Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)
Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 437
ANALISA STRUKTUR DI WILAYAH SUMATERA BARAT (KOTA PADANG)
PASCA GEMPA 30 SEPTEMBER 2009
Etri Suhelmidawati
1
1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Putra Indonesia ”YPTK” Padang,, Jl.Raya Lubuk Begalung Padang,
Sumatera Barat
Email: [email protected]
ABSTRAK
Gempa bumi merupakan salahsatu bencana alam yang sering terjadi di wilayah Sumatera Barat.
Terakhir, gempa besar yang terjadi 30 September 2009 lalu telah menimbulkan kerusakan pada
struktur yang cukup parah, disamping korban jiwa yang tidak sedikit. Gempa yang sering terjadi di
Sumatera Barat ini dikarenakan letak wilayah Sumatera Barat yang diapit oleh dua buah lempeng
yaitu lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia dan juga berada pada patahan Semangko serta
dekat pertemuan dua lempeng terdapat patahan Mentawai. Paper ini dibuat untuk menganalisis
secara struktural gedung-gedung yang rusak pasca gempa 30 September 2009. Analisis dilakukan
melalui pengujian skala retak (crack scale) dan pengamatan secara langsung terhadap beberapa
bangunan yang mengalami rusak berat di lapangan. Dari hasil pengujian ini nantinya akan
didapatkan skala retak yang terjadi pada bangunan-bangunan dan tipe-tipe keruntuhan yang terjadi
seperti beam-column joint failure, short column effect, soft story effect, joint failure dan sebagainya.
Kata kunci: gempa, lempeng, skala retak, keruntuhan .
1. PENDAHULUAN
Letak wilayah Sumatera Barat khususnya pulau Sumatera yang diapit oleh dua buah lempeng besar dunia yaitu
lempeng Eurasia sebelah atas dan lempeng Indo-Australia sebelah bawah, dan berada pada patahan Semangko serta
patahan Mentawai (di dekat pertemuan dua lempeng) menjadikan wilayah Sumatera Barat rawan terhadap terjadinya
gempa bumi, baik gempa bumi vulkanik maupun gempa bumi tektonik. Gempa besar yang terjadi pada tanggal 30
September 2009 yang lalu dengan Magnitude 7,6, telah mengakibatkan kerusakan pada bangunan-bangunan baik
rusak ringan, rusak sedang, maupun rusak berat. Gempa juga telah menimbulkan korban jiwa sejumlah 1.100 orang
meninggal dunia dan 3.000 orang lainnya terluka (SNS, 2010). Jumlah rumah tinggal yang mengalami kerusakan
mencapai 114.797 kategori rusak berat, 67.198 rusak sedang, dan 67.839 rusak ringan (Pusat Studi Bencana
Universitas Andalas, 2010). Mayoritas rumah yang rusak tersebut adalah rumah pasangan bata baik tanpa perkuatan
(unconfined brick masonry) maupun dengan bingkai beton bertulang (confined brick masonry) (SNS, 2010)
Gambar 1. Peta Pulau Sumatera
Etri Suhelmidawati
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 438
2. ANALISA STRUKTUR BANGUNAN DI KOTA PADANG PASCA GEMPA 30
SEPTEMBER 2009
Survey yang dilakukan beberapa hari pasca gempa 30 September 2009 memperlihatkan berbagai
kondisi keruntuhan dari beberapa gedung yang terletak di kota Padang, seperti gambar di bawah ini:
Gambar 2 Kondisi bangunan umum pasca gempa
Berikut ini kondisi beberapa universitas di kota Padang:
Gambar 3 Kondisi beberapa universitas pasca gempa
Analisa Struktur Di Wilayah Sumatera Barat (Kota Padang)
Pasca Gempa 30 September 2009
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 439
Secara umum kondisi keruntuhan yang parah terjadi pada bangunan non engineered, tetapi tak sedikit pula
keurntuhan yang parah terjadi pada bangunan engineered, yang diakibatkan oleh praktek konstruksi yang salah
(Steffie, 2010), yang meliputi:
1. Salah dalam perencanaan atau salah dalam meng-implementasikan Building Code.
2. Salah dalam pelaksanaan konstruksi.
3. Salah dalam pengawasan baik oleh Konsultan atau Badan Otorita Daerah yang berwenang.
Kerusakan struktur yang parah juga terjadi pada beberapa hotel di kota Padang, terutama pada hotel
Ambacang Plaza, hotel Mariani, dan hotel Bumi Minang, seperti gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4 Kondisi beberapa hotel pasca gempa
Gempa yang terjadi di Sumatera Barat bulan September 2007 lalu telah memberikan peringatan awal
bahwa kemungkinan gempa yang lebih besar bisa terjadi dan akan mengakibatkan kerusakan konstruksi yang parah
kalau tidak memperhatikan Building Code yang benar dalam praktek konstruksi. Kenyataannya banyak pihak yang
tidak mau belajar dari pengalaman dan hanya memperhatikan keuntungan sesaat saja.
Berdasarkan hasil survey ke beberapa gedung antara lain gedung Mitsubishi Motors, gedung Dinas
Pendidikan Propinsi Sumatera Barat, gedung Badan Pemeriksa Keuangan, gedung BPKP dan gedung baru Rumah
Sakit Umum M Jamil Padang, didapatkan skala retak yang beragam (Gambar 5). Pengecekan yang detail dengan
menggunakan crack scale hanya dilakukan pada gedung Mitsubishi Motors, sementara gedung lainnya sudah berada
pada kondisi yang memprihatinkan, sehingga tidak dilakukan pengecekan dengan skala retak lagi.
Penentuan skala retak (crack scale) secara umum sebagaimana yang digunakan di Jepang dibagi atas
lima yaitu:
1. Skala 0 – 0,05 mm
2. Skala 0,05 mm – 0,2 mm
3. Skala 0,2 mm – 1 mm
4. Skala 1 mm – 2 mm
5. Skala > 2 mm
Etri Suhelmidawati
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 440
Untuk Gedung Mitsubishi Motors, berdasarkan pengecekan dengan skala retak diperoleh rata-rata retak
kolom maupun balok di lantai 1-3 berada pada skala 0 – 1 mm. Kondisi retak yang paling parah terdapat pada
lantai 4-5, lantai 6-7 kondisi strukturnya berada pada skala 1 -2. Pada gambar 5 terlihat kondisi kolom yang parah
dengan keadaannya beton menghambur keluar dan kondisi tulangan yang membengkok serta proses adukan
betonnya yang kurang bagus:
Gambar 5. Gedung Mitsubishi Motors
Gedung Dinas Pendidikan Propinsi ambruk pada lantai satunya. Pengecekan retak tidak
dilakukan lagi pada gedung ini.
Gambar 6. Gedung Dinas Pendidikan Propinsi Sumbar
Gambar 7. Gedung Baru RS Umum M Jamil Padang
Tipe-tipe keruntuhan yang terjadi pada gedung-gedung tersebut akibat gempa 30 September 2009
antara lain:
1. Beam-column joint failure
2. Soft story effect
3. Short column effect
4. Joint failure
Analisa Struktur Di Wilayah Sumatera Barat (Kota Padang)
Pasca Gempa 30 September 2009
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 441
5. Overturning
6. Dan sebagainya
3. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
1. Gempa yang terjadi adalah peristiwa alam dikarenakan kondisi geografis dari wilayah Sumatera Barat.
2. Tipe keruntuhan yang terjadi antara lain beam-column joint failure, soft story effect, short column
effect, joint failure, dan overturning.
3. Pengecekan dengan skala retak maksimal sampai 2 mm. Diatas itu struktur dianggap sudah mengalami
kerusakan yang parah.
4. Kerusakan yang beragam pada berbagai struktur dikarenakan kurangnya pengetahuan akan Building
Code yang benar dan kurangnya pengawasan baik oleh konsultan maupun pihak lain yang berwenang.
DAFTAR PUSTAKA
Imai, H., Okubo, N., Purwoko, A., Zahrudin, dan Satyarno, I. (2010). “Panduan Pelaksanaan Rumah yang Lebih
Aman Terhadap Gempa,Rumah Dinding Pasangan Bata dengan Bingkai Beton Bertulang”. SNS, Japan
Platform. Padang.
Steffie, T. (2010). “Praktek Konstruksi Yang Salah Yang Dijumpai pada Berbagai Gedung Pasca Gempa Sumatera
Barat 30 September 2009”. Seminar HAKI 27 Maret 2010. Padang.