ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf
halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi
masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan
penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang
tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas
yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan
bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur.
Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi
Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu
penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan
langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan
kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat
berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah.
B. Tujuan
Menentukan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien fraktur displaced
baik itu cara penanganannya maupun solusi dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. (Doenges E Marlyn, 1999, 761).
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma atau tenaga fisik (Sylvia
A Price dan Loorine M Wilson, 1995: 1183). Pernyataan lain mengatakan bahwa fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Suzanne C
Smeltzer dan Brenda G. Bare, 200: 2357).
Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam
posisi fleksi, dan gerakan memuntir yang keras. Fraktur kedua tulang ini sering terjadi dalam
kaitan satu sama lain .
Klasifikasi fraktur :
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
b. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
c. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya,
misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Undisplaced (tidak bergeser)/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
b. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur
5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :
a. Tertutup
b. Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
6. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma.
a. Garis patah melintang.
b. Oblik / miring.
c. Spiral / melingkari tulang.
d. Kompresi
e. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
8. Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :
a. Tipe Ekstensi, trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam
posisi supinasi.
b. Tipe Fleksi, trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi
pronasi. (Mansjoer, Arif, et al, 2000)
B. Anatomi dan Fisiologi
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan
terletak medial dari fibula atau tulang betis, tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang
dan dua ujung yaitu : Ujung atas yang merupakan permukaan dua dataran permukaan
persendian femur dan sendi lutut. Ujung bawah yang membuat sendi dengan tiga tulang,
yaitu femur fibula dan talus.
Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang ini
adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung.
Fungsi Tulang :
1. Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
2. Tempat melekatnya otot.
3. Melindungi organ penting.
4. Tempat pembuatan sel darah.
5. Tempat penyimpanan garam mineral.
C. Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,
kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung,
jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi, dan gerakan memuntir yang keras.
D. Manifestasi Klinik
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
setelah cedera.
E. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Henderson 1995 )
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam
satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam
pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi
pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik
dan vasomotor instability.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang kompleks.
2. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat
luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.
3. Pemeriksaan rontgen
Menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
4. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
5. Arteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
6. Hitung daerah lengkap
HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan sel darah putih
adalah respon stress normal setelah trauma).
7. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
(Doenges, 2000 : 762)
G. Penatalaksanaan
1. Tujuan pengobatan fraktur:
a) Reposisi dengan maksud mengembalikan fragmen–fragmen ke posisi anatomi.
b) Imobilisasi atau fiksasi dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen–fragmen tulang
tersebut setelah direposisi sampai terjadi union.
c) Penyambungan fraktur (union)
d) Mengembalikan fungsi (rehabilitasi)
2. Prinsip Dasar Penanganan Fraktur
a) Revive, yaitu penilaian cepat untuk mencegah kematian, apabila pernafasan ada hambatan
perlu dilakukan therapi ABC (Airway, Breathing, Circulation) agar pernafasan lancar.
b) Review, yaitu berupa pemeriksaan fisik yang meliputi : look feel, novemert dan pemeriksaan
fisik ini dilengkapi dengan foto rontgent untuk memastikan adanya fraktur.
c) Repair, yaitu tindakan pembedahan berupa tindakan operatif dan konservatif. Tindakan
operatif meliputi : Orif, Oref, menjahit luka dan menjahit pembuluh darah yang robek,
sedangkan tindakan konservatif berupa pemasangan gips dan traksi..
d) Refer, yaitu berupa pemindahan pasien ke tempat lain, yang dilakukan dengan hati-hati,
sehingga tidak memperparah luka yang diderita.
e) Rehabilitation, yaitu memperbaiki fungsi secara optimal untuk bisa produktif.
3. Penanganan Fraktur Tibia Dan Fibula :
a. Imobilisasi fragmen tulang.
b. Kontak fragmen tulang minimal.
c. Asupan darah yang memadai.
d. Nutrisi yang baik.
e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
f. Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
g. Potensial listrik pada patahan tulang.
4. Proses penyembuhan tulang
a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam
dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.
c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik
(bersifat menghasilkan/membentuk tulang), bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan
mulai membentuk tulang dan juga kartilago.
d. Stadium Empat-Konsolidasi
Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan
tulang yang terus-menerus.
H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Anamnesa
Data Biografi
Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan keluarga
b) Pemeriksaan Fisik
Aktivitas / istirahat
Keterbatasan / kehilangan fungsi yang efektif (perkembangan sekunder dari jaringan yang
bengkak / nyeri)Sirkulasi
Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi
(kehilangan darah)
Takikardia (respon stress , hipovolemi)
Penurunan nadi pada distal yang cidera , pengisian kapiler lambat
Pembengkakan jaringan atau hematoma pada sisi yang cidera
c) Neurosensori
Hilang gerakan / sensasi, spasme otot
Kebas / kesemutan (parestesia)
Nyeri / kenyamanan
Nyeri mungkin sangat berat, edema, hematoma dan spasme otot merupakan penyebab nyeri
di rasakan
d) Keamanan
Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna
Pembengkakan local
e) Pengetahuan
Kurangnya pemajanan informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan serta
perawatannya .
2. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan,
kerusakan serabut syaraf dan spasme otot.
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan kerangka neuromuskuler,
pembatasan gerak.
c) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan barier pertahanan tubuh sekunder terhadap
terputusnya kontinuitas jaringan.
d) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran
darah, cidera vaskuler langsung, edema berlebih.
e) Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan status metabolik, sirkulasi,
dan sensori, penurunan aktivitas.
f) Kurang pengetahuan kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurang mengingat, salah interprestasi, kurang informasi.
3. Intervensi Keperawatan
a) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan,
kerusakan serabut syaraf dan spasme otot.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil : nyeri berkurang, Tekanan darah normal, nadi normal, dan pasien lebih rileks
yang ditandai dengan pernapasan normal.
Intervensi :
1) Kaji dengan pendekatan P,Q,R,S,T
Rasional : Membantu tentukan nyeri dan intervensi selanjutnya.
2) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, masase sekitar nyeri.
Rasional : Membantu mengurangi rasa nyeri
3) Monitor TTV
Rasional : Ketahui adanya peningkatan TTV sebagai salah satu indikasi nyeri.
4) Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman
Rasional : Meningkatkan kenyamanan
5) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Mengurangi nyeri
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan kerangka neuromuskuler,
pembatasan gerak.
Tujuan : Dapat melakukan fisik seoptimal mungkin
Kriteria Hasil : Dapat melakukan ADL secara mandiri
Intervensi
1) Kaji immobilitas pasien
Rasional : Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri sendiri tentang keterbatasan fisik.
2) Dorong partisipasi klien pada aktivitas terapeutik atau rekreasi
Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi
3) Bantu pasien untuk rentang gerak aktif dan pasif.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot tulang dan meningkatkan tonus otot.
4) Bantu/dorong untuk perawatan diri
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan kebersihan diri
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
Rasional : Untuk membuat program mobilisasi.
c) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan barier pertahanan tubuh sekunder terhadap
terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : TTV normal, mencapai penyembuhan luka yang optimal, dan tidak terjadi
infeksi
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda infeksi
Rasional : Mengetahui adanya infeksi seperti adanya PUS pada luka.
2) Monitor TTV
Rasional : Mengetahui tanda-tanda infeksi seperti peningkatan suhu.
3) Memberikan perawatan luka anti septik
Rasional : mengurangi resiko terjadinya infeksi
4) Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional : Mengurangi terjadinya infeksi
d) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran
darah, cidera vaskuler langsung, edema berlebih.
Tujuan : Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
Kriteria Hasil : Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit
hangat, sensasi normal, dan sensasi biasa.
Intervensi :
1) Auskultasi frekuensi dan irama jantung
Rasional : Mengetahui adanya bunyi dan irama tambahan
2) Observasi penurunan status mental
Rasional : Mengetahui tingkat kesadaran pasien
3) Observasi warna, suhu kulit, dan membrane mukosa
Rasional : Mengetahui derajat gangguan perfusi jaringan
4) Evaluasi ekstremitas ada tidaknya kualitas nadi, nyeri tekan, dan edema.
Rasional : Mengetahui keoptimalan fungsi jantung
5) Hangatnya ekstremitas yang dingin
Rasional : penyesuaian suhu
e) Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan status metabolik, sirkulasi,
dan sensori, penurunan aktivitas.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan lebih lanjut
Kriteria hasil : - Menyatakan ketidaknyamanan hilang
- Menunjukkan perilaku teknik untuk mencegah kerusakan kulit lebih lanjut
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
Intervensi :
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna turgor dan vaskuler
Rasional : Mendadak area sirkulasi buruk
2) Pantau masukan cairan dan hidrasi serta membrane mukosa
Rasional : Untuk mencegah kerusakan kulit lebih luas.
f) Kurang pengetahuan kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurang mengingat, salah interprestasi, kurang informasi.
Tujuan : agar pengetahuan pasien bertambah tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
Kriteria Hasil : - Menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis,
dan pengobatan.
- Melakukan dengan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan adanya tindakan.
Intervensi :
1) Beri pengetahuan metode mobilisasi dan ambulasi sesuai interupsi dengan terapi fisik bila
diindikasikan
Rasional : agar pasien mengerti dan mencegah terjadinya kontraktur.
2) Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya sendiri dan memerlukan bantuan
Rasional : Mengurangi tingkat kebingungan pasien.
4. Evaluasi Keperawatan
klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
Klien dapat melakukan fisik seoptimal mungkin
Infeksi tidak terjadi
Klien menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan.
“ RESUME KEPERAWATAN DI RUANGAN IRD RSUD LABUANG BAJI “
Nama : Tn ‘I’ Diagnosa medik : Fraktur tibia fibulaUmur : 39 No. RM : 19 7188J. kelamin : laki-laki Tgl masuk : 5/11/2010Agama : Islam Tgl pemeriksaan : 5/11/2010 Pekerjaan : Jam pemeriksaan : Alamat : Jl. Sultan hasanuddin
1. Survey primera. Pengkajian
A ( Airway )Adanya sumbatan / obstruksi jalan nafas oleh adanya penumpukan secret akibat kelemahan reflex batuk.
B ( Breathing )Kelemahan menelan / batuk / melindungi jalan nafas, timbulnya pernafasan yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi/aspirasi.
C ( Circulation )Nadi : teraba turgor kulit : normalFrekuensi : 92 X/m TD : 130/100Kekuatan : lemahAkral : dinginKulit dan membrane mukosa pucatSianosis (+)
D ( Disability )- GCS = 15 ( E = 4, m = 6, V = 5 )- Pupil respon cahaya ( miosis )- Kekuatan otot 4
E ( Exposure )- Trauma : (+)- Luka : (+) lokasi daerah tibia fibula kanan- Nyeri : (+) daerah tibia fibula. Jenis tajam skala 8 ( berat )2. Pengkajian sekunder
Alasan masuk RS : nyeri pada daerah tibia dan fibula kanan pada saat kecelakaan Keluhan utama : nyeri berat pada tibia kanan dan susah tidurP : jika bergerakQ : tajamR : pada daerah tibia fibula kanan
S : skala 8 ( berat )T : 5-10 menit
b. Head to toe Kepala dan leher- Rambut : hitam dan kusam- Kulit kepala : bersih- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid Dada, paru-paru dan jantung- Dada simetris kiri dan kanan- Mammae : simetris kiri dan kanan Abdomen dan pelvis- Abdomen : tidak terdapat pembengkakan.
Ekstremitas atas
- Terpasang infuse pada tangan bagian kanan
Ekstremitas bawah
- Luka pada daerah tibia sebelah
- Tidak dapat digerakkan
C . Pemeriksaan Penunjang
- Foto rontgen
3. Analisa data dan Klasifikasi data
Klasifikasi Data
NoData Subjektif Data Objektif
Klien menyatakan nyeri pada daerah tibia
Klien menyatakan sebagian pemenuhan sehari-hari dibantu
Klien menyatakan keadaan kulit disekitar tibia luka
Klien menyatakan sdlit tidur
Ekspresi wajah klien tampak meringis Klien tampak lemah Pemenuhan kebutuhan klien sebagian
dibantu Tampak terjadi kerusakan pada ribia Klien tampak gelisah
Analisa Data
Data Analisa Data
Ds:klien mengatakan nyeri pada daerah tibia
Do:Ekspresi wajah klien tampak meringis Trauma langsung
Terputusnya kontinuitas jaringan
Pergeseran fragmen tulang
Pelepasan mediator kimia(bradikinin,histamine)
Ransangan reseptor medullaspinalis
Korteks serebri Nyeri
Ds:klien mengatakan sebagian pemenuhan kebutuhan sehari-hari ditanggung
Do:pemenuhan kebutuhan klien dibantu
Fraktur
Diskontinuitas tulang
Perubahan jaringan sekitar
Pergeseran fragmen tulang
Deformitas
Gangguan fungsi
Gangguan mobilitas fisik
Ds:klien mengatakan keadaan kulit disekitar tibia luka
Do:tampak terjadi kerusakan jaringan pada tibia
Klien tampak Lemah
Klien tampak gelisah.
DS : - Klien mengatakan
sulit tidur.
Dekontinuitas tulang
Perubahan jaringan sekitar
Laserasi kulit:putus vena atau arteri
Kerusakan integritas kulit
Nyeri
Menstimulasi pusat jaga
REM menurun
Gangguan Pola Tidur
4. Intervensi dan Diagnosa
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, penggeseran fragmen tulang.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan
rangka neuromuskuler.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah perbaikan.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
Intervensi :
NODiagnosa
KeperawatanTujuan Intervensi Rasional
1.
2.
Nyeri b/d spasme
otot, pergeseran
fragmen tulang
Gangguan
mobilitas fisik b/d
cedera jaringan
sekitar fraktur.
Nyeri dapat berkurang
atau hilang dengan
kriteria hasil:
Nyeri hilang/berkurang
Klien tampak tenang
Klien mampu
menunjukkan tingkat
mobilitas optimal
dengan kriteria :
Penampilan yang
seimbang.
Melakukan pergerakan
dan perpindahan.
1. Lakukan pendekatan pada
klien dan keluarga.
2. Kaji tingkat intensitas dan
frekuensi nyeri.
3. Jelaskan pada klien penyebab
dari nyeri.
4. Observasi TTV
5. Melakukan kolaborasi dengan
tim medis dalam pemberian
analgesic.
1. Kaji kebutuhan akan
pelayanan kesehatan dan
kebutuhan akan peralatan.
2. Tentukan tingkat motivasi
pasien dalam melakukan
aktivitas.
3. Ajarkan dan dukung pasien
dalam latihan ROM aktif dan
pasif.
4. Kolaborasi dengan tim terapi
fisik atau okupasi.
5. Hubungan yang baik
membuat klien dan keluarga
kooperatif.
6. Tingkat intensitas nyeri dan
frekuensi menunjukkan
skala nyeri.
7. Memberikan penjelasan
akan menambah
pengetahuan klien tentang
nyeri.
8. Untuk mengetahui
perkembangan klien.
9. Merupakan tindakan
dependent, perawat dimana
analgesic berfungsi untuk
memblok stimulasi nyeri.
1. Mengidentifikasi masalah,
memudahkan intervensi.
2. Mempengaruhi penilaian
terhadap kemampuan
aktivitas apakah
ketidakmampuan atau
ketidakmauan.
3. Mempertahankan/
meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot.
4. Sebagai suatu sumber untuk
mengembangkan
perencanaan dan
mempertahankan/
meningkatkan mobilitas
pasien.
3.
Kerusakan
integritas jaringan
b/d bedah
perbaikan.
Mencapai
penyembuhan luka
pada waktu yang sesuai
dengan kriteria :
Luka bersih
1. Kaji kulit dan identifikasi
pada tahap perkembangan
luka
1. Mengetahui sejauh mana
perkembangan luka
mempermudah dalam
melakukan tindakan yang
tepat
Tid-Tidak lembab dan tidak kotor-Tidak ada tanda-tanda infeksi
-TTV dalam batas normal
2. Kaji lokasi,ukuran,warna,bau,serta jumlah dan tipe cairan luka
3. Pantau peningkatan suh tubuh
4. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik.Balut luka dengan kassa kering dan steril,gunakan polester kertas.
5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
2. Mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi
3. Suhu tubuh yang meningkat dapat didentifikasikan sebagai adanya proses peradangan
4. Tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi
5. Antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang bereisiko terjadi infeksi .
1. Untuk mengetahui sejauh mana
Gangguan pola tidur b/d nyeri
Klien dapat istirahat dengan kriteria :-tidur/istirahat diantara gangguan
-melaporkan peningkatan rasa sehat dan merasa dapat istirahat
1. Kaji tingkat keamanan dan kebutuhan untuk tidur
2. Jika berkemih sepanjang malam mengganggu,batasi masukan cairan waktu malam
3. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein
4. Kolaborasi pemberian analgetik
kebutuhan tidur klien sehingga dapat dijadikan acuan untuk intervensi selanjutnya
2. Dapat mempengaruhi tahap tidur REM
3. Dapat memperlambat pasien untuk tidur
4. Obat dapat meningkatkan istirahat/tidur
5. IMPLEMENTASI DAN EVAALUASI (SOAP)
IMPLEMENTASI
NO.
1.
2.
Hari/tgl/jam
Jumat 13/05/201021.20
21.27
22.00
21.45
22.15
22.20
22.30
DIAGNOSA
Nyeri b/d pergeseran fragmen tulang
Gangguan mobilitas fisik b/d cedera jaringan sekitar fraktur
IMPLEMENTASI
1. Mengkaji tingkat nyeri H / Skala 8 (berat)
2.
Menjelaskan pada klien penyebab dari nyeri H / klien mengerti
3.
Mengobservasi TTVH / TD = 130 / 100 mmHg N = 80 x/m S = 36 C N = 20 x/m
4. Pemberian analgetikH / Ketorolac 1 amp / 8 jam Ranitidin 1 amp / 8 jam
1. Mengkaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan
akan peralatanH / berhasil
2.
Menentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktifitasH / klien mampu melakukannya
3.
Mengajarkan pasiendalam latihan ROM aktif dan pasiifH / klien mampu mengikutinya
22.45 4. Pemberian terapi fisik dan
okupasi H/.
3 23.00 Kerusakan intugritas kulit b/d bedah oerbaikan
1. Mengkaji keadaan kuklit H/ Keadaan didaerah tibia masih luka
23.10 2. Mengobservasi balutan luka H/ mengganti verban.
23.11 3. Merawat luka H/ luka di verban23.25 4. Penatalaksanaan pemberian obat
antibiotic H/ cefotaxime.4 01.00 Gangguan pola tidur b/d nyeri 1. Mengkaji tingkat kelemahan dan
kebutuhan untuk tidur H/ kebutuhan tidur klien berkurang .
05.00 2. Membatasi jum;ah dan panjang waktu tidur jika berlebihan. H/ klien tidur dengan nyenyak.
00.50 3. Membatasi minum yang mengandung
cafein. H/ klien dapat tidur tanpa adanya gangguan.
00.55 4. Penatalaksanaan pemberian analgetik H/. Ativan 1x/oral
EVALUASI
TGL/jam No EVALUASI (SOAP)14/05/201021.50
1 S: Klien tampak masih nyeri pada daerah tibiaO: Ekspresi wajah tampak meringisA: Masalah belum teratasiP: tunjukkan intervensi 1,2,3 dan 4.
22.50 2. S: Klien mengatakan pemenuhan kebutuhan sehari-hari masih dibantu.O: Pemenuhan kebutuhan klien sebagian dibantu.A: Masalah belum teratasiP: Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4.
00.00 3. S: Klien mengatakan keadaan di sekitar tibia masih luka,.O: Nampak luka pada daerah tibia.A: Masalah belum teratasi.P: Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4.
05.13 4. S: Klien mengatakan tidak sulit tidur lagiO: Klien tampak segarA: Masalah teratasiP: Pertahankan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer Suzanne C, Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. EGC:
Jakarta
Doenges Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta
Price Sylvia, A. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. EGC:
Jakarta
http://www.fraktur/Fraktur atau patah tulang _ Blog Priyanta.html
http://www./fraktur/fraktur (patah tulang) _ NursingBegin.com.htm
http://www.fraktur/fraktur-tibia-fibula.html