5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Penuaan
2.1.1 Definisi
Proses penuaan adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Darmojo, 1994).
Proses menua didefinisikan sebagai perubahan yang terkait waktu,bersifat
universal, intrinsik, progresif dan detrimental. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk
dapat bertahan hidup (Nugroho, 2008).
2.1.2 Teori Proses Penuaan
2.1.2.1 Teori Biologi
Teori Biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immmunology slow
theory, teori radikal bebas, teori stress, teori rantai silang dan teori metabolisme.
A.Teori Genetik dan Mutasi
Menurut teori ini, menua terprogram secara genetik untuk spesies-spesies
tertentu. Setiap spesies di dalam inti selnya memiliki suatu jam genetik atau jam
biologis sendiri.Setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang
telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis. ini berhenti berputar,
6
ia akan mati. Manusia mempunyai umur harapan hidup kedua terlama setelah
bulus.
Tabel 2.1 Life span makhluk yang hidup di alam bebas
Jenis Makhluk Umur (tahun)
Bulus 170
Manusia 116
Kerang 80
Kakaktua 70
Gajah 70
Burung Hantu 68
Kuda 62
Simpanse 50
Gorila 48
Beruang 47
Bangau 35
Kucing 30
Anjing 27
Sapi 20
Kelinci 18
Ayam 14
Tikus 5
Mencit 5
Kecoak 1
Nyamuk 5 bulan
Lalat 70 hari
(Darmojo, 1999)
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi,
sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin sehingga terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana, 1994 dalam Nugroho, 2008) Hal
ini terjadi karena adanya pengumpulan pigmen atau lemak dalam tubuh contohnya
pigmen lipofusin di sel otot jantung dan sel susunan saraf pusat lansia yang
mengakibatkan terganggunya fungsi sel itu sendiri. (Maryam, 2008).
7
B. Immunology Slow Theory
Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan
sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi
merusak membran sel, sistem imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya.
Hal ini lah yang mendasari peningkatan penyakit autoimun pada lanjut usia
(Maryam, 2008).
C. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena
memiliki elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom
atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan di dalam
tubuh.Radikal bebas menyebabkan sel tidak dapat melakukan regenerasi
(Maryam, 2008).
D. Teori Stress
Teori stress mengungkapkan bahwa menua terjadi akibat hilangnya sel-sel
yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal,kelebihan usaha dan stres yang menyebabkan sel
tubuh lelah terpakai (Maryam, 2008).
E. Teori Rantai Silang
Teori ini menjelaskan bahwa menua terjadi saat adanya reaksi
lemak,protein,karbohidrat,dan asam nukleat (molekul kolagen) dengan zat kimia
dan radiasi. Hal tersebut menyebabkan perubahan pada membran plasma sehingga
jaringan bersifat kaku, kurang elastis dan hilangnya fungsi sel (Nugroho, 2008).
8
F. Teori Metabolisme
Dalam berbagai percobaan hewan telah dibuktikan bahwa pengurangan
asupan kalori dapat menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur.
Sedangkan peningkatan asupan kalori dapat menyebabkan kegemukan dan
memperpendek umur (Darmojo, 2014).
2.1.2.2 Teori Psikologis
Proses penuaan terjadi secara alamiah bersamaan dengan penambahan
usia. Lansia sulit untuk berinteraksi karena adanya penurunan intelektualitas yang
meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori dan belajar. Selain itu,dengan
adanya penurunan fungsi sistem sensorik,maka akan terjadi penurunan
kemampuan untuk menerima, memproses dan merespon stimulus.
2.1.2.3 Teori Sosial
A.Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu
situasi tertentu,yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Maryam (2008)
mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial
merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar
kemampuannya untuk melakukan tukar menukar.
Pada lansia,kekuasaan dan prestisenya berkurang,sehingga menyebabkan
interaksi sosial mereka juga berkurang,yang tersisa hanyalah harga diri dan
kemampuan mereka untuk mengikuti perintah (Maryam et al 2008).
Pokok-pokok interaksi sosial adalah sebagai berikut:
a) Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai
tujuannya masing-masing,
9
b) Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan
waktu.
c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai,seorang aktor harus
mengeluarkan biaya
d) Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya
kerugian
e) Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.
B. Teori Aktivitas
Teori yang dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al (1972) di dalam
Darmojo (2014) menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta
mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan
aktivitas yang dilakukan. Lansia menganggap bahwa proses penuaan merupakan
suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan perilaku
mereka semasa mudanya. Penerapan teori aktivitas ini sangat positif dalam
penyusunan kebijakan terhadap lansia karena lansia akan berinteraksi sepenuhnya
di masyarakat.
Pokok-pokok teori aktivitas ialah:
a) Moral dan keputusan berkaitan dengan interaksi sosial dan
keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
b) Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
10
C. Teori Perkembangan
Havighurst dan Duvali menguraikan tujuh jenis
perkembangan(development tsks) selama hidup yang harus dilaksanakan oleh
lansia yaitu:
1) Penyesuaian terhadap penurunan kemampuan fisik dan psikis
2) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan
3) Menemukan makna kehidupan
4) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
5) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga
6) Penyesuain diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
7) Menerima dirinya sebagai lansia
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua
merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap tantangan
tersebut yang dapat bernilai postif atau negatif. Namun teori ini tidak
menitikberatkan pada bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang
seharusnya.
Pokok –pokok dalam teori perkembangan adalah:
a) Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa
kehidupannya.
b) Masa tua merupakan masa penyesuaian diri sebagai akibat
perannya yang berakhir didalam keluarga,yaitu pensiun dan atau menduda atau
menjanda.
11
c) Lansia harus menyesuaikan diri sebagai akibat perannya yang
berakhir didalam keluarga,kehilangan identitas dan hubungan sosialnya akibat
pensuin,serta ditinggal mati oleh pasangan hidup dan teman-temannya.
2.1.3 Batasan Lanjut Usia
Batasan lanjut usia berdasarkan berbagai literatur belum memberikan
jawaban secara memuaskan,sehingga terkesan tidak ada batasan yang pasti. Jika
disimpulkan dari berbagai pendapat ahli,lanjut usia adalah orang yang berumur 65
tahun ke atas. Namun berdasarkan UU Nomor 13 tahun 1998 pada Bab 1 Pasal 1
Ayat 2 dijelaskan bahwa di Indonesia batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas.
Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai batasan umur:
1. Menurut WHO, ada empat tahap yakni:
a) Usia Pertengahan (middle age):45-59 tahun
b) Lanjut usia (elderly) :60-74 tahun
c) Lanjut usia tua(old) :75-90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) :diatas 90 tahun
2. Menurut Prof.Dr.Koesoemanto Setyonregoro,Sp.KJ
a) Usia Dewasa Muda (elderly adulthood):18/20-25 tahun
b) Usia Dewasa Penuh (middle years) :25-60/65 tahun
c) Lanjut usia (geriatric age,usia lebih dari 65/70 tahun)
terbagi menjadi:
i. Usia 70-75 tahun (young old)
ii. Usia 75-80 tahun (old)
iii. Usia lebih dari 80 tahun (very old)
12
3. Menurut Burnside(1979),ada empat tahap lanjut usia:
a) Young old (usia 60-69 tahun)
b) Middle age old (usia 70-79 tahun)
c) Old-old (usia 80-89 tahun)
d) Very old old (usia 90 tahun ke atas)
2.1.4 Perubahan Fisiologis pada Lansia
Makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan
anatomik dan fungsional atas organnya juga semakin besar. Adanya introduksi
hukum 1% menyatakan bahwa fungsi organ akan menurun sebanyak satu persen
setiap tahunnya setelah umur 30 tahun. Petanda penuaan adalah bukan pada
tampilan organ atau organisma saat istirahat,namun pada bagaimana organisme
dapat beradaptasi terhadap stres dari luar (Kane et al, 1994).
Menurut Boedhi Darmodjo (2004) menjadi tua bukanlah suatu penyakit
atau sakit, tetapi adalah suatu peningkatan kepekaan atau berkurangnya
kemampuan adaptasi yang sering dikenal dengan geriatric giant, dimana lansia
akan mengalami 13 i, yaitu:
1. Imobilisasi
2. Instabilitas (mudah jatuh)
3. Intelektualitas terganggu (demensia)
4. Isolasi(depresi)
5. Inkontinensia
6. Impotensi
13
7. Imunodefisiensi
8. Infeksi mudah terjadi
9. Impaksi (konstipasi)
10. Iatrogenesis (kesalahan diagnosis)
11. Insomnia
12. Impairment of (gangguan pada penglihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman, komunikasi
dan integritas kulit
13. Inaniation (malnutrisi).
Berikut perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia di berbagai
sistem organ tubuh:
2.1.4.1 Sistem Panca Indra
Perubahan morfologik terjadi pada mata, telinga, hidung, syaraf perasa di
lidah dan di kulit. Perubahan ini memberikan dampak pada anatomik fungsional
di berbagai organ panca indra baik pada fungsi melihat, mendengar,
keseimbangan ataupun perasa dan perabaan.
Orang berusia lanjut umumnya menderita presbiopi dikarenakan elastisitas
lensa berkurang sehingga tidak dapat melihat jarak jauh dengan jelas. Pada lansia
juga terjadi penurunan sensitivitas terhadap warna dan penurunan kemampuan
untuk melihat objek pada tingkat penerangan yang rendah (Maryam et al, 2008).
Lanjut usia juga mengalami kehilangan kemampuan mendengar nada dengan
frekuensi tinggi sebagai akibat dari degenerasi organ korti (sel-sel rambut) dan
hilangnya neuron di koklea (Darmojo, 2014) Mereka pada umumnya tetap dapat
mendengar suara rendah daripada nada C sejelas orang yang lebih muda.
14
Di sistem perasa, terjadi penurunan sensitivitas papil pengucap terutama
terhadap rasa manis dan asin. Hal tersebut terjadi karena berhentinya pertumbuhan
tunas perasa yang terletak di lidah dan di permukaan bagian dalam pipi.
Sedangkan di sistem penciuman. daya penciuman lansia juga berkurang sejalan
dengan bertambahnya usia dikarenakan pertumbuhan sel didalam hidung berhenti
atau karena lebatnya bulu rambut di lubang hidung. Sementara pada lansia
sering dijumpai kulit yang semakin kering dan keras sehingga indra peraba di
kulit semakin peka.
2.1.4.2 Sistem Gastro Intestinal
Perubahan fisiologis pada lansia di sistem gastrointestinal ialah perubahan
atrofik pada rahang sehingga gigi lebih muda tanggal. Perubahan atrofik juga
terjadi pada mukosa, kelenjar dan otot-otot pencernaan. Perubahan morfologik
tersebut akan menyebabkan perubahan fungsional sampai perubahan patologik,
diantaranya gangguan menguyah dan menelan serta perubahan nafsu makan.
2.1.4.3 Sistem Kardiovaskuler
Lansia mengalami penurunan kemampuan dalam memompa darah
sehingga menurun kontraksi dan volumenya. Keadaan tersebut ditambah dengan
penurunan elastisitas serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
sehingga tekanan darah pada lansia rata-rata meningkat.
2.1.4.4 Sistem Respirasi
Kekuatan otot-otot pernapasan mengalami penurunan,elastisitas paru
menurun,kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat.
15
2.2 Kognitif pada Lansia
2.2.1 Definisi Kognitif
Kognitif berasal dari bahasa latin cognosere ( yang berarti “untuk
mengetahui” atau “untuk mengenali”) merujuk pada kemampuan untuk
memproses informasi,menerapkan ilmu dan mengubah kecenderungan (Nehlig,
2010).
Fungsi Kognitif ialah proses mental yang dilakukan seseorang untuk
mengatur informasi seperti memperoleh input dari lingkungan (persepsi),
memilih (perhatian), mewakili (pemahaman), dan menyimpan (memori) informasi
dan akhirnya menuntun perilaku (penalaran dan koordinasi output motorik).
(Briton dan Marmot, 2003).
2.2.2 Domain Kognitif
a. Atensi
Atensi adalah kemampuan untuk mengikuti suatu stimulus spesifik tanpa
diganggu oleh stimulus dari luar.Atensi merupakan hasil hubungan antara batang
otak,aktivitas limbik dan aktivitas korteks sehingga mampu untuk fokus pada
stimulasi spesifik dan mengabaikan stimulus yang tidak relevan (PERDOSSI
2008). Sedangkan konsentrasi adalah kemampuan untuk mempertahankan atensi
selama periode waktu tertentu. Gangguan atensi dan konsentrasi dapat
mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan fungsi eksekutif.
Aspek atensi terdiri dari (Bahrudin, 2011):
Atensi selektif : Kemampuan untuk menseleksi stimulus.
Pertahankan atensi atau kesiagaan : Kemampuan mempertahankan atensi
dalam waktu tertentu.
16
Atensi terbagi : Kemampuan untuk bereaksi terhadap berbagai stimulus
dalam satu waktu.
Atensi alternatif: Mampu beralih dari satu situsi ke situasi lain.
b. Bahasa
Bahasa merupakan alat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang
membangun kemampuan fungsi kognitif. Dalam berbahasa ada enam modalitas
bahasa yaitu:
1) Kelancaran
Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat
dengan panjang, ritme, melodi yang normal. Metode pemeriksaan ialah dengan
menilai kelancaran pasien dalam berbicara secara spontan.
2) Pemahaman
Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami suatu pertanyaan atau
perintah dan dibuktikan dengan melakukan perintah tersebut.
3) Pengulangan
Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau
kalimat yang diucapkan seseorang.
4) Penamaan
Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta bagian-
bagiannya.
5) Pemeriksaan Baca Tulis
17
c. Memori
Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian informasi,
proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam
tiga proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori.
Signal eksternal atau stimuli dari lingkungan sekitar akan ditangkap oleh
sistem penginderaan dan secara bertahap diproses dalam sistem penyimpanan
(memori) otak manusia yang terdiri atas (Semiawan, 2009):
Sensory Information Storage (SIS): menyimpan gambaran realita/fakta
secara lengkap dan akurat,namun lama penyimpanan hanya 0,1-0.5 detik.
Pengetahuan sesaat yang dapat disimpan dalam SIS tidak dapat dipanggil kembali
pada waktu berikutnya. Disini dibutuhkan pemusatan perhatian dan mengingat
(attention).
Short Term Memory (STM): menyimpan informasi dalam beberapa
menit. Dalam memori ini,apa yang sudah ditangkap oleh SIS sudah
dapat diklasifikasikan sesuai dengan pola yang dikenal, selanjutnya
adalah pola proses pencocokan pola (template matching) dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Long Term Memory (LTM): menyimpan informasi dalam rentang
waktu yang lebih lama, bisa beberapa menit, jam, bulan bahkan
tahun. Ini merupakan memori utama yang dapat menyimpan
stimulus dengan permanen.
d. Visuospasial
Kemampuan visuospasial merupakan fungsi kognitf non verbal tingkat
tinggi yang melibatkan integrasi fungsi lobus occipitalis, parietalis dan frontalis.
18
Contoh kemampuan konstruksional adalah menggambar garis dan balok,
menyalin atau mencontoh gambar garis dengan pensil dan kertas dan lain lain
(Bahrudin, 2011).
e. Fungsi Eksekutif
Ialah suatu proses kompleks seseorang dalam menghadapi masalah
maupun persoalan. Proses ini meliputi kesadaran akan keberadaan suatu masalah,
mengevaluasi serta menganalisa jalan keluar suatu persoalan (PERDOSSI, 2008).
2.2.3 Kognitif Lansia
Ketika seseorang memasuki usia lanjut,maka akan mengalami perubahan
dalam aspek kecepatan memproses, penurunan efisiensi dalam berfikir, dan
kesulitan dalam pengungkapan kembali memori jangka panjang (Suardiman,
2011). Menjadi tua ditandai oleh kemunduran-kemunduran kognitif antara lain
(Depkes, 1998):
Mudah lupa,ingatan tidak berfungsi baik
Ingatan kepada hal-hal masa muda lebih baik daripada hal yang
baru terjadi, yang pertama dilupakan adalah nama-nama
Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang atau
tempat mundur karena daya ingat dan penglihatan yang biasanya
sudah mundur
Skor yang dicapai dalam hal inteligensi menjadi lebih rendah
meskipun mempunyai banyak pengalaman
Tidak mudah menerima hal-hal atau ide baru.
19
Kontributor utama dalam perubahan kognitif adalah penurunan
menyeluruh sistem saraf pusat. Penurunan terkait penuaan ditunjukkan dalam
kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja dan memori jangka panjang
(Papalia,Olds & Feldman, 2008). Perubahan ini memiliki hubungan dengan
struktur dan fungsi otak. Gambaran struktur otak pada post mortem otak lanjut
usia meliputi volume dan berat otak yang berkurang, pembesaran ventrikel dan
pelebaran sulkus, hilangnya sel-sel saraf di neokorteks, penciutan syaraf dan
dismorfologi, pengurangan densitas sinaps, hiperintensitas substansia alba yang
tidak hanya di lobus frontalis namun juga menyebar hingga ke daerah posterior
akibat perfusi serebral yang buruk (Myers, 2008).
Hipotesis lobus frontalis muncul dari penemuan ini yakni dengan asumsi
bahwa penurunan fungsi kognitif lansia adalah sama bila dibandingkan dengan
pasien dengan lesi lobus frontalis. Kedua populasi tersebut menunjukkan
gangguan pada memori kerja,atensi dan fungsi eksekutif (Rodriguez-Aranda &
Sundet dalam Myers 2008).
Prevalensi gangguan kognitf termasuk demensia meningkat sejalan
bertambahnya usia. Kurang dari 3% terjadi pada kelompok usia 65-75 tahun dan
lebih dari 25% terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas (WHO 1998). Fungsi
otak yang menurun secara linier dengan pertumbuhan usia adalah berupa fungsi
memori, kemunduran dalam kemampuan naming (penamaan) dan kecepatan
mencari kembali informasi yang telah tersimpan dalam pusat memori (Strub &
Black, 1992).
20
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kognitif Lansia
1. Jenis Kelamin
Wanita lebih beresiko mengalami penurunan kognitf. Hal tersebut
dikarenakan adanya peranan hormon seks endogen dimana reseptor estrogen
ditemukan di area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori seperti
hipokampus. Estradiol diperkirakan bersifat melindungi syaraf (neuroprotektif)
dan dapat membatasi kerusakan akibat stres oksidatif. Rendahnya level estradiol
dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal (Yaffe dkk,
2007 dalam Myers 2008).
2. Usia
Pertambahan usia berjalan beriringan dengan penurunan fungsi kognitf.
semakin bertambah usia (>60 tahun) maka makin menurun fungsi kognitif
(Erickson, 2010)
3. Status Pendidikan
Menurut penelitian Monginsidi (2013) dijelaskan bahwa seseorang yang
mengenyam pendidikan lebih dari sembilan tahun atau lebih dari pendidikan dasar
(SMA,diploma atau sarjana) memiliki hasil fungsi kognitif yang tergolong
normal.
4. Status Kesehatan
Salah satu yang mempengaruhi fungsi kognitif adalah seperti hipertensi,
angina pektoris, infark miokardium dan penyakit jantung serta penyakit vaskular
lainnya. Dalam hal hipertensi,jika terjadi peningkatan tekanan darah kronis dapat
meningkatkan efek penuaan pada struktur otak meliputi reduksi substansia alba
21
dan substansia grisea di lobus prefrontal, penurunan hipokampus dan
hiperintensitas substansia alba di lobus frontalis (Briton dan Marmot, 2003).
2.2.5 Pemeriksaan Fungsi Kognitif
Dalam menilai fungsi kognisi global dilakukan pemeriksaan menggunakan
Mini Mental State Examination (MMSE) . MMSE sejak tahun 1975 sudah
divalidasi dan digunakan secara luas pada praktek klinis maupun penelitian.
MMSE berfungsi sebagai media pendeteksi gangguan kognitif pada lansia, rawat
inap dan anggota komunitas (Bahrudin, 2011).
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah alat ukur terstruktur yang
terdiri dari 30 poin dan dikelompokkan menjadi 7 kategori:
Orientasi terhadap tempat (negara,provinsi, kota,gedung, lantai)
Orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari dan tanggal)
Registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata)
Atensi dan konsentrasi (secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka
100, atau mengeja kata WAHYU secara terbalik)
Mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata yang telah diulang
sebelumnya)
Bahasa (memberi nama 2 benda, mengulang kalimat, membaca dengan
keras dan memahami suatu kalimat, menulis kalimat dan mengikuti
perintah 3 langkah)
Kontruksi visual (menyalin gambar)
22
Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar sempurna, skor
yang makin baik mengindikasikan fungsi kognitif yang baik. Skor total berkisar 0-
30 (performance sempurna). Nilai 24-30 diinterprestasikan normal; Nilai 17-23
diinterprestasikan probable gangguan kognitif; dan nilai 0-16 interprestasi
definitif gangguan kognitif.
Pelaksanaan MMSE kurang lebih 5-10 menit. Tes ini dapat dilaksanakan
dengan mudah oleh semua profesi kesehatan atau tenaga terlatih yang telah
memahami instruksinya.
2.3 Senam Lansia
2.3.1 Definisi dan Jenis Senam Lansia
Senam lansia adalah senam aerobic low impact yang gerakannya
melibatkan sebagian besar otot tubuh, sesuai dengan gerak sehari-hari, gerakan
kanan-kiri mendapat beban yang seimbang serta dengan intensitas senam ringan
sampai sedang (Budihardjo dkk, 2004).
Senam lansia disusun dalam empat paket yaitu paket A, B, C, D dengan
spesifikasi yang berbeda. Paket A diperuntukkan bagi lansia yang tidak tahan
berdiri dan dilakukan sambil duduk di kursi; Paket B untuk lansia dengan kondisi
sedang; Paket C untuk lansia dengan kondisi baik; dan Paket D untuk lansia
dengan tingkat kondisi prima. Tiap paket latihan senam memiliki susunan yaitu
latihan pemanasan, inti dan pendinginan (Budihardjo dkk, 2004).
2.3.2 Manfaat Senam Lansia
Manfaat melakukan senam secara teratur dan benar dalam jangka waktu
yang cukup (Maryam,2008):
23
Mempertahankan atau meningkatkan taraf kesegaran jasmani yang
baik
Mengadakan koreksi terhadap kesalahan sikap dan gerak
Membentuk sikap dan gerak
Memperlambat proses degeneratif karena perubahan usia
Membentuk kondisi fisik (kekuatan
otot,kelenturan,keseimbangan,ketahanan keluwesan dan kecepatan)
Membentuk berbagai sikap kejiwaan(membentuk
keberanian,kepercayaan diri,kesiapan diri,dankesanggupan
kerjasama).
Memberikan rangsangan bagi syaraf-syaraf yang lemah,khususnya
bagi lansia.
Menumpuk rasa tanggung jawan terhadap kesehatan diri sendiri
dan masyarakat.
2.3.3 Gerakan Senam Lansia
2.3.3.1 Cara Berlatih (dengan peregangan)
a) Lakukan pemanasan berupa gerakan senam selama 5-10 menit. Setiap
gerakan dilakukan satu persatu sebanyak 8 kali selama melakukan
gerakan.
b) Lakukan peregangan selama 5 menit. Pada waktu peregangan,posisi
tersebut ditahan selama 10 detik dan jangan menahan nafas.
c) Lakukan latihan inti selama 10 menit.Setelah selesai latihan
inti,dilanjutknan dengan pendinginan selama 5 menit.
24
d) Lakukan peregangan selama 5 menit.
2.3.3.2 Cara Berlatih (tanpa peregangan)
a. Lakukan pemanasan dengan tubuh bagian kepala,tangan,badan dan kaki
selama 10 menit.
b. Gerakan dilakukan secara berurutan sesuai dengan tahap.
c. Lakukan pendinginan seperti pada pemanasan selama 10 menit.
2.3.3.3 Gerakan-Gerakan Pemanasan
1. Berdiri tegak lutut agak bengkok, miring leher ke kiri, tegakkan kembali
kemudian miringkan ke kanan dan jangan melakukan gerakan
menengadah dan gerakan putaran penuh.
2. Berdiri tegak, lutut agak dibengkokkan, lengan lurus ke samping diputar
ke depan dan belakang.
3. Berdiri tegak, lutut agak bengkok lengan ditekuk didepan dada kemudian
luruskan ke samping.
4. Berdiri tegak, lutut agak bengkok, kedua tangan lurus ke bawah kemudian
ditekuk ke atas.
5. Berdiri tegak,condongkan badan ke samping kanan dengan lutut
dibengkokkan. Tangan kiri menyentuh lutut kanan, kemudian kembali ke
posisi semua, lakukan gerakan serupa untuk gerakan ke samping kiri.
6. Berdiri tegak, lutut agak dibengkokkan, lengan diangkat di atas disamping
kepala, turunkan badan sambil membengkokkan lutut kemudian kembali
ke posisi tegak.
7. Berdiri tegak, tungkai lurus tangan memakai sandaran kursi. Lakukan
gerakan jinjit untuk kedua kaki, kemudian kembali ke posisi tegak.
25
2.3.3.4 Gerakan Inti
a) Gerakan kepala dan leher
Tegakkan kepala ke atas, usahakan keher tidak menekuk ke
belakang kemudian diluruskan..
Tundukkan kepala pelan-pelan kemudian kembali ke posisi semula
Miringkan leher pelan ke kiri, tengah ,kemudian kanan.
Palingkan leher ke kiri tengah, dan kekanan secara perlahan-lahan.
b) Gerakan bahu dan tangan
Putar pangkal lengan ke belakang kemudian ke depan, dapat
dilakukan dengan beban atau tanpa beban.
Lengan relaks didepan badan, gerakan ke dalam dan ke samping
tubuh kemudian kembali ke posisi semula.
Posisi lengan ditekuk sejajar dengan bahu, gerakan ke depan dada,
tarik ke belakang, lakukan bergantian dengan tangan kiri diatas dan
tangan kanan dibawah.
c) Gerakan Kaki
Jalan tegap di tempat dengan kaki diangkat ke belakang.
Langkah silang kaki ke kanan dan ke kiri diikuti dengan ayunan
tangan.
Angkat paha dan kaki ke depan dengan tangan ke atas.
Gerakan menyilang ke depan badan, sentuh ujung kaki kanan yang
depan diangkat dengan tangan kiri, lakukan sebaliknya.
Gerakan jinjit dengan kaki
26
Gerakan telapak tangan ke atas dengan tumpuan pada tumit dan
kemudian dilakukan lagi dengan tumpuan ujung kaki.
Gerakan menekuk ujung jari ke dalam dengan tumpuan tumit
kemudian tarik ujung jari ke atas, semua gerakan dilakukan dengan
delapan (8) halaman.
2.3.3.5 Gerakan Peregangan
Peregangan otot betis
Peregangan otot paha depan
Peregangan otot dada dan bahu
Peregangan otot punggung
Peregangan otot lengan atas
2.4 Hubungan antara Senam Lansia dan Kognitif Lansia
Penelitian membuktikan bahwa melakukan aktivitas fisik (seperti contohnya
senam) dapat menstimulasi otak dengan meningkatkan protein Brain Derived
Neurotropic Factor (BDNF) yang menjaga sel syaraf tetap bugar dan sehat
(Turana, 2013). Kadar BDNF yang rendah berhubungan dengan gejala penyakit
kepikunan. Aktivitas fisik yang teratur akan meningkatkan ekspresi BDNF di
hipokampus sehingga berperan dalam perbaikan plastisitas sinaps otak dan fungsi
kognitif. Perbaikan plastisitas sinap berperan dalam proses belajar dan fungsi
memori ( Gomez et al, 2008).
Protein Brain Derived Neurotropic Factor (BDNF) merupakan salah
satu anggota famili neurotropin growth factor yang disebut sebagai agen
neuroprotektif kuat untuk mencegah proses degeneratif. Aksi BDNF diperantarai
27
oleh reseptor TrkB (tropomyosin receptor kinase B) yang diekspresikan dalam
neuron dari sistem saraf pusat dan perifer. Pada sistem saraf pusat, terdapat
beberapa tempat yang memiliki kadar BDNF yang tinggi yaitu hipokampus,
korteks serebral, thalamus, serebelum, batang otak dan medula spinalis.
Sedangkan pada sistem saraf perifer, diekspresikan pada ganglia kranial, sistem
vestibular dan akar ganglia dorsalis. (Gupta et al, 2013).
Bagan menunjukkan bahwa fosforilasi tirosin yang dipicu oleh
ikatan neurotropin akan menyebabkan perekrutan pleckstrin homolog (HP) dan
domain SH2 yang terdiri dari FRS2, SHC, SH2B, SH2B2 yang akan mengaktivasi
beberapa jalur lainnya. (Gupta et al, 2013).
Reseptor TrkB meregulasi pertumbuhan dan kelangsungan hidup
neuron melalui kaskade sinyal Ras-PI3K-Akt. Sedangkan aktivasi jalur GRB2-
Ras-MAPK-Erk akan meregulasi diferensiasi dan perkembangan neuronal
(Murray, 2011). Selain itu, plastisitas sinaps juga diregulasi dengan stimulus
fosfolipase Cƴ (PLCƴ) melalui sinyal protein kinase C (Rantamaki et al, 2007).
28
Gambar 2.2 Jalur Signaling BDNF dan reseptor TrkB di otak
Protein BDNF tidak hanya berperan sebagai agen neuroprotektif yang
mencegah proses degeneratif, tapi juga menginduksi neurogenesis, plastisitas
sinaps dan memodulasi organisasi struktur sinaps (Gomez et al, 2013).
Nouchi,R et al (2014) dalam penelitiannya di Jepang membandingkan
fungsi koginitif lansia sebelum dan sesudah senam dan didapatkan kesimpulan
bahwa lansia yang rutin melakukan kombinasi latihan berupa aerobik, stretching
dan strength mengalami perubahan fungsi kognitif lebih baik sesudah senam.
Intervensi rutin tersebut dilakukan selama 4 minggu. Menurut American College
Sports and Medicine (ACSM) 2009 ada dua tipe kegiatan fisik yang
direkomendasikan untuk meningkatkan fungsi kognitif pada lansia, yaitu tipe
aerobik dan tipe resisten. Senam lansia termasuk dalam tipe aerobik moderate
dimana ACSM merekomendasikan untuk dilakukan selama minimal 150 menit
per minggu.