ANALISIS KAPASITAS PERIKANAN PELAGIS DI PERAIRAN PESISIR PROVINSI SUMATERA BARAT
DESNIARTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
ABSTRAK
DESNIARTI, Analisis Kapasitas Perikanan Pelagis di Perairan Pesisir Propinsi Sumatera Barat: Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI, DANIEL MONINTJA dan MENNOFATRIA BOER
Pemanfaatan sumberdaya ikan telah memberikan manfaat secara ekonomi kepada pelaku usaha akan tetapi pemanfaatan sumberdaya ikan ini juga memberikan dampak eksternalitas. Sumberdaya ikan bersifat renewable resources (sumberdaya yang dapat pulih) tetapi bukan berarti tak terbatas sehingga apabila tidak dikelola secara hati-hati, akan memberikan dampak negatif terhadap ketersediaan sumberdaya ikan dan lingkungan. Salah satu permasalahan dalam perikanan tangkap adalah terjadinya kelebihan kapasitas tangkap (overcapacity) yang mendorong terjadinya kelebihan tangkap (overfishing).
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola pemanfaatan dan merekomendasikan kebijakan pengembangan perikanan tangkap yang berkelanjutan di Propinsi Sumatera Barat. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1) Melakukan analisis komparatif pemanfaatan sumberdaya ikan secara bioekonomi dan empiris (aktual), 2) Menentukan tingkat degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan dalam kaitannya dengan kapasitas perikanan, 3) Menganalisis dampak kapasitas perikanan terhadap kesejahteraan masyarakat khususnys pelaku usaha perikanan, 4) Menganalisis kapasitas perikanan baik antar waktu maupun antar alat tangkap dan dampaknya terhadap pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Pendekatan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: analisis bioekonomi dan data envelopment analysis (DEA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil telah mengarah kelebihan tangkap (overfishing), sedangkan untuk sumberdaya ikan pelagis besar masih dapat ditingkatkan tetapi perlu kehati-hatian dalam pengelolaannya, 2) Telah terjadi degradasi sumberdaya ikan pelagis di lokasi penelitian, dimana rata-rata per tahun 25% untuk ikan pelagis besar dan 26% untuk ikan pelagis kecil, 3) Telah terjadi depresiasi sumberdaya ikan dengan nilai berkisar antara Rp 56.95 milyar dan Rp 150.94 milyar untuk ikan pelagis besar dan antara Rp 52.63 milyar dan Rp 150.94 milyar untuk ikan pelagis kecil, masing-masing untuk discount rate 15% dan 5.66%, 4) Rata-rata nilai surplus produsen per tahun untuk ikan pelagis besar adalah Rp 144.92 milyar dan untuk ikan pelagis kecil Rp 170.16 milyar, 5) Tingkat efisiensi perikanan tangkap dari waktu ke waktu mengalami penurunan dan pada akhir periode pengamatan mengalami peningkatan, efisiensi untuk ikan pelagis besar rata-rata 85% sedangkan untuk ikan pelagis kecil rata-rata 89%, 6) Bila dibandingkan tingkat efisiensi dari empat alat tangkap maka yang paling efisien adalah alat tangkap pukat cincin kemudian diikuti oleh tonda, payang dan bagan, 7). Secara rata-rata selama tahun pengamatan kondisi perikanan tangkap di perairan pesisir Sumatera Barat sudah mengarah kepada kelebihan kapasitas (overcapacity) yang membutuhkan adanya pengurangan kapasitas. Kata kunci: kapasitas perikanan, efisiensi, degradasi, depresiasi, analisis bioekonomi, data envelopment analysis, Sumatera Barat
ABSTRACT DESNIARTI. Analysis of Capacity For Pelagic Fisheries In Coastal Area of West Sumatera. Under Supervision of: AKHMAD FAUZI, DANIEL MONINTJA dan MENNOFATRIA BOER.
Extraction of fishery resources has benefited both fishing industries and society. However, there is externalities associated with such an extraction. Fish is renewable resource, neverthelless, exploitation of the resource above and beyond its maximum capacity will have negative impacts biologically, economically and socially. Overcapacity seems to be the major problems faced by fishing industry nowadays.
This study attemps to analysis the policy of fisheries capture in West Sumatera Province. Specifically, the objectives are: 1) to identify current level of exploitation compared with its sustainable level, 2) to determine the degradation and depreciation level in fishery, 3) to determine welfare effect of fisheries capacity and 4) to analyse policy implication due to fisheries capacity across time and among gears. Analysis were conducted using bioeconomic modeling and data envelopment analysis.
Result indicate that: 1) Utilization of small pelagic fishing in West Sumatera tends to be in overfishing state for small pelagic, while there is still room for exploitation for big pelagic, 2) Pelagic fishery resources have been degraded at average of 25% per year for big pelagic and 26% per year for small pelagic 3) Fishery resources have been depreciated. These depreciation values were estimated between 56.95 billion rupiah (15% discount rate) to 150.94 billion rupiah (5.66% discount rate) for big pelagic and between 52.63 billion rupiah (15% discount rate) to 139.49 billion rupiah (5.66% discount rate) for small pelagic, 4) Fishing efficiency rate of big pelagic average of 85% per year and 89% per year for small pelagic, 5) Producer’s surplus values at average 144.92 billion rupiah per year for big pelagis and 170.16 billion rupiah per year for small pelagic, 6) In terms of efficiency only two fishing gears (purse seine and troll line) are economically efficient even through there are same variations among gears and across time, 4) In overall however, fishery is in overcapacity situation and calls for reduction in fishing capacity
Keywords: fisheries capacity, efficiency , degradation, depreciation, bioeconomic Analysis, data envelopment analysis, west Sumatera
ANALISIS KAPASITAS PERIKANAN PELAGIS DI PERAIRAN PESISIR PROVINSI SUMATERA BARAT
DESNIARTI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
Judul Disertasi : Analisis Kapasitas Perikanan Pelagis di Perairan Pesisir Provinsi Sumatera Barat Nama : Desniarti Nrp : C261020081
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc.
Ketua
Prof. Dr. Daniel R. Monintja, M.Sc. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Manajemen Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc. Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS Tanggal Ujian: 29 Januari 2007 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilakukan di sepanjang
perairan pesisir Propinsi Sumatera Barat yang dilakukan sejak bulan Agustus 2004
sampai dengan bulan Januari 2005. Judul disertasi ini adalah Analisis Kapasitas
Perikanan Pelagis di Perairan Pesisir Provinsi Sumatera Barat.
Dalam usaha perikanan tangkap, salah satu permasalahan yang sering terjadi
adalah tingkat penangkapan ikan di suatu wilayah yang melebihi potensi lestarinya
sehingga terjadi fenomena tangkap lebih yang berakibat pada penurunan hasil
tangkapan persatuan upaya yang pada gilirannya mengakibatkan penurunan
pendapatan nelayan. Salah satu penyebab timbulnya permasalahan tangkap lebih
adalah terjadinya kelebihan kapasitas tangkap (overcapacity). Berdasarkan hal
tersebut maka pengukuran tentang kapasitas perikanan tangkap merupakan suatu
yang penting dilakukan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
penyusunan kebijakan perikanan tangkap di wilayah penelitian.
Terima kasih dan penghargaan yang tak ternilai penulis sampaikan kepada
Bapak Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr.
Daniel R Monintja, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku anggota
komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, petunjuk
dan saran serta meluangkan waktu dengan penuh kesabaran. Terima kasih juga
disampaikan kepada Pemda Provinsi Sumatera Barat, Kepala Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Sumatera Barat beserta staf, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Ketua Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan serta Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Lautan, para Dosen dan Staf pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Orangtua,
Mertua, Suami, anak-anak, kakak-kakak dan adik-adik yang selalu memberikan
perhatian, do’a, motivasi, pengertian dan kasih sayangnya. Terima kasih juga
kepada teman-teman penulis satu angkatan di SPL terutama teman-teman satu
bimbingan Dr. Suzy Anna, Dr. Sofyan, Dr. Toni, Dr. Georgina, Dr. Parwinia dan
Indra, juga kepada Ir. Afridawati yang menemani dalam pengumpulan data serta
pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian disertasi ini.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2007
Desniarti
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematang Panjang Sijunjung Provinsi Sumatera Barat
pada tanggal 24 Agustus 1965 dari Ayah yang bernama Ishak Aman, BA dan Ibu
Rosni. Penulis merupakan anak ke dua dari enam bersaudara.
Pada tahun 1978, penulis lulus Sekolah Dasar Negeri 2 Air Bangis Kabupaten
Pasaman, tahun 1981 lulus Sekolah Menengah Pertama Negeri I Payakumbuh dan
tahun 1984 lulus Sekolah menengah Atas Negeri I Payakumbuh. Selanjutnya
penulis menyelesaikan pendidikan sarjana jurusan Pengolahan Hasil Perikanan
Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor pada tahun 1989. Pada tahun 1990
penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil (PNS) pada Pemda Popinsi Sumatera
Barat dan ditempatkan pada Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat sampai
sekarang. Pada Bulan Oktober tahun 2000 penulis diberi kesempatan untuk tugas
belajar pada program Magister Manajemen Agribisnis (MMA) Institut Pertanian
Bogor dan selesai pada bulan Juni tahun 2002. Selanjutnya tahun 2002 tepatnya
bulan September penulis mendapat kesempatan lagi untuk melanjutkan studi
program doktor (S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan IPB Bogor. Artikel yang berjudul Analisis Kapasitas Perikanan Pelagis di
Perairan Pesisir Provinsi Sumatera Barat dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan
dan Perikanan Indonesia edisi Desember 2006 Volume XII Nomor 2. Artikel tersebut
merupakan bagian dari Disertasi penulis.
Penulis menikah pada tanggal 13 Agustus 1987 dengan Prof. Dr. Ir. Fauzan
Azima, MS di Payakumbuh dan dikaruniai 3 orang anak yaitu Syifa Mardhatillah
Syafitri (18 Mei 1988) dan anak kembar laki-laki Ulul Azmi Kamili dan Ulil Amri
Kamili (12 Juni 1990).
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Kapasitas Perikanan Pelagis di Perairan Pesisir Provinsi Sumatera Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2007
Desniarti Nrp. C261020081
©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertullis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ I1 PENDAHULUAN ............................................................................................. 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah …………………………………………………............ 1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………………… 1.4 Hipotesis Penelitian …………………………………………………………… 1.5 Kegunaan Penelitian …………………………………………………………. 1.6 Kerangka Pemikiran ………………………………………………………….. I2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………………… 2.1 Sumberdaya Perikanan Laut ………………………………………………... 2.2 Usaha Perikanan Tangkap ………………………………………………… 2.3 Sumberdaya Ikan Pelagis .........................................................................
2.4 Perikanan yang Berkelanjutan …………………………………………….... 2.5 Kapasitas Perikanan …………………………………………………............ 2.6 Data Envelopment Analysis (DEA) …………………………………............ 2.7 Optimasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan …………………………..
I3 METODOLOGI PENELITIAN …………………………………………………….
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………………. 3.2 Teknik Pengumpulan Data …………………………………………………..
3.3 Standardisasi Alat Tangkap …………………………………………………. 3.4 Analisis Data ………………………………………………………………….
3.4.1 Model bioekonomi sumberdaya perikanan …………………........... 3.4.2 Estimasi discount rate …………………………………………......... 3.4.3 Analisis laju degradasi dan depresiasi SDI ………………….......... 3.4.4 Pengelolaan sumberdaya secara optimal .................................... 3.4.5 Rezim pengelolaan sumberdaya perikanan ...……………………. 3.4.6 Analisis kesejahteraan produsen .................................................... 3.4.7 Analisis kapasitas perikanan tangkap ………………………..........
3.5 Pemetaan Proses Penelitian ……………………………………………….. 4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN …………………………………. 4.1 Karakteristik Geofisik ................................................................................ 4.2 Keragaan Potensi Sumberdaya Ikan ....................................................... 4.3 Perkembangan Perikanan di Provinsi Sumatera Barat ............................ 4.4 Sumbangan Sub Sektor Perikanan terhadap PDRB ................................ 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………………... 5.1 Standardisasi Alat Tangkap …………………………………………........... 5.2. Estimasi Parameter Biologi …………………………………………............ 5.3 Estimasi Sustainable Yield …………………………………………………... 5.4 Estimasi Parameter Ekonomi .....……………………………………………. 5.5 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan yang Optimal............................... 5.6 Degradasi Sumberdaya Ikan ………………………………….....................
iiiivix
1124455
88
111219222528
35353536373740414244454650
5253515464
67677272798190
ii
5.7 Depresiasi Sumberdaya Ikan ……………………………………................ 5.8 Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan .......................................... 5.9 Aspek Kesejahteraan Produsen .............................................................. 5.10 Kapasitas Perikanan Tangkap ………………………………………......... 5.10.1 Efisiensi perikanan tangkap ....................................................... 5.10.2 Efisiensi alat tangkap ................................................................. 5.10.2.1 Pukat cincin ................................................................... 5.10.2.2 Tonda ............................................................................. 5.10.2.3 Payang ........................................................................... 5.10.2.4 Bagan ............................................................................ 5.11 Implikasi Kebijakan ................................................................................. 6 KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………......... 6.1 Kesimpulan ……………………………………………………………............ 6.2 Saran ………………………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… LAMPIRAN ……………………………………………………………………………...
9398
102104104113113117120122124
128128129
131137
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Potensi lestari sumberdaya ikan dan tingkat pemanfaatannya di Samudera Hindia ……………………………………………………................
2 Panjang garis pantai dan jumlah pulau kecil per kab/kota di Provinsi Sumatera Barat ……………………………………………………………………. 3 Perkembangan hasil tangkapan ikan di Provinsi Sumatera Barat tahun 1984-2004 ....................................................................................................... 4 Jumlah nelayan di wilayah kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat tahun 2004 ……………………………………………………………….........................
5 Perkembangan jumlah nelayan perikanan tangkap Provinsi Sumatera Barat 1995 – 2004 …………………………………………………………....................
6 Keragaan alokasi jumlah dan jenis armada kapal perikanan Sumatera
Barat selama 10 tahun (1995-2004) ...............................................................
7 Keragaan alokasi komposisi jumlah unit penangkapan ikan di Provinsi Sumatera Barat dari tahun 1995 – 2004 ………………………………………..
8 Jenis dan nilai investasi yang digunakan untuk penangkapan ikan menggunakan alat tangkap bagan ..................................................................
9 Rata-rata biaya operasional menurut alat tangkap ……………………........... 10 Kontribusi PDRB perikanan terhadap PDRB Sumatera Barat
Selama 5 tahun (2000 – 2004) ………………………………………………….. 11 Hasil tangkapan ikan pelagis besar oleh alat tangkap tonda dan pukat
cincin ............................................................................................................. 12 Produksi ikan pelagis kecil oleh alat tangkap yang dianalisis ....................... 13 Parameter biologi perikanan pelagis di Propinsi Sumatera Barat ................... 14 Fungsi produksi lestari Gompertz ................................................................... 15 Keragaan effort, hasil tangkapan aktual dan hasil tangkapan lestari Gompertz untuk ikan pelagis besar ............................................................... 16 Keragaan effort, hasil tangkapan aktual dan hasil tangkapan lestari Gompertz untuk ikan pelagis kecil ................................................................ 17 Rata-rata biaya riil operasional penangkapan ikan per trip menurut alat tangkap yang dijadikan baseline ............................................................
8
54
55
56
57
58
59
63
64
65
69
70
72
72
73
77
80
iv
18 Nilai optimal biomas, hasil tangkapan dan effort pada discount rate 15% dan 5.66% untuk ikan pelagis besar ......................................................................
19 Perbandingan hasil tangkapan aktual, lestari dan optimal ikan pelagis besar
20 Nilai optimal biomas, hasil tangkapan dan effort pada discount rate 15% dan 5.66% untuk ikan pelagis kecil .......................................................................
21 Perbandingan hasil tangkapan aktual, lestari dan optimal ikan pelagis kecil
22 Rente optimal sumberdaya ikan pelagis besar (Rp juta) .................................
23 Rente optimal sumberdaya ikan pelagis kecil (Rp juta) .................................
24 Perkembangan tingkat degradasi sumberdaya ikan pelagis besar dan kecil ................................................................................................................
25 Perubahan depresiasi sumberdaya ikan pelagis besar …………………......
26 Perubahan depresiasi sumberdaya ikan pelagis kecil …………………........
27 Perbandingan rezim pengelolaan MSY, MEY dan open access dengan kondisi aktual dan rata-rata ikan pelagis besar ...............................................
28 Perbandingan rezim pengelolaan MSY, MEY dan open access dengan
kondisi aktual dan rata-rata ikan pelagis kecil ................................................ 29 Nilai surplus produsen untuk sumberdaya ikan pelagis besar & kecil …........
30 Skor efisiensi unit fisik DEA untuk ikan pelagis besar ...................................
31 Skor efisiensi unit fisik DEA untuk ikan pelagis kecil ......................................
32 Opportunity cost dari kelebihan kapasitas input ..............................................
33 Efisiensi teknis pendekatan input kapal pukat cincin .....................................
34 Efisiensi teknis pendekatan output kapal pukat cincin ....................................
35 Kapasitas kapal pukat cincin ..........................................................................
36 Efisiensi kapal pukat cincin dengan memasukkan nilai moneter ....................
37 Efisiensi teknis pendekatan input kapal tonda ...............................................
38 Efisiensi teknis pendekatan output kapal tonda .............................................
39 Efisiensi teknis pendekatan input perahu motor tempel payang .....................
40 Efisiensi teknis pendekatan output perahu motor tempel payang .................
41 Efisiensi teknis pendekatan input kapal bagan ...............................................
42 Efisiensi teknis pendekatan output kapal bagan .............................................
82
83
85
86
88
89
90
94
96
100
102
103
105
107
110
114
115
116
117
118
118
120
120
122
123
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran ……………………………………………………………… 2 Jumlah perahu/kapal perikanan laut di Indonesia Tahun 2004 ………............
3 Tiga dimensi keberlanjutan ……………………………………………………… 4 Solusi Maximum Sustainable Yield (MSY) …………………………………… 5 Solusi Open Acces Equiblirium (OAE) …………………………………………
6 Solusi Maximum Economic Yield (MEY) ……………………………………… 7 Peta lokasi penelitian ....................................................................................... 8 Pemetaan proses penelitian ......................................................................... 9 Perkembangan hasil tangkapan ikan laut di Provinsi Sumatera Barat tahun 1984 – 2004 .................................................................................................... 10 Perkembangan nelayan perikanan tangkap tahun 1995 – 2004 .................... 11 Perkembangan armada perikanan tangkap dari tahun 1995 – 2004 ............. 12 Perkembangan hasil tangkapan ikan oleh beberapa jenis alat tangkap ........
13 Perkembangan PDRB total, PDRB pertanian dan PDRB
perikanan Provinsi Sumatera Barat .............................................................
14 Kontribusi PDRB Perikanan terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat ............................................................................................................. 15 Perkembangan effort yang telah distandardisasi untuk penangkapan
ikan pelagis besar dan pelagis kecil .............................................................
16 Perkembangan hasil tangkapan perikanan menurut jenis ikan pelagis besar 17 Perkembangan effort dan hasil tangkapan ikan pelagis besar ........................ 18 Perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis kecil ....................................... 19 Perkembangan effort dan hasil tangkapan ikan pelagis kecil ........................ 20 Hasil tangkapan aktual dan produksi lestari Gompertz ikan pelagis besar ..... 21 Kurva lestari Gompertz dan produksi aktual ikan pelagis besar .....................
22 Copes Eye Ball Loop untuk fungsi Gompertz ikan pelagis besar ...................
7
12
21
30
31
32
35
51
56
57
58
60
66
66
68
68
69
70
71
74
75
76
vi
23 Hasil tangkapan aktual dan produksi lestari Gompertz ikan pelagis kecil ...... 24 Kurva lestari Gompertz dan produksi aktual ikan pelagis kecil ...................... 25 Copes Eye Ball Loop untuk fungsi Gompertz ikan pelagis kecil .................... 26 Perkembangan biaya penangkapan per trip untuk alat tangkap tonda
dan pukat cincin ............................................................................................ 27 Biomas dan hasil tangkapan optimal ikan pelagis besar pada discount rate
15% dan 5.66 %............................................................................................... 28 Perbandingan hasil tangkapan ikan pelagis besar pada kondisi aktual,
lestari dan optimal .......................................................................................... 29 Biomas dan hasil tangkapan optimal ikan pelagis kecil pada discount rate
15% dan 5.66 %............................................................................................... 30 Perbandingan hasil tangkapan ikan pelagis kecil pada kondisi aktual, lestari
dan optimal ..................................................................................................... 31 Rente optimal untuk pengelolaan sumberdaya ikan pelagis besar.................. 32 Rente optimal untuk pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil.................... 33 Perkembangan nilai koefisien degradasi sumberdaya ikan pelagis besar dan
pelagis kecil......................................................................................................
34 Perbandingan laju degradasi dengan hasil tangkapan aktual ikan pelagis besar..............................……………………………………………………………
35 Perbandingan laju degradasi dengan hasil tangkapan aktual ikan pelagis
kecil...................................... ……………………………………………………… 36 Perbandingan laju degradasi dengan effort ikan pelagis besar......................
37 Perbandingan laju degradasi dengan effort ikan pelagis kecil...................... 38 Perkembangan nilai depresiasi dan effort sumberdaya ikan pelagis besar
pada discount rate 15% dan 5.66%………………………………...................... 39 Perkembangan nilai depresiasi dan effort sumberdaya ikan pelagis besar
pada discount rate 15%.................................................................................... 40 Perkembangan nilai depresiasi dan effort sumberdaya ikan pelagis besar
pada discount rate 5.66%................................................................................. 41 Perkembangan nilai depresiasi dan effort sumberdaya ikan pelagis besar
pada discount rate 15% dan 5.66%.................................................................
77
78
79
80
82
84
85
87
87
89
91
91
92
92
93
94
95
95
97
vii
42 Perkembangan nilai depresiasi dan effort sumberdaya ikan pelagis kecil pada discount rate 15%....................................................................................
43 Perkembangan nilai depresiasi dan effort sumberdaya ikan pelagis kecil
pada discount rate 5.66%................................................................................. 44 Rezim pengelolaan biomas ikan pelagis besar........................... .................... 45 Rezim pengelolaan hasil tangkapan, effort dan rente ekonomi ikan pelagis
besar........................................................................................... .................... 46 Rezim pengelolaan biomas ikan pelagis kecil........................... .................... 47 Rezim pengelolaan hasil tangkapan, effort dan rente ekonomi ikan pelagis
kecil.................................................................................................................. 48 Perkembangan surplus produsen untuk pemanfaatan sumberdaya ikan
pelagis besar dan kecil..................................................................................... 49 Perbandingan surplus produsen dan rente aktual pelagis besar..................... 50 Perbandingan surplus produsen dan rente aktual pelagis kecil....................... 51 Trajektori skor efisiensi DEA ikan pelagis besar ............................................. 52 Trajektori skor efisiensi DEA ikan pelagis kecil ............................................. 53 Perbandingan kapasitas pelagis besar pada kondisi aktual dan optimal ........ 54 Perbandingan kapasitas pelagis kecil pada kondisi aktual dan optimal ........ 55 Hubungan efisiensi dengan kelebihan kapasitas input ikan pelagis besar...... 56 Hubungan efisiensi dengan kelebihan kapasitas input ikan pelagis kecil ...... 57 Nilai kelebihan kapasitas sepanjang periode pengamatan dibandingkan
dengan rata-rata nilai kelebihan kapasitas untuk ikan pelagis besar............... 58 Nilai kelebihan kapasitas sepanjang periode pengamatan dibandingkan
dengan rata-rata nilai kelebihan kapasitas untuk ikan pelagis kecil............... 59 Trajektori skor efisiensi moneter ikan pelagis besar ...................................... 60 Trajektori skor efisiensi moneter ikan pelagis kecil ....................................... 61 Distribusi efisiensi kapal pukat cincin ............................................................ 62 Potensi perbaikan efisiensi kapal pukat cincin .............................................. 63 Distribusi efisiensi kapal tonda ....................................................................... 64 Potensi perbaikan efisiensi kapal tonda ........................................................
97
98
99
99
101
101
103 104
104 106
106
108
108 109 109
111
111
112
113
114
115
119
119
viii
65 Distribusi efisiensi perahu motor tempel payang ……………………………… 66 Potensi perbaikan efisiensi perahu motor tempel payang .............................. 67 Distribusi efisiensi kapal bagan …………………………………………………. 68 Potensi perbaikan efisiensi kapal bagan ......................................................... 69 Pengaruh pajak per unit upaya terhadap keseimbangan akses terbuka.......
121
121
123
123
127
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Disagregasi hasil tangkapan ikan pelagis besar ………………...................
2 Standardisasi effort (trip) penangkapan ikan pelagis besar ….....................
3 Disagregasi hasil tangkapan ikan pelagis kecil ………………………………
4 Analisis CYP ikan pelagis besar……………………………………………
5 Analisis CYP ikan pelagis kecil ……………………………………...............
6 Output Maple untuk pengelolaan sumberdaya ikan pelagis besar ................
7 Rezim pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil .....................................
8 Potensi perbaikan efisiensi fisik dari DMU penangkapan pelagis besar ..... 9 Potensi perbaikan efisiensi fisik dari DMU penangkapan pelagis kecil ........ 10 Potensi perbaikan efisiensi moneter dari DMU penangkapan pelagis besar 11 Potensi perbaikan efisiensi moneter dari DMU penangkapan pelagis kecil 12 Efisiensi teknis pendekatan input kapal tonda ............................................. 13 Ukuran kapasitas dan kapasitas optimal kapal tonda .................................. 14 Efisiensi kapal tonda dengan memasukkan nilai moneter ........................... 15 Efisiensi teknis pendekatan input perahu motor tempel payang .................... 16 Efisiensi perahu motor tempel payang dengan memasukkan nilai moneter .. 17 Efisiensi teknis pendekatan input kapal motor bagan .................................. 18 GAMS output untuk analisis DEA perikanan pelagis besar …..................... 19 GAMS Output untuk efisiensi teknis input kapal pukat cincin …………........ 20 Output Maple untuk perhitungan surplus produsen …………………………..
137
139
131
146
148
152 153
156
158 160 161 162 164
166
168
170
172
174
178 180
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya kelautan di Indonesia selama ini telah dimanfaatkan
dalam berbagai aktivitas perekonomian, dimana salah satunya adalah dalam
usaha perikanan tangkap. Perikanan tangkap itu sendiri merupakan aktivitas
perekonomian yang unik bila dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Hal ini
berkaitan dengan kondisi sumberdaya laut dan ikan itu sendiri yang sering
dianggap sebagai sumberdaya milik umum (common property resources).
Pemanfaatan sumberdaya ikan telah memberikan manfaat secara ekonomi
kepada pelaku usaha akan tetapi pemanfaatan sumberdaya ikan ini juga
memberikan dampak eksternalitas baik positif maupun negatif. Sumberdaya
ikan bersifat renewable resources (sumberdaya yang dapat pulih) tetapi bukan
berarti tak terbatas sehingga apabila tidak dikelola secara hati-hati, akan
memberikan dampak negatif terhadap ketersediaan sumberdaya ikan dan
lingkungan.
Program pembangunan perikanan yang dilaksanakan pada tahap
pembangunan sebelumnya hanya mengejar keuntungan ekonomi semata dan
mengabaikan kelestarian lingkungan sehingga menyebabkan berbagai dampak
negatif terhadap sumberdaya alam dan lingkungan pesisir dan lautan seperti:
degradasi lingkungan, pencemaran, kelangkaan sumberdaya, tangkap lebih
(overfishing) dan sebagainya. Dalam rangka mengurangi dampak negatif dari
kegiatan pembangunan maka pembangunan yang dilakukan saat ini adalah
pembangunan yang berkelanjutan yaitu pembangunan yang secara ekologis
lestari (ramah lingkungan), secara teknologi tepat guna, secara ekonomi efisien
dan layak, secara sosial bisa diterima/berkeadilan sehingga kebutuhan generasi
mendatang tetap dapat dipertahankan (Dahuri 2003). Akan tetapi dalam
pelaksanaannya masih banyak ditemui aktivitas pemanfaatan yang bertentangan
dengan prinsip berkelanjutan.
Dalam usaha perikanan tangkap, permasalahan yang sering terjadi adalah
tingkat penangkapan ikan di suatu wilayah yang melebihi potensi lestarinya
(maximum sustainable yield/MSY) sehingga terjadi fenomena tangkap lebih
(overfishing) yang berakibat pada penurunan hasil tangkapan persatuan upaya
(catch per unit of effort) yang pada gilirannya mengakibatkan penurunan
pendapatan nelayan. Menurut laporan FAO (2000) bahwa 47% sumberdaya
2
ikan di dunia sudah dimanfaatkan secara penuh (fully exploited), 19%
dieksploitasi secara berlebihan (overexploited) dan 9% diantaranya sudah
terkuras (depleted). Dengan demikian, 75% sumberdaya ikan global sudah
dalam kondisi kritis. Mace (1996) mengidentifikasi bahwa kapasitas lebih
(overcapacity) merupakan problem kunci yang menyebabkan permasalahan
dalam perikanan tangkap.
Konsep kapasitas perikanan merupakan suatu ukuran untuk mengetahui
apakah perikanan dalam kondisi efisien atau tidak. Definisi umum dari kapasitas
perikanan adalah stok kapital maksimum yang ada dalam perikanan yang dapat
dipergunakan secara penuh pada kondisi efisien maksimum secara teknis pada
waktu dan kondisi pasar tertentu (Kirkley & Squires 1998). Sedangkan Johansen
(1968) mendefinisikan kapasitas dari sudut pandang ekonomi dan teknologi
sebagai jumlah maksimum yang dapat diproduksi per unit waktu dengan lahan
dan peralatan yang ada, dimana keberadaan dari berbagai faktor produksi
variabel tidak dibatasi.
1.2 Perumusan Masalah Propinsi Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang
memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang cukup besar, memiliki garis
pantai sepanjang 375 km mulai dari Kabupaten Pasaman sampai ke Pesisir
Selatan dan bila dimasukkan garis pantai di Kabupaten Kepulauan Mentawai
maka panjang garis pantainya mencapai 2 420 km, sedangkan luas laut
termasuk ZEE adalah seluas 186 580 km2. Kawasan perairan pantai Sumatera
Barat meliputi 7 (tujuh) daerah kabupaten dan Kota yaitu Pasaman Barat, Agam,
Pariaman, Padang Pariaman, Padang dan Pesisir Selatan serta Kepulauan
Mentawai.
Salah satu potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang paling potensial
dan selama ini telah menopang perekonomian masyarakat adalah perikanan
laut. Potensi ikan di perairan laut Sumatera Barat diperkirakan sebesar 289 936
ton sedangkan produksi ikan laut pada tahun 2004 baru mencapai 102 368.0 ton
atau sekitar 35% dari potensi yang ada sehingga masih memiliki peluang yang
besar bagi peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan para nelayan.
Rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan ini dapat dilihat dari
sumbangan sektor perikanan terhadap pendapatan domestik regional bruto
(PDRB) yang masih berada di bawah 5%. Jumlah nelayan yang ada tercatat
3
sebanyak 34 020 orang yang terdiri atas 24 287 orang (74%) nelayan tetap dan
sisanya sebanyak 9 733 orang sebagai nelayan musiman. Jumlah perahu
penangkapan ikan sebanyak 6 897 unit terdiri atas 4 005 unit (57%) perahu
tanpa motor, 1 551 unit (24.30%) perahu motor tempel dan 1 341 unit (17.90%)
kapal motor (DKP Sumbar 2005).
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan antara lain: jaring
insang (gillnet) pukat kantong (purse seine), bagan dan pancing tonda. Jenis
ikan laut yang tertangkap didominasi oleh ikan pelagis (90%) seperti: tuna,
cakalang, tongkol, layang, selar, teri, tembang, kembung, tenggiri, serta
beberapa jenis ikan demersal dan ikan karang seperti: ikan kuwe, kerapu, kakap
bawal serta udang seperti: lobster, udang kelong dan udang windu.
Walaupun tingkat penangkapan masih berada di bawah potensi lestari
yang ada, untuk beberapa jenis ikan tingkat penangkapannya hampir mendekati
potensi lestari seperti ikan pelagis kecil dan beberapa jenis ikan karang (Diskan
Sumbar 1999). Hasil penelitian Puslitbang Perikanan Universitas Bung Hatta
tahun 1995 menyatakan bahwa ikan teri yang tertangkap ukurannya semakin
kecil dan hasil tangkapan per unit upaya juga semakin kecil. Begitu juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Merta et al. (1998) yang menyatakan bahwa
perikanan pelagis kecil di Sumatera Barat sudah mengalami kelebihan tangkap.
Selanjutnya apabila dilihat secara parsial menurut wilayah atau jenis ikan tertentu
ternyata ada wilayah penangkapan yang telah mengalami kelebihan tangkap
(overfishing) dan kelebihan kapasitas (overcapacity). Hal ini terutama terjadi
pada wilayah penangkapan sekitar pantai.
Berdasarkan alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan yang didominasi oleh
perahu tanpa motor dan motor tempel maka aktivitas penangkapan ikan banyak
dilakukan di perairan dekat pantai dan ikan yang banyak tertangkap adalah ikan
pelagis kecil. Sedangkan ikan pelagis besar yang memiliki potensi yang cukup
besar tingkat pemanfaatannya masih belum optimal dikarenakan terbatasnya
kemampuan nelayan untuk menangkap ikan jenis pelagis besar ini. Sehingga
menyebabkan terjadinya ketimpangan pemanfaatan potensi dimana sebagian
wilayah penangkapan mengalami overcapacity yang menyebabkan terjadinya
overeksploitasi dan akhirnya menyebabkan produktivitas nelayan menjadi
rendah, sedangkan wilayah lainnya berada dalam kondisi under capacity.
Kondisi ini menuntut adanya kebijakan pengaturan wilayah pengembangan
perikanan tangkap sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal kepada
4
nelayan dan pembangunan yang berkelanjutan tetap dapat diwujudkan.
Berdasarkan kondisi di atas timbul beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1) Bagaimana kondisi sumberdaya perikanan pada wilayah penelitian
ditinjau dari sisi biologi dan ekonomi (bioekonomi)?
2) Sejauhmana tingkat efisiensi di wilayah penelitian?
3) Seberapa besar ekstraksi sumberdaya ikan memberikan dapak
kesejahteraan kepada pelaku usaha perikanan?
4) Bagaimana kebijakan pengelolaan perikanan tangkap yang menjamin
keberlanjutan usaha perikanan tangkap?
1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola
pemanfaatan dan merekomendasikan kebijakan perikanan tangkap yang
berkelanjutan pada wilayah penelitian.
secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1) Melakukan analisis komparatif pemanfaatan sumberdaya ikan secara
bioekonomi dan empiris (aktual).
2) Menentukan tingkat degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan dalam
kaitannya dengan kapasitas perikanan.
3) Menganalisis dampak kapasitas perikanan terhadap kesejahteraan
masyarakat nelayan.
4) Menganalisis kapasitas perikanan baik antar waktu maupun antar alat
tangkap dan dampaknya terhadap pengelolaan perikanan yang
berkelanjutan.
1.4 Hipotesis Penelitian 1) Ekstraksi sumberdaya perikanan pelagis tidak efisien secara bioekonomi.
2) Telah terjadi degradasi dan depresiasi akibat adanya ekstraksi
sumberdaya ikan.
3) Kapasitas penangkapan tidak sesuai dengan kapasitas perikanan yang
seharusnya.
5
1.5 Kegunaan Penelitian 1) Diperolehnya informasi tentang kondisi perikanan tangkap di Propinsi
Sumatera Barat.
2) Sebagai salah satu bahan acuan bagi Pemerintah Daerah Propinsi
Sumatera Barat dalam merumuskan kebijakan pengembangan perikanan
tangkap secara berkelanjutan.
1.6 Kerangka Pemikiran
Pemanfaatan sumberdaya ikan telah memberikan manfaat bagi bangsa
Indonesia, sebagai sumber utama pangan, penyedia lapangan kerja, sumber
penerimaan dan devisa negara serta manfaat ekonomi bagi pelaku usaha
perikanan. Akan tetapi dengan adanya pemanfaatan ini juga memberikan
dampak negatif terhadap keberadaan sumberdaya ikan, telah terjadi
kecenderungan penurunan stok sumberdaya ikan yang dicirikan dengan
turunnya produksi per unit input.
Sumberdaya perikanan bersifat quasi open access yang menyebabkan
sulitnya pengendalian input. Akses terhadap sumberdaya yang tidak dibatasi
mendorong terjadinya eksploitasi yang berlebihan dan penggunaan sumberdaya
yang tidak efisien serta berdampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai permasalahan yang terjadi terhadap sumberdaya ikan
seperti kelebihan tangkap (overfishing), overcapacity, kepunahan, depresiasi dan
degradasi. Berbagai permasalahan yang terjadi terhadap sumberdaya ikan pada
akhirnya juga akan berdampak terhadap tingkat kesejahteraan pelaku usaha
perikanan sebagai akibat biaya eksploitasi yang semakin meningkat, produksi
yang semakin menurun dan pada akhirnya menurunnya manfaat/keuntungan
dari kegiatan penangkapan ikan.
Terjadinya dampak negatif dari pemanfaatan sumberdaya ikan juga
disebabkan tidak meratanya pemanfaatan wilayah penangkapan ikan, dimana
ada suatu wilayah dengan tingkat pemanfaatan yang tinggi (input yang
berlebihan) dan wilayah penangkapan lainnya tingkat pemanfaatannya masih
rendah. Hal ini juga didukung dengan belum adanya data atau ukuran seberapa
besar sumberdaya dapat dimanfaatkan dan berapa besar tingkat upaya atau
kapasitas yang optimal. Sehingga ada suatu wilayah yang mengalami kelebihan
kapasitas dan wilayah lainnya yang berada di bawah kapasitas (under capacity).
6
Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan analisis tentang tingkat pemanfaatan dan
kapasitas perikanan tangkap sehingga dapat diketahui kondisi perikanan apakah
sudah optimal dan efisien. Diharapkan dengan mengetahui tingkat pemanfaatan
dan kapasitas perikanan dapat dirumuskan kebijakan pengelolaan perikanan
tangkap yang berkelanjutan. Gambaran lengkap dari kerangan pemikiran ini
dapat dilihat pada Gambar 1.
7
Gambar 1 Kerangka pemikiran.
8
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Perikanan laut
Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup besar
baik dari segi kuantitas maupun keragamannya. Menurut Puslitbang Oseanologi
LIPI (2001) potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia adalah sebesar
6.41 juta ton per tahun yang antara terdiri dari ikan pelagis 4.77 juta ton, ikan
demersal 1.37 juta ton, ikan karang konsumsi 145 ribu ton, udang penaeid 94.80
ribu ton, lobster 4.80 ribu ton, dan cumi-cumi 28.25 ribu ton. Berdasarkan data
dari Direktorat Jenderal Perikanan tangkap Tahun 2005, produksi perikanan laut
Indonesia tahun 2004 adalah sebesar 4 506 060 ton, bila dibandingkan dengan
potensi lestari yang ada ternyata tingkat pemanfaatannya masih di bawahnya
yaitu sebesar 70.36%. Perairan Laut Sumatera Barat merupakan bagian dari
wilayah Pengelolaan Samudera Hindia dimana potensi, produksi dan tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan di Samudera Hindia seperti pada Tabel 1.
Tingkat pemanfaatan ikan di Samudera Hindia ini secara keseluruhan masih
berada di bawah potensi lestari tetapi ada beberapa sumberdaya ikan yang
sudah melebihi potensi lestari yaitu ikan karang dan cumi-cumi.
Tabel 1 Potensi lestari sumberdaya ikan dan tingkat pemanfaatan di Samudera Hindia
No. Sumberdaya ikan Potensi (103ton/tahun)
Produksi (103ton/tahun)
Tingkat Pemanfaatan
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ikan pelagis besar
Ikan pelagis kecil
Ikan demersal
Ikan karang
Udang penaeid
Lobster
Cumi-cumi
386.26
526.57
135.13
12.88
10.70
1.60
3.75
188.28
264.56
134.83
19.42
10.24
0.16
6.29
48.74
50.21
99.78
>100
95.70
10.00
>100
Jumlah 1.076.80 623.78 57.92
Sumber: Puslitbang Oseanologi LIPI (2001)
9
Walaupun secara keseluruhan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di
perairan Indonesia masih berada di bawah potensi lestari yang ada, akan tetapi
pada beberapa wilayah telah mengalami tangkap lebih (overfishing), seperti
untuk jenis ikan karang dan udang penaeid. Berdasarkan penyebaran daerah
penangkapan ikan, potensi produksi perikanan tangkap di perairan laut Indonesia
dibagi berdasarkan 9 wilayah pengelolaan perikanan yaitu: wilayah I Selat
Malaka, wilayah II Laut Cina Selatan, wilayah III Laut Jawa, wilayah IV Selat
Makassar dan Laut Flores, wilayah V Laut Banda, wilayah VI Laut Seram
sampai Teluk Tomini, wilayah VII Laut Sulawesi dan Samudera Fasifik, wilayah
VIII Laut Arafura dan wilayah IX Samudera Hindia. Dari 9 wilayah pengelolaan
perikanan ini daerah yang telah mengalami tangkap lebih adalah: Laut Jawa,
perairan Selat Malaka, perairan Selat Makassar, sedangkan perairan Laut Cina
Selatan, Laut Banda, Laut Seram dan Teluk Tomini masih memiliki potensi yang
tinggi dengan tingkat pemanfaatan yang masih rendah (Aziz et al. 1998)
Menurut Dahuri (2003) terjadinya fenomena tangkap lebih disebabkan oleh
persepsi keliru tentang sumberdaya ikan laut yang selama ini dimiliki oleh
kebanyakan para nelayan, pengusaha perikanan, dan pejabat pemerintah.
Kekeliruan pertama adalah mereka menganggap bahwa karena ikan adalah
sumberdaya dapat pulih (renewable resources), sehingga dapat dieksploitasi
secara tak terbatas (infinite). Selain itu, sumberdaya ikan laut dianggap sebagai
sumberdaya milik umum (common property resources), sehingga berlaku rejim
open access dalam pemanfaatannya dengan pengertian bahwa siapa saja,
kapan saja dapat mengeksploitasi sumberdaya ikan sebanyak-banyaknya. Oleh
karena itu, untuk mewujudkan perikanan tangkap berkelanjutan (sustainable
fisheries), maka rejim (pola) pemanfaatannya harus segera diubah dari rejim
open access menjadi perikanan tangkap yang bertanggung jawab seperti yang
dianjurkan oleh Kode Etik Perikanan yang bertanggung jawab atau Code
Conduct of Responsible Fisheries.
Salah satu unsur dari kode etik ini adalah praktek perikanan tangkap yang
terkendali, yang secara garis besar dapat dilakukan melalui dua pendekatan
yaitu: 1) pengendalian penangkapan ikan oleh pemerintah (public authorities);
dan 2) pemberian “hak pengusahaan perikanan” (fishery rights) kepada individu,
kelompok masyarakat atau perusahaan perikanan. Hanneson (2000) yang diacu
dalam Dahuri (2003) mengatakan bahwa pengendalian penangkapan ikan oleh
pemerintah dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu: 1) pengendalian
10
penangkapan (control of the catch) yang salah satu tekniknya adalah dengan
menerapkan kuota penangkapan ikan sesuai dengan potensi lestari stok ikan
dalam suatu wilayah perikanan, 2) pengendalian upaya tangkap dan kapasitas
penangkapan (control of fishing capacity and fishing effort), dan 3) pengendalian
secara tidak langsung melalui pengenaan pajak terhadap upaya tangkap atau
hasil tangkapan.
Selanjutnya Dahuri (2003) menyatakan bahwa pengendalian upaya
tangkap dan kapasitas penangkapan dapat dilakukan dengan cara memberikan
izin penangkapan ikan (fishing licence) pada setiap kapal ikan. Izin
penangkapan ikan diberikan untuk jangka pendek (satu tahun) dan jangka
panjang (selama umur teknis/pakai kapal ikan). Pelaku usaha perikanan
cenderung untuk memaksimalkan hasil tangkapannya untuk memperoleh rente
yang sebesar-besarnya karena mereka tidak perlu membayar untuk menangkap
ikan, dengan pengenaan pajak terhadap usaha penangkapan ikan secara tidak
langsung akan mengendalikan tingkat upaya ikan agar tidak melebihi potensi
lestarinya.
Fauzi (2002) menyatakan bahwa alternatif lain selain ketiga kebijakan
konvensional di atas yang dalam penerapannya memiliki kelebihan dan
kelemahan terutama pada perikanan yang bersifat multi spesies dan multi gear
adalah dengan penerapan user fee atau fishing fee. Ada beberapa hal yang
menjadikan user fee ini lebih menguntungkan (favourable) yaitu: Pertama, prinsip
netralitas yang didasarkan pada pemikiran bahwa resource rent tax atau pajak
rente sumberdaya tidak mempengaruhi penggunaan faktor produksi, user fee ini
tidak akan membuat distorsi pada pasar karena fishing fee yang didasarkan dari
perhitungan resource rent tax sudah memperhitungkan seluruh aspek
sumberdaya baik biologi maupun ekonomi dari pelaku perikanan. Kedua, aspek
kesetaraan (equity) dan keadilan (fairness), dimana fishing fee merupakan
kontrak sosial antara pelaku perikanan dengan pemerintah sebagai wakil publik
atas kepemilikan sumberdaya dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan dan
juga merupakan penjabaran lebih nyata dari user fee principle atau prinsip biaya
pengguna. Prinsip ini menyatakan bahwa mereka yang memperoleh manfaat
atas pemanfaatan sumberdaya perikanan (pelaku perikanan) membayar biaya
(fee) yang mencerminkan nilai dari fishing privilege. Ketiga, fleksibilitas dimana
biaya sosial untuk merevisi fishing fee jauh lebih kecil dibanding biaya sosial
yang harus ditanggung untuk merevisi kuota atau limited entry, jika terjadi
11
perubahan dalam teknologi atau sistem pengelolaan perikanan maka fishing fee
jauh lebih adaptable dibanding kuota. Keempat, aspek co-existence yakni share
atas pemanfaatan sumberdaya ikan dengan pihak ketiga (kapal dari daerah lain
atau kapal asing).
2.2 Usaha Perikanan tangkap
Dalam pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan laut sebagian besar
dilakukan melalui usaha perikanan tangkap. Perikanan tangkap merupakan
suatu kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan hewan
atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas (Monintja
1994). Menurut UU No.9 tahun 1985 penangkapan ikan adalah kegiatan yang
bertujuan untuk memperoleh ikan pada perairan yang dalam keadaan tidak
dibudidayakan dengan alat tangkap atau cara apapun, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal untuk menampung, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, mengolah dan mengawetkan.
Dalam melakukan usaha perikanan tangkap diperlukan beberapa sarana
penangkapan berupa input atau dalam perikanan disebut effort yang terdiri dari
alat tangkap, tenaga kerja, kapal dan lain-lain. Berdasarkan skala usaha yang
ada atau investasi yang dibutuhkan, perikanan tangkap di Indonesia dibagi
menjadi 3 yaitu skala kecil, menengah dan skala besar. Perikanan tangkap
skala kecil adalah perikanan yang dalam usaha penangkapan ikan tidak
menggunakan perahu, perahu tanpa motor dan perahu yang memiliki mesin
diluar (outboard) atau perahu motor tempel. Perikanan skala menengah
menggunakan kapal motor (inboard engine) dan kapal yang berukuran
menengah, sedangkan usaha perikanan tangkap skala besar diusahakan oleh
perusahaan, memiliki fasilitas penangkapan yang lengkap, kapal motor dengan
mesin yang memiliki daya yang besar serta ukuran kapal yang besar. Pada
usaha perikanan tangkap skala besar ini, pemilik usaha juga melengkapinya
dengan berbagai fasilitas penanganan, pengolahan dan pemasaran ikan (Bailey
et al. 1987).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Ditjenkan Tangkap DKP (2005)
sampai saat ini usaha perikanan tangkap di Indonesia masih didominasi oleh
usaha perikanan skala kecil dan menengah, hal ini terlihat dari data jumlah
perahu/kapal perikanan tangkap di Indonesia pada tahun 2004 yang masih
didominasi oleh perahu tanpa motor sebesar 200 000 buah (42.58%), perahu
12
motor tempel sebanyak 146 270 buah (31.14%) dan kapal motor sebanyak 123
440 buah (26.28%) seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah ini. Selanjutnya
dari 123 440 buah (26.28%) kapal motor sebagian besar masih didominasi oleh
perahu/kapal motor di bawah 5 GT dan antara 5 – 10 GT yaitu masing-masing
sebanyak 79 180 buah (64.14%) dan 24.060 buah (19.49%) yang dapat
dikatagorikan ke dalam usaha skala menengah, sedangkan kapal yang
berukuran di atas 200 GT hanya sebanyak 670 buah (0.54%).
perahu tanpa motor
42.58%
perahu motor tempel31.14%
kapal motor26.28%
Gambar 2 Jumlah Perahu/Kapal Perikanan Laut di Indonesia tahun 2004.
(Sumber: Ditjenkan Tangkap DKP 2005)
2.3 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis merupakan ikan yang hidup di lapisan permukaan perairan
sampai tengah (mid layer). Ikan pelagis umumnya senang bergerombol baik
dengan kelompoknya maupun jenis ikan lain. Ikan-ikan ini bersifat fototaxis
positif dan tertarik pada benda-benda terapung. Bentuk tubuh ikan menyerutu
(stream line), perenang cepat dan mempunyai sifat hidup yang bergerombol.
Direktorat Jenderal Perikanan (1998) yang diacu dalam Bakosurtanal
(1998), mengelompokkan ikan pelagis berdasarkan ukurannya menjadi dua
kelompok yaitu: 1) Ikan pelagis besar yaitu ikan pelagis yang mempunyai ukuran
100 – 250 cm (ukuran dewasa) antara lain: tuna (Thunnus spp.), cakalang
(Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp.), tongkol (Euthynnus spp.),
setuhuk (Xiphias spp.) dan lemadang (Coryphaena spp.). Umumnya ikan pelagis
13
besar adalah ikan peruaya dan perenang cepat, 2) Ikan pelagis kecil yaitu ikan
pelagis yang mempunyai ukuran 5 – 50 cm (ukuran dewasa), terdiri dari 16
kelompok dimana produksinya didominasi oleh 6 kelompok besar yang masing-
masing mencapai lebih dari 100 000 ton. Kelompok ikan tersebut adalah
kembung (Rastrelliger sp.), layang (Decapterus sp.), jenis-jenis selar (Selaroides
sp. dan Atale sp.), lemuru (Sardinella sp.) dan teri (Stolephorus sp.).
2.3.1 Ikan pelagis besar Beberapa jenis ikan pelagis besar yang secara ekonomi dimanfaatkan
antara lain adalah:
Ikan tuna (Thunnus albacares)
Klasifikasi ikan tuna menurut Saanin (1984) adalah:
Phylum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Percomorphi
Famili: Scombridae
Genus: Auxis, Thunnus, Katsuwonus, Euthynnus
Ada 4 jenis ikan tuna yang banyak ditemukan di perairan Indonesia yaitu
madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora
(Thunnus alalunga) dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii). Ikan
madidihang mendominasi di semua perairan Indonesia kecuali di Selatan Jawa,
Selatan Bali dan Nusa Tenggara. Ikan madidihang bersifat epipelagis dan
oseanis yang menyukai perairan di atas dan di bawah lapisan termoklin. Suhu
air yang sesuai bagi madidihang berkisar antara 18 - 310C. Tuna mata besar
banyak terdapat di Selatan Jawa, Selatan Bali-Nusa Tenggara dan Barat
Sumatera serta laut Banda dan Arafuru. Sifat hidup tuna mata besar ini
berhubungan erat dengan lapisan termoklin atau daerah renangnya berada pada
lapisan tersebut. Tuna mata besar bersifat epipelagis, mesopelagis dan oseanis,
terdapat pada kedalaman laut mulai dari permukaan hingga 250 meter (Uktolseja
et al. 1998). Suhu dan kedalaman lapisan termoklin merupakan faktor lingkungan
utama yang mempengaruhi sebarannya, baik vertikal maupun horisontal.
Kisaran suhu air dimana ditemukan tuna mata besar berkisar antara 13 - 290C
dengan suhu optimumnya antara 17 - 220C (Colette dan Nauen 1983 yang diacu
dalam Uktolseja et al. 1998).
14
Ikan albakora banyak ditemukan pada perairan yang suhu airnya dingin
dan berkisar antara 15.6 – 19.40C, akan tetapi ukuran albakora yang besar
kisaran suhu air yang dissukai antara 13.5 – 25.20C. Albakora dapat tertangkap
di perairan Indonesia terutama dimana terdapat massa air karena sifatnya
beruaya bersama atau di dalam massa air tersebut. Lebih besar pengaruh
massa air terhadap ruayanya dibandingkan dengan pengaruh suhu atau kadar
oksigen perairan. Selain itu sesuai dengan kisaran suhu perairan
keberadaannya, maka albakora juga dapat tertangkap di air lapisan termoklin. Di
perairan Indonesia paling banyak ditemukan di perairan Selatan Bali-
Nusatenggara, Laut Flores-Selat Makasar dan Selatan Jawa. Selanjutnya tuna
sirip biru selatan hanya tertangkap di perairan Selatan jawa dan Selatan Bali
Nusa Tenggara (Uktolseja et al. 1998).
Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Klasifikasi ikan cakalang menurut Saanin (1984) adalah:
Phylum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Perciformes
Famili: Scombridae
Genus: Katsuwonus
Ikan Cakalang bersifat epipelagis dan oseanis, peruaya jarak jauh, dan
suhu air yang disenanginya berkisar antara 14.7 – 300 C. Cakalang menyenangi
daerah dimana terjadi pertemuan arus atau air yang umumnya terdapat banyak
pulau. Selain itu Cakalang juga menyukai batas perairan dimana terjadi
pertemuan antara masa air panas dan dingin, penaikan air dan parameter
hidrografi dimana terdapat percampuran yang tidak tetap. Penyebaran vertikal,
mulai dari permukaan sampai kedalaman 260 meter pada siang hari, sedangkan
pada malam hari akan menuju permukaan. Sebaran geografis terutama pada
perairan tropis dan perairan panas di daerah lintang selatan. Cakalang selalu
terdapat dalam kelompok/gerombolan yang besar. Di Indonesia penyebaran ikan
Cakalang hampir di semua wilayah perairan Indonesia dimana potensi tertinggi
terdapat di Laut Sulawesi-Utara Irian Jaya dan Barat Sumatera (Uktoselja et al.
1998).
15
Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Klasifikasi ikan tongkol menurut Saanin (1984) adalah:
Phylum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Percomorphi
Famili: Scombridae
Genus: Auxis, Euthynnus
Ikan tongkol termasuk golongan ikan epipelagik dengan kisaran suhu 18
– 310 C. Ikan tongkol ini ditemui hampir di seluluh perairan Indonesia. Untuk
Samudera Pasifik potensi tertinggi terdapat di laut Sulawesi-Utara Irian Jaya
sedangkan untuk Samudera Hindia potensi tertinggi terdapat di Barat Sumatera
dan Selatan Bali-Nusatenggara. Umumnya tingkat pengusahaan ikan tongkol
baik di Samudera Pasifik maupun di Samudera Hindia telah berada pada tahap
berkembang sebesar 52.50% dan 58.10% (Uktolseja et al. 1998).
Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson)
Klasifikasi ikan tenggiri menurut Saanin (1984) adalah:
Phylum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Percomorphi
Famili: Scombridae
Genus: Scomberomorus
Genus: Scomberomorus commerson
Scomberomorus guttatus
Scomberomorus lineolatus
Ada tiga jenis ikan tenggiri yaitu tenggiri Scomberomorus commerson,
tenggiri papan Scomberomorus gutatus, terdapat di semua perairan Indonesia,
sedangkan Scomberomorus lineolatus hanya terdapat di perairan Indonesia
Barat, jenis ini merupakan ikan peruaya lokal sesuai dengan sifatnya yang
neuritis, lebih menyukai perairan yang lebih keruh dan salinitas rendah. Ikan
tenggiri Scomberomorus commerson daerah penyebarannya sangat luas,
bersifat epipelagis dan neritis. Tenggiri papan bersifat epipelagis dan neritis
juga, menyukai perairan yang keruh dengan salinitas rendah, itulah sebabnya
banyak tertangkap di perairan laut Jawa, Selatan Sumatera dan Selat Malaka
16
(Uktolseja et al. 1998). Penyebaran ikan tenggiri cukup luas mencakup seluruh
wilayah Indo-Pasifik Barat dan Afrika Utara dan Laut Merah sampai ke perairan
Indonesia, perairan Australia dan perairan Fiji ke utara sampai ke perairan China
dan Jepang.
2.3.2 Ikan pelagis kecil Sumberdaya perikanan pelagis kecil merupakan sumberdaya yang poorly
behaved, karena makanan utamanya adalah plankton sehingga kelimpahannya
sangat tergantung kepada faktor-faktor lingkungan. Oleh karena itu kelimpahan
sumberdaya ini sangat berfluktuasi dan tergantung kepada lingkungan
perairannya (Merta et al. 1998).
Beberapa jenis ikan pelagis kecil yang banyak ditangkap di perairan
Indonesia termasuk perairan Sumatera Barat antara lain adalah:
Ikan kembung (Rastrelliger spp.)
Klasifikasi ikan kembung menurut Saanin (1984) adalah:
Phylum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Percomorphi
Famili: Scombridae
Genus: Rastrelliger
Spesies: Rastrelliger brachysoma (Bleeker)
Rastrelliger kanagurta
Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) biasanya ditemukan di
perairan yang jernih dan agak jauh dari pantai dengan kadar garam lebih dari
320/00, sedangkan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dijumpai
dekat pantai dengan kadar garam lebih rendah (Nontji 1993). Daerah
penyebaran ikan kembung mulai dari pulau Sumatera bagian barat dan timur,
pulau Jawa bagian utara dan selatan, Nusa Tenggara, perairan barat, timur dan
selatan kalimantan, Malaka, Sulawesi bagian utara dan selatan, Maluku dan
Irian Jaya (Ditjenkan Deptan 1997).
17
Ikan Layang (Decapterus spp.)
Klasifikasi ikan layang menurut Saanin (1984) adalah:
Phylum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Percomorphi
Famili: Carangidae
Genus: Decapterus
Spesies: Decapterus russeli (Ruppell)
Decapterus maerosoma (Bleeker)
Decapterus maruadsi (Tamminck dan Sengel)
Ikan layang (Decapterus spp.) hidup pada perairan dengan variasi salinitas
yang sempit (stenohaline) dengan salinitas berkisar antara 31 – 330/00. Makanan
utamanya adalah zooplankton, meskipun kadang-kadang juga makan ikan kecil
seperti teri (Stolephorus spp.) dan japuh (Dussumteria acuta). Ada lima jenis
ikan layang yang umum ditemukan di perairan Indonesia yakni Decapterus
russeli, Decapterus maerosoma, Decapterus maruadsi, Decapterus lajang dan
Decapterus kurroides. Akan tetapi dari kelima jenis yang ada, hanya Decapterus
russeli yang mempunyai daerah penyebaran yang luas di Indonesia mulai dari
Kepulauan Seribu hingga pulau Bawean dan pulau Masalembo. Decapterus
maerosoma banyak dijumpai di selat Bali, Labuhan dan Pelabuhan Ratu.
Decapterus lajang menyukai perairan yang dangkal seperti di Laut Jawa
(termasuk selat Sunda, selat Madura dan selat Bali), selat Makassar, Ambon dan
Ternate. Decapterus maruadsi termasuk ikan yang berukuran besar, hidup di
laut dalam seperti di Laut Banda. Ikan ini dapat tertangkap pada kedalaman
1000 meter atau lebih (Nontji 1993).
Ikan Selar (Selaroides spp.)
Klasifikasi ikan selar menurut Saanin (1984) adalah:
Phylum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Percomorphi
Famili: Carangidae
Genus: Caranx
Spesies: Selar crumenophthalmus
Selaroides leptolepsis
18
Jenis ikan selar (Selaroides spp.) yang tertangkap di perairan Indonesia
dan tercatat di dalam data statistik perikanan Indonesia adalah selar bentong
(Selar crumenophthalmus) dan selar kuning (Selaroides leptolepsis) (Nontji
1993). Kedua jenis ikan ini memakan ikan-ikan kecil dan udang kecil, hidup
secara bergerombol, dan umumnya di sekitar perairan pantai yang dangkal,
khusus untuk selar bentong (Selar crumenophthalmus) hidup sampai kedalaman
80 meter.
Ikan Tembang (Sardinella sp.)
Daerah penyebaran ikan tembang meliputi seluruh perairan pantai
Indonesia, ke utara sampai ke Taiwan dan ke selatan sampai ke ujung utara
Australia dan ke barat sampai laut Merah (Ditjenkan Deptan 1997).
Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) adalah:
Phylum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Malocopterigii
Famili: Clupeidae
Genus: Sardinella
Spesies: Sardinella fibriata (V)
Ikan Teri (Stolephorus spp.)
Klasifikasi ikan teri menurut Saanin (1984) adalah:
Phylum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Malocopterigii
Famili: Clupeidae
Genus: Stolephorus
Spesies: Stolephorus spp.
Ikan teri (Stolephorus spp.) terdapat di seluruh perairan pantai Indonesia
terutama di perairan Barat Sumatera, selat Malaka, selatan dan utara Sulawesi
dan timur Sumatera. Ikan teri termasuk ikan pelagis yang menghuni perairan
pesisir dan estuari, tetapi beberapa jenis dapat hidup pada salinitas antara 10 –
15 0/00. Pada umumnya hidup bergerombol sampai ratusan atau ribuan individu,
terutama untuk jenis-jenis ukuran kecil. Sebaliknya yang berukuran besar
cenderung untuk hidup soliter, hanya pada bulan-bulan tertentu mereka dapat
tertangkap dalam gerombolan kecil sekitar 100 – 200 ekor. Teri banyak
19
memakan berbagai jenis plankton, walaupun komposisinya tidak selalu sama
untuk setiap spesies. Pada ukuran 40 mm, ikan ini umumnya memanfaatkan
fitoplankton dan zooplankton berukuran kecil, sedangkan teri yang berukuran
lebih dari 40 mm, banyak memanfaatkan zooplankton yang berukuran besar
(Nontji 1993).
Ikan Lemuru (Sardinella longiceps).
Klasifikasi ikan lemuru menurut Saanin (1984) adalah:
Phylum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Malocopterigii
Famili: Clupeidae
Genus: Sardinella
Spesies: Sardinella longiceps
Ikan-ikan lemuru yang tertangkap di perairan Indonesia terdiri dari
beberapa jenis yang di dalam Statistik Perikanan Indonesia digabung menjadi
satu dengan nama lemuru. Jenis-jenis tersebut adalah Sardinella
longiceps/sardinella lemuru, Sardinella aurita, Sardinella leoigaster dan
Sardinellla elupeoides. Sebaran geografik ikan lemuru mulai dari utara
Kalimantan sampai Filipina, India sampai ke pantai timur Afrika. Lemuru juga
terdapat di Thailand, Malaysia, Kamboja, Vietnam dan Australia. Di Indonesia
didapat dalam jumlah besar di selat Bali sampai Nusa Tenggara Timur.
Gerombolan lemuru pada siang hari berada pada lapisan kedalaman 40m – 80m,
dan berenang ke atas saat malam hari sampai saat matahari akan terbit lagi.
Pada saat bulan purnama terlihat bahwa gerombolan ikan lemuru terpencar di
permukaan atau berada tetap di bawah (Dwiponggo 1982).
2.4 Perikanan yang berkelanjutan (Sustainable fisheries) Sumberdaya ikan bersifat dapat pulih/diperbaharui (renewable resources),
dimana dia memiliki kemampuan regenerasi secara biologis, akan tetapi apabila
tidak dikelola secara hati-hati dan menyeluruh akan mengarah kepada
pengurasan sumberdaya ikan dan mengancam keberlanjutan sumberdaya.
Untuk itu dalam pengelolaan sumberdaya perikanan rente ekonomi yang
sebesar-besarnya hendaknya diperoleh tanpa melakukan pengurasan terhadap
20
sumberdaya ikan itu sendiri. Prinsip pembangunan yang berkelanjutan
hendaknya diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.
Perhatian pembangunan perikanan yang berkelanjutan dimulai pada awal
tahun 1990-an yang merupakan proses dari terjadinya beberapa perubahan yang
menyangkut (Fauzi & Anna 2002a):
1) Meningkatnya perhatian terhadap lingkungan dari para stakeholder
sebagai akibat Rio Summit yang menyerukan diperlukannya perbaikan
secara global terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan dan
kelautan.
2) Terjadinya collapse dari beberapa perikanan dunia seperti anchovy,
tuna dan salmon yang menyadarkan orang tentang konsekwensi yang
ditimbulkan tidak hanya ekologi, namun juga konsekwensi sosial dan
ekonomi.
3) Pemberdayaan para stakeholder yang menuntut diperlukan pandangan
yang lebih luas (holistik) mengenai pengelolaan perikanan.
The World Commission on Environment and Development (WCED) (1987)
mendefinisikan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa
menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam
memenuhi kebutuhannya. Menurut Monintja (1997) perikanan tangkap yang
berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai usaha penangkapan ikan yang perlu
memiliki beberapa persyaratan khusus antara lain:
1) Produk-produk dapat diterima oleh masyarakat konsumen (marketable).
2) Usaha penangkapan menunjukkan keragaman yang menguntungkan
(profitable).
3) Usaha penangkapan tidak mengganggu habitat serta kegiatan-kegiatan
sub sektor lainnya (environmental friendly).
4) Usaha penangkapan akan dapat berjalan terus menerus tanpa
mengganggu kelestarian spesies sasaran (sustainable).
Keberlanjutan (sustainability) hendaknya dijadikan salah satu tujuan
dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan karena hal ini telah
diamanatkan dalam Deklarasi yang dihasilkan oleh United Nations Conference
on Environment and Development yang diselenggarakan di Rio de Janeiro,
Brasil, pada tahun 1992 dimana Indonesia merupakan salah satu peserta.
Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keserasian antara laju kegiatan
21
pembangunan dengan daya dukung (carrying capacity) lingkungan alam untuk
menjamin tersedianya aset sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan
(environmental services) yang minimal sama untuk generasi mendatang.
Pembangunan berkelanjutan mengandung tiga dimensi utama yang
meliputi dimensi ekonomi, ekologi dan sosial, jadi suatu kegiatan pembangunan
dinyatakan berkelanjutan, apabila kegiatan pembangunan secara ekonomis,
ekologis, dan sosial politik bersifat berkelanjutan (Gambar 3). Berkelanjutan
secara ekonomis berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat
membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital (capital
maintenance), dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien.
Berkelanjutan secara ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan dimaksud
harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung
lingkungan, dan konservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman
hayati (biodiversity), sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat
berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan
bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan
pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial,
partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan
pengembangan kelembagaan. Dengan demikian jelas bahwa konsep
pembangunan berkelanjutan hanya bisa dilaksanakan apabila pembangunan
harus berorientasi pada kepentingan dan mendapatkan dukungan dari
masyarakat yang terkena dampaknya.
Ecological Economic Integrity Stability Careful Development Use Evaluation Education Communities Social Fairness
Sustainability Triangle
Gambar 3 Tiga Dimensi Keberlanjutan (Doring 2001).
22
Selanjutnya Charles (2001) menyatakan keberlanjutan selain terdiri dari aspek
ekologi, dan sosial ekonomi juga ada aspek masyarakat dan kelembagaan
dengan rincian sebagai berikut:
1) Ecologicall sustainability (keberlanjutan ekologi). Dalam pandangan ini
memelihara keberlanjutan stok/biomass sehingga tidak melewati daya
dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem
menjadi konsern utama.
2) Socioeconomic sustainability (keberlanjutan sosio-ekonomi). Konsep ini
mengandung makna bahwa pembangunan perikanan harus
memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan baik
pada tingkat individu . Dengan kata lain mempertahankan atau mencapai
tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi merupakan konsern
dalam kerangka keberlanjutan.
3) Community sustainability, mengandung makna bahwa keberlanjutan
kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat haruslah menjadi
perhatian pembangunan perikanan yang berkelanjutan.
4) Institutional sustainability (keberlanjutan kelembagaan). Dalam kerangka
ini keberlanjutan kelembagaan yang menyangkut memelihara aspek
finansial dan administrasi yang sehat merupakan prasyarat dari ketiga
pembangunan berkelanjutan di atas.
Dengan demikian jika setiap komponen dilihat sebagai komponen yang
penting untuk menunjang keseluruhan proses pembangunan berkesinambungan,
maka kebijakan pembangunan perikanan yang berkesinambungan haruslah
mampu memelihara tingkat yang reasonable dari setiap komponen sustainable
tersebut. Dengan kata lain keberlanjutan sistem akan menurun melalui kebijakan
yang ditujukan hanya untuk mencapai satu elemen keberlanjutan saja (Fauzi &
Anna 2002a).
2.5 Kapasitas Perikanan Konsep kapasitas dalam perikanan tangkap dapat didefinisikan dan diukur
baik dengan pendekatan teknologi-ekonomi atau secara eksplisit dinyatakan
dalam optimisasi berdasarkan teori mikroekonomi (Morrison 1993). Banyak
definisi dari kapasitas baik dari perspektif teknologi maupun perspektif ekonomi.
Menurut Johansen (1968), kapasitas merupakan jumlah maksimum yang dapat
diproduksi per unit waktu dengan lahan dan peralatan yang ada, dimana
23
keberadaan dari berbagai faktor produksi variabel tidak dibatasi. Salz (1994)
yang diacu dalam Fauzi dan Anna (2002c) menyatakan bahwa kapasitas
perikanan adalah sejumlah ikan yang dapat ditangkap oleh kapal tertentu atau
alat tangkap tertentu per tahun, tergantung dari produktivitas per unit waktu
tangkap (misalnya CPUE per jam) dan jumlah unit waktu tangkap (misalnya jam
melaut per tahun). Menurut FAO (1998) kapasitas perikanan merupakan jumlah
maksimum ikan pada periode waktu tertentu (tahun, musim) yang dapat
diproduksi oleh armada perikanan jika digunakan secara penuh dengan
biomassa tertentu. Selanjutnya Kirkley dan Squires (1998) mendefinisikan
kapasitas perikanan sebagai stok kapital maksimum yang ada dalam perikanan
yang dapat dipergunakan secara penuh pada kondisi efisien maksimum secara
teknis pada waktu dan kondisi pasar tertentu.
Stok kapital itu sendiri pada dasarnya dapat berupa kapital itu sendiri
maupun sumberdaya manusia. Pada perikanan tangkap kapital merupakan
fungsi dari spesifikasi kapal, alat tangkap dan lain-lain sedangkan sumberdaya
manusia dapat berupa jumlah awak kapal dan kemampuan/keahlian. Stok kapital
ini merupakan manifestasi dari upaya (effort) yang diukur dari jumlah melaut (trip)
atau jumlah hari melaut (day fished). Jadi lebih lanjut Kirkley dan Squires (1999)
juga mendefinisikan kapasitas perikanan tangkap sebagai tingkat upaya yang
memungkinkan, kapasitas upaya, upaya potensial maksimum dan kapasitas
potensial perikanan.
Kapasitas perikanan telah menjadi pembicaraan utama pada masyarakat
perikanan internasional. Hal ini disebabkan banyaknya terjadi kelebihan
kapasitas (overcapacity) pada perikanan dunia yang dapat mengancam
keberlanjutan sumberdaya perikanan atau krisis perikanan global. Untuk itu FAO
Code of Conduct for Responsible Fisheries menyatakan bahwa negara
seharusnya mencegah overfishing dan kelebihan kapasitas perikanan serta
mengimplementasikan ukuran manajemen untuk menjamin upaya perikanan
yang setara dengan kapasitas produktif dari sumberdaya perikanan dan
keberlajutan pemanfatannya. Pada tempat yang telah terjadi kelebihan
kapasitas, hendaknya dilakukan mekanisme untuk mengurangi kapasitas pada
tingkat yang setara dengan penggunaan sumberdaya perikanan yang
berkelanjutan seperti menjamin bahwa nelayan beroperasi di bawah kondisi
ekonomi yang mendukung perikanan yang bertanggung jawab. Mekanisme
tersebut meliputi monitoring kapasitas armada perikanan (Ward 2000).
24
Mengingat sangat krusialnya masalah kelebihan kapasitas FAO pada tahun 1999
mengeluarkan Internasional Plan of Action for the management of fishing
capacity (IPAMF). Mandat yang dikeluarkan oleh IPAMF adalah menyerukan
kepada seluruh negara untuk mencapai pengelolaan kapasitas perikanan yang
efisien, equitable, transparan pada tahun 2005 (Fauzi 2005).
Menurut Fauzi (2005), kelebihan kapasitas di sektor perikanan akan
menimbulkan berbagai masalah. Pertama, adalah tidak sehatnya kinerja sektor
perikanan sehingga permasalahan kemiskinan dan degradasi sumberdaya dan
lingkungan menjadi lebih persisten. Kedua, kelebihan kapasitas juga akan
menimbulkan tekanan yang intens untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan
melewati titik lestarinya agar armada yang ada terus beroperasi, dan pada saat
keuntungan usaha semakin menipis dan tersebar pada jumlah armada yang
begitu banyak, maka pengurangan armada akan sulit dilakukan secara politis
maupun sosial. Ketiga, kelebihan kapasitas juga akan menimbulkan inefisiensi
dan memicu economic waste sumberdaya yang ada disamping menimbulkan
komplikasi dalam pengelolaan perikanan, terutama dalam situasi akses yang
bersifat terbuka (open acsess).
Ward et al. (2004) menyatakan bahwa untuk mengatasi terjadinya
kelebihan kapasitas diperlukan instrumen pengelolaan yaitu incentive blocking
instruments yang merupakan solusi jangka pendek dan incentive adjusting
instrumens yang merupakan solusi jangka panjang. incentive blocking
instruments sesuai namanya adalah kebijakan untuk mengatasi kelebihan
kapasitas melalui pembatasan kegiatan dalam berbagai bentuk seperti program
pembatasan masuk (limeted entry programmes), program pembelian kembali
oleh pemerintah (buy back programmes), pembatasan kapal dan alat tangkap
(gear and vessel restrictions), pemberlakuan kuota secara agregat (aggregate
quotas), pembatasan hasil tangkapan per kapal tanpa dapat di pindah tangankan
(non-transferable vessel catch limits) dan pemberian kuota upaya kepada
individu (individual effort quotas). Sedangkan incentive adjusting instrumens
didesain untuk mengurangi kelebihan kapasitas dengan pendekatan kepada hak
kepemilikan sumberdaya (property rights) dimana nantinya pengurangan
kapasitas diserahkan kepada mekanisme pasar, kebijakannya antara lain:
pemberlakuan kuota kepada individu yang dapat dipindahtangankan (individual
transferable quotas/individual fishing rights), pemberlakuan pajak dan royalti
(taxes and royalties), pemberian hak kepada kelompok masyarakat dalam
25
pengelolaan perikanan (group fishing rights) dan pemberian hak teritorial
(territorial use rights).
Kelebihan kapasitas terjadi ketika kapasitas output melebihi yang
diinginkan atau tingkat target dari output pada tingkat industri. Perbedaan antara
output observasi dan kapasitas output memberikan kelebihan kapasitas pada
stok sumberdaya. Tingkat target dari output yang merupakan target kapasitas
perikanan adalah jumlah maksimum dari ikan pada periode waktu tertentu
(tahun, musim) yang dapat diproduksi oleh armada perikanan jika digunakan
secara penuh (Kirkley & Squires 1998).
Melalui pengukuran kapasitas akan diketahui tingkat kapasitas yang
digunakan (capacity utilization/CU) yang merepresentasikan proporsi dari kapasitas yang tersedia yang telah digunakan. Dalam pendekatan teknologi-
ekonomi yang telah diadopsi oleh FAO, apabila nilai CU sama dengan 1
mengindikasikan bahwa produksi telah full capacity atau tidak dapat ditingkatkan
lagi sedangkan apabila nilai CU kurang dari 1 mengindikasikan bahwa
perusahaan/unit usaha memiliki potensi untuk meningkatkan produksi tanpa
memerlukan pengeluaran untuk pengadaan kapital dan peralatan baru. CU
pada umumnya mengacu kepada proporsi dari kapasitas potensial yang
digunakan dan diukur sebagai rasio antara output aktual dengan kapasitas
output (Kirkley & Squires 1999). Menurut Fare et al. (1989), CU diukur sebagai
rasio output technical efficiency (TE) dengan kapasitas output. Rasio ini
mengoreksi bias yang dapat muncul karena output aktual kemungkinan
diproduksi secara inefisien.
2.6. Data Envelopment Analysis (DEA) Ada beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis kapasitas
perikanan tangkap antara lain: metode “peak to peak” yang diperkenalkan oleh
Klein (1960), metode ini cocok digunakan pada data yang bersifat ekstrim,
misalnya pada kondisi data yang tersedia hanya data produksi dan jumlah kapal.
Selanjutnya “ frontier approach” yang terdiri dari nonparametric frontier dan
stochastic frontier. Metode yang ketiga adalah Data Envelopment Analysis
(DEA), yang merupakan metode yang berorientasi pada input dan output yang
pertama kali dikembangkan oleh Charnes et al. (1978), Fare et al.(1994), dan
disarankan untuk digunakan dalam perikanan oleh Kirkley dan Squires (1998).
Masing-masing metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada penelitian
26
ini yang akan digunakan adalah metode DEA sehingga yang akan dibicarakan
lebih lanjut adalah Metode DEA.
Penggunaan DEA sebagai alat yang layak (possible) untuk mengukur
kapasitas perikanan di dunia telah direkomendasikan oleh Food and Agricultural
Organization of the United Nations (FAO) dan International Plan of Action for the
Management of Fishing Capacity (Lindebo et al. 2002). DEA merupakan suatu
pendekatan matematis yang bersifat non parametrik yang dapat digunakan untuk
mengestimasi technical efficiency (TE) relatif, capacity, dan capacity utilization
(CU) dari aktivitas produksi. DEA dapat menentukan solusi optimal (optimisasi)
dari sebuah tujuan dengan serangkaian kendala yang ada. Untuk analisis
kapasitas perikanan, DEA memiliki kelebihan antara lain: 1) DEA memiliki
kemampuan untuk mengestimasi kapasitas di bawah kendala penerapan
kebijakan tertentu seperti: jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), pajak,
distribusi regional atau ukuran kapal, pelarangan penangkapan ikan pada waktu
tertentu dan kendala sosial ekonomi lainnya, 2) DEA memiliki kemampuan
mengakomodasi multiple outputs dan multiple inputs, serta tingkat input dan
output yang diskret maupun non diskret, 3) DEA dapat menentukan kombinasi
dari input variabel, output, faktor tetap dan karakteristik kapal yang
memaksimumkan output, meminimumkan input atau penerimaan, biaya dan
keuntungan relatif yang optimal (Kirkley & Squires 1998).
Terdapat dua orientasi utama pendekatan DEA yaitu input dan output.
Pengukuran yang berdasarkan input dimaksudkan untuk menggambarkan tingkat
input relatif yang dapat dikurangi pada tingkat output tertentu seperti jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB). Pendekatan yang berdasarkan output
mengindikasikan bagaimana output dapat ditingkatkan untuk mencapai tingkat
fisik maksimal pada tingkat input yang telah ditentukan. Pengukuran yang
berdasarkan pendekatan input dan output ini memberikan informasi untuk
menilai kapasitas (Kirkley & Squires 1998).
Kemampuan DEA untuk mengakomodasi multiple input dan output pertama
diajukan oleh Charnes et al. (1978) dengan cara memasukkan faktor
pembobotan dari setiap input dan output yang digunakan seperti persamaan
berikut:
27
Max ∑∑=
i ioi
r roro xv
yuvuh ),(
u,v
dengan kendala:
,
,
,1
ε
ε
≥
≥
≤
∑
∑
∑∑
i ioi
i
i ioi
r
i iji
r rjr
xvv
xvu
xvyu
untuk r = 1, ...,s, dan
untuk j = 0,1, …,n,
untuk i = 1, ..., m
keterangan:
rjy = jumlah output r yang diproduksi oleh DMU j,
ijx = jumlah input i yang diproduksi oleh DMU j,
ru = bobot dari output r,
iv = bobot dari input i,
Estimasi rasio memberikan sebuah ukuran efisiensi teknis dari masing-
masing desicion making unit (DMU). Akan tetapi terdapat kendala dalam
pemecahan persamaan di atas karena berbentuk fraksional sehingga sulit untuk
dipecahkan melalui program linear. Dengan cara melalui linearisasi maka
persamaan di atas dapat diubah menjadi persamaan linear sehingga dapat
dipecahkan melalui linear programming yang menghasilkan persamaan seperti di
bawah ini:
Max ror
ro yuw ∑=u,v
dengan kendala:
,,
,0
,1
εε
≥≥
≤−
=
∑∑
∑
i
r
iji
ir
rjr
ioi
i
vdanu
xvyu
xv
28
Selanjutnya Fare et al. (1994) melakukan variasi pengembangan dari
pendekatan linear programming untuk model efisiensi, produktivitas dan
kapasitas. Model yang dikembangkan oleh Fare et al. antara lain input-oriented
technical efficiency, output oriented technical efficiency, dan output oriented
capacity.
Golany dan Roll (1989) yang diacu dalam Anna (2003), menyatakan bahwa
proses untuk mengaplikasikan model DEA terdiri dari tiga tahapan yaitu:
pertama, mendefinisikan dan menyeleksi DMU yang akan dianalisis yaitu seluruh
unit yang menjadi bahan pertimbangan harus mewakili tugas sama dengan
tujuan yang sama, dan berada pada set kondisi pasar yang sama serta harus
menggunakan input yang sama untuk memproduksi jenis output yang sama;
kedua, menentukan variabel input dan output yang akan digunakan dalam
menganalisis efisiensi relatif dari DMU yang terpilih; dan ketiga, mengaplikasikan
salah satu model DEA dan menganalisis hasilnya.
2.7 Optimasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pada mulanya pengelolaan sumberdaya ikan banyak didasarkan pada
faktor biologis semata dengan pendekatan yang disebut Maximum Sustainable
Yield (MSY) yaitu tangkapan maksimum yang lestari. Inti pendekatan ini adalah
bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi
kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen (tidak lebih
dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara
berkesinambungan. Akan tetapi, pendekatan pengelolaan dengan konsep ini
belakangan banyak dikritik oleh berbagai pihak sebagai pendekatan yang terlalu
sederhana dan tidak mencukupi. Kritik yang paling mendasar diantaranya adalah
karena pendekatan MSY tidak mempertimbangkan sama sekali aspek sosial
ekonomi pengelolaan sumberdaya alam (Fauzi 2000a). Pengelolaan perikanan merupakan sebuah proses yang kompleks yang
membutuhkan integrasi antara ekologi dan biologi sumberdaya dengan sosial
ekonomi dan faktor institusi yang mempengaruhi perilaku nelayan dan pembuat
keputusan. Tujuan dari bidang yang multidisiplin ini adalah untuk membantu
pengambil keputusan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dari
aktivitas perikanan sehingga generasi yang akan datang juga memperoleh
manfaat dari sumberdaya ( Seijo et al. 1998).
29
Teori bioekonomi untuk perikanan komersial menyatakan bahwa tingkat
optimal secara sosial dari effort dan panen ditentukan oleh dinamika biologi dari
stok dan ekonomi dari industri (seperti biaya input dan harga output). Hal ini
karena masyarakat telah tertarik dalam konservasi stok dan keuntungan dari
industri. Tanpa pembatasan masuk atau effort, pemanenan akan berlanjut
sampai break event point yaitu suatu tingkat upaya dimana total penerimaan
hanya mampu menutupi total biaya dan dikenal sebagai open access equilibrium
(OAE). Pada kondisi seperti ini secara sosial tidak efisien karena effort terlalu
tinggi (Gordon 1954).
Optimasi sumberdaya perikanan dapat dilakukan secara statis dan
dinamik:
2.7.1 Optimasi statis Kondisi yang digunakan untuk menentukan solusi keseimbangan optimal
yaitu tingkat effort dan hasil tangkapan yang tepat pada model statis tergantung
kepada tujuan dari manajemen antara lain: memaksimumkan hasil tangkapan
yang lestari (maximum sustainable yield), open access equilibrium dan maximum
economic yield (MEY). Hasil tangkapan maksimum yang lestari dapat diestimasi menggunakan
model-model produksi surplus seperti model logistik dari Schaefer (Sparre &
Venema 1992). Secara matematik, MSY untuk model Schaefer adalah sebagai
berikut: Hubungan hasil tangkap (catch) dengan upaya tangkap adalah:
2bEaEh −= (1)
dalam hal ini h = hasil tangkapan, E = effort, sedangkan a dan b adalah
parameter yang dapat diestimasi menggunakan historik data tahunan. Dengan
menurunkan persamaan (1) terhadap upaya tangkap (effort)
bEabEaEaEh 2,02,2 ==−−=
∂∂
maka diperoleh upaya tangkap dan hasil tangkapan maksimal yang lestari yaitu:
baEMSY 2
= dan b
ahMSY 4
2
= , secara lebih jelas solusi MSY seperti terlihat pada
pada Gambar 4.
Selanjutnya pada sumberdaya perikanan dengan kondisi open access , dimana
tidak seorangpun nelayan dapat mencegah nelayan lainnya untuk menggunakan
dan mengeksploitasi sumberdaya. Entry akan selalu terjadi selama keuntungan
30
dapat diperoleh. Oleh sebab itu tanpa adanya pembatasan entry atau effort
maka keseimbangan akan diperoleh pada saat total penerimaan (TR) sama
dengan total biaya (TC) atau zero profits. Dengan menggunakan curva seperti
Gambar 4, yaitu dengan mengalikan masing-masing titik pada kurva MSY
dengan harga (p) dengan asumsi bahwa p konstan maka diperoleh kurva total
revenue yang bentuknya sama dengan kurva MSY.
harvest
(ton)
MSY
h= aE-bE2
EMSY Effort (trip)
Gambar 4 Solusi Maximum Sustainable Yield (MSY).
Peningkatan effort akan meningkatkan biaya, ini beralasan untuk
mengasumsikan bahwa setiap tambahan unit effort akan terjadi peningkatan
yang sama dalam biaya. Diasumsikan bahwa peningkatan biaya dalam proporsi
langsung terhadap effort menghasilkan fungsi total biaya yang linear (TC = cE).
Total penerimaan (TR) di set sama dengan total cost untuk memperoleh tingkat
effort yang optimal pada perikanan open access.
Secara matematis, solusi open access equilibrium (OAE) adalah sebagai berikut:
pbcpaEcEbEaEpTCTR OAE −
=→=−→= )( 2
Secara grafis solusi open access equilibrium seperti terlihat pada Gambar 5.
OAE merupakan keseimbangan bioekonomi dimana tingkat effort dan hasil
tangkapan tidak akan berubah jika tidak ada komponen underlying yang
merubah model (seperti harga pasar, biaya operasional dan daya dukung stok).
Akan tetapi sumberdaya yang digunakan dalam kondisi open access tidak akan
31
bisa mencapai suatu alokasi yang efisien dan rente yang maksimal (Milon et al.
1999).
Rp
TC=cE
TR*=TC* OAE
EOA Effort
Gambar 5 Solusi Open Access Equilibrium (OAE).
Pengelolaan perikanan yang optimal akan diperoleh melalui pendekatan
maximum economic yield (MEY). MEY merupakan total rente yang diperoleh
dari pengurangan total penerimaan dengan total biaya yaitu:
cEbEaEpE −−= )()( 2π
Pada Gambar 6 rente lestari diperoleh pada titik EMEY dimana jarak antara total
penerimaan dan total biaya terbesar. Keseimbangan diperoleh pada persamaan
marginal revenue (MR) dengan marginal cost (MC) atau MR=MC. Secara
matematis solusi maximum economic yield (MEY) adalah sebagai berikut:
pbcpaEcbEap
ETC
ETRMCMR MEY
2)2( −
=→=−→∂∂
=∂∂
→=
Dengan MEY maka tingkat effort yang optimal dicapai lebih kecil dibandingkan
effort pada maximum sustainable yield, sehingga optimasi ekonomi lebih bersifat
konservasi daripada perikanan yang berdasarkan hasil tangkapan lestari (Milon
et al. 1999).
32
Rp
MEY slope TR= p(a-2bE)
TR*
πmax Slope TC= cE
TC*
E MEY EOAE Effort
Gambar 6 Solusi Maximum Economic Yield (MEY). 2.7.2 Optimasi dinamik
Keseimbangan MEY statis menggambarkan rente maksimum lestari
tahunan dari perikanan. Akan tetapi solusi optimal tidak menggambarkan
perbedaan antar waktu dalam nilai uang. Untuk sumberdaya terbarukan seperti
ikan, tidak dimasukkannya faktor waktu ini bisa menyebabkan akibat yang serius
dalam pengelolaan sumberdaya ikan (Cunningham 1981). Hal ini karena
sumberdaya ikan memerlukan waktu untuk bereaksi terhadap setiap perubahan-
perubahan eksternal yang terjadi (Fauzi 2004). Solusi MEY statis akan optimal
dalam jangka panjang jika nilai uang hari ini sama dengan waktu yang akan
datang (discount rate=0). Dengan suatu non-zero discount rate, bagaimanapun,
masyarakat menghadapi suatu trade-off antar waktu. Sebagai contoh, dengan
suatu tingkat suku bunga yang positif, suatu satuan dari uang hari ini lebih
berharga dibandingkan satu nilai yang sama pada waktu yang akan datang. Hal
ini karena satu satuan uang hari ini akan sama dengan satuan uang ditambah
dengan bunga yang diterima pada masa yang akan datang. Prinsip yang sama
diaplikasikan pada keputusan untuk memanen ikan. Sejumlah ikan yang dipanen
33
hari ini, akan menghasilkan keuntungan yang dapat diinvestasikan dan akan
dihargai lebih pada masa yang akan datang. Bagaimanapun, jika ikan telah
dipanen hari ini maka biaya akan lebih tinggi dan ukuran stok akan berkurang,
yang mana memiliki konsekwensi biologi dan ekonomi pada masa yang akan
datang (Milon et al. 1999).
Selanjutnya diasumsikan tujuan manajemen sumberdaya adalah untuk
memaksimalkan keuntungan disamping melestarikan stok, model yang tepat
untuk menemukan tingkat effort yang optimal secara ekonomi (solusi MEY). Hal
ini disempurnakan dengan memaksimalkan net present value dari pemanenan
yang berdasarkan kurva hasil tangkapan lestari. Solusi jangka panjang
digambarkan dengan tambahan cost yaitu marginal user cost dari peningkatan
effort pada periode sekarang. Marginal user cost merupakan present value dari
penurunan panen di masa yang akan datang. Dengan suatu discount rate yang
positif, tingkat optimum dari effort akan berada antara EMEY dan EOAE (Milon et al.
1999).
2.7.3 Keterkaitan model dinamik dengan model statik Menurut Fauzi (2004) terdapat keterkaitan antara model dinamik dengan
model statik. Secara matematis keterkaitan kedua pendekatan tersebut bisa
dilihat dari persamaan Golden Rule yaitu: hx ∂
∂=
∂∂ ππ
δ1
, dimana jika nilai δ sangat
tinggi dan mendekati tak hingga )( ∞=δ , komponen sebelah kanan dari
persamaan di atas akan menjadi nol, hal ini berarti net price atau rente
sumberdaya sama dengan nol, yang identik dengan konsep pengelolaan dalam
kondisi akses terbuka (open access), sebaliknya jika nilai δ = 0 maka persamaan
di atas akan menghasilkan ( 0) =∂∂
xπ
yang identik dengan maksimisasi rente
sumberdaya dalam kondisi sole owner (MEY).
Dalam konteks dinamik, perikanan yang open access dapat dilihat sebagai
kasus dimana discount rate tak terhingga. Dengan demikian, meski rente positif
dapat diperoleh dengan menekan tingkat upaya, namun pelaku ekonomi tidak
ada yang mau melakukan hal tersebut, karena jika melakukannya, pihak lain
akan mendapatkan keuntungan tanpa mengurangi terhadap keuntungan saat ini
34
(current revenue). Akibatnya, kembali akan memicu entry ke industri yang pada
gilirannya menihilkan setiap manfaat yang diperoleh dari pengurangan upaya.
Dengan kata lain, dalam perikanan dengan akses terbuka, dampak positif masa
depan dari pengurangan upaya saat ini diabaikan, seolah-olah manfaat positif
tersebut didiskon dengan discount rate yang sangat tinggi (infinite). Dengan
logika yang sama, pengelolaan optimal dalam kondisi statik (MEY) dapat dilihat
dalam konteks dinamik sebagai kasus dengan discount rate nol. Jika discount
rate sama dengan nol, maka manfaat di masa mendatang sama bobotnya
dengan manfaat yang kita peroleh saat ini. Dengan kata lain, dalam kondisi
discount rate nol, manfaat ekonomi yang diperoleh dari sumberdaya ikan tidak
dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dari aset finansial lainnya,
sehingga keputusan yang terbaik adalah melakukan pemanenan pada saat rente
yang diperoleh adalah yang terbesar, yakni pada tingkat upaya sebesar E0 (Fauzi
2004).
Untuk tingkat discount rate yang positif dan terbatas (finite), Sebagaimana
yang ditampilkan pada Gambar 6, maka tingkat optimal upaya pada model
dinamik berada di antara dua keseimbangan ekstrem tersebut ( dan ).
Posisi yang pasti dari tingkat optimal
MEYE OAE
∗E akan sangat tergantung dari nilai
discount rate itu sendiri dan fungsi biaya. Nilai discount rate yang tinggi akan
menyebabkan tingkat upaya yang optimal mendekati keseimbangan open
access. Selanjutnya semakin meningkat nilai discount rate , semakin berkurang
keseimbangan biomas, sehingga dapat disimpulkan bahwa keseimbangan
biomas yang optimal dalam kondisi dinamik akan berada antara open access
dan sole owner atau 0xxx ≤∗≤∞ (Fauzi 2004).
35
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pesisir Propinsi Sumatera Barat selama tujuh
bulan dari bulan Juli 2004 sampai dengan bulan Januari 2005 (Gambar 7).
Gambar 7 Peta lokasi penelitian.
3.2 Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer
yaitu data yang dikumpulkan langsung di lapangan yang terdiri dari: data
spesifikasi kapal, pola usaha perikanan serta struktur pembiayaan dari usaha
perikanan tangkap yang terdiri dari biaya per trip dan biaya per kilogram output.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data
produksi dan input yang digunakan (effort) serta data penunjang lainnya. Data
sekunder ini kebanyakan merupakan data urut waktu (time series) yang
36
diperoleh dari Dinas/ Instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan
Propinsi Sumatera Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota, Pusat
Pendaratan Ikan (PPI) dan sumber lainnya. Data sekunder yang diperoleh dari
Dinas Perikanan Propinsi merupakan data yang sudah direkapitulasi dari daerah
Kabupaten dan Kota, sedangkan data yang ada di kabupaten dan Kota sendiri
berasal dari laporan dari petugas statistik perikanan yang ada di kecamatan/desa
Jumlah sampel yang diambil didasarkan pada penentuan formula
sebagaimana dijelaskan dalam Fauzi (2001a) yaitu:
][ ] [ )25.0()1()25.0(
22
2
ZNdNZn
+−=
Keterangan:
n = jumlah sampel yang diambil
N = Jumlah populasi
Z = Jumlah standar deviasi (dari tabel statistik)
d = tingkat ketelitian yang diinginkan ( 5 atau 10%).
3.3 Standardisasi Alat Tangkap Alat tangkap yang digunakan untuk melakukan usaha penangkapan ikan di
perairan pesisir Sumatera Barat terdiri dari beberapa jenis. Untuk itu guna
mengukur dengan satuan yang setara, dilakukan standardisasi effort antar alat
dengan teknik standardisasi mengikuti yang dilakukan oleh King (1995) yaitu:
jtjtjt DE ψ=
dengan
st
jtjt U
U=ψ
Keterangan:
Ejt = effort dari alat tangkap j pada waktu t yang distandardisasi
Djt = jumlah hari melaut (fishing days) dari alat tangkap j pada waktu t
ψjt = nilai fishing power dari alat tangkap j pada periode t
Ujt = catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap j pada waktu t
Ust = catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap yang dijadikan basis
standardisasi
37
3.4 Analisis Data 3.4.1 Model bioekonomi sumberdaya perikanan
Menurut Kirkey dan Squires (1998) kapasitas perikanan dapat diukur baik
berdasarkan ketersediaan sumberdaya (stok) maupun tidak berdasarkan
ketersediaan sumberdaya. Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran
kapasitas dengan dan tanpa ketersediaan stok. Menurut Fauzi dan Anna
(2002b), untuk melakukan penilaian sumberdaya perikanan, perlu dilakukan
estimasi hasil tangkapan lestari maksimum (maximum sustainable yield) yang
idealnya dilakukan pada setiap spesies ikan. Akan tetapi karena keterbatasan
data, estimasi tangkapan lestari hanya dilakukan pada beberapa spesies ikan
yang cukup dominan pada wilayah studi. Untuk mengetahui nilai estimasi
tangkapan lestari, terlebih dahulu perlu diketahui produktivitas dari stok ikan,
yang bisanya diestimasi dengan model kuantitatif yaitu model surplus produksi.
Model ini mengasumsikan stok ikan sebagai penjumlahan biomass dengan
persamaan:
)( txFtx=
∂∂
(3.1)
)( txF merupakan laju pertumbuhan alami atau laju penambahan asset biomass,
merupakan laju penangkapan. Ada dua bentuk fungsional untuk
menggambarkan stok biomass, yaitu bentuk Logistik dan bentuk Gompertz,
sebagaimana persamaan di bawah ini:
th
Bentuk Logistik:
)1(Kx
rxtx t
tt −=
∂∂
(3.2)
Bentuk Gompertz:
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
∂∂
tt
t
xKrx
tx
ln (3.3)
38
r merupakan laju pertumbuhan intrinsic sedangkan K adalah daya dukung
populasi yang dapat didukung oleh lingkungan. Bentuk fungsional logistik adalah
simetris sedangkan Gompertz tidak. Selanjutnya diasumsikan bahwa laju
penangkapan linear terhadap biomass dan effort seperti ditulis di bawah ini:
(3.4) ttt xqEh =
Dalam hal ini q merupakan koefisien kemampuan penangkapan dan Et
merupakan upaya penangkapan. Dengan mengasumsikan kondisi
keseimbangan (equilibrium) maka kurva tangkapan-upaya lestari (yield-effort
curve) dari kedua fungsi di atas adalah seperti di bawah ini:
Logistik: 22
Er
KqKEh
q
tt
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−= (3.5)
Gompertz: ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
= rqE
tt qKEh exp (3.6)
Estimasi parameter r, q dan K untuk persamaan upaya lestari dari kedua model
di atas melibatkan teknik non linear. Akan tetapi dengan menuliskan Ut = ht / Et,
persamaan ( 3.5 dan 3.6) dapat ditransformasikan menjadi persamaan linear
sehingga metode regresi biasa dapat digunakan untuk mengestimasi parameter
biologi dari fungsi di atas. Dalam penelitian ini teknik estimasi parameter yang
dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto dan Pooley (1992) atau sering dikenal
sebagai metode CYP digunakan untuk menduga parameter r, q dan K melalui
persamaan:
( ) ( ) ( ) )(
)2()ln(
)2()2(ln
22ln 11 ++ +
+−
+−
++
= tttt EEr
qUrrqK
rrU
(3.7)
Apabila )2(
2r
r+
= a , )2()2(
rr
+−
= b, dan )2( r
q+
= c
Maka persamaan (3.7) dapat ditulis dalam bentuk:
)()ln()ln(ln( 1)1 ++ +−+= tttt EEcUbqKaU (3.8)
Data produksi dan upaya yang digunakan merupakan data time series
selama dua puluh satu tahun. Menurut Fauzi (2001a) agar hasil analisa dapat
39
dipercaya dan bermanfaat untuk penggunaan data time series perlu dilakukan
terlebih dahulu tes stationarity. Salah satu metoda untuk menguji apakah data
dalam kondisi stationary adalah uji Dickey Fuller dengan persamaan sebagai
berikut:
yt = αo + ρyt-1 + μt (3.9)
nilai-nilai saat ini untuk variabel yt tergantung pada nilai periode terakhir, yt+1 dan
disturbance term ut. Variabel yt akan bersifat stationary jika |ρ| < 1 dan akan
bersifat non stationary jika ρ = 1 . Dengan mengurangi kedua sisi persamaan di
atas dengan yt+1 akan dihasilkan persamaan berikut:
yt – yt+1 = αo + (ρ-1)yt-1 + μt (3.10)
Persamaan di atas akan menghasilkan persamaan regresi Dickey-Fuller sebagai
berikut:
Δyt = αo + γyt-1 + εt (3.11)
Δyt = αo + γyt-1 + α2t + εt (3.12)
dimana γ = ρ-1. Persamaan (3.11) merupakan suatu persamaan regresi dengan
sebuah konstanta dan tidak ada kecenderungan waktu, sedangkan persamaan
(3.12) konstan dan kecenderungan waktu linier. Parameter penting dalam uji
Dickey-Fuller adalah γ. Bila γ = 0 maka variabel series yt akan mengandung
suatu unit akar atau bersifat non-stationary. Hipotesis null dalam uji Dickey-
Fuller adalah γ = 0. Bila nilai absolut dari statistik-t untuk γ lebih kecil daripada
nilai-nilai kritisnya, maka hipotesis null nya tidak dapat ditolak , dimana time
seriesnya bersifat non-stationary. Sebaliknya, jika nilai absolut lebih besar
daripada nilai kritis maka hipotesis null ditolak dan time series bersifat stationary.
Dalam kondisi dimana data time series yang ada menunjukkan adanya
gejala non-stationarity, akan menimbulkan beberapa masalah ekonometrik.
Pertama asumsi stationarity yang merupakan dasar untuk melakukan regresi
time series, menjadi tidak dapat dilakukan. Kedua estimasi parameter yang
dihasilkan dari OLS menjadi tidak ada artinya (Dickey et al. 1994). Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi masalah non-stationarity
ini. Salah satunya adalah differencing. Metode ini bagaimanapun tidaklah
merupakan solusi yang sempurna, karena menurut Gujarati (1995), dengan
melakukan differencing maka kemungkinan kita akan kehilangan hubungan long-
term yang penting diantara variabel. Sebagai contoh dalam model hubungan
40
antara CPUE dan effort, hubungan dibangun dalam bentuk tingkat yang bukan
bentuk difference pertama atau kedua. Metode lain yang dapat digunakan untuk
mengatasi masalah variabel non-stationarity adalah dengan menggunakan teknik
modern yang disebut cointegration. Konsep cointegration ini secara sederhana
dapat dijelaskan sebagai berikut : Jika pada data time series ditemukan adanya
variabel yang akan digunakan untuk regresi ternyata non-stationarity, maka
mungkin saja kombinasi linear dari variabel-variabel ini dapat stationer. Dengan
demikian variabel ini mungkin saja cointegrated. Variabel-variabel ini menjadi
tidak terlalu jauh satu sama lainnya. Dalam kondisi ini hasil yang diturunkan dari
estimasi OLS dapat menjadi berarti. Dalam menggunakan metode cointegration
ini, variabel yang diuji harus berada dalam order integrasi yang sama, misalnya
keduanya harus non-stationarity (Enders, 1995). Guna menghitung rente ekonomi, diperlukan data ekonomi berupa
informasi biaya dan harga per satuan unit ikan yang didaratkan yang diperoleh
melalui survei. Seluruh data ekonomi dikonversi ke nilai riil dengan
menyesuaikan nilai nominal ke indeks harga konsumen (consumer’s price index).
3.4.2 Estimasi discount rate Nilai discount rate eksploitasi sumberdaya ikan dalam penelitian ini
menggunakan real discount rate dengan pendekatan Ramsey. Teknik yang
digunakan untuk menentukan real discount rate ini adalah teknik yang
dikembangkan oleh Kulla (1984) dan telah dilakukan oleh Anna (2003). Dimana
pada dasarnya teknik yang dikembangkan oleh Kulla ini menggunakan formula
yang sama dengan formula yang digunakan Ramsey.
Real discount rate (r) Kulla didefinisikan sebagai berikut:
gr ηρ −= (3.13)
keterangan:
r = pure time preference konsumsi sumberdaya alam yang didasarkan pada
nominal discount rate
η = elastisitas pendapatan terhadap konsumsi sumberdaya ikan
g = laju pertumbuhan ekonomi karena ekstraksi sumberdaya alam
Kemudian laju pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan oleh ekstraksi
sumberdaya ikan dihitung melalui laju konsumsi sumberdaya ikan yang didekati
41
melalui PDRB perikanan. Nilai tersebut diperoleh melalui perhitungan dengan
persamaan:
ln Ct = a0 + at ln t (3.14)
keterangan:
Ct = PDRB perikanan Propinsi Sumatera Barat pada tahun ke t
Sehingga dari penurunan persamaan di atas dapat diperoleh nilai elastisitas
konsumsi sumberdaya ikan, yaitu:
t
Ca t
t lnln∂∂
= (3.15)
dimana dengan penyederhanaan matematis dapat ditulis sebagai berikut:
gtt
CC
=ΔΔ
(3.16)
Selanjutnya dengan mengikuti teknik yang dilakukan Brent yang diacu dalam
Anna (2003), dengan menggunakan standar elastisitas pendapatan terhadap
konsumsi sumberdaya alam sebesar 1, dan ρ menggunakan nilai market
discount rate dari Ramsey sebesar 15% maka diperoleh nilai real discount rate
sebagai berikut:
r = market discount rate – 1 (g) (3.17)
3.4.3 Analisis laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan Ekstraksi sumberdaya ikan akan menyebabkan terjadinya degradasi dan
penurunan kualitas dan kuantitas dari sumberdaya ikan tersebut. Dengan
diperolehnya hasil tangkapan aktual dan lestari dapat diketahui laju degradasi
sumberdaya ikan sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan oleh Anna
(2003) dengan rumus:
hahs
e+=
1
1φ (3.18)
keterangan:
φ = laju degradasi
ha = hasil tangkapan aktual
hs = hasil tangkapan lestari
Selanjutnya untuk mengetahui nilai moneter dari penurunan kualitas
sumberdaya ikan dilakukan penilaian depresiasi dengan metode present value,
42
dimana seluruh rente yang akan datang yang diharapkan dihasilkan dari
sumberdaya ikan dihitung dengan nilai masa sekarang. Jika diansumsikan
bahwa kurva permintaan bersifat elastis, maka rente sumberdaya ikan dihitung
berdasarkan persamaan berikut (Fauzi & Anna 2005):
tttttt cEhUcEhbha −=−−= )()(π (3.19)
keterangan:
πt = rente sumberdaya ikan
Εt = tingkat upaya
ct = biaya per unit upaya
t = periode waktu
U(h) = utilitas (manfaat) yang dihasilkan dari sumberdaya perikanan
ht = tangkapan lestari
Selanjutnya jika diansumsikan bahwa per unit input adalah konstan, present
value dari rente perikanan pada periode tidak terbatas (t=0 sampai tak terhingga)
adalah sebagai berikut:
δπ t
tV = (3.20)
δ = nilai discount rate, dimana dalam penelitian ini digunakan dua discount rate
yaitu real discount rate dan market discount rate.
Perubahan present value dari sumberdaya antara periode (t-1) dan (t), Vt – Vt-1,
menyebabkan nilai bersih perubahan dalam stok sumberdaya terdepresiasi
sebagai berikut:
δππ 1
1(
)( −−
−=− tt
tt VV (3.21)
dimana:
δρ ,,),(,( tttttt cEHHVV = dan
),,(),(,( 111111 δρ −−−−−− = tttttt cEHHVV
3.4.4 Pengelolaan sumberdaya Secara Optimal Sumberdaya ikan akan tetap lestari apabila eksploitasinya dilakukan pada
tiingkat yang optimal. Eksploitasi optimal dari sumberdaya perikanan sepanjang
waktu dapat diketahui melalui pendekatan teori kapital ekonomi sumberdaya
43
yang dikembangkan oleh Clark dan Munro (1975) yang diacu dalam Fauzi dan
Anna (2005), dimana manfaat sumberdaya perikanan sepanjang waktu adalah
sebagai berikut:
dtexh tt
tt
δπ −∞
=∫ ),(max
0 (3.22)
dengan kendala:
tt hxFxtx
−==∂∂ )(
.
tE( . )tx
max0 hht ≤≤
max0 EEt ≤≤
Kemudian dengan memberlakukan Pontryagin Maximum Priciple dan
mendefinisikan current value Hamiltonian sebagai:
)),()((),( ExhxFhxH −+= μπ (3.23)
dimana adalah current value shadow price, akan diperoleh Modified
Golden Rule sebagai berikut:
λμ δte−=
δππ
=∂∂∂∂
+∂∂
hhxxhx
xF
/),(/),(
(3.24)
keterangan:
=)(xF pertumbuhan alami dari stok ikan
xhx
∂∂ ),(π
= rente marjinal akibat perubahan biomas
hhx
∂∂ ),(π
= rente marjinal akibat perubahan produksi
Dengan memasukkan fungsi biologi Gompertz, diperoleh nilai optimal dari
sumberdaya perikanan melalui persamaan berikut:
0)()/ln()/ln( =−
−+− δ
cpqxxxkcxrxkr (3.25)
Hasil persamaan di atas menghasilkan tingkat biomas atau ∗x yang optimal
sehingga dapat diketahui tingkat tangkapan dan upaya yang optimal. Sehingga
dapat diketahui rente sumberdaya perikanan yang merupakan hasil dari
44
perkalian antara harga produk ikan dengan tangkapan optimal dikurangi biaya
dari tingkat upaya yang optimal atau:
∗−∗∗= ttttt cEHHp )(π (3.26)
3.4.5 Rezim pengelolaan sumberdaya perikanan
Untuk mengetahui keseimbangan dalam akses terbuka (open access)
dan terkendali dilakukan dengan pendekatan bioekonomi statik yang pendekatan
analitiknya diacu dari Fauzi (2004), dengan menggunakan parameter biologi r,q,
K dan parameter ekonomi yang telah diperoleh sebelumnya.
Dengan asumsi sistem dalam kondisi keseimbangan dimana , maka
rente ekonomi lestari didefinisikan sebagai fungsi dari biomas dalam bentuk:
)(xFh =
)()()()( xFqxcp
qxxcFxFx ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=−= ρρ (3.27)
dengan menggunakan model pertumbuhan logistik, rente ekonomi lestari dapat
ditulis menjadi:
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
Kxrx
qxcpx 1)(ρ (3.28)
sehingga maksimasi keuntungan statik diperoleh dengan menurunkan
persamaan di atas terhadap x, sehingga diperoleh:
021)(=+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
∂∂
qKcr
Kxpr
xxρ
(3.29)
persamaan di atas dapat dipecahkan untuk menentukan tingkat biomas yang
optimal, yaitu:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=∗
pqKcKx 1
2 (3.30)
dengan mengetahui nilai biomas optimal tersebut dapat diperoleh hasil
tangkapan dan upaya yang optimal yaitu:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=∗
pqKc
pqKcrKh 11
4 (3.31)
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=∗
pqKc
qrE 1
2 (3.32)
45
pqcxoa = (3.34)
hasil tangkapan dan upaya yang optimal pada kondisi akses terbuka adalah:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −==
pqKc
pqrc
KxoarxoaxoaFhoa 11)( (3.35)
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
pqKc
qrEoa 1 (3.36)
Selanjutnya untuk hasil tangkapan, upaya dan biomas serta rente yang optimal
pada rezim Maximum Sustainable Yield (MSY) berdasarkan rumus dari Tinungki
(2005) yaitu:
4MSY
rKh = (3.37)
2MSYrEq
= (3.38)
MSYhx
qK= (3.39)
* *MSY MSY MSYp h c Eπ = − (3.40)
3.4.5 Analisis kesejahteraan produsen Eksploitasi sumberdaya ikan diharapkan memberikan dampak yang positif
untuk meningkatkan kesejahteraan para pelaku usaha dan pengelola
sumberdaya. Untuk melihat sampai sejauhmana dampak kegiatan usaha
penangkapan terhadap kesejahteraan para pelaku usaha (nelayan) maka
dilakukan perhitungan surplus produsen.
Metode Analisis surplus produsen mengikuti seperti yang dilakukan oleh
Fauzi dan Anna (2005). Dimana dengan pendekatan numerik memerlukan kurva
suplai dari sumberdaya perikanan dilakukan dengan persamaan suplai perikanan
sebagai berikut:
24
2αβα +−±
=h
cS (3.41)
46
keterangan: c = biaya per unit effort, h = hasil tangkapan lestari, α dan β adalah
koefisien biofisik. Dengan mengetahui kurva penawaran tersebut di atas, surplus
produsen didefinisikan sebagai berikut:
dhh
chpPSh
∫+−+
−=0
0200
4
2
αβα (3.42)
Integral dari persamaan di atas menghasilkan bilangan yang kompleks,
pemecahan integral dilakukan secara analitik dengan program MAPLE. Hasil
integrasi dari persamaan di atas menghasilkan surplus produsen yang eksplisit
sebagai berikut:
0
00
0
2
0
2
0
2
00
4ln(21
)4ln(21
4)ln(21
h
hh
hc
hcchchpPS
βαβαα
β
αβαα
βαβ
βα
+−+−
+−+
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛ +−+−=
(3.43)
3.4.6 Analisis kapasitas perikanan tangkap
Kapasitas perikanan tangkap dianalisis dengan menggunakan alat analisis
Data Envelopment Analysis (DEA). Pendekatan yang berorientasi pada output
dan input yang pertama kali dikembangkan oleh Charnes et al. (1978) atau
dikenal sebagai CCR. Selanjutnya dikembangkan oleh Kirkley et al. (1998,
2003), Fare et al. (2000) dan Lindebo et al. (2002). Model yang digunakan
dalam penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Fare et al. (2000)
dan Lindebo et al. (2002) serta Kirkley et al.(2003).
Mengukur teknik efisiensi (Technical Efficiency) Input Oriented Technical Efficiency Pengukuran efisiensi dapat dilakukan berdasarkan pendekatan input
dan output.
Model DEA untuk input-oriented technical efficiency adalah:
Min λ
λ,z
47
Jjz
Nnxxz
Mmuzu
j
jnjn
J
jj
jm
J
Jjjm
,...,2,1,0
,...,2,1,
,...,2,1,
1
1
=≥
=≤
=≤
∑
∑
=
=
λ
keterangan:
λ = ukuran efisiensi yang dihitung untuk masing-masing DMU j
ujm = jumlah output m yang diproduksi oleh untuk masing- masing DMU j
xjn = jumlah input n yang digunakan oleh DMU j
zj = variabel intensitas untuk DMU j
Nilai λ=1.0 berarti bahwa suatu perusahaan atau unit usaha digambarkan efisien,
pada saat λ < 1.0 berarti suatu unit usaha tidak efisien, contohnya bila λ = 0.8
berarti bahwa unit usaha dapat mengurangi inputnya sebesar 20% untuk
memproduksi tingkat output yang sama (Walden & Kirkley 2000a)
Output Oriented Technical Efficiency
Model DEA untuk Output Oriented Technical Efficiency
Max θ
θ,z
dengan kendala:
Jjz
Nnxxz
Mmuzu
j
jnjn
J
jj
jm
J
jjjm
,...,2,1,0
,...,2,1,
,...,2,1,
1
1
−≥
=≤
=≤
∑
∑
=
=
θ
keterangan:
θ = ukuran output TE
ujm = jumlah output m yang diproduksi oleh DMU j
xjn = Jumlah input yang digunakan oleh DMU j
zj = intensitas variabel untuk DMU j Apabila nilai θ = 1.0 berarti bahwa DMU efisien, bila nilai θ >1.0 diindikasikan
bahwa DMU tidak efisien, contohnya bila θ = 1.25 berarti DMU masih
48
memungkinkan untuk meningkatkan output sebesar 25% dengan tingkat input
yang sama (Walden & Kirkley 2000a).
Mengukur kapasitas Pengukuran kapasitas dengan orientasi output menggunakan model
matematika dari Fare et al. (1994) sebagai berikut:
Max θ
θ,z,λ
dengan kendala:
xjn
j
xjnjnjn
J
jj
xjnjn
J
jj
jm
J
jjjm
Vn
Jjz
Vnxxz
Fnxxz
Mmuzu
∈≥
=≥
∈=
∈≤
=≤
∑
∑
∑
=
=
=
,0
,...,2,1,0
,,
,,
,,...,2,1,
1
1
1
λ
χ
θ
keterangan:
θ = ukuran kapasitas
= jumlah output m yang diproduksi oleh DMU j jmu
= jumlah input n yang digunakan oleh DMU j jnx
= input faktor tetap xFn∈
= input faktor tidak tetap (variabel) xVn∈
jnλ = tingkat penggunaan input dari input variabel n oleh
DMU j
jz = intensitas variabel untuk DMU j
Input tetap (fixed input) terdiri dari ukuran fisik/spesifikasi dari kapal seperti
berat kapal (tonnage), panjang kapal ( length) dan kekuatan mesin (engine
power) sedangkan input tidak tetap (variable inputs) terdiri dari jumlah awak
kapal (crew) dan jumlah melaut (trip) atau jumlah hari melaut (day at sea).
Kapasitas output ditentukan dengan mengalikan efisiensi yang diukur (θ) dengan
output observasi. Selanjutnya untuk kapasitas yang digunakan (capacity
49
utilization) pada umumnya mengacu kepada proporsi dari kapasitas potensial
yang digunakan dan diukur sebagai rasio antara output aktual dengan kapasitas
output (Kirkley & Squires 1999). Menurut Fare et al. (1989), CU diukur sebagai
rasio output TE dengan kapasitas output. Rasio ini mengoreksi bias yang dapat
muncul karena output aktual kemungkinan diproduksi secara inefisien.
3.4.6.3 Modifikasi DEA Formulasi DEA di atas merupakan pengukuran dari aspek teknis atau
ukuran non moneter dari efisiensi dan kapasitas. Dengan melakukan modifikasi
terhadap DEA yaitu dengan menggabungkan antara DEA dengan cost benefit
analysis (CBA) yang dikenal dengan model DEA-CBA dapat diukur efisiensi
moneter, sebagaimana model yang dikembangkan oleh: Cooper et al. (1999)
yang diacu Fauzi dan Anna (2003). Dengan data harga dan biaya , model DEA-
CBA dapat ditulis sebagai:
−
=
+
=∑∑ + i
m
iir
s
rr scsp
11max
dengan kendala:
+
=
−= ∑ rj
n
jrjro syy λ
1sr ,...,1=
−
=
+= ∑ ij
n
jijio sxx λ
1mi ,...1=
−+≤ irj ss ,,0 λ rji ,,∀
dengan mendefinisikan:
iioi
rorr
xxs
yys
−=
−=−
+
maka persamaan di atas dapat dimodifikasi sebagai:
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−−⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛− ∑ ∑∑ ∑
= == =
s
r
m
iioirori
s
r
m
iirr xcypxcyp
1 11 1max
dengan kendala:
50
+
=
−= ∑ rj
n
jrjro syy λ
1sr ,...,1=
−
=
+= ∑ ij
n
jijio sxx λ
1mi ,...1=
−+≤ irj ss ,,0 λ rji ,,∀
3.5 Pemetaaan Proses Penelitian Seluruh proses penelitian dapat dipetakan dalam suatu diagram
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 8. Penelitian ini dilakukan berdasarkan
prinsip-prinsip input, proses dan output. Input penelitian berupa tujuan yang
diuraikan dalam beberapa tujuan khusus dan kaitannya dengan data yang
dibutuhkan. Data yang dibutuhkan berupa data urut waktu (time series), cross
section, dan data yang bersifat endogenous yang merupakan interaksi antara
data urut waktu dan cross section. Data diperoleh melalui instansi terkait dan
wawancara langsung di lapangan dengan responden yang terkait. Selanjutnya
dilakukan proses analisis data dengan beberapa pendekatan seperti produksi
surplus, CYP, cope eye ball dan data envelopment analysis. Masing-masing
metode ini akan menghasilkan beberapa kajian seperti estimasi parameter,
tingkat produksi lestari dan optimal, laju degradasi dan depresiasi, efisiensi,
kapasitas optimal dan lain-lain.
51
TUJUAN UMUM
TUJUAN KHUSUS
JENIS DATA METODE KELUARAN
Menganalisis kapasitas perikanan antar waktu dan antar alat tangkap dan dampaknya terhadap pengelolaan perikanan yang berkelanjutan
Menentukan tingkat degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan
Time series catch, effort, biaya,harga,IHK,PDRB
Endogenous, spesifikasi teknis alat tangkap, catch, effort
Endogenous, biaya, harga,discount rate
Produksi surplus,CYP,copes eye ball
Analisis degradasi dan depresiasi
Data envelopment analysis (DEA)
Menganalisis dan merekomen dasikan kebijakan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan
Melakukan analisis komparatif pemanfaatan sumberdaya ikan secara bioekonomi dan empiris (aktual)
Data envelopment analysis (DEA)
Diperolehnya suatu hasil analisis tentang pengelolaan perikanan tangkap yang dapat dijadikan acuan untuk kebijakan perikanan tangkap yang berkelanjutan
Menganalisis dampak kapasitas perikanan terhadap kesejahteraan nelayan
Surplus produsen endogenous
Gambar 8 Pemetaan proses penelitian.
52
4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Karakteristik Geofisik
Provinsi Sumatera Barat terletak antara 0°54’ LU dan 3°30’ LS serta
98°36’ - 101°53’ BT memiliki luas daerah sekitar 42 200 km2 atau setara dengan
2,17% dari luas Republik Indonesia. Berdasarkan letak geografis tersebut ada
suatu daerah tepat dilalui garis khatulistiwa yakni di Kecamatan Bonjol
Kabupaten Pasaman. Karena pengaruh letak tersebut Provinsi Sumatera Barat
tergolong beriklim tropis dengan suhu udara dan kelembaban yang tinggi.
Dampaknya terjadi 2 musim yaitu musim penghujan sekitar bulan November
sampai Maret dan musim kemarau pada bulan Juni sampai September. Provinsi
Sumatera Barat terletak diantara pebukitan dan daerah perairan Samudera
Hindia dengan kelembaban yang tinggi yang menyebabkan tidak adanya suhu
yang ekstrim. Berdasarkan data terakhir (2004) suhu maksimum mencapai
32oC dan suhu terendah 22oC. Berdasarkan data kelembaban selama 5 tahun
terakhir (2000 - 2004) yang berasal dari BMG Tabing, Sumbar, diketahui
kelembaban udara tertinggi 85%.
Iklim di pesisir pantai barat Sumatera Barat sangat dipengaruhi oleh
Samudera Hindia yang dicirikan oleh adanya angin muson dan curah hujan yang
tinggi, sekitar 2 800– 4 480 mm/tahun (BMG, 1999-2001). Gelombang dan arus
dari Samudera Hindia mempengaruhi pantai Sumatera Barat mengakibatkan
beberapa daerah di pesisir terkena abrasi. Di perairan Barat Sumatera termasuk
pantai Sumatera Barat tipe pasang surut yang ditemui mirip dengan tipe pasang
surut Samudera Hindia, yaitu tipe campuran yang didominasi pasang surut
Ganda (Pariwono 1985). Pengaruh pasang surut dari Lautan Hindia ini
diperkirakan menyusup memasuki perairan teritorial Barat Sumatera melalui
Kepulauan Mentawai. Karena kondisi geografis perairan Sumatera Barat yang
mempunyai kedalaman dengan gradien perubahan yang curam maka pasang
surut yang merambat sangat didominasi oleh pasang surut tipe ganda. Keadaan
ini berbeda dengan keadaan di perairan nusantara lainnya yang umumnya
bersifat ganda dan tunggal.
Angin musim barat dan timur di perairan Sumatera Barat berkekuatan rata-
rata 9-11 knot bertiup ke arah tenggara (hampir sejajar dengan garis pantai
53
Padang) dan rata-rata 8 knot dengan pola berubah-ubah namun arah
dominannya hampir tegak lurus garis pantai. Lemahnya kecepatan angin timur
disebabkan karena arah angin musim timur telah mengalami pembelokan arah
akibat gaya coriolis pada saat ITCZ (Inter Tropical Convergence Zone) yang
berada di bagian selatan khatulistiwa.
Sebagaimana halnya suatu daerah dengan iklim tropis basah dan memiliki
bulan kering yang sangat pendek Sumatera Barat memiliki intensitas curah hujan
selama lima tahun terakhir (1998-2002), berkisar antara 3 821.0 mm sampai 5
723.0 mm dengan curah hujan rata-rata per tahun 376.14 mm. Jika mengacu
klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson serta Mahr, maka iklim Sumatera Barat
secara keseluruhan adalah Tipe A dan WB dengan jumlah bulan basah lebih dari
9 bulan.
4.2. Keragaan Potensi Sumberdaya Ikan Dari 17 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat, ada dua kota dan lima
Kabupaten yang mempunyai wilayah pesisir dan laut, masing-masing daerah
tersebut adalah : Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Padang
Pariaman, Kota Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman Barat dan
Kabupaten Mentawai. Total luas perairan laut Sumatera Barat adalah 186
580.00 Km2 dengan luas perairan teritorial 57 880.00 Km2, 128 700.00 Km2
perairan ZEE serta memiliki panjang garis pantai 2 420.38 Km dengan rincian
sepanjang 375 km merupakan panjang garis pantai dari Air Bangis Kabupaten
Pasaman Barat sampai ke daerah Silaut Kabupaten Pesisir Selatan dan
selebihnya adalah garis pantai di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Luas
perairan laut Sumatera Barat melebihi dua pertiga dari luas daratan yang
dimiliki.
Potensi sumberdaya kelautan dan pesisir di Sumatera Barat sangat kaya
dan beragam. Sumberdaya tersebut ada yang dapat diperbaharui (renewable
resources) seperti sumberdaya perikanan (perikanan tangkap, budidaya, industri
pengolahan dan bioteknologi, mangrove), energi gelombang, pasang surut, angin
dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion); dan ada juga yang tidak dapat
diperbaharui (non-renewable resources) seperti sumberdaya minyak dan gas
bumi dan berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga
terdapat berbagai jasa lingkungan kelautan yang dapat dikembangkan untuk
pembangunan pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan dan sebagainya.
54
Tabel 2 Panjang garis pantai dan jumlah pulau kecil per Kabupaten/Kota di Sumatera Barat
Pulau-Pulau Kecil No Kab/Kota
Daratan Sumatera Garis Pantai
(Km) Jumlah Total garis
pantai(Km) 1 Pasaman 135.40 7.55 5 142.95 2 Agam 36.97 1.49 2 38.47 3 Pd Pariaman 58.19 4.14 6 62.33 4 Padang 76.05 23.58 19 99.63 5 Pesisir Selatan 234.20 44.00 20 278.20 6 Mentawai - 1 798.80 323 1 798.80 Jumlah 540.81 1 879.57 375 2 420.38
Sumber CRITC Sumatera Barat ( 2000)
Berdasarkan hasil konvensi dari evaluasi potensi sumberdaya ikan laut
tahun 1997 yang dilaksanakan oleh Komisi Nasional Pengkajian Stok
Sumberdaya Ikan, maka potensi lestari (MSY) perikanan laut Sumatera Barat +
289 936 ton/tahun (Propeda Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sumatera
Barat Tahun 2001 – 2005) yang tersebar di perairan pantai sampai Zona
Ekonomi Ekslusif (ZEE).
4.3. Perkembangan Perikanan Tangkap di Propinsi Sumatera Barat Produksi perikanan tangkap di propinsi Sumatera Barat terdiri dari ikan
pelagis kecil seperti kembung (Rastrelliger sp.), layang (Decapterus sp.), selar
(selar sp.), lemuru (Sardinella longiceps), tetengkek (Megalaspis cordyla),
layaran (Istiopurus plepterus), tembang (Sardinella fimbriata) dan teri
(Stolephorus sp.), ikan pelagis besar terdiri dari ikan tuna (Thunnus sp.),
cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Auxis thazard) dan tenggiri
(Scomberomurus sp.) serta ikan-ikan demersal dan ikan karang seperti kakap
merah (Lates calcariper), kerapu (Ephynephelus sp.), kuwe (Caranx sp.),
manyung (Tachysurus sp.) , bambangan (Lutjanus sp.), gerot-gerot (Pomadasys
sp.), kurisi (Nemipterus spp.), beloso (Synodontidae), layur (Trichioridae), ikan
sebelah (Psettodidae), lidah (Cynoglossus spp.), peperek (Leiognathidae),
swangi (Priacanthus spp.), pari (Trigonidae), bawal hitam (Formio niger) dan
bawal putih (Pampus argenteus), serta jenis udang-udangan seperti udang putih
(Penaeus merguiensis), udang windu (Penaeus monodon), udang dogol
(Metapenaeus spp.), udang lobster/barong (Panulirus sp.). Sebagai gambaran,
musim penangkapan yang terbanyak terjadi pada bulan Januari dan April-Mei
55
serta puncak musim penangkapan terjadi pada bulan Nopember – Desember
(Merta et al., 1998).
Dari keseluruhan hasil tangkapan ikan, yang paling banyak didominasi oleh
ikan pelagis terutama pelagis kecil. Hal ini disebabkan sebagian besar nelayan
yang berada di Sumatera Barat melakukan penangkapan di perairan dekat
pantai, dimana kecenderungan ikan pelagis kecil umumnya berada di perairan
pantai. Perkembangan hasil tangkapan ikan dari tahun 1984 s/d 2004 dapat
dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 9.
Tabel 3 Perkembangan hasil tangkapan ikan di Provinsi Sumatera Barat tahun 1984– 2004
Hasil tangkapan ikan (ton) Tahun Pelagis kecil
Pelagis besar
Demersal +karang
Udang +bin.lunak
Jumlah
1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
9 784.60 9 965.30
13 249.30 16 847.90 18 416.20 23 106.30 24 439.35 26 447.50 23 869.60 19 793.40 27 214.30 26 194.10 26 532.00 30 085.80 31 535.80 33 831.60 33 284.80 32 993.40 24 672.50 30 162.00 28 660.79
14 878.7414 931.4016 475.0617 216.3823 504.0019 575.8620 690.4722 064.4225 679.4430 964.6035 722.4834 454.9040 467.9043 750.3150 514.3045 413.7048 862.7849 126.8645 876.3039 791.7034 716.84
4 293.562 817.604 476.744 360.621 561.205 882.246 211.815 915.789 142.36
13 657.206 310.82
10 103.4010 682.7011 981.8911 689.50
9 908.2110 116.9211 834.9411 334.4018 373.5030 610.78
540.50563.90703.50820.20
1 209.801 647.101 687.73
984.201 098.201 239.201 605.303 025.002 501.402 652.002 834.002 972.003 315.806 924.403 861.805 585.308 379.60
29 497.40 28 278.20 34 904.60 39 245.10 44 691.20 50 211.50 53 029.36 55 411.90 59 789.60 65 658.70 70 852.90 73 777.40 80 184.00 88 470.10 96 573.60 92 125.60 95 580.30
100 879.60 85 745.00 98 441.00
102 368.00
Sumber: Diskan/DKP Sumbar (1985-2005)
56
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Has
il ta
ngka
pan
(ton
)
Pel.besar Pel.kecil demersal+karang udang+bin.lunak Prod.total
Gambar 9 Perkembangan hasil tangkapan ikan laut di perairan
Sumatera Barat tahun 1984 – 2004.
Nelayan yang menangkap ikan terdiri dari nelayan penuh dan sambilan
utama, jumlah nelayan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Jumlah nelayan menurut wilayah kabupaten dan kota keadaan tahun 2004
seperti pada Tabel 4. Sedangkan perkembangan jumlah nelayan selama 10
tahun terakhir seperti pada Tabel 5 dan Gambar 10.
Tabel 4 Jumlah nelayan di wilayah Kabupaten/Kota Pesisir Provinsi Sumatera Barat tahun 2004
Nelayan
No. Kabupaten/Kota Penuh Sambilan
Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pasaman Barat
Agam
Padang Pariaman
Pariaman
Padang
Pesisir Selatan
Kepulauan Mentawai
3 662
2 176
5 305
700
4 887
6 332
1 225
1 775
714
2 160
293
1 669
2 020
1 102
5 437
2 890
7 465
993
6 556
8 352
2 327
Jumlah 24 287 9 733 34.020
Sumber : BPS Sumbar (2004)
57
Tabel 5 Perkembangan jumlah nelayan perikanan tangkap tahun 1995 – 2004
Jumlah Nelayan (orang) Tahun
Penuh Sambilan utama Jumlah
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
23 316 24 606 24 249 24 106 24 283 24 373 25 843 23 258 24 284 24 287
8 579 8 114 8 591 8 575 8 052 7 994 6 549 8 389 7 937 9 733
31 895 32 720 32 840 32 681 32 335 32 367 32 392 31 647 32 221 34 020
Sumber: Diskan/DKP Sumbar (1985-2005)
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
jum
lah
nela
yan
(ora
ng)
Nelayan Penuh Sambilan Utama total nelayan
Gambar 10 Perkembangan nelayan perikanan tangkap tahun 1995-2004.
4.4. Armada dan Alat Tangkap yang digunakan
Armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan di Provinsi
Sumatera Barat terdiri dari perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan
kapal motor. Alat tangkap pancing tonda, pancing rawai. Pukat cincin
pada umumnya menggunakan kapal motor, sedangkan untuk alat tangkap
jenis jaring masih banyak yang menggunakan perahu tanpa motor dan
motor tempel. Keragaan armada penangkapan ikan di Provinsi Sumatera
58
Barat selama 10 (sepuluh) tahun dari tahun 1995 -2004 seperti pada
Tabel 6 dan Gambar 11. Tabel 6 Keragaan alokasi jumlah dan jenis armada kapal perikanan
Sumatera Barat selama 10 tahun 1995 – 2004
ALOKASI JUMLAH ARMADA PERIKANAN DALAM TAHUN Kategori perahu/ kapal
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Perahu Tanpa Motor
3 733 4 253 4 290 4 294 4 388 4 399 5 132 4 718 4 448 4 005
Motor Tempel 1 474 1 425 1 625 1 754 1 736 1 696 1 657 1 363 1 671 1 551
Kapal Motor 1 033 1 118 1 302 1 291 1 397 1 431 1 577 1 542 1 406 1 341
< 5 GT 777 867 640 547 672 540 392 619 421 389
5 – 10 GT 159 176 352 545 523 786 917 311 878 781
10 – 20 Gt 69 68 110 190 169 99 268 287 107 110
20 – 30 GT 3 3 10 5 31 6 - 61
30 – 50 GT 5 4 10 4 2 - -
> 50 GT 0 0 0 0 - - -
Jumlah 6 220 6 796 7 217 7 339 7 521 7 526 8 366 7 623 7 525 6 897
Sumber: Diskan/DKP Sumbar (1996-2005)
0100020003000400050006000700080009000
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
Jum
lah
Arm
ada
(uni
t)
P.tanpa motor Perahu Motor tempel Kapal Motor Jumlah
Gambar 11 Perkembangan armada perikanan tangkap dari tahun 1995 s/d 2004.
Dilihat dari jenis dan ukuran armada perikanan yang digunakan oleh pelaku
usaha perikanan pada umumnya masih didominasi oleh perahu tanpa motor
59.65%, setelah itu perahu motor tempel 20.20% dan kapal motor 20.15%. Alat
tangkap yang digunakan oleh para nelayan di Sumatera Barat beraneka ragam
59
sesuai dengan jenis ikan yang dijadikan sasaran penangkapannya. Jenis alat
tangkap antara lain: pancing tonda (troll line), pancing rawai (set long line),
pancing ulur (hand line), pukat pantai/tepi (beach seine), dogol (danish seine),
payang (seine net), pukat cincin (purse seine), jaring insang hanyut (drift gillnet),
jaring insang tetap (fixed gillnet), trammel net, jaring klitik (shrimp gillnet), jaring
insang lingkar (encircling gillnet), bagan perahu (boat lift net), serok (scoop nets)
dan lain-lain. Di antara alat tangkap yang ada yang memiliki produktivitas lebih
tinggi adalah pukat cincin (purse seine). Sesuai dengan sifat perairan tropis
yang memiliki beraneka jenis ikan (multi species) hampir semua jenis ikan dapat
ditangkap oleh jenis alat tangkap yang ada, akan tetapi terdapat jenis ikan
tertentu yang menjadi target utama masing-masing alat tangkap. Ikan pelagis
kecil pada umumnya ditangkap menggunakan alat tangkap bagan, serok,
payang, jaring insang hanyut dan pukat cincin. Sedangkan sumberdaya pelagis
besar ditangkap menggunakan alat tangkap pancing tonda, pancing rawai dan
pukat cincin. Untuk menangkap ikan demersal dan ikan karang pada umumnya
menggunakan pancing rawai, trammel net dan jaring insang tetap. Udang-
udangan menggunakan pukat udang, trammel net, dogol dan jaring klitik.
Perkembangan jumlah alat tangkap selama 10 tahun terakhir (1995 s/d 2004)
seperti pada Tabel 7.
Tabel 7 Keragaan alokasi komposisi jumlah unit penangkapan ikan Sumatera Barat dari Tahun 1995 – 2004
ALOKASI JUMLAH KOMPOSISI UNIT PENANGKAPAN IKAN PER TAHUN Jenis dan Ukuran Kapal
Perikanan 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Payang 928 926 884 726 711 922 1 725 1 825 1 007 1 062 Dogol 1.074 972 974 866 742 630 265 464 326 444 Pukat Pantai 348 390 448 628 453 491 376 466 489 505 Pukat Cincin 18 18 22 22 15 15 13 15 15 15 Jaring Insang 886 766 675 986 1 439 1.518 1 080 1 233 1 826 1 154 Jaring Lingkar 251 111 262 386 102 215 425 244 244 244 Jaring Klitik 595 422 307 868 411 407 31 117 Jaring Insang Tetap
480 376 276 514 684 792 2 626 1 359 1 222 1 293
Bagan Perahu Rakit
929 1 014 1 181 872 868 931 1 117 977 828 836
Serok 73 106 122 117 121 107 416 424 65 65 Rawai Tetap 223 152 98 158 41 104 34 184 142 268 Tonda 1 205 1 087 1 333 875 1 062 972 1 403 1 111 601 602 Pancing Ulur 1 201 1 015 990 1 187 1 500 1 452 2 893 2 986 2 786 3 653
Sumber: Diskan/DKP Sumbar (1996-2005) Dari beberapa jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Provinsi
Sumatera Barat, yang dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah alat tangkap
60
payang, bagan, pancing tonda dan pukat cincin (mini purse seine), hal ini dengan
pertimbangan bahwa alat tangkap tersebut banyak digunakan oleh para nelayan
dan memberikan kontribusi yang besar terhadap hasil tangkapan nelayan, hal ini
dapat dilihat pada Gambar 12 baik kontribusinya terhadap hasil tangkapan ikan
pelagis maupun hasil tangkapan total.
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Prod
uksi
(ton
)
payang pukat cincin bagan tonda pelagis total produksi
Gambar 12 Perkembangan hasil tangkapan ikan oleh beberapa jenis alat tangkap. 4.4.1. Pancing tonda
Tonda merupakan alat tangkap jenis pancing, armada panangkapan yang
digunakan merupakan kapal motor dengan menggunakan mesin berkekuatan 16
– 45 pk, dan panjang kapal berkisar antara 9 – 13 meter. Tenaga kerja atau
anak buah kapal yang dibutuhkan untuk 1 unit kapal tonda sebanyak 3 – 5 orang.
Daerah pengoperasian untuk pancing tonda adalah di atas 12 mil laut, 1 trip
penangkapan ikan membutuhkan waktu 7 – 15 hari, sehingga jumlah trip
penangkapan untuk pancing tonda setiap bulannya adalah 2 – 4 kali. Rata-rata
hasil tangkapan dengan pancing tonda adalah 1 ton per trip dengan jenis ikan
antara lain: cakalang, tuna, tongkol, tenggiri, lemadang dan sunglir.
Biaya operasional yang dibutuhkan per trip berkisar antara Rp. 1 juta – Rp.
3 juta tergantung lamanya hari trip, lokasi penangkapan dan daya mesin
penggerak yang digunakan serta jumlah anak buah kapal (ABK). Hasil
61
tangkapan dari alat tangkap pancing tonda di daratkan dan dijual di tempat-
tempat pendaratan ikan.
4.4.2 Alat tangkap payang Payang termasuk jenis alat tangkap pukat kantong. Bentuk alat tangkap ini
menyerupai trawl, memiliki sepasang sayap dan bagian yang berbentuk kantong
dioperasikan di permukaan maupun dasar perairan untuk menangkap jenis-jenis
ikan pelagis dan demersal. Prinsip dasar pengoperasiannya adalah ikan
tangkapan yang terkumpul di dalam kantong ditarik ke arah perahu. Ukuran ikan
yang tertangkap oleh pukat kantong sangat bervariasi mulai dari ikan yang
berukuran kecil hingga besar. Selektivitas alat tangkap ini sangat tergantung dari
ukuran mata jaring yang digunakan pada bagian sayap maupun pada bagian
kantong jaring. Alat tangkap payang ini digunakan oleh nelayan hampir di
sepanjang wilayah pesisir Provinsi Sumatera Barat.
Alat tangkap payang dioperasikan menggunakan perahu motor tempel
dengan mesin 40 PK berukuran 2 – 3 GT dengan panjang perahu rata-rata 12
meter. Operasi penangkapan bersifat harian (1 trip = 1 hari), operasi
penangkapan dilakukan mulai jam 6 pagi sampai jam 12 siang. Jumlah trip per
bulan rata-rata 24 kali karena pada umumnya hari Jumat nelayan tidak melaut.
Satu unit armada payang membutuhkan anak buah kapal (ABK) sebanyak 10 –
12 orang.
Jenis ikan yang tertangkap menggunakan alat tangkap payang antara lain:
Tongkol, bawal, cakalang, kembung dan teri. Jumlah ikan yang tertangkap
setiap melakukan operasi penangkapan ikan berkisar antara 50 kg – 1000 kg
dan rata-rata 300 kg/trip. Biaya operasional yang dibutuhkan untuk satu trip
penangkapan ikan rata-rata Rp. 220.000,-.
4.4.3 Alat tangkap bagan Bagan merupakan alat tangkap yang termasuk jenis jaring angkat (lift net).
Prinsip dasar dari alat tangkap ini adalah memikat ikan dengan bantuan cahaya
sehingga ikan-ikan tertarik dan berkumpul di atas wilayah cakupan jaring. Ikan-
ikan yang telah terkumpul di atas jaring akan tertangkap pada saat jaring di
angkat dari kolom air ke atas permukaan air.
Alat tangkap bagan pada umumnya dioperasikan menggunakan kapal
motor, dengan tonnase berkisar antara 5 – 30 GT, menggunakan mesin
62
penggerak dengan kekuatan 33 – 120 PK. Satu unit armada penangkapan ikan
membutuhkan anak buah kapal (ABK) sebanyak 8 – 12 orang. Adapun jenis –
jenis ikan yang menjadi target penangkapan adalah ikan-ikan pelagis kecil yang
memiliki sifat pototaxis. Alat tangkap bagan hampir terdapat di sepanjang
wilayah pesisir mulai dari kabupaten Pesisir Selatan sampai ke Air Bangis
Kabupaten Pasaman Barat. Hasil tangkapan per trip 5 – 50 keranjang, dimana
berat ikan per keranjangnya 25 kg. 1 trip membutuhkan waktu 1 hari dan jumlah
trip dalam 1 bulan 22 hari. Hal ini disebabkan pada hari terang bulan, nelayan
tidak melaut.
Pada umumnya penangkapan ikan dengan kapal bagan dilakukan di
daerah pantai sampai sejauh 4 mil laut. Tetapi akhir-akhir ini dengan telah
semakin berkembangnya bagan dan digunakannya mesin penggerak yang lebih
besar, maka nelayan telah melakukan operasi penangkapan jauh ke tengah,
yaitu mencapai 15 km ke tengah lautan (± 8 mil), bahkan beberapa bagan sudah
ada yang beroperasi sampai ke Perairan Kepulauan Mentawai. Kapal motor
bagan yang pengoperasiannya sampai ke Mentawai memiliki ukuran dan
tonnase yang lebih besar serta teknologi penangkapan yang lebih maju serta
waktu penangkapan yang lebih lama yaitu 4 – 7 hari/trip, dengan hasil per trip 2
– 3 ton.
Bekal yang dibutuhkan setiap kali melakukan operasi penangkapan ikan
menggunakan alat tangkap bagan antara lain: bahan bakar minyak berupa solar,
minyak tanah dan oli untuk mesin, bekal makanan atau ransum, es dan garam.
Garam digunakan untuk mengawetkan ikan-ikan yang akan dijadikan ikan olahan
seperti teri, sedangkan es untuk mengawetkan ikan-ikan yang akan dijual segar.
Kebutuhan akan bahan bakar tergantung kepada lamanya waktu untuk 1 trip
penangkapan ikan dan ukuran kapal. Untuk 1 hari trip penangkapan ikan
dibutuhkan bahan bakar solar 30 - 200 liter, minyak tanah 5 liter, dan es 5 – 10
batang, garam 50 kilogram, sedangkan untuk 1 trip penangkapan yang
membutuhkan waktu 3-4 hari dibutuhkan 3 – 4 drum (1 drum=200 liter) solar, 30
liter minyak tanah, 40-50 batang es dan garam 50 – 100 kilogram. Jenis dan
nilai investasi yang dibutuhkan untuk penangkapan ikan menggunakan alat
tangkap bagan dapat dilihat pada Tabel 8.
63
Tabel 8 Jenis dan nilai investasi yang digunakan untuk penangkapan ikan menggunakan alat tangkap bagan
No Jenis Investasi Nilai (Rp) Umur Ekonomis (tahun)
1.
2.
3.
Kapal - ukuran 0 - 15 GT - diatas 15 GT
Mesin
Alat tangkap
30-125 juta 150-500 juta
7 - 100 juta
5 juta
15 - 20
8 -10
8
4.4.4 Alat tangkap pukat cincin Pukat cincin merupakan alat tangkap yang telah menerapkan teknologi
maju sehingga sangat efektif untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis dalam
jumlah besar. Pukat cincin yang dimiliki oleh nelayan di Sumatera Barat masih
tergolong kepada mini purse seine. Prinsip dasar pengoperasian dari purse
seine adalah melingkari kawanan ikan, kemudian ikan yang telah terkurung di
dalam lingkungan jaring terkumpul dan tertangkap pada bagian yang berbentuk
kantong setelah dilakukan proses pengerucutan jaring (pursing) dan hauling.
Pada saat ini pukat cincin diusahakan oleh nelayan di Sasak Kecamatan Ranah
Pesisir Kabupaten Pasaman Barat dan Kota Padang. Jenis ikan yang tertangkap
dengan pukat cincin antara lain: tenggiri, tuna, tongkol, kakap merah, alu-
alu/tete, layur, tongkol, tetengkek, cumi-cumi, kuwe, bawal dan lain-lain.
Alat tangkap pukat cincin dioperasikan dengan menggunakan kapal motor
dengan panjang berkisar antara 17 - 22 meter, tonnase antara 25 – 30 GT,
dengan mesin penggerak berkekuatan antara 90 – 160 PK. Satu unit kapal
membutuhkan anak buah kapal (ABK) sebanyak 13 - 19 orang. Hasil tangkapan
dari alat tangkap pukat cincin berkisar antara 300 kilogram – 3000 kg per trip
atau rata-rata 600 kilogram per trip. 1 kali trip penangkapan ikan membutuhkan
waktu 2 -3 hari jadi rata-rata trip per bulannya sebanyak 10 – 11 kali, dengan
biaya operasional berkisar antara Rp. 900 000 – Rp. 1 500 000 per trip.
Bekal atau input yang dibutuhkan setiap kali melakukan operasi
penangkapan ikan menggunakan alat tangkap pukat cincin antara lain: bahan
bakar minyak berupa solar, minyak tanah dan oli untuk mesin, es dan bekal
makanan. 1 trip penangkapan ikan membutuhkan bahan bakar berupa solar
64
sebanyak 200 – 300 liter, minyak tanah 5 liter, dan es 5 – 10 batang, ransum
rata-rata Rp.10 000 per orang per hari, dengan ABK sebanyak 15 orang berarti
dibutuhkan ransum (15 x 10 000 x 3 = Rp. 450 000,-).
Investasi yang dibutuhkan untuk 1 unit pukat cincin antara lain: 1 unit kapal
yang biasanya terbuat dari kayu dengan panjang antara 17 – 22 meter, lebar
kapal rata-rata 4.5 meter, tinggi 1.3 meter dengan tonnase 25 – 30 GT dan
tenaga mesin rata-rata 190 PK dengan harga sekitar Rp 500 000 000,-, alat
tangkap pukat cincin berupa jaring dengan ukuran 400 x 45 meter. Rata-rata
biaya per trip untuk ke empat jenis alat tangkap yaitu pukat cincin, pancing
tonda, bagan dan payang seperti pada Tabel 9.
Tabel 9 Rata-Rata biaya per trip menurut jenis alat tangkap
No Alat tangkap Biaya rata-rata
(Rp/trip) 1
2
3
4
Pukat cincin
Pancing tonda
Bagan
Payang
1 366 832.62
2 469 086.49
512 114.68
219 705.66
4.5. Sumbangan sektor Perikanan terhadap PDRB
Struktur perekonomian di Provinsi Sumatera Barat masih didominasi oleh
sektor pertanian, dimana dari PDRB atas dasar harga berlaku terlihat bahwa
sumbangan sektor ini tahun 2001 sebesar 23.26 %, disusul sektor perdagangan,
hotel dan restoran sebesar 17.72 %. Urutan ke tiga ditempati oleh sektor jasa-
jasa sebesar 18.40 % dan sektor angkutan dan komunikasi berada pada urutan
ke empat menggeser keberadaan sektor industri pengolahan turun ke urutan ke
lima sejak tahun 1999. Sedangkan sumbangan empat sektor lainnya angkanya
masih kurang dari 5 %.
PDRB Provinsi Sumatera Barat yang dihitung berdasarkan harga berlaku
dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun pada tahun yang sama,
diperoleh PDRB perkapita penduduk. Pada tahun 2001 PDRB per kapita
65
penduduk tercatat sebesar 5.90 juta rupiah/tahun, angka ini mengalami kenaikan
sebesar 608 000 rupiah dibandingkan tahun 2000.
Dalam perhitungan PDRB Sumatera Barat, sub sektor Perikanan masih
dimasukkan ke dalam sektor pertanian, dimana sebagai salah satu propinsi
agraris peranan sektor pertanian dari tahun ke tahun terhadap PDRB Sumatera
paling besar dibandingkan sektor lainnya yaitu sekitar 23.50 % per tahun,
dimana sumbangan terbesar berasal dari sub sektor tanaman pangan dan
hortikultura (12.50%). Sedangkan sub sektor perikanan setiap tahunnya hanya
sekitar 2.70 %.
Tabel 10 Kontribusi PDRB Perikanan terhadap PDRB Sumatera Barat selama 5 tahun (2000 - 2004)
Atas dasar harga berlaku Atas dasar harga konstan (2000) Tahun Rp (juta) % Rp (juta) %
2000
2001
2002
2003
2004
646 242.48
757 307.79
786 136.25
898 168.11
1 006 839.41
2.82
2.90
2.63
2.71
2.71
646 242.48
672 803.05
673 812.25
723 332.45
761 891.34
2.82
2.84
2.71
2.77
2.76
Sumber: BPS Sumbar (2005)
Tabel 10 memperlihatkan kontribusi PDRB Perikanan terhadap PDRB Sumatera
Barat selama 5 tahun terakhir baik berdasarkan harga berlaku maupun
berdasarkan harga konstan tahun 2000. Berdasarkan harga berlaku pada tahun
2000 PDRB Perikanan sebesar Rp 646 242.48 juta dan pada tahun 2004
meningkat menjadi Rp 1 006 839.41 juta sedangkan berdasarkan harga konstan
tahun 2000 maka pada tahun 2000 PDRB Perikanan adalah sebesar Rp 646
242.48 juta dan tahun 2004 meningkat menjadi Rp 761 891.34 juta.
Gambar 13 dan 14 memperlihatkan kontribusi sektor pertanian dan
perikanan terhadap PDRB Sumatera Barat, dimana setiap tahunnya cenderung
mengalami peningkatan, akan tetapi secara keseluruhan kontribusi sub sektor
perikanan terhadap PDRB Sumatera Barat masih di bawah 5% (rata-rata 2.70 %
per tahun).
66
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
PDRB
(Rp
mily
ar)
PDRB Sumbar PDRB Perikanan PDRB Pertanian
Gambar 13 Perkembangan PDRB total, PDRB Pertanian dan PDRB Perikanan Provinsi Sumatera Barat.
05000
10000150002000025000300003500040000
2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
PDR
B to
tal
/Pro
pins
i(mily
ar ru
piah
)
0
200
400
600
800
1000
1200
PDR
B P
erik
anan
(mily
arru
piah
)
PDRB Sumbar PDRB Perikanan
Gambar 14 Kontribusi PDRB Perikanan terhadap PDRB total Provinsi Sumatera Barat.
67
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Standardisasi Alat Tangkap
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis bermacam-
macam, untuk itu dalam menganalisis perikanan tangkap terlebih dahulu perlu
dilakukan standardisasi alat tangkap sehingga dapat dijumlahkan total effort dari
perikanan tangkap yang dianalisis. Dalam penelitian ini penentuan standardisasi
effort dilakukan dengan menggunakan jumlah trip per tahun dari alat tangkap
bagan, payang, jaring insang hanyut, pukat cincin dan tonda. Ada beberapa
jenis alat tangkap yang digunakan dalam menangkap ikan pelagis kecil dan
besar tetapi dalam penelitian ini pengkajian tidak dilakukan terhadap seluruh alat
tangkap yang digunakan akan tetapi dipilih beberapa alat tangkap yang dominan
menangkap ikan pelagis. Analisis juga dipisahkan antara ikan pelagis besar dan
pelagis kecil, dengan pertimbangan ikan pelagis kecil lebih banyak ditangkap di
perairan sekitar pantai sedangkan ikan pelagis besar lebih banyak di tangkap di
laut lepas.
Untuk ikan pelagis kecil alat tangkap yang digunakan sebagai baseline
adalah bagan dengan pertimbangan alat tangkap bagan ini paling dominan
digunakan dan memberikan kontribusi yang paling besar terhadap hasil
tangkapan ikan pelagis kecil, sedangkan untuk ikan pelagis besar yang dijadikan
baseline adalah alat tangkap pancing tonda karena hasil tangkapan dari alat
tangkap pancing tonda ini yang paling besar kontribusinya terhadap hasil
tangkapan ikan pelagis besar di propinsi Sumatera Barat. Khusus untuk ikan
pelagis besar alat tangkap yang dianalisis hanya 2 yaitu alat tangkap pancing
tonda dan pukat cincin, dengan pertimbangan 2 jenis alat tangkap ini yang
memiliki operasi penangkapan ikan jauh dari perairan pantai dengan lama hari
upaya penangkapan lebih dari 1 hari. Selanjutnya dari keseluruhan jenis ikan
pelagis besar yang ada, dipilih empat jenis ikan yang dominan yaitu ikan tenggiri,
tongkol, tuna dan cakalang. Hasil tangkapan dari ke empat jenis ikan pelagis
besar ini oleh alat tangkap tonda dan pukat cincin seperti pada Tabel 11 dan
Gambar 16.
Perkembangan effort dari alat tangkap setelah distandardisasi selama 21
tahun seperti terlihat pada Gambar 15. Pada gambar terlihat bahwa effort dari
alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis besar dan pelagis
68
kecil pada awal-awal periode pengamatan memiliki kecendrungan meningkat
setiap tahunnya selanjutnya berfluktuasi naik turun dan pada akhir pengamatan
mengalami penurunan.
500025000450006500085000
105000125000145000165000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Effo
rt (tr
ip)
Std Effort Pel kecil Std Effort Pel besar
Gambar 15 Perkembangan effort yang telah distandardisasi untuk penangkapan ikan pelagis besar dan pelagis kecil.
Pada Tabel 11 terlihat bahwa dari ke empat jenis ikan pelagis besar, yang
paling banyak hasil tangkapannya adalah cakalang, kemudian diikuti oleh
tongkol, tuna dan tenggiri. Hampir sama dengan effort, secara keseluruhan hasil
tangkapan ikan pelagis besar juga mengalami fluktuasi, pada tahun awal
pengamatan hasil tangkapan cenderung meningkat, kemudian turun naik dan
pada akhir tahun pengamatan cenderung menurun, perkembangan hasil
tangkapan ikan pelagis besar seperti pada Gambar 16, sedangkan trajektori
perkembangan hasil tangkapan dan effort ikan pelagis besar dapat dilihat pada
Gambar 17.
0
2000
4000
6000
8000
10000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Has
il ta
ngka
pan
(ton
)
tenggiri tuna cakalang tongkol
69
Gambar 16 Perkembangan hasil tangkapan menurut jenis ikan pelagis besar.
Tabel 11 Hasil tangkapan ikan pelagis besar oleh alat tangkap tonda dan pukat cincin
Hasil tangkapan menurut jenis ikan (ton) Tahun Tenggiri Tuna Cakalang Tongkol
Jumlah
1984 119.70 785.00 2 713.40 2 537.70 6 155.801985 35.30 908.90 3 448.10 2 652.00 7 044.301986 112.20 1 017.70 4 047.30 3 043.40 8 220.601987 96.90 1 455.60 3 809.70 3 391.60 8 753.801988 88.50 2 086.80 5 070.40 3 984.10 11 229.801989 214.80 2 610.70 6 597.80 5 012.00 14 435.301990 227.02 2 759.53 6 973.90 5 297.67 15 258.121991 373.20 1 954.60 5 632.30 6 930.00 14 890.101992 294.30 3 371.00 4 079.40 4 428.80 12 173.501993 238.90 2 541.30 3 463.70 3 569.50 9 813.401994 296.60 3 383.40 6 390.20 3 814.90 12 885.101995 353.10 3 231.50 6 913.80 3 034.00 13 532.401996 445.70 4 479.20 5 647.30 4 068.60 14 640.801997 258.50 5 881.10 5 779.40 3 511.10 15 430.101998 535.00 6 763.00 6 486.90 3 660.10 17 445.001999 467.90 3 526.00 9 438.20 6 906.50 20 338.602000 417.40 4 789.00 8 749.40 4 212.00 18 167.802001 488.30 3 777.60 7 232.10 7 048.30 18 546.302002 537.80 3 455.20 3 445.20 2 890.20 10 328.402003 927.40 2 139.90 2 925.30 2 755.30 8 747.902004 732.40 2 938.10 2 228.30 3 801.40 9 702.50
579
11131517192123
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Hasi
l tan
gkap
an (r
ibu
ton)
5
10
15
20
25
30
Effo
rt (r
ibu
trip
)
Hasil tangkapan effort
Gambar 17 Perkembangan effort dan hasil tangkapan ikan pelagis besar.
70
Untuk ikan pelagis kecil, jenis ikan yang dipilih adalah ikan layang, selar, teri,
tembang, lemuru dan kembung dengan alat tangkap payang, pukat pantai, pukat
cincin dan jaring insang hanyut serta bagan. Hasil tangkapan ikan pelagis kecil
oleh ke lima alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 18.
Tabel 12 Hasil tangkapan ikan pelagis kecil oleh alat tangkap yang dianalisis
Hasil tangkapan per jenis ikan (ton) Tahun layang Selar teri tembang kembung lemuru
Jumlah
1984 981.80 684.20 3 691.40 1 503.20 2 179.90 356.60 9 937.10 1985 1 165.70 763.80 3 094.80 1 297.70 2 200.50 242.40 8 764.90 1986 1 262.70 890.70 3 980.50 1 480.40 2 558.70 222.80 10 395.80 1987 1 007.50 1 058.70 4 624.20 1 540.50 3 275.70 294.50 11 801.10 1988 1 067.60 1 370.30 5 499.80 1 956.40 3 386.10 280.00 13 280.20 1989 1 416.30 1 013.90 5 171.70 2 807.50 2 865.60 300.30 13 575.30 1990 1 497.17 1 071.72 5 466.47 2 967.51 3 028.91 285.35 14 317.13 1991 1 359.90 995.30 7 803.30 2 584.80 1 790.30 205.80 14 739.40 1992 1 573.20 1 819.60 9 884.20 2 481.70 3 305.70 271.60 19 336.00 1993 2 580.40 3 083.90 9 635.40 2 925.10 3 054.60 300.80 21 580.20 1994 2 361.60 2 099.10 11 472.80 3 801.00 2 356.40 475.20 22 566.10 1995 1 690.30 1 585.00 13 213.80 2 887.00 3 114.20 533.70 23 024.00 1996 1 865.80 1 751.90 14 909.90 3 832.20 3 296.50 706.00 26 362.30 1997 2 128.01 1 991.30 17 885.40 3 453.80 3 377.70 872.90 29 709.11 1998 1 812.40 2 122.50 17 865.90 3 838.40 3 355.90 933.40 29 928.50 1999 1 836.00 2 343.20 17 148.50 7 675.50 3 319.00 1 511.30 33 833.50 2000 1 942.20 2 545.50 16 671.90 6 276.20 3 401.10 1 253.60 32 090.50 2001 2 124.00 3 307.00 15.684.50 6 850.10 4 437.20 1 209.20 33 612.00 2002 1 110.60 2 241.40 7 016.60 2 910.00 3 593.20 651.00 17 522.80 2003 1 044.00 3 018.10 8 931.30 3 709.80 4 675.60 627.00 22 005.80 2004 1 242.00 2 632.00 4 772.00 2 586.90 4 021.20 734.50 15 988.60
02000400060008000
100001200014000160001800020000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Has
il ta
ngka
pan
(ton)
layang selar teri tembang kembung Lemuru
Gambar 18 Perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis kecil.
71
Tabel 12 dan Gambar 17 memperlihatkan bahwa hasil tangkapan ikan pelagis
kecil yang terbesar adalah ikan teri, kemudian diikuti oleh tembang, kembung,
selar, layang dan lemuru. Dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2000, hasil
tangkapan ikan teri selalu mengalami peningkatan, bahkan merupakan tujuan
tangkap utama dari alat tangkap bagan, hal ini juga dapat dilihat dari banyaknya
unit-unit pengolahan ikan tradisional yang mengolah ikan teri menjadi ikan teri
rebus kering, akan tetapi mulai tahun 2000, hasil tangkapan ikan teri mulai
mengalami penurunan, unit-unit pengolahan teri juga sudah mulai berkurang,
dan ikan teri bukan lagi menjadi hasil tangkapan utama dari alat tangkap bagan
dan kondisi ini juga mendorong beberapa pemilik bagan untuk memperluas
daerah penangkapannya. Gambar 19 memperlihatkan perkembangan effort dan
produksi ikan pelagis kecil, hasil tangkapan ikan pelagis kecil dari tahun 1984
sampai dengan 2001 mengalami peningkatan setiap tahunnya dan mulai tahun
2002 mulai mengalami penurunan, sedangkan untuk effort dari tahun 1984
sampai dengan 1993 mengalami peningkatan, kemudian berfluktuasi sampai
tahun 2001 dan sama halnya dengan produksi mulai tahun 2002 mengalami
penurunan.
510152025303540
198419
8519
8619
8719
8819
8919
9019
9119
9219
9319
9419
9519
9619
9719
9819
9920
0020
0120
0220
0320
04
Tahun
Has
il ta
ngka
pan
(rib
u to
n)
525456585105125145165
Effo
rt (r
ibu
trip)
Hasil tangkapan Effort
Gambar 19 Perkembangan effort dan hasil tangkapan ikan pelagis kecil.
72
5.2 Estimasi Parameter Biologi Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan data time series,
untuk itu terlebih dahulu perlu dilakukan uji apakah data yang digunakan
stationary atan non stationary. Hasil uji stationary mengindikasikan bahwa
variabel logaritma dari catch per unit effort (CPUE) dan variabel effort
menunjukkan adanya gejala non stationary (trending) . Hal ini ditunjukkan
dengan besaran nilai kritis dari Dickey-Fuller test yang lebih kecil dari nilai
absolute 2.57 sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Selanjutnya
untuk melakukan analisis bioekonomi perlu dilakukan estimasi parameter biologi
yang terdiri dari parameter pertumbuhan intrisik (r), koefisien daya tangkap (q)
dan daya dukung/ carrying capacity (K). Ketiga parameter tersebut diestimasi
dengan menggunakan metode CYP.
Hasil estimasi menggunakan data time series yang sebelumnya telah dilakukan
uji stationary adalah seperti pada Tabel 13.
Tabel 13 Parameter biologi perikanan pelagis di Provinsi Sumatera Barat
Parameter Biologi Sumberdaya Pertumbuhan intrinsik (r)
Koefisien daya tangkap (q)
Carrying Capacity (K)(ton)
Pelagis besar Pelagis kecil
0.88865
0.67055
0.0000242
0.00000338
46 018.44
92 986.64
5.3. Estimasi Sustainable Yield Berdasarkan hasil perhitungan parameter biologi yang telah diperoleh
maka selanjutnya dilakukan pendugaan fungsi produksi tangkap lestari seperti
terlihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Fungsi produksi lestari Gompertz
No Sumberdaya Ikan Persamaan Gompertz
1 Pelagis Besar ht=1.11410580Etexp(-0,000027243579Et)
2 Pelagis Kecil ht=0.31429484Etexp(-0,000005040638Et)
73
Tabel 14 di atas memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan nilai persamaan
fungsi lestari Gompertz antara sumberdaya pelagis besar dan pelagis kecil. Hal
ini disebabkan karena terdapat perbedaan pengusahaan antara ikan pelagis
besar dan pelagis kecil. Dengan menggunakan persamaan yang ada pada
Tabel 14 maka dapat diperoleh nilai Sustainable yield dari ikan pelagis besar
dan pelagis kecil. Keragaan effort, hasil tangkapan aktual dan lestari Gompertz
untuk ikan pelagis besar seperti pada Tabel 15 sedangkan untuk ikan pelagis
kecil pada Tabel 16.
Tabel 15 dan Gambar 20 memperlihatkan bahwa nilai hasil tangkapan
lestari ikan pelagis besar pada awal periode pengamatan berada di atas hasil
tangkapan aktual, kecuali pada tahun 1990, 1991 dan 1995 sampai dengan
2001, hasil tangkapan lestari berada di bawah hasil tangkapan aktual, dan tahun
2002 sampai dengan 2004 kembali berada di atas hasil tangkapan aktual.
Tabel 15 Keragaan effort, hasil tangkapan aktual dan hasil tangkapan lestari Gompertz untuk ikan pelagis besar
Tahun Effort hasil tangkapan aktual (ton)
hasil tangkapan lestari (ton)
1984 15 551.77 6 155.80 11 341.01 1985 16 506.70 7 044.30 11 728.32 1986 21 437.29 8 220.60 13 317.41 1987 21 842.77 8 753.80 13 420.26 1988 25 968.85 11 229.80 14 259.27 1989 28 758.25 14 435.30 14 635.58 1990 24 260.33 15 258.12 13 955.71 1991 25 989.80 14 890.10 14 262.63 1992 21 702.25 12 173.50 13 385.06 1993 22 567.17 9 813.40 13 594.44 1994 24 619.39 12 885.10 14 024.22 1995 21 898.34 13 532.40 13 343.06 1996 22 327.76 14 640.80 13 538.21 1997 27 378.11 16 855.20 14 466.96 1998 21 386.49 17 445.00 13 304.06 1999 24 847.36 20 338.60 14 066.67 2000 23 266.32 18 167.80 13 751.22 2001 25 794.07 18 546.30 14 230.88 2002 23 462.51 10 328.40 13 793.27 2003 13 386.47 8 747.90 10 355.05 2004 13 603.42 9 702.50 10 460.87
Rataan 22 216.93 12 817.37 13 301.22
74
0
5000
10000
15000
20000
25000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Has
il ta
ngka
pan
(ton)
aktual lestari
Gambar 20 Hasil tangkapan aktual dan hasil tangkapan lestari
Gompertz ikan pelagis besar.
Pada Gambar 21, kurva dengan garis hitam melengkung menunjukkan
kurva hasil tangkapan lestari (sustainable yield), sedangkan kurva dengan garis
putus-putus merupakan trajektori hasil tangkapan aktual dari ikan pelagis besar.
Jika hasil tangkapan aktual diplot terhadap hasil tangkapan lestari, maka terlihat
adanya pola ekspansi dan kontraksi. Pada awal-awal periode pengamatan
terjadi ekspansi ke arah titik maksimum sustainable yield, kemudian bergerak
menjauhi titik keseimbangan, dan pada tahun 2002 terjadi konstraksi kembali ke
titik keseimbangan.
75
Effort
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000
Prod
uksi
(ton
)
0
5000
10000
15000
20000
25000
yr84yr85
yr86yr87
yr88
yr89yr90yr91
yr92
yr93
yr94yr95yr96
yr97yr98
yr00yr01
yr02
yr03yr04
yr99
.
Gambar 21 Kurva Lestari Gompertz dan hasil tangkapan aktual pelagis besar
Selanjutnya untuk melihat trajektori atau loop ekspansi dan kontraksi dari effort
dilakukan analisis dengan metode copes eye ball dengan cara melakukan
overlay antara hasil tangkapan aktual dan lestari. Dari Gambar 22 terlihat bahwa
ada 2 loop ekspansi dan 1 loop konstraksi. Loop ekspansi pertama adalah
ekspansi yang menuju titik keseimbangan, sedangkan loop ekspansi ke dua
adalah loop yang menjauhi titik keseimbangan, mendekati akhir tahun
pengamatan terdapat loop konstraksi yang kembali menuju titik keseimbangan.
76
ekspansi
konstraksi Ha s i l t a n g k a p a n
Effort
Gambar 22 Copes Eye Ball Loop untuk Fungsi Gompertz ikan pelagis besar.
Tabel 16 dan Gambar 23 memperlihatkan bahwa nilai hasil tangkapan
lestari ikan pelagis kecil pada awal periode pengamatan berada di atas hasil
tangkapan aktual, kecuali pada tahun 1990, 1991 dan 1995 sampai dengan
2001, hasil tangkapan lestari berada di bawah hasil tangkapan aktual, dan tahun
2002 sampai dengan 2004 kembali berada di atas hasil tangkapan aktual.
77
Tabel 16 Keragaan effort, hasil tangkapan aktual dan lestari Gompertz
Tahun Effort Hasil tangkapan Hasil tangkapan
untuk ikan pelagis kecil
aktual (ton)
lestari (ton)
1984 67 274.74 9 397.10 15 067.43 1985 67 784.96 8 764.90 15 142.69 1986 81 547.63 10 395.80 16 995.73 1987 94 948.09 11 801.10 18 495.53 1988 111 039.67 13 560.20 19 944.23 1989 114 820.99 13 575.30 20 233.87 1990 116 416.99 14 317.13 20 350.67 1991 118 146.60 14 739.40 20 473.67 1992 132 925.32 19 336.00 21 380.40 1993 116 492.46 21 580.20 20 356.11 1994 104 048.30 22 566.10 19 359.12 1995 98 424.58 23 024.00 18 839.55 1996 107 492.70 26 362.30 19 655.59 1997 115 066.10 29 709.11 20 252.02 1998 126 375.21 29 928.50 21 009.47 1999 137 553.65 33 833.50 21 614.13 2000 120 188.19 32 090.50 20 614.13 2001 141 395.42 33 612.00 21 791.81 2002 102 745.80 17 522.80 19 242.75 2003 83 801.61 22 005.80 17 268.10 2004 71 243.13 15 988.60 15 640.08
Rataan 106 177.72 20 195.73 19 225.11
05000
10000150002000025000300003500040000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Hasi
l tan
gkap
an (t
on)
aktual lestari
Gambar 23 Hasil tangkapan aktual dan lestari Gompertz ikan pelagis kecil.
78
hitam melengkung menunjukkan
urva
Pada Gambar 24, kurva dengan garis
k hasil tangkapan lestari (sustainable yield), sedangkan kurva dengan garis
putus-putus merupakan trajektori hasil tangkapan aktual dari ikan pelagis kecil.
Jika hasil tangkapan aktual diplot terhadap hasil tangkapan lestari, maka terlihat
adanya pola ekspansi dan kontraksi. Pada awal-awal periode pengamatan
terjadi ekspansi ke arah titik maksimum sustainable yield, kemudian bergerak
menjauhi titik keseimbangan, dan pada tahun 2002 terjadi konstraksi kembali
mengarah mendekati titik keseimbangan.
Effort
0 1e+5 2e+5 3e+5 4e+5
Pro
duks
i (to
n)
0
3000
6000
9000
12000
15000
18000
21000
24000
27000
30000
33000
36000
39000
yr84yr85yr86
yr87yr88yr89yr90yr91
yr92yr02
yr04
yr93yr94yr95
yr96
yr97yr98
yr99yr00
yr01
yr03
Gambar 24 Kurva lestari Gompertz dan hasil tangkapan
aktual pelagis kecil.
op ekspansi dan 1 loop konstraksi,
loop
Dari Gambar 25 terlihat bahwa ada 2 lo
ekspansi pertama adalah ekspansi yang menuju titik keseimbangan,
sedangkan loop ekspansi ke dua adalah loop yang menjauhi titik keseimbangan,
mendekati akhir tahun pengamatan terdapat loop konstraksi yang kembali
mengarah mendekati titik keseimbangan.
79
Ekspansi
konstraksi
Ha s i l t a n g k a p a n
Effort
Gambar 25 Copes Eye Ball Loop untuk fungsi Gompertz ikan pelagis kecil.
5.4. Estimasi Parameter Ekonomi Parameter ekonomi yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari biaya
operasional, harga dan discount rate. Biaya operasional dan harga output/kg
diperoleh dari hasil survey. Selanjutnya untuk memperoleh data time series dari
biaya dan harga disesuaikan dengan indeks harga konsumen, sehingga
diperoleh nilai riil setiap tahunnya. Rata-rata biaya riil penangkapan ikan per trip
per tahunnya seperti pada Tabel 17.
Untuk lebih jelas lagi perkembangan biaya yang digunakan per trip dari alat
tangkap standar untuk penangkapan ikan pelagis besar (tonda) dan ikan pelagis
kecil (bagan) dapat dilihat pada Gambar 26. dimana biaya memiliki
kecendrungan meningkat setiap tahunnya.
80
Tabel 17 Rata-rata biaya riil penangkapan ikan per trip menurut alat tangkap yang dijadikan baseline (Rp per trip)
Alat tangkap Tahun Pancing tonda Bagan
1984 206 793.29 42 891.12 1985 241 656.09 50 122.03 1986 268 016.63 55 589.49 1987 265 799.17 55 129.56 1988 294 068.86 60 993.00 1989 265 146.97 54 994.29 1990 324 387.36 67 281.37 1991 339 767.17 70 471.31 1992 313 565.63 65 036.83 1993 340 972.85 70 721.38 1994 472 950.95 98 095.04 1995 452 101.47 93 770.63 1996 447 072.89 92 727.65 1997 320 976.17 66 573.86 1998 1 114 731.55 231 207.13 1999 2 012 588.05 417 432.07 2000 2 149 884.13 445 908.73 2001 2 290 890.92 475 155.04 2002 2 289 370.88 474 839.76 2003 2 323 348.42 481 887.06 2004 2 469 086.49 512 114.68
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Biay
a (R
p 00
0)
tonda bagan
Gambar 26 Perkembangan biaya per trip untuk alat tangkap tonda dan bagan.
81
Sebagaimana dijelaskan dalam metodologi, bahwa dalam penelitian ini
digunakan 2 discount rate yaitu market discount rate sebesar 15% dan real
discount rate dengan menggunakan pendekatan Ramsey yang diacu dalam
Anna (2003). Dari hasil perhitungan discount rate dengan teknik Kula ini
diperoleh laju pertumbuhan dari PDRB Sumatera Barat sebagai g=0.093408
(9.34%). Dengan menggunakan standar elastisitas pendapatan terhadap
konsumsi sumberdaya alam sebesar 1 dan ρ menggunakan market discount rate
sebesar 15%, maka diperoleh nilai real discount rate sebesar 5.66%.
5.5 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan yang Optimal Sumberdaya perikanan merupakan aset kapital yang dalam
pengelolaannya secara optimal juga memerlukan pendekatan kapital. Sehingga
dibutuhkan perhitungan aspek intertemporal dalam analisisnya. Pada
pendekatan kapital, biaya korbanan (opportunity cost) untuk mengeksploitasi
sumberdaya pada saat ini diperhitungkan melalui perhitungan rente ekonomi
optimal yang seharusnya didapat dari sumberdaya perikanan, jika sumberdaya
tersebut dikelola secara optimal.
Hasil analisis optimal dengan menggunakan discount rate 15% dan kula
5.66% sehingga diperoleh nilai biomas, produksi dan effort yang optimal untuk
ikan pelagis besar seperti pada Tabel 18. Langkah-langkah perhitungannnya
dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata nilai biomas, hasil tangkapan dan effort
yang diperoleh pada discount rate 15% berturut-turut adalah: 24 186.3 ton, 13
825.6 ton dan 23 611.7 trip. Sedangkan dengan discount rate 5.66% nilai
biomas, hasil tangkapan dan effort optimal berturut-turut adalah: 25 074.9 ton, 13
529.7 ton dan 22 287.4 trip. Dari hasil tersebut terlihat bahwa dengan
menggunakan discount rate yang lebih rendah/konservatif akan menghasilkan
nilai biomas yang lebih tinggi dan effort yang lebih rendah dibandingkan dengan
menggunakan market discount rate. Perbedaan biomas dan hasil tangkapan
untuk kedua discount rate seperti pada Gambar 27. Selanjutnya dengan
diperolehnya nilai optimal dari ke tiga variabel tersebut maka dapat dilakukan
perbandingan pengelolaan sumberdaya ikan pelagis besar pada kondisi aktual,
optimal dan lestari.
82
Tabel 18 Nilai optimal biomas, hasil tangkapan dan effort pada discount rate 15% dan 5.66% untuk ikan pelagis besar
Discount rate 15% Discount rate 5.66% Tahun Biomas optimal (ton)
Hasil tangkapan optimal (ton)
Effort optimal (trip)
Biomas optimal (ton)
hasil tangkapan optimal (ton)
Effort optimal (trip)
1984 24 185.7 13 825.8 23 612.2 25 074.6 13 529.7 22 287.4 1985 24 185.9 13 825.7 23 612.9 25 074.8 13 529.6 22 287.1 1986 24 194.9 13 822.9 23 598.2 25 083.3 13 526.6 22 274.7 1987 24 185.8 13 825.8 23 612.1 25 074.6 13 529.6 22 287.3 1988 24 186.3 13 825.6 23 611.2 25 074.2 13 529.5 22 286.5 1989 24 186.7 13 825.4 23 610.6 25 074.6 13 529.3 22 285.9 1990 24 185.8 13 825.7 23 612.0 25 074.7 13 529.6 22 287.2 1991 24 185.8 13 825.7 23 612.0 25 074.7 13 529.6 22 287.2 1992 24 185.9 13 825.7 23 611.9 25 074.7 13 529.6 22 287.1 1993 24 185.7 13 825.8 23 612.2 25 074.6 13 529.6 22 287.4 1994 24 185.8 13 825.8 23 612.7 25 074.6 13 529.6 22 287.3 1995 24 185.8 13 825.8 23 612.7 25 074.6 13 529.6 22 287.3 1996 24 185.7 13 825.8 23 612.7 25 075.5 13 529.3 22 287.0 1997 24 185.7 13 825.5 23 612.2 25 068.3 13 529.6 22 287.5 1998 24 185.8 13 825.9 23 612.1 25 074.6 13 529.8 22 287.3 1999 24 185.0 13 825.8 23 612.2 25 075.8 13 529.2 22 287.6 2000 24 186.9 13 825.4 23 612.4 25 075.7 13 529.3 22 287.7 2001 24 186.8 13 825.4 23 612.5 25 075.6 13 529.3 22 287.8 2002 24 185.8 13 825.8 23 612.1 25 074.6 13 529.6 22 287.3 2003 24 182.8 13 825.8 23 612.9 25 071.7 13 530.7 22 291.6 2004 24 185.8 13 825.8 23 612.1 25 074.7 13 529.6 22 287.2
Rataan 24 186.3 13 825.6 23 611.7 25 074.9 13 529.7 22 287.4
101214161820222426
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Bio
mas
dan
Has
il ta
ngka
pan
(rib
u to
n)
biomas opt. i=15% hsl tgkpn opt. i=15%
biomas opt. i=5.66% hsl tgkpn opt. i=5.66%
83
Gambar 27 Biomas dan hasil tangkapan optimal ikan pelagis besar pada discount rate 15% dan 5.66% Hasil tangkapan lestari merupakan tingkat produksi yang hanya memasukkan
parameter biologi saja, akan tetapi karena eksploitasi sumberdaya ikan juga
bertujuan untuk menghasilkan pendapatan bagi pelaku usahanya perlu diketahui
hasil tangkapan yang optimal dengan memasukkan parameter biologi dan
ekonomi. Perbandingan hasil tangkapan aktual, lestari dan optimal untuk ikan
pelagis besar dapat dilihat pada Tabel 19 dan Gambar 28.
Tabel 19 Perbandingan hasil tangkapan aktual, lestari dan optimal untuk ikan pelagis besar
Hasil tangkapan (ton) Tahun
Aktual Lestari Optimal (DR 15%)
Optimal (DR 5.66%)
1984 6 155.80 11 341.01 13 825.8 13 529.7 1985 7 044.30 11 728.32 13 825.7 13 529.6 1986 8 220.60 13 317.41 13 822.9 13 526.6 1987 8 753.80 13 420.26 13 825.8 13 529.6 1988 11 229.80 14 259.27 13 825.6 13 529.5 1989 14 435.30 14 635.58 13 825.4 13 529.3 1990 15 258.12 13 955.71 13 825.7 13 529.6 1991 14 890.10 14 262.63 13 825.7 13 529.6 1992 12 173.50 13 385.06 13 825.7 13 529.6 1993 9 813.40 13 594.44 13 825.8 13 529.6 1994 12 885.10 14 024.22 13 825.8 13 529.6 1995 13 532.40 13 343.06 13 825.8 13 529.6 1996 14 640.80 13 538.21 13 825.8 13 529.3 1997 16 855.20 14 466.96 13 825.5 13 529.6 1998 17 445.00 13 304.06 13 825.9 13 529.8 1999 20 338.60 14 066.67 13 825.8 13 529.2 2000 18 167.80 13 751.22 13 825.4 13 529.3 2001 18 546.30 14 230.88 13 825.4 13 529.3 2002 10 328.40 13 793.27 13 825.8 13 529.6 2003 8 747.90 10 355.05 13 825.8 13 530.7 2004 9 702.50 10 460.87 13 825.8 13 529.6
Rataan 12 817.37 13 301.22 13 825.6 13 529.7
Gambar 28 memperlihatkan perbandingan hasil tangkapan ikan pelagis
besar pada kondisi aktual, lestari dan optimal. Pada tahun 1984 sampai dengan
1988 produksi aktual masih berada di bawah hasil tangkapan lestari dan optimal,
kemudian tahun 1989 sampai dengan 1991 hasil tangkapan aktual telah
melewati hasil tangkapan lestari dan optimal, tahun 1992 sampai dengan 1994
produksi aktual kembali berada di bawah hasil tangkapan lestari dan optimal,
84
selanjutnya tahun 1995 sampai dengan 2001 terjadi peningkatan hasil tangkapan
yang cukup signifikan sehingga hasil tangkapan aktual menjauhi hasil tangkapan
lestari dan optimal, dan terakhir tahun 2002 sampai dengan 2004 hasil
tangkapan kembali berada di bawah hasil tangkapan lestari dan optimal. Secara
rata-rata hasil tangkapan aktual ikan pelagis besar masih berada di bawah hasil
tangkapan lestari dan optimal. Apabila sumberdaya perikanan pelagis besar
dikelola secara optimal maka hasil tangkapan harus mengikuti trajektori optimal,
yaitu sebesar 13 825.6 ton untuk discount rate 15% dan 13 529.7 ton untuk
discount rate 5.66%. Sementara input yang harus digunakan mengikuti trajektori
optimal untuk masing-masing discount rate berturut-turut adalah pada tingkat
upaya sebesar 23 611.7 trip dan 22 287.4 trip.
0
5
10
15
20
25
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Has
il ta
ngka
pan
(rib
u to
n)
lestari aktual optimal i=5.66% optimal i=15%
Gambar 28 Perbandingan hasil tangkapan ikan pelagis besar pada kondisi aktual, lestari dan optimal.
Tabel 20 memperlihatkan hasil perhitungan optimal untuk pengelolaan ikan
pelagis kecil. Dengan discount rate 15% berturut-turut diperoleh rata-rata nilai
biomas, hasil tangkapan dan effort yang optimal adalah : 44 203.46 ton, 22
042.37 ton dan 147 531.45 trip. Sedangkan untuk discount rate 5.66% berturut-
turut diperoleh rata-rata nilai biomas, hasil tangkapan dan effort yang optimal
sebesar 46 294.06 ton, 21 650.26 ton dan 138 863.29 trip.
85
Tabel 20 Nilai optimal biomas, hasil tangkapan dan effort pada discount rate 15% dan 5.66% untuk ikan pelagis kecil
Discount Rate 15% Discount Rate 5,66% Tahun Biomas optimal (ton)
Hasil tangkapan optimal (ton)
Effort optimal (trip)
Biomas optimal (ton)
Hasil tangkapan optimal (ton)
Effort optimal (trip)
1984 44 203.47 22 042.33 147 531.41 46 294.21 21 650.31 138 363.201985 44 203.13 22 042.39 147 532.96 46 293.90 21 650.37 138 364.541986 44 204.01 22 042.24 147 529.01 46 294.69 21 650.21 138 361.141987 44 203.90 22 042.26 147 529.49 46 294.60 21 650.23 138 362.551988 44 202.98 22 042.42 147 533.61 46 293.77 21 650.40 138 365.101989 44 204.83 22 042.10 147 525.31 46 295.44 21 650.06 138 357.961990 44 203.45 22 042.34 147 531.24 46 294.20 21 650.31 138 363.281991 44 203.51 22 042.33 147 526.64 46 294.25 21 650.30 138 363.061992 44 204.54 22 042.15 147 529.01 46 295.17 21 650.11 138 359.161993 44 207.52 22 041.64 147 513.26 46 297.86 21 649.57 138 347.591994 44 204.50 22 042.16 147 526.78 46 295.14 21 649.12 138 359.221995 44 203.73 22 042.99 147 530.27 46 294.44 21 650.26 138 362.221996 44 204.14 22 042.22 147 528.41 46 294.82 21 650.18 138 360.631997 44 205.05 22 042.06 147 524.35 46 295.63 21 650.02 138 357.131998 44 203.95 22 042.25 147 529.25 46 294.65 21 650.22 138 361.351999 44 203.67 22 042.30 147 530.54 46 291.39 21 650.27 138 362.462000 44 203.82 22 042.28 147 529.86 46 294.52 21 650.24 138 361.872001 44 190.97 22 044.48 147 537.55 46 282.95 21 652.59 138 411.492002 44 203.78 22 042.28 147 530.02 46 294.49 21 650.25 138 362.012003 44 203.88 22 042.27 147 529.61 46 293.58 21 650.23 138 361.652004 44 203.93 22 042.26 147 529.38 46 294.62 21 650.22 138 361.46
Rataan 44 203.46 22.042.37 147 531.45 46 294.06 21.650.26 138 363.29
86
15
25
35
45
55
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Bio
mas
dan
Has
il ta
ngka
pan
(rib
u to
n)
biomas opt. i=15% hsl tgkpn opt. i=15%
biomas opt. i=5.66% hsl tgkpn opt. i=5.66%
Gambar 29 Biomas dan hasil tangkapan optimal ikan pelagis kecil pada discount rate 15% dan 5.66%.
Perbandingan hasil tangkapan aktual, lestari dan optimal untuk ikan pelagis
kecil dapat dilihat pada Tabel 21 dan Gambar 30. Pada Gambar 30 terlihat
bahwa pada tahun 1984 sampai dengan 1992 hasil tangkapan aktual masih
berada di bawah hasil tangkapan lestari dan optimal, kemudian tahun 1993
sampai dengan 2001 terjadi peningkatan hasil tangkapan aktual sehingga
melewati hasil tangkapan lestari dan optimal, selanjutnya tahun 2002 terjadi
penurunan hasil tangkapan sehingga kembali berada di bawah hasil tangkapan
lestari dan optimal, tahun 2003 hasil tangkapan aktual berada di atas hasil
tangkapan lestari tetapi hampir sama dengan hasil tangkapan optimal. Terakhir
tahun 2004 hasil tangkapan berada di bawah hasil tangkapan optimal dan
hampir sama dengan hasil tangkapan lestari. Secara rata-rata hasil tangkapan
aktual dari ikan pelagis kecil telah berada di atas hasil tangkapan lestari akan
tetapi masih berada di bawah hasil tangkapan yang optimal.
Tabel 21 Perbandingan hasil tangkapan aktual, lestari dan optimal untuk Ikan pelagis kecil
Hasil tangkapan (ton) Tahun Aktual Lestari Optimal
(DR 15%) Optimal
(DR 5.66%) 1984 9 397.10 15 067.43 22 042.33 21 650.31 1985 8 764.90 15 142.69 22 042.39 21 650.37 1986 10 395.80 16 995.73 22 042.24 21 650.21 1987 11 801.10 18 495.53 22 042.26 21 650.23 1988 13 560.20 19 944.23 22 042.42 21 650.40 1989 13 575.30 20 233.87 22 042.10 21 650.06
87
1990 14 317.13 20 350.67 22 042.34 21 650.31 1991 14 739.40 20 473.67 22 042.33 21 650.30 1992 19 336.00 21 380.40 22 042.15 21 650.11 1993 21 580.20 20 356.11 22 041.64 21 649.57 1994 22 566.10 19 359.12 22 042.16 21 649.12 1995 23 024.00 18 839.55 22 042.99 21 650.26 1996 26 362.30 19 655.59 22 042.22 21 650.18 1997 29 709.11 20 252.02 22 042.06 21 650.02 1998 29 928.50 21 009.47 22 042.25 21 650.22 1999 33 833.50 21 614.13 22 042.30 21 650.27 2000 32 090.50 20 614.13 22 042.28 21 650.24 2001 33 612.00 21 791.81 22 044.48 21 652.59 2002 17 522.80 19 242.75 22 042.28 21 650.25 2003 22 005.80 17 268.10 22 042.27 21 650.23 2004 15 988.60 15 640.08 22 042.26 21 650.22
Rataan 20 195.73 19 225.11 22.042.37 21.650.26
5
10
15
20
25
30
35
40
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Has
il ta
ngka
pan
(rib
u to
n)
optimal i=15% optimal i=5.66% aktual lestari
Gambar 30 Perbandingan hasil tangkapan ikan pelagis kecil pada kondisi aktual, lestari dan optimal.
Apabila sumberdaya perikanan pelagis kecil dikelola secara optimal maka
hasil tangkapan harus mengikuti trajektori optimal (Gambar 30), yaitu sebesar
22 042.37 ton untuk discount rate 15% dan 21 650.26 ton untuk discount rate
5.66%. Sementara input yang harus digunakan mengikuti trajektori optimal untuk
masing-masing discount rate berturut-turut adalah pada tingkat 147 531.45 trip
dan 138 863.29 trip.
Rente optimal pengelolaan sumberdaya pelagis besar dapat dilihat pada
Tabel 22. Selama periode pengamatan rente optimal pelagis besar baik dengan
menggunakan discount rate 15% maupun 5.66% memperlihatkan trend yang
88
meningkat (Gambar 31). Rata-rata nilai rente optimal adalah sebesar Rp 21.38
milyar untuk discount rate 15% dan Rp 21.71 milyar untuk discount rate 5.66%.
010203040506070
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Ren
te (
Rp
mily
ar)
Rentopt i=15% Rentopt i=5.66%
Gambar 31 Rente optimal untuk pengelolaan sumberdaya
ikan pelagis besar.
Tabel 22 Rente optimal sumberdaya ikan pelagis besar (Rp juta)
Discount Rate 15% Discount Rate 5.66% Tahun Rente optimal PV Rente
Optimal Rente optimal PV Rente
Optimal 1984 4 835.28 32 235.21 4 908.55 83 148.811985 5 650.36 37 669.05 5 735.98 97 167.181986 6 267.36 41 784.34 6 362.19 107 709.161987 6 214.83 41 432.18 6 309.02 106 876.111988 6 875.71 45.838.05 6 979.90 118 242.021989 6 199.73 41 331.51 6 293.64 106 606.931990 7 584.77 50 565.15 7 699.72 130 432.951991 7 944.42 52 962.78 8 064.81 136.616.241992 7 331.77 48 878.44 7 442.93 126 080.861993 7 972.58 53 150.53 8 093.38 137 102.231994 11 058.55 73 723.70 11 226.14 190 167.651995 10 570.99 70 473.28 10 730.71 181 785.291996 10 454.13 69 694.17 10 615.85 179 751.901997 7 501.51 50 010.04 7 618.08 129 112.441998 26 064.94 173 766.24 26 457.96 448 222.921999 47 061.85 313 745.65 47 772.04 809 182.362000 50 269.38 335 129.23 51 030.49 864 388.262001 53 566.43 357 109.54 54 380.49 921 084.672002 53 529.85 356 865.63 54 349.27 920 532.162003 54 321.44 362 142.92 55 137.65 934 368.232004 57 731.96 384 879.75 58 606.82 992 793.07
89
Rente optimal untuk pengelolaan pelagis kecil dapat dilihat pada Tabel 23.
Sama halnya dengan sumberdaya pelagis besar, rente optimal untuk
sumberdaya pelagis kecil sepanjang kurun waktu pengamatan juga memiliki
kecendrungan meningkat baik untuk discount rate 15% maupun 5.66% (Gambar
32). Nilai rente optimal rata-rata untuk discount rate 15% adalah sebesar Rp
24.14 milyar dan Rp 24.95 milyar untuk discount rate 5.66%. Nilai rente optimal
yang cukup besar ini baik untuk sumberdaya pelagis besar maupun pelagis kecil
seharusnya dapat diterima oleh pemerintah selaku pengelola sumberdaya
tentunya akan memberikan manfaat bagi pembangunan perikanan, karena rente
tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarna
perikanan maupun untuk dikembalikan untuk pemulihan/perbaikan sumberdaya
perikanan.
Tabel 23 Rente optimal sumberdaya ikan pelagis kecil (Rp juta)
Discount Rate 15% Discount Rate 5.66% Tahun Rente optimal PV Rente
Optimal Rente optimal PV Rente
Optimal 1984 5 459.63 36 397.51 5 643.22 99 703.611985 6 380.01 42 533.42 6 594.57 116 511.881986 7 076.08 47 173.86 7 314.01 129 222.711987 7 017.52 46 783.47 7 253.43 128 152.441988 7 763.76 51 758.38 8 024.86 141 781.941989 7 000.42 46 669.48 7 235.77 127 840.401990 8 564.27 57 095.16 8 852.27 156 400.481991 8 970.33 59 802.21 9 271.98 163 815.841992 8 278.73 55 191.52 8 557.06 151 184.751993 9 002.83 60 018.85 9 305.33 164 405.101994 12 486.80 83.245.34 12 905.39 228 010.421995 11 936.98 79 579.86 12 337.52 217 977.431996 11 803.49 78 689.93 12 200.35 215 553.911997 8 474.46 56 496.38 8 759.35 154 758.781998 29 430.71 196 204.76 30 420.30 537 461.201999 53 135.30 354 235.31 54 922.02 970 353.802000 56 760.31 378 402.05 58 668.83 1 036 551.752001 60 468.73 403 402.05 62 507.15 1 104 366.612002 60 442.90 402 952.67 62 475.32 1 103 804.192003 61 340.10 408 933.98 63 402.59 1 120 187.162004 65 187.87 434 585.79 67 379.72 1 190 454.41
90
01020304050607080
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Ren
te o
ptim
al (R
p m
ilyar
)
Rent optimal i=15% Rent optimal i=5.66%
Gambar 32 Rente optimal untuk pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil
5.6. Degradasi Sumberdaya Ikan Laju degradasi sumberdaya ikan pelagis besar dan pelagis kecil dapat
dilihat pada Tabel 24 dan Gambar 33. Laju degradasi sumberdaya ikan pada
awal-awal periode pengamatan masih rendah akan tetapi dengan meningkatnya
eksploitasi sumberdaya ikan maka laju degradasi juga semakin meningkat. Hal
ini dapat dilihat pada Gambar 34, 35, 36 dan 37. Laju degradasi memiliki pola
yang hampir sama dengan produksi dan effort, laju degradasi akan meningkat
apabila hasil tangkapan dan effort meningkat begitu juga sebaliknya laju
degradasi akan menurun apabila hasil tangkapan dan effort menurun.
Tabel 24 Perkembangan tingkat degradasi sumberdaya ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil
Sumberdaya Ikan Tahun
Pelagis Besar Pelagis kecil 1984 0.14 0.17 1985 0.16 0.15 1986 0.17 0.16 1987 0.18 0.17 1988 0.22 0.19 1989 0.27 0.18 1990 0.29 0.19 1991 0.28 0.20
91
1992 0.25 0.25 1993 0.20 0.28 1994 0.25 0.30 1995 0.27 0.31 1996 0.28 0.32 1997 0.30 0.34 1998 0.32 0.33 1999 0.33 0.35 2000 0.32 0.35 2001 0.32 0.34 2002 0.21 0.25 2003 0.23 0.31 2004 0.25 0.27
Rataan 0.25 0.26
0.00
0.050.10
0.150.20
0.25
0.300.35
0.40
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Koe
fisie
n de
grad
asi
pelagis besar pelagis kecil
Gambar 33 Perkembangan nilai koefisien degradasi sumberdaya ikan pelagis besar dan pelagis kecil.
92
0,000,050,100,150,200,250,300,350,40
198419
8519
8619
8719
8819
8919
9019
9119
9219
9319
9419
9519
9619
9719
9819
9920
0020
0120
0220
0320
04
Tahun
Koe
fisie
n De
grad
asi
0
5
10
15
20
25
Has
il ta
ngka
pan
(rib
u to
n)
Koefisien Degradasi hasil tangkapan aktual
Gambar 34 Perbandingan laju degradasi dengan hasil tangkapan aktual ikan pelagis besar.
0,000,050,100,150,200,250,300,350,40
198419
8519
8619
8719
8819
8919
9019
9119
9219
9319
9419
9519
9619
9719
9819
9920
0020
0120
0220
0320
04
Tahun
Koef
isie
n de
grad
asi
0510152025303540
Has
il ta
ngka
pan
(rib
u to
n)
Koef degradasi Hasil tangkapan aktual
Gambar 35 Perbandingan laju degradasi dengan hasil tangkapan aktual ikan pelagis kecil.
93
0,000,050,100,150,200,250,300,350,40
198419
8519
8619
8719
8819
8919
9019
9119
9219
9319
9419
9519
9619
9719
9819
9920
0020
0120
0220
0320
04
Tahun
Koe
fisie
n D
egra
dasi
0
510
15
20
2530
35
Effo
rt (r
ibu
trip)
Koefisien Degradasi Effort
Gambar 36 Perbandingan laju degradasi dengan effort ikan pelagis besar.
0,000,050,100,150,200,250,300,350,40
198419
8519
8619
8719
8819
8919
9019
9119
9219
9319
9419
9519
9619
9719
9819
9920
0020
0120
0220
0320
04
Tahun
Koef
isie
n de
grad
asi
020406080100120140160
Effo
rt (r
ibu
trip)
Koef degradasi Effort
Gambar 37 Perbandingan laju degradasi dengan effort ikan pelagis kecil.
5.7. Depresiasi Sumberdaya Ikan
Hasil perhitungan depresiasi sumberdaya ikan pelagis besar dapat dilihat
pada Tabel 25. Dari 21 tahun pengamatan, depresiasi terjadi dalam kurun
waktu 7 tahun yaitu pada tahun 1987, 1989, 1992, 1995, 1996, 1997 dan 2003
dengan nilai berkisar antara Rp 451.83 juta sampai Rp 24.32 milyar atau
94
diperkirakan sebesar 56.95 milyar untuk market discount rate 15% dan antara
1.20 milyar sampai 64.47 milyar atau sebesar 150.94 milyar untuk perhitungan
menggunakan real discount rate sebesar 5.66%. Rata-rata present value untuk
kedua tingkat suku bunga berturut-turut adalah 142.22 milyar dan 376.91 milyar.
Depresiasi terendah terjadi tahun 1987 dan tertinggi terjadi pada tahun 1997
(Gambar 38). Bila dilihat nilai depresiasi di atas merupakan kehilangan yang
cukup besar dan cukup signifikan untuk mengurangi rente sumberdaya.
Perhitungan present value dan depresiasi menggunakan discount rate dari kulla
yang lebih konservatif memberikan nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan market discount rate. Perbandingan laju depresiasi sumberdaya ikan
pelagis besar sesuai dengan perkembangan effort seperti pada Gambar 39 dan
40.
Tabel 25 Perubahan depresiasi sumberdaya ikan pelagis besar
Tahun Rente Lestari (Rp juta)
PV Rente Lestari 15% (Rp juta)
ΔPV Rente Lestari 15% (Rp juta)
PV Rente Lestari 5,56% (Rp juta)
ΔPV Rente Lestari 5,56% (Rp juta)
1984 4 843.42 32 289.44 32 289.44 85 572.73 85 572.731985 5 750.84 38 338.91 6 049.47 101 604.89 16 032.161986 6 520.28 43 468.55 5 129.64 115 199.35 13 594.461987 6 452.51 43 016.72 -451.83 114 001.92 -1 197.431988 6 773.29 45 155.30 2 138.57 119 669.51 5 667.591989 5 710.43 38 069.51 -7 085.78 100 890.93 -18 778.581990 7 687.45 51 249.67 13 180.16 135 820.69 34 929.751991 7 822.67 52 151.15 901.48 138 209.76 2 389.071992 7 618.21 50 788.07 -1 363.08 134 597.36 -3 612.401993 8 234.50 54 896.69 4 108.62 145 485.92 10 888.561994 11 150.03 74 333.53 19 436.84 196 996.98 51 511.061995 10 971.47 73 143.11 -1 190 42 193 842.17 -3 154.811996 10 817.48 72 116.50 -1 026.61 191 121.48 -2 720.691997 7 169.80 47 798.70 -24 317.81 126 674.99 -64 446.481998 27 125.29 180 835.28 133 036.58 479 245.44 352 570.451999 47 281.02 315 206.80 134 371.52 835 353.71 356 108.282000 51 575.01 343 833.42 28 626.62 911 219.32 75 865.602001 52 943.10 352 953.99 9 120.58 935 390.46 24 171.142002 54 802.92 365 352.80 12 398.80 968 249.46 32 859.012003 51 575.04 343 833.60 -21 519.20 911 219.79 -57 029.672004 55 172.45 367 816.35 23 982.75 974 778.31 63 558.52
95
-100-50
050
100150200250300350400
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Depr
esia
si (R
p m
ilyar
)
Depresiasi i=15% Depresiasi i=5.66%
Gambar 38 Perkembangan nilai depresiasi sumberdaya ikan pelagis
besar pada discount rate 15% dan 5.66%.
-40-20
020406080
100120140160
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Depr
esia
si (R
p m
ilyar
)
0
5
10
15
20
25
30
35
Effo
rt (r
ibu
trip)
Depresiasi i=15% effort
Gambar 39 Perkembangan nilai depresiasi dan effort sumberdaya ikan pelagis besar pada discount rate 15%.
96
-100
0
100
200
300
400
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Depr
esia
si (R
p m
ilyar
)
0
5
10
15
20
25
30
35
Effo
rt (r
ibu
trip)
Depresiasi i=5.66% effort
Gambar 40 Perkembangan nilai depresiasi dan effort sumberdaya ikan pelagis besar pada discount rate 5.66%
Tabel 26 dan Gambar 41 memperlihatkan perkembangan perubahan
depresiasi sumberdaya ikan pelagis kecil, dimana dari 21 tahun pengamatan,
depresiasi sumberdaya ikan pelagis kecil terjadi selama kurun waktu 6 tahun
yaitu pada tahun 1989, 1992, 1995, 1996, 1997 dan tahun 2003, dengan nilai
berkisar antara 265.02 juta sampai 24.05 milyar atau diperkirakan sebesar 52.63
milyar untuk market discount rate 15% dan antara 702.34 juta sampai 63.73
milyar atau sebesar 139.49 milyar untuk discount rate 5.66%. Rata-rata present
value untuk kedua discount rate berturut-turut adalah: 167.89 milyar dan 444.88
milyar. Berdasarkan hasil tersebut, dengan menggunakan discount rate yang
lebih rendah menghasilkan rata-rata present value dan nilai depresiasi yang lebih
tinggi. Perbandingan laju depresiasi sumberdaya ikan pelagis besar sesuai
dengan perkembangan effort seperti pada Gambar 42 dan 43.
Tabel 26 Perubahan depresiasi sumberdaya ikan pelagis kecil
Tahun Rente Lestari (Rp juta)
PV Rente Lestari 15% (Rp juta)
ΔPV Rente Lestari 15% (Rp juta)
PV Rente Lestari 5.66% (Rp juta)
ΔPV Rente Lestari 5.66% (Rp juta)
1984 5 172.01 34 480.06 34 480.06 91 378.25 91 378.251985 6 065.40 40 436.03 5 955.97 107 162.63 15 784.381986 7 246.29 48 308.61 7 872.58 128 026.36 20 863.731987 7 478.47 49 856.45 1 547.83 132 128.40 4 102.03
97
1988 8 394.05 55 960.33 6 103.88 148 304.75 16 176.351989 7 559 14 50 394.24 -5 566.09 133 553.64 -14 751.111990 9 238.63 61 590.87 11 196.63 163 226.68 29 673.051991 9 662.63 64 418.87 2 828.01 170 721.39 7 494.711992 8 691.75 57 945.01 -6 473.86 153 564.52 -17 156.871993 9 710.45 64 736.35 6 791.33 171 562.75 17 998.231994 13 470.36 89 802.38 25 066.03 237 992.18 66 429.421995 12 796.43 85 309.53 -4 492.85 226 085.33 -11 906.841996 12 755.68 85 044.51 -265.02 225.382.99 -702 351997 9 149.53 60 996.84 -24 047.67 161 652.41 -63 730.571998 31 344.51 208 963.42 147 966.57 553 789.97 392 137.551999 55 073.12 367 154.12 158 190.71 973 023.30 419 233.332000 61 012.31 406 748.76 39 594.64 1 077 956.08 104 932.782001 61 914.08 412 760.53 6 011.77 1 093 888.33 15 932.252002 65 134.31 434 228.73 21 468.20 1 150 782.86 56 894.532003 63 365.98 422 439.89 -11 788.84 1 119 540.35 -31 242.512004 63 545.81 423 638.76 1 198.87 1 122 717.57 3 177.23
-100
0
100
200
300
400
500
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Nila
i Dep
resi
asi (
Rp
mily
ar)
Depresiasi i=15% Depresiasi i=5.66%
Gambar 41 Perkembangan nilai depresiasi sumberdaya ikan pelagis kecil pada discount rate 15% dan 5.66%.
98
-50
0
50
100
150
200
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Dep
resi
asi (
Rp m
ilyar
)
0
2040
6080
100
120140
160
Effo
rt (ri
bu tr
ip)
Depresiasi i=15% effort
Gambar 42 Perkembangan nilai depresiasi dan effort sumberdaya ikan pelagis kecil pada discount rate 15%
-100
0
100
200
300
400
500
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Depr
esia
si (R
p m
ilyar
)
0
2040
6080
100
120140
160
Effo
rt (r
ibu
trip)
Depresiasi i=5.66% effort
Gambar 43 Perkembangan nilai depresiasi dan effort sumberdaya ikan pelagis kecil pada discount rate 5.66%.
5.8 Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Rezim pengelolaan sumberdaya perikanan yang berbeda akan
menghasilkan produksi, effort, biomas dan rente ekonomi yang berbeda pula.
Hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan rezim pengelolaan pada kondisi
maximum economic yield (MEY), maximum sustainable yield (MSY), dan open
access (OA) menggunakan fungsi produksi Gompertz. Hasil perbandingan ke
tiga rezim ini untuk biomas, produksi, effort dan rente ekonomi sumberdaya ikan
99
pelagis besar dapat dilihat pada Gambar 44 dan 45. Biomas tertinggi terdapat
pada kondisi MEY yaitu sebesar 26 599.61 ton, kemudian pada kondisi MSY
sebesar 16 929.23 ton dan terendah pada kondisi OA sebesar 12 019.17 ton.
Untuk produksi tertinggi terdapat pada kondisi MSY sebesar 15 044.16 ton,
kemudian pada kondisi OA sebesar 14 339.43 ton dan terendah pada kondisi
MEY sebesar 12 956.61 ton, sedangkan untuk effort tertinggi terdapat pada
kondisi OA sebesar 49 279.09 trip, selanjutnya pada kondisi MSY sebesar 36
705.90 trip dan terendah pada kondisi MEY sebanyak 20 120.15 trip. Untuk
rente ekonomi tertinggi terdapat pada kondisi MEY sebesar Rp. 60.26 milyar,
kemudian pada kondisi MSY sebesar Rp 37.02 milyar dan pada kondisi OA tidak
diperoleh rente ekonomi (0).
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
Bio
mas
(ton
)
MEY MSY Open acces
Rezim pengelolaan
Gambar 44 Rezim pengelolaan biomas ikan pelagis besar.
100
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
MEY MSY Openacces
aktual(2004)
rata-rata
Rezim Pengelolaan Pelagis Besar
Hasi
l tan
gkap
an (t
on),
effo
rt (tr
ip)
010000200003000040000500006000070000
rent
e ek
onom
i (R
p Ju
ta)
hasil tangkapan effort rente ekonomi
Gambar 45 Rezim pengelolaan hasil tangkapan, effort dan rente ekonomi ikan pelagis besar.
Bila dibandingkan dengan kondisi aktual tahun 2004, untuk hasil tangkapan
dan effort berada di bawah rezim MEY dan MSY sedangkan untuk rente ekonomi
lebih tinggi dibandingkan rezim MSY tetapi di bawah MEY, sedangkan untuk
rata-rata sepanjang tahun pengamatan, hasil tangkapan berada di bawah ke tiga
rezim, untuk effort berada antara MEY dan MSY dengan rente ekonomi yang
lebih rendah dari ke dua rezim tersebut. Untuk lebih jelasnya perbandingan
antara ke tiga rezim dengan kondisi aktual dan rata-rata ikan pelagis besar dapat
dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27 Perbandingan rezim pengelolaan MSY, MEY dan open access dengan kondisi aktual dan rata-rata ikan pelagis besar
Rezim
Pengelolaan Hasil
tangkapan (ton)
Effort (trip)
Nilai Rente (Rp milyar)
MSY 15 044.16 36 705.90 37.02
MEY 12 956.91 20 120.15 60.26
Open Access 14 339.43 49 279.09 0
Aktual (2004) 9 702.50 13 603.42 48.74
Rata-rata 12 827.37 22 216.93 24.13
101
Selanjutnya perbandingan rezim pengelolaan pada kondisi maximum
economic yield (MEY), maximum sustainable yield (MSY), dan open acces (OA)
untuk biomas, produksi, effort dan rente ekonomi sumberdaya ikan pelagis kecil
dapat dilihat pada Gambar 46 dan 47. Biomas tertinggi terdapat pada kondisi
MEY yaitu sebesar 53 360.06 ton, kemudian pada kondisi MSY sebesar 34
207.87 ton dan terendah pada kondisi OA sebesar 23 724.24 ton. Untuk
produksi tertinggi terdapat pada kondisi MSY sebesar 22 938.09 ton, kemudian
pada kondisi OA sebesar 21 730.06 ton dan terendah pada kondisi MEY sebesar
19 872.30 ton, sedangkan untuk effort tertinggi terdapat pada kondisi OA
sebanyak 270 989.17 trip, selanjutnya pada kondisi MSY sebanyak 198 387.57
trip dan terendah pada kondisi MEY sebanyak 110 183.12 trip. Untuk rente
ekonomi tertinggi terdapat pada kondisi MEY sebesar Rp. 70.47 milyar,
kemudian pada kondisi MSY sebesar Rp 44.89 milyar dan pada kondisi OA tidak
diperoleh rente ekonomi (0).
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
Bio
mas
(ton
)
MEY MSY Open acces
Rezim pengelolaan
Gambar 46 Rezim pengelolaan biomas ikan pelagis kecil.
102
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
MEY MSY Openacces
aktual(2004)
rata-rata
Rezim pengelolaan pelagis kecil
Has
il ta
ngka
pan
(ton)
, ef
fort
(trip
)
01000020000300004000050000600007000080000
rent
e ek
onom
i (Rp
juta
)
hasil tangkapan effort rente ekonomi
Gambar 47 Rezim pengelolaan hasil tangkapan, effort dan rente ekonomi ikan pelagis kecil
Bila dibandingkan dengan kondisi aktual tahun 2004, untuk tingkat hasil
tangkapan dan effort berada di bawah ketiga rezim, untuk rente ekonomi berada
antara MSY dan MEY, selanjutnya untuk rata-rata sepanjang tahun pengamatan,
hasil tangkapan dan effort berada di antara rezim MEY dan MSY dengan rente
ekonomi yang lebih rendah dari ke dua rezim tersebut. Untuk lebih jelasnya
perbandingan antara ke tiga rezim dengan kondisi aktual dan rata-rata ikan
pelagis kecil dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28 Perbandingan rezim pengelolaan MSY, MEY dan open access dengan kondisi aktual dan rata-rata ikan pelagis kecil
Rezim Pengelolaan
Hasil tangkapan (ton)
Effort (trip)
Nilai Rente (Rp milyar)
MSY 22 938.09 198 387.57 44.89
MEY 19 872.30 110 183.12 70.47
Open Access 21 730.06 270 989.17 0
Aktual (2004) 15 988.6 71 682.64 65.60
Rata-rata 20 195.73 106 177.72 36.21
103
Berdasarkan hasil perbandingan ketiga rezim pengelolaan di atas, untuk
mencapai pengelolaan yang optimal, maka rezim yang paling tepat digunakan
adalah rezim maximum economic yield (MEY) dimana dengan effort yang
rendah, produksi yang lebih rendah dibandingkan MSY diperoleh rente ekonomi
yang tertinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Millon et al. 1995,
bahwa rezim MEY lebih konservatif dibandingkan rezim MSY dan Open access.
5.9. Aspek Kesejahteraan Produsen Dengan menggunakan parameter biofisik dan ekonomi yang ada, sesuai
dengan metode yang diuraikan sebelumnya maka diperoleh surplus produsen
untuk setiap tahunnya baik untuk pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar
maupun pelagis kecil, seperti pada Tabel 29. Surplus yang seharusnya dapat
diterima nelayan setiap tahunnya untuk pemanfaatan sumberdaya pelagis besar
berkisar antara Rp 32.72 milyar sampai dengan Rp 396.55 milyar atau rata-rata
sebesar Rp 144.92 milyar, sedangkan untuk sumberdaya ikan pelagis kecil
berkisar antara Rp 38.43 milyar sampai dengan Rp 458.85 milyar atau rata-rata
sebesar Rp 170.16 milyar. Surplus produsen untuk pemanfaatan sumberdaya
ikan pelagis besar dan kecil memiliki kecenderungan mengalami peningkatan
setiap tahunnya, akan tetapi terjadinya peningkatan yang cukup besar antara
tahun 1997 dengan tahun 1998 disebabkan karena terjadinya krisis moneter
yang menyebabkan turunnya nilai rupiah terhadap dollar Amerika (Gambar 48).
Tabel 29 Nilai Surplus Produsen untuk sumberdaya ikan pelagis besar dan pelagis kecil
Surplus Produsen (Rp juta) Tahun Pelagis Besar Pelagis Kecil
1984 32 716.65 38 430.09 1985 38 223.84 44 909.00 1986 42 392.17 49 807.33 1987 42 040.10 49 394.42 1988 46 511.74 54 646.63 1989 41 937.35 49 271.68 1990 51 307.57 60 280.10 1991 53 739.91 63 156.07 1992 49 596.67 58 258.08
104
1993 53 946.21 63 366.63 1994 74 804.67 87 888.70 1995 71 509.18 84 014.11 1996 70 711.89 83 079.82 1997 50 767.81 59 646.73 1998 176 314.60 207 207.99 1999 318 323.40 373 991.36 2000 340 039.76 399 508.99 2001 362 340.06 425 835.64 2002 362 102.19 429 926.55 2003 367 496.98 431 861.96 2004 396 548.77 458 849.45
Rata-rata 144 922.45 170 158.63
0
100000
200000
300000
400000
500000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Surp
lus
prod
usen
(Rp
juta
)
pelagis besar pelagis kecil
Gambar 48 Perkembangan Surplus Produsen untuk pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar dan kecil.
Surplus produsen merupakan surplus yang diterima oleh produsen yang
merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang digunakan dalam
kegiatan perikanan. Surplus produsen juga menggambarkan tingkat
kesejahteraan nelayan dengan adanya pemanfaatan sumberdaya ikan melalui
kegiatan penangkapan. Dengan kecenderungan terjadinya peningkatan surplus
produsen setiap tahunnya hal ini juga menggambarkan terjadinya peningkatan
kesejahteraan nelayan dari tahun ke tahun. Akan tetapi bila dilihat kenyataan di
lapangan tingkat kesejahteraan nelayan masih memprihatinkan dan tidak terjadi
perbaikan yang signifikan setiap tahunnya. Hal ini karena surplus produsen itu
sendiri baru akan diperoleh oleh produsen apabila pengelolaan sumberdaya
105
dilakukan secara optimal. Hal ini juga dapat dilihat dari perbandingan antara
surplus produsen dengan rente aktual/penerimaan bersih yang diterima oleh
produsen, dimana rente aktual jauh lebih kecil dibandingkan dengan surplus
produsen (Gambar 49 dan 50). Hal ini juga dapat dilihat dari nilai rata-rata
surplus produsen dengan penerimaan riil yang diperoleh produsen saat ini
dimana nilai surplus produsen lebih besar karena untuk pelagis besar rata-rata
penerimaan bersih adalah sebesar Rp 24.13 milyar sedangkan untuk ikan
pelagis kecil penerimaan sebesar Rp 36.21 milyar.
0
100000
200000
300000
400000
500000
19841986
19881990
19921994
19961998
20002002
2004
Tahun
Rp
juta
surplus produsen rente aktual
0
100000
200000
300000
400000
500000
19841986
19881990
1992
19941996
1998
20002002
2004
Tahun
Rp
juta
surplus produsen rente aktual
Gambar 49 Gambar 50 Perbandingan surplus produsen Perbandingan surplus produsen dan rente aktual pelagis besar. dan rente aktual pelagis kecil. 5.10 Kapasitas Perikanan Tangkap 5.10.1 Efisiensi perikanan tangkap
Pengukuran efisiensi perikanan tangkap dilakukan dengan menggunakan
data sekunder (time series) dan data primer. Hasil analisis unit fisik
menggunakan software GAMS dan DEA Solver untuk sumberdaya ikan pelagis
besar disajikan pada Tabel 30 dan Gambar 51. Analisis dilakukan dengan
menggunakan time reference terdiri dari tiga saat pengamatan yaitu di awal
tahun pengamatan (1984), periode pertengahan tahun (1994) dan akhir periode
pengamatan (2004). Dalam analisis ini sebagai output adalah produksi aktual
dan lestari sedangkan sebagai input adalah effort per tahun. Tabel 29
memperlihatkan, dengan time reference awal tahun pengamatan (1984),
efisiensi tertinggi terjadi awal dan akhir periode pengamatan (1984, 2003 dan
2004) dan terendah terjadi pada tahun 1989. Pada periode setelah 1984 terjadi
penurunan efisiensi hal ini disebabkan terjadinya peningkatan input. Selanjutnya
pada tahun 2003 terjadi kembali peningkatan efisiensi hal ini disebabkan oleh
106
terjadinya penurunan input dan yang diikuti juga dengan penurunan produksi
akan tetapi dengan catch per unit effort (CPUE) yang lebih tinggi.
Tabel 30 Skor efisiensi unit fisik DEA untuk ikan pelagis besar
Skor DEA Tahun 1984 1994 2004 Min Max Avg
1984 0.94 0.72 0.92 0.73 0.94 0.86 1985 0.89 0.73 0.88 0.73 0.89 0.83 1986 0.80 0.66 0.79 0.66 0.80 0.75 1987 0.79 0.67 0.78 0.67 0.79 0.75 1988 0.71 0.65 0.71 0.65 0.71 0.69 1989 0.66 0.69 0.67 0.66 0.69 0.67 1990 0.75 0.82 0.76 0.75 0.82 0.78 1991 0.71 0.76 0.72 0.71 0.77 0.73 1992 0.75 0.74 0.76 0.74 0.76 0.75 1993 0.72 0.66 0.72 0.66 0.72 0.70 1994 0.70 0.72 0.71 0.70 0.72 0.71 1995 0.80 0.84 0.80 0.80 0.84 0.81 1996 0.79 0.86 0.80 0.79 0.86 0.82 1997 0.69 0.79 0.70 0.69 0.79 0.72 1998 0.81 1.00 0.83 0.81 1.00 0.88 1999 0.74 0.97 0.76 0.74 1.00 0.82 2000 0.77 0.96 0.79 0.77 1.00 0.84 2001 0.72 0.88 0.74 0.72 0.88 0.78 2002 0.76 0.68 0.76 0.68 0.76 0.73 2003 1.00 0.96 1.00 0.96 1.00 1.00 2004 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
1.10
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Sko
r E
fisie
nsi D
MU
Gambar 51 Trajektori Skor Efisiensi DEA ikan Pelagis Besar
107
Untuk mencapai tingkat efisiensi perlu dilakukan upaya perbaikan efisiensi.
Potensi perbaikan efisiensi penangkapan pelagis besar ini adalah dengan
menurunkan effort dan meningkatkan produksi aktual (Lampiran 19). Sepanjang
periode pengamatan potensi perbaikan effort berkisar antara 0% sampai dengan
31.42%. Dengan perbaikan effort ini akan dapat meningkatkan produksi aktual
berkisar antara 0% sampai dengan 55.64%. Hasil penilaian efisiensi untuk
sumberdaya pelagis kecil disajikan pada Tabel 31 dan Gambar 52. Efisiensi
yang tinggi terjadi pada awal periode pengamatan (1984,1985,1986) kemudian
berfluktuasi naik turun sampai terjadi efisiensi terendah pada tahun 2001,
selanjutnya pada tahun 2003 dan 2004 terjadi lagi peningkatan efisiensi yang
disebabkan terjadinya penurunan input yang diikuti juga dengan penurunan
produksi akan tetapi dengan catch per unit effort (CPUE) yang lebih tinggi.
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
1.10
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Skor
Efis
iens
i DM
U
Gambar 52 Trajektori skor efisiensi DEA ikan pelagis kecil
Tabel 31 Skor efisiensi unit fisik DEA untuk ikan pelagis kecil
Skor DEA Tahun 1984 1994 2004 Min Max Avg
1984 1.00 0.92 0.92 0.92 1.00 0.95 1985 1.00 0.91 0.91 0.91 1.00 0.94 1986 0.93 0.86 0.86 0.86 0.93 0.88 1987 0.87 0.81 0.81 0.81 0.87 0.83 1988 0.81 0.75 0.75 0.75 0.81 0.77 1989 0.79 0.74 0.74 0.74 0.79 0.75 1990 0.78 0.74 0.74 0.74 0.78 0.75 1991 0.78 0.73 0.73 0.73 0.78 0.75 1992 0.73 0.71 0.71 0.71 0.73 0.72 1993 0.80 0.81 0.81 0.80 0.81 0.80 1994 0.86 0.88 0.88 0.86 0.88 0.87 1995 0.88 0.92 0.92 0.88 0.92 0.91 1996 0.85 0.90 0.90 0.85 0.90 0.88 1997 0.82 0.89 0.89 0.82 0.89 0.87
108
1998 0.78 0.84 0.84 0.78 0.84 0.82 1999 0.74 0.81 0.81 0.74 0.81 0.79 2000 0.81 0.89 0.89 0.81 0.89 0.86 2001 0.72 0.79 0.79 0.72 0.79 0.77 2002 0.85 0.83 0.83 0.83 0.85 0.84 2003 0.95 1.00 1.00 0.95 1.00 0.99 2004 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
Untuk mencapai tingkat efisiensi perlu dilakukan upaya perbaikan efisiensi.
Potensi perbaikan efisiensi penangkapan pelagis kecil ini adalah dengan
menurunkan effort (Lampiran 8). Sepanjang periode pengamatan potensi
perbaikan effort berkisar antara 0% sampai dengan 27.04%. Dengan perbaikan
effort ini akan dapat meningkatkan produksi aktual berkisar antara 0% sampai
dengan 7.75%. Bila dibandingkan potensi perbaikan antara ikan pelagis besar
dan pelagis kecil, ternyata prosentase potensi perbaikan lebih besar untuk ikan
pelagis besar.
Berdasarkan hasil perhitungan efisiensi relatif pelagis besar dapat diketahui
bagaimana kondisi kapasitas penangkapan ikan pelagis besar yaitu dengan cara
mengalikan antara effort aktual atau kapasitas input yang digunakan dengan
efisiensi relatif sehingga diperoleh kapasitas yang optimal. Dari awal
pengamatan telah terjadi inefisiensi input sehingga terjadi kelebihan kapasitas
tangkap untuk menghasilkan output yang sama, selanjutnya pada akhir tahun
pengamatan (2004) terjadi peningkatan efisiensi sehingga kapasitas tangkap
aktual/kapasitas yang digunakan sama dengan kapasitas tangkap yang optimal
(Gambar 53).
109
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
tahun
Effo
rt (t
rip)
E rata Effort akt Eff effort EE rata
Gambar 53 Perbandingan kapasitas pelagis besar pada kondisi aktual dan optimal.
Untuk perikanan pelagis kecil telah terjadi kelebihan kapasitas perikanan
tangkap sejak awal periode pengamatan, karena seharusnya dengan input yang
lebih rendah akan dapat dihasilkan output yang sama, kapasitas yang sesuai
dengan kapasitas yang lestari baru terjadi pada akhir tahun pengamatan (2004)
dimana dengan nilai efisiensi relatif sama dengan 1 maka output yang dihasilkan
sebanding dengan input yang digunakan (Gambar 54).
020000400006000080000
100000120000140000160000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Effo
rt (tr
ip)
Effort Eff effort E rata EE rata
Gambar 54 Perbandingan kapasitas pelagis kecil pada kondisi aktual dan optimal. Kelebihan kapasitas input setiap tahunnya untuk penangkapan ikan pelagis
sangat ditentukan oleh skor efisiensinya apabila efisiensi tinggi berarti kelebihan
110
input berkurang atau lebih sedikit (Gambar 55 dan 56). Kelebihan input ini
setiap tahunnya apabila dikonversikan ke dalam unit moneter untuk pelagis
besar rata-rata mencapai 3.52 milyar per tahun sedangkan untuk pelagis kecil
rata-rata sebesar Rp 3.29 milyar (Tabel 32).
0
2000
4000
6000
8000
10000
198419
8519
8619
8719
8819
8919
9019
9119
9219
9319
9419
9519
9619
9719
9819
9920
0020
0120
0220
0320
04
Tahun
Kapa
sita
s in
put (
trip
)
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
Skor
Efis
iens
i
kelebihan kapasitas efisiensi
Gambar 55 Hubungan efisiensi dengan kelebihan kapasitas input untuk penangkapan ikan pelagis besar.
05000
10000150002000025000300003500040000
198419
8519
8619
8719
8819
8919
9019
9119
9219
9319
9419
9519
9619
9719
9819
9920
0020
0120
0220
0320
04
Tahun
Kapa
sita
s in
put (
trip)
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20Sk
or E
fisie
nsi
kelebihan kap efisiensi
Gambar 56 Hubungan efisiensi dengan kelebihan kapasitas input untuk penangkapan ikan pelagis kecil
Perhitungan opportunity cost pada Tabel 32, dihitung dari biaya riil yang
digunakan setiap kali operasi penangkapan ikan (biaya per trip). Bila kelebihan
111
kapasitas input dikonversikan kepada jumlah unit kapal, maka untuk
penangkapan ikan pelagis besar yang menggunakan kapal motor tonda
kelebihan kapasitas input rata-rata sebesar 4 935.74 trip setara dengan 188 unit
kapal motor tonda, bila untuk investasi kapal tonda diperlukan dana sebesar
Rp 75 000 000,- maka akan diperoleh opportunity cost yang dapat diinvestasikan
kepada alat tangkap lain yang lebih efisien sebesar Rp 14,1 milyar, demikian
juga untuk penangkapan ikan pelagis kecil menggunakan kapal motor bagan,
dengan kelebihan kapasitas sebesar 17 869.58 setara dengan 196 unit kapal
bagan, bila untuk investasi kapal bagan diperlukan dana sebesar Rp 110 000
000,-maka akan menghasilkan nilai investasi sebesar Rp 21.56 milyar. Bila
dibandingkan dengan kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB pada
tahun 2004 dengan harga konstan (2000) mencapai 5.57%.
Tabel 32 Opportunity cost dari kelebihan kapasitas input
Tahun Kelebihan kapasitas
pelagis besar (trip)
Nilai (Rp juta) Kelebihan kapasitas
pelagis kecil (trip)
Nilai (Rp juta)
1984 2 177.25 450.24 3 363.74 144.251985 2 806.14 678.12 4 067.10 203.851986 5 359.32 1 436.39 9 785.72 543.981987 5 460.69 1 451.45 16 141.18 889.861988 8 050.34 2 367.36 25 539.12 1 557.711989 9 490.22 2 516.30 28 705.25 1 578.621990 5 337.27 1 731.34 29 104.15 1 958.171991 7 017.25 2 384.23 29 536.65 2 081.491992 5 425.56 1 701.27 37 219.09 2 420.611993 6 770.15 2 308.44 23 298.49 1 647.701994 7 139.62 3 376.69 13 526.28 1 326.861995 4 160.68 1 881.05 8 958.21 830.641996 4 019.00 1 796.78 12 899.12 1 196.111997 7 665.87 2 460.56 14 958.59 995.851998 2 556.38 2 860.82 22 747.54 5 259.391999 4 472.53 9 001.35 28 886.27 12 058.052000 3 772.61 8 003.18 16 826.35 7 503.012001 5 674.70 13 000.11 32 520.95 15 452.492002 6 334.88 14 502.88 16 439.33 7 806.052003 0 0 838.02 403.832004 0 0 0 0
Rata-rata 4 935.74 3 519.46 17 869.58 3 292.93
Apabila nilai kelebihan kapasitas perikanan setiap tahunnya dibandingkan
dengan rata-rata nilai kelebihan baik untuk ikan pelagis besar maupun untuk ikan
112
pelagis kecil (Gambar 57 dan 58) terlihat bahwa pada awal-awal periode
pengamatan nilainya masih di bawah rata-rata akan tetapi setelah tahun 1998
nilai kelebihan ini sudah di atas rata-rata yang menunjukkan bahwa telah tejadi
overkapasitas dan baru terjadi perbaikan kembali pada akhir periode
pengamatan.
02000400060008000
10000120001400016000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
nila
i kel
ebih
an k
apas
itas
(Rp
juta
)
trajektori per tahun rata-rata
Gambar 57 Nilai kelebihan kapasitas sepanjang periode pengamatan dibandingkan dengan rata-rata nilai kelebihan kapasitas untuk ikan pelagis besar
02000400060008000
1000012000140001600018000
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Nila
i kel
ebih
an k
apas
itas
(Rp
juta
)
trajektori per tahun rata-rata
Gambar 58 Nilai kelebihan kapasitas sepanjang periode pengamatan dibandingkan dengan rata-rata nilai kelebihan kapasitas untuk ikan pelagis kecil
113
Selanjutnya penilaian efisiensi juga dilakukan untuk unit moneter.
Referensi output yang digunakan adalah rente lestari sedangkan referensi untuk
input adalah cost per unit effort (biaya per trip). Trajektori efisiensi unit moneter
untuk ikan pelagis besar dan pelagis kecil dapat dilihat pada Gambar 59 dan 60.
Hasil analisis efisiensi moneter menunjukkan bahwa untuk ikan pelagis besar
efisiensi tertinggi terjadi pada tahun 1999 dan 2004 dan efisiensi terendah terjadi
tahun 1984 dan 1986. Sedangkan untuk ikan pelagis kecil efisiensi tertinggi
terjadi pada tahun 2000, 2003 dan 2004 dan terendah pada tahun 1988 dan
1989. Bila dibandingkan dengan efisiensi fisik, rata-rata efisiensi fisik lebih tinggi
dibandingkan dengan efisiensi moneter, hal ini kemungkinan disebabkan karena
referensi input dan output yang digunakan berbeda dan biaya operasional yang
digunakan terlalu tinggi. Dari potensi perbaikan efisiensi yang dapat dilihat pada
lampiran 10 dan 11, untuk mencapai efisiensi ikan pelagis besar harus
menurunkan biaya per trip yang berkisar antara 0 – 51.64% atau rata-rata
sebesar 27.27%, sedangkan untuk ikan pelagis kecil biaya per unit effort yang
harus diturunkan berkisar antara 0 – 55.72% atau rata-rata sebesar 28.43%.
0.200.300.400.500.600.700.800.901.001.10
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Skor
Efis
iens
i
Gambar 59 Trajektori efisiensi DMU moneter ikan pelagis besar
114
0.200.300.400.500.600.700.800.901.001.10
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Sko
r Ef
isie
nsi D
EA_C
BA
Gambar 60 Trajektori efisiensi DMU moneter ikan pelagis kecil.
5.10.2 Efisiensi alat tangkap 5.10.2.1 Pukat cincin
Pengukuran efisiensi dan kapasitas kapal dilakukan dengan metode Data
Envelopment Analysis (DEA). Efisiensi teknis input dan output menggunakan
data fisik dan produksi kapal pukat cincin dengan menggunakan data primer
yang dikumpulkan pertengahan tahun 2004 selama 6 bulan dengan hasil seperti
pada Tabel 33. Dari 13 kapal pukat cincin yang ada yang memiliki efisiensi teknik = 1.00
yang berarti bahwa input yang digunakan sudah efisien sebanyak 5 kapal (38%),
efisiensi di atas 0.90 sebanyak 5 kapal (38%) dan di bawah 0.90 sebanyak 3
kapal (24%). Menurut Fare et al. (2000) apabila efisiensi input kecil dari 1 berarti
input yang digunakan tidak efisien dan dapat dikurangi sebesar 1 dikurangi nilai
efisiensi input, seperti untuk kapal yang pertama efisiensi input = 0.98 berarti
input dapat dikurangi sebesar 2% untuk menghasilkan output yang sama.
Secara keseluruhan dari hasil efisiensi teknis input kapal pukat cincin tingkat
efisiensinya cukup tinggi karena ke 13 kapal mempunyai efisiensi di atas 80%
atau efisiensi teknis rata-rata adalah 95% (Gambar 61). Kapal-kapal yang
memiliki efisiensi di bawah 1 dapat meningkatkan efisiensinya dengan
memperbaiki variabel input dan output yang ada (Gambar 62).
115
Tabel 33 Efisiensi teknis pendekatan input kapal pukat cincin
Output (kg) input Kapal Produksi pelagis kecil
Produksi pelagis besar
Tonnase kapal (GT)
Pan-jang kapal
Dayamesin (pk)
Upaya /trip
ABK (org)
Efisiensi teknis input
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13
11 612.9 20 633.7 16 639.9 18 430.2 8 551.5 8 646.9 9 375.0
20 376.4 19 374.0 17 935.2 11 623.2 12 119.7 17 416.4
27 950.6 19 642.9 12 448.9 18 318.2 32 948.9 35 036.2 22 847.0 17 657.8 12 056.3 13 088.2 22 009.9 25 497.5 15 754.1
25 30 23 27 25 26 24 25 26 25 26 25 25
21 22 17 22 20 21 19 20 21 20 21 20 20
120 120 100 160 100 160 160 120 120 120 120 120 120
51 45 56 56 46 49 47 51 47 68 69 62 55
15 15 13 14 15 19 14 14 14 13 14 13 14
0.98 1.00 0.99 0.96 1.00 1.00 0.84 1.00 0.98 0.95 0.85 1.00 0.87
Gambar 61 Distribusi efisiensi kapal pukat cincin.
116
Gambar 62 Potensi perbaikan efisiensi kapal pukat cincin.
Tabel 34 Efisiensi teknis pendekatan output kapal pukat cincin
Output (kg) Input Kapal Produksi pelagis
kecil
Produksi pelagis besar
Tonna se
kapal (GT)
Pan-jang kapal
Dayamesin (pk)
Upaya /trip
ABK (org)
Efisiensi
teknis output
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13
11 612.9 20 633.7 16 639.9 18 430.2 8 551.5 8 646.9 9 375.0
20 376.4 19 374.0 17 935.2 11 623.2 12 119.7 17 416.4
27 950.6 19 642.9 12 448.6 18 318.2 32 948.9 35 036.2 22 847.0 17 657.8 12 056.3 13 088.2 22 009.9 25 497.5 15 754.1
25 30 23 27 25 26 24 25 26 25 26 25 25
21 22 17 22 20 21 19 20 21 20 21 20 20
120 120 100 160 100 160 160 120 120 120 120 120 120
51 45 56 56 46 49 47 51 47 68 69 62 55
15 15 13 14 15 19 14 14 14 13 14 13 14
1.03 1.00 1.02 1.05 1.00 1.00 1.20 1.00 1.02 1.06 1.18 1.00 1.15
Kapal yang efisien pada pendekatan input akan efisien juga pada
pengukuran efisiensi dengan pendekatan output begitu juga sebaliknya kapal-
kapal yang inputnya tidak efisien dengan pendekatan output juga tidak efisien.
Nilai efisiensi output mengindikasikan seberapa banyak masing-masing kapal
dapat meningkatkan produksinya dengan input yang ada. Kapal-kapal yang
mempunyai nilai efisiensi teknis output sama dengan 1 berarti efisien yaitu
117
jumlah produksi yang dihasilkan sesuai dengan input yang digunakan,
sedangkan kapal-kapal yang memiliki nilai efisiensi teknis output lebih besar dari
1 berarti kapal tersebut seharusnya masih dapat meningkatkan outputnya
sebesar selisih antara nilai efisiensi yang ada dikurangi 1, contohnya untuk kapal
1 yang memiliki efisiensi teknis output 1.03 berarti masih dapat meningkatkan
produksi sebanyak 3%, jika penggunaan inputnya lebih efisien seperti kapal 2.
Kapasitas tangkap kapal pukat cincin di peroleh dari hasil perkalian ukuran
kapasitas dengan produksi aktual. Rata-rata ukuran kapasitas kapal pukat cincin
adalah 1.08 sehingga diperoleh kapasitas optimal untuk kapal pukat cincin
sebesar 38 634 kg per kapal selama 6 bulan pengamatan atau sebanyak 796.54
kg/trip (Tabel 35).
Tabel 35 Kapasitas kapal pukat cincin Output (kg) Input variabel Ka
pal Produksi pelagis kecil
Produksi pelagis besar
Ukuran kapasitas
(θ)
Kapasitas
(kg) upaya (trip)
ABK (org)
Upaya optimal
(trip)
ABK optimal
(org)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13
11 612.90 20 633.65 16 639.92 18 430.23 8 551.47 8 646.86 9 374.97
20 376.37 19 374.02 17 935.21 11 623.17 12 119.72 17 416.41
27 950.60 19 642.85 12 448.58 18 318.17 32 948.90 35 036.24 22 847.03 17 657.83 12 056.28 13 088.16 22 009.93 25 497.48
15 754.09
1.03 1.00 1.02 1.13 1.00 1.00 1.20 1.00 1.05 1.14 1.24 1.07 1.15
40 631.70 40 276.50 29 757.50 41 488.90 41 512.00 43 671.00 38 537.50 38 034.20 33 127.50 35 242.50 41 604.10 40 212.80 38 146.10
51 45 56 56 46 49 47 51 47 68 69 62 55
15 15 13 14 15 19 14 14 14 13 14 13 14
47.74 45.00 41.50 54.71 46.00 49.00 45.54 51.00 49.82 51.00 50.30 48.05 50.88
15.57 15.00 11.83 15.54 15.00 19.00 16.04 14.00 14.20 14.00 15.54 15.35 14.07
Pengukuran efisiensi dengan memasukkan nilai moneter menunjukkan
bahwa rata-rata efisiensi kapal pukat cincin adalah 0.82 (Tabel 35). Bila
dibandingkan dengan efisiensi teknis, rata-rata efisiensi moneter ini lebih rendah.
Hal ini memerlukan adanya perbaikan dalam biaya operasional per unit upaya.
Potensi perbaikan biaya per unit upaya ini berkisar antara 0% sampai dengan
49.44% atau rata-rata sebesar 24.19%
118
Tabel 36 Efisiensi kapal pukat cincin dengan memasukkan nilai moneter (DEA-CBA)
Output Input Kapal Produksi
(kg) Penerimaan
(RP) Upaya (trip)
Biaya operasional
(Rp)
Efisiensi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13
39 564 40 277 29 089 36 748 41 512 43 671 32 222 38 034 31 430 31 023 33 633 37 617 33 171
254 605 228,- 299 120 750,-
201 301 058 249 329 200,- 325 917 900,- 289 014 400,- 190 996 700,- 254 661 725,- 203 004 850,- 207 044 696,- 246 510 750,- 239 996 450,- 205 102 700,-
51 45 56 56 46 49 47 51 47 68 69 62 55
63 915 000,- 58 230 000,- 89 342 000,- 50 847 000,- 64 519 500,- 64 908 000,- 61 860 000,- 47 728 000,- 55 594 500,- 71 854 500,- 70 576 000,- 66 949 500,- 52 792.500,-
0.88 1.00 0.58 0.92 1.00 0.99 0.77 1.00 0.79 0.57 0.66 0.75 0.80
5.10.2.2 Pancing tonda Salah satu jenis alat tangkap di Propinsi Sumatera Barat yang digunakan
untuk menangkap ikan pelagis besar dengan daerah tangkapan di laut lepas di
atas 12 mil dari pantai adalah alat tangkap pancing tonda yang dioperasikan
dengan menggunakan kapal motor. Hasil perhitungan efisiensi input alat tangkap
pancing tonda dengan menggunakan sampel sebanyak 82 kapal motor adalah
seperti pada Tabel 37. Dari 82 kapal yang ada, sebanyak 18 kapal (21.95%)
memiliki efisiensi 1, 16 kapal (20.73%) skor efisiensi antara 0.90-0.99, 17 kapal
(19.51%) skor efisiensi antara 0.80 – 0.89, 18 kapal (21.95%) efisiensi berada
antara 0.70-0.79 sedangkan sebanyak 13 kapal (15.85%) skor efisiensinya di
bawah 0.70 (Gambar 63).
Secara keseluruhan kapal tonda ini cukup efisien karena memiliki efisiensi
rata-rata 82% atau sebanyak 51 kapal (63.19%) efisiensinya di atas 80%, akan
tetapi perlu ditingkatkan lagi, dimana potensi perbaikannya untuk masing-masing
variabel input ditunjukkan pada Gambar 64. Besarnya input yang harus
dikurangi untuk masing-masing variabel adalah: GT sebesar 22.02%, panjang
kapal 18.03%, mesin 18.63%, upaya penangkapan (trip) sebesar 21.34% dan
ABK sebanyak 17.06%. Dengan adanya pengurangan input tersebut akan
meningkatkan output sebesar 2.90%.
119
Tabel 37 Efisiensi teknis pendekatan input kapal tonda
Efisiensi Input
Jumlah kapal Prosentase (%)
1.00
0.90 – 0.99 0.80 – 0.89 0.70 – 0.79
< 0.70
18 16 17 18 13
21.95 20.73 19.51 21.95 15.85
Jumlah 82 100
Tabel 38 Efisiensi teknis pendekatan output kapal
tonda
Efisiensi Output
Jumlah kapal Prosentase (%)
1.00
1.01-1.10 1.11 – 1.20 1.21 – 1.30
1.31 - 1.40 > 1.40
17 15 9
14 10 17
20.73 18.29 10.98 17.07 12.20 20.73
Jumlah 82 100
Hasil penilaian efisiensi dengan pendekatan output untuk kapal tonda
disajikan pada Tabel 38. Kapal-kapal yang penggunaan inputnya efisien akan
sama dengan pendekatan output juga efisien. Efisiensi output kapal motor
tonda berkisar antara 1 – 1.68 atau rata-rata sebesar 1.22 yang berarti dengan
menggunakan input yang sama masih dapat ditingkatkan output atau produksi
sebesar 22% . Kapasitas tangkap kapal tonda diperoleh dari hasil perkalian
ukuran kapasitas dengan produksi aktual. Rata-rata ukuran kapasitas kapal
tonda adalah 1.30 sehingga diperoleh kapasitas optimal untuk kapal motor tonda
sebesar 15 900.18 kg per kapal selama 6 bulan pengamatan atau sebanyak
1 014.64 kg/trip (Lampiran 13).
120
Gambar 63 Distribusi efisiensi kapal motor tonda.
Gambar 64 Potensi perbaikan efisiensi kapal motor tonda
Penilaian efisiensi dengan pendekatan moneter (Lampiran 14)
menghasilkan nilai efisiensi moneter rata-rata sebesar 0.70. Hasil ini lebih
rendah dibandingkan efisiensi teknis dengan pendekatan input. Faktor penentu
rendahnya efisiensi moneter ini adalah karena tingginya biaya operasional per
trip. Untuk memperbaiki efisiensi moneter maka biaya operasionalnya perlu
diturunkan sebesar 0 – 52.60% atau rata-rata sebesar 29.80%.
121
5.10.2.3 Pukat payang Pengoperasian pukat payang menggunakan perahu motor tempel, dengan
mesin penggerak berkekuatan rata-rata 40 PK, panjang kapal rata-rata 12 meter
dan tonnase 2 GT. Hasil perhitungan efisiensi teknis input untuk alat tangkap
payang menunjukkan bahwa yang memiliki efisiensi input 1 sebanyak 13.10%,
efisiensi 0.90 – 0.99 sebanyak 8.33%, efisiensi antara 0.80 – 0.89% sebanyak
19.05%, efisiensi antara 0.70 – 0.79 sebanyak 28.57% dan efisiensi di bawah
0.70 sebanyak 30.95% secara keseluruhan rata-rata efisiensi teknis alat tangkap
payang adalah 78.90% (Tabel 39 dan Gambar 65).
Tabel 39 Efisiensi teknis pendekatan input perahu motor tempel payang
Efisiensi Input
Jumlah kapal Prosentase (%)
1.00
0.90 – 0.99
0.80 – 0.89
0.70 – 0.79
< 0.70
11
7
16
24
26
13.10
8.33
19.05
28.57
30.95
Jumlah 84 100
Tabel 40 Efisiensi teknis pendekatan output perahu motor tempel payang
Efisiensi Output
Jumlah kapal Prosentase (%)
1.00
1.01-1.10
1.11 – 1.20
1.21 – 1.30
1.31 – 1.40
>1.40
11
7
12
10
14
30
13.10
8.33
14.29
11.90
16.67
35.71
122
Jumlah 84 100
Gambar 65 Distribusi efisiensi perahu motor tempel payang.
Potensi perbaikan efisiensi alat tangkap payang dapat dilakukan dengan
mengurangi input dan meningkatkan output. Besarnya input yang harus
dikurangi untuk masing-masing variabel adalah: GT sebesar 22.29%, panjang
kapal 18.79%, mesin 18.63%, upaya penangkapan (trip) sebesar 18.23% dan
ABK sebanyak 18.30%. Dengan adanya pengurangan input tersebut akan
meningkatkan output sebesar 3.75% (Gambar 66).
Gambar 66 Potensi perbaikan efisiensi teknis perahu motor tempel payang.
Hasil penilaian efisiensi dengan pendekatan output untuk payang disajikan
pada Tabel 40. Efisiensi output perahu motor tempel payang berkisar antara 1 –
1.65 atau rata-rata sebesar 1.30 yang berarti dengan menggunakan input yang
sama masih dapat ditingkatkan output atau produksi sebesar 30% .
123
Kapasitas tangkap perahu motor payang di peroleh dari hasil perkalian
ukuran kapasitas dengan produksi aktual. Rata-rata ukuran kapasitas perahu
motor payang adalah 1.46 sehingga diperoleh kapasitas optimal untuk perahu
motor payang sebesar 31 403.65 kg per kapal selama 6 bulan pengamatan atau
rata-rata sebesar 260.90 kg/trip.
Hasil penilaian efisiensi moneter untuk alat tangkap payang diperoleh nilai
rata-rata efisiensi sebesar 0.59 (59%). Hasil ini lebih rendah dibandingkan
dengan efisiensi teknis. Untuk memperbaiki efisiensi moneter ini perlu dilakukan
pengurangan biaya operasional yang berkisar antara 0 – 64 % atau rata-rata
sebesar 41%.
5.10.2.4 Bagan Rata-rata efisiensi teknis kapal bagan adalah 0.50 (50%), rendahnya rata-
rata efisiensi ini disebabkan karena sebanyak 85.42% kapal bagan memiliki skor
efisiensi di bawah 0.70 (Tabel 41 dan Gambar 67 ). Gambar 63 menunjukkan
potensi perbaikan untuk bagan, dimana untuk output tidak ada lagi potensi untuk
peningkatan sedangkan untuk mencapai efisiensi perlu dilakukan pengurangan
input yang besarnya untuk setiap variabel adalah: tonnase kapal (GT) sebesar
21.29%, panjang sebesar 19.92%, mesin sebesar 20.15%, upaya penangkapan
(trip) sebesar 20.05% dan ABK sebanyak 18.59%.
Tabel 41 Efisiensi teknis pendekatan input kapal motor bagan
Efisiensi
Input Jumlah kapal Prosentase (%)
1.00
0.90 – 0.99 0.80 – 0.89 0.70 – 0.79
< 0.70
2 5 3 4
82
2.08 5.21 3.13 4.17
85.42
Jumlah 96
100
124
Gambar 67 Distribusi efisiensi kapal motor bagan.
Gambar 68 Potensi perbaikan efisiensi kapal motor bagan.
Hasil penilaian efisiensi dengan pendekatan output untuk kapal motor
bagan disajikan pada Tabel 42. Efisiensi output kapal motor bagan berkisar
antara 1 – 4.61 atau rata-rata sebesar 2.25 yang berarti dengan menggunakan
input yang sama masih dapat ditingkatkan output atau produksi sebesar 125% .
Tabel 42 Efisiensi teknis pendekatan output kapal motor bagan
Efisiensi Output
Jumlah kapal Prosentase (%)
1.00
1.01-1.10 1.11 – 1.20 1.21 – 1.30 1.31 – 1.40
>1.40
2 6 4 2
82
2.08 6.25 4.17 2.08
85.42
Jumlah 96 100
125
Kapasitas tangkap kapal motor bagan di peroleh dari hasil perkalian ukuran
kapasitas dengan produksi aktual. Rata-rata ukuran kapasitas kapal motor
bagan adalah 2.74 sehingga diperoleh kapasitas optimal untuk kapal motor
bagan sebesar 93 384.41 kg per kapal selama 6 bulan pengamatan atau rata-
rata sebesar 1 085.60 kg/trip. Hasil penilaian efisiensi moneter untuk kapal
bagan memberikan hasil rata-rata 0.52 (51.50%), nilai efisiensi moneter ini
hampir sama dengan nilai efisiensi teknis. Untuk memperbaiki efisiensi moneter
ini perlu dilakukan pengurangan biaya per unit effort yang berkisar antara 0 –
68% atau rata-rata sebesar 48.50%.
Berdasarkan hasil perhitungan efisiensi input untuk ke empat alat tangkap,
diketahui bahwa yang memiliki efisiensi input tertinggi adalah kapal pukat cincin
dengan rata-rata 0.95 (95%) dan yang paling rendah adalah bagan dengan rata-
rata efisiensi 0.50 (50%). Begitu juga dengan efisiensi pendekatan output yang
paling efisien adalah pukat cincin dengan efisiensi output rata-rata 1.05 dan yang
memiliki efisiensi output paling rendah adalah kapal motor bagan dengan
efisiensi rata-rata 2.25. Selanjutnya untuk efisiensi moneter alat tangkap yang
paling efisien juga pukat cincin dengan efisiensi rata-rata sebesar 82% kemudian
diikuti oleh tonda sebesar 70%, payang 59% dan alat tangkap yang paling tidak
efisien secara moneter adalah bagan 51.50%.
5.11 Implikasi Kebijakan Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari berbagai analisis yang
telah dilakukan, agar memberikan manfaat bagi keberlajutan usaha perikanan
tangkap di propinsi Sumatera Barat khususnya untuk sumberdaya ikan pelagis
besar dan kecil perlu dijabarkan dalam berbagai implikasi kebijakan, antara lain:
Pertama, dari analisis bioekonomi, menunjukkan bahwa pemanfaatan
sumberdaya pelagis kecil telah mendekati overfishing, dimana secara rata-rata
produksi aktual telah melebihi produksi lestari, walaupun masih berada di bawah
produksi optimal. Sesuai dengan alat tangkap yang digunakan, bahwa
penangkapan ikan pelagis kecil banyak dilakukan di daerah sekitar pantai,
sehingga selain faktor kelebihan input (overcapacity) juga disebabkan oleh faktor
lingkungan lainnya, yang ditunjukkan dengan laju degradasi yang lebih tinggi
dibandingkan sumberdaya pelagis besar, maka kebijakan yang dapat dilakukan
adalah meningkatkan efisiensi input, mengurangi jumlah alat tangkap yang
126
kurang efisien dimana dalam kajian ini alat tangkap bagan merupakan alat
tangkap yang paling tidak efisien, memperluas daerah jangkauan penangkapan,
pengalihan kepada bidang usaha lain yang masih berkaitan dengan kegiatan
perikanan seperti budidaya rumput laut dan ikan karang serta perbaikan
ekosistem yang mempengaruhi perairan sekitar pantai seperti ekosistem
mangrove dan terumbu karang.
Kedua, Pemanfaatan sumberdaya pelagis besar, yang wilayah penangkapannya
lebih jauh dari pantai, secara rata-rata tingkat pemanfaatannya masih berada
dibawah produksi lestari dan optimal, akan tetapi dilihat dari segi input secara
rata-rata telah terjadi kelebihan kapasitas hal ini disebabkan karena kurang
efisiennya penggunaan input baik fisik maupun moneter. Maka kebijakan yang
dapat dilakukan adalah memperbaiki efisiensi input seperti mengurangi jumlah
hari melaut, memperluas daerah jangkauan penangkapan, meningkatkan
kualitas hasil tangkapan sehingga memberikan harga jual dan penerimaan yang
lebih tinggi yang dapat mengimbangi biaya yang tinggi, serta melakukan
investasi untuk alat tangkap pukat cincin yang lebih efisien dibandingkan dengan
alat tangkap tonda.
Ketiga, Berdasarkan hasil perhitungan depresiasi sumberdaya ikan pelagis besar
dan kecil ternyata menunjukkan nilai kehilangan yang cukup besar, untuk itu
perlu pengelolaan sumberdaya perikanan secara lebih hati-hati, dan kaitannya
dengan kontribusi perikanan yang rendah terhadap PDRB, hendaknya nilai
depresiasi ini diperhitungkan dalam statistik pendapatan sub sektor perikanan.
Keempat, Berdasarkan hasil kajian efisiensi alat tangkap baik dari pendekatan
input, output maupun moneter, maka alat tangkap yang paling efisien adalah
pukat cincin. Dalam pengembangan alat tangkap ke depan hendaknya alat
tangkap pukat cincin ini lebih ditingkatkan jumlahnya sehingga memberikan
dampak yang positif baik bagi kelestarian sumberdaya ikan maupun
kesejahteraan para pelaku usahanya. Investasi yang dibutuhkan untuk alat
tangkap pukat cincin ini cukup tinggi maka langkah-langkah yang dapat
dilakukan adalah: kerjasama antara pengusaha perikanan yang memiliki modal
yang kuat dengan para nelayan, subsidi dari pemerintah, melakukan sosialisasi
agar alat tangkap ini dapat lebih diterima oleh masyarakat (nelayan) dan
meningkatkan kemampuan para nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap
pukat cincin, selanjutnya mengalihkan investasi dari alat tangkap yang kurang
efisien kepada alat tangkap yang efisien. Hal ini sesuai dengan hasil analisis
127
kapasitas dimana dengan adanya kelebihan kapasitas input maka terdapat
oppurtunity cost rata-rata sebesar 42,47 milyar rupiah, sehingga nilai yang cukup
besar ini dapat dialihkan kepada investasi yang lebih efisien seperti pukat cincin.
Kelima, Dalam rangka meningkatkan tingkat kesejahteraan nelayan/pelaku
usaha perikanan, maka kebijakan yang dapat dilakukan antara lain adalah:
meningkatkan nilai tambah (value added) dari hasil tangkapan seperti dengan
cara meningkatkan mutu hasil tangkapan dan diversifikasi pengolahan hasil
perikanan, selanjutnya meningkatkan ketrampilan dan kemampuan para nelayan
baik dalam penguasaan teknologi penangkapan dan penanganan ikan maupun
dalam manajemen usaha.
Keenam, Salah satu upaya untuk melestarikan sumberdaya ikan adalah melalui
koservasi untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang kemungkinan penerapan
marine protected area (MPA) pada lokasi-lokasi yang memungkinkan sehingga
sumberdaya perikanan akan mengalami apresiasi yang pada akhirnya akan
memberikan manfaat terhadap kesejahteraan masyarakat perikanan secara
keseluruhan. Pengembangan MPA dilakukan dengan mempertimbangkan secara
seksama faktor sosial ekonomi, karena tanpa mempertimbangkan kedua faktor
tersebut pengembangan MPA tidak akan berhasil (Fauzi, 2000b).
Ketujuh, Kebijakan lainnya yang dapat diterapkan dalam rangka pengurangan
kapasitas input atau peningkatan efisiensi input adalah dengan menerapkan
instrumen ekonomi seperti penetapan pajak pada input, dengan penerapan pajak
pada input akan menyebabkan peningkatan biaya per unit upaya, sehingga akan
mengurangi jumlah effort. Dalam jangka panjang dengan pengenaan pajak input
akan tejadi pengendalian upaya penangkapan karena dengan terjadinya
peningkatan biaya akan mendorong pelaku usaha untuk keluar dari perikanan
sampai terjadinya titik keseimbangan. Sebagai contoh pada rezim open access
untuk ikan pelagis kecil dengan pengenaan pajak input sebesar 5% akan
menyebabkan pengurangan effort dari 147 771.75 trip menjadi 145 201.42 trip.
Secara teoritis pengenaan pajak input dapat dilhat pada Gambar 69.
128
TC1
TR
TC2 Rp
Upaya/Effort E2 EMSY E1
Gambar 69 Pengaruh pajak per unit upaya terhadap keseimbangan
akses terbuka (Fauzi, 2004).
Dari Gambar 69 dapat dijelaskan bahwa dengan pengenaan pajak per satuan
upaya maka kurva total biaya (TC) bergeser dari TC1 menjadi TC2 dan
mengurangi jumlah upaya (effort) dari tingkat upaya sebesar E1 ke tingkat upaya
sebesar E2.
129
6 KESIMPULAN DAN SARAN
.1 Kesimpulan umberdaya ikan pelagis kecil secara rata-rata telah berada di
2) na untuk sumberdaya ikan
3) antara Rp 451.83 juta
4) h
5) tangkap di
setara dengan nilai moneter sebesar 24.85 milyar rupiah
61) Pemanfaatan s
atas produksi lestari tetapi masih berada di bawah produksi optimal,
sedangkan untuk sumberdaya ikan pelagis besar rata-rata produksi aktualnya
masih berada di bawah produksi lestari dan optimal, akan tetapi tetap
diperlukan kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Telah terjadi degradasi sumberdaya ikan, dima
pelagis kecil rata-rata tingkat degradasi setiap tahunnya sebesar 26%
sedangkan untuk ikan pelagis besar sebesar 25%. Laju degradasi memiliki
pola yang hampir sama dengan effort, laju degradasi akan meningkat apabila
effort meningkat begitu juga sebaliknya laju degradasi akan menurun apabila
effort menurun, dengan demikian terjadinya kelebihan kapasitas tangkap
akan meningkatkan laju degradasi sumberdaya ikan.
Depresiasi sumberdaya ikan pelagis besar berkisar
rupiah sampai Rp 24.32 milyar rupiah atau diperkirakan sebesar 56.95 milyar
rupiah untuk market discount rate 15% dan antara 1.20 milyar rupiah sampai
64.47 milyar rupiah atau sebesar 150.94 milyar rupiah untuk perhitungan
menggunakan real discount rate sebesar 5.66%. Sedangkan untuk
sumberdaya pelagis kecil dengan nilai berkisar antara 265.02 juta rupiah
sampai 24.05 milyar rupiah atau diperkirakan sebesar 52.63 milyar rupiah
untuk market discount rate 15% dan antara 702.34 juta rupiah sampai 63.73
milyar rupiah atau sebesar 139.49 milyar rupiah untuk discount rate 5,66%.
Nilai depresiasi ini merupakan kehilangan yang cukup besar yang dapat
mengurangi manfaat secara ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya ikan.
Rata-rata nilai surplus produsen per tahun untuk ikan pelagis besar adala
Rp 144.92 milyar dan untuk ikan pelagis kecil Rp 170.16 milyar.
Secara rata-rata selama tahun pengamatan kondisi perikanan
perairan pesisir Sumatera Barat sudah mengarah kepada kelebihan tangkap
(overcapacity), dimana untuk sumberdaya perikanan pelagis besar rata-rata
kelebihan kapasitas adalah 4 935.74 trip pertahun atau setara dengan nilai
moneter sebesar 17.62 milyar rupiah dan untuk pelagis kecil 17 869.58 atau
130
6)
alami peningkatan,
7)
i moneter, diketahui alat tangkap yang paling
6.2 1) alam mewujudkan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan di
Sumatera Barat, hendaknya Pemda menjadikan kapasitas perikanan
2)
beberapa upaya seperti
3)
eningkatan kemampuan ABK dan
Tingkat efisiensi perikanan tangkap dari waktu ke waktu mengalami
penurunan dan pada akhir periode pengamatan meng
efisiensi untuk ikan pelagis besar rata-rata 85% sedangkan untuk ikan
pelagis kecil rata-rata 89%.
Berdasarkan hasil analisis efisiensi alat tangkap, baik efisiensi teknis input
dan output, maupun efisiens
efisien adalah pukat cincin kemudian diikuti oleh tonda, payang dan terakhir
yang paling tidak efisien alat tangkap bagan.
Saran
D
Propinsi
sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan.
Dalam rangka meningkatkan tingkat kesejahteraan nelayan/pelaku usaha
perikanan, maka hendaknya dilakukan
meningkatkan nilai tambah (value added) dari hasil tangkapan seperti dengan
cara meningkatkan mutu hasil tangkapan dan diversifikasi pengolahan hasil
perikanan, selanjutnya meningkatkan ketrampilan dan kemampuan para
nelayan baik dalam penguasaan teknologi penangkapan dan penanganan
ikan maupun dalam manajemen usaha.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi perlu dilakukan perbaikan-perbaikan
baik dalam hal pengurangan input, p
peningkatan spesifikasi teknis kapal. Salah satu cara untuk meningkatkan
efisiensi melalui pengurangan input adalah dengan penetapan pajak pada
input, dengan penerapan pajak pada input akan menyebabkan peningkatan
biaya per unit upaya, sehingga akan mengurangi jumlah effort. Dalam jangka
panjang dengan pengenaan pajak input akan tejadi pengendalian upaya
penangkapan karena dengan terjadinya peningkatan biaya akan mendorong
pelaku usaha untuk keluar dari perikanan sampai terjadinya titik
keseimbangan. Cara lainnya yang dapat dilakukan untuk pengurangan effort
adalah dengan pembatasan masuk (limited entry) melalui izin usaha
penangkapan ikan. Alternatif lainnya adalah dengan memberlakukan kuota
yaitu dengan membatasi jumlah produksi sesuai dengan produksi lestari akan
tetapi untuk penerapannya diperlukan kajian lebih lanjut.
131
4)
litian ini adalah alat
5)
perlu dilakukan penelitian tentang kemungkinan
6)
angkap dan jenis ikan serta
Dalam pengembangan alat tangkap hendaknya Pemda memilih alat tangkap
yang lebih efisien salah satunya sesuai dengan hasil pene
tangkap pukat cincin.
Salah satu upaya untuk melestarikan sumberdaya ikan adalah melalui
koservasi untuk itu
penerapan marine protected area (MPA) pada lokasi-lokasi yang
memungkinkan sehingga sumberdaya perikanan akan mengalami apresiasi
yang pada akhirnya akan memberikan manfaat terhadap kesejahteraan
masyarakat perikanan secara keseluruhan.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan seperti analisis kapasitas per wilayah
kabupaten/kota, kapasitas menurut alat t
memperhitungkan faktor musim penangkapan.
132
DAFTAR PUSTAKA
nna S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan-Pencemaran [disertasi scasarjana Institut Pertanian Bogor.
Aziz Kdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional
Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut, Jakarta.
Bailey ternational Center for
Living Aquatic Resources Management, Manila, Philippines; Directorate
[BPS S
B) Sumatera Barat menurut lapangan usaha 2000-2004. Padang.
[Bakos Kelautan. Bogor.
harnes A, Cooper WW, Rhodes E. 1978. Measuring the Efficiency of Decision
ry. Marine Resources Economics: 2:115-140.
Cunninnagement.
esar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dickey Income. Di dalam: Rao BB, editor Cointegration
for the Applied Economist , New York. St. Martin’s Press, Inc, hlm 9-45.
[Diskan
A]. Bogor: Program Pa
A et al. 1998. Potensi Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumber
C, Dwiponggo A, Marahudin F. 1987. Indonesian Marine Capture Fisheries. ICLARM Studies and Reviews 10, In
General of Fisheries and Marine Fisheries Research Institute, Ministry of Agriculture, Jakarta, Indonesia.
umbar] Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat. 2005. Produk Domestik Regional Bruto (PDR
urtanal] Badan Koordinasi Survey dan Pemetaaan Nasional. 1998. Indonesia Atlas Sumberdaya
Charles AT. 2001. Sustainable Fishery Systems. Blackwell Science.
CMaking Units. Eur Journal. Opl. Res 2:429-444.
Clarke RP, Yoshimoto SS, Pooley SG. 1992. A Bioeconomic Analysis of the
Northwestern Hawaiian Islands Lobster Fishe
gham S. 1981. The Evolution of the Objective of Fisheries Management During 1970s. Ocean Ma
Dahuri R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis
Kelautan Orasi Ilmiah: Guru B
Institut Pertanian Bogor.
DA, Jensen DW, Thornton DL. 1994. A Primer on Cointegration with an Application to Money and
Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1985. Statistik Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1984.
[Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1986. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1985 . [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1987. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1986
133
Sumatera Barat.
tistik
n 2002.
. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1988. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1987. . [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1989. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1988. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1990. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1989. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1991. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1990. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1992. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1991. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1993. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1992. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1994. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1993. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1995. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1994. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1996. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1995. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1997. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1996. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1998. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1997. . [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1999. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1998. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 1999. Peluang
Pengembangan Investasi Perikanan di Propinsi [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 2000. Sta
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 1999. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 2001. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 2000. [Diskan Sumbar] Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 2002. Statistik
Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 2001. [DKP Sumbar] Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 2003.
Statistik Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahu
134
Jakarta.
ngkap tahun 2004.
Doring
n Lemuru. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta.
Enders
roup on the Management of Fishing. FAO Fisheries Report No. 615. Rome.
[FAO] ure 2000. Rome.
ange: a non parametric approach. Int.Econ.Rev.30.
Fare Rsity Press.
ssing Capacity in Fisheries When Data are Limited, presented at the International Institute Of Fisheries Conference
Fauzi
omi Perikanan, IPB, Bogor
an Seribu Marine Park. Paper presented at the International Conference on Economics of Marine
[DKP Sumbar] Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 2004. Statistik Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 2003.
[DKP Sumbar] Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sumatera Barat. 2005.
Statistik Perikanan Propinsi Sumatera Barat tahun 2004. [Ditjenkan Deptan] Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian. 1997.
Potensi dan Penyebaran Ikan Laut di Perairan Indonesia. [Ditjenkan Tangkap DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen
Kelautan dan Perikanan. 2005. Perkembangan Perikanan Ta
R. 2001. Concept of Sustainable Fisheries. Paper. Botanical Institute University of Greifswald, Greifswald.
Dwiponggo. A. 1982. Beberapa aspek biologi ikan lemuru, Sardinella spp. Di
dalam: Prosiding Seminar Perikana
W. 1995. Applied Econometrics Time Series, New York, John Wiley and Son Inc.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1998. Report of the FAO Technical
Working G
Food and Agriculture Organization. 2000. The State of World Fisheries and Aquacult
Fare R, Grosskopf S, Kokkenlenberg E. 1989. Measuring plant capacity
utilization and technical ch
, Grosskopf S, Lovell C. 1994. Production Frontier. New York, NY. Cambridge Univer
Fare R, Grosskopf S, Kirkley JE, Squires D. 2000. Data Envelopment Analysis
(DEA): A Framework for Asse
IIFET X 2000, July.
A. 2000a. Teori Ekonomi Sumberdaya Perikanan. Working Paper. Jurusan Sosial Ekon
Fauzi A. 2000b. An overview of Sosioeconomic Aspect of Indonesian Marine
Protected Area: A Perspective from Kepulau
Protected Area (MPA) Vancouver, Canada, July.2000.
135
auzi A. 2001a. Prinsip-prinsip Penelitian Sosial Ekonomi: Panduan Singkat Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
or Indonesian Small Pelagic Fishery.
h (Studi Kasus Perairan Pesisir DKI Jakarta). Jurnal Pesisir dan Lautan.
Fauzi kan Pembangunan Perikanan.
Jurnal Pesisir dan lautan,Volume 4 No.2.
Fauzi Jurusan
Sosial Ekonomi.
astal jects: A CBA-DEA Approach. Journal of Coastal and
Marine Resources. Special Issue.
Fauzi Amedia Pustaka Utama.
ohansen L. 1968. Production Functions and the Concept of Capacity. In:
r University Center for Study and Research.
King. M
paper prepared for FAO Technical Working Group on the Management of Fishing Capacity, La Jolla, USA, 15- 18 April
F
Fauzi A. 2001b. An Econometric Analysis of the Surplus Production Function:
An Application f Fauzi A. 2002. Menggagas Penerimaan Negara Melalui “Fishing (User) Fee”.
Warta Pesisir 04/III/2002.ISSN:1410-9514. Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, teori dan aplikasi,
Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. Fauzi A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan, Isu, Sintesis dan Gagasan,
Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. Fauzi A, Anna S. 2002a. Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan
Perikanan: Aplikasi Pendekatan Rapfis
A, Anna S. 2002b. Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan sebagai Bahan Pertimbangan Penentuan Kebija
A, Anna S. 2002c. Data Envelopment Analysis (DEA) KapasitasPerikanan di Perairan Pesisir DKI Jakarta, Working Paper
Fauzi A, Anna S. 2003. Assessment of Sustainability of Integrated Co
Management Pro
, Anna S. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta, PT Gra
Gordon HS. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resource: The
Fishery. Journal of Political Economy 62:124-142. Gujarati DN. 1995. Basic Econometrics: Ed ke-3. New York. Mc Graw-Hill, Inc.
JRecent Research on the Function of Production, Namur France: Namu
. 1995. Fisheries Biology, Assesment and Management. Fishing News Book. Great Britain.
Kirkley JE, Squires D. 1998. Measuring Capacity and Capacity Utilization in
Fisheries. Backgound
1998, 160 pp. Forthcoming, FAO Fisheries Report.
136
Kirkleyrnia, Departemen of
economics. San Diego.
Kirkleyin Developing Country Fisheries: The Malaysian
Purse Seine Fishery. American Agricultural Economics Association, 85:3.
Klein L
Journal of Economics, 99: 873-882.
esentation, World Fisheries Congress, Sidney, Australia. National Marine Fisheries Service,
Merta
alternatif Pengelolaannya [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Merta Iya Ikan Laut di Perairan Indonesia.
Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut, Jakarta.
Milon J 177.
Florida Sea Grant College Program University of Florida, Gainesville,
Monint
an. Makalah disampaikan pada Seminar Pengembangan Agribisnis Perikanan Berwawasan Lingkungan pada Sekolah Tinggi
Monint
akalang. Bahan Pelatihan Perencanaan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara
Morriso
mance Indicators. Berlin: Springer-Verlag.
Nontji.
JE, Squires D. 1999. Capacity and Capacity Utilization in Fishing Industries. Discussion Paper, University of Califo
JE, Squires D, Alam MF, Ishak HO. 2003. Excess Capacity and Asymmetric Information
R. 1960. Some Theoretical Issues in the Measurement of Capacity. Econometrica, 28.
Kula E. 1984. Derivation of Social Time Preference Rates for the US and
Canada. Quarterly Lindebo E, Hoff A, Vestergaard N. 2002. Economic and Physical Measures of
Capacity: A Comparative Analysis of Danish Trawlers. Mace PM. 1996. Developing and Sustaining World Fisheries Resources: The
State of the Science and Management. Keynote Pr
Silver Spring, Maryland.
IGS. 1992. Dinamika Populasi Ikan Lemuru. Sardinella lemuru Bleeker 1853 di Perairan Selat Bali dan
GS, Nurhakim S, Widodo J. 1998. Sumberdaya Perikanan Pelagis Kecil. Potensi dan Penyebaran Sumberda
W, Larkin SL, Ehrhardt NM. 1999. Bioeconomic Models of the Florida Commercial Spiny Lobster Fishery. Sea Grant Report Number
Florida.
ja DR. 1994. Pengembangan Perikanan Tangkap Berwawasan Lingkung
Perikanan Jakarta, Agustus 1994, Jakarta.
ja DR. 1997. Pengembangan Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan: Catatan tentang Usaha Penangkapan C
Terpadu. PK-SPL IPB-Ditjen Bangda. November-Desember 1997.
n CJ. 1993. A Microeconomic Approach to the Measurement of Economic Performance: Productivity Growth, Capacity Utilization, and Perfor
A. 1993. Laut Nusantara, Jakarta, Djambatan.
137
an Ekologis, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Pariwo al Phenomena in Asean Region, Australian Cooperative Programmes in Marine Sciences. Prelim. Rep. FIAM, South
[Puslitb ologi LIPI] Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2001. Potensi, Pemanfaatan dan
Saanin Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Volume I dan II, Jakarta,
Bina Cipta.
Seijo JC, Defeo O, Salas S. 1998. Fisheries Bioeconomics Theory, Modelling and Management. FAO Fisheries Technical Paper 368.
Sparre Tropis. Buku 1: Manual. Kerjasama Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan
Tinung ga Hasil
Tangkapan Maksimum Lestari untuk Menunjang Pengelolaan Perikanan
Uktolse 998. Sumberdaya Ikan Pelagis Besar. Potensi dan
Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi
Walden g Technical Efficiency and Capacity in
Fisheries by Data Envelopment Analysis Using the General Algebraic
Walden JE. 2000b. Measuring Capacity of the New England Otter
Trawl Fleet. IIFET 2000 Proceedings, Oregon State University.
Ward J nt. IIFET 2000 Proceedings, Oregon State University.
Ward JM, Kirkley JE, Metzner R, Pascoe S. 2004. Measuring and Assessing Capacity in Fisheries, Basic Concept and Management Options. FAO
WCED ord Univ. Press
Nybakken JW. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekat
no JI. 1985. Tides and Tid
Australia.
ang Osean
Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Jakarta.
H. 1984.
P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan
Bangsa-Bangsa dengan Badan Penelitian Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Jakarta, Indonesia.
ki GM. 2005. Evaluasi Model Produksi Surplus dalam Mendu
Lemuru di Selat Bali [disertasi] Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
ja JCB. et al. 1
Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
JB, Kirkley JE. 2000a. Measurin
Modeling system (GAMS): A Workbook. NOAA Technical Memorandum NMFS-Ne-160.
JB, and Kirkley
. 2000. Capacity, Excess Capacity and Fisheries Manageme
Fisheries Technical Paper. 4331:1. Rome.
. 1987. Our Common Future, New York. Oxf
137
Lampiran 1. Disagregasi hasil tangkapan perikanan pelagis besar
Produksi (ton) Tahun tenggiri tuna cakalang tongkol
1984 1 007.40 1 281.20 3 602.30 3 150.80 1985 393.20 1 208.50 3 881.80 3 595.70 1986 613.80 1 404.70 4 500.50 4 696.70 1987 526.30 2 160.50 4 636.40 5 148.00 1988 637.70 2 669.90 5 428.60 5 544.60 1989 1 021.30 3 700.80 7 101.40 7 355.50 1990 1 079.46 3 911.74 7 507.23 7 774.76 1991 1 434.90 3 341.40 8 941.10 9 533.20 1992 3 471.80 5 488.30 5 898.00 6 395.70 1993 4 606.30 4 134.90 4 698.50 5 032.40 1994 2 376.20 5 094.60 6 719.00 6 025.60 1995 2 947.40 6 816.30 7 421.10 6 587.00 1996 2 274.40 6 322.90 8 157.20 7 209.70 1997 1 760.60 8 664.30 9 118.40 7 996.20 1998 1 669.30 8 843.80 9 392.20 8 903.20 1999 1 539.80 6 702.80 11 017.30 11 301.40 2000 1 541.20 5 715.80 10 157.50 9 864.20 2001 2 056.90 5 226.70 9 319.70 12 601.00 2002 1 547.80 4 336.60 4 689.70 4 778.40 2003 3 626.70 3 802.60 8 876.40 12 088.30 2004 2 963.30 3 266.00 9 293.10 8 736.40
Hasil tangkapan total alat tangkap Pukat Cincin dan Pancing Tonda
Produksi total per alat tangkap(ton) Tahun Pukat cincin Pancing Tonda
Jumlah
1984 990.20 6.251.80 7 242.00 1985 870.70 7.305.60 8 176.30 1986 1 188.50 8.347.80 9 536.30 1987 1 930.10 8.967.50 10 897.60 1988 2 271.50 11 645.00 13 916.50 1989 3 399.20 14 442.20 17 841.40 1990 3 579.40 15 207.60 18 787.00 1991 3 795.90 14 604.90 18 400.80 1992 4 998.30 11 633.40 16 631.70 1993 3 564.50 10 063.80 13 628.30 1994 4 511.30 13 044.00 17 555.30 1995 4 476.30 13 267.70 17 744.00 1996 5 021.80 14 686.20 19 708.00 1997 6 456.60 15 889.80 22 346.40 1998 6 479.80 20 192.70 26 672.50 1999 4 197.70 21 742.10 25 939.80 2000 5 037.30 21 360.50 26 397.80 2001 4 402.70 19 939.70 24 342.40 2002 3 588.40 10 459.80 14 048.20 2003 2 729.70 8 726.70 11 456.40 2004 2 500.70 10 382.90 12 883.60
138
139
140
Lampiran 3. Disagregasi hasil tangkapan ikan pelagis kecil
Produksi per jenis ikan (ton) Tahun layang selar teri tembang kembung lemuru
1984 1 301.30 932.50 4 075.60 1 820.70 3 983.90 401.40 1985 1 624.30 1 114.00 3 477.50 1 658.20 3 823.20 283.50 1986 1 699.40 1 479.30 4 543.10 1 858.30 4 320.90 380.00 1987 1 274.90 1 889.30 4 992.10 1 837.00 4 637.70 434.80 1988 1 585.80 2 338.00 5 873.10 2 288.30 5 003.90 357.40 1989 1 614.60 1 653.20 5 627.70 3 138.60 4 164.20 348.20 1990 1 706.74 1 747.43 5 948.47 3 317.45 4 401.55 338.04 1991 1 588.70 1 110.30 8 993.50 2 954.20 4 206.80 236.40 1992 1 781.30 2 160.70 10 631.20 2 517.90 4 022.30 270.90 1993 2 696.30 3 354.90 10 367.70 3 034.50 3 640.90 291.30 1994 2 526.60 2 605.90 13 406.80 3 821.10 3 877.20 454.50 1995 1 812.90 1 914.70 14 355.90 3 252.00 3 759.30 511.10 1996 2 032.20 2 167.90 16 361.90 3 852.50 4 356.00 683.70 1997 2 273.01 2 456.50 19 839.60 3 472.20 4 330.10 850.20 1998 1 903.70 2 371.40 20 470.30 3 877.50 4 199.90 906.00 1999 1 918.20 2 513.70 19 838.30 7 769.60 3 543.90 1 490.10 2000 2 029.10 2 673.70 21 207.10 6 456.90 4 179.30 1 233.90 2001 2 305.30 3 472.60 19 897.90 7 619.40 5 047.80 1 233.90 2002 1 215.40 2 382.10 7 766.20 3 071.40 10 158.60 673.40 2003 1 072.80 4 219.60 11 814.30 4 477.60 8 742.10 1 192.00 2004 1 404.90 3 019.90 4 772.00 2 985.30 6 849.50 1 141.20 Hasil tangkapan ikan pelagis kecil per alat tangkap (ton)
Produksi per alat tangkap (ton) Tahun Payang Pkt.pantai Pkt.cincin J.i.hanyut Bagan
Jumlah
1984 2 620.90 3 148.80 990.20 1 852.20 6 325.10 14 937.201985 2 974.50 2 477.50 870.70 1 332.80 5 757.80 13 413.301986 4 385.10 3 090.10 1 188.50 1 373.30 6 161.30 16 198.301987 4 413.90 3 045.40 1 930.10 2 451.40 6 687.30 18 528.101988 4 827.60 3 352.10 2 271.50 2 057.90 7 630.20 20 139.301989 5 480.30 3 073.40 3 399.20 1 874.30 7 894.90 21 722.101990 5 770.80 3 236.30 3 579.40 1 973.60 8 313.30 22 873.401991 6 710.30 3 746.90 3 795.90 2 067.80 9 477.90 25 798.801992 10 042.80 2 869.40 4 998.30 2 021.70 10 739.40 30 671.601993 10 816.40 3 817.20 3 564.50 3 105.40 16 766.40 38 114.901994 9 057.70 3 875.40 4 511.30 2 057.70 18 432.50 37 934.601995 5 926.80 4 549.10 4 476.30 2 046.40 21 365.10 38 363.701996 8 718.90 4 124.40 5 021.80 2 251.60 24 232.40 44 349.101997 9 283.30 4 445.00 6 456.60 2 046.40 26 857.10 49 440.401998 8 474.40 4 761.60 6 479.80 2 251.60 22 260.80 44 503.601999 10 150.90 3 767.00 4 197.70 2 398.40 26 016.30 46 745.102000 10 910.20 3 368.30 5 037.30 2 526.80 27 566.90 51 178.202001 13 348.10 4 079.30 4 402.70 2 613.20 27 691.10 53 605.002002 6 847.10 2 548.80 3 588.40 4 295.50 17 857.00 33 099.202003 11 388.80 6 667.10 2 729.70 4 083.80 27 576.10 52 584.102004 8 261.90 6 590.90 2 500.70 2 257.90 21 591.40 42 164.00
140
Lampiran 3. lanjutan
Share oleh payang Share oleh pukat pantai Tahun layang selar teri tembang kembung lemuru layang selar teri tembang kembung lemuru
1984 278.4 186.0 24.4 234.0 537.1 143.7 12.9 299.7 765.1 127.2 121.7 52.7 1985 374.1 235.5 38.6 292.6 578.1 131.2 13.3 301.2 523.5 103.3 92.7 17.3 1986 624.7 390.8 74.4 457.6 847.7 92.9 20.2 322.1 707.2 110.0 206.2 9.4 1987 598.5 340.1 133.4 455.4 771.1 104.6 34.5 587.1 809.6 96.5 196.6 32.5 1988 705.8 467.8 238.3 592.2 819.0 15.0 54.2 667.8 912.7 154.8 162.5 41.1 1989 915.4 284.4 332.7 711.5 523.7 78.4 43.7 451.0 865.7 173.9 139.4 25.5 1990 967.6 300.6 351.7 752.1 553.6 82.7 46.2 476.7 915.0 183.8 147.3 27.0 1991 694.0 341.6 516.6 307.7 447.8 35.1 71.9 288.1 1 715.1 225.7 68.3 4.9 1992 849.8 917.6 518.7 625.4 977.5 36.2 52.3 99.9 1 999.2 62.2 65.8 3.6 1993 1 271.3 1 168.9 638.9 1 016.3 920.0 43.8 57.8 114.7 1 472.9 77.3 75.7 4.0 1994 957.8 754.8 639.6 1 016.0 1 482.0 157.2 101.0 146.6 992.4 85.1 144.4 6.2 1995 370.3 348.3 915.9 379.9 1 053.6 262.2 104.5 120.8 994.0 88.2 168.2 7.7 1996 432.3 307.7 1 070.0 478.8 1 379.4 163.0 71.8 113.2 1 199.8 107.7 208.1 8.1 1997 369.1 318.10 683.9 255.7 1 447.6 231.3 27.1 69.9 1 528.2 106.2 145.5 13.3 1998 320.8 275.4 562.0 214.9 1 073.0 228.5 17.9 61.8 1 397.5 124.7 165.1 31.5 1999 116.0 613.1 731.2 2 559.2 879.3 874.9 12.3 16.2 1 557.8 88.6 99.6 18.3 2000 103.3 633.8 435.1 1 592.6 872.4 598.5 20.3 26.6 1 032.9 100.8 142 150.3 2001 115.0 874.4 558.1 2 038.1 1 715.8 508.4 34.2 20.5 825.3 80.6 165.7 27.5 2002 84.8 466.6 362.1 706.4 1 087.9 234.0 41.9 15.1 562.6 70.3 164.9 27.6 2003 115.2 803.4 561.1 418.1 643.7 230.0 31.4 23.5 1 462.6 173.1 125.6 15.7 2004 103.6 405.4 423.1 244.8 743.7 253.0 29.6 34.6 590.2 178.2 116.7 21.6
141
Lampiran 3. lanjutan
Share oleh pukat cincin Share oleh jaring insang hanyut Tahun layang selar teri tembang kembung lemuru layang selar teri tembang kembung lemuru
1984 81.3 47.7 0.0 56.2 478.8 69.5 21.4 63.3 0.0 161.6 378.3 45.1 1985 15.6 40.7 0.0 25.4 519.1 35.0 25.9 38.6 0.0 117.0 307.5 24.4 1986 18.6 10.8 0.0 39.3 451.9 76.2 32.7 61.6 0.0 114.6 537.5 16.5 1987 22.0 19.0 0.0 63.7 658.2 104.3 33.3 39.8 0.0 26.1 1 095.1 17.1 1988 25.4 27.3 0.0 132.6 618.6 97.0 133.2 146.2 0.0 18.2 966.5 27.4 1989 35.7 38.9 0.0 167.4 826.1 135.6 387.1 132.4 0.0 7.6 694.2 29.2 1990 37.9 41.2 0.0 176.9 873.2 113.3 409.2 139.9 0.0 8.0 733.8 28.8 1991 58.7 57.2 0.0 192.8 184.6 140.6 435.6 76.4 0.0 11.6 453.7 18.3 1992 72.8 77.2 0.0 229.3 1 064.6 198.4 355.8 534.4 0.0 5.2 544.0 22.9 1993 86.1 89.4 0.0 239.4 832.9 207.4 576.2 969.9 0.0 31.3 456.4 33.5 1994 116.7 127.7 0.0 312.8 346.3 263.4 265.1 512.4 0.0 9.3 242.4 38.1 1995 137.5 156.9 0.0 382.2 730.0 211.0 117.5 283.2 0.0 19.4 438.7 40.7 1996 145.6 212.0 0.0 389.3 404.7 453.3 135.7 348.0 0.0 28.3 136.5 39.2 1997 449.5 451.6 0.0 314.1 458.8 476.3 168.2 348.4 0.0 123.7 144.9 35.3 1998 164.6 270.8 0.0 479.7 455.1 524.1 152.6 331.0 0.0 30.2 137.0 32.1 1999 137.2 223.0 0.0 358.0 375.8 437.5 121.9 386.3 0.0 244.0 466.6 28.9 2000 212.4 250.0 0.0 259.9 327.8 366.4 158.6 421.3 0.0 261.3 180.8 31.3 2001 197.2 306.4 0.0 224.2 445.4 353.3 281.5 457.1 0.0 345.3 374.9 29.2 2002 73.8 169.7 0.0 53.3 615.8 168.2 413.0 280.3 0.0 198.9 181.2 19.9 2003 103.0 337.3 0.0 24.5 1 252.0 113.2 224.3 375.5 0.0 70.2 279.1 11.3 2004 195.5 200.5 0.0 32.8 1 027.6 115.1 225.2 759.2 0.0 90.2 195.5 19.8
142
Lampiran 3. lanjutan
Share oleh bagan Tahun layang selar teri tembang kembung lemuru
Jumlah
1984 587.8 87.5 2 901.9 924.2 664.0 45.6 9 397.11985 736.8 147.8 2 532.7 759.4 703.1 34.5 8 764.91986 566.5 105.4 3 198.9 758.9 515.4 27.8 10 395.81987 319.2 72.7 3 681.2 898.8 554.7 36.0 11 801.11988 149.0 61.2 4 348.8 1 058.6 819.5 31.6 13 280.21989 34.4 107.2 3 973.3 1 747.1 682.2 31.6 13 575.31990 36.4 113.3 4 199.8 1 846.7 721.1 33.4 14 317.11991 99.7 232.0 5 571.6 1 847.0 635.9 6.9 14 739.41992 242.5 190.5 7 366.3 1 559.6 653.8 10.5 19 336.01993 589.0 741.0 7 523.6 1 560.8 769.6 12.1 21 580.21994 921.0 557.6 9 840.8 2 850.9 141.3 10.3 22 566.11995 960.5 675.8 11 303.9 2 017.3 723.7 12.1 23 024.01996 1 080.4 771.0 12 640.1 2 828.1 1 167.8 42.4 26 362.31997 1 114.1 803.3 15 673.3 2 654.1 1 180.9 116.7 29 709.11998 1 156.5 1 183.5 15 906.4 2 988.9 1 525.7 117.2 29 928.51999 1 448.6 1 104.6 14 859.5 4 425.7 1 497.7 151.7 33 833.52000 1 447.6 1 213.8 15 203.9 4 061.6 1 878.1 107.1 32 090.52001 1 496.1 1 648.6 14 301.1 4 161.9 1 735.4 290.8 33 612.02002 497.1 1 309.7 6 091.9 1 881.1 1 543.4 201.3 17 522.82003 570.1 1 478.4 6 907.6 3 023.9 2 375.2 256.8 22 005.82004 688.1 1 232.3 3 758.7 2 040.9 1 937.7 325.0 15 988.6
143
Standarisasi Effort untuk penangkapan ikan pelagis besar
Effort CPUE Indeks Tahun payang pk.pti pk.ccn j.i.hanyut bagan payang pk.pti pk.ccn j.i.hanyut bagan payang pk.pti pk.ccn j.i.hanyut bagan
1984 29 304.8 31 011.5 1 413.4 21 927.4 37 306.1 0.048 0.044 0.519 0.031 0.140 0.343 0.318 3.715 0.219 1.000 1985 33 845.2 38 050.9 1 409.3 27 233.5 38 005.7 0.049 0.028 0.451 0.019 0.129 0.377 0.214 3.489 0.146 1.000 1986 37 821.1 51 163.2 1 120.8 31 227.6 40 577.7 0.066 0.027 0.532 0.024 0.127 0.516 0.211 4.177 0.192 1.000 1987 40 803.0 54 785.5 1 243.7 29 705.8 44 755.0 0.059 0.032 0.697 0.041 0.124 0.474 0.258 5.610 0.328 1.000 1988 51 201.5 55 032.2 1 635.0 47 221.7 52 969.9 0.057 0.036 0.562 0.027 0.122 0.466 0.293 4.600 0.224 1.000 1989 45 479.5 49 687.3 1 929.6 47 161.7 55 274.1 0.063 0.034 0.624 0.027 0.119 0.526 0.287 5.244 0.223 1.000 1990 50 945.3 45 813.4 1 901.9 48 450.6 56 517.5 0.059 0.039 0.653 0.027 0.123 0.480 0.319 5.312 0.221 1.000 1991 34 301.1 51 591.4 1 018.8 34 540.3 67 276.6 0.068 0.046 0.622 0.029 0.125 0.547 0.369 4.987 0.231 1.000 1992 37 610.8 58 539.8 2 094.6 51 002.2 68 904.5 0.104 0.039 0.784 0.029 0.145 0.717 0.268 5.390 0.197 1.000 1993 45 363.9 38 791.4 1 381.9 49 882.4 60 904.5 0.112 0.046 1.053 0.041 0.185 0.602 0.251 5.684 0.224 1.000 1994 45 893.7 28 071.6 1 118.7 36 220.7 66 035.7 0.099 0.053 1.043 0.029 0.217 0.456 0.242 4.809 0.136 1.000 1995 48 901.1 24 930.0 1 461.7 31 855.2 67 086.8 0.068 0.068 1.107 0.028 0.234 0.291 0.254 4.731 0.121 1.000 1996 41 887.6 30 096.6 1 460.5 20 827.7 75 555.6 0.091 0.091 1.099 0.033 0.245 0.373 0.231 4.481 0.135 1.000 1997 34 938.6 30 763.4 1 731.5 21 225.8 83 435.7 0.095 0.095 1.242 0.039 0.258 0.366 0.238 4.810 0.150 1.000 1998 29 676.4 27 752.9 1 533.3 18 461.9 96 604.8 0.090 0.090 1.235 0.037 0.237 0.381 0.274 5.217 0.156 1.000 1999 46 271.4 32 275.6 1 449.5 32 202.3 95 492.1 0.125 0.125 1.057 0.039 0.246 0.507 0.226 4.296 0.158 1.000 2000 36 624.4 28 105.0 1 211.4 23 874.6 89 557.7 0.116 0.116 1.169 0.044 0.267 0.433 0.196 4.379 0.165 1.000 2001 42 052.8 18 044.9 1 218.0 33 603.3 99 420.6 0.138 0.138 1.253 0.044 0.238 0.581 0.269 5.272 0.186 1.000 2002 39 658.9 24 215.5 1 127.9 43 039.3 67 574.5 0.074 0.074 0.958 0.025 0.171 0.435 0.214 5.619 0.149 1.000 2003 24 716.6 22 953.5 2 274.8 22 146.5 55 644.8 0.112 0.112 0.804 0.043 0.263 0.427 0.304 3.064 0.165 1.000 2004 32 156.1 12 108.4 2 092.7 37 471.7 44 756.0 0.068 0.068 0.751 0.034 0.223 0.303 0.359 3.367 0.154 1.000
144
lanjutan
Standarisasi Effort Tahun payang pk.pti pk.ccn j.i.hanyut bagan
Total standarisasi effort
1984 10 048.5 9 874.5 5 251.2 4 794.5 37 306.1 67 274.71985 12 761.4 8 130.4 4 917.1 3 970.5 38 005.7 67 785.01986 19 517.4 10 786.7 4 681.5 5 984.4 40 577.7 81 547.61987 19 334.6 14 134.7 6 977.2 9 746.6 44 755.0 94 948.11988 23 860.1 16 113.6 7 520.5 10 575.6 52 969.9 111 039.71989 26 933.3 15 819.4 8 573.6 10 524.8 55 274.1 114 821.01990 24 461.4 14 604.1 10 103.2 10 730.8 56 517.5 116 417.01991 18 779.2 19 029.3 5 081.2 7 980.4 67 276.6 118 146.61992 26 983.8 15 694.5 11 290.0 10 052.6 68 904.5 132 925.31993 27 310.2 9 729.6 7 855.3 11 159.5 60 904.5 116 492.51994 20 906.9 6 804.2 5 380.4 4 921.1 66 035.7 104 048.31995 14 236.2 6 341.3 6 915.0 3 845.3 67 086.8 98 424.61996 15 621.8 6 967.3 6 544.1 2 804.1 75 555.6 107 492.71997 12 803.3 7 321.0 8 328.3 3 177.9 83 435.7 115 066.11998 11 293.7 7 594.3 7 998.8 2 883.6 96 604.8 126 375.21999 23 473.6 7 288.8 6 226.5 5 072.7 95 492.1 137 553.62000 15 863.9 5 516.4 5 305.2 3 944.9 89 557.7 120 188.22001 24 440.1 4 853.7 6 421.5 6 529.6 99 420.6 141 395.42002 17 249.4 5 174.0 6 337.3 6 410.6 67 574.5 102 745.82003 10 554.3 6 976.2 6 968.9 3 657.4 55 644.8 83 801.62004 9 685.0 4 326.2 7 002.4 5 747.6 44 481.6 71 243.1
145
Lampiran 4. Analisis CYP Pelagis Besar Data: E E2 U LNU LNU1 15551.77 32058.47 0.3958263 -0.9267797 -0.8515478 16506.70 37944.00 0.4267539 -0.8515478 -0.9584889 21437.29 43280.06 0.3834719 -0.9584889 -0.9143820 21842.77 47811.62 0.4007642 -0.9143820 -0.8383269 25968.85 54727.11 0.4324334 -0.8383269 -0.6892482 28758.25 53018.58 0.5019533 -0.6892482 -0.4637305 24260.33 50250.13 0.6289330 -0.4637305 -0.5570076 25989.80 47692.05 0.5729209 -0.5570076 -0.5781544 21702.25 44269.42 0.5609327 -0.5781544 -0.8327475 22567.17 47186.56 0.4348529 -0.8327475 -0.6474628 24619.39 46517.73 0.5233720 -0.6474628 -0.4813241 21898.34 44226.11 0.6179646 -0.4813241 -0.4220187 22327.76 49705.87 0.6557217 -0.4220187 -0.4850846 27378.11 48764.60 0.6156451 -0.4850846 -0.2037063 21386.49 46233.85 0.8157019 -0.2037063 -0.2002312 24847.36 48113.68 0.8185415 -0.2002312 -0.2473559 23266.32 49060.39 0.7808627 -0.2473559 -0.3298743 25794.07 49256.57 0.7190141 -0.3298743 -0.8205062 23462.51 36848.97 0.4402087 -0.8205062 -0.4254308 13386.47 26989.89 0.6534882 -0.4254308 -0.3379380 Hasil VARIABLE ESTIMATED STANDARD T-RATIO PARTIAL STANDARDIZED ELASTICITY NAME COEFFICIENT ERROR 17 DF P-VALUE CORR. COEFFICIENT AT MEANS LNU 0.71268 0.1660 4.293 0.000 0.721 0.7323 0.7499 E2 -0.99193E-06 0.6117E-05 -0.1622 0.873-0.039 -0.0281 0.0795 CONSTANT -0.96389E-01 0.3167 -0.3043 0.765-0.074 0.0000 0.1708 DURBIN-WATSON = 1.9898 VON NEUMANN RATIO = 2.0945 RHO = -0.00906 RESIDUAL SUM = -0.49613E-02 RESIDUAL VARIANCE = 0.34454E-01 SUM OF ABSOLUTE ERRORS= 2.6315 R-SQUARE BETWEEN OBSERVED AND PREDICTED = 0.4808 RUNS TEST: 8 RUNS, 10 POS, 0 ZERO, 10 NEG NORMAL STATISTIC = -1.3784 VARIABLE : LNU1 DICKEY-FULLER TESTS - NO.LAGS = 0 NO.OBS = 19 NULL TEST ASY. CRITICAL HYPOTHESIS STATISTIC VALUE 10% --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, NO TREND A(1)=0 Z-TEST -6.6104 -11.2 A(1)=0 T-TEST -1.9448 -2.57 A(0)=A(1)=0 2.0930 3.78 AIC = -3.271 SC = -3.172 --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, TREND A(1)=0 Z-TEST -11.839 -18.2 A(1)=0 T-TEST -2.6837 -3.13 A(0)=A(1)=A(2)=0 2.5582 4.03
146
A(1)=A(2)=0 3.6117 5.34 AIC = -3.337 SC = -3.188 --------------------------------------------------------------------------- VARIABLE : LNU DICKEY-FULLER TESTS - NO.LAGS = 0 NO.OBS = 19 NULL TEST ASY. CRITICAL HYPOTHESIS STATISTIC VALUE 10% --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, NO TREND A(1)=0 Z-TEST -6.5460 -11.2 A(1)=0 T-TEST -2.0182 -2.57 A(0)=A(1)=0 2.2320 3.78 AIC = -3.287 SC = -3.187 --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, TREND A(1)=0 Z-TEST -11.857 -18.2 A(1)=0 T-TEST -2.6504 -3.13 A(0)=A(1)=A(2)=0 2.5365 4.03 A(1)=A(2)=0 3.5897 5.34 AIC = -3.337 SC = -3.188 --------------------------------------------------------------------------- VARIABLE : E2 DICKEY-FULLER TESTS - NO.LAGS = 0 NO.OBS = 19 NULL TEST ASY. CRITICAL HYPOTHESIS STATISTIC VALUE 10% --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, NO TREND A(1)=0 Z-TEST -5.1317 -11.2 A(1)=0 T-TEST -1.2695 -2.57 A(0)=A(1)=0 0.83276 3.78 AIC = 17.135 SC = 17.235 --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, TREND A(1)=0 Z-TEST -3.1745 -18.2 A(1)=0 T-TEST -0.92308 -3.13 A(0)=A(1)=A(2)=0 3.6070 4.03 A(1)=A(2)=0 5.3717 5.34 AIC = 16.818 SC = 16.967 ---------------------------------------------------------------------------
147
Lampiran 5. Analisis CYP Pelagis Kecil Data E E2 U LNU LNU1 67274.74 135059.7 0.1396800 -1.968380 -2.045590 67784.96 149332.6 0.1293000 -2.045590 -2.059790 81547.63 176495.7 0.1274800 -2.059790 -2.085140 94948.09 205987.8 0.1242900 -2.085140 -2.102750 111039.7 225860.7 0.1221200 -2.102750 -2.135120 114821.0 231238.0 0.1182300 -2.135120 -2.095720 116417.0 234563.6 0.1229800 -2.095720 -2.081400 118146.6 251071.9 0.1247600 -2.081400 -1.927820 132925.3 249417.8 0.1454700 -1.927820 -1.686050 116492.5 220540.8 0.1852500 -1.686050 -1.528410 104048.3 202472.9 0.2168800 -1.528410 -1.452750 98424.58 205917.3 0.2339300 -1.452750 -1.405490 107492.7 222558.8 0.2452500 -1.405490 -1.354050 115066.1 241441.3 0.2581900 -1.354050 -1.440440 126375.2 263928.9 0.2368200 -1.440440 -1.402560 137553.6 257741.8 0.2459700 -1.402560 -1.320500 120188.2 261583.6 0.2670000 -1.320500 -1.436680 141395.4 244141.2 0.2377200 -1.436680 -1.768760 102745.8 186547.4 0.1705500 -1.768760 -1.337150 83801.61 155044.7 0.2625900 -1.337150 -1.494220 VARIABLE ESTIMATED STANDARD T-RATIO PARTIAL STANDARDIZED ELASTICITY NAME COEFFICIENT ERROR 17 DF P-VALUE CORR. COEFFICIENT AT MEANS LNU 0.90180 0.9882E-01 9.125 0.000 0.911 0.9043 0.9143 E2 0.48097E-06 0.8514E-06 0.5649 0.580 0.136 0.0579 -0.0608 CONSTANT -0.24853 0.2869 -0.8661 0.398-0.206 0.0000 0.1455 DURBIN-WATSON = 1.9904 VON NEUMANN RATIO = 2.0951 RHO = -0.00524 RESIDUAL SUM = -0.18125E-01 RESIDUAL VARIANCE = 0.24374E-01 SUM OF ABSOLUTE ERRORS= 2.2055 R-SQUARE BETWEEN OBSERVED AND PREDICTED = 0.7872 RUNS TEST: 7 RUNS, 8 POS, 0 ZERO, 12 NEG NORMAL STATISTIC = -1.7270 DURBIN H STATISTIC (ASYMPTOTIC NORMAL) = -0.11238 MODIFIED FOR AUTO ORDER=1 VARIABLE : LNU1 DICKEY-FULLER TESTS - NO.LAGS = 0 NO.OBS = 19 NULL TEST ASY. CRITICAL HYPOTHESIS STATISTIC VALUE 10% --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, NO TREND A(1)=0 Z-TEST -2.6404 -11.2 A(1)=0 T-TEST -1.2194 -2.57 A(0)=A(1)=0 1.0680 3.78 AIC = -3.603 SC = -3.504 --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, TREND A(1)=0 Z-TEST -6.9846 -18.2 A(1)=0 T-TEST -1.7799 -3.13 A(0)=A(1)=A(2)=0 1.3195 4.03
148
A(1)=A(2)=0 1.6408 5.34 AIC = -3.601 SC = -3.452 --------------------------------------------------------------------------- VARIABLE : LNU DICKEY-FULLER TESTS - NO.LAGS = 0 NO.OBS = 19 NULL TEST ASY. CRITICAL HYPOTHESIS STATISTIC VALUE 10% --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, NO TREND A(1)=0 Z-TEST -1.7332 -11.2 A(1)=0 T-TEST -0.77980 -2.57 A(0)=A(1)=0 0.73129 3.78 AIC = -3.608 SC = -3.509 --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, TREND A(1)=0 Z-TEST -7.4927 -18.2 A(1)=0 T-TEST -2.1088 -3.13 A(0)=A(1)=A(2)=0 1.8862 4.03 A(1)=A(2)=0 2.3281 5.34 AIC = -3.723 SC = -3.574 --------------------------------------------------------------------------- VARIABLE : E2 DICKEY-FULLER TESTS - NO.LAGS = 1 NO.OBS = 18 NULL TEST ASY. CRITICAL HYPOTHESIS STATISTIC VALUE 10% --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, NO TREND A(1)=0 T-TEST -3.0178 -2.57 A(0)=A(1)=0 4.6664 3.78 AIC = 19.353 SC = 19.501 --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, TREND A(1)=0 T-TEST -2.2422 -3.13 A(0)=A(1)=A(2)=0 2.9036 4.03 A(1)=A(2)=0 4.2502 5.34 AIC = 19.464 SC = 19.662 --------------------------------------------------------------------------- Hasil setelah dilakukan uji Sationary VARIABLE ESTIMATED STANDARD T-RATIO PARTIAL STANDARDIZED ELASTICITY NAME COEFFICIENT ERROR 15 DF P-VALUE CORR. COEFFICIENT AT MEANS LNU 0.49782 0.2206 2.256 0.039 0.503 0.5041 0.4996 E2 -0.12662E-06 0.1876E-05 -0.6748 0.510-0.172 -0.1458 0.1641 CONSTANT -0.58102 0.5903 -0.9842 0.341-0.246 0.0000 0.3406 DURBIN-WATSON = 1.8293 VON NEUMANN RATIO = 1.9369 RHO = - 0.03471 RESIDUAL SUM = 0.91214E-01 RESIDUAL VARIANCE = 0.28976E-01 SUM OF ABSOLUTE ERRORS= 2.4032 R-SQUARE BETWEEN OBSERVED AND PREDICTED = 0.7510
149
RUNS TEST: 12 RUNS, 8 POS, 0 ZERO, 10 NEG NORMAL STATISTIC = 1.0395 DURBIN H STATISTIC (ASYMPTOTIC NORMAL) = -0.23133 MODIFIED FOR AUTO ORDER=1 |_coint LnU1 LnU E2 ...NOTE..SAMPLE RANGE SET TO: 1, 18 REQUIRED MEMORY IS PAR= 4 CURRENT PAR= 500 ...NOTE..TEST LAG ORDER AUTOMATICALLY SET TOTAL NUMBER OF OBSERVATIONS = 18 VARIABLE : LNU1 DICKEY-FULLER TESTS - NO.LAGS = 0 NO.OBS = 17 NULL TEST ASY. CRITICAL HYPOTHESIS STATISTIC VALUE 10% --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, NO TREND A(1)=0 Z-TEST -2.6554 -11.2 A(1)=0 T-TEST -1.1332 -2.57 A(0)=A(1)=0 0.64222 3.78 AIC = -3.312 SC = -3.214 --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, TREND A(1)=0 Z-TEST -2.3238 -18.2 A(1)=0 T-TEST -0.80899 -3.13 A(0)=A(1)=A(2)=0 0.41627 4.03 A(1)=A(2)=0 0.62421 5.34 AIC = -3.198 SC = -3.051 --------------------------------------------------------------------------- VARIABLE : LNU DICKEY-FULLER TESTS - NO.LAGS = 0 NO.OBS = 17 NULL TEST ASY. CRITICAL HYPOTHESIS STATISTIC VALUE 10% --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, NO TREND A(1)=0 Z-TEST -2.1128 -11.2 A(1)=0 T-TEST -0.90616 -2.57 A(0)=A(1)=0 0.42431 3.78 AIC = -3.370 SC = -3.272 --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, TREND A(1)=0 Z-TEST 1.9013 -18.2 A(1)=0 T-TEST 0.53944 -3.13 A(0)=A(1)=A(2)=0 1.0326 4.03 A(1)=A(2)=0 1.5340 5.34 AIC = -3.397 SC = -3.250 ---------------------------------------------------------------------------
150
VARIABLE : E2 DICKEY-FULLER TESTS - NO.LAGS = 1 NO.OBS = 16 NULL TEST ASY. CRITICAL HYPOTHESIS STATISTIC VALUE 10% --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, NO TREND A(1)=0 T-TEST -3.3775 -2.57 A(0)=A(1)=0 5.7937 3.78 AIC = 18.834 SC = 18.979 --------------------------------------------------------------------------- CONSTANT, TREND A(1)=0 T-TEST -3.3748 -3.13 A(0)=A(1)=A(2)=0 4.6070 4.03 A(1)=A(2)=0 6.8160 5.34 AIC = 18.830 SC = 19.023 --------------------------------------------------------------------------- |_stop TYPE COMMAND
151
Lampiran 6. Output Maple untuk pengelolaan sumberdaya ikan pelagis besar TAHUN 2004 > r:=0.888649773; k:=46018.414; q:=0.00002421; p:=8485; c:=2469.09; i:=0.15;
r := 0.888649773
k := 46018.414
q := 0.00002421
p := 8485
c := 2469.09
i := 0.15
> f(x):=r*ln(k/x)-r+(c*r*ln(k/x)/(x*(p*q*x-c)))=i;
f x( ) := 0.888649773 ln 46018.414x
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
- 0.888649773 +
2194.156268 ln 46018.414x
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
x 0.20542185 x - 2469.09( ) = 0.15
> solve(f(x),x);
14305.95041
> g(x):=ln(k/x)-1-(i/r)+(c*r)/(p*q*x)+(c*i)/(p*q*r*x)=0;
g x( ) := ln 46018.414x
⎛⎜⎝
⎞⎟⎠
- 1.168795407 + 12710.07597x
= 0
> a:=fsolve(g(x),x);
a := 24185.77848
> optx:=a; optx := 24185.77848
> h:=r*optx*ln(k/optx);
h := 13825.74720
> E:=h/(q*optx); E := 23612.05311
> Go(y):=q*k*y*exp((-q/r)*y);
Go y( ) := 1.114105803 y e -0.00002724357867 y( )
152
Lampiran 7. Rezim pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil > r:=0.67055; K:=92986.64; q:=0.00000338; p:=6.385; c:=0.512; i:=0.15;
r := 0.67055
K := 92986.64
q := 0.00000338
p := 6.385
c := 0.512
i := 0.15
> hs:=q*K*E*exp((-q/r)*E);
hs := 0.3142948432 E e -0.000005040638282 E( )
> Emax:=diff(hs,E);
Emax := 0.3142948432 e -0.000005040638282 E( ) - 0.000001584246618 E e -0.000005040638282 E( )
> Esus:=solve(Emax=0,E); Esus := 1.983875740 105
> hsus:=q*K*Esus*exp((-q/r)*Esus);
hsus := 22938.08935
> Xsus:=(hsus/(q*Esus)); Xsus := 34207.87316
> pisus:=p*hsus-c*Esus;
pisus := 44885.2626
> pi:=p*hs-c*E;
π := 2.006772574 E e -0.000005040638282 E( ) - 0.512 E
> Eoa:=solve(pi=0,E); Eoa := 0., 2.709891733 105
> Xoa:=(c/(p*q));
Xoa := 23724.24275
> hoa:=(Eoa*q*Xoa); hoa := 0., 21730.06370
> Eopt:=diff(pi,E);
Eopt := 2.006772574 e -0.000005040638282 E( ) - 0.00001011541466 E e -0.000005040638282 E( ) - 0.512
153
> Eopt:=solve(Eopt=0,E); Eopt := 1.101831229 105
> TR:=p*hs;
TR := 2.006772574 E e -0.000005040638282 E( )
> TC:=c*E; TC := 0.512 E
> plot({TC,TR},E=0..500000);
> plot(hs,E=0..500000);
154
> hopt:=q*K*Eopt*exp((-q/r)*Eopt);
hopt := 19872.29847
> Xopt:=(hopt/(q*Eopt)); Xopt := 53360.06179
> phiopt:=hopt*p-c*Eopt;
phiopt := 70470.86678
>
155
Lampiran 8. Potensi Perbaikan Efisiensi Fisik dari DMU Penangkapan ikan Pelagis Besar DMU Parameter Skor Data Proyeksi Perbedaan Persen (%)
Effort 15 551.77 14 661.70 -890.70 -5.73Produksi Aktual 6 155.80 9 580.84 3 425.04 55.64
1984
Produksi Lestari 11 341.01 11 341.01 0.00 0.00Effort 16 506.70 15 161.77 -1 344.93 -8.15Produksi Aktual 7 044.30 9 908.04 2 863.74 40.65
1985
Produksi Lestari 11 728.32 12 111.42 0.00 0.00Effort 21 437.29 17 216.06 -4 221.23 -19.69Produksi Aktual 8 220.60 11 250.49 3 029.89 36.86
1986
Produksi Lestari 13 317.41 13 317.41 0.00 0.00Effort 21 842.77 17 349.02 -4 493.75 -20.57Produksi Aktual 8 753.80 11 337.38 2 583.58 29.51
1987
Produksi Lestari 13 420.26 13 420.26 0.00 0.00Effort 25 968.85 18 433.64 -7 535.21 -29.02Produksi Aktual 11 229.80 12 046.17 816.37 7.27
1988
Produksi Lestari 14 259.27 14 259.27 0.00 0.00Effort 28 758.25 19 721.07 -9 037.18 -31.42Produksi Aktual 14 435.30 14 435.30 0.00 0.00
1989
Produksi Lestari 14 635.58 14 635.58 0.00 0.00Effort 24 260.33 20 000.05 -4 260.27 -17.56Produksi Aktual 15 258.12 15 258.12 0.00 0.00
1990
Produksi Lestari 13 955.71 13 955.71 0.00 0.00Effort 25 989.80 19 876.86 -6 112.94 -23.52Produksi Aktual 14 890.10 14 890.10 0.00 0.00
1991
Produksi Lestari 14 262.63 14 262.63 0.00 0.00Effort 21 702.25 17 383.73 -4 318.52 -19.90Produksi Aktual 12 173.50 12 173.50 0.0 0.00
1992
Produksi Lestari 13 385.06 13 385.06 0.00 0.00Effort 22 567.17 17 574.19 -4 992.99 -22.12Produksi Aktual 9 813.40 11 484.52 1 671.12 17.03
1993
Produksi Lestari 13 594.44 13 594.44 0.00 0.00Effort 24 619.39 18 226.15 -6 393.25 -25.97Produksi Aktual 12 885.10 12 885.10 0.00 0.00
1994
Produksi Lestari 14 024.42 14 024.42 0.00 0.00Effort 21 898.34 18 327.87 -3 570.47 -16.30Produksi Aktual 13 532.40 13 532.40 0.00 0.00
1995
Produksi Lestari 13 434.06 13 434.06 0.00 0.00Effort 22 327.76 19 273.01 -3.054.76 -13.68Produksi Aktual 14 640.80 14 640.80 0.00 0.00
1996
Produksi Lestari 13 538.21 13 538.21 0.00 0.00Effort 27 378.11 21 563.49 -5 814.62 -21.24Produksi Aktual 16 855.20 16 855.20 0.00 0.00
1997
Produksi Lestari 14 466.96 14 466.96 0.00 0.00Effort 21 386.49 21 386.49 0.00 0.00Produksi Aktual 17 445.00 17 445.00 0.00 0.00
1998
Produksi Lestari 13 304.25 13 304.25 0.00 0.00Effort 24 847.36 24 847.36 0.00 0.001999 Produksi Aktual 20 338.60 20 338.60 0.00 0.00
156
Produksi Lestari 14 066.67 14 066.67 0.00 0.00Effort 23 266.32 22 266.35 -999 96 -4.30Produksi Aktual 18 167.80 18 167.80 0.00 0.00
2000
Produksi Lestari 13 751.22 13 751.22 0.00 0.00Effort 25 794.07 22 785.03 -3 009.04 -11.67Produksi Aktual 18 546.30 18 546.30 0.00 0.00
2001
Produksi Lestari 14 230.88 14 230.88 0.00 0.00Effort 23 462.51 17 831.23 -5 631.28 -24.00Produksi Aktual 10 328.40 11 652.50 1 324 .10 12.82
2002
Produksi Lestari 13 793.27 13 793.27 0.00 0.00Effort 13 386.47 13 386.47 0.00 0.00Produksi Aktual 8 747.90 8 747.90 0.00 0.00
2003
Produksi Lestari 10 355.05 10 355.05 0.00 0.00Effort 13 603.42 13 603.42 0.00 0.00Produksi Aktual 9 702.50 9 702.50 0.00 0.00
2004
Produksi Lestari 10 460.87 10 460.87 0.00 0.00
157
Lampiran 9. Potensi Perbaikan Efisiensi Fisik dari DMU Penangkapan ikan Pelagis Kecil DMU Parameter Skor Data Proyeksi Perbedaan Persen
(%) Effort 67 274.74 67 274.74 0.00 0.00Produksi Aktual 9 397.10 9 397.10 0.00 0.00
1984
Produksi Lestari 15 067.43 15 067.43 0.00 0.00Effort 67 784.96 67 610.78 -174.18 -0.26Produksi Aktual 8 764.90 9 444.04 679.14 7.75
1985
Produksi Lestari 15 142.69 15 142.69 0.00 0.00Effort 81 547.63 75 884.45 -5 663.18 -6.94Produksi Aktual 10 395.80 10 599.72 203.92 1.96
1986
Produksi Lestari 16 995.73 16 995.73 0.00 0.00Effort 94 948.09 82 648.58 -12 299.50 -12.95Produksi Aktual 11 801.10 11 801.10 0.00 0.00
1987
Produksi Lestari 18 495.53 18 495.53 0.00 0.00Effort 111 039.70 89 334.46 -21 705.20 -19.55
Produksi Aktual 13 560.20 13.560.20 0.00 0.001988
Produksi Lestari 19 944.23 19.944.23 0.00 0.00Effort 114 821.00 90.585.60 -24 235.40 -21.11Produksi Aktual 13 575.30 13.575.30 0.00 0.00
1989
Produksi Lestari 20 233.87 20.233.87 0.00 0.00Effort 116 417.00 91.277.24 -25 139.70 -21.59Produksi Aktual 14 317.13 14.317.13 0.00 0.00
1990
Produksi Lestari 20 350.67 20.350.67 0.00 0.00Effort 118 146.60 91.914.29 -26 232.30 -22.20Produksi Aktual 14 739.40 14.739.40 0.00 0.00
1991
Produksi Lestari 20 473.67 20.473.67 0.00 0.00Effort 132 925.30 96.987.98 -35 937.30 -27.04Produksi Aktual 19 336.00 19,336.00 0.00 0.00
1992
Produksi Lestari 21 380.40 21.380.40 0.00 0.00Effort 116.492.50 93.888.53 -22 603.90 -19.40Produksi Aktual 21 580.20 21.580.20 0.00 0.00
1993
Produksi Lestari 20 356.11 20.356.11 0.00 0.00Effort 104 048.30 91.585.09 -12 463.20 -11.98Produksi Aktual 22 566.10 22.566.10 0.00 0.00
1994
Produksi Lestari 19 359.12 19.359.12 0.00 0.00Effort 98 424.58 90.321.90 -8.102,68 -8.23Produksi Aktual 23 024.00 23.024.00 0 0.00
1995
Produksi Lestari 18 839.55 18.839.55 0 0.00Effort 107 492.70 99.936.40 -7.556.30 -7.03Produksi Aktual 26 362.30 26.362.30 0.00 0.00
1996
Produksi Lestari 19 655.59 19.655.59 0.00 0.00Effort 115 066.10 111.785.00 -3 281.13 -2.85Produksi Aktual 29 709.11 29.709.11 0.00 0.00
1997
Produksi Lestari 20 252.02 20.252.02 0.00 0.00Effort 126 375.20 112.879.00 -13 496.20 -10.68Produksi Aktual 29 928.50 29.928.50 0.00 0.00
1998
Produksi Lestari 21 009.47 21.009.47 0.00 0.001999 Effort 137 553.60 126.716.20 -10.837.40 -7.88
158
Produksi Aktual 33 833.50 33 833.50 0.00 0.00 Produksi Lestari 21 614.43 21 733.79 119 357.10 0.55Effort 120 188.20 120 188.20 0.00 0.00Produksi Aktual 32 090.50 32 090.50 0.00 0.00
2000
Produksi Lestari 20 614.13 20 614.13 0.00 0.00Effort 141 395.40 125 975.10 -15 420.30 -10.91Produksi Aktual 33 612.00 33 612.00 0.00 0.00
2001
Produksi Lestari 21 791.81 21 791.81 0.00 0.00Effort 102 745.80 87 321.52 -15 424.30 -15.01Produksi Aktual 17 522.80 17 522.80 0.00 0.00
2002
Produksi Lestari 19 242.75 19 242.75 0.00 0.00Effort 83 801.61 83 801.61 0.00 0.00Produksi Aktual 22 005.80 22 005.80 0.00 0.00
2003
Produksi Lestari 17 268.10 17 268.10 0.00 0.00Effort 71 682.64 71 682.64 0.00 0.00Produksi Aktual 15 988.60 15 988.60 0.00 0.00
2004
Produksi Lestari 15 701.73 15 701.73 0.00 0.00
159
Lampiran 10. Potensi Perbaikan Efisiensi moneter dari DMU Penangkapan ikan Pelagis Besar
DMU Parameter Skor Data Proyeksi Perbedaan
Persen (%)
Biaya 3 085 750 969 1 492 192 493 -1 593 558 476 -51.641984 Rente 1 288 830 389 28 052 463 591 26 763 633 202 999.99Biaya 3 827 389 870 1 995 443 725 -1 831 946 145 -47.86
1985 Rente 2 022 546 355 32 101 427 804 30 078 881 449 999.99Biaya 5 512 851 824 2 582 671 435 -2 930 180 389 -53.151986 Rente 2 058 628 642 37 461 919 198 35 403 290 556 999.99Biaya 5 570 650 599 2 727 433 277 -2 843 217 321 -51.041987 Rente 2 425 220 460 39 891 753 433 37 466 532 973 999.99Biaya 4 021 110 435 51 175 079 703 47 153 969 268 999.991988 Rente 7 327 341 150 3 871 015 962 -3 456 325 188 -47.17Biaya 7 316 338 632 4 486 590 011 -2 829 748 621 -38.68
1989 Rente 5 836 758 647 65 782 794 710 59 946 036 063 999.99Biaya 7 551 012 398 5 801 881 458 -1 749 130 940 -23.161990 Rente 9 458 054 852 69 532 450 010 60 074 395 157 635.17Biaya 8 472 839 052 5 930 385 402 -2 542 453 650 -30.01
1991 Rente 8 912 956 377 67 855 353 994 58 942 397 618 661.31Biaya 6 529 467 691 4 474 533 972 -2 054 933 719 -31.471992 Rente 6 588 285 542 55 475 594 647 48 887 309 105 742.03Biaya 7 383 147 916 3 922 321 556 -3 460 826 359 -46.87
1993 Rente 4 115 713 551 44 720 433 771 40 604 720 220 986.58Biaya 11 172 182 971 7 143 446 489 -4 028 736 482 -36.061994 Rente 9 769 879 119 58 718 411 680 48 948 532 561 501.01Biaya 9 499 303 460 7 171 576 636 -2 327 726 824 -24.50
1995 Rente 11 525 226 286 61 668 208 568 50 142 982 282 435.07Biaya 9 577 853 111 7 672 679 263 -1 905 173 848 -19.891996 Rente 12 915 732 550 66 719 274 334 53 803 541 784 416.57Biaya 8 431 811 341 6 341 771 510 -2 090 039 831 -24.79
1997 Rente 10 160 022 857 76 810 468 878 66 650 446 021 656.01Biaya 22 874 647 960 22 795 292 270 -79 355 690 -0.351998 Rente 43 953 097 838 79 498 233 755 35 545 135 917 80.87Biaya 47 982 165 092 47 982 165 092 0.00 0.001999 Rente 92 684 595 990 92 684 595 990 0.00 0.00Biaya 47 994 040 381 47 686 442 635 -307 597 746 -0.642000 Rente 86 230 813 019 86 230 813 019 0.0 0.00Biaya 56 698 148 462 52 628 637 112 -4 069 511 350 -7.182001 Rente 89 310 047 742 89 310 047 742 0.00 0.00Biaya 51 538 900 516 27 717 438 920 -23 821 461 595 -46.222002 Rente 29 718 840 792 47 067 329 178 17 348 488 386 58.38Biaya 29 841 799 054 23 906 920 569 -5 934 878 485 -19.892003 Rente 40 002 939 511 40 002 939 511 0.00 0.00Biaya 32 227 689 993 31 818 102 535 -409 587 458 -1.272004 Rente 50 098 022 507 50 098 022 507 0.00 0.00
160
Lampiran 11. Potensi Perbaikan Efisiensi Moneter dari DMU Penangkapan ikan Pelagis Kecil DMU Parame
ter Skor Data Proyeksi Perbedaan
Persen
(%) Biaya 2 748 084 812 1 437 663 450 -1 310 421 362 -47.681984 Rente 2 277 133 111 37 297 275 228 35 020 142 117 999.99Biaya 3 235 733 186 1 567 009 540 -1 668 723 646 -51.57
1985 Rente 2 241 601 878 34 788 060 960 32 546 459 082 999.99Biaya 4 317 324 707 2 061 325 577 -2 255 999 130 -52.251986 Rente 2 887 845 759 41 261 135 224 38 373 289 465 999.99Biaya 4 985 187 445 2 320 614 702 -2 664 572 743 -53.45
1987 Rente 3 126 303 871 46 838 798 639 43 712 494 768 999.99Biaya 6 450 135 159 2 950 136 217 -3 499 998 941 -54.261988 Rente 3 861 789 647 53 820 701 232 49 958 911 585 999.99Biaya 6 013 808 426 2 662 950 175 -3 350 858 251 -55.72
1989 Rente 3 294 284 469 53 880 633 430 50 586 348 961 999.99Biaya 7 459 709 525 3 435 949 936 -4 023 759 590 -53.941990 Rente 4 550 331 625 56 824 971 330 52 274 639 705 999.99Biaya 7 929 472 103 3 704 999 404 -4 224 472 700 -53.28
1991 Rente 5 021 006 260 58 500 969 288 53 479 963 028 999.99Biaya 8 233 373 206 4.485 615 263 -3 747 757 943 -45.521992 Rente 7 445 674 772 76 744 965 341 69 299 290 569 930.73Biaya 7 846 197 487 5 443 800 392 -2 402 397 096 -30.62
1993 Rente 11 182 096 855 85 652 239 401 74 470 142 546 665.98Biaya 9 720 592 046 7 895 861 913 -1 824 730.133 -18.771994 Rente 17 878 653 655 89 565 295 945 71 686 642.290 400.96Biaya 8 789 842 971 7 700 938 011 -1 088 904.960 -12.39
1995 Rente 18 128 064 492 91 382 710 075 73 254 645.583 404.10Biaya 9 492 900 809 8 719 439 480 -773 461.329 -8.151996 Rente 20 985 083 134 104 632 000 000 83 647 405.479 398.60Biaya 7 295 612 942 7 054 875 533 -240 737.408 -3.30
1997 Rente 17 364 043 646 117 916 000000 100 552 000 000 579.08Biaya 27 827 474 459 24 682 103 872 -3 145 370 587 -11.301998 Rente 58 446 507 623 118 787 000 000 60 340 299 121 103.24Biaya 54 685 051 629 50 376 587 628 -4 308 464 000 -7.881999 Rente 121 401591 590 134 286 000 000 12 884 237 169 10.61Biaya 51 040 917 030 51 040 917 030 0.00 0.002000 Rente 127 367 827 383 127 368 000 000 0.00 0.00Biaya 63 985 471 332 57 136 393 223 -6 849 078 109 -10.702001 Rente 135 138 417 336 135 138 417 332 0.00 0.00Biaya 46 464 563 905 29 678 817 141 -16 785 746 764 -36.132002 Rente 57 274 961 361 69 548 338 782 12 273 377 420 21.43Biaya 38 459 914 398 38 459 914 398 0 00 0.002003 Rente 93 753 677 108 93 753 677 108 0 00 0.00Biaya 34 747 287 539 29 614 507 018 -5 132 780 521 -14.772004 Rente 67 339 923 461 67 339 923 461 0.00 0.00
161
Lampiran 12. Efisiensi Teknis Input Kapal Motor Tonda
output Input
Kapal
Produksi pelagis besar
Produksi ikan
lainnya
Tonnase kapal (GT)
Panjang kapal
Kekuatan mesin (pk)
Upaya /trip
ABK (org)
Efisiensi
teknis input
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
8 4367 9507 0457 6087 8039 6047 1388 0118 9178 3209 5748 9947 9147 8298 7747 4387 6688 7429 224
15 47213 25413 45114 63711 98410 37810 491
9 6659 473
10 1239 554
10 7369 079
10 1889 8979 995
10 67011 729
9 4267 6257 586
12 39210 645
8 4899 288
2 812 2 650 2 348 2 536 2 601 5 171 3 844 2 003 1 957 1 826 2 102 1 974 1 737 1 718 1 926 2 892 2 982 2 466 2 602 1 719 2 339 2 374 3 213 2 631 1 831 1 851 1 444 1 415 1 513 1 428 1 604 1 357 1 522 1 479 1 493 1 595 1 753 1 663 2 151 2 140 1 690 1 452 1.158 1.267
10.68.86.07.09.0
12.610.0
8.09.07.0
10.08.07.07.08.08.07.57.48.0
10.09.08.08.09.0
10.09.08.08.59.0
11.510.0
8.38.29.0
10.010.0
6.84.55.07.0
11.44.04.31.6
13.012.012.511.512.017.013.011.012.011.013.011.011.011.012.011.011.011.011.015.014.016.213.014.013.515.214.015.015.114.813.011.712.013.014.014.015.010.010.012.013.010.010.0
8.0
3322161622404033333333332233331616162222161633332416162224333322222233331612232316222314
12 12 12 12 12 22 17 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 17 15 14 14 14 14 14 13 12 13 12 13 15 13 12 13 22 22 23 22 18 18 18 18 18 18
3 3 3 3 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3
1.000.981.001.000.961.000.970.710.660.670.650.730.690.630.650.971.000.970.971.001.001.001.000.820.720.820.800.660.720.640.730.700.780.710.660.710.901.000.950.800.961.000.791.00
162
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
10 8429 0237 5237 8738 3937 9799 333
11 3889 9958 838
10 79810 48010 44112 94710 00811 46414 98811 86312 610
9 85411 91710 74911 62912 32112 19912 92913 45813 06617 76816 62015 52012 21412 931
8 8048 977
14 29111 474
8 998
1.479 1.592 2.376 2.486 2.650 2.520 1.647 2.010 1.764 1.560 1.906 1.849 1.843 2.205 1.629 1.866 2.440 1.931 2.053 1.604 2.103 1.897 2.052 2.174 2.153 2.282 2.375 2.306 3.136 2.266 2.116 2.155 2.281 1.554 2.681 2.522 2.025 2.250
10.35.08.1
11.711.7
8.18.3
14.810.110.2
9.110.0
9.86.6
10.26.1
10.110.112.410.611.511.512.412.612.813.312.7
5.911.811.3
9.212.6
7.78.99.19.59.35.6
14.711.012.716.216.212.812.012.012.913.011.712.812.512.613.512.814.113.915.614.016.014.815.516.016.216.315.811.015.015.514.515.813.112.413.814.713.710.5
331622333322223322221622161633332222331640223333333333333737333326223333
23.422
14 18 18 18 18 18 13 13 13 12 12 12 12 22 22 22 15 12 12 18 22 12 12 14 12 12 12 23 12 12 12 12 22 12 16 12 12 18
5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 3 4 4 4 3
0.640.880.740.670.720.780.720.800.730.651.000.930.961.000.670.811.000.870.860.890.800.780.800.830.840.890.921.001.000.961.000.840.900.790.750.980.820.95
163
Lampiran 13. Ukuran kapasitas dan kapasitas optimal kapal motor tonda
Output (kg) Input variabel Kapal
Produksi pelagis besar
Produksi ikan
lainnya
Ukuran kapasitas(Theta)
kapasitas upaya ABK Upaya
optimal ABK
optimal
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 41 43 44 45
8 4367 9507 0457 6087 8038 5046 4888 0118 9178 3209 5748 9947 9147 8298 7747 4387 6688 7429 224
15 47213 25413 45114 63711 98410 37810 491
9 665 9 473
10 1239 554
10 7369 079
10 1889 8979 995
10 67011 729
9 4267 6257 586
12 39210 645
7 6098 4089 962
2 812 2 650 2 348 2 536 2 601 4 579 3 494 2 003 1 957 1 826 2 102 1 974 1 737 1 718 1 926 2 892 2 982 2 466 2 602 1 719 2 339 2 374 3 213 2 631 1 831 1 851 1 444 1 415 1 513 1 428 1 604 1 357 1 522 1 479 1 493 1 595 1 753 1 663 2 151 2 140 1 690 1 452 1 038 1 147 1 358
1.281.211.101.111.231.001.031.411.521.531.381.441.581.541.541.031.001.051.091.051.001.001.001.281.421.271.371.711.661.821.441.491.351.481.651.551.111.001.111.391.051.101.381.001.60
14 408.6912 836.6010 304.1211 219.2612 838.5414 775.0011 300.4814 139.7716 474.1115 107.3917 851.0815 102.9413 926.3915 103.3516 478.0010 650.2310 650.0011 812.1812 913.9918 033.3615 593.0015 825.0017 850.0018 720.5317 336.7815 723.7115 163.7918 663.7519 290.8320 020.1917 707.9015 548.1515 548.1516 847.8622 309.1520 671.4114 965.0211 089.0010 840.4813 546.9314 814.2613 317.7013 350.0610 555,0019 662.72
121212121222171818181818181818181818171514141414141312131213151312132222232218181818181814
3 3 3 3 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 5
15.48 17.42 18.68 19.49 17.42 22.00 16.83 12.26 12.92 11.84 14.00 11.84 14.96 11.84 12.92 18.00 18.00 18.05 14.91 29.30 14.00 14.00 14.00 16.41 22.57 14.00 16.63 29.29 30.86 18.94 12.66 24.01 24.70 26.65 14.30 14.30 20.86 22.00 17.05 18.65 19.71 19.21 18.97 18.00 18.35
3.913.413.113.303.415.003.823.363.693.384.003.383.373.383.693.003.003.203.205.124.004.004.004.304.444.004.005.125.325.144.394.264.354.644.764.764.004.003.303.654.003.643.633.005.09
164
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
9 0237 5237 8738 3937 9799 333
11 3889 9958 838
10 79810 48010 44110 79710 008
9 74414 98811 86312 610
9 85410 21710 74911 62912 32112 19912 92913 45813 06617 76816 62015 52012 21412 931
8 8048 977
14 29111 474
8 998
1 592 2 376 2 486 2 650 2 520 1 647 2 010 1 764 1 560 1 906 1 849 1 843 1 905 1 629 1 586 2 440 1 931 2 053 1 604 1 803 1 897 2 052 2 174 2 153 2 282 2 375 2 306 3 136 2 266 2 116 2 155 2 281 1 554 2 681 2 522 2 025 2 250
1.261.371.741.631.311.411.251.401.591.121.321.221.001.601.321.021.271.441.351.591.451.521.471.501.421.341.001.001.101.101.471.141.541.381.191.29
1.11
13 364.2913 718.6318 024.6618 033.2213 774.6915 525.7216 747.5016 403.8116 501.6314 177.6616 311.2714 923.8514 702.0020 181.2917 555.6117 758.5217 559.7621 099.0515 411.0122 235.7218 273.4720 837.6921 322.1521 526.2021 628.6221 136.2515 371.0020 904.0020.812.3719.417.2421.136.8017.281.9715.920.2516.076.3820.007.4717.427.2112.462.78
18181818181313131212121222222215121218221212141212122312121212221216121218
3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 3 4 4 4 3
20.38 19.58 21.96 21.96 19.98 20.07 17.84 21.57 21.73 19.82 21.40 21.76 22.00 12.01 25.08 26.15 25.79 24.61 14.01 16.70 24.71 25.97 26.80 27.12 27.29 26.46 23.00 12.00 14.89 17.20 26.45 21.93 20.74 16.66 20.40 22.90 16.27
3.613.654.704.703.693.984.194.214.243.704.193.954.004.534.644.744.695.464.005.414.725.305.435.485.515.384.005.005.245.005.384.414.084.164.984.483.34
165
Lampiran 14. Efisiensi kapal motor tonda dengan memasukkan nilai moneter (penerimaan dan biaya operasional)
Output Input Kapal Produksi
(kg) Penerimaan
(RP) Upaya (trip)
Biaya operasional
(Rp)
Efisiensi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 41 43 44 45
11 248 10 600
9 393 10 144 10 404 14 775 10 982 10 014 10 874 10 146 11 675 10 968
9 651 9 547
10 700 10 330 10 650 11 207 11 826 17 191 15 593 15 825 17 850 14 614 12 209 12 342 11 109 10 889 11 635 10 982 12 340 10 435 11 710 11 376 13 488 13 345 13 482 11 089
9 775 9 725
14 082 12 096
9 646 10 555 12 320
96 048 00091 094 50075 731 15083 551 00085 662 000
118 108 50091 584 50077 719 75084 012 50078 406 50091 475 85086 731 50076 545 96575 222 28284 868 12591 903 05081 577 12585 196 92594 037 840
136 450 800125 232 860121 837 800142 127 050115 525 47596 127 26095 816 30086 882 50087 710 20091 163 90088 229 37596 275 00084 470 00092 651 00089 288 750
103 515 850107 882 750103 848 00088 563 20078 105 65075 275 350
110 266 46096 396 90075 362 52583 880 90097 130 550
121212121222171818181818181818181818171514141414141312131213151312132222232218181818181814
32 715 000 33 150 000 31 424 000 31 545 000 32 226 000 49 082 000 39 410 000 25 756 000 25 748 500 26 347 500 25 909 000 24 166 000 24 079 450 24 859 500 27 406 500 30 994 500 28 487 500 27 271 500 27 779 500 50 238 000 56 956 500 49 158 000 54 078 000 48 600 500 42 195 500 40 979 500 41 234 000 42 871 000 43 971 000 45 877 000 46 398 500 42 669 000 41 768 150 41 425 000 38 263 000 38 999 000 34 830 500 36 454 500 28 387 000 27 690 000 50 842 500 32 699 000 31 724 000 29 226 000 32 781 000
0.78 0.73 0.63 0.69 0.70 0.53 0.53 0.68 0.74 0.67 0.78 0.79 0.70 0.67 0.68 0.65 0.65 0.72 0.74 0.80 0.69 0.77 0.82 0.72 0.65 0.69 0.64 0.59 0.64 0.57 0.60 0.57 0.67 0.63 0.52 0.55 0.67 0.53 0.60 0.61 0.60 0.65 0.47 0.58 0.69
166
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
10 615 9 898
10 359 11 043 10 499 10 980 13 398 11 759 10 398 12 704 12 329 12 283 14 702 11 637 13 330 17 428 13 794 14 662 11 458 14 020 12 646 13 682 14 495 14 351 15 210 15 832 15 371 20 904 18 886 17 636 14 369 15 123 10 358 11 658 16 813 13 499 11 248
82 863 35078 639 32580 874 50086 022 87581 212 75086 860 000
106 372 25095 675 00084 720 750
100 625 00096 990 00097 140 000
112 200 00092 065 50095 101 225
144 196 950109 451 700114 348 45496 645 590
111 642 350100 317 860106 998 125118 165 050112 869 100119 519 875127 490 048125 552 000172 318 000150 107 000142 973 250114 226 717118 405 02283 257 43089 632 730
134 446 872106 161 42989 881 298
18181818181313131212121222222215121218221212141212122312121212221216121218
21 192 000 23 611 500 24 339 500 24 499 500 23 599 500 24 517 500 23 321 500 32 141 000 31 412 000 32 131 000 33 056 000 31 877 000 38 862 500 33 116 500 39 996 000 51 187 000 49 356 000 48 377 000 36 198 000 39 115 500 38 222 500 38 968 020 51 084 000 48 852 000 47 358 000 44 712 000 45 320 000 54 863 000 51 894 000 51 147 000 44 766 195 37 314 757 32 212 000 28 274 000 52 116 875 43 021 461 33 428 083
0.87 0.73 0.74 0.79 0.77 0.80 1.00 0.76 0.71 0.84 0.81 0.82 0.57 0.61 0.50 0.82 0.71 0.76 0.62 0.54 0.76 0.81 0.69 0.74 0.80 0.87 0.64 1.00 0.94 0.88 0.78 0.71 0.69 0.72 0.83 0.76 0.60
167
Lampiran 15. Efisiensi Teknis Input Perahu Motor Tempel
output Input
Kapal
Produksi pelagis besar
Produksi ikan
lainnya
Tonnase kapal (GT)
Panjang kapal
Kekuatan mesin (pk)
Upaya /trip
ABK (org)
Efisiensi
teknis input
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 41 43 44
9 609.78 6 714.99 5 774.25 6 488.75 9 450.78 5 271.50 6 450.75 7 060.75 7 599.38
11 196.06 7 277.75 5 921.40
11 665.10 10 805.40 10 686.50
9 833.90 8 966.80 6 038.08 5 102.70 6 439.95 9 036.50
11 425.42 11 123.52
8 568.83 11 901.76 10 804.04 11 899.68 10 999.56 12 232.48 10 760.88 10 936.12 10 968.88
9 522.24 10 127.52
9 824.36 8 470.28 9 265.36 9 361.04
15 191.37 10 974.06
9 955.35 10 380.24 11 941.48
8 321.76
22 422.8215 668.3117 322.7519 466.2528 352.3515 814.5019 352.2521 182.2522 798.1326 124.1421 833.2513 816.6017 497.65
7 824.607 738.507 121.106 493.20
20 214,4320 410.8017 411.7210 190.1012 883.9812 050.48
9 282.9010 986.24
9 972.9610 984.3210 153.4411 291.52
9 933.1210 094.8810 125.12
8 789.769 348.489 068.647 818.728 552.648 640.962 893.595 909.119 189.555 589.368 647.289 015.24
22222222222222222333333322332324233233332222
10111011111111111111111010
810
9101212121212121210
81212
8121014111313111212121211111010
4040404040404040404040404040404040404040404040401515404040404040404040404040404040404040
99
101 103 109 104
94 96
110 116 110 115
85 108
87 101
97 98
123 125 108 126 121 122 122 143 143 147 140 138 135 142 136 138 133 128 135 138 136 125 129 119 129 120 112
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 12 12 12 12 12 12 12
9 10 10 11 11 12 10 11 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 12
0.850.650.670.691.000.620.740.750.811.000.770.681.001.000.940.880.800.710.720.630.660.840.810.631.001.000.880.761.000.741.910.670.790.750.730.710.680.691.000.760.840.871.000.71
168
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84
9 255.36 10 534.80
7 834.40 8 079.07
13 353.80 12 002.07
9 693.00 8 411.20 7 853.40
10 567.15 11 608.30
9 843.65 12 376.10
9 955.00 12 834.25 11 970.75 11 133.00 10 318.00 11 048.40 11 548.74
9 193.38 9 997.68 7 821.66 8 617.98 8 539.02 9 244.62 8 267.70 8 505.42 8 670.48 9 182.88 8 541,12
10 670.92 10 722.92 11 035.50
8 649.06 10 289.40
9 778.60 7 531.80 9 833.72
13 503.00
10 026.6415 802.2011 751.6012 118.60
8 902.5318 003.1014 539.5012 616.8011 780.10
8 465.859 497.707 759.35
10 125.908 145.00
10 500.759 794.259 108.908 442.009 039.60
15 948.2612 695.6213 806.3210 801.3411 901.0211 791.9812 766.3811 417.3011 745.5811 973.5212 681.1211 794.88
9 850.089 898.08
15 239.5011 943.94
8 418.609 026.40
17 154.209 077.289 002.40
2333333332333333333333333233332222333333
11121212121212121211111211111111111112101112121311101212121210101011111112121212
40404040404040404040404040404040404040404040404040404040404040404040404040404040
119 110 100 100
99 102 110 107 104 134 132 130 137 126 136 133 128 123 126 133 138 132 114 127 126 120 111 118 129 124 130 144 133 104 112 120 135 118 121 120
12 11 11 11 11 12 10 11 11 10 10 10 10 10 10 10 12 12 10 12 12 12 12 12 12 10 12 12 12 12 10 10 11 10 11 12 10 12 12 11
0.780.840.670.691.001.000.800.680.650.880.870.690.920.740.960.890.800.760.800.920.690.730.610.630.660.790.650.650.640.690.730.890.880.960.700.760.720,640.710.95
169
Lampiran 16. Efisiensi Perahu Motor Tempel Payang dengan memasukkan nilai moneter (penerimaan dan Biaya Operasional)
Output Input No. Produksi
(kg) Penerimaan
(RP) Upaya (trip)
Biaya operasional
(Rp)
Efisiensi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 41 43 44
32 033 22 383 23 097 25 955 37 803 21 086 25 803 28 243 30 398 37 320 29 111 19 738 29 163 18 630 18 425 16 695 15 460 26 253 25 514 23 852 19 277 24 309 23 174 17 852 22 888 20 277 22 884 21 153 23 424 20 694 21 031 21 094 18 312 19 476 18 893 16 289 17 818 18 002 18 085 16 883 19 145 15 970 20 589 17 377
146 587 675 95 300 200 118 952 050 127 109 000 121 156 150 86 220 400 155 237 500 141 074 500 168 311 500 175 203 950 119 872 650 129 305 750 173 169 000 79 625 000 77 330 000 75 525 000 72 575 000 95 880 000 90 055 000 82 665 833 87 179 000 111 098 650 107 967 375 86 528 935 79 057 510 78 661 950 86 868 500 78 760 165 84 122 618 73 487 573 80 674 171 79 351 903 65 813 489 73 437 725 69 347 418 63 223 920 65 271 169 65 192 000 102 173 750 81 833 743 121 283 350 73 876 667 114 119 623 76 290 450
99
101 103 109 104 94 96
110 116 110 115 85
108 87
101 97 98
123 125 108 126 121 122 122 143 143 147 140 138 135 142 136 138 133 128 135 138 136 125 129 119 129 120 112
22 537 500 22 982 500 23 530 500 24 794 500 23 763 000 21 595 500 21 920 000 25 140 000 26 390 000 25 480 000 26 162 500 19 337 500 24 570 000 21 522 500 24 660 000 23 776 000 24 100 500 27 973 500 28 403 500 24 570 000 28 764 000 27 529 500 27 573 000 27 765 000 33 367 500 33 267 500 34 152 500 32 624 000 17 940 000 27 075 000 21 425 000 17 000 000 24 403 500 23 529 000 22 747 500 19 195 000 20 345 000 20 722 500 29 107 500 30 047 500 27 682 500 30 017 500 28 075 000 26 030 000
0.96 0.65 0.73 0.74 1.00 0.65 1.00 0.81 0.91 1.00 0.74 0.94 0.98 0.62 0.53 0.51 0.47 0.61 0.58 0.62 0.45 0.60 0.57 0.45 0.45 0.41 0.44 0.43 0.84 0.49 0.64 0.81 0.48 0.54 0.54 0.55 0.57 0.56 0.51 0.40 0.63 0.36 0.59 0.45
170
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84
19 282 26 337 19 586 20 198 22 256 30 005 24 233 21 028 19 634 19 213 21 106 17 243 22 502 18 100 23 335 21 765 20 242 18 760 20 088 27 497 21 889 23 804 18 623 20 519 20 331 22 011 19 685 20 251 20 644 21 864 20 336 20 521 20 621 26 275 20 593 18 708 18 805 24 506 18 911 22 506
75 541 700 145 743 374 92 686 500 96 630 667 119 417 500 118 337 313 112 520 867 85 186 100 80 408 250 77 892 614 86 399 712 65 006 491 89 026 655 69 351 625 81 893 625 80 461 075 75 401 020 79 532 615 73 659 500 97 196 463 81 904 162 89 337 504 78 724 371 83 971 184 81 378 552 77 808 500 77 990 316 75 818 716 92 645 461 82 218 071 75 732 500 74 012 031 74 587 016 125 249 322 86 776 017 68 783 914 66 608 904 94 769 028 74 868 141 114 491 510
119 110 100 100 99
102 110 107 104 134 132 130 137 126 136 133 128 123 126 133 138 132 114 127 126 120 111 118 129 124 130 144 133 104 112 120 135 118 121 120
27 697 500 25 635 000 23 260 000 23 315 000 23 037 500 23 795 000 25 590 000 24 837 500 24 135 000 23 831 000 23 454 000 23 162 500 31 847 500 29 345 000 31 590 000 30 952 500 22 803 000 21 882 000 22 413 000 35 077 500 36 255 000 35 772 000 32 168 000 34 336 500 34 773 000 21 370 000 31 017 500 32 712 000 35 487 500 34 187 000 23 042 500 33 352 875 21 086 750 23 707 962 25 193 571 25 609 731 21 993 750 26 982 333 33 351 000 27 807 000
.
0.46 0.82 0.58 0.61 0.75 0.84 0.65 0.56 0.54 0.53 0.60 0.48 0.47 0.41 0.48 0.46 0.58 0.57 0.58 0.58 0.45 0.51 0.47 0.46 0.46 0.66 0.51 0.48 0.47 0.50 0.57 0.40 0.63 0.76 0.54 0.47 0.55 0.59 0.45 0.60
..
171
Lampiran 17. Efisensi Teknis Input Kapal Motor Bagan
output Input
Kapal
Produksi pelagis besar
Produksi ikan
lainnya
Tonnase kapal (GT)
Panjang kapal
Kekuatan mesin (pk)
Upaya /trip
ABK (org)
Efisiensi
teknis input
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 41 43 44 45
35 57516 22830 61523 17218 23319 27815 55320 22719 52021 13332 47154 60848 01430 83115 45141 77235 54028 19227 93125 29822 72222 48410 67722 36023 72925 72712 42125 58917 55415 79418 95921 18512 91615 18319 64520 26818 52920 84820 59622 44123 49834 97534 16030 61719 462
13 835
6 311 11 906
9 011 7 091 7 497 6 049 7 866 7 591 8 218
12 627 21 237 18 672 11 990
6 009 16 245 13 821 10 964 10 862
9 838 8 836 8 744 4 152 8 696 9 228
10 005 4 831 9 951 6 827 6 142 7 373 8 239 5 023 5 905 7 640 7 882 7 206 8 107 8 009 8 727 9 138
13 601 13 285 11 907
7 568
161614211816192121211830292415162522132517151623151919212212151914151314161212181229191912
403340
12033
12033
120120120100120120120100100190190120160100100
90120
8033
100120190100100
4533331640803333333340904040
181816211718212020202021212417192122152116161822181820202016171817171717181616171621191916
69 74 98 48 98 91 77 74 84
100 71 58 62 86 69 56 32 39 62 36 25 28 32 95 40
118 30 42 53 82 94
116 45 51
117 101 105 109 115 108 121 105
69 89 90
8 8 8 9 7 8 8 8 8 8 8
16 16 10 10 10 12 12 10 12 10 10
8 8 8 7 8
12 12
8 8 9 8 8 8 8 9 8 8 8 8
10 10 10
8
0.780.410.660.350.470.320.390.340.320.360.540.690.570.410.220.540.810.530.450.510.660.590.240.370.430.660.300.450.240.280.320.410.360.410.980.440.270.500.500.540.570.470.450.410.42
172
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96
41 48522 26321 13831 68837 95192 46887 17188 86183 70090 31360 40945 65118 72317 89321 48721 06624 30118 64321 18813 79124 10122 89323 11140 40431 14418 53225 07326 35423 18618 66724 18219 24421 47922 48322 29427 32122 23322 89024 18425 05425 62222 73824 75626 47227 01772 35620 86922 58719 50023 67125 024
.
16 133 8 658 8 220
12 323 14 759 35 960 33 900 34 557 32 550 35 122 23 493 17 753
7 281 6 958 8 356 8 192 9 450 7 250 8 240 5 363 9 373 8 903 8 988
15 713 12 112
7 207 9 751
10 249 9 017 7 260 9 404 7 484 8 353 8 743 8 670
10 625 8 646 8 902 9 405 9 743 9 964 8 843 9 628
10 294 10 507 28 138
8 116 6 371 5 500 5 918 5 493
121212132029291922191921181315121819261514161415121217171715181416151818282020191620151813241718181514
3333333333
120120
90120
90909033339033
190100100
3333
10033
1003333333333
120100
33100
33100160160120120160
3345
100100
40100
9090454570
161616161821211920191920191417161916181417181717161719191717181718181819211919191717161616201718191717
85 84 71 90
125 90 78 84 78 66 54 60 73 90
123 123
93 97
122 51
123 123 126 121
71 83 88 84
118 85 95 96
109 119 122
98 102 119 120 120 121 121 103
96 103
70 67 93 85 91 85
8 8 8 8
11 16 16 12 12 12 12 10
8 6
10 7
12 8 8 6 8 8 6
10 8 8 8 8
10 8
10 8 8 8 8
12 10
8 8
11 10 10 10 10 10 14
9 8 8 8 8
1.000.540.530.760.920.930.870.980.931.000.820.610.470.490.300.540.280.310.350.380.580.380.630.570.790.450.600.640.560.310.320.460.360.540.370.320.300.380.400.300.620.440.350.350.570.760.310.380.380.390.48
173
Lampiran 18. GAMS Output untuk Analisis DEA Perikanan Pelagis Besar GAMS Rev 128 Windows NT/95/98 07/13/06 12:18:31 PAGE 1 Data Envelopment Analysis - DEA (DEA,SEQ=192) 18 19 sets i units 20 is(i) selected unit 21 j inputs and outputs 22 ji(j) inputs 23 jo(j) outputs 24 25 Parameter data(i,j) unit input output 26 vlo v lower bound 27 ulo u lower bound 28 norm normalizing constant 29 30 Variables v(ji) input weights 31 u(jo) output weights 32 eff efficiency 33 var dual convexicty 34 35 lam(i) dual weights 36 vs(ji) input duals 37 us(jo) output duals 38 Z 39 40 positive variables u,v,vs,us,lam; 41 42 Equations defe(i) efficiency definition - weighted output 43 denom(i) weighted input 44 lime(i) 'output / input < 1' 45 dii(i,ji) input duals 46 dio(i,jo) output dual 47 defvar variable return to scale 48 dobj dual objective; 49 50 * primal model 51 52 defe(is).. eff =e= sum(jo, u(jo)*data(is,jo)) - 1*var; 53 54 denom(is).. sum(ji, v(ji)*data(is,ji)) =e= norm; 55 56 lime(i).. sum(jo, u(jo)*data(i,jo)) =l= sum(ji, v(ji)*data(i,ji)) + var; 57 GAMS Rev 128 Windows NT/95/98 07/13/06 12:18:31 PAGE 2 Data Envelopment Analysis - DEA (DEA,SEQ=192) 58 * dual model 59 60 dii(is,ji).. sum(i, lam(i)*data(i,ji)) + vs(ji) =e= z*data(is,ji); 61
174
62 dio(is,jo).. sum(i, lam(i)*data(i,jo)) - us(jo) =e= data(is,jo); 63 64 defvar.. sum(i, lam(i)) =e= 1; 65 66 dobj.. eff =e= norm*z - vlo*sum(ji, vs(ji)) - ulo*sum(jo, us(jo)); 67 68 69 70 71 72 model deap primal / defe, denom,lime / 73 deadc dual with CRS / dobj, dii, dio / 74 deadv dual with VRS / dobj, dii, dio, defvar / 75 76 sets i units /1984*2004 / 77 j inputs and outputs /effort, prodact, prodsust / 78 ji(j) inputs / effort / 79 jo(j) outputs /prodact, prodsust / 80 81 82 Table data(i,j) 83 effort Prodact Prodsust 84 1984 15551.8 6155.80 11341.01 85 1985 17525.6 7479.10 12111.42 86 1986 21437.3 8220.60 13317.41 87 1987 21842.8 8753.80 13420.26 88 1988 25968.9 11229.80 14259.27 89 1989 28758.3 14435.30 14635.58 90 1990 24260.3 15258.12 13955.71 91 1991 25989.8 14890.10 14262.63 92 1992 23785.3 12173.50 13860.63 93 1993 25382.6 11037.70 14161.70 94 1994 26519.2 13879.40 14344.80 95 1995 21898.3 13532.40 13434.06 96 1996 22327.8 14640.80 13538.21 97 1997 27378.1 16855.20 14466.96 98 1998 21386.5 17445.00 13304.25 99 1999 24847.4 20338.60 14066.67 100 2000 23266.3 18167.80 13751.22 101 2001 25794.1 18546.30 14230.88 102 2002 23462.5 10328.40 13793.27 103 2003 13386.5 8747.90 10355.05 104 2004 13603.4 9702.50 10460.87 105 106 107 109 option limcol=0 // no column listing 110 limrow=0 // no row listing 111 solveopt=replace; // don't keep old var and equ values 112 113
175
GAMS Rev 128 Windows NT/95/98 07/13/06 12:18:31 PAGE 3 Data Envelopment Analysis - DEA (DEA,SEQ=192) 114 115 var.fx = 0; // to run CRS with the primal model 116 *var.lo = -inf; // to run VRS with the primal model 117 *var.up = +inf; // to run VRS with the primal model 118 vlo=1e-4; 119 ulo=1e-4; 120 norm=100; 121 122 v.lo(ji) = vlo; 123 u.lo(jo) = ulo; 124 125 *deadc.solprint=2; 126 *deadv.solprint=2; 127 *deap.solprint=2; 128 129 set ii(i) set of units to analyze / 1984,1994,2004 /; 130 131 *ii(i) = yes; // use to run all depots 132 is(i) = no; 133 134 parameter rep summary report; 135 136 loop(ii, 137 is(ii) = yes; 138 solve deap us lp max eff; 139 rep(i,ii) = sum(jo, u.l(jo)*data(i,jo))/sum(ji, v.l(ji)*data(i,ji)); 140 rep('MStat-p',ii) = deap.modelstat; 141 solve deadc us lp min eff ; 142 rep('MStat-d',ii) = deadc.modelstat; 143 rep('obj-check',ii) = deadc.objval - deap.objval; 144 is(ii) = no); 145 146 rep(i,'Min') = smin(ii, rep(i,ii)); 147 rep(i,'Max') = smax(ii, rep(i,ii)); 148 rep(i,'Avg') = sum(ii, rep(i,ii))/card(ii); 149 150 display rep; GAMS Rev 128 Windows NT/95/98 07/13/06 12:18:31 PAGE 22 Data Envelopment Analysis - DEA (DEA,SEQ=192) E x e c u t i o n ---- 150 PARAMETER rep summary report 1984 1994 2004 Min Max 1984 0.939 0.724 0.922 0.724 0.939 1985 0.891 0.727 0.879 0.727 0.891 1986 0.801 0.654 0.790 0.654 0.801 1987 0.792 0.664 0.783 0.664 0.792 1988 0.709 0.653 0.707 0.653 0.709 1989 0.659 0.686 0.665 0.659 0.686 1990 0.746 0.824 0.757 0.746 0.824
176
1991 0.711 0.765 0.720 0.711 0.765 1992 0.754 0.735 0.755 0.735 0.755 1993 0.721 0.659 0.718 0.659 0.721 1994 0.700 0.721 0.705 0.700 0.721 1995 0.795 0.837 0.802 0.795 0.837 1996 0.786 0.863 0.797 0.786 0.863 1997 0.686 0.788 0.699 0.686 0.788 1998 0.809 1.000 0.831 0.809 1.000 1999 0.737 0.971 0.763 0.737 0.971 2000 0.768 0.955 0.790 0.768 0.955 2001 0.717 0.883 0.737 0.717 0.883 2002 0.759 0.680 0.755 0.680 0.759 2003 1.000 0.955 1.000 0.955 1.000 2004 0.995 1.000 1.000 0.995 1.000 MStat-p 1.000 1.000 1.000 MStat-d 1.000 1.000 1.000 obj-check 2.84217E-14 + Avg 1984 0.862 1985 0.832 1986 0.748 1987 0.746 1988 0.690 1989 0.670 1990 0.776 1991 0.732 1992 0.748 1993 0.699 1994 0.709 1995 0.811 1996 0.815 1997 0.724 1998 0.880 1999 0.824 2000 0.838 2001 0.779 2002 0.731 2003 0.985 2004 0.998 EXECUTION TIME = 0.030 SECONDS 1.4 Mb WIN202-128 GAMS Rev 128 Windows NT/95/98 07/13/06 12:18:31 PAGE 23 Data Envelopment Analysis - DEA (DEA,SEQ=192)
177
Lampiran 19. GAMS Output untuk Efisiensi Teknis Input Pukat Cincin GAMS Rev 128 Windows NT/95/98 07/13/06 12:29:38 PAGE 1 G e n e r a l A l g e b r a i c M o d e l i n g S y s t e m C o m p i l a t i o n 1 Sets inout/spec1,spec2,fix1,fix2,fix3,var1,var2/ 2 Output(inout)/spec1,spec2/ 3 Input(inout)/fix1,fix2,fix3,var1,var2/ 4 Obs/1*15/ 5 Subobs(obs)/1*13/ 6 Actobs(obs); 7 Alias (subobs,subobs1); 8 Table act(obs,inout) input output table 9 10 spec1 spec2 fix1 fix2 fix3 var1 var2 11 1 11612.9 27950.6 25 21 120 51 15 12 2 20633.65 19642.85 30 22 120 45 15 13 3 16639.92 12448.58 23 17 100 56 13 14 4 18430.23 18318.17 27 22 160 56 14 15 5 8551.47 32948.90 25 20 100 46 15 16 6 8646.86 35036.24 26 21 160 49 19 17 7 9374.97 22847.03 24 19 160 47 14 18 8 20376.37 17657.83 25 20 120 51 14 19 9 19374.02 12056.28 26 21 120 47 14 20 10 17935.21 13088.16 25 20 120 68 13 21 11 11623.17 22009.93 26 21 120 69 14 22 12 12119.72 25497.48 25 20 120 62 13 23 13 17416.41 15754.09 25 20 120 55 14 24 25 ; 26 Variables 27 Lambda efficiency score 28 Weight(obs) intensity variable; 29 Positive variable weight; 30 Equations 31 Constr1(output,obs) DEA constraint for each output 32 Constr2(input,obs) DEA constraint for each input; 33 Constr1(output,actobs)..sum(subobs,weight(subobs)*act(subobs,output))=G= 34 act(actobs,output); 35 Constr2(input,actobs)..sum(subobs,weight(subobs)*act(subobs,input))=L= 36 lambda*act(actobs,input); 37 Parameter 38 Score1(obs) efficiency scores; 39 Model tedea/constr1,constr2/; 40 Loop(subobs1, 41 Actobs(obs)=no; 42 Actobs(subobs1)=yes; 43 Option LP=OSL; 44 Solve tedea minimizing lambda using LP; 45 Score1(subobs1)=lambda.l; 46 ); 47 Display score1;
178
GAMS Rev 128 Windows NT/95/98 07/13/06 12:29:38 PAGE 80 G e n e r a l A l g e b r a i c M o d e l i n g S y s t e m E x e c u t i o n ---- 47 PARAMETER Score1 efficiency scores 1 0.976, 2 1.000, 3 0.977, 4 0.957, 5 1.000, 6 1.000 7 0.836, 8 1.000, 9 0.980, 10 0.948, 11 0.849, 12 1.000 13 0.871 EXECUTION TIME = 0.030 SECONDS 1.4 Mb WIN202-128 USER: GAMS Development Corporation, Washington, DC G871201:0000XX-XXX Free Demo, 202-342-0180, [email protected], www.gams.com DC9999 **** FILE SUMMARY INPUT C:\WINDOWS\GAMSDIR\INPUTTEPKTCINCIN2.GMS OUTPUT C:\WINDOWS\GAMSDIR\INPUTTEPKTCINCIN2.LST
179
Lampiran 20. Output Maple untuk perhitungan Surplus Produsen Pelagis Besar > AC:=2*c/(alpha+sqrt(-4*beta*h+alpha^2));
AC := 2 c
α + -4 β h + α2
> A:=int(AC,h);
A := c α ln h( )
2 β -
c -4 β h + α2
β -
c α ln -4 β h + α2
- α⎛⎝
⎞⎠
2 β +
c α ln α + -4 β h + α2⎛
⎝⎞⎠
2 β
> PS:=p0*h0-A;
PS := p0 h0 - c α ln h( )
2 β +
c -4 β h + α2
β +
c α ln -4 β h + α2
- α⎛⎝
⎞⎠
2 β -
c α ln α + -4 β h + α2⎛
⎝⎞⎠
2 β
> restart; > alpha:=1.1138270; beta:=0.000030340; p0:=8486; c:=2469.09; h:=10.461;
α := 1.1138270
β := 0.000030340
p0 := 8486
c := 2469.09
h := 10.461
> AC:=2*c/(alpha+sqrt(-4*beta*h+alpha^2)); AC := 2217.329974
> A:=1/2*c/beta*alpha*ln(h)-c/beta*(-4*beta*h+alpha^2)^(1/2)-1/2*c/beta*alpha*ln(alpha-sqrt(-4*beta*h+alpha^2))+1/2*c/beta*alpha*ln(alpha+sqrt(-4*beta*h+alpha^2));
A := 3.906375434 108
> PS:=abs(p0*h-A);
PS := 3.905487714 108
Pelagis Kecil > restart; > alpha:=0.314429467; beta:=0.000001586; p0:=6385; c:=512.115; h:=15.640;
180
α := 0.314429467
β := 0.000001586
p0 := 6385
c := 512.115
h := 15.640
> AC:=2*c/(alpha+sqrt(-4*beta*h+alpha^2)); AC := 1629.120696
> A:=1/2*c/beta*alpha*ln(h)-c/beta*(-4*beta*h+alpha^2)^(1/2)-1/2*c/beta*alpha*ln(alpha-sqrt(-4*beta*h+alpha^2))+1/2*c/beta*alpha*ln(alpha+sqrt(-4*beta*h+alpha^2));
A := 4.589493085 108
> PS:=abs(p0*h-A);
PS := 4.588494471 108