BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia sejak tahun 1998 terjadi gejolak krisis multidimensi yang
telah berdampak banyak terhadap segi kehidupan masyarakat Indonesia,
termasuk krisis ekonomi yang mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap
kebutuhan sandang dan pangan sangat rendah. Hal ini memberikan kontribusi
yang sangat besar terhadap tingginya angka kejadian penyakit diantaranya
adalah tuberkulosis (TB). Apabila penyakit ini tidak diobati sampai tuntas
akan menimbulkan berbagai komplikasi, salah satu komplikasi dari infeksi TB
ini yang paling berbahaya apabila menyerang pada susunan saraf pusat atau
yang biasa disebut meningitis tuberkulosis.
Meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebro spinal, dan spinal kolumna yang menyebabkan proses peradangan
pada sistem saraf pusat (Suriadi, 2001 : 89) merupakan salah satu manifestasi
dari penyakit TB yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis
yang menyerang sistem saraf pusat. Meningitis pun harus diwaspadai
insidensinya seiring dengan meningkatnya angka penderita tuberkulosis.
Karena diperkirakan sekitar 1 sampai 10% dari seluruh kejadian infeksi
tuberkulosis mengenai susunan saraf pusat (SSP), baik berupa tuberkuloma
pada parenkim otak maupun sebagai meningitis (Arvanitaksis, 1998).
Sedangkan menurut Lindsay (1997 : 474) angka kejadian meningitis adalah
10% dari jumlah penderita.
1
Data yang diperoleh dari Rekam Medik Ruang 19 A Perawatan Penyakit
Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung dapat dilihat
pada tabel 1 dibawah ini.
TABEL 1
Profil Penyakit Di Ruang 19 A Perawatan Penyakit Saraf Wanita Perjan
RS.Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari - Juli 2005
No PenyakitAngka
kejadian%
Angka kematian
%
1 Stroke 176 57,32 38 21,592 SOL 46 14,98 4 8,693 Meningitis 23 7,49 9 39,134 Myelo radikulopati 21 6,84 0 05 Radikulopati 17 5,53 0 06 Epilepsi 16 5,21 2 12,57 Tetanus 3 0,97 3 1008 Ensepalopati 2 0,65 0 09 Ensepalitis 2 0,65 2 10010 Miastenia Gravis 1 0,32 1 100
Jumlah 307 100%
Sumber : Rekam Medik Ruang 19 A Perawatan Penyakit Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
Menurut tabel diatas penyakit meningitis berada pada urutan ke 3 setelah
stroke dan SOL (space occupying lession). Dengan jumlah penderita 23 orang
(7,49%) yang menderita meningitis. Walaupun persentasinya tidak sebanyak
stroke 57,32% namun angka ini terus menunjukan peningkatan dengan
persentase kematian yang paling tinggi yaitu mencapai 39,13% (Medical
Record Ruang 19A RSHS. Bandung).
Selain itu penyakit meningitis dapat menimbulkan gangguan yang
kompleks terhadap sistem tubuh yang lain, misalnya pada sistem pernafasan,
kardivaskuler, pencernaan, perkemihan dan muskuloskeletal, yang dapat pula
menimbulkan komplikasi akut dan resiko kematian. Disamping dampak
2
terhadap sistem tubuh meningitis pun dapat merubah pola hidup seseorang
karena tidak jarang kasus meningitis meninggalkan gejala sisa berupa
kecacatan seperti : ketulian, gangguan penglihatan, dan kelumpuhan.
Berdasarkan angka kejadian dan dampak penyakit meningitis tuberkulosis
sebagai konsekuensi dari meningkatnya angka penderita TB dan kompleknya
masalah yang ditimbulkan akibat infeksi meningitis tuberkulosis, serta
dampaknya terhadap kehidupan baik fisik, sosial, dan ekonomi klien, maka
penulis merasa tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan meningitis tuberkulosis, untuk dijadikan sebagai bahan penulisan
karya tulis ilmiah dengan judul " ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN NY. A DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN :
MENINGITIS TUBERKULOSIS DI RUANG 19 A PERAWATAN
PENYAKIT SARAF WANITA PERJAN RUMAH SAKIT DR. HASAN
SADIKIN BANDUNG".
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman secara nyata dan mampu melaksanakan asuhan
keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-
sosio-spiritual pada klien dengan gangguan sistem persarafan : meningitis
tuberkulosis melalui pendekatan proses keperawatan.
3
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penyusunan karya tulis ilmiah ini bertujuan agar penulis
dapat :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan sistem persarafan
akibat meningitis tuberkulosis.
b. Membuat perencanaan pada klien dengan gangguan sistem persarafan
akibat meningitis tuberkulosis.
c. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem persarafan akibat meningitis tuberkulosis.
d. Menilai keberhasilan atau evaluasi dari hasil asuhan keperawatan yang
telah diberikan.
e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem persarafan : meningitis tuberkulosis.
C. METODE PENULISAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
1. Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode
deskriptif analitik dalam bentuk studi kasus melalui pendekatan proses
keperawatan.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Sedangkan tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah :
4
a. Wawancara.
Menggunakan komunikasi lisan meliputi auto anamnesa yang didapat
langsung dari klien atau allo anamnesa yang didapat dari keluarga
klien.
b. Observasi.
Dilakukan dengan melihat kondisi klien secara fisik, mengamati klien
baik dari sikap secara psikologis.
c. Pemeriksaan Fisik.
Dilakukan secara “ head to toe ” meliputi teknik inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi.
d. Studi Dokumentasi.
Dengan melihat hasil laboratorium dan terapi, serta melihat catatan
perkembangan kesehatan klien selama dirawat di rumah sakit yang
terlampir dalam status klien.
e. Studi Kepustakaan.
Dengan melihat konsep dan teori yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan klien dengan meningitis tuberkulosis.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah meningitis
tuberkulosis, tujuan, metode dan sistematika penulisan
BAB II
: Tinjauan Teori, terdiri dari konsep dasar penyakit yang berisi
pengertian, anatomi dan fisiologi selaput otak , etiologi,
manifestasi klinik, patofisiologi, klasifikasi meningitis, dampak
5
terhadap sistem tubuh lain, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan medik. konsep dasar proses keperawatan
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
BAB III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan, terdiri dari asuhan
keperawatan pada Ny. A dengan Gangguan Sistem Persarafan :
Meningitis Tuberkulosis di Ruang 19A Perawatan Penyakit
Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung,
meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Selain itu juga berisi tentang pembahasan masalah dan
kesenjangan yang dihadapi selama melakukan asuhan
keperawatan serta alternatif pemecahan masalah.
BAB IV : Kesimpulan dan Rekomendasi, berisi uraian-uraian kesimpulan
dari penerapan langkah-langkah proses keperawatan yang
terdiri dari pengkajian hingga evaluasi
6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
a. Meningitis Tuberkulosis
Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang
disebabkan oleh basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis (Gilroy,
2000).
Suriadi (2001: 89) mengatakan meningitis tuberkulosis adalah
peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
kolumna yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.
Menurut Arief Mansyur, dkk (2000 : 11) meningitis tuberkulosis
adalah penyebaran tuberkulosis primer dengan fokus infeksi ditempat
lain.
Sedangkan pengertian meningitis tuberkulosis menurut
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi, 1996 : 181)
adalah komplikasi infeksi primer dengan atau tanpa penyebaran milier.
Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis
tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang mengenai selaput otak,
parenkim otak dan pembuluh darah otak, disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan merupakan infeksi sekunder sebagai
7
akibat penyebaran infeksi tuberkulosis ditempat lain umumnya paru-
paru.
b. Tuberkulosis (TB)
TB adalah penyakit infeksi menular dan menahun yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, kuman tersebut biasanya
masuk kedalam tubuh manusia melalui udara (pernafasan) kedalam
paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke organ
tubuh yang lain melalui penyebaran darah, kelenjar limfe, saluran
pernafasan, penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Sylvia Anderson
1995 : 753)
2. Anatomi Fisiologi
a. Meningen
Meningen adalah ketiga lapisan jaringan ikat non neural yang
menyelubungi otak dan medulaspinalis, berindak sebagai peredam syok
atau “syok absosber” dan berisikan cairan serebrospinalis. Cairan
serebospinalis ditemukan pada sistem ventrikel dan rongga sub
arakhnoid. Ketiga lapisan meningen terdiri dari :
1) Duramater atau Dura (pakimenings)
Duramater merupakan lapisan terluar meningen, berupa
membran yang padat, kuat dan tidak lentur. Berlapis dua sekitar
otak dan berlapis satu sekitar medulla spinalis. Lapisan luar
bertindak sebagai periosteum dan terikat kuat pada tulang. Lapisan
8
dalam terdapat dalam rongga subdural. Lapisan dalam duramater
terpisah dari lapisan luar tempat terbentuknya sinus dura.
2) Arakhnoid
Arakhnoid adalah lapisan tengah dari meningen yang
avaskular, rapuh, tipis dan transparan. Seperti halnya dengan
duramater, menyebrangi sulki dan hanya menuju kedalam fisura-
fisura utama saja. Dari membran arakhnoid banyak trabekula halus
menjurus kearah pia sehingga memberi gambaran sebagai sarang
laba-laba.
Lapisan luar arakhnoid terdiri dari sel yang menyerupai
endotel disebut sebagai meningotelial atau sel arakhnoid. Inti sel-
sel tersebut tersusun dalam lapisan tunggal, ganda atau multipel
menghadap kearah rongga sub dural. Lapisan dalam arakhnoid dan
trabekula ditutup oleh sel mesotelial yang dapat memberikan
respon terhadap berbagai rangsangan dan dapat membentuk
fagosit.
Granulasi arakhnoid adalah proyeksi pia-arakhnoid yang
masuk kedalam sinus sagitalis superior. Granulasi ini disebut juga
badan pacchioni, masing-masing terdiri dari sejumlah villi
arakhnoid yang berfungsi sebagai katup satu arah yang
melewatkan bahan-bahan dari cairan serebrospinal masuk kedalam
sinus-sinus.
9
3) Piamater atau Pia (Leptomenings)
Piamater adalah lapisan meningen terdalam yang melekat erat
dengan jaringan otak dan medulla spinalis, yang mengikuti setiap
kontur (sulki dan fisura) sambil membawa pembuluh darah kecil
yang memberi makanan pada jaringan saraf dibawahnya.
Membran pia-glial dibentuk oleh eritrosit “end feet” yang
berakhir di pia. Piamater nampaknya berperan sebagai barrier atau
penghalang masuknya benda-benda dan organisme yang dapat
merusak.
Gambar 1. Anatomi meningen otakSumber : Van de Graff, Kent. M. (1984)
b. Rongga Sub Arakhnoid
Rongga sub arakhnoid merupakan rongga leptomeningeal yang
terisi cairan serebrospinal. Semua pembuluh darah, saraf otak serta
medulla spinalis melewati cairan tersebut, sehingga bilamana terjadi
infeksi pada rongga ini, maka pembuluh darah dan saraf dapat terkena
proses peradangan. Arteritis dan flebitis dapat menyebabkan iskemi
atau nekrosis jaringan otak.
10
Rongga sub arakhnoid tidak berhubungan dengan rongga sub
dural, karena itu leptomeningitis tidak menyebar kedalam rongga sub
dural kecuali pada meningitis oleh haemofilus influenza.
c. Sisterna Rongga Sub Araknoid
Rongga sub arakhnoid yang mengelilingi otak dan medulla
spinalis memiliki variasi-variasi setempat. Pada dasar otak dan sekitar
batang otak, pia dan arakhnoid memisah dan membentuk beberapa
rongga besar yang disebut sisterna sub araknoid.
Tiga sisterna pada aspek ventral batang otak :
Sisterna khiasmatika yang berada didaerah khiasma optika.
Sisterna interpendunkularis yang berada di fosa interpedunkularis
dari mesensefalon.
Sisterna pontin yang berada pada pertemuan pons dengan medula
atau “Pons medullary junction”.
Dua sisterna di aspek posterior batang otak :
Sisterna serebromedularis (sisterna magna) yang merupakan salah
satu sisterna terbesar, sisterna ini berada diantara pleksus khoroid
medulla dan serebelum. Foramina ventrikel IV membuka kedalam
sisterna ini.
Sisterna superior (sisterna ambiens) sisterna ini mengelilingi
permukaan superior dan lateral mesensefalon didalam sisterna ini
ditemukan vena serebri magna, arteri serebri posterior dan serebeli
superior
11
d. Sistem Ventrikel
Sistem ventrikel merupakan suatu seri rongga-rongga di dalam
otak yang saling berhubungan, dilapisi ependima dan berisi cairan
serebrospinal yang dihasilkan dari darah oleh pleksus khoroid.
Rongga-rongga dalam sistem ini terdiri dari sepasang venterikel
lateralis (kiri dan kanan), ventrikel III dan ventrikel IV. Kedua rongga
ini dihubungkan oleh aquaduktus silvii.
Kedua ventrikel lateralis berada di dalam hemisfer serebri dan
masing-masing dihubungkan dengan ventrikel III melalui foramen
interventrikularis dari monro. Setiap ventrikel lateralis terdiri dari 4
bagian yaitu :
Kornu anterior
Sela media
Kornu inferior atau temporal
Kornu posterior
Ventrikel ventrikel III adalah suatu rongga ventrikel tipis di garis
tengah, diantara pasangan ventrikel lateralis. Ventrikel IV
berhubungan dengan rongga sub arakhnoid melalui kedua foramina
dari luscka dan foramina magendi. Kedua foramen dari luscka terletak
dalam sudut pons dan medulla. Foramen magendi terletak sebelah
belakang medulla dan menghadap sisterna magna.
Setiap ventrikel mempunyai pleksus khoroid, yang paling besar
adalah pleksus khoroid ventrikel lateralis.
12
e. Pleksus Khoroid dan Cairan Serebrospinal
1) Pleksus khoroid
Pleksus khoroid merupakan anyaman kaya dari pembuluh-
pembuluh darah piamater yang menjorok kesetiap rongga
ventrikel, membentuk filter semi permeabel antara darah arteri
dan cairan serebrospinal. Setiap pleksus khoroid diliputi oleh satu
lapisan epitel ependima.
Tela khoroidea dari ventrikel lateralis adalah suatu membran
tipis seperti jaring laba-laba yang melalui foramen
interventrikularis, berhubungan langsung dengan pleksus khoroid
ventrikel III. Tela ini dibentuk oleh invaginasi ependima oleh
lipatan-lipatan vaskular.
2) Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal adalah filtrat darah yang jernih tidak
berbau dan hampir bebas protein. Cairan serebrospinal dibentuk di
ventrikel-ventrikel dan beredar didalam rongga sub arakhnoid.
Fungsi cairan serebrospinal adalah menunjang dan membantali
susunan saraf pusat terhadap trauma.
f. Peredaran Darah Otak
1) Peredaran darah arterial
Suplai peredaran darah arterial kestruktur-strukur intra kranial
pada dasarnya berasal dari cabang-cabang kedua arteri karotis
interna dan kedua arteri vertebralis.
13
a) Arteri karotis interna
Arteri karotis interna keluar dari percabangan karotis
komunis leher. Pembuluh darah ini naik menuju basis kranii,
membelah sebagai suatu pembuluh bentuk sigmoid di dalam
sinus kavernosus.
Arteri karotis interna hanya memberi cabang di rongga
tengkorak, terdiri dari :
(1) Arteri optalmika
Arteri ini mempunyai cabang penting yaitu arteri
sentralis retinae yang berjalan ditengah-tengah nervus
optikus dan berakhir diretina.
(2) Arteri khoroidalis anterior
Arteri khoroidalis anterior mengikuti traktus optikus
sampai pada ketinggian korpus genikulatum lateralis dan
kemudian menjadi bagian dari pleksus khoroid ventrikel
lateralis.
Pembuluh darah ini juga memberi cabang-cabang ke
pedunkulus serebri, kapsula interna, nukleus kaudatus,
hipokampus dan traktus optikus.
(3) Arteri serebri anterior dan media
Kedua arteri ini merupakan cabang terminal dari arteri
karotis interna. Arteri serebri anterior memberi suplai darah
pada lobus frontalis. Didalam fisura longitudinalis serebri
14
dapat ditemukan arteri komunikans anterior. Cabang-
cabang arteri serebri anterior berjalan menuju sisi medial
lobus frontalis dan parietalis, substansia perforata anterior,
septum pellusidum dan sebagian dari korpus kalosum.
Arteri striata medialis memberi darah pada nukleus
kaudatus, putamen dan bagian anterior kapsula
interna.Arteri serebri media memberi cabang-cabang kesisi
lateral lobus temporal dan parietal.
Arteri striata lateralis memperdarahi ganglia basalis dan
kapsula interna. Arteri komunikans posterior bersatu dengan
ramus serebri posterior arteri basilaris. Dalam perjalanannya
memberi cabang ke kapsula interna dan talamus
b) Arteri vertebralis
Arteri vertebralis adalah cabang-cabang dari arteri sub
klavia. Cabang-cabangnya adalah arteri spinalis anterior dan
posterior serta arteriae serebelaris inferior posterior.
Arteri basilaris dibentuk oleh kedua gabungan arteri
vetrebralis, berjalan pada aspek ventral pons. Cabang-
cabangnya meliputi arteriae pontin, sereberalis inferior anterior,
labirintin, serebralis superior dan sereberalis posterior.
Arteri terakhir memperdarahi sisi medial dan inferior
lobus oksipitalis dan temporalis serta cabang-cabang khoroidal
15
posterior ke pleksus khoroid ventrikel III dan ventrikel
lateralis.
c) Sirkulus willisi
Sirkulus willisi dibentuk oleh arteri-arteri komunikan
anterior dan posterior serta bagian proksimal arteri-arteri
serebri anterior, media dan posterior.
Fungsi sirkulus willisi memungkinkan suplai darah yang
adekuat ke otak bilamana timbul oklusi arteri karotis atau
vertebralis. Banyak arteri keluar dari lingkaran ini, masuk ke
substansia otak dan arteri-arteri ini sangat penting oleh karena
selain berkaliber kecil sehingga mudah tersumbat, juga
merupakan “end artery” tanpa peredaran kolateral dan
memperdarahi daerah-daerah vital.
2) Peredaran darah vena
Peredaran darah vena tidak berperan besar dalam meningitis
tuberkulosis. Terdiri dari vena serebral internal dan eksternal.
Tempat berakhirnya vena-vena otak ini di sinus-sinus duramater.
3. Etiologi
Penyakit meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis humanus, sedangkan menurut peneliti yang lain dalam
literatur yang berbeda meningitis Tuberkulosis disebabkan oleh dua
micobacterium yaitu Mycobacterium tubeculosis dan Mycobacterium bovis
yang biasanya menyebabkan infeksi pada sapi dan jarang pada manusia.
16
Mycobacterium tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang,
berukuran 0,2-0,6m x 1,0-10m, tidak bergerak dan tidak membentuk
spora. Mycobacterium tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini
menerangkan predileksinya pada jaringan yang oksigenasinya tinggi
seperti apeks paru, ginjal dan otak. Mycobacterium tidak tampak dengan
pewarnaan gram tetapi tampak dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Basil ini
bersifat tahan asam, artinya tahan terhadap pewarnaan carbolfuchsin yang
menggunakan campuran asam klorida-etanol. Sifat tahan asam ini
disebabkan karena kadar lipid yang tinggi pada dinding selnya. Lipid pada
dinding sel basil Mycobacterium tuberculosis meliputi hampir 60% dari
dinding selnya, dan merupakan hidrokarbon rantai panjang yang disebut
asam mikolat. Mycobacterium tuberculosa tumbuh lambat dengan double
time dalam 18-24 jam, maka secara klinis kulturnya memerlukan waktu 8
minggu sebelum dinyatakan negatif.
4. Manifestasi Klinik
Meningitis tuberkulosis umumnya memiliki onset yang perlahan.
Terdapat riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis, biasanya memiliki
TB aktif atau riwayat batuk lama, berkeringat malam dan penurunan berat
badan beberapa hari sampai beberapa bulan sebelum gejala infeksi
susunan saraf pusat muncul.
17
Gejala meningitis tuberkulosis sangat bervariasi, gejala awal biasanya
mirip dengan infeksi umum lainnya yaitu berupa kelemahan umum
(malaise), demam yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala yang hilang
timbul dan muntah. Setelah gejala awal berlangsung selama sekitar 2
minggu timbul gejala nyeri kepala yang persisten dan nyeri tengkuk yang
berhubungan dengan rangsang meningeal, timbul tanda-tanda peningkatan
tekanan intra kranial dan defisit neurulogik fokal (parese pada nervus
kranial dan hemiparese). Inflamasi arteri pada basis kranii disertai
penyempitan dan pembentukan trombus pada lumennya menimbulkan
iskemik dan infark serebri dengan berbagai defisit neurologi sebagai
akibatnya. Saraf kranial II, III, IV, VI, VII dan VIII sering mengalami
kompresi oleh eksudat yang kental. Pada stadium lanjut terjadi gerakan
involunter, hemiplegi, kesadaran yang semakin menurun dan terjadi
hidrosefalus.
Ensefalopati tuberkulosis secara klinis memberikan sindrom berupa
kejang, stupor atau koma, gerakan involunter, paralise, deserebrasi atau
rigiditas dengan atau tanpa tanda klinis meningitis atau kelainan cairan
serebrospinalis.
5. Patofisiologi
Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi
tuberkulosis primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru-
paru. Tuberkulosis secara primer merupakan penyakit pada manusia.
18
Reservoir infeksi utamanya adalah manusia, dan penyakit ini ditularkan
dari orang ke orang terutama melalui partikel droplet yang dikeluarkan
oleh penderita tuberkulosis paru pada saat batuk. Partikel-partikel yang
mengandung Mycobacterium tuberculosis ini dapat bertahan lama di udara
atau pada debu rumah dan terhirup masuk kedalam paru-paru orang sehat.
Pintu masuk infeksi ini adalah saluran nafas sehingga infeksi pertama
biasanya terjadi pada paru-paru. Transmisi melalui saluran cerna dan kulit
jarang terjadi.
Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam
ruang alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari
sirkulasi. Sejumlah kuman menyebar terutama ke kelenjar getah bening
hilus. Lesi primer pada paru-paru berupa lesi eksudatif parenkimal dan
kelenjar limfenya disebut kompleks “Ghon”. Pada fase awal kuman dari
kelenjar getah bening masuk kedalam aliran darah sehingga terjadi
penyebaran hematogen.
Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah respon
imunitas selular terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi oleh
antigen basil ini untuk membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi
sel fagosit mononuklear dalam aliran darah. Dalam makrofag yang
diaktivasi ini organisme dapat mati, tetapi sebaliknya banyak juga
makrofag yang mati. Kemudian terbentuklah tuberkel terdiri dari
makrofag, limfosit dan sel-sel lain mengelilingi jaringan nekrotik dan
perkijuan sebagai pusatnya.
19
Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang
yang sehat lesi akan sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan
jaringan fibrotik. Pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah,
penyebaran hematogen akan menyebabkan infeksi umum yang fatal, yang
disebut sebagai tuberkulosis millier diseminata. Pada keadaan dimana
respon host masih cukup efektif tetapi kurang efisien akan timbul fokus
perkijuan yang besar dan mengalami enkapsulasi fibrosa tetapi menyimpan
basil yang dorman. Klien dengan infeksi laten memiliki resiko 10% untuk
berkembang menjadi tuberkulosis aktif. Reaktivasi dari fokus perkijuan
akan terjadi bila daya tahan tubuh host menurun, maka akan terjadi
pembesaran tuberkel, pusat perkijuan akan melunak dan mengalami
pencairan, basil mengalami proliferasi, lesi akan pecah lalu melepaskan
organisme dan produk-produk antigen ke jaringan disekitarnya. Apabila
hal-hal yang dijelaskan di atas terjadi pada susunan saraf pusat maka akan
terjadi infeksi yang disebut meningitis tuberkulosis.
Fokus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak yang berdekatan
dengan ruang sub arakhnoid dan terletak sub ependimal disebut sebagai
“Focus Rich”. Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan
pelepasan basil Tuberkulosis dan antigennya kedalam ruang sub arakhnoid
atau sistem ventrikel, sehingga terjadi meningitis tuberkulosis.
20
Patofisiologi Meningitis Tuberkulosis
Inhalasi kuman TB
Paru-paru
Penyebaran limfohematogen
TB paru primer Dorman di otak Organ lain
Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil berwarna putih pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang
Tuberkel melunak dan pecah
Kuman masuk ke ruang sub arakhnoid dan ventrikulus
Terjadi peradangan difus pada pia, arakhnoid, LCS, ruang sub arakhnoid dan ventrikulus
Penyebaran sel-sel leukosit PMN ke dalam ruang sub arakhnoid
Terbentuk eksudat
Beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dalam minggu ke-2
Eksudat yang terbentuk terdiri dari 2 lapisan : - lapisan luar mengandung fibrin dan leukosit PMN
- lapisan dalam mengandung makrofag
Proses radang terjadi juga pada pembuluh darah di korteks
Trombosis, infark otak, oedema otak, degenerasi neuron-neuron
Tombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrinopurulen. Kelainan nervus kranial II, III, IV, VI, VII, VIII
Organisasi di ruang sub arakhnoid superfisial yang dapat menghambat aliran dan absorpsi LCS
Hidrosefalus komunikan
Bagan 1 Patofisiologi
21
6. Klasifikasi
Menurut Smeltzer. S.C and Brenda. G. Bare (2001 : 2175) klasifikasi
meningitis dibagi menjadi 3 tipe utama yaitu meningitis asepsis, sepsis dan
tuberkulosis.
a. Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau
menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak,
ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah di ruang sub arakhnoid.
b. Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh
organisme bakteri seperti meningokokus,stafilokokus, atau basilus
influenza.
c. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh bakteri mikobakterium
tuberkulosis.
Sedangkan menurut Arief Mansyur (2000 : 11) berdasarkan
perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi dalam 2
golongan yaitu :
a. Meningitis serosa adalah radang selaput otak, arakhnoid, dan piamater
yang disertai cairan otak yang jernih penyebab tersering adalah
Mycobacterium tuberculosis, penyebab lain adalah virus, toxoplasma
dan ricketsia.
b. Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piamater
yang meliputi otak dan medulaspinalis. Penyebabnya antara lain :
Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis
22
(meningokok), Streptococcus haemoliticus, Staphylococcus coli,
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
Klasifikasi atas dasar gejala klinik yang dapat meramalkan prognosis
penyakit menurut Medical Research Council of Great Britain sebagai
berikut :
Stadium I : Klien menunjukan sedikit atau tanpa gejala klinis
meningitis, tanpa parese, dalam keadaan umum yang baik
dan kesadaran yang penuh.
Stadium II : Klien dengan keadaan diantara stadium I dan III
Stadium III : Klien tampak sakit berat, kesadaran stupor atau koma dan
terdapat parese yang berat (hemiplegi atau paraplegi).
7. Dampak Meningitis Terhadap Sistem Tubuh Lain
a. Sistem Pernafasan
Penderita meningitis dapat mengalami kerusakan saraf pengatur
pernafasan sehingga kontrol sistem pernafasan tidak adekuat. Pola nafas
berubah sehingga pengambilan oksigen dari atmosfir dapat berkurang,
yang berakhir dengan kondisi hipoksia. Kerusakan vaskular pada
jaringan susunan saraf pusat akan menghambat proses transportasi
oksigen sehingga otak kekurangan oksigen yang berdampak terjadinya
kematian sel-sel jaringan otak, distres pernafasan terjadi akibat
penekanan pusat pernafasan di medulla oblongata oleh peningkatan
tekanan intrakranial.
23
b. Sistem Kardiovaskular
Proses peradangan pada meningen menyebabkan perubahan pada
jaringan selaput otak sehingga menghambat sirkulasi darah. Gangguan
pola nafas menyebabkan kadar oksigen darah berkurang sehingga
perfusi jaringan menurun yang ditandai dengan adanya sianosis pada
beberapa bagian tubuh tekanan darah meningkat atau menurun dan
frekuensi nadi meningkat.
c. Sistem Pencernaan
Terjadi oedema serebral mengakibatkan kompensasi tubuh untuk
menangani dengan mengeluarkan steroid adrenal melalui perangsangan
dari hipotalamus. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan sekresi
asam lambung yang menyebabkan hiper asiditas yang akan
menimbulkan mual, muntah dan nafsu makan berkurang. Pada kondisi
yang kronis keadaan ini akan menimbulkan iskemi mukosa lambung
dan kerusakan barier mukosa sehingga terjadilah perdarahan lambung
(stress ulcer) maka pada kondisi tersebut asupan nutrisi klien tidak
adekuat yang menimbulkan klien kurang nutrisi.
d. Sistem Perkemihan
Pada sistem urinaria terjadi retensi urine dan inkontinensia urine. Pada
kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme
terutama jika dalam kondisi kekurangan kalori protein (KKP).
24
e. Sistem Persarafan
Proses peradangan meningen dapat menimbulkan peningkatan tekanan
intrakranial, dimana akan terjadi kerusakan saraf pusat pengontrol
kesadaran yang dapat menimbulkan penurunan kesadaran dan terjadi
penekanan pada saraf pusat pernafasan yang dapat mengakibatkan pola
nafas tidak efektif. Pada saraf kranial yaitu nervus vagus yang
mengakibatkan penurunan reflek menelan, nervus optikus yang dapat
mengganggu fungsi visual, kerusakan nervus III, IV, VI yang dapat
mengganggu pergerakan bola mata, kerusakan nervus VIII yang dapat
mengganggu fungsi pendengaran. Pada proses peradangan akan
menimbulkan respon nyeri yang akan merangsang korteks sesebri dan
dalam keadaan lanjut dapat menimbulkan iritasi meningen yang
ditandai dengan adanya kaku kuduk, kernig positif, brudzinski I dan II,
serta laseque positif.
f. Sistem muskuloskeletal
Proses inflamasi pada susunan saraf menimbulkan berbagai hambatan
dalam perangsangan neuromuskuler sehingga dapat timbul kelemahan
otot-otot dan terjadi paralise. Hal ini memungkinkan klien tidak dapat
melakukan aktifitas gerak tubuhnya secara optimal bahkan terjadinya
kontraktur dapat memperberat kondisi.
g. Sistem Integumen
Peningkatan metabolisme mengakibatkan peningkatan suhu tubuh
sehingga timbul demam, yang dapat meningkatkan kebutuhan cairan,
25
selain itu klien dengan meningitis seringkali terjadi penurunan
kesadaran sehingga klien harus berbaring lama di tempat tidur dan
dapat terjadi gangguan integritas kulit sebagai dampak dari berbaring
yang lama.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada meningitis tuberkulosis meliputi
pemeriksaan Rontgent thorax, CT-scan, MRI.
Pada klien dengan meningitis tuberkulosis umumnya didapatkan
gambaran tuberkulosis paru primer pada pemeriksaan rontgent
thoraks, kadang-kadang disertai dengan penyebaran milier dan
kalsifikasi. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan dan MRI dapat
terlihat adanya hidrosefalus, inflamasi meningen dan tuberkoloma.
Gambaran rontgent thoraks yang normal tidak menyingkirkan
diagnosa meningitis tuberkulosis.
b. Tes Tuberkulin
Tuberkulin hanya mendeteksi reaksi hipersensitifitas lambat,
tidak menandakan adanya infeksi aktif sehingga penggunaannya
untuk mendiagnosis infeksi aktif dan meningitis tuberkulosis masih
kurang sensitif. Namun pemeriksaan tuberkulin yang positif pada anak
memiliki nilai diagnostik, sementara pada orang dewasa hanya
26
menandakan adanya riwayat kontak dengan antigen tuberkulosis, dan
dapat memberikan arah untuk pemeriksaan selanjutnya.
c. Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan diagnostik yang
efektif untuk mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Gambaran cairan
serebrospinal yang karakteristik pada meningitis tuberculosis adalah:
1) Cairan jernih sedikit kekuningan atau xantocrom.
2) Pleositosis yang moderat biasanya antara 100-400 sel/mm3 dengan
predominan limfosit.
3) Kadar glukosa yang rendah 30-45 mg/dL atau kurang dari 50%
nilai glukosa darah.
4) Peningkatan kadar protein.
d. Bakteriologi
Identifikasi basil tuberkulosis pada cairan serebrospinal memiliki
akurasi yang sangat tinggi hingga 100% dalam mendiagnosis
meningitis tuberkulosis. Untuk mendiagnosis basil tersebut dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan apus langsung BTA dengan
metode Ziehl-Neelsen dan dengan cara kultur pada cairan
serebrospinal.
e. Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan ini untuk mengukur sifat tertentu dari
mycobacterium atau respon tubuh penderita terhadap mycobacterium.
Yang tergolong pemeriksaan biokimia antara lain:
27
1) Bromide Partition Test (BPT)
2) Adenosine Deaminase Activity (ADA)
3) Tuberculostearic Acid
f. Tes Immunologis
Yang mendeteksi antigen atau antibody mikobakterial dalam
cairan serebrospinal, metoda yang sering digunakan dalam tes
imunologis antara lain:
1) ELISA (enzym linked immuno sorbent assay)
2) Polymerase Chain Reaction (PCR)
9. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan meningitis tuberkulosis terdiri dari:
a. Perawatan umum
Perawatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus
diperhatikan dengan sungguh-sungguh, antara lain kebutuhan cairan
dan elektrolit, kebutuhan nutrisi, posisi klien, perawatan kandung
kemih, dan defekasi serta perawatan umum lainnya sesuai dengan
kondisi klien.
b. Kemoterapeutik dengan obat anti tuberkulosis
Tujuan pengobatan terhadap penderita tuberkulosis adalah
menyembuhkan penderita dari penyakit tuberkulosis yang dideritanya,
mencegah kematian akibat tuberkulosis, mencegah terjadinya relaps,
28
mencegah penularan dan sekaligus mencegah terjadinya resistensi
terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) yang diberikan.
Prinsip pengobatan meningitis tuberkulosis tidak banyak berbeda
dengan terapi bentuk tuberkulosis yang lain. Syarat terpenting adalah
bahwa pilihan OAT harus dapat menembus sawar darah otak dalam
konsentrasi yang cukup untuk mengeliminir basil intra dan
ekstraselular. Beberapa obat yang biasa digunakan untuk meningitis
tuberkulosis adalah :
1) Isoniazida (INH) diberikan dengan dosis 400 mg / hari.
2) Rifampisin, diberikan dengan dosis 450-600 mg / hari.
3) Pyrazinamid, diberikan dengan dosis 1500 mg / hari.
4) Ethambutol, diberikan dengan dosis 25 mg / kg BB / hari sampai
dengan 1500 mg / hari.
5) Streptomisin, diberikan intra muskular selama 3 bulan dengan
dosis 30-50 mg / kg BB / hari.
6) Kortikosteroid, biasanya digunakan dexametason secara intra vena
dengan dosis 10 mg setiap 4-6 jam, pemberian dexametason ini
terutama jika terdapat oedema otak, apabila keadaan membaik
maka dosis dapat diturunkan secara bertahap.
Efek samping OAT
(a) Isoniazid (H)
Efek samping berat yaitu terjadi hepatitis dan terjadi pada kira-kira
0,5% dari kasus. Bila terjadi maka pengobatan dihentikan, dan
29
setelah pemeriksaan faal hati kembali normal pengobatan dapat
dilaksanakan kembali
Efek samping ringan berupa
(1) Tanda-tanda keracunan saraf tepi, kesemutan, anastesia dan
nyeri otot
(2) Kelainan yang menyerupai syndroma pellagra
(3) Kelainan kulit yang bervariasi antara lain gatal-gatal
(b) Rifampisin (R)
Efeksamping berat jarang terjadi seperti : sesak nafas yang
kadang-kadang disertai kollaps atau syok, anemia hemolitik,
purpura dan gagal ginjal
Efek samping ringan seperti : gatal-gatal, kemerahan, demam,
nyeri tulang, nyeri perut, mual muntah dan kadang-kadang diare.
(c) Pyrazinamid (Z)
Efek samping utama adalah hepatitis, dapat terjadi nyeri sendi dan
kadang-kadang serangan penyakit gout.
(d) Ethambutol (E)
Dapat menyebabkan gangguan penglihatan, berkurangnya
ketajaman penglihatan, kabur dan buta warna merah dan hijau.
30
B. Konsep Asuhan Keperawatan Meningitis
Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami
gangguan sistem persarafan, perawat dituntut untuk memiliki kemampuan
berpikir kritis, karena tidak jarang kliennya mengalami penurunan kesadaran,
sehingga perawat bekerja sepihak. Walaupun kondisinya demikian perawat
tetap harus menggunakan metoda pendekatan pemecahan masalah (problem
solving) melalui proses keperawatan.
Proses keperawatan yaitu serangkaian perbuatan atau tindakan untuk
menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam
rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatan secara
optimal.tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara komprehensif
yang saling berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain dari mulai
pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dimana
pada tahap ini perawat melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari
hasil wawancara, pemeriksaan fisik, laporan teman sejawat, catatan
keperawatan atau tim kesehatan lainnya. Data yang diperoleh kemudian
dianalisa untuk mendapatkan diagnosa keperawatan yang merupakan
masalah klien. Tahap pengkajian ini terdiri dari :
a. Pengumpulan data
1) Identitas
a) Identitas klien
31
Identitas klien yang berhubungan dengan penyakit
meningitis adalah:
- Umur : meningitis adalah penyakit sistem persarafan yang dapat
terjadi pada semua umur, dewasa maupun anak.
- Pendidikan : Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi
terhadap pengetahuan klien tentang penyakit meningitis
- Pekerjaan : Ekonomi yang rendah akan berpengaruh karena
dapat menyebabkan gizi yang kurang sehingga daya tahan
tubuh klien rendah dan mudah jatuh sakit.
b) Identitas penanggung jawab meliputi:
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan
klien.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Pada umumnya klien dengan meningitis keluhan yang paling
utama adalah adanya nyeri kepala atau penurunan kesadaran yang
disertai kejang.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian meliputi keluhan pada saat datang ke rumah sakit dan
keluhan pada saat pengkajian, dikembangkan dengan
menggunakan analisa PQRST.
32
P: Provokatif/paliatif
Apakah yang meyebabkan keluhan dan memperingan serta
memberatkan keluhan. Nyeri kepala pada penyakit meningitis
biasanya disebabkan oleh adanya iritasi meningen. Nyeri di
rasakan bertambah bila beraktivitas dan berkurang jika
beristirahat.
Q : Quantity / Quality
Seberapa berat keluhan dan bagaimana rasanya serta berapa
sering keluhan itu muncul. Nyeri kepala dirasakan menetap dan
sangat berat.
R: Region / Radasi
Lokasi keluhan dirasakan dan juga arah penyebaran keluhan
sejauh mana.
S : Scale
Intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan, sedang
dan berat. Nyeri kepala pada klien meningitis sangat berat
(skala : 5), dikarenakan adanya iritasi meningen yang disertai
kaku kuduk.
T : Timing
Kapan keluhan dirasakan, seberapa sering, apakah berulang-
ulang, dimana hal ini menentukan waktu dan durasi. Keluhan
nyeri dirasakan menetap/terus menerus karena iritasi meningen.
33
c) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji kebiasaan klien : merokok, minum-minuman beralkohol,
riwayat batuk lama / infeksi saluran nafas kronis, batuk berdahak
atau tanpa dahak (dahak berdarah / tidak). Riwayat kontak dengan
penderita TBC. Apakah klien punya riwayat trauma kepala atau
tulang belakang. Riwayat infeksi lain seperti Otitis media dan
mastoiditis.
d) Riwayat kesehatan keluarga.
Kaji riwayat keluarga apakah ada keluarga klien yang menderita
penyakit yang sama dengan klien, riwayat demam disertai
kejang. Adanya penyakit menular seperti TBC.
3) Pemeriksaan fisik
a) Sistem pernafasan
Gejala yang ditemukan biasanya didapatkan pernafasan cepat dan
dangkal, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, adanya
pernafasan cuping hidung, retraksi dada positif, adanya batuk
berdahak, ronkhi positif.
b) Sistem Kardiovaskuler
Suara jantung lemah, adanya peningkatan tekanan darah atau
penurunan tekanan darah dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
Pada kasus lebih lanjut akral menjadi dingin, terjadi sianosis dan
capillary refil time (CRT) lebih dari 3 detik.
34
c) Sistem Percernaan
Pada sistem pencernaan ditemukan keluhan mual dan muntah
serta anoreksia bahkan ditemukan adanya kerusakan nervus
kranial pada nervus vagus yang mengakibatkan penurunan reflek
menelan. Pada kondisi ini akan menimbulkan hipersekresi HCl
iskemia mukosa lambung dan kerusakan barrier mukosa erosi
hemoragik lambung (perdarahan lambung) sehingga terjadi
penurunan berat badan dan jatuh pada kondisi kurang kalori
protein (KKP).
d) Sistem Perkemihan
Pada sistem urinaria dapat terjadi retensi urine dan inkontinensia
urine. Pada kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena
proses katabolisme terutama jika dalam kondisi KKP.
e) Sistem Muskuloskeletal
Pengkajian pada sistem muskuloskeletal perlu diarahkan pada
kerusakan motorik, kelemahan tubuh, massa otot, dan perlu di
kaji rentang gerak dari ekstremitas.
f) Sistem Integumen
Penting mengkaji adanya peningkatan suhu tubuh sebagai
dampak infeksi sistemik, selain itu klien dengan meningitis
seringkali terjadi penurunan kesadaran sehingga klien harus
berbaring lama di tempat tidur dan dapat terjadi gangguan
integritas kulit sebagai dampak dari berbaring yang lama.
35
g) Sistem persarafan
Gangguan yang muncul pada klien meningitis yang berkaitan
dengan sistem persarafan sangat kompleks. Pada penyakit
meningitis terjadi peradangan selaput otak dan parenkim otak
yang merupakan pusat sistem persarafan. Gangguan yang muncul
tersebut antara lain: kerusakan saraf pengontrol kesadaran yang
dapat mengakibatkan penurunan kesadaran, pola nafas tidak
efektif akibat peningkatan tekanan intrakranial yang menekan
pusat pernafasan dan kerusakan pada saraf kranial yaitu nervus
vagus yang mengakibatkan penurunan reflek menelan, nervus
kranial lain yang umum terkena adalah nervus I, III, IV, VI, VIII.
Pada penyakit meningitis terdapat tanda yang khas yaitu tanda-
tanda iritasi meningen: kaku kuduk positif, brudzinski I, II positif,
kernig dan laseque positif. Selain itu gejala awal yang sering
terjadi pada meningitis adalah sakit kepala dan demam yamg
diakibatkan dari iritasi meningen, juga didapat adanya manifestasi
perubahan perilaku yang umum terjadi, yaitu letargik, tidak
responsif dan koma. Kejang sekunder dapat terjadi juga akibat
area fokal kortikal yang peka. Alasan yang tidak diketahui, klien
meningitis juga mengalami "foto fobia" atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya.
36
4) Pola aktivitas sehari-hari
a) Nutrisi
Biasanya klien kehilangan nafsu makan, mual, muntah,
anoreksia dan bila pasien mengalami penurunan kesadaran,
reflek menelan terjadi penurunan, sehingga klien harus dipasang
naso gastric tube (NGT).
b) Eliminasi
Pada umumnya klien dengan penurunan kesadaran akan terjadi
inkontinensia urine sehingga harus dipasang dower kateter.
c) Istirahat tidur
Istirahat tidur terganggu akibat adanya sesak nafas, nyeri kepala
hebat akibat peningkatan tekanan intra kranial. Hal ini
merupakan mecanoreceptor terhadap reticular activating system
( RAS ) sebagai pusat tidur jaga.
d) Personal hygiene
Bisa mengalami gangguan pemenuhan ADL termasuk personal
hygiene akibat kelemahan otot terutama pada klien dengan
penurunan kesadaran.
5) Data psikologis
Pada umumnya klien merasa takut akan penyakitnya, cemas karena
perawatan lama di rumah sakit dan perasaan tidak bebas di rumah
sakit akibat hospitalisasi.
37
Konsep diri klien: persepsi klien terhadap tubuhnya dapat berubah
akibat perubahan bentuk dan fungsi tubuh, klien merasa tidak
berharga, rendah diri dan kehilangan peran.
Ideal diri klien banyak yang tidak tercapai. Sebagian besar penyakit
meningitis dapat membatasi kehidupan klien sehari-hari.
6) Data sosial
Perlu dikaji tentang tidak tanggapnya terhadap aktifitas
disekitarnya baik ketika di rumah atau di rumah sakit. Klien
biasanya menjadi tidak peduli dan lebih banyak diam akan
lingkungan sekitarnya.
7) Data spiritual
Pengkajian ditujukan terhadap harapan kesembuhan,
kepercayaan dan penerimaan mengenai keadaan sakit serta
keyakinan yang dianut oleh klien ataupun keluarga klien.
8) Data Penunjang
a) Laboratorium
(1) Pemeriksaan darah leukosit meningkat bila terjadi infeksi.
(2) Analisis cairan serebrospinalis melalui lumbal fungsi.
Karakteristik cerebro spinalis fluid (CSF) pada meningitis
tuberkulosis adalah :
(a) Warna CSF jernih
(b) Jumlah sel eritrosit dan leukosit meningkat.
38
(c) Biokimia:
- Kalium meningkat
- Klorida menurun
- Glukosa menurun
- Protein meningkat
b) Radiologi dengan thorak foto melihat kemungkinan adanya
penyakit saluran nafas sebagai infeksi primer.
c) Foto tulang wajah untuk melihat adanya skelet dan rongga
sinus yang mengalami sinusitis.
d) Scanning / CT Scan untuk menemukan adanya patologi otak
dan medulaspinalis.
b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan dan menggabungkan data
tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan
klien. Merupakan suatu proses berpikir yang meliputi kegiatan
pengelompokkan data dan menginterpretasikan kelompok data dan
membandingkan dengan standar yang normal serta menentukan masalah
atau penyimpangan yang merupakan suatu kesimpulan.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan meningitis
adalah:
39
Menurut Doenges, 1993 : 311-319
1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses
invasi kuman patogen.
2) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan oedema serebral.
3) Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan penurunan
kesadaran
4) Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan
saraf pusat.
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
6) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem
saraf.
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
8) Kurang pengetahuan tentang penyebab infeksi dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Menurut Tucker (1993:522-524).
9) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
tingkat kesadaran.
10) Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hypertermia
berhubungan dengan proses inflamasi.
11) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama.
40
2. Perencanaan
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan merumuskan intervensi
dan rasional secara sistematis dan spesifik disesuaikan dengan kondisi,
situasi dan lingkungan klien.
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses invasi
kuman patogen secara hematogen.
Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Kriteria :
- Suhu tubuh normal 36-37°C
- Klien ditempatkan di ruang isolasi
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Berikan tindakan isolasi sebagai
tindakan pencegahanPada fase awal meningitis meningokokus atau infeksi ensepalitis lainnya, isolasi mungkin diperlukan sampai organismenya diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain.
2. Pertahankan teknik aseptik danteknik cuci tangan yang tepatbaik klien atau pengujungmaupun staf. Pantau dan batasipengunjung/staf sesuai kebutuhan.
Menurunkan resiko klien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi (misalnya: individu yang mengalami infeksi saluran pemafasan atas).
3. Pantau suhu secara teratur. Catat munculnya tanda-tanda klinis dari proses infeksi.
Terapi obat biasanya akan diberikan terus selama kurang dari 5 hari setelah suhu turun (kembali normal) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis yang terus menerus merupakan indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang dapatbertahan sampai berminggu-minggu/berbulan-bulan atau terjadipenyebaran patogen secarahematogen/sepsis.
41
1 2 34. Teliti adanya keluhan dari dada,
berkembangnya nadi yang tidak teratur/disritmia atau demam yang terus menerus.
Infeksi sekunder sepertimiokarditis/perikarditis dapatberkembang dan memerlukan intervensilanjut.
5. Auskultasi suara nafas. Pantau kecepatan pernafasan dan usaha pernafasan.
Adanya rorchi/mengi, takhipne dan peningkatan kerja pernafasan mungkin mencerminkan adanya akumulasi sekret dengan resiko terjadinya infeksi pernafasan.
6. Ubah posisi klien dengan teratur dan anjurkan untuk melakukan nafas dalam.
Mobilisasi sekret dan meningkatkan kelancaran sekret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernafasan.
7. Catat karakteristik urine, seperti warna, kejernihan dan bau
Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko terhadap infeksi kandung kemih/ginjal/awitan sepsis.
8. KolaborasiBerikan terapi antibiotik IV sesuai indikasi: penisilin G, Ampisilin, Kloramfenikol, Gentamisin, Amfoterisin B.
Obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitifitas individu. Catalan: Obat intratekal mungkin diindikasikan untuk basilus Gram-negatif, jamur, amuba.
b. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan oedema serebral.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan perfusi serebral
Kriteria :
- Tingkat kesadaran membaik
- Tanda-tanda vital stabil
- Tidak adanya nyeri kepala
- Tidak adanya tanda peningkatan TIK
42
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Tentukan faktor-faktor yang
berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma / penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK
Menentukan pilihan intervensi. Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal menunjukan klien itu perlu dipindahkan ke perawatan intensif untuk mementau tekanan TIK atau pembedahan.
2. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya: GCS)
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan, lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
3. Pantau tanda-tanda vital meliputi TD, Nadi, Respirasi
Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan tekanan darah diastolik merupakan tanda adanya peningkatan TIK nafas yang tidak teratur dapat menunjukan lokasi gangguan serebral dan tanda adanya peningkatan serebral.
4. Bantu klien untuk menghindari manuver valsava, seperti batuk, mengejan.
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra thoraks yang akan meningkatkan TIK
5 Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai.
Petunjuk non verbal ini menunjukan adanya peningkatan TIK atau adanya nyeri kepala.
6 Kaji adanya peningkatan rigiditas, regangan, peka rangsang, serangan kejang.
Merupakan indikasi dari iritasi meningeal yang dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan dari duramater atau perkembangan infeksi.
7 Tinggikan kepala klien 15-45 derajat sesuai indikasi yang dapat ditoleransi.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko peningkatan TIK.
8 Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi seperti dexametason
Menurunkan inflamasi yang selanjutnya menurunkan oedema jaringan.
c. Resiko tinggi terhadap injuri / trauma berhubungan dengan adanya
kejang akibat iritasi korteks serebral.
Tujuan : Trauma / injuri tidak terjadi.
Kriteria : Tidak mengalami kejang / kejang dapat diatasi.
43
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Monitor adanya kejang/ kedutan pada
tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain.
Mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.
2. Berikan keamanan pada kliendengan memberi bantalan padapenghalang tempat tidur,pertahankan penghalangtempat tidur tetap terpasangdan pasang jalan nafas buatanplastik atau gulungan lunakdan alat penghisap.
Melindungi klien jika terjadi kejang. Catatan: Memasukan jalan nafas buatan/ gulungan lunak hanya jika rahangnya relaksasi, jangan dipaksa, memasukan ketika giginya mengatup karena dapat merusak jaringan lunak.
3. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian obat sesuai indikasi,seperti Fenitoin (dilantin),diazepam (valium),fenobarbital (luminal)
Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang. Catatan: Fenobarbital dapat menyebabkan depresi pernafasan dan sedatif serta menutupi tanda/ gejala dari peningkatan TIK.
d. Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan saraf
pusat.
Tujuan : Nyeri hilang
Kriteria :
- Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
- Menunjukan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Berikan lingkungan yang tenang,
ruangan agak gelap sesuai indikasiMenurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi.
2. Letakan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata.
Meningkatkan vasokontriksi, menumpulkan persepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan nyeri.
44
1 2 33. Dukung untuk menemukan posisi yang
nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit.
Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidak nyamanan lebih lanjut.
4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan lakukan massase otot daerah bahu atau leher.
Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
e. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak
akibat kelemahan atau kerusakan neuromuskular.
Tujuan : Mobilisasi fisik terpenuhi.
Kriteria : Klien mampu melakukan mobilisasi.
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Periksa kembali kemampuan dan
keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi dan pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2. Kaji derajat imobilisasi klien dengan menggunakan skala ketergantungan
Klien mampu mandiri (nilai 0) atau memerlukan bantuan/ peralatan yang minimal (nilai 1); memerlukan bantuan sedang dengan pengawasan / diajarkan (nilai 2); memerlukan bantuan / peralatan yang terus menerus dan alat khusus (nilai 3); atau tergantung secara total pada pemberian asuhan (nilai 4). seseorang da lam semua kategori sama-sama mempunyai resiko kecelakaan namun kategori dengan nilai 2-4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi.
3. Berikan atau bantu untuk melakukan latihan rentang gerak/ROM.
Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi / posisi normal ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis
4. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab dan ganti linen / pakaian yang basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan.
Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit
45
f. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem
saraf.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan sensori
Kriteria :
- Melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran biasanya
dan fungsi persepsi
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Evaluasi secara teratur perubahan
orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan/afektif, sensorik dan proses pikir.
Fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi.
2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, tajam/tumpul, dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatikan adanya masalah penglihatan atau sensasi yang lain.
Informasi penting untuk keamanan klien. Semua sistem sensorik dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan peningkatkan atau penurunkan sensitifitas atau kehilangan sensasi/kemampuan untuk menerima dan berespon secara sesuai dengan stimulus.
3. Berikan stimulasi yang bermanfaat secara verbal, penciuman, taktil, pendengaran .
Membantu klien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi, gangguan fungsi kognitif dan atau penurunan penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya disorientasi dan ansietas.
4. Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunokasi dan melakukan aktifitas.
Menurunkan frustrasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan atau pola respon yang menunjang.
g. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria :
46
- Frekuensi nafas normal 16 - 20 x /mt
- Irama nafas reguler.
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Kaji dan pantau frekuensi pola dan
irama nafasPerubahan pola nafas tidak efektif merupakan tanda berat adanya peningkatan tekanan intrakranial yang menekan medulla oblongata
2. Pertahankan jalan nafas efektif dengan melakukan pembersihan jalan nafas seperti pengisapan lendir dan oral hygiene.
Lendir yang berlebihan akan menumpuk dan menimbulkan obstruksi jalan nafas.
3. Berikan O2 sesuai order dan monitor efektifitas pemberian oksigen tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam darah dan jaringan.
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan leher dan posisi netral.
Posisi leher yang ekstensi / menekuk mengakibatkan jalan nafas terhambat.
h. Gangguan keseimbangan suhu tubuh hipertermia berhubungan dengan
proses inflamasi
Tujuan : Keseimbangan suhu tubuh terpenuhi.
Kriteria : Suhu tubuh 36 - 37 °C, keringat berkurang, klien tidak
merasakan panas badan.
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Berikan kompres dingin pada daerah
yang banyak pembuluh darah sampai suhu badan kembali normal.
Kompres dingin dapat menimbulkan proses konduksi dimana terjadi perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan kontak fisik antara kedua objek tersebut.
2. Anjurkan pada klien untuk mengenakan pakaian tipis dan menyerap keringat.
Dengan pakaian tipis memudahkan penyerapan keringat dan memberi rasa nyaman.
3. Observasi tanda-tanda vital suhu, tensi, respirasi, dan nadi.
Untuk mengetahui lebih lanjut tindakan yang akan dilakukan.
4. Kolaborasi pemberian terapi antipiretik.
Antipiretik berfungsi menghambat panas pada hipotalamus.
47
i. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah
baring lama.
Tujuan : Ganguan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria : Tidak tampak tanda-tanda gangguan integritas kulit seperti : kemerahan
dan lecet pada kulit.
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Atur dan rubah posisi tidur klien
setiap 2 jam.Dapat mengurangi tekanan yang terus menerus yang menimbulkan sirkulasi yang optimal pada daerah penekanan.
2. Berikan bantalan pada area tubuh yang menonjol dan berada pada permukaan tempat tidur.
Dengan diberikan bantalan pada daerah penekanan akan mengurangi tekanan efek sirkulasi yang tidak lancar.
3. Lakukan masase pada daerah penekanan seperti bokong, siku dan turn it setiap hari.
Tindakan masase sebagi stimulus terhadap vasodilatasi bagi vaskuler yang mengalami kontriksi pada permukaan sehingga akan membantu melancarkan sirkulasi pada daerah tersebut.
4. Observasi tanda dekubitus seperti lecet, kemerahan pada siku, tumit, bokong dan daerah punggung setiap hari
Bila ditemukan tanda-tanda dekubitus segera ambil tindakan untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan jaringan kulit yang berlebihan.
j. Gangguan rasa aman: cemas klien atau keluarga berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan klien
dirumah.
Tujuan : cemas dapat diatasi
Kriteria :
- Klien atau keluarga mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
- Klien atau keluarga tampak rileks (tidak memperlihatkan
kecemasan seperti gelisah)
48
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari
klien/keluarga. Catat tanda-tanda verbal atau non verbal.
Gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
2. Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya.
Meningkatkan pemahaman,mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu menurunkan ansietas.
3. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan.
Dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan tersebut melibatkan otak.
4. Libatkan klien/keluarga dalamperawatan, perencanaankehidupan sehari-hari,membuat keputusan sebanyakmungkin.
Meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan meningkatkan kemandirian.
k. Perubahan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan reflek menelan (disfagia) atau adanya rasa rnual,muntah
dan anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
- Disfagia dapat diatasi
- Tidak terjadi aspirasi.
- Mual, muntah dan anoreksia tidak ada.
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Timbang berat badan seminggu
sekali.Untuk mengetahui efektivitas therapi.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu perencanaan makanan.
Ahli gizi adalah spesialis nutrisi yang dapat membantu kebutuhan nutrisi klien dan langsung mempersiapkan kebutuhan nurisi kliennya.
3. Jika masukan makanan hanya NPT mensuplai protein dan
49
1 2 3sedikit, BB terus menerus turunselama 5 hari, statusmenunjukkan kekurangannutrisi kolaborasi dengandokter untuk pemberian nutrisiparenteral total (NPT).
kalori,asam lemak dan vitamin dapat diberikan IV bersama-sama larutan NPT, protein, Karbohidrat dan lemak penting untuk fungsi dan perkembangan sel.
4. Bila terjadi disfagia kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan NGT.
Dengan NGT dapat menghindari terjadinya aspirasi karena kelemahan reflek menelan.
5. Kolaborasi pemberian obat H2
reseptor antagonis sesuai advis.H2 reseptor antagonis dapat menghambat produksi HCl atau menetralisir asam lambung.
l. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan : dehidrasi
berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral dan
peningkatan suhu tubuh.
Tujuan : Kekurangan volume cairan tubuh tidak terjadi.
Kriteria :
- Membran mukosa lembab.
- Turgor kulit baik.
- Pengisian kapiler cepat.
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Kaji perubahan tanda vital. Peningkatan suhu /
demam meningkatkan laju dan kehilangan cairan tubuh melalui evaporasi.
2. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa.
Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena nafas melalui mulut dan oksigen tambahan.
3. Catat / lapor keluhan mual atau muntah. Adanya gejala menurunkan masukan oral.
4. Pantau intake dan output Berikan informasi tentang
50
1 2 3keadekuatan volume cairan dan kebutuhan pengganti.
5. Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari sesuai kondisi
Pemenuhan kebutuhan dasar cairan.
6. Berikan obat sesuai indikasi,misalnya antipiretik,antiemetik.
Berguna untuk menurunkan kehilangancairan.
7. Berikan cairan tambahan melalui IV sesuai dengan kebutuhan.
Adanya penurunan masukan/banyakkehilangan, penggunaan parenteraldapat memperbaiki / mencegahkekurangan cairan.
3. Pelaksanaan
Merupakan tahap pelaksanaan tindakan dari rencana perawatan yang
telah ditetapkan untuk mengatasi masalah yang ditemukan.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan perawatan
dalam memecahkan masalah yang ditemukan dalam kebutuhan klien
dengan cara menilai tujuan yang ditetapkan.
51
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1) Data Biografi
a) Identitas klien
Nama : Ny. A
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Karyawan pabrik
Suku/Bangsa : Sunda / Indonesia
Status marital : Menikah
Tanggal masuk RS : 27 Juli 2005
Tanggal pengkajin : 08 Agustus 2005
Diagnosa medik : Meningitis Tuberkulosis Grade II
Nomor medrek : 05 07 0979
Alamat : Bojong loa RT 03 RW 01
Rancaekek Kabupaten Bandung
52
b) Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. D
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Hubungan dengan klien : Suami
Alamat : Bojong loa RT 03 RW 01 Ranca
ekek Kabupaten Bandung
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
(1) Keluhan utama saat masuk RS
Tiga minggu sebelum masuk RS klien mengatakan sering
nyeri kepala, nyeri kepala dirasakan klien semakin
bertambah parah disertai muntah 1 kali, keluhan nyeri
kepala berkurang bila minum obat sakit kepala. Satu
minggu sebelum masuk RS klien mengeluh panas tinggi
lalu berobat ke klinik pengobatan namun tidak ada
perubahan, menurut suaminya kesadaran klien menurun,
gelisah, dan kejang 1 kali. Klien sempat dibawa ke
Puskesmas Ranca ekek, dirawat selama 4 hari dan di
diagnosa typhus, tidak ada perubahan pada tanggal 27 Juli
53
2005 sekitar pukul 09.00 BBWI klien dirujuk ke RS. Dr.
Hasan Sadikin Bandung.
(2) Keluhan utama saat dikaji
Klien mengatakan nyeri pada tangan sebelah kiri dan lemah
tidak dapat diangkat, nyeri bertambah jika digerakan dan
berkurang jika diistirahatkan, nyeri terutama dirasakan
pada daerah siku dengan skala nyeri 3 (0-5), nyeri
dirasakan terus menerus.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat batuk lama disangkal oleh klien, berkeringat malam
dirasakan sejak 2 tahun yang lalu, penurunan berat badan ada
sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, penurunan berat
badan mencapai 4 kg disertai nafsu makan menurun dan mual,
riwayat sakit paru-paru diakui klien sejak 1 ½ bulan sebelum
masuk rumah sakit tetapi bukan TBC menurut keterangan dari
dokter klinik, riwayat kontak dengan penderita TBC disangkal
oleh klien, riwayat infeksi telinga, hidung dan mata disangkal
oleh klien, riwayat nyeri kepala ada + 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Klien juga mengatakan 6 bulan sebelum masuk
rumah sakit mengeluh sakit pada sendi siku yang diduga karena
asam urat, klien mengobati sendiri dengan cara dipijat dan
minum jamu anti rheumatik.
54
c) Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang pernah
menderita penyakit yang sama, tidak ada yang mempunyai
penyakit TBC, hanya saja disekitar rumah klien ada yang
menderita penyakit TBC. Riwayat penyakit keturunan seperti
diabetes mellitus disangkal oleh klien.
d) Struktur keluarga
Klien tinggal di rumah dengan suami dan anak-anaknya
(nuclear family), status sosial ekonomi kurang, klien bekerja
hanya sebagai buruh pabrik dan suami saat ini tidak bekerja,
klien berobat dengan menggunakan kartu sehat, klien tinggal di
rumah kontrakan pada lingkungan yang padat dengan luas
rumah 24 m2 (6m x 4m).
3) Pola aktifitas sehari-hari
NOJenis
AktivitasSebelum Masuk RS Saat Sakit
1 2 3 41 Nutrisi
a. MakanKlien mengatakan kebiasaan makan di rumah sehari 3 kali dengan jenis makanan nasi, lauk pauk, sayur, jarang mengkon-sumsi buah-buahan. Jumlah yang dimakan biasanya sedikit. Tidak ada pantangan dalam makan keluhan tiga bulan terakhir nafsu makan berkurang.
Klien mengatakan saat ini makan sehari tiga kali dengan jenis makanan bubur nasi, lauk pauk seperti telur, tahu, tempe, daging, sayur dan buah. Porsi makan klien biasanya habis tidak lebih dari ½ porsi. Klien mengeluh mual dan nafsu makan kurang.
55
1 2 3 4b. Minum Klien mengatakan
kebiasaan minum di rumah air putih kira-kira 10 gelas/hari
Klien mengatakan saat ini minum air putih sehari kira-kira 1 botol Aqua besar (1500cc) dan 1 gelas susu yang diberikan dari RS.
2 Eliminasi a. BAB
b. BAK
Klien mengatakan kebiasaan BAB di rumah sehari 3 kali, dengan konsistensi lembek. Jumlah, warna dan bau normal menurut klien. Tidak ada keluhan saat BAB, dilakukan secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
Klien mengatakan kebiasaan BAK di rumah rata-rata 6 kali/hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK. Jumlah urine normal menurut klien.
Klien mengatakan saat ini tidak ada keluhan BAB, frekuensi 2 kali sehari dengan konsistensi lembek. Jumlah, warna dan bau normal menurut klien.
Saat ini klien terpasang dower kateter sejak masuk RS, dengan jumlah urine rata-rata/hari menurut keluarga 2000 cc, saat dimonitor out put urine oleh perawat dari pukul 07.00 s.d 11.00 WIB jumlah urine 400 cc, warna kuning kemerahan, jernih. Klien mengatakan ada keluhan nyeri dan panas setelah BAK.
3 Personal hygienea. Mandi
b. Mencuci rambut
c. Gosok gigi
Klien mengatakan kebiasaan mandi di rumah 3 kali sehari, menggunakan sabun.
Klien mengatakan kebiasaan mencuci rambut/ keramas 2 hari sekali menggunakan shampoo.
Klien mengatakan kebiasaan menggosok gigi di rumah dilakukan setiap kali mandi dengan menggunakan pasta gigi.
Klien mengatakan saat ini mandi hanya diseka oleh suaminya, 2 kali sehari.
Klien mengatakan selama dirawat belum pernah mencuci rambut / keramas.
Klien mengatakan selama dirawat belum pernah menggosok gigi, hanya dibersihkan menggunakan kapas lidi oleh perawat.
4 Istirahat tidura. Siang Klien mengatakan di
rumah tidak pernah tidur siang.
Klien mengatakan di RS kadang-kadang tidur siang selama 1 jam.
56
1 2 3 4b. Malam Klien mengatakan di
rumah biasa tidur mulai pukul 20.00 s.d 05.00 BBWI. Klien merasa tidak ada gangguan tidur.
Klien mengatakan di RS biasa tidur mulai pukul 20.00 s.d 03.00 WIB. Klien merasa tidak ada gangguan tidur.
5 Kegiatan dan aktifitas
Klien mengatakan kegiatan sehari-hari sebelum sakit sebagai karyawan di perusahaan garmen, dan sebagai ibu rumah tangga memasak dan mengasuh anak.
Klien mengatakan selama dirawat tidak memiliki kegiatan apa-apa hanya istirahat di tempat tidur.
4) Pemeriksaan fisik
a) Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris, tidak terlihat pernafasan cuping
hidung, tidak ada deviasi septum, tidak terlihat penggunaan
otot-otot bantu pernafasan, tulang hidung teraba kokoh, pola
nafas normal dengan frekuensi 24 kali/menit, tes kepatenan
jalan nafas kuat pada kedua lubang hidung, tidak terlihat
adanya deviasi trakhea, pergerakan dada simetris antara kiri
dan kanan, vokal fremitus teraba sama antara dada kiri dan
kanan pada saat klien mengatakan “tujuh puluh tujuh”,
ekspansi paru kiri dan kanan simetris, perkusi dada terdengar
suara resonan pada daerah paru, pada auskultasi terdengar
ronkhi halus pada lapang paru kiri dan kanan.
b) Sistem Kardiovaskular
Konjungtiva merah muda, tidak terdapat sianosis, tidak
terdapat peningkatan tekanan vena jugularis, iktus kordis teraba
57
pada mid line klavikula sinistra ICS ke 5, auskultasi terdengar
bunyi jantung S1 - S2 murni reguler, tidak terdapat clubbing
finger, capillary refil time (CRT) kurang dari 3 detik, akral
teraba hangat, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 kali/menit.
c) Sistem Pencernaan
Bibir terlihat lembab, bentuk simetris, lidah kotor, gigi geligi
kotor, jumlah 32 buah, fungsi mengunyah dan menelan baik,
bentuk abdomen datar, lembut, tidak terdapat luka, bising usus
12 kali/menit, hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat nyeri
tekan, tidak teraba adanya massa, perkusi abdomen terdengar
suara timpani, tidak terdapat haemorroid.
d) Sistem Perkemihan
Tidak terdapat oedema periorbital, tidak terdengar bruit pada
aorta dan arteri renalis, tidak teraba pembesaran pada kedua
ginjal, tidak teraba distensi kandung kemih, uretra terpasang
dower kateter.
e) Sistem Muskuloskeletal
Tingkat aktifitas klien terbatas, aktifitas klien sebagian besar
dibantu oleh keluarga, tingkat ketergantungan klien 3 (0-4),
postur tubuh klien tinggi kurus, kepala simetris, bentuk
proporsional tidak terdapat nyeri tekan pada tulang kepala,
tidak ada keterbatasan gerak pada sendi leher, bentuk tulang
58
belakang normal tidak ada kifosis, lordosis, maupun skoliosis,
kekuatan otot ekstremitas
(1) Ekstremitas atas
Tangan kanan terpasang infus NaCl 0,9% 20 tetes/menit,
terdapat keterbatasan gerak pada tangan kiri, terdapat
pembengkakan dan klien tampak meringis saat dilakukan
penekanan pada sendi siku yang bengkak.
(2) Ekstremitas bawah
Gaya berjalan klien tidak dapat dikaji, bentuk kaki kiri dan
kanan simetris, tidak tampak adanya atropi otot, tidak
terdapat oedema, terdapat tahanan pada pergerakan fleksi
sendi panggul.
f) Sistem Integumen
Distribusi rambut merata, warna hitam, tampak kotor dan
teraba lengket, rambut tidak mudah dicabut, kulit klien bersih
tampak kering dan tidak terdapat pruritus, terdapat luka lecet
yang sudah mengering pada bibir atas sampai septum hidung
dengan ukuran 2 x 1 x 0,5 cm, turgor kulit cepat kembali dalam
3 detik, suhu tubuh 36,70C, tidak terdapat pitting oedema.
g) Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid, tidak
terdapat tanda-tanda gangguan hipertiroid (moon face /
exoptalmus, tremor).
59
15 5
h) Sistem Persarafan
(1) Tes fungsi serebral
(a) Tingkat kesadaran
Saat dilakukan pengkajian, kualitas kesadaran berada
pada tahap Alert/kompos mentis yaitu klien sadar
terhadap lingkungan dan siap bereaksi terhadap
rangsang dari luar. Sedangkan kuantitas kesadaran klien
menurut perhitungan GCS adalah 15(E4 M6 V5)
(b) Status mental
Orientasi
Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu
tidak terganggu, dibuktikan dengan klien mampu
mengenal suaminya, menyebutkan saat ini ada di
rumah sakit, dan saat dikaji mengatakan siang hari.
Daya ingat
- Long term memory
Memori jangka panjang klien baik, klien dapat
menyebutkan tempat sekolah saat SD, dan
menyebutkan tahun menikah dengan benar,
setelah diklarifikasi kepada suaminya.
- Recent memory
Memori jangka pendek klien baik, klien dapat
menyebutkan menu makanan yang baru saja
60
dimakannya dengan benar setelah diklarifikasi
kepada suaminya.
Perhatian dan perhitungan
Kemampuan perhitungan dan perhatian klien masih
baik, klien dapat menjawab dengan benar hitungan
yang di berikan perawat yaitu: 100 – 7, 93 – 7, 86 –
7, 79 – 7, 72 – 7. dan soal penjumlahan sederhana
yaitu: 8 + 3, 6 + 7, 13 + 5.
Bicara dan Bahasa
Fungsi bicara dan bahasa klien baik, klien mampu
berkomunikasi dengan perawat, artikulasi saat
bicara baik, dalam mengekspresikan keinginan dan
perasaan klien bicara lancar, spontan dan jelas.
Klien juga dapat memahami perintah dengan baik
saat disuruh melakukan serangkaian tindakan yaitu
mengambil senter lalu menyalakannya kemudian
memberikan kembali kepada perawat.
(2) Tes fungsi syaraf kranial
(a) Nervus I (olfaktorius)
Fungsi penciuman klien tidak terganggu, klien dapat
membedakan bau kopi dengan minyak kayu putih.
61
(b) Nervus II (optikus)
Fungsi visual dan lapang pandang klien tidak
terganggu, klien dapat membaca dua baris kalimat pada
buku dengan huruf kecil dari jarak + 30 cm dan lapang
pandang klien sama dengan lapang pandang pemeriksa
saat dilakukan tes dengan metoda konfrontasi dari
Donder.
(c) Nervus III, IV, VI (okulomotorius, trokhlearis, abdusen)
Fungsi nervus III dan IV tidak terganggu, klien dapat
menggerakan bola mata kesegala arah kecuali kearah
sisi luar (lateral) dan refleks pupil positif terhadap
rangsang cahaya, bentuk pupil bulat isokor dengan
diameter 3 mm. Fungsi pergerakan bola mata yang
dipersyarafi oleh nervus VI terganggu, terbukti klien
tidak dapat menggerakan bola mata kearah sisi luar
(lateral) saat dilakukan tes pergerakan bola mata oleh
perawat.
(d) Nervus V (trigeminus)
Fungsi nervus V klien tidak terganggu, klien dapat
merasakan adanya sentuhan pada saat diusapkan pilinan
kapas pada maksila dan mandibula dengan mata
tertutup, kelopak mata klien mengedip saat kornea
disentuh dengan pilinan kapas serta terabanya kontraksi
62
otot masetter dan temporalis saat klien melakukan
gerakan mengunyah.
(e) Nervus VII (fasialis)
Fungsi nervus VII klien tidak terganggu, klien dapat
merasakan sensasi rasa manis, asam, asin pada 2/3
anterior lidah saat di tes dengan gula, garam. Klien juga
dapat mengerutkan dahi dan tersenyum.
(f) Nervus VIII (akustikus)
Fungsi pendengaran klien tidak terganggu, klien dapat
menjawab pertanyaan perawat dengan benar tanpa
diulang dan dapat mendengar saat perawat
menggesekan rambut klien.
(g) Nervus IX (glosofaringeus) dan Nervus X (vagus)
Fungsi nervus IX dan X klien tidak terganggu, klien
dapat merasakan sensasi rasa pahit saat di tes dengan
menggunakan kopi. Terlihat gerakan uvula klien
simetris dan terangkat keatas saat klien mengatakan
“ah”.
(h) Nervus XI (asesorius)
Fungsi nervus XI klien tidak terganggu, klien mampu
melawan tahanan saat menoleh kekanan dan kekiri serta
mampu mengangkat bahu dengan tahanan tangan
perawat.
63
(i) Nervus XII (hipoglosus)
Klien dapat menjulurkan lidah serta menggerakannya
dengan simetris, yang membuktikan tidak terganggunya
fungsi nervus hipoglosus.
(3) Refleks
Refleks fisiologis
- Refleks bisep ++/ tidak dapat dikaji karena nyeri
- Refleks trisep ++ / tidak dapat dikaji karena nyeri
- Refleks brakhio radialis +/tidak dapat dikaji karena
nyeri
- Refleks patella ++ / ++
- Refleks tendon achilles ++ / ++
Refleks patologis
- Refleks babinski - / -
- Refleks chaddock - / -
(4) Tes fungsi sensoris
Pada saat dilakukan pengkajian klien dapat membedakan
sensasi halus dengan kasar, tajam dengan tumpul, panas
dengan dingin. Klien juga dapat mengenal posisi dengan
tepat sambil menutup mata saat pemeriksa merubah-rubah
posisi jari klien, klien dapat menyebutkan nama benda yang
dipegangnya dengan mata tertutup, klien dapat
64
menyebutkan huruf yang dituliskan oleh perawat pada
telapak tangannya.
(5) Tes fungsi serebelum
Klien dapat melakukan tes tunjuk hidung dengan baik,
klien juga dapat melakukan tes tumit lutut dengan baik.
(6) Tes iritasi meningen
Saat dilakukan pengkajian terhadap tanda-tanda iritasi
meningen didapatkan:
- Kaku kuduk (nuchal rigidity)
Tidak terdapat tahanan saat kepala klien difleksikan
sehingga penulis menginterpretasikan kaku kuduk
negatif.
- Laseque sign
Saat tungkai bawah sebelah kiri difleksikan pada sendi
panggul terdapat tahanan dan klien mengeluh nyeri
pada posisi + 500 sehingga penulis meng interpretasikan
Laseque positif.
- Kernig sign
Tidak terdapat tahanan dan rasa nyeri pada saat tungkai
bawah difleksikan pada sendi panggul sampai membuat
sudut 900 lalu tungkai bawah diekstensikan pada sendi
lutut sampai dengan 1350 sehingga di interpretasikan
oleh penulis negatif.
65
- Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Tidak terjadi fleksi kedua tungkai bawah saat kepala
klien di fleksikan sejauh mungkin, interpretasi penulis
brudzinski I negatif.
- Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Saat salah satu tungkai bawah difleksikan pada
persendian panggul, tungkai yang satu tetap dalam
posisi ekstensi. Interpretasi penulis untuk brudzinski II
negatif.
5) Data Psikologis
a) Status Emosi
Emosi klien stabil, klien tampak tenang saat dilakukan
wawancara maupun pemeriksaan fisik oleh perawat.
b) Kecemasan
Klien tidak tampak tegang dan gelisah
c) Pola Koping
Klien mengatakan jika dirinya mempunyai masalah selalu
diceritakan kepada suaminya untuk mencari pemecahannya.
d) Gaya Komunikasi
Klien bicara selayaknya hubungan pasien dan perawat, tidak
mendominasi percakapan, apabila ditanya klien menjawab
dengan spontan, tidak tampak sedang menyembunyikan data.
66
e) Konsep Diri
(1) Gambaran Diri / Body Image
Klien menyukai seluruh bagian tubuhnya dan yang paling
disukai dari tubuhnya adalah betis.
(2) Harga Diri
Klien mengungkapkan secara verbal dengan keadaan tubuh
saat ini tidak merasa rendah diri, dirinya merasa masih
berharga didalam keluarganya baik bagi suami maupun
bagi anak-anaknya.
(3) Ideal Diri
Ideal diri klien saat ini adalah ingin segera sembuh dan
dapat berkumpul lagi dengan anak-anaknya.
(4) Peran Diri
Klien merasa kehilangan perannya selama sakit, terutama
peran sebagai ibu rumah tangga yaitu mengurus anak-
anaknya, klien juga mengatakan sering menangis jika
teringat anak-anaknya.
(5) Identitas Diri
Klien merasa puas dengan jenis kelaminnya sebagai
seorang perempuan, karenanya naluri keibuannya untuk
mengurus anak-anak dan suami tinggi.
67
6) Data Sosial
Hubungan klien dengan orang lain baik keluarga, kerabat maupun
tetangga menurut klien baik. Hubungan klien dengan klien dan
keluarga klien lain di ruangan baik, klien juga mengenal nama
petugas dan suka berkomunikasi.
7) Data Spiritual
Klien meyakini setiap penyakit dapat disembuhkan jika mau
berusaha, klien juga merasa sakitnya itu merupakan cobaan dari
Tuhan, klien di rumah sebelum sakit suka melaksanakan ritual
keagamaan seperti sholat 5 waktu, namun pada saat sakit klien
tidak melakukannya karena kelemahan fisik, klien beranggapan
Tuhan pun akan memakluminya, saat ini kegiatan spiritualnya
hanya dengan cara berdoa kepada Allah SWT, sebagai Tuhan yang
diyakininya.
8) Data Seksual
Klien mengatakan sejak mulai sakit sudah tidak melakukan
hubungan badan dengan suaminya, suami klien pun menyadari dan
menerima keadaan klien saat ini, klien sudah cukup puas dengan
ditunggu, ditemani dan dilayani oleh suaminya.
68
9) Data Penunjang
a) Laboratorium
No Tanggal Jenis Pemeriksaan HasilNilai
NormalSatuan
1 2 3 4 5 6 1. 28 Juli
2005Glukosa sewaktuLiquor/transudat/eksudatJumlah selHitung jenisPMNMNNonnePandyGula liquorProtein liquorWarnaKejernihanHematologiHB LeukositTrombosit
105
273
4258
PositifPositif
7600
BeningJernih
108100
264.000
< 140
< 5
NegatifNegatif45-7015-45
12-163,8-10,6
150-440rb
mg/dL
/mm3
%%
mg/dLmg/dL
gr/dL/mm3
/mm3
2 29 Juli 2005
LEDHitung jenis leukositBasofilEosinofilBatangSegmen Lymfositmonosit
35 – 60
0018171
0-20
0-11-63-5
40-7030-452-40
/mm3
%%%%%%
3 1 Agustus
2005
SGOTSGPTNatriumkalium
1631331383,0
s.d 31s.d 31
135-1453,6-5,5
U/LU/L
mEq/LmEq/L
4 5 Agustus
2005
MikrobiologiGram
BTA Liquor
Batang gram (+)
BTA (+)
Negatif
Negatif
5 6 Agustus
2005
SGOTSGPTNatriumKalium
961971313,7
s.d 31s.d 31
135-1453,6-5,5
U/LU/L
mEq/LmEq/L
6 8 Agustus
2005
Billirubin totalBilliribin directBillirubin indirectSGPT
0,590,110,48327
1,00,250,75
s.d 31
mg/dLmg/dLmg/dL
U/L
69
b) Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi tanggal 29 Juli 2005
Thorax foto menunjukan gambaran TB millier
Artritis a/r elbow joint sinistra e.c suspek TB
c) Therapi
Infus NaCl 0,9% 20 tetes / menit
INH 400 mg 1 x 1 tablet / oral, 1jam sebelum makan
Rifampicin 450 mg 1x 1 kaplet / oral, 1 jam sebelum
makan
Pyrazinamid 500 mg 1x 2 tablet / oral 1 jam setelah
makan
Ethambutol 500 mg 1 x 2 tablet / oral 1 jam setelah makan
Pyridoxin (vitamin B6 50 mg) 1 x 1 tablet / oral
Curcuma 2 x 1 tablet / oral
Rantin 2 x 1 ampul / iv
Dexametason 3 x 1 ampul / iv
KSR 1 x 1 tablet / oral
70
Proses TB primer di paru-paru
↓Penyebaran secara limfohematogen
↓Pembentukan
tuberkel-tuberkel kecil pada selaput
otak↓
Tuberkel melunak dan pecah
↓Kuman masuk ke
ruang sub arakhnoid↓
Terjadi peradangan difus pada meningen dan parenkim otak
↓Penyebaran secara limfohematogen
↓Resiko penyebaran
pada organ lain
Basil pada droplet↓
Menyebar di udara saat klien
batuk atau ekspirasi
↓Terhirup orang
lain↓
Resiko penyebaran
infeksi pada orang lain
b. Analisa Data
No DataKemungkinan penyrbab dan
dampakMasalah
1 2 3 41 DS :
DO: Hasil rontgen
thorax tanggal 28/7/05 :TB Milier
LED : 35-60 mm3
Hasil analisa LCS tanggal 28/7/2005 :
Liquor/transudat/eksudatJumlah sel 273 /mm3
Hitung jenis PMN 42 %MN 58 %Nonne positifPandy positifGlukosa 7 mg/dLProtein 600 mg/dLWarna beningKejernihan jernih Mikrobiologi
tanggal 5/8/2005Gram batang positifBTALiquor positif
Tes iritasi meningenLaseque positif
Resiko tinggi penyebaran
infeksi
2 DS : Klien
mengatakan porsi makan klien biasanya habis tidak lebih dari ½ porsi.
Klien mengeluh mual dan nafsu makan kurang.
Klien mengatakan penurunan berat badan ada sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, penurunan berat badan mencapai 4 kg disertai nafsu makan menurun dan mualDO :
Klien tampak mau muntah saat diberikan makan.
Proses peradangan pada otak↓
Menghasilkan eksudat↓
Menambah volume intrakranial↓
Mendesak organ dibawahnya termasuk hipotalamus
↓Menstimulasi hipotalamus
↓Menstimulasi N. Vagus
↓Menstimulasi pengeluaran HCL ↓ Mual Infeksi TB
Pengobatan dengan OAT Efek samping OAT
Gangguan asupan nutrisi: kurang dari kebutuhan
71
Proses peradangan pada tulang (siku
lengan kiri)
Nyeri pada ekstremitas atas
Keterbatasan
aktifitas
Klien tidak mampu
melakukan perawatan diri secara mandiri
Pemenuhan
kebutuhan ADLterganggu
Infeksi TB
Kebutuhan energi
meningkat
Asupan nutrisi tidak
adekuat
Pembentukan energi kurang
Kelemahan
fisik
1 2 3 4 postur tubuh klien
tinggi kurus Hb 10 gr/dL
Anoreksia
3 DS : Klien mengatakan
nyeri tangan sebelah kiri dan tidak bisa diangkat, nyeri bertambah jika digerakan dan berkurang jika di istirahatkan, nyeri terutama pada daerah siku, nyeri dirasakan terus menerus.
DO : Skala nyeri 3 (0-5) Terdapat keterbatasan
gerak pada tangan kiri, terdapat pembengkakan dan klien tampak meringis pada saat dilakukan penekanan pada sendi siku yang bengkak.
Artritis a/r elbow joint sinistra e.c suspek TB
Proses infeksi Tb primer ↓
Penyebaran secara limfohematogen↓
Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil pada jaringan tulang
↓Tuberkel melunak dan pecah
↓Terjadi peradangan pada tulang
↓Menstimulasi pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin, serotonin, bradikinin dan substansi P)
↓Merangsang nosi reseptor
↓Dihantarkan oleh serabut syaraf C
↓Dialirkan dalam bentuk elektrokimia impuls ganglion radiks menuju dorsal horn dimedulaspinalis bagian posterior
↓Ditrasfer ke thalamus melalui traktus
spinotalamikus↓
Korteks serebri↓
Nyeri dipersepsikan
Gangguan rasa nyaman : nyeri
4
DS : Klien mengatakan
selama dirawat belum pernah mencuci rambut/keramas.
Klien mengatakan selama dirawat belum pernah menggosok gigi, hanya dibersihkan menggunakan kapas lidi oleh perawat.
DO : Rambut tampak
kotor dan teraba lengket. Lidah kotor, gigi
geligi kotor
Gangguan pemenuhan ADL : personal hygiene
72
Klien menderita infeksi TB
Membutuhkan
pengobatan OAT dalam waktu lama dengan efek
samping yang tidak
menyenangkan
Mengurangi kepatuhan klien dalam minum
obat
Kegagalan program
pengobatan
1 2 3 4
5 DS : Klien mengatakan
memiliki riwayat sakit paru-paru diakui klien sejak 1 ½ bulan sebelum masuk rumah sakit tetapi klien menyangkal sakit TBC
Klien juga mengatakan 6 bulan sebelum masuk rumah sakit mengeluh sakit pada sendi sikut yang diduga karena asam urat.
DO : Hasil radiologi dan
laboratorium menunjukan klien terinfeksi TB
Klien mendapatkan therapi OAT
Resiko drop out pengobatan
6 DS : Klien mengatakan merasa
kehilangan perannya selama sakit, terutama peran sebagai ibu rumah tangga yaitu mengurus anak-anaknya
Klien mengatakan sering menangis jika ingat anak-anaknya
Klien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa berkumpul lagi dengan anak-anaknya.
DO : Klien dirawat sejak tanggal
27 Juli 2005
Penyakit infeksi TB yang berat
Membutuhkan perawatan di RS
Terpisah dengan anggota keluarga yang lain (anak-anaknya)
Peran sebagai ibu terganggu
Gangguan konsep diri : peran
7 DS : Klien mengatakan ada
keluhan nyeri dan panas setelah BAK.
DO : Saat ini klien terpasang
Pemasangan kateter yang lama
portal of entry bagi mikro organisme
Resiko infeksi
Resiko infeksi traktus urinarius
73
Kurang informasi
tentang TB
Ketidaktahuan klien tentang
perawatan dan pengobatan
1 2 3 4Dower kateter sejak masuk RS, dengan jumlah urine rata-rata / hari menurut keluarga 2000 cc, saat dimonitor out put urine oleh perawat dari pukul 07.00 s.d 11.00 WIB jumlah urine 400 cc, warna kuning kemerahan, jernih.
traktus urinarius
c. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
No Diagnosa KeperawatanDitemukan Dipecahkan
Tanggal Paraf Tanggal Paraf
1
Resiko tinggi penyebaran nfeksi berhubungan dengan masuk dan aktifnya mikroorganisme patogen dalam tubuh.
08-08-2005 12-08-2005
2Gangguan asupan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan anoreksia
08-08-2005 11-08-2005
3
Gangguan pemenuhan ADL : personal hygiene berhubungan dengan keterbatasan aktifitas akibat nyeri dan kelemahan fisik
08-08-2005 09-08-2005
4Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan pada tulang
08-08-2005 10-08-2005
5
Resiko infeksi traktus urinarius berhubungan dengan terpasangnya dower kateter sebagai portal of entry bagi mikro organisme
09-08-2005 10-08-2005
6
Resiko drop out pengobatan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang perawatan dan aturan pengobatan penyakitnya
09-08-2005 10-08-2005
7Gangguan konsep diri : peran berhubungan dengan hospitalisasi
09-08-2005 10-08-2005
74
75
2. PERENCANAAN
No Diagnosa KeperawatanRencana
Tujuan Intervensi Rasional1 2 3 4 5
1 Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan masuk dan aktifnya mikroorganisme dalam tubuh.DS :DO: Hasil rontgen thorax
tanggal 28/7/05 :Tb Milier
Hasil analisa LCS tanggal 28/7/2005 :
Liquor/transudat/eksudatJumlah sel 273 /mm3
Hitung jenis PMN 42 %MN 58 %Nonne positifPandy positifGlukosa 7 mg/dLrotein 600 mg/dLWarna beningKejernihan jernih Mikrobiologi
tanggal 5/8/2005Gram batang positifBTALiquor positif
Tes iritasi meningenLaseque positif
Tupan :Infeksi tuberkulosis tidak menyebarTupen :Tidak menunjukan tanda-tanda penyebaran infeksi setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 hari dengan kriteria : Vital sign dalam
batas normal Kesadaran tetap
alert/kompos mentis Tidak terdapat tanda-
tanda peningkatan tekanan intra kranial Tanda iritasi
meningen negatif Nilai analisa LCS
berangsur normal Tidak menunjukan
adanya proses infeksi tuberkulosis pada organ lain seperti usus dan ginjal
1. Berikan tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan
2. Anjurkan klien untuk menggunakan masker
3. Pertahankan tehnik aseptik dan cuci tangan yang tepat baik klien, pengunjung, maupun staf. Pantau dan batasi pengunjung / staf sesuai kebutuhan.
4. Observasi tanda-tanda vital klien meliputi : tensi, nadi, suhu dan respirasi, setiap 8 jam.
5. Observasi tingkat kesadaran klien setiap hari.
6. Observasi terhadap adanya tanda-tanda peningkatan TIK seperti nyeri kepala.
7. Observasi tanda-tanda iritasi
1. Pada awal fase meningitis, isolasi mungkin diperlukan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain.
2. Mencegah penularan infeksi melalui droplet pada saat klien batuk atau bicara.
3. Menurunkan resiko klien terkena infeksi
4. Keadaan infeksi sistemik dapat mempengaruhi nilai normal tanda-tanda vital seperti peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi dan pertnafasan, peningkatan atau penurunan tekanan darah.
5. Peradangan pada susunan syaraf pusat akan mempengaruhi tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran yang baik merupakan indikator adanya perbaikan.
6. Tanda-tanda peradangan seperti oedema, adanya eksudat jika terjadi pada SSP akan mendesak kedalam yang akan meningkatkan TIK.
7. Menghilangnya tanda-tanda
76
1 2 3 4 5meningen seperti : kaku kuduk, laseque, brudzinski I dan II, kernig sign.
8. Lanjutkan pemberian OAT sesuai dengan program therapi medik.
iritasi meningen merupakan indikator perbaikan klinis pada klien dengan meningitis.
8. OAT akan menghambat pertumbuhan dan membunuh mikobakterium tuberkulosis sebagai agent penyebab.
2 Gangguan asupan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan anoreksiaDS : Klien mengatakan
porsi makan klien biasanya habis tidak lebih dari ½ porsi.
Klien mengeluh mual dan nafsu makan kurang.
Klien mengatakan penurunan berat badan ada sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, penurunan berat badan mencapai 4 kg disertai nafsu makan menurun dan mualDO :
Klien tampak mau muntah saat diberikan makan.
postur tubuh klien tinggi kurus
Hb 10 gr/dL
Tupan :Kebutuhan nutrisi klien terpenuhiTupen :Mual dan anoreksia berkurang setelah diberikan asuhan keperawatan selama 4 hari dengan kriteria : klien mengatakan secara verbal
mual berkurang dan nafsu makan meningkat
klien dapat menghabiskan porsi makan yang diberikan dari RS
klien tidak menunjukan keinginan muntah saat makan
1. Berikan penjelasan tentang penyebab mual dan nafsu makan berkurang serta pentingnya asupan makanan yang adekuat.
2. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik.
3. Libatkan klien dalam penyusunan menu makanan sesuai dengan selera.
4. Lakukan oral hygiene secara teratur minimal 2 kali sehari.
5. Berikan minum air hangat sebelum makan.
6. Berikan makan minimal 1 jam setelah minum OAT.
7. Lanjutkan pemberian terapi anti emetik : Ranitidin
1. Pemahaman tentang penyebab mual dan nafsu makan kurang akan meningkatkan pengertian klien, dan diharapkan klien dapat mengatasi dengan caranya sendiri.
2. Makanan hangat dengan penyajian yang menarik diharapkan akan meningkatkan selera makan.
3. Menu yang sesuai dengan selera klien akan meningkatkan nafsu makan.
4. Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan.
5. Pemberian air hangat sebelum makan akan merangsang pengeluaran enzim pencernaan dimulut.
6. Efek samping OAT dapat menimbulkan rasa mual.
7. Ranitidin bekerja denga melawan reseptor H2 sebagai reseptor HCl sehingga tidak mengaktifkan pengeluaran asam lambung yang berlebihan yang
77
1 2 3 4 5
8. Lanjutkan pemberian terapi suplemen : Curcuma dan Vitamin B6
9. Modifikasi lingkungan agar nyamanuntuk makan
dapat menimbulkan mual.
8. Curcuma dan vitamin B6 disamping dapat menetralisis efek samping OAT sebagai hepato protektor juga dapat meningkatkan nafsu makan dan mengurangi mual.
9. Lingkungan yang kurang nyaman akan menurunkan selera makan.
3 Gangguan pemenuhan ADL : personal hygiene berhubungan dengan keterbatasan aktifitas akibat nyeri dan kelemahan fisikDS : Klien mengatakan selama
dirawat belum pernah mencuci rambut/keramas.
Klien mengatakan selama dirawat belum pernah menggosok gigi, hanya dibersihkan menggunakan kapas lidi oleh perawat.
DO : Rambut tampak kotor dan
teraba lengket.Lidah kotor, gigi geligi kotor
Tupan :Kebutuhan ADL klien terpenuhiTupen :Klien dapat memenuhi kebutuhan ADL: personal hygiene sesuai dengan kemampuannya setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 hari dengan kriteria : Klien dapat menggosok giginya sendiri
dengan bantuan minimal dari perawat Gigi dan lidah klien tampak bersih Rambut klien bersih, rapih dan tidak
lengket Aktifitas klien meningkat seperti makan,
minum, menyisir rambutnya dengan bantuan minimal
1. Kaji ulang tingkat ketergantungan klien terhadap orang lain.
2. Fasilitasi klien untuk melakukan oral hygiene secara mandiri.
3. Bantu klien dalam memenihi kebutuhan personal hygiene yang tidak dapat dilakukan secara mandiri.
4. Berikan reward jika klien mampu melakukan ADL sesuai dengan kemampuannya.
1. Perawat hanya membantu pada tingkat dimana klien tidak dapat melakukannya sendiri bertujuan untuk memandirikan klien.
2. Membantu mengembalikan fungsi klien dalam memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
3. Kelemahan sebagian anggota tubuh membuat klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri total.
4. Memberikan motivasi bagi klien untuk terus meningkatkan kemampuan dirinya dalam melakukan ADL.
4 Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan pada tulangDS : Klien mengatakan nyeri
tangan sebelah kiri dan tidak
Tupan :Nyeri hilang Tupen :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 hari, klien dapat beradaptasi dengan nyeri akibat proses peradangan
1. Kaji ulang tingkat nyeri sebelum melakukan tindakan.
2. Ajarkan klien tentang teknik mengurangi nyeri seperti :
1. Dengan mengetahui tingkat nyeri dapat menentukan tindakan yang tepat.
2. Teknik-teknik ini dapat mengurangi nyeri secara fisiologis baik dalam
78
1 2 3 4 5bisa diangkat, nyeri bertambah jika digerakan dan berkurang jika di istirahatkan, nyeri terutama pada daerah sikut, nyeri dirasakan terus menerus.
DO : Skala nyeri 3 (0-5) Terdapat keterbatasan gerak
pada tangan kiri, terdapat pembengkakan dan klien tampak meringis pada saat dilakukan penekanan pada sendi siku yang bengkak.
Artritis a/r elbow joint sinistra e.c suspek TB.
dengan kriteria : Klien mengungkapkan secara
verbal dapat mengendalikan rasa nyeri nya.
Klien dapat memilih dan mendemonstrasikan salah satu teknik manajemen nyeri non farmakologis
Skala nyeri berkurang dari 3 menjadi 2 (0-5)
3. Anjurkan klien untuk mendemonstrasikan teknik-teknik di atas.
4. Anjurkan klien untuk menggerakan tangannya yang sakit sesuai dengan kemampuan klien.
5. Jika perlu kolaborasikan untuk pemberian analgetik
menghambat impuls nyeri maupun dalam mempersepsikan nyeri.
3. Klien dapat merasakan langsung manfaat dari teknik-teknik manajemen nyeri.
4. Meningkatkan toleransi klien terhadap nyeri, sehingga klien dapat beradaptasi dengan nyeri secara bertahap, dan dapat mencegah terjadinya kontraktur pada sendi-sendi yang tidak sakit (pergelangan tangan dan jari-jari tangan kiri)
5. Analgetik dapat menurunkan ambang nyeri.
5 Resiko infeksi traktus urinarius berhubungan dengan terpasangnya dower kateter sebagai portal of entry bagi mikro organismeDS : Klien mengatakan ada keluhan
nyeri dan panas setelah BAK.DO : Saat ini klien terpasang
Dauer catether sejak masuk RS, dengan jumlah urine rata-rata/hari menurut keluarga 2000 cc, saat dimonitor out put urine oleh perawat dari pukul 07.00 s.d 11.00 WIB jumlah urine 400 cc, warna kuning kemerahan, jernih
Tupan :Infeksi traktus urinarius tidak terjadiTupen :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 hari tidak terdapat tanda-tanda infeksi traktus urinarius dengan kriteria: Klien tidak mengeluh nyeri dan
panas pada saat BAK Klien dapat mengontrol keinginan
miksinya Klien dapat BAK tanpa kateter
1. Kaji adanya tanda dan gejala infeksi traktus urinarius.
2. Lakukan perawatan dower kateter dengan menggunakan antiseptik
3. Lakukan blast trainning.
4. Kolaborasikan untuk pemeriksaan urine rutin.
1. Mangetahui adanya infeksi
sedini mungkin
2. Perawatan dauer kateter dengan menggunakan antiseptik dapat mengurangi terjadinya resiko infeksi.
3. Mengadaptasikan otot-otot blast untuk mengontrol miksi setelah pemasangan kateter.
4. Untuk memastikan ada tidaknya infeksi traktus urinarius dengan melihat karakteristik urine secara makro dan mikroskopik.
79
1 2 3 4 5
5. Kolaborasikan untuk pelepasan dower kateter
5. Menghilangkan faktor resiko terjadinya infeksi traktus urinarius.
6 Resiko drop out pengobatan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit, perawatan dan aturan pengobatan penyakitnyaDS : Klien mengatakan memiliki
riwayat sakit paru-paru diakui klien sejak 1 ½ bulan sebelum masuk rumah sakit tetapi klien menyangkal sakit TBC
Klien juga mengatakan 6 bulan sebelum masuk rumah sakit mengeluh sakit pada sendi sikut yang diduga karena asam urat.
DO : Hasil radiologi dan
laboratorium menunjukan klien terinfeksi Tb
Klien mendapatkan therapi OAT
Tupan :Program pengobatan berhasilTupen :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 hari, klien bertambah pengetahuannya tentang penyakit, perawatan dan aturan pengobatan penyakitnya dengan kriteria : Klien dapat menyebutkan nama
penyakitnya Klien dapat menyebutkan cara
perawatan penyakitnya serta program pengobatannya.
Klien dapat menyebutkan efek samping OAT
Klien dapat menyebutkan dampak negatif jika pengobatan tidak tuntas
Terbentuknya PMO
1. Kaji ulang pengetahuan klien tentang penyakitnya.
2. Berikan informasi tentang penyakit dan program pengobatannya dihubungkan dengan perawatannya, meliputi : Pengertian Cara
perawatan dan diet Program
pengobatan Efek
samping obat Dampak jika
pengobatan tidak tuntas3. Lakukan evaluasi
terhadap klien dan keluarga setelah diberikan pendidikan kesehatan.
4. Bentuk pendamping minum obat (PMO)
1. Mengkaji kebutuhan klien dan keluarga terhadap informasi.
2. Peningkatan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit, program pengobatan dan perawatannya akan meningkatkan motivasi klien untuk berperan aktif dalam perawatan dirinya.
3. Mengkaji pengetahuan klien dan keluarga setelah diberikan penkes.
4. Dengan adanya PMO diharapkan akan menjadi motivator bagi klien untuk tetap menjalankan program pengobatan hingga tuntas serta menjami klien meminum obat secara teratur.
7 Gangguan konsep diri : peran berhubungan dengan hospitalisasiDS : Klien mengatakan merasa
kehilangan perannya selama
Tupan :Fungsi peran klien tidak tergangguTupen : Setelah 2 hari diberikan asuhan keperawatan klien menyadari kondisinya
1. Jelaskan pada klien tentang keadaan klien saat ini
2. Gali keinginan klien saat ini
1. Dengan memahami tujuan perawatan diharapkan klien mendukung proses perawatannya.
2. Untuk mengetahui ideal diri klien saat ini dan yang akan datang.
80
1 2 3 4 5sakit, terutama peran sebagai ibu rumah tangga yaitu mengurus anak-anaknya
Klien mengatakan sering menangis jika ingat anak-anaknya
Klien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa berkumpul lagi dengan anak-anaknya.
DO :Klien dirawat sejak tanggal 27 Juli 2005
saat ini dalam masa perawatan dan pengobatan dan klien dapat beradaptasi dengan peran dan lingkungan yang baru yaitu sebagai pasien RS, dengan kriteria : Klien mengungkapkan
secara verbal perasaannya saat ini. Klien dapat menyebutkan
alasan dirawat di RS dan tidak boleh dijenguk anak-anak
Keluarga dapat meyakinkan klien bahwa peran klien seperti ini hanya sementara.
3. Diskusikan dengan klien tentang peran yang dapat dilakukan selama klien dirawat di RS.
4. Jelaskan pada klien bahwa RS adalah tempat tinggal klien sementara.
5. Libatkan keluarga dalam masalah yang dihadapi klien.
3. Agar klien termotivasi untuk dapat melakukan peran yang lain selama di RS.
4. Agar klien merasa tenang dan tidak merasa diasingkan oleh keluarga.
5. Agar keluarga memahami perasaan dan kesulitan yang dihadapi klien.
81
3. PELAKSANAAN
No Tanggal No DP Implementasi Paraf1 2 3 4 51 08-8-2005
Pukul 08.00
09.30
10.00
1
1
1
1
2
2
2
2
1
Melakukan observasi tanda-tanda vital klien meliputi : tensi, nadi, suhu dan respirasiHasil: TD : 110/70 mmHgNadi : 96 kali / menitSuhu : 36,7o CRespirasi : 24 kali / menit
Melakukan observasi tingkat kesadaran klien Hasil : Kesadaran kualitatif klien Alert/kompos mentis
Kesadaran kuantitatif : GCS 15
Melakukan observasi terhadap adanya tanda- tandapeningkatan TIK seperti nyeri kepala.Hasil : Klien mengatakan saat ini tidak terdapat nyeri kepala
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda iritasi meningen seperti : kaku kuduk, lasegue, brudzinski I dan II, kernig sign.Hasil: Kaku kuduk : negatifBrudzinski : negatifKernig : negatifLaseque : positif
Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dengan menggunakan meja makan klienHasil :
Porsi makan klien habis 1/4 porsi, klien mengatakan tidak nafsu makan.
Memberikan minum air hangat sebelum makan.Hasil : Klien minum air hangat habis 1/4 gelas, klien mengatakan tidak nafsu makan.
Memberikan makan 1 jam setelah minum OAT. Hasil : Klien makan dibantu perawat, hanya habis 1/4 porsi
Memberikan injeksi anti emetik sesuai dengan terapi : Ranitidin Hasil : Klien tidak mengeluh nyeri dan pusing setelah disuntik
Memberikan injeksi anti infalamasi sesuai dengan program terapi : Dexametason 1 ampul / iv.Hasil: Klien tidak mengeluh pusing setelah penyuntikan.
2 09-8-2005Pukul 07.15
1 Memberian OAT sesuai dengan program therapi medik: INH 400 mg / oral Rifampisin 450 mg / oral
82
1 2 3 4 5
07.30
08.00
08.40
10.00
1
1
1
4
4
4
2
1
2
Vitamin B6 50 mg / oral Curcuma 1 tablet / oral
Hasil : Klien mau minum obat, klien masih mengeluhkan adanya mual setelah minum obat.
Melakukan observasi tanda-tanda vital Hasil : TD : 120 / 70 mmHg, N : 88 x / menit, R : 24 x / Menit,
Suhu : 36,9o C
Melakukan observasi tingkat kesadaran Hasil : Kompos mentis, GCS 15
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda iritasi meningen seperti : kaku kuduk, lasegue, brudzinski I dan II, kernig sign.Hasil : Kaku kuduk : negatifBrudzinski : negatifKernig : negatifLasegue : positif
Mengkaji ulang tingkat nyeri sebelum melakukan tindakan. Hasil : Klien tampak sudah dapat beradaptasi dengan nyeri, skala nyeri masih 3 (0-5)
Mengajarkan klien tentang teknik mengurangi nyeri seperti: Relaksasi, Distraksi, Guide Imagery.Hasil: Klien mengatakan akan mencobanya nanti saja sendiri.
Anjurkan klien untuk menggerakan tangannya yang sakit sesuai dengan kemampuan klien.
Hasil: Klien mau mencoba menggerak-gerakan tangannya dengan dibantu oleh perawat, klien mengatakan akan mencobanya lagi dibantu dengan tangan kanannya.
Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dengan menggunakan meja makan klienHasil : Porsi makan klien habis 1/4 porsi, klien mengatakan tidak
nafsu makan.
Memberikan obat OAT setelah makan :Ethambutol 1000 mg / oral, Pyrazinamid 1000 mg / oralHasil : Klien mengatakan tidak ada pusing setelah minum obat, masih ada mual setelah minum obat.
Memberikan injeksi : Ranitidin 1 ampul / iv Hasil : Klien tidak mengeluh nyeri dan pusing setelah disuntik, klien mengatakan mual sudah berkurang
83
1 2 3 4 510.00
10.15
11.00
11.15
11.30
11.45
1
3
3
3
3
2
2
2
6
6
Memberikan injeksi : Dexametason 1 ampul / ivHasil : Klien tidak mengeluh pusing dan nyeri pada daerah obat injeksi dimasukan
Mengkaji ulang tingkat ketergantungan klien terhadap orang lain.Hasil : Klien mengatakan mau mencoba menggosok gigi nya sendiri.
Melakukan oral hygiene secara mandiri dengan bantuan minimal dari perawatHasil : Klien mampu melakukan oral hygiene sendiri yang difasilitasi oleh perawat. klien mengatakan mulutnya terasa segar, gigi dan mulut klien tampak bersih.
Memberikan reward saat klien mampu melakukan ADL sesuai dengan kemampuannya.Hasil : Klien terlihat senang dan tersenyum ketika diberikan pujian.
Mencuci rambut klien di atas tempat tidur Hasil : Klien mengatakan segar, rambut klien tampak bersih dan rapi.
Memberikan penjelasan tentang penyebab mual dan nafsu makan berkurang.Hasil : Klien memahami tentang penyebab mual, klien mengatakan mual terutama dirasakan setelah minum obat tablet
Menyajikan makan siang untuk klien masih dalam keadaan hangatHasil : Klien menghabiskan makanan 3/4 porsi, klien mengatakan mual sudah berkurang
Melibatkan klien dalam penyusunan menu makanan sesuai dengan selera.Hasil : Klien menanyakan selain makan makanan yang diberikan dari RS klien mau makanan dari luar seperti biskuit.
Mengkaji ulang pengetahuan klien tentangpenyakitnya.Hasil : Klien mengatakan penyakitnya saat ini adalah infeksi syaraf, tapi tidak tau nama penyakitnya dan tidak tahu cara program perawatan dan pengobatannya.
Memberikan penkes pada klien tentang penyakit dan program pengobatannya dihubungkan dengan perawatannya, meliputi :
Pengertian Cara perawatan dan diet
84
1 2 3 4 5
12.10
6
5
5
Program pengobatan Efek samping obat Dampak jika pengobatan tidak
tuntasHasil : Klien mengatakan sekarang tahu jika penyakitnya adalah TBC yang dapat menular, dan mengatakan mau berobat hingga tuntas, klien juga mengatakan akan memaksakan makan walaupun mual, takut penyakitnya tidak sembuh.
Melibatkan suami klien untuk menjadi support sistem bagi klien dan menjadi PMOHasil : Suami mengatakan siap untuk mendampingi klien berobat dan ikut bertanggung jawab selama klien minum obat.
Melakukan pengkajian terhadap adanya tanda dan gejala infeksi traktus urinarius.Hasil : Klien mengatakan tidak terdapat nyeri pinggang, nyeri dan panas dirasakan setelah perasaan ingin BAK. Warna urine kuning tua dan jernih, kateter bersih.
Melakukan kolaborasi untuk pelepasan dower kateter.Hasil : Kepala ruangan mengatakan klien sudah layak dibuka kateternya tapi sebelumnya harus dilakukan blast training terlebih dahulu.
85
4. EVALUASI
NO TanggalNo DP
Catatan Perkembangan Paraf
1 2 3 4 51 10-8-2005 1 S :
- Klien mengatakan tidak terdapat nyeri kepala, sendi pada siku tangan kiri masih bengkak dan nyeri.
O :- Kesadaran klien kompos
mentis/alert- Tanda iritasi meningen :
lasegue masih + - Tensi 110/70, N: 88 x / mnt,
S:37oC, R: 24 x / mnt- Sendi siku klien tampak
bengkak.A :- Proses infeksi pada SSP
menunjukan perbaikanP :- Melanjutkan intervensi
meliputi:- Lanjutkan program terapi
dengan OAT- Kaji efek samping pengobatanI :- Memberikan OAT sesuai
dengan program terapi yaitu: INH 400mg/oral, Rifampicin 450mg/oral, dan Vit.B6 diberikan sebelum makan. Ethambutol 1000mg/oral, Pyrazinamid 1000mg/oral dan Curcuma diberikan 1jam setelah makan pagi. Memberikan injeksi Dexametason 1 amp/iv. Mengkaji efek samping dari pemberian obat.
E :- Klien mau minum obat, efek
samping OAT terhadap fungsi hati, hasil SGPT tanggal 9-8-2005 : 327 U/L
R : - Kolaborasikan dengan dokter
untuk pemberian obat OAT yang lebih aman.Hasil :- Program terapi klien dirubah- INH, Rifampisin, Pyrazinamid
di stopn diganti dengan Streptomisin 750mg / im, Ciprofloksasin 2x500mg/hari.
2 10-8-2005 6 S :- Klien mengatakan penyakit
klien adalah TBC yang menyerang otak, paru-paru dan tulang dan bisa menular.
- Klien mengatakan pengobatannya harus rutin sampai tuntas, karena
86
1 2 3 4 5kumannya akan kebal dan lebih susah diobatinya lagi.
- Klien mengatakan pengobatan penyakitnya tidak hanya menggunakan obat tapi harus dengan daya tahan tubuh yang kuat dengan cara makan yang banyak mengandung protein dan zat tenaga seperti telur, ikan, tempe, nasi. Klien juga mengatakan efek samping dari obatnya bisa membuat mual, sakit kepala, gangguan hati. Suami klien mengatakan siap untuk mengantar klien berobat dan mendampingi minum obat.
O :- Klien terlihat mau minum obat
yang disiapkan oleh suaminya. A :- Masalah teratasi
3 10-8-2005 2 S : - Klien mengatakan mual
berkurang, nafsu makan mulai meningkat.O :- Klien menghabiskan lebih dari
3/4 porsi makanan dari RS, klien tidak terlihat akan muntah saat makan
A :- Asupan nutrisi klien berangsur-
angsur meningkatP :- Melanjutkan intevensi sesuai
dengan yang direncanakan yaitu:- Sajikan makanan dalam
keadaan hangat dan menarik.- Libatkan klien dalam
penyusunan menu makanan sesuai dengan selera.- Lakukan oral hygiene - Berikan minum air hangat
sebelum makan.- Berikan makan minimal 1 jam
setelah minum OAT.- Lanjutkan pemberian terapi anti
emetik : RanitidinI :- Menyajikan makanana klien
ketika masih hangat- Memberikan minum air hangat
sebelum makan- Memberikan makan siang klien
setelah minum OAT- Mendamping klien saat makan- Melanjutkan program terapi anti
emetikE :- Mual sudah tidak dirasakan lagi
oleh klien
87
1 2 3 4 5- Nafsu makan klien meningkat- Klien menghabiskan makan
1porsi 4 10-8-2005 3 S :
- Klien mengatakan lebih segar, rambut tidak lengket, klien sudah menggosok giginya sendiri tadi pagi dibantu suami.
O :- Rambut klien tampak bersih,
rapi, dan tidak lengket.- Gigi dan mulut klien terlihat
bersih- Kulit klien terlihat bersih dan
tidak lengketA :- Masalah teratasi
5 10-8-2005 4 S :- Klien mengatakan nyeri masih
ada terutama jika sendi yang bengkak ikut bergerak, klien mengatakan sekarang mampu menahan nyeri, klien mengatakan jika nyeri muncul klien menarik nafas panjang dan ngobrol dengan suaminya nyerinya berkurang.
O :- Skala nyeri 2 (0-5)- Klien mau menggerakan tangan
yang sakit dibantu tangan kanannya, klien tampak menggerakan sendi pergelangan tangan dan jari-jari tangan kiri. Klien tampak lebih beradaptasi dengan nyeri
A : - masalah teratasi
6 10-8-2005 5 S :- Klien mengatakan nyeri dan
panas kencing masih ada- Klien mengatakan selangnya
ingin dicabutO :- Dauer kateter masih terpasang,
urine warna kuning,jernih. Klien tampak meringis jika kateter digerakan.
A :- Masalah belum teratasiP :- Lanjutkan blast trainning I :- Melanjutkan blast trainning
sebelum mencabut kateterMencabut dower kateter -
E :- Klien mengatakan setelah
88
1 2 3 4 5dicabut kateter lebih nyaman, nyeri dan panas setelah BAK tidak ada.
R : S: klien mengatakan setelah dicabut selang lebih
nyaman, nyeri dan panas setelah BAK tidak ada. O: kateter sudahdi lepas, tidak terlihat tanda-tanda iritasi
saat mencabut kateter. A : Masalah klien teratasi setelah dicabut kateter
7 10-8-2005 7 S :- Klien mengatakan merasa
kehilangan perannya selama sakit, terutama peran sebagai ibu rumah tangga yaitu mengurus anak-anaknya
- Klien mengatakan sering menangis jika ingat anak-anaknya
- Klien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa berkumpul lagi dengan anak-anaknya.
O :- Klien dirawat sejak tanggal 27
Juli 2005A :- Gangguan konsep diri : peran
berhubungan dengan hospitalisasiP :- Jelaskan pada klien tentang
keadaan klien saat ini- Gali keinginan klien saat ini- Diskusikan dengan klien
tentang peran yang dapat dilakukan selama klien dirawat di RS.
- Jelaskan pada klien bahwa RS adalah tempat tinggal klien sementara.
- Libatkan keluarga dalam masalah yang dihadapi klien.
I :- Menjelaskan pada klien tentang
keadaannya saat ini- Menggali keinginan klien saat
ini- mendiskusikan dengan klien
tentang peran yang dapat dilakukan di RS- Menjelaskan pada klien bahwa
di RS klien hanya sementara- Melibatkan suaminya dalam
menyelesaikan masalah klienE :- Klien mengatakan mengerti
tujuan dari perawatan di RS untuk mengobati penyakitnya, klien ingin segera sembuh dari penyakitnya, kliem mengerti alasan anaknya tidak boleh dibawa ke RS karena takut tertular.
8 11-8-2005 1 S :
89
1 2 3 4 5- Klien mengatakan tidak ada
demam, nyeri kepalaO :- Kesadaran klien kompos
mentis, tanda vital dalam batas normal TD 110/80mmHg, N: 84 x / menit, R: 20 kali/menit, tanda iritasi meningen lasegue +
A :- Infeksi pada SSP berangsur
membaikP :- Melanjutkan pemberian obat
sesuai programI :- Memberikan obat Ethambutol
1000mg, Curcuma 1tablet/oral, Ciprofloxasin 500 mg / oral sesudah makan, memberikan injeksi Dexametason 1 ampul / iv, melakukakan skin test obat Streptomisin, memberikan injeksi streptomisin 750mg / im.
E :- Klien tidak menunjukan tanda-
tanda alergi seperti gatal-gatal setelah diberikan obat.9 11-8-2005 2 S :
- Klien sudah tidak mengeluh mual, nafsu makan meningkat.
O :- Porsi makan klien selalu habis,
klien terlihat suka makan biskuit yang dibawa dari keluarganya.
A :- Masalah teratasi
10 12-8-2005 1 S :- Klien mengatakan saat ini O :- Tanda vital dalam batas normal- TD: 120/80 N: 88 x / menit S:
36,9oC R: 24 x / menit- Tidak terdapat tanda-tanda
peningkatan TIK- Tingkat kesadaran klien
kompos mentis- Tanda iritasi meningen: lasegue
(-), brudzinski I,II (-), kernig (-), kaku kuduk (-)A :- Masalah teratasi sesuai tupen
90
B. PEMBAHASAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny. A dengan gangguan
sistem persarafan akibat meningitis tuberkulosis di ruang 19 A Perawatan
Penyakit Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Selanjutnya penulis melakukan pembahasan. Dalam pembahasan ini penulis
berpedoman dengan melihat perbandingan antara teori dan kasus yang
terdapat pada BAB II dan BAB III, untuk selengkapnya diuraikan di bawah
ini.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien dan Penanggung Jawab
Menurut konsep teori pentingnya mengkaji identitas pada klien
dengan gangguan sistem persarafan : meningitis tuberkulosis, yang
berhubungan dan mendukung diagnosanya antara lain usia,
pendidikan dan pekerjaan, karena penyakit meningitis tuberkulosis
ini umumnya menyerang pada semua tingkat usia, tersering pada
anak-anak dan usia produktif. Pekerjaan klien dan atau
penanggung jawab dapat menggambarkan status ekonomi keluarga
yang umumnya tergolong ekonomi rendah, sementara pendidikan
akan mempengaruhi pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakit meningitis.
Pada kasus ini klien Ny. A berusia 27 tahun, pekerjaan klien
sebagai karyawan pabrik garmen, dengan pendidikan SMP,
91
sedangkan suami klien selaku penanggung jawab klien tidak
bekerja. Apabila data di atas dihubungkan dengan penyaki klien
sangat relevan, sebagai faktor resikonya adalah status ekonomi
rendah dan didukung oleh faktor pendidikan yang rendah. Dengan
faktor ekonomi yang rendah kemampuan klien dan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan pangan akan rendah pula, maka diperkirakan
status gizi klien kurang yang akan berdampak pada penurunan
daya tahan tubuh klien sehingga rentan terhadap berbagai penyakit
infeksi salah satunya adalah penyakit tuberkulosis (TB).
Rendahnya pengetahuan klien akan berdampak pada kemampuan
klien mengenal masalah kesehatannya, akibatnya infeksi
tuberkulosis yang terabaikan menimbulkan komplikasi keberbagai
jaringan tubuh lainnya seperti tulang dan otak. Selain itu faktor
sanitasi tempat tinggal klien yang berukuran 24m2 di lingkungan
yang padat, selain itu klien bekerja di garmen dalam satu ruangan
dengan pekerja lain serta lingkungan kerja yang penuh debu
mendukung pula terjadinya penyakit infeksi tuberkulosis.
2) Riwayat Kesehatan
Keluhan utama yang mungkin terjadi pada klien dengan
meningitis menurut teori adalah demam, nyeri kepala yang berat,
diikuti oleh penurunan kesadaran dan kejang. Pada kasus Ny. A
keluhan pada saat masuk rumah sakit sesuai dengan teori, namun
ketika dilakukan pengkajian keluhan nyeri kepala, muntah yang
92
proyektil, penurunan kesadaran dan demam tidak ditemukan. Ini
terjadi karena pada saat dilakukan pengkajian klien telah
mendapatkan pengobatan dan perawatan selama 12 hari sehingga
perjalanan penyakit klien menunjukan perbaikan. Sedangkan
keluhan utama pada Ny. A saat dilakukan pengkajian adalah nyeri
pada siku tangan sebelah kiri dengan skala nyeri 3 (0-5) disertai
pembengkakan, yang disebabkan oleh artritis tuberkulosis hal ini
karena sudah terjadi penyebaran infeksi tuberkulosis pada tulang.
Pada tinjauan teori dikatakan riwayat kesehatan dahulu yang
berhubungan dengan meningitis adalah adanya riwayat infeksi
saluran nafas atas, mastoiditis, otitis media, trauma kepala, dan
penyakit sistemik lain seperti demam tifoid, khusus pada
meningitis tuberkulosis didapatkan riwayat kontak dengan
penderita penyakit tuberkulosis atau riwayat sakit TBC. Pada kasus
klien Ny. A riwayat sakit TBC dan kontak dengan penderita TBC
disangkal oleh klien, namun didapatkan informasi dari klien
adanya riwayat berkeringat malam sejak 2 tahun yang lalu, riwayat
demam menjelang dibawa ke rumah sakit dan penurunan berat
badan. Perbedaan ini terjadi karena penyakit tidak dirasakan oleh
klien.
Dalam riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan
meningitis adalah adanya anggota keluarga yang memiliki penyakit
TBC, karena TBC merupakan penyakit infeksi menular dan
93
umumnya kontak lama dengan penderita sebagai penyebab
meningitis tuberkulosis. Namun pada kasus Ny. A klien dan
keluarga menyangkal adanya penderita TBC di keluarganya. Tetapi
mungkin saja keluarga tidak menyadari adanya anggota keluarga
lain yang menderita penyakit TBC, karena tidak pernah melakukan
check-up kesehatan atau klien mendapatkan penularan penyakit
tuberkulosis dari orang lain di luar lingkungan rumahnya seperti
tempat kerja. Apabila melihat tingkat pendidikan klien dan status
ekonomi yang rendah mungkin mempengaruhi klien dalam
menggambarkan konsep sehat-sakit, terbukti klien masuk rumah
sakit setelah terjadi komplikasi.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem pernafasan
Pada konsep meningitis umumnya terjadi perubahan pola nafas
cepat dan dangkal, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
adanya pernafasan cuping hidung, retraksi dada positif, adanya
batuk berdahak dan ronkhi positif. Pada klien Ny. A semuanya
tidak ditemukan kecuali adanya ronkhi pada kedua lapang paru
sebagai manifestasi tuberkulosis paru millier, hal ini karena
proses infeksi tuberkulosis SSP pada klien Ny. A telah
mengalami perbaikan sehingga eksudat sebagai hasil dari
proses peradangan tidak menekan pada medulla oblongata
sebagai pusat pengatur pernafasan.
94
b) Sistem kardiovaskuler
Secara teori pada kasus meningitis biasanya didapatkan adanya
peningkatan atau penurunan tekanan darah, nadi lemah yang
berlanjut dengan akral dingin, adanya sianosis serta capillary
refil time lebih dari 3 detik. Pada kasus klien Ny. A tidak
ditemukan penigkatan atau penurunan tekanan darah, volume
nadi, maupun sianosis. Dampak di atas biasanya terjadi pada
klien meningitis grade III dengan tanda-tanda syok, sedangkan
klien masuk ke rumah sakit pada grade II dan tidak berlanjut
pada grade III setelah mendapatkan perawatan dan pengobatan
selama 12 hari.
c) Sistem pencernaan
Pada sistem pencernaan secara konseptual ditemukan keluhan
gangguan refleks menelan akibat kerusakan atau kompresi pada
nervus vagus, mual akibat peningkatan kadar HCl, muntah
proyektil akibat peningkatan tekanan intrakranial. Pada kasus
klien Ny. A ditemukan adanya mual dan nafsu makan
menurun, keluhan ini lebih diakibatkan karena efek samping
dari pengobatan.
d) Sistem perkemihan
Secara konsep meningitis akan berdampak pada sistem
urinaria, yaitu terjadi retensi urine atau inkontinensia urine,
pada kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena
95
proses katabolisme terutama jika dalam kondisi kaheksia. Pada
kasus klien Ny. A tidak terjadi retensi urine maupun
inkontinensia, karena klien terpasang dower kateter sehingga
keluhan retensi dan inkontinensia urine tidak dapat di kaji, dan
tidak didapatkan albuminuria.
e) Sistem muskuloskeletal
Pada konsep disebutkan terjadi kelemahan otot, akibat
kerusakan neuromuskuler yang akan berdampak pada
kelemahan fisik secara umum. Pada kasus klien Ny. A
ditemukan adanya kelemahan otot pada ekstremitas atas kiri,
selain itu terdapat nyeri pada sendi siku tangan sebelah kiri
yang disebabkan adanya proses peradangan akibat penyebaran
penyakit pada tulang (artritis tuberkulosis).
f) Sistem integumen
Secara konsep pada klien meningitis terdapat peningkatan suhu
tubuh dan kerusakan integritas kulit akibat tirah baring yang
lama, namun pada kasus klien Ny. A tidak ditemukan
peningkatan suhu tubuh hal ini dikarenakan klien sudah
mendapatkan perawatan dan pengobatan sehingga proses
infeksi sistemik yang dimanisfestasikan dengan hipertermia
tidak muncul, sedangkan gangguan integritas kulit klien akibat
tirah baring lama tidak terjadi karena klien sering melakukan
96
mobilisasi dengan cara merubah posisi tidur miring kekiri dan
kekanan.
g) Sistem persarafan
Pada sistem persarafan klien meningitis biasanya mengeluhkan
adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran, tanda-tanda iritasi
meningen seperti kaku kuduk, brudzinski I-II, kernig dan
laseque, kerusakan nervus kranial II, III, IV, VI,VII, VII. Pada
kasus klien Ny. A tanda iritasi meningen yang masih ada yaitu
tanda laseque, dan kelumpuhan pada nervus VI sementara
tanda yang lainnya tidak ditemukan. Ini terjadi karena pada saat
pengkajian klien sudah mendapatkan perawatan dan
pengobatan selama 12 hari, sehingga proses infeksi pada sistem
saraf pusat sudah mengalami perbaikan. Akan tetapi pada
riwayat kesehatan sekarang ditemukan adanya tanda-tanda
diatas seperti nyeri kepala, kaku kuduk, Brudzinski I-II,
laseque, kernig dan penurunan kesadaran.
4) Pola Aktifitas Sehari-hari
(a) Nutrisi
Pada penyakit meningitis tuberkulosis secara konsep dapat
terjadi perubahan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi yang
disebabkan karena stimulasi nervus vagus sehingga klien
mengalami kesulitan dalam menelan, mual, muntah, nafsu
makan menurun. Selain itu pada klien meningitis dengan
97
kesadaran yang menurun merupakan indikasi pemasangan naso
gastrik tube (NGT) sehingga terjadi perubahan pola dalam
pemenuhan nutrisi. Pada kasus klien Ny. A saat dilakukan
pengkajian tidak terdapat kesulitan menelan, muntah proyektil,
pemasangan NGT. Adanya keluhan nafsu makan berkurang
dan mual lebih disebabkan akibat efek samping dari
pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT), dibuktika dengan
klien merasa mualnya bertambah setelah minum obat anti
tuberkulosis.
(b) Eliminasi
Menurut konsep pada klien dengan infeksi meningitis dapat
terjadi retensi atau inkontinensia urine. Penulis tidak
menemukan adanya gejala tersebut karena klien terpasang
dower kateter sehingga gelala retensi dan inkontinensia sulit
dipantau.
Pada eliminasi BAB dapat ditemukan adanya konstipasi akibat
tirah baring yang lama berdasarkan konsep teori, namun tidak
ditemukan pada kasus klien Ny. A. Ini terjadi karena klien
sering melakukan mobilisasi ditempat tidur, dan konsumsi
nutrusi klien saat ini cukup mengandung serat.
(c) Istirahat tidur
Berdasarkan teori pada klien dengan meningitis dapat terjadi
gangguan tidur akibat adanya nyeri kepala dan sesak nafas
98
sebagai mecanoreseptor pada reticular activating system
(RAS). Pada kasus klien Ny. A tidak ditemukan adanya
keluhan gangguan tidur karena keluhan nyeri kepala dan sesak
nafas tidak dirasakan oleh klien.
(d) Personal hygiene
Pada klien dengan meningitis umumnya terjadi penurunan
kesadaran dan atau terdapat defisit neurologik fokal seperti
hemiplegi, hemiparese, pada ekstremitas yang dapat
mengganggu pergerakan klien sehingga klien tidak mampu
memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri. Kasus
klien Ny. A ditemukan adanya gangguan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene namun bukan akibat penurunan
kesadaran tetapi disebabkan oleh nyeri dan kelemahan pada
lengan kiri akibat artritis tuberkulosis dan ketakutan klien
untuk melakukan ADL.
5) Aspek Psikologis
Pada kasus klien Ny. A ditemukan adanya gangguan konsep diri
peran karena klien dirawat sudah cukup lama sementara klien
memiliki anak yang berusia 8 bulan.
6) Aspek Spiritual Dan Sosial
Menurut teori pada klien meningitis dapat mempengaruhi aspek
sosial dan spiritual klien seperti tidak tanggap terhadap aktifitas
lingkungan sekitar dan sering kali tidak menerima keadaannya,
99
serta harapan sembuh yang kurang. Pada kasus Ny. A tidak
didapatkan gejala-gejala diatas, klien dapat bersosialisasi dengan
baik diruangan, klien juga masih memiliki harapan kesembuhan
yang tinggi, hal ini karena dukungan dari suami (support system)
dan koping klien diterganggu karena klien tampak sudah menerima
keadaan sakitnya.
7) Data Penunjang
Secara teotitis data penunjang yang biasa ditemukan pada klien
dengan meningitis adalah sebagai berikut :
a) Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukosit yang
meningkat
b) Pemeriksaan lumbal punksi ditemukan adanya peningkatan
jumlah sel, peningkatan protein,dan penurunan kadar gula LCS.
c) Pada thorak foto ditemukan adanya infeksi saluran pernapasan
d) Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat kelainan otak
Pada klien Ny. A tidak ditemukan peningkatan leukosit, foto
thorak ditemukan adanya infeksi TBC millier, pemeriksaaan
lumbal punksi ditemukan adanya penigkatan kadar protein,
jumlah sel , dan penurunan glukosa liquor.
b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan konsep yang ada kemungkinan diagnosa yang muncul
pada klien dengan meningitis adalah :
100
1) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
tingkat kesadaran.
2) Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hiperthermi berhubungan
dengan proses inflamasi.
3) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama.
4) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak
akibat kelemahan atau kerusakan neuromuskuler.
5) Gangguan rasa aman: cemas keluarga berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan
akhir dirumah.
6) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses
invasi kuman patogen secara hematogen.
7) Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan
penurunan kesadaran.
8) Resiko tinggi terhadap injuri/trauma berhubungan dengan adanya
kejang akibat iritasi kortek serebral.
9) Resiko tinggi kekurangan volume cairan: dehidrasi
berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral
dan peningkatan suhu tubuh.
Pada kasus Ny. A penulis menemukan tujuh diagnosa keperawatan,
dua diantaranya sesuai dengan teori, yaitu :
101
1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan masuk dan
aktifnya mikroorganisme dalam tubuh.
2) Gangguan asupan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual dan anoreksia.
Diagnosa yang tidak sesuai dengan konsep rencana asuhan
keperawatan pada klien meningitis adalah :
1) Gangguan pemenuhan ADL : personal hygiene berhubungan
dengan keterbatasan aktifitas akibat nyeri dan kelemahan fisik.
2) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya proses
peradangan pada tulang.
3) Resiko infeksi traktus urinarius berhubungan dengan terpasangnya
dower kateter sebagai portal of entry bagi mikro organisme.
4) Resiko drop out pengobatan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan klien tentang perawatan dan aturan pengobatan
penyakitnya.
5) Gangguan konsep diri : peran berhubungan dengan hospitalisasi
Diagnosa keperawatan pada kasus Ny. A yang tidak diangkat
berdasarkan teori yaitu:
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
tingkat kesadaran. Karena pada saat pengkajian kesadaran klien
dalam keadaan kompos mentis, dan tidak didapatkan akumulasi
sekret sehingga tidak ditemukan adanya gangguan pola nafas.
102
2) Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hipertermi berhubungan
dengan proses inflamasi. Tidak diangkat karena pada klien Ny. A
saat dilakukan pengkajian tidak terdapat peningkatan suhu tubuh.
3) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama. Tidak diangkat karena pada saat dikaji klien
tidak terdapat tanda-tanda gangguan integritas kulit, walaupun
klien aktifitasnya di tempat tidur klien sering merubah posisi nya
sendiri.
4) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak
akibat kelemahan atau kerusakan neuromuskuler. Pada klien Ny. A
tidak diangkat karena sudah tercakup dalam diagnosa gangguan
ADL.
5) Gangguan rasa aman: cemas keluarga berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan
akhir dirumah. Tidak diangkat karena klien tidak terdapat data
yang mengarah pada kecemasan karena ketidaktahuan terhadap
penyakitnya, penulis mengangkat ketidak tahuan terhadap
penyakitnya pada diagnosa resiko drop out pengobatan.
6) Resiko tinggi terhadap injuri/trauma berhubungan dengan adanya
kejang akibat iritasi kortek serebral. Tidak diangkat karena klien
tidak mengalami kejang maupun penurunan kesadaran.
7) Resiko tinggi kekurangan volume cairan: dehidrasi
berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral
103
dan peningkatan suhu tubuh. Tidak diangkat karena klien dapat
minum melalui oral, dan mendapatkan masukan cairan melalui
intra vena. Selain itu klien tidak mengalami peningkatan suhu
tubuh dan hiperventilasi.
2. Perencanaan
Pada tahap ini penulis menyusun rencana tindakan untuk
memecahkan masalah yang ada disesuaikan dengan kemampuan, situasi,
dan kondisi dasar temuan dilapangan dengan tetap mengacu pada konsep
teori perencanaan.
Perencanaan yang disusun oleh penulis adalah sebagai berikut:
a. Pada diagnosa keperawatan yang
pertama penulis menetapkan rencana tindakan agar klien dilakukan
isolasi untuk mencegah penularan terhadap klien lain. Selain itu
klien dianjurkan untuk menggunakan masker namun karena
keterbatasan sarana klien hanya menutup mulut saat klien batuk.
Untuk mencegah penyebaran infeksi pada organ lain klien
dianjurkan untuk minum obat secara teratur.
b. Diagnosa keperawatan yang ke-2
penulis menetapkan tujuan jangka pendek yaitu agar asupan nutrisi
klien sesuai dengan kebutuhan, dengan cara menghilangkan faktor-
faktor yang diduga sebagai penyebab serta membantu meningkatkan
nafsu makan klien dengan melakukan oral hygiene dan modifikasi
104
teknik penyajian. Sehingga rencana tujuan dapat dicapai dalam
waktu 4 hari dengan indikator keberhasilan klien dapat
menghabiskan porsi makan yang telah ditetapkan.
c. Pada diagnosa keperawatan ke-3
penulis menetapkan tujuan agar kebutuhan ADL klien terpenuhi,
dengan mengoptimalkan kemampuan klien. Sehingga perawat hanya
memfasilitasi klien dalam memenuhi kebutuhan ADL-nya dan
menolong klien sebatas ketidakmampuannya. Adapun kriteria
waktunya penulis menetapkan satu hari, karena setelah intervensi
masalah klien teratasi sesuai tujuan jangka pendek.
d. Penetapan tujuan jangka pendek
pada diagnosa yang ke-4 lebih ditekankan pada kemampuan klien
beradaptasi dengan nyeri, bukan menghilangkan nyeri karena nyeri
yang dirasakan klien bersifat kronis. Penetapan waktu 5 hari karena
tujuan penulis tidak menghilangkan nyeri tetapi mengadaptasikan
klien dengan nyeri.
e. Tujuan pada diagnosa
keperawatan ke-5 agar tidak terjadi infeksi traktus urinarius, penulis
menetapkan tindakan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
klien. Merencanakan pengangkatan dower kateter karena klien sudah
sadar dan dapat mengontrol keinginan miksi sekaligus
menghilangkan portal of entry bagi mikro organisme, sehingga
105
penulis menentukan pecapaian tujuan dalam waktu 2 hari untuk blast
training yang dilanjutkan dengan pengangkatan dower kateter.
f. Pada diagnosa keperawatan yang
ke-6 tujuan jangka pendek penulis agar pengetahuan klien
bertambah, diharapkan klien mengerti tentang penyakit, perawatan
dan pengobatannya sehingga klien dengan kesadaran sendiri
menghindari drop out selama program pengobatan, selain itu
melibatkan keluarga sebagai support system bagi klien. Penulis
dalam diagnosa keperawatan ini menetapkan kriteria waktu 1 hari
karena tujuan jangka pendeknya adalah menekankan pada perubahan
aspek kognitifnya.
g. Tujuan jangka pendek pada
diagnosa keperawatan yang ke-7 yaitu agar klien mengerti tentang
maksud dan tujuan dari perawatan klien di rumah sakit, dengan
harapan klien dapat beradaptasi terhadap perubahan peran yang
dialaminya. Penulis menetapkan kriteria waktu hanya satu hari,
karena ini dapat di atasi dengan komunikasi terapeutik sehingga
klien mengerti maksud dan tujuan hospitalisasi.
3. Pelaksanaan
Tahap pelaksaanaan adalah tindak lanjut dari perencanaan
keperawatan. Dalam merawat klien dengan resiko penyebaran infeksi
106
seharusnya klien dilakukan isolasi, hal ini tidak dapat dilakukan karena
tidak terdapat fasilitas di ruangan.
Pada masalah pemenuhan kebutuhan ADL klien, penulis melakukan
intervensi dengan pendekatan konsep keperawatan dari Orem, dimana
klien diberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri
dan perawaaat memberikan bantuan sesuai dengan tingkat ketergantungan
klien.
4. Evaluasi
Pada saat melakukan evaluasi akhir, dari tujuh masalah yang diangkat
semua dapat diselesaikan sesuai dengan kriteria tujuan jangka pendek
karena perawatan dan pengobatan yang diberikan kepada klien adekuat
serta didukung oleh motivasi yang kuat dari klien dan keluarga.
107
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. A dengan
gangguan sistem persarafan akibat meningitis tuberkulosis di ruang 19 A
perawatan penyakit saraf wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin
Bandung yang dilaksanakan selama 5 hari mulai tanggal 08 Agustus sampai
dengan tanggal 12 Agustus 2005 dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dari setiap tahap
proses keperawatan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pada klien dengan gangguan sistem persarafan : meningitis tuberkulosis
perlu dilakukan secara menyeluruh walaupun keadaan umum klien sudah
membaik, karena diagnosa keperawatan tidak tergantung pada diagnosa
medik. Klien yang secara klinis menunjukan perbaikan tidak menutup
kemungkinan masalah keperawatan yang muncul diluar rencana asuhan
keperawatan menurut konsep akan lebih kompleks, karena keunikan
108
individu dalam merespon perubahan fungsi tubuhnya. Selain itu ada
beberapa diagnosa keperawatan yang seharusnya tidak perlu muncul
apabila klien mendapatkan informasi yang jelas dan benar tentang
penyakit, cara perawatan dan pengobatannya.
2. Perencanaan
Dalam menyusun rencana keperawatan yang diberikan pada klien
dengan gangguan sistem persarafan harus disesuai dengan kemampuan,
kondisi dan sarana yang ada dengan tetap berorientasi pada masalah
klien, agar rencana keperawatan tersebut dapat dilaksanakan baik oleh
perawat maupun oleh klien dan keluarganya, serta dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan dari rencana keperawatan
yang telah disusun oleh penulis hampir seluruhnya dapat dilaksanakan,
walaupun ada beberapa rencana yang tidak dapat dilakukan karena
keterbatasan sarana seperti memisahkan klien pada ruangan tersendiri
untuk menghindari adanya penularan kepada klien lain. Selain itu
keadaan klien yang sudah membaik merupakan faktor pendukung untuk
memandirikan klien sesuai dengan kemampuannya, karena ini akan
mengurangi tingkat ketergantungan klien terhadap orang lain sehingga
akan mengurangi perasaan tidak berdaya pada diri klien dan perawat
tidak melakukan tugasnya sebagai rutinitas.
3. Pelaksanaan
109
Pada tahapan ini penulis melakukan tindakan keperawatan kepada
klien Ny.A sesuai dengan rencana yang telah dibuat dengan melibatkan
klien dan keluarga secara aktif. Penulis tidak menemukan banyak
hambatan dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai faktor
pendukung kelancaran pelaksanaan tindakan karena adanya dukungan
dari seluruh perawat ruangan.
Pada pemasangan alat yang invasif perawat perlu tanggap terhadap
respon klien akibat pemasangan alat tersebut dan disesuaikan dengan
indikasi dan kebutuhan klien sehingga tidak mengurangi kenyamanan
klien dan menghindari dampak negatif dari pamasangan alat tersebut,
misalnya pemasangan dower kateter.
4. Evaluasi
Masalah-masalah keperawatan yang terdapat pada klien Ny. A
semuanya sudah dapat diatasi sesuai dengan kriteria evaluasi pada
tujuan jangka pendek yang ditetapkan oleh penulis, tercapainya tujuan
ini karena adanya kerjasama dengan klien, keluarga dan tim kesehatan
yang lain.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis merekomendasikan
beberapa hal diantaranya :
1. Perawat ruangan diharapkan memberikan informasi secepatnya kepada
klien setelah diagnosa ditegakkan, mengingat penyakit klien adalah
110
penyakit menular sehingga resiko penularan penyakit pada orang lain
dapat dicegah sedini mungkin.
2. Perawat harus cepat tanggap terhadap respon klien akibat pemasangan
alat invasif yang sebetulnya tidak diperlukan lagi seperti pemasangan
dower kateter.
3. Dalam melakukan tindakan perlu untuk memandirikan klien sesuai
dengan kemampuannya apabila tidak ada kontra indikasi medik untuk
menghindari perasaan tidak berdaya pada diri klien.
4. Rumah sakit perlu mempertimbangkan adanya ruang isolasi di
ruang 19 A, karena diantara penyakit saraf non bedah terdapat
penyakit menular dan tidak menular.
111
Recommended