ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN
USAHATANI CAISIM: PENDEKATAN STOCHASTIC
PRODUCTION FRONTIER
(Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
ARYA PRATHAMA
H34104028
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
ii
RINGKASAN
ARYA PRATHAMA. H34104028. 2012. Analisis Efisiensi Teknis dan
Pendapatan Usahatani Caisim: Pendekatan Stochastic Production Frontier
(Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor),
Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan DWI RACHMINA).
Pada umumnya produksi sayuran di Indonesia dari tahun ke tahun terus
meningkat, tetapi produksi tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan
konsumen. Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mulai
menyerukan GEMA Sayuran pada tahun 2010 yang juga dapat meningkatkan
produksi sayuran. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang fokus
pada program pertanian. Sejak tahun 2009, Pemerintah Kota Bogor memfokuskan
program peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Berbeda
dengan peningkatan produksi nasional, peningkatan produksi pada beberapa
daerah di Jawa Barat mununjukkan hasil negatif. Kabupaten Bogor merupakan
daerah yang penurunan produksi caisim terbesar yaitu sebesar 68,5 persen.
Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu sentra produksi sayuran dataran
rendah termasuk caisim. Caisim dengan produksi terbesar berasal dari desa
Ciaruteun Ilir. Desa ini merupakan desa dengan produksi caisim terbesar, namun
produktivitas caisim di daerah tersebut masih rendah. Produktivitas caisim sebesar
12 ton/Ha yang masih dapat ditingkatkan mencapai produktivitas rata-rata
maksimal nasional yaitu 14,92 ton/Ha (Dirjen Hortikultura, 2010). Adanya
kondisi seperti ini, maka sangat penting untuk mengetahui efisiensi teknis
usahatani dan faktor-faktor lain apa yang mempengaruhi tingkat inefisiensi
sehingga hubungan tersebut dapat dihubungkan dalam bentuk model. Selanjutnya
akan timbul pertanyaan mengenai pendapatan petani dari penggunaan usahatani
yang dilakukannya.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis
efisiensi teknis caisim. Tujuan penelitian secara khusus antara lain menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, tingkat efisiensi teknis usahatani,
faktor-faktor inefisiensi teknis dari usahatani dan menganalisis pendapatan
usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir. Pengambilan sampel pada responden
petani dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap, yang pertama dengan
Cluster Sampling, lokasi penelitian dibagi berdasarkan dusun. Kemudian setelah
itu untuk menentukan jumlah responden dengan metode Proportional Sampling.
Terakhir, pengambilan sampel dengan cara (Purposive Sampling) yaitu sample
dipilih secara sengaja dengan meminta rekomendasi dari kepala dusun. Jumlah
sampel secara keseluruhan adalah sebanyak 35 orang.
Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa dari beberapa faktor yang
mempengaruhi usahatani (luas lahan, benih. Unsur N, unsur P, unsur K, pupuk
kandang, obat-obatan, dan tenaga kerja) menunjukkan bahwa lahan, benih, pupuk
kandang, obat-obatan dan tenaga kerja berkorelasi positif dan nyata. Sedangkan
unsur N berkorelasi negative dan nyata. Unsur P dan Unsur K juga berkorelasi
positif tetapi tidak nyata. Nilai rata-rata efisiensi teknis dari petani responden
sebesar 70 persen dari produksi maksimum. Variabel dalam menduga efek
iii
inefisiensi teknis terdiri dari usia petani, umur bibit, pendidikan formal,
pengalaman usahatani caisim, pendapatan di luar usahatani, varietas benih dan
status lahan. Dari seluruh variabel tersebut variabel usia dan umur bibit positif
dan nyata terhadapa efek inefisiensi sedangkan pendidkan dan varietas benih
berkorelasi negative dan nyata terhadapa efek inefisiensi. Adapun variabel
pengalaman berpengaruh positif dan variabel pendapaatan di luar usahataani serta
status lahan berkorelasi negative tidak nyata terhadap inefisiensi usahatani caisim
di Desa Ciaruteun Ilir. Umur bibit dan Varietas benih memiliki koefisien yang
paling besar. Hasil analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa dengan
tingkat efisiensi teknis sebesar 70 persen dapat memberikan keuntungan bagi
petani (pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan biaya total masung-masing
sebesar Rp 21.745.452,52 dan Rp 6.402.153,72) dengan melihat nilai R/C rasio
atas biaya tunai (3.03) maupun R/C rasio atas biaya total (1,25) lebih besar dari
satu. Kesimpulan yang dapat ditarik yaitu bahwa produksi caisim dipengaruhi
lahan, benih, unsur N, unsur P, unsur K, pupuk kandang obat-obatan, tenaga kerja
dan nilai rata-rata efisiensi teknis dari petani responden sebesar 0,70 atau 70
persen dari produksi maksimum. Dari 35 persen responden, masih terdapat 17
petani (48,57 persen) yang memiliki tingkat efisiensi dibawah 0,7 (belum efisien
secara teknis) dan sisanya 51,43 persen sudah efisien tetapi masih dapat terus
ditingkatkan. Hasil analisis pendapatan usahatani memberikan keuntungan bagi
petani dengan melihat nilai R/C rasio atas biaya tunai maupun R/C rasio atas
biaya total lebih besar dari satu.
iv
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN
USAHATANI CAISIM: PENDEKATAN STOCHASTIC
PRODUCTION FRONTIER
(Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor)
ARYA PRATHAMA
H34104028
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
v
Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani
Caisim: Pendekatan Stochastic Production Frontier
(Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor)
Nama : Arya Prathama
NIM : H34104028
Menyetujui,
Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, M.Si
NIP 19631227 199003 2 001
Mengetahui:
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi dan
Teknis dan Pendapatran Usahatani Caisim: Pendekatan Stochastic Production
Frontier (Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor)” belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain
manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak
mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain,
kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah.
Bogor, Juli 2012
Arya Prathama
H34104028
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Arya Prathama kelahiran 23 Maret 1989 di Sumbawa
Besar dari Bapak Thamar Jaya dan Ibu Siti Salmah sebagai anak bungsu dari dua
bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Shandi Putra
Sumbawa Besar selama dua tahun yaitu tahun 1993 hingga1995. Kemudian
menyelesaikan sekolah dasar pada tahun 2001 di SD Negeri 1 Sumbawa Besar.
Setelah itu melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 1 Sumbawa Besar. Tiga tahun
kemudian melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 1 Sumbawa Besar. Pada tahun
2007 penulis diterima pada Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Penulis memperoleh gelar Ahli Madya pada 2010 dari Program Keahlian
Manajemen Agribisnis dengan predikat Cum Laude. Selama menjadi mahasiswa
di Diploma IPB, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti kepanitiaan
MAKRAB (Malam Keakraban) MAB Angkatan 43,44,45, kepanitiaan Fieldtrip
MAB 44 Goes to Subang, Ketua Fieldtrip ke PT Yakult dan PT Indolakto
Sukabumi, serta aktif dalam organisasi mahasiswa daerah IMATADAWA (Ikatan
Mahasiswa Taruna Dadara Samawa). Pada tahun 2010 juga, penulis melanjutkan
pendidikan ke Program Sarjana Alih Jenis Departemen Agribisnis Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Selama melanjutkan
pendidikan Sarjana, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti
kepanitian SIKRAB (Siang Keakraban) penyambutan mahasiswa baru Alih Jenis
Angkatan 2. Selain itu, penulis juga bekerja sebagai karyawan di PT Bank
Bukopin Tbk selama satu tahun (2011-2012).
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT. yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Caisim: Pendekatan
Stochastic Production Frontier (Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang Kabupaten Bogor)” sehingga skripsi ini bisa selesai tepat pada
waktunya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi produksi (teknis) dan
pendapatan usahatani Caisim. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan
informasi bagi semua pihak yang berkepentingan. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan ini masih banyak kekurangan sehingga diperlukan saran dan
kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing atas saran dan masukannya serta
semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Arya Prathama
H34104028
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dorongan
dari banyak pihak. Karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan, serta ilmu pengetahuan pada penulis selama penyelesaian
skripsi ini.
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS atas saran dan ilmu yang bermanfaat dalam
menjadi dosen evaluator dalam seminar proposal penelitian sekaligus menjadi
dosen penguji utama.
3. Dra. Yusalina, M.Si selaku penguji komisi akademik yang juga memberi
banyak saran guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
4. Kedua orang tua tercinta (Bapak Thamar Jaya dan Ibu Siti Salmah), kakak
tersayang (dr. Maya Paramitha) dan seluruh keluarga besar atas doa, perhatian
dan dukungan baik moril maupun materil.
5. Astrid Nur Amalia, SE beserta keluarga yang selalu memberi dukungan dan
semangat.
6. Maryono SP, MSc atas sharing ilmu pengetahuan mengenai stochastic
production frontier.
7. M. Arief Bangun Sanjaya, SE selaku pembahas seminar skripsi atas saran,
tukar pikiran, dan dukungan dalam bersama-sama menyelesaikan skripsi.
8. Bapak Rukmana selaku Kepala Desa Ciaruteun Ilir atas arahan serta
bantuannya.
9. Kepala Dusun Desa Ciaruteun Ilir (Bapak Salam, Bapak Isnain, Bapak Minan
dan Bapak Armin) atas bantuan dalam memperoleh informasi dan responden.
10. Seluruh petani responden di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor atas kesediannya dalam memberikan data dan informasi
yang sangat berguna untuk penelitian ini.
11. Rekan-rekan Agribisnis Alih Jenis 1 yang telah memberikan banyak kritik dan
saran membangun serta kebersamaan dan kerjasamanya.
12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis yang
telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 8
1.5 Ruang Lingkup ...................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 10
2.1 Tinjauan Empiris Caisim ..................................................................... 10
2.2 Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier ....................... 11
2.3 Tinjauan Empiris Analisis Pendapatan Usahatani ................................ 13
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN......................................................... 16
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................................ 16
3.1.1 Konsep Usahatani .......................................................................... 16
3.1.2 Konsep Fungsi Produksi ................................................................. 18
3.1.3 Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier ................................ 21
3.1.4 Konsep Efisiensi dan Inefisiensi ..................................................... 25
3.1.5 Konsep Pendapatan Usahatani ....................................................... 26
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 28
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................. 31
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 31
4.2 Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 31
4.3 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 31
4.4 Metode Pengambilan Sampel ............................................................... 32
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 32
4.5.1 Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier (SF) ....................... 33
4.5.2 Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis ........................... 35
4.5.3 Uji Hipotesis .................................................................................. 37
4.5.4 Analisis Pendapatan Usahatani ...................................................... 38
4.5.5 Definis Operasional ....................................................................... 40
xi
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ......................... 42
5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian .................... 42
5.2 Karakteristik Petani Responden ........................................................... 42
5.2.1 Usia Responden ............................................................................. 43
5.2.2 Lama Pendidikan Formal ............................................................... 43
5.2.3 Status Lahan ................................................................................... 44
5.2.4 Pengalaman Usahatani ................................................................... 45
5.2.5 Jenis Varietas ................................................................................. 46
5.2.6 Pendapatan di Luar Usahatani ....................................................... 46
5.2.7 Umur Bibit ..................................................................................... 47
5.3 Kegiatan Budidaya Caisim di Lokasi Penelitian .................................. 47
5.3.1 Persiapan dan Pengolahan Lahan Semai ....................................... 48
5.3.2 Penyemaian .................................................................................... 49
5.3.3 Persiapan dan Pengolahan Lahan Tanam ...................................... 50
5.3.4 Penanaman ..................................................................................... 50
5.3.5 Pemeliharaan .................................................................................. 50
5.3.6 Pemanenan dan Pasca Panen ......................................................... 52
BAB VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI CAISIM ....... 54
6.1 Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier ...................................... 54
6.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier ............... 54
6.1.2 Interpretasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier ............... 57
6.2 Tingkat Efisiensi dan Inefisiensi .......................................................... 65
6.3 Implikasi Penelitian .............................................................................. 72
BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM ............... 73
7.1 Penerimaan Usahatani Caisim .............................................................. 73
7.2 Biaya Usahatani Caisim ....................................................................... 74
7.3 Pendapatan Usahatani Caisim .............................................................. 76
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 79
8.1 Kesimpulan .......................................................................................... 79
8.2 Saran .................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 81
LAMPIRAN .................................................................................................. 84
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Nilai PDB Hortikultura Bedasarkan Harga Berlaku Periode
2008-2009 .................................................................................. 1
2 Produksi Sayuran Segar di Indonesia Berdasarkan Urutan
Kontribusi Produksi Tahun 2010 ............................................... 3
3 Produksi Caisim pada Tahun 2006 – 2010 di Jawa Barat ......... 5
4 Realisasi Tanam dan Produktivitas Caisim Di Kabupaten
Bogor .......................................................................................... 5
5 Produksi Sayur-sayuran (Ton) di Kecamatan Cibungbulang
Tahun 2010 ............................................................................... 6
6 Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan
Usia Pada Tahun 2012 .............................................................. 43
7 Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan
Lama Pendidikan Formal Pada Tahun 2012 ............................. 44
8 Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun ilir Berdasarkan
Status Lahan Pada Tahun 2012 ................................................ 45
9 Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan
Pengalaman Usahatani Pada Tahun 2012 ................................. 45
10 Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan
Jenis Varietas Benih pada Tahun 2012 ..................................... 46
11 Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan
Pendapatan di Luar Usahatani Pada Tahun 2012...................... 47
12 Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan
Umur Bibit pada Tahun 2012 .................................................. 47
13 Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Stochastic Frontier Caisim dengan Metode OLS Tahun
2012 .......................................................................................... 55
14 Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Stochastic Frontier Caisim dengan Metode MLE Tahun
2012 .......................................................................................... 56
15 Ringkasan Statistik Variabel Bebas Model Inefisiensi
Teknis Petani Responden Tahun 2012 ...................................... 65
xiii
16 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi
Teknis Usahatani Caisim Tahun 2012 ................................. 66
17 Pendugaan Parameter Maximum Likelihood Model
Inefisiensi Teknis Produksi Caisim Tahun 2012 ...................... 67
18 Penerimaan Rata-rata Usahatani Caisim Satu Muism Tanam
per Hektar Di Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012 ......................... 73
19 Biaya Rata-rata Usahatani Caisim Satu Musim Tanam per
Hektar Petani Responden di Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012 . 74
20 Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya
Usahatani Caisim Satu Musim Tanam per Hektar di Desa
Ciaruteun Ilir Tahun 2012 ........................................................ 78
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Kurva Produk Total, Produk Marginal, dan Produk
Rata-Rata ...................................................................................... 20
2 Fungsi Produksi Stochastic Frontier ........................................... 24
3 Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) ............................ 26
4 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Teknis
dan Pendapatan Usahatani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir ........... 30
5 Benih Lokal yang Digunakan Petani di Desa Ciaruteun Ilir
Tahun 2012 .................................................................................. 49
6 Bibit Semai Petani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir
Tahun 2012 .................................................................................. 49
7 Proses penyiraman Caisim di Desa Ciaruteun Ilir
Tahun 2012 .................................................................................. 51
8 Alat Penyiram yang Digunakan Petani Caisim di Desa
Ciaruteun Ilir Tahun 2012 ............................................................ 52
9 Pemotongan Daun Kuning (busuk) Caisim di Desa
Ciaruteun Ilir Tahun 2012 ............................................................ 52
10 Caisim yang Siap Dijual oleh Petani Caisim di Desa
Ciaruteun Ilir Tahun 2012 ............................................................ 53
11 Matrix Plot Lahan VS Produktivitas, Produksi, Benih,
Pukan, Obat, Unsur N dan Tenaga Kerja ..................................... 58
12 Matrix Plot Benih VS Produktivitas, Produksi, Luas Lahan,
Pukan, Obat, Unsur N dan Tenaga Kerja ..................................... 59
13 Matrix Plot Unsur N VS Produktivitas, Produksi, Benih,
Pukan, Obat, Luas Lahan dan Tenaga Kerja ................................ 61
14 Matrix Plot Pukan VS Produktivitas, Produksi, Benih, Luas
Lahan, Obat, Unsur N dan Tenaga Kerja ..................................... 62
15 Matrix Plot Obat VS Produktivitas, Produksi, Benih, Luas
Lahan, Pukan, Unsur N dan Tenaga Kerja .................................. 63
16 Matrix Plot Tenaga Kerja VS Produktivitas, Produksi,
Benih, Luas Lahan, Pukan, Unsur N dan Obat-obatan. ............... 64
17 Matrix Plot Hubungan antara Umur terhadap Luas Lahan
dan Produksi ................................................................................. 68
xv
18 Matrix Plot Hubungan Umur Bibit dengan Produktivitas
dan Input Produksi Lainnya ...................................................... 69
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Jenis Sayuran yang Dilaporkan Berdasarkan Bentuk Hasil,
Kontribisi Produksi, dan Kisaran Produktivitasnya
Tahun 2009 ............................................................................... 85
2 Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier ........... 86
3 Tinjauan Empiris Analisis Pendapatan Usahatani ................... 87
4 Input Model Faktor Produksi Caisim Tahun 2012 ................... 88
5 Input Inefisiensi Teknis Produksi Caisim Tahun 2012 ............ 90
6 Output Minitab Model Produksi Caisim Desa Ciarutreun
Ilir Tahun 2012 ........................................................................ 92
7 Output Frontier Model Produksi Caisim Desa Ciaruteun
Ilir Tahun 2012 ........................................................................ 94
8 Matrix Plot Hubungan Umur petani terhadap Umur Bibit
di Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012 ........................................... 96
9 Nilai Penyusutan Alat Pertanian Isahatani Caisim di Desa
Ciaruteun Ilir Tahun 2012 ........................................................ 97
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah Indonesia dengan berbagai keragaman memungkinkan
pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura, baik yang beradaptasi pada
iklim tropis maupun subtropis. Menurut WWF (2010), telah terdaftar sebanyak,
323 jenis komoditas hortikultura yang terdiri atas 60 jenis buah-buahan, 80 jenis
sayur-sayuran, 66 jenis biofarmaka, dan 117 jenis tanaman hias1.
Pengembangan dari usaha hortikultura memiliki berbagai fungsi antara
lain: (1) Fungsi ekonomi, yaitu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat serta penguatan perekonomian nasional, (2) Fungsi ekologi, yaitu
membantu kelestarian lingkungan hidup, meminimalkan pemanasan global, serta
meningkatkan kualitas kehidupan dan, (3) Fungsi sosial, meningkatkan interaksi
masyarakat, memelihara kearifan lokal, mengembangkan budaya adiluhung, serta
pemahaman dan penghayatan tentang manfaat hortikultura2.
Keberagaman dari produk hortikultura juga memberi kontribusi terhadap
perekonomian di Indonesia. Kontribusi komoditas hortikultura terhadap
perekonomian nasional dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB).
Berikut nilai PDB hortikultur periode 2008-2009 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Bedasarkan Harga Berlaku Periode 2008-2009
No Komoditas
Nilai PDB (Milyar Rp) Δ
(%) 2008 2009
1 Sayur-sayuran 28.205 30.508 8.16
2 Buah-buahan 47.060 48.437 2.93
3 Tanaman Hias 5.085 5.494 8.04
4 Obat-obatan 3.853 3.897 1.14
Total 84.203 88.334 4.91
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010 (diolah).
1 http://www.slideshare.net/lodzi/pengembangan-hotikultura-indonesia-presentation.
(diakses 15 juli 2012). 2 http://ahok.org/dpr/laporan-kerja/baleg/rapat-pleno-baleg-dengan-pengusul-ruu-
hortikultura/. (diakases 11 Jui 2012)
2
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa dari keempat komoditi
hortikultura (buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias, dan obat-obatan), buah-
buahan merupakan komoditi yang memeberi kontribusi terbesar senilai Rp 48.437
Milyar dengan peningkatan sebesar 2,93 persen. Namun jika dilihat dari
pertumbuhannya komoditi sayur-sayuran merupakan komoditi dengan
pertumbuhan terbesar sebesar 8.16 persen selanjutnya diikuti tanaman hias, buah,
dan obat-obatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja dari komoditi sayuran
yang meningkatkan dan memberi kontribusi besar untuk PDB hortikultura di
Indonesia.
Komoditas hortikultura khususnya sayur-sayuran berpotensi ekonomis
karena permintaan yang tinggi dan pertumbuhannya yang meningkat. Setiap
tahunnya, Indonesia mengimpor sayur dan buah sebanyak 60 persen dari
kebutuhan dalam negeri. Belanja impor sayur dan buah mencapai Rp 15 triliun
tiap tahunnya. Buah dan sayur itu kebanyakan diimpor dari negara Asia. Hal ini
terjadi karena selama ini petani dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan
konsumsi sayur dan buah dalam negeri3.
Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mulai
menyerukan GEMA Sayuran pada tahun 2010 untuk menambah permintaan akan
sayuran. Gerakan Makan Sayuran (GEMA sayuran) merupakan kegiatan promosi
dan kampanye intensif untuk meningkatkan citra, apresiasi dan cinta akan produk
sayuran nasional yaitu sayuran produksi petani Indonesia sehingga dapat
meningkatkan konsumsi sayuran masyarakat. Peningkatan konsumsi sayuran akan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dan sekaligus dapat
menghela produksi sayuran dalam negeri yang pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatan petani4.
Dukungan terhadap program tersebut juga dilakukan pemerintah. Sejak
tahun 2010 Presiden Republik Indonesia telah berkomitmen akan
mensejahterakan petani dan memperbaiki infrastruktur pertanian nasional guna
menargetkan lima sampai sepuluh tahun mendatang Indonesia akan swasembada
komoditas pertanian.
3Benny Kusbini dalam http://www.kbr68h.com/berita/nasional/19158-impor-sayur-
indonesia-60-persen-dari-kebutuhan-dalam-negeri. (diakses 1 Maret 2012) 4 http://ditsayur.hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com.(diakses 11 Juli 2012).
3
Berdasarkan bentuk hasil yang dilaporkan (Dirjen Hortikultura, 2010),
komoditas sayuran terdiri dari umbi kering panen dengan daun, umbi daun, daun
segar, umbi basah, daun krop, sayuran segar, umbi dengan ganggang, polong
basah (Lampiran 1). Sayuran segar meupakan salah satu bentuk hasil sayuran
yang banyak dikonsumsi di Indonesia mengingat bahwa dari 25 komoditas
sayuran yang paling berkontribusi terhadap produksi sayuran nasional, lima
diantaranya ditempati oleh sayuran segar seperti sawi, kembang kol, kangkung,
bayam dan jamur. Pada Tabel 2, dapat dilihat produksi sayuran segar di Indonesia
berdasarkan urutan kontribusinya.
Tabel 2. Produksi Sayuran Segar di Indonesia Berdasarkan Urutan Kontribusi
Produksi Tahun 2009-2010
Komoditi 2009 Pesentase
(%) 2010
Pesentase
(%) Δ (%)
Sawi (Ton) 562.838 45.68 583,770 46.72 3.72
Kembang Kol (Ton) 96.038 7.79 101,205 8.10 5.38
Kangkung (Ton) 360.992 29.30 350,879 28.08 -2.80
Bayam (Ton) 173.750 14.10 152,334 12.19 -12.33
Jamur (Ton) 38.465 3.12 61.370 4.91 59.55
Sumber :www.bps.go.id5
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa sawi merupakan sayuran segar dengan
persentase terbesar yaitu sebesar 46,72 persen pada tahun 2010 yang sebelumnya
meningkat dari 45.68 persen pada tahun 2009 dari total kontribusi sayuran segar
nasional. Peningkatan tersebut disebabkan peningkatan luas panen rata-rata dan
produktivitas rata-rata dari usahatani sawi6. Selanjutnya kontribusi terbesar diikuti
dengan persentase kangkung. Bayam, kembang kol, kemudian jamur. Dari kelima
komoditi tersebut, jamur merupakan komoditi dengan laju pertumbuhan tertinggi.
Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang
dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar
maupun diolah. Sawi mencakup beberapa spesies Brassica yang kadang-kadang
mirip satu sama lain. Di Indonesia penyebutan sawi biasanya mengacu pada sawi
5http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=20.
(diakses 1 maret 2012). 6 http://pekanbaru.tribunnews.com/2010/12/06/ (diakses 13 Maret 2012)
4
hijau (Brassica rapa kelompok parachinensis, yang disebut juga sawi bakso,
caisim, atau caisin)7.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang fokus pada
program pertanian. Sejak tahun 2009, Pemerintah Kota Bogor memfokuskan
program peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Kegiatan
tersebut akan memperoleh dua keuntungan ganda. Fokus kebijakan peningkatan
ketahanan pangan akan berdampak positif pada peningkatan produksi dan
produktivitas, diversifikasi sumberdaya dan bahan pangan, serta revitalisasi
kelembagaan (petani). Adapun fokus pengembangan agribisnis yakni
mengembangkan agribisnis yang berorientasi global dengan membangun
keunggulan komparatif sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang telah
tersedia di Bogor.
Menurut Syukur dalam Gopur (2009), Caisim (salah satu jenis sawi)
merupakan komoditi hortikultura yang banyak diusahakan karena umur panen
caisim yang relatif singkat, termasuk jenis tanaman yang tahan terhadap hujan
sehingga dapat dibudidayakan sepanjang tahun (tersedia air yang cukup) dan
tahan terhadap suhu yang tinggi. Caisim pada awalnya dikenal sebagai tanaman
daerah iklim sedang, tetapi saat ini berkembang pesat di daerah sub-tropis.
Menurut Rukman (2002), Caisim dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan
suhu pada malam hari rata-rata15,6 °C dan suhu siang hari rata-rata 21,1°C dan
mendapat sinar matahari 10 – 13 jam per harinya. Pada umumnya, caisim ditanam
di daerah dataran tinggi, bukan berarti tanaman ini tidak dapat tumbuh dengan
baik di daerah dataran rendah karena tanaman ini cukup tahan terhadap panas.
Caisim dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, namun paling baik adalah
jenih tanah lempung berpasir (Andosol). Caisim termasuk ke dalam famili
Curciferae merupakan tanaman yang tahan terhadap air hujan, dan dapat dipanen
sepanjang tahun tidak tergantung dengan musim. Oleh sebab itu petani yang
mengusahakan caisim banyak ditemukan di Jawa Barat. Produksi caisim di Jawa
Barat dapat dilihat di Tabel 3 di bawah ini.
7 http://www.scribd.com/doc/55926495/5/Jenis-Sawi. (diakases 12 Juli 2012)
5
Tabel 3. Produksi Caisim pada Tahun 2009 – 2010 di Jawa Barat
No Kabupaten Tahun (Ton) Δ (%)
2009 2010
1 Bogor 17.211 5.421 -68.50
2 Sukabumi 20.600 17.308 -15.98
3 Cianjur 27.508 14.829 -46.09
4 Bandung 53.898 55.297 2.60
5 Garut 37.923 49.664 30.96
6 Tasikmalaya 5.191 2.807 -45.93
7 Ciamis 493 666 35.09
8 Kuningan 4.434 5.489 23.79
9 Cirebon 0 0 0.00
10 Majalengka 8.736 7.175 -17.87
Sumber :http://diperta.jabarprov.go.id/index.php.(diakses 3 Maret 2012)
Berbeda dengan peningkatan produksi nasional, peningkatan produksi
pada beberapa daerah di Jawa Barat menunjukkan hasil negatif. Pada kolom laju
perubahan produksi dapat dilihat bahwa Kabupaten Bogor merupakan daerah
yang penurunan produksi caisim terbesar yaitu sebesar 68,5 persen. Penyebab dari
penurunan produksi selain diakibatkan oleh penurunan luas lahan tanam sayuran,
juga bisa diakibatkan oleh faktor-faktor lain diluar penurunan luas lahan seperti
faktor cuaca maupun tingkat efisiensi produksi (Nugraha, 2010). Selain itu,
menurunan produktivitas juga menjadi alasan dari penurunan tersebut.
Produktivitas dari komoditi caisim dapat di lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Realisasi Tanam dan Produktivitas Caisim Di Kabupaten Bogor
Tahun Tanam (Ha) Δ (%) Produktivitas
(ku/Ha) Δ (%)
2009 1.132 95,66
2010 974 -13.96 58,48 -38.87
Sumber : Monografi Pertanian dan Kehutanan 20108
Menurut Badan Litbang Pertanian Kementrian Pertanian, Kecamatan
Cibungbulang merupakan salah satu sentra produksi sayuran dataran rendah di
Bogor yang memproduksi sayur-sayuran dalam jumlah besar termasuk caisim.
Data produksi caisim di Kecamatan Cibungbulang disajikan dalam Tabel 5.
8http://bp4k.bogorkab.go.id/index.php?option=com. [diakses 28 Februari 2012].
6
Tabel 5. Produksi Sayur-sayuran (Ton) di Kecamatan Cibungbulang Tahun 2010
No Desa Cabe Tomat Terong Kangkung Bayam Sawi/
Caisim
1 Situ Udik 6 34.0 15.0 50.0 16.0 60
2 Situ Ilir 6 34.0 15.0 40.0 20.0 60
3 Cibatok 2 0 17.0 15.0 30.0 16.0 36
4 Ciaruten
Udik
6 17.0 15.0 40.0 12.0 60
5 Cibatok 1 0 17.0 15.0 30.0 16.0 60
6 Sukamaju 0 17.0 15.0 40.0 12.0 60
7 Cemplang 0 17.0 7.5 30.0 16.0 48
8 Galuga 0 17.0 15.0 40.0 16.0 48
9 Dukuh 6 17.0 15.0 50.0 12.0 60
10 Cimanggu
2
6 17.0 15.0 30.0 16.0 48
11 Cimanggu
1
0 17.0 7.5 40.0 16.0 48
12 Girimulya 0 17.0 15.0 30.0 16.0 36
13 Leuweung
Kolot
0 17.0 15.0 40.0 16.0 36
14 Ciaruteun
Ilir
12 17.0 15.0 60.0 28.0 72
15 Cijujung 6 17.0 15.0 50.0 12.0 48
Jumlah 48 289 210 600 240 780
Sumber : Kecamatan Cibungbulang dalam Angka, 2011.
Tabel 5 menjelaskan bahwa Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah desa
dengan produksi sayuran tertinggi di Kecamatan Cibungbulang, termasuk juga
untuk komoditi caisim dengan jumlah produksi sebesar 72 ton. Caisim merupakan
salah satu komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Oleh
karena itu, produksi caisim menjadi sangat penting. Dengan demikian, untuk
mencapai produksi yang optimal maka diperlukan ketepatan kombinasi dalam
penggunaan input dan output sehingga akan tercapai efisiensi. Berdasarkan hal
tersebut, efisiensi produksi caisim akan menjadi objek yang menarik untuk dikaji
karena efisien penggunaan faktor produksi suatu usahatani bisa mempengaruhi
pendapatan petani caisim di daerah tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Guna secara terus menerus memenuhi konsumsi konsumen terhadap
komoditas sayur-sayuran (salah satu upaya mendukung GEMA Sayuran 2010),
diperlukan pula produksi sayur-sayuran secara kontinyu untuk memenuhi
7
permintaan tersebut. Selain dukungan pemerintah, maka perlu juga kesadaran
petani-petani sayur-sayuran untuk meningkatkan produksinya. Peningkatan
produksi tersebut diharapkan selain untuk memenuhi kebutuhan konsumen
sayuran, diharapkan pula dapat meningkatkan pendapatan petani sayur-sayuran.
Pendapatan petani akan meningkat salah satunya dengan menggunakan faktor-
faktor produksi secara efisien.
Salah satu jenis komoditas sayuran yang banyak diusahakan khususnya di
Kecamatan Cibungbulang ialah caisim. Sebagai salah satu sentra pertanian di
Kabupaten Bogor, di daerah tersebut banyak tersebar petani-petani sayur caisim.
Caisim dengan produksi terbesar di Kecamatan Cibungbulang berasal dari Desa
Ciaruteun Ilir. Meskipun desa ini merupakan desa dengan produksi caisim
terbesar, namun berdasarkan catatan Petugas Penyuluh Lapangan Kecamatan
Cibungbulang menyatakan bahwa produktivitas caisim di daerah tersebut masih
rendah dan masih berpotensi untuk ditingkatkan meskipun secara regional (Tabel
3) produktivitasnya berada diatas produksi rata-rata Kabupaten Bogor. Menurut
data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor tahun 2010, Produktivitas caisim di
Desa Ciaruteun Ilir sebesar 12 ton/Ha dan masih berpotensi untuk ditingkatkan.
Mengkaji permasalahan mengenai produktivitas sebenarnya terkait dengan
efisiensi teknis. Efisiensi teknis dapat mempengaruhi tingkat produksi dengan
menunjukkan pada seberapa besar output maksimum dapat dihasilkan dari tiap
atau kombinasi input yang tersedia. Efisisensi teknis juga berhubungan dengan
beberapa hal lain yang bisa dianalisis. Petani dapat dikatakan efisien jika
menghasilkan output dengan kuantitas yang sama tetapi penggunaan input yang
lebih sedikit dari petani lainnya atau menggunakan kuantitas dan kombinasi yang
sama tetapi menghasilkan output yang lebih banyak dari petani lainnya.
Teknik budidaya yang dilakukan petani, termasuk penggunaan dari faktor-
faktor produksi mempengaruhi efisiensi teknis dari suatu usahatani. Jika semakin
tinggi efisiensi petani, maka inefisiensinya semakin kecil. Adanya pengaruh
inefisiensi terlihat dari kondisi terdapatnya gap atau kendala yang membuat petani
tidak mampu memperoleh output yang seharusnya diperoleh dari kegiatan
usahatani. Inefisiensi merupakan kendala-kendala yang datang dari sisi internal
petani. Jadi, perlu mengidentifikasi faktor-faktor sumber inefisiensi untuk
8
kemudian dianalisis karena dengan menekan efek inefisiensi maka akan
meningkatkan efisiensi usahataani. Selain itu jika efisiensi tinggi juga akan
membuat pendapatan yang diterima petani semakin maksimal.
Dengan adanya kondisi seperti ini, maka sangat penting untuk mengetahui
efisiensi teknis usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir. Untuk mengetahui
efisiensi maka sebelumnya perlu mengidentifikasi faktor faktor apa yang
mempengaruhi produksi caisim dan faktor-faktor lain apa yang mempengaruhi
tingkat inefisiensi sehingga hubungan tersebut dapat di hubungkan dalam bentuk
model. Selanjutnya akan timbul pertanyaan mengenai berapa pendapatan petani
berhubungan dengan tingkat efisiensinya dan penggunaan usahatani yang
dilakukannya.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini secara umum
bertujuan untuk mempelajari dan menganalisa efisiensi teknis caisim. Tujuan
penelitian secara khusus antara lain :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani caisim.
2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir.
3. Menganalisis faktor-faktor inefisiensi teknis dari usahatani caisim di Desa
Ciaruteun Ilir.
4. Menganalisis pendapatan usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan karya ilmiah yang hasilnya sepenuhnya
dipublikasikan agar dapat digunakan sebagaimanamestinya termasuk sebagai
bahan masukan dan kajian. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya
penelitian ini antara lain :
1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan manfaat bagi
petani caisim dan dapat membantu petani membuat keputusan.
2. Penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan informasi dan pengetahuan
serta pengalaman bagi penulis dalam menganalisi permasalahan agribisnis.
9
3. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan bahan referensi dan sumber informasi
bagi penelitian berikutnya.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian analisis efisiensi teknis caisim meliputi kegiatan
yang terdiri dari analisis efisiensi secara teknis, inefisiensi dan pendapatan
usahatani. Penelitian ini menggunakan pendekatan stochastic production frontier
yang terbatas hingga faktor internal (inefisiensi) dari dari produksi caism di
daerah penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan
Cibungbulang Kabupaten Bogor karena Cibungbulang merupakan salah satu
sentra produksi sayuran dan Desa Ciaruteun merupakan desa di Kecamatan
Cibungbulang yang memproduksi caisim dengan jumlah terbesar di Kecamatan
tersebut. Harga yang digunakan sebagai acuan merupakan harga komoditi caisim
saat dilakukannya penelitian. Penelitian ini juga terdapat pelanggaran asumsi
persamaan Cobb-Douglas yaitu adanya nilai koefisien atau elastisitas variabel
yang negatif.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Empiris Caisim
Caisim merupakan jenis sayuran yang cukup popular di Indonesia. Dikenal
pula sebagai caisin, sawi hijau atau sawi bakso, sayuran ini mudah dibudidayakan
dan dapat dimakan segar (biasanya dilayukan dengan air panas) atau diolah. Bagi
petani, masa panen yang singkat dan pasar yang terbuka luas merupakan daya
tarik untuk mengusahakan caisin. Daya tarik lainnya adalah dan mudah
diusahakan. Konsumsi caisin diduga akan mengalami peningkatan sesuai
pertumbuhan jumlah penduduk, meningkatnya daya beli masyarakat, kemudahan
tanaman ini diperoleh di pasar, dan peningkatan pengetahuan gizi masyarakat.
Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan teknologi budidaya yang sudah ada
agar hasilnya meningkat (Gopur, 2009).
Caisim mengandung folat, mineral (mangan dan kalsium), asam amino
triptofan dan juga serat pangan. Caisim juga merupakan sayuran yang bermanfaat
untuk membantu mencegah dari terserangnya penyakit kanker, hal ini di sebabkan
karena dalam caisim mengandung senyawa fitokimia khususnya glukosinolat
yang cukup tinggi. Mengkonsumsi sawi hijau secara rutin mampu menurunkan
resiko terserangnya kanker prostat (Sebayang, 2010).
Tanaman caisim dapat tumbuh baik ditempat yang berhawa panas maupun
berhawa dingin. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh
lebih baik di dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari
ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter diatas permukaan laut. Namun
biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter
sampai 500 meter dpl. Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat
ditanam sepanjang tahun (Rukmana, 2009).
Untuk memproduksi caisim yang baik, diperlukan pula benih yang baik.
Kebutuhan benih caisim untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih
berbentuk bulat dan kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras.
Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan digunakan harus
mempunyai kualitas yang baik, seandainya membeli harus diperhatikan lama
penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga
11
harus memperhatikan kemasan. Kemasan yang baik adalah dengan alumunium
foil. Apabila benih yang digunakan dari hasil penanaman sebelumnya
(memperbanyak sendiri) harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya
tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari.
Penanaman sawi yang akan dijadikan benih terpisah dari tanaman sawi yang lain.
Di harapkan lama penggunaan benih tidak lebih dari tiga tahun (Pradani dan
Hariastuti, 2010).
Dari segi pengusahaan, caisim cukup menjanjikan keuntungan yang lebih
baik. Sebagai contoh, pengusahaan caisim seluas dua are dengan teknik sebar
benih langsung (tanpa pesemaian) dapat dihasilkan 4-5 kwintal atau rata-rata 4,5
kwintal sayur segar pada musim kemarau per periode penanaman. Dengan harga
rata-rata Rp. 1500/kg maka akan diperoleh keuntungan tidak kurang dari Rp. 675.
000 (Haryanto et al, 2005)
Peningkatan teknologi pertanian juga dilakukan terhadap caisim. Misalnya
dengan pemberian sungkup. Dengan pemberian sungkup berpengaruh pada
peningkatan tinggi tanaman, luas daun, indeks luas daun, rasio tajuk-akar, indeks
panen, dan berat segar tajuk dua minggu setelah tanam. Meski demikian
pemberian sungkup plastik menyebabkan penurunan laju asimilasi bersih, berat
segar akar, dan berat kering akar (Sulistyaningsih et al, 2005).
2.2 Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Fungsi Produksi Stochastic Frontier merupakan bentuk fungsi produksi
yang menunjukkan produksi maksimum yang dapat dicapai suatu usahatani dari
alokasi sumberdaya input yang ada. Sumberdaya input selanjutnya dikenal dengan
faktor-faktor produksi. Produksi maksimum akan dicapai dari alokasi faktor-
faktor produksi usahatani, sehingga perlu dilakukan analisis faktor-faktor
produksi yang berpengaruh terhadap kegiatan usahatani.
Pada penelitian untuk komoditi Ubi Jalar oleh Khotimah (2010) di
Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, menggunakan fungsi
Maximum Likelihood Estimation (MLE) dalam mengestimasi fungsi produksi
Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa
variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi Ubi Jalar adalah lahan,
benih/lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk P/lahan, dan pupuk K/lahan, sedangkan
12
pupuk N/lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi Ubi Jalar. Selanjutnya,
disimpulkan bahwa usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus telah cukup efisien
dan masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksi.
Darwanto (2010), dalam penelitian mengenai efisiensi usahatani padi di
Jawa Tengah mengestimasi faktor produksi menggunakan bantuan paket
komputer frontier (versi 4.1c). Input yang digunakan dalam menjalankan
usahatani padi di Jawa Tengah adalah luas lahan, benih, pupuk, pestisida, dan
tenaga kerja. Koefisien elastisitas variabel luas lahan sebesar 0,68, koefisien
elastisitas benih sebesar 0,33, variabel pupuk mempunyai nilai koefisien
elastisitas sebesar 0,34, koefisien elastisitas pestisida adalah -0,68, koefisien
elastisitas tenagakerja sebesar 0,87. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dari 73
responden petani yang mengusahakan tanaman padi, memiliki nilai rata-rata
efisiensi teknis sebesar 0,74. Nilai efisiensi teknis yang dihasilkan tersebut
mengandung arti bahwa penggunaan faktor produksi oleh para petani belum
efisien dan perlu dilakukan pengurangan penggunaan faktor-faktor produksi agar
tercapai kondisi yang efisien.
Untuk komoditi Jagung (di Tanah Laut, Kalimantan Selatan), efisiensi
teknis dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel luas lahan, benih,
pupuk organik, pupuk P, pestisida, tenaga kerja dan pengolahan tanah ditemukan
berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf kepercayaan 85 persen,
sedangkan pupuk N dan K tidak berpengaruh nyata. Ini diduga karena
penggunaan pupuk N diduga sudah berlebihan. Nilai indeks efisiensi teknis hasil
analisis dikategorikan efisien jika lebih besar dari 0.8 karena daerah penelitian
merupakan sentra produksi jagung di Kalimantan Selatan. Rata-rata efisiensi
teknis petani di daerah penelitian adalah 0.887.jumlah petani memiliki nilai
efisiensi teknis lebih besar dari 0.8 sehingga sebagian besar usahatani jagung yang
diusahakan telah efisien secara teknis. Faktor-faktor umur, pendidikan,
pengalaman dan keanggotaan dalam kelompok tani tidak berpengaruh secara
nyata terhadap inefisiensi teknis. Hal ini karena ada kecendrungan petani untuk
beralih ke usahatani lain seperti karet dan adanya pertambangan emas illegal
(Kurniawan, 2008).
13
Dalam penelitian efisiensi usahatani padi benih bersubsidi Di Kecamatan
Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat oleh Hutauruk (2008), faktor–faktor
yang mempengaruhi produksi padi di daerah penelitian sebelum penggunaan
benih bersubsidi adalah lahan, benih/lahan, pupuk KCL/lahan, pupuk NPK/lahan,
Tenaga Kerja Luar Keluarga/lahan dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga/lahan.
Sesudah penggunaan benih bersubsidi, faktor produksi yang berpengaruh terhadap
produksi padi didaerah penelitian adalah lahan, pupuk KCL/lahan dan Tenaga
Kerja luar Keluarga/lahan. Sesudah penggunaan benih bersubsidi, tingkat efisiensi
teknis lebih rendah dibandingkan dengan sebelum penggunaan benih bersubsidi.
Hal ini berkaitan dengan sumber-sumber inefisiensi teknis yang berpengaruh
negatif terhadap inefisiensi teknis.
Maryono (2008), dalam analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani
padi program benih bersertifikat di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari,
Kabupaten Karawang, menggunakan stochastic frontier dengan metode
pendugaan Maximum Likelihood (MLE) yang dilakukan melalui proses dua tahap.
Tahap pertama menggunakan metode OLS untuk menduga parameter teknologi
dan input-input produksi, dan tahap kedua menggunakan metode MLE untuk
menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep, dan varians dari kedua
komponen error. Variabel independen penduga fungsi produksi ini yaitu: luas
lahan (X1), jumlah benih (X2), pupuk urea (X3), pupuk TSP (X4), obat cair
(X5),dan tenaga kerja (X6). Namun demikian variabel luas lahan (X1)
menimbulkan multikolinearitas pada model sehingga variabel luas lahan dijadikan
pembobot pada variabel dependen maupun independen.
Untuk lebih jelasnya, hasil penelitian sebelumnya mengenai fungsi
produksi stochastic frontier dapat dilihat pada Lampiran 2.
2.3 Tinjauan Empiris Analisis Pendapatan Usahatani
Menurut Maryono (2008), dalam analisis efisiensi teknis dan pendapatan
usahatani padi program benih bersertifikat di Desa Pasirtalaga, Kecamatan
Telagasari, Kabupaten Karawang menyatakan bahwa biaya total yang dikeluarkan
oleh petani setelah program adalah lebih besar dibandingkan dengan biaya
sebelum program. Sedangkan pengeluaran tunai setelah program lebih kecil
daripada sebelum program. Namun, pengeluaran total riil masa tanam II juga
14
mengalami penurunan dibandingkan dengan masa tanam I. Hal ini
menginformasikan bahwa pada masa tanam II petani lebih hemat dalam
penggunaan faktor-faktor produksi. Pendapatan atas biaya total setelah program
lebih besar daripada sebelum program dengan selisih Rp 2.378.024,74. Namun,
pendapatan riil atas biaya tunai masa tanam II lebih rendah dibandingkan masa
tanam I. Pendapatan riil atas biaya total masa tanam II juga lebih kecil
dibandingkan masa tanam I. Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan
pendapatan terjadi karena peningkatan harga, bukan karena peningkatan
produktifitas. R/C rasio atas biaya tunai sebelum program sebesar 4,97 sedangkan
setelah program nilai nominalnya sebesar 7,09 dan nilai riilnya sebesar 5,74.
Sedangkan R/C rasio atas biaya total setelah program secara nominal
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan sebelum program, namun secara
riil mengalami penurunan. R/C rasio atas biaya total sebelum program sebesar
1,64 sedangkan setelah program nilai nominalnya sebesar 1,91 dan nilai riilnya
sebesar 1,62.
Penelitian efisiensi usahatani padi benih bersubsi di Di Kecamatan
Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat oleh Hutauruk (2008), dari sisi
pembiayaan, penerimaan rata – rata petani turun di musim tanam kedua
dikarenakan hasil produksi yang menurun dan harga gabah yang juga turun.
Terjadi peningkatan biaya akibat peningkatan biaya input yang mengalami
kenaikan seperti pupuk TSP, KCL, NPK dan obat cair. Secara pendapatan tunai
maupun total terjadi penurunan. Ini juga ditunjukkan oleh rasio R/C atas biaya
tunai dan total yang menurun. Nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,26 dan
1,05 menunjukkan bahwa usahatani yang di daerah penelitian masih
menguntungkan. Dilihat dari struktur biaya, bantuan benih bersubsidi kurang
berperan dalam membantu petani karena biaya benih hanya menyumbang sebesar
1,21 persen.
Penelitian tentang komoditas caisim, Gopur (2009) dalam analisis efisiensi
produksi caisim di Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, memperoleh hasil
bahwa produksi perhektar sebesar 11.809,4 Kg dengan harga rata-rata sebesar
Rp.1.351 per Kg. Untuk indikasi keuntungan menggunakan R/C ratio dan
diperoleh hasil 2,15 atas biaya tunai dan 1.61 atas biaya total.
15
Selain itu, penelitian yang dilakukan Khotimah (2010) mengenai analisis
efisiensi teknis dan pendapatan usahatani Ubi Jalat di Kecamatan Cililimus,
Kuningan, Jawa Barat menyebutkan bahwa usahatani di daerah tersebut
menguntungkan. Hal ini sebagaimana dapat dilihat dari R/C ratio yang diperoleh
yaitu sebesar 1,67 dan 1,24 untuk R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas
biaya Total. Rincian dari penelitian terdahulu mengenai pendapatan usahatani
dapat dilihat pada Lampiran 3.
16
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Bagian ini berisi mengenai konsep usahatani, teori produksi, konsep
analisis efisiensi teknis, fungsi produksi frontier, faktor-faktor penentu efisiensi
teknis, dan ukuran pendapatan usahatani.
3.1.1 Konsep Usahatani
Usahatani menurut A.T Mosher (1969) adalah sebagai bagian dari
permukaan bumi, dimana petani atau suatu badan tertentu lainnya bercocok tanam
atau memelihara ternak. Usahatani dapat dipandang sebagai suatu cara hidup
(away of life) atau sebagai suatu perusahaan (farm business). Sedangkan menurut
Soekartawi (1986), usahatani adalah organisasi yang pelaksanaannya berdiri
sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang,
segolongan sosial baik yang terikat geneologis, politis, maupun teritorial sebagai
pengelolanya.
Ditinjau dari tujuan pelaksanaannya, usahatani dibedakan menjadi dua
yaitu subsistence farm dan commercial farm. Usahatani yang memiliki tujuan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga disebut usahatani pencukup kebutuhan
keluarga (subsistence farm). Sedangkan usahatani yang berjalan didasari tujuan
untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya disebut usahatani komersial
(commercial farm).
Hernanto (1996) menyatakan bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (intern) dan
faktor-faktor di luar usahatani (ekstern). Adapun faktor intern antara lain petani-
petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah
keluarga dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Di
sisi lain, faktor ekstern yang berpengaruh pada keberhasilan usahatani adalah
tersedianya sarana trasnportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut
pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain),
fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani. Empat unsur pokok atau
faktor-faktor produksi dalam usahatani (Hernanto, 1996) :
17
1. Lahan
Lahan merupakan faktor yang sangat langka dibanding dengan faktor
produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh
sebab itu, lahan memiliki beberapa sifat yaitu : (1) luasnya relatif atau di anggap
tetap, (2) tidak dapat dipindah-pindahkan, dan (3) dapat dipindahtangankan atau
diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah
dan sebagainya. Lahan yang digunakan dalam usahatani dapat diperoleh dari
berbagai sumber, antara lain dengan membeli, menyewa, menyakap, negara,
warisan, wakaf atau membuka lahan sendiri.
2. Tenaga kerja
Tenaga kerja menjadi pelaku dalam usahatani menyelesaikan berbagai
macam kegiatan produksi. Tiga jenis tenaga kerja antara lain tenaga kerja
manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia
dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Kerja manusia
dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat
kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim, dan kondisi lahan
usahatani. Jika terjadi kekurangan tenaga kerja, petani mempekerjakan buruh yang
berasal dari luar keluarga dengan memberi balas jasa atau upah sehingga sumber
tenaga kerja dalam usahatani dapat berasal dari dalam dan luar keluarga.
Tenaga kerja berbeda karena memiliki keahlian, kekuatan, dan
pengalaman yang berbeda. Karena itu dalam praktek, digunakan ukuran setara
jam pria atau hari pria dengan menggunakan faktor konversi. Adapun konversi
tenaga kerja adalah dengan membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku,
yaitu 1 HOK = 1 hari kerja pria (HKP), 1 HOK wanita = 0,7 HKP, 1 HK ternak =
2 HKP, dan 1 HOK anak = 0,5 HKP.
3. Modal
Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor
produksi lain menghasilkan barang-barang baru, yaitu produk pertanian. Modal
dapat berupa tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, dan ikan di
kolam, bahan-bahan pertanian, piutang di bank dan uang tunai. Penggunaan
modal berfungsi membantu meningkatkan produktivitas dan menciptakan
kekayaan serta pendapatan usahatani. Modal dalam suatu usahatani untuk
18
membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani
berlangsung. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau
kredit (kredit bank, kerabat, dan lain-lain), warisan, usaha lain atau kontrak sewa.
4. Pengelolaan atau Manajemen
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya
sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang
diharapkan.
3.1.2 Konsep Fungsi Produksi
Produksi dapat dipandang sebagai suatu proses transformasi dua input atau
lebih menjadi satu atau lebih produk. Proses transformasi yang disebutkan di atas
dapat berupa proses fisik, bioligis, kimia atau bahkan kombinasinya. Hubungan
antara jumlah output (Q) dengan sejumlah input yang digunakan dalam proses
produksi (X1,X2, X3, ..... Xn) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
Q = f (X1, X2, X3, ...... Xn)
Keterangan :
Q = output
X = input
Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Average Physical
Product (APP) dengan Marginal Physical Productivity (MPP) yang disebut kurva
Total Physical Product (TPP) (Beattie dan Taylor (1985)). APP menunjukkan
jumlah kuantitas output produk yang dihasilkan.
Dimana :
APP = Average Phisical Product
Y = output
X = input
19
Sedangkan MPP Mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan
total output dari penambahan input
Dimana :
MPP = Marginal Physical Productivity
dY = Perubahan output
dX = Perubahan input
Selain itu, sifat fungsi produksi diasumsikan tunduk pada satu hukum yang
disebut The Law of Diminishing Return atau hukum kenaikan hasil berkurang.
Hukum ini menyatakan bahwa jika penggunaan satu macam input ditambah
sedang input-input lainnya tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari
setiap tambahan satu unit input yang di tambah tadi mula-mula naik tapi
kemudian seterusnya menurun jika input tersebut terus ditambah. Hubungan
antara produk total, produk marginal, dan produk rata-rata dapat dilihat pada
Gambar 1.
Lima sifat yang terdapat dalam kurva tersebut yaitu :
1. Mula-mula terdapat kenaikan hasil bertambah (garis O-A), produk marjinal
semakin besar, produk rata-rata naik tetapi tetap di bawah produk marjinal.
2. Pada titik balik A terjadi perubahan dari kenaikan hasil yang bertambah
menjadi kenaikan hasil berkurang, produk maksimal mencapai maksimum
(titik QA), produk rata-rata masih terus naik.
3. Setelah titik A, terdapat kenaikan hasil berkurang (garis A–B), produk
marjinal menurun, produk rata-rata masih naik sebentar kemudian mencapai
maksimum pada titik APL (QB), pada titik ini produk rata-rata sama dengan
produk marjinal. Setelah titik APL, produk rata-rata menurun tetapi berada di
atas produk marjinal.
4. Pada titik C tercapai tingkat produksi maksimum, produk marjinal sama
dengan nol, produk rata-rata menurun tapi tetap positif.
5. Sesudah titik C, mengalami kenaikan hasil negatif, produk marjinal juga
negatif, produk rata-rata tetap positif.
20
Gambar 1. Kurva Produk Total, Produk Marginal, dan Produk Rata-Rata
Sumber : Doll dan Orazem (1984)
Menurut Doll dan Orazem (1984), suatu fungsi produksi dapat dibedakan
menjadi tiga daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dari faktor produksi.
Elastisitas produksi adalah persentase perubahan produk yang dihasilkan sebagai
akibat dari persentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Pada Gambar 1
dapat dilihat ketiga daerah tersebut yaitu elastisitas yang lebih besar dari satu (QA-
QB), elastisitas diantara nol dan satu (QB-QC), dan elastisitas lebih kecil dari nol
(setelah QC).
Balik )
21
Tahapan I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu
(Increasing Return to Scale). Kondisi ini dicapai saat kurva produksi marjinal
berada di atas kurva produksi rata – rata yang berarti bahwa setiap kenaikan faktor
produksi sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan produksi lebih besar
dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum tercapai karena produksi
masih bisa diperbesar dengan cara pemakaian faktor produksi yang lebih banyak.
Pada Tahapan I disebut daerah irrasional.
Tahapan II mempunyai nilai elastisitas produksi antara nol dan satu
(Decreasing Return to Scale) yang berarti setiap kenaikan satu persen faktor
produksi akan menyebabkan kenaikan produksi paling tinggi satu persen dan
paling rendah nol. Pada keadaan ini perusahaan bisa untung dan rugi sehingga
perusahaan harus memilih atau menetapkan tingkat produksi yang tepat agar
mencapai keuntungan maksimum. Oleh karena itu, Tahapan II disebut sebagai
daerah rasional. Di sisi lain, nilai elastisitas produksi sama dengan satu terjadi saat
produksi rata – rata maksimum (PM=PR). Hal ini berarti setiap kenaikan satu
persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi sebesar satu persen.
Kondisi ini disebut sebagai (Constant Return to Scale). Elastisitas produksi yang
nilainya sama dengan nol dicapai saat produksi total mencapai maksimum atau
saat produksi marjinal sama dengan nol.
Tahapan III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol.
Kondisi ini dicapai saat produksi total menurun atau saat produksi marjinalnya
negatif. Pada daerah ini, kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan
penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini disebut juga daerah
irrasional.
3.1.3 Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Ada beberapa fungsi produksi yang sering digunakan dalam penelitian
diantaranya fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi linier berganda, dan
fungsi produksi transendental. Fungsi produksi yang menggambarkan output
maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi disebut sebagai
fungsi produksi frontier. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi
yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksimum yang dapat
diperoleh dari variasi kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan
22
teknologi tertentu (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi produksi frontier diturunkan
dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat
penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi input-output secara
teknis paling efisien. Konsep frontier dan ukuran efisiensi dalam teori produksi
diprakarsai oleh Farrel untuk mengukur inefisiensi teknis dan alokatif dalam
kerangka deterministik parametrik. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa output
dibatasi oleh fungsi produksi deterministik dengan asumsi constan return to scale.
Terdapat dua metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat efisiensi relatif suatu usahatani. Metode pertama, pendekatan stochastic
frontier berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak dimana keluaran dari
usahatani merupakan fungsi dari faktor produksi, kesalahan acak dan inefisiensi.
Sedangkan metode yang kedua, teknik linear programming (Data Envelopment
Analysis, DEA) tidak mempertimbangkan adanya kesalahan acak sehingga
efisiensi teknis dapat menjadi bias (Seinford dan Trail (1990) dalam Coelli et al
(2005))
Selanjutnya, Van Dijk dan Szirmai (2002) dalam Kurniawan (2008)
menyebutkan bahwa stochastic frontier (SF) lebih baik daripada DEA. SF dapat
digunakan secara langsung untuk menguji hipotesa yang terkait dengan model
produksi. Model fungsi produksi stochastic frontier (stochastic production
frontier) diperkenalkan Aigner, et. all. (1977). Model stochastic frontier
merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek
yang tak terduga (stochastic effect) di dalam batas produksi. Model fungsi
produksi stochastic frontier, secara umum adalah sebagai berikut (Aigner, et. all.
(1977) dalam Coelli (1996)) :
Yi = xiβ + (vi - ui) i=1,2,3...,n,
Dimana :
Yi = produksi yang dihasilkan petani pada waktu-t
Xi = vektor masukan yang digunakan petani-i pada waktu-t
β = vektor parameter yang akan diestimasi
vi = variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal (iklim,
hama) sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~ N(0,ζv2))
ui = variabel acak non negatif, dan diasumsikan mempengaruhi tingkat
inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor-faktor internal dan sebaran
ui bersifat setengah normal ( ui ~ | N(0,ζv2 | ).
23
Stochastc frontier disebut juga “composes error model” karena error term
terdiri dari dua unsur, dimana: εi = vi – ui. Variebel εi adalah spesifik error term
dari observasi ke-i. Variabel acak vi berguna untuk menghitung ukuran kesalahan
dan faktor-faktor diluar kontrol petani (eksternal) seperti iklim, hama dan
penyakityang disebut sebagai gangguan statistik (statistical noise). Sedangkan
variabel ui disebut one-side disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek
inefisiensi. Komponen error yang bersifat internal (dapat dikendalikan petani) dan
lazimnya berkaitan dengan kapabilitas manajerial petani dalam mengelola
usahataninya direfleksikan oleh ui. Komponen ini sebarannya asimetris (one
sided) yakni ui ≥ 0. Jika proses produksi berlangsung efisien (sempurna) maka
keluaran yang dihasilkan berimpit dengan potensi maksimumnya berarti ui = 0.
Sebaliknya jika ui > 0 berarti berada dibawah potensi maksimumnya. Distribusi
menyebar setengah normal (ui ~ | N(o,ζ2u |) dan menggunakan metode pendugaan
maximum Likelihood (Greene, 1982 dalam Adhiana, 2005).
Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi
produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak yaitu
nilai harapan dari xiβ + vi atau exp(xiβ + vi ). Random error bisa bernilai positif
bisa juga bernilai negatif begitu pula dengan output stochastic frontier bervariasi
sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp(xiβ). Struktur dari model
stochastic frontier dapat dilihat pada Gambar 2 .
24
Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Sumber: (Coelli, et. all. 1998)
Komponen dari model frontier yaitu f(xβ) yang digambarkan dengan
mengaplikasikan asumsi deminising return to scale. Pada Gambar 2 dapat
dijelaskan bahwa aktivitas produksi dari dua petani diwakili oleh simbol i dan j.
Petani i menggunakan input sebesar xi dan memperoleh output sebesar yi. Akan
tetapi output batas (frontier) dari petani i adalah yi* melampaui nilai pada fungsi
produksi f(xβ). Hal ini terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh
kondisi yang menguntungkan, dimana variabel vi bernilai positif. Sementara itu,
petani j menggunakan input sebesar xj dan memperoleh hasil aktual sebesar yj.
Akan tetapi hasil batas (frontier) j adalah yj* yang berada dibawah bagian fungsi
produksi. Kondisi ini terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh
kondisi yang tidak menguntungkan, dimana vi bernilai negatif. Output frontier i
dan j tidak dapat diamati atau diukur karena random error dari keduanya tidak
teramati. Kondisi ini menggambarkan bagian deterministik pada fungsi stokastik
frontier berada diantara output frontier (Coelli et al, 1998).
25
3.1.4 Konsep Efisiensi dan Inefisiensi
Pelaku agribisnis (petani) akan selalu berusaha untuk dapat
mengalokasikan input-input (faktor produksi) seefeisien mungkin agar dapat
memperoleh produksi dan hasil maksimum. Dengan kata lain bahwa seorang
petani akan berusaha untuk mencapai efisiensi sehingga mendapatkan keuntungan
yang maksimal.
Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan
dalam proses produksi. Menurut farrel dalam Coelli et al. (1998) mengemukakan
dua konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis (technical efficiency/TE) dan efisiensi
alokatif (allocative efficiency/AE). Efisiensi teknis menggambarkan kemampuan
dari usahatani untuk memperoleh output maksimal dari sejumlah penggunaan
input tertentu. Sedangkan efisiensi alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani
dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat
nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya
marjinalnya. Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi
pada isoquant batas.
Pendekatan untuk efisiensi dapat dilakukan melalui dua sisi, yaitu dari sisi
input (alokasi pendekatan penggunaan input) dan sisi output (alokasi output yang
dihasilkan). Pendekatan dari sisi input memerlukan ketersediaan harga input dan
kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk
menghasilkan output secara maksimal. Sedangkan sisi output merupakan
pendekatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara
proporsional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan.
Kondisi pendekatan berorientasi input (Gambar 3), isoquant yang
menunjukkan efisiensi penuh di gambarkan oleh kurva SS’. Jika perusahaan
menggunakan input sejumlah P untuk memproduksi satu unit output, maka nilai
inefisiensi teknis dicerminkan dari jarak Q ke P. Pada jarak tersebut sebenarnya
jumlah input yang digunakan dapat dikurangi untuk memperoleh jumlah output
yang sama.
26
Keterangan :
P = input
Q = efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif
Q’ = efisiensi teknis dan efisiensi alokatif
AA’ = kurva rasio harga input
SS’ = isoquant fully efficient
Gambar 3. Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input)
Sumber : Coelli et al (1998)
Menurut Daryanto (2002), terdapat dua pendekatan alternatif untuk
menguji sumber-sumber inefisiensi teknis. Pertama ialah dengan prosedur dua
tahap. Tahap pertama terkait dengan pendugaan terhadap skor efisiensi (efek
inefisiensi) bagi individu perusahaan. Tahap kedua, pendugaan terhadap regresi
inefisiensi dugaan dinyatakan sebagai fungsi dari variabel sosial ekonomi yang di
asumsikan mempengaruhi efek inefisiensi. Pendekatan kedua adalah efek
inefisiensi dalam stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang
dianggap relevan dalam menjelskan inefisiensi dalam proses produksi.
3.1.5 Konsep Pendapatan Usahatani
Dilakukannya analisis pendapatan terhadap usahatani ialah bertujuan
untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani yang
kemudian dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya untuk usahatani
A
Q
A’
x2/y
Q’ S’
x1/y
P
S
0
R
27
tersebut. Selain itu dengan menganalisis pendapatan usahatani juga dapat
mengukur keberhasilan usahatani. Soekartawi et al (1985) mengemukakan
beberapa definisi yang berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan:
1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan
produk usahatani.
2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa bagi usahatani.
3. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu
tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
4. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau
dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.
5. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotorusahatani
dengan pengeluaran total usahatani.
Dengan adanya analisis pendapatan usahatani petani dapat mengetahui
gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi dengan
perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Dalam melakukan
analisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan dan
pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani
merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan
merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari
hasil produksi tersebut.
Pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produki
dalam melakukan proses produksi usahatani. Biaya dalam usahatani dapat
dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai
usahatani adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang
diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan
petani. Biaya yang diperhitungkan dapat berupa faktor produksi yang digunakan
petani tanpa megeluarkan uang tunai seperti sewalahan yang diperhitungkan atas
lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari
hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi.
Pengeluaran usahatani meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel
(variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh
28
jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya
dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, semakin besar produksi maka
semakin besar pula biaya variabel. Biaya variabel meliputi biaya untuk benih,
pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja. Pendapatan usahatani terbagi atas
pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan kotor
mengukur pendapatan kerja petani tanpa memasukkan biaya yang diperhitungkan
sebagai komponennya. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara
penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Pendapatan total usahatani
mengukur pendapatan kerjapetani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan.
Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan
biaya total usahatani.
Selain analisis R/C rasio yang menunjukkan besar penerimaan usahatani
yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan
usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yangdikeluarkan. Hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan untuk
dilaksanakan. Kegiatan usahatani dapat dikatakan layak apabila nilai rasio R/C
lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan
biayanya. Sebaliknya, apabila nilai rasio R/C lebih kecil dari satu, artinya
tambahan biaya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga
kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Sedangkan jika nilai rasio
R/C sama dengan satu, maka kegiatan usahatani memperoleh keuntungan normal.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Sayur-sayuran merupakan komoditi yang permintaanya terus meningkat
sebagaimana telah disampaikan sebelumnya. Permintaan yang tinggi tersebut
tidak disertai dengan produksi (penawaran sayuran yang tinggi sehingga untuk
memenuhi permintaan dalam negeri pemerintah melakukan impor.Terus
menambah permintaan akan sayuran, Kementrian Pertanian melalui Direktorat
Jenderal Hortikultura mulai menyerukan GEMA Sayuran yaitu kegiatan promosi
dan kampanye intensif untuk meningkatkan citra, apresiasi dan cinta akan produk
sayuran nasional yaitu sayuran produksi petani Indonesia sehingga dapat
29
meningkatkan konsumsi sayuran masyarakat dan pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan petani. Kabupaten Bogor merupakan salah satu
kabupaten yang fokus pada program pertanian, beberapa di antanya program
peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis.
Caisim merupakan komoditi hortikultura yang banyak digemari untuk
ditanam karena umur panen caisim yang relatif singkat, termasuk jenis tanaman
yang tahan terhadap hujan sehingga dapat dibudidayakan sepanjang tahun
(tersedia air yang cukup) dan tahan terhadap suhu yang tinggi. Kecamatan
Cibungbulang merupakan salah satu sentra produksi sayuran dataran rendah di
Bogor yang memproduksi sayur-sayuran dalam jumlah besar termasuk caisim.
Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah desa dengan produksi sayuran tertinggi di
Kecamatan Cibungbulang, termasuk juga untuk komoditi caisim.
Tujuan utama kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani sebagai
pelaku agribisnis komersial yaitu keuntungan. Keuntungan akan diperoleh
tergantung dengan berbagai hal yaitu jumlah dan penggunaan input, harga input,
jumlah output dan harga output. Penggunaan input dan harga input dapat
diidentifikasi biaya produksi sedangkan dari jumlah output dan harga output dapat
mengidentifikasi penerimaan sehingga dari keduanya dapat melihat pendapatan
usahatani. Selain itu, dari sisi hubungan dari penggunaan input terhadap jumlah
output yang dihasilkan dapat dilihat efisiensi teknis dimana efisiensi teknis
tersebut juga dipengaruhi oleh inefisiensi (faktor lain) sehinga dari berbagai
kerangka tersebut mampu menganalisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani
caisim dan mampu memberikan rekomendasi usahatani yang efisien secara teknis
dan memberikan keuntungan maksimal bagi petani.
30
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Teknis dan
Pendapatan Usahatani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir
Produksi sayuran meningkat
sehingga pendapatan petani
meningkat
GEMA
Sayuran
2010
Kabupaten
Bogor
:program
peningkatan
ketahanan
pangan dan
pengembang
an agribisnis
Caisim : berkontribusi besar terhadap
produksi sayuran segar di Indonesia,
dapat dibudidayakan sepanjang tahun dan
relatif tahan terhadap hujan
Kecamatan Cibungbulang : Salah satu sentra produksi sayuran.
Desa Ciaruteun Ilir : Desa dengan produksi caisim terbesar di
Kecamatan Cibungbulang.
Efisiensi Teknis
Rekomendasi usahatani yang efisien secara tenis dan memberikan
keuntungan maksimal
Jumlah
Output
Harga
Input
Penggunaan
input : Lahan,
Bibit, Tenaga
Kerja, dan lain-
lain.
Harga
Output
Faktor lain : Umur petani,
pengalaman berusahatani,
pendidikan, pendapatan di
luar usahatani, umur bibit,
status kepemilikan lahan.
Biaya Produksi
Pendapatan,
R/C rasio
Penerimaan
31
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani caisim ini
dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra produksi sayuran
(caisim) di Kabupaten Bogor sehingga tersedia banyak objek-objek dan
permasalahan-permasalahan yang dapat diangkat sebagai bahan penelitian.
Penelitian dilaksanakan selama satu bulan yakni bulan Maret sampai April 2012.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, pencatatan, dan
wawancara langsung dengan petani untuk mengetahui pengunaan input,
penerimaan serta faktor-faktor produksi usahatani. Sedangkan data sekunder juga
diperoleh dari petani yang meliputi luas lahan yang diusahakan, harga produk,
biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung, jumlah
produksi yang diperoleh selama periode siklus produksi berlangsung serta data-
data lainnya yang mendukung sehingga dapat menentukan efisiensi yang
diperoleh, Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Perpustakaan LSI
Institut Pertanian Bogor, internet dan literatur yang relevan.
4.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari :
1. Identifikasi Langsung
Identifikasi dilakukan dengan melakukan proses pengamatan langsung terhadap
kondisi yang ada di daerah penelitian. Proses identifikasi dilakukan untuk
mengetahui mekanisme, proses, penggunaan dan aktivitas-aktivitas serta kondisi
yang terkait dengan usahatani caisim.
32
2. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk melengkapi informasi yang diperoleh melalui
pengamatan. Data dikumpulkan melalui responden yang ditentukan ditentukan
berdasarkan tujuan penelitian.
4.4 Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada responden petani dalam penelitian ini dilakukan
dengan tiga tahap, yang pertama dengan Cluster Sampling. Melalui Cluster
Sampling lokasi penelitian dibagi berdasarkan dusun, dimana dalam desa tersebut
terdapat empat dusun. Kemudian setelah itu untuk menentukan jumlah responden
dari masing-masing dusun ditentukan dengan metode Proportional Sampling
yaitu dilihat dari jumlah penduduk dari masing dusun yang bermata pencaharian
sebagai petani. Terakhir, pengambilan sampel dengan cara (Purposive Sampling)
yaitu sample dipilih secara sengaja dengan meminta rekomendasi dari kepala
dusun. Sample yang ditunjuk merupakan petani yang memiliki kriteria khusus
yaitu petani yang secara rutin menanam caisim, selain itu petani tersebut memiliki
kemampuan komunikasi yang baik. Jumlah sampel secara keseluruhan adalah
sebanyak 35 orang dari populasi petani caisim. Jumlah tersebut sudah dianggap
dapat mempresentasikan keadaan petani caisim di Desa Ciarutuen Ilir dan ukuran
yang dapat diterima serta memenuhi syarat dari suatu metode penelitian (minimal
30 orang).
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan dua cara yaitu secara
kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif kemudian diolah dan disajikan dalam
bentuk tabel sedangkan data kualitatif dipaparkan dalam bentuk uraian guna
mendukung data kuantitatif yang telah tersedia sebelumnya. Data yang terkumpul
diverifikasi dan validasi terlebih dahulu, selanjutnya diolah dengan bantuan
program computer antara lain Microsoft excel. Minitab 13 dan Frontier 4.1.
Frontier 4.1 digunakan untuk membantu mengestimasi nilai parameter
dari maximum-likelihood untuk model fungsi produksi stochastic frontier.
Program Frontier 4.1 terdiri dari tiga tahap yaitu :
33
1. Mengkalkulasi nilai estimasi dari β dan ζs2
menggunakan OLS (Ordinary
Least Square) semua nilai estimasi β kecuali β0 unbias.
2. Dua frase grid search dari fungsi likelihood digunakan untuk mengevaluasi
nilai dari γ yang nilainya berkisar antar 0 dan 1.
3. Nilai diseleksi melalui tahap kedua digunaka sebagai nilai awal dalam
prosedur iteratif untuk mengestimasi nilai akhir maximum-likelihood.
4.5.1 Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier (SF)
Data yang dikumpulkan kemudian ditabulasi dan dianalisis. Data
dianalisis menggunakan alat analisis fungsi produksi stochastic frontier. Analisis
fungsi produksi stochastic frontier digunakan untuk mengukur efisiensi teknis
dari usahatani caisim dari sisi output dan faktor-faktor yang mempengaruhi
efisiensi teknis. Dalam penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan adalah
fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. Pilihan terhadap bentuk fungsi
produksi ini diambil berdasarkan alasan sebagai berikut: (1) bersifat homogen
sehingga dapat digunakan menurunkan fungsi biaya dual dari fungsi produksi, (2)
lebih sederhana, dan (3) jarang menimbulkan masalah. Selain itu, menurut Binici
dalam Kurniawan(2008), fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas telah
digunakan secara luas dan teruji untuk mengkaji efisiensi produksi di negara-
negara maju dan berkembang. Meski demikian, ada beberapa kelemahan fungsi
Cobb-Douglas, menurut Kurniawan (2008) diantaranya adalah: (1) tidak ada
produksi (y) maksimum, artinya sepanjang kombinasi input (x) dinaikkan maka
produksi (y) akan terus naik sepanjang expansion path-nya, dan (2) elastisitas
produksi tetap. Kelemahan ini membuat fungsi produksi Cobb-Douglas tidak bisa
menggambarkan fungsi produksi neo-klasik.
Model matematis fungsi produksi Cobb-Douglas untuk usahatani caisim
dalam penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut:
Ln Y = Ln β0 + β1 Ln X1 + β2 Ln X2 + β3 Ln X3 + β4 Ln X4+ β5 Ln X5 +β5 Ln X5+β6 Ln
X6 + β7 Ln X7 + β8 Ln X8 + ( vi – ui )
Dimana : Y = Produksi total caisim (Kg)
β0= Intersep
βi = Koefisien parameter penduga, dimanai = 1,2,3,….8
X1= Luas lahan (Ha)
34
X2= Benih (gr)
X3 = Unsur N (Kg)
X4= Unsur P (Kg)
X5 = Unsur K (Kg)
X6 = Pupuk kandang (Kg)
X7 = Obat (ml)
X8= Tenaga kerja (HOK)
( vi – ui ) = Error Term (ui = efek inefisiensi teknis dalam model)
0 <βi< 1 (Diminishing Return)
Variabel sisa (random shock) vi merupakan variabel acak yang bebas dan
secara identik terdistribusi normal (independent-identically distributed/i.i.d)
dengan rataan (mathematical expectation/ui) bernilai nol dan ragamnya konstan,
ζy 2
(N(0,ζy 2
)), serta bebas dari ui. Variabel kesalahan (residual solow) ui adalah
variabel yang menggambarkan efek inefisiensi di dalam produksi, diasumsikan
terdistribusi secara bebas diantara setiap observasi dan nilai vi. Variabel acak ui
tidak boleh bernilai negatif dan distribusinya normal dengan nilai distribusi
N(μi,ζu2) (Coelli et al, 1998).
Adapun hipotesis awal dari koefisien (βi) dari masing-masing variabel
independen antara lain :
1. Koefisien lahan (β1) lebih besar dari nol (β1 > 0), semakin luas lahan yang
digunakan maka akan semakin meningkatkan produksi caisim karena lahan
dilokasi penelitian merupakan lahan yang relatif subur untuk mengusahakan
caisim.
2. Koefisien benih (β2) lebih besar dari nol (β2 > 0), semakin banyak benih yang
digunakan oleh petani maka akan semakin meningkatkan produksi karena
semakin banyaknya benih akan meningkatkan populasi caisim yang
dibudidayakan.
3. Koefisien unsur N (β3) lebih besar dari nol (β3 > 0), semakin banyak pupuk
yang digunakan maka akan semakin meningkatkan produksi. Hal ini diduga
karena pupuk unsur N baik untuk pertumbuhan caisim sehingga akan
meningkatkan produksi.
4. Koefisien unsur P (β4) lebih besar dari nol (β4 > 0), sama halnya dengan unsur
N, semakin banyak unsur P yang digunakan semakin banyak produksi yang
35
dihasilkan karena pupuk unsur N yang baik untuk caisim sehingga mampu
terus meningkatkan produksi.
5. Koefisien unsur K (β5) lebih besar dari nol (β5 > 0), semakin banyak pupuk
unsu K yang digunakan semakin meningkatkan produksi karena tanaman
caisim membutuhkan banyak pupuk untuk tumbuh baik dan unsur K bersifat
baik untuk caisim.
6. Koefisien pupuk kandang (β6) lebih besar dari nol (β6 > 0), semakin tingginya
pupuk kandang yang digunakan diduga akan meningkatkan produksi, hal ini
dikarenakan oleh pupuk kandang yang bersifat baik untuk tanaman maupun
untuk unsur hara dan mikroba dalam tanah.
7. Koefisien obat-obatan (β7) lebih besar dari nol (β7 > 0), semakin banyak obat-
obatan digununakan diduga akan semakin meningkatkan produksi. Hal ini
sesuai hasil wawancara dengan petani setempat bahwa saat dilakukannya
penelitian banyak serangan hama di lokasi penelitian.
8. Koefisien tenaga kerja (β8) lebih besar dari nol (β8 > 0), semakin banyaknya
tenaga kerja diduga akan semakin meningkatkan prouksi. Hal ini dikarenakan
oleh semakin banyak aktivitas atau kegiatan dalam proses usahatani yang
dapat dilakukkan gna meningkatkan produksi caisim.
4.5.2 Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis
Efek efisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini diacu dari model
efek inefisiensi yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1998). Dalam model
ini, variabel ui yang digunakan diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong
normal dengan N(μi,ζ2). Berikut adalah faktor-faktor yang yang diperkiran
mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis petani caisim dan hipotesis yang
digunakan untuk model inefisiensi dalam model.
1. Umur petani (Z1), semakin tua umur petani diduga menyebabkan semakin
tinggi tingkat inefisiensi sebab semakin tua petani maka semakin lemah
kondisi fisiknya.
2. Umur bibit (Z2), Semakin tua umur bibit diduga akan meningkatkan
inefisiensi (tidak sesuai rekomendasi).
36
3. Pendidikan (Z3), semakin tinggi tingkat pendidikan petani diduga akan
memperkecil tingkat inefisiensi petani karena tingginya tingkat pendidikan
bisa menunjukkan tingginya pengetahuan petani dalam mengelola
usahataninya.
4. Pengalaman (Z4), semakin lama pengalaman petani dalam usahatani caisim
diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi teknis karena pengalaman yang
didapatkan petani dari pengalaman usahatani sebelumnya akan menjadi
pelajaran untuk petani caisim.
5. Pendapatan diluar usahatani (Z5), semakin besar pendapatan diluar usahatani
diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi karena tambahan pendapatan
tersebut digunakan untuk modala tambahan modal usahatani.
6. Dummy Varietas (Z6), dengan dengan menggunakan varietas hibrida diduga
akan memperkecil tingkat inefisiensi karena dengan pengggunaan bibit hibrida
usahatani akan lebih produktif.
7. Dummy status lahan (Z7), status kepemilikan diduga mempengaruhi
keseriusan dalam mengelola usahatani. Petani penyewa cendrung lebih baik
(efisien) dari petani yang yang tidak menyewa.
Parameter distribusi dari efek inefisiensi teknis tersebut dapat ditulis :
μi = δ0+ δ1 Z1 + δ1 Z1 + δ2 Z2 + δ3 Z3 + δ4 Z4 + δ5 Z5 + δ6 Z6 + δ7 Z7 + Wit
Efek inefisiensi dan fungsi stochastic frontier dapat diperoleh dari
program Frontier 4.1. Kemudian, efek inefisiensi dilakukan dengan metode
statistik. Hasil dari Frontier 4.1 akan memberikan nilai perkiraan varians dari
parameter dalam bentuk :
ζs2= ζv
2+ζu
2 dan γ = ζu
2/ ζs
2
Nilai γ berada antara nol dan satu. Nilai kritis akan menentukan untuk penerimaan
hipotesa. Efisiensi teknis petani ke-i adalah adalah nilai harapan dari (-ui) yang
dinyatakan dalam persamaan di bawah ini :
37
Dimana TEi adalah efisiensi teknis petani ke-i dan yi adalah fungsi output
deterministic (tanpa error term). Nilai efisiensi tersebut berbanding terbalik
dengan efek inefisiensi yang juga bernilai antara nol dan satu. Nilai efisien
tersebut hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input
tertentu (cross section data) dan tidak untuk input yang bersifat logaritmik (panel
data) (Battese dan Coelli 1998).
4.5.3 Uji Hipotesis
Hasil output efek efisiensi teknis frontierakan dilakukan melalui pengujian
hipotesis. Untuk mengidentifikasi apakah terdapat efek inefisiensi di dalam model
menggunakan nilai LR test galat satu sisi, sedangkan untuk masing-masing
variabel penduga apakah koefisien dari masing-masing parameter bebas (δi) yang
digunakan secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak
bebas (μi) dengan menggunakan t-hitung. Berikut
Hipotesis Pertama :
H0 : γ = δ0 = δ1 = δ2 = δ3 = δ4 = …………δ7 = 0
H1 : γ = δ0 = δ1 = δ2 = δ3 = δ4 = …………δ7 > 0
Sumber : Coelli et al, 2005
Hipotesis nol berarti bahwa efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model.
Jika hipotesis tersebut diterima maka model fungsi produksi rata-rata sudah cukup
mewakili data empiris sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square.
LR = -2{ln[L(H0)/L(H1)]}
Dimana L(H0) dan L(H1) adalah nilai dari fungsi likelihood di bawah hipotesa H0
dan H1.
Kriteria uji :
LR galat satu sisi >χ2
restriksi (Tabel Kodde dan Palm) maka tolak H0
LR galat satu sisi < χ2
restriksi (Tabel Kodde dan Palm) maka terima H0
Tabel chi-square Kodde dan Palm adalah table upper and lower bound dari nilai
kritis untuk uji bersama persamaan dan pertidaksamaan restriksi.
38
Hipotesis Kedua :
H0 : δ1 = 0
H1 : δ1 ≠ 0
Sumber : Coelli et al, 2005
Pada hipotesis kedua, hipotesis nol berarti koefisien dari masing-masing
variabel didalam model efek inefisiensi sama dengan nol. Jika hipotesis tersebut
diterima, maka masing-masing variabel penjelas dalam model efek inefisiensi
tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat inefisiensi di dalam proses produksi.
Maka untuk itu, uji statistik yang dgunakan yaitu :
Kriteria uji :
| t-hitung | > t-tabel t(⍺,n-k-1) : Tolak H0
| t-hitung | < t-tabel t(⍺,n-k-1) : Terima H0
Dimana :
k = jumlah variabel bebas
n = Jumlah responden
S (δ1) = Simpang baku koefisien efek inefisiensi
4.5.4 Analisis Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya
yangtelah dikeluarkan. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu
pendapatanatas biaya tunai yang disebut sebagai pendapatan tunai dan
pendapatanatas biaya total atau disebut juga sebagai pendapatan total.Tingkat
penerimaan total, biaya dan pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut :
TR = Py x Y
TC = TFC+TVC
πtunai = TR total – TC tunai
πtunai = TR total – ( TC tunai+ Bd )
39
Keterangan :
TR total = Total penerimaan tunai usahatani (Rp)
TC tunai = Total biaya tunai usahatani (Rp)
π = Pendapatan (Rp)
Py = Harga output (Rp)
Y = Jumlah output (unit)
TFC = Total biaya tetap (Rp)
TVC = Total biaya variabel (Rp)
Bd = Biaya yang diperhitungkan (Rp)
Penerimaan juga dibagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai dan
penerimaan total. Penerimaan tunai merupakan nilai uang yang diterima dari
penjualan produk usahatani, yaitu jumlah produk yang dijual kemudian dikalikan
dengan harga jual produk tersebut. Berbeda halnya dengan penerimaan total yang
merupakan keseluruhan produksi usahatani baik yang dijual, dikonsumsi, maupun
yang dijadikan persediaan. Selanjutnya, dalam pendapatan usahatani dikenal
komponen biaya. Biaya juga terbagi menjadi dua yakni biaya tunai dan biaya
total. Biaya tunai mengandung arti sejumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa untuk kepentingan usahatani. Biaya total merupakan
seluruh nilai yang dikeluarkan untuk usahatani, baik yang bersifat tunai maupun
tidak tunai.
Imbangan penerimaan biaya atau return cost ratio adalah perbandingan
antara total penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan dalam suatu proses
produksi usahatani. Analisis R/C ratio digunakan untuk mengetahui seberapa
besar penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan untuk
usahatani tersebut. Usahatani dapat dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C
ratio lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani
memberikan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Semakin
besar nilai R/C rasio, semakin menguntungkan usahatani tersebut. Perhitungan
R/C ratio secara matematika dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
40
4.5.5 Definis Operasional
Dalam mempermudah mendefinisakan variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini, berikut konsep dari variabel-variabel yang digunakan beserta
satuan pengukurannya.
1. Produksi caisim (Y) adalah sejumlah caisim (satuan dalam Kg) yang
dihasilkan dalam satu musim tanam.
2. Luas lahan (X1) adalah jumlah luasan lahan yang digunakan untuk usahatani
caisim dengan satuan pengukuran hektar (Ha).
3. Benih caisim (X2) adalah benih caisim yang digunakan petani untuk satu kali
musim tanam dengan satuan pengukurannya ialah gram (gr).
4. Unsur N (X3) adalah jumlah kandungan unsur N pada pupuk yang digunakan
petani untuk memupuk caisim selama satu kali musim tanam. Meliputi pupuk
Urea, Phonska, dan NPK. Satuan pengukurannya adalah kilogram (kg).
5. Unsur P (X4) adalah jumlah kandungan unsur P pada pupuk yang digunakan
petani untuk memupuk caisim selama satu kali musim tanam. Meliputi pupuk
Phonska, dan TSP. Satuan pengukurannya adalah kilogram (kg).
6. Unsur K (X5) adalah jumlah K pada pupuk yang digunakan petani untuk
memupuk caisim selama satu kali musim tanam. Meliputi pupuk Phonska.
Satuan pengukurannya adalah kilogram (kg).
7. Pupuk kandang (X6) adalah jumlah pupuk yang digunakan petani untuk
memupuk caisim selama satu kali musim tanam. Satuan pengukurannya
adalah kilogram (kg).
8. Obat-obatan (X7) adalah jumlah pestisida yang digunakan petani caisim
selama satu kali musim tanam. Satuan pengukurannya ialah mililiter (ml).
9. Tenaga Kerja (X8) adalah jumlah tenaga kerja total yang digunakan dalam
usahatani caisim selama satu musim tanam. Pengukuran tenaga kerja dalam
satuan HOK (Hari Orang Kerja) dengan mengabaikn apakah tenaga kerja
berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga.
10. Umur petani (Z1) adalah umur petani saat musim tanam caisim. Satuan
pengukurannya adalah tahun.
11. Umur bibit (Z2) adalah umur dari bibit yang akan di tanam di lahan produksi.
Satuan pengukurannya adalah hari.
41
12. Pendidikan (Z3) adalah lamanya pendidikan formal yang pernah diperoleh
petani. Pendidikan petani dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal
yaitu satu untuk petani yang tidak sekolah, dua untuk petani yang bersekolah
hingga SD (Sekolah Dasar), tiga untuk petani yang bersekolah hingga SMP
(Sekolah Menengah Pertama) dan empat untuk petani yang bersekolah hingga
SMA (Sekolah Menengah Atas).
13. Pengalaman berusahatani (Z4) merupakan lamanya petani dalam
mengusahakan usahatani caisim, Stuan pengukuran yang digunakan adalah
tahun.
14. Pendapatan di luar usahatani (Z5) adalah pendapatan yang diterima petani
diluar dari usahatani dalam satu kali musim tanam. Diukur dalam satuan
rupiah (Rp).
15. Varietas (Z6) adalah jenis varietas benih yang digunakan petani caisim.
Varietas benih dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang menggunakan
benih hibrida dan nol untuk petani yang menggunakan benih lokal.
16. Status kepemilikan lahan (Z7) adalah status atas kepemilikan lahan yang
dugunakan (dalam bentuk dummy). Nol untuk petani yang memiliki lahan
garap sendiri dan satu untuk petani dengan lahan sewa.
42
BAB V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian
Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian
wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa
ini juga merupakan daerah dataran tinggi dengan tingkat suhu rata-rata 240
- 400
C.
Curah hujan rata-rata pertahun di daerah ini sekitar 240,08 mm dengan rata-rata
14 hari hujan per bulannya. Kondisi tersebut menyebabkan Desa Ciaruten Ilir
sesuai untuk budidaya sayuran.
Desa Ciaruten Ilir terdiri dari 4 Dusun, 35 RT dan 10 RW. Luas wilayah
Desa Ciaruten Ilir secara keseluruhan adalah 360 Ha, yang terdiri dari 200 Ha
lahan sawah, 105 Ha lahan perumahan dan pekarangan, 40 Ha ladang, 2 Ha
empang, dan 13 Ha lain-lain. Jumlah penduduk Desa Ciaruten Ilir berdasarkan
data terakhir dari kantor desa adalah 10.120 jiwa. Jumlah penduduk Desa Ciaruten
Ilir terdiri dari 5.107 jiwa penduduk pria dan 5.013 jiwa penduduk wanita.
Penduduk Desa Ciaruten Ilir lebih banyak berada pada usia produktif.
Dilihat dari struktur mata pencahariannya, penduduk Desa Ciaruten Ilir
sebagian besar bekerja sebagai petani yaitu sekitar 88 persen dari jumlah
penduduk yang bekerja (5.623 jiwa) atau sekitar 5.135 jiwa. Sedangkan penduduk
yang lain diantara bekerja sebagai penjual jasa dan pedagang. Jenis pertanian yang
diusahakan oleh petani Desa Cairuten Ilir adalah sayuran dan padi.
Batas wilayah Desa Ciaruteun Ilir adalah sebagai berikut :
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rumpin
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ciampea
Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Leuweng Kolot
Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijujung
5.2 Karakteristik Petani Responden
Karakteristik petani responden yang akan dijelaskan merupakan gambaran
mengenai keadaan petani caisim di Desa Ciaruteun Ilir yang diwakilkan oleh 35
orang petani responden. Karakteristik tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa
43
poin, antara lain usia responden, lama pendidikan, status kepemilikan lahan,
pengalaman berusahatani caisim, jenis varietas, serta umur bibit yang digunakan.
Dengan adanya berbagai keragaman dari karakteristik tersebut, diduga
mempengaruhi keputusan petani dalam proses pengambilan keputusan.
5.2.1 Usia Responden
Petani yang menjadi responden berusia mulai dari 25 tahun hingga 65
tahun. Usia petani responden diklasifikasikan seperti pada tabel sebaran petani
responden Desa Ciaruteun Ilir berdasarkan usia (Tabel 6). Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa usia petani responden didominasi oleh petani berusia 35 – 44 tahun
sebesar 42,86 diikuti dengan petani berusia 45 – 54 sebanyak 37,14 dari total
petani responden (35 petani). Dari jumlah tersebut dapat disimpulkan bahwa
umumnya petani di desa tersebut masih berada pada usia produktif sehingga
diduga mempengaruhi dalam hal pengambilan keputusan dan semangat serta
kemampuan kerja yang tinggi.
Tabel 6. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Usia Pada
Tahun 2012
Usia Responden
(Tahun)
Jumlah Petani
(Orang) Persentase (%)
25 - 34 4 11.43
35 - 44 15 42.86
45 – 54 13 37.14
55 - 64 2 5.71
65 ≥ 1 2.86
Jumlah 35 100
5.2.2 Lama Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan salah satu karakteristik petani yang
mempengaruhi dalam hal pengambilan keputusan. Selain itu juga dengan
tingginya pendidikan formal diduga petani juga akan membantu dalam hal
memperoleh informai dan teknologi serta penerapannya untuk pengembangan
usahataninya. Sebaran petani responden berdasarkan lama pendidikan formal
disajikan dalam Tabel 7.
44
Tabel 7. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Lama
Pendidikan Formal Pada Tahun 2012
Pendidikan Formal
(Tahun)
Jumlah Petani
(Orang) Persentase (%)
0 4 11.43
1 - 6 13 37.14
7 - 9 6 17.14
10 - 12 12 34.29
≥ 13 0 0.00
Jumlah 35 100
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa petani responden didominasi oleh petani
yang telah menempuh pendidikan selama 10 – 12 tahun (SMA/Sederajat) diikuti
oleh petani yang pernah menempuh pendidikan formal selama 7 – 9 tahun
(SMP/Sederajat). Disisi lain masih terdapat pula petani yang tidak menginjak
banku pendidikan formal sama sekali yaitu sebanyak 4 orang. Hal ini disebabkan
pada masa usia petani tersebut belum terdapat sekolah formal atau jarak yang
jauh. Selain itu juga ada pula yang disebabkan karena masih ada pandangan dari
orang tua petani bahwa pendidikan tidak berguna sehingga tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk hal seperti itu.
5.2.3 Status Lahan
Status lahan petani di daerah penelitian diklasifikasikan menjadi 3 yaitu
milik, sewa dan sakap. Dari tabel sebaran petani berdasarkan status lahan (Tabel
8) dapat dilihat bahwa umumnya petani berusahatani dengan lahan milik sendiri
yaitu sebanyak 57,14 persen. Selain itu terdapat pula petani dengan lahan
berststus sewa sebesar 40 persen. Petani yang menyewa umumnya merupakan
pendatang atau warga setempat yang pernah bekerja diluar kota (Jakarta)
kemudian kembali lagi ke Desa Ciaruteun Ilir. Kemudian terdapat pula petani
dengan sistem sakap (bagi hasi) sebanyak satu orang atau sebesar 2,86 persen dari
jumlah petani responden.
45
Tabel 8. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun ilir Berdasarkan Status Lahan
Pada Tahun 2012
Status Lahan Jumlah Petani
(Orang) Persentase (%)
Milik 20 57.14
Sewa 14 40.00
Sakap 1 2.86
Jumlah 35 100.00
5.2.4 Pengalaman Usahatani
Pengalaman petani dalam berusahatani di daerha penelitian (Desa
Ciaruteun Ilir) umumnya sudah berlangsung cukup lama. Pengalaman mengenai
berusahatani perlu untuk diketahui mengingat bahwa pengalaman berusahatan
mempengaruhi efisiensi usahatani. Semakin lama pengalaman usahatani maka
semakin efisien pula usahatani caisim yang dilakukan petani. Pengalaman petani
responden dalam usahatani caisim pada Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Pengalaman
Usahatani Pada Tahun 2012
Pengalaman Usahatani Caisim
(Tahun)
Jumlah Petani
(Orang) Persentase (%)
≤ 5 12 34.29
6 – 10 4 11.43
11 -15 5 14.29
≥ 16 14 40.00
Jumlah 35 100
Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa dari 35 orang petani responden,
pengalaman petani yang lebihdari 15 tahun mendominasi sekitar 40 persen
kemudian diikuti oleh petani dengan pengalaman kurang dari sama dengan 5
tahun sebesar 34,29 persen atau sekitar 12 orang. Berdasarkan data tersebut dapat
dikatakan bahwa petani responden rata-rata telah memiliki pengalaman yang
sudah cukup lama (rata-rata pengalaman usahatani 14 tahun).
46
5.2.5 Jenis Varietas
Terdapat dua jenis varietas benih yang digunakan oleh petani responden
varietas lokal dan varietas hibrida (tosakan : “cap panah merah”). Berdasarkan
informasi dari seluruh responden (Tabel 10), petani responden lebih banyak
mengunakan jenis varietas lokal yaitu sebesar 60 persen sedangkan yang
menggunakan varietas hibrida yaitu sebanyak 40 persen. Petani responden lebih
cendrung mengunakan benih lokal disebabkan karena jika membeli, harga benih
lokal lebih murah dibandingkan dengan harga benih hibrida. Selain itu dengan
benih lokal, petani bisa memperbanyak sendiri melalui biji.
Tabel 10. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Jenis
Varietas Benih pada Tahun 2012
Varietas Jumlah Petani
(Orang) Persentase (%)
Lokal 21 60
Hibrida 14 40
Jumlah 35 100
5.2.6 Pendapatan di Luar Usahatani
Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa dari 35 petani
responden hanya terdapat 13 petani yang memiliki pendapatan diluar usahatani
atau sekitar 37,14 persen sisanya merupakan petani yang tidak memiliki
pendapatan di luar usahatani (62,86 persen). Pendapatan petani di luar usahatani
variatif mulai dari Rp 83.333,33 – Rp1.000.000,00 dengan nilai rata-rata 9dari
seluruh responden) sebesar Rp 146.238,09. Pendapatan petani diluar usahatani
diperoleh dari berbagai aktifitas antara lain penyewaan lahan, penyewaan rumah,
ojek, buruh tani, buruh pikul, sopir, membantu tengkulak, dan setoran angkot.
47
Tabel 11. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Pendapatan
di Luar Usahatani Pada Tahun 2012
Variabel Jumlah Petani
(Orang) Persentase (%)
Berpendapatan di luar usahatani 13 37.14
Tidak berpendapatan di luar
usahatani 22 62.86
Jumlah 35 100
5.2.7 Umur Bibit
Dalam budidaya caisim terdapat proses penyemaian benih. Benih
disemaikan hingga 14 ampai 12 hari sebelum bisa ditanam. Berdasarkan data pada
tabel sebaran petani responden berdasarkan umur bibit (Tabel 12) dapat dilihat
bahwa terdapat empat macam bibit yang digunakan berdasarkan umurnya yaitu
bibit berumur 14, 15, 20, dan 21 hari. Umur bibit 15 hari lebih banyak digunakan
oleh petani responden yakni sebesar 54,29 persen diikuti dengan penggunaan bibit
20 hari sebesar 31,43 persen. Dasar dari penetapan umur bibit yang digunakan
merupakan pengalaman dari usahatani sebelumnya dan kondisi bibit (memiliki
tiga hingga 4 daun).
Tabel 12. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Umur Bibit
pada Tahun 2012
Umur Bibit
(Hari)
Jumlah Petani
(Orang) Persentase (%)
14 3 8.57
15 19 54.29
20 11 31.43
21 2 5.71
Jumlah 35 100.00
5.3 Kegiatan Budidaya Caisim di Lokasi Penelitian
Kegiatan budidaya merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan petani
untuk memproduksi komoditi pertanian. Kegiatan budidaya caisim Desa
48
Ciaruteun Ilir dilakukan dengan penerapan berbagai tahapan kegiatan budidaya.
Tahapan tersebut antara lain persiapan dan pengolahan lahan semai, penyemaian,
persiapan dan pengolahan lahan tanam, penanaman, pemeliharaan, pemanenan
dan pascapanen. Berikut penjelasan dari tahapan kegiatan budidaya caisim.
5.3.1 Persiapan dan Pengolahan Lahan Semai
Langkah pertama yang umumnya dilakukan oleh petani di Desa Ciaruteun
Ilir ialah persiapan dan pengolahan lahan semai. Persiapan lahan awalnya
dilakukan dengan cara mencangkul lahan yang akan digunakan untuk perseaian.
Lahan yang digunakan untuk persemaian umumnya dilakukan pada lahan-lahan
bedeng (garit) kecil di pinggiran lahan tanam. Petani umumnya juga
menggunakan sekitar dua sampai tiga garit berukuran enam sampai sepuluh
meter. Penolahan lahan sebelumnya diawali dengan penaburan pupuk kandang.
Pupuk kandang yang digunakan umumnya berjumlah dua karung (satu karung
sekitar 20 Kg) untuk satu garit berukuran 10 sampai 14 meter. Pencangkulan
dilakukan secara merata pada setiap garit. Setelah itu disiram kemudian dibiarkan
(diberakan) selama satu sampai dua hari sebelum ditanam. Hal ini bertujuan untuk
menghindari kurang baiknya pertumbuhan bibit karena lahan semai masi panas
akibat reaksi dari pupuk kandang.
Benih yang digunakan petani terdiri dari dua jenis benih yaitu benih lokal
(diperbanyak sendiri atau dibeli dari sesama petani caisim) dan benih hibrida
(jenis Tosakan). Benih hibrida dibeli seharga Rp 10.000 – Rp 12.000 per bunkus
(25 gram) sedangkan benih lokal (Gambar5) dibeli seharga Rp 40.000 per botol
(setara ± 200 gr). Tanaman yang dapat diambil bijinya yaitu tanaman caisim
berbunga yang sudah berumur 75 samapai 90 hari.
49
Gambar 5. Benih Lokal yang Digunakan Petani di Desa Ciaruteun Ilir Tahun
2012
5.3.2 Penyemaian
Kegiatan selanjutnya yaitu persemaian. Persemaian merupakan kegiatan
yang menebarkan benih benih caisim di atas lahan semai. Setelah penebaran bibit,
pupuk kandang kembali ditabur untuk menutupi benih-benih yang telah ditebar.
Setelah itu kemudian dilakukan penyiraman dengan air yang dicampur dengan
urea (100 liter air + 1 Kg urea). Setelah hari keempat atau kelima, tanaman juga
diberikan pupuk (urea dan/atau Phoska/TSP). Kegiatan penyemaian berlangsung
selama 14 samapi 21 hari. Selama penyemaian, kegiatan pemeliharaan benih
semai juga dilakukan. Pemeliharaan yang dilakukan antara lain penyiraman (dua
samapai tiga kali sehari) dan penyiangan rumput liar dan gulma (tiga sampai
empat hari sekali). Gambar bibit semai yang digunakan petani dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Bibit Semai Petani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012
50
Pupuk kandang yang digunakan merupakan pupuk kandang yang berasal
dari campuran sekam dan kotoran ayam. Pupuk tersebut dibeli dari perusahaan
peternakan ayam pedaging di desa tersebut seharga Rp 5.000 – Rp.7.000. Pupuk
diantar sampai ke tempat pemesan selama tempat tersebut masih berada di dekat
jalan yang bisa dilalui kendaraan roda empat. Harga tersebut merupakan hanya
harga pupuk kandang dan tidak termasuk karung (kembali karung).
5.3.3 Persiapan dan Pengolahan Lahan Tanam
Sambil menunggu benih yang disemai siap ditanam, kegiatan yang
dilakukan ialah persiapan dan pengolahan lahan tanam. Persiapan lahan tanam
sama halnya dengan perlakuan pada persiapan dan pengolahan lahan semai.
Bedanya hanya pada jumlah garit yang akan disiapkan lebih banyak. Kegiatan ini
dilakukan dua atau satu hari sebelum ditanamnya bibit.
5.3.4 Penanaman
Penanaman merupakan proses pemindahan bibit semai ke lahan tanam.
Bibit yang biasanya sudah dapat ditanam biasanya bibit yang sudah berumur 14
sampai 21 hari. Proses penanaman diawali dengan pembuatan lubang tanam.
Lubang tanam dibuat dengan menusuk dengan jari atau kayu kira-kira sedalam
jari tangan atau delapan sampai sepuluh sentimeter.
Setelah membuat lubang tanam kemudian tanaman dapat ditanam.
Kegiatan penanaman umumnya dilakukan pada pagi hari untuk menghindari
tanaman kering atau rusak. Seusai penanaman, tanaman kemudian disiram dengan
air. Jarak tanam dari penanaman umumnya kira-kira berjarak 25 cm x 20 cm atau
20 cm x 20 cm sesuai dengan kebiasan dan pengalaman bertani sebelumnya.
5.3.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan,
pemberian pupuk serta penyemprotan obat-obatan (insektisida). Penyiraman
merupakan kegiatan yang sangat penting. Penyiraman umumnya dilakukan satu
kali sehari pada musim hujan dan dua sampai tiga kali sehari ketika musim
kemarau. Penyiraman merupakan kegiatan rutinitas yang dikerjakan setiap hari
sampai panen. Kegiatan penyiraman dapat dilihat pada Gambar 7. Selain itu ada
juga kegiatan penyiangan. Kegiatan ini dilakukan tergantung dari kondisi atau
51
banyaknya gulma, umumnya dilakukan selama satu samapai dua kali sampai
panen. Begitu pula dengan penyemprotan insektisida, dilakukan tergantung
dengan kondisi serangan hama. Umumnya dilakukan dua sampai lima kali
penyemprotan sampai dengan panen. Penyemprotan tidak boleh dilakukan pada
saat mendekati panen (paling lama dua hari menjelang panen). Hama yang
umumnya menyerang tanaman caisim di daerah penelitian yaitu ulat gerayak.
Gambar 7. Proses penyiraman Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012
Selain itu ada pula kegiatan pemupukan, Kegiatan pemupukan awal
dilakukan setelah empat atau lima hari sejak di tanam (setelah tanaman segar).
Pemupukan awal biasanya dengan pemberian pupuk kandang dengan cara ditabur
di sela-sela tanaman. Pemupukan dengan pupuk lain juga dilakukan. Pupuk yang
biasanya digunakan antara lain pupuk urea, phoska, dan TSP. Pemberian pupuk
yang dilakukan di desa Ciaruteun Ilir umumnya dilakukan dengan pencampuran
dengan air. Alat penyiraman (emrat) dapat dilihat pada Gambar 8.
52
Gambar 8. Alat Penyiram yang Digunakan Petani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir
Tahun 2012
5.3.6 Pemanenan dan Pasca Panen
Waktu yang diperlukan untuk usahatani caisim sejak penebaran benih
samapi dengan siap dipanen adalah 28 sampai 40 hari. Pemanenan dilakukan
pada pagi hari sekitar pukul 10.00. hal ini dilakukan untuk menghindari masih
banyaknya embun yang menempel pada tanaman caisim. Banyaknya air akan
mengakibatkan daun lebih cepat busuk sehingga panen dilakukan ketika matahari
mulai terik. Pemanenan dilakukan dengan mencabut seluruh tanaman besrta akar
kemudian memotong bagian akar. Pada proses pemanenan petani melakukan
kontrol sendiri terhadap caisim hasil panen yaitu dengan memotong daun-daun
kuning (busuk) sebelum diikat (Gambar 9).
Gambar 9. Pemotongan Daun Kuning (busuk) Caisim di Desa Ciaruteun Ilir
Tahun 2012
53
Caisim yang telah dipanen kemudian diikat dan siap dijual (Gambar 10).
Satu ikat kecil berisi satu kilogram caisim sedangkan satu ikat besar berisi 10 ikat
kecil atau sama dengan sepuluh kilogram. Setelah selesai diikat, kemudian hasil
panen dibawa ke pinggir jalan menunggu tengkulak untuk membelinya.
Tengkulak menjemput hasil panen petani menggunakan mobil pick up biasanya
dimulai setelah pukul 14.00. Hal ini dilakukan agar ketika sampai di pasar, caisim
tidak layu akibat kepanasan. Harga dari caisim sangat fluktuatif yaitu berkisar
antara Rp 1.700 sampai Rp 2.500 per kilogram.
Gambar 10. Caisim yang Siap Dijual oleh Petani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir
Tahun 2012
54
BAB VI
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI CAISIM
6.1 Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi tingkat
efisiensi teknis adalah melalui pendekatan dengan stochastic production frontier
seperti telah dibahas pada metodologi penelitian. Analisis fungsi produksi
stochastic frontier meliputi pendugaan model fungsi produksi stochastic frontier
dan interpretasi model fungsi produksi stochastic frontier. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini.
6.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Model fungsi Cobb-Douglas Stochastic Production Frontier ialah model
yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengestimasi fungsi produksi
usahatani caisim. Parameter yang digunakan ialah parameter Maximum Likelihood
Estimated (MLE). MLE dapat menggambarkan hubungan antara produksi
(output) maksimum yang dapat dicapai pada tingkat penggunaan faktor-faktor
produksi (input) yang ada. Nilai MLE diperoleh dari pengolahan data
menggunakan program komputer Frontier 4.1. Menurut Soekartawi (1994),
fungsi Cobb-Douglas mengikuti kaidah diminishing return sehingga nilai
koefisien dalam model diharapkan bernilai positif sehingga selanjutnya dapat
memberikan untuk melakukan upaya agar setiap penambahan input dapat
menghasilkan tambahan output yang lebih besar. Berkaitan dengan hal tersebut,
hipotesis awal juga menduga bahwa semua input produksi memiliki koefisien atau
elastisitas positif (βn>0). Penelitian ini menggunakan delapan faktor produksi.
Input model faktor produksi dapat dilihat pada Lampiran 4.
55
Tabel 13. Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier
Caisim dengan Metode OLS Tahun 2012
Variabel Koefisien t-ratio p-value VIF
Stochastic Frontier
Intersep (ln β0) 5.584 3.49***** 0.002
Luas Lahan (β1) 0.5613 2.25*** 0.033 9.4
Benih (β2) 0.2397 1.58* 0.125 5.7
Unsur N (β3) 0.1699 1.64** 0.114 1.7
Unsur P (β4) 0.01556 1.36* 0.185 2.2
Unsur K (β5) -0.02784 -2.50**** 0.019 1.9
Pupuk Kandang (β6) 0.1597 1.28* 0.211 2.4
Obat-obatan (β7) 0.2017 1.51* 0.142 4.3
Tenaga Kerja (β8) -0.0228 -0.12 0.909 5.9
R2 90,1%
Durbin-Watson
statistic 1.76
Keterangan : ***** nyata pada ⍺ = 0.5%
**** nyata pada ⍺ = 1%
*** nyata pada ⍺ = 2.5%
** nyata pada ⍺ = 5%
* nyata pada ⍺ = 10%
Pencarian awal fungsi produksi dilakukan dengan metode Ordinary Least
Square (OLS). Faktor-faktor produksi (variabel independen) yang diduga
mempengaruhi produksi caisim adalah luas lahan, benih, unsur N, unsur P, Unsur
K, pupuk kandang, obat-obatan, dan tenaga kerja (output model produksi dapat
dilihat pada Tabel 13). Pada pendugaan awal menggunakan metode OLS,
variabel-variabel bebas yang berpengaruh terhadap produksi caisim tidak
memiliki masalah multikulinearitas dan autokorelasi. Hal ini dapat dilihat dari
nilai VIF nya masing-masing yang nilainya kurang dari 10. Model yang diperoleh
dari pendugaan model produksi dengan metode OLS adalah sebagai berikut :
ln Y = 5.58 + 0.561 ln L + 0.240 ln B + 0.170 ln N + 0.0156 ln P - 0.0278 ln
K + 0.160 ln PK + 0.202 ln O - 0.023 ln TK
Setelah melakukan pendugaan dengan metode OLS dan tidak terdapat
masalah multikolinearitas serta autokorelasi, maka selanjutnya dilakukan
pendugaan model fungsi produksi dengan metode MLE. Pendugaan model fungsi
produksi stochastic frontier usahatani caisim di Desa Ciruteun Ilir dengan metode
MLE dapat dilihat pada Tabel 14.
56
Tabel 14. Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier
Caisim dengan Metode MLE Tahun 2012
Variabel Koefisien Standard
Error t-ratio
Stochastic Frontier
Intersep (ln β0) 1,266 0,759 1,666**
Luas Lahan (β1) 0,006 0,002 2,599*****
Benih (β2) 0,655 0,197 3,322*****
Unsur N (β3) -0,006 0,001 -4,250*****
Unsur P (β4) 0,127 0,244 0,519
Unsur K (β5) 0.0004 0,004 0,090
Pupuk Kandang (β6) 0,278 0,097 2,858*****
Obat-obatan (β7) 0,003 0,001 2,966*****
Tenaga Kerja (β8) 0,021 0,012 1,702**
ζ2 0,040 0.011 3,404*****
γ 0.998 0.009 105,062*****
log likelihood function 14,704
LR test of one side error 30,83
Keterangan : ***** nyata pada ⍺ = 0.5%
**** nyata pada ⍺ = 1%
*** nyata pada ⍺ = 2.5%
** nyata pada ⍺ = 5%
* nyata pada ⍺ = 10%
Hasil estimasi awal menggunakan OLS menunjukkan nilai R2 sebesar 90,1
persen dan tidak terdapat masalah multikolinieritas antar varibel dalam model
yang ditunjukkan dengan Nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang masih
berada di bawah 10 (Lampiran 6). Masalah multikulinearitas bisa menyebabkan
tingginya standard error sehingga t-hitung menjadi lebih kecil dan bisa
menyebabkan nilai tersebut menjadi tidak nyata. Berdasarkan metode MLE
pendugaan model fungsi produksi memiliki nilai LR galat satu sisi sebesar 30,83
yang lebih besar dari χ2
9 pada Tabel Chi Square Kodde dan Palm pada ⍺ = 0,1%
yaitu 27.133, sehingga terdapat inefisiensi teknis pada model ini. Persamaan yang
dihasilkan dari Model tersebut ialah :
ln Y = 1,266 + 0,006 ln L + 0,655 ln B - 0,006 ln N + 0,127 ln P + 0.0004
ln K + 0,278 ln PK + 0,003 ln O + 0,021 ln TK
57
Model tersebut ialah model yang akan digunakan untuk menduga
pengaruh faktor produksi terhadap produksi karena model tersebut telah
memenuhi kriteria dari fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier.
Selanjutnya model inilah yang akan dibahas untuk menggambarkan produksi dari
usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor.
6.1.2 Interpretasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Parameter yang digunakan adalah parameter dari fungsi produksi
stochastic frontier metode MLE. Dari hasil pendugaan Model (Tabel 14) dapat
dilihat bahwa nilai γ sebesar 0.998, dimana γ merupakan rasio antara deviasi
inefisiensi teknis (ui) terhadap deviasi yang mungkin disebabkan oleh faktor acak
(vi). Secara statistik 0.998 mendekati satu yang menunjukkan bahwa sebesar 99,8
dari error yang ada dalam fungsi produksi disebabkan oleh adanya inefisiensi
teknis sedangkan sisanya (0.2 persen) disebabkan oleh variabel kesalahan acak
(risiko).
Berikut adalah interpretasi dari masing-masing faktor produksi dari
pendugaan model fungsi produksi stochastic frontier.
1. Lahan
Penggunaan lahan berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan
99.5 persen terhadap produksi caisim. Nilai elastisitas lahan terhadap produksi
caisim yaitu sebesar 0,006 yang berarti bahwa dengang peningkatan luas lahan
sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi caisim sebesar 0,006
persen, ceteris paribus. Lahan berpengaruh positif karena lahan dilokasi
penelitian termasuk lahan yang subur dan cocok untuk usahatani sayur-sayuran.
Perluasan lahan dapat dilakukan dengan ekstensifikasi lahan. Akan tetapi realita
di lapangan, ekstensifikasi lahan tidak mudah mengingat bahwa keterbatasan
jumlah lahan akibat penggunaan lahan untuk keperluan selain untuk lahan
pertanian.
Pada Gambar 11 dapat dilihat hubungan luas lahan terhadap produktivitas
dan faktor produksi lainnya. Perubahan lahan berhubungan positif dengan
perubahan produktivitas, dimana peningkatan lahan akan disertai dengan
58
produktifitas yang relatih meningkat. Begitupula halnya dengan penggunaan
benih, pupuk, obat dan tenaga kerja.
produktivitas
lua
s l
ah
an
20000
15000
10000
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
Produksi
1000
500
0
Benih
40200
Unsur N
840
Pupuk Kandang
400
2000
Obat-obatan
40200
Tenaga Kerja
30150
Matrix Plot of luas lahan vs produktivita, Produksi, Benih, ...
Gambar 11. Matrix Plot Lahan VS Produktivitas, Produksi, Benih, Pukan, Obat,
Unsur N dan Tenaga Kerja
2. Benih
Penggunaan benih berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan
99,5 persen. Nilai elastisitasnya sebesar 0,655, artinya dengan meningkatkan
penggunaan benih sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi sebesar
0,655 persen dengan asumsi variabel lain tetap. Elastisitas produksi yang positif
menunjukkan bahwa penggunaan benih caisim berada pada daerah rasional. Hal
ini disebabkan karena benih memegang peranan yang sangat penting dalam
peningkatan produksi atau dengan kata lain produksi sangat responsif terhadap
benih sehingga dengan peningkatan penggunaan benih akan meningkatkan
produksi secara signifikan.
Peningkatan penggunaan benih dapat dilakukan dengan penerapan jarak
tanam yang lebih padat yaitu 20 x 20 cm atau 20 x 15 cm mengingat bahwa jarak
tanam yang digunakan petani di daerah penelitian yaitu rata-rata 25 x 20 cm dan
20 x 20 cm. Hal ini juga dapat dilihat dari penggunaan benih rata-rata di daerah
penelitian sebanyak 682,47 gr/Ha yang masih berada dibawah anjuran
59
penggunaan sebanyak 750 gr/Ha9. Masih kurangnya penggunaan bibit berasal dari
penggunaan benih hibrida. Penggunaan benih hibrida rata-rata sebesar 503,55
gr/Ha dari 40 persen petani responden. Kurangnya penggunaan benih disebabkan
oleh harga benih yang relatif mahal.
Pada Gambar 12 di bawah ini dapat dilihat Matrix Plot hubungan benih
terhadap produksi dan luas lahan caisim di daerah penelitian. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa umumnya penggunaan benih yang tinggi juga akan disertai
dengan produksi yang relatif tinggi pula. Jadi, dengan peningkatan penggunaan
benih akan berpeluang meningkatkan produksi (daerah rasional). Begitu pula
hubungan dengan lahan, dengan adanyatambahan bibit, maka lahan yag
dibutuhkan juga semakin luas, akibatnya pupuk, obat dan tenaga kerja yang
dibutuhkan juga meningkat.
produktivitas
Be
nih
20000
15000
10000
50
40
30
20
10
0
Produksi
1000
500
0
luas lahan
0.06
0.04
0.02
Unsur N
840
Pupuk Kandang
400
2000
Obat-obatan
40200
Tenaga Kerja
30150
Matrix Plot of Benih vs produktivita, Produksi, luas lahan, ...
Gambar 12. Matrix Plot Benih VS Produktivitas, Produksi, Luas Lahan, Pukan,
Obat, Unsur N dan Tenaga Kerja
9 http://bp4k.bogorkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=225.
(diakses 16 Juli 2012)
60
3. Unsur N
Penggunaan unsur N berpengaruh negatif dan nyata pada taraf
kepercayaan 99,5 persen terhadap produksi caisim. Nilai elastisitas unsur N
sebesar 0,006 menunjukkan bahwa adanya penambahan unsur N sebesar satu
persen akan menurunkan produksi caisim sebesar 0,006 persen, ceteris paribus..
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan penggunaan unsur N sudah berlebih
(berada pada daerah irrasional). Karena dominan unsur N terdapat dalam pupuk
Urea, maka terdapat indikasi penggunaan pupuk urea yang telah berlebih dimana
rata-rata penggunaan urea sebanyak 257,26 yang sudah berada diatas anjuran
penggunaan urea sebanyak 200kg/Ha untuk tanaman sawi/caisim10
.
Unsur N dalam usahatani caisim diperoleh dari pupuk Urea dan Phonska.
Penggunaan pupuk secara berlebih dikarenakan oleh beberapa hal antara lain
kebiasaan petani dalam menggunakan pupuk. Penggunaan pupuk secara terus
menerus dengan jumlah yang besar mengakibatkan penumpukan residu dalam
tanah yan menyebabkan tanah akan lebih sulit menerima unsur hara, beberapa
petani sudah mulai mengurangi pengaruh tersebut dengan mengurangi
penggunaan pupuk dan mulai menggunakan kaptan (kapur pertanian) guna
mengembalikan keseimbangan pH tanah pertaniannya. Selain itu pemberian
pupuk berlebih juga disebabkan oleh cara penggunaan pupuk petani yang
menggunakan pupuk dengan cara ditabur merata ke seluruh permukaan lahan
(rata-rata penggunaan urea 329,4 Kg/Ha) akan lebih boros dibandingkan dengan
penggunaan pupuk (urea) yang dicampurkan dengan air kemudian disiram ke
lahan (rata-rata penggunaan urea 135,72 Kg/Ha).
Pada Gambar 13 juga dapat dilihat bahwa dengan semakin meningktnya
satuan N yang digunakan, maka produktivitas maupun produksi semakin menurun
dan membuat penggunaan obat dan tenaga kerja semakin meningkat.
10
http://balittanah.litbang.deptan.go.id/eng/index.php?option=com_content&view
61
produktivitas
Un
su
r N
20000
15000
10000
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Produksi
1000
500
0
luas lahan
0.06
0.04
0.02
Benih
40200
Pupuk Kandang
400
2000
Obat-obatan
40200
Tenaga Kerja
30150
Matrix Plot of Unsur N vs produktivita, Produksi, luas lahan, ...
Gambar 13. Matrix Plot Unsur N VS Produktivitas, Produksi, Benih, Pukan,
Obat, Luas Lahan dan Tenaga Kerja
4. Unsur P
Penggunaan unsur P berpengaruh positif dan tidak nyata. Nilai elastisitas
unsur P sebesar 0,127 menunjukkan bahwa adanya penambahan unsur P sebesar
satu persen akan meningkatkan produksi caisim sebesar 0,127 persen, ceteris
paribus. Unsur P dalam usahatani caisim diperoleh dari pupuk TSP, Phoska, dan
pupuk kandang. Hal ini menunjukkan bahwa petani masih bisa menambahkan
penggunaan unsur P (TSP, Phoska) untuk meningkatkan produksi caisim yang
diusahakan.
5. Unsur K
Penggunaan unsur K berpengaruh positif dan tidak nyata terhadap
produksi caisim. Nilai elastisitas unsur K sangat kecil yaitu sebesar 0.0004
menunjukkan bahwa adanya penambahan unsur K sebesar satu persen akan
meningkatkan produksi caisim sebesar 0.0004 persen, ceteris paribus. Unsur K
dalam usahatani caisim diperoleh dari Phoska, dan pupuk kandang. Hal ini
menunjukkan bahwa petani masih bisa menambahkan penggunaan unsur K
(Phoska, KCL) untuk meningkatkan produksi caisim yang diusahakan.
62
6. Pupuk Kandang
Pupuk kandang berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,5
persen. Nilai elastisitas menunjukkan nilai sebesar 0,278. Hal ini menunjukkan
bahwa setiap penambahan pupuk kandang sebesar satu persen akan berdampak
pada kenaikan produksi caisim sebesar 0,278 persen dengan asumsi faktor-faktor
produksi lainnya tetap. Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk kandang berada pada daerah rasional. Penggunaan pupuk
kandang masih bisa ditingkatkan guna terus meningkatkn produksi caisim. Selama
ini kurangnya penggunaan pupuk kandang disebabkan oleh sulitnya mendapat
pupuk kandang di daerah sekitar mengingat sedikitnya perusahaan ternak,
sehingga harus membeli ke desa tetangga. Standar penggunaan pupuk kandang
(ayam) yaitu 10.000 Kg/Ha11
. Gambar 14 memperlihatkan bahwa peningkatan
pupuk kandang akan mengakibatkan peningkatan produktivitas (Kg/Ha) usahatani
caisim di Desa Ciaruteun Ilir.
produktivitas
Pu
pu
k K
an
da
ng
20000
15000
10000
500
400
300
200
100
0
Produksi
1000
500
0
luas lahan
0.06
0.04
0.02
Benih
40200
Unsur N
840
Obat-obatan
40200
Tenaga Kerja
30150
Matrix Plot of Pupuk Kandan vs produktivita, Produksi, luas lahan, ...
Gambar 14. Matrix Plot Pukan VS Produktivitas, Produksi, Benih, Luas Lahan,
Obat, Unsur N dan Tenaga Kerja
11
http://jambi.litbang.deptan.go.id/ind/images/PDF/leafletsawi09.pdf
63
7. Obat-obatan
Obat-obatan berpengaruh positif dan mempunyai nilai elastisitas 0,003.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan obat-obatan (pestisida cair)
sebesar satu persen akan berdampak pada kenaikan produksi caisim sebesar 0,003
persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap. Elastisitas produksi
yang positif menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan berada pada daerah
rasional. Obat-obatan juga berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 99,5 persen.
Penggunaan obat-obatan masih bisa ditingkatkan untuk meningkatkn produksi
caisim. Selama ini kurangnya penggunaan obat-obatan disebabkan oleh kendala
harga dari obat-obatan (pestisida cair) relatif mahal. Oleh sebab itu, perhatian
pemerintah juga diperlukan dalam hal penyediaan obat-obatan berkualitas dan
murah bagi petani. Gambar 15 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
penggunaan obat-obatan semakin meningkatkan produktivitas.
produktivitas
Ob
at-
ob
ata
n
20000
15000
10000
40
30
20
10
0
Produksi
1000
500
0
luas lahan
0.06
0.04
0.02
Benih
40200
Unsur N
840
Pupuk Kandang
400
200
0
Tenaga Kerja
30150
Matrix Plot of Obat-obatan vs produktivita, Produksi, luas lahan, ...
Gambar 15. Matrix Plot Obat VS Produktivitas, Produksi, Benih, Luas Lahan,
Pukan, Unsur N dan Tenaga Kerja
8. Tenaga Kerja
Tenaga kerja berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 95
persen. Nilai elastisitas tenaga kerja sebesar 0,021 yang menunjukkan dengan
adanya peningkatan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi
64
caisim sebesar 0,021 persen, ceteris paribus. Penambahan tenaga kerja akan dapat
meningkatkan produksi caisim dengan kontribusi berupa adanya aktivitas
pemeliharaan seperti penyiraman, penyemprotan, serta penyiangan gulma atau
rumput liar. Dengan adanya aktivitas yang rutin (misalnya penyiraman)
mengingat bahwa caisim membutuhkan banyak air di musim kemarau maka akan
sangat mempengaruhi caisim untuk mendapat air yang cukup sehingga
mempengaruhi pertumbuhan caisim. Berdasarkan hasil ini juga mengindikasikan
bahwa penggunaan tenaga kerja masih kurang. Kurangnya penggunaan tenaga
kerja dikarenakan kurangnya tenaga kerja upahan mengingat pada umumnya
petani di lokasi penelitian memiliki lahan (sendiri maupun sewa) yang harus
dikelolah sehingga perlu mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja dalam
keluarga. Pada Gambar 16 memperlihatkan bahwa dengan semakin meningkatnya
produktivitas juga relatif meningkat, hal ini tentunya didukung dengan input
produksi lain yang juga meningkat.
produktivitas
Te
na
ga
Ke
rja
20000
15000
10000
35
30
25
20
15
10
5
0
Produksi
1000
500
0
luas lahan
0.06
0.04
0.02
Benih
40200
Unsur N
840
Pupuk Kandang
400
200
0
Obat-obatan
40200
Matrix Plot of Tenaga Kerja vs produktivita, Produksi, luas lahan, ...
Gambar 16. Matrix Plot Tenaga Kerja VS Produktivitas, Produksi, Benih, Luas
Lahan, Pukan, Unsur N dan Obat-obatan.
65
6.2 Tingkat Efisiensi dan Inefisiensi
Efisiensi usahatani akan berpengaruh terhadap produksi dari usahatani
caisim. Adanya kendala-kendala dalam memperoleh output (produksi caisim)
membuat petani tidak mampu mendapatkan hasil yang sebenarnya dapat diperoleh
(output frontier). Penurunan efisiensi petani pada produksi komoditas pertanian
biasanya dipengaruhi oleh peranan efek stochastic yang akan dijelaskan oleh
pengaruh efek inefisiensi teknis. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam
model efek inefisiensi teknis antara lain usia petani, lama pendidikan formal,
pengalaman berusahatani, pendapatan diluar usahatani, dummy status lahan dan
dummy varietas benih yang digunakan. Input inefisiensi teknis dapat dilihat pada
Lampiran 5 dan ringkasan statistik variabel bebas model inefisiensi teknis dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Ringkasan Statistik Variabel Bebas Model Inefisiensi Teknis Petani
Responden Tahun 2012
Variabel Bebas Mean Min Max Deviasi
Standar
Umur petani(tahun) 44.05 25 65 7.977
Umur Bibit (hari) 16.82 14 21 2.61
Pendidikan (tahun) 7.22 0 12 4.27
Pengalaman (tahun) 13.97 1 30 10.22
Pendapatan di Luar Usahatani (Rp) 146.23 0 1000 252.06
Varietas (dummy) 0.4 0 1 0.49
Status Lahan (dummy) 0.4 0 1 0.49
Pada Tabel 15 dapat dilihat sebaran petani responden berdasarkan tingkat
efisiensi usatani caisim yang dilakukannya. Hasil pendugaan efisiensi menunjukkan
tingkat efisiensi teknis petani caisim berada pada kisaran 0,27 sampai 0,98 dengan
rata-rata sebesar 0,70 atau 70 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat
peluang peningkatan produksi sebesar 30 persen untuk mencapai produksi
maksimum.
Petani dikatakan (dikategorikan) efisien jika memiliki nilai indeks lebih dari
0,7 (Sumaryanto, 2001). Pada Tabel 16 juga dapat dilihat bahwa sebagian besar
petani (sebesar 51,42 persen) sudah dapat dikategorikan efisien yaitu ditunjukkan
dengan dengan indeks efisiensi teknis dari 0,7 samapi 1,0. Petani yang memiliki
indeks di bawah 0,7 dapat dijadikan sasaran penyuluhan guna peningkatan
manajemen usahatani dan teknis pertanian sehingga petani yang belum efisien dapat
66
berusahatani secara lebih efisien (dari sisi teknis) dan membuka peluang bagi petani
untuk memperoleh hasil produksi yang lebih maksimal.
Tabel 16. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis
Usahatani Caisim Tahun 2012
Kelompok Efisiensi Teknis Jumlah (orang) Persentase (%)
TE < 0,5 7 20.00
0,5 ≤ TE < 0,6 6 17.14
0,6 ≤ TE < 0,7 4 11.43
0,7 ≤ TE < 0,8 6 17.14
0,8 ≤ TE < 0,9 3 8.57
0,9 ≤ TE ≤ 1,0 9 25.71
Total 35 100
Rata-rata TE 0,70
Minimum TE 0,27
Maksimum TE 0.98
Pada tabel sebelumnya (Tabel 13) diperoleh nilai γ sebesar 0.998, maka
hal tersebut menunjukkan bahwa sebesar 99,8 dari error yang ada dalam fungsi
produksi disebabkan oleh adanya inefisiensi teknis sedangkan sisanya (0.2 persen)
disebabkan oleh variabel kesalahan acak (risiko) sehingga perlu untuk menduga
pengaruh dari sumber-sumber inefisiensinya. Variabel-variabel yang berpengaruh
terhadap inefisiensi teknis antara lain umur, umur bibit, pendidikan, pengalaman,
pendapatan diluar usahatani, varietas dan status lahan. Hasil output dari analisis
model (Tabel 17) dapat dilihat bahwa terdapat empat variabel yang berkorelasi positif
dan berpengaruh nyata yaitu variabel umur (usia petani), umur bibit, pendidikan, dan
varietas benih. pendapatan di luar usahatani dan umur bibit. Variabel pengalaman
berpengaruh negatif dan nyata sedangkan dua variabel lainnya yaitu status lahan
(dummy) dan varietas (dummy) berpengaruh positif dan tidak nyata terhadap
inefisiensi teknis.
67
Tabel 17. Pendugaan Parameter Maximum Likelihood Model Inefisiensi Teknis
Produksi Caisim Tahun 2012
Variabel Parameter Koefisien t-hitung
Inefficiency Model
Intersep δ0 1,635 1,576*
Umur petani δ1 0,004 1,539*
Umur Bibit δ2 0,055 5,415*****
Pendidikan δ3 -0,007 -1,891**
Pengalaman δ4 0,028 0,130
Pendapatan di Luar Usahatani δ5 -0,002 -1,143
Varietas δ6 -0,375 -1,881**
Status Lahan δ7 -0,0001 -0,034
Keterangan : ***** nyata pada ⍺ = 0.5%
**** nyata pada ⍺ = 1%
*** nyata pada ⍺ = 2.5%
** nyata pada ⍺= 5%
* nyata pada ⍺ = 10%
Hasil olahan pendugaan parameter Maximum likelihood Estimation model
inefisiensi teknis variabel-variabel yang mempengaruhi efisiensi teknis dijelaskan
sebagai berikut :
1. Umur Petani
Umur petani berkorelasi positif dan nyata terhadap efek inefisiensi teknis
usahatani caisim. Koefisien 0,004 menunjukkan jika umur petani bertambah satu
tahun maka inefisiensi teknis akan meningkat 0,004 dan akan berpengaruh nyata
terhadap inefisiensi teknis. Petani pada umumnya berada pada usia produktif
dimana dominan berada pada usia 35 - 54 (dominan), hal ini menunjukkan bahwa
pada rentang usia tersebut petani memiliki efisiensi teknis usahatani (inefisiensi
rendah) sehingga semakin dengan bertambahnya umur petani, petani tersebut akan
semakin tua sehingga tenaga (kemampuan untuk kerja) juga mulai menurun yang
mengakibatkan produktivitas kerjanya pun akan menurun. Usahatani caisim di
lokasi penelitian relatif lebih banyak menggunakan tenaga terutama untuk
kegiatan penyiraman mengingat sistem penyiraman dilakukan secara manual
menggunakan alat penyiram (emrat) berbeda dengan daerah yang memiliki
sumber air yang banyak dan saluran irigasi yang baik seperti daerah puncak,
68
cipanas, maupun cianjur dimana penyiraman dilakukan hanya dengan membuka
saluran air sehingga air masuk ke sela-sela garit.
lua
s la
ha
n
0.06
0.04
0.02
umur
Pro
du
ksi
706050403020
1000
750
500
250
0
Gambar 17. Matrix Plot Hubungan antara Umur terhadap Luas Lahan dan Produksi
Dalam hal ini juga dapat dilihat hubungan antara luas lahan yang
digunakan petani. Pada Gambar 17 dapat dilihat bahwa semakin tinggi umur
petani rata-rata lahan yang digunakan semakin sempit sehingga sehingga
produksipun semakin rendah. Sesuai dengan penemuan pada output MLE
penduga model efisiensi bahwa lahan berpengaruh nyata sehingga membuat
variabel umur petani berkorelasi positif dan nyata terhadap efek inefisiensi. Selain
itu juga diperoleh hasil bahwa semakin tua umur petani, umumnya petani
menggunakan bibit muda (Lampiran 8).
2. Umur Bibit
Terdapat empat jenis umur bibit yang digunakan oleh petani responden
yaitu bibit yang berumur 14, 15,20 dan 21 hari. Dari hasil output Frontier 4.1,
Umur bibit yang ditanam di lokasi penelitian berkorelasi positif dan nyata dengan
koefisien sebesar 0,055. Koefisien tersebut menunjukkan bahwa semakin
bertambahnya waktu (hari) maka akan semakin meningkatkan pula inefisiensi
teknis. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menduga dengan semakin lama
69
umur bibit yang digunakan maka semakin inefisien secara teknis usahatani caisim
tersebut. Bibit yang disebut bibit muda merupakan bibit yang kurang dari 17 hari,
sedangkan bibit tua ialah bibit yang lebih dari 17 hari. Pada Gambar 18, dapat
dilihat bahwa petani yang menggunakan bibit muda memiliki produktifitas yang
lebih tinggi dibanding dengan dengan petani yang menggunakan bibit tua.
produktivitas
um
ur
bib
it
200001500010000
21
20
19
18
17
16
15
14
Benih
40200
Unsur N
840
Pupuk Kandang
4002000
Obat-obatan
40200
Tenaga Kerja
30150
Matrix Plot of umur bibit vs produktivita, Benih, Unsur N, ...
Gambar 18. Matrix Plot Hubungan Umur Bibit dengan Produktivitas dan Input
Produksi Lainnya
Tingginya penggunaan bibit tua juga berhubungan dengan varietas bibit
yang digunakan. Sekitar 60 persen petani responden menggunakan benih lokal
sedangkan 40 persen menggunakan benih hibrida. Rata-rata umur bibit dari benih
hibrida 16 hari sedangkan rata-rata umur bibit dari benih lokal lebih dari 17 hari.
Hal ini menunjukkan bahwa umur bibit juga ditentukan oleh varietas benih yang
digunakan. Jadi, petani dengan bibit yang berasal dari benih hibrida cendrung
menggunakan bibit yang lebih muda dari petani dengan bibit yang berasal dari
benih lokal. Standar umur bibit yang umumnya digunakan untuk caisim yaitu 2 –
3 minggu12
. Lebih lamanya umur bibit dari benih lokal disebabkan oleh benih
lokal yang digunakan merupakan bibit yang diperbanyak dari usatani sebelumnya
12
http://carabudidaya.com/budidaya-tanaman-sawi/
70
(bukan keturunan pertama) sehingga sifat-sifat unggul sudah berkurang termasuk
pertumbuhan dan hasil yang akan diperoleh.
3. Pendidikan
Pendidikan (formal) diukur dengan menggunakan skala ordinal yaitu satu
untuk petani yang tidak sekolah, dua untuk petani yang bersekolah hingga SD
(Sekolah Dasar), tiga untuk petani yang bersekolah hingga SMP (Sekolah
Menengah Pertama) dan empat untuk petani yang bersekolah hingga SMA
(Sekolah Menengah Atas). Pendidikan berkorelasi negatif dan berpengaruh nyata
terhadap inefisiensi teknis. Koefisiennya sebesar -0,007 berarti bahwa dengan
bertambahnya pendidikan satu tahun maka tingkat inefisiensi teknis akan
menurun sebesar 0,007. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama menempuh
pendidikan semakin efisien. Hasil ini sama seperti pendugaan hipotesis awal yang
menganggap bahwa semakin tingginya pendidikan maka semakin efisien
usahatani yang dilakukan. Semakin tingginya pendidikan akan membantu petani
dalam pemerolehan informasi dan teknologi budidaya pertanian.
4. Pengalaman
Pengalaman berpengaruh positif dan tidak nyata terhadap inefiiensi teknis
usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir. Koefisien sebesar 0,028 menunjukkan
bahwa jika pengalaman petani bertambah satu satuan (tahun) maka akan
meningkatkan inefisiensi teknis usahatani caisim sebesar 0,028. Hal ini tidak
sesuai dengan hipotesis awal yang menduga bahwa semakin lama pengalaman
seorang petani dalam mengusahakan caisim maka semakin efisien. Semakin
inefisiennya usahatani yang dilakukannya disebabkan oleh budidaya caisim relatif
cukup mudah sehingga petani dapat cepat mempelajari dan menyesuaikan diri
dengan sistem budidaya caisim dalam waktu yang relatif singkat.
5. Pendapatan di Luar Usahatani
Pendapatan diluar usahatani berpengaruh negatif dan tidak nyata terhadap
inefiiensi teknis. Hipotesis awal menduga bahwa semakin besarnya pendapatan
diluar usahatani maka semakin mengurangi inefisiensi teknis pada usahatani
caisim karena pendapatan tersebut dapat digunakan untuk menambah modal
usahatani. Ternyata output frontier sesuai dengan hipotesis awal yang
71
menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin mengurangi
inefisiensi. Ketersediaan modal petani membantu petani dalam kegiatan budidaya
dan penyediaan saprotan sehingga kedua poin tersebut dapat sesegara mungkin
dilakukan pada waktunya (efisien waktu).
6. Varietas
Varietas benih diukur dengan dummy varietas hibrida = 1 dan varietas
lokal = 0. Varietas bibit yang digunakan berkorelasi negatif dan nyata pada taraf
kepercayaan 95 persen terhadap produksi caisim. Hal ini menunjukkan bahwa
petani yang menggunakan benih hibrida lebih memiliki inefisiensi yang rendah
dari pada petani yang menggunakan varietas benih lokal. Dengan kata lain bahwa
petani yang menggunakan benih hibrida akan lebih efisien daripada petani yang
menggunakan benih lokal. Hal ini disebabkan oleh bibit lokal yang kebanyakan
digunakan petani diproduksi secara tradisional tanpa mempertimbangkan
karakteristik bibit induk yang baik. Umumnya petani membeli dari petani yang
menjual benih produksi sendiri dan ada pula yang memproduksi sendiri dengan
menanam bibit indukan dipinggiran garit serta ada pula yang sengaja menanam
ditengaah garit secara tumpang sari dengan dengan komoditi lain (bayam atau
kangkung). Benih lokal lebih banyak digunakan karena harganya relatif lebih
murah dibandingkan dengan benih hibrida yang harganya mencapai Rp
12.000/25gr. Benih hibrida lebih baik dibanding dengan benih lokal mengingat
bahwa benih hibrida merupakan benih keturunan pertama dari persilangan yang
dihasilkan dengan mengatur penyerbukan dan kombinasinya sehingga mampu
menghasilkan produksi caisim sesuai dengan karakteristik yang diharapkan
sedangkan benih lokal yang digunakan merupakan benih yang diperbanyak dari
tanaman produksi sebelumnya sehingga benih yang dihasilkan merupakan benih
keturunan kedua, ketiga, dan selanjutnya. Dengan kondisi seperti ini maka
kombinasi sifat genetiknya pun lebih cendrung berbeda dengan keturunan pertama
(benih nibrida).
7. Status Lahan
Status kepemilikan lahan berpengaruh berkorelasi negatif dan tidak nyata.
Hal ini menunjukkan bahwa petani milik lahan sendiri dan sakap memiliki
inefisiensi teknis lebih rendah. Sebaliknya petani yang lahannya dengan status
72
sewa lebih inefisien. Kondisi ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menduga
petani sewa akan berusaha bertani sebaik mungkin untuk mendapatkan hasil
maksimum sehingga berpendapatan maksimum, dengan begitu petani tersebut
mampu membayar uang sewa.
6.3 Implikasi Penelitian
Hasil penelitian ini dapat diketahui tingkat efisiensi petani secara teknis
sehingga memberikan beberapa implikasi bagi petani responden dan manajerial
usahatani sebagai upaya untuk meningkatkan produksi dan efisiensi teknis
usahatani caisim. Peningkatan dapat dicapai dengan memperbaiki tingkat efisiensi
cara menggeser production frontier (peningkatan efisiensi teknis) atau perbaikan
efisiensi dengan penggunaan atau penerapan teknologi tertentu (bergerak menuju
frontier). Implikasi kebijakan yang dapat diambil antara lain :
1. Variabel benih dan pupuk kandang berkorelasi positif dan berdampak nyata
dengan elastisitas yang tinggi. Dengan itu upaya peningkatan produksi dapat
dilakukan dengan peningkatan penggunaan input berupa peningkatan benih
(perapatan jarak tanam), dan pupuk. Pupuk yang dapat ditambah yaitu pupuk
kandang, TSP, Phonska ataupun KCL sedangkan variabel lahan meskipun
memiliki elastisitas yang cukup tinggi akan tetapi hal tersebut sulit dilakukan
akibat terbatasnya lahan untuk pertanian.
2. Petani juga dapat meningkatkan efisiensi dengan mengunakan benih hibrida.
Selama ini masih banyak petani yang menggunakan benih lokal karena benih
lokal lebih murah. Namun jika mengunakan benih hibrida, maka dapat
diperoleh kelebihan-kelebihan yang diberikan oleh benih hibrida seperti
umumr bibit dapat menjadi lebih muda sehingga dapat meningkatkan efisiensi
usahatani caisim. Selain itu petani juga perlu terbuka terhadap informasi
teknik budidaya dan memulai menerapkan teknologi guna meningkatkan
produksi. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan penyuluhan mengingat
sangat jarangnya kegiatan penyuluhan di daerah penelitian.
73
BAB VII
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM
7.1 Penerimaan Usahatani Caisim
Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh petani dari jumlah
produksi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa penerimaan
usahatani dibagi menjadi dua yaitu penerimaan tunai dan penerimaan non tunai.
Penerimaan tunai ialah penerimaan petani atas penjualaan komoditas dari
usahataninya (rata-rata produksi caisim petani responden) dikalikan dengan harga
jual (rata-rata) sehingga diperoleh nilai atas penjualan produk tersebut. Selain itu,
dikenal juga penerimaan non tunai yang merupakan nilai dari jumlah komoditas
(caisim) yang tidak dijual (dikonsumsi atau diberikan) dikalikan denga harga
(rata-rata). Dengan mengakumulasi dari jumlah penerimaan tunai dan penerimaan
non tunai maka kemudian diperoleh total penerimaan usahatani. Rincian
penerimaan dari usahatani caisim dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Penerimaan Rata-rata Usahatani Caisim Satu Muism Tanam per Hektar
Di Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012
Penerimaan Jumlah (Kg) Harga (Rp/Kg) Nilai (Rp)
Caisim 12.809,14 2.262,.86 30.616.457,14
Penerimaan Tunai 30.616.457,14
Konsumsi 401,73 2.262,86 909.052,34
Penerimaan non
tunai 909.052,34
Total penerimaan 31.525.509,48
Penerimaan usahatani caisim yang diperlihatkan pada Tabel 18 merupakan
penerimaan rata-rata dari 35 petani responden per hektar dalam satu misim
tanam. Jika dilihat dari harga jualnya, caisim (di Desa Ciaruteun) merupakan
komoditas pertanian yang harganya fluktuatif mulai dari Rp 1.800 samapai Rp
2.500. Dengan begitu, dari harga penjualan 35 petani responden diperoleh harga
rata-rata sebesar Rp. 2.262,86. Dari total produksi dan konsumsi petani responden
juga diketahui masing-masing sebesar sebesar 12.809,14 Kg dan 401,73 Kg
sehingga dapat dihitung penerimaan tunai (produksi caisim) dan konsumsi
74
(penerimaan non tuinai) masing-masing sebesar Rp 30.616.457,14 dan Rp
909.052,34. Total dari penerimaan tersebut sebesar Rp 31.525.509,48.
7.2 Biaya Usahatani Caisim
Sama halnya dengan penerimaan, biaya usahatani juga dibagi menjadi dua
yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya riil yang
dikeluarkan petani sedangkan biaya diperhitungkan merupakan biaya yang
sifatnya tidak riil namun sebenarnya berupa biaya atau opportunity cost. Biaya
Tunai yang dikeluarkan petani terdiri dari biaya untuk benih, pupuk pestisida,
kapur, tenaga kerja luar keluarga, sewa lahan dan pajak lahan (Tabel 19).
Tabel 19. Biaya Rata-rata Usahatani Caisim Satu Musim Tanam per Hektar
Petani Responden di Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012
Keterangan Jumlah Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) % atas
biaya
Biaya Tunai
Benih Lokal (gr) 425,28 200,00 85.055,38 0.33
Benih Hibrida (gr) 257,19 480,00 123.451,17 0.47
Pupuk Kandang (Kg) 6.866,39 322,86 2.216.862,13 8.51
Pupuk Urea (Kg) 257,26 2.465,71 634.331,59 2.44
Pupuk TSP (Kg) 46,68 2.920,00 136.312,06 0.52
Pupuk Phoska (Kg) 33,56 2.971,43 99.735,82 0.38
Pestisida cair (ml) 499,05 426,67 212.926,41 0.82
Kapur (Kg) 0,77 5.000,00 3.857,14 0.01
TKLK (HOK) 165,99 35.000,00 5.809.685,72 22.31
Sewa lahan 1,00 1.358.739,45 1.358.739,45 5.22
pajak lahan
14.909,09 14.909,09 0.06
Total Biaya Tunai
10.695.865,95 41.08
Biaya Diperhitungkan
TKDK (HOK) 399,70 35.000,00 13.989.509,68 53.73 Opportunity Cost sewa
lahan 1,00 815.243,67 815.243,67 3.13
penyusutan alat13
538.545,45 2.07
Total Biaya
Diperhitungkan
15.343.298,80 58.92
Jumlah Total Biaya
26.032.408,10 100.00
13
Rincian perhitungan penyusutan alat dapat dilihat pada Lampiran 9
75
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat dalam biaya tunai, benih lokal sebesar
0.33 persen dari jumlah biaya total. Biaya untuk benih lokal di keluarkan oleh
petani yang menggunakan benih lokal dengan harga Rp 200/gram. Harga benih
lokal lebih murah dibandingkan dengan benih hibrida. Benih hibrida dibeli
seharga Rp 480/gram sehingga dengan penggunaan sebanyak 257,19 gram maka
nilainya sebesar Rp 123.451,17 atau 0,47 persen dari total biaya. Pupuk juga
merupakan variabel yang termasuk dalam variabel biaya tunai. Pupuk kandang
yang digunakan sebanyak 6.866,39 Kg dengan harga rata-rata sebesar Rp 322,86
per Kg sehingga nilai atas pupuk kandang Rp 2.216.862,13 atau sebesar 8,51
persen dari total biaya usahatani caisim.
Selain itu, pupuk lain yang digunakan antara lain Urea, TSP, dan Phoska.
Ketiga pupuk tersebut memiliki harga rata-rata dari petani responden masing-
masing sebesar Rp 2.465,71, Rp 2.920,00 dan Rp 2.971,43. Biaya atas pupuk
tidak besar, hal ini dapat dilihat dari persentase pupuk tersebut atas total biaya
hanya masing-masing sebesar 2,44 persen, 0,52 persen, 0,38 persen. Dari ketiga
pupuk, pupuk urea yang memiliki persentase yang paling tinggi.
Rata-rata pestisida cair yang digunakan petani responden ialah 499,05 ml
per hektar per satu kali musim tanam dengan harga Rp 268,29/ml. Persentase atas
biaya tunai ialah sebesar 0,82 menunjukkan bahwa biaya atas obat-obatan tidak
besar. Kemudian terdapat beberapa petani yang menggunakan kapur, jumlah rata-
ratanya sebesar 0,77 Kg/Ha dengan harga per kilogram sebesar Rp 5.000.
Persentase biaya untuk kapur atas biaya total ialah sebesar 0,01 persen. Jumlah
tersebut merupakan persentase terkecil mengingat bahwa kapur (kaptan)
merupakan input yang tidak digunakan oleh semua petani, penggunaannya pun
tidak rutin setiap periodenya.
Tenaga kerja luar keluarga (buruh tani) diupah sebesar Rp 35.000/HOK
sehingga dengan rata-rata penggunaan jasa tenaga kerja luar keluarga yang
sebesar 165,99 HOK maka nilai biayanya sebesar Rp 5.809.685,72 atau 22,31
persen dari total biaya. Biaya atas tenaga kerja luar keluarga merupakan variabel
biaya terbesar dalam biaya tunai.
Variabel lain yang terdapat dalam biaya tunai yaitu biaya sewa lahan
sebesar Rp 1.358.739,45 atau sebesar 5,22 persen dari biaya total. Biaya rata-rata
76
sewa lahan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani respon yang menyewa
lahan. Selain itu terdapat pajak lahan merupakan pajak yang dikeluarkan oleh
petani dengan status lahan milik. Biaya pajak sebesar Rp 14.909,09 atau sebesar
0,06 persen dari total biaya setiap musim tanam caisim. Biaya atas pajak
dikonversi dari target pajak (PBB) Desa Ciaruteun Ilir.
Dari sisi biaya diperhitungkan terdapat tiga variabel biaya yaitu tenaga
kerja dalam keluarga, opportunity cost lahan milik serta penyusutan alat.
Persentase atas biaya total dari ketiga varibael tersebut berturut-turut adalah 53.73
persen, 3.13 persen dan 2,07 persen dengan nilai total sebesar Rp 15.343.298,80.
Dari keseluruhan biaya usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir nilai biaya
terbesar usahatani caisim di desa Ciaruteun ilir terdapat dalam biaya
diperhitungkan. Total biaya diperhitungkan sebesar 58,92 persen dari jumlah total
biaya. Besarnya biaya diperhitungkan disebabkan oleh tingginya penggunaan
tenaga kerja dalam keluarga. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih
banyak karena mengingat bahwa lahan yang digunakan untuk menanam caisim
relatif kecil sehinga tidak banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga selain
itu karena mata pencaharian sebagian besar penduduk yang bekerja sebagai petani
(88 persen) maka banyak dari petani yang mengolah sendiri lahannya.
7.3 Pendapatan Usahatani Caisim
Pendapatan usahatani merupakan nilai selisih dari penerimaan dan biaya
usahatani caisim. Pendapatan usahatani caisim dapat dilihat dari dari dua sisi
biaya yang dikeluarkan petani yaitu pendapataan atas biaya tunai dan pendapatan
atas biaya total. Pada Tabel 20 dapat dilihat rincian pendapatan dan rasio
penerimaan terhadapbiaya usahatani caisim. Dari data tersebut terlihat bahwa
Penerimaan tunai dan non tunai dari petani-petani responden sebesar masing-
masing Rp 31.525.509,48 dan Rp 909.052,34 sehingga diperoleh total penerimaan
Rp 32.434.561,82. Jumlah penerimaan petani responden saat ini cukup tinggi
yang disebabkan oleh harga jual yang cukup tinggi pula. Harga jual caisim petani
pada saat penelitian sebesar Rp 1.800 hinga Rp 2.500. Jika saat anjlok harga
hanya mencapai Rp 800/Kg sedangkan saat tinggi harga dapat mencapai Rp
4.000/Kg. Umumnya setelah dipanen sendiri, caisim langsung dijual kepada
tengkulak (pedagang pengumpul kebun) kemudian pedagang pengumpul kebun
77
menjual lagi ke agen untuk di bawa dan di jual ke pasar Jakarta, Bogor, dan
Cibinong. Dari 35 responden terdapat 2 petani yang menjual langsung ke pasar.
Hasil analisis biaya usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya
diperhitungkan (non tunai). Nilainya masing-masing sebesar Rp 10.695.865,95
dan Rp 15.343.298,80. Biaya non tunai lebih besar dibandingkan dengan biaya
tunai. Karena biaya ini bersifat abstrak maka petani tidak menyadri bahwa biaya
yang sebenarnya lebih banyak dari biaya non tunai. Dalam biaya non tunai
variabel biaya terbesar berasal dari biaya tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga
kerja dalam keluarga berupa suami, istri, saudara dan anak petani. Umumnya
mayoritas penduduk Desa Ciaruteun bermata pencaharian sebagai petani sehingga
banyak yang mengolah lahannya sendiri (mengoptimalkan tenaga kerja dalam
keluarga). Jadi, jika dihuitung pendapatannya maka pendapatan atas biaya total
akan kecil sebagai akibat dari besarnya biaya yang diperhitungkan tadi.
Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan biaya total masung-masing sebesar
Rp 21.738.695,87 dan Rp 6.395.397,07.
Nilai R/C rasio dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu R/C rasio atas
biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Nilai kedua R/C rasio atas biaya tunai
dan R/C rasio atas biaya total menunjukkan masing-masing nilai sebesar 3,03 dan
1,25. Nilai R/C rasio atas biaya tunai jauh lebih besar dibanding R/C rasio atas
biaya total dikarenakan oleh besarnya biaya non tunai sebagaimana telah
dijelaskan diatas. Petani pada umumnya menyadari R/C rasio yang diterimanya
adalah R/C rasio atas biaya tunai (biaya riil) padahal sebenarnya terdapat
korbanan lain yang seharusnya diperhitungkan dan dikenal dengan R/C atas biaya
total yang merupakan R/C rasio atas biaya jumlah biaya tunai dan non tunai. Nilai
3,03 pada R/C rasio atas biaya tunai menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 biaya
yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,03 sedangkan
nilai 1,25 pada R/C rasio atas biaya total menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00
biaya yang dikeluarkan petani akan mendatangkan penerimaan sejumlah Rp 1,25.
Kedua hasil R/C rasio tersebut memperoleh hasil lebih besar dari satu sehingga
dapat disimpulkan bahwa usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir layak dan
menguntungkan.
78
Tabel 20. Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya Usahatani Caisim
Satu Musim Tanam per Hektar di Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012
Komponen Nilai
A. Penerimaan Tunai (Rp) 31.525.509,48
B. Penerimaan Diperhitungkan (Rp) 909.052,34
C. Total Penerimaan (Rp) 32.434.561,82
D. Biaya Tunai (Rp) 10.695.865,95
E. Biaya Diperhitungkan (Rp) 15.343.298,80
F. Total Biaya (Rp) 26.039.164,75
G. Pendapatan Atas Biaya Tunai (C - D) (Rp) 21.738.695,87
H. Pendapatan Atas Biaya Total (C - F) (Rp) 6.395.397,07
I. R/C Atas Biaya Tunai 3,03
J. R/C Atas Biaya Total 1,25
K. Harga Rata-rata (Rp/Kg) 2.262,86
L. Biaya Tunai Rata-rata (Rp/Kg) 809,62
M. Biaya Total Rata-rata (Rp/Kg) 1971,04
N. Margin atas Biaya tunai (Rp/Kg) 1.453,23
O. Margin atas Biaya Total (Rp/Kg) 291,82
Di sisi lain juga jika dilihat dalam satuan yang lebih kecil (per Kg) dapat
dilihat pula biaya tunai dan biaya total rata-rata (Rp/Kg). Biaya tunai dan biaya
total rata-rata masing-masing sebesar Rp 809,62/Kg dan Rp 1.971,04/Kg. Biaya
total pasti akan jauh lebih besar akibat dari besarnya biaya diperhitungkan.
Dengan mengetahui kedua variabel biaya rata-rata tersebut maka dapat diketahui
pula marginnya masing-masing yaitu sebesar Rp 1.453,23/Kg atas biaya tunai dan
Rp 291,82/Kg atas biaya total. Margin atas biaya total lebih kecil karena tingginya
biaya total rata-rata. Dari hasil ini juga dapat juga dihubungkan ke perhitungan
R/C ratio, dimana R/C ratio biaya tunai akan jauh lebih besar disbanding R/C ratio
biaya total.
79
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya maka
terdapat kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil tersebut.
Kesimpulan dari penelitian ini antara lain :
1. Produksi caisim dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor produksi. Faktor
tersebut terdiri dari lahan, benih, unsur N, unsur P, unsur K, pupuk kandang
obat-obatan, tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan, benih,
pupuk kandang, obat-obatan dan tenaga kerja berkorelasi positif dan nyata.
Sedangkan unsur N berkorelasi negatif dan nyata.
2. Nilai rata-rata efisiensi teknis dari petani responden sebesar 0,70 atau 70
persen dari produksi maksimum. Nilai tersebut menguatkan bahwa usahatani
di Desa Ciaruteun Ilir telah cukup efisien dan masih berpeluang untuk
ditingkatkan sebesar 30 persen. Dari 35 persen responden, masih terdapat 17
petani (48,57 persen) yang memiliki tingkat efisiensi dibawah 0,7 (belum
efisien secara teknis) dan sisanya 51,43 persen sudah efisien tetapi masih
dapat terus ditingkatkan. Tingak efisiensi minimum 0,27 dan tingkatefisiensi
maksimum 0,98.
3. Variabel dalam menduga efek inefisiensi teknis terdiri dari usia petani, umur
bibit, pendidikan formal, pengalaman usahatani caisim, pendapatan di luar
usahatani, varietas benih dan status lahan. Dari seluruh variabel tersebut
variabel usia dan umur bibit berkorelasi positif dan nyata terhadap efek
inefisiensi sedangkan pendidikan dan varietas benih berkorelasi negatif dan
nyata terhadap efek inefisiensi. Adapun variabel pengalaman berpengaruh
positif dan variabel pendapaatan di luar usahatani serta status lahan
berkorelasi negatif tidak nyata terhadap inefisiensi usahatani caisim di Desa
Ciaruteun Ilir. Umur bibit dan Varietas benih memiliki koefisien yang paling
besar.
4. Hasil analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa dengan tingkat
efisiensi teknis sebesar 70 persen dapat memberikan keuntungan bagi petani
dengan melihat nilai R/C rasio atas biaya tunai maupun R/C rasio atas biaya
80
total lebih besar dari satu sehingga menyimpulkan bahwa usahataani caisim
tersebut menguntung bagi petani dan layak untuk diusahakan. Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa biaya diperhitungkan lebih besar disbanding biaya
tunai sehingga menyebabkan R/C ratio atas biaya tunai jauh lebih tinggi
dibanding R/C ratio atas biaya total.
8.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut pula dapat disarankan beberapaa hal
yaitu :
1. Petani dapat menurunkan inefisiensi dengan mengunakan benih hibrida.
Petani juga sebaiknya lebih terbuka terhadap informasi dan teknologi
pertanian terbaru dan tidak hanya berpendirian pada kebiasaan berusahatani
sebelumnya. Peran pemerintah juga diperlukan melalui penyuluhan mengenai
informasi dan teknologi budidaya pertanian tersebut mengingat bahwa sangat
jarangnya penyuluhan pertanian ke Desa Ciaruteun Ilir.
2. Pemerintah dapat lebih meningkatkan perhatian untuk pertanian masa depan
misalnya dengan penyiapan petani yang mengikuti pendidikan formal
mengingat telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pendidikan
berkorelasi positif terhadap produksi maupun efisiensi usahatani. Selain itu,
peran petani untuk menyekolahkan keturunannya pun diperlukan mengingat
bahwa 91,42 persen petani responden beralasan menjadi petani karena
meneruskan usaha orang tua (bertani) sehingga pendidikan formal bisa
dimulai dari keluarga petani di masa sekarang.
3. Topik mengenai efisiensi usahatani sangat menarik untuk dikaji lebih
mendalam. Untuk itu, penelitian usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir
mengeai efisiensi lebih lanjut perlu untuk dilakukan yaitu efisiensi alokatif
(harga) dan efisiensi ekonomis serta pengaruh faktor eksternal (cuaca, hama,
dan lain-lain) yang belum dikaji dalam skripsi ini.
81
DAFTAR PUSTAKA
Adhiana. 2005. Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani Lidah Buaya (Aloe Vera) di
Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Production Frontier. [Tesis].
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Bada Pusat Statistik. 2011. Kecamatan Cibungbulang dalam Angka. Bogor
: BPS Kabupaten Bogor.
Beattie, dan Taylor. 1985. The Economic of Production. Jhon Wiley& Sons, Inc.
Terjemahan. Gadjah Mada University Press. 1994.
Coelli, T, Rao P, dan Battese G. 1998. An Intoduction to Efficiency and
Production Analysis. Kluwer Academic Publishers. United States Of
America.
Coelli, T, Rao P, O’Donnel, C J dan Battese G. 2005. An Intoduction to
Efficiency and Production Analysis. Second Edition. Springer. United
States Of America.
Darwanto. 2010. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Di Jawa Tengah (Penerapan
Analisis Frontier). Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 6, Nomor 1,
Maret 2010, 46-57
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2010. Statistik Produksi Hortikultura 2009.
Jakarta: Departemen Pertanian.
Dewi, D.A.L. 2008. Pengaruh Zeolit Dan Biosoil Pada Sifat Kimia Tanah Dan
Produksi Tanaman Caisim Bangkok (Tosakan).[skripsi]. Bogor. Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Doll, J.P dan F. Orazem. 1984. Production Economics Theory With Applicatons
2nd Edition. John Wiley&Sons, Inc. Canada
Gujarati D. 1997. Ekonometrika Dasar. Zain Sumarno, Penerjemah; Hutauruk
Gunawan, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Basic Economics
Gopur, U.M. 2009. Analisis Efisiensi Produksi Caisin (Studi KasusKecamatan
Nagrak, Kabupaten Sukabumi). [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Haryanto, E, T. Suhartini, dan E. Rahayu. 2001. Sawi dan Selada. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Hernanto F. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hidayat, T.R. 2009. Analisis Nilai Tambaha Pisang Awak (Musa paradisiacal,L)
dan Distribusinya pada Perusahaan Na Raseui dan Berkah di Kabupaten
82
Bireun, Pemerintah Aceh. [Skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hutauruk, T.L.P. 2008. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Benih Bersubsidi Di
Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat: Pendekatan
Stochastic Production Frontier. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Khaerizal, H. 2008. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor Produksi Usahatani
Komoditi Jagung Hibrida dan Bersari Bebas (Lokal) (Kasus: Desa
Saguling, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa arat).
[Skripsi]. Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan
Manajemen.Institut Pertanian Bogor.
Khotimah, H. 2010. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar
di Kecamatan Cilimus, Kabbupaten Kuningan, Jawa Barat: Pendekatan
Stochastic Production Frontier. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Kurniawan, A.Y. 2008. Analisis Efisiensi dan Daya Saing Usahatani Jagung Pada
Lahan Kering di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. [Tesis].
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Mahassy, T.P. 2011. Analisis Saluran Pemasaran Sayuran Organik pada Koperasi
Serikat Petani Indonesia Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi].
Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor.
Maryono. 2008. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi
Program Benih Bersertifikat : Pendekatan Stochastic Production Frontier
(Studi Kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten
Karawang). [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mosher, A.T. 1969. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta
Noor, H.F. 2007. Ekonomi Manajerial: Teori Ekonomi Mikro Lanjutan. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Notarianto, D. 2011. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor- Faktor Produksi pada
Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik. [Skripsi]. Program Sarjana
Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro.
Pradani, A dan H.E Mulyani. 2009. Pemanfaatan Fraksi Isolat Pati Ketela Pohon
Sebagai Media Fermentasi Pengganti Air Tajin pada Pembuatan Sayur
Asin. [Laporan Penelitian]. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Kimia.
Universitas Diponegoro.
Rukmana, R. 2002. Bertanam Petsai dan Sawi. Yogyakarta: Kanisius.
83
Sebayang, G.I. 2010. Sikap Konsumen Pasar Swalayan Terhadap Sawi Caisim
Organik di Kota Surakarta. [Skripsi]. Surakarta. Fakultas Pertanian.
Universitas Sebelas Maret.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi.
Jakarta:RajaGrafindo Persada.
Soekartawi, dkk.1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan
Petani Kecil.UI-Press, Jakarta.
Sugiyanto, C. 2010. Teori Ekonomi Lanjutan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sulistyaningsih E, B. Kurniasih, E. Kurniasih. 2005. Pertumbuhan dan Hasil
Caisin pada Berbagai Warna Sungkup Plastik. Ilmu Pertanian Vol. 12
No.1, 2005 : 65 - 76.
Sumaryanto. 2001. Estimasi Tingkat Efisiensi Usahatani Padi dengan Fungsi
Produksi Frontier Stochastic. Jurnal Agroekonomi Vol 19 (Feb) : 65-84.
Wibisono, H. 2010. Efisiensi Usahatani Kubis (Studi Empiris di Desa Banyuroto
Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang). [Tesis].Fakultas Ekonomi.
Universitas Diponegoro.
Yunus, R. 2009. Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras
Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota Palu Provinsi Sulawesi
Tengah. [Tesis]. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro.
84
LAMPIRAN
85
Lampiran 1. Jenis Sayuran yang Dilaporkan Berdasarkan Bentuk Hasil,
Kontribisi Produksi, dan Kisaran Produktivitasnya Tahun 2009
No Komoditi Bentuk Hasil Produksi
(Ton)
Persentase
(%)
Produktivitas rata-rata
maksimum (Ton/Ha)
Minimum Maksimum
1 Kubis Daun krop 1.358.113 12,78 1,00 31,39
2 Kentang Umbi basah 1.176.304 11,07 3,12 20,89
3 Bawang
Merah
Umbi kering
panen dengan
daun
965.164 9,08 2,29 12,14
4 Tomat Buah Segar 853.061 8,03 1,62 32,58
5 Cabe
Besar Buah segar 787.433 7,41 1,38 12,99
6 Cabe
Rawit Buah segar 591.294 5,56 1,00 14,96
7 Ketimun Buah segar 583.139 5,49 1,33 18,20
8 Sawi Sayuran Segar 562.838 5,30 1,32 14,92
9 Bawang
Daun Daun segar 549.365 5,17 1,21 13,84
10 Kacang
Panjang
Polong basah
dengan kulitnya 483.793 4,55 1,40 10,42
11 Terung Buah segar 451.564 4,25 2,97 16,46
12 Kangkung Sayuran segar 360.992 3,40 1,98 20,15
13 Wortel Umbi dengan
ganggang 358.014 3,37 2,44 21,20
14 Labu
Siam Buah segar 321.023 3,02 3,71 67,63
15 Buncis polong basah
dengan kulitnya 290.993 2,74 2,48 13,76
16 Melinjo Polong basah
dengan kulitnya 221.097 2,08 - -
17 Petai Polong basah
dengan kulitnya 183.679 1,73 - -
18 Bayam Sayuran Segar 173.750 1,63 1,15 9,26
19 Kacang
Merah Polong basah 110.051 1,04 1,00 7,42
20 Kembang
Kol Sayuran Segar 96.038 0,90 2,52 17,17
21 Jengkol Polong basah 62.475 0,59
22 Jamur14
Sayuran Segar 38.465 0,36 25 199
23 Lobak Umbi dengan
daun 29.759 0,28 1,50 22,02
24 Bawang
Putih
Umbi kering
panen dengan
daun
15.419 0,15 1,25 10,21
25 Paprika Buah Segar 4.462 0,04 5,02 43,95
Total 10.628.285
14
Satuan :Kg/M2
86
Lampiran 2. Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Peneliti Komoditi Variabel Independen
pada Model
Varaibel Inefisiensi
Teknis
Khotimah (2010) Ubi Jalar Lahan, Bibit, Tenaga
kerja, Pupuk N,
Pupuk K, Pupuk P
Umur petani,
Pengalaman Usahatani,
Pendidikan, Pekerjaan di
luar usahatani,
Pendapatan luar
usahatani, Dummy status
kepemilikan lahan,
Dummy penyuluhan
Darwanto (2010) Padi Luas lahan, Benih,
Pupuk, Pestisida,
Tenaga kerja
-
Kurniawan (2008) Jagung Luas lahan, Benih,
Pupuk organic,
Pupuk P, Pestisida,
Tenaga kerja,
Pengolahan tanah
Umur, Pendidikan,
Pengalaman,
Keanggotaan kelompok
tani
Hutauruk (2008) Padi Lahan, Benih, Pupuk
KCL, Pupuk NPK,
Tenaga KLK, Tenaga
KDK
Pengalaman, Pendapatan
di luar usahatani,
Pendididikan, Jarak
tanam, Status
Kepemilikanlahan, Umur
bibit
Maryono (2008) Padi Luas lahan, Jumlah
benih, Pupuk urea,
Pupuk TSP, Obat
cair, Tenaga kerja.
Pengalaman, Pendidikan,
Umur bibit, Rasio urea-
TSP, Dummy bahan
organic, Dummy legowo
87
Lampiran 3. Tinjauan Empiris Analisis Pendapatan Usahatani
No Peneliti Komoditas
R/C Ratio
atas Biaya
Tunai
R/C Ratio
atas Biaya
Total
Keterangan
1 Maryono
(2008)
Padi 4,97/5,74 1,64/1,62 menguntungkan
2 Hutauruk
(2008)
Padi 3,02/2,27 1,26/1,05 menguntungkan
3 Gopur
(2009)
Caisim 2,15 1,61 menguntungkan
4 Khotimah
(2010)
Ubi Jalar 1.67 1,24 menguntungkan
Lampiran 4. Input Model Faktor Produksi Caisim Tahun 2012
No Produksi Luas Lahan Benih Unsur N Unsur P Unsur K Pupuk Kandang Obat-obatan Tenaga Kerja
1 210.00 0.02 8.33 2.76 0.00001 0.00001 100.00 10.00 8.25
2 490.00 0.04 25.00 2.30 0.00001 0.00001 280.00 20.00 24.00
3 120.00 0.015 6.25 1.84 1.08000 0.00001 160.00 10.00 6.43
4 600.00 0.045 40.00 7.20 3.54000 0.30000 300.00 15.00 21.25
5 220.00 0.018 15.00 2.76 0.00001 0.00001 180.00 10.00 10.25
6 400.00 0.025 20.00 4.60 0.00001 0.00001 200.00 10.00 13.50
7 350.00 0.02 18.75 5.52 0.00001 0.00001 160.00 15.00 11.75
8 940.00 0.05 25.00 6.90 0.00001 0.00001 240.00 40.00 20.50
9 710.00 0.04 31.25 4.75 0.69000 0.15000 300.00 20.00 22.60
10 90.00 0.008 6.75 1.38 0.00001 0.00001 100.00 5.00 4.06
11 380.00 0.025 18.75 4.60 0.00001 0.00001 140.00 20.00 13.65
12 220.00 0.012 6.25 2.30 1.08000 0.00001 140.00 5.00 11.80
13 350.00 0.0253 25.00 2.30 2.70000 0.00001 100.00 15.00 17.65
14 210.00 0.02 10.00 1.99 1.77000 0.15000 180.00 10.00 17.50
15 110.00 0.0175 12.50 2.29 0.45000 0.45000 100.00 5.00 7.75
16 240.00 0.025 12.50 2.75 0.45000 0.45000 80.00 10.00 8.00
17 750.00 0.045 25.00 1.84 1.08000 0.00001 280.00 20.00 18.50
18 580.00 0.05 43.75 2.29 0.45000 0.45000 200.00 20.00 27.30
19 990.00 0.052 50.00 2.30 2.70000 0.00001 220.00 20.00 20.00
89
20 550.00 0.04 37.50 3.68 0.00001 0.00001 160.00 20.00 17.00
21 580.00 0.03 25.00 2.75 2.07000 0.45000 220.00 20.00 19.50
22 200.00 0.0216 12.50 1.84 0.54000 0.00001 100.00 5.00 13.20
23 310.00 0.028 25.00 1.07 0.69000 0.15000 280.00 5.00 9.75
24 200.00 0.022 12.50 2.45 1.23000 0.15000 200.00 5.00 9.00
25 500.00 0.048 37.50 4.90 0.30000 0.30000 160.00 20.00 19.50
26 225.00 0.0297 25.00 2.14 0.30000 0.30000 100.00 10.00 16.50
27 145.00 0.014 10.00 1.07 0.69000 0.15000 100.00 10.00 9.00
28 700.00 0.057 37.50 2.30 0.00001 0.00001 500.00 40.00 30.00
29 490.00 0.052 25.00 5.82 1.38000 0.30000 360.00 30.00 32.50
30 390.00 0.0232 15.00 5.67 0.69000 0.15000 200.00 20.00 11.83
31 80.00 0.01 5.00 2.14 0.30000 0.30000 60.00 5.00 5.75
32 300.00 0.02 6.75 2.76 0.00001 0.00001 140.00 10.00 9.00
33 550.00 0.034 25.00 2.45 0.69000 0.15000 220.00 20.00 16.60
34 200.00 0.018 10.00 2.45 0.69000 0.15000 60.00 5.00 6.13
35 150.00 0.015 6.25 0.92 1.08000 0.00001 80.00 5.00 9.35
90
Lampiran 5. Input Inefisiensi Teknis Produksi Caisim Tahun 2012
No Umur Umur Bibit
Pendidikan* Pengalaman
Pendapatan di Luar
Usahatani Status Lahan
(Dummy**)
Varietas
(Dummy***) Tahun Hari Tahun Rp
1 48 15 2 2 0 0 0
2 47 15 4 15 0 1 1
3 65 15 2 4 0 1 0
4 40 15 4 30 83333.33 1 1
5 47 15 4 20 0 1 1
6 42 14 2 5 560000 0 1
7 25 15 2 3 250000 0 1
8 47 15 4 20 0 1 1
9 51 20 1 4 0 1 0
10 39 20 2 1 525000 1 0
11 54 20 2 30 0 0 0
12 41 20 4 23 300000 0 0
13 35 21 2 6 600000 1 0
14 34 20 2 5 0 0 1
15 43 21 2 17 0 1 0
16 43 15 3 3 0 0 1
17 38 14 4 30 0 0 0
18 34 20 3 4 0 1 0
91
19 52 15 1 30 150000 0 0
20 45 15 4 30 300000 0 1
21 58 14 1 13 0 0 0
22 44 15 3 15 1000000 0 1
23 44 15 4 15 0 0 1
24 37 20 2 11 250000 0 1
25 47 15 3 15 0 1 0
26 43 15 4 8 0 0 0
27 32 20 2 5 0 1 0
28 50 15 4 20 0 0 0
29 47 15 4 30 0 0 0
30 39 20 2 3 200000 0 1
31 52 20 2 27 150000 0 0
32 42 15 3 7 0 1 1
33 55 15 1 22 750000 1 0
34 35 15 4 2 0 0 0
35 46 20 3 19 0 0 0
*) 1 = Tidak sekolah, 2= SD, 3 = SMP, 4 = SMA
**) 0 =Lahan Milik Sendiri, 1 = Lahan Sewa/Sakap
***) 0 = Varietas Lokal, 1 = Varietas Hibrida
92
Lampiran 6. Output Minitab Model Produksi Caisim Desa Ciarutreun Ilir Tahun
2012
Regression Analysis: ln Y versus ln L, ln B, ... The regression equation is
ln Y = 5.58 + 0.561 ln L + 0.240 ln B + 0.170 ln N + 0.0156 ln P - 0.0278
ln K
+ 0.160 ln PK + 0.202 ln O - 0.023 ln TK
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 5.584 1.601 3.49 0.002
ln L 0.5613 0.2492 2.25 0.033 9.4
ln B 0.2397 0.1514 1.58 0.125 5.7
ln N 0.1699 0.1039 1.64 0.114 1.7
ln P 0.01556 0.01142 1.36 0.185 2.2
ln K -0.02784 0.01112 -2.50 0.019 1.9
ln PK 0.1597 0.1247 1.28 0.211 2.4
ln O 0.2017 0.1332 1.51 0.142 4.3
ln TK -0.0228 0.1968 -0.12 0.909 5.9
S = 0.239917 R-Sq = 90.1% R-Sq(adj) = 87.1%
PRESS = 3.04955 R-Sq(pred) = 79.85%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 8 13.6372 1.7047 29.62 0.000
Residual Error 26 1.4966 0.0576
Total 34 15.1338
Source DF Seq SS
ln L 1 12.4974
ln B 1 0.0921
ln N 1 0.2290
ln P 1 0.0707
ln K 1 0.4554
ln PK 1 0.1517
ln O 1 0.1402
ln TK 1 0.0008
Unusual Observations
Obs ln L ln Y Fit SE Fit Residual St Resid
3 -4.20 4.7900 5.3236 0.1543 -0.5336 -2.90R
R denotes an observation with a large standardized residual.
93
Residual
Pe
rce
nt
0.500.250.00-0.25-0.50
99
90
50
10
1
Fitted Value
Re
sid
ua
l
6.56.05.55.04.5
0.50
0.25
0.00
-0.25
-0.50
Residual
Fre
qu
en
cy
0.40.20.0-0.2-0.4
8
6
4
2
0
Observation Order
Re
sid
ua
l
35302520151051
0.50
0.25
0.00
-0.25
-0.50
Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data
Residual Plots for ln Y
94
Lampiran 7. Output Frontier Model Produksi Caisim Desa Ciaruteun Ilir Tahun
2012
Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = caisimarya.dta
the final mle estimates are :
Variabel coefficient standard-error t-ratio
beta 0 0.12661651E+01 0.75959689E+00 0.16668908E+01
beta 1 0.68870911E-02 0.26493113E-02 0.25995779E+01
beta 2 0.65515172E+00 0.19719152E+00 0.33224133E+01
beta 3 -0.63478800E-02 0.14936174E-02 -0.42500039E+01
beta 4 0.12706486E+00 0.24437182E+00 0.51996528E+00
beta 5 0.40574363E-03 0.45070766E-02 0.90023684E-01
beta 6 0.27818093E+00 0.97329068E-01 0.28581485E+01
beta 7 0.30212893E-02 0.10184542E-02 0.29665442E+01
beta 8 0.21519256E-01 0.12640323E-01 0.17024293E+01
delta 0 0.16358739E+01 0.10375710E+01 0.15766381E+01
delta 1 0.46167066E-02 0.29986351E-02 0.15396027E+01
delta 2 0.55270833E-01 0.10205842E-01 0.54156071E+01
delta 3 -0.77026555E-02 0.40716256E-02 -0.18917887E+01
delta 4 0.28271779E-01 0.21714806E+00 0.13019586E+00
delta 5 -0.25280744E-02 0.22107762E-02 -0.11435235E+01
delta 6 -0.37582157E+00 0.19977091E+00 -0.18812628E+01
delta 7 -0.10302984E-03 0.29768692E-02 -0.34610134E-01
sigma-squared 0.40170936E-01 0.11797957E-01 0.34049060E+01
gamma 0.99881339E+00 0.95068704E-02 0.10506227E+03
log likelihood function 0.14704250E+02
LR test of the one-sided error 0.30838073E+02
with number of restrictions 9
[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]
number of iterations 34
95
Eff index
firm year eff.-est.
1 1 0.66046421E+00
2 1 0.94761983E+00
3 1 0.38860775E+00
4 1 0.55399653E+00
5 1 0.73022369E+00
6 1 0.92384768E+00
7 1 0.73695914E+00
8 1 0.94721968E+00
9 1 0.78568204E+00
10 1 0.65376031E+00
11 1 0.97656140E+00
12 1 0.86788008E+00
13 1 0.58039042E+00
14 1 0.55801740E+00
15 1 0.27680377E+00
16 1 0.48890491E+00
17 1 0.98842620E+00
18 1 0.71448894E+00
19 1 0.97803410E+00
20 1 0.89366726E+00
21 1 0.97970581E+00
22 1 0.52344036E+00
23 1 0.63059359E+00
24 1 0.47344117E+00
25 1 0.55339774E+00
26 1 0.40411087E+00
27 1 0.66903005E+00
28 1 0.92497054E+00
29 1 0.48051322E+00
30 1 0.77878043E+00
31 1 0.37398752E+00
32 1 0.93036910E+00
33 1 0.87411987E+00
34 1 0.55356440E+00
35 1 0.72375134E+00
mean efficiency 0.70072375E+00
96
Lampiran 8. Matrix Plot Hubungan Umur petani terhadap Umur Bibit di Desa
Ciaruteun Ilir Tahun 2012
umur
um
ur
bib
it
706050403020
21
20
19
18
17
16
15
14
97
Lampiran 9. Nilai Penyusutan Alat Pertanian Isahatani Caisim di Desa Ciaruteun
Ilir Tahun 2012
No Alat
Harga
Beli
(Rp)
Umur
(tahun)
Jumlah
penyusutan/thn
(Rp/tahun)
Jumlah penyusutan/musim
tanam (Rp/tahun)
1 Cangkul 50.000 6 1.140.000,00 103.636,36
2 Koret 25.000 6 400.000,00 36.363,64
3 Garpu 65.000 5 949.000,00 86.272,73
4 Emrat 100.000 6 1.050.000,00 95.454,55
5 Sprayer 450.000 10 2.385.000,00 216.818,18
5.924.000,00 538.545,45