6
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kepemimpinan
2.1.1.1 Pengertian kepemimpinan
Berdasarkan pendapat Soekarso, et al (2010, p10), kepemimpinan (leadership)
merupakan proses pengaruh sosial, yaitu suatu kehidupan yang memengaruhi kehidupan
lain, kekuatan yang memengaruhi prilaku orang lain kearah pencapain tujuan tertentu.
Sedangkan berdasarkan Fiedler (Masmuh, 2010, p247) kepemimpinan didefinisikan sebagai
kemampuan memberikan pengarahan dan koordinasi kepada bawahan (anggota organisasi)
dalam mencapai tujuan organisasi serta kesediaan untuk menjadi penanggung jawab utama
dari kegiatan kelompok yang dipimpinnya.
Maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan
tertentu untuk memengaruhi aktivitas para anggota kelompok sehingga dapat mencapai
tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.
2.1.1.2 Jalur Kepemimpinan
Menurut Soekarso, et al (2010, p20) menyatakan pada umumnya seseorang menjadi
pemimpin melalui jalur kepemimpinan antara lain :
a. Tradisional (warisan) artinya seseorang menjadi pemimpin karena warisan
(keturunan)
b. Kepribadian artinya seseorang menjadi pemimpin karena kekuatan
pribadinya, baik karena kecakapannya maupun kekuatan fisiknya.
c. Pengangkatan atasan artinya seseorang menjadi pemimpin karena diangkat
oleh pihak atasannya, berdasarkan struktural organisasi.
7
d. Kepercayaan kelompok artinya seseorang menjadi pemimpin karena suatu
kepercayaan dari anggota kelompok/organisasi
e. Situasional artinya seseorang menjadi pemimpin karena suatu kesempatan
atau dukungan kondisi lingkungan.
f. Pemilihan artinya seseorang menjadi pemimpin berdasarkan hasil pemilihan
anggota.
Kemudian dalam suatu organisasi pemimpin dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
sebagai berikut (Soekarso, et al , 2010, p21) yaitu ;
1. Pemimpin formal
Adalah pemimpin yang secara resmi diangkat dalam jabatan struktural
organisasi, dan kekuasaannya bersumber dari organisasi berupa kekuasaan
resmi/syah (legitimate power)
2. Pemimpin informal
Adalah pemimpin yang tidak resmi diangkat, tidak terlihat dalam struktural
organisasi, dan kekuasaannya bersumber dari pribadi (terindividu) misalnya
berupa kekuasaan ahli (expert power)
2.1.1.3 Fungsi-Fungsi Kepemimpinan
Berdasarkan pendapat Soekarso, et al (2010, pp22-23) agar kelompok atau
organisasi berjalan dengan efektif, maka seorang pemimpin harus melaksanakan dua fungsi
utama yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi yang berhubungan dengan tugas (ask related) atau pemecahan
masalah,mencakup penetapan struktur tugas, pemberian saran penyelesaian,
informasi, dan pendapat.
2. Fungsi yang berhubungan dengan pemeliharaan kelompok (group maintenance)
atau sosial, mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok atau
organisasi berjalan lebih baik atau efektif, persetujuan dengan kelompok lain,
8
penengahan perbedaan pendapat dan sebagainya. Dalam pada itu fungsi-fungsi
kepemimpinan dalam organisasi antara lain “Enam F” sebagai berikut :
a. Fungsi pengambilan keputusan (Decision making)
b. Fungsi pengarahan (Directing)
c. Fungsi pendelegasian (Delegation)
d. Fungsi pemberdayaan (Empowerment)
e. Fungsi fasilitasi (Facilitating)
f. Fungsi pengedalian (Controlling)
2.1.1.4 Tipologi Kepemimpinan
Dalam teori kepemimpinan sedikitnya terdapat enam tipologi kepemimpinan yang
dikenal dewasa ini, yaitu sebagai berikut (Soekarso, et al, 2010, pp24-26):
1. Tipe Otoriter
Adalah tipe pemimpin yang berbagai kegiatan yang akan dilakukan dan
penetapan keputusan ditentukan sendiri oleh pemimpin semata-mata.
2. Tipe Demokratis
Adalah tipe pemimpin yang berbagai kegiatan yang akan dilakukan dan
penetapan keputusan ditentukan bersama antara pemimpin dengan
bawahan.
3. Tipe Liberal
Adalah tipe pemimpin yang berbagai kegiatan dan penetapan keputusan
lebih banyak diserahkan pada bawahan.
4. Tipe Populis
Adalah tipe pemimpin yang mampu membangun rasa solidaritas pada
bawahan atau pengikutnya.
9
5. Tipe Kharismatik
Adalah tipe pemimpin yang memiliki nilai ciri khas kepbribadian yang
istimewa atau wibawa yang tinggi sehingga sangat dikagumi dan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap bawahan atau pengikutmya.
6. Tipe Kooperatif
Dimaksud sebagai kepemimpinan ciri khas Indonesia, yaitu kepemimpnan
yang memiliki jiwa pancasila, yang memiliki wibawa dan daya untuk
membawa serta dan memimpin masyawakat lingkungannya kedalam
kesadaran kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan berdasarkan
pancasila dan UUD 1945.
Dalam perkembangannya disamping enam tipologi tersebut, dikenal juga tiga tipologi
kepemimpinan lain sebagai berikut :
1. Tipe tertutup
Adalah tipe pemimpin yang tidak menginformasikan keadaan organisasi
kepada para bawahan atau pengikut walaupun dalam batas-batas tertentu.
2. Tipe Terbuka
Adalah tipe pemimpin yang menginformasikan keadaan organisasi kepada
para bawahan, sehingga bawahan dalam batas-batas tertentu mengetahui
keadaan organisasi.
3. Tipe Moderat
Adalah tipe pemimpin yang berorientasi pada iman, ilmu, amal, serta
berwawasan lingkungan dan visi masa depan.
2.1.1.5 Sumber Daya Kepemimpinan
Berdasarkan pendapat Soekarso, et al (2010, pp26-39) seseorang pemimpin hanya
dapat melakukan fungsi kepemimpinannya apabila memiliki kekuatan berupa suatu sumber
daya tertentu, seperti :
10
1. Pengaruh (Influence)
Kepemimpinan merupakan proses pengaruh sosial dalam hubungan
interpersonal. Pemimpin mempengaruhi bawahan atau pengikut kearah yang
diinginkan.
2. Kekuasaan (Power)
Pemimpin hanya dapat melakukan fungsi kepemimpinannya apabila memiliki
suatu sumber daya tertentu, yaitu power. Dalam hal ini power berarti daya,
atau dalam teori kepemimpinan power adalah sebagai kekuasaan.
3. Legitimasi (Legitimacy)
Kepemimpinan memerlukan legitimasi agar posisi formal keberadaan
pemimpin dan kekuasaan mendapat pengakuan resmi dalam organisasi.
4. Indiosinkratik kredit (Indiosyncracy credit)
Konsep indiosinkratik merupakan elemen penting dari analisa teori
pertukaran (exchange theory). Bagaimanapun pemimpin atau anggota dalam
menjalankan tugas mempunyai peran masing-masing sesuai dengan norma-
norma kelompok atau organisasi.
5. Wewenang (Authority)
Wewenang merupakan dasar hukum untuk mengambil tindakan yang
diperlukan agar tugas dan tanggung jawab dapat dilaksanakan dengan baik.
6. Politik (Politic)
Dalam organisasi terdapat keterbatasan sumber daya , keanekaragaman
struktur, perbedaan kepentingan dan terjadi perubahan, maka agar
mendapat lebih berperan atau lebih berkuasa dalam organisasi diperlukan
tindakan-tindakan tertentu yaitu politik.
11
2.1.1.6 Proses Kepemimpinan
Menurut pendapat Soekarso, et al (2010, p45) Proses kepemimpinan berawal dari
proses pola gaya pemimpin, selanjutnya menggalang kekuatan kekuasaan, memengaruhi
perilaku individu/kelompok, pemberdayaan sumber daya, dan berakhir pada pencapaian
tujuan.
sumber : Soekarso, et al, Teori Kepemimpinan (2010, p46)
Gambar 2.1 Model Skematis Proses Kepemimpinan
2.1.1.7 Keterampilan Seorang Pemimpin
Menurut Keith Davis (Masmuh, 2010, p247) mengatakan bahwa ada tiga keterampilan
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yakni :
1. Keterampilan teknis (technical skill) menunjukkan bahwa seseorang memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam setiap jenis proses atau teknik.
2. Keterampilan insani (human skill) adalah kemampuan untuk bekerja dengan
orang lain secara efektif dan untuk membina kerja sama.
Gaya 1. Orientasi Tugas Pemimpin 2. Orientasi Orang
Mempengaruhi 1. Anggota Perilaku 2. Sumber daya Pemimpin Tujuan
Kekuatan 1. Pengaruh Pemimpin 2. Kekuasaan 3. Legitimasi 4. Indiosinkratik 5. Wewenang 6. Politik
12
3. Keterampilan konseptual (conceptual skill) yaitu kemampuan untuk berfikir
dalam istilah yang berkaitan dengan perencanaan jangka panjang, misalnya
kerangka kerja dan model
2.1.1.8 Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan pendapat Soekarso, et al (2010, p11) , gaya kepemimpinan adalah
perilaku atau tindakan pemimpin dalam mempengaruhi para anggota/pengikut serta
melaksanakan tugas-tugas pekerjaan manejerial. Kemudian berdasarkan Masmuh (2010,
pp265), gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang
pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu perwujudan
tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin.
2.1.1.9 Jenis-jenis Gaya Kepemimpinan
Dalam teori kepemimpinan terdapat dua jenis gaya kepemimpinan yang utama, yaitu
(Soekarso, et al, 2010, pp44-45) :
1. Gaya berorientasi pada tugas (task oriented)
Adalah gaya kepemimpinan yang memusatkan perhatiannya pada tugas,
yaitu penetapan dan menstruktur tugas. Dalam hal ini termasuk pembagian
kerja, penjadwalan, sistem prosedur, petunjuk pelaksanaan, dan sebagainya
yang kesemuanya mencakup penekanan aspek teknis atau penyelesaian
tugas pekerjaan.
2. Gaya berorientasi pada orang (people oriented)
Adalah gaya kepemimpinan yang memusatkan perhatiaannya pada orang
yaitu hubungan antar pribadi. Dalam hal ini mencakup saling percaya.
Menghargai gagasan bawahan, membangun kerjasama, peka terhadap
kebutuhan dan kesejahteraan bawahan.
13
2.1.1.10 Dimensi Gaya Kepemimpinan
Ronald Lippit dan Ralp K. White dalam studinya berpendapat dan mengemukakan
adanya tiga gaya kepemimpinan (Soekarso, et al, 2010, pp100-101) :
1. ” Authoritarian” (otoriter), ”autocratic” (otokratis), ”dictatorial” (diktator).
Adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan
dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata-mata.
Kepemimpinan gaya otoriter antara lain berciri :
- Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan
- Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
- Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
- Komunikasi langsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
- Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para
bawahannya dilakukan secara ketat
- Prakarsa harus selalu datang dari pimpinan
- Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan,
atau pendapat
- Tugas-tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif
- Lebih banyak kritik daripada pujian
- Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
- Pimpinan menuntut kesetiaan mutlak tanpa syarat
- Cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman
- Kasar dalam bertindak
- Kaku dalam bersikap
- Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
14
Apabila ditunjukkan dalam struktur organisasi, kepemimpinan gaya otoriter akan
nampak sebagai bagan di bawah ini:
Keterangan :
= pimpinan
= bawahan
= arah hubungan
sumber : Soekarso, et al, Teori Kepemimpinan (2010, p102)
Gambar 2.2 Gaya Otoriter dalam Struktur Organisasi
2. ”Democratic” (demokratis)
Adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah diterapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan
dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Kepemimpinan gaya demokratis antara lain berciri:
- Wewenang pimpinan tidak mutlak
- Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
- Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
- Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
- Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan
bawahan maupun antar sesama bawahan
- Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para
bawahan dilakukan secara wajar
- Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan
- Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan
atau pedapat
15
- Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan
daripada instruktif
- Pujian dan kritik seimbang
- Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas
kemampuan masing-masing
- Pimpinan meminta kesetiaan para bawahan secara wajar
- Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
- Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati dan saling menghargai
- Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan dan
bawahan.
Apabila ditunjukkan dalam struktur organisasi, kepemimpinan gaya demokratis akan
nampak sebagai bagan di bawah ini:
sumber : Soekarso, et al, Teori Kepemimpinan (2010, p103)
Gambar 2.3 Gaya Demokratis dalam Struktur Organisasi
Keterangan :
= pimpinan
= bawahan
= arah hubungan
16
3. ’’Laissez-faire” (kebebasan), ”free-rein” (bebas kendali), ”libertarian” (kebebasan)
Adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar besedia bekerjasama untuk
mencapi tujuan yang telah ditentukan dengan cara berbagai kegiatan yang akan
dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Kepemimpinan gaya kebebasan antara lain berciri :
- Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
- Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan
- Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan
- Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya
- Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau
kegiatan yang dilakukan para bawahan.
- Prakarsa selalu datang dari bawahan
- Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
- Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
- Kepentingan pribadi lebih utama daripada kepentingan kelompok
- Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang
Apabila ditunjukkan dalam struktur organisasi, kepemimpinan gaya Laissez-faire akan
nampak sebagai bagan di bawah ini:
17
sumber : Soekarso, et al, Teori Kepemimpinan (2010, p104)
Gambar 2.4 Gaya liberal dalam struktur organisasi
2.1.2 Komunikasi
2.1.2.1 Pengertian Komunikasi
Menurut Bovee dan Thill (2007, p4), komunikasi adalah proses mengirimkan dan
menerima pesan-pesan. Kemudian menurut kelompok sarjana komunikasi yang memfokuskan
diri pada studi komunikasi antarmanusia yang dikutip oleh Dewi dalam bukunya yang berjudul
Komunikasi Bisnis (2007, p2) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu pertukaran, proses
simbolik yang menghendaki orang-orang agar mengatur lingkungannya dengan membangun
hubungan antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan
tingkah laku orang lain, serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.
Maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lainnya untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau tingkah
laku baik secara lisan (langsung) maupun tidak langsung (melalui media).
2.1.2.2 Komunikasi Organisasi
Berdasarkan pendapat Redding dan Sanborn yang dikutip oleh Masmuh dalam
bukunya yang berjudul Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek (2010, p5)
Keterangan :
= pemimpin
= bawahan
= arah hubungan
18
mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi
dalam organisasi yang kompleks.
Kemudian menurut Pace dan Faules (Masmuh, 2010, p5) mengklasifikasikan definisi
komunikasi organisasi menjadi dua, yakni definisi fungsional dan definisi interpretative.
Definisi fungsional komunikasi organisasi adalah sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan
diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu.
Sedangkan definisi interpretative komunikasi organisasi cenderung menekankan pada
kegiatan penanganan-pesan yang terkandung dalam suatu “batas organisasi” (organizational
boundary). Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran
pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakkan bagian dar suatu organisasi tertentu
(Pace dan Faules, 2006, 31)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan
penerimaan pesan berbagai pesan di dalam organisasi, baik di dalam kelompok formal
maupun informal.
2.1.2.3 Proses Komunikasi
Komunikasi antar manusia hanya bisa terjadi bila didukung unsur-unsur komunikasi
dan komunikasi memerlukan proses. Pembahasan mengenai proses komunikasi akan
dijelaskan melalui beberapa model komunikasi di bawah ini : (Dewi, 2007, p3)
Aritoteles dalam bukunya Rhetorica yang dikutip oleh Dewi (2007, pp3-4)) berpendapat
bahwa setiap komunikasi terdiri atas 3 unsur penting yaitu,
1. Pembicara, yakni sumber komunikasi atau orang yang menyampaikan pesan
2. Apa yang dibicarakan
3. Penerima, yaitu orang yang menerima pesan
19
Sumber : Cangara yang dikutip Dewi dalam bukunya Komunikasi Bisnis (2007, p4)
Gambar 2.5 Model Komunikasi Aritoteles
Dalam model komunikasi David K Berlo unsur-unsur utama komunikasi terdiri atas SMCR
yang dikutip oleh Dewi (2007, p4) yakni :
a. Source (sumber atau pengirim)
Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pengirim
informasi. Sumber bisa terdiri dari satu orang atau kelompok misalnya partai,
oragnisasi atau lembaga. Sumber sering disebut komunikator, source,
sender, atau encoder.
b. Message (pesan atau informasi)
Pesan adalah sesuatu (pengetahuan, hiburan, informasi, nasehat, atau
propaganda) yang disampaikan pengirim kepada penerima, pesan dapat
disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Pesan
sering juga disebut message, content, atau information.
c. Channel (saluran atau media)
Saluran komunikasi terdiri atas komunikasi lisan, tertulis, dan elektronik.
Media yg dimaksud disini adalah alat atau sarana yang digunakan untuk
memindahkan pesan dari pengirim kepada penerima.
d. Receiver (penerima),
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirimkan oleh
pengirim. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau kelompok. Penerima
merupakan elemen penting dalam proses komunikasi karena menjadi
sasaran dalam suatu komunikasi.
pesan penerima sumber
20
Disamping itu, terdapat 3 unsur lain (Dewi, pp4-5) yakni :
a. Feedback (tanggapan balik)
Umpan balik atau tanggapan balik merupakan respon atau reaksi yang
diberikan oleh penerima. Dalam hal pesan belum sampai kepada penerima,
tanggapan balik dapat pula berasal dari media. Umpan balik bisa berupa
data, pendapat, komentar atau saran.
b. Efek samping
Efek atau pengaruh merupakan perbedaan antara apa yg dipikirkan,
dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima
pesan. Pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude) dan perilaku (behavior).
c. Lingkungan
Lingkungan atau situasi adalah faktor-faktor tertentu yg dapat memengaruhi
jalannya komunikasi. Lingkungan dapat berupa :
‐ Lingkungan fisik (misalnya letak geografis dan jarak)
‐ Lingkungan sosial budaya ( misalnya bahasa, adat istiadat, dan
status sosial)
‐ Lingkungan psikologis (pertimbangan kejiwaan)
‐ Dimensi waktu (misalnya musim, pagi/siang/malam)
Setiap unsur tersebut saling bergantung satu sama lain dan memiliki peranan
penting dalam membangun proses komunikasi (Dewi, 2007, p6)
21
Sumber: Cangara yang dikutip Dewi dalam bukunya Komunikasi Bisnis (2007, p4)
Gambar 2.6 Model Komunikasi Berlo
Kemudian Bovee dan Thill dalam bukunya Business Communication Today
menggambarkan proses komunikasi sebagai berikut (Dewi, 2007, p6)
Sumber : Haryani 2001 yang dikutip Dewi dalam bukunya Komunikasi Bisnis (2007, p6)
Gambar 2.7 Model Komunikasi Bovee dan Thill
Proses komunikasi tersebut terdiri dari 4 (lima) tahap kegiatan yakni,
1. Pengirim memiliki ide/gagasan
Komunikasi diawali dengan adanya ide/gagasan dalam pikiran seseorang
(pengirim) dan kemudian ingin menyampaikan kepada orang lain (penerima)
sumber pesan Saluran dan media
Penerima efek
Umpan balik
2. ide berubah menjadi pesan
1.pengirim mempunyai ide/gagasan
5.penerima bereaksi dan
mengirim umpan balik
4.penerima mendapat
pesan
3.pesan disampaikan
22
2. Ide diubah menjadi pesan
Ide/gagasan yang ada dalam pikiran pengirim tidak mudah dimengerti orang
lain. Agar dapat dimengerti atau diterima dengan baik, ide/ gagasan yang
ada dalam pikiran diubah menjadi pesan.
3. Pemindahan pesan
Setelah ide /gagasan diubah menjadi pesan. Tahap selanjutnya adalah
memindahkan pesan kepada penerima melalui berbagai bentuk komunikasi
(verbal, nonverbal, lisan, atau tertulis) dan media komunikasi (tatap muka,
telepon, surat, laporan dan lain sebagainya)
4. Penerima menerima pesan
Penerima mengartikan atau menginterpretasikan pesan yg diterima
5. Penerima pesan bereaksi dan mengirimkan umpan balik
Sebagai tanggapan atas pesan yang diterima, penerima akan memberi sinyal
(misalnya mengangguk, tersenyum atau secara tertulis) umpan balik adalah tanggapan dari
penerima pesan dan merupakan elemen kunci dalam rantai komunikasi.
2.1.2.4 Penggolongan Komunikasi dalam Organisasi
Menurut pendapat Masmuh (2010, pp8-22) ada lima penggolongan komunikasi
dalam organisasi yang biasa dipakai, yaitu :
1. Komunikasi Lisan dan Tertulis
Dasar penggolongan komunikasi lisan dan tertulis ini adalah bentuk pesan yang akan
disampaikan. Banyak orang menyukai komunikasi lisan karena situasi keakraban
yang ditimbulkannya, sedangkan orang lain berpendapat bahwa kecermatan dan
ketepatan biasanya lebih berhasil dicapai melalui komunikasi lisan maupun tertulis,
biasanya pada kesempatan atau saat yang berbeda dengan maksud untuk
meningkatkan kemungkinan pemahaman atas pesan-pesan yang dikirimkan. Pada
23
umumnya pesan-pesan lisan lebih mudah dan cepat dikirimkan, dan biasanya lebih
murah dibandingkan pesan-pesan yang disampaikan secara tertulis.
2. Komunikasi verbal dan non verbal
Menurut Masmuh (2010, p9) jika dua orang berinteraksi, maka informasi mengenai
perasaan dan gagasan-gagasan dan ide-ide yang timbul akan dikomunikasikan.
Informasi mengenai perasaan seseorang dikemukakan secara lisan melalui apa yang
dikatakan dan bagaimana mengatakannya. Arti dari kata atau kalimat diperjelas
melalui tinggi rendahnya nada suara, perubahan nada suara, keras tidaknya suara,
dan kapan komunikator berbicara. Perasaan seseorang juga dapat dinyatakan
melalui berbagai isyarat-isyarat atau signal-signal nonverbal dalam percakapan tatap
muka langsung, perasaan, keadaan jiwa, atau suasana hati seseorang dinyatakan
melalui gerakan isyarat (gesture), ekspresi wajah, posisi dan gerakan badan, postur,
kontak fisik, kontak pandangan mata, dan stimulasi nonverbal lain yang sama
pentingnya dengan kata-kata yang diucapkan.
3. Komunikasi ke bawah, ke atas, dan ke samping
Penggolongan komunikasi ke bawah, ke atas, dan ke samping (lateral) ini didasarkan
pada arah aliran pesan-pesan dan informasi di dalam suatu organisasi. Untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam, maka berikut ini akan diuraikan ketiga
jenis komunikasi tersebut sebagai barikut (Masmuh, 2010, pp10-14);
a. Komunikasi ke bawah
Aliran informasi dalam komunikasi ke bawah mengalir dari tingkatan
manajemen puncak ke manajemen menengah , manajemen yang lebih
rendah, dan akhirnnya sampai pada karyawan operasional. Komunikasi ke
bawah pada umumnya sangat cocok digunakan jika manajemen hanya ingin
menyampaikan informasi faktual dan nonkontroversial (tidak menjadi pokok
pertentangan), dan tujuannya hanya semata-mata memberikan informasi,
24
bukan membujuk ( persuasive). Komunikasi ke bawah mempunyai fungsi
pengarahan, perintah, indoktrinasi, inspirasi, dan evaluasi. Pertemuan tatap
muka langsung, pembicaraan lewat telepone, memo dan instruksi tertulis
merupakan media atau saluran yang banyak digunakan dalam komunikasi ke
bawah
b. Komunikasi ke atas
Aliran komunikasi ke atas dari hirarki wewenang yang lebih rendah ke yang
lebih tinggi biasanya mengalir di sepanjang rantai komando. Fungsi
utamanya adalah untuk memperoleh informasi mengenai kegiatan,
keputusan, dan peaksanaan pekerjaan karyawan pada tingkat yang lebih
rendah. Komunikasi ke atas dapar berupa laporan prestasi kerja
(performance report), saran-saran dan rekomendasi, usulan anggaran,
pendapat atau opini, keluhan, permohonan bantuan, atau instruksi.
c. Komunikasi ke samping
Komunikasi ke samping (lateral communication) terjadi antara dua pejabat
atau pihak yang berada dalam tingkatan hirarki wewenang yang sama
(komunikasi horizontal) atau antara orang atau pihak pada tingkatan yang
berbeda yang tidak mempunyai wewenang langsung terhadap pihak lainnya
(komunikasi diagonal). Media komunikasiyang banyak digunakan dalam
komunikasi ke samping ini adalah pertemuan tatap muka langsung (panitia
dan konferensi), pembicaraan lewat telepon, memo tertulis, perintah kerja
dalam bentuk surat tugas, dan formulir pernohonan (requisation form).
4. Komunikasi formal dan informal
Komunikasi dalam organisasi juga dapat digolongkan menjadi komunikasi formal dan
komunikasi informal (Masmuh, 2010, pp15-19)
a. Komuniksi formal
25
Komunikasi formal terjadi di antara karyawan melalui garis kewenangan yang
telah ditetapkan oleh manajemen. Komunikasi formal juga menetapkan saluran
dimana komunikasi ke atas berlangsung, misalnya bawahan dapat didorong
untuk menyatakan ide-ide, sikap, dan perasaan mereka sendiri, pekerjaan
mereka, kebijaksanaan perusahaan, dan masalah-masalah sejenis yang
melibatkan mereka. Menurut Miftah Thoha yang dikutip masmuh (2010, p16)
proses komunikasi struktur formal pada hakekatnya dapat dibedakan atas tiga
dimensi sebagai berikut :
‐ Dimensi vertikal, adalah dimensi komunikasi yang mengalir dari atas ke bawah
dan sebaliknya dari bawah ke atas.
‐ Dimensi horizontal, yakni pengiriman dan penerimaan berita atau informasi yang
dilakukan antara berbagai pejabat yang mempunyai kedudukan sama. Tujuan
dari komunikasi ini untuk melakukan koordinasi. Komunikasi yang berdimensi
horizontal ini sebagian dapat dilakukan dengan tertlis dan sebagian lain
dilakukan secara lisan.
‐ Dimensi luar organisasi, dimensi komunikasi ini timbul sebagai akibat dari
kenyataan bahwa suatu organisasi tidak bisa hidup sendirian. Karena itu
organisasi membutuhkan berbicara atau berkomunikasi dengan pihak luar yang
berada dalam lingkungannya tersebut.
b. Komunikasi informal
Komunikasi informal terjadi di antara karyawan dalam suatu organisasi yang
dapat berinteraksi secara bebas satu sama lain terlepas dari kewenangan dan
fungsi jabatan mereka. Biasanya komunikasi informal dilakukan melalui tatap
muka langsung dan pembicaraan lewat telepon. Komunikasi informal terjadi
sebagai perwujudan dari keinginan manusia untuk bergaul (sosialisasi) dan
keinginan untuk menyampaikan informasi yang dipunyainya dan dianggap tidak
26
dipunyai oleh rekan sekerjanya. Dengan mempelajari komunikasi informal dapat
dilakukan penyesuaian-penyesuaian dalam organisasi formal guna mendukung
komunikasi dan pencapaian tujuan organisasi. Fungsi utama dari komunikasi
informal adalah memelihara hubungan sosial seperti persahabatan dan kelompok
informal dan penyebaran informasi yang bersifat pribadi, gosip, dan desas-
desus. Di samping itu, komunikasi informal dapat bersifat hubungan penugasan
atau kedinasan (task related).
5. Komunikasi satu arah dan dua arah
a. Komunikasi satu arah
Jenis komunikasi satu arah ini menghiangkan kesempatan untuk memperoleh
penjelasan dan konfirmasi. Jenis komunikasi ini hanya menekankan
penyampaian pesan. Komunikasi satu arah mempunyai keuntungan dan
kerugian. Jenis komunikasi satu arah cepat penyampaiannya, dan menghemat
waktu dan biaya. Pengirim pesan merasa puas karena tidak adanya kesempatan
bagi komunikan untuk mempertanyakan informasi yang dikirimkan sehingga
dapat melindungi atau menutupi kelalaian dan kesalahan yang mungkin
dilakukannya. Namun komunikasi searah ini sangat tidak memuaskan penerima
pesan yang tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh penjelasan atas
pesan yang dikirimkan. Penerima pesan dibiarkan dalam keadaan ketidakjelasan,
yang dalam kebanyakan kasus dihilangkan dengan cara menerima pesan
tersebut begitu saja.
b. Komunikasi dua arah
Komunikasi dua arah mempunyai suatu sistem umpan-balik yang terpasang tetap
(built-in system of feed back) di dalamnya yang memungkinkan komunikator dapat
memperoleh umpan-balik pesan yang disampaikan. Jenis komunikasi ini menjamin
informasi dan penjelasan lebih lanjut akan diberikan dan tersedia setiap saat jika
27
dibutuhkan. Kerugian komunikasi dua arah adalah lambat, memakan banyak waktu,
dan ada kemungkinan kuranng efisien karena dapat memberikan kepuasan yang
berlebihan kepada penerima pesan yang mempunyai kesempatan untuk memahami
pesan yang dikirimkan sepenuhnya.
2.1.2.5 Saluran dan Media Komunikasi dalam Organisasi
Menurut Dewi (2007, pp23-24) jika ditinjau dari sudut formalitas, saluran komunikasi
dalam organisasi terdiri atas :
1. Saluran komunikasi formal
Saluran formal merupakan saluran komunikasi resmi yang mengikuti rantai komando
dalam struktur organisasi. Saluran itu pada umumnya bisa diketahui dari struktur
organisasi suatu peusahaan.
2. Saluran komunikasi informal
Bagan informasi menunjukkan bagaimana seharusnya informasi mengalir dalam
organisasi atau peusahaan. Namun pada kenyataanya, sebagian besar organisasi
juga memiliki saluran komunikasi informal di samping komunikasi formal. Komunikasi
informal mengabaikan hierarki organisasi. Komunikasi informal itu sering disebut
desas-desus, rumor, atau selentingan.
Kemudian menurut Masmuh (2010, pp23-35) saluran dan media komunikasi dalam
organisasi adalah sebagai berikut :
a. Saluran dan media komunikasi tertulis
Berdasarkan arah aliran informasinya, saluran dan media komunikasi tertulis
dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: saluran dan media komunikasi ke bawah
tertulis, ke atas tertulis dan ke samping tertulis.
1. Saluran dan media komunikasi ke bawah tertulis, seperti deskripsi jabatan
dan pedoman prosedur kerja, buku pedoman (handbook), majalah dan
bulentin perusahaan, memo dan instruksi tertulis, papan pengumuman dan
28
poster, laporan tahunan yang dipublikasikan, surat yang dimasukkan dalam
amplop gaji atau upah, dan surat yang dikirimkan langsung ke rumah
karyawan
2. Saluran dan media komunikasi ke atas tertulis, seperti kotak saran, program
saran (suggestion program), grievance procedure, survei semangat kerja
dan sikap karyawan, dan mekanisme penyusunan anggaran.
3. Saluran dan media komunikasi ke samping tertulis, mekanisme penyusunan
anggaran di atas dapat juga digunakan sebagai saluran dan media
komunikasi ke samping tertulis. Sedangkan media komunikasi lain adalah
memo antar departemen.
b. Saluran dan media komunikasi lisan
Banyak organisasi modern telah memanfaatkan pemakaian komunikasi lisan atau
tatap muka langsung secara luas seperti halnya komunikasi tertulis di depan.
Saluran dan media komunikasi lisan digolongkan sebagai berikut :
1. Saluran dan media komunikasi ke bawah lisan, seperti pembicaraan lewat
telepon, komunikasi tatap muka antara bawahan dan atasan, dan tugas
kepanitiaan.
2. Saluran dan media komunikasi ke atas lisan, seperti wawancara pemutusan
hubungan kerja, dan kebijaksanaan pintu terbuka.
3. Saluran dan media komunikasi ke samping lisan, seperti pembicaraan lewat
telepon, panitia dan koferensi di samping merupakan saluran dan media
komunikasi ke bawah dan ke atas lisan tetapi juga dapat berfungsi sebagai
saluran dan media komunikasi ke samping lisan.
29
2.1.2.6 Hambatan Komunikasi dalam Organisasi
Menurut Dewi (2007, p17) hambatan komunikasi dalam organisasi adalah sebagai
berikut :
1. Kelebihan beban informas dan pesan yang bersaing
Perkembanga teknologi telah menyebabkan jumlah pesan dalam suatu organisasi
meningkat tajam hingga kecepatan yang semakin tinggi. Hal itu bisa berakibat pada
adanya pesan yang tidak ditanggapi, pesan yang dianggap tidak penting, atau
pemberian respon yang tidak akurat.
2. Penyaringan yang tidak tepat
Ketika meneruskan suatu pesan kepada orang lain di dalam organisasi, biasanya
terjadi penyaringan yang dilakukan dengan memotong atau menyingkat pesan. Bisa
jadi suatu pesan penting tidak sampai sebagian atau bahkan seluruhnya karena telah
dipotong atau dibuang.
3. Iklim komunikasi tertutup atau tidak memadai
Pertukaran informasi yang bebas dan terbuka merupakan salah satu ciri komunikasi
yang efektif. Iklim komunikasi sangat terkait dengan gaya manajemen. Gaya
manajemen yang tertutup cenderung menghambat pertukaran informasi. Demikian
pula saluran yang terlalu banyak bisa mengubah pesan ketika bergerak vertikal atau
horisontal dalam sebuah organisasi.
Menurut Cangara yang dikutip Dewi dalam bukunya Komunikasi Bisnis (2007, pp17-
18) hambatan komunikasi pada dasarnya terdiri atas tujuh macam gangguan dan rintangan
yaitu:
1. Gangguan teknis, misalnya gangguan pada stasiun radio, jaringan telepon,
kerusakan pada alat komunikasi dan lain-lain.
2. Gangguan semantik merupakan gangguan yang disebabkan karena kesalahan pada
bahasa yang digunakan. Misalnya, kata-kata yang terlalu banyak memakai jargon
30
asing, penggunaan bahasa yang berbeda, dan penggunaan struktur bahasa yang
tidak sebagaimana mestinya.
3. Gangguan psikologis merupakan rintangan yang terjadi karena adanya persoalan
dalam diri individu. Misalnya, rasa curiga, situasi berduka, atau gangguan kejiwaan
4. Rintangan fisik atau organik merupakan rintangan karena letak geografis. Misalnya
jarak yang jauh sehingga sulit dicapai alat transprtasi dan komunikasi.
5. Rintangan status merupakan rintangan yang terjadi karena perbedaan status sosial
dan senioritas. Misalnya antara raja dengan rakyat, antara atasan dan bawahan atau
antara dosen dengan mahasiswa.
6. Rintangan kerangka pikir merupakan rintangan yang terjadi karena adanya
perbedaan pola pikir. Perbedaan pola pikir bisa disebabkan karena pengalaman dan
latar belakang pendidikan yang berbeda.
7. Rintangan budaya merupakan rintangan yang disebabkan oleh perbedaan norma,
kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut.
2.1.2.7 Cara Mengatasi Hambatan dan Memperbaiki Komunikasi
Menurut Bovee dan Thill yang dikutip oleh Dewi (2007, pp18-19) cara mengatasi
hambatan dan memperbaiki komunikasi agar menjadi efektifitas adalah :
1. Memelihara iklim komunikasi terbuka
Iklim komunikasi merupakan campuran dari nilai, tradisi, dan kebiasaan. Komunikasi
terbuka akan mendorong keterusterangan dan kejujuran serta mempermudah
umpan balik
2. Bertekat memegang teguh etika berkomunikasi
Etika merupakan prinsip-prinsip yang mengatur seseorang untuk bersikap atau
membawa diri. Orang yang tidak etis biasanya egois dan tidak peduli salah atau
benar, serta menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
31
3. Memahami kesulitan komunikasi antarbudaya
Maju berkembangnya teknologi dan informasi telah menyebabkan terjadinya
interaksi antarbudaya, baik dalam lingkup regional, nasional, maupun internasional.
Memahami latar belakang, pengetahuan, kepribadian, dan persepsi antarbudaya
akan membantu mengatasi hambatan komunikasi yang terjadi karena perbedaan
budaya.
4. Menggunakan pendekatan berkomunikasi yang berpusat pada penerima.
Menggunakan pendekatan yang bepusat pada penerima berarti tetap mengingat
penerima ketika sedang berkomunikasi
5. Menggunakan teknologi secara bijaksana dan bertanggungjawab untuk memperoleh
dan membagi informasi.
6. Menciptakan dan memproses pesan secara efektif dan efisien. Hal itu dapat
dilakukan dengan cara :
‐ Memahami penerima pesan
‐ Menyesuaikan pesan dan menghubungkan gagasan
‐ Mengembangkan dan menhubungkan gagasan
‐ Mengurangi jumlah pesan
‐ Memilih saluran atau media yang tepat
‐ Meningkatkan keterampilan berkomunikasi
2.1.2.8 Komunikasi yang Efektif
Komunikasi akan efektif apabila terjadi pemahaman yang sama dan merangsang
pihak lain untuk berpikir atau melakukan sesuatu. Kemampuan untuk berkomunikasi secara
efektif akan menambah keberhasilan individu maupun organisasi. Komunikasi yang efektif
akan membantu mengantisipasi masalah-masalah, membuat keputusan yang tepat,
mengoordinasikan aliran kerja, mengawasi orang lain, dan mengembangkan berbagai
hubungan (Dewi, 2007, p14).
32
Secara sederhana, komunikasi terdiri atas tiga unsur, yaitu komunikator, pesan dan
komunikan. Dengan demikian, apabila diurut dari proses komunikasi, maka faktor-faktor
yang memengaruhi komunikasi yang efektif adalah (Dewi, 2007, p15) :
1. Kredibilitas dan daya tarik komunikator
Kredibilitas komunikator menunjukan bahwa pesan yag disampaikannya dianggap
benar dan dapat dipercaya. Kepercayaan yang tinggi terhadap komunikator akan
menyebabkan kesediaan komunikan untuk menerima pesan dan mengubah sikap
sesuai keinginan komunikator.
2. Kemampuan pesan untuk mebangkitkan tanggapan
Suatu pesan akan menimbulkan reaksi dan umpan balik apabia memenuhi kondisi
berikut:
‐ Menarik perhatian
Agar menarik perhatian, pesan dirancang dengan format baik, pilihan kata yang
tepat, serta waktu dan media penyampaian yang tepat.
‐ Menggunakan lambang atau bahasa yang dipahami komunikan
‐ Mampu memahami kebutuhan pribadi komunikan
3. Kemampuan komunikan untuk menerima dan memahami pesan
Komunikasi akan berlangsung efektif apabila komunikan memiliki kemampuan untuk
memahami pesan, sadar akan kebutuhan dan kepentingannya, mampu mengambil
keputusan sesuai kebutuhan dan kepentingannya, serta secara fisik dan mental
mampu menerima pesan.
2.1.2.9 Karakteristik Komunikasi yang Efektif
Menurut Bovee dan Thill (2007, p7) dokumen bisnis yang efektif mengandung lima
ciri utama. Yaitu
1. Sediakan informasi yang praktis
33
Berilah para penerima pesan informasi yang berguna, apakah informasi ini untuk
membantu mereka melakukan tindakan yang diinginkan atau untuk memahami
kebijakan baru perusahaan.
2. Berikan fakta bukan kesan
Gunakan kalimat konkret, detail yang spesifik, dan informasi yang jelas,
menyakinkan, akurat, dan etis. Bahkan ketika suatu opini dibutuhkan, sajikan bukti
yang menyakinkan untuk mendukung kesimpulan anda
3. Perjelas dan padatkan informasi
Berikan pokok-pokok informasi yang paling penting daripada memberikan semua
informasi pada pembaca. Sebagian besar pebisnis profesional menemukan diri
mereka berada pada serbuan banjir data dan informasi. Pesan-pesan yang jelas dan
ringkas lebih efektif daripada yang tidak.
4. Nyatakan tanggung jawab dengan tepat
Tulislah pesan-pesan yang menghaslkan respon spesifik dari penerima tertentu.
Nyatakan secara jelas apa yang anda harapkan dari para penerima atau apa yang
dapat anda lakukan untuk mereka
5. Bujuk orang lain dan tawarkan rekomendasi
Tunjukkan pada para pembaca anda secara tepat bagaimana mereka akan mendapat
manfaat dengan memberikan respon aau pesan anda sesuai dengan cara yang anda
inginkan.
2.1.2.10 Kepuasan Komunikasi Organisasi
Menurut Redding yang dikutip oleh Masmuh (2010, pp47-51), yang dimaksud
kepuasan komunikasi organisasi adalah semua tingkat kepuasan seorang karyawan
mempersepsi lingkungan komunikasi secara keseluruhan. Kepuasan dalam pengertian ini
menunjukkan kepada bagaimana baiknya informasi yang tersedia memenuhi persyaratan
34
permintaan anggota organisasi akan tuntutan bagi informasi, dari siapa datangnya, cara
disebarluaskan, bagaimana diterima, diproses dan apa respon orang yang menerima.
Hal yang banyak memberikan sumbangan kepada kepuasan dalam organisasi
belumlah diidentifikasi semuanya tetapi pekerjaan Osmo Wiio, Down dan Hazen dan
Beckstrom menyarankan beberapa dimensi. Mereka menyusun suatu angket untuk
mengukur 10 dari faktor kepuasan komunikasi organisasi karyawan dalam organisasi.
Kepuasan dengan komuniksi muncul dari kombinasi faktor-faktor berikut:
a. Kepuasan dengan pekerjaan. Ini mencakup hal-hal yang berkenaan dengan
pembayaran, keuntungan, naik pangkat pekerjaan itu sendiri
b. Kepuasan dengan ketepatan informasi. Faktor ini mencakup tentang tingkat
kepuasan dengan informasi, kebijaksanaan, teknik-teknik baru, perubahan
administrative dan staf, rencana masa datang dan penampilan pribadi
c. Kepuasan dengan kemampuan seseorang yang menyarankan penyempurnaan.
Faktor ini mencakup hal-hal sebgai tempat dimana komunikasi seharusnya
disempurnakan, pemberitahuan mengenai perubahan untk tujuan penyempurnaan
dan strategi khusus yang digunakan dalam membuat perubahan.
d. Kepuasan dengan efisiensi bermacam-macam saluran komunikasi. Faktor ini
mencakup melalui mana komunikasi disebarluaskan dalam organisasi, mencakup
peralatan, bulentin, memo, materi tulisan.
e. Kepuasan dengan kualitas media. Faktor inimencakup berapa baiknya mutu tulisan,
nilai informasi yang tersedia dan ketepatan informasi yang datang.
f. Kepuasan dengan cara komunikasi teman sekerja. Faktor ini mencakup komunikasi
horizontal, informal dan tingkat kepuasan yang timbul dari diskusi masalah dan
medapatkan informasi teman sekerja.
35
g. Kepuasan dengan keterlibatan dalam komunikasi organisasi sebagai kesatuan. Faktor
ini mencakup hal-hal keterlibatan hubungan dengan organisasi, dukungan atau
bantuan dari organisasi dan informasi dari organisasi.
2.1.2.11 Dimensi Komunikasi Organisasi
5 dimensi beserta indikator dari komunikasi organisasi adalah sebagai berikut (Pace
dan Faules, 2006, pp497-498) :
Tabel 2.1 Tabel Dimensi dan indikator komunikasi organisasi
Dimensi komunikasi organisasi Indikator komunikasi organisasi
1. Kualitas media Persepsi anggota organisasi mengenai
seberapa jauh penerbitan, petunjuk tertulis,
laporan dan media lainnya :
a. Menarik untuk dibaca
b. Tepat
c. Efisien
d. Dapat dipercaya
2. Aksesibilitas informasi Persepsi anggota organisasi mengenai
seberapa jauh informasi tersedia bagi
anggota organisasi, dari berbagai sumber
dalam organisasi, yaitu :
a. Atasan langsung
b. Atasan yang lebih tinggi
c. Kelompok
d. Bawahan
e. Dokumen penerbitan
f. Obrolan lisan
36
3. Penyebaran informasi Persepsi anggota organisasi mengenai:
a. Penyebaran informasi dalam struktur
organisasi
b. Penyebaran informasi yang
penting/khusus
c. Penyebaran informasi terkini
4. Beban informasi Persepsi anggota organisasi mengenai
seberapa jauh mereka merasa bahwa
mereka menerima informasi lebih banyak
atau kurang daripada yang dapat mereka
tangani atau yang mereka perlukan agar
berfungsi secara efektif
a. Kecukupan informasi
b. Kekurangan informasi
c. Kelebihan informasi
d. Kelewatan informasi/terisolasi
5. Ketepatan pesan Persepsi anggota organisasi mengenai
berapa bit informasi yang mereka ketahui
tentang suatu pesan tertentu dibandingkan
dengan jumlah bit informasi sesungguhnya
didalam pesan tersebut dan distorsi
Sumber : Pace dan Faules (2006, pp497-498)
37
2.1.3 Kepuasan Kerja Karyawan
2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang
menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang
mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbins, 2003, p78) dalam bukunya Wibowo
”Manajemen Kinerja” (2007, p299). Menurut Rivai dan Sagala (2009, p856) kepuasan kerja
merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau
tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Kemudian menurut Luthans (2006, p243)
kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan
mereka memberikan hal yang dinilai penting.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu yang
mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, atau sikap positif karyawan
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
2.1.3.2 Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang
lebih puas terhadap pekerjaanya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan
tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Di antara teori kepuasan kerja
adalah Two-factor theory dan value theory (Wibowo, 2007, pp300-301).
1. Two-Factor Theory. Teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan
dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda,
yaitu motivators dan Hygiene factors.
2. Value Theory. Menurut konsep teori ini, kepuasan kerja terjadi pada tingkat di
mana hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak
orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima
hasil, akan kurang puas.
38
Sedangkan menurut Rivai dan Sagala (2009, pp856-857) teori tentang
kepuasan kerja yang cukup dikenal ada 3 teori yaitu :
1. Teori ketidaksesuaian (Discrepancy theory)
Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih
antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan.
Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan,
maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat
discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja
seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan
didapatkan dengan apan yang dicapai.
2. Teori keadilan (Equity theory)
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak
puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu
situasi, khususnya situasi kerja.
3. Teori dua faktor (two factor theory)
Menurut teori ni kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan
hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap perkerjaan itu
bukan suatu variabel yang kontinu.
2.1.3.3 Dimensi Kepuasan kerja
Kemudian dalam Journal The Winner edisi volume 1, nomor 1, september
2000 ,Moh. As’ad, menyimpulkan bahwa ada enam factor yang mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan, yaitu (Hary, pp23-24):
a. Faktor yang berhubungan dengan pekerjaan
Factor ini sangat mendukung dalam timbulnya kepuasan dalam diri seseorang
karyawan, sebab dengan diberikannya beban pekerjaan yang berlebihan maka
karyawan akan menjadi cepat bosan dan jenuh didalam mengerjakan
39
pekerjaannya. Sehingga karyawan pun menjadi merasa tidak puas yang pada
akhirnya perusahaan jadi tidak tercapai.
b. Faktor yang berhubungan dengan kondisi kerja
Maksudnya adalah lingkungan kerja atau tempat kerja dimana karyawan
tersebut melaksanakan tugasnya. Lingkungan kerja disini juga meliputi parkir,
tempat ibadah, kantin, ventilasi ruangan, penyinaran ruangan, dan sebagainya.
Bila semua hal tersebut dapat terpenuhi dengan baik, maka kepuasan kerja
dapat terwujud.
c. Faktor teman sekerja
Teman sekerja yang baik adalah teman kerja yang dapat diajak bekerjasama,
bertanggung jawab, dan mempunyai rasa solidaritas yang tinggi antar sesama
teman sekerja.
d. Fakor pengawasan
Kepuasan kerja karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan
yang baik dari pimpinan kepada bawahanya, sehingga karyawan akan merasa
bahwa dirinya merupakan bagian yang terpenting didalam organisasi kerjanya.
Pengawasan yang diberikan kepada bawahanya bisa diberikan oleh seorang
supervisor yang dapat dipandang sebagai figur seorang ayah sekaligus seorang
atasan.
e. Faktor promosi
Apabila karyawan bekerja dengan lebih rajin dan disiplin, maka karyawan
tersebut memperoleh hak untuk mendapat promosi jabatan yang lebih baik lagi
dari jabatan sebelumnya. Hal ini sangat perlu untuk seorang atasan agar tercipta
kepuasan kerja pada karyawan.
40
f. Faktor upah
Upah bukanlah satu-satunya ukuran dalam menimbulkan kepuasan diri
karyawan, belum tentu menimbulkan rasa puas pada dirinya, bahkan bisa saja
yang terjadi justru sebaliknya.
2.1.3.4 Respons terhadap Ketidakpuasan Kerja
Dalam suatu organisasi di mana sebagaian terbesar pekerjaanya memperoleh
kepuasan kerja, tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil di antaranya merasakan
ketidakpuasan. Ketidakpuasana pekerja dapat ditunjukan dalam sejumlah cara. Robbins
(2003, p32) menunjukan empat tanggapan yang berbeda satu sama lain dalam dimensi
konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan sebagai berikut (wibowo, 2007,
pp314-315).
1. Exit
Ketidakpuasan ditunjukan melalui perilaku diarahkan pada meninggalkan
organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.
2. Voice
Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk
memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan
masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan.
3. Loyalty
Ketidakpuasan ditunjukan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu
kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi
dihadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen
melakukan hal yang benar.
41
4. Neglect
Ketidakpuasan ditunjukan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi
semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis,
mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.
2.1.3.5 Cara untuk Meningkatkan Kepuasan
Beberapa cara yang dapat dilakukan organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja
karyawannya berdasarkan Greenberg dan Baron (2003, p159):
1. Make jobs fun
Orang akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka nikmati daripada yang
membosankan. Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan,
tetap ada cara untuk menyuntikkan beberapa level keasyikan ke dalam hampir setiap
pekerjaan. Teknik-teknik kreatif yang telah diterapkan misalnya mengoper buket
bunga dari meja satu orang ke yang lainnya setiap setengah jam dan mengambil
gambar lucu orang lain ketika sedang bekerja lalu memasukkannya ke papan buletin.
2. Pay people fairly
Ketika orang merasa bahwa mereka dibayar atau diberi imbalan secara adil, maka
kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat.
3. Match people to jobs that fit their interests
Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau minat
mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan
tersebut.
4. Avoid boring, repetitive jobs
Orang jauh lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka
untuk mencapai keberhasilan dengan memiliki kontrol secara bebas tentang
bagaimana mereka melakukan tugas-tugas mereka.
42
2.1.4 Kinerja Karyawan
2.1.4.1 Pengertian Manajemen Kinerja
Berdasarkan pendapat Wibowo (2007, pp4-7), menjelaskan bahwa Manajemen
kinerja adalah manjemen tentang menciptakan hubungan dan memastikan komunikasi yang
efektif. Manjemen kinerja memfokuskan pada apa yang diperlukan oleh organisasi, manajer,
dan pekerja untuk berhasil. Manajemen kinerja adalah tentang bagaimana kinerja dikelola
untuk memeperoleh sukses. Dalam sistem manajemen kinerja yang dikutip oleh Mathis dan
Jackson (2006, p.377) terdiri atas proses untuk mengidentifikasi, mendorong, mengukur,
mengevaluasi, meningkatkan dan memberikan penghargaan atas kinerja karyawan.
Maka dapat disimpulkan bahwa manajemen kinerja adalah suatu proses manajemen
yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan kinerja karyawan.
2.1.4.2 Proses Manajemen Kinerja
Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p89-107) ada 4 langkah pokok dalam
pengenalan terhadap proses manajemen kinerja yang luas:
1. Merencanakan kinerja
Seperti halnya mengenali proses- proses yang lain, pertama-tama kita harus jelas
tentang alasan utama mengenalkan manajemen kinerja, juga harusmemiliki
pandangan yang jelas tentang apa yang diharapkan akan diperoleh. Harus ada
komitmen yang kuat dari atasan dalam memperkenalkan proses ini, karena tanpa
adanya komitmen ini akan sulit untuk mendapatkan bantuan dari tingkatan yang
lebih rendah, dan sumber yang tersedia untuk mencapai hasil akan tidak mencukupi.
Tahap berikutnya dalam merancang proses manajemen kinerja adalah menetapkan
tujuan. Tujuan ini dikembangkan dari arah dan strategi organisasi secara
keseluruhan dan dari pernyataan yang mengandung maksud dan tujuan organisasi
yang akan diperbaiki secara bertahap dan mengalir kebawah sampai dalam bentuk
target individual. Hal ini dikenal dengan nama pendekatan dari atas ke bawah.
43
Alternatif nya adalah pendekatan dari bawah ke atas. Seperti namanya, maka
prioritas dan target ditentukan oleh organisasi yang lebih rendah. Dalam beberapa
hal seperti tidak logis, karena bertentangan dengan teori, yaitu keberadaan suatu
pekerjaan adalah untuk maksud tertentu dan maksud tersebut ditentukan oleh
manajemen organisasi. Jika pertimbangan diberikan untuk penentuan target
individual, maka harus diingat bahwa individu-individu tersebut mempunyai tujuan
yang tidak hanya berhubungan dengan pekerjaan saja. Sebenarnya prioritas mereka
lebih pada hal-hal seperti prospek ada tidaknya promosi, upah, jati diri, cuti, gaya
hidup, hubungannya dengan rekan sekerja dan atasan.
2. Mengelola kinerja
Bila tujuan kinerja sudah ditetapkan, dan rencana tindakan telah disetujui, langkah
berikutnya dalam proses manajemen kinerja adalah memastikan bahwa rencana
tersebut dilaksanakan, dan hasil yang ditentukan dapat tercapai.
3. Meninjau kinerja
Peninjauan kinerja merupakan bagian dari proses pengaturan kinerja. Namun,
dengan melihat pertimbangan khusus yang dapat diterapkanpada aspek proses,
maka akan lebih mudah dalam proses pemeriksaan sebagai bagian yang terpisah.
Penilaian kinerja, biasanya terjadi pada saat wawancara yang diadakan beberapa
waktu antara karyawan dengan para manajernya. Seringkali hasil dari wawancara
tersebut berpengaruh langsung pada pelatihan, dan pengembangan.
4. Memberi imbalan
Imbalan kinerja merupakan bagian dari proses manajemen kinerja yang mencoba
memberikan karyawan semacamimbalan atas pencapaian targetnya. Seringkali apa
yang dicari oleh pekerja adalah pengakuan atas kinerja yang telah
dilakukannya.hanya saja ketika uang yang menjadi ukuran, maka imbalan kinerja
44
akan menjadi suatu masalah yang rumit, dan penekanan masalah tersebut terdapat
pada aspek finansial.
2.1.4.3 Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari pengertian performance. Adapula yang memberikan pegertian
performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai
makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses
pekerjaan secara langsung (Wibowo, 2007, p7). Mathis dan Jackson (2006, p.378)
berpendapat bahwa kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja Karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan
meliputi elemen yaitu kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil,
kehadiran, dan kemampuan bekerja sama.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah perilaku yang ditunjukkan sebagai
prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
2.1.4.3.1 Kinerja Individu
Kinerja individu yang dikutip oleh Payaman (2005, p10), adalah kemampuan dan
keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor:
Kemampuan dan keterampilan kerja; motivasi dan etos kerja.
Kinerja setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan,
yaitu kompetensi orang yang bersangkutan, dukungan organisasi dan dukungan manajemen.
45
Sumber : Payaman, Manajemen dan Evaluasi Kinerja (2005, p14)
Gambar 2.8 Model Kinerja Individual
Model Kinerja Individu menurut Payaman dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:
kompetensi individu, dukungan organisasi, dan dukungan manajemen.
2.1.4.4 Elemen Kinerja Karyawan
Menurut Mathis dan Jakson (2006, p378), kinerja karyawan yang umum untuk
kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut :
‐ Kuantitas dari hasil
‐ Kualitas dari hasil
‐ Ketepatan waktu dari hasil
‐ Kehadiran
‐ Kemampuan bekerja sama
Dimensi lain dari kinerja di luar beberapa yang umum ini dapat diterapkan pada
berbagai pekerjaan. Kriteria pekerjaan (job criteria) atau dimensi yang spesifik dari kinerja
pekerjaan akan mengidentifikasikan elemen yang paling penting dalam pekerjaan tersebut.
46
2.1.4.5 Peningkatan Kinerja
Payaman (2005, p19) menjelaskan bahwa pembinaan kinerja dimaksudkan untuk
meningkatkan kinerja setiap individu, kelompok atau unit kerja, serta meningkatkan kinerja
perusahaan setinggi mungkin. Peningkatan dapat dilakukan antara lain dengan:
1. Mendorong pekerja memahami uraian tugas dan uraian jabatannya, serta memahami
tanggung jawabnya
2. Mendorong pekerja memahami sasaran yang harus dicapai
3. Membantu pekerja memahami bagaimana melakukan pekerjaan dengan
menggunakan alat-alat kerja yang sesuai
4. Memberdayakan pekerjaan melalui bimbingan, penyuluhan, pendidikan, dan
pelatihan.
5. Menumbuhkan motivasi dan etos kerja
6. Menciptakan iklim kerja yang kondusif
2.1.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Baihaqi (2002) dengan judul “Pengaruh
Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja dengan Komitmen Organisasi
sebagai Variabel Intervening” ditemukan bahwa Gaya kepemimpinan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan menjadi
faktor penting yang memengaruhi perilaku kerja seperti kepuasan, kinerja dan
turn over karyawan. Gaya kepemimpinan secara langsung memengaruhi kepuasan
kerja melalui kecermatannya dalam menciptakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang
menarik, pelimpahan tanggung jawab serta penerapan peraturan dengan baik. Maka dari
itu, pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang tepat akan menimbulkan kepuasan
karyawan terhadap pekerjaannya. Di dalam penelitian ini juga ditemukan gaya
kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Pemimpin
sebagai salah satu penentu arah dan tujuan organisasi diharapkan mampu mengontrol
47
perilaku-perilaku kerja dan mengarahkannya pada peningkatan produktivitas dan kinerja
karyawan.
Hubungan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja juga telah dibuktikan oleh
penelitian Hayati dan Sari yang berjudul “Keterampilan Kepemimpinan Pengusaha Industri
Skala Kecil” dalam jurnal ekonomi dan bisnis Indonesia Vol. 22, no 2, 2007, 197-214.
Ditemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara kepuasan karyawan terhadap kinerja
karyawan, hasil ini menunjukkan bahwa baik atau tidaknya kepuasan karyawan pada
industri skala kecil akan meningkatkan atau menurunkan kinerja karyawan.
Di dalam penelitian Kusumawati (2008) yang berjudul “Analisis Pengaruh Budaya
Organisasi dan Gaya kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja untuk Meningkatkan Kinerja
Karyawan” ditemukan bahwa gaya kepemimpinan secara positif dan signifikan berpengaruh
terhadap kinerja baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kepuasan kerja.
Dan di dalam penelitian Baharun, Sawai, dan Rathakrishnan yang berjudul
“Hubungan antara Komunikasi dalam Organisasi dengan Kepuasan Kerja, Prestasi Kerja dan
Komitmen Kerja” ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan di antara
komunikasi dengan kepuasan kerja. Selain itu didalam buku Masmuh (2010, p50)
mengatakan ada beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa komunikasi organisasi
itu berkorelasi dengan tingkat kepuasan kerja, misalnya saja hasil studi Schuler dan Blank
mengatakan bahwa ada hubungan yang positif antara ketepatan komunikasi yang
berkenaan dengan tugas komunikasi kemanusiaan, dan komunikasi pembaruan dengan
kepuasan kerja dan hasil yang dicapai oleh pekerja. Di dalam penelitian Rendy (2009) yang
berjudul “Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja
Karyawan pada PT Equity Security Indonesia” ditemuka bahwa variabel komunikasi
organisasi sangat dominan untuk memengaruhi kinerja karyawan dan pengaruhnya
signifikan.
48
Pengaruh variabel gaya kepemimpinan dan komunikasi terhadap kepuasan kerja
juga telah dibuktikan oleh penelitian Sulastri (2008) yang berjudul “Pengaruh Komunikasi
dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT. Roti Tiga Dara di
Sidhoharjo Wonogiri ”ditemukan bahwa baik secara individu maupun bersama-sama
variabel komunikasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
kerja karyawan.
Hubungan antara kepuasan kerja terhadap kinerja juga telah dibuktikan oleh Gibson
(2000, p110) dalam bukunya Wibowo (2007, p307), secara jelas menggambarkan adanya
hubungan timbal balik antara kinerja dan kepuasan kerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan
kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Di
sisi lain dapat pula terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja
sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan kepuasan. Sementara itu Vecchio
cenderung mengikuti pandangan bahwa kinerja secara tidak langsung menyebabkan
kepuasan. Kinerja akan menerima reward, baik intrinsik maupun ekstrinsik. Kepuasan akan
diperoleh melalui penilaian pekerja terhadap reward yang diterima. Apabila pekerja merasa
bahwa pemberian penghargaan tersebut adil, akan membuat kepuasan kerja meningkat.
Namun, apabila terjadi sebaliknya akan menyebabkan ketidakpuasan kerja.
49
sumber : Wibowo, Manajemen Kinerja (2007, p308)
Gambar 2.9 Kinerja Menyebabkan Kepuasan
Kemudian Hubungan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan juga telah
dibuktikan oleh penelitian Sulianti yang berjudul “Pengaruh Komitmen Organisasi dan
Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera
Utara” ditemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
2.2. Kerangka Pemikiran
Salah satu faktor yang mendukung CV. Surya Lampung agar dapat mencapai tujuan
perusahaan adalah kebutuhan akan gaya kepemimpinan yang baik: otoriter, demokratis,
Laissez-faire. Untuk mencapai tujuan perusahaan, maka seorang pemimpin harus dapat
menciptakan komunikasi orgasisasi yang efektif, dimana dimensi dari komunikasi organisasi
meliputi, kualitas media, aksesbiilitas informasi, penyebaran informasi, beban informasi, dan
ketepatan pesan. Kedua variabel tersebut dicari apakah saling mempengaruhi.
Variabel gaya kepemimpinan dan komunikasi organisasi secara individual maupun
simultan diasumsikan mempengaruhi variabel kepuasan kerja karyawan, faktor kepuasan
kerja karyawan meliputi pekerjaan, kondisi kerja, teman sekerja, pengawasan, promosi dan
upah. Kemudian ketiga variabel tersebut dicari apakah berdampak pada variabel kinerja
Kinerja
Reward intrinsik
Reward ekstrinsik
Penilaian penghargaan dirasa adil
Kepuasan
50
karyawan yang meliputi kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil,
kehadiran, serta kemampuan bekerja sama baik secara individual maupun simultan
Berdasarkan teori-teori yang ada maka dapat dirumuskan suatu model kerangka
pemikiran yang akan digunakan pada penelitian ini, yaitu adalah sebagai berikut:
Sumber : penulis
Gaya
Kepemimpinan (X1)
Komunikasi Organisasi
(X2)
Kepuasan
Kerja (Y)
Kinerja karyawan
(Z)
Gambar 2.10 Kerangka Pemikiran
51
Keterangan:
= Pengaruh secara simultan
= Pengaruh secara individual
= Hubungan (korelasi) antar variabel
2.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini disajikan berdasarkan tujuan penelitian, hipotesis yang
diuji dalam penelitian ini adalah:
Untuk T-1
Ho = Gaya kepemimpinan (X1), dan Komunikasi Organisasi (x2) tidak memiliki kontribusi
yang signifikan secara simultan terhadap Kepuasan Kerja (Y) Karyawan pada CV.
Surya Lampung.
Ha = Gaya Kepemimpinan (X1),dan Komunikasi Organisasi (x2) memiliki kontribusi yang
signifikan secara simultan terhadap Kepuasan Kerja (Y) Karyawan pada CV. Surya
Lampung
Untuk T-2
Ho = Gaya Kepemimpinan (X1), Komunikasi Organisasi (X2), serta Kepuasan Kerja (Y)
karyawan tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap Kinerja
Karyawan (Z) pada CV. Surya Lampung
Ha = Gaya Kepemimpinan (X1), Komunikasi Organisasi (X2), serta Kepuasan Kerja (Y)
Karyawan memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap Kinerja
Karyawan (Z) pada CV. Surya Lampung