dialkukan dengan
cara:35
1. Mengidentifikasi masalah sosial secara tepat agar dapat menyusun
hukum formal yang tepat untuk mengaturnya. Dari penelitian ini dapat
diperoleh bahwa addendum tidak dikeluarkan oleh pihak Bank secara
sembarangan.
2. Memahami kurangnya partisipasi masyarakat dalam melakukan
kontrol sosial secara spontan terhadap pelanggaran hukum formal
tertentu. Sesuai dengan penelitian ini bahwa adanya ketidaksesuaian
antara teori dan praktik yang dilakukan di Bank Syariah karena
beberapa alasan yang disebutkan.
34
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press,1986), h. 151. 35
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), h.130.
38
Peneliti terjun ke BRI Syariah Kantor Cabang Malang untuk memperoleh
data yang akurat, dan menganalisis addendum yang dikeluarkan oleh BRI Syariah
Kantor Cabang Malang.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Cabang BRI Syariah Kota Malang
yang beralamatkan di Jl. Kawi No. 37 Kota Malang.
D. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian empiris berasal dari data
primer, yakni data yang langsung diperoleh dari masalah melalui wawancara dan
dokumentasi untuk penelitian kualitatif atau penyebaran angket untuk penelitian
kuantitatif.36
Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif maka jenis dan
sumber data berasal dari data primer dan sekunder.
Data primer ini diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan Legal
Officer dan Customer Service Bank BRI Syariah Kantor Cabang Malang,
dilakukan melalui wawancara kepada Legal Officer BRI Syariah Kantor Cabang
Malang untuk memperoleh informasi tentang penerapan addendum di BRI
Syariah Kantor Cabang Malang, selanjutnya wawancara kepada Customer Service
untuk mengetahui tentang penjelasan awal akad kepada nasabah. Data sekunder
merupakan informasi yang diperoleh dari buku-buku atau dokumen tertulis, Serta
dari artikel, jurnal maupun ensiklopedia yang berhubungan dengan obyek
penelitian tersebut. Data sekunder dari penelitian ini diambil dari draft kontrak
36
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis... h.28
39
dan addendum Murabahah di BRI Syariah Kantor Cabang Malang, buku-buku
hukum bisnis syariah, artikel, jurnal maupun ensiklopedi tentang ekonomi Islam.
E. Metode Pengumpulan Data
Peneliti dapat memperoleh data yang akurat karena dilakukan dengan
mengumpulkan data dari sumber data, baik sumber data primer maupun sekunder.
Teknik pengumpulan data primer dan data sekunder yang digunakan adalah :
1. Wawancara langsung
Wawancara adalah situasi peran antara pribadi bertatap muka, ketika
seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah
penelitian kepada responden.37
2. Kepustakaan
Mencari data dari literature yang berhubungan dengan judul
penelitian baik dari buku, jurnal, artikel dan lain sebagainya yang
sejenis. Digunakan untuk mendapatkan teori-teori yang relevan.
3. Dokumentasi
Mengumpulkan berkas dan arsip penting yang berhubungan
dengan addendum di BRI Syariah Kantor Cabang Malang untuk
mendapatkan data yang valid.
37Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), h. 82.
40
F. Metode Pengolahan Data
Setelah data diproses dengan proses yang telah disebutkan di atas, maka
tahap selanjutnya adalah pengolahan data. Menghindari terjadinya banyak
kesalahan dan mempermudah pemahaman maka peneliti dalam menyusun
penelitian akan melakukan beberapa upaya diantaranya sebagai berikut:
1. Editing
Editing merupakan proses penelitian kembali kepada catatan,
berkas, informasi yang telah dikumpulkan oleh pencari data.38
Peneliti
menganalisis kembali hasil penelitian yang didapatkan, seperti
wawancara, observasi maupun dokumentasi. Proses editing diharapkan
mampu meningkatkan kualitas data yang hendak diolah dan dianalisis,
karena bila data yang dihasilkan berkualitas maka informasi akan
berkualitas.
2. Clasifiying (pengelompokan)
Clasifiying adalah mereduksi data yang ada dengan cara menyusun
dan mengklasifikasikan data yang diperoleh ke dalam pola tertentu
atau permasalahan tertentu untuk mempermudah dalam menganalisa.
3. Verifiying (pemeriksaan data)
Setelah diklasifikasikan langkah selanjutnya adalah verifikasi
(pemeriksaan) data, yaitu mengecek kembali data-data yang sudah
terkumpul untuk mengetahui keabsahan data. Tahap ini peneliti
38
Amiruddin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, h.45
41
memeriksa kembali keabsahan data mulai dari responden, hingga
dokumentasi.
4. Analisis data
Menganalisis data yang sudah terkumpul dari proses pengumpulan
data yang didapat melalui wawancara dan dokumentasi dengan sumber
data seperti undang-undang, buku, jurnal, dan lain sebagainya untuk
memperoleh hasil yang efisien dan sempurna sesuai yang diharapkan.
Metode analisis yang dipakai adalah deskriptif kualitatif, yaitu
analisa yang menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan
kata-kata atau kalimat, kemudian dipisahkan menurut kategori untuk
memperoleh kesimpulan.39
5. Kesimpulan
Setelah proses analisis selesai, maka dilakukan kesimpulan dari
analisis, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu jawaban dari hasil
penelitian yang telah dilakukan.
39
LKP2M, Research Book For LKP2M, (Malang: UIN Malang, 2005), h.60
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kondisi Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah
Kantor Cabang Malang
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat.40
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.41
40
UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah 41
UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
43
Bank Rakyat Indonesia Syariah Kantor Cabang Malang adalah bank
yang menggunakan sistem syariah dalam melaksanakan kegiatan usahanya,
terdaftar sebagai bank peserta penjaminan LPS (Lembaga Penjamin
Simpanan) serta menaungi beberapa Kantor Cabang Pembantu (KCP) yang
berada dalam wilayahnya.
Jenis-jenis kantor bank diklasifikasikan menjadi empat (4) kantor,
yaitu kantor pusat, kantor cabang penuh, kantor cabang pembantu dan kantor
kas, dijelaskan sebagai berikut;42
1. Kantor Pusat
Merupakan kantor di mana semua kegiatan perencanaan sampai
kepada pengawasan terdapat di kantor ini. Setiap bank memiliki
satu kantor pusat dan kantor pusat tidak melakukan kegiatan
operasional sebagaimana kantor bank lainnya, akan tetapi
mengendalikan jalannya kebijaksanaan kantor pusat terhadap
cabang-cabangnya. Dapat diartikan pula bahwa kegaiatan kantor
pusat tidak melayani jasa bank kepada masayarakat umum.
2. Kantor Cabang Penuh
Merupakan salah satu kantor cabang yang memberikan jasa bank
paling lengkap. Dengan kata lain, semua kegiatan perbankan ada
di kantor cabang penuh dan biasanya kantor cabang penuh
membawahi kantor cabang pembantu.
42
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), h.43
44
3. Kantor Cabang Pembantu
Merupakan kantor cabang yang berada di bawah kantor cabang
penuh di mana kegiatan jasa bank yang dilayani hanya sebagian
saja. Perubahan status dari cabang pembantu ke cabang penuh
dimungkinkan apabila memang cabang tersebut sudah memenuhi
kriteria sebaai cabang penuh dari kantor pusat.
4. Kantor Kas
Merupakan kantor bank yang paling kecil di mana kegiatannya
hanya meliputi teller/kasir saja. Dengan kata lain, kantor kas
hanya melakukan sebagian kecil dari kegiatan perbankan dan
berada di bawah cabang pembantu atau cabang penuh. Bahkan
sekarang ini banyak kantor kas yang dilayani dengan mobil dan
sering disebut kas kelililng.
1. Profil Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang
Malang
a. Nama Lembaga Keuangan :Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Syariah Cabang Kota Malang
b. Alamat
Jalan : Kawi No. 37
Desa : Bareng
Kecamatan : Klojen
Kota : Malang
c. Kode Pos : 65116
45
d. Telepon : (0341) 347925
e. Fax. : (0341) 347 926
f. Website : www.BRI Syariah.co.id
2. Sejarah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang
Malang
Berawal dari akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero),
Tbk., terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah
mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui
suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17
November 2008 PT. Bank BRI Syariah secara resmi beroperasi.
Kemudian PT. Bank BRI Syariah merubah kegiatan usaha yang
semula beroperasional secara konvensional, kemudian diubah menjadi
kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam.
Dua tahun lebih PT. Bank BRI Syariah hadir mempersembahkan
sebuah bank ritel modern terkemuka dengan layanan finansial sesuai
kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah untuk kehidupan lebih
bermakna. Melayani nasabah dengan pelayanan prima (service
excellence) dan menawarkan beragam produk yang sesuai harapan
nasabah dengan prinsip syariah. Kehadiran PT. Bank BRI Syariah di
tengah-tengah industri perbankan nasional dipertegas oleh makna
pendar cahaya yang mengikuti logo perusahaan. Logo ini
menggambarkan keinginan dan tuntutan masyarakat terhadap sebuah
bank modern sekelas PT. Bank BRI Syariah yang mampu melayani
46
masyarakat dalam kehidupan modern. Kombinasi warna yang
digunakan merupakan turunan dar warna biru dan putih sebagai
benang merah dengan brand PT. Bank Rakyat Indonesi (Persero),
Tbk., Aktivitas PT. Bank BRI Syariah semakin kokoh setelah pada 19
Desember 2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., untuk melebur ke dalam
PT. Bank BRI Syariah (proses spin off-) yang berlaku efektif pada
tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan dilakukan oleh Bapak
Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero), Tbk., dan Bapak Ventje Rahardjo selaku Direktur Utama
PT. Bank BRI Syariah.
Saat ini PT. Bank BRI Syariah menjadi bank syariah ketiga
terbesar berdasarkan aset. PT. Bank BRI Syariah tumbuh dengan pesat
baik dari sisi aset, jumlah pembiayaan dan perolehan dana pihak
ketiga. Dengan berfokus pada segmen menengah bawah, PT. Bank
BRI Syariah menargetkan menjadi bank ritel modern terkemuka
dengan berbagai ragam produk dan layanan perbankan. Sesuai dengan
visinya, saat ini PT. Bank BRI Syariah merintis sinergi dengan PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dengan memanfaatkan
jaringan kerja PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., sebagai
Kantor Layanan Syariah dalam mengembangkan bisnis yang berfokus
47
kepada kegiatan penghimpunan dana masyarakat dan kegiatan
konsumer berdasarkan prinsip Syariah43
.
3. Visi dan Misi Bank
Visi BRI Syariah Cabang Kota Malang mengacu pada visi BRI
Syariah pusat, yaitu:44
Menjadi bank ritel modern terkemuka dengan ragam layanan -
finansial sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah untuk
kehidupan lebih bermakna.
Misi BRI Syariah Cabang Kota Malang mengacu pada misi BRI
Syariah pusat, yaitu:45
a) Memahami keberagaman individu dan mengakomodasi beragam
kebutuhan finansial nasabah.
b) Menyediakan produk dan layanan yang mnegedepankan etika sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah.
c) Menyediakan akses ternyaman melalui berbagai sarana kapan pun
dan diaman pun.
d) Memungkinkan setiap individu untuk meningkatkan kualitas hidup
dan menghadirkan ketentraman pikiran.
4. Struktur Organisasi Cabang
Berikut adalah nama-nama dari pegawai Bank Rakyat Indonesia
(BRI) Syariah beserta jabatannya:46
43
http://brisyariah.co.id 44
http://brisyariah.co.id 45
http://brisyariah.co.id
48
NO NAMA JABATAN
1 Miftahul Ulum Pimpinan Cabang
2 Anang Fauzi Financing Risk Manager
3 M. Khoirul Huda Area Financing Officer
4 Baud Susilo Unit Head
5 Alfian Indra W MMM
6 Dhanie F
Vekky Saputra
Dwi Lasmanto
Ony S
AOM
7 Danang Collection Officer
8 Kristanti Marketing Manager
9 Akhmad Ridho
Nasikh M
W. Ari Wibisono
M. Risksa Praba
Windi P
AO
10 Vicky Sri Rahayu Funding Officer
12 Gunawati Manager Operational
13 Nur Baiti Branch Operation
Supervisior
14 Kurniawan R
Anindya Dyah R.
Teller
46
Dokumen Struktur Organisasi Cabang BRI Syariah Kantor Cabang Malang
49
15 Neno W
Fevi Candra P
Shindi K. P
Customer Service
16 Wahyu A. W Back Up Frontliner
17 Gigih Budi L
Raden Dana
Back Office & Kliring
18 Irawan Budi Financing &Support
Manager
19 Sofyan Djunaedi General Affair
20 Richa Mardiana Penaksir Muda
21 Tomy S Area Support
22 Agus Iwan S Legal Officer
23 Aggraini Indah
Ika Febrianti
Dwiky Pradipta
Financing Administration
24 Yusron Falah Appraisal& Investigation
Tabel 4.1 Struktur Organisasi Cabang
Berikut ini adalah penjelasan tentang tugas-tugas jabatan di Kantor
Cabang Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Malang;
Pimpinan Cabang
Merncanakan, mengawasi kerja seluruh unit di cabang, monitoring
pelaksanaan pelaporan, memberi keputusan operasional, melakukan
review atau evaluasi dan bertanggung jawab perkembangan atau
perubahan hal yang berkaitan dengan kewenangan Kantor Cabang.
Financing Risk Manager
50
Melakukan analisa lingkungan untuk menetapkan konteks yang
ada hubungannya dengan risiko, menetapkan atau mengkaji toleransi
risiko, melakukan penilaian atas resiko, menetapkan aktifitas
pengendalian. Mengomunikasikan risiko dan manajemen risisko.47
Area Financing Officer
Melakukan analisa kelayakan pembiayaan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, membawahi dan memimpin Unit Financing Officer.48
Unit Head
Memahami bisnis serta pengetahuan perbankan mikro, analisa
pembiayaan dan penilaian jaminan. Merencanakan, mengkoordinasi dan
mensupervisi kegiatan Unit Mikro Syariah untuk menjamin tercapainya
target.49
Collection Officer
Melakukan penagihan dan upaya penyelesaian pembiayaan
bermasalah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.50
Marketing Manager
Menetapkan tujuan dan sasaran jalannya operasional perusahaan
dan strategi konsumen, membuat analisa pangsa pasar dan menentukan
47
“Kenali Profesi Risk Management Officer”, http://careernews.id/site/index diaksestanggal 02
Maret 2017 48
Informasi Lowongan Kerja BRI Syariah 49
Informasi Lowongan Kerja BRI Syariah 50
Informasi Lowongan Kerja BRI Syariah
51
strategi penjualan. Bertanggung jawab terhadap perolehan hasil penjualan
dan penggunaan dana promosi.51
Account Officer (AO)
Melayani nasabah dalam permohonan kredit, membuat analisa
kredit termasuk analisis keuangan, memantau perkembangan usaha
debitur.52
Funding Officer
Melakukan kegiatan pengumpulan dana pihak ketiga (tabugan,
deposito, dan giro) untuk nasabah individual dan institusi. Melakukan
kegiatan open table. Melakukan maintenance dan relationship.53
Manger Operasional
Membantu dan mendukung Pimpinan Cabang, mengkoordinasi dan
mengawasi semua bawahannya, memastikan pengelolaan kas dan surat-
surat berharga yang berlaku untuk menjaga asset bank. melayani seluruh
kebutuhan unit kerja dibawa Kantor Cabang.54
51
“Marketing Manajer”, http://marketingdreamfinance.blogspot.co.id/ diakses tanggal 02 Maret
2017 52
Medi Vitrawanto, “Mengenal Lebih Jauh Account Officer dalam Dunia Perbankan”,
http://medivitrawanto.blogspot.co.id/ diakses tanggal 02 Maret 2017 53
Informasi Lowongan Kerja BRI Syariah 54
“Gambaran Tugas dan Wewenang Operasional”, https://jobdeskripsi.blogspot.co.id/ diakses
tanggal 02 Maret 2017
52
Branch Operation Supervisior
Mengawasi dan memeriksa aplikasi seluruh operasional perbankan
di kantor cabang dan pelaporannya.55
Teller
Melakukan pembayaran non tunai/tunai kepada nasabah yang
bertransaksi non tunai/tunai di counter bank, dan melakukan update data
transaksi di sistem komputer bank. Bertanggung jawab terhadap keseuaian
antara jumlah kas di sistem dengan kas di terminalnya.56
Customer Sevice
Menerima, melayani dan mengatasi permsalahan yang
disampaikan nasabah. Mengadministrasikan daftar hitam Bank Indonesia
dan daftar rehabilitasi nasabah serta file nasabah, mengadministrasikan
resi permintaan, informasi saldo dan mutasi, buku cek, bilyet giro, buku
tabungan dan memperkenalkan produk dan jasa yang ada dan baru sesuai
dengan kebutuhan nasabah.57
55
“Perbankan Deskripsi Kerja”, http://www.job-desc.com/ diakses tanggal 02 Maret 2017 56
“Pengertian dan Tugas Teller Bank”, http://www.jobdesc.net/category/job-desc diakses 02
Maret 2017 57
“Pelatihan Perbankan”, https://pelatihanbank.wordpress.com/ diakses tanggal 02 Maret 2017
53
Back Up Frontliner
Memberikan informasi dengan jelas dan lengkap kepada nasabah
maupun calon nasabah. Posisi yang dikategorikan sebagai frontliner
adalah teller dan customer service.58
Back Office & Kliring
Mengurusi dokumen yang berkaitan dengan transaksi nasabah.
Pembuatan produk bank seperti cek/giro.59
Financing & Support Manager
Merencanakan dan mengkoordinasikan pelaporan pembayaran
kewajiban pajak perusahaan, mengontrol arus kas perusahaan, penyusunan
anggaran perusahaan, analisa keuangan.60
General Affair
Mengurus kebutuhan kantor, fisik ATM, brosur, bangunan kantor,
absensi karyawan serta vendor outsourcing.61
Legal Officer
Melakukan analisis yuridis, pemeriksaan dan penilaian jaminan,
menyiapkan perjanjian kredit, melakukan pengikatan jaminan, melakukan
58
“Tugas dan Tanggung Jawab Frontliner Bank”, http://www.lokerbandaaceh.com/ diakses
tanggal 02 Maret 2017 59
“Tugas Back Office”, http://kangom.blogspot.co.id/ diakses tanggal 02 Maret 2017 60
“Finance Manager: Tugas & Tanggung Jawab”,
https://jobdeskripsi.blogspot.co.id/2013/03/finance-manager-tugas-tanggung-jawab.html diakses
tanggal 02 Maret 2017 61
“Tugas Seorang Back Office”, http://kangom.blogspot.co.id/ diakses tanggal 02 Maret 2017
54
penyimpanan legal dokumen, melakukan pengawasan kredit, serta
melakukan kredit bermasalah.62
Financing Administration
Melayani pendaftaran calon nasabah, menyiapkan realisasi
kredit/financing, simpan dokumen, dll.63
5. Statistik Jumlah Nasabah
Selama tahun 2016 Bank BRI Syariah kota Malang telah menerima
beberapa nasabah dari golongan Mikro dengan rincian sebagai berikut:64
NO BULAN JUMLAH NASABAH
1 JANUARI 32
2 FEBRUARI 40
3 MARET 71
4 APRIL 70
5 MEI 92
6 JUNI 105
7 JULI 48
JUMLAH 458
Tabel 4.2 Jumlah Nasabah 2016
62
“Tugas Legal Officer”, https://lawandhuman.wordpress.com/ diakses tanggal 02 Maret 2017 63
“Apa Tugas dari Financing Administration Staff pada Bank”, https://id.answers.yahoo.com/
diakses tanggal 02 Maret 2017 64
Dokumen Statistik Jumlah Nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kantor Cabang Malang
55
Dari nasabah yang mengajukan pembiayaan untuk golongan mikro dan
bulan januari sampai Juli tahun 2016 sebanyak 458 nasabah termasuk pencairan di
tahun ini. Adapun masalah yang mengajukan pembiayaan tersebut dari berbagai
cabang BRI Syariah yang ada di malang, berikut jumlah masing-masing nasabah
yang mengajukan pembiayaan tersebut dari berbagai cabang BRI Syariah di
malang.65
NO CABANG BRI SYARIAH MALANG JUMLAH NASABAH
1 KC UMS MALANG KAWI 27
2 KCP UMS MALANG BATU 85
3 KCP UMS MALANG BULULAWANG 71
4 KCP UMS MALANG KEPANJEN 37
5 KCP UMS MALANG LAWANG 43
6 KCP UMS MALANG PAKIS 65
7 KCP UMS MALANG PANDAAN 42
8 KCP UMS MALANG TUREN 64
9 KCP UMS PASURUAN SUDERMAN 22
JUMLAH 458
Tabel 4.3 Jumlah Nasabah yang Mengajukan Pembiayaan
65
Dokumen Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Malang
56
B. Penyebab Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Malang
Mengeluarkan Addendum
Addendum merupakan upaya yang dilakukan oleh bank dalam rangka
perbaikan dalam kegiatan pembiayaan terhadap nasabah yang kesulitan untuk
memenuhi kewajibannya. Jadi tujuan dari addendum adalah:66
a. Menghindari resiko kerugian, karena bank syariah berkewajiban menjaga
kualitas pembiayaanya;
b. Salah satu upaya untuk menjaga kelangsungan usaha nasabah pembiayaan,
bank syariah dapat melakukan addendum kepada nasabah yang
mempunyai prospek usaha dan/atau kemampuan membayar.
Addendum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang belum
diatur dalam akad bersama yang akan ditentukan secara musyawarah mufakat
oleh para pihak dan untuk perubahan akan dituangkan dalam addendum dan
merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari akad pertama. Namun istilah
addendum dalam Peraturan Bank Indonesia tidak ditemukan, tetapi ditemukan
istilah restrukturisasi yang mempunyai arti dan maksud sama dengan addendum
tersebut, Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/18/PBI/2008 tentang
Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah tersebut
mengatur hal-hal prinsipil tentang ketentuan umum mengenai restrukturisasi
pembiayaan, kriteria pembiayaan yang dapat dilakukan restrukturisasi, intensitas
berapa kali restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan dan pengaturan interval
66
Lembar Negara PBI No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah
dan Unit Usaha Syariah
57
waktu restrukturisasi, kebijakan dan prosedur restrukturisasi, penetapan kualitas
pembiayaan yang direstrukturisasi, tata cara restrukturisasi pembiayaan, laporan
restrukturisasi pembiayaan.67
Pasal 1 angka 7 dalam PBI No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi
Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah menjelaskan,
restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka
membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, dan lebih
dispesifikasikan dalam pasal 15 ayat (1) bahwa dalam pembiayaan dalam bentuk
piutang murabahah dapat direstrukrisasi dengan 3 cara; penjadwalan kembali
(reschduling), persyaratan kembali (reconditioning) dan penataan kembali
(restructuring).68
Addendum merupakan perjanjian atau kesepakatan tambahan antara dua
pihak, namun tidak terlepas dari akad pertama yang telah dibuat. Pembuatan
addendum harus didasarkan kesepakatan kedua belah pihak (bank dan nasabah),
addendum tidak sah jika salah satu pihak tidak mengetahui dan menyepakati
pembuatannya, dengan adanya addendum maka bank dan nasabah harus
melakukan apa yang telah disepakati bersama dalam addendum tanpa
mengesampingkan kontrak pertama yang telah dibuat bersama.
Addendum bisa dilakukan untuk semua kontrak jika setelah pembuatan
dan kesepakatan kontrak tersebut kedua belah pihak menginginkan untuk
67
Lembar Negara PBI No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah
dan Unit Usaha Syariah 68
Lembar Negara PBI No.10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah
dan Unit Usaha Syariah
58
melakukan addendum, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa addendum tidak
bisa dibuat jika tidak ada alasan yang membenarkan, bisa dilakukan jika ada
perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya,
perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan, antara lain perubahan
jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan
sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarakan
kepada bank, tidak hanya terbatas pada hal itu saja tetapi bisa juga karena
konversi akad pembiayaan, konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah
waktu menengah dan konversi pembiayaan menjadi pernyertaan model sementara
pada perusahaan nasabah.69
Addendum dilaksanakan atas kesapakatan kedua
belah pihak (bank dan nasabah), hal ini dilakukan sebagai usaha bank untuk
membantu nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya dan bertujuan untuk
menghindari risiko kerugian hingga kedua belah pihak diuntungkan atas adanya
addendum.
Seperti halnya pada bank syariah lain yang mempunyai kewenangan untuk
melakukan addendum dengan nasabahnya, maka Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Syariah pun mempunyai kewenangan untuk melakukan addendum dengan
nasabah. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Cabang Malang sering
mendapatkan permohonan pembiayaan terutama dalam pembiayaan murabahah,
pembiayaan murabahah di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah terbagi menjadi
dua macam yaitu pembiayaan produktif dan konsumtif, dalam pembiayaan
69
Lembar Negara PBI No.10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah
dan Unit Usaha Syariah
59
produktif meliputi pembiayaan usaha dan pengembangan modal nasabah,
selanjutnya untuk pembiayaan konsumtif misalnya dalam pembelian rumah,
sepeda motor, mobil dan lain sebagainya. Addendum sering terjadi dalam
pembiayaan murabahah produktif, hal ini terjadi karena adanya ketidaksamaan
antara pembelian barang dan perjanjian diawal, sebagaimana penuturan dari
Bapak Agus Iwan Sudaryanto sebagai Legal Office di Bank Rakyat Indonesia
(BRI) Syariah Kantor Cabang Malang:
“Penyebab addendum dalam stock barang kebanyakan terjadi karena
kekhilafan dari pihak nasabah. Nasabah seharusnya membeli barang yang
telah diperjanjikan diawal ketika bank sudah menguasakankan kepada
nasabah melalui akad wakalah, namun nasabah tidak melakukan apa yang
telah diperjanjikan tadi, maka harus dilakasanakan addendum. Tidak ada
prosedur khusus dalam pembuatan addendum, pembuatan addendum
dilakukan jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan perjanjian diawal
maka harus dilakukan addendum.”70
Berdasarkan petikan wawancara tersebut menunjukkan bahwa penyebab
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah mengeluarkan addendum pada pembiayaan
murabahah karena kekhilafan dari pihak nasabah yang tidak melaksanakan yang
telah diperjanjikan diawal. Oleh karena itu bank mengeluarkan addendum seseuai
dengan aturan yang berlaku di Indonesia untuk menghindari kerugian.
Pihak penjual dalam murabahah dapat mengadakan perjanjian khusus
dengan pembeli untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan akad.71
Berdasarkan bunyi pasal di atas diketahui bahwa pembuatan addendum
diperbolehkan untuk mencegah terjadinya kerugian maupun penyalahgunaan
70
Agus Iwan Sudaryanto, Wawancara, (Malang, 08 Februari 2017) 71
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 118, h.46
60
akad. Maksud dari perjanjian khusus setelah dilakukan kontrak (akad) adalah
addendum, perjanjian tersebut mengikat bagi nasabah dan bank. Sebelum
menganalisa lebih lanjut maka perlu diketahui hak dan kewajiban bagi bank
maupun nasabah ketika melakukan kontrak (akad), karena kontrak dan addendum
merupakan satu kesatuan.
Kontrak menyebabkan akibat hukum yang masing-masing pihak
mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik, yaitu:72
1. Pihak pembeli
a. Wajib menyerahkan uang pembelian yang besarnya sesuai
dengan kesepakatan.
b. Berhak menerima penyerahan barang obyek perjanjian jual beli.
2. Pihak penjual
a. Wajib menyerahkan barang kepada pembeli sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibuat.
b. Wajib menanggung barang terhadap cacat tersembunyi.
c. Berhak menerima uang pembayaran.
Dengan demikian jika salah satu pihak gagal memenuhi kewajibannya,
maka ia berada dalam kondisi wanprestasi. Jika wanprestasi terjadi masih dalam
batas kemampuan manusia, seperti berprestasi wama sekali, berprestasi tetapi
tidak sempurna, berprestasi tidak tepat waktu, atau melakukan segala sesuatu yang
dilarang dalam perjanjian. Tetapi jika resiko terjadi karena keadaan/situasi dimana
72
Abdul Ghafur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, Regulasi, dan
Implementasi), (Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2009), h.47-48
61
seorang debitur sulit bahkan mustahil untuk memenuhi prestasi, atau tidak
dipenuhinya prestasi oleh debitur tersebut disebabkan faktor eksternal. Maka hal
itu disebut dengan force majeur/overmacht, baik yang bersifat absolut maupun
yang bersifat relatif, adapun yang dimaksud dengan resiko menurut Subekti
adalah suatu kewajiban memikul kewajiban yang disebabkan karena suatu
kejadian di luar kesalahan salah satu pihak.73
Adanya resiko tersebut
menimbulkan konsekuensi pihak yang harus bertanggung jawab, dalam jual beli
mungkin menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, sebagai tawaran solusi
untuk menghindari kerugian tersebut maka dikeluarkannya addendum.
Sebelum addendum dikeluarkan, nasabah harus memahami aturan, hak
dan kewajibannya agar mengerti dan tidak melakukan kesalahan, untuk lebih
jelasnya peneliti melakukan wawancara kepada Customer Service untuk
mengetahui aturan nasabah sebelum pembuatan addendum:
“Murabahah itu jual beli kan ya, kalau pendanaan sih nggak ada,
pendanaan lebih ke wadiah sama mudharabah. Murbahah itu
pembiayaan, tapi seandainya nasabah tanya tentang pembiayaan ya kita
jelaskan murabahah secara umum ja, tidak detail, yang penting nasabah
tau, kan pasti nasabah nanya bedanya sama konven itu apa, jadi otomatis
kita jelasin kalau di syariah pasti pakai akad. Untuk pembuatan akad
murabahah langsung kemarketing, Jadi antara marketing, notaris, legal
dan nasabah. Customer Service hanya mengarahkan ke marketing, dari
awal itu customer service hanya memberi info saja, seperti brosur, sedikit
penjelasan mengenai akad jual beli, tapi setelah itu ya marketing yang
proses jadi langsung kita arahkan ke marketing. Marketing yang
menangani juga tergantung pembiayaannya, kalau mikro ya AOM, kalau
regular ya AO, tapi untuk eksekusi pencairan dananya itu di proses sama
bagian ADP dan Back Office, jadi setelah berkas beres, sama AO atau
AOM diserahkan ke ADP atau Financing Support. Sedangkan dalam
wakalah yang buat adalah legal, tapi pada prakteknya kalau lagi overload
73
Abdul Ghafur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia.... h, 48
62
yang bikin marekting dengan sepengetahuan legal, dan dicek lagi sama
petugas legal.”74
Pembuatan addendum murabahah tersebut atas persetujuan kedua belah
pihak, dan hanya jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan perjanjian diawal, dan
addendum merupakan akta dibawah tangan, sebagaimana kutipan wawancara dari
Bapak Agus Iwan Sudaryanto selaku Legal Office di Bank Syariah Indonesia
(BRI) Syariah Cabang Malang yang menyatakan:
“Tidak ada prosedur khusus untuk pembuatan addendum, pembuatan
addendum dilakukan jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan perjanjian
diawal maka harus dilakukan addendum.”75
Petikan wawancara diatas menggambarkan bahwa addendum di Bank
Rakyat Indonesia (BRI) Syariah tidak bisa dilakukan sesuka hati, namun harus
ada penyebab dari dibuatnya addendum tersebut, dalam addendum murabahah
dilakukan jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan perjanjian diawal.
Adanya ketidaksesuaian antara perlakuan nasabah dan perjanjian awal
yang telah dibuat, muncul pertanyaan bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian
dalam menyikapi hal ini, hal ini dijelaskan dalam kutipan wawancara dengan
Bapak Agus Iwan Sudaryanto selaku Legal Officer;
“Penerapan sikap bank dari prinsip kehati-hatian adalah dengan
pembuatan addendum itu sendiri, karena jika tidak dilakukan addendum
maka akad menjadi batal, akibat dari batalnya akad itu pendapatan yang
disebut margin atau keuntungan tidak boleh masuk dalam pendapatan
bank. Untuk nasabah yang tidak mau membuat addendum maka harus
melunasi uang yang telah digunakan, tidak memakai akad baru lagi tetapi
74
Neno Wahyuningtyas, Wawancara, (Malang, 26 Februari 2017) 75
Agus Iwan Sudaryanto, Wawancara, (Malang, 08 Februari 2017)
63
hal itu sudah diperjanjikan diawal sehingga secara otomatis nasabah
harus membayar.”76
Pada dasarnya prisnip kehati-hatian merupakan salah satu dari prinsip
perbankan sendiri, prinsip perbankan tersebut disebutkan secara konkrit dalam
Undang Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang
Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sedangkan prinsip kehati-
hatian merupakan asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi
dan kegiatannya harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk melindungi dana
masyarakat yang telah dipercayakan kepadanya. Hal ini disebutkan sebagai
berikut dalam Undang-Undnag Perbankan:77
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Dengan diberlakukannya prisnip kehati-hatian tersebut, diharapakan
kepercayaan masyarakat terhdapa perbankan semakin tinggi. Prisnip kehati-hatian
mengandung unsur 5C, yang dimaksud dengan 5C adalah sebagai berikut:78
1. Character
Sifat atau watak dari calon nasabah yang akan bekerjasama dengan bank,
hal ini tercermin dari latar belakang nasabah, baik dari latar belakang
pekerjaan, gaya hidup, keadaan keluarga dan sebagainya.
76
Agus Iwan Sudaryanto, Wawancara, (Malang, 08 Februari 2017) 77
Lembar Negara Undang Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 78
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), h. 95-96
64
2. Capacity
Kemampuan nasabah dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan
pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuan dalam
memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah.
3. Capital
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan
(neraca dan laporan rugi laba) dengan melakukan pengukuran sperti
likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya.
4. Colleteral
Jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun
non fisik, jaminan juga diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu
masalah jaminan yang dititipkan dapat dipergunakan secepat mungkin.
5. Condition
Menilai kondisi ekonomi politik sekarang dan yang akan datang sesuai
sektor masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang dijalankan.
Prinsip kehati-hatian ini bisa tercermin dalam prosedur pembiayaan bank,
seperti dalam akad murabahah di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Cabang
Malang, namun ada beberapa hal prosedur di Bank Rakyat Indonesia Syariah
Cabang Malang yang tidak sesuai dengan aturan, yakni waktu pembuatan akad.
Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Agus Iwan Sudaryanto sebagai Legal Office:
“Akad wakalah dan murabahah dibuat sebelum nasabah membeli barang,
dibuat akad wakalah terlebih dahulu kemudian akad murabahah.
Harusnya jika sesuai ketentuan memang akad wakalah dahulu setelah
mendapatkan barang, baru akad murabahah, tapi praktiknya anatara
akad wakalah dan murabahah itu dilakukan berjangka sekitar 3 hari.
65
Ketidaksesuaian teori dengan praktik disebabkan untuk efisiensi waktu,
karena nasabah tidak mau bolak-balik ke kantor, hal ini disebabkan
adanya masalah waktu dan tempat tinggal dari nasabah tersebut.”79
Hal ini tidak sesuai dengan aturan di Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
yang menyatakan bahwa sebelum pembuatan akad murabahah, barang harus
dimiliki sepenuhnya oleh pihak bank, namun bank melakukan prosedur yang
sudah dijelaskan dengan persutujuan nasabah dan hal itu dilakukan untuk tidak
memberatkan nasabah.
Pada dasarnya penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris
yang menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, sehingga peneliti tidak
melakukan wawancara kepada seluruh karayawan Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Syariah Kantor Cabang Malang.
Berdasarkan wawancara di atas diketahui bahwa addendum adalah salah
satu upaya untuk menghidari kerusakan akad dan kerugian dikedua belah pihak,
disusun sesuai dengan prosedur hukum dan dilaksanakan dengan kesepakatan
bersama.
79
Agus Iwan Sudaryanto, Wawancara, (Malang, 08 Februari 2017)
66
C. Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan Fatwa DSN-
MUI terhadap Addendum di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah
Kantor Cabang Malang
KHES dan Fatwa DSN-MUI adalah salah satu rujukan hukum bagi pelaku
ekonomi syariah, lembaga yang menjalankan sistem ekonomi keuangan ekonomi
syariah adalah bank syariah yang dalam pengoprasiannya menggunakan prinsip
syariah, prinsip syariat Islam atau hukum Islam. Dalam ketentuan Pasal 1 angka
13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 telah dirumuskan pengertian prinsip
syariah, sebagai berikut:
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina).80
Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah juga telah dirumuskan pengertian tentang prinsip syariah:
Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
80
Lembar Negara Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
67
Pasal di atas menjelaskan bahwa dalam kegiatan penghimpunan dana
maupun penyaluran dana serta pelayanan jasa lainnya bagi bank syariah harus
mendasarkan pada aturan perjanjian tertulis (akad) menurut hukum Islam atau
sesuai dengan syariah sebagaimana difatwakan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah, yaitu fatwa DSN-MUI dan
aturan ekonomi syariah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Bagi
bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sebagaimana
termuat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran
Dana serta Pelayanan Jasa bagi Bank Syariah. Selain itu, kejelasan akad
penghimpunan dan penyaluran dana bank syariah akan membantu operasional
bank sehingga menjadi lebih efisien dan meningkatkan kepastian hukum para
pihak/pelaku dalam industri perbankan syariah, termasuk bagi pengelola
bank/pemilik dana/pengguna dana, otoritas pengawas, dan auditor bank syariah.81
1. Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Kompilasi Hukum Ekonomi Islam (KHES) merupakan Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2008, yang diawali dari
lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
telah membawa perubahan besar terhadap kedudukan dan eksistensi
Peradilan Agama di Indonesia, karena selain kewenangan dalam bidang
81
Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia, (Bandung: Citrra Aditya
Bakti, 2009), h.16-17
68
hukum keluarga Islam, peradilan agama juga diberi wewenang untuk
menyelesaikan perkara dalam bidang ekonomi syariah.
Mahkamah Agung RI dalam merealisasikan kewenangan baru
peradilan agama tersebut menetapkan beberapa kebijakan, salah satunya
adalah pembuatan KHES, dengan membentuk hukum formil dan materiil
agar menjadi pedoman bagi aparat peradilan agama dalam memeriksa,
mengadili dan memutuskan perkara ekonomi syariah. Pada kegiatan yang
menyangkut hukum formil dan materiil ekonomi syariah, ketua
Mahkamah Agung RI telah membentuk tim Penyusunan Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah Berdasarkan Surat Keputusan Nomor
KMA/097/SK/X/2006 tanggal 20 Oktober 2006 yang diketuai oleh Prof.
Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum.82
Pengertian kontrak (akad) umumnya diartikan sebagai penawaran
dan penerimaan yang berakibat pada konsekuensi hukum tertentu.
Kontrak berarti suatu kesepakatan yang bersandar pada penawaran dan
pemerimaan (ijab-qabul) antara para pihak yang terlibat dalam kontrak
dengan prinsip hukum dalam suatu urusan (obyek). Walaupun dalam
hukum islam dan konvensional mempunyai pandangan yang sama dalam
hal tersebut, tetapi perbedaan yang muncul ada di dalam perlakuan
mereka dalam ajakan untuk melakukan sesuatu (bertransaksi). Hal ini
dikarenakan dalam hukum konvensionaldilakukan untuk menciptakan
sebuah penawaran, sebaliknya hukum Islam justru mengenal sebuah
82
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Sejarah Singkat Penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah Mahkamah Agung RI.
69
ajakan untuk melakukan sesuatu tersebut sebagai penawaran yang sah
atau valid (ijab) dimana pihak yang menerima (qabu) akan terikat oleh
hukum yang telah disetujui pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian
atau transaksi.83
Dalam praktik kontrak hukum ekonomi Islam di
Indonesia dapat ditemukan dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
buku II pasal 20, akad diartikan sebagai berikut:
Kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih
untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan hukum
tertentu.84
Akad dalam hukum Islam terkait dengan janji, kewajiban,
tanggung jawab, dan amanah, karena itu pelaku harus terkait dengan
kemampuan (kapasitas) dan kesadaran para pihak dalam kondisi obyektif.
Akad diartikan sebagai perikatan dan permufakatan, secara syar‟i akad
berhubungan dengan ijab dan qabul dalam hal seuatu sesuai dengan
kehendak syariat yang menimbulkan akibat hukum pada obyek akad. Ijab
qabul diartikan adanya niat dan kerelaan para pihak yang terlibat dalam
akad sehingga mengakibatkan hak dan kewajiban atas akad yang
disepakati.85
Sebagaimana yang tercantum dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah Pasal 22:
Rukun Akad terdiri atas:86
a. Pihak-pihak yang berakad
b. Objek akad
83
Asep Saepudin Jahar dkk, Hukum Pidana Keluarga, Pidana & Bisnis, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2013), h.259-260 84
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, h.15 85
Asep Saepudin Jahar dkk, Hukum Keluarga, Pidana & Bisnis, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), h. 260 86
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, h.22
70
c. Tujuan pokok akad; dan
d. Kesepakatan
Unsur kesepakatan tersebut dijelaskan lebih lanjut pada pasal 29
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah:
Akad yang disepakati harus memuat ketentuan:87
a. Kesepakatan mengikatkan diri;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. Terhadap sesuatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal menurut Syariat Islam
Akad yang dibuat tersebut mempunyai akibat hukum yang berlaku
mengikat bagi pihak yang terlibat dalam akad (kontrak) tersebut,
sebagaiamana termuat dalam pasal 44 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah:
Semua akad yang dibuat secara berlaku sebagai nash syariah bagi
mereka yang mengadakan akad. (dikaji ulang) kembali ke rujukan
asal.88
Addendum secara fisik memang terpisah dengan kontrak, tapi
secara substansi tidak terlepas dari kontrak itu sendiri, yang mengartikan
bahwa aturan maupun prinsip dari addendum sama dengan prinsip dan
aturan dari kontrak tersebut. Pelakasanaan addendum dalam akad
murbahah termuat dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Pasal 118:
87
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, h.24. 88
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, h.46.
71
Pihak penjual dalam murabahah dapat mengadakan perjanjian
khusus dengan pembeli untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan akad.
Perjanjian khusus yang dimaksud dalam pasal 118 adalah
perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak antara nasabah dan
bank. Karena addendum merupakan bagian dari kontrak yang berarti tidak
terlepas dari akad tersebut, maka pembuatan addendum harus memenuhi
kriteria akad yang sah, sebagaimana dijlaskan dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES) pasal 26 dan 29:
Akad tidak sah apabila bertentangan dengan:89
a. Syariat Islam;
b. Peraturan Perundang-undangan;
c. Ketertiban Umum; dan/atau
d. Kesusilaan;
Akad yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a
adalah akad yang disepakati dalam perjanjian, tidak mengandung
unsur ghalath atau khilaf, dilakukan di bawah ikrah atau paksaan,
taghrir atau tipuan, dan ghubn atau penyamaran.90
2. Tinjauan Fatwa DSN-MUI
Fatwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
keputusan atau pendapat yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah
dengan kata lain yaitu nasihat orang alim.91
Sedangkan yang dimaksud
dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menurut Peraturan Presiden
Nomor 151 Tahun 2014 Tentang Bantuan Pendanaan Kegiatan Majelis
Ulama Indonesia adalah wadah musyawarah para ulama, pemimpin dan
89
Pasal 26 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, h.23. 90
Pasal 29 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, h.24. 91
Kamus Besar Bahasa Indonesia
72
cendekiawan muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan
kehidupan yang Islami serta meningkatkan partisipasi umat Islam dalam
pembangunan nasional.92
Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai
masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam
bidang perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan
tuntutan syariat Islam. Pembentukan DSN-MUI merupakan langkah
efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang
berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan. Berbagai
masalah/kasus yang memerlukan fatwa akan ditampung dan dibahas
bersama agar diperoleh kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh
masing-masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga
keuangan syariah.93
Fatwa DSN-MUI dalam penelitian ini dikerucutkan kepada fatwa
ekonomi syariah yang dikeluarkan MUI. Fatwa DSN-MUI merupakan
hukum positif yang mengikat, sebab keberadaanya sering dilegitimasi
lewat peraturan perundang-undangan oleh lembaga pemerintah, sehingga
harus dipatuhi pelaku ekonomi syariah. Demikian salah satu kesimpulan
disertasi Yeni Salma Barlinti berjudul Kedudukan Fatwa DSN dalam
92
Peraturan Presiden Nomor 151 Tahun 2014 Tentang Bantuan Pendanaan Kegiatan Majelis
Ulama Indonesia 93
http://dsnmui.or.id/
73
Sistem Hukum Nasional yang telah dipertahankan dalam ujian program
doktor Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI).94
Menurut Yeni Salma Barinti dalam disertasinya mengatakan
bahwa pembentukan fatwa bidang ekonomi syariah oleh DSN yang
dibentuk lewat SK MUI No. Kep-754/MUI/II/99 untuk menghindari
perbedaan kekuatan kegiatan tertentu yang dibuat Dewan Pengawas
Syariah (DPS) di masing-masing LKS. Dalam disertasi versi lengkapnya,
Yeni Salma Barinti juga membandingkan secara detail Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES) dengan fatwa DSN, bahwa ada sekitar 98 pasal
dalam KHES yang sama dengan fatwa DSN. Fatwa DSN bersifat
mengikat berdasarkan peraturan perundang-undangan, seperti UU No. 19
Tahun 2008 Surat Berharga Syariah Negara dan UU Perbankan Syariah
yang mengakui peran Fatwa DSN, selain PBI, Keputusan Menkeu, dan
peraturan yang dibuat pejabat berwenang.95
Jadi fatwa MUI itu tidak
mengikat bagi warga negara, tetapi bisa saja bersifat mengikat selama
diserap ke dalam peraturan perundang-undangan.
Keabsahan addendum sendiri telah dijelaskan oleh DSN-MUI
melalui fatwanya No. 04 tahun 2000 tentang Murabahah, sebagai berikut:
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
94
Fatwa DSN Merupakan Hukum Positif Mengikat, http://hukumonline.com, diakses 26 Februari
2017 95
Fatwa DSN Merupakan Hukum Positif Mengikat, http://hukumonline.com, diakses 26 Februari
2017.
74
Addendum sendiri dilakukan sebagai aplikasi dari sikap kehati-
hatian bank untuk mencegah kerusakan akad. Prosedur pengeluaran
addendum di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang
Malang pun sudah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan Fatwa DSN-MUI, namun ada
beberapa perbedaan dari pelaksanannya, yakni di Bank Rakyat Indonesia
(BRI) Syariah Kantor Cabang Malang setelah akad wakalah disetujui dan
selang beberapa hari (biasanya 3 hari) akad jual beli murabahah dibuat,
padahal secara prinsip belum menjadi milik dari penjual atau Bank Rakyat
Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Malang, secara prosedural hal ini
diatur dalam ketentuan Murabahah kepada Nasabah di Fatwa DSN-MUI
No. 04 tahun 2000 tentang Murabahah:
Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:96
1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu
barang atau aset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli
terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menwarkan aset tersebut kepada nasabah dan
nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang
telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat;
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
Addendum adalah istilah yang digunakan dalam dunia perbankan
untuk perubahan akad yang tidak terlepas dari akad awalnya. Istilah
addendum tidak mudah untuk ditemukan dalam undang-undang, karena
96
Fatwa DSN-MUI No. 04 tahun 2000 tentang Murabahah
75
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan Fatwa DSN-MUI menyebutnya
sebagai perjanjian khusus, bukan addendum. Berbeda istilah pula
penyebutannya dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang menyebut
addendum sebagai restrukturisasi, addendum dan restrukturisasi dalam
PBI mempunyai pengertian, tujuan dan maksud yang sama dengan
addendum dalam dunia perbankan, oleh karena itu peneliti mengkaji dari
PBI No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagai penguat analisis.
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 dalam PBI No. 10/18/PBI/2008
tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah menjelaskan pengertian dan jenis dari restrukturisasi tersebut:97
Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan
Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan
kewajibannya, antara lain melalui:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;
b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan
sebagaian atau seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain
perubahan jadwal pembayaran,jumlah angsuran, jangka waktu
dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa
kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank;
c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan
pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau
reconditioning, antara lain meliputi:
1) Penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;
2) Konversi akad Pembiayaan;
3) Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah
berjangka waktu menengah;
97
Lembar Negara Peraturan Bank Indonesia No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi
Pembiayan bagi Bank syariah dan Unit Usaha Syariah
76
4) Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara
pada perusahaan nasabah.
Ketidaksesuaian antara teori dengan praktik addendum ini diakui
oleh pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Malang,
hal ini dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak (nasabah dan bank)
disebabkan keterbatasan waktu dan jarak tempuh nasabah tersebut dengan
kantor cabang bank. Teori maupun aturan dalam KHES dan Fatwa DSN-
MUI yang mengahruskan barang harus dimiliki bank terlebih dahulu
sebelum dibuat akad murabahah, namun dalam praktiknya pihak bank
mempertimbangkan kondisi yang terjadi, seperti efisiensi waktu dan
jauhnya tempat tinggal nasabah, sehingga atas kesepakatan bersama maka
dibuatlah akad murabahah terlebih dahulu. Pembuatan akad murbahah
diawal menimbulkan potensi adanya perubahan akad atau addendum, dan
addendum juga dikeluarkan oleh pihak bank dengan kesepakatan kedua
belah pihak.
Sedangkan asas-asas kontrak yang berakibat hukum dan bersifat
khusus adalah:98
a. Asas Konsensualisme atau Asas Kerelaan
Asas ini tercantum dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 29,
selain itu asas ini terdapat dalam pasal 1320 ayat (1)
KUHPerdata. Pasal tersebut menjelaskan bahwa salah satu
98
Lukman Santoso, Hukum Perikatan, (Malang: Setara Press, 2016), h.57-59
77
syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah
pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan
bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal,
tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak,
yang merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan
yang dibuat oleh kedua belah pihak.
b. Asas Kebebasan Berkontrak
Islam memberikan kebebasan kepada para pihak untuk
melakukan kontrak, apabila telah disepakati bentuk dan isinya
maka kontrak tersebut mengikat para pihak yang
menyepakatinya, harus dilaksanakan hak dan kewajibannya
selama tidak bertentangan dengan syari‟ah Islam.
c. Asas Perjanjian Mengikat
Setiap orang yang melakukan kontrak, maka orang tersebut
terikat kepada isi kontrak, sehingga seluruh isi kontrak wajib
dilakukan.
d. Asas Keseimbangan
Meskipun secara faktual jarang terjadi keseimbangan antara
pihak dalam bertransaksi, namun hukum perjanjian Islam
menekankan perlunya keseimbangan tersebut, baik
keseimbangan antara apa yang diberikan dan yang diterima,
maupun keseimbangan dalam menanggung resiko.
78
e. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum ini terkait dengan akibat perjanjian.
f. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
seseorang yang akan melakukan kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan. Dengan demikian asas kepribadian
dalam perjanjian dikecualikan apabila perjanjian tersebut
dilakukan seseorang untuk orang lain yang memberikan kuasa
bertindak hukum untuk dirinya atau orang tersebut berwenang
atasnya.
Berdasarkan penjelasan asas kontrak diatas, ketentuan yang ada dalam
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan Fatwa DSN-MUI menyatakan
kesepakatan bersama adalah aturan yang mengikat dalam kontrak, dan dalam hal
ini kontrak merupakan pengaplikasian akad dalam perbankan. Addendum adalah
bagian dari kontrak yang secara fisik terlepas dari kontrak tersebut, namun secara
substansi tetap berhubungan dengan kontrak. Pembuatan addendum bertujuan
untuk menghindari rusaknya akad dan kerugian dari kedua belah pihak.
Addendum sah secara hukum jika tidak bertentangan dengan syariat Islam dan
kesepakatan kedua belah pihak.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan oleh peneliti di atas,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Karena nasabah melakukan sesuatu tidak sesuai dengan kontrak
(pembelian barang yang tidak sesuai dengan kesepakatan) dan
addendum dilakukan sebagai upaya bank untuk menghindari resiko
keuangan, dan menjaga kelangsungan usaha nasabah pembiayaan.
Prosedur pengeluaran addendum telah diatur dalam Fatwa DSN-MUI
No.04 Tahun 2000 tentang Murabahah, Kompilasi Hukum Ekonomi
80
Syariah dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/18/PBI/2008
tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah. Namun keterangan berbeda peneliti peroleh setelah
melakukan wawancara langsung kepada Legal Officer Bank Rakyat
Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Malang yang menjelaskan
adanya ketidaksesuaian prosedur praktik addendum di Bank Rakyat
Indonesia (BRI) Syariah dengan teori yang tercantum dalam aturan-
aturan yang berlaku di Indonesia.
2. Tinjaun Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) terhadap
addendum dilihat melalui perjanjian khusus yang diatur dalam pasal
118 KHES, karena addendum merupakan bagian dari kontrak yang
berarti tidak terlepas dari akad tersebut, maka pembuatan addendum
harus memenuhi kriteria akad yang sah, sebagaimana dijelaskan dalam
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pasal 26 dan 29.
Sedangkan jika ditinjau dari fatwa DSN-MUI yang dilihat dari
prosedur dikeluarkannya addendum pada ketentuan murabahah,
meskipun addendum pada praktiknya tidak sesuai dengan teori tetapi
karena dalam akad terdapat kesepakatan kedua belah pihak, maka hal
tersebut diperbolehkan.
81
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti paparkan
maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Untuk meminimalisir resiko kerugian yang terjadi, maka sebaiknya
pelaksanakan akad murabahah disesuaikan dengan yang telah
disebutkan dalam Fatwa DSN-MUI, sehingga addendum bisa dicegah,
namun jika memang kondisi mendesak dan sangat tidak
memungkinkan maka akad murabahah didasarkan kesepakatan kedua
belah pihak, sehingga resiko kerugian ditanggung bersama.
2. Istilah addendum yang jarang dipahami oleh masyarakat pada
umumnya, maka hal tersebut harus dijelaskan secara detail dengan
aturannya, agar tidak terjadi kesalahpahaman dikemudian hari.
82
DAFTAR RUJUKAN
Buku
Amiruddin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2006.
Anshori, Abdul Ghafur. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, Regulasi,
dan Implementasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009.
Antonio, Muhammad Syafi‟i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani, 2011.
Burhanuddin, Hukum Kontrak Syariah. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2009.
Dwi, Suwiknyo. Kamus Lengkap Ekonomi Islam. Yogyakarta: Total Media,
2009.
Jahar, Asep Saepudin dkk. Hukum Keluarga, Pidana & Bisinis. Jakarta:
Prenadamedia, 2013.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2014.
LKP2M. Research Book For LKP2M. Malang: UIN Malang, 2005.
Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah (Panduan Teknis
Pembuatan Akad/Perjanjian Pembiayaan pada Bank Syariah).
Yogyakarta: UII Press, 2009.
83
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara, 2003.
Nasution, Bahder Johan. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju,
2008.
Nawawi, Ismail. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012.
Saifullah, Tipologi Penelitian Hukum (Kajian Sejarah, Paradigma, dan
Pemikiran Tokoh). Malang: Intelegensia Media, 2015.
Santoso, Lukman. Hukum Perikatan. Malang: Setara Press, 2016.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press,1986.
Usman, Rachmadi. Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia. Bandung:
Citrra Aditya Bakti, 2009.
Tim Penyusun,Pedoman Penulisan Karya Ilmiah,
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
PBI No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah
dan Unit Usaha Syariah
84
Peraturan Presiden Nomor 151 Tahun 2014 Tentang Bantuan Pendanaan Kegiatan
Majelis Ulama Indonesia
Fatwa DSN-MUI No. 04 tahun 2000 tentang Murabahah .
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Skripsi/Tesis/Disertasi
Rohman, Ahmad Kholiqul. Tinjauan Yuridis-Normatif terhadap Sengketa Akad
Mudarabah di Pengadilan Agama Bantul (Studi Kasus atas Putusan
Pengadilan Agama Bantul Nomor: 0463/PDT.G/2011/PA.BTL),
Skripsi SH . Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012.
Prasetya, Fauzan. Kedudukan Hukum Addendum Perjanjian Pemborong Kerja
yang Berlaku Setelah Jangka Waktu Perjanjian Pokoknya Berakhir
(Studi Kasus: Addendum I Perjanjian Kerjasama PT. Semen Padang
No. 428/PJJ/PJS10.9/05.13), Skripsi SH. Padang:Universitas Andalas,
2014.
Fikri, M. Haris. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Berdasarkan Prinsip
Hukum Ekonomi Syariah, Skripsi SH. Bandar Lampung: Universitas
Lampung, 2016.
.
85
Website
Kusumasari, Diana. Addendum atau Perpanjangan Kontrak?,
http://hukumonline.com, diakses 08 Oktober 2016.
Medi Vitrawanto, Mengenal Lebih Jauh Account Officer dalam Dunia
Perbankan. Http://medivitrawanto.blogspot.co.id/ diakses tanggal 02
Maret 2017.
Salim. Pengertian Definisi Addendum. Http://mediainformasill.blogspot.com,
diakses 18 Oktober 2016.
Salim. Pengertian Definisi Addendum. Http://mediainformasill.blogspot.com,
diakses 18 Oktober 2016.
Kenali Profesi Risk Management Officer”, http://careernews.id/site/index diakses
tanggal 02 Maret 2017
Marketing Manajer. Http://marketingdreamfinance.blogspot.co.id/ diakses tanggal
02 Maret 2017
Gambaran Tugas dan Wewenang Operasional.
https://jobdeskripsi.blogspot.co.id/ diakses tanggal 02 Maret 2017
Perbankan Deskripsi Kerja. http://www.job-desc.com/ diakses tanggal 02 Maret
2017
Pengertian dan Tugas Teller Bank. http://www.jobdesc.net/category/job-desc
diakses 02 Maret 2017
86
Pelatihan Perbankan. https://pelatihanbank.wordpress.com/ diakses tanggal 02
Maret 2017
Tugas dan Tanggung Jawab Frontliner Bank. http://www.lokerbandaaceh.com/
diakses tanggal 02 Maret 2017
Finance Manager: Tugas & Tanggung Jawab.
https://jobdeskripsi.blogspot.co.id/2013/03/finance-manager-tugas-
tanggung-jawab.html diakses tanggal 02 Maret 2017
Tugas Seorang Back Office”, http://kangom.blogspot.co.id/ diakses tanggal 02
Maret 2017
Tugas Legal Officer, https://lawandhuman.wordpress.com/ diakses tanggal 02
Maret 2017
Apa Tugas dari Financing Administration Staff pada Bank”,
https://id.answers.yahoo.com/ diakses tanggal 02 Maret 2017
Fatwa DSN Merupakan Hukum Positif Mengikat, http://hukumonline.com,
diakses 26 Februari 2017
http://dsnmui.or.id/
http://brisyariah.co.id
Informasi Lowongan Kerja BRI Syariah
Hasil Wawancara
Agus Iwan Sudaryanto, pra wawancara, (Malang: 08 Oktober 2016)
Agus Iwan Sudaryanto, Wawancara, (Malang, 08 Februari 2017)
87
Neno Wahyuningtyas, Wawancara, (Malang, 26 Februari 2017)
Dokumen Struktur Organisasi Cabang BRI Syariah Kantor Cabang Malang
Dokumen Statistik Jumlah Nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kantor Cabang
Malang
Dokumen Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Malang
Kitab Suci (al-Qur’an)
QS. al-Nisa (4): 29
QS. Ali Imron (3): 76
LAMPIRAN
INSTRUMEN PENELITIAN
No KHES DSN-MUI Keterangan
1 √ - Pasal 118
2 √ √ Pasal 29, Fatwa DSN-MUI No. 04
tahun 2000 tentang Murabahah
3 √ - Pasal 21
4 √ √ Pasal 119, Fatwa DSN-MUI No. 04
tahun 2000 tentang Murabah
HASIL WAWANCARA
Nama : Agus Iwan Sudaryanto
Lembaga : BRI Syariah Cabang Malang
Jabatan/Bagian : Legal Office
Tanggal : 08 Februari 2017
T : Bagaimana prosedur pembuatan addendum?
J : Tidak ada prosedur khusus untuk pembuatan addendum, pembuatan addendum
dilakukan jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan perjanjian diawal maka harus
dilakukan addendum.
T : Apa penyebab BRI Syariah mengeluarkan addendum?
J : Penyebab dikeluarkannya addendum di BRI Syariah ada tiga jenis yaitu; penjadwalan
kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali
(restructuring). Sedangkan penyebab addendum dalam pembelian barang terjadi side
streaming. Nasabah seharusnya membeli barang yang telah diperjanjikan diawal ketika
bank sudah menguasakankan kepada nasabah melalui akad wakalah, namun nasabah
tidak melakukan apa yang telah diperjanjikan tadi, maka harus dilakasanakan addendum.
T : Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam akad murabahah ini?
J :Penerapan sikap bank dari prinsip kehati-hatian adalah dengan pembuatan addendum itu
sendiri, karena jika tidak dilakukan addendum maka akad menjadi batal, akibat dari
batalnya akad itu pendapatan yang disebut margin atau keuntungan tidak boleh masuk
dalam pendapatan bank. Untuk nasabah yang tidak mau membuat addendum maka harus
melunasi uang yang telah digunakan, tidak memakai akad baru lagi tetapi hal itu sudah
diperjanjikan diawal sehingga secara otomatis nasabah harus membayar.
T :Jika pembelian barang diwakilkan kepada nasabah, apakah dilakukan akad murabahah
terlebih dahulu atau tidak?
J :Akad wakalah dan murabahah dibuat sebelum nasabah membeli barang, dibuat akad
wakalah terlebih dahulu kemudian akad murabahah. Harusnya jika sesuai ketentuan
memang akad wakalah dulu setelah mendapatkan barang baru akad murabahah, tapi
praktiknya antara akad wakalah dan murabahah itu dilakukan berjangka sekitar 3 hari.
Ketidaksesuaian teori dengan praktik disebabkan untuk efisiensi waktu, karena nasabah
tidak mau bolak-balik ke kantor, hal ini disebabkan adanya masalah waktu dan tempat
tinggal dari nasabah tersebut.
Narasumber
Agus Iwan Sudaryanto
HASIL WAWANCARA
Nama : Neno Wahyuningtyas
Lembaga : BRI Syariah Cabang Malang
Jabatan/Bagian : Customer Service
Tanggal : 26 Februari 2017
T : Apakah Customer Service menjelaskan kepada nasabah tentang addendum
murabahah?
J :Murabahah itu jual beli kan ya, kalau pendanaan sih nggak ada, pendanaan lebih ke
wadiah sama mudharabah. Murbahah itu pembiayaan, tapi seandainya nasabah tanya
tentang pembiayaan ya kita jelaskan murabahah secara umum ja, tidak detail, yang
penting nasabah tau, kan pasti nasabah nanya bedanya sama konven itu apa, jadi
otomatis kita jelasin kalau di syariah pasti pakai akad.
T : Apakah nasabah yang akan melakukan akad murabahah ke Customer Service dahulu?
J : Langsung ke marketing. Jadi antara marketing, notaris, legal dan nasabah. Customer
Service hanya mengarahkan ke marketing, dari awal itu customer service hanya
memberi info saja, seperti brosur, sedikit penjelasan mengenai akad jual beli, tapi setelah
itu ya marketing yang proses jadi langsung kita arahkan ke marketing. Marketing yang
menangani juga tergantung pembiayaannya, kalau mikro ya AOM, kalau regular ya AO,
tapi untuk eksekusi pencairan dananya itu di proses sama bagian ADP dan Back Office,
jadi setelah berkas beres, sama AO atau AOM diserahkan ke ADP atau Financing
Support
T : Pelaksanan akad wakalah apakah alurnya sama mbak?
J : Akad wakalah yang buat adalah legal, tapi pada prakteknya kalau lagi overload yang
bikin marekting dengan sepengetahuan legal, dan dicek lagi sama petugas legal.
Narasumber
Neno Wahyuningtyas
Gambar Penelitan (wawancara dengan Legal Officer)
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 10/18/PBI/2008
TENTANG
RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa untuk menghindari risiko kerugian, Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah berkewajiban menjaga kualitas pembiayaannya;
b. bahwa salah satu upaya untuk menjaga kelangsungan usaha
nasabah pembiayaan, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat
melakukan restrukturisasi pembiayaan atas nasabah yang memiliki
prospek usaha dan/atau kemampuan membayar;
c. bahwa restrukturisasi pembiayaan harus memperhatikan prinsip
syariah dan prinsip kehati-hatian;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu diatur kembali ketentuan
mengenai Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah dalam Peraturan Bank Indonesia.
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
4. Bank ...
-2-
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 3843)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG RESTRUKTURISASI
PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA
SYARIAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Syariah dan Unit Usaha syariah.
2. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank
Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
3. Bank Umum Syariah, yang selanjutnya disebut BUS adalah Bank
Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
7. Restrukturisasi ...
-3-
4. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS
adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam
Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
5. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja
dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang
dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau
unit syariah.
6. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiyah bit tamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan
istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah
dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan
atau bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
7. Restrukturisasi ...
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
mengatasi ...
-4-
7. Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank
dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan
kewajibannya, antara lain melalui:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;
b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian
atau seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan
jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau
pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban
nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank;
c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan
Pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau
reconditioning, antara lain meliputi:
1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;
2) konversi akad Pembiayaan;
3) konversi Pembiayaan menjadi surat berharga
syariah berjangka waktu menengah;
4) konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara
pada perusahaan nasabah.
8. Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah adalah surat
bukti investasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim
diperdagangkan di pasar uang dan/atau pasar modal berjangka
waktu 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan menggunakan
akad mudharabah atau musyarakah .
9. Penyertaan Modal Sementara adalah penyertaan modal BUS atau
UUS, antara lain berupa pembelian saham dan/atau konversi
Pembiayaan menjadi saham dalam perusahaan nasabah
mengatasi ...
untuk
-5-
Pasal 5 ...
mengatasi kegagalan penyaluran dana dan/atau piutang dalam jangka
waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku.
Pasal 2
(1) Bank dapat melaksanakan Restrukturisasi Pembiayaan
dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.
(2) Bank wajib menjaga dan mengambil langkah-langkah agar kualitas
Pembiayaan setelah direstrukturisasi dalam keadaan Lancar.
BAB II
RESTRUKTURISASI
Pasal 3
Bank dilarang melakukan Restrukturisasi Pembiayaan dengan tujuan
untuk menghindari:
a. penurunan penggolongan kualitas Pembiayaan;
b. pembentukan penyisihan penghapusan aktiva (PPA) yang lebih
besar; atau
c. penghentian pengakuan pendapatan margin atau ujrah secara akrual.
Pasal 4
Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar
permohonan secara tertulis dari nasabah.
-6-
BAB III ...
Pasal 5
(1) Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk nasabah
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran; dan
b. nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu
memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi.
(2) Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk
Pembiayaan dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
(3) Restrukturisasi Pembiayaan wajib didukung dengan analisis dan
bukti-bukti yang memadai serta terdokumentasi dengan baik.
Pasal 6
(1) Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga)
kali dalam jangka waktu akad Pembiayaan awal.
(2) Restrukturisasi Pembiayaan kedua dan ketiga dapat dilakukan paling
cepat 6 (enam) bulan setelah Restrukturisasi Pembiayaan
sebelumnya.
Pasal 7
Restrukturisasi Pembiayaan terhadap nasabah yang memiliki beberapa
fasilitas Pembiayaan dari Bank, dapat dilakukan terhadap masing-masing
Pembiayaan.
-7-
(4) Pelaksanaan ...
BAB III
PERLAKUAN AKUNTANSI
Pasal 8
Dalam pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan, Bank wajib
menerapkan perlakuan akuntansi sesuai dengan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
Indonesia yang berlaku.
BAB IV
PRINSIP SYARIAH
Pasal 9
Restrukturisasi Pembiayaan dilaksanakan dengan memperhatikan fatwa
Majelis Ulama Indonesia yang berlaku.
BAB V
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Pasal 10
(1) Bank wajib memiliki kebijakan dan Standard Operating Procedure
tertulis mengenai Restrukturisasi Pembiayaan.
(2) Kebijakan Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib disetujui oleh Komisaris.
(3) Standard Operating Procedure Restrukturisasi Pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dikinikan dan disetujui
oleh Direksi dan Dewan Pengawas Syariah.
-8-
(3) Dalam ...
(4) Pelaksanaan kebijakan Restrukturisasi Pembiayaan wajib diawasi
secara aktif oleh Komisaris.
(5) Kebijakan dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi
Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih
lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
BAB VI
PENETAPAN KUALITAS PEMBIAYAAN
Pasal 11
(1) Kualitas Pembiayaan setelah dilakukan restrukturisasi ditetapkan
sebagai berikut:
a. paling tinggi Kurang Lancar untuk Pembiayaan yang sebelum
dilakukan restrukturisasi tergolong Diragukan atau Macet;
b. kualitas Pembiayaan tidak berubah untuk Pembiayaan yang
sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong Kurang Lancar.
(2) Kualitas Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:
a. menjadi Lancar, apabila tidak terdapat tunggakan selama 3 (tiga)
kali periode pembayaran angsuran pokok dan/atau margin/bagi
hasil/fee/ujrah secara berturut-turut sesuai dengan perjanjian
Restrukturisasi Pembiayaan; atau
b. menjadi sama dengan kualitas Pembiayaan sebelum dilakukan
Restrukturisasi Pembiayaan atau menjadi lebih buruk, jika
nasabah tidak memenuhi kriteria dan/atau syarat-syarat dalam
perjanjian Restrukturisasi Pembiayaan dan/atau pelaksanaan
Restrukturisasi Pembiayaan tidak didukung dengan analisis dan
dokumentasi yang memadai;
(2) Untuk ...
-9-
(3) Dalam hal periode pembayaran angsuran pokok dan/atau
margin/bagi hasil/fee/ujrah kurang dari 1 (satu) bulan, peningkatan
kualitas menjadi Lancar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a dapat dilakukan paling cepat dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak
dilakukan Restrukturisasi Pembiayaan;
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3) berlaku juga untuk Restrukturisasi Pembiayaan yang kedua dan
ketiga.
Pasal 12
Pembiayaan yang direstrukturisasi lebih dari 3 (tiga) kali, digolongkan
Macet sampai dengan Pembiayaan lunas.
Pasal 13
Pembiayaan yang direstrukturisasi dengan pemberian tenggang waktu
pembayaran (grace period) ditetapkan memiliki kualitas sebagai berikut:
a. selama grace period, kualitas mengikuti kualitas Pembiayaan
sebelum dilakukan restrukturisasi; dan
b. setelah grace period berakhir, kualitas Pembiayaan mengikuti
penetapan kualitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
Pasal 14
(1) Untuk BUS dan UUS, kualitas Pembiayaan yang telah
direstrukturisasi wajib dinilai berdasarkan prospek usaha, kinerja
(performance) nasabah dan/atau kemampuan membayar, sesuai
dengan penggolongan nasabah, setelah 1 (satu) tahun sejak
penetapan kualitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1);
(5) Pembiayaan ...
-10-
(2) Untuk BPRS, kualitas Pembiayaan yang telah direstrukturisasi wajib
dinilai berdasarkan ketepatan dan/atau kemampuan membayar
kewajiban nasabah.
BAB VII
TATACARA RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN
Pasal 15
(1) Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah atau piutang istishna’
dapat direstrukturisasi dengan cara:
a. penjadualan kembali (rescheduling);
b. persyaratan kembali (reconditioning); dan
c. penataan kembali (restructuring).
(2) Pembiayaan dalam bentuk piutang qardh dapat direstrukturisasi
dengan cara:
a. penjadualan kembali (rescheduling); dan
b. persyaratan kembali (reconditioning).
(3) Pembiayaan dalam bentuk mudharabah atau musyarakah dapat
direstrukturisasi dengan cara:
a. penjadualan kembali (rescheduling);
b. persyaratan kembali (reconditioning); dan
c. penataan kembali (restructuring).
(4) Pembiayaan dalam bentuk ijarah atau ijarah muntahiyyah bittamlik
dapat direstrukturisasi dengan cara:
a. penjadualan kembali (rescheduling);
b. persyaratan kembali (reconditioning); dan
(5) Pembiayaan ...
c. penataan kembali (restructuring).
-11-
BAB VIII ...
(5) Pembiayaan multijasa dalam bentuk ijarah dapat direstrukturisasi
dengan cara:
a. penjadualan kembali (rescheduling); dan
b. persyaratan kembali (reconditioning).
(6) Pembiayaan dalam bentuk piutang salam dapat direstrukturisasi
dengan cara:
a. penjadualan kembali (rescheduling);
b. persyaratan kembali (reconditioning); dan
c. penataan kembali (restructuring).
(7) Tata cara Restrukturisasi Pembiayaan akan diatur lebih lanjut dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 16
Restrukturisasi Pembiayaan dengan cara penataan kembali
(restructuring) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dalam bentuk
konversi Pembiayaan menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu
Menengah dan Penyertaan Modal Sementara tidak berlaku bagi BPRS.
Pasal 17
(1) Bank wajib melepaskan Penyertaan Modal Sementara apabila:
a. telah sampai jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun; atau
b. perusahaan nasabah tempat Penyertaan Modal Sementara telah
memperoleh laba kumulatif.
(2) Bank wajib menghapus buku Penyertaan Modal Sementara apabila
telah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun.
-12-
(5) Pelaporan ...
BAB VIII
LAPORAN RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN
Pasal 18
Bank wajib melaporkan Restrukturisasi Pembiayaan kepada Bank
Indonesia.
Pasal 19
Pelaporan Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 bagi BUS dan UUS mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai Laporan Berkala Bank Umum.
Pasal 20
(1) Laporan Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18, untuk BPRS wajib disampaikan setiap bulan paling lambat
tanggal 14 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.
(2) BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila BPRS
menyampaikan laporan melampaui batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan tanggal 21 pada bulan
berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.
(3) BPRS dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila BPRS belum
menyampaikan laporan sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal tanggal berakhirnya penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) jatuh pada hari Sabtu, Minggu
atau hari libur maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya.
-13-
Pasal 24 ...
(5) Pelaporan Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
BAB IX
SANKSI
Pasal 21
Bank yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana diatur
dalam Pasal 4, Pasal 5 ayat (3), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1) sampai
dengan ayat (4), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18 dikenakan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) Undang–
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Pasal 22
(1) BPRS yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dikenakan sanksi berupa denda
uang sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per hari
keterlambatan dan paling banyak seluruhnya sebesar Rp700.000,00
(tujuh ratus ribu rupiah).
(2) BPRS yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (3) dikenakan sanksi berupa denda uang sebesar
paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Pasal 23
Pengenaan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan Pasal 12,
tidak mengurangi pengenaan sanksi dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai Laporan Bulanan Bank Umum Syariah dan Laporan Bulanan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
-14-
Pasal 24
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) tidak
mengurangi kewajiban Bank untuk menyampaikan Laporan
Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
Restrukturisasi Pembiayaan yang telah dilakukan Bank sebelum
berlakunya ketentuan ini tidak dihitung sebagai Restrukturisasi
Pembiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia
ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Dengan dikeluarkan Peraturan Bank Indonesia ini maka:
a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR
tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit;
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/15/PBI/2000 tanggal 12 Juni
2000 tentang Perubahan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang
Restrukturisasi Kredit;
c. Pasal 47 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5
Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang
Melaksanakan ...
-15-
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;
d. Pasal 46 dan Pasal 46A Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/9/PBI/2007 tanggal 18 Juni 2007 tentang Perubahan Atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah;
e. Pasal 23 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/24/PBI/2006 tanggal 5
Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 27
Ketentuan pelaksanaan tentang Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini akan diatur lebih lanjut
dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 28 ...
-16-
Pasal 28
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Tanggal 25 September 2008
GUBERNUR BANK INDONESIA,
BOEDIONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 25 September 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 138
DPbS
-17-
kebutuhan ...
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR 10/18/PBI/2008
TENTANG
RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH
I. UMUM
Dalam rangka memelihara kesinambungan usahanya, Bank harus mengelola
risiko kredit dari aktivitas Pembiayaan (credit risk), sehingga dapat meminimalkan
potensi kerugian yang akan terjadi. Penurunan kegiatan usaha dan/atau kemampuan
pembayaran nasabah dapat mempengaruhi kelancaran pemenuhan kewajiban
nasabah yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko kredit bagi Bank.
Untuk menurunkan risiko kredit dalam aktivitas Pembiayaan, Bank dapat
melakukan langkah-langkah antisipatif untuk menjaga kelangsungan usaha nasabah
pembiayaan. Langkah-langkah tersebut antara lain dengan melakukan
Restrukturisasi Pembiayaan terhadap nasabah yang masih memiliki prospek usaha
dan/atau kemampuan membayar.
Kebutuhan dan penggunaan dana nasabah pada prinsipnya berbeda-beda
sehingga Bank menyediakan fasilitas Pembiayaan kepada nasabah dalam beragam
akad yang sesuai dengan prinsip syariah. Masing-masing akad Pembiayaan
memiliki karakteristik khusus yang harus dipertimbangkan Bank dalam
pengelolaan Pembiayaan.
Pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan pada Bank selain memperhatikan
prinsip syariah juga harus memenuhi prinsip kehati-hatian. Ketentuan
Restrukturisasi Pembiayaan yang berlaku saat ini belum sepenuhnya memenuhi
kinerja ...
-2-
kebutuhan Bank. Oleh karena itu, diperlukan suatu ketentuan khusus yang
mengatur tentang pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1 sampai dengan angka 9
Cukup Jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Restrukturisasi Pembiayaan untuk nasabah Pembiayaan non produktif
antara lain didasarkan pada ada tidaknya sumber pembayaran angsuran
yang jelas dari nasabah setelah dilakukan restrukturisasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “bukti-bukti yang memadai” antara lain adalah
adanya laporan keuangan nasabah yang menunjukkan perbaikan
-3-
Pasal 8 ...
kinerja perusahaan, adanya kontrak kerja yang diperoleh nasabah atau
adanya sumber pembayaran lain yang jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Pembatasan frekuensi restrukturisasi dimaksudkan agar Bank tidak
melakukan restrukturisasi dalam rangka menghindari penurunan
penggolongan kualitas Pembiayaan.
Yang dimaksud dengan “jangka waktu akad Pembiayaan awal” adalah
jangka waktu yang disepakati oleh Bank dan nasabah dalam akad
Pembiayaan sebelum dilakukan restrukturisasi.
Contoh :
Bank dan nasabah pada tanggal 1 September 2008 melakukan akad
Pembiayaan dengan jangka waktu selama 3 (tiga) tahun. Pada tanggal
1 September 2009, Bank melakukan Restrukturisasi Pembiayaan
pertama dengan cara memperpanjang jangka waktu menjadi 5 (lima)
tahun. Restrukturisasi Pembiayaan kedua dan ketiga dapat dilakukan
paling lambat pada tanggal 1 September 2011.
Ayat (2)
Contoh :
Berdasarkan contoh pada ayat (1), Restukturisasi Pembiayaan kedua
paling cepat dilakukan pada tanggal 1 Maret 2010 dan apabila
dilakukan Restrukturisasi Pembiayaan ketiga maka Restrukturisasi
Pembiayaan paling cepat dilakukan pada tanggal 1 September 2010.
Pasal 7
Cukup jelas.
-4-
Pasal 12 ...
Pasal 8
Cukup Jelas.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan “fatwa Majelis Ulama Indonesia” adalah fatwa yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia.
Pasal 10
Ayat (1)
Kebijakan dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi
Pembiayaan merupakan bagian dari kebijakan manajemen risiko Bank
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pokok-pokok yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia antara
lain satuan kerja atau petugas khusus Restrukturisasi Pembiayaan,
limit wewenang memutus Restrukturisasi Pembiayaan, dan sistem
informasi manajemen Restrukturisasi Pembiayaan.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 17 ...
-5-
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Yang dimaksud dengan “grace period” adalah masa tenggang yang diberikan
Bank kepada nasabah untuk tidak melakukan pembayaran angsuran pokok
dan margin untuk akad Murabahah atau Istishna’ atau angsuran Ijarah untuk
akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyyah Bittamlik.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penggolongan nasabah” adalah
pengelompokkan nasabah yang didasarkan pada:
a. besar kecilnya jumlah penyediaan dana yang diberikan oleh Bank
kepada nasabah,
b. Usaha Kecil dan Menengah dengan mempertimbangkan Sistem
Pengendalian Risiko, Kondisi Tingkat Kesehatan dan Rasio
Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum Bank.
Ayat (2)
Kualitas Pembiayaan bagi BPRS dinilai berdasarkan ketepatan
dan/atau kemampuan membayar kewajiban nasabah.
Pasal 15
Cukup Jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
-6-
Pasal 17
Pelepasan Penyertaan Modal Sementara pada prinsipnya harus segera
dilakukan walaupun belum mencapai 5 (lima) tahun.
Pasal 18
Cukup Jelas.
Pasal 19
Cukup Jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Hal-hal yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia antara lain
format laporan dan tata cara pelaporan.
Pasal 21
Cukup Jelas.
-
7
-
Pasal 22
Cukup Jelas.
Pasal 23
Cukup Jelas.
Pasal 24
Cukup Jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4898
AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH BIL WAKALAH Nomor: 0000/ MRBH/LEGAL/I/2017
Akad Pembiayaan Murabahah ini dibuat dan ditandatangani pada hari Jumat
tanggal 21-04-2017 (Dua puluh satu april dua ribu tujuh belas), yang diadakan
oleh dan antara pihak-pihak :
1. Abdul Rouf, Lahir di Bojonegoro, pada tanggal 15 Oktober 1993 (Lima Belas
Oktober Seribu Sembilan Ratus Sembilan Puluh Tiga) bertempat tinggal di
Malang ,RT 03 RW 08, Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang,
Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor: 09876454738393, Warga Negara
Indonesia, dalam hal ini bertindak dalam jabatanya selaku Pemimpin Cabang PT.
BANK BRISYARIAH berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. BANK
BRISYARIAH KCP. Pandaan Tanggal 15 (Lima Belas) Januari 2015 (dua ribu lima
belas) Nomor NOKEP : 64748292101918 dan Surat Kuasa Subtitusi Pemimpin Cabang
PT BANK BRISYARIAH MALANG No.B. 13242098468 Tanggal 12 Juni 2009
serta Akta Kuasa Direksi PT. BANK BRISYARIAH tanggal 23-05-2011 (dua puluh
tiga Mei dua ribu sebelas) Nomor 75 yang dibuat dihadapan Pudji Redjeki Irawati, S.H.,
Notaris di Jakarta, dengan demikian berwenang bertindak untuk dan atas nama
PT. BANK BRISYARIAH berkedudukan di Jakarta Pusat yang anggaran dasarnya
telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 28-05-1971
(duapuluh delapan Mei seribu sembilan ratus tujuh puluh satu) Nomor: 43
Tambahan Nomor: 242, dan telah mengalami beberapa kali perubahan, perubahan
angggaran dasar dimuat dalam Akta tertanggal 31-08-2016 (tiga puluh satu
agustus dua ribu enam belas) Nomor: 52 yang dibuat dihadapan Fathiah Helmi S.H
Notaris di Jakarta, dan telah mendapat persetujuan sebagaimana ternyata dalam Surat
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tertanggal
01-09-2016 (satu september dua ribu enam belas) nomor : AHU- AH.01.03-
0075875 Tahun 2016
- Untuk selanjutnya disebut “BANK”
2. Wina Subagyo , pekerjaan pedagang, beralamat dan bertempat tinggal di
Petungasri, Kec Pandaan , Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur,
pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor 87645382927 ; dan untuk melakukan
perbuatan hukum dalam Akad ini telah mendapat persetujuan dari suaminya
Wawan Subagyo, pekerjaan buruh pabrik, beralamat dan bertempat tinggal
sama dengan istrinya,pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor 78466272882
yang turut hadir serta menandatangani Akad ini;
-Untuk selanjutnya disebut "NASABAH
BANK dan NASABAH, selanjutnya bersama-sama disebut Para Pihak dan masing-masing pihak sebagaimana kedudukannya tersebut di atas terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut:
- Bahwa NASABAH telah mengajukan permohonan Fasilitas Pembiayaan Murabahah (untuk selanjutnya disebut Fasilitas Murabahah) kepada BANK untuk membeli
Barang (sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 Akad ini) dan sebagaimana ternyata dari Surat/Aplikasi Permohonan Pembiayaan, permohonan mana telah disetujui oleh BANK melalui Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan Nomor B. .....-KCP-PSRN/KMG/01/2017 tertanggal 10 Februari 2017 (selanjutnya disebut “Surat Persetujuan Prinsip”) yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
- Bahwa menurut ketentuan Syariah, pembiayaan oleh BANK kepada NASABAH berlangsung sebagai berikut:
1. NASABAH untuk dan atas nama BANK telah melaksanakan kewajibannya berdasarkan Akad Wakalah nomor 99/WAKALAH/LEGAL/I/2017 tanggal 18 April 2017 sehingga secara prinsip Barang telah menjadi milik BANK.
2. Selanjutnya BANK memberikan pembiayaan atas dasar Akad ini kepada NASABAH selama jangka waktu tertentu dan karenanya NASABAH berhutang kepada BANK.
Selanjutnya Para Pihak pihak setuju menuangkan kesepakatan ini dalam Akad Pembiayaan Murabahah (selanjutnya disebut “Akad”) untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh Para Pihak, dengan syarat-syarat dan ketentuan sebagai berikut:
PASAL 1 BARANG
Para Pihak sepakat bahwa spesifikasi Barang dalam Akad ini adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 Akad ini;
PASAL 2
FASILITAS PEMBIAYAAN DAN HARGA
1. BANK menyediakan Barang melalui pemberian Fasilitas Pembiayaan sesuai permintaan NASABAH dan NASABAH dengan ini mengakui dengan sebenarnya dan secara sah menerima pemberian Fasilitas Pembiayaan dari BANK dan karenanya berhutang kepada BANK dengan rincian sebagai berikut:
Harga Beli : Rp 30.000.000,-
Margin : Rp. 5.000.000,-
Harga Jual BANK : Rp.31.000.000,-
Uang muka NASABAH : Rp.10.000.000,-
Total Hutang/Kewajiban NASABAH : Rp 35.000.000,-
(Tiga Puluh Lima Juta Rupiah ).
2. Total Hutang/Kewajiban NASABAH kepada BANK sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini telah disepakati pada saat ini dan oleh karena itu tidak dapat berubah.
3. Total Hutang/Kewajiban NASABAH kepada BANK sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini tidak termasuk biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pembuatan Akad ini, seperti biaya administrasi, Notaris/PPAT, meterai dan biaya-biaya lainnya, yang oleh Para Pihak telah disepakati dibebankan sepenuhnya kepada NASABAH.
4. Dalam hal terdapat Diskon Pemasok setelah akad ini ditandatangani, maka diskon tersebut akan dibagi antara BANK dan NASABAH berdasarkan kesepakatan yang akan diatur kemudian oleh Para Pihak.
PASAL 3 PENGAKUAN HUTANG DAN PENYERAHAN BARANG JAMINAN
1. Berkaitan dengan Akad ini, selama pembayaran kewajiban / hutang sehubungan
dengan Fasilitas Pembiayaan sebagaimana dimaksud Pasal 2 Akad ini belum dilunasi seluruhnya oleh NASABAH kepada BANK, maka NASABAH dengan ini mengaku secara sah berhutang kepada BANK sebagaimana BANK menerima pengakuan hutang tersebut dari NASABAH sebesar kewajiban dan/atau hutang yang belum dibayar lunas oleh NASABAH.
2. Bila dikehendaki oleh BANK, maka NASABAH setuju dan mengikat diri untuk menandatangani Surat Pengakuan Hutang secara Notaril atas setiap kewajiban / hutang NASABAH kepada BANK, yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan Akad ini. NASABAH setuju bahwa Surat Pengakuan Hutang tersebut, setelah ditandatangani akan menjadi alat bukti yang sah dan mengikat atas kewajiban pembayaran NASABAH kepada BANK
3. Guna menjamin tertib pembayaran atau pelunasan hutang sebagaimana dimaksud ayat 1 Pasal ini tepat pada waktu yang telah disepakati oleh Para Pihak berdasarkan Akad ini, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membuat dan menandatangani akta pengikatan jaminan dan dengan ini menyerahkan Barang Jaminan/daftar tagihan atau daftar barang yang dijaminkan
kepada BANK berupa : BPKB
4. NASABAH setuju untuk membuat akta pengikatan jaminan secara di bawah tangan sebagaimana dipersyaratkan oleh BANK dan menyerahkan asli dari dokumen jaminan dan/atau bukti kepemilikan barang jaminan kepada BANK.
5. Apabila berdasarkan pertimbangan BANK, nilai dari barang-barang jaminan sebagaimana dimaksud dalam Dokumentasi Jaminan tidak lagi cukup untuk menjamin pembayaran kewajiban/hutang NASABAH kepada BANK, maka atas permintaan pertama dari BANK, NASABAH wajib menambah barang jaminan lainnya yang disetujui BANK.
6. Setelah seluruh kewajiban pembayaran NASABAH dinyatakan lunas oleh BANK atau dalam hal berdasarkan pertimbangan BANK, barang-barang jaminan sudah tidak diperlukan lagi sebagai jaminan, maka BANK akan mengembalikan bukti kepemilikan dan barang jaminan tersebut kepada NASABAH/PENJAMIN.
PASAL 4
JANGKA WAKTU, PEMBAYARAN DAN DENDA
1. Fasilitas Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Akad ini yang disertai dengan adanya Surat Permohonan Realisasi Pencairan Dana (SPRDP) sebagai mana dimaksud pada Lampiran 2 dan Surat Sanggup (Lampiran 3) serta dokumen lainnya, wajib dibayar lunas seluruhnya secara mengangsur oleh NASABAH kepada BANK dalam jangka waktu 48 ( Empat puluh delapan) bulan.
2. NASABAH wajib membayar angsuran atas Fasilitas Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini pada setiap bulannya sebagaimana diuraikan dalam Jadwal Angsuran (Lampiran 4) Akad ini yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dengan Akad ini. Angsuran tersebut harus dilakukan pada setiap tanggal yang sama dengan tanggal yang ditentukan BANK sampai dengan dilunasinya seluruh kewajiban oleh NASABAH.
3. Dalam hal pembayaran Fasilitas Pembiayaan jatuh bukan pada Hari Kerja Bank dimana pembayaran harus dilaksanakan, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyediakan dana atau melakukan pembayaran tersebut pada tanggal sebelumnya yang merupakan Hari Kerja Bank.
4. Atas keterlambatan kewajiban pembayaran NASABAH kepada BANK, maka BANK akan mengenakan denda sebesar Rp. 0,- (Nol rupiah) per hari, terhitung sejak pembayaran itu jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran tersebut dilunasi seluruhnya dan denda tersebut akan disalurkan oleh BANK untuk dana sosial.
5. NASABAH wajib membayar kepada BANK, biaya Administrasi sebesar Rp.0- pada saat Akad ini ditandatangani.
6. NASABAH akan melakukan pembayaran Fasilitas Pembiayaan dan ganti rugi atas biaya-biaya lain jika ada secara tertib dan teratur.
7. Dalam hal NASABAH akan melakukan pelunasan yang dipercepat maka kewajiban NASABAH yang harus dilunasi adalah sebesar sisa hutang/kewajiban NASABAH sebagaimana tertera dalam catatan/administrasi yang ada pada BANK.
PASAL 5
HUKUM YANG BERLAKU
Pelaksanaan Akad ini tunduk kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan ketentuan syariah yang berlaku bagi BANK, termasuk tetapi tidak terbatas pada Peraturan Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
PASAL 6 PENYELESAIAN PERSELISIHAN
1. Apabila di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum di dalam Akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat.
2. Dalam hal, penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pasal ini tidak mencapai kesepakatan, maka Para Pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan Agama ditempat Akad ini dibuat dengan kemudian tidak mengurangi hak Bank untuk memilih Pengadilan Agama lain dalam wilayah Negara Republik Indonesia..
PASAL 7 JANGKA WAKTU AKAD
Akad ini berlaku untuk jangka waktu 48 (empat puluh delapan ) bulan terhitung sejak tanggal ditandatanganinya Akad ini ditambah dengan selisih hari antara tanggal ditandatanganinya Akad ini dengan tanggal realisasi fasilitas pembiayaaan.
PASAL 8 PEMBERITAHUAN
1. Setiap pemberitahuan dan komunikasi lainnya sehubungan dengan Akad ini dianggap telah disampaikan secara baik apabila dikirim per-surat tercatat, berperangko atau disampaikan pribadi dengan tanda terima kepada, alamat di bawah ini dan sewaktu-waktu dapat diubah oleh salah satu pihak dan memberitahukan kepada pihak lainnya.
BANK / Pemberi Kuasa
Nama : PT BANK BRISYARIAH KCP PANDAAN Alamat : Jl. Ahmad Yani No. 89 Telp./Fax : (0343) 637188 NASABAH / Penerima Kuasa
Nama : Wina Subagyo Alamat : Petungasri Pandaan Telp./Fax : 085707604502
2. Surat menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan dianggap telah diterima
berdasarkan bukti pengiriman pos tercatat atau bukti penerimaan yang ditanda tangani oleh pihak-pihak yang berhak mewakili BANK atau NASABAH.
3. Dalam hal terjadi perubahan alamat dari alamat tersebut di atas atau alamat terakhir yang tercatat pada masing-masing pihak, maka perubahan tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada pihak lain dalam Akad ini selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelum terjadinya perubahan alamat yang dimaksud. Jika perubahan alamat tersebut tidak diberitahukan, maka surat menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan berdasarkan Akad ini dianggap telah diberikan sebagaimana mestinya dengan dikirimnya surat atau pemberitahuan itu dengan pos “tercatat’’ atau melalui perusahaan ekspedisi (kurir) yang ditujukan ke alamat tersebut di atas atau alamat terakhir yang diketahui/tercatat pada masing-masing pihak.
PASAL 9 KETENTUAN PENUTUP
1. BANK dan NASABAH dengan ini, sepakat dan setuju untuk memberlakukan seluruh
ketentuan-ketentuan yang diatur di Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan
Nomor B. 99-KCP-PSRN/KMG/01/2017 tertanggal 10 Februari 2017 karenanya dokumen/surat tersebut mengikat NASABAH yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Akad ini.
2. Seluruh Lampiran dari Akad ini merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
3. Sebelum Akad ini ditandatangani oleh NASABAH, NASABAH mengakui dengan sebenarnya dan menjamin BANK, bahwa NASABAH telah membaca dengan cermat atau dibacakan kepadanya seluruh isi Akad ini berikut semua surat dan/atau dokumen dan/atau Syarat-Syarat dan Ketentuan-Ketentuan Umum Pembiayaan Murabahah PT BANK BRISYARIAH yang telah diterima oleh NASABAH dan menjadi Lampiran Akad sehingga Akad ini berlaku pula sebagai tanda terimanya, oleh karena itu NASABAH memahami sepenuhnya segala yang akan menjadi akibat hukum setelah NASABAH menandatangani Akad ini.
4. Akad ini mengikat Para Pihak yang sah, para pengganti atau pihak-pihak yang menerima hak dari masing-masing Para Pihak.
5. Akad ini memuat, dan karenanya menggantikan semua pengertian dan kesepakatan yang telah dicapai oleh Para Pihak sebelum ditandatanganinya Akad ini, baik tertulis maupun lisan, mengenai hal yang sama.
6. Jika salah satu atau sebagian ketentuan-ketentuan dalam Akad ini menjadi batal atau tidak berlaku, maka tidak mengakibatkan seluruh Akad ini menjadi batal atau tidak berlaku seluruhnya.
7. Kelalaian atau keterlambatan BANK dalam melaksanakan haknya berdasarkan Akad ini atau dokumen-dokumen lain yang dibuat berdasarkan Akad ini tidak boleh ditafsirkan bahwa BANK telah melepaskan hak-hak tersebut.
8. Para Pihak mengakui bahwa judul pada setiap pasal dalam Akad ini dipakai hanya untuk memudahkan pembaca Akad ini, karenanya judul tersebut tidak memberikan penafsiran apapun atas isi Akad ini.
9. Apabila ada hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Akad ini, maka BANK dan NASABAH akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk mufakat dalam suatu Akad tambahan (Addendum) yang ditandatangani oleh Para Pihak.
10. Tiap Akad tambahan (Addendum) dari Akad ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas serta dilandasi dengan itikad baik, maka Akad ini dibuat dan ditanda tangani oleh Para Pihak, bermeterai cukup, di Pasuruan, pada hari dan tanggal yang telah disebutkan di awal Akad ini.
BANK `` NASABAH
Meterai Rp. 6.000,-
ABDUL ROUF WINA SUBAGYO WAWAN SUBAGYO
Pemimpin KCP PANDAAN Nasabah Suami
AKAD WAKALAH Tentang
PEMBELIAN BARANG DALAM RANGKA PEMBIAYAAN MURABAHAH No: 99 /WAKALAH/LEGAL/I/2017
Akad Pembiayaan Murabahah ini dibuat dan ditandatangani pada hari Selasa
tanggal 18 April 2017 (delapan belas April dua ribu tujuh belas), yang
diadakan oleh dan antara pihak-pihak :
3. Abdul Rouf, Lahir di Bojonegoro, pada tanggal 15 Oktober 1993 ( Lima Belas
Oktober Seribu Sembilan Ratus Sembilan Puluh Tiga) bertempat tinggal di
Malang ,RT 03 RW 08, Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang,
Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor: 09876454738393, Warga Negara
Indonesia, dalam hal ini bertindak dalam jabatanya selaku Pemimpin Cabang PT.
BANK BRISYARIAH berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. BANK
BRISYARIAH KCP. Pandaan Tanggal 15 (Lima Belas) Januari 2015 (dua ribu lima
belas) Nomor NOKEP : 64748292101918 dan Surat Kuasa Subtitusi Pemimpin Cabang
PT BANK BRISYARIAH MALANG No.B. 13242098468 Tanggal 12 Juni 2009 serta
Akta Kuasa Direksi PT. BANK BRISYARIAH tanggal 23-05-2011 (dua puluh tiga Mei
dua ribu sebelas) Nomor 75 yang dibuat dihadapan Pudji Redjeki Irawati, S.H., Notaris
di Jakarta, dengan demikian berwenang bertindak untuk dan atas nama PT. BANK
BRISYARIAH berkedudukan di Jakarta Pusat yang anggaran dasarnya telah
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 28-05-1971
(duapuluh delapan Mei seribu sembilan ratus tujuh puluh satu) Nomor: 43
Tambahan Nomor: 242, dan telah mengalami beberapa kali perubahan, perubahan
angggaran dasar dimuat dalam Akta tertanggal 31-08-2016 (tiga puluh satu
agustus dua ribu enam belas) Nomor: 52 yang dibuat dihadapan Fathiah Helmi S.H
Notaris di Jakarta, dan telah mendapat persetujuan sebagaimana ternyata dalam Surat
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tertanggal
01-09-2016 (satu september dua ribu enam belas) nomor : AHU- AH.01.03-
0075875 Tahun 2016
- Untuk selanjutnya disebut “BANK”
4. Wina Subagyo , pekerjaan pedagang, beralamat dan bertempat tinggal di
Petungasri, Kec Pandaan , Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur,
pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor 87645382927 ; dan untuk melakukan
perbuatan hukum dalam Akad ini telah mendapat persetujuan dari suaminya
Wawan Subagyo, pekerjaan buruh pabrik, beralamat dan bertempat tinggal
sama dengan istrinya,pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor 78466272882
yang turut hadir serta menandatangani Akad ini;
-Untuk selanjutnya disebut "NASABAH/Penerima Kuasa”.
BANK / Pemberi Kuasa dan NASABAH / Penerima Kuasa selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pihak dan masing-
masing pihak sebagaimana kedudukannya tersebut di atas terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut : a. Bahwa BANK merupakan Perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas yang bergerak
dalam kegiatan usaha jasa perbankan dengan prinsip Syariah yang salah satu usahanya adalah menyalurkan fasilitas pembiayaan.
b. Bahwa NASABAH telah mengajukan permohonan Pembiayaan Murabahah untuk pembelian Barang dengan spesifikasi sebagaimana diuraikan dalam Pasal 3 Akad ini.
Bahwa dalam rangka pembelian Barang, BANK bermaksud untuk menunjuk NASABAH selaku Penerima Kuasa untuk bertindak untuk dan atas nama BANK dalam membeli Barang dari Pemasok berkaitan dengan pemberian fasilitas Pembiayaan Murabahah yang akan diberikan BANK selaku Pemberi Kuasa.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Para Pihak yang bertandatangan di bawah ini sepakat untuk mengikatkan diri dalam Akad ini dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
PASAL 1 DEFINISI
Kecuali ditentukan lain, maka definisi dari istilah-istilah berikut ini adalah: 1. Barang : adalah barang-barang yang dibeli BANK dengan
spesifikasi dan jenis sebagaimana diuraikan dalam pasal 3 dari Akad ini/ Formulir Spesifikasi Barang yang merupakan Lampiran dari Akad ini dan karenanya merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dengan Akad ini.
2. Dana Pembelian : adalah sejumlah dana BANK yang diserahkan kepada Penerima Kuasa untuk membeli Barang.
3. Hari Kerja BANK : adalah hari dimana BANK Indonesia beroperasional dan BANK-BANK di Indonesia melakukan transaksi kliring.
4.Jangka Waktu Penyerahan : adalah Jangka waktu bagi Penerima Kuasa untuk
menyerahkan Barang berikut dokumen bukti kepemilikan Barang kepada BANK secara prinsip yaitu selambat-lambatnya 3 (tiga) Hari Kerja BANK sejak ditandatanganinya Akad ini atau jangka waktu lain yang disepakati oleh Para Pihak.
5. Pemasok : adalah pihak ketiga yang ditunjuk atau disetujui oleh BANK untuk menyediakan Barang.
6. Pembiayaan Murabahah : Fasilitas Pembiayaan Pembelian Barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
11. Wakalah : Pemberian kuasa dan kewenangan oleh BANK selaku Pemberi Kuasa kepada Penerima Kuasa untuk melakukan pembelian Barang dengan syarat dan ketentuan sebagaimana diatur dalam Akad ini.
PASAL 2 MAKSUD DAN TUJUAN
BANK dengan ini memberikan kuasa dan kewenangan kepada Penerima Kuasa tanpa hak substitusi untuk membeli Barang dan Penerima Kuasa dengan ini menerima baik pemberian kuasa dan kewenangan dari BANK untuk membeli Barang untuk kepentingan BANK.
PASAL 3 BARANG
Para Pihak sepakat bahwa spesifikasi Barang dalam Akad ini adalah “Pembelian Peralatan Rumah Tangga”.
PASAL 4 DANA PEMBELIAN BARANG
1. Untuk dapat mencapai maksud dan tujuan Akad sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 Akad ini, BANK memberikan kuasa kepada NASABAH untuk membeli Barang dengan Dana Pembelian sebesar Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).
2. Dengan telah diterimanya Dana Pembelian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini, maka Akad ini berlaku pula sebagai tanda terima uang yang telah diterima oleh Penerima Kuasa dari BANK.
3. Para Pihak senantiasa menjaga agar penggunaan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini sesuai dengan maksud dan tujuan Akad sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Akad ini.
PASAL 5 KUASA DAN KEWENANGAN PENERIMA KUASA
Sehubungan dengan maksud dan tujuan Akad ini, BANK memberikan kuasa dan kewenangan kepada Penerima Kuasa khusus untuk dan atas nama BANK melakukan perbuatan-perbuatan sebagai berikut: 1. melakukan analisa atas kondisi Barang sehingga Barang dibeli sesuai dengan
spesifikasi yang diharapkan BANK dan dalam keadaan yang baik tanpa cacat baik tersembunyi atau tidak tersembunyi.
2. Melakukan dan mengamankan transaksi pembelian Barang kepada pihak pemilik Barang (Pemasok) sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku.
3. Mencantumkan identitas Penerima Kuasa dalam setiap dokumen-dokumen terkait dengan pembelian barang.
4. Memberikan pembayaran, menerima Barang, menerima kwitansi, dokumen pemilikan Barang dan dokumen perijinannya, dan menerima dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan Barang, serta menandatangani dokumen-dokumen berkaitan dengan pembelian Barang serta perbuatan hukum lain yang dianggap perlu oleh Penerima Kuasa.
5. Menyerahkan Barang dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pembelian Barang kepada BANK dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak ditandatanganinya Akad ini atau jangka waktu lain yang disepakati oleh Para Pihak.
4. Memberikan laporan tertulis mengenai perkembangan pembelian dan penyediaan
Barang bilamana terdapat kesulitan dalam hal penyediaan Barang.
PASAL 6 SANKSI
1. Dalam hal Penerima Kuasa tidak dapat menyediakan dan menyerahkan Barang
dalam jangka waktu yang telah disepakati bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Akad ini, maka pemberian kuasa berdasarkan Akad ini menjadi berakhir dan Penerima Kuasa dengan ini setuju untuk menerima sanksi dari BANK baik sebagian maupun seluruh sanksi berupa: a. Mengembalikan seluruh dana yang telah diterima Penerima Kuasa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 Akad ini kepada BANK secara sekaligus dan seketika atas permintaan pertama dari BANK.
b. Memberi ganti rugi atas seluruh biaya yang telah dikeluarkan BANK berkaitan dengan pembelian Barang.
2. Dalam hal menurut pertimbangan BANK sendiri, hal mana cukup dibuktikan dengan lewatnya Jangka Waktu Penyerahan Barang, pihak Penerima Kuasa tidak dapat menyediakan dan menyerahkan Barang kepada BANK dan Penerima Kuasa tidak juga mengembalikan dana yang telah ditermanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Akad ini dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja BANK sejak lewatnya jangka waktu penyerahan Barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 5, maka BANK berhak untuk : a. Melakukan teguran baik secara tertulis maupun melalui media massa kepada
Penerima Kuasa untuk segera memenuhi kewajibannya. b. Melakukan tindakan hukum apapun kepada Penerima Kuasa oleh karena
Penerima Kuasa dianggap telah melakukan tindak pidana dan/atau wanprestasi.
PASAL 7 PENYELESAIAN PERSELISIHAN
1. Apabila di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal
yang tercantum di dalam Akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat.
2. Dalam hal, penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pasal ini tidak mencapai kesepakatan, maka Para Pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan Agama ditempat Akad ini dibuat dengan kemudian tidak mengurangi hak Bank untuk memilih Pengadilan Agama lain dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
PASAL 8
KETENTUAN PENUTUP 1. Setiap perubahan dan/atau penambahan dan/atau Lampiran atas Akad ini harus
dibuat dan disetujui oleh Para Pihak, dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh masing masing Pihak serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
2. Akad ini berakhir bilamana segala hak dan kewajiban BANK dan Penerima Kuasa telah dilaksanakan seluruhnya berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Akad ini.
3. Setiap pemberitahuan permintaan atau pemberian persetujuan antara kedua belah pihak yang dapat dilakukan menurut Akad ini harus dilakukan secara tertulis melalui korespodensi dengan alamat Para Pihak sebagai berikut :
BANK / Pemberi Kuasa
Nama : PT BANK BRISYARIAH KCP PANDAAN
Alamat : Jl. Ahmad Yani No. 89 Telp./Fax : (0343) 637188 NASABAH / Penerima Kuasa
Nama : Wina Subagyo Alamat : Petungasri Pandaan Telp./Fax : 085707604502
Surat menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan dianggap telah diterima berdasarkan bukti pengiriman pos tercatat atau bukti penerimaan yang ditanda tangani oleh pihak-pihak yang berhak mewakili BANK atau NASABAH.
Dalam hal terjadi perubahan alamat dari alamat tersebut di atas atau alamat terakhir yang tercatat pada masing-masing pihak, maka perubahan tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada pihak lain dalam Akad ini selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelum terjadinya perubahan alamat yang dimaksud. Jika perubahan alamat tersebut tidak diberitahukan, maka surat menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan berdasarkan Akad ini dianggap telah diberikan sebagaimana mestinya dengan dikirimnya surat atau pemberitahuan itu dengan pos “tercatat’ atau melalui perusahaan ekspedisi (kurir) yang ditujukan ke alamat tersebut di atas atau alamat terakhir yang diketahui/tercatat pada masing-masing pihak. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas serta dilandasi dengan itikad baik dari Para Pihak, maka Akad ini dibuat dan ditanda tangani oleh Para Pihak bermeterai cukup, di Pasuruan, pada hari dan tanggal yang telah disebutkan di awal Akad ini. BANK / Pemberi Kuasa NASABAH / Penerima Kuasa Menyetujui Meterai Rp.6000,-
ABDUL ROUF WINA SUBAGYO WAWAN
SUBAGYO
Pemimpin KCP PANDAAN Nasabah
Suami
ADDENDUM AKAD PEMBIAYAAN
Nomor : /KC – MLG-Kawi/ADD-MRBH/II/2017
Addendum Akad Pembiayaan ini (Selanjutnya disebut Addendum) dibuat dan
ditandatangani pada hari Senin tanggal 01 bulan Mei tahun dua ribu tujuh
belas (01-05-2017), yang dibuat oleh dan antara:
1. Abdul Rouf, lahir di Bojonegoro, pada tanggal 15 Oktober 1993 (Lima
Belas Oktober Seribu Sembilan Ratus Sembilan Puluh Tiga),
bertempat tinggal di Malang, RT 03 RW 08, Kelurahan Merjosari,
Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Propinsi Jawa Timur Pemegang
Kartu Tanda Penduduk Nomor : 09876454738393; dalam hal ini bertindak
dalam jabatannya selaku Pemimpin Cabang Pembantu PT. BANK
BRISYARIAH Malang berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. BANK
BRISYARIAH 15 (Lima Belas) Januari 2015 (dua ribu lima belas) Nomor
NOKEP : 64748292101918 dan Akta Kuasa Direksi PT. BANK
BRISYARIAH tanggal 23-05-2011 (dua puluh tiga Mei dua ribu sebelas)
Nomor 75 yang dibuat dihadapan Pudji Redjeki Irawati, S.H., Notaris di
Jakarta, dengan demikian berwenang bertindak untuk dan atas nama PT.
BANK BRISYARIAH berkedudukan di Jakarta Pusat yang anggaran
dasarnya telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia
tanggal 28-05-1971 (duapuluh delapan Mei seribu sembilan ratus tujuh
puluh satu) Nomor: 43 Tambahan Nomor: 242, dan telah mengalami
beberapa kali perubahan, perubahan angggaran dasar dimuat dalam Akta
tertanggal 31-08-2016 (tiga puluh satu agustus dua ribu enam belas)
Nomor: 52 yang dibuat dihadapan Fathiah Helmi S.H Notaris di Jakarta,
dan telah mendapat persetujuan sebagaimana ternyata dalam Surat
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
tertanggal 01-09-2016 (satu september dua ribu enam belas) nomor :
AHU- AH.01.03-0075875 Tahun 2016, Untuk selanjutnya disebut
“BANK”, untuk selanjutnya disebut “BANK/Pemberi Kuasa” . -------------
----------------------------------Untuk selanjutnya disebut “BANK”-----------------
------------------
3. Nyonya Wina Subagyo, beralamat di Petungasri, Kec Pandaan , Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur, pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor 87645382927 dalam melakukan tindakan hukum dalam akad ini mendapat persetujuan dari suami Tuan Wawan Subagyo yang beralamat sama dengan suaminya pemegang Kartu Tanda Penduduk No. 78466272882;-------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------Untuk selanjutnya disebut “NASABAH”-----------------
------------------
Bahwa BANK dan NASABAH dengan ini menerangkan terlebih dahulu hal-hal
sebagai berikut :
5. Bahwa oleh dan antara BANK dan NASABAH telah ditandatangani Perjanjian Murabahah No. 31 tanggal 21 April 2017, dengan Plafon Rp 800.000.000,- ( Delapan ratus juta rupiah) yang dibuat dihadapan Nur Fitriani,S.H.M.Kn, Notaris di Malang berikut dengan segenap perubahan, penambahan, pembaruan dan pelengkap dari padanya.
6. Bahwa oleh dan antara BANK dan NASABAH telah ditandatangani Perjanjian
Addendum Persyaratan kembali Murabahah No. 103 tanggal 01 Mei 2017, dengan Plafon Rp 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) yang dibuat secara bawah tangan di Malang berikut dengan segenap perubahan, penambahan, pembaruan dan pelengkap dari padanya.
7. Bahwa NASABAH dan BANK menyetujui untuk melakukan pengubahan
ketentuan - ketentuan) pada Jangka Waktu Akad terkait: 4. Spesifikasi barang
8. Bahwa Nasabah dalam hal ini atas pembiayaan sebagaimana tertuang dalam akad tersebut diatas mengajukan permohonan persyartan kembali spesifikasi barang
9. Bahwa terhadap maksud Nasabah tersebut di atas, Bank menyetujui maksud tersebut sebagaimana tertuang dalam Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan (SP3) No B. tanggal 20-03 2009 tentang persyaratan kembali spesifikasi barang
10. Bahwa kecuali ditentukan lain dalam Addendum ini, maka semua istilah,
pengertian dan definisi yang dipergunakan dalam Addendum ini mempunyai arti dan maksud yang sama dengan Akad dan Addendum ini.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas PARA PIHAK dengan ini sepakat dan setuju
untuk melakukan perubahan terhadap syarat dan ketentuan dalam Akad
Pembiayaan ke dalam Addendum Akad dengan ketentuan dan syarat-syarat
sebagai berikut :
BANK dan NASABAH telah saling setuju untuk:
12. Merubah ketentuan dalam Pasal 1 ayat 2 Pada Akad terkait menjadi :
Pasal 1 ayat 2
“Jangka waktu Fasilitas Pembiayaan ini diperpanjang dalam jangka waktu 1
(bulan) bulan terhitung sejak tanggal Akad ini ditandatangani ditambah
selisih waktu antara tanggal ditandatanganinya Akad ini dengan tanggal
realisasi Fasilitas Pembiayaan”.
Sehingga akad akan berakhir pada tanggal 11 Juli 2016
13. Addendum ini merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisah dari Akad Musyarakah dan atau Akad dan Semua ketentuan-ketentuan dalam Akad yang tidak diubah dengan Addendum ini dinyatakan tetap berlaku dan dengan demikian tetap mempunyai kekuatan hukum yang mengikat terhadap BANK dan NASABAH.
Demikian, Akad ini dibuat dan ditandatangani di Malang oleh BANK dan NASABAH di atas kertas yang bermeterai cukup dalam dua rangkap, yang masing-masing disimpan oleh BANK dan NASABAH, dan masing-masing berlaku sebagai aslinya.
BANK NASABAH
Materai
…......................................... ..............................
Pemimpin cabang Pembantu
Mengetahui dan Menyetujui
….............................
BERITA ACARA PENGIKATAN
Nama nasabah : PULIH HERBIANTO
Alamat Kantor : Jl Beji RT 001 RW 004 Beji Jenu
Plafon Perpanjangan: Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah)
Tanggal : 10 Juni 2016
NO. NAMA Tanda Tangan
1. PULIH HERBIANTO
2. Sukesi Listiawati
3. RACHMAT WIBISONO
4. Adita Pratiwi
5. Agus Iwan S
6.
7.
SURAT KUASA DEBET
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Tawwabin
Alamat : Jl Beji RT 001 RW 004 Beji Jenu
Dengan ini memberi kuasa kepada PT. Bank BRISYARIAH untuk melakukan
pendebetan rekening saya nomor : 1013307373, untuk keperluan membayar
angsuran per bulan yang tercantum di jadwal angsuran dan biaya – biaya yang
telah disepakati pada Perjanjian Addendum Musyarakah Restrukturisasi No
025/KCP-WIYUNG/ADD-MUSY/11/2015 tanggal 30 November 2015 dan besar
pendebetan sebagai berikut :
No. Untuk Keperluan Jumlah (Rp)
1. Pembayaran Angsuran per bulan Berdasarkan Jadwal Angsuran yang
di sepakati.
2. Biaya Asuransi Jiwa Rp. 0 ,-
3. Biaya Asuransi Kerugian Rp. 850.000,-
4. Biaya Percetakan & Administrasi Rp. 0,-
5. Biaya Materai @ Rp. 6.000,- Rp. 0,-
6. Biaya Notaris Rp. 250.000 ,-
7. Blokir 1x Angsuran Rp. 0 ,-
JUMLAH Rp. 1.100.000 ,-
Surabaya, 30 November 2015
Nasabah
meterai 6000
Tawwabin
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nur Fitriani
Tempat, Tanggal Lahir : Pasuruan, 29 Maret 1995
Alamat : Jl. Bypass 02/09 Perungasri
Pandaan Pasuruan
Domisili : Pondok Pesantren Al-Azkiya (Jl.
Joyousko Metro Gang 2 no.48
Lowokwaru Malang)
Riwayat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Sekolah/Universitas
SD SD Inovatif Pandaan
SMP SMP Maarif Pandaan
SMA SMA Maarif Pandaan
S1 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Riwayat Organisasi
Organisasi Jabatan
Tim Redaksi Majalah Dinding SMP Maarif Editor
KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) QUANTUM Ketua
Himpunan Mahasiswa Alumni SMARIFDA Bendahara
Korps PMII Putri Rayon “Radikal” Al-Faruq Ketua
Korps PMII Putri Komisariat Sunan Ampel Ketua