ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI
(Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
SKRIPSI
TEGUH PURWADI H34050065
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
i
ii
ABSTRACT
This study analyzed banana farms in Talaga Village, Cianjur District, West Java. The objectives of the study were to describe the banana farms condition, to analyze cost stucture and farmer income that cultivated banana farm by semi-intensive croping system based on standard operating procedure (SOP) from Primatani program. Data for this study were generated from 30 respondents randomly on Mei 2009. The respondents were banana farmers that joined in Primatani Program. Descriptive analysis, income analysis, and efeciency analysis were used in analyzing the data. The identification result revealed that all of farmer cultivate their banana by intercroppping system. The result of analysis showed that there were changes in cultivation methodes and farmer institution after joined in Primatani. The cost analysis suggest that the majority of cost component was natural fertilizer. The income analysis and efeciency analysis showed that the cultivation banana by SOP from Primatani profitable. It was proved by net profit value (Rp 16.945.968,69) and R/C value (more than one).
Key Word: banana farmer’s income, banana farm, primatani program.
iii
RINGKASAN TEGUH PURWADI. Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui Program Primatani (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah Bimbingan NETTI TINAPRILLA).
Pisang merupakan buah dengan tingkat konsumsi paling tinggi diantara buah lainnya. Tetapi besarnya permintaan pisang belum dapat sepenuhnya dipenuhi oleh petani karena adanya persyaratan yang diinginkan oleh pasar yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Pisang produksi petani dianggap kurang berkualitas karena kulit buah yang tidak mulus dan banyak bercak-bercak, dan juga petani tidak mampu untuk berproduksi secara kontinyu dalam skala besar. Oleh karena itu pemerintah berusaha mengembangkan pisang dengan mengubah teknik budidaya sederhana tanpa aturan baku yang selama ini digunakan petani menjadi lebih intensif dengan menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO). Perubahan teknik budidaya dari teknik budidaya tradisional tanpa menerapkan SPO menjadi teknik budidaya dengan menerapkan SPO tentu akan menimbulkan biaya-biaya baru yang harus dikeluarkan petani. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah menggambarkan kondisi usahatani pisang di Desa Talaga, serta menganalisis biaya dan pendapatan usahatani pisang dan untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang diterima petani dengan menerapkan SPO yang diberikan Primatani Penelitian dilakukan di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Dengan pertimbangan petani pisang di Desa Talaga sedang dibina agar bertani pisang dengan menerapkan SPO yang ada. Waktu penelitian dilakukan selama bulan Februari hingga Mei 2009. Responden penelitian adalah petani pisang yang sedang dibina oleh Primatani dan mendapatkan bantuan Pinjaman Modal Usaha Kelompok (PMUK), sebanyak 30 orang. Penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani, efisiensi (R/C). Selain melihat pendapatan usahatani pisang dalam penelitian ini juga dilakukan analisis terhadap perubahan yang terjadi pada kondisi usahatani pisang Desa Talaga dengan adanya Primatani Perubahan-perubahan yang terjadi dengan adanya Primatani meliputi perubahan teknik budidaya pisang yang dilakukan petani yang pada awalnya budidaya dilakukan tanpa aturan baku dengan adanya Primatani petani mulai menggunakan SPO dalam menjalankan budidaya pisang. Selain perubahan pada teknik budidaya, pada beberapa kelembagaan juga terjadi perubahan. Perubahan pada kelembagaan produksi, yaitu petani pisang dihimpun dalam lima kelompok tani. Pengelompokan petani dalam kelompok tani mempermudah petani dalam memperoleh pendanaan yang dapat dilihat dari diberikannya bantuan PMUK. Pada kelembagaan pemasaran terjadi perubahan meliputi sistem penjualan yang sebelumnya menggunakan sistem ijon dan beli tandan, setelah ada Primatani berubah dengan menggunakan sistem per kg berat tandan, selain itu juga dibentuk pemasaran kelompok dengan melibatkan unsur tengkulak yang sudah ada sebelumnya. Teknik budidaya pisang yang dilakukan oleh petani adalah penerapan SPO yang ada dengan sistem penanaman tumpangsari. Hasil analisis biaya usahatani
iv
menunjukkan bahwa pada tahun 2008, total biaya usahatani pisang per hektar sebesar Rp. 16.991.076,49, yang terdiri dari biaya tunai sebesar Rp. 11.298.555,48 dan biaya tidak tunai sebesar Rp. 5.692.521,01. Hasil analisis penerimaan usahatani menunjukkan produksi yang dihasilkan sebesar 20.526,48 kg, dengan penerimaan tunai sebesar Rp. 33.937.045,18. Pendapatan yang diperoleh selama satu tahun dari luas lahan satu hektar adalah sebesar Rp. 16.945.968,69.
Hasil analisis efisiensi menunjukkan budidaya pisang di Desa Talaga menguntungkan untuk dijalankan dengan nilai imbangan biaya dan penerimaan sebesar 3,00 terhadap biaya tunai dan 2,00 terhadap biaya total. Hasil analisis penerapan SPO menunjukkan bahwa ada beberapa SPO yang penerapannya belum maksimal diantaranya pemakaian bibit unggul, Trichoderma, plastik poliethilen biru (brongsong) dan jarak tanam
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan penulis yaitu petani harus lebih memaksimalkan penerapan SPO, terlebih lagi untuk penerapan beberapa SPO yang dinilai penting tetapi penerapannya belum maksimal seperti bibit unggul, Trichoderma, plastik poliethilen biru (brongsong) dan jarak tanam. Perlu adanya peningkatan pendampingan dan bantuan untuk penerapan beberapa SPO yang kurang maksimal, karena penerapan SPO tersebut sebelum adanya pembinaan dari Primatani belum dilakukan oleh petani. Pemberian bantuan yang berupa dana dan saprodi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan petani, dan juga perlu adanya pengawasan, agar bantuan yang diberikan digunakan sesuai dengan tujuan pemberian bantuan, lembaga pemasaran dengan melibatkan tengkulak perlu dilakukan perubahan dalam sistem pembayaran dan bagi hasil antara tengkulak dan kelompok tani sehingga tercipta pemasaran kelompok yang menguntungkan baik bagi kelompok tani maupun tengkulak.
v
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI
(Kasus : Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
TEGUH PURWADI H34050065
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
vi
Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui
Program Primatani (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan
Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
Nama : Teguh Purwadi
NIM : H34050065
Menyetujui, Pembimbing
Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP. 19690410 199512 2 001
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
vii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui Program Primatani (Kasus : Desa
Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” adalah karya
saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Teguh Purwadi H34050065
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 14 April
1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak
Khodirin dan Ibunda Wibiani.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Rejosari pada
tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di
SLTP Negeri 1 Bojong. Pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Pekalongan
pada tahun 2005.
Penulis diterima pada Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2005.
Pada tahun 2006 penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen dengan kurikulum Mayor-Minor.
Selama mengikuti pendidikan, penulis tergabung dalam organisasi
mahasiswa daerah IMAPEKA (Ikatan Mahasiswa Pekalongan dan Batang) pada
tahun 2005-2009
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui Program Primatani (Kasus: Desa
Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)”.
Penelitian ini bertujuan menggambarkan kondisi usahatani pisang di desa
Talaga dengan program Primatani, menganalisis penerimaan dan biaya dari
usahatani pisang, dan menganalisis pendapatan yang diterima petani dari
usahatani pisang serta menganalisis efisiensi biaya terhadap penerimaan usahatani
pisang.
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun kearah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2009
Teguh Purwadi
x
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada :
1. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
2. Etriya, SP. MM selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah
meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan
skripsi ini.
3. Yeka Hendra Fatika, SP yang telah menjadi pembimbing akademik dan
seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.
4. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa
yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.
5. Petani pisang, pihak Primatani, pihak Desa Talaga atas waktu,
kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.
6. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 42 atas
semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta
seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
bantuannya.
Bogor, September 2009
Teguh Purwadi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xvi
I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 3 1.3. Tujuan dan Kegunaan ........................................................... 5
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 7 2.1. Gambaran Komoditas Pisang ............................................... 7 2.1.1. Karakteristik Pisang .................................................... 7
2.2. Primatani ............................................................................ 9 2.3. Usahatani Pisang ................................................................... 12
III KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 16 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 16 3.1.1. Usahatani .................................................................... 16 3.1.2. Penerimaan Usahatani ................................................. 16 3.1.3. Biaya Usahatani .......................................................... 17 3.1.4. Pendapatan Usahatani ................................................. 17
3.2. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio) ....................... 17 3.4. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................... 18
IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................... 21 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 21 4.2. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 21 4.3. Metode Pengumpulan Data .................................................. 22 4.4. Metode Pengolahan Data ...................................................... 22 4.5. Analisis Pendapatan Usahatani .............................................. 22
V GAMBARAN UMUM DESA TALAGA .................................. 27 5.1 Letak dan Luas Wilayah .......................................................... 27 5.2. Kondisi Alam.......................................................................... 28 5.3. Demografi ............................................................................... 29
VI PRIMATANI DESA TALAGA ................................................. 32 6.1. Rancang Bangun Primatani Desa Talaga ............................... 32 6.1.1. Inovasi Teknologi ......................................................... 33 6.1.2. Inovasi Kelembagaan ................................................... 37 6.1.3. Skenario Model............................................................. 40 6.2. Perkembangan Primatani di Desa Talaga .............................. 42 6.2.1. Perkembangan Teknik Budidaya Pisang ...................... 42 6.2.1.1. Persiapan dan Pengolahan Lahan ................. 42 6.2.1.2. Pemeliharaan ................................................. 44 6.2.1.3. Pengendalian Hama dan Penyakit ................ 46
xi
6.2.1.4. Pemanenan .................................................... 48 6.2.2. Perkembangan Kelembagaan Pemasaran Pisang ......... 49 6.2.3. Perkembangan Kelembagaan Saprodi ......................... 53 6.2.4. Perkambangan Kelembagaan Produksi Pisang ............ 53
VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON DESA TALAGA .......................................................... 55 7.1. Karakteristik Responden......................................................... 55 7.1.1. Umur dan Pengalaman Usahatani................................. 55 7.1.2. Tingkat Pendidikan ...................................................... 56 7.1.3. Status Usahatani .......................................................... 57 7.1.4. Luas dan Status Kepemilikan Lahan Pisang................. 59 7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui Program Primatani .................................................... 61 7.2.1. Analisis Penerimaan .................................................... 62 7.2.2. Analisis Biaya .............................................................. 62 7.2.2.1. Bibit .............................................................. 63 7.2.2.2. Pupuk ............................................................ 63 7.2.2.3.Trichoderma .................................................. 66 7.2.2.4. Brongsong ..................................................... 66 7.2.2.5. Tenaga Kerja.................................................. 66 7.2.2.6. Alat-alat Pertanian ........................................ 67 7.2.2.7. Lahan ............................................................. 68 7.2.2.8. Disinfektan .................................................... 69 7.2.3. Analisis Efisiensi ......................................................... 73 7.2.4. Analisis Penerapan SPO .............................................. 75
VIII KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 76 8.1. Kesimpulan............................................................................. 76 8.2. Saran ...................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 78
LAMPIRAN .......................................................................................... 80
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Konsumsi Perkapita Beberapa Buah Nasional Tahun 2003-2006 ....................................................... 1
2. Produksi dan Ekspor Pisang Nasional Tahun 2003-2007 ....................................................... 2
3. Komponen Penyusun Pendapatan Usahatani Pisang ................. 26
4. Luas Wilayah Desa Talaga Menurut Penggunaannya Tahun 2008 ....................................................... 28
5. Jenis, Luas Lahan dan Produktivitas Tanaman Desa Talaga Tahun 2008............................................................. 29
6. Susunan Penduduk Desa Talaga Menurut Kelompok Umur Tahun 2008 ....................................................................... 29
7. Susunan Penduduk Desa Talaga Menurut Kelompok Pekerjaan Tahun 2008................................................................ 30
8. Susunan Penduduk Desa Talaga Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008 ................................................. 31
9. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Ukuran Lubang Tanam dan Jarak Tanam ............................................... 43
10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Umur Tahun 2008 ................................................................................. 55
11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Pisang Tahun 2008........................... 56
12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2008 ................................................. 57
13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Utama Tahun 2008 ............................................ 58
14. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jenis Tanaman Sela Tahun 2008 ................................................ 59
15. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan yang Ditanami Pisang Ambon Tahun 2008.................................................................................. 60
16. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2008 ..................................... 61
17. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Penggunaan Pupuk Tahun 2008.................................................. 65
18. Jenis dan Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani Pisang per Hektar Tahun 2008 ................................................... 68
xiii
19. Perbandingan Usahatani Pisang Desa Talaga dengan Penelitian Terdahulu....................................................... 72
20. Rata-rata Pendapatan Petani Responden per Hektar di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur Tahun 2008 ................................ 74
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pikir Operasional Analisis Pendapatan Usahatani Pisang di Desa Talaga, Cugenang, Cianjur melalui Program Primatani ........................................... 20
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Luas Panen Pisang Indonesia (dalam ha) Tahun 2000-2003 ..................................................... 81
2. Karakteristik Petani Responden Desa Talaga Tahun 2008 ............................................................ 82
3. Jenis dan Jumlah Alat Budidaya Pisang Petani Responden Desa Talaga Per Hektar Tahun 2008 ................................................................................. 83
4. Produksi Pisang Petani Responden Desa Talaga Tahun 2008 ............................................................ 84
5. Penggunaan Pupuk Anorganik per Rumpun per Tahun Petani Responden Desa Talaga Tahun 2008 ............................................................ 85
6. Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Petani Responden per Tahun Desa Talaga Tahun 2008 .......................................... 86
7. Penggunaan Brongsong, Trichoderma, Disinfektan Petani Responden Desa Talaga Tahun 2008 ............................................................ 87
xvi
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki lahan yang cocok untuk membudidayakan pisang.
Kecocokan lahan ini dapat dilihat dari pisang dapat tumbuh di sebagian besar
propinsi di Indonesia dengan areal tanam yang semakin luas. Indonesia memiliki
lebih dari 200 jenis pisang, keragaman jenis pisang ini tentunya dapat memberikan
peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan pisang sebagai komoditas unggulan
untuk menghasilkan devisa.
Di Indonesia, pisang merupakan buah dengan tingkat konsumsi perkapita
yang paling tinggi diantara buah lainnya (Tabel 1). Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa
tingkat konsumsi per kapita tertinggi untuk pisang adalah pada tahun 2005 yaitu 8,89
kg/th. Tingginya tingkat konsumsi pisang ini disebabkan karena pisang merupakan
buah yang selalu tersedia sepanjang tahun. Pasokan pisang yang tidak mengenal
musiman menyebabkan harga pisang relatif stabil. Kecenderungan peningkatan
konsumsi perkapita menunjukkan bahwa untuk pasar dalam negeri pisang masih
memiliki pasar yang terbuka, ditambah lagi laju pertambahan penduduk Indonesia
yang cenderung naik.
Tabel 1. Konsumsi Perkapita Beberapa Buah Nasional Tahun 2003-2006
Konsumsi Perkapita (kg/tahun) NO Komoditas
2003 2004 2005 2006
1 Pisang 7,96 7,59 8,89 7,54
2 Nenas 0,47 0,52 0,47 0,42
3 Pepaya 2,44 2,34 3,28 2,03
Sumber : Ditjen Hortikultura, 2007 (diolah)
Budidaya pisang tidak membutuhkan investasi mahal, seperti laboraturium
ataupun rumah kaca sehingga dapat dijalankan pada berbagai skala usaha, pisang juga
dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain, hal ini cocok dengan karakteristik
petani Indonesia yang memiliki keterbatasan modal dan juga lahan yang sempit.
2
Tumpangsari pisang dengan tanaman lainnya akan memberikan tambahan pendapatan
bagi petani terlebih lagi produksi pisang yang tidak mengenal musim, pisang dapat
diandalkan sebagai sumber pendapatan selama proses menunggu waktu panen
tanaman musiman.
Selain memenuhi kebutuhan pisang dalam negeri, produksi pisang Indonesia
juga telah diekspor. Negara tujuan ekspor pisang Indonesia adalah Jepang, Singapura,
Malaysia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Australia, Amerika Serikat dan Belanda.
Sebagian besar pisang yang diekspor adalah pisang produksi perusahaan perkebunan
swasta yang berskala besar. Sedangkan pisang produksi petani kecil sulit untuk
diekspor karena berbagai kendala seperti kualitas yang rendah dan ketidakseragaman
dalam ukuran, kualitas dan panen. Oleh karena itu meskipun terjadi peningkatan
jumlah produksi, masih terdapat selisih yang sangat besar antara jumlah produksi
dengan jumlah pisang yang diekspor. Jumlah produksi dan jumlah pisang yang
diekspor dapat dilihat di Tabel 2. Pada Tabel 2 ditunjukkan produksi pisang ditahun
2006 mencapai 5.037.472 ton tetapi hanya 4.443.188 kg pisang yang dapat diekspor.
Tabel 2. Produksi dan Ekspor Pisang Nasional Tahun 2003-2007
Tahun Produksi (ton) Ekspor (kg)
2003 4.177.155 244.652
2004 4.874.439 1.197.495
2005 5.177.608 3.647.027
2006 5.037.472 4.443.188
2007 5.454.226 -
Sumber : Ditjen Hortikultura, 2007 (diolah)
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan pisang adalah rendahnya
kualitas pisang yang dihasilkan oleh petani, rendahnya kualitas produksi pisang
petani dapat dilihat dari penampilan buah yang tidak menarik, ukuran buah yang tidak
maksimal. Rendahnya kualitas akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima
petani. Rendahnya kualitas ini berkaitan erat dengan cara berproduksi dari petani.
3
Oleh karena itu untuk dapat memanfaatkan potensi-potensi yang ada sekaligus
meningkatkan pendapatan petani, perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi
sekaligus kualitas pisang, salah satunya dengan melakukan program intensifikasi
dalam budidaya pisang dan membentuk sistem agribisnis pisang yang terintegrasi.
Departemen Pertanian sebagai lembaga yang bertugas untuk memajukan
pertanian berusaha untuk selalu mendorong berkembangnya pertanian ke arah yang
lebih baik, salah satu program yang sedang dijalankan oleh Departemen Pertanian
melalui BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) adalah Program Primatani.
Primatani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi
Pertanian) yaitu program yang bertujuan untuk mempercepat adopsi inovasi teknologi
tepat guna dan menciptakan pertanian yang terintegrasi, sehingga petani dapat
menghasilkan produk-produk yang memenuhi persyaratan pasar yaitu K3 (kualitas,
kuantitas dan kontinuitas), yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan
petani.
Program Primatani yang dijalankan di tiap lokasi berbeda-beda komoditas
unggulannya, disesuaikan dengan potensi yang dimiliki daerah dan tingkat
keberhasilan dari komoditas yang akan dikembangkan. Setelah dilakukan berbagai
penelitian mengenai potensi daerah yang ada dan menyelaraskan dengan program
Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur yang sedang berusaha untuk meningkatkan
kualitas dan produksi pisang Cianjur maka Primatani di daerah Cianjur mengangkat
pisang sebagai komoditas unggulan. Pisang Cianjur memiliki rasa yang khas tetapi
dalam pengelolaan usahataninya belum dilakukan secara baik sehingga kualitas yang
dihasilkan tidak maksimal dengan harga jual yang rendah. Adanya Primatani yang
membawa teknologi tepat guna di Cianjur diharapkan dapat membantu petani dalam
memproduksi pisang sesuai dengan permintaan pasar, sehingga kesejahteraan petani
pisang dapat meningkat.
1.2. Perumusan Masalah
Permintaan pisang masih sangat tinggi baik permintaan domestik maupun
permintaan dari luar negeri. Besarnya permintaan pisang ternyata belum dapat
4
dimanfaatkan oleh petani. Pisang produksi petani tidak dapat memenuhi persyaratan
yang diinginkan oleh pasar yaitu persyaratan dalam kualitas, kuantitas dan
kontinuitas. Pisang produksi petani kecil dianggap kurang berkualitas karena kulit
buah yang tidak mulus dan banyak bercak-bercak, dan juga petani tidak mampu untuk
berproduksi secara kontinyu dalam skala produksi besar, sehingga pisang produksi
petani hanya masuk ke pasar-pasar tradisional dengan harga jual ditingkat petani yang
rendah. Rendahnya kualitas menyebabkan rendahnya harga yang diterima sehingga
akan berpengaruh terhadap penerimaan petani.
Rendahnya kualitas produk-produk pertanian khususnya pisang disebabkan
karena beberapa faktor diantaranya teknik budidaya yang masih tradisional dan tidak
didukung dengan teknologi yang tepat, sehingga perlu adanya perubahan dari
berbagai segi agar pisang dari petani dapat meningkat kualitas maupun kuantitasnya.
Departemen Pertanian berusaha untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan
kuantitas produk-produk pertanian melalui berbagai program kerja, salah satunya
adalah melalui program Primatani yang dijalankan oleh BPTP sejak tahun 2005.
Primatani yaitu sebuah program yang bertujuan untuk mempercepat penyerapan
teknologi tepat guna oleh petani. Selain teknologi program ini juga bertujuan untuk
membangun sistem agribisnis yang terintegrasi di tiap daerah yang menjadi lokasi
Primatani berdasarkan potensi yang ada di daerah tersebut.
Primatani di Cianjur diselaraskan dengan program Dinas Pertanian Kabupaten
Cianjur yang sedang berusaha untuk mengembangkan pisang sebagai komoditas
unggulan daerah. Primatani di Cianjur dipusatkan di Desa Talaga Kecamatan
Cugenang yang selanjutnya diharapkan, manfaat yang diterima petani dapat
menyebar ke petani-petani di desa lainnya. Sejak tahun 2007 Prima tani telah
melakukan berbagai program kegiatan dalam upaya meningkatkan kualitas dan
kuantitas pisang yang dihasilkan oleh petani di Desa Talaga, salah satunya dengan
memberikan pembinaan kepada petani untuk menerapkan Standar Prosedur
Operasional (SPO) dalam berbudidaya pisang. Selain dijalankan Program Primatani,
petani pisang di Desa Talaga juga diberikan bantuan modal yang disebut Pinjaman
Modal Usaha Kelompok (PMUK) yang bertujuan untuk membantu permodalan
5
petani dalam menjalankan budidaya pisang sesuai dengan SPO yang ada, tidak semua
petani pisang di Desa Talaga dapat memanfaatkan pinjaman tersebut karena adanya
keterbatasan dana dari pemerintah
Budidaya dengan menerapkan SPO akan menimbulkan penggunaan input
baru dan tambahan kegiatan baru sehingga akan meningkatkan pengeluaran petani.
Sedangkan petani sebagai produsen akan berusaha untuk menekan pemakaian input
untuk mendapat keuntungan, ditambah lagi tidak semua petani menerima pinjaman
modal sehingga mereka tidak dapat mencoba secara langsung SPO yang dianjurkan
Primatani karena adanya keterbatasan dana. Peningkatan biaya produksi yang terjadi
akan menimbulkan pertanyaan bagi petani, apakah dengan biaya yang semakin besar,
usaha yang mereka jalankan dapat memberikan keuntungan. Keraguan dan
keterbatasan modal petani akan menyebabkan petani untuk tidak menerapkan SPO
yang dianjurkan Primatani. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis untuk
mengetahui seberapa besar pendapatan usahatani pisang di Desa Talaga dengan
menerapkan SPO.
Untuk mengetahui seberapa besar pendapatan usahatani pisang dengan
menerapkan SPO maka perlu dikaji:
1. Bagaimana kondisi usahatani pisang di Desa Talaga dengan program Primatani ?
2. Bagaimana struktur penerimaan dan biaya dari usahatani pisang yang dijalankan
petani?
3. Bagaimana pendapatan usahatani pisang dengan program Primatani
4. Apakah biaya yang digunakan efisien terhadap penerimaan ?
1.3. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penulisan skripsi ini sejalan dengan perumusan masalah yang
telah diuraikan diatas adalah :
1. Menggambarkan kondisi usahatani pisang di Desa Talaga dengan program
Primatani.
2. Menganalisis penerimaan dan biaya dari usahatani pisang.
6
3. Menganalisis pendapatan yang diterima petani dari usahatani pisang melalui
pendekatan usahatani.
4. Menganalisis efisiensi biaya terhadap penerimaan usahatani pisang.
Hasil penulisan skripsi ini diharapkan berguna sebagai :
1. Bagi petani untuk mengetahui apakah usahatani yang dijalankan oleh petani
menguntungkan.
2. Bagi pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan pisang dapat dijadikan
masukan dalam rangka menjalankan program-program pertanian yang
berhubungan dengan pengembangan pisang.
3. Sebagai wahana latihan peneliti dalam penerapan ilmu-ilmu yang diperoleh
dibangku kuliah, serta bahan informasi bagi pembaca.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Komoditas Pisang
Kata pisang berasal dari bahasa Arab, yaitu maus yang oleh Linneus
dimasukkan ke dalam keluarga Musaceae, untuk memberikan penghargaan kepada
Antonius Musa, yaitu seorang dokter pribadi kaisar Romawi Octaviani Agustinus
yang menganjurkan untuk memakan pisang. Itulah sebabnya dalam bahasa latin,
pisang disebut sebagai Musa paradisiacal.
Menurut sejarah pisang berasal dari Asia Tenggara yang oleh para penyebar
agama islam disebarkan ke Afrika Barat, Amerika Tengah yang kemudian pisang
menyebar keseluruh dunia, meliputi daerah tropis dan subtropis. Negara-negara
penghasil pisang terkenal diantaranya adalah: Brasilia, Filipina, Panama, Honduras,
India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Mexico, Venezuela, dan Hawai.
2.1.1. Karakteristik Pisang
Pisang (Musa paradisiacal) dapat dikebunkan di dataran rendah hangat
bersuhu 21-32ºC dan beriklim lembab. Walaupun demikian pisang masih bisa
berkembang biak sampai pada ketinggian tempat 1.300 mdpl. Di dataran tinggi,
umur berbuah pisang menjadi lebih panjang dan kulit buahnya pun cenderung lebih
tebal.
Topografi yang dikehendaki tanaman pisang berupa lahan datar dengan
kemiringan 8º. Lahan tersebut terletak di daerah tropis antar 16ºLU-12ºLS. Apabila
suhu udara kurang dari 13ºC atau lebih dari 38ºC maka pisang akan berhenti tumbuh
dan kemudian mati. Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak
mengandung humus memungkinkan tanaman pisang tersebar luas di Indonesia. Saat
ini, hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang.
Pertumbuhan optimal pisang dicapai di daerah yang mempunyai curah hujan
lebih dari 2.000 mm yang merata sepanjang tahun. Di daerah yang mempunyai
musim kering lebih dari 4-5 bulan, pisang masih bisa tumbuh baik asalkan air
tanahnya maksimal 150 cm dibawah permukaan tanah. Pisang juga dapat tumbuh
baik dilahan berpasir atau berbatu kerikil, asalkan subur. Keasaman tanah (pH) yang
dikehendaki pisang adalah 5,5-7,5.
Pisang kurang baik ditanam di daerah yang anginnya bertiup kencang.
Kuatnya tiupan angin tersebut dapat mengakibatkan daun pisang sobek-sobek
sehingga akan berpengaruh terhadap buah pisang yang dihasilkan. Berdasarkan
persyaratan lingkungan tumbuh pisang tersebut, maka hampir semua wilayah di
Indonesia dapat ditanami pisang. Oleh karena itu, Indonesia tergolong potensial
sebagai penghasil pisang atau sentra produksi pisang.
Sebagai besar pisang yang dibudidayakan di dunia berasal dari dua spesies
liar, yaitu Musa acuinata dan Musa balbisiana. Pisang yang ada saat ini lebih dari
200 jenis dan setiap pisang mempunyai mutu dan rasa yang berbeda-beda. Menurut
Satuhu dan Supriyadi (1999) pisang digolongkan kedalam tiga jenis antara lain:
1) Jenis umum yaitu, tanaman pisang yang dibudidayakan untuk diambil
manfaatnya bagi kesejahteraan hidup manusia yang berasal dari jenis herba
berumpun yang hidupnya menahun, jenisnya dibagi tiga kelompok antara lain:
a) Pisang serat yaitu pisang yang diambil seratnya.
b) Pisang hias, yaitu pisang yang ditanam di muka rumah sebagai hiasan.
c) Pisang buah yang dibedakan menjadi empat golongan:
i) Pisang yang dimakan langsung setelah masak, misalnya pisang kepok,
pisang raja, pisang mas, pisang cavendish dan lain-lain.
ii) Pisang yang dimakan setelah diolah terlebih dahulu, misalnya pisang
tanduk, pisang uli, pisang kapas, pisang bangkahalu, dan sebagainya.
iii) Pisang yang dimakan langsung setelah masak maupun diolah terlebih
dahulu, misalnya pisang kepok dan pisang raja.
iv) Pisang yang dapat dimakan sewaktu masih mentah, misal pisang klutuk.
2) Jenis pisang komersial banyak terdapat dipasaran, baik pasar umum maupun
supermarket. Jenis-jenis pisang ini banyak digemari masyarakat karena
keistimewaannya. Berikut jenis-jenis pisang komersial, pisang barangan, pisang
raja,pisang ambon kuning, pisang ambon lumut, pisang raja sere, pisang uli,
pisang raja jambe, pisang molo, pisang raja kul, pisang raja bulu, pisang kepok,
8
pisang tanduk, pisang mas, pisang kidang, pisang lampung dan pisang tongkat
langit.
3) Jenis pisang liar seperti pisang awak, pisang barly dan sebagainya.
Di Indonesia panen pisang tidak mengenal musim, karena curah hujan
tersebar merata sepanjang tahun, dengan demikian produksi pisang dapat diatur
secara rinci sepanjang tahun sesuai dengan kebutuhan. Hal ini sangat menguntungkan
petani terutama untuk ekspor (Purwanto 1994).
Tanaman pisang menghasilkan buah yang siap dipanen antara 9-18 bulan setelah
penanaman atau 80-120 hari setelah bunga pisang keluar, tergantung pada kultivar,
iklim dan cara bercocok tanam. Setelah panen pertama dilakukan, panen berikutnya
berlangsung sepanjang tahun, walaupun menghasilkan variasi musiman yang besar
(Purwanto 1994).
2.2. Primatani
Primatani merupakan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan
Inovasi Teknologi Pertanian, yang dilaksanakan secara partisipatif oleh semua
pemangku kepentingan (stakeholder) pembangunan pertanian, dalam bentuk
laboratorium agribisnis. Primatani dilaksanakan dengan empat strategi, yaitu:
1) Menerapkan teknologi inovatif tepat guna secara partisipatif berdasarkan
paradigma penelitian untuk pembangunan.
2) Membangun model percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis teknologi
inovatif yang mengintegrasikan sistem inovasi dan kelembagaan dengan sistem
agribisnis.
3) Mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi inovatif
melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta
fasilitasi.
4) Mengembangkan agroindustri pedesaan berdasarkan karakteristik wilayah
agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat.
Tujuan utama Primatani adalah untuk mempercepat diseminasi dan adopsi
teknologi inovatif terutama yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, serta
9
untuk memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat guna spesifik
pengguna dan lokasi. Sebagai modus diseminasi hasil-hasil penelitian dan
pengembangan, Primatani bertujuan untuk:
1) Merancang serta memfasilitasi penumbuhan dan pemanggota percontohan sistem
dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif.
2) Membangun pengadaan sistem teknologi dasar (antara lain benih dasar, prototipe
alat atau mesin pertanian, model usaha pascapanen skala komersial) secara luas
dan desentralistis.
3) Menyediakan informasi, konsultasi, dan sekolah lapang untuk pemecahan
masalah melalui penerapan inovasi pertanian bagi para praktisi agribisnis.
4) Memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah
setempat untuk melanjutkan pengembangan dan pemanggota percontohan sistem
dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi mutakhir secara
mandiri.
Keluaran akhir Primatani adalah terbentuknya unit Agribisnis Industrial
Pedesaan (AIP) dan Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID), yang
merupakan representasi industri pertanian dan usahatani berbasis ilmu pengetahuan
dan teknologi di suatu kawasan pengembangan. Kawasan ini mencerminkan
pengembangan agribisnis lengkap dan padu padan antar subsistem, yang berbasis
agroekosistem, dan mempunyai kandungan teknologi dan kelembagaan lokal yang
diperlukan. Keragaan yang dapat dilihat di lokasi AIP di antaranya adalah:
1) Sebagian besar produk yang dihasilkan memenuhi kebutuhan mutu termasuk
konsistensinya dan dalam jumlah cukup.
2) Sebagian besar petani mengadopsi teknologi yang diimplementasikan.
3) Munculnya beberapa petani progresif sebagai agen pembaharuan pertanian.
4) Sebagian besar petani menikmati nilai tambah secara proporsional.
5) Sebagian besar petani berkembang usahanya yang dapat dilihat dari kemampuan
memupuk modal untuk pembiayaan operasional, tabungan, dan investasi.
6) Sebagian besar petani mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah
fluktuasi harga hasil usahataninya.
10
7) Hasil pertanian mempunyai daya saing tinggi di pasar lokal maupun
internasional.
Primatani sebagai instrumen program pembangunan pertanian akan
memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Meningkatnya muatan inovasi baru dalam sistem dan usaha agribisnis.
2) Meningkatnya efisiensi sistem produksi, perdagangan, dan konsumsi komoditas
pertanian Indonesia.
3) Meningkatnya akuntabilitas Departemen Pertanian dalam pembangunan
pertanian melalui percepatan pemasyarakatan inovasi teknologi serta
kelembagaan pertanian.
Pengembangan agribisnis diarahkan untuk melakukan proses transformasi
struktur agribisnis dari pola dispersal menjadi pola industrial. Dalam agribisnis pola
industrial, setiap perusahaan agribisnis tidak lagi berdiri sendiri atau bergabung dalam
asosiasi horizontal. Setiap perusahaan memadukan diri dengan perusahaan-
perusahaan lain yang bergerak dalam seluruh bidang usaha yang ada pada satu alur
produk vertikal (dari hulu hingga hilir) dalam satu kelompok usaha yang selanjutnya
disebut sebagai unit Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP). AIP merupakan model
inovasi agribisnis yang digunakan dalam Primatani, dengan karakteristik utama
sebagai berikut:
1) Lengkap secara fungsional. Seluruh fungsi yang diperlukan dalam menghasilkan,
mengolah, dan memasarkan produk pertanian hingga ke konsumen akhir (alur
produk vertikal) dapat dipenuhi.
2) Satu kesatuan tindak. Seluruh komponen atau anggota melaksanakan fungsinya
secara harmonis dan dalam satu kesatuan tindak.
3) Ikatan langsung secara institusional. Hubungan di antara seluruh komponen atau
anggota terjalin langsung melalui ikatan institusional (nonpasar).
Primatani diimplementasikan secara partisipatif dalam suatu desa atau
laboratorium agribisnis, dengan menggunakan lima pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan agroekosistem, Penggunaan pendekatan agroekosistem berarti
Primatani diimplementasikan dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi
11
bio-fisik lokasi yang meliputi aspek sumber daya lahan, air, wilayah komoditas,
dan komoditas dominan.
2) Pendekatan agribisnis, berarti dalam implementasi Primatani diperhatikan
struktur dan keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani, pascapanen,
pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem.
3) Pendekatan wilayah, berarti optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam
satu kawasan (desa atau kecamatan). Salah satu komoditas pertanian dapat
menjadi perhatian utama sedangkan beberapa komoditas lainnya sebagai
pendukung, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk mengatasi risiko
ekonomi akibat fluktuasi harga.
4) Pendekatan kelembagaan, berarti pelaksanaan Primatani tidak hanya
memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu
yang berkaitan dengan input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial,
norma, dan aturan yang berlaku di lokasi Primatani
5) pemberdayaan masyarakat. menekankan penumbuhan kemandirian petani dalam
pemanfaatan potensi desa.
Resultan dari kelima pendekatan di atas adalah terciptanya suatu model
pengembangan pertanian dan pedesaan dalam bentuk unit Agribisnis Industrial
Pedesaan dan Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi di lokasi Primatani
yang berkelangsungan.
2.3. Usahatani Pisang
Dita (2005) melakukan penelitian tentang peranan pisang dalam ekonomi
usahatani di Desa Cilueksa, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis sejauh mana peranan ekonomi pisang bagi petani di
wilayah penelitian ditinjau dari segi kontribusi pendapatannya, alokasi sumberdaya
yang dipakai, efisiensi usahataninya serta menganalisis curahan waktu pengusahaan
pisang relatif terhadap total curahan waktu. Hasil analisis dengan melihat besarnya
R/C yang diperoleh maka kontribusi pendapatan usahatani pisang terhadap
pendapatan usahatani total baik pada lahan sempit, sedang dan luas dilokasi
12
penelitian relatif besar, sehingga disimpulkan bahwa dari segi pendapatan dan
efisiensi usahataninya pisang masih memiliki peranan ekonomi yang relatif tinggi
bagi petani di Desa Cilueksa sehingga layak untuk diusahakan.
Maharani (2008) melakukan analisis terhadap usahatani dan sistem tataniaga
pisang tanduk di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Hasil
yang diperoleh dari perhitungan cabang usahatani yaitu biaya totalnya sebesar Rp.
236.492,00 dengan penerimaan sebesar Rp. 250.000,00, sehingga nilai R/C yang
dihasilkan sebesar 1,05 dari sini disimpulkan bahwa kegiatan usahatani pisang tanduk
di Desa Nanggerang hanya menghasilkan produksi yang rendah, sehingga kurang
menguntungkan untuk diusahakan.
Marhaeni (2007) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan usahatani pisang di Kelurahan Rancamaya, Kecamatan
Bogor Selatan, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan pisang
terhadap pendapatan rumah tangga petani dan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan usahatani pisang. Berdasarkan analisis yang telah
dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pisang merupakan
komoditas yang masih mempunyai peran cukup besar dalam pendapatan rumah
tangga petani selain dari tanaman utamanya. Kontribusi usahatani pisang terhadap
total pendapatan petani masih relatif besar yaitu 21,33 persen untuk lahan sempit,
21,58 untuk lahan luas. Hasil analisis regresi faktor-faktor yang berpengaruh nyata
terhadap pendapatan usahatani adalah luas lahan, tenaga kerja dan pendapatan non
pisang.
Rajagukguk (1998) menganalisis pendapatan usahatani dan pemasaran pisang
di Desa Cikangkareng, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Cianjur. Dalam penelitian
ini disebutkan bahwa pisang merupakan usahatani sampingan yang ditumpangsarikan
dengan tanaman lain seperti ubi kayu dan cabai keriting. Input yang digunakan
meliputi lahan (perhitungan luas lahan dengan menggunakan asumsi bahwa satu
rumpun pisang diukur dari luas kanopi yaitu 6 m2) tenaga kerja, peralatan (cangkul,
kored, golok, dan sabit) dan bibit, diantara input yang digunakan yang termasuk biaya
tunai hanyalah kewajiban atas lahan. Kegiatan yang dilakukan dalam budidaya pisang
13
meliputi pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan. Analisis
dibedakan berdasarkan perbedaan status lahan yaitu lahan milik dan lahan sewa,
dengan tingkat R/C petani dengan lahan sewa sebesar 6,92 dan R/C petani lahan
milik sebesar 7,35. Petani penyewa memilki R/C yang lebih besar disebabkan karena
perhatian petani kepada tanaman pisang lebih besar daripada petani milik sehingga
hasil panen yang didapatkan petani sewa lebih besar.
Manurung (1998) menganalisis pendapatan usahatani pisang di Desa Sadeng,
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua
input yang digunakan berasal dari dalam keluarga artinya tidak ada input variabel
yang didapat dengan cara membeli. Pisang dijadikan tanaman untuk mengisi lahan-
lahan kosong dengan jarak tanam yang tidak teratur. Petani telah memberikan pupuk
kandang kepada pisang mereka. Pekerjaan untuk tanaman pisang tidak diberikan
waktu secara khusus hanya dilakukan jika petani memiliki waktu luang setelah
mengerjakan tanaman utama. Input yang digunakan meliputi lahan (perhitungan luas
lahan dengan menggunakan asumsi bahwa satu rumpun pisang diukur dari luas
kanopi yaitu 6 m2), tenaga kerja, peralatan (cangkul, kored, golok, dan sabit) dan
bibit, diantara input yang digunakan yang termasuk biaya tunai hanyalah kewajiban
atas lahan. Kegiatan yang dilakukan dalam budidaya pisang meliputi pengolahan
lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan. Nilai R/C yang diperoleh sebesar 6,12
jika tenaga kerja dalam keluarga tidak dihitung maka nilai R/C yang diperoleh
sebesar 78,53.
Keterangan diatas menunjukkan bahwa pisang dijadikan tanaman tumpangsari
yang hanya dibudidayakan di lahan-lahan kosong dengan perawatan seadanya,
dimana input yang digunakan sebagian besar merupakan input yang diperhitungkan
(tidak tunai), walaupun dibudidayakan dengan sederhana budidaya pisang selalu
dapat memberikan keuntungan bagi petani dalam menambah pendapatan usahatani
mereka. Input produksi yang digunakan dalam budidaya pisang meliputi lahan yang
menimbulkan biaya atas lahan, bibit yang sebagian besar didapatkan tanpa membeli,
peralatan meliputi cangkul, kored, golok, sabit, tenaga kerja yang semuanya berasal
dari dalam keluarga. Pada penelitian ini pisang masih dibudidayakan secara
14
tumpangsari tetapi kegiatan dalam proses budidayanya, petani berupaya untuk
menerapkan SPO yang ada dengan pembinaan dari program Primatani. Dengan
penerapan SPO ini diduga akan menimbulkan cara budidaya dan biaya-biaya baru
yang berbeda pada penelitian sebelumnya.
15
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Usahatani
Usahatani adalah bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir
faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga
memberikan manfaat yang sebaik-baiknya (Suratiyah 2006). Menurut Soekartawi et
al. (1986) tujuan berusahatani adalah memaksimalkan keuntungan atau
meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana
mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk
mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya,
yaitu bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi
tertentu. Ciri usahatani Indonesia adalah : 1) sempitnya lahan yang dimilik petani, 2)
kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, dan 4)
tingkat pendapatan petani yang rendah.
Selanjutnya menurut Soeharjo dan Patong (1973) pengelolaan usahatani
bukan hanya mengemukakan tentang cara mendapatkan produksi yang maksimum
dari semua cabang usahatani yang diusahakan, akan tetapi juga bagaimana
mempertinggi pendapatan dari satu cabang usahatani.
Tingkat produksi dan produktivitas usahatani dipengaruhi oleh teknik
budidaya, yang meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan, dan
penyiangan, pemupukan serta penanganan pasca panen.
3.1.2. Penerimaan Usahatani
Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani
dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka
waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual,
dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau
makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada
17
akhir tahun (Soekartawi et al. 1986). Pendapatan kotor disebut juga dengan
penerimaan.
3.1.3. Biaya Usahatani
Soekartawi et al. (1986) biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh
terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak, penyusutan alat
produksi, bunga pinjaman, sewa lahan dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel
merupakan biaya yang jumlahnya selalu berubah dan besarnya tergantung dari jumlah
produksi. Biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja.
Pengelompokan biaya usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya tidak
tunai (Hernanto 1995). Biaya tunai dan tidak tunai berasal dari biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi dan pajak
tanah. Sedangkan untuk biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga
kerja. Biaya diperhitungkan yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan
biaya tenaga kerja keluarga. Sedangkan yang termasuk dalam biaya variabel yaitu
sewa lahan.
3.1.4. Pendapatan Usahatani
Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani
disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan
yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja,
pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke
dalam usahatani, oleh karena itu pendapatan bersih merupakan ukuran keuntungan
usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan beberapa penampilan
usahatani (Soekartawi et al. 1986).
3.2. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)
Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga
petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu pendapatan usahatani
18
merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan
keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga
dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R)
untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (rasio R/C). Rasio R/C ini menunjukkan
pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk
memproduksi.
Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif
terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan
petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila R/C lebih
besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan
memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1,00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil
satu (R/C<1) maka dikatakan bahwa untuk setiap Rp. 1,00 yang dikeluarkan akan
memberikan penerimanaan lebih kecil dari Rp. 1,00 sehingga usahatani dinilai tidak
efisien. Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan usahatani tersebut (Gray
et al. 1992).
3.4. Kerangka Pemikiran Operasional
Desa Talaga merupakan memiliki potensi untuk mengembangkan pisang
sebagi komoditas unggulan dilihat dari kondisi alam yang mendukung dan juga
kondisi sosial masyarakatnya. Pengembangan pisang di Desa Talaga terkendala
dengan teknik budidaya yang diterapkan masih sederhana sehingga kualitas pisang
yang dihasilkan rendah, dapat dilihat dari penampilan fisik pisang yang tidak menarik
dan berat pertandan pisang yang rendah sehingga menyebabkan rendahnya
produktivitas yang dihasilkan. Untuk dapat memanfaatkan potensi yang ada, maka
kendala-kendala yang ada perlu diatasi. Salah satu program yang dijalankan di Desa
Talaga untuk pengembangan pisang adalah Primatani. Pengembangan pisang yang
dijalankan Primatani adalah melalui dua inovasi pokok yaitu inovasi teknologi dan
inovasi kelembagaan. Pada inovasi teknologi Primatani membina petani untuk
membudidayakan pisang sesuai dengan SPO yang ada. Penerapan SPO ini tentunya
19
akan menimbulkan biaya-biaya yang sebelumnya tidak dikeluarkan oleh petani
dengan teknik budidaya tradisional. Oleh karena itu dengan mengadakan analisis
pendapatan usahatani, dapat dilihat seberapa besar keuntungan yang didapat petani
dengan penerapan SPO. Selain itu, dengan melakukan analisis penerapan SPO dapat
diketahui apakah SPO yang diberikan telah dijalankan sepenuhnya oleh petani. Pada
inovasi kelembagan dilakukan perubahan-perubahan pada kelembagaan-kelembagaan
yang ada yang diharapkan menjadi perbaikan dari kondisi sebelum adanya Primatani.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada kelembagaan petani perlu dianalisis apakah
telah sesuai dengan yang direncanakan oleh Primatani. Oleh karena itu perlu dilihat
kondisi nyata yang terjadi dengan perencanaan yang dilakukan Primatani. Hasil
terhadap analisis-analisis yang dilakukan dapat dijadikan rekomendasi kepada petani
dan pemerintah. Kerangka pikir operasional disajikan pada Gambar 2.
20
Gambar 1. Kerangka Pikir Operasional Analisis Pendapatan Usahatani Pisang di Desa Talaga, Cugenang, Cianjur melalui Program Primatani.
Rekomendasi
R/C > 1 R/C < 1
Analisis Biaya
Analisis Pendapatan Usahatani Pisang
Analisis Penerimaan
Analisis Penerapan SPO
Rugi Untung
Penerapan SPO Pelaksanaan Primatani
Potensi Pengembangan Pisang Desa Talaga
Kualitas Produksi Rendah
Perubahan Agribisnis Pisang Desa Talaga,
melalui Program Primatani
IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten
Cianjur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa
Desa Talaga merupakan salah satu desa penghasil pisang di Kabupaten Cianjur dan di
desa tersebut pada tahun 2007-2008 sedang diadakan program Primatani dengan
pengembangan komoditas utama adalah pisang yang merupakan komoditas unggulan
nasional sehingga menarik untuk dijadikan tempat penelitian. Pengambilan data
dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2009.
Topik yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai, pendapatan
cabang usahatani pisang ambon (paling banyak ditanam) dengan teknik budidaya
menerapkan SPO dari Primatani.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer
yang digunakan bersumber dari data survei dan data hasil wawancara langsung. Data
survei diperoleh dengan melakukan survei langsung ke petani pisang dan melakukan
pengamatan langsung pada kegiatan Primatani. Data wawancara diperoleh dengan
melakukan wawancara kepada petani, pedagang pisang dan pihak desa serta pihak
pelaksana Primatani.
Wawancara dengan petani bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai
teknik budidaya, pemasaran dan pendapatan usahatani. Pencarian informasi meliputi
karakteristik responden, program Primatani yang diikuti responden, kegiatan
budidaya, penggunaan input produksi, kendala-kendala yang dihadapi dilapangan
serta faktor-faktor produksi yang digunakan. Wawancara dengan pihak desa untuk
mendapatkan gambaran umum mengenai potensi desa yang ada. Wawancara dengan
pihak pelaksanaan Primatani untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan
Primatani.
22
Data sekunder bersumber dari instansi pemerintah, instansi swasta, penelitian
terdahulu, studi literatur di perpustakaan IPB yang mencakup skripsi, buku-buku dan
artikel yang berhubungan dengan pisang dan Primatani.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Petani pisang yang diambil sebagai sampel adalah 30 orang dari 104 petani
pisang yang menjadi anggota Primatani dan menerima bantuan dana program PMUK
(Pinjaman Modal Usaha Kelompok).
Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode acak sederhana
(random sampling). Dari sampel yang ada, data dikumpulkan dengan metode
wawancara langsung yang dipandu kuersioner. Responden yang diambil diharapkan
dapat menggambarkan kondisi usahatani pisang di Desa Talaga.
4.4. Metode Pengolahan Data
Data dan informasi yang diperoleh selanjutnya akan diolah untuk dilakukan
analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk melihat
gambaran kegiatan usahatani pisang yang dilakukan petani dan membandingkannya
dengan SPO yang diberikan Primatani..
Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan data-data hasil dari
identifikasi penggunaan faktor-faktor produksi dan nilai output yang dihasilkan pada
kegiatan budidaya pisang. Pengolahan data tersebut menggunakan rasio-rasio
finansial dasar yang umum digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani.
Pengolahan data untuk menganalisis pendapatan menggunakan bantuan program
Microsoft Excel.
4.5. Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Pendapatan usahatani akan menganalisis secara kuantitatif
pendapatan yang diperoleh petani dari berbudidaya pisang dengan menerapkan SPO
dibawah binaan Primatani. Jumlah pendapatan petani dihitung dengan menggunakan
analisis usahatani. Variabel-variabel yang akan dianalisis pada usahatani pisang yaitu
biaya-biaya, penerimaan dan pendapatan usaha. Biaya adalah semua pengorbanan
input dipergunakan untuk menghasilkan produksi. Biaya usahatani pisang pada
analisis pendapatan usahatani dikelompokkan menjadi biaya tunai dan biaya tidak
tunai atau biaya yang diperhitungkan. Perhitungan analisis usahatani tersebut
menggunakan penjabaran rumus yang diuraikan sebagai berikut:
1) Penerimaan
Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang
diterima dari penjualan produk usahatani (Soerkartawi et al, 1986). Sedangkan
penerimaan tidak tunai adalah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara
tunai, tetapi digunakan untuk konsumsi sendiri dan atau untuk keperluan lain
tetapi tidak dijual secara tunai. Penerimaan total dari suatu usaha agribisnis
merupakan nilai produksi dari usahatani, yaitu harga produsen dikalikan total
produksi, dengan rumus :
TR = Py.Y
Keterangan : TR = Total Revenue (penerimaan total) Py = Harga Output (harga pisang dalam rupiah perkilogram) Y = Output (produk pisang dalam kilogram)
2) Biaya
Biaya tunai (farm payment) didefinisikan sebagai jumlah biaya yang dikeluarkan
untuk pembelian barang dan jasa usahatani secara tunai (Soekartawi et al. 1986).
Biaya tidak tunai usahatani yaitu dengan memperhitungkan sumberdaya yang
digunakan tetapi tidak dihitung atau dibayar secara tunai sebagai biaya yang
dikeluarkan. Biaya tidak tunai yang dihitung yaitu penyusutan, biaya sewa lahan,
bibit yang berasal dari anakan tanaman sebelumnya dan tenaga kerja dalam
keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga yaitu tenaga kerja yang menggunakan
anggota keluarga sebagai tenaga kerja untuk pengelolaan usahatani. Punyusutan
peralatan merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian
selama satu tahun pembukuan (Soekartawi et al. 1986). Penyusutan yang
digunakan yaitu :
konomisUmurSisaNilai-BeliHargaPenyusutan
E=
23
Biaya total (pengeluaran) dari suatu usaha agribisnis merupakan jumlah seluruh
biaya (tunai maupun tidak tunai) yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan
budidaya dalam memproduksi pisang.
Dengan Rumus :
)(1∑=
⋅=n
xx XPTC
∑ ∑= =
⋅+⋅=n
x
n
xtunainontunainonxtunaitunaix XPXPTC
1 1)()(
Keterangan : TC = Total Cost (biaya total) X = Input Px = Harga Input
3) Pendapatan usahatani
Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara penerimaan total dengan
biaya tunai.
∑=
⋅−=n
xtunaitunaixtunaibiaya XPTR
1)(π
Pendapatan total usahatani (total farm income) merupakan selisih antara
penerimaan total dengan biaya total, dengan rumus:
TCTRtotalbiaya −=π
∑ ∑= =
⋅+⋅−=n
x
n
xtunainontunainonxtunaitunaixtotalbiaya XPXPTR
1 1))()((π
Keterangan : π = Pendapatan (Rp)
4) Imbangan penerimaan dan biaya (R/C)
Pendapatan selain dapat diukur dengan nilai mutlak juga dapat diukur analisis
efisiensinya. R/C merupakan salah satu ukuran efisiensi yang menggambarkan
penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (reveneu cost ratio). Pengukuran
efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan satu unit input
dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah
biaya (R/C) yang secara sederhana dapat diturunkan dari rumus :
24
TunaiBiayaTotalPenerimaanCR tunai =/
TotalBiayaTotalPenerimaanCR total =/
Keterangan : R = Revenue atau penerimaan (Rp) C = Cost atau pengeluaran (Rp) Nilai R/C secara teoritis, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang
dikeluarkan akan memperoleh penerimaan, jika R/C >1 maka usaha tersebut
menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Namun apabila R/C <1 maka usaha
tersebut rugi atau tidak layak untuk dijalankan. Hasil analisis penerimaan, biaya
dan pendapatan dirangkum dalam bentuk tabel, seperti ditunjukkan oleh Tabel 3.
Analisis pendapatan usahatani tersebut dilakukan pada petani yang menjadi
responden, untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari cabang
usahatani pisang, dan apakah usahatani pisang yang mereka jalankan pada tahun 2008
menguntungkan untuk dijalankan
25
Tabel 3. Komponen Penyusun Pendapatan Usahatani Pisang.
A Penerimaan Tunai Harga x Jumlah Pisang yang dijual (kg) B Penerimaan Non Tunai Harga x Jumlah Pisang yang dikonsumsi
sendiri (kg) C Total Penerimaan A+B D Biaya Tunai a. Biaya sarana produksi
- Bibit - Pupuk - Trichoderma - Brongsong
b. Upah tenaga kerja diluar keluarga c. Sewa lahan
d. Pajak E Biaya Non Tunai a. Upah tenaga kerja dalam keluarga
b. Penyusutan c. Sewa lahan d. Bibit
F Total Biaya D+E
G Pendapatan atas biaya tunai C-D
H Pendapatan atas biaya total C-F
I Pendapatan bersih H-Bunga pinjaman (jika ada bunga pinjaman)
J R/C atas biaya tunai I / G
K R/C atas Biaya total I / H
26
V GAMBARAN UMUM DESA TALAGA
5.1. Letak dan Luas Wilayah
Desa Talaga merupakan salah satu desa dari 16 desa yang terletak di
Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Secara administratif
Desa Talaga dibatasi oleh:
- Sebelah utara : Desa Sarampad
- Sebalah selatan : Desa Cirumput
- Sebelah timur : Desa Benjot
- Sebelah barat : Desa Padaluyu
Jarak desa dari ibukota kabupaten adalah 9 km dengan waktu tempuh
menggunakan kendaraan bermotor pribadi adalah 0,5 jam, dan jarak desa dengan
ibukota propinsi yaitu kota Bandung adalah sejauh 69 km dengan waktu tempuh
menggunakan kendaraan bermotor pribadi adalah 2 jam. Jarak ini dihubungkan
dengan jalan aspal dengan kondisi baik. Sarana transportasi umum berupa angkutan
pedesaan dan ojek. Letak desa sangat berpengaruh terhadap pemasaran produk-
produk yang dihasilkan dari desa tersebut. Semakin dekat dengan ibukota baik
propinsi maupun kabupaten yang biasanya dijadikan tujuan pemasaran dan saran
transportasi yang memadai maka akan mempermudah pemasaran produk-produk
yang dihasilkan dan juga akan mempunyai daya saing lebih besar dibandingkan
dengan daerah terpencil.
Luas wilayah Desa Talaga mencapai 550,155 hektar yang meliputi areal
pemukiman, persawahan, perkebunan, kuburan, pekarangan, taman, perkantoran,
prasarana umum lainnya. Perincian luas wilayah Desa Talaga, dapat dilihat pada
Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa 2,90 persen digunakan untuk
pemukiman penduduk, 16,72 persen merupakan lahan persawahan yang sebagian
besar adalah sawah padi, 35,25 persen adalah perkebunan (teh, pisang, kelapa,
cengkeh). Luas lahan untuk persawahan, perkebunan dan pekarangan yang masih luas
akan mempermudah untuk mengembangkan pisang sebagai komoditas pertanian
28
unggulan dengan memperluas lahan pisang, karena pisang dapat dibudidayakan di
persawahan, perkebunan maupun di pekarangan.
Tabel 4. Luas Wilayah Desa Talaga Menurut Penggunaannya Tahun 2008
Penggunaan Lahan Luas Areal (ha) Persentase
Pemukiman 16 2,90
Persawahan 92 16,72
Perkebunan 194 35,26
Kuburan 0,17 0,03
Pekarangan 24 4,36
Taman 27,6 5,02
Perkantoran 0,14 0,02
Prasarana Umum Lainnya 196,24 35,67
550,16 100
Sumber : Laporan Tahunan Desa Talaga, 2008
5.2. Kondisi Alam
Desa Talaga terletak diketinggian 750 mdpl dengan topografi daerah berupa
lereng gunung yaitu lereng Gunung Gede Pangrango. Berada pada lereng gunung
akan menyebabkan Desa Talaga mempunyai tingkat kemiringan tanah antara 20-35
derajat, dengan tingkat erosi lahan ringan yaitu seluas 15 hektar. Suhu rata–rata
berkisar 28°C dan curah hujan rata-rata adalah 450 mm per hari dengan 6 bulan
basah dan 6 bulan kering.
Kondisi alam yang demikian berpengaruh terhadap jenis tanaman yang
dibudidayakan oleh petani, komoditas tanaman pangan yang banyak dibudidayakan
adalah padi sawah dan jagung, untuk komoditas buahnya adalah pisang, alpukat,
pepaya. Sedangkan sayuran yang banyak dibudidayakan adalah ceisin. Perincian
tanaman dan produktivitasnya dapat dilihat pada Tabel 5.
29
Tabel 5. Jenis, Luas Lahan dan Produktivitas Tanaman Desa Talaga Tahun 2008
Jenis Tanaman Luas Lahan (Ha) Produktivitas (Ton/Ha)
Tanaman pangan
Padi Sawah 63 315
Jagung 10 8
Sayuran
Sawi 4 0,8
Buah
Pisang 55 30
Alpukat 10 0,8
Pepaya 1 0,7
Sumber : Laporan Tahunan Desa Talaga, 2008
5.3. Demografi
Penduduk Desa Talaga secara keseluruhan berjumlah 5.458 jiwa yang terdiri
dari 2.729 laki-laki dan 2.729 perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 1.518
kepala keluarga. Susunan penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Susunan Penduduk Desa Talaga Menurut Kelompok Umur Tahun 2008
Kelompok Usia (Tahun) Jumlah Jiwa Persentase
0 – 4 163 2,97
5 – 7 256 4,69
8 – 19 1.050 19,24
20 – 57 3.060 56,06
≥ 58 929 17,02
5.458 100
Sumber : Laporan Tahunan Desa Talaga, 2008
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa penduduk Desa Talaga didominasi
penduduk dengan usia produktif (20-57 tahun) yaitu sebesar 56,06 persen dari total
30
penduduk. Jumlah penduduk yang berusia produktif ini akan berpengaruh terhadap
ketersedian tenaga kerja bagi sektor-sektor pekerjaan yang ada khususnya pertanian
yang membutuhkan banyak tenaga kerja.
Penduduk Desa Talaga sebagian besar besar bekerja pada sektor pertanian
baik sebagai petani (47,02 persen), maupun buruh tani (47,02 persen). Selebihnya
bekerja pada sektor lain seperti buruh migran 2,26 persen, PNS 0,26 persen,
TNI/POLRI 0,07 persen. Susunan penduduk desa Talaga berdasarkan jenis pekerjaan
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Susunan Penduduk Desa Talaga Menurut Kelompok Pekerjaan Tahun 2008
Jenis Pekerjaan Jumlah (jiwa) Persentase
Petani 2.000 47,02
Buruh Tani 2.000 47,02
Buruh Migran 96 2,26
PNS 11 0,26
Pedagang Keliling 5 0,12
Peternak 120 2,82
Montir 5 0,12
Bidan 1 0,02
TNI POLRI 3 0,07
Pengusaha Kecil dan
Menengah 10 0,23
Dukun Kampung Terlatih 2 0,05
4.253 100
Sumber : Laporan Tahunan Desa Talaga, 2008
Komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan yang didominasi sebagai petani
akan mempermudah dalam pengembangan pisang karena para petani telah memiliki
pengalaman dalam bertani.
31
Saat ini penduduk yang tercatat dalam laporan tahunan sedang mengikuti
pendidikan ditingkat formal dapat dilihat pada Tabel 8. Pada Tabel 8 terlihat bahwa
tingkat pendidikan yang ditempuh oleh penduduk desa Talaga mayoritas sekolah
dasar sebesar 39,47 persen, SLTP sebesar 31,58 persen dan SLTA sebesar 26,31
persen. Sedangkan untuk tingkat pendidikan tinggi hanya ada 0,53 persen Diploma
dan 2,10 persen Strata. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat pendidikan yang
diikuti oleh penduduk desa Talaga. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih sedikit
penduduk Desa Talaga yang mengikuti pendidikan formal jika dibandingkan dengan
jumlah penduduk usia sekolah, yang jumlahnya mencapai 1.306 jiwa atau sebesar
23,93 persen dari jumlah penduduk total.
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat suatu desa akan mempersulit
masuknya informasi baru ke desa tersebut, karena tidak adanya agen-agen pembawa
informasi, selain itu masyarakat akan cenderung sulit untuk menerima perubahan.
Hal ini juga akan berpengaruh pada proses penyaluran informasi pertanian, dimana
teknologi-teknologi baru tidak mudah diserap oleh petani sehingga dapat
menyebabkan rendahnya produktivitas yang dihasilkan.
Tabel 8. Susunan Penduduk Desa Talaga Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008
Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase
SD 75 39,47
SLTP atau sederajat 60 31,58
SLTA atau sederajat 50 26,31
Diploma 1 0,53
Strata 4 2,10
190 100
Sumber : Laporan Tahunan Desa Talaga, 2008
VI PRIMATANI DESA TALAGA
6.1. Rancang Bangun Primatani Desa Talaga
Progam Primatani dijalankan di Desa Talaga direncanakan akan berjalan
selama tiga tahun yaitu dari tahun 2007-2009, sebelum tahun 2007 atau akhir 2006
tim Primatani dan masyarakat melakukan diskusi dan kerjasama untuk
mengidentifikasi potensi dan sumber daya yang ada di desa Talaga yang akan
dikembangkan yang selanjutnya akan dirumuskan sebagai Rancang Bangun
Primatani Desa Talaga. Rancang Bangun Primatani Desa Talaga ini nantinya akan
dijadikan sebagai penuntun dalam pelaksanaan progam Primatani di Desa Talaga.
Dari hasil diskusi yang menghasilkan Rancang Bangun Primatani Desa Talaga
diketahui bahwa komoditas utama yang akan dikembangkan adalah Pisang dengan
komoditas penunjang adalah sayuran (cabai rawit, ceisin), jagung, dan ternak.
Budidaya pisang akan ditanam dengan pola tanam tumpang sari dengan komoditas
penunjang.
Sebagaimana disebutkan dalam pedoman umum Primatani bahwa keluaran
akhir Primatani adalah terbentuknya unit Agibisnis Industrial Pedesaan (AIP) dan
Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID), yang merupakan
representasi industri pertanian dan usahatani berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi
di suatu kawasan pengembangan. Kawasan ini mencerminkan pengembangan
agibisnis lengkap dan padu padan antar subsistem, yang berbasis agoekosistem, dan
mempunyai kandungan teknologi dan kelembagaan lokal yang diperlukan. Untuk
dapat mewujudkan AIP dan SUID, Primatani Desa Talaga akan mengembangkan dua
inovasi yaitu inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Pada penelitian ini inovasi
teknologi dan kelembagaan yang akan dibahas hanya meliputi inovasi yang dilakukan
kepada komoditas utama yaitu pisang, untuk komoditas sayuran, jagung dan ternak
tidak dibahas secara mendalam.
33
6.1.1. Inovasi Teknologi
Melihat kondisi usahatani pisang yang ada dimana pisang dibudidayakan
tanpa aturan, dengan tingkat produktivitas yang rendah dan dijadikan sebatas tanaman
sampingan maka inovasi teknologi yang diberikan adalah dengan membina petani
untuk melakukan budidaya pisang dengan menerapkan teknik budidaya yang benar
sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berlaku untuk budidaya
pisang. SPO yang digunakan adalah SPO yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian,
secara garis besar SPO yang ada adalah sebagi berikut :
1. Bibit
Bibit dapat berasal dari anakan dan bonggol pisang tanaman sebelumnya
Anakan yang dianjurkan untuk digunakan sebagai bibit adalah anakan pisang
yang dipilih dari kawasan dan rumpun yang baik dan sehat, anakan diambil dari
pohon induk yang telah berproduksi, 1 tandan minimal 10 sisir. Bibit yang
berasal dari bonggol diambil dari bonggol tanaman dewasa sehat dan bebas dari
hama dan penyakit, bonggol yang sehat memiliki ciri-ciri bila dibelah berwarna
putih. Umur bibit yang dipilih antara 3-4 bulan baik untuk bibit yang berasal dari
anakan maupun bonggol. Sebelum bibit ditanam daun bibit harus dipotong,
bonggolnya dibersihkan dari tanah dan anakan yang tidak perlu, kemudian
dilakukan pencelupan kedalam larutan disinfektan selama 15 menit, setelah itu
dikeringkan, setelah kering bibit siap untuk ditanam
2. Persiapan lahan
Lahan yang digunakan untuk penanaman pisang harus dibersihkan dari benda-
benda yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, seperti gulma, kotoran-
kotoran, daun-daun dan ranting bekas pangkasan yang dapat menjadi sumber
penularan hama dan penyakit, selain itu tanaman yang sakit juga perlu dibongkar
dan dibakar agar tidak menjadi sumber penularan penyakit dan hama. Aplikasi
herbisida dilakukan untuk lahan yang luas dan berdasarkan pedoman penggunaan
herbisida yang diijinkan.
34
3. Penyiapan lubang tanam
Lubang tanam sebagai tempat hidup tanaman pisang perlu disiapkan dengan baik
agar bibit yang ditanam dapat tumbuh dengan maksimal. Lubang tanam dibuat
dengan ukuran panjang 50-60 cm, lebar 50-60 cm dan dalam 50-60 cm. dengan
jarak tanam untuk dataran rendah 4 m x 4 m, untuk dataran tinggi 4 m x 4,25 m.
Pada saat pelubangan pisahkan tanah lapisan atas (arah timur atau kiri) dan tanah
lapisan bawah (arah barat atau kanan), kemudian isi lubang dengan pupuk
kandang sebanyak 10 kg yang telah dicampur 50 g Trichoderma hingga
setengah kedalaman lubang. Biarkan lubang tersebut terbuka selama dua
minggu. Hal ini dimaksukkan agar gas-gas racun dalam tanah keluar dan pupuk
kandang dingin.
4. Penanaman
Setelah lubang tanan siap, tahap selanjutnya adalah proses memasukkan bibit
pisang yang telah disiapkan kedalam lubang tanam. Penanaman dilakukan
dengan menggali kembali lubang tanam yang telah disiapkan dengan ukuran
yang disesuiakan dengan ukuran bonggol bibit. Bibit ditanam sampai sebatas 5-
10 cm diatas pangkal batang. Lubang ditutup kembali dengan tanah galian.
Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.
5. Pemupukan
Pemupukan adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman
dan perakaran bisa berkembang lebih baik. Pemupukan bertujuan untuk
mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimum, produksi yang tinggi dan
kualitas yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan serta memperkuat
pertumbuhan tanaman pisang. Pupuk yang diberikan meliputi pupuk kandang
dan pupuk kimia. Pupuk kandang yang diberikan sebanyak 10 kg perumpun
setiap 6 bulan sekali. Pupuk kimia yang diberikan merupakan pupuk Urea, KCL,
SP 36, dengan pemberian sebanyak empat kali dengan perincian sebagai berikut:
Pemupukan I dan IV dilakukan 3 dan 9 bulan setelah penanaman dengan
memberikan Urea sebanyak 100 g dan SP 36 sebanyak 50 g. Pemupukan II dan
III dilakukan 3 dan 6 bulan setelah pemupukan pertama dengan memberikan
35
Urea dan KCL masing-masing sebanyak 100 g. Pemupukan selanjutnya
diberikan pupuk sesuai dengan dosis seperti pola diatas. Pupuk diberikan dengan
membuat parit kecil sedalam 10-15 cm mengitari rumpum dengan jarak 50-60
cm dari pangkal rumpun, kemudian parit ditutup dengan tanah, jerami atau daun
kering.
6. Pengairan
Pengairan bertujuan untuk membantu penyediaan air untuk keperluan optimum
pertumbuhan. Air yang digunakan untuk penyiraman harus berkualitas baik,
tidak tercemar zat berbahaya, dan limbah pabrik serta bibit penyakit. Pengairan
lahan harus dilakukan paling lambat 3-4 hari setelah tanam jika ditanam pada
saat tidak turun hujan. Penyiraman dilakukan dengan menyiram dari atas anakan
yang masih muda secara perlahan dan mengenai semua daun pisang. Pada saat
anakan dan keluarnya bunga, kebutuhan air antara 50-90 liter/minggu sedangkan
untuk tanaman yang berbuah membutuhkan kurang lebih 200 liter/minggu.
7. Pemotongan jantung pisang
Pemotongan jantung pisang bertujuan untuk mengoptimalkan penyerapan unsur
hara oleh bakal buah dan mencegah penularan penyakit. Pemotongan jantung
dilakukan bila buah terakhir yang normal sudah melengkung keatas atau 10-15
cm dari sisir terakhir. Pemotongan jantung dilakukan dengan menggunakan
pisau, jika buah pisang terlalu tinggi dapat dibantu dengan galah dari bambu.
8. Pembrongsongan
Pembrongsongan adalah kegiatan membungkus buah yang masih dipohon
dengan menggunakan plastik polyethilene biru dengan ketebalan 0,03-0,04 mm,
panjang 150 cm dan diameter 85 cm. Pembrongsongan ini dilakukan bertujuan
untuk mencegah timbulnya serangan hama dan penyakit pada buah dan
meningkatkan mutu buah. Pembungkusan atau pembronsongan dilakukan pada
saat seludang pisang pertama belum terbuka dan jantung pisang sudah mulai
merunduk. Plastik dipasang longgar dengan memperhitungkan besarnya buah
yang akan dihasilkan kemudian plastik diikatkan pada pangkal tandan.
Pemeriksaan dilakukan secara berkala untuk mencegah tersangkutnya seludang
36
yang sudah terlepas serta penggenangan air pada plastik agar tidak terjadi
pembusukan pada tandan buah.
9. Pengaturan jumlah daun
Tujuan pengaturan jumlah daun adalah untuk menghasilkan buah dengan ukuran
sesuai standar dan menghindari buah pecah. Pemotongan daun dilakukan sesuai
kebutuhan. Pemotongan dilakukan dengan meninggalkan 6-8 helai daun. Pilih
daun yang tua atau menguning lalu potong dengan membentuk sudut 45° dan
potong batang yang tampak menjuntai sehingga batang tampak bersih.
Kumpulkan daun yang dipotong pada tempat yang telah ditentukan, untuk daun
yang terkena penyakit pisahkan dengan yang lain untuk dibakar. Kebersihan
kebun perlu dijaga agar pohon pisang tidak mudah terserang penyakit.
10. Pengendalian hama dan penyakit terpadu
Pengendalian hama dan penyakit terpadu adalah tindakan yang dilakukan untuk
mencegah kerugian yang diakibatkan oleh Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) seperti hama, pathogen dan gulma, dengan cara memadukan satu atau
lebih teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan.
Pengendalian hama dan penyakit terpadu bertujuan untuk mengetahui jenis hama
dan penyakit yang mempunyai potensi akan merusak tanaman, meningkatkan
kualitas produksi dan melindungi tanaman dari serangan OPT. Pengendalian
hama dan penyakit terpadu menggunakan lima cara yaitu kultur teknis, fisik atau
mekanis, genetika, biologi, kimiawi. Pengendalian untuk tiap jenis OPT berbeda-
beda sehingga perlakuan yang berikan juga berbeda. Pengendalian difokuskan
kepada pencegahan dengan memberikan Trichoderma pada saat penanaman dan
memusnahkan tanaman yang telah terkena hama atau penyakit.
11. Panen
Panen adalah proses pengambilan buah yang sudah menunjukkan ciri-ciri (sifat
khusus) matang panen yaitu: Tepi buah pisang sudah tidak bersudut tetapi rata,
buah tampak berisi atau padat, bunga yang mengering pada ujung buah mudah
dipatahkan, warna kulit buah dari hijau muda menjadi hijau tua, daun bendera
pada tanaman sudah mengering, telah berusia antara 90-110 hari setelah muncul
37
jantung. Panen dilakukan pada pagi hari (07.00-10.00) atau sore hari (15.00-
17.00) dalam keadaan cerah, pemanenan tidak dianjurkan pada waktu hujan
karena dapat meningkatkan serangan busuk buah dalam gudang penyimpanan.
Proses pemanenan adalah sebagai berikut: turunkan kayu atau bambu penyangga
tandan secara perlahan-lahan. Tebang batang pisang dengan cara menusuk
batangnya atau membacok separuh batang setinggi 2/3 dari tinggi batang agar
tandan pisang tidak menyentuh tanah, raih tandan buah kemudian dipotong
dengan golok tajam pada bagian atas buku tandan (30 cm diatas sisir pertama).
Plastik pembungkus buah dapat dibuka sebelum atau sesudah panen tergantung
kondisi. Balikkan segera tandan pisang yakni tangkai pisang menghadap
kebawah. Tujuannya agar getah yang keluar dari tangkai tandan tidak menetes
pada buah dan buah tidak tergores oleh tanah. Pada tempat pengumpulan tandan
pisang diberi alas untuk menghidari buah rusak atau tergores.
12. Pensterilan alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan harus dalam keadaan steril untuk menghidari timbulnya
penyakit dan penularan penyakit dari satu pohon kepohon lainnya. pensterilan
dilakukan dengan merendam atau mencuci alat-alat yang akan digunakan dengan
disinfektan (bayclin, klorak) baik sebelum digunakan atau pun setelah digunakan.
Selain inovasi teknologi dalam budidaya pisang Primatani juga memberikan
Inovasi teknologi pada tahap penanganan panen dan pasca panen, yang meliputi
teknik pengemasan buah sesuai dengan lokasi pemasaran dan teknologi alat produksi
pengolahan hasil yang sesuai dengan kondisi yang ada.
6.1.2. Inovasi Kelembagaan
Berdasarkan kondisi kelembagaan yang ada serta permasalahannya, maka
dalam inovasi kelembagaan yang akan dilakukan meliputi lembaga unit saprodi,
usaha produksi, pascapanen, pemasaran, keuangan dan lembaga klinik agibisnis.
Perincian permasalahan dan teknologi yang akan diberikan kepada tiap lembaga
adalah sebagai berikut:
38
1. Lembaga saprodi
Kios-kios yang ada di Desa Talaga umumnya membeli sarana dari pasar Cianjur
dan menjualnya kembali kepada petani secara eceran. Permasalahan yang
dihadapi adalah omset yang sedikit dengan perputaran uang yang kurang lancar,
permasalahan ini berakar dari kurangnya modal yang dimiliki pemilik kios.
Inovasi yang dilakukan adalah dengan memperbesar omset kios tersebut dengan
memperbesar skup pelayanan yang awalnya hanya melayani petani diperbesar
menjadi melayani bagi kebutuhan kelompok tani. Kegiatan yang akan dilakukan
adalah dengan menguatkan kios-kios melalui penambahan modal dengan cara
pengelolaan saprodi untuk kegiatan teknis disalurkan terlebih dahulu kepada
kios, untuk kemudian dijual kepada petani kelompok dengan pembagian
keuntungan antara kios dan kelompok tani. Selain itu kegiatan tersebut
Primatani juga akan memfasilitasi kios yang bergabung dalam AIP untuk
menjadi kios yang menjadi tempat belanja bagi kios-kios diluar AIP.
2. Lembaga Produksi
Produksi dilakukan oleh petani yang tergabung dalam kelompok tani. Pada
kondisi yang ada, lembaga kelompok tani dirasakan oleh para petani kurang
manfaatnya, sehingga petani belum merasakan kebutuhan akan berkelompok.
Masalah yang dihadapi oleh kelompok adalah fungsi kelompok belum optimal
dengan akar permasalahan manfaat kelompok belum dirasakan oleh petani.
Inovasi yang dilakukan adalah dengan meningkatkan manfaat berkelompok
dengan cara mengkondisikan kelompok tani dalam rangka AIP penguatan
kelompok tani yang difokuskan kepada pengorganisasian, peningkatan manfaat
berkelompok secara partisipatif untuk meningkatkan motivasi berkelompok.
3. Lembaga pascapanen
Pengolahan pisang di Desa Talaga belum dilakukan sebagai usaha komersial,
pengolahan pisang dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri
pengolahan yang dilakukan hanya sebatas pembuatan kripik pisang. Berdasarkan
kondisi yang ada yang menjadi masalah adalah usaha pengolahan belum
berkembang yang disebabkan karena kemampuan teknis yang masih rendah
39
dalam pengolahan pisang. Oleh karena itu inovasi yang dilakukan adalah dengan
meningkatkan kemampuan teknis terutama diversifikasi produk olahan pisang,
serta menghubungkan lembaga pengolahan pisang di Desa Talaga dengan Dinas
perindustrian Kabupaten Cianjur agar mendapat pembinaan pemasaran dan
modal.
4. Lembaga pemasaran
Sebagian besar petani menjual produknya dalam bentuk segar kepada tengkulak.
Permodalan yang rendah menyebabkan petani melakukan sistem penjualan
melalui sistem ijon dan tandanan tanpa ditimbang. Pemasaran yang tidak
terorganisasi dengan baik menyebabkan posisi tawar petani rendah sehingga
harga yang diterima petani rendah, harga yang rendah akan menyebabkan
keuntungan yang diterima juga rendah. Berdasarkan kondisi yang ada maka
dalam inovasi lembaga pemasaran kegiatan yang dilakukan Primatani adalah
memilih tengkulak untuk bergabung dalam AIP yang berfungsi memasarkan
produk. Inovasi ini dijalankan dengan melakukan dialog interatif antara petani
dan tengkulak serta pembeli dari luar untuk menbuat kesepakatan-kesepakatan
yang saling menguntungkan bagi semua pihak terutama dalam hal mekanisme
jual beli dan cara pembayaran.
5. Lembaga keuangan
Terdapat beberapa sumber keuangan yang umumnya dapat diakses oleh petani di
Desa Talaga diantaranya : Pinjaman Modal Usaha Kelompok (PMUK), Bantuan
Modal Desa (BUMDES), bank keliling dan Bank BRI. Saat ini umumnya petani
berhubungan dengan lembaga keuangan secara individual, sedangkan pihak
permodalan lebih menyukai pendanaan atas nama kelompok. Oleh karena itu
meskipun sumber keuangan sudah ada tetapi secara keseluruhan petani belum
merasakan keberadaan dan manfaat dari sumber keuangan tersebut. Oleh karena
itu untuk lebih mengefektifkan dan mengefisienkan sumber keuangan yang telah
ada petani diarahkan untuk melalui kelompok dalam memberdayakan sumber
keuangan tersebut.
40
6. Klinik agibisnis
Klinik agibisnis merupakan salah satu lembaga yang akan dibangun dan
dikembangkan dalam pelaksanaan Primatani di Desa Talaga. Klinik agibisnis
merupakan lembaga pelayanan jasa konsultasi, diseminasi dan informasi yang
terkait dengan pengembangan agibisnis industrial pedesaaan (AIP), sehingga
klinik dapat menjadi wadah untuk menampung permasalahan dan ketersedian
inovasi teknologi pertanian yang dibutuhkan oleh pelaku usahatani atau pelaku
agibisnis. Inovasi teknologi pertanian tersebut berupa teknologi produksi, panen
dan pasca panen, sosial kelembagaan sampai pemasaran. Klinik ini berperan
untuk lebih mendekatkan sumber-sumber teknologi pertanian kepada pengguna
khususnya petani dan sekaligus menjadi wahana mendapatkan umpan balik untuk
penyempurnaan penyelenggaraan penelitian, pengkajian dan diseminasi.
Pelayanan informasi melalui klinik agibsinis dilakukan melalui tiga kegiatan
utama yaitu: 1. Penyebaran informasi baik secara tertuis maupun secara lisan, 2.
Pemberian jasa konsultasi usahatani, 3. Pelayanan pemecahan dilapangan
usahatani. Pada pelaksanaannya perlu ada orang yang khusus mengelola klinik
agibisnis agar dapat memberikan pelayanan yang baik kepada para pengguna.
Mengingat jauhnya lokasi klinik agibisnis dengan pakar atau peneliti berada,
maka perlu dibuat jadwal kunjungan dari pakar atau peneliti yang menangani
bidang tertentu dan jadwal itu perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas agar
mereka dapat memanfaatkan kesempatan berkonsultasi sesuai permasalahan dan
waktunya.
6.1.3. Skenario Model
Pelaksanaan progam Primatani tidak dapat langsung menjangkau semua target
karena adanya berbagai keterbatasan baik sumber daya manusia maupun modal. Oleh
karena itu dalam pelaksanaannya dibuat skenario model sebagai berikut:
1. Modal usaha bantuan pertama kali dicurahkan kepada unit produksi tanaman dan
ternak.
41
2. Unit produksi tanaman: modal pertama, berupa bantuan bibit, pupuk, dan sarana
lainnya secara partisipatif. Hasi panen pertama, sebagian hasil untuk pengelola
dan sebagian lagi harus disetor kepada klinik agibisnis yang selanjutnya akan
dijadikan sebagai input produksi bagi input produksi pasca panen. Selain itu pada
tahun ketiga petani yang menerima bantuan bibit tanaman harus mengembalikan
bibit sebanyak bibit yang diterima untuk dikembangkan kepada peserta lain
sebagai pengembangan. Mekanisme serta besarnya persentase bagian pengelola
serta bagian untuk klinik agibisnis diatur secara partisipatif.
3. Unit produksi ternak: bibit ternak yang berupa bantuan akan digulirkan. Setiap
petani yang menerima bibit ternak, setelah berkembang harus mengembalikan
bibit kekelompok sebanyak bibit yang diterima (50 persen untuk kelompok, 50
persen untuk pengembangan). Semua kotoran ternak harus direlakan untuk
diambil oleh unit produksi tanaman dengan sistem pembagian diatur kemudian
oleh unit produksi tanaman atas dasar kesepakatan bersama dengan azas keadilan.
4. Unit produksi pasca panen: input produksi pertama, sebagian diperoleh dari
sebagian hasil unit produksi tanaman sebagai modal usaha awal. Hasil penjualan
produksi sebagian untuk pengelola pasca panen dan sebagian lagi disetor ke
klinik agibisnis yang selanjutnya akan dijadikan sebagai tabungan kelompok tani
yang akan dihimpun sebagai modal untuk pembentukan bank kelompok tani.
Mekanisme serta besarnya persentase bagian pengelola serta bagian untuk klinik
agibisnis akan diatur secara parsitisipatif.
5. Klinik agibisnis: sebagai sentral pengendalian semua sistem agibisnis
keseluruhan, harus bisa menumbuhkan motivasi dan kreativitas usaha disetiap
unit produksi. Klinik agibisnis dalam beberapa tahun harus bisa menumbuhkan
bank kelompok tani dari modal yang dihimpun dari masing-masing unit produksi.
6. Bank kelompok tani apabila sudah terbentuk, maka skim yang diharapkan
berbentuk syariah. Hasil usaha dari bank kelompok akan terbagi dua yaitu
digunakan untuk gaji pegawai dan dibagikan setahun sekali sebagai sisa hasil
usaha kepada seluruh anggota.
42
7. Sistem peminjaman: bagi anggota kelompok sistem pengembalian (bunga) akan
lebih ringan dibandingkan bukan anggota. Persentase ditentukan melalui rapat
anggota.
6.2. Perkembangan Primatani di Desa Talaga
Berdasarkan rancang bangun yang telah ditetapkan progam-progam yang telah
di lakukan di Desa Talaga meliputi: perbaikan yang terkait dengan teknik budidaya
pisang, kelembagaan pemasaran, pengadaan saprodi, produksi.
6.2.1. Perkembangan Teknik Budidaya Pisang
Teknik budidaya pisang yang dilakukan oleh petani pisang di Desa Talaga
yaitu kegiatan persiapan lahan dan pengolahan lahan, kegiatan penanaman, kegiatan
pemeliharaan, kegiatan pemanenan. Kegiatan persiapan dan pengolahan lahan
meliputi pembersihan lahan dan pembuatan lubang tanam. Kegiatan penanaman yaitu
kegiatan memasukkan bibit kedalam lubang tanam. Kegiatan pemeliharaan meliputi
kegiatan penyiangan rumput dan gulma lainnya, pemupukan, pemotongan jantung
dan daun kering, pemberantasan hama, dan penyakit, pembungkusan pisang
menggunakan plastik poliethilen biru. Kegiatan pengendalian hama dan penyakit.
Kegiatan pemanenan merupakan kegiatan mengambil buah yang sudah siap panen
dan menebang batang pisang yang telah dipanen.
6.2.1.1. Persiapan dan Pengolahan Lahan
Budidaya pisang diawali dengan persiapan lahan. Persiapan lahan yang
dilakukan oleh petani responden adalah dengan membersihkan lahan yang akan
ditanami pisang dari berbagai gulma seperti rumput atau tanaman lainnya, dengan
cara mencabut atau menggunakan kored, ada beberapa responden (20 persen) yang
menggunakan racun rumput dengan alasan karena gulma yang ada sangat sulit untuk
dibersihkan dengan cara di-kored ataupun dicabuti dengan tangan, tetapi menurut
sebagian responden penggunaan racun rumput dapat menurunkan kualitas kesuburan
tanah sehingga mereka tidak menggunakan racun rumput. Penggunaan racun rumput
ini telah dianjurkan oleh Primatani tetapi pakaiannya harus disesuaikan dengan
43
prosedur yang ada. Selain membersihkan gulma dalam proses persiapan lahan juga
dibuat bedengan dan saluran air. Bedengan dan saluran air yang dibuat disesuaikan
dengan jenis tanaman tumpang sari yang akan ditanam bersama pisang.
Setelah lahan dibersihkan kemudian dibuat lubang tanam dengan ukuran yang
bervariasi diantara responden. Sebagian besar responden (14 orang) membuat lubang
dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Ukuran lubang yang dibuat disesuaikan
dengan jumlah pupuk kandang yang akan dimasukkan. Selain ukuran lubang yang
bervariasi jarak tanam antar pohon pisang juga berbeda-beda, disesuaikan dengan
jenis tanaman sela yang telah atau akan ditanam dan juga luas lahan yang tersedia.
Sebaran jarak tanam yang dipilih responden dapat dilihat pada Tabel 9.
Setelah lubang tanam selesai dibuat, lubang diberi pupuk kandang yang telah
dicampur dengan Trichoderma harzianum sebagai pengendali hayati untuk penyakit
layu Fusarium . Lubang yang telah diberikan pupuk kandang dibiarkan selama 3 hari
sampai 2 minggu dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi tanah dan mengeluarkan
gas-gas beracun dan menunggu agar pupuk kandang yang diberikan dingin. Sebaran
ukuran lubang dan jarak tanam dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Ukuran Lubang Tanam dan Jarak Tanam Tahun 2008
Ukuran Lubang Jumlah (jiwa) Persentase
Jarak tanam (m)
Jumlah (jiwa) Persentase
40 cm x 40 cm x 40 cm 5 16,67 2 x 2 2 6,66
50 cm x50 cm x50 cm 14 46,67 2 x 3 5 16,67
60 cm x 60 cm x 60 cm 4 13,33 3 x 3 10 33,33
100 cm x 100 cm x 100 cm 2 6,67 4 x 3 4 13,33
Lainnya 5 16,67 4 x 4 5 17,67
Lainnya 4 13,33
30 100 30 100
Sumber : Data Primer Diolah
44
Beberapa perubahan yang dilakukan dengan adanya progam Primatani pada
tahap ini adalah petani membiarkan lubang selama beberapa hari dan mencampurkan
Trichoderma kedalam pupuk kadang yang akan dimasukkan kelubang tanam. Cara
ini sebelumnya tidak dilakukan, sebelum ada Primatani petani hanya membuat lubang
sesuai dengan ukuran bonggol bibit yang akan ditanam, kemudian langsung
memasukkan bibit yang diambil dari tunas tanaman pisang yang ada sekitar lubang
tersebut dan langsung menanamnya. Cara ini akan menyebabkan bibit yang ditanam
tidak dapat tumbuh dengan baik karena kondisi lubang tanam yang tidak mendukung
dengan adanya banyak gas-gas racun yang belum keluar dari lubang tanam,
minimnya unsur hara yang tersedia, dan mudah sekali terkena penyakit fusarium dan
penyakit tular tanah lainnya karena tidak diberikan agen hayati berupa Trichoderma.
Setelah dilakukan persiapan lahan dan pembuatan lubang tanam kemudian
dilakukan penanaman. Responden biasanya memilih waktu yang dianggap baik untuk
mulai menanam pisang. Sebagian besar responden melakukan penanaman bulan
Agustus atau yang biasa disebut dengan bulan Kapat. Responden meyakini kalau
penanaman dilakukan diluar bulan tersebut, hasil yang didapat biasanya kurang baik.
Pemilihan bulan Agustus oleh responden beralasan karena jika ditanamn dibulan
Agustus maka bibit tidak akan kekurangan air dan sudah siap saat kondisi air
berlebihan di waktu musim hujan. Penanaman dilakukan dilubang tanam yang sudah
disiapkan sebelumnya, dengan menggali kembali lubang yang telah disiapkan yang
ukurannya disesuaikan dengan ukuran bonggol bibit pisang yang akan ditanam.
Penanaman dilakukan dengan menanam satu bibit per lubang dengan posisi tegak
tepat ditengah lubang.
6.2.1.2. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanamanan pisang meliputi penyiangan, pemupukan,
pemotongan jantung, daun kering dan penjarangan anakan, pemupukan, dan
pemberongsongan.
Penyiangan pisang seringkali dilakukan bersamaan dengan penyiangan
tanaman sela. Dari 30 responden, 16 responden melakukan penyiangan setiap tiga
45
bulan sekali. Penyiangan dilakukan dengan mencabuti gulma-gulma yang ada
disekitar tanaman pisang dengan kored atau pun dicabut langsung menggunakan
tangan. Penyiangan bertujuan untuk menghilangkan persaingan makanan antara
tanaman pengganggu dengan tanaman utama sehingga tanaman utama dapat tumbuh
dengan baik.
Pemupukan dilakukan setelah lahan disiangi. Hal ini dimaksudkan agar pupuk
yang diberikan dapat terserap secara optimal oleh tanaman budidaya. Pemupukan
yang dilakukan petani disesuaikan dengan kebutuhan dari tanaman, dan ketersediaan
dana, biasanya petani melakukan pemupukan setiap tiga bulan sekali pemupukan
untuk pisang dilakukan bersamaan dengan pemupukan tanaman budidaya lainnya,
pemupukan anorganik biasanya diberikan dengan cara ditabur atau ditanam disekitar
rumpun pisang. Sebelum adanya Primatani petani tidak secara khusus memupuk
pisangnya.
Pemeliharaan selanjutnya adalah pembersihan tanaman itu sendiri meliputi
pemotongan daun mati, pemotongan jantung, pembatasan jumlah daun, penjarangan
anakan. Daun–daun yang telah kering biasanya dipotong kemudian dijadikan
kompos, pemotongan ini bertujuan agar kebun tampak bersih dan sehat, selain daun
yang kering petani juga memotong daun yang telah tua apabila jumlah daun dalam
satu pohon berlebihan, biasanya mereka menyisakan 5-6 helai daun. Hal ini dilakukan
agar buah yang dihasilkan sesuai standar dan menghindari pecah buah. Pemotongan
jantung dilakukan setelah buah terakhir yang normal telah melengkung ke atas atau
10-15 cm dari sisir terakhir. Pemotongan jatung dilakukan agar penyerapan unsur
hara oleh bakal buah dapat optimal.
Pohon pisang mudah untuk berkembangbiak melalui tunas, tiga bulan setelah
tanam biasanya pisang sudah dapat menghasilkan tunas-tunas baru sehingga jika
dibiarkan akan mengganggu pertumbuhan tanaman induk yang diharapkan untuk
berbuah lebih dulu, sehingga petani responden melakukan penjarangan dan hanya
menyisakan satu pohon induk dan dua anakan dalam satu rumpun yang akan
dipelihara. Tetapi ada beberapa petani yang membiarkan dalam satu rumpun terdiri
lebih dari 3 pohon dengan alasan tunas-tunas yang ada akan digunakan sebagai bibit
46
lagi. Sebelum ada Primatani, jumlah pohon pisang yang dipelihara oleh petani lebih
dari 5 dengan alasan semakin banyak pohon pisang yang dipelihara maka jumlah
tandanan pisang yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Jumlah pohon yang lebih
banyak memang akan menghasilkan jumlah tandan yang lebih banyak, tetapi kualitas
buah yang dihasilkan rendah (berat pertandan yang kecil, ukuran buah yang kecil)
karena penyerapan unsur hara ketika pohon berbuah tidak maksimal dengan adanya
pohon pisang lainnya dalam satu rumpun yang sedang berbuah juga.
Pembungkusan buah pisang menggunakan plastik poliethilen biru
(brongsong). Pemanfaatan plastik poliethilen biru ini mulai diterapkan petani sejak
adanya Primatani, sebelumnya petani tidak membungkus buah pisang sehingga
sangat rentan terkena serangan hama kudis buah yang menyebabkan timbulnya
bintik-bintik coklat pada kulit dan warna buah menjadi kusam sehingga penampilan
buah menjadi tidak menarik yang pada akhirnya akan menurunkan harga jual, selain
dari tampilan kulit, buah yang tidak dibungkus akan menghasilkan buah dengan
ukuran tidak maksimal. Penggunaan plastik poliethilen biru dapat memaksimalkan
ukuran buah dan juga melindungi buah dari serangan kudis buah sehingga buah yang
didapatkan memiliki ukuran lebih besar dengan tampilan yang lebih menarik..
Penggunaan plastik ini masih sebatas bantuan dari pemerintah, petani belum secara
swadaya membeli plastik tersebut. Pemeliharaan diatas dilakukan sesuai dengan
kebutuhan tergantung kondisi pohon pisang, tetapi paling tidak tiap bulan
pemeliharaan di atas dilakukan.
6.2.1.3. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit ditujukan untuk mengurangi resiko gagal
panen. Pengendalian hama dan penyakit pada pisang biasanya dilakukan sesuai
kebutuhan. Hama yang sering menyerang adalah ulat penggulung daun. Serangan
hama ini diatasi dengan memotong daun yang terkena ulat dan memusnahkan ulat
dan daun tersebut, selain ulat penggulung daun, hama lain yang sering menyerang
adalah kudis buah dan kumbang penggerek. Kudis buah diatasi petani dengan
pemasangan plastik poliethilen biru. Petani seringkali menyemprotkan obat
47
(insektisida dan pestisida) sisa dari tanaman sela (decis, curakon, dusban) kepada
pisang untuk mengusir hama.
Penyakit yang sering menyerang pisang adalah layu fusarium , sigatoka,
kerdil pisang, layu bakteri. Pengendalian pisang yang terkena penyakit hanya
dilakukan dengan menebang pohon yang terkena penyakit, dan apabila telah parah
biasanya petani membongkar satu rumpun yang telah terinfeksi dan
memusnahkannya. Petani jarang membeli obat untuk mengobati tanaman yang
terkena penyakit karena masih dirasa mahal dan tidak sesuai dengan penerimaan yang
didapatkan.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan petani bersamaan dengan proses
pemeliharaan yang lain ataupun saat pengendalian hama dan penyakit tanaman sela.
Sehingga petani tidak memberikan waktu khusus untuk pengendalian hama dan
penyakit pisang.
Salah satu upaya yang dilakukan Primatani untuk menanggulangi penyakit
fusarium yang merupakan masalah yang paling sering dialami petani dan belum ada
obatnya adalah dengan memcampurkan Trichoderma pada saat penanaman,
Trichoderma ini akan berfungsi sebagai pencegah pisang terkena layu fusarium dan
penyakit tular tanah lainnya. tetapi sayangnya Trichoderma ini hanya dapat berfungsi
sebagai pencegah, sehingga jika tanah sudah mengandung penyakit maka
kemungkinan besar pisang tersebut juga akan terkena fusarium apalagi penggunaan
bibit dari tunas tanaman sebelumnya yang belum dapat dipastikan apakah bebas dari
penyakit, sehingga masih ada beberapa pohon pisang petani responden yang masih
terkena penyakit fusarium .
Selain menghadapi kendala berupa hama dan penyakit, petani juga
menghadapi kendala berupa pencurian. Pencurian seringkali terjadi pada kebun-
kebun yang letaknya jauh dari pemukiman warga dengan pengawasan yang tidak
memadai.
48
6.2.1.4. Pemanenan
Tanaman pisang hanya berbuah sekali semasa hidup, setelah berbuah dan
dipanen maka tanaman itu akan mati, yang kemudian akan digantikan produksinya
oleh anakan yang telah disiapkan. Saat dipanen buah pisang tidak bisa langsung di
konsumsi karena kondisinya dalam tahap matang hijau, dimana buahnya masih keras.
Buah pisang baru bisa dikonsumsi setelah diperam dengan menggunakan karbit atau
gas etilen lainnya
Panen pisang tidak dapat dilakukan sekaligus karena adanya perbedaan umur
pohon pisang, sehingga kegiatan pemanenan dilakukan secara bertahap, biasanya
setiap dua minggu sampai 4 minggu sekali panen dilakukan bergantung dengan
dengan jumlah pohon pisang yang sedang berbuah. Beberapa petani ada yang
mempercayakan hasil panennya kepada tengkulak pengumpul yang telah menjadi
pembeli tetap. Ciri-ciri pisang yang siap dipanen adalah :
1. Tepi buah pisang sudah tidak bersudut tatapi rata.
2. Buah tampak berisi atau padat.
3. Bunga yang mengering pada ujung buah mudah dipatahkan.
4. Warna kulit buah dari hijau muda menjadi hijau tua.
5. Daun bendera pada tanaman sudah mengering.
6. Telah berusia antara 90-110 hari setelah muncul jantung.
Pemanenan dilakukan dengan cara menebang pohon pisang, tetapi sebelum
batang pohon tumbang sepenuhnya, pohon pisang ditahan dengan tangan atau
penyangga lainnya, kemudian buah pisang dipotong. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah kerusakan buah pisang apabila pohon pisang langsung tumbang. Buah
pisang dipanen bersama-sama dengan tandannya. Panjang tandan yang diambil
adalah 30 cm dari pangkal sisir paling atas. Gunakan pisau yang tajam dan bersih
waktu memotong tandan. Tandan pisang disimpan dalam posisi terbalik supaya
getah dari bekas potongan menetes ke bawah tanpa mengotori buah. Dengan
posisi ini buah pisang terhindar dari luka yang dapat diakibatkan oleh
gesekan antara buah dengan tanah. Setelah itu batang pisang dipotong hingga umbi
batangnya dihilangkan sama sekali. Batang pisang bisa saja dipotong sampai
49
setinggi 1 m dari permukaan tanah. Penyisaan batang dimaksudkan untuk
memacu pertumbuhan tunas.
Dari keterangan petani responden, tengkulak (pemasaran Gapoktan ) dan
pihak Primatani, pisang yang dihasilkan petani setelah menjalankan SPO yang
diberikan mengalami peningkatan dalam berat pertandan, sebelum penerapan SPO
berat pertandan petani rata-rata hanya 15-20 kg/tandan. Tetapi setelah menerapkan
SPO yang ada berat pisang pertandan dapat mencapai 25-30 kg/tandan. Selain dari
bobot pertandan, peningkatan juga terjadi pada penampilan buah yang semakin
menarik.
Dari analisis teknik budidaya pisang yang dilakukan petani setelah adanya
primatani, teknik budidaya yang dilakukan mengalami perubahan kearah penerapan
SPO yang diajarkan Primatani dan adanya peningkatan kualitas panen yang
dihasilkan petani hal ini menunjukkan inovasi teknologi yang diberikan berhasil
diserap oleh petani. Perbaikan dari segi budidaya tidak terlepas dari peran penyuluh
yang langsung berhubungan dengan petani. Penyuluh-penyuluh yang ada bertugas
memberikan pembinaan kepada petani baik secara teori maupun praktek dilapangan,
selain itu penyuluh juga memberikan jasa konsultasi kepada petani. Untuk
mengetahui kondisi nyata yang dihadapi petani penyuluh mengunjungi kebun-kebun
petani secara berkala.
6.2.2. Perkembangan Kelembagaan Pemasaran Pisang
Petani menjual hasil panennya dalam bentuk segar. Ada beberapa petani
responden yang tidak mengetahui hasil panennya pada saat panen dilakukan, mereka
mempercayakan urusan pemanenan dan uang hasil panen kepada tengkulak, biasanya
petani meminta uangnya ketika mereka akan melakukan pemupukan atau
membutuhkan uang dalam jumlah besar.
Sistem pemasaran yang digunakan sebelun ada Primatani adalah sistem ijon
dan sistem beli tandan. Pada sistem ijon tengkulak mendatangi petani ketika pohon
pisang baru mengeluarkan jantung (bunga pisang) dan membeli jantung tersebut,
tetapi pemanenan dilakukan ketika jantung pisang tersebut telah menjadi buah
50
matang, harga yang berlaku berkisar antara Rp. 5.000 sampai Rp. 7.000 per tandan,
sistem ini dipilih oleh petani karena berbagai alasan diantaranya adalah terdesak
kebutuhan ekonomi dan juga petani tidak perlu menanggung resiko kegagalan panen.
Selain sistem ijon sistem yang berlaku lainnya adalah beli tandanan, yaitu penjualan
pisang oleh petani kepada tengkulak tanpa melalui penimbangan terlebih dahulu.
Biasanya petani menjual pisangnya ketika memasuki masa panen dan tengkulak
menaksir harga pisang pada saat pisang masih dipohon, kemudian tengkulak yang
memanen buah pisang tersebut. Harga yang diterima petani untuk sistem ini berkisar
antara Rp. 10.000 sampai Rp. 15.000. Kedua sistem tersebut sebenarnya dapat
merugikan kedua belah pihak, sistem ijon dapat merugikan petani karena harga beli
yang rendah dan dapat merugikan tengkulak karena pisang yang telah dibayar belum
tentu berhasil dipanen, begitu pula sistem beli tandanan yang banyak mengandung
unsur spekulasi dan ketidakpastian.
Primatani berusaha mengubah sistem yang ada dengan sistem penjualan berat
timbangan tandanan dan berdasarkan gadai. Sistem penimbangan ini akan
memberikan kepastian kepada petani berapa hasil panen mereka dan berapa uang
yang dapat mereka terima. Tengkulak juga dapat merasakan keuntungan karena tidak
terlalu banyak melakukan spekulasi. Sistem ini dijalankan dengan dukungan dana
Pinjaman bergulir yang diberikan kepada petani sehingga kebutuhan modal petani
dapat dipenuhi tanpa harus meminjam uang kepada tengkulak dengan persyaratan
menjual hasil panen mereka dengan menggunakan sistem ijon. Sistem gadai yang
diharapkan dijalankan adalah sebelum ditimbang pisang disisir terlebih dahulu
kemudian dilakukan sortasi dan gading. Agar pisang yang diproduksi petani
mendapatkan harga sesuai dengan kualitasnya. Sistem ini pada kondisi dilapangan
belum dapat dilaksanakan sepenuhnya, petani hanya menimbang pisang mereka tanpa
menyisirnya terlebih dahulu, kemudian dilakukan gading berdasarkan kualitas rata-
rata satu tandan. Perbedaan harga yang terjadi adalah perbedaan antar tandan. Jadi
dalam satu tandan harga pisang untuk semua sisir adalah sama.
Anggota kelompok merupakan petani pisang yang sudah ada sebelum Progam
Primatani, termasuk dalam anggota kelompok juga merupakan petani yang
51
sebelumnya menjadi tengkulak yang membeli pisang dari petani lain di Desa Talaga
dan menjual langsung ke pasar ataupun pembeli lain dari luar desa. Sebagian besar
anggota kelompok yang ditunjuk sebagai bagian pemasaran kelompok adalah petani
yang dulunya bertindak sebagai petani dan tengkulak pisang di desa.
Jalur pemasaran yang disarankan oleh Primatani adalah sebagai berikut,
pertama petani menjual kepada pemasaran kelompok kemudian, dijual kepada
pemasaran Gapoktan kemudian dijual kepada pihak luar melalui informasi dari
Asosiasi. Jalur pemasaran ini dimaksudkan agar petani memiliki posisi tawar yang
tinggi dan agar petani yang menerima pinjaman dapat melunasi pinjaman dengan
mencicil pinjaman tersebut melalui pemotongan uang hasil panennya tiap melakukan
transaksi penjualan pisang. Pinjaman modal yang dikembalikan oleh petani pada
akhirnya dapat digunakan untuk modal petani lainnya.
Pemasaran Gapoktan diserahkan kepada tengkulak yang telah memiliki
pasokan yang cukup besar di Desa Talaga, pemasaran Gapoktan ini juga berperan
sebagai pemasaran kelompok pada salah satu kelompok tani yang ada. Pada empat
kelompok tani jalur pemasaran pisang dimulai dari petani kemudian dijual kepada
pemasaran kelompok kemudian dijual kepada pemasaran Gapoktan . Tetapi kadang-
kadang pemasaran Gapoktan juga mengambil langsung kepetani tetapi harus
memberikan pemasukan kepada pemasaran kelompok, dengan jalur pemasaran ini
kelompok tetap mendapatkan sumber keuangan untuk kepentingan kelompok. Jalur
pemasaran pada kelompok Intan Langsung Makmur, dipegang langsung oleh
pemasaran kelompok untuk jenis pisang selain ambon dan pisang raja, sedangkan
untuk pisang ambon dan raja ditangani langsung oleh ketua kelompok.
Tengkulak memiliki beberapa jalur pemasaran, jalur pemasaran ini dibedakan
berdasarkan kualitas pisang, menurut salah satu tengkulak. Pisang digolongkan
kedalam beberapa kualitas, kualitas satu yaitu pisang yang dijual ke suplier-suplier
pisang yang akan dibawa ke supermarket, kualitas dua pisang yang dijual kepasar-
pasar wisata disepanjang jalur wisata puncak. Kualitas tiga pisang yang dijual
kepasar-pasar tradisional seperti pasar induk Cianjur dan pasar induk Kramat Djati.
Harga pisang ambon yang diterima petani bervariasi tergantung pada kualitas dan
52
juga keadaan harga pasar yang cukup berfluktuasi. Rata-rata yang diterima petani
antara Rp.1500 – Rp. 2000 per kilogam.
Primatani menganjurkan kepada bagian pemasaran untuk melakukan
penjualan menggunakan sistem kontrak agar lebih menjamin kepastian pemasaran
dan harga, seperti yang dilakukan oleh kelompok Intan Langsung Makmur, kelompok
ini telah menjalin kerjasama dengan salah satu perusahaan yaitu Superindo dan telah
memiliki kontrak harga untuk pisang ambon yaitu Rp. 1700 per kilogam. Pada
awalnya Gapoktan juga memasarkan pisang ke Superindo, tetapi karena merasa harga
yang ditawarkan tidak menarik, maka pemasaran Gapoktan memilih menjual kepada
pihak lain, yaitu kebeberapa suplier pisang supermarket. Pemasaran kepada suplier
supermaket ini dilakukan tanpa kontrak harga dan juga harga yang diberikan oleh
suplier supermarket lebih menarik bagi pemasaran Gapoktan, yaitu sekitar Rp. 2000-
2500, tergantung kualitas, terlebih lagi suplier supermarket tersebut ada yang
memberikan uang terlebih untuk membeli pisang dari petani. Harga yang lebih tinggi
yang diterima pemasaran Gapoktan maka Gapoktan juga dapat memberikan harga
yang lebih baik kepada petani.
Pemasaran ke suplier supermarket dan ke perusahaan-perusahaan besar adalah
jalur pemasaran baru setelah adanya Primatani, Primatani berusaha membuka
hubungan langsung antar kedua belah pihak baik melalui mempertemukan langsung
ataupun dengan membuat promosi melalui media informasi seperti internet. Untuk
pemasaran langsung ke supermarket tanpa melalui suplier masih dirasa sulit oleh
pemasaran Gapoktan karena petani ingin hasil panennya dibayar langsung, tetapi
kebanyakan supermarket melakukan pembayaran setelah beberapa bulan. Di sisi lain
petani belum dapat memenuhi pasokan supermarket secara konstan.
Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pemasaran Gapoktan adalah beli
putus, dimana petani menjual pisangnya kepada pemasaran Gapoktan dengan tawar
menawar harga setelah terjadi kesepakatan kemudian pemasaran Gapoktan membayar
pisang yang dijual petani. Harga yang berlaku tidak melalui kesepakan kelompok
maupun Gapoktan dan tengkulak yang berperan sebagai pemasaran Gapoktan tidak
ditetapkan berapa margin keuntungan yang didapat dari penjualan pisang kelompok.
53
Oleh karena itu dalam sistem pemasaran dengan melibatkan tengkulak sebagai
pemasaran kelompok belum terlihat adanya pemasaran dengan sistem berkelompok,
dimana ada penetapan harga melalui keputusan kelompok, kemana pisang akan
dijual. pemasaran yang terjadi dengan pemsaran kelompok masih seperti pemasaran
kepada pihak diluar kelompok.
6.2.3. Perkembangan Kelembagaan Saprodi
Pemenuhan saprodi petani pisang masih mengandalkan keberadaan kios-kios
saprodi yang berada di desa. Petani belum memiliki kios tersendiri sebagai bagian
dari kelompok tani, atau setidaknya ada kios yang dijadikan tempat belanja bagi
kelompok tani dimana ada kerjasama dalam pengadaan saprodi dan pembagian
keuntungan antara kelompok tani dengan kios tersebut. Padahal dalam inovasi
kelembagaan disebutkan bahwa akan dilakukan kerjasama dengan kios yang ada
sehingga kios tersebut tergabung dalam AIP sehingga kebutuhan saprodi petani dapat
dipenuhi dengan mudah dan dengan harga yang lebih murah. Untuk mengatasi
masalah saprodi petani diberikan bantuan pinjaman modal yang berbentuk uang dan
saprodi tertentu. Penggunaan pinjaman yang berbentuk adalah untuk pemenuhan
kebutuhan saprodi tetapi penggunaannya belum diarahkan, yaitu kemana mereka
harus membeli saprodi sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih besar
dibandingkan dengan membeli ketempat lain.
6.2.4. Perkembangan Kelembagaan Produksi
Petani dalam melakukan produks tergabung dalam kelompok tani. Sebelum
adanya Primatani kelompok tani yang ada hanya satu yaitu kelompok tani Sumber
Arum. Setelah diadakan primatani kelompok tani yang ada ditambah empat kelompok
tani baru yaitu kelompok tani Intan Langsung Makmur, Sumur Tani, Jembar Tani,
Sumber Tani. Pembentukan kelompok baru ini untuk mewakili petani perdusun yang
yang ada, selain kelompok tani juga dibentuk gabungan kelompok tani yaitu
Gapoktan Talaga Makmur. Pembentukan Gapoktan ini berfungsi untuk memperkuat
jaringan antar kelompok tani yang ada. Pengelompokan petani kedalam kelompok-
kelompok tani ini akan mempermudah petani dalam mengakses informasi maupun
54
permodalan. Terbukti petani yang tergabung dalam kelompok mendapatkan bantuan
berupa pinjaman modal usaha kelompok pada tahun 2007.
Petani yang tergabung dalam kelompok tani mendapatkan bimbingan
mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan usahatani pisang. Bimbingan ini
diberikan oleh penyuluh dari tim primatani, selain memberikan bimbingan berupa
teori, penyuluh juga memberikan bimbingan berupa praktek langsung dilapangan
untuk kegiatan budidaya pisang dan pengolahan. Selain bimbingan teori dan praktek
untuk menambah pengetahuan petani dilakukan progam studi banding ke luar daerah
Cianjur. Petani diajak berkunjung ke lokasi Primatani daerah lain yang juga sedang
mengembangkan pisang yaitu ke daerah Lampung, Lumajang dan Sumedang.
Kunjungan ke Lampung dan Lumajang bertujuan untuk menambah pengetahuan
petani khususnya dalam teknik budidaya pisang. Sedangkan kunjungan ke Sumedang
bertujuan untuk menambah pengetahuan petani dalam pengolahan pisang. Dalam
kunjungan yang dilakukan petani bertukar pengalaman dengan petani yang
dikunjungi.
VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON DESA TALAGA
7. 1. Karakteristik Responden
Petani responden di daerah penelitian memiliki karakteristik yang berbeda-
beda seperti perbedaan umur, tingkat pendidikan, status usahatani, lama pengalaman
berusahatani pisang, luas lahan pengusahaan dan status kepemilikan lahan.
7.1.1. Umur dan Pengalaman Usahatani
Faktor umur akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja karena tenaga
manusia akan terus menurun seiring dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu
petani yang berumur relatif muda akan relatif lebih dinamis dan mempunyai
kemampuan fisik lebih kuat dan berani mengambil resiko. Sedangkan petani yang
relatif lebih tua mempunyai pengalaman berusahatani yang relatif lebih lama
sehingga lebih matang dalam pengelolaan usahataninya.
Umur dari 30 petani responden dikelompokkan menjadi petani responden
berumur antara 31-40 tahun sebanyak 30 persen, 41-50 sebanyak 26,67 persen, 51-60
tahun sebanyak 20 persen dan responden dengan umur lebih dari 60 tahun sebanyak
23,3 persen. Dilihat dari sebaran umur, terlihat bahwa sebagian besar responden
(76,67) merupakan petani dengan umur produktif (kurang dari 60 tahun) selain itu
dapat diartikan pula bahwa untuk berusahatani pisang dapat dilakukan oleh
responden tanpa memandang faktor umur. Pembagian dan persentase dari masing-
masing kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Umur Tahun 2008
Kelompok Umur Jumlah (jiwa) Persentase
31-40 9 30,00
41-50 8 26,67
51-60 6 20,00
≥ 60 7 23,33
30 100,00 Sumber : Data Primer Diolah
56
Dari 30 responden yang ada 53,33 persen telah berusahatani antara 1-10
tahun, 36,67 persen telah berusahatani pisang selama 11-20 tahun dan 10 persen dari
responden telah menjalankan usahatani pisang lebih dari 20 tahun. Budidaya pisang
relatif mudah dilakukan, tidak memerlukan keahlian khusus sehingga petani dalam
menanam pisang tidak belajar secara khusus, tetapi biasanya mereka mengetahui
budidaya pisang secara turun-temurun dan belajar dari pengalaman. Petani dengan
usia lebih tua tidak selalu memiliki pengalaman bertani pisang lebih lama daripada
petani yang berumur lebih muda, hal ini disebabkan karena tidak semua petani mulai
menanam pisang pada umur yang sama. Pengalaman bertani pisang sudah dimilki
petani responden sebelum program Primatani di Desa Talaga diadakan, tetapi
bedanya adalah pengalaman yang dimiliki petani sebelum adannya Primatani adalah
teknik budidaya yang diperoleh dari pengalaman sendiri sedangkan dengan adanya
Primatani petani diberikan pengetahuan baru mengenai berbudidaya pisang melalui
pembinaan untuk melakukan teknik budidaya sesuai dengan SPO yang ada.
Pembagian dan persentase responden berdasarkan pengalaman berusahatani dapat
dilihat dalam Tabel 11.
Tabel 11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Pisang Desa Talaga Tahun 2008
Lama Berusahatani Pisang Jumlah (jiwa) Persentase
1 – 10 16 53,33
11 – 20 11 36,67
≥ 20 3 10,00
30 100,00
Sumber : Data Primer Diolah
7.1.2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani. Tingkat
pendidikan petani yang tinggi, akan memudahkan petani dalam mencari dan
memperoleh informasi baik yang berhubungan dengan pemasaran pisang, teknik
budidaya yang baik, serta informasi lain yang berhubungan dengan agribisnis pisang.
57
Tingkat pendidikan petani diukur melalui tingkat pendidikan formal yang pernah
diikuti.
Berdasarkan hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa 83,33 persen petani
mempunyai tingkat pendidikan sekolah dasar. Hal ini menunjukkan rendahnya
tingkat pendidikan petani responden. Rendahnya tingkat pendidikan ini dapat
mempersulit petani dalam penyerapan teknologi yang diberikan pemerintah. Sebaran
responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2008
Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase
Tidak Sekolah 1 3,33
Sekolah Dasar (SD) 25 83,33
SLTP atau Sederajat 0 0,00
SLTA atau Sederajat 3 10,00
D-3 1 3,33
30 100,00
Sumber : Data Primer Diolah
7.1.3. Status Usahatani
Dari 30 responden yang ada, 70 persen responden menjadikan pertanian
sebagai pekerjaan utama. Sedangkan 30 persen lainnya mempunyai pekerjaan lain
selain menjadi petani yaitu perangkat Desa 2 orang, tengkulak pisang 3 orang, sopir
dan ojek 2 orang, pensiunan PNS 1 orang. Sebaran pekerjaan utama responden dapat
dilihat di Tabel 13.
Status pekerjaan akan mempengaruhi perhatian kepada usahatani pisang yang
dilakukan, hal ini disebabkan adanya pembagian curahan waktu yang dimiliki oleh
responden. Responden dengan pekerjaan utama sebagai petani akan memiliki waktu
yang lebih banyak untuk mengelola kebunnya termasuk tanaman pisang
dibandingkan dengan petani yang memiliki pekerjaan lain selain bertani.
58
Tabel 13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Utama Tahun 2008
Pekerjaan Utama Jumlah (jiwa) Persentase
Petani 21 70,00
Perangkat Desa 2 6,67
Tengkulak Pisang 3 10,00
Pedagang 1 3,33
Supir Angkot dan Ojek 2 6,67
Pensiunan PNS 1 3,33
30 100,00
Sumber : Data Primer Diolah
Tanaman pisang sebagian besar ditanam bersama tanaman lain (tumpang
sari), seperti berbagai jenis sayuran, cabai, teh dan lain-lain. Tanaman sela yang
dipakai membutuhkan curahan waktu perawatan yang lebih banyak dibandingkan
tanaman pisang. Jika status usahatani pisang dilihat dari tingkat curahan waktu maka
usahatani pisang menjadi usahatani sampingan, karena pisang memerlukan tingkat
perawatan lebih rendah dibandingkan dengan tingkat perawatan tanaman selanya.
Pisang ditanam secara tumpangsari dengan berbagai jenis tanaman sela. Jenis
tanaman sela yang ditanam bersama dengan pisang menyesuaikan dengan seberapa
besar ukuran pohon pisang. Hal tersebut berkaitan dengan penyerapan unsur hara dan
juga sinar matahari yang diterima oleh tanaman sela, karena tanaman sela ditanam
dibawah pohon pisang sehingga harus memperhatikan kebutuhan sinar matahari
tanaman sela. Jika tidak, maka tanaman sela tidak akan tumbuh dengan baik. Sebaran
jenis tanaman tumpang sari yang ditanam bersama pisang dapat dilihat pada Tabel 14.
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa tanaman tumpangsari yang banyak ditanam
petani adalah cabai, sebesar 76,67 responden menanam cabai, hal ini disebabkan
karena cabai merupakan tanaman yang juga termasuk kedalam program
pengembangan Primatani dan juga dapat tumbuh dengan baik walaupun terhalang
59
oleh tanaman pisang. Tanaman teh yang ada merupakan tanaman teh yang ditanam
sejak dulu.
Tabel 14. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jenis Tanaman Sela Tahun 2008
Jenis Tanaman Jumlah (jiwa) Persentase
Cabai 23 76.67
Jagung 14 46.67
Ceisin 7 23.33
Pepaya 7 23.33
Teh 8 26.67
Lainnya (talas, tomat, wortel, bengkuang, singkong, ubi, kayu, alpukat, jahe)
1 3.33
Sumber : Data Primer Diolah
7.1.4. Luas dan Status Kepemilikan Lahan Pisang
Budidaya Pisang Ambon yang dilakukan petani responden merupakan
budidaya dengan sistem tumpangsari dengan berbagai jenis tanaman termasuk
berbagai jenis pisang diluar Pisang Ambon. Luas lahan yang diusahakan petani
responden untuk tanaman Pisang Ambon bervariasi, sesuai dengan jarak tanam dan
jumlah pohon yang ditanam. Sebaran luas lahan petani yang ditanami Pisang Ambon
dapat dilihat pada Tabel 15.
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa dari responden yang ada, 14 orang
menanami lahannya dengan Pisang Ambon kurang dari 1000 m2, dengan persentase
mencapai 46,67 persen dan petani yang memiliki luas lahan antara 1000-2000 m2
berjumlah 7 orang. Petani yang menggunakan lahan sebesar 1001-3000 berjumlah 4
orang dan petani yang menanami lahannya dengan Pisang Ambon lebih dari 3000
berjumlah 5 orang.
60
Tabel 15. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan yang Ditanami Pisang Ambon Tahun 2008
Luas Lahan (meter) Jumlah (jiwa) Persentase
< 1000 14 46,67
1000–2000 7 23,33
2001–3000 4 13,33
> 3000 5 16,67
30 100
Sumber : Data Primer Diolah
Tabel 16 menunjukkan status kepemilikan lahan yang ditanami pisang
bervariasi. Dari 30 responden, 23 lahan berstatus milik, 2 lahan berstatus sewa, 2
lahan berstatus bagi hasil, 2 lahan berstatus gadai dan 1 lahan berstatus titipan yang
hanya berkewajiban membayar pajak atas lahan tersebut.
Status kepemilikan lahan akan membedakan kewajiban masing-masing
status. Status milik berkewajiban untuk pembayaran pajak atas lahan yang
diusahakan. Status sewa berkewajiban untuk membayar sewa kepada pemilik lahan
tanpa harus membayar pajak. Status bagi hasil berkewajiban membagi hasil usahatani
sesuai dengan perjanjian tanpa kewajiban membayar pajak bagi penggarap. Status
gadai tidak mempunyai kewajiban untuk membayar pajak, sewa, maupun membagi
hasil panen. Lahan yang digadai adalah sebagai jaminan atas uang atau meteri lain
yang dipinjamkan kepada pemilik lahan, dimana selain sebagai jaminan lahan
tersebut juga dapat dimanfaatkan atau diusahakan, yang berkewajiban membayar
pajak atas tanah adalah pemilik tanah, Status gadai berakhir ketika pemilik lahan
dapat mengembalikan uang yang dipinjam. Status tanah titipan adalah berdasarkan
kesepakatan antara pemilik dan penggarap.
61
Tabel 16. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2008
Status Kepemilikan Jumlah (jiwa) Persentase
Milik 23 76,67
Sewa 2 6,67
Bagi Hasil 2 6,67
Gadai 2 6,67
Titipan 1 3,33
30 100
Sumber : Data Primer Diolah
Status lahan milik lebih dianjurkan oleh Primatani dalam berbudidaya pisang,
disebabkan karena jika status kepemilikan lahan sewa, gadai, bagi hasil maupun
titipan akan dapat diminta oleh pemiliknya ketika telah habis waktu yang disepakati
(bagi hasil, sewa) atau pemilik tanah telah dapat membayar uang gadai tanah,
sedangkan produksi pisang yang ada terus berjalan, sehingga dapat merugikan petani
karena telah mengeluarkan modal untuk penanaman pisang.
7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui Program Primatani
Analisis dilakukan dengan melihat Pisang Ambon yang ditanam serempak
pada saat bulan Agustus hingga Oktober 2007 sebagai tindak lanjut dari program
primatani. Pada kondisi dilapangan jarak tanam yang digunakan bervariasi Dalam
analisis pendapatan ini diasumsikan bahwa jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x
3 m sehingga satu pohon pisang memiliki luas 9 m2, sehingga dalam satu haktar
diasumsikan ada sebanyak 1.111 pohon pisang. Analisis dilakukan hanya dengan
melihat produksi bibit pisang yang ditanam pada agustus sampai Oktober 2007
hingga menghasilkan panen pertama yaitu sekitar 12 bulan dari penanaman. Analisis
pendapatan usahatani membutuhan dua data pokok yaitu data penerimaan dan data
pengeluaran selama periode waktu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu untuk dapat
mengetahui besanya pendapatan yang diterima harus diketahui terlebih dahulu data
62
penerimaannya dan biaya, untuk mendapatkan data penerimaan dilakukan analisis
terhadap penerimaan responden per hektar. Sedangkan untuk mendapatkan data biaya
yang dikeluarkan dilakukan analisis biaya.
7.2.1. Analisis Penerimaan
Penerimaan yang diperoleh petani dari usahatani Pisang Ambon hanya berasal
dari penjualan Pisang Ambon, sedangkan untuk daun, anakan tidak diperjual belikan
dan pisang yang dikonsumsi sendiri diasumsikan tidak ada karena pada kondisi di
lapangan petani responden sangat jarang mengkonsumsi Pisang Ambon hasil panen
sendiri untuk kebutuhan keluarga. Biasanya pisang yang dikonsusmi untuk keluarga
adalah pisang jenis lain yang enak untuk diolah seperti pisang nangka. Dan juga
menurut sebagian petani Pisang Ambon sayang jika dikonsumsi sendiri karena
harganya mahal.
Besarnya penerimaan adalah hasil kali antara jumlah panen yang dihasilkan
(kg) dengan harga per kg Pisang Ambon. Jumlah panen per hektar adalah banyaknya
pohon pisang yang ditaman dikurangi besarnya pohon pisang yang gagal panen baik
akibat penyakit atau pencurian. Tingkat gagal panen yang dialami petani rata-rata
sebesar 15,76 persen sehingga dalam satu hektar dengan jumlah pohon yang ditaman
sebanyak 1111 maka akan dihasilkan sebanyak 936 tandan dengan berat rata-rata per
tandan 21,93 kg. Berat panen dalam satu hektar yang ada adalah hasil kali antara
jumlah tandan yang dihasilkan dengan berat rata-rata per tandan sehingga berat panen
per hektar sebesar 20,526.48 kg.
Penerimaan yang diperoleh per haktar adalah hasil kali antara berat penen per
hektar (kg) dengan harga rata-rata yang diterima petani yaitu Rp. 1653,33/kg
sehingga besarnya penerimaan perhaktar selama 12 bulan adalah Rp. 33.937.045,18.
7.2.2. Analisis Biaya
Analisis biaya yang dikeluarkan petani dilakukan dengan menganalisis input
yang digunakan untuk usahatani Pisang Ambon meliputi bibit, pupuk, Trichoderma,
brongsong, tenaga kerja, alat-alat pertanian. Analisis input yang digunakan juga
memperhitungkan biaya input yang hanya dikeluarkan satu kali yaitu pada saat
63
penananman tetapi penggunaannya sampai umur ekonomis pisang, sehingga besarnya
nilai input tersebut unutk 12 bulan pertama adalah besarnya nilai input tersebut dibagi
umur ekonomis pisang. Umur ekonomis pisang ditetapkan selama 5 tahun hal ini
didasarkan dari SPO yang ada dan juga dari keterangan penyuluh.
7.2.2.1. Bibit
Bibit yang digunakan sebagian besar adalah dari tanaman sebelumnya. Dari
30 responden ada beberapa responden yang pernah melakukan pembelian bibit,
karena bibit yang tersedia dikebun sendiri tidak mencukupi atau petani ingin
menanam jenis pisang yang berbeda dari jenis pisang yang sudah ada sebelumnya.
Bibit yang digunakan oleh semua responden berasal dari anakan, belum ada
responden yang menggunakan bibit yang berasal dari bonggol maupun dari kultur
jaringan. Hal ini disebabkan karena kemudahan dalam mendapatkan dan kebiasaan
petani dalam menggunakan bibit yang berasal dari anakan. Bibit yang ditanam
berusia antara 2-3 bulan dengan ukuran 50-100cm, dengan ukuran bibit yang ditanam
maka dalam dua belas bulan petani responden telah dapat memanen pisang tersebut.
Bibit yang digunakan berasal dari kebun petani sendiri maka biaya bibit digolongkan
kedalam biaya tidak tunai. Besarnya biaya bibit untuk dua belas bulan adalah harga
bibit dibagi umur ekonomis pisang yaitu lima tahun. Harga bibit yang berlaku di Desa
Talaga adalah Rp. 1.000/bibit. Sehingga nilai pada tahun pertama adalah Rp. 200/
bibit. Kebutuhan bibit untuk satu hektar dengan jarak tanam 3 m x 3 m adalah 1.111.
Biaya bibit untu satu hektar adalah jumlah bibi yang ditanam 1111 dikali dengan
beban bibit untuk tahun pertama yaitu Rp. 200, sehingga biaya bibit per hektar per
tahun adalah Rp. 222.000.
7.2.2.2. Pupuk
Pupuk adalah faktor penting bagi pertumbuhan tanaman budidaya, pupuk
yang diberikan akan memberikan unsur hara dalam tanah yang sangat dibutuhkan
bagi pertumbuhan tanaman. Pupuk yang biasa digunakan oleh petani responden
digolongkan menjadi pupuk organik dan pupuk anorganik (buatan).
64
1. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang kambing, yang sebagian
besar didapatkan dengan membeli. Hanya 5 responden yang memiliki pupuk
kandang sendiri. Semua responden menggunakan pupuk kandang saat melakukan
penanaman, tetapi hanya 43,33 persen yang mengulang setiap tahunnya.
Pengulangan yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan, sebagian besar
(46,67 persen) petani yang melakukan pengulangan dilakukan sebanyak dua kali
per tahun. Pupuk kandang pada dasarnya tidak diperjual belikan, nilai yang
dikeluarkan sebatas hanya upah untuk mengumpulkan dan biaya transportasi.
Besarnya pupuk kandang yang diberikan tiap lubang tanam pada saat penanaman
berbeda-beda. Ukuran yang lazim digunakan adalah per karung dengan ukuran 50
kg, dalam satu karung pupuk kandang berisi sekitar 25-30 kg pupuk kandang.
Harga pupuk kandang perkarung adalah Rp. 5000 sehingga harga per kg pupuk
kandang adalah Rp. 200. Biasanya petani menggunakan satu karung pupuk
kandang untuk 1-5 lubang tanam. Jumlah pupuk kandang per lubang yang
diberikan rata-rata adalah 11,87 kg. pupuk kandang yang diberikan pada saat
penanaman hanya dilakukan satu kali tetapi penggunannya selama lima tahun.
Oleh karena itu besarnya penggunaan pupuk untuk penanaman per tahun adalah
besarnya pupuk yang diberikan saat penanaman dibagi umur ekonomis pisang.
Sehingga besarnya pupuk kandang yang diberikan pada saat penanaman per tahun
adalah sebesar 2,37 kg per lubang.
Jumlah pupuk kandang yang diberikan pada saat pemeliharaan sama dengan
jumlah yang diberikan pada saat penanaman yaitu satu karung digunakan untuk 1-
5 rumpun pisang. Dalam satu tahun pemupukan diberikan sebanyak dua kali.
Besarnya pupuk kandang yang diberikan pada saat pemeliharaan per tahun adalah
26.59 kg/rumpun. Total pupuk kandang yang diberikan per tahun adalah jumlah
pupuk kandang pada saat penanaman per tahun 2,37 kg/lubang ditambah jumlah
pupuk kandang saat pemeliharaan yaitu 26,59 kg/rumpun, sehingga pupuk
kandang per tahun adalah sebesar 28,98 kg/rumpun. Kebutuhan pupuk kandang
untuk satu hektar adalah 28,98 kg dikali jumlah pohon yang ada yaitu 1.111 ada
sehingga tiap hektar memerlukan 32.196,78 kg. Biaya yang dikeluarkan untuk
65
pupuk kandang per tahun adalah jumlah pupuk kandang (32.196,78) dikali harga
per kg pupuk kandang (Rp. 200) sehingga biaya yang dikeluarkan per tahun untuk
pupuk kandang adalah Rp. 6.439.356.
2. Selain pupuk kandang petani juga memberikan pupuk anorganik untuk memenuhi
kebutuhan nitrogen, fosfor, dan kalium dalam tanah. Pupuk anorganik yang
diberikan kepada pisang merupakan bagian dari pemupukan lahan total, karena
dalam melakukan pemupukan petani tidak mengkhususkan hanya untuk satu
tanaman saja, tetapi pemupukan dilakukan bersamaan antara tanaman sela dengan
tanaman pisang. Petani mengkombinasikan berbagai jenis pupuk dengan
mencampurkan dalam satu tempat, kemudian baru diberikan kepada tanaman
pisang. Kombinasi pupuk yang diberikan bervariasi tiap petani. Pemupukan
dilakukan dengan menaburkan pupuk melingkar mengitari rumpun pisang dengan
jarak antara 30-50 cm dari bonggol pisang. Besarnya pupuk yang digunakan tiap
rumpun adalah dua genggam tangan petani yang diperkirakan jumlahnya seberat
150 g. Jumlah masing-masing pupuk yang digunakan merupakan persentase dari
total pupuk dalam 150 g. Pupuk anorganik rata-rata dilakukan tiap tiga bulan
sekali. Pupuk kimia didapat petani dengan membeli ditoko-toko saprodi pertanian
di Desa Talaga atau dengan membeli ke pasar Cianjur. Sebaran petani responden
berdasarkan penggunaan pupuk dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Penggunaan Pupuk Tahun 2008
Urea TSP KCl Phoska
Harga Rata-rata (per kg) 1300 2100 1950 2300
Jumlah/rumpun/tahun (g) 322,30 104,51 126,09 225,71
Responden yang menggunakan (orang) 28 11 9 23
Persentase dari 30 orang (%) 93,33 36,67 30,00 76,67
Sumber : Data Primer Diolah
66
7.2.2.3. Trichoderma
Trichoderma merupakan agen hayati yang berfungsi untuk mencegah
penyakit tular tanah seperti fusarium. Trichoderma yang digunakan responden
merupakan bantuan dari Primatani yang termasuk dalam bantuan PMUK.
Penggunaan Trichoderma adalah dicampurkan dengan pupuk kandang yang akan
diberikan pada saat penanaman. Dari 30 responden yang ada 26 responden
mengaplikasikan Trichoderma. Harga tiap kilogram Thricoderma adalah Rp. 20.000.
jumlah Trichoderma yang diberikan petani dalam tiap lubangnya bervariasi. Rata-rata
tiap lubang tanam diberikan Trichoderma sebanyak 36,20 g. Penggunaan
Trichoderma hanya diawal penanaman, sehingga besarnya penggunaan Trichoderma
per tahun adalah jumlah Trichoderma yang diberikan pada saat penanaman dibagi
dengan umur ekonomis pisang, besarnya penggunaan Trichoderma per tahun adalah
7,24 g.
7.2.2.4. Brongsong
Brongsong adalah plastik pembungkus buah pisang yang terbuat dari plastik
polyethilen berwarna biru, plastik ini merupakan bantuan dari Primatani. Plastik ini
berfungsi untuk meningkatkan kualitas buah dengan cara membuat buah berukuran
menjadi lebih optimal dan kulitnya bersih dari serangan hama kudis buah.
Pembungkusan atau pembrongsongan dilakukan pada saat seludang pisang pertama
belum terbuka dan jantung pisang sudah mulai merunduk. Plastik dipasang longgar
dengan memperhitungkan besarnya buah yang akan dihasilkan kemudian plastik
diikatkan pada pangkal tandan. Dari 30 responden terdapat 18 orang responden telah
menerapkan pembungkusan pada pisang mereka. Pembrongsongan tidak dilakukan
kepada semua buah pisang, karena jumlah brongsong yang terbatas. Rata-rata
penggunaan brongsong per hektar tiap tahunnya adalah 152 buah.
7.2.2.5. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan untuk budidaya pisang semua berasal dari
tenaga kerja manusia yang dibagi kedalam tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja
dalam keluarga. Pemakaian tenaga kerja luar keluarga menimbulkan biaya tunai
67
sedangkan pemakaian tenaga kerja dalam keluarga menimbulkan biaya tidak tunai.
Tenaga kerja dalam keluarga yang berperan dalam budidaya pisang sebagian besar
adalah kepala keluarga. Kebutuhan tenaga kerja dapat dipenuhi dari Desa Talaga
mengingat jumlah penduduk Desa Talaga yang sebagian besar berprofesi sebagai
petani dan buruh tani. Kebutuhan tenaga kerja tinggi pada saat musim tanam padi.
Tingkat upah rata-rata yang dibayarkan untuk tenaga kerja laki-laki rata-rata sebesar
Rp 15.000 per hari dan Rp. 10.000 untuk tenaga kerja perempuan per hari yang
dihitung selama 5 jam per hari. Petani mulai bekerja mulai pukul 07.00 hingga pukul
12.00 WIB. Petani telah mempunyai buruh yang menjadi langganan yang dipercaya
untuk mengelola kebun. Ada beberapa petani yang memiliki buruh tetap yang
bertugas mengelola kebun baik tanaman pisang maupun perawatan tanaman lainnya.
Tenaga kerja perempuan lebih banyak digunakan untuk mengerjakan pekerjaan
penyiangan, sedangkan tenaga kerja laki-laki digunakan untuk pekerjaan diluar
penyiangan.
Nilai tenaga kerja dihitung dengan satuan hari orang kerja laki-laki (HOK
laki-laki) sehingga untuk perhitungan besarnya tenaga kerja perempuan dikonversi
kedalam nilai tenaga kerja laki-laki dengan menggunakan perbandingan upah tenaga
kerja untuk laki-laki dan perempuan. Penggunaan tenaga kerja pada saat persiapan
dan pembuatan lubang tanam dan penanaman adalah hanya dikelurkan sekali untuk
satu umur ekonomis pisang sehingga besarnya biaya yang digunakan untuk persiapan
dan pelubangan, dan penanaman per tahun adalah besarnya biaya yang dikeluarkan
pada saat pelubangan, penanaman dibagi umur ekonomis pisang. Besarnya tenaga
kerja luar keluarga yang digunakan untuk mengolah lahan satu hektar per tahun
adalah 179,24 HOK dan tenaga kerja dalam keluarga yang digunakan adalah sebesar
271,93 HOK.
7.2.2.6. Alat-alat Pertanian
Alat yang sering digunakan dalam budidaya pisang adalah cangkul yang
berfungsi untuk membuat lubang tanam, menggemburkan tanah, penyiangan rumput,
tetapi dalam penyiangan dengan menggunakan cangkul harus hati-hati karena dapat
68
memotong akar-akar dari pisang. Kored digunakan untuk penyiangan rumput. Sabit
digunakan untuk pemotongan jantung, daun. Panugar digunakan untuk membongkar
bonggol pisang dan atau mengambil bibit dari rumpun pisang. Peralatan yang dimiliki
oleh petani tidak hanya digunakan untuk tanaman pisang, tetapi digunakan untuk
mengolah semua lahan yang ditanami selain pisang. Nilai penyusutan per tahun
diperoleh dengan menggunakan metode garis lurus dimana peralatan tidak
mempunyai nilai sisa pada akhir umur ekonomis. umur ekonomis peralatan yang
digunakan berkisar antara 3,8 tahun sampai 6,2 tahun. Total peralatan yang dimiliki
petani untuk mengelola lahan satu hektar adalah 22 buah. Nilai penyusutan total
untuk semua peralatan per hektar adalah Rp. 111.411,24 dengan nilai penyusutan
terbesar diperuntukkan untuk pemakaian cangkul. Jenis dan jumlah peralatan yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Jenis dan Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani Pisang per Hektar Tahun 2008
Jenis Alat Jumlah Harga Satuan (Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
Penyusutan Per Tahun (Rp)
Cangkul 6 30000 5,3 33.962,26
Kored 5 16100 3,8 21.184,21
Sabit 4 19400 4,4 17.636,36
Panugar 3 23100 6,2 11.177,42
Golok 4 35000 5,1 27.450,98
Total 22 111.411,24
Sumber : Data Primer Diolah
7.2.2.7. Lahan
Lahan yang digunakan untuk penanaman pisang sebagian besar berstatus hak
milik (23 responden), sehingga perhitungan biaya untuk lahan diasumsikan bahwa
lahan yang digunakan adalah hak milik sehingga akan menimbulkan biaya berupa
pajak atas lahan dan biaya pengorbanan untuk lahan. Biaya pengorbanan atas lahan
termasuk sebagai biaya karena responden mengorbankan penerimaan dari sewa lahan
69
miliknya karena lebih memilih untuk mengolah lahan tersebut sendiri. Besarnya pajak
untuk satu hektar didapatkan dari merata-rata pajak lahan responden yang telah
dikonversi kedalam satuan hektar. Besar pajak per hektar per tahun adalah Rp.
310.636,90. Besarnya nilai pengorbanan untuk sewa lahan diperoleh dari dua
responden yang lahannya berstatus sewa. Besarnya biaya didapatkan sebesar Rp. 128/
m2, sehingga besarnya biaya pengorbanan sewa per hektar per tahun adalah sebesar
Rp. 1.280.000.
7.2.2.8. Disinfektan
Disinfektan berfungsi untuk mensterilkan alat-alat yang digunakan untuk
budidaya pisang. Pensterilan alat dilakukan sebelum dan sesudah alat tersebut
digunakan. Disinfektan yang sering digunakan adalah bahan pemutih pakaian seperti
bayclin. Pensterilan dilakukan dengan mencampurkan disinfektan secukupnya
kedalam air kemudian alat-alat yang akan dan setalah digunakan dicuci menggunakan
air yang telah dicampur dengan disinfektan. Harga per liter disinfektan adalah Rp.
10.000. Petani mendapatkan disinfektan dengan membeli di warung-warung
kelontong disekitar rumah mereka. Besarnya disinfektan yang dikeluarkan selama
satu tahun per hektar adalah sebanyak 0,77 liter, sehingga biaya yang harus
dikeluarkan sebesar Rp. 7700/ ha/tahun.
Biaya-biaya yang dikeluarkan petani digolongkan kedalam biaya tunai dan
biaya tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh petani
untuk mendapatkan input, yang termasuk input yang didapat dengan biaya tunai
adalah pupuk kandang, Trichoderma, urea, TSP, KCl, phoska, disinfektan, tenaga
kerja luar keluarga, brongsong dan pajak. Biaya tidak tunai adalah dalam
mendapatkan input petani tidak mengeluarkan uang secara tunai karena input tersebut
telah dimiliki oleh petani atau petani memperoleh input tersebut secara cuma-cuma,
yang termasuk input tidak tunai adalah tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat,
bibit, dan sewa atas lahan sendiri.
Total biaya tunai adalah jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan secara
tunai. Total biaya tunai yang dikeluarkan per tahun per hektar adalah sebesar Rp.
70
11.298.555,48. Sedangkan total biaya tidak tunai adalah jumlah keseluruhan biaya
yang dikeluarkan tidak secara tunai. Total biaya tidak tunai per tahun per hektar
adalah sebesar Rp. 5.692.521,01. Biaya total adalah penjumlahan dari total biaya
tunai dan total biaya tidak tunai. Biaya total yang dikeluarkan selama satu tahun per
hektar adalah sebesar Rp. 16.991.076,49.
Jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang membahas usahatani
pisang tetapi belum menerapkan SPO, terdapat beberapa perbedaan pada komponen
penyusun biaya. Perbedaan ini ditunjukkan pada Tabel 19, dimana terlihat bahwa
petani di Desa Talaga memiliki komponen biaya yang lebih banyak, karena
menerapkan SPO. Perbedaaan yang mencolok adalah pada penggunaan pupuk, baik
pupuk kandang maupun pupuk kimia. Pada dua penelitian terdahulu yang dijadikan
pembanding, tidak terdapat biaya pupuk kimia dan biaya pupuk kandang, hal ini
disebabkan karena dalam penelitian tersebut petani memupuk lahannya, tetapi pupuk
tersebut hanya ditujukan untuk tanaman budidaya utama. Oleh karena itu biaya pupuk
hanya menjadi komponen biaya dari tanaman utama tersebut, sedangkan pupuk yang
terserap oleh pisang tidak dihitung sebagai komponen biaya produksi pisang karena
pada dasarnya pupuk tersebut bukan ditujukan untuk pisang, sedangkan pada
penelitian ini pupuk merupakan komponen biaya yang dikeluarkan untuk pisang,
meskipun pemupukan dilakukan secara bersama-sama dengan tanaman budidaya
lainnya, tetapi petani responden secara sengaja memberikan pupuk kepada rumpun
pisang dan ada tujuan memberikan pupuk tersebut untuk pisang. Pemupukan
dilakukan dengan menaburkan pupuk secara melingkar mengitari pohon pisang
dengan jarak 30-50 cm dari bonggol pisang.
Petani di Desa Talaga memiliki komponen biaya tenaga kerja yang lebih
tinggi, hal ini dikarenakan pada penelitian terdahulu proses budidaya untuk pisang
dilakukan ketika petani ada waktu luang setelah mengerjakan tanaman utama adanya
perbedaaan sudut pandang terhadap fungsi tanaman. Pada penelitian ini petani
menganggap pisang sama seperti tanaman budidaya lainnya, sehingga perhatian yang
diberikan terhadap pisang menjadi lebih besar dibandingkan dengan perhatian yang
diberikan petani pada penelitian terdahulu. Jika pada penelitian terdahulu aktivitas
71
yang diberikan untuk pohon pisang dilakukan ketika petani ada waktu atau setelah
mengerjakan tanaman budidaya yang dianggap utama, pada penelitian ini petani
sengaja meluangkan atau memberikan waktu khusus dalam pengelolaan pisang.
Apalagi dengan upaya penerapan SPO oleh petani, yang menimbulkan kegiatan-
kegiatan baru seperti pemberian pupuk, pemasangan brongsong, pembatasan jumlah
daun atau pengintensifan kegiatan-kegiatan yang sudah ada sebelumnya seperti
penyiangan, penjarangan. Kegiatan-kegiatan ini tentunya membutuhkan tenaga kerja
yang lebih banyak.
Petani responden juga memiliki komponen yang lain yang tidak dipakai pada
penelitian terdahulu yaitu plastik pembungkus pisang (brongsong) yang merupakan
teknologi yang dikenalkan oleh Primatani. Selain brongsong petani juga telah
menerapkan penggunaan Trichoderma, yang tidak diterapkan oleh petani pada
penelitian terdahulu. Perbandingan dengan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
usahatani di Desa Talaga telah diusahakan secara komersial dengan penggunaan input
dan tingkat perhatian yang diberikan kepada pisang lebih besar.
72
Tabel 19. Perbandingan Usahatani Pisang Desa Talaga dengan Hasil Penelitian Terdahulu
NO Talaga, Cianjur * Cikangkareng, Cianjur Sadeng, Bogor
1 Jenis pisang Ambon Ambon Ambon 3 Sistem budidaya Tumpang sari Tumpang sari Tumpang sari 4 Status Sampingan + Sampingan Sampingan
6 Tenaga kerja 281,98 HOK 217,77 HOK 214,16 HOK
7 Pupuk kandang 32.196,78 kg - -
8
Pupuk Kimia Urea TSP KCL Phonska
322,30 kg 104,51 kg 126,09 kg 225,71 kg
- -
9 Trichoderma harzianum
7,24 kg - -
10 Plastik pembungkus (Brongsong)
152 buah - -
* lokasi penelitian % dari total biaya + perhatian lebih
Data penerimaan dan biaya yang ada digunakan untuk mengetahui besarnya
pendapatan yang diterima petani. Pendapatan yang diterima dibagi dua yaitu
pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Informasi Biaya tunai
yang dikeluarkan petani dan besarnya penerimaan total digunakan untuk menghitung
berapa besar pendapatan petani per tahun atas biaya tunai yang dikeluarkan.
Pendapatan atas biaya tunai rata-rata yang didapat petani responden adalah selisih
dari total penerimaan (Rp. 33.937.045,18) dengan total biaya tunai (Rp.
11.298.555,48). Jadi besarnya pendapatan atas biaya tunai adalah Rp. 22.638.489,70
Dilihat dari besarnya pendapatan atas biaya tunai yang positif berarti usahatani Pisang
Ambon ini telah dapat membayar semua biaya tunai yang dikeluarkan selama satu
tahun dan masih memberikan keuntungan bagi petani.
73
Pendapatan atas biaya tunai belum dapat menggambarkan pendapatan yang
sebenarnya diterima petani karena petani masih mengeluarkan biaya-biaya yang
bersifat tidak tunai atau diperhitungkan. Oleh karena itu perlu dihitung berapa
besarnya pendapatan atas biaya total yang dikeluarkan.
Biaya total merupakan jumlah dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. Besarnya
biaya total yang dikeluarkan petani responden adalah sebesar Rp. 16.991.076,49.
Pendapatan total diperoleh dari selisih dari biaya total yang dikeluarkan dengan
penerimaan total petani. Besar pendapatan total adalah sebesar Rp. 16.945.968,69.
Pendapatan atas biaya total yang positif berarti usahatani pisang ini telah dapat
menutupi semua biaya yang dikeluarkan petani baik biaya tunai maupun biaya tidak
tunai. Pendapatan usahatani Pisang Ambon di Desa Talaga per hektar disajikan pada
Tabel 20.
7.2.3. Analisis Efisiensi
Salah satu analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis efisiensi
pendapatan usahatani adalah dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan
dan biaya (R/C ratio analysis). Dari analisis R/C yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa usahatani Pisang Ambon yang dilakukan petani di Desa Talaga selama tahun
2008 memiliki penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan biaya usahatani.
Hal ini ditunjukkan dari nilai R/C yang lebih dari satu. Nilai R/C atas biaya tunai
sebesar 3,00 yang artinya bahwa setiap Rp. 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan maka
akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 3,00 sedangkan nilai R/C biaya tunai adalah
sebesar 2,00. Perbedaan nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total tidak
berbeda jauh disebabkan karena nilai biaya yang termasuk dalam biaya
diperhitungkan tidak terlalu banyak, ini menunjukkan petani lebih banyak
menggunakan faktor produksi dengan biaya tunai, daripada biaya tidak tunai, selisih
yang kecil ini juga menunjukkan bahwa budidaya yang dilakukan petani responden
dikelola secara komersial.
Dari nilai R/C yang ada dapat disimpulkan bahwa usahatani pisang yang
dijalankan petani tahun 2008 efisien dan menguntungkan untuk dikembangkan karena
74
penerimaannya lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan dan masih
memberikan keuntungan bagi petani.
Tabel 20. Rata-rata Pendapatan Petani Responden per Hektar di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur Tahun 2008
Uraian Volume Satuan Harga tiap
satuan Total % A Penerimaan Total Penerimaan Tunai 20.526,48 Kg 1.653,33 33.937.045,18 Biaya B Biaya tunai Pupuk kandang 32.196,78 Kg 200,00 6.439.356,00 40,99 Trichoderma 7,24 Kg 20.000,00 144.800,00 0,92 Urea 322,30 Kg 1.300,00 418.984,05 2,67 TSP 104,51 Kg 2.100,00 219.476,35 1,40 KCL 126,09 Kg 1.950,00 245.872,95 1,56 Phonska 225,71 Kg 2.300,00 519.129,19 3,30 Disinfektan 0,77 10.000,00 7.700,00 0,05 TKLK 179,24 HOK 15.000,00 2.688.600,00 17,11 Brongsong 152,00 Buah 2.000,00 304.000,0 1,93
Pajak lahan M2 310.636,94 1,98 Total biaya tunai 11.298.555,48 71,91 C Biaya tidak tunai TKDK 271,93 HOK 15.000,00 4.078.909,77 25,96 Penyusutan 22,00 Buah 111.411,24 0,71 Bibit 1.111,00 Buah 200,00 222.200,00 1,41
Sewa lahan M2 128,00 1.280.000,00 8,15 Total biaya tidak tunai 5.692.521,01 D Total Biaya (B + C) 16.991.076,49
E Pendapatan atas biaya tunai (A – B) 22.638.489,70
F Pendapatan atas biaya total (A – D) 16.945.968,69
G R/C biaya tunai(A / B) 3,00 H R/C biaya total (A / D) 2,00
75
7.2.4. Analisis Penerapan SPO
Dari analisis pendapatan usahatani yang dilakukan dapat diketahui bagaimana
petani dalam menerapkan SPO yang diberikan Primatani. Beberapa SPO yang
penerapannya kurang maksimal adalah :
1. Penggunaan plastik poliethilen biru sebagai pembungkus buah pisang, dalam satu
hektar petani rata-rata hanya menggunakan 152 buah sedangkan kebutuhan
mencapai 936 buah (jumlah tandan yang dihasilkan). Padahal petani mengakui
bahwa penggunaan plastik tersebut dapat meningkatkan kualitas pisang baik dari
penampilan yang semakin baik maupun dari berat per tandan yang mengalami
peningkatan 5 kg dibandingkan dengan tanpa menggunakan brongsong. Saat ini
plastik yang digunakan adalah plastik bantuan dari pemerintah dan petani sampai
saat ini belum ada yang membeli secara swadaya.
2. Penggunaan agen hayati Trichoderma harzianum. Trichoderma harzianum ini
berfungsi untuk mencegah pisang terkena penyakit layu Fusarium. Rata-rata
penggunaan Trichoderma harzianum oleh petani hanya sebesar 36,20 g, menurut
SPO yang ada penggunaan Trichoderma adalah sebesar 50 g per rumpun.
Kurangnya penggunaan dosis menyebabkan Trichoderma tidak dapat berkerja
dengan maksimal, sehingga masih banyak pohon pisang responden yang terkena
penyakit layu fusarium yang akhirnya menyebabkan kematian pohon pisang
tersebut.
3. Penggunaan bibit unggul, Selama ini petani hanya menggunakan bibit tunas
(anakan) yang berasal dari tanaman sebelumnya dan sebagian membeli dari
petani lain disekitar lokasi kebun, yang belum dapat dipastikan kualitas dari bibit
tersebut, sehingga petani menghadapi resiko bibit yang ditanam mengandung
bibit penyakit seperti layu fusarium.
4. Jarak tanam yang digunakan petani sebagi besar adalah 3 m x 3 m bahkan ada
petani yang jarak tanamnya lebih rendah. Jarak tanam yang disarankan dalam
SPO adalah 4 m x 4 m. jarak yang telalu dekat antar pohon dapat menyebabkan
terjadinya persaingan antar pohon sehingga dapat menyebabkan buah yang
dihasilkan tidak optimal.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Usahatani pisang yang dikelola petani di Desa Talaga merupakan usahatani
yang sudah lama digeluti. Petani pisang Desa Talaga beberapa kali telah
mendapatkan bantuan program dari pemerintah dalam rangka pengembangan pisang.
Pada tahun 2007-2009 pisang yang dikembangkan oleh petani di Desa Talaga
merupakan binaan dari program Primatani. Petani pisang yang menjadi responden
melakukan penataan kembali dan menanam bibit pisang baru dibulan Agustus tahun
2007 sebagai tindak lanjut dari program Primatani.
Perubahan-perubahan yang terjadi dengan adanya Primatani meliputi
perubahan teknik budidaya pisang yang dilakukan petani yang pada awalnya
budidaya dilakukan tanpa aturan baku dengan adanya Primatani petani mulai
menggunakan SPO dalam menjalankan budidaya pisang. Selain perubahan pada
teknik budidaya, pada beberapa kelembagaan juga terjadi perubahan. Perubahan pada
kelembagaan produksi dimana petani pisang dihimpun dalam lima kelompok tani.
Pengelompokan petani dalam kelompok tani mempermudah petani dalam
memperoleh pendanaan yang dapat dilihat dari diberikannya bantuan yang berupa
Pinjaman Modal Usaha Kelompok. Pada kelembagaan pemasaran terjadi perubahan
meliputi sistem penjualan yang sebelumnya menggunakan sistem ijon dan beli
tandan, setelah ada primatani berubah dengan menggunakan sistem per kg berat
tandan, selain itu juga dibentuk pemasaran kelompok dengan melibatkan unsur
tengkulak yang sudah ada sebelumnya.
Hasil analisis biaya usahatani menunjukkan bahwa pada tahun 2008, total
biaya usahatani pisang per hektar sebesar Rp. 16.991.076,49 ,yang terdiri dari biaya
tunai sebesar Rp. 11.298.555,48 dan biaya tidak tunai sebesar Rp. 5.692.521,01.
Dari struktur biaya yang dikeluarkan petani dapat dilihat bahwa dalam budidaya
pisang ini petani telah menjadikan pisang sebagai usahatani komersial dimana petani
lebih banyak menggunakan faktor produksi yang yang dibeli secara tunai. Hasil
analisis penerimaan usahatani menunjukkan bahwa pada tahun 2008 petani di Desa
Talaga per hektar produksi yang dihasilkan sebesar 20.526,48 kg, dari jumlah
77
produksi petani mendapatkan penerimaan tunai sebesar Rp. 33.937.045,18.
Pendapatan yang diperoleh selama satu tahun dari luas lahan satu hektar adalah
sebesar Rp. 16.945.968,69.
Hasil analisis efisiensi menunjukkan bahwa budidaya yang dilakukan petani
menguntungkan untuk dijalankan dengan nilai imbangan biaya dan penerimaan
sebesar 3,00 terhadap biaya tunai dan 2,00 terhadap biaya total.
Analisis terhadap penerapan SPO menunjukkan bahwa ada beberapa SPO
yang penerapannya kurang maksimal diantaranya pemakaian bibit unggul,
Trichoderma, plastik poliethilen biru (brongsong), dan jarak tanam yang diterapkan
oleh petani.
8.2. Saran
Dari hasil penelitian ini ada beberapa saran yang dapat dikembangkan antara
lain :
1. Petani harus lebih memaksimalkan penerapan SPO, terlebih lagi untuk penerapan
beberapa SPO yang dinilai penting tetapi penerapannya belum maksimal seperti
bibit unggul, Trichoderma, plastik poliethilen biru (brongsong), dan jarak tanam.
2. Perlu adanya peningkatan pendampingan dan bantuan untuk penerapan beberapa
SPO yang kurang maksimal karena penerapan SPO tersebut sebelum adanya
pembinaan belum dilakukan oleh petani.
3. Pemberian bantuan yang berupa dana dan saprodi harus disesuiakan dengan
kebutuhan dan kemampuan petani, dan juga perlu adanya pengawasan, agar
bantuan yang diberikan digunakan sesuai dengan tujuan pemberian bantuan.
4. Lembaga pemasaran dengan melibatkan tengkulak perlu dilakukan perubahan
dalam sistem pembayaran dan bagi hasil antara tengkulak dan kelompok
sehingga tercipta pemasaran kelompok yang menguntungkan baik kelompok
maupun tengkulak.
78
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2008. Laporan Tahunan Desa Talaga Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Tahun 2008. Cianjur: Desa Talaga Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur.
[Tim Primatani Kabupaten Cianjur]. 2006. Rancang Bangun Primatani Lahan Kering Dataran Tinggi (LKDT) Desa Talaga, Kecamatan Talaga, Kebupaten Cianjur. Lembang: Balai Pengkajian Taknologi Jawa Barat.
Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2006. Pedoman Umum Primatani. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Direktorat Budidaya Tanaman Buah. 2005. Standar Prosedur Operasional (SPO) Pisang Ambon Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Jakarta: Direktorat Budidaya Tanaman Buah.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. Statistik Produksi Buah-Buahan di Indonesia Periode 2003-2008. http://www.hortikultura.deptan.go.id. [10 Maret 2009].
Dita DM. 2005. Peranan pisang dalam ekonomi usahatani di Desa Cilueksa Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gray et al.1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Ed ke-2. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hernanto F. 1995. Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Maharani T. 2008. Analisis cabang usahatani dan sistem tataniaga pisang tanduk (studi kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Manurung SWH. 1998. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Pisang Segar [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Marhaeni HR. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani pisang (Musa paradisiacal) (kasus Kelurahan Rancamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Purwanto R. 1994. Informasi Komoditas Pisang. Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rajagukguk R. 1998. Analisis pendapatan usahatani dan pemasaran pisang [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rokayah E et al. 2007. Laporan Akhir Tahun 2007 Primatani Lahan Kering dataran Tinggi Kabupaten Cianjur. Lembang: Balai Pengkajian Teknologi Jawa Barat
79
Satuhu S, Supriyadi A. 1999. Pisang Budidaya, Pengelolaan dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeharjo A, Patong D. 1973. Sendi-Sendi Pokok Usahatani. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB.
Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.
Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
LAMPIRAN
81
Lampiran 1. Luas Panen Pisang Indonesia (dalam ha) Tahun 2000-2003
Tahun Nasional/ Propinsi
2000 2001 2002 2003 NASIONAL 73539 76923 74751 85690 Nanggroe Aceh Darussalam 1096 708 562 1790 Sumatera Utara 1526 1705 2638 3118 Sumatera Barat 1434 1523 1032 715 Riau 867 787 829 1242 Jambi 438 403 533 380 Sumatera Selatan 3155 2911 2382 2760 Bengkulu 259 207 321 457 Lampung 3659 4824 5833 7587 Bangka Belitung 0 150 26 291 Daerah Khusus Ibukota Jakarta 82 50 42 48 Jawa Barat 22899 19591 16347 15446 Jawa Tengah 11046 9380 8643 7981 Daerah Istimewa Yogyakarta 678 759 744 812 Jawa Timur 10265 10515 10141 15727 Banten 0 3686 4362 3532 Bali 1886 2311 2314 2524 Nusa Tenggara Barat 2980 3217 4502 1455 Nusa Tenggara Timur 2585 3846 2169 1445 Kalimantan Barat 1118 1464 635 1448 Kalimantan Tengah 448 693 679 506 Kalimantan Selatan 711 936 1380 2039 Kalimantan Timur 569 883 928 1271 Sulawesi Utara 365 388 978 988 Sulawesi Tengah 581 680 773 992 Sulawesi Selatan 4158 4281 4027 2881 Sulawesi Tenggara 482 582 514 369 Gorontalo 0 144 72 152 Maluku 193 91 127 93 Papua 59 110 307 657 Maluku Utara 0 98 911 6984
Sumber : Ditjen Hortikultura (2007)
82
Lampiran 2. Karakteristik Petani Responden di Desa Talaga Tahun 2008
No Umur Tingkat Pendidikan
Pengalaman (tahun)
Luas Lahan
Total (m2) Status lahan Pekerjaan Utama
1 39 SMA 11 30000 Bagi Hasil Kepala Desa
2 34 SD 6 5000 Milik Sopir Angkot
3 40 SD 5 7800 sewa Petani
4 52 SD 8 1500 Milik Petani
5 49 SD 3 400 Sewa Perangkat Desa
6 54 SD 5 20000 Milik Petani dan Pedagang
7 62 SD 20 1500 Milik Petani
8 36 SD 10 3000 Bagi Hasil Petani
9 50 SD 5 5000 Milik Petani
10 43 SD 15 10000 Milik Pedagang
11 53 SMA 13 5000 Milik Petani
12 45 SD 9 2500 Milik Petani
13 40 SMA 10 5000 Gadai Petani
14 31 SD 3 1500 Gadai Petani dan Ojek
15 70 SD 25 7500 Milik Petani
16 54 SD 14 5000 Milik Petani
17 35 SD 15 2000 Milik Petani
18 74 SARJANA 3 4000 Milik Pensiunan Guru
19 70 SD 25 2500 Milik Petani
20 55 SD 10 5000 Milik Petani
21 67 SD 20 6000 Milik Petani
22 42 SD 10 7500 Milik Petani dan Tengkulak
23 42 SD 15 6000 Milik Petani dan Tengkulak
24 32 SD 5 20000 Milik Petani
25 40 SD 8 7500 Milik Petani
26 45 SD 8 10000 Milik Petani
27 52 SD 15 2400 Milik Petani
28 50 SD 15 10000 Milik Petani
29 70 SD 20 3000 PBB Petani
30 72 TS 22 2400 Milik Petani
Sumber: Data Primer
83
Lampiran 3. Jenis dan Jumlah Alat Budidaya Pisang per Hektar Desa Talaga Tahun 2008
No Cangkul Koret Sabit Panugar Golok 1 1 4 0 1 1 2 2 0 2 0 0 3 3 0 3 1 1 4 13 7 13 7 0 5 25 0 0 0 0 6 2 1 0 1 2 7 7 7 0 0 0 8 3 3 0 3 0 9 4 4 0 2 2
10 3 2 2 2 2 11 10 12 8 0 6 12 8 8 8 4 8 13 4 2 2 2 4 14 13 7 7 0 7 15 4 0 1 1 1 16 2 2 0 0 2 17 10 0 0 0 5 18 0 0 0 0 0 19 12 4 0 4 12 20 4 4 2 4 6 21 2 3 0 2 7 22 1 1 1 1 1 23 2 2 2 2 2 24 1 2 1 1 2 25 1 0 3 1 1 26 1 0 2 1 1 27 8 8 0 4 4 28 3 5 2 3 4 29 17 3 10 7 10 30 8 8 8 4 8
Rata-rata 6 5 4 3 4
Sumber: Data Primer
84
Lampiran 4. Produksi Pisang Petani Responden Desa Talaga Tahun 2008
Jumlah Jumlah Panen Berat tiap Harga per kg Tingkat Kematian No
rumpun (tandan) Tandan (kg) (Rp) (%) 1 400 400 20 1.700 0,00 2 200 175 30 1.800 12,50 3 250 200 25 1.800 20,00 4 20 20 20 1.500 0,00 5 10 8 20 1.800 20,00 6 650 500 20 1.800 23,08 7 30 30 15 1.500 0,00 8 100 80 15 1.500 20,00 9 60 50 25 1.800 16,67
10 200 200 25 2.200 0,00 11 150 100 30 1.800 33,33 12 30 25 20 1.400 16,67 13 100 100 25 1.900 0,00 14 45 40 15 1.700 11,11 15 100 75 25 1.300 25,00 16 160 160 18 1.600 0,00 17 80 60 25 1.800 25,00 18 50 40 20 1.300 20,00 19 25 21 20 1.000 16,00 20 300 250 25 1.600 16,67 21 200 150 25 1.800 25,00 22 300 280 20 1.600 6,67 23 100 80 20 1.500 20,00 24 200 150 20 1.600 25,00 25 350 280 20 1.700 20,00 26 350 280 20 1.700 20,00 27 10 7 20 1.500 30,00 28 500 350 25 1.800 30,00 29 100 80 25 1.800 20,00 30 200 200 25 1.800 0,00
Rata-rata 21,93 1.653,33 15,76
Sumber: Data Primer
85
Lampiran 5. Penggunaan Pupuk anorganik per Rumpun per Tahun Petani Responden di Desa Talaga Tahun 2008
Frekuensi Urea Tsp KCl Phoska No
pemupukan (g/rumpun/tahun) (g/rumpun/tahun) (g/rumpun/tahun) (g/rumpun/tahun) 1 4 300,00 100,00 200,00 0,00 2 4 0,00 0,00 0,00 600,00 3 4 225,00 0,00 0,00 375,00 4 4 600,00 0,00 0,00 0,00 5 4 0,00 0,00 0,00 600,00 6 2 180,00 30,00 60,00 30,00 7 4 480,00 0,00 0,00 120,00 8 4 300,00 0,00 0,00 300,00 9 4 342,86 85,71 85,71 85,71
10 4 400,00 100,00 100,00 0,00 11 4 184,62 92,31 92,31 230,77 12 4 360,00 0,00 0,00 240,00 13 4 500,00 0,00 0,00 100,00 14 4 428,57 0,00 85,71 85,71 15 1 75,00 0,00 0,00 75,00 16 4 360,00 0,00 0,00 240,00 17 4 200,00 0,00 0,00 400,00 18 2 300,00 0,00 0,00 0,00 19 4 180,53 58,41 361,06 0,00 20 6 600,00 0,00 0,00 300,00 21 4 375,00 150,00 75,00 0,00 22 2 100,00 100,00 0,00 100,00 23 1 100,00 0,00 0,00 50,00 24 4 300,00 0,00 0,00 300,00 25 4 119,40 179,10 0,00 301,49 26 4 119,40 179,10 0,00 301,49 27 4 450,00 0,00 0,00 150,00 28 4 401,79 0,00 0,00 198,21 29 4 592,11 0,00 0,00 7,89 30 4 450,00 75,00 75,00 0,00
Rata-rata 322,30 104,51 126,09 225,71
Sumber: Data Primer
86
Lampiran 6. Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Petani Responden Desa Talaga Tahun 2008
No TKLK(HOK) TKDK (HOK) Harga Tenaga Kerja (Rp) Total Biaya Tenaga Kerja (Rp)
1 165,73 0,00 15.000,00 2.485.937,50 2 234,67 145,00 15.000,00 5.695.000,00 3 233,91 104,74 15.000,00 5.079.829,06 4 0,00 708,89 15.000,00 10.633.333,33 5 0,00 634,81 15.000,00 9.522.222,22 6 163,23 0,00 15.000,00 2.448.461,53 7 14,81 555,56 15.000,00 8.555.555,55 8 6,67 357,78 15.000,00 5.466.666,66 9 104,33 133,08 15.000,00 3.561.250,00
10 314,63 0,00 15.000,00 4.719.375,00 11 80,33 127,83 15.000,00 3.122.500,00 12 199,41 261,77 15.000,00 6.917.606,83 13 43,67 99,89 15.000,00 2.153.333,33 14 145,93 238,33 15.000,00 5.763.888,89 15 10,00 104,12 15.000,00 1.711.818,18 16 317,50 321,63 15.000,00 9.586.875,00 17 0,00 763,08 15.000,00 11.446.153,85 18 196,67 0,00 15.000,00 2.950.000,00 19 0,00 446,22 15.000,00 6.693.333,33 20 129,33 132,16 15.000,00 3.922.352,94 21 23,33 265,00 15.000,00 4.325.000,00 22 240,22 0,00 15.000,00 3.603.333,33 23 84,44 135,56 15.000,00 3.300.000,00 24 734,67 0,00 15.000,00 11.020.000,00 25 266,34 6,35 15.000,00 4.090.402,93 26 199,76 12,76 15.000,00 3.187.802,20 27 200,00 203,70 15.000,00 6.055.555,56 28 241,33 84,67 15.000,00 4.890.000,00 29 130,00 106,67 15.000,00 3.550.000,00 30 0,00 576,67 15.000,00 8.650.000,00
Rata-rata 179.24 271,93 5.503.586,24
Sumber: Data Primer
87
Lampiran 7. Penggunaan Brongsong, Trichoderma, Disinfektan Petani Responden Desa Talaga Tahun 2008
Jumlah brongsong Trichoderma Disinfektan No
(buah/ha/tahun) (g/lubang) (liter/ha)
1 78 50,00 0,52
2 63 25,00 0,00 3 222 12,00 0,65 4 0 50,00 0,00 5 0 100,00 0,00 6 0 23,08 0,00 7 222 33,33 2,78 8 111 20,00 0,93 9 156 50,00 0,31
10 156 50,00 0,26 11 13 0,00 0,00 12 111 33,33 0,00 13 125 20,00 0,69 14 93 22,22 0,00 15 83 50,00 0,38 16 391 37,50 0,00 17 250 37,50 0,00 18 0 20,00 0,00 19 222 0,00 0,00 20 0 0,00 0,59 21 0 0,00 0,00 22 83 16,67 0,00 23 222 30,00 0,56 24 133 50,00 0,83 25 0 22,86 0,85 26 0 22,86 0,64 27 0 100,00 0,00 28 0 20,00 0,83 29 0 20,00 0,00 30 0 25,00 0,00
Rata-rata 152 36,21 0,77
Sumber: Data Primer