LAPORAN PRAKTIKUM
ALAT UKUR LISTRIK
MENGUKUR FREKUENSI AFG PADA CRO
Oleh :
Nama : 1. Sri Suparti (13302241065)
2. Annas Jati A (13302241067)
3. Annisa Aulia S (13302241068)
Prodi : Pendidikan Fisika
LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
Mengukur Frekuensi Pada AFG dengan CRO
A. TUJUAN
Mengukur frekuensi pada AFG dengan CRO
B. DASAR TEORI
Cathoda Ray Oscilooscope (CRO) merupakan alat ukur yang dapat digunakan
untuk memperlihatkan bentuk gelomban listrik, mengukur tegangan listrik dc maupun ac,
mengukur frekuensi gelombang listrik, dan mengukur beda fase gelombang listrik.
Berbeda dengan voltmeter ac yang mengukur langsung tegangan efektif, tegangan listrik
ac yang dapat diukur langsung dengan CRO adalah tegangan puncak-kepuncak dan
tegangan maksimum. CRO tidak dapat digunakan untuk mengukur arus listrik secara
langsung. Secara tidak langsung pengukuran arus listrik dilakukan dengan mengukur
tegangan, kemudian membaginya dengan hambatan yang ujungujungnya diukur
tegangannya tadi. Secara umum CRO dapat diklasifikasikan menjadi CRO satu masukan
(single channel) yang dapat digunakan untuk mengukur satu gelombang listrik saja, CRO
dua masukan (dual channel) yang dapat digunakan untuk mengukur dua gelombang
listrik sekaligus, dan CRO dua sumber bedil electron (dual beam) yang dapat digunakan
untuk mengukur lebih dari dua gelombang listrik sekaligus. Contoh CRO dapat dilihat
pada gambar.
Gambar CRO
Contoh beberapa kegunaan osiloskop :
v Mengukur besar tegangan listrik dan hubungannya terhadap waktu.
v Mengukur frekuensi sinyal yang berosilasi.
v Mengecek jalannya suatu sinyal pada sebuah rangakaian listrik.
v Membedakan arus AC dengan arus DC.
v Mengecek noise pada sebuah rangkaian listrik dan hubungannya terhadap waktu.
Untuk dapat menggunakan CRO, maka perlu mengenal tombol-tombol yang ada
pada panel CRO. Tombol-tombol yang penting antara lain :
1. Power : Untuk menghidupkan dan mematikan CRO
2. Intensity : Untuk mengatur intensitas berkas cahaya (elektron) pada
layar. Sebaiknya dijaga agar tidak pada kedudukan maksimum.
3. Focus : Untuk mengatur ketajaman gambar pada layar.
4. Position : Untuk mengatur kedudukan gambar secara vertikal.
5. . Position : Untuk mengatur posisi horisontal gambar (gelombang).
6. Input : Terminal untuk menghubungkan sinyal input (yang akan
diukur) dengan CRO. Untuk CRO dual channel ada 2 terminal
input yakni CH1(X) INPUT dan CH2 (Y) INPUT. Pada
umumnya hubungan terminal ini dengan sinyal yang akan
diukur menggunakan peraba (probe).
7. AC-GND-DC : Selektor untuk mengatur sambungan input sinyal listrik
yang akan diukur.Pada posisi AC komponen dc dari sinyal input
diblokir oleh kapasitor dalam CRO sehingga sinyal yan terukur
adalah ac murni. Pada posisi GND termnal nput diputus dan
amplifier dibumikan. Akibatnya sinyal input tidak dapat masuk
CRO. Pada posisi DC terminal input dihubungkan langsung
dengan amplifier sehingga semua komponen sinal input
diperkuat dan ditampilkan. Artinya sinyal yang terlihat pada
CRO adalah komponen dc dan ac.
8. : Terminal untuk hubungan dengan bumi (ground)
9. Mode : Selektor untuk mengatur tampilan sinyal input. Pada
posisi CH1 sinyal input pada channel 1 ditampilkan. Pada posisi
CH2 sinyal input pada channel 2 ditampilkan. Pada posisi
DUAL sinyal input pada CH1 dan CH2 ditampilkan bersama.
Pada posisi ADD sinyal input pada CH1 dan CH2 dijumlahkan
secara aljabar (interferensi 2 gelombang searah). Pada poisi XY
sinyal input pada CH1 dan CH2 dipadukan secara tegaklurus
(interferensi 2 gelombang tegaklurus).\
10. Volt/div : Selektor untuk mengatur harga tegangan tiap pembagian
skala (division) pada panel.
11. Variable : Untuk mengatur harga tegangan/waktu tiap pembagian
skala (division) secara halus. Pada saat pengukuran
tegangan/periode, tombol harus pada posisi maksimum
(kalibrasi).
12. Time/div : Untuk mengatur waktu sapu tiap pembagian skala
(division). Kegunaan langsung adalah untuk mengukur periode
gelombang yang diselidiki.
13. Synchron : Untuk mengatur supaya pada layar diperoleh gambar
yang tidak bergerak.
14. Slope : Untuk mengatur saat trigger dilakukan, yaitu pada waktu
sinyal naik (+) atau turun (-).
Generator Frekuensi Audio Adalah alat tes elektronik yang berfungsi sebagai
pembangkit sinyal atau gelombang listrik. Bentuk gelombang pada umumnya terdiri dari
tiga jenis, yaitu sinusoida, persegi, dan segitiga. Pada gambar dapat dilihat salah satu jenis
generator Frekuensi Audio.
Dengan generator frekuensi audio ini seorang teknisi dapat melakukan pengetesan
suatu alat yang akan dites (devices under test). Dari analisis terhadap hasil berbagai bentuk
gelombang respons alat tersebut, akan dapat diketahui ketepatan karakteristik sesuai dengan
ketentuan yang dikehendaki.Bagian-bagian Generator Frekuensi Audio adalah sebagai
berikut.
1. Tombol On-Off/Power Berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan sambungan
listrik ke dalam rangkaian generator. Atau berfungsi untuk menyalakan generator.
2. Pengatur Amplitudo (level) Berfungsi untuk mengatur amplitudo output gelombang yang
dihasilkan oleh generator.
3. Pemilih bentuk sinyal / gelombang Untuk memilih bentuk sinyal. Terdiri dari
sinyal/gelombang sinus, persegi, gerigi, dan segitiga
4. Pengatur Frekuensi Mengatur frekuensi keluaran Generator Frekuensi Audio
5. Pengatur jangkauan Frekuensi (Freq Range) Untuk mengatur Frekuensi Frekuensi
keluaran. Hubungannya dengan pengatur frekuensi adalah bahwa keduanya adalah
kontrol dari frekuensi keluaran generator. Sebagai contoh ketika kita meninginkan
frekuensi output sebesar 150 Hz, maka yang harus kita lakukan adalah memindahkan
Frreq Range pada 100 dan kontrol frekuensi pada 1,5 Hz.
6. Terminal Keluaran 8 ohm Merupakan bagian yang digunakan untuk menghubungkan
Generator Frekuensi Audio pada alat lain untuk mengetahui keluaran generator audio.
Kabel yang digunakan adalah kabel daya biasa. Dengan tahanan sebesar 8 ohm.
7. Terminal Keluaran 600 ohm Bagian yang digunakan untuk menghubungkan audio
generator dengan alat lain dengan menggunakan kabel BNC-BNC (misalnya). Dengan
Tahanan sebsear 600 ohm.
Berikut ini adalah aplikasi penggunanaan Generator audio, seperti berikut ini:
1. Troubleshooting dengan teknik signal tracing
Salah satu teknik troubleshooting untuk mencari kerusakan pada
komponen system audio adalah, dengan mengijeksikan sinyal dari generator
frekuensi audio pada bagian input alat yang akan dites. Kemudian osiloskop
dipakai untuk memeriksa output setiap tingkat dari penguat. Hal ini dimulai dari
bagian input dan bergerak kearah output. Bila suatu tingkat memberikan sinyal
output yang cacat atau tidak ada output sama sekali, maka dapat diduga pada
tingkat tersebut terdapat kerusakan. Sinyal input yang lazim digunakan berbentuk
sinusoida dengan amplitudo rendah, sedemikian rupa supaya tidak menimbulkan
cacat bentuk pada tingkat berikutnya. Pada gambar 14 dapat dilihat
troubleshooting pada rangkaian penguat audio menggunakan teknik signal
tracing.
Teknik yang sama dapat diterapkan pada peralatan nonaudio. Umumnya
generator frekuensi audio dapat menghasilkan sinyal sampai 2 MHz, bahkan
beberapa model mampu memberikan frekuensi sampai 10 MHz atau lebih tinggi.
Pada teknik sinyal tracing ini tidak diperlukan tegangan DC-offset dari generator
frekuensi audio, walaupun rangkaian penguat audio menggunakan kopling
kapasitor yang mampu memblokir tegangan DC yang berasal dari sumber.
2. Penggunaan generator fungsi sebagai bias dan sumber sinyal
Beberapa generator audio modern mampu mencampurkan tegangan DC-
offset pada tegangan output ACnya.Kemampuan ini dapat dipakai untuk membias
transistor penguat yang dites dengan melengkapi komponen AC dari sinyal input.
Dengan mengamati output penguat pada osiloskop, amplitudo dan bias transistor
dapat dioptimalkan pada output tidak cacat. Dengan melakukan variasi DC-offset,
maka pengaruh beberapa bias (klas A, B dan C) dapat ditentukan.
3. Karakteristik beban lebih pada amplifier
Titik beban lebih (overload) dari beberapa penguat sulit ditentukan
dengan cara pengetesan menggunakan input gelombang sinusoida. Bentuk
gelombang segitiga merupakan bentuk gelombang ideal untuk keperluan ini,
karena setiap titik awal dari linieritas mutlak suatu gelombang dapat dideteksi
dengan baik. Dengan output segitiga kondisi puncak pembebanan lebih dari
sebuah penguat akan mudah ditentukan.
4. Pengetesan speaker dan rangkaian impedansi
Generator fungsi dapat dipakai untuk memperoleh informasi mengenai
impedansi input suatu speaker atau sembarang rangkaian impedansi yang lain
terhadap frekuensi. Dengan kata lain frekuensi resonansi rangkaian dapat
ditentukan.
C. ALAT DAN BAHAN
No.
Nama Alat Gambar
1CRO (Cathoda Ray Oscilooscope )
2. Kabel Prob CRO
3. AFG
4. Kabel Penghubung
D. CARA KERJA
1. Menyiapakan alat yang digunakan, yaitu kabel probe CRO, kabel ground, kabel
penghubung, CRO, dan AFG
2. Menghubungkan AFG dengan sumber tegangan.
3. Menghubungkan CRO dengan sumber tegangan.
4. Mengkalibrasi CRO
5. Memasang kabel penghubung yang memiliki dua cabang (merah dan hitam) pada
output AFG.
6. Menghubungkan kabel berwarna merah dengan kabel probe CRO.
7. Menghubungkan kabel berwarna hitam dengan kabel ground yang telah dipasang pada
CRO.
8. Mengatur frekuensi pada AFG sebesar 900 Hz.
9. Mengatur bentuk gelombang pada AFG.
10. Mengatur time/div pada CRO.
11. Mengamati gelombang yang terbentuk pada CRO dan mengukur panjang gelombang
yang terbentuk.
12. Mengulangi langkah ke 10 dan 11 dengan mengubah nilai dari time/div.
13. Mengulangi langkah ke 9 sampai 12 untuk bentuk gelombang yang lainnya.
14. Mengulangi langkah ke 8 sampai 13 untuk frekuensi 9 KHz dan 0,9 MHz.
E. HASIL PENGAMATAN( Terlampir )
F. ANALISIS DATA
1. AFG = 900 Hz
a. Data 1
λ = 1,1
Time/div = 1 ms
T = λ × time/div
= 1,1 × 1
= 1,1 ms
ƒ = 1T
= 1
1,1
= 909,09 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 900 Hz
Rangkaian alat
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |900−909,09909,09 | x 100%
= 9,09
909,09 x 100%
= 0,99 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 0,99%
= 99,01 %
λ = 2,2
Time/div = 0,5 ms
T = λ × time/div
= 2,2 × 0,5
= 1,1 ms
ƒ = 1T
= 1
1,1
= 909,09 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 900 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |900−909,09909,09 | x 100%
= 9,09
909,09 x 100%
= 0,99 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 0,99%
= 99,01 %
b. Data 2
λ = 1,1
Time/div = 1 ms
T = λ × time/div
= 1,1 × 1
= 1,1 ms
ƒ = 1T
= 1
1,1
= 909,09 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 900 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |900−909,09909,09 | x 100%
= 9,09
909,09 x 100%
= 0,99 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 0,99%
= 99,01 %
λ = 2,2
Time/div = 0,5 ms
T = λ × time/div
= 2,2 × 0,5
= 1,1 ms
ƒ = 1T
= 1
1,1
= 909,09 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 900 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |900−909,09909,09 | x 100%
= 9,09
909,09 x 100%
= 0,99 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 0,99%
= 99,01 %
c. Data 3
λ = 1,1
Time/div = 1 ms
T = λ × time/div
= 1,1 × 1
= 1,1 ms
ƒ = 1T
= 1
1,1
= 909,09 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 900 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |900−909,09909,09 | x 100%
= 9,09
909,09 x 100%
= 0,99 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 0,99%
= 99,01 %
λ = 2,2
Time/div = 0,5 ms
T = λ × time/div
= 2,2 × 0,5
= 1,1 ms
ƒ = 1T
= 1
1,1
= 909,09 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 900 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |900−909,09909,09 | x 100%
= 9,09
909,09 x 100%
= 0,99 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 0,99%
= 99,01 %
2. AFG = 9 KHz
a. Data 1
λ = 1,1
Time/div = 0,1 ms
T = λ × time/div
= 1,1 × 0,1
= 0,11 ms
ƒ = 1T
= 1
0,11ms
= 9090,09 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 9000 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |9000−9090,099090,09 | x 100%
= 90,09
9090,09 x 100%
= 0,99 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 0,99%
= 99,01 %
λ = 2,2
Time/div = 50 μs
T = λ × time/div
= 2,2 × 50
= 110 μs
ƒ = 1T
= 1
110 μs
= 9090,09 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 9000 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |9000−9090,099090,09 | x 100%
= 90,09
9090,09 x 100%
= 0,99 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 0,99%
= 99,01 %
b. Data 2
λ = 1,1
Time/div = 0,1 ms
T = λ × time/div
= 1,1 × 0,1
= 0,11 ms
ƒ = 1T
= 1
0,11ms
= 9090,09 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 9000 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |9000−9090,099090,09 | x 100%
= 90,09
9090,09 x 100%
= 0,99 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 0,99%
= 99,01 %
λ = 2,2
Time/div = 50 μs
T = λ × time/div
= 2,2 × 50
= 110 μs
ƒ = 1T
= 1
110 μs
= 9090,09 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 9000 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |9000−9090,099090,09 | x 100%
= 90,09
9090,09 x 100%
c. Data 3
λ = 1,1
Time/div = 0,1 ms
T = λ × time/div
= 1,1 × 0,1
= 0,11 ms
ƒ = 1T
= 1
0,11ms
= 9090,09 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 9000 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |9000−9090,099090,09 | x 100%
= 90,09
9090,09 x 100%
= 0,99 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 0,99%
= 99,01 %
λ = 2,2
Time/div = 50 μs
T = λ × time/div
= 2,2 × 50
= 110 μs
ƒ = 1T
= 1
110 μs
= 9090,09 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 9000 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |9000−9090,099090,09 | x 100%
= 90,09
9090,09 x 100%
= 0,99 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 0,99%
= 99,01 %
3. AFG = 0,9 MHz
a. Data 1
λ = 0,48
Time/div = 2 μs
T = λ × time/div
= 0,48 × 2
= 0,96 μs
ƒ = 1T
= 1
0,96 μs
= 1.041.666,67 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 900.000 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |900.000−1.041.666,671.041.666,67 | x 100%
= 141.666,67
1.041.666,67 x 100%
= 13,6 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 13,6%
= 86,4 %
λ = 0,19
Time/div = 5 μs
T = λ × time/div
= 0,19 × 5
= 0,95 μs
ƒ = 1T
= 1
0,95μs
= 1.052.631,58 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 900.000 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |900.000−1.052.631,581.052.631,58 | x 100%
= 152.631,58
1.052.631,58 x 100%
= 14,5 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 14,5%
= 85,5 %
b. Data 2
λ = 0,48
Time/div = 2 μs
T = λ × time/div
= 0,48 × 2
= 0,96 μs
ƒ = 1T
= 1
0,96 μs
= 1.041.666,67 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 900.000 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |900.000−1.041.666,671.041.666,67 | x 100%
= 141.666,67
1.041.666,67 x 100%
= 13,6 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 13,6%
= 86,4 %
λ = 0,19
Time/div = 5 μs
T = λ × time/div
= 0,19 × 5
= 0,95 μs
ƒ = 1T
= 1
0,95μs
= 1.052.631,58 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 900.000 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |900.000−1.052.631,581.052.631,58 | x 100%
= 152.631,58
1.052.631,58 x 100%
= 14,5 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 14,5%
= 85,5 %
c. Data 3
λ = 0,48
Time/div = 2 μs
T = λ × time/div
= 0,48 × 2
= 0,96 μs
ƒ = 1T
= 1
0,96 μs
= 1.041.666,67 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 900.000 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |900.000−1.041.666,671.041.666,67 | x 100%
= 141.666,67
1.041.666,67 x 100%
= 13,6 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 13,6%
= 86,4 %
λ = 0,19
Time/div = 5 μs
T = λ × time/div
= 0,19 × 5
= 0,95 μs
ƒ = 1T
= 1
0,95μs
= 1.052.631,58 Hz
Secara teori frekuensinya adalah 900.000 Hz
Kesalahan = |teori−pengukuranpengukuran | x 100%
= |900.000−1.052.631,581.052.631,58 | x 100%
= 152.631,58
1.052.631,58 x 100%
= 14,5 %
Ketelitian = 100% - Kesalahan
= 100% - 14,5%
= 85,5 %
G. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk mengukur besarnya frekuensi dengan
menggunakan CRO. Frekuensi dihitung dari pengukuran panjangnya gelombang yang
tampil pada CRO. Untuk setiap frekuensi yang telah dihitung secara teori, masing-
masing dilakukan percobaan dengan 3 bentuk gelombang yang berbeda. Gelombang
tersebut adalah:
Pada setiap bentuk gelombang dilakukan dengan 2 time/div yang berbeda, untuk
mendapatkan data hasil percobaan yang terbaik.
Percobaan pertama, secara teori menggunakan frekuensi 900 Hz. Data pertama
adalah dari bentuk gelombang yang pertama, yaitu gelombang sinus. Pada time/div 1 ms
diperoleh frekuensi sebesar 900,09 Hz. Ketelitiannya adalah 99,01%. Kemudian pada
time/div 0,5 ms diperolah frekuensi sebesar 900,09 Hz. Ketelitiannya adalah 99,01%.
Data kedua adalah dari bentuk gelombang yang kedua, yaitu gelombang segitiga. Pada
time/div 1 ms diperoleh frekuensi sebesar 900,09 Hz. Ketelitiannya adalah 99,01%.
Kemudian pada time/div 0,5 ms diperolah frekuensi sebesar 900,09 Hz. Ketelitiannya
adalah 99,01%. Data yang ketiga diperoleh dari bentuk gelombang yang ketiga, yaitu
gelombang kotak. Pada time/div 1 ms diperoleh frekuensi sebesar 900,09 Hz.
Ketelitiannya adalah 99,01%. Kemudian pada time/div 0,5 ms diperolah frekuensi
sebesar 900,09 Hz. Ketelitiannya adalah 99,01%.
Percobaan kedua, secara teori menggunakan frekuensi 9000 Hz. Data pertama
adalah dari bentuk gelombang yang pertama, yaitu gelombang sinus. Pada time/div 0,1
ms diperoleh frekuensi sebesar 9090,09 Hz. Ketelitiannya adalah 99,01%. Kemudian
pada time/div 50 μs diperolah frekuensi sebesar 9090,09 Hz. Ketelitiannya adalah
99,01%. Data kedua adalah dari bentuk gelombang yang kedua, yaitu gelombang
segitiga. Pada time/div 0,1 ms diperoleh frekuensi sebesar 9090,09 Hz. Ketelitiannya
adalah 99,01%. Kemudian pada time/div 50 μs diperolah frekuensi sebesar 9090,09 Hz.
Ketelitiannya adalah 99,01%. Data yang ketiga diperoleh dari bentuk gelombang yang
ketiga, yaitu gelombang kotak. Pada time/div 0,1 ms diperoleh frekuensi sebesar 9090,09
Hz. Ketelitiannya adalah 99,01%. Kemudian pada time/div 50 μs diperolah frekuensi
sebesar 9090,09 Hz. Ketelitiannya adalah 99,01%.
Percobaan ketiga, secara teori menggunakan frekuensi 900.000 Hz. Data pertama
adalah dari bentuk gelombang yang pertama, yaitu gelombang sinus. Pada time/div 2 μs
diperoleh frekuensi sebesar 1041666,67 Hz. Ketelitiannya adalah 86,4%. Kemudian pada
time/div 5 μs diperolah frekuensi sebesar 1052631,58 Hz. Ketelitiannya adalah 85,5%.
Data kedua adalah dari bentuk gelombang yang kedua, yaitu gelombang segitiga. Pada
time/div 2 μs diperoleh frekuensi sebesar 1041666,67 Hz. Ketelitiannya adalah 86,4%.
Kemudian pada time/div 5 μs diperolah frekuensi sebesar 1052631,58 Hz. Ketelitiannya
adalah 85,5%. Data yang ketiga diperoleh dari bentuk gelombang yang ketiga, yaitu
gelombang kotak. Pada time/div 2 μs diperoleh frekuensi sebesar 1041666,67 Hz.
Ketelitiannya adalah 86,4%. Kemudian pada time/div 5 μs diperolah frekuensi sebesar
1052631,58 Hz. Ketelitiannya adalah 85,5%.Pada pengukuran frekuensi 900.000 Hz
diperoleh gelombang kotak yang tidak beraturan.Menurut kami gelombang tersebut
adalah gelombang fourier.gelombang ini terjadi karena gelombang yang asli terdistorsi.
Adapun faktor – factor yang mempengaruhi pengukuran frekuensi AFG pada CRO
adalah :
1. Kesalahan pengamat dalam menentukan jumlah periode time/div pada layar
CRO
2. Besar frekuensi yang diukur.Semakin besar frekuensi yang diukur , maka
keakuratan pengukuran frekuensi AFG pada CRO semakin berkurang
H. Kesimpulan
Hasil pengukuran frekuensi AFG pada CRO pada percobaan ini adalah
AFG dengan frekuensi 900 Hz terukur pada CRO sebesar 900,09 Hz untuk semua
jenis gelombang
AFG dengan frekuensi 9000 Hz terukur pada CRO sebesar 9090,09 Hz untuk semua
gelombang
AFG dengan frekuensi 90000 Hz terukur pada CRO sebesar 1041666,67 Hz untuk
gelombang sinus pada time/div 2 μs dan pada time/div 5 μs sebesar 1052631,58
Hz.Untuk gelombang segitiga pada time/div 2 μs sebesar 1041666,67 Hz dan pada
time/div 5 μs sebesar 1052631,58 Hz.Untuk gelombang kotak pada time/div 2 μs
sebesar 1041666,67 Hzdan pada time/div 5 μs sebesar 1052631,58 Hz
I. Daftar Pustaka Giancoli, Douglas C.1985.Physic principles and application.New Jersey : Prentice Hall Tim Elins.2013.Diktat praktikum alat ukur listrik.Yogyakarta : FMIPA