BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amonia (NH3) adalah gas beracun dan tak bewarna dengan bau mengiritasi yang khas.
Walaupun gas ini digunakan dalam banyak kasus sebagai larutan amonia dalam air, yakni
dengan dilarutkan dalam air, amonia cair juga digunakan sebagai pelarut non-air untuk reaksi
khusus. Sejak dikembangkannya proses Harber-Bosch untuk sintesis amonia di tahun 1913,
amonia telah menjadi senyawa yang paling penting dalam industri kimia dan digunakan
sebagai bahan baku banyak senyawa yang mengandung nitrogen. Amonia juga digunakan
sebagai refrigeran (di lemari pendingin), selain itu dalam pembuatan polimer dan bahan
letupan.
Gas yang tidak bewarna ini bau yang menyengat dapat dengan mudah dicairkan. Bahkan
bentuk cair senyawa ini digunakan sebagai pupuk nitrogen. Amonia juga digunakan untuk
memproduksi urea (NH2CONH2), yang juga digunakan sebagai pupuk dalam industri plastik,
dan dalam industri peternakan sebagai suplemen makanan ternak. Amonia sering merupakan
senyawa pertama untuk banyak senyawa nitrogen.
Dasar teori pembuatan amonia dari nitrogen dan hydrogen ditemukan oleh Fritz Haber
(1908), seorang ahli kimia dari Jerman. Sedangkan proses industri pembuatan amonia untuk
produksi secara besar-besaran ditemukan oleh Carl Bosch, seorang insinyur kimia juga dari
Jerman. Persamaan termokimia reaksi sintesis amonia adalah :
N2(g) + 3H2(g) ⇄ 2NH3(g) ∆H = -92,22 Kj Pada 25oC : Kp = 6,2×105
Fritz Haber, ya, dialah ilmuwan terkenal di balik pesatnya industri amonia. Fritz Haber
adalah orang pertama yang berhasil memfiksasi amonia di laboratorium. Bersama rekannya
Carl Bosch, seorang ahli teknik kimia, mereka mendesain industri amonia yang dapat
memproduksi amonia dalam jumlah besar. Atas kontribusi yang besar dalam bidang sintesis
amonia, Fritz Haber dianugrahi hadiah Nobel kimia pada tahun 1918.
Pada awal pengembangan industri amonia, Fritz Haber bekerja sama dengan Carl Bosch
mendesain suatu pabrik amonia untuk memproduksi amonia dalam skala besar. Carl Bosch
menyarankan Fritz Haber agar tidak menggunakan temperatur reaksi yang terlalu rendah. Jika
temperatur reaksi terlalu rendah maka reaksi akan berjalan dengan lambat dan tentunya hal
ini tidak efisien dalam industri kimia. Bosch juga mengusulkan untuk menggunakan tekanan
yang tidak terlalu tinggi. Tekanan yang terlalu tinggi dapat meningkatkan resiko kecelakaan
akibat ledakan dan meningkatkan biaya konstruksi pabrik. Karena itu Bosch berusaha
merancang pabrik yang dapat memproduksi amonia dengan tekanan 10 sampai 100 Mpa dan
suhu 100-500oC. Setelah lima tahun bekerja sama, mereka berhasil membuat desain industri
amonia yang diserahkan kepada perusahaan BASF. Sayangnya pembuatan industri amonia
itu bertepatan dengan dimulainya Perang Dunia I. Di bawah tekanan dan blokade pihak
sekutu, suplai Natrium Nitrat dari Chili terhenti. Akhirnya industri amonia Jerman lebih
diarahkan untuk memproduksi bahan peledak daripada pupuk buatan. Tanpa industri amonia
Haber-bosch, pasukan Jerman dan Austro-Hungaria pastilah sudah menyerah di awal 1918
karena kehabisan bahan peledak.
1.2Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembuatan Amoniak
Amoniak (NH3) merupakan senyawa nitrogen yang banyak digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan pupuk (Urea dan ZA), serat sintetik (nilon dan sejenisnya), dan bahan
peledak TNT (trinitro toluena). Pembuatan ammoniak yang dikemukakan oleh Fritz Haber
(1905), prosesnya disebut Proses Haber-Bocsh. Reaksi yang terjadi adalah kesetimbangan
antara gas N2, H2, dan NH3 ditulis sebagai berikut.
N2(g) + 3H2(g) ⇄ 2NH3(g) ∆H = -92,22 Kj
Untuk proses ini, gas N2 diperoleh dari hasil penyulingan udara, sedangkan gas H2
diperoleh dari hasil reaksi antara gas alam dengan air. Pada suhu kamar, reaksi ini
berlangsung sangat lambat maka untuk memperoleh hasil yang maksimal, reaksi dilakukan
pada suhu tinggi, tekanan tinggi, dan diberi katalis besi. Reaksi pembentukan amoniak
merupakan reaksi eksoterm. Menurut Le Chatalier kesetimbangan akan bergeser ke arah
NH3 jika suhu rendah. Masalahnya adalah katalis besi hanya berfungsi efektif pada suhu
tinggi, akibatnya pembentukan ammoniak berlangsung lama pada suhu rendah.
Berdasarkan pertimbangan ini prosesnya dilakukan pada suhu tinggi ± 450°C (suhu
optimum) agar reaksi berlangsung cepat sekalipun dengan risiko kesetimbangan akan
bergeser ke arah N2 dan H2. Untuk mengimbangi pergeseran ke arah N2 dan H2 oleh suhu
tinggi, maka digunakan tekanan tinggi antara 200-400 atm. Untuk membuat molekul-molekul
semakin rapat sehingga tabrakan molekul semakin sering. Dengan kondisi yang dianggap
optimum ternyata gas NH3 yang dapat dipisahkan baru dapat mencapai ±15%. Campuran gas
kemudian didinginkan sehingga gas NH3 mencair.
2.1 Sifat Fisis dan Kimia Bahan Baku dan Produk
Sifat Fisis dan Kimia Produk Utama Amonia :
ü Rumus molekul : NH3
ü Berat molekul : 17.03 g/mol
ü Temperatur kritis : 132.40 °C
ü Tekanan kritis : 111.3 atm
ü Titik didih : 33.15 °C
ü Titik leleh : -77.7 °C
ü Spesific gravity pada acuan udara : 0.5971
ü Kelarutan dalam air dingin (0 °C) : 89.9/100
ü Kelarutan dalam air panas (100 °C) : 7.4/100
ü Viskositas (25 °C) : 13.35 Cp
Sifat Kimia :
o Reaksi amonisasi
Missal pada senyawa halogen
NH3 + HX NH4+ + X-
o Amonia mengalami disosiasi mulai pertama kali pada 400-500 C, pada tekanan 1 atm
o Oksidasi pada suhu yang tinggi dari NH3 akan menghasilkan N2 + H2O
2NH3 + 2 KMnO4 2KOH + MnO2 + 2H2O + N2
2.3 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk
1. Bahan Baku :
a. Gas Alam
a. Bentuk : gas
b. Komposisi rata-rata gas alam (fraksi mol) :
CH4 : 0.8370
C2H6 : 0.0495
C3H8 : 0.0330
C4H10 : 0.0150
C5H12 : 0.0580
Sulfur : 25 ppmv (maksimum)
Hg : 188 ppbw(maksimum)
c. Tekanan : 40 atm
d. Temperature : 30 o C
e. HHV : 950-1200 Btu/SCF
f. MW : 19659
g. SG : 0.6-0.8
b) Udara
a. Komposisi rata-rata udara (fraksi mol) :
i. N2 : 0.78084
ii. O2 : 0.20946
iii. Ar : 0.00940
iv. CO2 : 0.00030
b. Tekanan : 1 atm
c. Suhu : 30 o C
d. Humidity : 83%
2. Produk : Amonia (NH3)
a. Bentuk : cair
b. Kadar ammonia : 99.5% berat (minimum)
c. Kadar air : 0.5% berat (maksimum)
d. Minyak : 5 ppm (b/b) (maksimum)
e. Tekanan : 1.25 atm
f. Temperature :-33 o C
3. Bahan Pendukung : Katalis
a. Jenis : besi oksida (FeO, Fe2O3) dengan multi promoter
b. Bentuk : granular
c. Ukuran partikel : 6-10 mm
d. Berat jenis (bulk) : 2.80 kg/L
2.4 Tinjauan Proses secara umum
Pada proses pembuatan Amonia (NH3) menggunakan proses Haber. Gas natural
(metana, CH4) bereaksi dengan uap panas untuk memproduksi karbon dioksida dan gas
hidrogen (H2) dalam proses dua langkah. Gas hidrogen dan gas nitrogen lantas
direaksikan dalam proses Haber untuk memproduksi amonia.
N2(g) + 3H2(g) ⇄ 2NH3(g)
Berdasarkan prinsip kesetimbangan kondisi yang menguntungkan untuk
ketuntasan reaksi ke kanan (pembentukan NH3) adalah suhu rendah dan tekanan tinggi.
Akan tetapi, reaksi tersebut berlangsung sangat lambat pada suhu rendah, bahkan pada
suhu 500oC sekalipun. Dipihak lain, karena reaksi ke kanan eksoterm, penambahan suhu
akan mengurangi rendemen. Proses Haber-Bosch semula dilangsungkan pada suhu
sekitar 500oC dan tekanan sekitar 150-350 atm dengan katalisator, yaitu serbuk besi
dicampur dengan Al2O3, MgO, CaO, dan K2O.
Reaksi kekanan pada pembuatan amonia adalah reaksi eksoterm. Reaksi eksoterm
lebih baik jika suhu diturunkan, tetapi jika suhu diturunkan maka reaksi berjalan sangat
lambat . Amonia punya berat molekul 17.03. Amonia ditekanan atmosfer fasanya gas.
Titik didih Amonia -33.35 oC, titik bekunya -77.7 oC, temperatur & tekanan kritiknya 133 oC & 1657 psi. Kondisi optimum untuk dapat bereaksi dengan suhu 400-600oC, dengan
tekanan 150-300 atm. Konversi reaksi 10-40 % dengan perbandingan mol ratio N2 dan
H2 adalah 1:3 dengan fase reaksi gas. Kondisi optimum pembuatan amonia (NH3) dapat
digambarkan pada tabel berikut :
Tabel Kondisi Optimum Pembuatan NH3
No Faktor Reaksi : N2(g) + 3H2(g) ⇄ 2NH3(g)
∆H= -92.22 kJ
Kondisi
Optimum
1. Suhu 1. Reaksi bersifat eksoterm
2. Suhu rendah akan menggeser
kesetimbangan kekanan.
3. Kendala:Reaksi berjalan lambat
400-600oC
2. Tekanan 1. Jumlah mol pereaksi lebih besar
dibanding dengan jumlah mol produk.
2. Memperbesar tekanan akan
menggeser kesetimbangan kekanan.
3. Kendala Tekanan sistem dibatasi oleh
kemampuan alat dan faktor keselamatan.
150-300 atm
3. Konsentrasi Pengambilan NH3 secara terus menerus
akan menggeser kesetimbangan kearah
kanan
_
4. Katalis Katalis tidak menggeser kesetimbangan
kekanan, tetapi mempercepat laju reaksi
secara keseluruhan
Fe dengan
campuran Al2O3
KOH dan garam
lainnya
Pengaruh katalis pada sistem kesetimbangan adalah dapat mempercepat terjadinya
reaksi kekanan atau kekiri, keadaan kesetimbangan akan tercapai lebih cepat tetapi
katalis tidak mengubah jumlah kesetimbangan dari spesies-spesies yang bereaksi atau
dengan kata lain katalis tidak mengubah nilai numeris dalam tetapan kesetimbangan.
Peranan katalis adalah mengubah mekanisme reaksi kimia agar cepat tercapai suatu
produk.
2.4 Tinjauan Kinetika
1. Reaksi bersifat eksoterm, karena nilai delta Ho reaksi bernilai (-)
2. Suhu rendah akan menggeser kesetimbangan kekanan.
3. Kendala, reaksi berjalan lambat
4. Jumlah mol pereaksi lebih besar dibanding dengan jumlah mol produk.
5. Memperbesar tekanan akan menggeser kesetimbangan kekanan.
6. Memperbesar tekanan akan menggeser kesetimbangan kekanan.
7. Pengambilan NH3 secara terus menerus akan menggeser kesetimbangan kearah kanan
8. Konversi pembuatan amonia adalah sebesar 16%.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pembuatan Amonia dengan Proses Haber Bosch
Pembuatan Amonia menurut proses Haber-Bosch, Nitrogen terdapat melimpah di
udara, yaitu sekitar 78% volume. Walaupun demikian, senyawa nitrogen tidak terdapat
banyak di alam. Satu-satunya sumber alam yang penting ialah NaNO3 yang disebut Sendawa
Chili. Sementara itu, kebutuhan senyawa nitrogen semakin banyak, misalnya untuk industri
pupuk, dan bahan peledak. Oleh karena itu, proses sintesis senyawa nitrogen, fiksasi nitrogen
buatan, merupakan proses industri yang sangat penting. Metode yang utama adalah
mereaksikan nitrogen dengan hidrogen membentuk amonia. Selanjutnya amonia dapat diubah
menjadi senyawa nitrogen lain seperti asam nitrat dan garam nitrat.
Dasar teori pembuatan amonia dari nitrogen dan hidrogen ditemukan oleh Fritz Haber
(1908), seorang ahli kimia dari Jerman. Sedangkan proses industri pembuatan amonia untuk
produksi secara besar-besaran ditemukan oleh
Carl Bosch, seorang insinyur kimia juga dari Jerman. Persamaan termokimia reaksi
sintesis amonia adalah :
Berdasarkan prinsip kesetimbangan kondisi yang menguntungkan untuk ketuntasan
reaksi ke kanan (pembentukan NH3) adalah suhu rendah dan tekanan tinggi. Akan tetapi,
reaksi tersebut berlangsung sangat lambat pada suhu rendah, bahkan pada suhu 500oC
sekalipun. Dilain pihak, karena reaksi ke kanan eksoterm, penambahan suhu akan
mengurangi rendemen. Proses Haber-Bosch semula dilangsungkan pada suhu sekitar 500oC
dan tekanan sekitar 150-350 atm dengan katalisator, yaitu serbuk besi dicampur dengan
Al2O3, MgO, CaO, dan K2O. Seiring dengan kemajuan teknologi, digunakanlah tekanan yang
jauh lebih besar, bahkan mencapai 700 atm. Untuk mengurangi reaksi balik, maka amonia
yang terbentuk segera dipisahkan. Mula-mula campuran gas nitrogen dan hidrogen
dikompresi (dimampatkan) hingga mencapai tekanan yang diinginkan. Kemudian campuran
gas dipanaskan dalam suatu ruangan yang bersama katalisator sehingga terbentuk amonia.
Diagram alur dari proses Haber-bosch untuk sintesis amonia :
Dasar teori pembuatan amonia dari nitrogen dan hydrogen ditemukan oleh Fritz Haber
(1908), seorang ahli kimia dari Jerman. Sedangkan proses industri pembuatan amonia untuk
produksi secara besar-besaran ditemukan oleh Carl Bosch, seorang insinyur kimia juga dari
Jerman. Persamaan termokimia reaksi sintesis amonia adalah :
N2(g) + 3H2(g) ⇄ 2NH3(g) ∆H = -92,4Kj Pada 25oC : Kp = 6,2×105
Berdasarkan prinsip kesetimbangan kondisi yang menguntungkan untuk ketuntasan
reaksi ke kanan (pembentukan NH3) adalah suhu rendah dan tekanan tinggi. Akan tetapi,
reaksi tersebut berlangsung sangat lambat pada suhu rendah, bahkan pada suhu 500oC
sekalipun. Dipihak lain, karena reaksi ke kanan eksoterm, penambahan suhu akan
mengurangi rendemen. Proses Haber-Bosch semula dilangsungkan pada suhu sekitar 500oC
dan tekanan sekitar 150-350 atm dengan katalisator, yaitu serbuk besi dicampur dengan
Al2O3, MgO, CaO, dan K2O.
Reaksi kekanan pada pembuatan amonia adalah reaksi eksoterm. Reaksi eksoterm lebih
baik jika suhu diturunkan, tetapi jika suhu diturunkan maka reaksi berjalan sangat lambat .
Amonia punya berat molekul 17,03. Amonia ditekanan atmosfer fasanya gas. Titik didih
Amonia -33,35 oC, titik bekunya -77,7 oC, temperatur & tekanan kritiknya 133 oC & 1657 psi.
Entalpi pembentukan (∆H), kkal/mol NH3(g) pada 0oC, -9,368; 25 oC, -11,04. Pada proses
sintesis pd suhu 700-1000oF, akan dilepaskan panas sebesar 13 kkal/mol. Kondisi optimum
untuk dapat bereaksi dengan suhu 400- 600oC, dengan tekanan 150-300 atm. Kondisi
optimum pembuatan amonia (NH3) dapat digambarkan pada tabel berikut :
Tabel : Kondisi Optimum Pembuatan NH3
No Faktor Reaksi : N2(g) + 3H2(g) ⇄ 2NH3(g) ∆H= -924 kJ
Kondisi
Optimum
1. Suhu 1. Reaksi bersifat eksoterm
2. Suhu rendah akan menggeser
kesetimbangan kekanan.
3. Kendala:Reaksi berjalan
lambat
400-600oC
2. Tekanan 1. Jumlah mol pereaksi lebih
besar dibanding dengan jumlah
mol produk.
2. Memperbesar tekanan akan
menggeser kesetimbangan
kekanan.
3. Kendala Tekanan sistem
dibatasi oleh kemampuan alat dan
faktor keselamatan.
150-300 atm
3. Konsentrasi Pengambilan NH3 secara terus
menerus akan menggeser
kesetimbangan kearah kanan
_
4. Katalis Katalis tidak menggeser
kesetimbangan kekanan, tetapi
mempercepat laju reaksi secara
keseluruhan
Fe dengan
campuran
Al2O3 KOH
dan garam
lainnya
Pengaruh katalis pada sistem kesetimbangan adalah dapat mempercepat terjadinya
reaksi kekanan atau kekiri, keadaan kesetimbangan akan tercapai lebih cepat tetapi katalis
tidak mengubah jumlah kesetimbangan dari spesies-spesies yang bereaksi atau dengan kata
lain katalis tidak mengubah nilai numeris dalam tetapan kesetimbangan. Peranan katalis
adalah mengubah mekanisme reaksi kimia agar cepat tercapai suatu produk.
Katalis yang dipergunakan untuk mempercepat reaksi memberikan mekanisme suatu
reaksi yang lebih rendah dibandingkan reaksi yang tanpa katalis. Dengan energi aktivasi lebih
rendah menyebabkan maka lebih banyak partikel yang memiliki energi kinetik yang cukup
untuk mengatasi halangan energi aktivasi sehingga jumlah tumbukan efektif akan bertambah
sehingga laju meningkat. Perbandingan reaksi dengan katalis dan tanpa katalis dapat dilihat
pada gambar dihalaman berikut:
Dengan kemajuan teknologi sekarang digunakan tekanan yang jauh lebih besar, bahkan
mencapai 700 atm. Untuk mengurangi reaksi balik, maka amonia yang terbentuk segera
dipisahkan. Mula-mula campuran gas nitrogen dan hidrogen dikompresi (dimampatkan)
hingga mencapai tekanan yang diinginkan. Kemudian campuran gas dipanaskan dalam suatu
ruangan yang bersama katalisator sehingga terbentuk amonia. Diagram alur dari proses
Haber-bosch untuk sintesis amonia
Langkah pertama dalam proses ini adalah untuk membuat kapur dari batu kapur:
CaCO3 + heat → CaO + CO2
ini kemudian dipanaskan dengan Batubara di lingkungan anoxic untuk membuat Carbide
Kalsium: CaO + 3C + heat → CaC2 + CO
Penetapan nitrogen yang sebenarnya berasal dari reaksi Carbide Kalsium dengan
Nitrogen murni, sehingga untuk proses ini menjadi industri praktis itu diperlukan proses
Linde fraksinasi dari udara cair. Reaksi berlangsung pada 2atm atau ~ 0.2MPa, dipanaskan
oleh pemanasan ohmik melalui suatu batang Karbon:
CaC2 + N2 → CaCN2 + C
Akhirnya dalam upaya untuk membuat Amoniak, kalsium sianida dicampur dengan air dan
NaOH (sebagai katalis) untuk hidrolisis:
CaCN2 + H2O → 2NH3 + CaCO3
Kalsium Karbonat mudah dapat dipisahkan karena merupakan yang solid, dan Amonia
dapat disuling, memungkinkan NaOH untuk didaur ulang kembali untuk hidrolisis lebih.
Kontras ini dengan proses Haber-Bosch untuk membuat Amonia, yang pada saat itu
diperlukan seperator udara mahal sama cair serta seperator elektrolitik untuk memproduksi
hidrogen dan tinggi reaktor katalitik tekanan:
Dengan hanya memelototi salah satu melihat bahwa, sebagai cara pembuatan Amonia,
proses Haber-Bosh adalah jauh lebih sederhana. Karena tidak memerlukan tungku ganda dan
langkah-langkah perantara menghasilkan biaya sianamida operasinya harus lebih rendah
(dengan asumsi satu memiliki sistem elektrolisis efisien untuk hidrogen). Tentu saja reaktor
amoniak membutuhkan katalis mahal dan sistem daur ulang sejak single pass tidak terlalu
efisien.
Proses Pembuatan Urea (Proses Pabrik Amoniak) bagian 2
Bahan baku pembuatan Pupuk Urea adalah Amoniak dan Karbondioksida, yang mana
kedua bahan baku tersebut dihasilkan dari pabrik Amoniak. Amoniak dan Karbondioksida
berasal dari synthesa gas alam. Jadi saya akan membahas proses pabrik Amoniak terlebih
dahulu seperti artikel sebelumnya yang membahas Material Safety Data Sheet dari Industri
Pupuk Urea dahulu baru pabrik amoniak… Jadi berurutan, karena semua saling terkait…
Untuk lebih jelasnya langsung baca tulisan di bawah ini.
Prosses Pabrik Amonia.
Rumus molekul amoniak adalah NH3 dengan rumus bangun sebagai berikut :
Terlihat amoniak terbentuk dari gugus N dan H yang masing-masing dapat diperoleh dari
H2 (Hidogen) dan N2 (Nitrogen). H2 adalah salah satu komponen gas synthesa yang diperoleh
dari pemrosesan gas alam yang mengandung 80 – 95 % CH4 (Metan). Sedang N2 diperoleh
dari udara yang mengandung 79% N2 dan 21% O2.
Berikut blok diagram proses pembuatan amonia secara sederhana :
Reaksi-reaksi yang terlibat dalam proses pembuatan NH3 dan CO2 adalah sebagai
berikut :
Katalisator
Katalisator adalah suatu senyawa yang berfungsi untuk mempercepat suatu reaksi
kimia. Secara fisik katalisator tidak berubah bentuk walaupun terlibat dalam suatu reaksi
kimia. Dari bentuknya katalisator di pabrik Amoniak sebagian besar berbentuk padatan.
Hanya DEA (Dietanol Amione) yang berbentuk cairan.
Katalisator yang dalam bentuk padatan ini disuplai dari pembuatnya dalam kondisi
masih teroksidasi. Untuk mengaktifkanya katalisator harus terlebih dahulu direduksi
(penurunan bilangan oksida) menggunakan pereduksi H2 dan CO2, akan tetapi yang umum
dipakai adalah H2 karena kenaikan temperatur yang dihasilkan dari aktifasi/reduksi katalis
masih dapat dikendalikan dibandingkan bila menggunakan CO sebagai pereduksi.
Berikut adalah salah satu contoh reaksi reduksi katalis Fe3O4 dengan H2 :
3Fe2O3 + H2 — 2Fe3O4 +H2O + Panas
Katalisator yang aktif (tereduksi) bila terkena udara ( O2 ) akan bereaksi dengan cepat
dan menghasilkan panas yang besar (pyrophoric) dan sulit dikendalikan, oleh karena itu
katalisator baru selalu disuplai oleh penjual dalam bentuk teroksidasi agar pada saat dibuka
drumnya ketika akan dimasukkan ke dalam reaktor tidak bereaksi dengan udara.
Untuk menjaga katalisator tetap tinggi aktifitasnya maka beberapa beberapa racun katalis
berikut harus dipastikan tidak masuk ke dalam sistem reaksi :
Sulfur
Carbon
CL-
Phospat
Khusus untuk katalis synthesa amoniak disamping racun-racun diatas berikut racun-racun
lainnya yang dapat menurunkan aktifitas katalis :
CO
CO2
H2O
Tiga tahap dalam penyiapan gas synthesa.
Desulfurisasi.
Gas alam pada umumnya mengandung sulfur dalam bentuk H2S / Sulfur Anorganik
dan Sulfur Organik seperti mercaptan yang rumus molekulnya RS. Kadar sulfur
anorganiknya di dalam gas alam yang diterima industri pupuk adalah relatif kecil yaitu
berkisar 0,18 -0.3 ppm sedang sulfur organiknya relatif tidak ada.
Kadar sulfur dalam gas alam yang diijinkan untuk memasuki Primary Reformer
maksimum adalah 0,1 ppm. Untuk menyerap sulfur dari gas yang dari gas alam digunakan
ZnO sebagai adsorbent ini bukan katalis, lihat reaksi no 1.
Keberhasilan adsorbsi sulfur anorganik praktis diadsorbsi pada temperatur yang lebih
rendah (200-250oC) dibandingkan dengan sulfur organik (250-400oC).
Kondisi operasi di Desulfurisasi:
Pressure : 35-40 atm
Temperature Inlet : 350-400oC
Temperature Outlet : 330-380oC
Primary Reformer.
Ke dalam Primary Reformer dimasukan Steam bersama gas alam yang keluar dari
Desulfurisasi. Sebelum bertemu katalis yang berada dalam tube yang dipanasi secara radiasi
oleh burner-burner (seperti burner pada kompor gas), campuran steam dan gas terlebih
dahulu dipanasi hingga temperatur reaksi 530-650oC. Hal ini sesuai dengan jenis reaksinya
yang endotermis. Disamping reaksi reforming, reaksi shift juga terjadi di Primary Reformer
seperti pada reaksi no. 2 dan no. 3. Untuk menjamin bahwa reaksi berjalan sesempurna
mungkin rasio steam terhadap carbon yang ada dalam gas alam (S/C) dijaga sekitar 3,1-4
(mol/mol.
Kondisi operasi Primary Reformer :
Pressure : 35 – 40 atm
Temperature Inlet : 530 – 650oC
Temperature Outlet : 770 – 811oC
Kadar CH4 Outle : 9 – 16 % berat
Kadar CO Outlet : 8 – 9 % berat
Kadar H2 Outlet : 65 – 70 % berat.
Scondary Reformer.
Pada dasarnya Scondary Reformer berfunggsi untuk menyempurnakan reaksi
reforming yang telah terjadi di Primery Reforming. Kalau Primery Reformer sumber panas
untuk reaksi reforming yang endotermis disuplay oleh burner-burner yang memberikan
panasnya secara radiasi, maka sumber panas di Scondary Reformer disuplay oleh udara yang
dimasukkan ke Scondary Reformer menggunakan kompresor udara.
Reaksi pembakaran O2 dari udara dengan H2 hasil reaksi reforming di Primary Reformer :
O2 + H2 à H2O + Panas ( exothermic)
Akan menghasilkan panas yang akan dipakai oleh reaksi reforming Scondary
Reformer. Campuran hasil reaksi di Scondery Reformer ini akan menyisakan N2 yang
praktis tidak/belum bereaksi dengan H2 dan campuran gas lainnya. N2 akan bereaksi dengan
H2 nantinya di Converter Amoniak setelah menjalani berbagai proses pemurnian berikutnya.
Kondisi operasi di Scondary Reformer :
Pressure : 35-40 atm
Temperature Inlet : 520-560oC
Temperature Outlet : 950-1050oC
CH4 Outlet : 0,2-1,0 % berat
CO Outlet : 10-13 % berat
H2 Outlet : 54-56 % berat
Tiga tahap proses pemurnian gas synthesa
CO Shift dibagi dalam dua tahap yaitu :
1. CO Shift Temperatur Tinggi / High Temperature Shift (HTS)
2. CO Shift Temperatur Rendah / Low Temperature Shift (LTS)
Tujuan Reaksi shift adalah untuk menyempurnakan pembentukan H2 seperti telah
dilakukan pada reaksi reforming dengan mereakasikan CO dengan H2O menjadi H2 dan CO2
seperti telah dituliskan pada reaksi no. 3 di atas dan untuk mengurangi CO yang terbentuk di
Reformer yang merupakan racun bagi katalisator amoniak.
Pada tahap HTS dimana reaksi masih jauh dari kesetimbangan kimia maka reaksi
dilaksanakan pada temperature tinggi (360oC). Sedang pada LTS dimana reaksi sudah berada
pada kesetimbangan, penurunan temperature reaksi (210oC) akan menggeser kesetimbangan
ke kanan atau kearah terbentuknya H2. Dengan demikian LTS akan menyempurnakan reaksi
yang eksotermis ini ke arah produk.
Kondisi operasi HTS :
Pressure : 35-40 kg/cm2G
Temperature Inlat : 340-380 oC
Temperature Outlet : 420 – 440 oC
CO Inlet : 12-14,5 % berat
CO Outlet : 2,5-4,5 % berat.
Kondisi operasi LTS :
Pressure : 35-40 kg/cm2G
Temperature Inlet : 190-210 oC
Temperature Outlet : 220-240 oC
CO Inlet : 2,5-4,5 % berat
CO Outlet : 0,2-0,4 % berat
CO2 Outlet : 16-18 % berat
CO2 Removal
Setelah CO diturunkan sampai kadar terendah, selanjutnya CO2 diturunkan hingga 0,1
% berat (1000 ppm). Penurunan CO2 dilakukan dengan cara absorbsi oleh larutan K2CO3
( karbonat) yang konsentraasinya 25-30 % berat di dalam sebuah menara Absprber.
Gas Synthesa yang mengandung 16%-18% berat CO2 dipertemukan dengan larutan
karbonat yang mengalir dari atas ke bawah sedang gas mengalir dari bawah ke atas.
Selanjutnya dalam pertemuan keduanya, CO2 diserap oleh larutan karbonat sesuai reaksi
no.5. Untuk meningkatkan efektifitas penyerapan oleh K2CO3 diberikan juga Dietanol Amine
(DEA) dengan konsentrasi 2,5-3 % berat.
Di Absorber penyerapan dilakukan dalam dua tahap. Absorbsi di bagian bawah
absorber dilakukan dengan larutan karbonat yang bertemperature 65-117 oC, sedang absorbsi
berikutnya dilakukan di bagian atas Absorber dengan larutan Karbonat bertemperature 65-70 oC. Tujuan tahapan absorbsi ini adalah untuk meningkatkan penyerapan CO2.
Penyerapan CO2 di menara Absorber berlangsung dengan kondisi :
Pressure : 27-35 atm
Temperatur Gas Inlet : 100-130 oC
Temperatur Gas Outlet : 65-70 oC
Temperature Larutan Karbonat inlet :
o Ke Top menara : 65-70 oC
o Ke Middle Menara : 115-117 oC
CO2 Inlet : 16-18 % berat
CO2 Outlet : 0,04-0,1 % berat.
Sebagian besar K2CO3 dalam larutan Karbonat yang telah banyak menyerap CO2 (Rich
Solution) berubah menjadi KHCO3 seperti terlihat pada reaksi no. 5. Selanjutnya KHCO3 ini
harus kembali diubah menjadi K2CO3 agar bisa disirkulasikan ke Absorber untuk menyerap
CO2. Hal ini dilakukan di Menara Regenerator dan reaksi yang tejadi adalah reaksi pada no 6.
Dari Absorber yang bertekanan 27-35 kg/cm2G larutan Karbonat (Rich Solution)
dikirim ke regenarator yang tekanan operasinya 0,4-0,8 kg/cm2G. Penurunan pressure yang
cukup besar ini akan menggeser kesetimbangan reaksi no. 6 ke kanan atau ke arah pelepasan
CO2 dan pembentuan K2CO3.
Di samping dengan penurunan tekanan, pelepasan CO2 dari larutan karbonat (Rich
Solution) juga dibantu dengan pemberian panas yang disuplay dari steam yang masuk dan
dibangkitkan di Reboiler-reboiler yang terletak di bagian bawah Regenator.
Kondisi operasi Regenarator :
Pressure : 0,4-0,8 kg/cm2G
Temberature Bottom : 120-130 oC
Larutan Karbonat yang telah bebas CO2 ( Lean Solution) ini kemudian dikirim kembali ke
Absorber, sedangkan CO2 yang keluar dari Regenarator dikirim ke Pabrik Urea.
Metanasi
Setelah keluar dari CO2 Removal gas synthesa masih mengandung 0,3 % CO dan 0,1
% CO2 yang harus dikurangi lagi kadarnya hingga total CO+CO2 maksimum 10 ppm. Pada
dasarnya reaksi metanasi yang terjadi adalah kebalikan dari reaksi reforming, seperti reaksi
no.4.
Kondisi operasi Metanasi :
Pressure : 25-30 kg/cm2G
Temperature Inleet : 280-310 oC
Temperature Outlet : 320-340 oC
Synthesis Loop dan Refrigerasi.
Di dalam Synthesis loop ini terdapat converter amoniak yang berfungsi mereaksikan
N2 dengan H2 untuk membentuk Amoniak /NH3. Gas synthesa dengan kadar CO+CO2
maksimum 10 ppm sebelum dimasukkan ke Synthesis loop dinaikkan tekanannya terlebih
dahulu ke 130-210 kg/cm2G menggunakan kompressor Synthesis Gas.
Yang perlu diperhatikan adalah rasio H2/N2 dijaga 3 atau sedikit dibawah dari 3. Hal
ini penting dipertahankan agar reaksi pembentukan amoniak berjalan maksimal. Pangaturan
Ratio ini dilakukan dengan mengatur laju udara yang dimasukkan ke Scondary Reformer.
Reaksi pembentukan amoniak ini berlangsung pada temperature inlet Converter 270 oC dan temperature 530 oC. Dengan temperature setinggi ini, maka amoniak yang terbentuk
mustahil diperoleh dalam keadan cair. Untuk itu gas keluar Converter harus terlebih dahulu
menjalani pendinginan hingga temperature 6 –(-5)oC. Pendinginan ke temperature ini
dilakukan dengan cara,melakukan pertukaran panas antara gas masuk dengan Converter
dengan gas keluar Converter, pembangkitan steam dan pemanasan air umpan boiler (BFW),
pendinginan dengan menggunakan air pendingin ( cooling water ) serta yang utama adalah
pendinginan menggunakan refrigerasi.
Gas yang telah didinginkan,karena masih mengandung H2 dan N2 yang tidak bereaksi,
gas dicampur dengan gas dari metanasi dikembalikan ke Converter amoniak. Sistem ini
akhirnya merupakan sebuah Loop atau siklue Amoniak.
Di dalam Loop ini juga ada gas-gas yang benar-benar tidak bereaksi yang disebut inert, yaitu
CH4 yang berasal dari Metanasi dan Argon (Ar) yang berasal dari udara yang dimasukkan ke
Scondary Reformer. Inert ini konsentrasinya harus dijaga sekitar 7-11 % berat agar reaksi
pembentukan amoniak berlangsung maksimal.
Adapun gas dari metanasi yang mengandung CO, CO2 dan H2O sebelum masuk ke
dalam synthesis Loop dipertemukan terlebih dahulu dengan gas keluar Converter yang sudah
didinginkan dan mengandung amoniak cair. Tujuannya adalah agar CO, CO2 dan H2O yang
ada dalam gas dari Metanasi (make up gas) dapat larut dalam amoniak cair dan terbawa ke
refrigerasi, tidak ke inlet Converter amoniak.
Kondisi Operasi Converter :
Pressure : 230-210 kg/cm2G
Temperature Inlet : 250-270 oC
Temperature Outlet : 480-530 oC
NH3 Inlet : 1,5-5 % berat
NH3 Outlet : 13-20 % berat.
Refrigerasi
Produk amoniak cair dengan temperature 6 oC – (-5) oC ini selanjutnya dikirim ke
Refrigerasi untuk dimurnikan dari H2, N2, CO, CO2, H2O dan inert yang terlarut dalam
amoniak cair dan didinginkan hingga temperature -31 oC. Pemurnian dilakukan dengan jalan
menurunkan tekanannya dari 130-210 kg/cm2G menjadi 17 kg/cm2G. Dengan jalan ini
kelarutan gas-gas tersebut diatas akan turun dan gas-gas akan lepas dari amoniak cair.
Refrigerasi ini seperti layaknya sebuah lemari es dilengkapi dengan kompresor
refrigerant. Kompressor ini berfungsi untuk menaikkan pressure uap amoniak agar mudah
dicairkan menggunakan air pendingin. Amoniak cair ini selanjutnya dikirim ke penukar panas
yang ada di synthesa loop yang dipakai untuk mendinginkan gas keluar Converter amoniak
dan mencairkan amoniak yang terdapat dalam gas keluar Converter. Pendinginan ini mampu
membuat amoniak cair keluar loop bertemperature 6-(-5oC).
Uap penukar panas yang keluar dari penukar panas diatas yang merukajan hasil dari
peristiwa pertukaaran panasdikirim ke Kompresor refrigeransi. Begitu pula dengan amoniak
cair dari hasil pemurnian.
Selanjutnya amoniak cair yang panas (25oC) yang merupakan hasil kondensasi uap
amoniak keluar kompressor/discharge dikirim ke pabrik Urea. Sedangkan amoniak cair yang
dingin (-31 oC)dari bagian suction komperssor dikirim ke Storage Amoniak.
Demikian proses pembuatan amoniak dan karbondioksida sebagai bahan baku
pembuatan Industri Pupuk Urea.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA