AngkorBicycle Trip
oleh Febry Fawzi
Angkor Archaeological Park adalah sebuah salah satu situs bersejarah yang paling penting di Asia Tenggara. Situs peninggalan kerajaan Khmer yang didirikan oleh imigran asal Jawa ini berdiri sejak abad ke 9 hingga 15. Situs yang berdiri di tanah seluas 400km2 ini menyimpan banyak peninggalan berupa candi yang masih bisa dilihat bentuknya. Situs bersejarah ini terletak tak jauh dari kota Siem Reap, Kamboja. Untuk menuju kota Siem Reap, terdapat beberapa akses darat, udara, hingga sungai. Setidaknya, saya mengambil jalur darat selama 6 jam dari Phnom Penh, ibu kota Kamboja. Saya menghabiskan waktu seharian untuk mengunjungi taman arkeologi ini pada tanggal 31 Agustus 2012.
Angkor Wat di Siem Reap dan
Terracotta Warriors di Xi’an adalah
sebuah pilihan buat saya. Berhubung
saya tidak jadi ke Xi’an, maka
saya wajib mengunjungi Angkor
Archaeological Park di Siem Reap, Cambodia.
Situs ini sudah menjadi situs yang sangat
terkenal, mungkin bermula dari film Tomb
Raider yang diperankan oleh Angelina Jolie.
Saya sendiri sebenarnya belum menonton film
itu, jadi tidak tahu daya tarik apa yang orang-
orang tuju.
Bicara mengenai candi, di Jawa pun banyak
tersebar candi-candi super megah. Sebut saja
Borobudur dan Prambanan yang sama-sama
menjadi World Heritage Site UNESCO. Lantas,
selain masuk film Hollywood, daya tarik apa sih
yang membuat Angkor Wat ini laris manis di
dunia pariwisata internasional?
Kalau saja di Siem Reap tidak ada Angkor
Wat, pasti saya tidak akan mampir ke sini
dan lebih memilih untuk ke Sihanoukville atau
ke Battambang. Nyatanya, saya tidak punya
cukup waktu dan lebih memprioritaskan untuk
melihat Angkor Wat. Rencananya saya akan
mengambil one day ticket, 20 USD. Mengingat
harganya yang ‘lumayan’ sebaiknya memang
tidak usah ingat-ingat harga tiketnya, apalagi
membandingkannya dengan objek-objek
lain.”If you dare enough to explore, you’ll get
what others don’t give to you.”
Pertanyaan dan perdebatan mengenai
‘cukup gak sih eksplor Angkor dalam sehari?’
jawabannya tergantung pada kekuatan
diri sendiri dan seberapa jauh kamu ingin
mengetahui situs sejarah ini. Kalau tujuan
kamu hanya foto-foto narsis aja sih ambil yang
sehari, keliling Angkor Wat atau Angkor Thom
MengejarMatahari Terbit
saja juga cukup. Kalau tujuannya emang mau
tau lebih banyak dan menelusuri setiap lekuk
candi-candinya, ya boleh lah ambil 3hari, lebih
hemat uang juga. Kalau tujuan kamu untuk
memotret dan punya banyak waktu untuk
bersantai, silahkan ambil yang seminggu. Eh,
tapi apa gak mabok keliling Angkor selama
seminggu?
Sebaiknya memang kamu punya teman
jalan untuk eksplor Angkor. Masalahnya,
kompleks arkeologi ini luasnya mencapai 400
km persegi. Paling enak memang kita punya
teman untuk sharing biaya tuk-tuk. Harga
sewa tuk-tuk seharian sekitar10-15 USD.
Nah, dengan ongkos segitu kan kalau jalan-
jalan sendirian bakal tekor. Namun, kali ini
saya tetap jalan-jalan sendirian. Berhubung
tidak punya banyak waktu untuk mencari
teman jalan dan berhubung kompleks angkor
yang luas dengan objek yang tersebar, saya
menghindari perdebatan tentang tempat mana
yang ingin dikunjungi.
Loh terus kalau jalan-jalan sendirian gitu,
tekor dong naik tuk-tuk? Oh tunggu dulu! Saya
punya cara yang ekonomis dan sehat buat
kamu-kamu yang ingin menjelajah Angkor
sendirian, yaitu dengan naik sepeda. Sangat
disayangkan,
di Siem Reap
ada peraturan
bagi turis
asing untuk
tidak boleh
menyewa
sepeda
motor,
mungkin akan
menggusur para
tukang ojek dan tuk-
tuk. Namun, menyewa
sepeda menjadi salah satu
alternatif jalan-jalan hemat di sini.
Cukup membayar 1 USD, maka kamu akan
bisa berkeliling dari pagi hingga malam.
Kebetulan The Garden Village tempat
saya menginap, menyewakan sepeda. Jadi
saya tidak perlu mencari-cari lagi tempat
penyewaan sepeda. Apalagi saya berencana
untuk berangkat ke Angkor Wat pagi buta
untuk mengejar matahari terbit. It would be a
challange!
Seluruh sumber yang saya baca, jika hanya
memiliki waktu sehari untuk eksplor Angkor,
maka harus banget bisa mendapatkan sunrise-
nya. Jadi rencananya saya harus bangun jam
4 pagi, kemudian packing, dan berangkat dari
hostel jam setengah 5.
Saya baru mulai menggoes sepeda sekitar
jam 4.45. Rasanya sudah deg-degan takut
kesiangan dan tidak dapet sunrise. Saya terus
menggoes dan mengebut. Kalau di
sepeda saya ada speedometer,
mungkin kecepatannya
mencapai 70km/h
(mungkin loh yaa).
Sebelum berangkat,
saya mencoba
melihat GPS dan
mencari rute
perjalanan dari
hostel ke Angkor
Wat. Ternyata
cukup belok dua
kali, kemudian
tinggal lurus terus.
Kenyataan berkata
lain, ini merupakan bagian
terseru dalam petualangan
ke Angkor Wat. Saya mengendarai
sepeda layaknya berpacu dengan kuda di
tengah jalanan kota Siem Reap yang pagi itu
masih kosong melompong. Jalanan di Siem
reap dibagi dua dan dibelah oleh sungai. GPS
bilang sih mudah, namun entah mengapa saya
jadi kehilangan arah. Berkali-kali saya bertanya
ke orang lokal, jawaban dari mereka malah
membawa saya ke jalur yang gelap dan sangat
sepi. Belum lagi jalanan yang rusak membuat
sepeda yang saya kendarai terus berloncatan
ke kanan dan kiri, salah-salah bisa nyusuruk
ke dalam sungai di sebelah jalan. Jalanan yang
gelap juga sudah dipedulikan “Bodo amat
kalau ada
pocong
yang jegat
atau ada setan-
setan kamboja
lainnya yang mau ganggu” pikir saya saat
itu. Pikiran saya sudah tertuju pada sunrise di
Angkor Wat.
Jarak dari hostel ke pintu masuk Angkor
sekitar 8 km. Jarak tersebut saya tempuh
dalam waktu 20 menit. Memasuki pintu
masuk Angkor, kita akan melewati jalan mulus
dan panjang yang kanan-kiri nya adalah hutan.
Hawa mistis sudah terasa. “pang-numpang
lewat, saya cuma mau jalan-jalan” ucap saya
dalam hati.
Di loket pembelian tiket, kita
akan disapa ramah oleh setiap
pemandunya. Saat membeli tiket,
kita akan difoto dulu layaknya
sedang membuat paspor.
“Cheese..” foto pun terpampang
di tiket yang kita beli. Berhubung
habis sepedaan, jadi fotonya gak
maksimal, lepek. Tiket tersebut tidak
boleh hilang karena akan diperiksa di
setiap pintu masuk objek-objek candinya.
Perjuangan saya belum berakhir ternyata!
Dari loket tiket ke Angkor Wat masih butuh
menggoes 2 hingga 3 km lagi. Sial! Langit
sudah terang. Saya terus menguatkan goesan.
Rem pun sudah tidak digunakan. Sekitar
10 menit dari loket tiket, sampai lah saya di
depan pintu masuk Angkor Wat.
Halaman depan Angkor Wat sudah
dipenuhi wisatawan. Ternyata Angkor Wat
dikelilingi oleh kanal-kanal berbentuk persegi.
Layaknya kerajaan, kita akan melalui pintu
masuk dan beberapa bangunan pendukung
sebelum bertatapan langsung dengan
bangunan utama. Saya terus berjalan menuju
kolam (genangan/becekan) di depan Angkor.
Rupanya, di situ adalah tempat terbaik
untuk mengabadikan wajah Angkor Wat dan
refleksinya di air dengan semburat-semburat
awan fajar.
Harapan hanya meninggalkan ekspektasi.
Langit kekuningan dan orange di kala fajar
hanya lah mimpi yang pagi itu tidak
datang. Di atas Angkor Wat, langit
lebih suka untuk menampakkan
wajah pucatnya dengan warna
kuning kebiruan. Yah.. tak apa
lah. Saya sudah cukup senang
tidak ketinggalan menyaksikan
matahari terbit di Angkor Wat.
Apalagi di sana saya menemukan
teman-teman Cina yang satu
dormitory sewaktu di Saigon. Benar-benar
sebuah kebetulan yang menguntungkan. Jadi
ada yang fotoin.
Sekitar jam 7 pagi itu, saya berpisah
dengan rombongan Cina tadi. Mereka
menyewa tuk-tuk dan membeli 3 days pass
ticket, Itinerary mereka adalah menyambahi
candi terjauh dulu yang letaknya di luar
kompleks Angkor. Sementara itu, saya
sendirian mengeksplor Angkor Wat dan
mengambil napas panjang. Baru inget, sedari
subuh tadi saya belum istirahat dari kegiatan
mengutik sepeda.
Angkor Wat, disebut-sebut sebagai
kompleks candi hindu terbesar se-
dunia. Bangunan ini dibangun pada
masa Raja Suryawarman II, sekitar
abad 12. Selain sebagai pusat kota
dari kerajaan Khmer pada masanya, bangunan
ini adalah sebuah persembahan untuk Wisnu.
Dikelilingi oleh parit yang berbentuk persegi,
Angkor Wat bagaikan sebuah pulau yang
mengapung di tengah hutan. Selain itu, puncak
tertinggi dari bangunan ini pun direpresentasikan
sebagai Gunung Meru, yang dalam mitologi
Hindu diartikan sebagai rumahnya para dewa.
Memasuki pintu masuk Angkor Wat,
saya sudah mulai berimajinasi. Bagaimana
ya bangunan ini dulu ketika baru dibangun?
Pasti megah banget. Penuh ukiran-ukiran
yang halus. Relief yang bercerita layaknya di
candi-candi yang sering kita jumpai di Jawa.
Berhubung mesti mengejar matahari
terbit dan ketinggalan sarapan, di sekitar
Angkor Wat banyak terdapat warung tenda,
yang menjual minuman hingga makanan
cepat saji. Lucu nya, warung-warung di
sana diberikan nama artis Hollywood. Ada
Lady Gaga, Brad Pitt, Jolie, Madonna, dan
lain sebagainya. Secara acak, saya makan
di warung Brad Pitt. Menu nya cuma nasi
goreng seharga 4 USD yang bisa ditawar
jadi 2 USD. Gila gak ditawarin nasi goreng
40.000rupiah di warung pinggir empang gitu?
Tak berapa lama, makanan datang. Nasi
goreng ayam dengan banyak sayuran. Begitu
diicip, rasanya enakan buatan sendiri. Nasi
goreng seharga 2 USD rasanya kayak nasi
dikasih minyak panas terus dicampur saos.
Oke, di saat begini tidak bisa protes kalau gak
mau diracun.
Saya melanjutkan bersepeda dan
meninggalkan Angkor Wat. Tujuan selanjutnya
adalah Angkor Thom dan The Bayon. Di tengah
jalan, saya melewati Elephant Ride. Kalau
punya uang lebih, kamu bisa mencoba menaiki
gajah untuk mencapai candi yang ada di atas
bukit.
Jarak dari Angkor Wat ke Angkor Thom
sekitar 2km. Sebelum nya, kita akan menjumpai
pintu gerbang Angkor Thom (pintu selatan) atau
sering disebut Victory Gate. Tata letak Angkor
Thom hampir mirip dengan Angkor Wat, hanya
saja situs ini lebih luas lagi. Kota yang dibangun
pada masa raja Jayawarman VII berpusat pada situs
The Bayon. Dikelilingi oleh kanal-kanal dan tembok
yang memagari pusat dari kota kerajaan Khmer pada
akhir abad ke 12.
Tepat di depan Victory Gate, kita akan melewati
jembatan yang dijaga oleh Deva/Dewa & Asura/Iblis.
Melihat dari pintu masuknya saja, sudah terlihat kalau
dulunya ini adalah kerajaan megah. Belum lagi kalau
kita melihat langsung wajah-wajah yang terukir di The
Bayon. Setidaknya ada 200 wajah dari Lokesvara/
Avalokitesvara.
Rute Angkor Bicycle Tour
Untuk mengelilingi kompleks candi
Angkor, pengelolanya sudah menyiapkan
beberapa rute dan membaginya berdasarkan
jarak. Ada short dan long trek. Kalau short
trek, dari Terrace of the Elephants/kompleks
Angkor Thom, kamu bisa langsung belok ke
arah Victory Gate, dengan tujuan selanjutnya
langsung ke Ta Prohm dan kemudian langsung
kembali ke Angkor Wat. Sedangkan saat itu,
saya mengambil long trek dengan rute lurus
ke arah Preah Khan, Bantey Prei, Ta Som,
East Mebon, Ta Prohm, dan kemudian kembali
ke pintu timur Angkor Thom. Tentu dengan
mengambil jalur long trek, akan lebih banyak
objek yang dijumpai, tidak hanya candi-candi
yang terkenal lewat film Tomb Raider (seperti
Ta Prohm).
Jadi, ketika kamu hendak jalan-jalan di
sini, pastikan juga kamu meminta peta gratisan
di tempat pembelian tiket. Syukur-syukur
kalau kamu punya uang lebih untuk membeli
peta yang lebih lengkap (penuh gambar dan
informasi serta tanpa iklan). Walaupun kamu
naik tuk-tuk dan supirnya sudah hapal dengan
rutenya, tapi kamu juga mesti tahu objek apa
saja yang ada di dalam kompleks arkeologi ini.
Berhubung tiketnya mahal, jadi puas-puasin
mengeskplor tempat ini, puas-puasin fotonya,
dan nikmatin setiap atmosfer di dalam tempat
ini. Seperti albumnya The Beatles, perjalanan
ini adalah Magical Mistery Tour.
AngkorBicycle Trip
Preah Khan, dibangun pada akhir abad
ke-12 oleh King Jayavarman VII dan
dibangun atas dasar kemenangannya
terhadap penyerangan oleh kerajaan
Champa pada tahun 1191. Di antara
Angkor Thom atau Angkor Wat, kompleks
candi ini yang belum dirawat sepenuhnya.
Ketika baru memasuki kompleks candi ini,
kita akan merasa seperti deja vu. Terdapat
dua naga yang masing-masing dikawal oleh
asuras di kanan dan devas di kiri. Oh iya,
sebelum melewati pintu masuk, kita juga akan
disambut oleh iring-iringan musik tradisional
Khmer yang dimainkan oleh para korban
ranjau.
Di sini juga terdapat semacam galeri kecil
yang menceritakan proses ditemukannya
situs bersejarah ini dan revitalisasinya
hingga terlihat utuh seperti sekarang. Di
Hall of Dancers adalah sebuah jenis ukiran yang banyak ditemukan di akhir abad ke-12. Pada umumnya jenis ukiran ini dibangun pada masa Raja Jayawarman VII, misalnya di Ta Prohm, Preah Khan, Banteay Kdei, dan Banteay Chhmar. Ruangan ini adalah seperti bangunan persegi panjang yang memanjang sepanjang garis timur candi. Ruangan ini juga dibagi menjadi empat halaman yang setiap pilarnya diukir dengan gambar penari apsaras. Makanya, ruangan ini dinamakan Hall of Dancers karena mungkin dulunya digunakan untuk menari.
Hall of Dancers
Pre
ah
Kha
n
fotonya telihat bangunan candi
yang tertutupi oleh rimbunnya
pepohonan. Itu lah foto awal
ditemukannya situs ini. Terlihat
seperti di film-film Indiana Jones
dan sejenisnya. Sangat menarik.
Di Preah Khan tidak terlihat
bangunan tinggi seperti di
Angkor Wat atau Angkor Thom.
Bangunan utamanya berbentuk
seperti sebuah istana kecil yang
di dalamnya terdapat ruang-
ruang. Koridor dan gang-gang
kecil di dalamnya dapat dimasuki,
walaupun beberapa koridor ada
yang tak bisa dilewati karena
dalam proyek pembenahan. Di
dalam bangunan ini juga terdapat
satu stupa. Dinding-dinding di
dalam bangunan ini juga penuh
ukiran. Banyak apsara terukir di
hall of dancers dan di setiap
gapura.
Kita bisa berimajinasi
layaknya di film-film. Di beberapa
bangunan, terdapat pepohonan
tumbuh liar dan menempel dengan
bangunan candi. Lebih terkesan
eksotis dibanding tidak terawat.
Di dalam candi juga terdapat
seorang pelukis yang sedang
menjajakan lukisan dagangannya
sambil mendemonstrasikan
keahlian melukisnya. Ketika saya
datang ke Preah Khan, hanya
terdapat beberapa turis saja yang
memasuki situs ini. Tidak semeriah
di Angkor Wat atau The Bayon.
Hall of Dancers
Waktu menunjukkan pukul 10 pagi. Saya
duduk di pinggir jalan di depan pintu masuk ke
Preah Khan. Mengamati turis-turis yang akan
masuk. Mengamati anak kecil yang berlarian
mendekati para turis sambil menawarkan
barang dagangannya. Sementara itu pemeriksa
tiket masuk, seorang pemuda lokal Kamboja
yang seumuran dengan saya mendekat dan
mengajak ngobrol. Pemeriksa tiket masuk itu
menjelaskan setiap tempat yang ada di peta.
Dia merekomendasikan tempat dan waktu
terbaik mengunjunginya. Susunan kata yang
dia jelaskan tidak jelas, saya jadi bingung mesti
gimana. Gara-gara penjelasannya saya jadi
bimbang untuk mengambil long track. Saya
jadi kepikiran untuk balik ke Angkor Thom
dan langsung saja ke Ta Phrom. Namun,
selalu ada yang ngomong di pikiran “ngapain
bayar 20 USD cuma buat ngeliat 3 objek?”.
Kemudian tekad saya kembali bersemangat
lagi. Kebetulan ada sekelombok bule yang
bersepeda dan akan menuju ke objek
selanjutnya. Saya mengikuti mereka dari
belakang.
Cuaca saat itu panas terik, untungnya,
berhubung itu hutan, sekeliling jalan ditumbuhi
oleh pepohonan,. Menggunakan sepeda di
sini harus siaga. Kalau sedang asik menggoes
sepeda di tengah jalur yang kosong, harus
ekstra hati-hati dengan kendaraan (bus/mobil
van) yang suka seliweran dari dua arah. Pada
umumnya di antara objek satu dengan lainnya
berjarak sekitar 2km. Saya melewati Prasat Prei
dan berhenti sebentar, mengambil foto, dan
lanjut lagi menuju Neak Pean.
Neak Pean. Beberapa sejarahwan
meyakini bahwa Neak Pean adalah
sebuah representasi dari Anavatapta
(yang dalam pandangan kosmologi
Buddhis kuno sebagai danau yang
melintang di tengah dunia yang air
dari danau ini dapat digunakan untuk
mengobati penyakit, nama ini juga
mewakili seekor naga yang berada di
danau tersebut). Dibangun pada masa
Jayawarman VII, Neak Pean ditujukan
sebagai tempat pengobatan.
Di tengah udara yang panas dan
terik mengerik kulit, sempat-sempatnya
langit mendung dan bergemuruh.
Saya jadi tidak berlama-lama di Neak
Pean. Langsung meluncur ke Ta Som.
Menggoes sepeda sambil ngebut, kejar-
kejaran dengan hujan.
Ta Som, sebuah komplek candi yang
dibangun dan dipersembahkan untuk
Dharanindrawarman, King of Khmer Empire
(1150-1160). Beliau adalah ayah dari Raja
Jayawarman VII. Sama seperti Preah Khan
dan Ta Prohm, komplek candi ini juga belum
begitu terurus. Semak belukar dan pepohonan
tumbuh menyatu dengan badan candi.
Juntaian dan lilitan akar-akar pohon
membuatnya terkesan misterius dan
eksotis. Melewati berlapis-lapis pintu
masuk (Gapora), pengunjung akan
merasakan keeksotisan setiap ukiran
dan lekuk bentuk candi-candinya.
Rasa penasaran tentang ‘ada
apa sih di ujung?’ membawa saya
terus memasuki setiap gapura-gapura
yang terlilit akar pohon itu. Hingga
akhirnya rasa penasaran saya terjawab.
Sampai di ujung pemandangan yang bisa
dilihat adalah …. lapak dagangan. Ada yang
jualan kain, jualan baju, jualan daster, jualan
gantungan kunci, lukisan, perhiasan, dan
macem-macem.
Ketika sedang asik memotret, tiba-
tiba rintik hujan turun dan semakin
membesar. Seluruh turis berlarian
mencari tempat berteduh. Entah,
rasanya hujan saat itu terkesan
mistis. Langit terang, angin
berhembus kencang meniupkan
debu-debu berterbangan, dan
pepohonan bergoyang tak kenal
arah. Pemandangan yang super
absurd menjelang badai kecil di
kawasan Angkor.
Akhirnya, saya
berteduh di dalam candi di
Ta Som. Hujannya makin
deras hingga sekeliling
hanya menyisakan kabut-
kabut putih.Ta S
omNeak Pean
Hujan besar kian reda hingga menyisakan
rintik gerimis. Waktu menunjukkan pukul
14.00. Tak terasa saya menunggu hujan
hampir satu jam. Petualangan Angkor akan
terus berjalan. Masih ada beberapa tempat
lagi yang harus dikunjungi. Kira-kira sekitar
3 kilometer menuju komplek percandian
selanjutnya. 8km menuju Ta Phrom.
Begitu keluar 1km dari percandian
Ta Som. Langit langsung berubah
sangat cerah dan voila!
jalanan aspalnya kering.
Kutukan macam apa
coba? hujan besar cuma
mampir di atas Ta Som.
Daya tahan tubuh diuji,
dari ditempa hujan
badai kini kena disengat
terik matahari.
Sesuai penampakan
pada peta, kawasan East Mebon adalah kawasan
kering, lebih banyak ditumbuhi
tanaman-tanaman perdu. Berbeda
dengan West Baray, terdapat danau yang di
tengah nya terdapat pulau bercandi. Uhm,
selain kawasan kering, di East Baray juga
terdapat sawah di kanan kiri jalan. Sedang
asik-asiknya ngutik sepeda, membayangkan
seperti di Eat Pray Love waktu Julia Robert
sepedaan di tengah sawah daerah Ubud,
tau-tau langit yang sedari tadi terang
langsung menggelap dan menyipratkan rintik
hujan. Makin kencang menggoes sepeda,
makin banyak intensitas rintik hujannya.
Akhirnya saya berteduh di bawah pohon
dan hujan besar tak terelakkan. Kebetulan
di samping pohon ada truk yang sedang
parkir, di dalamnya ada supir truk yang
berwajah sangat Jawa. Sambil berbahasa
isyarat layaknya
orang gagu, saya
menerobos masuk
ke dalam truk, duduk
di samping si supir.
Kami cuma bisa cengir-
cengiran.
Hanya sekitar 15 menit,
hujan kembali reda. Saya pun
turun dan melanjutkan ke Prasat East Mebon. Terdapat satu kompleks candi
yang bentuknya mirip-mirip dengan candi
Prambanan di Yogyakarta. Prasat East
Mebon ini adalahkompleks candi yang 2
abad lebih dahulu dibangun dari Angkor Wat.
Dilihat dari warna bebatuannya saja sudah
berbeda, entah berbeda dari materialnya
atau umurnya. Dilihat sekilas, warna candi
ini lebih kemerah-oranye-an. Bentuknya
bertingkat tiga. Terdapat sebuah menara
utama yang dikelilingi oleh empat menara
yang lebih kecil.
Prasat East Mebon adalah sebuah
candi Angkor yang dibangun pada abad
ke-10. Dibangun pada masa kerajaan
Rajendrawarman (944 to 968). Candi ini
dibangun dengan sebuah ide menjadi sebuah
pulau sakral di East Baray. Baray adalah
sebuah sistem tempat penampung air yang
dibagi menjadi dua tempat, barat dan timur.
Lebih dari itu, para sejarahwan mempercayai
bahwa Baray juga berarti sebuah lautan yang
mengelilingi Gunung Meru di jagat raya
(Mitologi Hindu). Sayangnya, sekarang East
Baray sudah berubah menjadi waduk kering.
Pantas saja tanahnya terkesan seperti rawa
tandus yang hanya ditumbuhi pepohonan
perdu,.
Satu setengah kilometer dari East Mebon,
terdapat sebuah candi yang juga dibangun
pada masa Rajendrawarman. Prasat Pre Rup. Bentuk dan warnanya mirip dengan
East Mebon. Rasanya seperti de javu
mengunjungi candi yang mirip. Pre Rup juga
sama-sama mempunyai layout kotak, dengan
tiga tingkatan, dan empat menara kecil serta
satu menara paling tinggi di tengahnya. Beda
tempat ini hanya lah pada sekelilingnya, di
sebelah kanan candi ini terdapat rawa kecil
yang dihiasi oleh kerbau-kerbau peliharaan.
MAHA KARYARAJENDRAWARMAN
Lanjut menggoes sepeda selama
10 menit (1,5km) kita akan menjumpai
sebuah kolam besar yang bernama
Srah Srang. Pemerika tiket di Prah
Khan menyarankan ke tempat ini untuk
menyaksikan sunset. Hmm mana ada
sunset dengan langit gelap begini.
Gerimis hujan juga terus turun. Saya jadi
tidak berminat memotret, takut kamera
kehujanan dan saya mengejar waktu ke
Ta Phrom. Soalnya saat itu sudah jam
3 sore. Kalau kamu ingin makan siang,
banyak terdapat kedai makan/restauran
yang kayaknya lumayan (bisa lumayan
enak atau lumayan mahal).