SISTEM ANGGARAN TRADISIONAL/ LINE ITEM BUDGETING
KELOMPOK 1:
1. Bayu Mahendra LSP (F1314024)
2. Dony Pratomo (F1314033)
3. Hartati (F1314045)
4. Mochammad Riza (F1314060)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET
2015
SISTEM ANGGARAN TRADISIONAL/ LINE ITEM BUDGETING
Ciri utama pendekatan anggaran tradisional, yaitu:
a) Cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan
incrementalism
Anggaran tradisional bersifat incrementalisn berarti hanya menambah atau
mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada
sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar
untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa
dilakukan kajian yang mendalam.
b) Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item
Struktur anggaran ini didasarkan atas dasar sifat (nature) dari penerimaan
dan pengeluaran. Metode line-item budget tidak memungkinkan untuk
menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada
dalam struktur anggaran.
Line-item
Line item merupakan klasifikasi akuntansi atas pendapatan, beban, aset,
liabilitas, dan arus kas pada laporan operasional, neraca dan laporan arus kas.
Dalam anggaran operasional diklasifikasikan berdasar apa yang akan dibeli
dengan uang yang diajukan.
Exhibit 5.8 sebagai contoh anggaran line item.
Sedangkan Exhibit 5.9 menunjukkan anggaran yang sama, tetapi dirangkum
berdasarkan pada untuk belanja apa anggaran digunakan dan bagaimana
membiayainya.
Inkremental
Dalam anggaran inkremental, pengajuan anggaran untuk tahun berikutnya
hanya merupakan selisih perubahan dengan tahun sebelumnya. Tiada yang
baru pada praktik penganggarannya, nomenklaturnya tetap, hanya nilainya
meningkat dari tahun ketahun.Exhibit 5.11 sebagai contoh anggaran
inkremental.
Ciri lain pendekatan anggaran tradisional:
a) Cenderung sentralistis
b) Bersifat spesifikasi
c) Tahunan
d) Menggunakan prinsip anggaran bruto
Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya
perhatian terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan
efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran
tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini,
sering kali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang
pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang
sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan. Aktivitas-aktivitas susulan ini
semata-mata dimaksudkan untuk menghabiskan sisa anggaran. Apabila hal
tersebut tidak dilakukan akan berdampak pada alokasi anggaran tahun
berikutnya. Hal ini disebabkan karena pada pendekatan tradisional, kinerja dinilai
berdasarkan habis tidaknya anggaran yang diajukan dan bukan berdasarkan
pada pertimbangan output yang dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan
dibandingkan dengan target kinerja yang dikehendaki (outcome).
Anggaran tradisional yang bersifat “incrementalism” cenderung menerima
konsep harga pokok pelayanan historis (historic cost of service) tanpa
memperhatikan pertanyaan-pertanyaan seperti:
1. Apakah pelayanan tertentu yang dibiayai dengan pengeluaran pemerintah
masih dibutuhkan atau masih menjadi prioritas?
2. Apakah pelayanan yang diberikan telah terdistribusi secara adil dan merata di
antara kelompok masyarakat?
3. Apakah pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien?
4. Apakah pelayanan yang diberikan mempengaruhi pola kebutuhan publik?
Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu
item, program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya
meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak dibutuhkan. Perubahan
anggaran hanya menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan
tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.
Kelebihan Anggaran Tradisional
Di samping berbagai kelemahan tersebut, Halim (2002 : 239) menyatakan bahwa
penerapan anggaran tradisional memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan-
keunggulan anggaran tradisional adalah sebagai berikut :
1) Penyusunannya relatif mudah, sehingga dapat membantu mengatasi
rumitnya proses penyusunan anggaran.
2) Tidak memerlukan pengetahuan yang terlalu tinggi untuk memahami
program-program kegiatan baru, karena banyak dari kegiatan-kegiatan
tersebut merupakan lanjutan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya.
Dengan menggunakan cara penyusunan ini, maka wilayah perselisihan
menjadi sempit sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya konflik
antar unit-unit yang berkepentingan terhadap anggaran.
Kelemahan Anggaran Tradisional
Metode anggaran tradisional memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
1) Tidak Komprehensif
Anggaran tradisional bersifat incrementalisn berarti hanya menambah atau
mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada
sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar
untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa
dilakukan kajian yang mendalam efektifitasnya.
2) Proses tertutup, didominasi oleh orang dalam, dan dirutinkan.
Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara
keseluruhan sulit dicapai, sehingga berpeluang menimbulkan konflik,
overlapping, kesenjangan dan persaingan antar departemen.
3) Tidak ada hubungan antara proses dan hasil
Lebih berorientasi pada input daripada output, yang menyebabkan anggaran
tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan
pilihan sumber daya, atau memonitor kinerja.
4) Hubungan yang tidak memadai antara anggaran tahunan dengan rencana
pembangunan jangka panjang, dan antara pengeluaran rutin dan
pengeluaran modal/investasi.
5) Anggaran tradisional bersifat tahunan, sehingga terlalu pendek terutama
untuk proyek modal. Hal ini dapat mendorong praktik korupsi dan kolusi.
6) Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak
memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran, sehingga muncul
budget padding atau budgetary slack.
7) Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan
mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya
dilakukan revisi anggaran dan manipulasi anggaran.
8) Aliran informasi (system informasi financial) yang tidak memadai yang
menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengindentifikasi masalah dan
tindakan.
9) Mengabaikan anggaran lainnya
Penyesuaian total anggaran, pendapatan, deficit atau surplus, dan anggaran
lain di luar rekening diabaikan. Incrementalism seolah selalu benar dalam
penganggaran, bahwa anggaran tahun ini tampak seperti anggaran tahun
lalu.
Jadi, incrementalism hancur sebagai paradigma karena tidak relevan untuk
menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dalam dunia penganggaran.