7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
1/31
Asuhan Keperawatan CVD (Stroke)
TINJAUAN TEORI
1. PENGERTIAN CVD adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak , sehinggan mengakibatkan seseorangmenderita kelumpuhan atau kematian . (Fransisca B. Batticaca)
2. ETIOLOGI 1. Trombosis2. Embolus3. Ruptura dinding pembuluh darah.4. Arterosklerosis5. Arteritis6. Trauma7. Aneurisme8. Hipertensi
3. KLASIFIKASI Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan srtoke meliputi :
a. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subrakhnoid. Disebabkan
oleh
pecahnya pembluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien
umumnya
menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trumakapitis , disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri , vena, dan kapiler (Djoenaidi
Widjaja et. Al, 1994). Perdarahan otak dibagi dua yaitu :
a. Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk kedalam jarinagan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat , dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, thalamus, pons,dan serebellum.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
2/31
b. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisa dan cabang-cabangnya yang terdapat
diluar parenkim otak (Juwono,1993). Pecahnya arteri dan keluarnay keruang subarachnoid
menyebabkan TIk meningkat mendadak, merengangnya struktur peka nyeri , dan vasospasme
pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Perdarahan subarachnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan , mencapai
puncaknya har ke -5 sampai dengan ke- 9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai
dengan ke-5. Timbulnya vasospamr diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri diruang
subrakhnoid.
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O dan glukosa otak dapat terpenuhi . energy
yang dihasilkan didalam sel saraf hamper seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan O sehingga jika ada kerusakan atau kekuragna aliran darh otak walau
sebentar akan menyebabkan ganguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolism otak, tidak boleh kurang dari20 mg% karena akan
menimbulkan koma.kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala disfungsiserebri.
Pada saat otak hipoksia , tubuh berusaha memenuhi O melalui proses metabolic anaerob,
yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
b. Stroke nonhemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebri biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur,atau dipagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
3/31
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan
meningeal
+/- +++
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
Perbedaan stroke nonhemoragik dan hemoragik
Gejala (Anamnesa) Stroke nonhemoragik Stroke hemoragik
Awitan (onsel) Sub-akut kurang Sangat akut/ mendadak
Waktu (saat terjadi awitan) Mendadak Saat aktivitas
Peringatan Bangun pagi/ istirahat _ .
Nyeri kepala + 50% TIA +++
Kejang +/- +
Muntah - +
Kesadaran menurun -
Kadang sedikit
+++
Koma/kesadaran menurun +/- +++
Kaku kuduk - ++
Tanda kering - +
Edema pupil - +
Perdarahan retina - +
Bradikardia Hari ke 4 Sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya
aterosklerosis, diretina,
koroner, perifer, emboli,
pada kelainan katub,
fibrilasi, bising karosis.
Hampir selalu hypertensi,
ateroklerosis, penyakit
jantung, hemolisis (HHD)
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
4/31
Pemeriksaan darah pada LP - +
Rontgen + Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneorisma, AFM, masainta hemisfer vasospsme
CT Scan Densitas berkurang (lesi
hipodensi)
Masa intra cranial densitas
bertambah (lesi hyperdensi)
Oftalmoskop Fenomena silang silver
wire art
Perdarahan retina atau
perfus vitreum
Lumbal fungsi
TekananWarna
Eritrosit
NormalJernih
< 250/mm 3
MeningkatMerah
>100/mm 3
Arteriografi Okulsi Ada pergeseran
EEG Ditengah Bergeser dari bagian tengah
Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :1 . TIA. Gangguan neurologis local yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam.
2 . Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3 . Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen.
Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
4. MANIFESTASI KLINIS Dihubungkan dengan efisiensi aliran darah ke otak :
1. Vertebro-basilaris (sirkulasiposterior)2. Kelemahan pada satu/keempat anggota gerak.3. Peningkatan reflek tendon4. Ataksia5. Tandababinski bilateral.6. Disfagia7. Disartria
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
5/31
8. Sinkop,strupor, koma,pusing,gangguan daya ingat.9. Gangguan pengelihatan(diplopia,distagmus,ptosis,paralisis dari gerakan satu mata.)10. Muka baal.
Arteriakarotis interna (sirkulasi anterior)
1. buta satu mata yang episodik (amaurosis fugaks)2. tangan terasa lemas dan baal3. afasia ekspresif
arteri serebri anterior (gejala primer adalah untuk perasaan kacau)1. kelemahan kontra lateral lebih besar pada tungkai,gerakan voluntar pada tungkai terganggu.2. Gangguan sensorik kontra lateral.3. Demensia,refleks mencekak dan patologis (disfungsi lobusfrontalis)
Arteria serebri posterior (dalam lobus mensefalon/thalamus)1. Koma2. Hemifaresis kontralateral.3. Afasia visual/buta kata (alexia)4. Kelumpuhan syaraf otak ketiga
Arteri serebri media1. Monopharesis/hemiparesis kolateral (mengenai lengan)2. Kadang hemianopsia kontralateral (kebutaan).3. Afasia global (kalo hemisfer dominan kena gangguan sama pasien dengan percakapan /
komunikasi)4. Disfagia
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. CT-SCAN
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
mendiagnosis adanya lesi dengan diameter 1,5mm / lebih besar
2. Pemeriksaan darah :
- Uji antibodi, antifosfolipid, protein C dan protein S plasma.- Uji koagulasi dan homeostatis.- Glukosa darah,BUN (nitrogen urea darah)- Darah lengkap : LED,homosistein serum saat puasa.- Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
3. PEMERIKSAAN JANTUNG- Sinar ultra dada- Ekokardiogram
- Ekokardiogram transesofagus- EKG
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
6/31
4. Pemeriksaan karotis- Doppler transkranial dan duplex karotis
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena( masalah sistem karotis)- EEG (bila kejang)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak.
- Fungsi Lumbal (bila hemoragi subaraknoid dicurigai dan CT-Scan negatif).Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya
hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama
- Angiografi Serebri Membantu menentukkan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena
atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
7/31
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut :
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan lendir,oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi
dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin. Posisi klien
harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.Pengobatan konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya
pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial.
3. Medikasi anti trombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting
dalam pembentukan trombus, dan embolisasi. Antiagregasi trombosis seperti aspirin
digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah
ulserasi alteroma.
4. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis
atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskular.
Pengobatan pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan
oleh klien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
7. KOMPLIKASI Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini
dapat dikelompokkan berdasarkan :1. Dalam hal imobilisasi : infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan tromboflebitis.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
8/31
2. Dalam hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas, dan terjatuh.
3. Dalam hal kerusakan otak : epilepsy dan sakit kepala.
4. Hidrosefalus.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
9/31
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CVD
a. Pengkajian
a. Anamnesis
b. Riwayat penyakit Sekarang
c. Riwayat Penyakit Dahulu
d. Riwayat Penyakit Keluarga
b. Pemeriksaan Fisik
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
o Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami gangguan,
yaitu sukar mengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat denyut nadi bervariasi Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada
klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak
ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan. Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering
terjadi pada klien stroke. TD biasanya terjadi peningktan dan bisa terdapat adanya hipertensi
masif TD > 200mmHg.
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
( sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian
B3 merupakan pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
10/31
o Ti ngkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk membuat peringkat perubhan dalam
kewaspadaan dan kesadaran.
Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaiaan
GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
o F ungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien,
observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik di mana pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Fungsi intelektual: didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa
kasus klien mengalami kerusakan otak, yaitu kesukaran untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan bahasa tergantung dari daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior ( area wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian
posterior dari girus frontalis inferior (area broca) didapatkan disfagia ekspresif di mana klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
Disatria (kesulitan berbicara) ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
( ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya) seperti terlihat
ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
Lobus frontal: kerusakaan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan klien ini menghadapi
masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin
diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
11/31
lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi,
dendam, dan kurang kerja sama.
Hemisfer: stroke hemisfer kanan menyebabkabkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke
sisi yang berlawanan tersebut. Stroke pada hemisfer kiri, mengalami hemiparese kanan,
perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan lapang pandang sebelah kanan, disfagia global,
asafia, dan mudah frustasi.
o Pemer iksaan saraf kr anial
Saraf I : biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan fungsi penciuman.
Saraf II: Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer di antara mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial ( mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spesial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokan pakaian bagian tubuh.
Saraf III, IV, dan VI: Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
Saraf V: Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral dan kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus internus dan eksternus.
Saraf VII: Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang sehat.
Saraf VIII: Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X: Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
Saraf XI: Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII: Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan
normal.
o Sistem motorik
Stroke adalah: penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi yang berlawanan dari otak.
Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
12/31
Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstermitas.
Tonus otot didapatkan meningkat.
Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan otot pada sisi yang sakit
didapatkan nilai 0.
Keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.
o Pemeri ksaan Refl eks
- Pemeriksaan Refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat
refleks pada respons normal.
- Pemeriksaan Refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis.
o Gerakan involuter
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic (kontraksi saraf berulang), dan distonia. Pada
keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke
disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal
kortikal yang peka.
o Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi (defisit sensorik pada satu sisi tubuh). Persepsi adalah
ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensai. Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jarak sensorik primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual
spesial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spesial) sering terlihat pada
klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Kehilangan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
mungkin lebih berat, dengan kehilangan proprioseptif ( kemampuan untuk merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli visual, taktil,
dan auditorius.
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasi kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang
kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
13/31
kateterisasi intermiten dengan teknik steril: intokontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, dan muntah pada
fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atasvmelintas, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisin tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas
pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus, terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktvtas dan istirahat.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
14/31
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut :
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan lendir,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin. Posisi klien
harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan konservatif
5. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya
pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
6. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial.
7. Medikasi anti trombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan trombus, dan embolisasi. Antiagregasi trombosis seperti
aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadisesudah ulserasi alteroma.
8. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis
atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskular.
Pengobatan pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh klien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
15/31
A. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intra kranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdaran intraserebri,oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret,kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkatkesadaran.
4. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparise/ hemiplegia,kelemahan neuromuscular pada ekstremitas
5. Resiko tinggi cidera yang berhubungan dengan penurunan luas lapang pandang, penurunan sensasi rasa (panas,dingin)
6. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang lama7. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control/koordinasi otot.8. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan padaarea bicara pada hemisfer otak, kehilangan control tonus otot fasial atau oral, dankelemahan secara umum.
9. Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengankelemahan otot dalam mengunyah dan menelan
10. Ketakutan yang berhubungan dengan parahnya kondisi.
A. Rencana Intervensi
Diagnosa 1 :
Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume intracranial,
penekanan j aringan otak, dan edema serebri .
Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klien
Kriteria hasil :Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah,
GCS: 4,5,6, tidak terdapat papilledema. TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan
individu/penyebab koma/ penurunan
perfusi jaringan dan kemungkinan
penyebab peningkatan TIK.
Deteksi dini untuk memprioritaskan
intervensi, mengkaji status
neurologis/tanda-tanda kegagalan untuk
menentukan perawatan kegawatan atau
tindakan pembedahan.
Memonitor tanda-tanda vital setiap 4 jam Dengan peningkatan tekanan darah
(diastolic) maka dibarengi dengan
peningkatan tekanan darah intracranial.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
16/31
Adanya peningkatan tekanan darah,
bradikardi, disritmia, dyspnea merupakan
tanda terjadinya peningkatan TIK.
Evalusi pupil Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari
bola mata merupakan tanda dari gangguan
saraf jika batang otak terkoyak.
Keseimbangan saraf antara simpatis dan
parasimpatis merupakan respon reflex saraf
kranial.
Monitor temperature dan pengaturan suhu
lingkungan.
Panas merupakan reflex dari hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan
O2 akan menunjang peningkatan TIK.
Pertahankan kepala/ leher pada posisi yang
netral, usahakan dengan sedikit bantal.
Hindari penggunaan bantal yang tinggi
pada kepala.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat
menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak
(menghambat drainase pada vena serebri)
sehingga dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.
Berikan periode istirahat antara tindakan
perawatan dan batasi lamanya prosedur.
Tindaan yang terus menerus dapat
meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
kumulatif.
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa
nyaman seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang
ramah, dan suasana/pembicaraan yang
tidak gaduh.
Memberikan suasana tenang (colming
effect) dapat mengurangi respons
psikologis dan memberikan istirahat untuk
mempertahankan TIK yang rendah.
Bantu klien jika batuk, muntah. Aktivitas ini dapat meningkatkan intratorak
/ tekanan dalam torak dan tekanan abdomen
dimana aktivitas ini dapat meningkatkan
tekanan TIK.
Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku
pada pagi hari.
Tingkah nonverbal ini dapat merupakan
indikasi peningkatan TIK atau memberikan
reflex nyeri di mana klien tidak mampu
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
17/31
mengungkapkan keluhan secara verbal,
nyeri yang tidak menurun dapat
meningkatkan TIK.
Palpasi pada pembesaran/pelebaran
bladder, pertahankan drainase urine secara
paten jika digunakan dan juga monitor
terdapatnya konstipasi.
Dapat meningkatkan respons otomatis yang
potensial menaikkan TIK.
Berikan penjelasan pada klien (jika sadar)
dan keluarga tentang sebab akibat TIK
meningkat.
Meningkatkan kerjasama dalam
meningkatkan perawatan klien dan
mengurangi kecemasan.
Observasi tingkat kesadaran dengan GCS Perubahan kesadaran menunjukkan
peningkatan TIK dan berguna menentukan
lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi :
Pemberian O2 sesuai indikasi
Mengurangi hipoksemia dimana dapat
meningkatkan vasodilatsi serebri dan
volume darah, dan menaikkan TIK
Berikan cairan intravena sesuai dengan
indikasi
Pemberian cairan mungkin diinginkan
untuk menurunkan edema serebri,
peningkatan minimum pada pembuluh
darah, tekanan darah dan TIK.
Berikan obat osmosis diuretic seperti
manitol, furosid
Diuretik mungkin diberikan pada fase akut
untuk mengalirkan air dari sel-sel otak, dan
mengurangi edema serebri dan TIK.
Berikan steroid seperti deksametason, metil
prednisolone.
Untuk menurunkan inflamasi (radang ) dan
mengurangi edema jaringan.
Berikan analgesic narkotik seperti kodein Mungkin diindikasikan untuk mengurangi
nyeri dan obat ini berefek negatif pada TIK
tetapi dapat digunakan dengan tujuan untuk
mencegah dan menurunkan sensasi nyeri.
Berikan sedatif seperti diazepam, benadril. Mungkin digunakan untuk mengontrol
kurangnya istirahat dan agitasi.
Berikan anti pireutik seperti asetaminofen. Mengurangi/ mengontrol hari dan pada
metabolisme serebri/oksigen yang
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
18/31
diinginkan.
Antihipertensi Digunakan pada hipertensi kronis, karena
managemen secara berlebihan akan
meningkatkan perluasan kerusakan
jaringan.
Vasodilator perifer seperti
siklandilat,papverin,isokssuprin.
Digunakan untuk meningkatkan sirkulasi
kolateral atau menurukan vasopasme.
Berikan intibiotik seperti asam
aminocaproat ( Amicar )
Digunakan pada kasus hemoragik,untuk
mencegah lises bekuan darah dann
perdarahan kembali .
Monitor hasil labolatorium sesuai dengan
indikasi seperti protrombin,LED.
Membantu memberikan infomasi tentang
efektivitas pemberian obat.
Diagnosa 2 :
Perubahan perfu si jar ingan otak yang berhubungan dengan perdarahan intr aserebri ,
okl usi otak, vasospasme, dan edema otak.
Tujuan : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara otimal
Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS
4,5,6 pupil isokor, reflek cahaya (+), TTV normal (nadi : 60-100 x /mnt, suhu : 36-36,7 oC
RR : 16-20 x / mnt)
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri
Berikan penjelasan kepada keluarga kllien
tentang sebab sebab peningkatan TIK dan
akibatnya.
Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan
Baringkan klien (Tirah baring) total dengan
posisi tidur terlentang tanpa bantal.
Perubahan pada TIK akan dapat
menyebabkan resiko terjadinya herniasi
otak.
Monitor tanda-tanda status neurologis
dengan GCS
Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
lanjut
Monitor TTV, spt TD, nadi, suhu dan
frekuensi pernapasan, serta hati-hati pada
Pada keadaan normal, autoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan darah
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
19/31
hipertensi sistolik sistemik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan menyebabkan
kerusakan vaskuler serebri yang dapat
dimanifestasikan dengan meningkatnya
sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan
diastolik, sedangkan peningkatan suhu
dapat menggambarkan perjalanan infeksi
Monitor asupan dan keluaran Hipertermi dapat meningkatkan IWL dan
meningkatkan resiko dehidrasi terutama
pada klien yang tidak sadar, mual, dan
menurunkan asupan peroral.
Bantu klien untuk membatasi muntah,
batuk, anjurkn klien untuk mengeluarkan
napas apabila bergerak atau berbalik di
tempat tidur.
Aktivitas ini dapat meningkatkan TIK dan
intraabdomen. Mengeluarkan nafas
sewaktu bergerak/mengubah posisi dapat
melindungi diri dari efek valsava
Anjurkan pasien untuk menghindari batuk
dan mengejan berlebihan.
Batuk dan mengejan dapat meningkatkan
TIK dan potensial terjadi perdarahan ulang.
Ciptakan lingkungan tyang tenang dan
batasi pengunjung.
Rangsangan aktivitas yang meningkat
dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke hemoragik
selainnya.
Kolaborasi
Berikan cairan perinfus dengan perhatian
ketat.
Meminimalkan fluktuasi pada beban
vascular dan TIK, retriksi cairan, dan cairan
dapat menurunkan edema serebri.
Monitor AGD bila diperlukan pemberian
oksigen.
Adanya kemungkinan asidosis disertai
dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel
dapat menyebabkan terjadinya iskemia
serebri.
Berikan terapi sesuai dengan intruksi
dokter seperti :
Steroid
Tujuan terapi :
Menurunkan permeabilitas kapiler
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
20/31
Aminofel
Anti biotik
Menurunkan edema serebri
Menurunkan metabolik/konsumsi sel dan
kejang.
Diagnosa 3 :
Ketidakefektif an bersihan jal an n apas yang berhubungan dengan akumul asi sekr et,
kemampuan batuk menur un, penur unan mobi li tas fi sik sekunder , perubahan tin gkat
kesadaran.
Tujuan : klien mampu meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas agar
tetap bersih dan mencegah aspirasi
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronchi tidak terdengar, selang trakea bebas
sumbatan, menunjukkan batuk efektif. Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
napas. RR : 16-20 x/ mnt
Intervensi Rasionalisasi
Kaji kegiatan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh
akumulasi sekret, sisa caira mukus,
perdarahan bronkospasme, dan/ atau posisi
dari trakeostomi yang berubah
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi
suara napas pada kedua paru (bilateral)
Pergerakan dada yang simetris dengan
suara napas yang keluar dari paru-paru
menandakan jalan napas tidak terganggu.
Saluran napas bagian bawah tersumbat
dapat terjadi pada pneumonia atau
atelektsis akan menimbulkan perubahan
suara napas seperti ronchi atau mengi.
Lakukan penghisapan lendir. Penghisapan lendir tidak selama dilakukan
terus menerus, dan durasinya pun dapat
dikurangi untuk mencegah bahaya
hipoksia.
Anjurkan klien mengenai teknik batuk
efektif selama penghisapan, seperti waktu
bernapas panjang, batuk kuat, bersin jika
Batuk yang efektif dapat mengeluarkan
sekret dari saluran napas.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
21/31
ada indikasi.
Atur/ ubah posisi secara teratur (setiap 2
jam)
Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi
segmen paru paru, mengurangi resiko
atelektasis.
Berikan minum hangat jika keadaan
memungkinkan
Membantu pengenceran sekret,
mempermudah pengeluaran sekret.
Jelaskan pada klien tentang kegunaan batuk
efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di saluran pernapasan.
Pengetahuan yang diharapkan akan
membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana terapeutik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat
untuk mengontrol batuk
Batuk yang tidak terkontrol adalah
melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi
Latih napas dalam dan perlahan saat duduk
setegak mungkin
Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
Lakukan pernapasan diafragma Pernapasan difragma menurunkan
frekuensi napas dn meningkatkan ventilasi
alveolar.
Tahan napas selama 3-5 detik kemudian
secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
Meningkatkan volume udara dalam paru,
mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
Lakukan napas kedua, tahan dan batukkan
dari dada dengan melakukan dua batuk
pendek dan kuat.
Pengkajian ini membantu mengevaluasi
keefektifan upaya batuk klien.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien
batuk.
Sekresi kental sulit untuk mengencerkan
dan dapat menyebabkan sumbatan mukus,
yang mengarah pada atelektasis.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan
viskositas sekresi : mempertahankan
hidrasi yang adekuat ; meningkatkan
masukan 1000-1500 cc / hari bila tidak
kontra indikasi.
Untuk menghindari pengentalan dari sekret
pada saluran napas bagian atas.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang
baik setelah batuk
Higiene mulut yang lebih baik
meningkatkan rasa nyaman dan mencegah
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
22/31
bau mulut.
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
seperti postural drainase, perkusi.
Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
pengeluaran sekret.
KolaborasiPemberian obat-obat bronkodilator sesuai
indikasi seperti aminofilin, meta-proteranol
sulfat (alupen), adoetarin hidroclorida
(broncosol)
Mengatur ventilasi dan melepaskan sekretkarena relaksasi otot/ bronkospasme .
Diagnosa 4 ;
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparise/ hemiplegia,
kelemahan neuromuscul ar pada ekstremi tas.
Tujuan : Klien mapu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil : Kien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi,
meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji mobilitas yang ada dan observasi
terdapat peningkatan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik.
Mengetahui tingkat kemampuan klien
dalam melakukan aktivitas.
Ubah posisi klien tiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinya iskemia
jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan gerak aktif
pada ekstremitas yang tidak sakit
Gerakakn aktif memberikan massa, tonus
dan kekuatan otot, serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan.
Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang
sakit
Otot volunter akan kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan.
Pertahankan sendi 90 o terhadap papan kaki Telapak kaki dalam posisi 90 o dapat
mencegah foot drop.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
23/31
Inspeksi kulit bagian distal setiap hari.
Pantau kulit dan membran mukosa terhadap
iritasi, kemerahan, atau lecet.
Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan
hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan
integritas kulit kemungkinan komplikasi
imobilisasi.
Bantu klien untuk melakukan latihan ROM,
perawatan diri sesuai toleransi
Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai
kemampuan.
Pelihara bentuk tulang belakang dengan
cara:
Matras
Bed board (tempat tidur dengan alas kayu
atau kasur busa yang keras yang tidak
menimbulkan lekukan saat klien tidur)
Mempertahankan posisi tulanng belakang
tetap rata.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien.
Meningkatkan kemampuan dalam
mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan
dengan latihan fisik dari team fisioterapi.
Diagnosa 5 :
Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular,
menur unn ya kekuatan dan kesadaran, kehi langan kontrol/ koordinasi otot.
Tujuan : terjadi pengikatan perilaku perawatan diri.
Kretiria hasil: klien dapat menujukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat
diri,klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tngikat
kemampuan,mengidentifikasi personal/ masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan
dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
Membantu dalam mengantisipasi dan
merencanakan pertemuan kebutuhan
individual.
Hindari apayang tidak dapat dilakukan
klien dan bantu bila perlu.
Bagian klien dalam keadaan yang cemas
dan tergantung hal ini dilakukan untukn
mencegah frustasi dan ahrga diri klien.
Menardarkan tingkah laku/ sugesti tnidakan
pada perlindungan kelemahan .
Klien memerlukan empati,tetapi perlu
mengetahui perawatan yang konsisten
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
24/31
pertahankan dukungan pola pikir ijinkan
klien melakukan tugas,beri upan balik
positif untuk usahanya.
dalam menangani klien. Sekaligus
meningkatkan harga diri, memandirikan
klien, dan menganjurkan klien untuk terus
mencoba.
Rencanakan tindakan untuk defisit
penglihatan seperti tempatkan makanan dan
peralatan dalam suatu tempat, dekatkan
tempat tidur ke dinding.
Klien akan mampu melihat dan memakan
makanan, akan mampu melihat keluar
masuknya orang ke ruangan.
Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan
dari jalan
Menjaga keamanan klien pergerakan
disekitar tempat tidur dan menurunkan
resiko tertimpa perabotan.
Berikan kesempatan untuk menolong diri
seperti menggunakan kombinasi pisau
garpu, sikat dengan pegangan panjang,
ekstensi untuk berpijak pada lantai atau ke
toilet, kursi untuk mandi.
Mengurangi ketergantungan
Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK.
Kemampuan menggunakan urinal, pispot.
Antarkan ke kamar mandi bila kondisi
memungkinkan.
Ketidakmampuan berkomunikasi dengan
perawat dapat menimbulkan masalah
pengosongan kandung kemih karena
masalah neurogenik.
Indikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum
dan meningkatkan aktivitas.
Meningkatkan latihan dan menolong
mencegah konstipasi.
Kolaboratif
Pemberian supositoria dan pelumas feses/
pencahar.
Pertolongan utama terhadap fungsi usus
atau defikasi.
Konsultasikan ke dokter terapi okupasi Untuk mengembangkan dan melengkapi
kebutuhan kusus.
Diagnosa 6 :
Resiko ketidakseimbangan nu tr isi : kur ang dar i kebutuhan yang berhubungan dengan
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
25/31
menelan, sonde dilepas, BB meningkat 1 kg, Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi Rasionalisasi
Observasi tekstur, turgor kulit Mengetahui status nutrisi klien.
Lakukan oral hygiene Kebersihan mulut merangsang nafsu makanObservasi intake dan output nutrisi Mengetahui keseimbangan nutrisi klien.
Observasi posisi dan kebersihan sonde Untuk menghindari resiko infeksi/ iritasi
Tentukan kemampuan klien dalam
mengunyah, menelan, dan refleks batuk
Untuk menetapkan jenis makanan yang
akan diberikan kepada klien.
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada
waktu, selama, dan sesudah makan
Untuk klien lebih mudah menelan karena
gaya grafitasi.
Stimulasi bibir untuk menutup dan
membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan di atas bibir/ dibawah dagu
bila dibutuhkan.
Membantu dalam melatih kembali sensorik
dan meningkatkan kontrol muscular.
Letakkan makanan pada daerah mulut yang
tidak terganggu
Berikan stimulasi sensorik (termasuk rasa
kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan intake
nutrisi.
Beriknan makanan dengan perlahan pada
lingkungan yang tenang
Klien dapat berkosentrasi pada mekanisme
makan tanpa adanya distraksi/ gangguan
dari luar.
Mulailah untuk memberikan makanan
peroral setengah cair, makanan lunak
ketika klien dapat menelan air
Makanan lunak/ cair kental mudah untuk
mengendalikannya di dalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi.
Anjurkan klien menggunakan sedotan saat
minum
Menguatkan otot vasial dan otot menelan
dan menurunkan resiko tersedak.
Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam
program latihan/ kegiatan
Dapat meningkatkan pelepasan endorpin
dalam otak yang meningkatkan nafsu
makan.
Kolaborasi dengan tim dokter untuk
memberikan cairan melalui IV atau
makanan melalui selang.
Mungkin diperluakn untuk memberikan
cairan pengganti, dan juga makanan jika
klien tidakmampu untuk memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
26/31
Diagnosa 7 :
Gangguan eli minasi alvi (konstipasi) yang berhubun gan dengan i mobili sasi, asupan
cai ran yang tidak adekuat
Tujuan : pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi
Kriteria hasil : Klien dapat defekasi secara spontan dan lancer tanpa menggunakan obat,
konsistensi feses lembek berbentuk, tidak teraba massa pada kolon (scibala), bising usus
normal (15-30 x/menit)
Intervensi Rasionalisasi
Berikan penjelasan pada klien dan
keluarga tentang penyebab konstipasi
Klien dan keluarga akan mengerti tentang
penyebab konstipasi
Auskultasi bising usus Bising usus menandakan sifat aktivitas
peristaltic
Anjurkan pada klien untuk makan
makanan yang mengandung serta
Diet seimbang tinggi kandungan serat
merangsang peristaltic dan eliminasi regular
Bila klien mampu minum, berikan asupan
cairan yang cukup (2 liter/hari) jika tidak
ada kontraindikasi
Masukan cairan adekuat membantu
mempertahankan konsistensi feses yang
sesuai pada usus dan membantu eliminansi
regular
Lakukan mobilisasi sesuai dengan
keadaan klien
Aktivitas fisik regular membantu eliminasi
dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan
merangsang nafsu makan dan peristaltic
Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian pelunak feses (laktasif,
supositoria, enema)
Pelunak feses meningkatkan efisiensi
pembasahan air usus, yang melunakkan
massa feses dan membantu eliminasi
Diagnosa 8 :
Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara pada hemisfer otak, kehi langan control tonus otot f asial atau oral , dan
kelemahan secara umum
Tujuan :klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu
mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat
Kriteria hasil : Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi,
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
27/31
klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak
mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa
sendiri
Membantu menentukan kerusakan area pada
otak dan menentukan kesulitan klien dengansebagian atau seluruh proses komunikasi,
klien mungkin mempunyai masalah dalam
mengartikan kata-kata (afasia, area wernick,
dan kerusakan pada area Broca)
Bedakan afasia dengan disatria Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai
dengan tipe gangguan
Lakukan metode percakapan yang baik
dan lengkap beri kesempatan klien untuk
mengklarifikasi
Klien dapat kehilangan kemampuan iuntuk
memantau ucapannya, komunikasinya secara
tidak sadar, dengan melengkapi dapat
merealisasikan pengertian klien dan dapat
mengklarifikasi percakapan
Katakan untuk mengikuti perintah secara
sederhana seperti tutup matamu dan lihat
ke pintu
Untuk menguji afasia reseptif
Perintahkan klien untuk menyebutkan
nama suatu benda yang diperlihatkan
Menguji afasia ekspresif misalnya klien
dapat mengenal benda tersebut tetapi tidak
mampu menyebutkan namanya
Perintahkan bunyi yang sederhana seperti
shcat
Mengidentifikasikan disatria komponen
berbicara (lidah, gerakan bibir, control
pernafasan dapat mempengaruhi artikulasi
dan mungkin tidak terjadinya afasia
ekspresif)
Suruh klien untuk menulis nama atau
kalimat pendek bila tidak mampu untuk
menulis suruh klien untuk membaca
kalimat pendek
Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia)
dan deficit membaca (aleksia) yang juga
merupakan bagian dari afasia resetif dan
ekspresif
Beri pengertian bahwa klien di ruang ini
mengalami gangguan berbicara, sediakan
bel khusus bila perlu
Untuk kenyamanan yang berhubungan
dengan ketidakmampuan berkomunikasi
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
28/31
Pilih metode komunikasi alternative
misalnya menulis pada papan tulis,
menggambar dan mendemonstrasikan
secara visual gerakan tangan
Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan
situasi individu
Antisipasi dan bantu kebutuhan klien Membantu menurunkan frustasi oleh karena
ketergantunhan atau ketidakmampuan
berkomunikasi
Ucapkan langsung kepada klien berbicara
pelan dan tenang, gunakan pertanyaan
dengan jawaban ya atau tidak dan
perhatikan respons klien
Mengurangi kebingungan atau kecemasan
terhadap benyaknya informasi. Memajukan
stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata
Berbicara dengan nada normal dan
hindari ucapan yang terlalu cepat. Beriak
waktu klien untuk berespons
Klien tidak di paksa untuk mendengar, tidak
menyebabkan klien marah dan tidak
menyebabkan komunikasi rasa frustasi
Anjurkan pengunjung untuk
berkomunikasi dengan klien misalnya
membaca surat, membicarakan keluarga
Menurunkan isolasi social dan
mengefektifkan komunikasi
Bicarakan topik-topik tentang keluarga,
pekerjaan dan hobi
Meningkatkan pengertian percakapan dan
kesempatan untuk mempraktikkan
keterampilan praktis dalam berkomunikasi
Perhatikan percakapan klien dan hindari
berbicara secara sepihak
Memungkinkan klien dihargai karena
kemampuan intelektualnya masih baik
Kolaborasi : Konsultasikan ke ahli terapi
bicara
Mengkaji kemampuan verbal individual dan
sensorik motorik dan fungsi kognitif untuk
mengidentifikasikan deficit dan kebutuhan
terapi
Diagnosa 9
Risiko in feksi yang berhubun agn dengan penuru nan system per tahanan pr imer
(cedera pada jari ngan paru, penur unan akti vitas si li a) malnutr isi, tindakan invasive
Tujuan : infeksi tidak terjadi selama perawatan
Kriteria hasil : Individu mengenal factor-faktor risiko, mengenal tindakan
pencegahan/mengurangi factor risiko infeksi, menunjukkan tekhnik-tekhnik untuk
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
29/31
meningkatkan lingkungan yang aman
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri
Catat faktor-faktor risiko untuk terjadinyainfeksi
Intubasi penggunaan ventilator yang lama,kelemahan umum, malnutrisi merupakan
faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya
infeksi dan penyembuhan yang lama
Observasi warna, baud an karakteristik
sputum. Catat drainase di sekitar daerah
trakeostomi.
Kurangi factor risiko infeksi nosokomial
seperti cuci tangan sebelum dan sesudah
melaksanakan tindakan keperawatan.
Pertahankan tekhnik suction secara steril
Kuning/hijau, bau sputum yang purulen
merupakan indikasi infeksi. Sputum yang
kental dan sulit dikeluarkan menunjukkan
adanya dehidrasi. Faktor-faktor ini tampak
sederhana, tetapi sangat penting sebagai
pencegahan terjadinya infeksi nosokomial
Bantu latihan napas dalam, batuk efektif
dang anti posisi secara berkala
Memaksimalkan ekspansi paru dan
pengeluaran sekresi untuk mencegah
atelektasis serta akumulasi dan kekentalan
secret
Auskultasi suara napas Adanya ronkhi atau mengi menunjukkan
adanya sekresi yang tertahan, yang
memerlukan ekspektoran/suction
Monitor/batasi kunjungan. Menghindari
kontak dengan orang yang menderita
infeksi saluran napas atas
Individu dengan infeksi saluran napas atas,
meningkatkan risiko berkembangnya infeksi
Anjurkan klien untuk membuang sputum
dengan tepat seperti dengan tisu dang anti
balutan tracheostomy yang kotor
Mengurangi penularan organisme melalui
sekresi/sputum
Lakukan tekhnik isolasi sesuai indikasi Sesuai dengan diagnosis yang spesifik harus
memperoleh perlindungan infeksi orang lain
seperti TB
Lakukan tekhnik isolasi sesuai
indikasPertahankan hidrasi dan nutrisi
yang adekua. Berikan cairan 2500 cc
Membantu meningkatkan daya tahan tubuh
dari penyakit dan mengurangi risiko infeksi
akibat sekresi yang stasis
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
30/31
sesuai toleransi jantung
Bantu perawatan diri dan keterbatasan
aktivitas seusai toleransi. Bantu program
latihan
Menunjukkan kemampuan secara umum dan
kekuatan otot dan merangsang pengembalian
system imun
Kolaborasi :
Periksa sputum kultur sesuai indikasi
Berikan antibiotic sesuai indikasi
Mungkin dibutuhkan untuk mengidentifikasi
pathogen dan pemberian antimikroba yang
sesuai.
Satu atau beberapa agent diberikan
tergantung dari sifat pathogen dan infeksi
yang terjadi
Diagnosa 10
Risiko gangguan integr itas kuli t yang berhubungan dengan tir ah bar ing yang lama
Tujuan : klien mampu mempertahankan kutuhan kulit
Kriteria hasil : Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab
dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Intervensi Rasionalisasi
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM
(range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin
Meningkatkan aliran darah ke semua daerah
Ubah posisi tiap 2 jam Menghindari tekanan dan meningkatkan
aliran darah
Gunakan bantal air atau pengganjal yang
lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol
Menghindari tekanan yang berlebihan pada
daerah yang menonjol
Lakukan massage pada daerah yang
menonjol yang baru mengalami tekanan
pada waktu berubah posisi
Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-
kapiler
Observasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap mengubah posisi
Hangat dan pelunakan adalah tanda
kerusakan jaringan
7/27/2019 Asuhan Keperawatan CVD
31/31
Jaga kebersihan kulit dan seminimal
mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit
Mempertahankan keutuhan kulit
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien denganGangguan
SistemPersarafan. Jakarta : Salemba Medika
Doenges, Marliyn E., Mary Frances Moorhouse, dan Alice C. Geissler. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi. 3. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan GangguanSistem Persyarafan. Jakarta. Salemba Medika
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep KlinisProses
proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGCSmeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddart. Edisi 8. Jakarta : EGC