ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA
OLEH
GUSTI PANDI LIPUTO
NIM: 841410012
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masa lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah
saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Sejalan
dengan semakin baiknya status kesehatan masyarakat, usia harapan hidup masyarakat
Indonesia juga semakin tinggi, sehingga mengakibatkan jumlah lansia juga semakin
bertambah.
Masa lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah
saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Sejalan
dengan semakin baiknya status kesehatan masyarakat, usia harapan hidup masyarakat
Indonesia juga semakin tinggi, sehingga mengakibatkan jumlah lansia juga semakin
bertambah
Jika tidak didiagnosis dan diobati tepat waktu kondisi tersebut dapat mengalami
perburukan dan membutuhkan penanganan yang kompleks. Kepandaian menyiasati
dapat menjadikan masa tua yang menyenangkan, produktif dan energik tanpa harus
merasa tua dan tidak berdaya.
Dengan penjelasan di atas, kami tertarik untuk membahas gangguan fungsi
mental pada lansia lebih lanjut. Kami sebagai calon perawat tertarik untuk membahas
tentang asuhan keperawatan gangguan fungsi mental pada lansia.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana gangguan fungsi mental pada lansia?
2. Bagaiamana asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental?
3. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk untuk mendapatkan
pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan
gangguan mental dengan menggunakan proses keperawatan.
2. Tujuan khusus
1. Mengetahui gangguan fungsi mental pada lansia
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Mental
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok
yang dikategorikan lansi ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging proses.
mental adalah yang berkenaan dengan jiwa, batin ruhaniah. Dalam pengertian
aslinya menyinggung masalah: pikiran, akal atau ingatan. Sedangkan sekarang ini
digunakan untuk menunjukkan penyesuaian organisme terhadap lingkungan dan secara
khusus menunjuk penyesuaian yang mencakup fungsi-fungsi simbolis yang disadari
oleh individu. mental bisa diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh (fisik) manusia
yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam kehidupan
pribadi dan lingkungannya.
2. Aspek-Aspek Mental
Manusia adalah makhluk yang pada dasarnya baik dan selalu ingin kembali pada
kebenaran yang sejati, karena pada diri manusia mempunyai. Aspek-aspek jiwa yang
bisa mempengaruhi segala sikap dan tingkah laku manusia. Bertolak dari pernyataan
maka aspek-aspek manusia dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Kartini Kartono (2000:6) mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam
diri manusia adalah keinginan, tindakan, tujuan, usaha-usaha, dan perasaan.
b. Zakiah Darajat (1990:32) berpendapat bahwa aspek mental yang ada dalam diri
manusia adalah kehendak, sikap, dan tindakan.
c. Mawardi Labay El-Shuthani (2001:3) memandang bahwa aspek mental yang ada
dalam diri manusia adalah segala sesuatu yang menentukan sifat dan karakter
manusia.
d. Ibnu Sina (1996:116) berpendapt bahwa aspek mental yang ada dalam diri
manusia adalah kesadaran diri, amarah, dan keinginan.
e. Al Ghazali (1989:7)mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri
manusia adalah yang merasa, yang mengetahui dan yang mengenal.
f. Hanna Djuhamham Bastaman (2001:64) memandang bahwa aspek mental yang
ada dalam diri manusia adalah berpikir, berkehendak, merasa, dan berangan-
angan.
3. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Mental Pada Lansia
Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik,
psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi tidak labil,
mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan
kehilangan, dan tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan
mengalami gangguan psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis
(kegilaan) atau kecanduan obat. Pada umumnya masalah kesehatan mental lansia
adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari
keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi
kemunduran.
Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang dan menjadi
semakin penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek psikologis ini lebih menonjol
daripada aspek materiil dalam kehidupan seorang lansia. Pada umumnya, lansia
mengharapkan: panjang umur, semangat hidup, tetap berperan sosial, dihormati,
mempertahankan hak dan hartanya, tetap berwibawa, kematian dalam ketenangan dan
diterima di sisi-Nya, dan masuk surga. Keinginan untuk lebih dekat kepada Allah
merupakan kebutuhan lansia. Proses menua yang tidak sesuai dengan harapan tersebut,
dirasakan sebagai beban mental yang cukup berat.
Aspek sosial yang terjadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian pasangan
hidupnya/teman-temannya, perubahan peran seorang ayah/ibu menjadi seorang
kakek/nenek, perubahan dalam hubungan dengan anak karena sudah harus
memerhitungkan anak sebagai individu dewasa yang dianggap sebagai teman untuk
dimintai pendapat dan pertolongan, perubahan peran dari seorang pekerja menjadi
pensiunan yang sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah.
Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam masyarakat sebagai
seorang pensiunan, perubahan pendapatan karena hidupnya tergantung dari tunjangan
pensiunan. Kondisi-kondisi khas yang berupa penurunan kemampuan ini akan
memunculkan gejala umum pada individu lanjut usia, yaitu “perasaan takut menjadi
tua.”
Pada umumnya, perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan
ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan
sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga
diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya dan sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi
masa pensiun. Dalam kenyataan ada yang menerima, ada yang takut kehilangan, ada
yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah pasrah
terhadap pensiun.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa aspek mental yang ada pada diri manusia
adalah aspek-aspek yang dapat menentukan sifat dan karakteristik manusia itu sendiri.
Perbuatan dan tingkah laku manusia sangat ditentukan oleh keadaan jiwanya yang
merupaka motor penggerak suatu perbuatan. Oleh sebab itu aspek-aspek mental
tersebut bisa manusia kendalikan melalui proses pendidikan.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Mental
1. Perubahan fisik
a. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan
interseluler menurun
b.Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah
menurun, serta meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan
darah meningkat
c. Persarafan: saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat
dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres.
Berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan
berkurangnya respon motorik dan reflek
d.Pendengaran: membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
e. Penglihatan: respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, katarak
f. Belajar dan memori: kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun.
Memori menurun karena proses encoding menurun
g. Intelegensi: secara umum tidak berubah
2. Kesehatan umum
Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga harus bergantung pada orang
lain. Terjadi banyak perubahan dalam penampilan lansia, seperti pada bagian kepala
dengan rambut yang menipis dan berubah menjadi putih atau abu-abu, tubuh yang
membungkuk dan tampak mengecil, bagian persendian dengan pangkal tangan
menjadi kendur dan terasa berat,
sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Selain itu, fungsi pancaindera
terjadi perubahan seperti ada penurunan dalam kemampuan melihat objek,
kehilangan kemampuan mendengar bunyi dengan nada yang sangat tinggi,
penurunan sensitivitas papil-papil pengecap (terutama terhadap rasa manis dan
asin), penciuman menjadi kurang tajam, dan kulit yang semakin kering dan
mengeras menyebabkan indra peraba di kulit semakin peka.
Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan yang paling
nyata, yaitu pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang
menopang tegaknya tubuh, lansia pun cepat merasa lelah. Terdapat juga penurunan
kecepatan dalam bergerak dan lansia cenderung menjadi kaku. Hal ini
menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.
3. Lingkungan
Berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman. Lansia tidak
jarang merasa emptiness (kesendirian, kehampaan) ketika keluarganya tidak ada
yang memperhatikannya. Selain itu, ketika ada lansia lainnya meninggal, maka
muncul perasaan pada lansia kapan ia akan meninggal.
5. Masalah di Psikogerarti
1. Kecemasan: Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan panik,
fobia, gangguan obsesif kondlusif, gangguan kecemasan umum, gangguan stress
akut, gangguan stress pasca traumatic
2. Depresi: suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis
seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan
atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan
Sukamto). Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia dan alasan
terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial, kejadian
hidup, dan masalah fisik pada lansia. Memang, depresi sering disalahartikan sebagai
demensia. Kemampuan mental klien dengan depresi tetap utuh, sedangkan pada
klien demensia, terjadi peningkatan kerusakan kognitif.
3. Insomnesia: Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat
mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal serumah. Perubahan
pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun pada
malam hari, sehingga lansia melakukan kegiatannya pada malam hari.
4. Paranoid: Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang miliknya
5. Dimensia: kemunduran fungi mental umum, terutama intelegensi, disebabkan oleh
kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis,
1995). Demensia adalah gangguan progresif kronik yang dicirikan dengan
kerusakan berat pada proses kognitif dan disfungsi kepribadian serta perilaku
(Isaac, 2004). Menurut Roger Watson, demensia adalah suatu kondisi konfusi
kronik dan kehilangan kemampuan kognitif secara global dan progresif yang
dihubungkan dengan masalah fisik.
6. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia
a. Pendekatan fisik
Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya cedera
sehingga diharapkan melakukan pendekatan fisik, seperti berdiri disamping klien,
menghilangkan sumber bahaya dilingkungan, memberikan perhatian dan
sentuhan, bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya,
memberikan label gambar atau hal yang diinginkan klien.
b. Pendekatan psikologis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter,
interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang
pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran
dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak
untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip “Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan
service. Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena
bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi
gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi,
berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan
pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan
pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau
yang membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila
lupa melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan
dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan
pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara
perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka
kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas
dan bahagia.
c. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungan lansia dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam keadaan sakit
atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien
lanjut usia yang menghadapi kematian. Seorang dokter mengemukakan bahwa
maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai
macam faktor, seperti ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa
sakit dan kegelisahan kumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi
yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini.
Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga, perawat
harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi ditinggalkan ,
masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu
menghantui pikiran lanjut usia.
d. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul
bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi
pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang
dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Penyakit
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk
mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film,
atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan
penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan
kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang
terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan
demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka
maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
Pernah mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya
b. Kaji adanya dimensia. Dengan alat-alat yang sudah disepakati Mini Mental Status
Exam (MMSE)
1. Orientasi:
- tanyakan hari ini tanggal berapa?
- Kemudian tanyakan hal-hal terkait, misalnya sekarang ini musim apa?
2. Registrasi:
- Bila memungkinkan beri pertanyaan untuk menguji daya ingatnya
(memori).
- Ucapkan dengan jelas dan perlahan kata-kata seperti BOLA, BENDERA,
POHON. Dengan jarak per kata 1 detik. Sesudah itu minta pasien untuk
mengulanginya. Jawaban pertama menentukan skornya, tetapi mintalah
pasien untuk mencoba terus (misalnya hingga 6 kali) bila gagal tes ini
kurang bermakna.
3. Perhatian dan perhitungan
- Minta pasien untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisi 7. Berhenti
setelah 5 jawaban. Berilah skor 1 untuk setiap jawaban yang benar.
- Bila dia tidak mampu menghintung, mintakan padanya untuk mengeja suatu
kata dari arah belakang (misalnya RUMAH--------H-A-M-U-R), beri skor
satu untuk setiap huruf yang ditempatkan benar. Catatlah jawaban pasien
4. Daya ingat
Minta pasien unutk mengingat kembali ketiga kata yang ditanyakan
kepadanya diatas tadi.
5. Bahasa
- Menyebutkan : perlihatkan arloji anda sambil menanyakan : “apa ini?”
Ulangi hal yang sama untuk pensil. Beri skor satu untuk setiap jawaban yang
benar
- Pengulangan : minta pasien untuk mengulangi : ‘bukan, itu
bukan……………!, tetapi itu ………dan………! Beri skor 1 point bila
pengulangan benar.
- Perintah tiga langkah. Beri pasien secarik kertas kosong dan katakana :
“ambil kertas ini dengan tangan kanan, lipat dua, dan letakan dilantai.”
Beri skor 1 poin untuk setiap langkah yang benar
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d penurunan fungsi mental
2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron
irreversible.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan
atau integrasi sensori ( defisit neurologist).
5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh
penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit
3. Rencana Perawatan
1. Gangguan pola tidur b.d penurunan fungsi mental
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki pola
tidur yang teratur.
Kriteria Hasil:
Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.
Klien mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.
Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi
penyebab tidur tidak adekuat.
Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan
terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun).
Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
Intervensi:
a. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek negative
terhadap tidur pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang tersinkronisasi disebabkan
oleh tidur siang yang singkat.
b. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur.
Rasional: derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan kortikosteroid
termasuik perubahan mood, insomnia.
c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien
(member susu hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada
malam hari terbukti mengganggu tidur.
d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan berkurang selama tidur,
meningkatkan respon otomatik, karenanya respon kardiovaskuler terhadap
suara meningkat selama tidur.
e. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama.
Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu
pemulihan sehubungan dengan gangguan psikologis dan fisiologis, sehingga
irama sikardian terganggu.
2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi
neuron irreversible.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat berpikir
rasional.
Kriteria hasil :
Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani
konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang
diri
Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang
negative
Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir atau tingkah laku dan
factor penyebab
Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak
diinginkan, ancaman, dan kebingungan.
Intervensi
a. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang
terapeutik
Rasional: mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan,
meningkatkan pengembanagan evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik
psikologis.
b. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian,
kemampuan berfikir. Bicarakan dengan keluarga mengenai perubahan
perilaku.
Rasional: memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan memengaruhi
rencana intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secar berulang dapat meningkatkan
risiko yang negative atau tingkat frustasi.
c. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.
Rasional: kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan
gangguan neuron
d. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien
Rasional: menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan
perceptual.
e. Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien
mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan.
Rasional: lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi
pada realita meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri dan kemuliaan
(kebahagiaan personal).
f. Hormati klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.
Rasional: klien dengan penurunan kognitif pantas mendapatkan
penghormatan, penghargaan, dan kebahagiaan.
g. Bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya. Berikan label
gambar atau hal yang diinginkan klien. Jangan menentang.
Rasional: menurunkan defensive jika klien menyadari kesalahan.
Membantah klien tidak akan mengubah kepercayaan dan menimbulkan
kemarahan.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti, siklandelat.
Rasional ; meningkatkan kesadaran mental.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien tidak mengalami
cedera.
Kriteria hasil :
Klien mampu meningkatkan tingkat aktivitas.
Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma atau
cedera
Klien tidak mengalami trauma atau cedera
Keluarga mampu mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-
tahap untuk memperbaikinya.
Intervensi
a. Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan penurunan
persepsi visual. Bantu keluarga mengidentifkasi risiko terjadinya bahaya yang
mungkin timbul
Rasional: mengidentifikasi risiko di lingkungan dan mempertinggi kesadaran perawat
akan bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsive berisiko trauma karena kurang mampu
mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh
b. Hilangkan sumber bahaya lingkungan.
Rasional: klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal terjadi trauma
akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar.
c. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi atau berbahaya, seperti memanjat pagar
tempat tidur.
Rasional: mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang
meningkatkan risiko terjadinya trauma.
d. Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik atau kebutuhan klien.
Rasional: perlambatan proses metabolism mengakibatkan hipotermia. Hipotalamus
dipengaruhi proses penyakit yang menyebabkan rasa kedinginan.
e. Kaji efek samping obat, tanda keracuna (tanda ekstrapiramidal, hipotensi
ortostatik, gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal).
Rasional: klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat menimbulkan kadar
tolsisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat diperlukan untuk mengurangi
gangguan.
f. Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal
bersama klien selama periode agitasi akut.
Rasional: membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko fraktur pada klien
lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang).
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau
integrasi sensori ( defisit neurologist)
Tujuan: setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan tidak terjadi penurunan
lebih lanjut pada persepsi sensori klien.
Kriteria hasil :
Klien mengalami penurunan halusinasi.
Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau
mengatur perilaku.
Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.
Internvensi
a. Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut
mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
Rasional : keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris
menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh. Klien
tidak dapat mengenali rasa lapar atau haus.
b. Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan
Rasional : meningkatkan masukan sensori, membatasi atau menurunkan
kesalahan intepretasi stimulasi.
c. Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada orientasi
realita dengan kalender, jam, atau catatan.
Rasional : menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap
frustasi karena salah persepsi dan disorientasi. Klien menjadi kehilangan
kemampuan mengenali keadaan sekitar.
d. Ajarkan strategi mengatasi stress.
Rasional : menurunkan kebutuhan akan halusinasi
e. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu
ke satu pengunjung, kelompok sosialisasi pada pusat demensia, terapi okupasi.
Rasional : memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain.
5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien mampu melakukan
aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
Kriteria hasil :
Klien mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi atau
komunitas yang dapat memberikan bantuan.
Intervensi
a. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri.
Rasional: memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah dapat
diminimalkan dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli.
b. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai
kebutuhan
Rasional: seiring perkembangan penyakit kebutuhan kebersihan dasar mungkin
dilupakan.
c. Lakukan pengawasan dan berikan kesempatan untuk melakukan sendiri
sesuai kemampuan.
Rasional: mudah sekali terjadi frustasi jika kehilangan kemandirian.
d. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas
Rasional: pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat karena
penurunan motorik dan perubahan kognitif.
e. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.
Rasional: meningkatkan kepercayaan hidup.
6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh
penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x kunjungan koping keluarga
efektif.
Kriteria hasil :
7. Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan sendiri untuk mengatasi
keadaan.
8. Keluarga mampu menerima kondisi orang yang dicintai dan mendemonstrasikan
tingkah laku koping positif dalam mengatasi keadaan.
9. Klien mampu menggunakan system pendukung yang ada secara efektif.
Intervensi
Bantu keluarga mengungkapkan persepsinya tentang mekanisme koping yang
digunakan.
Rasional: keluarga dengan keterbatasan pemahaman tentang strategi koping
memerlukan informasi akibat konflik
Libatkan keluarga dalam pendidikan dan perencanaan perawatan dirumah.
Rasional: memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi dirumah.
Fokuskan pada masalah spesifik sesuai dengan yang terjadai pada klien.
Rasional: penurunan penyakit mengikuti perkembangan yang tidak menentu
Realistis dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan.
Rasional: menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru.
Anjurkan untuk tidak membatasi pengunjung.
Rasional: kontak kekeluargaan merupakan dasar dari realitas, terbebas dari
kesepian.
Rujuk pada sumber pendukung seperti perawatan lansia, pelayanan dirumah,
berhubungan dengan asosiasi penyakit demensia.
Rasional: memberikan tanggung jawab pada tempat perawatan, mengurangi
kejenuhan dan resiko terjadinya isolasi social dan mencegah kemarahan
keluarga.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas)
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Mental
dapat diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh (fisik) manusia yang dapat
mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam kehidupan pribadi dan
lingkungannya. Pada lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan
jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia
senja. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental pada lansia seperti
perubahan fisik, kesehatan umum dan lingkungan. Pada lansia sering muncul
masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan fungsi mental seperti kecemasan,
depresi, insomnia, paranoid, dan demensia.
Masalah-masalah tersebut dapat berdampak pada kelangsungan hidup lansia
sehingga penting bagi perawat untuk menanganinya. Berdasarkan masalah diatas
dapat muncul beberapa diagnose keperawatan seperti : gangguan pola tidur b.d
ansietas; gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi
neuron irreversible; risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis
daan kognitif; perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,
transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologist); kurang perawatan diri :
hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan ketergantungan fisiologis dan
atau psikologis.
B. Saran
Untuk pembaca makalah dapat menambah pengetahuan terkait gangguan fungsi
mental pada lansia dan dapat mengimplementasikannya.
Untuk penulis dapat mengimplementasikan intervensi-intervensi untuk menangani
lansia dengan gangguan perubahan fungsi mental.
Diharapkan institusi dapat mengembangkan fungsi mental dan mengetahui
bagaimana cara mengatasi maslah gangguan pada lansia dengan gangguan fungsi
mental.
Daftar Pustaka
www.google.co.id key words “askep jiwa pada lansia” diakses pada tanggal 28 April 2013
pukul 10:00 WITA
www.google.co.id key words “askep penyakit-penyakit jiwa pada lansia” diakses pada
tanggal 28 April 2013 pukul 10:00 WITA.
Recommended