7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Persediaan
2.1.1. Pengertian Persediaan
Persediaan adalah sumber daya mengganggur (idle resources) yang menunggu
proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut tersebut adalah berupa
kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distrbusi
ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga. (Nasution, 2003, h103)
2.1.2. Jenis Persediaan
Menurut Render dan Heizer (2001, h314-315), persediaan terdiri atas empat
jenis, yaitu:
i. persediaan bahan mentah
ii. persediaan barang dalam proses (work in process/ WIP)
iii. persediaan MRO (maintenance-repair-operation)
iv. persediaan barang jadi
2.1.3. Fungsi Persediaan
Menurut Render dan Heizer (2001, h314), persediaan memiliki enam fungsi
penting yang menambah fleksibilitas dari suatu perusahaan, yaitu:
i. Persediaan barang untuk memenuhi permintaan yang diantisipasi akan timbul
dari konsumen.
ii. Untuk memasangkan produksi dengan distribusi
8
iii. Untuk mengambil keuntungan dari potongan pembelian dalam jumlah besar yang
dapat menurunkan biaya produk.
iv. Untuk melakukan hedging terhadap inflasi dan perubahan harga.
v. Untuk menghindari kekurangan stok yang dapat terjadi karena cuaca,
kekurangan pasokan, masalah mutu, atau kesalahan pengiriman.
vi. Untuk menjaga agar operasi berlangsung dengan baik dengan menggunakan
“barang dalam proses” sebagai persediaan.
2.2. Internet
2.2.1. Sejarah Internet
Definisi internet menurut Mcleod (2001, h59) pengertian internet dapat diartikan
sebagai koleksi jaringan komputer yang terbesar di dunia, masing-masing terdiri dari
jaringan-jaringan yang lebih kecil. Menurut McLeod (2001, h58) Intenet dimulai tahun
1979, ketika itu pemerintah US membangun sebuah jaringan yang disebut ARPANET.
ARPANET merupakan produk dari Advanced Research Project Agency. Penggunaan
ARPANET pada awalnya ditujukan sebagai alat pertukaran informasi untuk militer dan
periset sipil untuk hal-hal yang berkaitan dengan militer. ARPANET bersama dengan
dua jaringan lainnya yaitu CSNET (Computer Science Network) dan NSFNET (National
Science Foundation Network) membentuk internet. Jaringan tersebut dinamakan internet
mulai pada tahun 1980-an. Tahun 1989 dimulai berbagai pengembangan yang mengarah
pada WWW (World Wide Web).
Internet banyak digunakan perusahaan untuk melakukan pertukaran informasi
dalam bisnis mereka. Komunikasi tersebut bisa dilakukan baik dalam perusahaan
maupun perusahaan dengan lingkungannya. Jadi internet merupakan suatu penghubung
9
yang menghubungkan antara satu komputer dengan komputer lainnya dalam suatu
jaringan komunikasi yang besar. Jumlah pengguna internet didunia saat ini telah
mencapai mencapai 1.463.632.361 orang. Jumlah terbesar berasal dari Asia dengan
jumlah 578,538,257 orang. Sedangkan tingkat pertumbuhan pengguna tertinggi adalah
Timur tengah dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,176.8 %.
2.2.2. Web
Website mengacu pada pada suatu komputer yang dihubungkan pada suatu
jaringan yang dapat diakses oleh komputer lain. Web page adalah suatu file hypermedia
yang disimpan dalam sebuah website dan diidentifikasi oleh suatu alamat unik. Home
page adalah halaman pertama dari suatu web (McLeod ,2001, h60).
2.2.3. URL
URL (Universal Resource Locator) mengacu pada suatu halaman dari website
(McLeod, 2001, h60).
2.2.4. Browser
Browser adalah suatu sistem perangkat lunak yang memungkinkan kita
mengambil file dari website dengan mengetikkan alamat dari website tersebut (McLeod,
2001, h61). Contoh dari browser adalah Internet Explorer, Mozilla Firefox, Opera,
Safari dan Google Chrome.
10
2.2.5. Web Service
Web Service menyediakan standar komunikasi di antara berbagai aplikasi
software yang berbeda-beda. Ia dapat berjalan di berbagai platform maupun framework
(Siswoutomo, 2004, h11). Ada empat aplikasi utama untuk web service, yaitu: integrasi
aplikasi, integrasi bisnis, distribusi informasi, dan fungsionalitas aplikasi.
2.3. E-Business
Pengertian e-business adalah melakukan berbagai macam aktivitas bisnis yang
secara elektronik dengan mudah menggunakan teknologi yang berbasis internet
(Kalakota et al., 2001, h7). Proses e-business mencakup tidak hanya pemasaran dan
penjualan online, tetapi manajemen supply chain dan saluran, manufacturing dan kontrol
persediaan, operasi keuangan dan prosedur arus kerja pegawai yang melintasi
keseluruhan organisasi.
2.3.1. Business to Business (B2B)
Business to business (B2B) merupakan model e-commerce dimana semua yang
berpartisipasi adalah para pebisnis dan organisasi lainnya. B2B adalah transaksi yang
diadakan secara elektronik antar bisnis melalui internet, intranet, ekstranet , atau
jaringan pribadi.
2.3.2. Model Business to Business (B2B)
Model Business to Business (B2B) terdiri dari :
11
i. Model berpusat pada perusahaan (One-to-Many, Many-to-One).
Dalam model ini, satu perusahaan melakukan penjualan yang disebut tempat
pemasaran sisi penjualan (one-to-many), dan satu perusahaan yang lain melakukan
semua pembelian yang disebut tempat pemasaran sisi pembelian (many-to-one).
ii. Model pertukaran banyak ke banyak (Many-to-Many: Exchange).
Area ini merupakan tempat pemasaran secara elektronik dimana banyak pembeli dan
banyak penjual bertemu secara elektronik dengan tujuan perdagangan antar yang
lain.
iii. Model penjualan satu ke banyak (One-to-Many: Sell-side Marketplace).
Tempat pemasaran berbasis web dimana satu perusahaan menjual ke banyak pembeli
melalui katalog elektronik atau pelelangan, frekuensi pada ekstranet.
iv. Model B2B lain dan jasa.
Persetujuan bisnis dengan bisnis-bisnis untuk tujuan lain selain hanya penjualan dan
pembelian. Salah satu contohnya adalah perdagangan kolaboratif, beberapa tipe jasa
dan hubungan seperti penggabungan value chain, penyedia jasa value chain dan
perantara informasi.
2.4. Supply Chain Management
2.4.1. Pengertian Supply Chain
Menurut Pujawan (2005, h5), supply chain adalah jaringan perusahaan-
perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan
suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya
12
termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan
pendukung seperti perusahaan jasa logistik.
2.4.2. Tipe Supply Chain
Menurut Turban, R. Kelly Rainer, dan Richard E. Potter (2003, h321), ada empat
tipe umum supply chain, yaitu:
i. Integrated make-to-stock
Model ini berfokus pada pelacakan permintaan konsumen pada real-time, sehingga
proses produksi dapat menyediakan persediaan ulang barang jadi secara
efisien.Integrasi ini seringkali dicapai dengan penggunaan sistem informasi yang
terintegrasi secara penuh. Melalui aplikasi jenis ini, organisasi dapat memperoleh
informasi permintaan real-time yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan
memodifikasi rencana dan jadwal produksi.
ii. Continuous Replenishment
Ide dasar model ini adalah untuk memenuhi persediaan ulang secara konstan dengan
bekerja sama dengan supplier atau perantara. Bagaimana pun, jika proses
penyediaan ulang melibatkan banyak pengiriman, biaya akan menjadi terlalu tinggi,
menyebabkan kegagalan supply chain. Untuk itu, diperlukan integrasi ketat antara
proses pemenuhan pesanan dan proses produksi. Informasi real time mengenai
perubahan permintaan dibutuhkan agar proses produksi dapat menjaga jadwal dan
tingkat penyediaan ulang.
iii. Build-to-order
Konsep di balik model ini adalah untuk memulai perakitan pesanan konsumen
hampir seketika pesanan tersebut diterima. Hal ini membutuhkan manajemen
13
persediaan komponen dan pengiriman persediaaan yang dibutuhkan dengan baik di
keseluruhan supply chain. Solusi untuk masalah persediaan ini adalah dengan
menggunakan beberapa komponen umum pada beberapa lini produksi dan beberapa
lokasi.
iv. Channel assembly
Channel assembly merupakan modifikasi singkat dari model build-to-order. Pada
model ini, komponen produk digabungkan dan dirakit selama pergerakan produk
melalui saluran distribusi. Hal ini diselesaikan melalui kerjasama strategis dengan
perusahaan pihak ketiga logistik. Pelayanan ini terkadang melibatkan perakitan fisik
suatu produk pada fasilitas perusahaan pihak ketiga logistik atau penggabungan
komponen akhir untuk dikirimkan kepada konsumen.
2.4.3. Komponen Supply Chain
Menurut Turban, et al. (2003, h321), terdapat tiga komponen utama supply
chain, yaitu:
i. Upstream supply chain segment
Segmen ini meliputi first-tier supplier (yang dapat berupa manufaktur atau
perakitan) beserta supplier mereka. Hubungan ini dapat diperluas meliputi beberapa
perusahaan hingga ke supplier material asli (misalnya barang tambang, hasil panen).
Aktivitas utama pada segmen ini adalah pembelian dan pengiriman.
ii. Internal supply chain segment
Segmen ini meliputi semua proses yang digunakan perusahaan dalam mengubah
input dari supplier menjadi output, sejak bahan baku masuk ke perusahaan hingga
14
menjadi barang jadi dan didistribusikan ke luar perusahaan. Aktivitas di segmen ini
meliputi penanganan bahan baku, penyimpanan, produksi, dan kontrol kualitas.
iii. Downstream supply chain segment
Segmen ini meliputi semua proses yang terdapat dalam pendistribusian dan
pengiriman produk ke konsumen akhir. Secara lebih jauh, supply chain berakhir
ketika produk tidak lagi digunakan konsumen. Aktivitas di segmen ini meliputi
beberapa pihak distributor (misalnya tengkulak dan pengecer).
2.4.4. Pengertian Supply Chain Management
Menurut Council of Logistic Management (Pujawan 2005, h7), supply chain
management adalah koordinasi sistematis dan strategis akan fungsi-fungsi bisnis
tradisional dalam dan lintas perusahaan dalam sebuah rantai persediaan untuk tujuan
mengembangkan kinerja jangka panjang perusahaan dan keseluruhan rantai persediaan.
Menurut Simchi-Levi, David, Philip Kaminsky, dan Edith Simchi-Levi (2004,
h2), supply chain management diartikan sebagai rangkaian pendekatan yang digunakan
untuk mengintegrasikan pemasok, produsen, gudang, dan toko secara efektif agar
persediaan barang dapat diproduksi dan didistribusi pada jumlah yang tepat, ke lokasi
yang tepat, dan pada waktu yang tepat sehingga biaya keseluruhan sistem dapat
diminimalisir selagi berusaha memuaskan kebutuhan dan layanan.
2.4.5. Sejarah Supply Chain Management
Di era tahun 1960-an orang mengenal Ford sebagai salah satu perusahaan
ternama di dunia. Mereka terkenal dengan kemampuannya memproduksi mobil yang
standar, yaitu “Model T” berwarna hitam. Ford mengatakan akan memenuhi semua
15
permintaan “any color as long as it is black”. Sistem produksi mereka kita kenal dengan
istilah mass production atau produksi massal. Dengan sistem produksi massal tersebut,
perusahaan mobil Ford dapat menekan biaya produksi dan harga jual. Sistem produksi
massal sangat mementingkan jumlah output yang dihasilkan per satuan waktu.
Produktivitas, efisiensi, dan utilitas system produksi adalah tiga kata kunci.
Persaingan kian ketat pada era 1970-80an dengan berkembangnya perusahaan
Jepang yang memasuki pasar dunia. Keunggulan bersaing pada era ini tidak hanya
ditentukan oleh kemampuan sebuah industry untuk mencuiptakan banyak ouput per
satuan waktu. Pelanggan mulai memprioritaskan kualitas sebagai pertimbangan dalam
pembelian produk. Pada era ini munculah konsep-konsep manajemen kualitas seperti
Total Quality Management dan Statistical Process Control.
Seiring dengan pasar yang semakin mengglobal dan munculnya teknologi
informasi, persaingan di dunia bisnis semakin ketat. Tuntutan pelanggan juga semakin
tinggi. Mendapatkan produk murah dan berkualitas tidaklah cukup. Variasi produk
menjadi semakin penting. Menyadari pentingnya variasi produk untuk memenuhi
tuntutan pasar, Alfred P. Sloan membalas semboyan Henry Ford dengan “a car for every
purse and purpose” yang kemudian didukung oleh General Motor dengan strategi
segmentasi aspek kecepatan respon, inovasi, dan fleksibilitas. Konsep-konsep time-
based competition, agile manufacturing, dan sejenisnya pun bermunculan pada era tahun
1990-an.
Pelaku industri pun mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah,
berkualitas, dan cepat, perbaikan di internal sebuah perusahaan manufaktur tidaklah
cukup. Ketiga aspek tersebut membutuhkan peran serta semua pihak mulai dari supplier
yang mengolah bahan baku dari alam menjadi komponen, pabrik yang mengubah
16
komponen dan bahan baku menjadi produk jadi, perusahaan transportasi yang
mengirimkan bahan baku dari supplier ke pabrik, serta jaringan distribusi yang akan
menyampaikan produk ke tangan pelanggan. Kesadaran akan pentingnya peran semua
pihak dalam menciptakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat inilah yang
kemudian melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu supply chain management
(SCM).
2.4.6. Tujuan Supply Chain Management
Tujuan yang ingin dicapai oleh supply chain management adalah untuk
memaksimalkan nilai yang dihaslikan secara keseluruhan (Chopra, 2001, h5). Supply
chain yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai
persediaan tersebut.
Menurut Simchi-Levi, David, Philip Kaminsky, dan Edith Simchi-Levi (2004,
h2), tujuan supply chain management adalah untuk meraih efektifitas dan efisiensi biaya
pada sitem secara keseluruhan; biaya total sistem, mulai dari biaya transportasi dan
distribusi hingga penyimpanan bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi harus
diminimalisir.
Secara spesifik Kalakota (2001, h279) menyebutkan bahwa tujuan strategis
supply chain management adalah untuk:
i. Meningkatkan koordinasi manufaktur dan proses bisnis antar perusahaan
ii. Meningkatkan efektifitas jalinan kerjasama distribusi dan saluran.
iii. Meningkatkan akuntabilitas dan respon terhadap konsumen.
17
2.4.7. Manfaat Supply Chain Management
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002, h3) ada beberapa manfaat dari supply
chain management sebagai berikut:
i. Mengurangi inventori barang
Inventori merupakan bagian paling besar dari aset perusahaan yang berkisar antara
30-40%. Sedangkan biaya permintaan barang berkisar antara 20-40% dari nilai
barang yang disimpan. Oleh karena itu, usaha dan cara harus dikembangkan untuk
menekan penimbunan barang.
ii. Menjamin kelancaran barang
Kelancaran barang yang perlu dijamin adalah mulai dari barang asal, supplier,
wholesaler, retailer, sampai kepada final customer. Jadi, rangkaian perjalanan dari
bahan baku sampai menjadi barang jadi diterima oleh pemakai/ pelanggan
merupakan rantai yang perlu dikelola dengan baik.
iii. Menjamin mutu
Mutu barang jadi ditentukan tidak hanya oleh proses produksi barang tersebut,
tetapi juga oleh mutu barang mentahnya dan mutu keamanan pengirimannya.
Jaminan mutu ini juga merupakan serangkaian mata rantai panjang yang harus
dikelola dengan baik.
2.4.8. Tantangan Supply Chain Management
Ada berbagai tantangan dalam supply chain management yang menurut Simchi-
Levi (2004, h2) secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:
18
i. Optimisasi Global.
Tantangan besar adalah merancang dan mengoperasikan supply chain agar biaya
keseluruhan sistem diminimalkan dan tingkat pelayanan dinaikan. Kesulitan terletak
pada pengoperasian satu fasilitas untuk semua pihak anggota supply chain. Berbagai
faktor yang perlu dipertimbangkan antara lain letak geografis, tujuan, strategi bisnis,
serta sistem yang berbeda antar perusahaan.
ii. Ketidakpastian terdapat pada semua supply chain.
Permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan secara tepat, waktu pengiriman
yang tidak selalu tepat, dan kerusakan mesin dan kendaraan. Supply chain
dibutuhkan untuk dapat meminimalkan ketidakpastian yang ada.
2.4.9. Area Cakupan Supply Chain Management
Menurut Pujawan (2005, h8), kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam
klasifikasi SCM pada perusahaan manufaktur adalah:
i. Kegiatan merancang produk baru (Product Development)
ii. Kegiatan mendapatkan bahan baku (Procurement)
iii. Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (Planning and Control)
iv. Kegiatan melakukan produksi (Production)
v. Kegiatan melakukan pengiriman/ distribusi (Distribution)
Tabel 2.1 Bagian utama dalam perusahaan manufaktur yang terkait dengan fungsi-fungsi utama supply chain
Bagian Cakupan Kegiatan
Pengembangan Produk Melakukan riset pasar, merancang produk baru,
melibatkan supplier dalam perancangan produk
baru
19
Pengadaan Memilih supplier, mengevaluasi kinerja
supplier, melakukan pembelian bahan baku dan
komponen, memonitor supply risk, membina
dan memlihara hubungan dengan supplier
Perencanaan dan
Pengendalian
Demand planning, peramalan permintaan,
perencanaan kapasitas, perencanaan produksi
dan persediaan
Operasi dan Produksi Eksekusi produksi, pengendalian kualitas
Distribusi Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan
pengiriman, mencari dan memelihara
hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman,
memonitor service level di tiap pusat distribusi
Sumber : Pujawan (2008, h9)
2.4.10. Proses Supply Chain Management
Supply chain pada sebuah perusahaan meliputi pengelolaan bahan mentah,
barang setengah jadi, dan barang jadi melalui proses perolehan, pengubahan,
penyimpanan, pendistribusian, dan penjualan. Seluruh proses ini terhubung oleh mata
rantai transportasi sepanjang arus produk dan material. Idealnya, supply chain terdiri
dari kumpulan perusahaan yang berjalan secara efisien sebagai satu perusahaan, dengan
kemampuan mengetahui informasi secara penuh dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada dasarnya supply chain management merupakan koordinasi arus material,
informasi, dan keuangan sepanjang dan di antara seluruh perusahaan anggota melalui
transaksi bisnis.
i. Arus material, meliputi produk fisik mengalir dari pemasok ke konsumen melalui
rantai, juga arus balik material, seperti retur produk, daur ulang, dan sebagainya.
20
ii. Arus informasi, meliputi peramalan permintaan, transmisi pemesanan, dan laporan
status pengiriman.
iii. Arus keuangan, meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal
pembayaran, dan penetapan kepemilikan dan pengiriman.
2.4.11. Electronic Supply Chain Management (e-SCM)
Menurut Turban, dkk. (2004, h302), e-supply chain management adalah
kolaborasi penggunaan teknologi untuk meningkatkan proses business-to-business dan
meningkatkan kecepatan, kemampuan, pengawasan real-time, dan kepuasan pelanggan.
Hal ini meliputi penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan kinerja aktivitas
supply chain (misalnya pengadaan) sekaligus manajemen supply chain (misalnya
perencanaan, koordinasi, dan kontrol). E-SCM bukan sekedar mengenai perubahan
teknologi, tetapi meliputi perubahan kebijakan manajemen, budaya organisasi, matriks
kinerja, proses bisnis, dan struktur organisasional di sepanjang supply chain.
2.4.12. Kunci Sukses e-SCM
Menurut Turban, dkk. (2004, h302), kesuksesan e-SCM bergantung pada:
i. Kemampuan semua anggota supply chain untuk melihat rekan kerjasama sebagai
aset strategis. Adalah integrasi ketat dan kepercayaan di antara rekan perdagangan
yang dapat menciptakan kecepatan, kemampuan, dan biaya rendah.
ii. Keterbukaan informasi di antara anggota supply chain. Informasi persediaan pada
berbagai segmen supply chain, permintaan produk, waktu pengiriman, dan informasi
lain harus dapat terbuka kepada semua anggota supply chain.
21
iii. Kecepatan, biaya, kualitas, dan pelayanan pelanggan. Ini adalah matriks pengukuran
kinerja supply chain. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat mendefinisikan secara
jelas pengukuran terhadap ke empat matriks tersebut bersama tingkat sasaran yang
diinginkan.
iv. Pengintegrasian supply chain lebih ketat. Sebuah e-supply chain akan
menguntungkan dengan integrasi lebih ketat, baik di dalam perusahaan, maupun
lintas perusahaan yang terdiri dari supplier, rekan bisnis, penyedia logistik, dan
saluran distribusi.
2.5. Value Configuration Analysis
Menurut Thompson (Stabell dan Fjeldstad, 1998, h414-415), value configuration
analysis adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk menganalisis level
keunggulan kompetitif suatu perusahaan berdasarkan teori penciptaan nilai (value
creation analysis). Value configuration analysis terdiri dari tiga bentuk alternatif
representasi nilai yang berbeda, yaitu:
i. Value Chain
Value chain umumnya digunakan oleh perusahaan yang menggunakan teknologi
long-linked. Teknologi long-linked merupakan teknologi yang digunakan oleh
perusahaan-perusahaan manufaktur. Value creation logic dari value chain adalah
transformasi input menjadi produk.
ii. Value Shop
Value shop pada umumnya digunakan oleh perusahaan yang menggunakan teknologi
intensive. Teknologi intensive merupakan teknologi yang umumnya digunakan oleh
perusahaan yang bergerak di bidang jasa khususnya jasa yang memberikan solusi
22
bagi konsumennya. Value creation logic dari value shop adalah menyelesaikan
permasalahan konsumen.
iii. Value Networks
Value network umumnya digunakan oleh perusahaan yang menggunakan teknologi
mediasi. Teknologi mediasi merupakan teknologi yang umumnya digunakan oleh
perusahaan yang bergerak di bidang jasa, khususnya yang menghubungkan
kepentingan antar konsumen. Value creation logic dari value network adalah
menghubungkan konsumen.
Value Network Analysis
Menurut Thompson (Stabell dan Fjeldstad, 1998, h427), Value network
merupakan model dari value creation analysis yang dapat digunakan oleh perusahaan
yang menyediakan jasa jaringan (networking services), yang memanfaatkan teknologi
mediasi untuk menghubungkan kepentingan antara klien atau konsumennya. Contoh
perusahaan yang menggunakan value network adalah perusahaan yang bergerak di
bidang: perbankan, telekomunikasi, asuransi, jasa pengiriman.
Dalam konsep value network, value creation analysis direpresentasikan melalui
aktivitas bisnis perusahaan yang digolongkan menjadi: aktivitas utama (primary
activities) dan aktivitas pendukung (support activities). Pada gambar 2.1 akan
digambarkan diagram value network yang mencakup kedua aktivitas tersebut.
i. Aktivitas Utama (primary activities)
Aktivitas utama pada value network meliputi:
a. Manajemen kontrak dan promosi jaringan (Network promotion and contract
management).
23
Manajemen kontrak dan promosi jaringan terdiri dari aktivitas-aktivitas yang
bekaitan dengan usaha penggabungan konsumen potensial ke dalam jaringan
perusahaan, penyeleksian konsumen, pengenalan, manajemen, dan penghentian
kontrak yang mengatur penyediaan layanan dan pembebanan biaya.
b. Penyediaan layanan (Service provisioning)
Penyediaan layanan terdiri dari aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan
pembuatan, pengelolaan, dan penghentian hubungan antar konsumen.
c. Operasional infrastruktur jaringan (Network infrastructure operation)
Operasional infrastruktur jaringan terdiri dari aktivitas-aktivitas yang berkaitan
dengan pemeliharaan dan pengoperasian infrastruktur fisik dan informasi.
Aktivitas ini mendukung kelancaran aktivitas jariangan.
ii. Aktivitas Pendukung (support activities)
Aktivitas pendukung pada value network meliputi:
a. Infrastruktur perusahaan (Firm Infrastructure), mencakup manajemen umum
perusahan, keuangan, dan manajemen sistem informasi perusahaan secara umum.
b. Manajemen sumber daya manusia (Human Resources Management), mencakup
aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya manusia, seperti:
perekrutan tenaga kerja baru, pelatihan, dan pemberhentian.
c. Pengembangan teknologi (Technology Development), mencakup aktivitas yang
berkaitan dengan pengembangan infrastruktur jaringan dan pengembangan
layanan. Misalnya perancangan, pengembangan, dan implementasi infrastruktur
jaringan, serta modifikasi dan pengembangan layanan baru.
24
d. Pengadaan (Procurement), mencakup pengadaan barang-barang kebutuhan
perusahaan yang digunakan dalam aktivitas keseharian perusahaan, misalnya
pengadaan barang-barang kantor.
Sumber : Stabell dan Fjeldstad (1998, h430)
Gambar 2.1 Value Network Diagram
Value network analysis menawarkan sebuah cara untuk melakukan pemodelan,
analisis, evaluasi, dan meningkatkan kemampuan bisnis untuk mengkonversikan aset
tangible dan intangible menjadi bentuk value lain yang dapat dinegosiasikan, dan untuk
menyadari value yang lebih besar daripadanya. Hal penting di balik pendekatan ini
adalah pengertian bahwa intangible, hubungan yang dinamis dan kuat dan aset tangible
yang membuat dan berdampak pada hubungan tersebut adalah fondasi dari kesuksesan
bisnis manapun. Bahkan, kesuksesan perusahaan di masa depan bergantung pada
seberapa efisien sebuah perusahaan dapat mengkonversikan satu bentuk value ke bentuk
lain. Yang dimaksud dengan aset intangible meliputi hubungan, kompetensi dan
pengetahuan pekerja, efektifitas kerja dan struktur, efisiensi proses bisnis dan pelayanan,
dan tingkat kepercayaan antar tenaga kerja dan organisasi dalam hubungan tersebut.
25
Sedangkan aset tangible dapat berupa aspek keuangan dan sumber daya berbasis modal
lainnya yang dikontrol oleh perusahaan. (Allee, 2008, h5-6)
Peserta dalam value network, baik individu maupun kolektif memanfaatkan aset
tangible dan intangible dengan menciptakan peran (roles) yang mengkonversikan aset
tersebut menjadi bentuk yang lebih dapat dinegosiasikan yang dapat disampaikan
kepada peran lain melalui transaksi. Sebaliknya, value dari deliverables itu diterima oleh
peserta tadi ketika mereka mengkonversikan menjadi keuntungan atau perbaikan dalam
aset tangible dan intangible. (Allee, 2008, h9)
Sumber : Allee (2008, h10)
Gambar 2.2 Value Conversion Strategy
Dalam melakukan analisis value network, penting untuk pertama-tama
memetakan pertukaran nilai (value exchange) pada keseluruhan jaringan. Ada tiga
elemen dasar dalam pengembangan value exchange, yaitu roles, transaction, dan
deliverables. Setelah ketiga elemen teridentifikasi, kemudian analisis value network
dapat dimulai. Ada tiga pertanyaan utama yang menjadi dasar analisis value network,
yaitu:
a. Exchange Analysis : Bagaimana pola pertukaran dan penciptaan nilai secara
keseluruhan?
26
b. Impact Analysis : Apa dampak dari setiap input (value input) terhadap setiap
pihak (roles) yang terlibat?
c. Value Creation Analysis : Bagaimanakah cara terbaik untuk menciptakan,
mengembangkan, dan meningkatkan value, baik dalam penambahan,
pengembangan, maupun pengkonversian value?
Penggambaran pola pertukaran dalam system dapat menggunakan pola seperti
gambar 2.3. Dan untuk malakukan impact analysis dan value creation dapat
menggunakan tabel 2.2 dan tabel 2.3.
Sumber : Allee (2002, h11)
Gambar 2.3 Value Exhange pada Pharm Co
Tabel 2.2 Impact Analysis What We Receive
Comes From
Activities Tangible Impact
Intangible Impact
Cost/ Risk Benefit
What activities does the input generate?
Does it have positive or negative impact on cost and tangibles?
Does it have positive or negative impact on intangibles assets?
What is the
overall cost/ risk for this input?
What is the
overall benefit for
this input?
Sumber : Allee (2008, h17)
27
Tabel 2.3 Value Creation What we output?
Goes To Value Enhancements or Value Added
Cost/ Risk Benefit
What do we do to add value to this output?
Sumber : Allee (2008, 20)
2.6. Sistem Informasi
2.6.1. Pengertian Sistem
Menurut O’Brien (2003, h8), sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang
saling terhubung dan bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan yang sama dengan
menerima input dan menghasilkan output dalam sebuah proses transformasi yang
terorganisasi. Sebuah sistem terdiri dari tiga komponen utama yaitu input, proses, dan
output.
2.6.2. Pengertian Informasi
Menurut Laudon (2004, h8), “Informasi adalah data yang sudah diubah menjadi
suatu bentuk yang berarti dan bermanfaat bagi manusia”.
2.6.3. Pengertian Sistem Informasi
Sistem informasi menurut O`Brien (2003, h8) adalah kombinasi dari orang,
hardware, software, jaringan komunikasi, dan data yang mengumpulkan, merubah, dan
menyebarkan informasi dalam sebuah perusahaan.
Menurut Whitten, Jeffrey L., Lonnie D. Bentley, dan Kevin C. Ditman (2004,
h8), sistem informasi adalah rangkaian orang, data, proses, presentasi informasi, dan
28
teknologi informasi yang berinteraksi untuk mendukung dan meningkatkan operasional
bisnis sehari-hari dan juga mendukung pemecahan masalah dan pembuatan keputusan
bagi manajemen dan penggunanya.
2.7. Analisis dan Perancangan Sistem
2.7.1. Pengertian Analisis Sistem
Menurut Whitten, Jeffrey L., Lonnie D. Bentley, dan Kevin C. Ditman (2004,
h165), analisis sistem adalah sebuah teknik pemecahan masalah yang memecah sistem
ke dalam komponen-komponennya untuk mempelajari sebaik apa komponen tersebut
bekerja dan berinteraksi untuk mencapai tujuan mereka.
Menurut O`Brien (2003, h350), analisis sistem meliputi pembelajaran mendetail
mengenai kebutuhan informasi perusahaan dan pengguna akhir, juga aktivitas, sumber
daya, dan produk dari sistem informasi yang berjalan, serta kemampuan sistem
informasi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan informasi. Analisa sistem
menggambarkan apa yang harus dilakukan sistem untuk memenuhi kebutuhan informasi
pengguna.
2.7.2. Pengertian Perancangan Sistem
Menurut Whitten, Jeffrey L., Lonnie D. Bentley, dan Kevin C. Ditman (2004,
h165), perancangan sistem diartikan sebagai pelengkap teknik pemecahan masalah yang
mengatur kembali komponen sistem menjadi sebuah sistem lengkap yang telah
diperbaiki. Hal ini meliputi penambahan, pengurangan, dan perubahan komponen
sistem.
29
Menurut O`Brien (2003, h351), perancangan sistem mengidentifikasi bagaimana
sistem akan mencapai tujuannya.
2.8. Object Oriented Analysis and Design (OOA&D)
Menurut Mathiassen et al (2000, h3-4), Object Oriented Analysis and Design
menggunakan object dan class sebagai konsep kuncinya serta terdiri atas empat prinsip
umum untuk analisis dan perancangan: membuat model konteks sistem, menekankan
perhatian pada arsitektural, penggunaan ulang pola yang menggambarkan dengan baik
sebuah ide, dan merangkai metode untuk setiap solusi pengembangan.
Menurut Mathiassen et al (2000, h14-15), terdapat empat aktivitas utama dalam
OOA&D, yaitu Problem Domain Analysis, Application Domain Analysis, Architectural
Design, dan Component Design.
Sumber : Mathiassen et al (2000, h15)
Gambar 2.4 Aktivitas Utama dalam OOA&D
30
2.8.1. Problem Domain Analysis
Pada tahap ini dilakukan pengidentifikasian informasi-informasi yang harus ada
pada suatu sistem untuk menghasilkan sebuah model sistem. Problem Domain
merupakan bagian dari keadaan yang akan diatur, dipantau, dan dikontrol oleh sistem
(Mathiassen et al, 2000, h6). Sumber dari aktivitas ini adalah system definition, yaitu
deskripsi singkat dan jelas dari sistem terkomputerisasi dengan menggunakan bahasa
alami (Mathiassen et al, 2000, h24).
Terdapat tiga subaktivitas yang harus dilakukan untuk membuat system
definition, yaitu usaha untuk mendapatkan pandangan menyeluruh dari situasi,
membuat, dan mengevaluasi ide-ide untuk pendesainan sistem, dan diakhiri dengan
memformulasi dan mengevaluasi system definition sesuai dengan situasi yang ada
(Mathiassen et al, 2000, h25).
Mathiassen et al (2000, h46-47) menjelaskan bahwa terdapat tiga subaktivitas
dalam Problem Domain Analysis, yaitu :
Sumber : Mathiassen et al (2000, h46)
Gambar 2.5 Aktivitas dalam Problem Domain Analysis
31
2.8.1.1. Classes
Merupakan tahapan dilakukannya pemilihan class dan event dari system
definitions untuk menghasilkan event table. Class adalah deskripsi dari kumpulan object
yang mempunyai structure, behavioral pattern, dan attributes yang sama. Object adalah
suatu entitas yang memiliki identity, state, dan behavior (Mathiassen et al, 2000, h4).
2.8.1.2. Structure
Tujuan structure adalah untuk mendeskripsikan hubungan struktural antara class
dan object. Sumber dari tahap ini adalah Class Diagram, yaitu diagram yang
menyediakan gambar ikhtisar Problem Domain yang bertalian secara logis dengan
menggambarkan seluruh hubungan struktural antara classes dan objects di dalam model
(Mathiassen et al, 2000, h69-70).
2.8.1.3. Behavior
Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk memodelkan keadaan Problem Domain
yang dinamis dengan memperluas definisi class, yang terdapat dalam Class Diagram,
yaitu dengan menambahkan behavioral pattern dan attributes untuk setiap class.
Sumber dari tahap ini adalah Event Table dan Class Diagram yang telah dihasilkan dari
tahap-tahap sebelumnya. Sedangkan hasil akhirnya adalah behavioral pattern yang
diekspresikan secara grafis dalam Statechart Diagram (Mathiassen et al, 2000, h80-90).
2.8.2. Application Domain Analysis
Tahap ini mendefinisikan requirements dari suatu sistem. Application Domain
merupakan bagian yang mengatur, memantau, atau mengontrol Problem Domain
32
(Mathiassen et al, 2000, h6). Atau dengan kata lain berhubungan dengan aktivitas yang
dikerjakan / dijalankan oleh sistem. Prinsip dari Application Domain Analysis adalah
bekerja sama dengan user untuk menentukan usage, function, dan interface. Sumber dari
aktivitas ini adalah system definition dan tahap dari model sebelumnya.
Menurut Mathiassen et al (2000, h117) terdapat tiga subaktivitas dalam
Application Domain Analysis, yaitu :
Sumber : Mathiassen (2000, h117)
Gambar 2.6 Aktivitas dalam Application Domain Analysis
2.8.2.1. Usage
Hasil akhir dari aktivitas ini adalah membuat deskripsi dari actor dan use cases,
dimana relasinya diekspresikan dengan menggunakan Actor Table atau Use Case
Diagram. Actor merupakan abstraksi dari user atau sistem lain yang berinteraksi dengan
sistem (Mathiassen et al, 2000, h119). Sedangkan use case adalah pola interaksi antara
sistem dengan actors dalam Application Domain (Mathiassen et al, 2000, h120).
Hubungan antara actor dan use case adalah association.
33
2.8.2.2. Functions
Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk menentukan kemampuan pemrosesan dari
suatu sistem sehingga menghasilkan suatu Function List beserta spesifikasi untuk
function yang kompleks. Funtion memfokuskan pada apa yang bisa dilakukan oleh
sistem untuk membantu actor. Dengan kata lain, function merupakan fasilitas untuk
membuat sebuah model berguna bagi actor (Mathiassen et al, 2000, h138).
2.8.2.3. Interfaces
Tujuan dari aktivitas ini adalah menentukan antar muka (interface) dari sistem
yang sedang dikembangkan. Interface adalah fasilitas yang membuat model sistem dan
function tersedia bagi actor (Mathiassen et al, 2000, h151). Adanya interface
memungkinkan actor untuk berinteraksi dengan sistem. Sumber aktivitas berasal dari
Class Diagram, Use Cases, dan Function List.
2.8.3. Architectural Design
Pada tahap ini akan dilakukan penstrukturan sistem berdasarkan bagian-
bagiannya dan pemenuhan beberapa criteria design. Tahap ini juga merupakan suatu
framework bagi aktivitas pengembangan selanjutnya. Aktivitas Architectural Design
bertujuan untuk menstrukturkan suatu sistem yang terkomputerisasi. Hasil yang
diperoleh berupa struktur dari komponen-komponen dan proses-proses sistem. Tahap
Architectural Design memiliki tiga subaktivitas (Mathiassen, 2000, h173), yaitu :
34
Sumber : Mathiassen (2000, h176)
Gambar 2.7 Aktivitas dalam Architectural Design
2.8.3.1. Criteria
Criteria adalah suatu prioritas dari arsitektur (Mathiassen et al, 2000, h176).
Tujuan aktivitas dari criteria ini adalah untuk menentukan prioritas desain. Hasil yang
diperoleh dari tahap ini adalah kumpulan criteria untuk desain yang telah diprioritaskan.
2.8.3.2. Component Architecture
Component Architecture adalah sebuah struktur sistem yang terdiri dari
komponen-komponen yang saling terhubung. Component adalah kumpulan dari bagian-
bagian program yang membentuk sistem dan memiliki tanggung jawab yang telah
terdefinisikan dengan jelas (Mathiassen et al, 2000, h190).
2.8.3.3. Process Architecture
Tahap ini menentukan bagaimana suatu proses sistem didistribusi dan
dikoordinasi. Tujuan dari tahap ini adalah mendefinisikan struktur fisikal dari suatu
35
sistem. Hasil yang akan diperoleh berupa sebuah Deployment Diagram. Processor
adalah suatu bagian peralatan yang dapat mengeksekusi sebuah program (Mathiassen et
al, 2000, h211-212).
2.8.4. Component Design
Tujuannya adalah untuk menentukan implementasi dari kebutuhan di dalam
kerangka arsitektur. Yang menjadi titik awal dari tahap ini adalah architectural
spesification dan system requirement yang akan menghasilkan connected component
spesification. Menurut Mathiassen et al (2000, h232) terdapat dua subaktivitas dalam
component design, yaitu :
Sumber : Mathiassen ( 2000, h232 )
Gambar 2.8 Aktivitas dalam Component Design
2.8.4.1. Design of Components
Design of Components merupakan tahapan untuk merancang komponen sistem,
yaitu:
36
i. Model Component
Model Componen adalah bagian dari sistem yang mengimplementasi model
Problem Domain (Mathiassen et al, 2000, h236). Tujuan dari Model Component Design
adalah untuk menggambarkan model dari Problem Domain. Model tersebut merupakan
hasil dari kegiatan ini yang digambarkan oleh Class Diagram yang telah direvisi dari
hasil kegiatan analisis.
Revisi Class Diagram dapat dilakukan dengan memperhatikan private events dan
common events. Private events adalah event yang hanya melibatkan 1 object domain
(Mathiassen et al, 2000, h239).
ii. Function Component
Function Component adalah bagian sistem yang mengimplementasikan
kebutuhan fungsional (Mathiassen et al, 2000, h252). Tujuannya adalah agar user
interface dan komponen-komponen sistem lainnya dapat mengakses model. Sedangkan
tujuan dari Function Component Design adalah menentukan implementasi functions.
Hasil dari kegiatan ini adalah Class Diagram dengan operations dan spesifikasi dari
operations yang kompleks.
2.8.4.2. Connecting of Components
Tujuan dari aktivitas ini adalah menghubungkan komponen-komponen sistem
yang akan menghasilkan Class Diagram dari komponen-komponen tersebut. Jadi pada
aktivitas ini, hubungan antara komponen-komponen dirancang untuk mendapatkan
desain yang fleksibel dan comprehensible. Untuk itu dibutuhkan evaluasi dari coupling
dan cohesian. Hasil dari aktivitas connecting components ini adalah class diagram yang
dimana dependencies-nya berubah menjadi connections.
37
Coupling adalah ukuran tentang seberapa dekat dua classes atau components
dihubungkan (Mathiassen et al, 2000, h272). Cohesion adalah ukuran tentang seberapa
baik sebuah class atau component terikat bersama (Mathiassen et al, 2000, h273).
Prinsipnya adalah “highly cohesive classes and loosely coupled components”.