BAB 2
TEORI PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Definisi Perencanaan
Secara etimologi perencanaan dari asal kata rencana yang dalam bahasa Inggris planning
dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary yaitu arregement for doing or
using something (program untuk melakukan atau melaksanakan sesuatu) (Hornby, 1984,
hlm. 636). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa rencana adalah
program, atau rancangan sesuatu yang akan dikerjakan (Poerwadarminto, 1999, hlm.
816). Dalam terminologi disebutkan perencanaan adalah proses merencanakan,
mengorganisir, mengarahkan, dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan
organisasi dengan mengunakan sumberdaya organisasi (Hanafi, 2000, hlm. 5). Anderson
dan. Bowman memahami pula perencanaan seperti dikutip dari Rohani dan Ahmadi,
dalam buku Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah (1991, hlm.
27) mendefinisikan bahwa perencanaan adalah proses mempersiapkan seperangkat
putusan bagi perbuatan di masa datang.
Perencanaan juga dipahami sebagai suatu aktifitas yang terintegrasi yang
berusaha memaksimumkan efektivitas seluruhnya dari suatu organisasi sebagai suatu
sistem, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi yang bersangkutan.
Untuk lebih jelasnya mengenai perencanaan ini, akan dikemukakan beberapa pendapat
para ahli mengenai perencanaan (Siswanto, 1990, hlm 12). Beberapa pengertian lain yang
menjelaskan perencanaan seperti ditulis Atmosudirjo dalam bukunya Administrasi dan
Managemen Umum (2000, hlm. 33) dengan penghitungan dan penentuan dari apa yang
akan dijalankan dalam rangka mencapai suatu prapta (objective) tertentu, dimana,
bilamana, oleh siapa dan bagaimana caranya. Sementara itu Fatah (2001, hlm. 7)
mengartikan perencanaan sebagai sebuah tindakan menetapkan terlebih dahulu apa yang
akan dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, apa yang harus dikerjakan dan siapa yang
16
mengerjakannya. Pidarta (2003, hlm. 27) mendefinisikan perencanaan dengan suatu cara
yang memuaskan untuk membuat organisasi tetap berdiri tegak dan maju sebagai satu
sistem. Handoko (1994, hlm 44) menjelaskan pula bahwa perencanaan dapat diibaratkan
sebagai inti manajemen, karena perencanaan membantu untuk mengurangi ketidakpastian
di waktu yang akan datang, dan oleh karena itu memungkinkan para pengambil
keputusan untuk menggunakan sumberdaya-sumberdaya mereka yang terbatas secara
efisien dan efektif.
Silalahi dalam bukunya Manajemen Interaktif (1995, hlm 12) menulis bahwa
perencanaan adalah proses yang diatur sedemikian rupa supaya suatu sasaran atau tujuan
masa depan yang masih samar-samar menjadi lebih jelas dan dapat dicapai. Perencanaan
dapat mempertemukan suatu yang idealistis dengan kemampuan dalam batas-batas
tertentu. Kemungkinan tercapainya keinginan akan lebih besar lagi jika direncanakan
lebih dahulu dengan baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perencanaan
adalah upaya untuk meramal/memprediksi berbagai kegiatan dengan mendayagunakan
berbagai sumber untuk mencapai tujuan. Untuk itu Silalahi menegaskan unsur-unsur
perencanaan yang meliputi: Pertama, Penyelidikan yang mencakup kegiatan
pengumpulan dan pengolahan data yang kemudian dituangkan dalam bentuk suatu
feasibility study atau viability report. Cara pengumpulan dan pengolahan data yang
sangat lazim dewasa ini adalah dengan metode kuantitatif terutama dengan menggunakan
operation research, breakeven analysis, queining theory dan statistical methods.
Kedua, Penentuan Sumber-sumber langka. Menurutnya terdapat dua sumber
langka yang harus ditentukan dalam perencanaan yaitu ketentuan tentang kemungkinan
adanya (a viability) sumber alam yang diperlukan oleh perusahaan/lembaga dan sumber
daya manusia yang terlatih dan terdidik. Ketiga, Penentuan Lingkungan yang merupakan
unsur penting untuk perencanaan suatu lembaga. Lingkungan dimaksud dapat berupa
kondisi geografis atau berupa lingkungan sosial politik. Keempat, Penentuan Kebijakan
yang harus dijamin kelancaran pengelolaannya. Selanjutnya Siswanto (1999, hlm 69)
2
mengutip Allen mengemukakan bahwa, perencanaan terdiri dari aktifitas-aktifitas yang
dioperasikan oleh seorang manajer untuk berpikir ke depan dan mengambil keputusan
saat ini, yang memungkinkan untuk mendahului serta menghadapi tantangan di waktu
yang akan datang. Perencanaan suatu proses yang sistematis untuk menjalankan suatu
pekerjaan. Dalam perencanaan terkandung suatu aktifitas tertentu yang saling berkaitan
untuk mencapai titik tertentu yang diinginkan. Dengan demikian maka perencanaan
bertujuan untuk membuat keputusan yang baik mengenai hal-hal yang perlu dilaksanakan
dan bagaimana cara pelaksanaan.
Perencanaan dimulai dengan melakukan identifikasi tujuan. Perencanaan
merupakan cara untuk mencapai tujuan. Perencanaan mencakup penjabaran tujuan umum
ke dalam sasaran yang lebih spesifik dan penjabaran itu ke dalam kegiatan yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Perencanaan menurut Dharma (2005, hlm. 12)
mencakup penentuan mengenai sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan,
seperti sumber daya manusia, peralatan dan biaya. Sementara kegiatan perencanaan
dalam pandangan Gibson (1994, hlm 54) dapat sangat rumit atau malah sebaliknya,
implisit atau eksplisit, impersonal atau personal. Perencanaan tidak hanya meliputi
rincian mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi, tetapi juga bagaimana
organisasi itu dapat mencapainya.
Melihat fenomena demikian, karenanya menurut Hidayat (1994, hlm 44)
menyebut bahwa perencanaan bukan suatu tindakan tetapi proses, yaitu suatu proses yang
tidak mempunyai penyelesaian atau titik akhir. Selama perencanaan masih dalam proses
tidak dibatasi berapa jumlah pembahasan sebelum diambil keputusan, sebab mungkin
selalu diadakan perubahan baik sistemnya maupun materinya. Hal ini dapat dimengerti
karena sedikit kemungkinan adanya suatu perkiraan yang tepat, sebab keadaan waktu
yang akan datang itu selalu berubah, penuh dengan resiko dan tidak memiliki ketentuan.
Dengan demikian maka perencanaan mempunyai dua komponen yaitu komponen yang
bersifat pesimis dan bersifat optimis. Bersifat pesimis berdasarkan perkiraan bahwa apa
3
yang diinginkan tidak dapat dilaksanakan. Sedangkan bersifat optimis berdasarkan atas
kepercayaan bahwa suatu dapat dilakukan dengan harapan bahwa yang diinginkan akan
terlaksana.
Pada bagian yang sama Handayaningrat dalam bukunya berjudul Pengantar
Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen (1994, hlm. 14) memformulasikan bahwa
perencanaan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: Pertama, Perencanaan sebagai Suatu
Proses. Dalam nilai ini, Soewarno mengutip Jone yang menjelaskan bahwa perencanaan
diartikan dengan planning is the process of selecting and developing the best course of
action to accomplish on objective (perencanaan adalah proses tentang pemilihan dan
mengembangkan tindakan terbaik untuk memenuhi sasaran). Hal ini berarti bahwa
perencanaan merupakan suatu proses pemilihan tindakan yang terbaik untuk mencapai
tujuan.
Kedua, Perencanaan sebagai fungsi manajemen yang didefinisikan Farland
seperti dikutif Soewarno mendefinisikan bahwa Planning is the function whereby
executive anticipate the probable effect of forces that will change the activities and
objective of their business (Penekanan perencanaan dalam hal ini sebagai suatu upaya
pimpinan menggunakan pengaruh daripada kewenangannya, yang dapat mengubah
kegiatan dan tujuan organisasi). Ketiga, Perencanaan sebagai Suatu Keputusan atau
dalam istilah Newman planning is deciding in advance what is to be done, that is a plan,
it is projected a course of action (perencanaan merupakan keputusan apa yang akan
dikerjakan untuk waktu yang akan datang, yaitu suatu rencana yang diproyeksikan dalam
suatu tindakan). Secara spesifik Siagian (1994, hlm. 66) berpendapat bahwa paling tidak ada
sepuluh faktor yang turut menentukan baik tidaknya suatu rencana. Lebih lanjut
kesepuluh faktor ini dijelaskan: Pertama dikaitkan dengan pelaksanaan kegiatan
operasional, rencana merupakan alat efisiensi dan efektivitas untuk menghindari
4
pemborosan. Kedua dengan rencana yang matang, telah dilakukan perkiraan keadaan
mengenai prospek perkembangan masa depan yang pada gilirannya dapat mengurangi
faktor ketidakpastian. Ketiga perencanaan memberikan kesempatan kepada para
pimpinan dalam suatu organisasi untuk memilih berbagai alternatif yang diperkirakan
merupakan cara terbaik dalam memberi petunjuk tentang ciri-ciri setiap alternatif yang
ada. Keempat dengan adanya rencana tergambar jelas jenis dan bentuk serta tugas dan
tanggung jawab untuk penyelenggaraan kegiatan, baik kegiatan pokok maupun kegiatan
penopang kegiatan pokok. Kelima dengan rencana dapat ditetapkan standar prestasi kerja.
Keenam rencana dapat dijadikan sebagai dasar utama untuk menyusun program kerja.
Ketujuh dengan rencna yang baik, jumlah dan jenis keahlian serta ketrampilan tenaga
yang diperlukan dapat diperhitungkan secara akurat. Kedelapan, rencana menjadi dasar
untuk melakukan pengawasan, pengendalian, bahkan penilaian. Kesembilan dengan
perencanaan yang matang, implikasi finansial yang akan timbul dapat diperhitungkan
dengan jelas dan alokasinyapun dapat diprediksi sedemikian rupa, dan Kesepuluh dengan
rencana yang baik, sarana dan prasarana kerja yang diperlukan dapat disediakan dengan
baik.
Hal senada dikemukakan oleh Djumberansyah (1995, hlm. 57) menurutnya
perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu lanjutnya
perencanaan perlu dilakukan dengan pertimbangan: Pertama, dengan adanya
perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi
pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan
pembangunan. Kedua, dengan perencanaan maka dilakukan suatu perkiraan
(forecasting) terdapat hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan
5
dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek perkembangan tetapi juga
mengenai hambatan-hambatan dan resiko-resiko yang mungkin dihadapi.
Perencanaan mengusahakan supaya ketidakpastian dapat dibatasi sedini mungkin.
Ketiga, Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai
alternatif tentang cara yang terbaik (the best alternative) atau kesempatan untuk
memilih kombinasi cara yang terbaik (the best combination). Keempat, dengan
perencanaan dilakukan penyusunan skala perioritas, yaitu memilih urutan-urutan dari segi
pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya. Kelima, Dengan adanya
rencana maka akan adanya suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan
pengawasan/evaluasi. Kristiadi (1997, hlm. 66) menilai bahwa dalam perencanaan faktor
yang paling penting adalah ketepatan dalam menentukan sasaran. Oleh karena itu
menurutnya hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun suatu rencana antara lain.
Pertama, Kemampuan Perencana. Perencana harus mempunyai kemampuan melihat jauh
ke depan dan kemampuan dalam melakukan analisis lingkungan. Dengan kata lain,
perencanaan haruslah bersifat proaktif dan bukan reaktif.
Kedua, Dalam menyusun rencana harus melibatkan unit-unit yang terkait baik
ektern maupun intern. Dalam hal ini faktor koordinasi memainkan peranan penting.
Ketiga, dalam menyusun rencana perlu memperhitungkan dan mengkaitkan unsur-unsur
karsa, upaya dan sasaran baik untuk jangka panjang, jangka sedang maupun jangka
pendek. Keempat, Rencana hendaknya bersifat akomodatif terhadap dinamika
pembangunan, tetapi tidak mudah berubah-ubah yang dapat mengakibatkan biaya tinggi.
Oleh karena itu setiap rencana perlu dikaji ulang. Dengan demikian dalam suatu proses
perencanaan yang harus dilihat sebagai aspek utama adalah faktor sumber daya manusia
6
sebagai tenaga perencana. Sumber daya manusia yang berkualitas, jelas akan dapat
memainkan peran dalam aktivitas perencanaan lebih lanjut, seperti bagaimana melakukan
suatu proses koordinasi, memperhitungkan karsa, upaya dan sasaran perencanaan serta
bagaimana menyusun rencana yang mampu mengakomodasi dinamika pembangunan
yang berkembang.
Perencanaan dalam konsep Islam memiliki pengertian dasar dari bagaimana
nilai-nilai keislaman memberikan informasi dan ilustrasi tentang rancangan yang
didesain oleh Allah Swt yang berkaitan dengan alam dengan segala isinya serta berbagai
atribut yang disandangnya, serta bagaimana manusia merupakan obyek dari perencanaan
besar itu. Dalam QS As Sajadah ayat 4 – 9 yang artinya: 4. Allahlah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya
dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy, tidak ada bagi kamuselain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at.Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
5. Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, Kemudian (urusan) itu naik kepadanyadalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.
6. Yang demikian itu ialah Tuhan yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, yangMaha Perkasa lagi Maha Penyayang.
7. Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulaipenciptaan manusia dari tanah.
8. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.9. Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan
dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikitsekali bersyukur.
Ayat tersebut mengisyaratkan indikasi perencanaan yang luas, jelas, mendasar dan
komprehenshif yang digariskan oleh Allah dalam proses penciptaan alam semesta. Bahwa
Tuhan yang telah menurunkan al Quran kepada Muhammad SAW itu adalah
Tuhan pencipta langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya dalam
enam masa. Enam masa dalam ayat ini bukanlah hari (masa) yang dikenal seperti
7
sekarang ini, tetapi adalah hari sebelum adanya langit dan bumi. Hari pada waktu
sekarang ini adalah setelah adanya langit dan bumi. Dalam konteks demikian
menjelaskan bahwa Allah sendiri yang mengatur, mengurus, mengadakan dan
melenyapkan segala yang ada dalam dunia ini. Segala yang terjadi itu adalah sesuai
dengan kehendak dan ketetapan-Nya. Tidak ada sesuatupun yang menyimpang dari
kehendak-Nya1. Dalam ayat tersebut juga Allah menegaskan bagaimana proses
penciptaan manusia. Bahkan perencanaan tentang manusia ini, sudah digambarkan sejak
ayat al Quran pertama kali diturunkan dalam surat al-Alaq: 1-5. Dalam Tafsir al-Asas
karya Said Hawa (2000, jilid 4, hlm. 677) dijelaskan bahwa ayat tersebut memberikan
ilustrasi proses penciptaan manusia yang berasal dari segumpal darah. Tidak hanya itu
dalam ayat ini Allah menginformasikan proses belajar manusia dengan perantaraan
qalam. Qalam pada ayat ini menurut oleh Muhammad Yunus (1979, hlm 162) diartikan
dengan pena. Dengan pena menurut beliau orang dapat mencatat apa yang mereka baca
dan apa-apa yang mereka selidiki. Secara lebih spesifik mengenai proses penciptaan
manusia Allah menegaskan dalam surat Almu’min 12 – 14. 12. Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah.13. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim).14. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang,lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan diamakhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang palingbaik.
1Dalam tafsir tersebut dijelaskan Pengaturan itu dimulainya dari langit hingga ke bumi, kemudian urusan itu naik kembali kepada-Nya. Semua yang tersebut pada ayat ini merupakan gambaran dari kebesaran dan kekuasaan Allah agar manusia mudah memahaminya. Kemudian Allah menggambarkan pula waktu yang digunakan Allah SWT mengurus, mengatur dan menyelesaikan urusan alam semesta ini yaitu selama sehari, tetapi ukuran sehari itu sama lamanya dengan seribu tahun dari ukuran tahun yang dikenal manusia di dunia ini. Perkataan seribu tahun dalam bahasa Arab tidak selamanya berarti 1000 dalam arti sebenarnya, tetapi kadang-kadang digunakan untuk menerangkan banyaknya sesuatu jumlah atau lamanya waktu yang diperlukan. Dalam ayat ini bilangan seribu itu digunakan untuk menyatakan lamanya waktu kehidupan alam semesta ini. Sejak Allah menciptakannya pertama kali sampai kehancurannya dihari kiamat, kemudian kembalinya segala urusan ketangan Allah yaitu hari berhisap menempuh waktu yang lama sekali, sukar manusia menghitungnya. (Hawa, 1979, hlm. 435)
8
Dalam Tafsir Jalalain karya al Mahally dan as Suyuthi (1990, hlm 190) bahwa
yang dimaksud al Insan dalam ayat ini adalah Adam. Sulalatin berasal dari perkataan
salatusy Syai-a Minasy Syai-i artinya aku telah memeras sesuatu dari padanya. Lalu
keturunan Adam Allah jadikan dari nutfah yakni air mani yang tersimpan dalam tempat
yang kokoh yakni rahim. Pada ayat 14 Allah menegaskan bahwa Allah menjadikan
manusia sebagai makhluk yang lain. Dalam tafsir Jalalain yang dimaksud dengan
makhluk yang lain adalah bahwa manusia ditiupkan ruh ke dalam tubuhnya. Secara
kronologis Allah telah menciptakan manusia dari air mani, lalu disimpan ditempat yang
kokoh (rahim), lalu Allah menjadikannya segumpal darah.
Proses selanjutnya dijadikan segumpal daging, dari segumpal daging dijadikan-
Nya tulang-belulang. Setelah itu Allah meniupkan ruh, lalu Allah menyempurnakan
kejadian manusia. Dengan demikian Allah menciptakan manusia begitu sempurna dengan
proses yang amat rapi dan teratur. Dari penelitian dari berbagai ayat yang bertutur
tentang Al Insan
1. QS. Al-Hijr: 26, yang artinya:
Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
2. QS. Al-Rahman: 14
Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar,
3. QS. Al-Rahman: 3-4
Dia menciptakan manusia.Mengajarnya pandai berbicara.
9
Ayat tersebut dapat menggambarkan bahwa manusia mengandung suatu proses
perkembangan ke arah yang dapat membolehkan ia mengemban tugas sebagai khalifah fi
al-ardhi, memikul tanggung jawab dan taklif serta amanah karena dialah yang khusus
menerima ilmu, akal dan pembedaan antara yang baik dan buruk. Dengan demikian
bahwa konsep al Insan merupakan adalah bentuk manusia yang memungkinkannya
mampu mengemban tugas khalifah. Kata an Nas yang berarti manusia disebut 240
dalam al Quran di antaranya, pada QS Al Hujurat ayat 13 Allah berfirman :
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.
Kata al Basyar menggambarkan adanya tanda-tanda kebesaran-Nya pada diri
manusia. Hal ini merupakan suatu kejadian yang luar biasa dan merupakan tanda
kekuasaan Allah. Hal ini menggambarkan adanya hubungan yang kuat antara manusia
dan bumi tempat hidupnya. Pemindahan dari bentuk tanah tak bergerak kepada bentuk
manusia yang bergerak dan mulia merupakan suatu kenyataan agar manusia memikirkan
proses ini. Al Quran tidak merinci proses pertumbuhan dan perkembangan manusia dari
tanah sampai menjadi manusia, karena hal itu tidak perlu dalam tujuan yang
lebih besar yang ada dalam al Quran (Depag, 1993, hlm. 242 ). Di samping ketiga kata
tersebut istilah manusia diungkapkan juga dengan kata al ins, yang disebut sebanyak
18 kali dalam al Quran di antaranya:
1. QS. an Naml ayat 17.
10
Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu merekaitu diatur dengan tertib (dalam barisan).
2. QS. az Zariat ayat 56:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdikepada-Ku.
Dari pemaparan tersebut dapatlah dijelaskan bahwa manusia baik secara proses
kejadian, kemampuan untuk mendalami dan mengetahui segala sesuatu maupun
kedudukannya setelah menjadi manusia dewasa memiliki potensi dan kesempurnaan
sebagai makhluk Allah di muka bumi. Inilah suatu gambaran global, bagaimana al Quran
memformulasikan proses penciptaan alam semesta, isinya serta manusia. Dengan segala
kelebihan dan keterbatasannya manusia diberikan Allah tanggung jawab yang
disebut al Quran dengan istilah khalifah.
Manusia sebagai khalifah ini dijelaskan Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 30.
Dalam ayat ini menurut Shihab (1995, 77) mempunyai tiga unsur penting. Pertama
manusia yang dalam hal ini disebut khalifah. Kedua alam raya yang ditunjuk oleh QS
Albaqarah sebagai alam raya. Ketiga hubungan antar manusia dengan alam dan segala
isinya, termasuk hubungan dengan manusia. Ketiga unsur tersebut dilengkapi dengan
unsur lain, seperti digambarkan dengan inni ja’il yaitu yang memberi penugasan yakni
Allah Swt. Oleh karena itu hendaknya yang diberi tugas senantiasa mematuhi dan
mentaati kehendak yang menugaskan (QS Az Zariat: 56). Dengan demikian kekhalifahan
menuntut adanya intraksi antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan alam
sekitar sesuai dengan petunjuk-petunjuk ilahi. Keharmonisan akan melahirkan kemajuan
dan perkembangan masyarakat. Perkembangan inilah yang merupakan arah yang dituju
oleh masyarakat religius yang islami seperti digambarkan dalam al Quran (QS al Fath :
29). Raharjo (1993, hlm. 45) menjelaskan bahwa khalifah merupakan sebuah fungsi
11
yang diemban manusia berdasarkan amanah yang diterimanya dari Allah. Amanat ini
pada intinya berkisar pada pengelolaan bumi secara bertanggung jawab, dengan
menggunakan akal yang dianugrahkan Allah kepada manusia.
Demikian gambaran proses perencanaan global yang digambarkan al Quran.
Begitu pula dalam konteks sirah nabawiyah. Rasulullah SAW dalam hidupnya senantiasa
mengejawantahkan proses perencanaan. Seperti sejarah hijrah dengan perencaan dan
strategi yang baik. Diawali Rasulullah memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk
menggantikannya, lalu Abu Bakar menyiapkan unta, selanjutnya mereka berjalan di
tengah malam. Sekalipun mendapat pengejaran dari kaum Qurasih, rasulullah mampu
meyakinkan Abu Bakar untuk bertahan dan menenangkannya (Shihab, 1994, hlm. 72).
Karenanya ini Arnold dikutip dari Pulungan (1994, hlm. 56) menyebutkan bahwa
peristiwa hijrah merupakan suatu gerakan strategi yang jitu. Suatu gerakan yang
menyelamatkan kaum muslimin agar terbebas dari tindakan sewenang-wenang kaum
Quraisy. Ia juga merupakan reaksi terhadap fakta sosial keadaan masyarakat Arab
Mekkah yang mayoritas menolak Islam, serta respon positif masyarakat Arab Madinah
yang secara terbuka menerima seruan Rasul kepada Islam. Dari ilustrasi demikian, maka
dapatlah disimpulkan bahwa proses perencanaan membutuhkan kreatifitas, proses
berpikir dan waktu yang cukup. Di sisi lain adanya proses pendelegasian wewenang,
Tujuan dan Fungsi Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran secara umum dipahami sebagai proses merancang,
mengarahkan dan upaya mencapai hasil yang diinginkan dengan tujuan usaha-usaha
manusia dan sumber daya lainnya (Syafaruddin 2005, hlm. 41). Salah satu aspek yang
12
berkaitan dengan penelitian ini adalah mengenai implementasi perencanaan pembelajaran
maka berarti merupakan kegiatan menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh
oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan dalam kegiatan
pembelajaran. Dengan kata lain perencanaan dikaitkan dengan pembelajaran dalam suatu
proses pendidikan, perencanaan pembelajaran dapat dipahami sebagai suatu aktivitas
merencanakan berupa menyusun tujuan pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan
secara efektif dan efisien, menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pembelajaran agar bahan pembelajaran yang akan disampaikan mampu mencapai tujuan
(Syafaruddin dan Nasution 2005, hlm. 75). Menurut Hoban, sebagaimana dikutip
Syafaruddin dan Nasution (2005, hlm. 76), fungsi perencanaan pembelajaran berkenaan
dengan teknologi pendidikan, yang merupakan organisasi terpadu dan kompleks yang
melibatkan manusia, mesin, gagasan, prosedur, dan proses fungsi.
Dasar perlunya perencanaan pembelajaran menurut Uno (2006, hlm. 3) adalah;
untuk memperbaiki kualitas pembelajaran, merancang suatu pembelajaran perlu
menggunakan pendekatan sistem, perencanaan desain pembelajaran diacukan pada
bagaimana seseorang belajar, desain pembelajaran diacukan pada siswa secara
perorangan, perencanaan dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan
pembelajaran, sasaran akhir perencanaan pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk
belajar, perencanaan harus melibatkan semua variable pembelajaran, dan inti dari desain
perencanaan yang dibuat adalah penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Secara umum menurut Dick and Carrey (1985) sebagaimana dikutip oleh Uno
(2006, hlm. 23) ada sepuluh langkah yang dilalui dalam perencanaan pembelajaran. Hal
13
itu antara lain meliputi; mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran, melaksanakan
analisis pengajaran, mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa,
merumuskan tujuan performansi, mengembangkan butir-butir tes atau alat evaluasi,
mengembangkan strategi pembelajaran, mengembangkan dan memilih material
pembelajaran, mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif, merevisi bahan
pembelajaran, dan mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.
Pada dasarnya tidak ada suatu model rancangan pembelajaran yang dapat
memberikan langkah pengembangan suatu program pembelajaran. Hal itu sangat
tergantung pada guru yang akan mengajar terhadap model perencanaan yang akan
digunakan. Namun sebagai pedomannya adalah pada proses pembelajarannya nanti dapat
berlangsung efektif, efisien dan menarik. Dalam usaha menyampaikan materi pelajaran di
sekolah, guru di tuntut dapat menggunakan metode yang baik dan sesuai. Guru harus
menggunakan metode mengajar yang baik, menggunakan alat bantu mengajar,
memberikan latihan, menyesuaikan bahan yang diajarkan sesai dengan pengalaman
siswa, menghindari adanya gangguan-gangguan di lingkungan, menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan (Surya 2004, hlm. 74).
Adapun cara mengajar atau metode yang sering digunakan di kelas adalah; ceramah,
studi kasus, diskusi, demonstrasi (peragaan), tanya jawab, belajar sendiri, wawancara,
laboratorium, simulasi, pekerjaan rumah dan tutorial (Soehartawi 1995, hlm. 17).
Penerapan metode ini sangat tergantung pada gaya mengajar masing-masing guru, karena
gaya mengajar mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang
bersangkutan, yang di pengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep-
konsep psikologi yang digunakan, serta kurikulum yang di laksanakan (Ali 2002, hal 5).
14
Keberhasilan atau kegagalan guru dalam menjalankan proses belajar mengajar
banyak ditentukan oleh kecakapannya dalam memilih dan menggunakan metode
mengajar. Seringkali dijumpai seorang guru yang berpengetahuan luas tetapi tidak
berhasil dalam mengajar hanya karena dia tidak menguasai metode mengajar, itulah
sebabnya, metode mengajar menjadi salah satu objek bahasan yang penting di dalam
pendidkan metodologi pengajaran adalah disiplin yang membahas objek tersebut.
Karenanya, mempelajari Metodologi Pengajaran menjadi salah satu prasyarat dalam
profesi keguruan.
Ada anggapan bahwa untuk menjadi seorang guru tidak perlu mempelajari metode
mengajar, karena kegiatan mengajar bersifat praktis dan alami, siapapun dapat mengajar
asalkan memiliki pengetahuan tentang apa yang akan diajarkan. Ilmu pengetahuan dan
orientasi pendidikan di zaman sekarang mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini
menuntut guru untuk memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan dan orientasi
pendidikan yang baru serta metode-metode mengajar yang sesuai dengan perkembangan
baru tersebut. Keberadaan metodologi pengajaaran menunjukkan pentingnya kedudukan
metode dalam sistem pengajaran, tujuan dan isi pengajaran yang baik tanpa didukung
metode penyampaian yang baik dapat melahirkan hasil yang tidak baik, atas dasar itu,
pendidikan Islam menaruh perhatian yang besar terhadap masalah metode.
Setiap metode memiliki kekuatan dan kelemahan, karenanya, tidak dapat dipastikan
bahwa suatu metode baik dan metode yang lain buruk, baik atau buruknya metode itu
tergantung pada banyak faktor. Oleh sebab itu, tugas guru dalam menetapkan metode
ialah mengetahui dan mempertimbangkan batas – batas kekuatan dan kelemahan metode
yang akan digunakannya. Pengetahuan dan pertimbangan itu memungkinkannya untuk
15
merumuskan kesimpulan mengenai hasil penilaian tujuan putusannya. Batas-batas
kekuatan dan kelemahan setiap metode dapat diketahui dari ciri-ciri atau sifat-sifat
umum, peranan, dan manfaatnya, yang membedakannya dari metode yang lain.
Berdasarkan faktor-faktor sebagaimana dikemukakan di atas, maka sebelum
menetapkan metode pengajaran, guru hendaknya menemukan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut ;
1. Untuk mencapai tujuan apa suatu metode digunakan?
2. Terhadap pelajar yang bagaimana suatu metode akan digunakan; dalam kelompok
besar, individual, usia berapa, dan dengan tipe belajar yang bagaimana?
3. Apakah metode yang digunakan guru dapat mengantar pelajar untuk memiliki aspek
-aspek kompetensi yang terkandung di dalam bahan pengajaran yang akan di
ajarklan?
4. Situasi bagaimana yang akan dan mungkin dihadapi guru?
5. Apakah metode yang akan digunakan guru harus didukung oleh fasilitas tertentu?
Apakah fasilitas itu tersedia di sekolah?
6. Apakah metode yang akan digunakan guru sesuai dengan kepribadiannya?
7. Kekuatan dan kelemahan apa yang terdapat pada suatu metode? Apa batas – batas
kekuatan dan kelemahannya?
Menurut Hoban, sebagaimana dikutip Syafaruddin dan Nasution (2005, hlm. 76),
fungsi perencanaan pembelajaran berkenaan dengan teknologi pendidikan, yang
merupakan organisasi terpadu dan kompleks yang melibatkan manusia, mesin, gagasan,
prosedur, dan proses fungsi. Fungsi dari perencanaan pembelajaran menurut Uno (2006,
hlm. 3) adalah; untuk memperbaiki kualitas pembelajaran, merancang suatu pembelajaran
16
perlu menggunakan pendekatan system, perencanaan desain pembelajaran diacukan pada
bagaimana seseorang belajar, desain pembelajaran diacukan pada siswa secara
perorangan, perencanaan dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan
pembelajaran, sasaran akhir perencanaan pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk
belajar, perencanaan harus melibatkan semua variable pembelajaran, dan inti dari desain
perencanaan yang dibuat adalah penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Secara umum menurut Dick and Carrey (1985) sebagaimana dikutip oleh Uno
(2006, hlm. 23) ada sepuluh langkah yang dilalui dalam perencanaan pembelajaran yang
dapat menjadi dasar peningkatan kualitas dalam implementasinya yaitu:
1. Identifikasi tujuan umum pembelajaran,
2. Pelaksanaan analisis pengajaran,
3. Identifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa,
4. Perumusan tujuan performansi,
5. Pengembangan butir-butir tes atau alat evaluasi,
6. Pengembanga strategi pembelajaran,
7. Pengembangan dan pemilihan material pembelajaran,
8. Pendesainan dan pelaksanaan evaluasi formatif,
9. Revisi bahan pembelajaran,
10. Pendesain dan pelaksanaan evaluasi sumatif.
Pada dasarnya tidak ada suatu model rancangan pembelajaran yang dapat
memberikan resep yang paling ampuh untuk mengembangkan suatu program
pembelajaran. Hal itu sangat tergantung pada si perancang –guru yang akan mengajar-
17
terhadap model perencanaan yang akan digunakan. Namun sebagai pedomannya adalah
pada proses pembelajarannya nanti dapat berlangsung efektif, efisien dan menarik.
Dalam melakukan perencanaan pembelajaran diperlukan desain yang dapat diukur
dan mampu dilaksanakan oleh pembuat rencana pembelajaran. Disamping hal-hal yang
disebutkan diatas, desain perencanaan memerlukan komponen strategi pembelajaran
Komponen tersebut menurut Winarno, Metodologi Pengajaran Nasional (1979, hlm. 77)
seperti dideskripsikan sebagai berikut:
1. Tujuan pengajaran yang merupakan acuan yang dipertimbangkan untuk memilih
strategi mengajar;
2. Guru dengan berbagai kemampuan ilmu dan pengalaman dalam mentransfer
pengetahuannya
3. Peserta didik yang berlatar belakang berbeda dari dimensi social, budaya, gaya
belajar. Intensitas kemajemukan akan merambah pada metode yang berbagai macam
diperlukan
4. Materi Pelajaran dalam bentuk formal maupun informal
5. Metode pengajaran sebagai cara memberikan tranformasi ilmu kepada peserta didik
6. Media pengajaran sebagai salah satu kompoenen penting untuk memberikan
pengetahuan secara cepat dan efektif
7. Administrasi dan finansial yang merambah pada efesiensi jadwal pelajaran, kondisi
gedung dan kondisi ruang belajar
Dalam program pengajaran ada tiga macam strategi belajar mengajar yang meliputi:
strategi belajar mengajar yang berpusat pada guru (teacher centred). Guru menjadi pusat
ilmu dan siswa mentransfer tanpa gugatan kepada guru, strategi belajar mengajar yang
18
berpusat pada murid (student centred) yang mengarahkan siswa untuk mengolah sendiri
materi pengarahan guru, dan guru hanya sebagai pembimbing, dan strategi belajar
mengajar yang berpusat pada materi pengajaran (Lesson plan centred) baik dalam bentuk
induksi maupun deduksi. Induksi dari pengolahan yang khusus menuju umum; dan
deduksi pengolahan materi khusus menuju kepada pemahaman umum (Winano, hlm. 78).
Kajian mengenai pembelajaran lazimnya dihubungkan dengan kiat dalam
transformasi ilmu penegetahuan dan keterampilan. Tujuan utamanya adalah untuk
menemukan strategi pemebelajaran yang lebih efektif. Dari sejumlah kajian yang
dilakukan telah ditemukan berbagai teori tentang strategi pembelajaran yaitu yang lazim
digunakan yaitu ceramah dan diskusi. Disamping itu diketengahkan sepuluh strategi
alternatif sebagai bagian dari contoh penyampaian strategi yang lebih aplikatif. Beberapa
contoh diambil dari sebagai berikut:
1. Power of Two
Aktivitas pembelajaran ini digunakan untuk mendorong pembelajaran kooperatif dan
memperkuat pentingnya, serta manfaat sinergi. Dasar pemikirannya yaitu: dua kepala
lebih baik dari hanya satu kepala. Prosedur yang dilakukan adalah:
a. Ajukan satu atau lebih pertanyaan yang menuntut perenungan dan pemikiran
seperti: mengapa terjadi perbedaan paham dan aliran di kalangan umat Islam?,
mengapa peristiwa dan kejadian untuk buruk terkadang sering menimpa orang
yang baik?, apa arti khusyu’ yang sebenarnya ?
b. Siswa diminta untuk menjawab secara individual.
c. Setelah semua siswa memperoleh giliran semuanya, maka mereka diminta
memilih pasangan untuk saling bertukar jawaban.
19
d. Minta kepada masing- masing pasangan untuk membuat jawaban baru sebagi
revisi terhadap individual.
e. Bandingkan jawaban antar semua pasangan.(Wnarno, 78).
2. Question Students Have
Strategi belajar ini digunakan untuk mendorong partisipasi siswa melalui tulisan
maupun lisan. Strategi ini digunakan untuk mengetahui kebutuhan dan harapan-
harapan siswa. Prosedur yang dapat digunakan:
a) Bagikan secarik kertas kosong kepada siswa
b) Tanpa mencantumkan nama, mereka diminta untuk menuliskan sejumlah
pertanyaan mengenai materi perkuliahan atau sistuasi kelas yang sedang
berlangsung.
c) Kertas yang sudah berisi pertanyaan-pertanyaan itu edarkan kembali kepada siswa
menurut arah jarum jam. Setiap siswa harus mencantumkan tanda cek (<) pada
jawaban yang menurutnya sesuai.
d) Saat masing- masing kertas sudah kembali kepada siswa, masing- masing diminta
untuk membaca semua pertanyaan yang terinventarisasi. Identifikasi pertanyaan
yang paling banyak menerima tanda cek (x), dan respons dengan: 1) jawaban
singkat, 2) menundanya pada kesempatan yang memungkinkan, 3) memberi tahu
akan direspons secara personal di luar kelas.
e) Minta beberapa siswa secara sukarela untuk berbagi penjelasan tentang
pertanyaan mereka
f) Kumpulkan kertas dimaksud, karena mungkin ada pertanyaan yang perlu
direspons.
20
2. Card Sort
Strategi yang merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk
mengajarkan konsep, karakteristik, klasifikasi, fakta tentang objek atau mereviu
informasi. Startegi belajar yang mengaktifkan gerakan fisik akan membantu
mendinamisasi kelas yang kelelahan. Prosedur yang dapat dilakukan:
a. Kartu indek yang berisi informasi atau contoh yang tercakup dalam satu atau lebih
kategori dibagikan kepada setiap siswa, seperti: karakteristik hadits sahih ataupun
imam madzhab.
b. Siswa diminta untuk berkeliling menemukan kategori yang sama.
c. Siswa dengan kategori yang sama, masing-masing diminta untuk
mempresentasikannya di depan kelas.
d. Sementara presentasi berlangsung, siswa diberikan butir-butir materi perkuliahan
yang penting (Hisyam, 2002, hlm. 140).3. Active Debate
Debat aktif akan mendorong pemikiran dan perenungan, terutama dalam ditekankan
upaya untuk mempertahankan pendapat yang berbeda dengan keyakinan sendiri.
Startegi pembelajaran ini akan melibatkan keaktifan seluruh kelas. Prosedur yang
digunakan adalah
a. Kemukakan sebuah pertanyaan yang kontraversial dan berpeluang untuk
dikembangkan yang berkaitan dengan materi perkuliahan seperti: Tidak ada
keharusan mendirikan negara Islam.
b. Bagilah siswa menjadi dua tim: yang pro dan kontra.
c. Buat dua hingga empat sub kelompok dari dua kelompok yang berbeda pendapat
itu. Masing-masing sub kelompok minta untuk mengumpulkan argumen dalam
21
sebuah daftar sebagai bahan diskusi antar sub kelompok. Tiap sub kelompok
disuruh memilih juru bicaranya.
d. Sebagai argumen pembuka, masing-masing juru bicara mempresentasikan
pandangn mereka.
e. Setelah mendengarkan argumen terbuka, perdebatan dihentikan dan kembali ke
sub kelompok, guna memberi kesempatan masing- masing serta memilih juru
bicara baru.
f. Perdebatan dilanjutkan, dan kepada setiap kelompok didorong untuk
mengemukakn sanggahan. Sementara perdebatan berlangsung, peserta lain
diminta untuk memberikan catatan usulan atau sanggahan.
g. Diakhir kegiatan siswa diminta untuk mengidentifikasikan argumen yang paling
baik menurut mereka (Zaini, hlm. 143).
5. Planted Question
Strategi ini merupakan tehnik untuk membantu mempresentasikan informasi dalam
bentuk respons terhadap pertanyaan yang telah diberikan (ditanamkan) sebelumnya
kepada siswa tertentu. Prosedur yang dilakukan adalah:
a. Pilihlah pertanyaan yang mengarah pada materi kuliah yang akan diberikan. Tulis
tiga hinnga enam pertanyaan, dan disusun dalam urutan secara logis.
b. Tulis setiap pertanyaan pada selembar kertas indeks ( 10 x 15 cm), dan tulis
isyarat yang akan digunakan untuk memberi tanda kapan pertanyaan- pertanyaan
tersebut diajukan.
22
c. sebelum kuliah dimulai, pilih siswa yang akan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Beriakn setiap karti indekas dan beri penjelasan, dan
yakinkan bahwa pertanyaan tersebut belum diketahui siswa lain.
d. Buka sesi Tanya Jawab dengan menyebutkan topik yang akan dibahas, dan berilah
isyarat pertama. Lalu pertanyaan dilanjutkan kepada
6. Information Search
Strategi ini sama dengan ujian open book. Siswa secara berkelompok ditugaskan
mencari informasi untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
diberkaitan dengan materi perkuliahan. Cara ini dapat menyegarkan materi pelajaran
yang kering. Prosedur yang dilakukan:
a. Buatlah beberapa pertanyaan yang dapat dijawab dengan mnecari informasi yang
adapt dijumpai dalam bahan-bahan sumber yang mungkin diakses siswa.
b. Bagikan pertanyaan- pertanyaan tersebut kepada siswa.
c. Mintalah mereka untuk menjawa baik secar individual ataupun kelompok untuk
meningkatkan partisipasi.
d. Berilah komentar atas jawaban yang diberikan siswa, serta dikembangkan untuk
memperluaskan wawasan.
Pembelajaran dari asal kata belajar yaitu berusaha (berlatih) supaya mendapat
kepandaian (Poerwadarminta, 1999, hlm.108). dalam bahasa Inggris disebut to learn atau
to study yang berarti gain knowledge of or skill in, practice or being taught (Hornby,
1999, hlm. 480); devotion of time and thought to getting knowledge of, or to a close
examination (Hornby, 1999, hlm.859).
23
Pulungan (2006, hlm. 3) menyebut bahwa belajar adalah suatu usaha atau
aktivitas dan latihan untuk memperoleh kepandaian atau ilmu pengetahuan mengenai
sesuatu. Dapat juga diberi pengertian belajar adalah suatu yang berproses untuk
memperoleh informasi dan atau kepandaian yang benar mengenai sesuatu sehingga
pembelajar mendapat pengetahuan yang benar tentang sesuatu itu dan kepandaian tentang
sesuatu sehingga ia dapat memahami dan mengerjakannya dengan baik. Dengan
demikian, belajar berarti aktivitas mencari ilmu dan memperoleh kepandaian yang
dibutuhkan oleh pembelajar. Dalam aktivitas belajar harus ada usaha keras dan melatih
diri, dari kegiatan belajar diperoleh dua hal; informasi atau ilmu dan kepandaian
mengenai sesuatu. Jika seseorang ingin mengetahui sesuatu atau mendapat informasi
serta memiliki kepandaian, maka ia tidak bisa tidak, ia harus belajar. belajar dalam
etimologi Islam adalah ta’lim yang dipahami Hasan bin Ali Hasan al-Hijazy dalam
bukunya Al-Fikru al-Tarbawy ‘Inda Ibnu Qayyîm al-Jauzy,(tt. hlm.73-74) lebih
mengarah kepada pemberian atau penanaman pengetahuan melalui pengenalan dan
penyampaian dari orang yang lebih pengetahuannya kepada orang yang belum
mengetahui. Jadi objeknya adalah akal atau kapasitas intelektual.
Secara umum para ahli pendidikan menilai bahwa Seorang peserta didik akan
sukses dalam kegiatan belajarnya, apabila ia memahami prinsip-prinsip belajar dan
melaksanakannya secara istiqomah, yaitu:
1. Rasa ingin tahu, setiap orang memiliki potensi ini dalam dirinya sebagai modal utama
melakukan aktivitas belajar secara dinamis. Rasa ingin tahu merupakan landasan
tumbuhnya minat dan motivai untuk belajar. Rasa ingin tahun bisa rendah dan bisa
tinggi, oleh karena itu potensi ini harus dipelihara dan ditumbuh kembangkan dengan
24
baik dan dimanfaatkan secara maksimal dalam aktivitas belajar. Karena hal ini
merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
2. Disiplin, dalam arti pemnfaatan waktu secara produktif untuk membaca. Karena
aktivitas membaca merupakn kegiatan pokok dalam belajar.
3. Memfungsikan organ-organ tubuh yang sangat terkait dengan kegiatan belajar.
4. Memahami apa yang dipelajari dengan memenaj organ-organ tubuh tersebut secara
maksimal.
5. Rajin mencatat informasi sesuatu yang ingin diketahui. Catatan yang dibuat berfungsi
sebagai dokumen informasi yang sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk
pendalaman lebih lanjut. 6) memanfaatkan sumber belajar dengan baik.
Dalam konsep definisi tersebut, keberhasilan belajar dipengaruhi juga oleh
metode yang digunakan dalam belajar, yaitu: Pertama, perencanaan belajar. Hal tersebut
digunakan apabila ingin belajar, materi apa yang ingin diketahui, bagaimana caranya dan
apa sarananya. Kedua, pelaksanaan belajar; belajar mandiri, belajar kelompok atau
belajar melalui tatap muka di ruang belajar yang terjadual. Ketiga, aktif membaca dan
mencatat dari sumber belajar. Keempat, Menghafal. Metode ini tetap diperlukan untuk
pengetahuan tertentu. Seperti definisi, rumus, teori, teks ayat al-Qur’an dan Hadis.
Kelima, menghafal dan pemahaman serta pendalaman secara terpadu. Keenam,
muzakarah secara individu atau kelompok. Ketujuh, diskusi kelompok dengan teman-
teman sekelas ; Kedelapan, interaksi dengan orang yang lebih tahu tentang sesuatu yang
ingin kita mengetahuinya secara mendalam.
Dalam konsep ini, pendekatan belajar sangat dipengaruhi oleh motivasinya dalam
belajar mengejar ijazah atau ilmu. Ada dua pendekatan belajar : 1) pendekatan
25
formalistik, karena yang dicari adalah nilai tinggi dan ijazah, biasanya diperoleh, tapi
tidak berilmu karena ia hanya belajar keras ketika akan ujian, yang terjadi adalah
pemaksaan. 2) Pendektan pendalaman atau substansial, peserta didik yang menggunakan
pendekatan ini karena yang ia cari adalah pemahaman dan penguasaan ilmu dengan baik.
Bukan nilai tinggi atau ijazah belaka. Sebab keduanya akan diperoleh jika syaratnya
adalah penguasaan ilmu dengan baik. Pendekatan ini lebih menguntungkan, karena
semuanya diperoleh dengan memuaskan. Peserta didik yang memiliki komitmen seperti
ini adalah orang yang memiliki kemandirian tinggi dan siap mental dalam belajar. Senada
dengan pembangunan kemampuan-kemampuan tersebut dalam diri peserta didik,
UNESCO menawarkan empat pilar pembelajaran yang harus mendapat perhatian dari
tenaga pengajar, yaitu: (1) learning to know (pembelajaran untuk tahu); (2) learning to do
(pembelajaran untuk berbuat); (3) learning to be (pembelajaran untuk membangun jati
diri yang kokoh); dan (4) learning to live together (pembelajaran untuk hidup bersama
secara harmonis).
Istilah pembelajaran merupakan padanan dari kata dalam bahasa Inggris in-
struction, yang berarti proses membuat orang belajar. Tujuannya ialah membantu orang
belajar, atau memanipulasi (merekayasa) lingkungan sehingga memberi kemudahan
bagi orang yang belajar. Gagne dan Driscoll (1988, hlm. 27) mendefinisikan
pembelajaran sebagai suatu rangkaian kejadian, peristiwa, kondisi, dsb., yang secara
sengaja dirancang untuk mempengaruhi peserta didik (pembelajar), sehingga proses
belajarnya dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran bukan hanya terbatas pada
kejadian yang dilakukan oleh guru saja, melainkan mencakup semua kejadian maupun
kegiatan yang mungkin mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar manusia.
26
Pembelajaran mencakup pula kejadian-kejadian yang dimuat dalam bahan-bahan cetak,
gambar, program radio, televisi, film, slide, dan kombinasi dari bahan-bahan itu.
Bahkan, pada saat ini pemanfaatan berbagai perangkat elektronik, yang berupa program-
program komputer untuk pembelajaran, atau dikenal dengan e-learning (electronic-
learning) seperti: CAI (Computer Assisted Instruction) atau CAL (Computer Assisted
Learning), belajar lewat internet, SIG (Sistem Informasi Geografis) pendidikan, website
sekolah, dll., sudah banyak digunakan dalam pembelajaran. Dengan demikian, sesuai
dengan perkembangan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), fungsi
pembelajaran bukan hanya fungsi guru, melainkan juga fungsi pemanfaatan sumber-
sumber belajar lain yang digunakan oleh pembelajar untuk belajar sendiri. Dengan
demikian, kegiatan pembelajaran dapat dipahami sebagai penerapan prinsip serta teori
belajar. Oleh karena itu, apabila seseorang telah tahu bagaimana sebenarnya orang
belajar, maka pembelajaran akan berusaha merumuskan cara-cara yang terbaik
untuk membuat orang belajar.
Sejalan dengan pengertian belajar dan realitas didalamnya, Pembelajaran juga
terkait erat dengan gaya belajar atau learning style. Bandler dan Grinder (1981, hlm.67)
menulis bahwa sebagai seorang pendidik yang baik harus menyadari bahw siswa-siswa
mereka mempunyai gaya belajar yang berbeda. Ada tiga gaya bahasa yang umum
diketahui adalah gaya belajar visual, gaya belajar Audtorial, dan gaya belajar kinestetik.
Meskipun kebanyakan orang memiliki akses ke tiga gaya belajar tersebut-visual-
uditorial-kinestik. Namun hampir semua orng cenderung salah satu gaya belajar yang
berperan dalam saringan untuk pembelajaran, pemerosesan, dan komunikasi. Orang tidak
hanya cenderung pada satu gaya belaja, mereka juga memanfaatkan kombinasi di antara
27
ketiga gaya belajar yang memberi bakat dan kekurangan alami tertentu (De porter, 1999,
hlm. 85). Selanjutnya De porter seperti dikutip dari Madalika dan Wiryausama dalam
buku Kumpulan Pikiran-Pikiran Dalam Pendidikan (1999, hlm.88) menjelaskan ketiga
gaya belajar yang dideskripsikan sebagai berikut:
Pertama, visual adalah gaya belajar yang mengakses citra visual, yang diciptakan
maupun diingat. Warna, hubungan ruang, potret mental, dan gambar sangat menonjol
dalam gaya belajar ini. Gaya belajar visual memiliki ciri-ciri yaitu keteraturan, perhatian
atas segala sesuatu dan menjaga penampilan. Kemudian, mengingat dengan lebih suka
membaca dari pada dibacakan, dan menutup gambaran dan tujuan menyeluruh dan
menangkap detail mangingat apa yang dilihat. Kedua, auditorial adalah gaya yang
mengakses segala jenis bunyi dengan kata, musik, nada, irama, ritma, dialog internal, dan
suara sangat menonjol disini. Sesorang yang sangat kinetic sering menyentuh orang dan
berdiri berdekatan, banyak bergerak; Belajar melakukan, menunjuk tulisan saat
membaca; Mengingat sambil berjalan dan melihat.
Dalam persepktif yang lebih luas kehadiran seorang guru dalam kegiatan
pembelajaran merupakan salah satu komponen yang memiliki peran strategis dan sangat
menentukan keberhasilan pembelajaran. Posisi strategis ditunjukkan dari aktivitasnya
dalam mengembangkan materi pembelajaran melalui kedalaman dan keluasan materinya.
Peran guru dalam menentukan keberhasilan pembelajaran ditunjukkan dari ketepatannya
dalam memilih dan memilah bahan pelajaran yang akan disajikan kepada para peserta
didik.Kegiatan guru dalam mengembangkan bahan pelajaran sebenarnya tidak terlepas
dari fungsi pokok yang diembannya, yakni merencanakan, mengelola, melaksanakan, dan
mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Kegiatan pengembangan bahan pelajaran terjadi
dalam setiap tahapan dalam fungsi pokok itu. Predikat guru di lingkungan lembaga
pendidikan sebenarnya telah hadir cukup lama, meski fungsi, tugas, dan eksistensinya
28
secara sosiologis mengalami perubahan yang akseleratif (menyesuaikan diri dengan
kemajuan zaman). Sebutan lama, misalnya, adalah guru yang menjadi figur, pusat
bertanya dari orang di sekitarnya, sosok yang digugu dan ditiru, dipercaya dan dijadikan
panutan diteladani pola hidupnya.
Disamping itu, eksistensi guru menempati posisi strategis, penting, dan utama
dalam mendukung pembangunan nasional, terutama dalam membangun kualitas sumber
daya manusia. Peran guru adalah penyampai ilmu pengetahuan, keterampilan, dan
teknologi kepada para peserta didik, yang merupakan aset nasional. Kualitas sumber daya
manusia akan terwujud karena guru bukan sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada
peserta didiknya. Guru adalah seorang tenaga profesional yang menjadikan peserta
didiknya mampu memahami, merencanakan, menganalisis, dan menyimpulkan masalah-
masalah yang dihadapi (Sanjaya, 2006, hlm.14--15). Eksistensi guru yang bekerja secara
profesional akan menjadikan peserta didiknya mengalami pendewasaan cara berpikir,
bertindak, dan berkepribadian. Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki wawasan
yang luas, cita-cita dan idealitas yang tinggi, kepribadian yang kokoh, dan
berperikemanusiaan.
Bahan pelajaran sebenarnya merupakan komponen pembelajaran yang sangat
penting. Melalui bahan pelajaran dapat ditentukan keterkaitan bahan pelajaran dengan
tujuan pembelajaran. Sebab tanpa bahan pelajaran tujuan pembelajaran akan dipisahkan
dan disiapkan serta dilaksanakan oleh guru.
Pada hakikatnya bahan pelajaran merupakan bagian tak terpisahkan dari bahan
kurikulum. Dalam wujud nyata, menurut Saylor dan Alexander (1966. hlm 160),
menyebutkan bahan kurikulum berupa fakta, observasi, data, persepsi, klasifikasi, dan
29
pemecahan masalah yang telah dihasilkan pengalaman dan pikiran manusia yang tersusun
dalam bentuk ide-ide, konsep, prinsip-prinsip, kesimpulan, perencanaan, dan solusi.
Kalimat di atas lebih menekankan aspek pengetahuan (kognisi) dari esensi bahan
pelajaran. Nashar (2004, hlm. 81) menegaskan bahwa bahan pelajaran berupa ilmu
pengetahuan (seperti fakta, keterangan, prinsip-prinsip, dan definisi), keterampilan dan
proses (seperti, membaca, menulis, berhitung, berpikir, berkomunikasi), dan nilai-nilai
seperti konsep tentang hal baik dan buruk, betul dan salah, indah dan jelek. Bahan
pelajaran mengandung tiga unsur pokok, yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap
atau nilai. Bahan pelajaran mengandung aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga
aspek itu sejalan dengan taksonomi Bloom, cs yang membuat klasifikasi bahan pelajaran
berdasarkan keterkaitan dengan tujuan pendidikan. Paparan ketiga aspek itu meliputi
kognitif, afektif, dan psikomotor (Nasution, MN., 2005, hlm. 131).
Aspek kognitif meliputi enam tingkatan mulai dari paling rendah sampai yang
paling tinggi, yakni: 1) pengetahuan, yang berupa kemampuan mengingat materi yang
telah dipelajari dari fakta-fakta; 2) pemahaman, yang berupa kemampuan
menerjemahkan, mengintepretasikan, menghubungkan di antara fakta atau konsep; 3)
penerapan, yang berupa kemampuan untuk memilih suatu konsep, hukum, dalil atau
aturan secara tepat yang diterapkan dalam suatu bidang; 4) analisis, yang berupa
kemampuan menguraikan ke dalam unsur atau bagian sehingga jelas susunannya; 5)
sintesis, yang berupa kemampuan menyatukan unsur-unsur ke dalam bentuk keseluruhan;
6) evaluasi, yang berupa kemampuan memberikan keputusan nilai berdasarkan suatu
ketentuan. Aspek afektif terdiri dari unsur-unsur, yang meliputi: 1) menerima, 2)
merespons, 3) menghargai, 4) mengorganisasi, dan 5) karakteristik nilai-nilai. Aspek
30
psikomotor meliputi 1) mengamati, 2) melaporkan, 3) mengklarifikasi, 4) memberi label,
5) menyusun dan mengurutkan, 6) menginterpretasikan, 7) membuat generalisasi, 8)
membuat inferensi, 9) memecahkan problema. Komponen aspek, sebagai unsur dalam
bahan pelajaran tersebut di atas akan menjadi dasar pertimbangan para pengembang dan
pelaksana kurikulum dalam mengembangkan bahan pelajaran. Jika hal ini diabaikan,
maka yang terjadi adalah seorang guru menyampaikan bahan pelajaran, yang tidak lebih
daripada sekedar melaksanakan rutinitas tugas, dengan mengisi jadwal pelajaran atau
menghabiskan jam tatap muka di depan kelas. Pada akhirnya, tidak akan terwujud esensi
target atau tujuan pembelajaran.
Pengembangan bahan pelajaran merupakan komponen kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan mengolah bahan dasar ke dalam sajian bahan pelajaran yang siap dibahas dalam proses pembelajaran di kelas. Pengembangan bahan dapat dilakukan dengan mengubah sebagian bahan dasar, atau memperjelas kajian bahan yang telah diuraikan dari bahan-bahan dasarnya. Pelaksanaan pengembangan bahan pelajaran akan tergantung kepada pengembangan dan pelaksanaan kurikulum oleh para guru dalam aktivitas pembelajaran.
Degeng (1988, hlm. 34) mengemukakan bahwa pelaksanaan pengembangan bahan pelajaran akan terkait dengan beberapa strategi: Pertama, strategi pengelolaan, yang berupa pengorganisasian isi bidang studi yang meliputi pemilihan isi, penataan isi, dan pembuatan format. Kedua, strategi penyampaian, yang berupa pilahan-pilihan metode yang digunakan dalam pembelajaran. Ketiga, strategi pengolahan, yang berupa penataan variabel siswa dan keterkaitannya dengan variabel lainnya. Dari pendapat di atas tersimpul makna bahwa untuk mengembangkan suatu konsep bahan pelajaran guru perlu memperhatikan berbagai aspek, baik substansi bahannya, keadaan siswa, format program pembelajaran, keadaan kelas maupun keterkaitan antarkonsep. Dengan demikian, keterpaduan antaraspek akan mendasari pengembangan bahan pelajaran.
Dalam pelaksanaan tugas pembelajaran, ada kalanya guru menyampaikan bahani
pelajaran di luar konteks bahan yang seharusnya dikembangkan. Guru dapat mengambil
bahan apa saja yang dimuat dalam buku-buku di luar buku pelajaran. Oleh karena itu,
guru merasa tidak perlu belajar secara sistematis untuk keperluan pengembangan bahan
pelajaran yang selanjutnya disampaikan kepada siswa di kelas. Akan tetapi, guru-guru
yang mempunyai dedikasi dan kepribadian profesional akan selalu melaksanakan tugas
31
pengembangan bahan dengan baik. Dalam hal ini, pendekatan pembelajaran mempunyai
fungsi penting.
Menurut Hamalik (2005, hlm. 7), secara umum terdapat tiga pendekatan
pembelajaran yang sering dipergunakan: Pertama, pendekatan sosial, yang menempatkan
peserta didik sebagai anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk menjadi anggota
masyarakat. Untuk itu, kepada peserta didik harus ditanamkan nilai-nilai sosial sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, tempat ia hidup. Kedua, pendekatan psikologis, yang
menempatkan peserta didik yang sedang tumbuh dan berkembang. Peserta didik memiliki
berbagai potensi, seperti bakat, minat, kebutuhan, sosial-emosional-personal, dan
kemampuan jasmaniah. Potensi-potensi itu perlu diperhatikan dan dikembangkan oleh
guru melalui proses pendidikan dan pembelajaran. Perkembangan dalam diri setiap
peserta didik meliputi perkembangan intelegensi, sosial, emosional, dan spiritual, yang
saling berhubungan menjadi pertimbangan yang tidak boleh diabaikan agar pelaksanaan
pencapaian tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Ketiga, pendekatan
edukatif atau paedagogis, yang menempatkan peserta didik sebagai bagian penting yang
mempunyai hak dan kewajiban dalam rangka sistem pendidikan menyeluruh dan terpadu.
Kemampuan guru melakukan dan menggunakan pendekatan pembelajaran
merupakan sesuatu yang melekat pada diri guru, terutama apabila guru dihadapkan
kepada tuntutan perlakuan terhadap bahan pelajaran. Oleh karena itu, aspek kemampuan
akan ditunjukkan dengan pembawaan sikap dan tindakan secara nyata. Nashar (2004,
hlm. 63) mengemukakan bahwa kemampuan guru menuntut keaktifannya dalam
memperlakukan objek yang harus dikerjakan. Unsur kemampuan ini diperluas oleh
Nasution (2005, hlm. 121), yang menyatakan bahwa kemampuan guru melibatkan unsur
32
kecakapan atau keterampilan dan kreativitas dalam berpikir serta melaksanakan
kegiatannya. Soetopo (2005, hlm. 143) menyatakan bahwa seorang guru dikatakan
mempunyai kemampuan apabila yang bersangkutan menguasai kecakapan-kecakapan di
bidang pembelajaran. Dalam hal ini, kemampuan tidak hanya dilihat dari kuantitas kerja,
tetapi juga dilihat dari kualitas kerja yang dilakukan. Bahkan kualitas kerja lebih dominan
sebagai tolok ukur untuk melihat apakah seorang guru memiliki kemampuan tertentu
dalam bidang tugasnya.
Pendapat-pendapat yang telah dikemukakan oleh Nasution, Nashar, dan Soetopo
di atas memberikan gambaran keadaan kemampuan seorang guru dalam bidang tugasnya,
yang ditunjukkan dari sikap dan tindakan yang cakap atau terampil, aktif, dan kreatif
untuk melaksanakan tugas dalam mengelola pembelajaran. Guru yang mempunyai sikap
dan tindakan yang cakap/terampil dapat ditunjukkan dari pelaksanaan tugas pembelajaran
secara baik tanpa hambatan dan kesulitan. Dengan sikap dan tindakan yang aktif, guru
selalu melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan tanggung jawab yang
diembannya. Sikap dan tindakan kreatif ditunjukkan dengan pembawaan kerja guru yang
berupaya agar tidak sekedar melaksanakan rutinitas tugas, melainkan juga berupaya
melakukan inovasi dan pembaharuan menuju kemajuan tugasnya.
Kemampuan guru dalam mengembangkan bahan pelajaran sebagai unsur penting
bagi keberhasilan program pembelajaran akan tampak dalam berbagai rincian kegiatan.
Kegiatan pengembangan bahan pada hakikatnya merupakan perubahan/pengembangan
bahan dasar menjadi bahan siap saji dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Kegiatan
pengembangan bahan meliputi: penambahan bahan, pengurangan bahan, penjabaran
33
bahan, substitusi bahan, pengelolaan keterkaitan bahan dengan alokasi waktu, keadaan
siswa, dan aspek-aspek pembelajaran lainnya.
Sagala (2005, hlm. 147--148) mengemukakan bahwa kelancaran guru dalam
melaksanakan tugas pengembangan bahan juga memberikan dukungan kemampuannya
dalam mengadakan penelitian dan menggunakan hasil penelitian itu untuk memilih dan
mengorganisasikan bahan pelajaran. Oleh karena itu, Sagala tetap memandang penting
eksistensi kegiatan ilmiah sebagai pendukung peningkatan kemampuan profesional para
guru. Peningkatan kemampuan prosesional itu dibangun melalui pusat-pusat pelatihan,
penyelenggaraan seminar, program penataran guru-guru sejenis, loka karya, dan
penyebaran bahan-bahan yang masih baru. Dimyati dan Mudjiono (2006, hlm. 286)
mencermati bahwa dalam rangkaian tugas pengembangan bahan, guru perlu memiliki
kemampuan berperan dalam menilai tingkah laku siswa di kelas dan menilai
implementasi pembelajaran dalam lingkup yang lebih luas. Melalui kegiatan penelitian,
guru akan sangat terbantu untuk melaksanakan tugas mengembangkan bahan pelajaran.
Rumusan Sagala dan Dimyati dan Mudjiono di atas mengisyaratkan bahwa kemampuan
guru untuk mengembangkan bahan pelajaran perlu didukung dengan kemampuan aspek
lainnya. Aspek-aspek itu mencakup kemampuan menelaah keterkaitan bahan dengan
kondisi siswa, pilihan metode, sarana, media dan kejelasan bahan agar dapat diterima
dengan baik oleh para siswanya. Dengan demikian, guru dapat bekerja dengan lebih baik
daripada sekedar berdiri di depan kelas menghabiskan alokasi waktu yang tersedia.
Penelitian Nashar (2004, hlm. 60) menyimpulkan bahwa guru-guru dalam
melaksanaan tugas pengajaran masih mengalami berbagai kesulitan. Berbagai kesulitan
terjadi dalam memahami bahan pelajaran, mencari bahan pelajaran dari sekedar rumusan
34
bahan dalam buku teks, merumuskan tujuan instruksional khusus (tujuan pembelajaran),
menyusun satuan pelajaran (silabus), dan pengembangan aspek-aspek bahan serta
program pembelajaran.
Hamalik (2005, hlm. 127) mengemukakan bahwa untuk mengatasi kesulitan
pengajaran, guru sebagai pendidik dan pengajar perlu dituntut memiliki penguasaan ilmu
atau mempunyai pengetahuan yang luas mengenai bahan pelajaran serta ilmu yang
berkaitan dengan bidang studi yang diajarkan. Di samping itu, guru juga harus menguasai
teori dan praktik mengajar, metode pembelajaran, teknologi pembelajaran, teori evaluasi
dan psikologi belajar, serta pendekatan apa yang akan dipergunakan dalam pembelajaran.
Seorang guru dituntut menguasai bahan pelajaran yang diajarkan dan sekaligus
menguasai ilmu dan teknik pembelajaran. Jika dua hal kemampuan ini dimiliki setiap
guru, maka kemampuan profesional dalam tugas pengembangan bahan pelajaran dapat
terlaksana dengan baik. Pengalaman mengajar dan pengalaman kependidikan yang
dimiliki oleh guru dapat digunakan sebagai faktor pendukung dalam melaksanakan
pengembangan bahan pelajaran. Dengan pengalaman yang dimilikinya, guru lebih dapat
memahami dan menghayati nilai-nilai tugas dan tanggung jawab yang harus
dilaksanakan. Pengalaman dapat digunakan sebagai bahan belajar untuk melakukan
aktivitas tertentu dan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
Barnadib (1982, hlm. 16) mengemukakan bahwa pengalaman pada hakikatnya
merupakan pemahaman terhadap sesuatu yang dihayati seseorang. Dengan penghayatan
serta mengalami suatu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai guru akan menyatu pada
dirinya. Berawal dari pengalaman, seseorang akan memiliki pengetahuan, keterampilan,
dan nilai-nilai yang bermanfaat bagi pelaksanaan tugas dan pekerjaan yang dihadapi. Hal
35
ini sejalan dengan pendapat Surakhmad (1982, hlm. 56), yang menyatakan bahwa
pengalaman merupakan pelajaran yang akan menghasilkan perubahan ke arah
pematangan tingkah laku, perubahan pengertian, dan pengayaan informasi. Pengalaman
mengajar merupakan praktek nyata di lapangan dan sekaligus merupakan pelajaran yang
bermakna bagi guru. Dengan pengalamannya, seorang guru dapat meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan penampilannya dalam melaksanakan tugas. Untuk
mendapatkan keterampilan dalam mengembangkan bahan pelajaran, guru perlu
mengadakan latihan berkali-kali dan terus-menerus mengenai bahan yang dipelajari.
Dengan cara berulang kali pengetahuan cenderung dapat dipahami dan dikuasai dengan
baik.
Dalam proses pembelajaran, guru mengembangkan sejumlah pengetahuan dan
keterampilan yang telah dipelajari untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Untuk
itu, guru hendaknya mengembangkan pengalaman mengajarnya serta berusaha
meningkatkan pengetahuan sesuai dengan perkembangan zaman. Pengalaman mengajar
dan pengalaman kegiatan kependidikan lainnya benar-benar diperlukan oleh setiap guru
dalam rangka peningkatan kemampuannya untuk melaksanakan tugas pengembangan
bahan pelajaran. Soetopo (2005, hlm. 217) membuktikan bahwa semakin lama
pengalaman mengajar yang dimiliki oleh guru, semakin tinggi pula pemahaman dirinya
mengenai tugas-tugas mengajarnya. Pribadi guru yang mempunyai pemahaman yang baik
terhadap tugas-tugasnya cenderung meningkatkan kemampuannya dalam
mengembangkan bahan pelajaran. Guru dapat lebih mampu memahami bahwa tugas
mengembangkan bahan pelajaran merupakan tugas yang tidak ringan sehingga
36
pengalaman yang telah dimilikinya itu diharapkan dapat mendukung pelaksanaan tugas-
tugasnya dengan baik.
Temuan di atas menunjukkan bahwa kemampuan mengembangkan bahan
pelajaran akan diawali dari pemahaman guru mengenai pengembangan bahan pelajaran.
Pemahaman guru dapat tumbuh dengan baik apabila didukung oleh pengalaman yang
dimiliki. Pengalaman dapat digunakan sebagai bahan pelajaran untuk meningkatkan
kualitas kerja dalam melaksanakan tugas. Oleh karena itu, pengalaman merupakan salah
satu komponen yang dapat mendukung kemampuan guru dalam melaksanakan tugas
mengajar, terutama dalam mengembangkan bahan pelajaran. Guru dapat mengelola
pengalaman yang dimiliki, baik pengalaman mengajar maupun pengalaman kependidikan
yang lain, dalam rangka peningkatan dan perbaikan tugas
Nashar (2004, hlm. 57) menyatakan bahwa minat merupakan kecenderungan
seseorang untuk memilih suatu objek atau kegiatan. Kecenderungan untuk memilih
sesuatu itu melibatkan proses kognitif dan afektif. Orang yang memilih harus melibatkan
proses berpikir. Dia harus memiliki pemahaman atau pengertian mengenai sesuatu yang
diminati dan berdasarkan pemahaman itu, diadakan penilaian untuk melakukan suatu
pilihan. Lebih lanjut minat, menurut Slameto (1998, hlm. 37), adalah suatu keadaan yang
menggambarkan perhatian yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek yang disertai
dengan keinginan untuk mengetahui, mempelajari, dan membuktikan secara lebih aktif
objek yang bersangkutan. Minat merupakan suatu perasaan ketertarikan dan keterikatan
pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Seseorang mempunyai minat
terhadap suatu hal atau aktivitas akan merasa terikat dan menyukainya. Semakin besar
37
minat yang ada pada diri seseorang akan ditandai dengan semakin kuat dan semakin
dekat hubungan antara seseorang dengan suatu hal atau aktivitas itu.
Perhatian atau konsentrasi yang terjadi atas dasar minat merupakan aktivitas yang
berlangsung karena kemampuan sendiri dan diiringi oleh perasaan senang. Oleh karena
itu, minat akan timbul dan meningkat setelah informasi tentang objek atau suatu kegiatan
telah diterima seseorang karena objek minat itu umumnya berkisar pada hal-hal yang
sudah dikenal. Di samping itu, minat timbul karena adanya rasa ketertarikan pada suatu
objek ketertarikan ini menimbulkan rasa senang apabila seseorang berkecimpung di
dalamnya.
Dalam praktek perencanaan pembelajaran seorang guru perlu mempunyai minat
yang tinggi untuk mengembangkan bahan pelajaran sehingga tugas itu dapat terlaksana
dengan baik. Namun, guru perlu mempunyai beberapa hal yang dapat menumbuhkan
minat untuk melaksanakan tugas pengembangan bahan pelajaran, seperti pemahaman
mengenai mata pelajaran, pemahaman mengenai aktivitas pengembangan bahan
pelajaran, dan sikap untuk memahami pelaksanaan pengembangan bahan pelajaran
sebagai bagian dari tugas mengajar. Bahkan, seorang guru mempunyai minat untuk
mengembangkan bahan pelajaran apabila dari kegiatan itu dapat diperoleh keuntungan
berupa kemudahan dalam melaksanakan tugas, dapat mendukung peningkatan karier,
sesuai dengan balas jasa atau gaji yang diterima. Tugas pengembangan bahan pelajaran
memang bukan semata-mata berawal dari minat atau kemauan dalam diri pribadi guru.
Namun, minat dapat merupakan awal pendorong bagi pelaksanaan tugas pengembangan
bahan, yang didukung oleh faktor kemampuan guru dalam mengembangkan bahan dan
aspek terkait lainnya.
38
Kinerja guru merupakan komponen penting yang mendukung tercapainya
implementasi perencanaan pengajaran dan pendidikan. Akdon (2006, hlm. 169)
mengemukakan bahwa kinerja guru menunjuk kepada kemampuan guru untuk
meningkatkan efektivitas mengajarnya, mengatasi persoalan-persoalan praktis dalam
pengelolaan kegiatan belajar mengajar atau proses belajar mengajar dan kepekaan guru
dalam memahami karakteristik peserta didik di lingkungan sekolah atau lingkungan
kelas. Untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan, peningkatan kinerja guru perlu
diarahkan kepada pembentukan guru-guru yang profesional di bidangnya. Peningkatan
dan pemantapan kinerja guru akan terlihat dari pelaksanaan pembelajaran yang sejalan
dengan target atau tujuan pembelajaran. Hal ini berarti bahwa guru tidak merasakan
kesulitan dalam memperlakukan bahan pelajaran melalui pengembangan bahan secara
tepat. Tentunya, melalui pilihan bahan atau pengembangan materi secara tepat akan
mengantarkan pada tercapainya tujuan pembelajaran.
Akdon (2006, hlm. 181) menyarankan agar kinerja guru tetap diarahkan kepada
proses belajar mengajar. Kinerja guru dapat diperbaiki apabila guru mampu
menumbuhkan minat peserta didik dalam belajar sehingga komunikasi dua arah dapat
berjalan dalam rangka kegiatan belajar. Mantap dan tidaknya kinerja guru sangat
ditentukan oleh kemampuan, pemahaman, dan penguasaan guru mengenai mata pelajaran
yang diembannya, yang pada gilirannya akan dikembangkan di depan kelas.
Pengelolaan kegiatan belajar mengajar akan berkaitan erat dengan peningkatan
kinerja guru di sekolah. Demikian pula peningkatan kinerja guru dapat dibangun melalui
pemberian tugas mengajar yang disesuaikan dengan keahlian dan penguasaan keilmuan
yang dimiliki yang biasanya sesuai dengan spesifikasi mata pelajaran yang diajarkan
39
sehingga dalam praktek pembelajaran tidak muncul falsafah “guru ibarat dalang tidak
kurang lakon”, yang berarti bahwa guru dapat berbicara apa saja tatkala telah berdiri di
depan kelas tanpa berdasar pada bahan yang dikembangkan/disiapkan sebelumnya. Jika
ini terjadi maka kegagalan dalam pembelajaran akan mewarnai kegagalan pendidikan
kita.
Pengembangan bahan pelajaran merupakan tugas utama yang harus dilaksanakan oleh seorang guru. Melalui pengembangan bahan yang tepat, para siswa akan lebih mudah menerima dan mamahami berbagai bahan yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran di kelas. Menurut Hamalik (2005, hlm. 79) beberapa faktor menentukan apakah seorang guru akan mengembangkan bahan pelajaran dalam pelaksanaan pembelajaran. Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut:
1. Aspek kemampuan yang dimiliki oleh guru, dibuktikan dengan keluasan
wawasannya, atau penguasaan yang mantap mengenai teori-teori pembelajaran.
2. Aspek pengalaman kependidikan, yang berupa mata pelajaran yang diajarkan sesuai
dengan jurusan pendidikan yang dimiliki, pengalaman mengikuti forum ilmiah,
seperti pelatihan, penataran kurikulum, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
3. Aspek minat melaksanakan tugas, yaitu motif atau dorongan batiniah, menumbuhkan
kemauan untuk melasanakan tusas atas dasar dedikasi dan pengabdian yang tinggi.
4. Aspek kinerja yang akan terkait dengan kompetensinya dalam melaksanakan bidang
pekerjaan yang sesuai dengan keilmuan yang dimiliki, disertai peningkatan dalam
kemampuan mengelola kegiatan belajar mengajar.
Mengingat bahwa belajar merupakan proses bagi peserta didik membangun
gagasan/ pemahaman sendiri, maka kegiatan pembelajaran hendaknya mampu
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk berbuat, berpikir,
berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa hambatan guru. Suasana belajar
yang disediakan guru hendaknya memberikan peluang kepada peserta didik untuk
40
melibatkan mental secara aktif melalui beragam kegiatan, seperti kegiatan mengamati,
bertanya/mempertanyakan, menjelaskan, berkomentar, mengajukan hipotesis,
mengumpulkan data, dan sejumlah kegiatan mental lainnya. Guru hendaknya tidak
memberikan bantuan secara dini dan hendaknya selalu menghargai usaha peserta didik
meskipun hasilnya belum sempurna. Selain itu, guru perlu mendorong peserta didik
supaya berbuat/berpikir lebih baik, misalnya, dengan melalui pengajuan pertanyaan
menantang yang ‘menggelitik’ sikap ingin tahu dan sikap kreativitas. Dengan cara ini,
guru selalu mengupayakan agar peserta didik terlatih dan terbiasa untuk belajar seumur
hidup.
Bagaimana guru memahami kedisiplinan dan bentuk-bentuk manajemen perilaku
lain tergantung pada bagaimana mereka melihat pekerjaan mereka sebagai seorang guru
dan sejauh mana mereka meyakini bahwa semua peserta didik dapat belajar. Perilaku di
kelas dan hasil belajar banyak dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran. Guru menguasai
banyak faktor yang mempengaruhi motivasi, prestasi, dan perilaku peserta didik mereka.
Lingkungan fisik di kelas, tingkat kenyamanan emosi yang dialami peserta didik dan
kualitas komunikasi antara guru dan peserta didik merupakan faktor penting yang dapat
memampukan atau menghambat pembelajaran yang optimal.
Dari aspek selanjutnya yang tidak kalah pnting adalah konsep strategi. Strategi
dipahami dari bahasa Yunani, strategos yang berarti jenderal atau panglima, sehingga
strategi diartikan sebagai ilmu kejendralan atau ilmu kepanglimaan. Dalam istilah
kemeliteran berarti cara penggunaan seluruh kekuatan meliter untuk mencapai tujuan
perang (Gulo, 2002, hlm 1). Dalam dunia kependidikan strategi merupakan rangkaian
dari perencanaan pengajaran.
41
Beberapa definisi strategi untuk membangun implementasi perencanaan pembelajaran
dapat dilihat sebagai berikut: Pertama, Joni (1979. hlm. 2) berpendapat bahwa strategi
belajar sebagai pola dan urutan umum perbuatan guru-murid dalam mewujudkan
kegiatan belajar mengajar. Kedua, David (1976. hlm. 3) mendefinisikan bahwa strategi
belajar meliputi rencana, metode dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk
mencapai tujuan pengajaran tertentu dengan berbagai metode tertentu pula yang teruji.
Dari definisi yang ada tersebut disimpulkan bahwa stategi belajar adalah, Pertama,
strategi belajar mengajar adalah rencana dan cara-cara membawakan pengajaran agar
segala prinsip dasar dapat terlaksana dan segala tujuan pengajaran dapat dicapai secara
efektif;
Kedua, Strategi merupakan pola dan urutan umum perbuatan guru-murid dalam
perwujudan kegiatan belajar-mengajar; Ketiga, pola dan urutan umum perbuatan
keduanya tersebut merupakan suatu kerangka umum kegiatan belajar-mengajar yang
tersusun dalam suatu rangkaian bertahap menuju tujuan yang telah diterapkan. Hisyam
Zaini, dalam buku Desain Pembelajaran, (2002, hlm. 130) menyebut bahwa strategi
pembelajaran merupakan rancangan dasar bagi seorang guru tentang cara ia
membawakan pengajarannya dikelas secara bertanggung jawab. Antara strategi dengan
metode memiliki perbedaan. Strategi pembelajaran rencana kegiatan untuk mencapai
tujuan, sedangkan metode pembelajaran adalah alat untuk mengoperasionalkan apa yang
direncanakan dalam strategi.
Pendekatan yang paling utama adalah sudut pandang dalam menggambarkan cara
berpikir dan sikap seorang guru dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Masing-
masing pendidik memberi tekanan yang berbeda-beda terhadap komponen pengajaran
42
dan terkait dengan cara pandang guru terhadap esensi mengajar. Pendekatan yang senada
adalah kebersamaan akan titik pandang bahwa belajar adalah usaha untuk menguasai
informasi. Dalam hubungan ini, strategi belajar mengajar dipusatkan pada materi
pelajaran atau dikenal dengan material center strategies. Kedua pendekatan tersebut
memerlukan beberapa pertimbangan yaitu:
4. Kecendrungan pada dominasi kognitif dimana pendidikan afektif dan ketrampilan
kurang mendapat tempat yang seimbang dalam rangka peningkatan kualitas manusia
seutuhnya;
5. Materi pembelajaran yang disampaikan dalam kelas dan dimuat dalam buku teks,
akan makin usang dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Secara khusus mata pelajaran agama, adalah materi yang khusus memahami dan
mempelajari agama. ’agama’ yang dipahami sebagai sesuatu yang dianut, dipelajari, dan
dilaksanakan. (Usman, 2004, hlm. 163). Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1981,
hlm. 10) agama adalah sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran
kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Ali (1995,
hlm. 50) berpendapat bahwa Islam adalah agama yang mencakup semua ajaran agama-
agama yang sebelumnya telah diturunkan kepada para Nabi dan Rasul. Karena itu Islam
menuntut pemeluknya supaya kepada semua agama di dunia yang mendahului yang
diturunkan oleh Tuhan. Madjid (1999, hlm.47) menjelaskan terminologi agama dengan
melihat makna dan isi dari agama yang mengajarkan sikap pasrah kepada Tuhan yang
dalam bentuk ajaran para Nabi. Dalam kajian yang luas Geertz (1966) yang dikutip dari
Saefudin (1993: 282) menyebutkan bahwa agama merupakan sistem simbol yang
bertindak untuk memantapkan perasaan-perasaan dan motivasi-motivasi secara kuat dan
43
bertahan lama dalam diri manusia, dengan cara merumuskan konsepsi-konsepsi ini
dengan suatu warna yang tersendiri mengenai hakekatnya yang nyata sehingga perasaan-
perasaan dan motivasi-motivasi yang ada tampaknya secara tersendiri adalah mengenai
yang nyata.
Terminologi agama dalam Islam adalah kepasrahan karena menaruh kepercayaan
kepada-Nya dengan mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Masyarakat
adalah sejumlah manusia dalam arti luas dan terikat oleh suatu kebudayaan yang
dianggap sama (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1981, hlm. 635). Dalam
bahasa yang ekstrim, Karim (1989: hlm. 1) dalam pengantar bukunya menyebutkan:
Apologi tentang arti agama bagi manusia pada zaman modern ini dihadapkanpada kenyataan bahwa arus perkembangan pemikiran yang mengiringi kehidupanmodern semakin meningkat. Rasionalitas yang melekat pada otak manusia yangditandai oeleh semakin meningkatnya ‘rasa ingin tahu’ serta rakusmempertanyakan segala sesuatu, baik yang dapat dilihat secara inderawi maupunyang berupa sesuatu yang abstrak dan sulit dibuktikan. Berkat senjata ilmupengetahuan dan teknologi yang semakin sempurna telah memperkaya manusia,sehingga memperluas cakrawala pemikirannya yang akhirnya semakinmempertinggi daya jangkau rasionalitasnya. Dalam situasi seperti inilah agamapun tidak luput dari gugatan rasio manusia. Agama dan simbol-simboldidalamnya mengalami ujian berat yakni berhadapan dengan berbagaikecendrungan baru manusia yang dalam banyak hal seakan-akan menggoyahkaneksistensi agama.
Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, menurut Nasution dalam
bukunya Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (2001, hlm. 1) dikenal pula kata din
dari bahasa Arab dan kata religi dari bahasa Latin lebih lanjut dijelaskan bahwa definisi
agama adalah (1) pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang
harus dipatuhi; (2) pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib
yang menguasai manusia; (3) mengikatkan diri dari suatu bentuk hidup yang
mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan
44
mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia; (4) kepercayaan pada suatu kekuatan gaib
yang menimbulkan cara hidup tertentu; (5) suatu sistem tingkah laku (code of conduct)
yang berasal dari suatu kekuatan gaib; (6) Pengakuan terhadap adanya kewajiban-
kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib; (7) pemujaan terhadap
kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan
misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia; (8) ajaran-ajaran yang diwahyukan
Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.
Beberapa pemahaman agama dari para ulama dikutip dalam Islam: Suatu Kajian
Komprehensif karya Yusuf Musa (1998: 1) sebagai berikut: (1) al-Syahrastany dalam
bukunya al-Milal wa al- Nihal berpendapat bahwa agama adalah institusi Tuhan yang
mengarahkan orang-orang yang berakal dengan kemampuan mereka sendiri untuk
memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Agama dihubungkan dengan
Allah, karena ia merupakan sumbernya; dan dihubungkan kepada nabi, karena mereka
sebagai perantara kemunculannya; serta dihubungkan kepada ummat, karena mereka
memeluk dan mematuhinya. Al-Tahanwy dalam Kasyasyaf Isthilahat al-Funun
menyebutkan bahwa agama adalah institusi Tuhan yang mengarahkan orang-orang yang
berakal dengan kemauan mereka sendiri-untuk memperolah kesejahteraan hidup di dunia
dan akhirat.
Dari berbagai pemahaman tersebut mata pelajaran agama memiliki nilai pentingdalam upaya membangun manusia, terutama manusia Indonesia yang memilikiintelektualitas dan memiliki konstruk agama sebagai bagian dari pembangunan yang akandikembangkan berstandar tidak bebas nilai. Madjid dalam bukunya Pintu-Pintu MenjuTuhan (1994, hlm. 52) menegaskan bahwa semua agama mengatakan bahwa titik pusatperhatian kehidupan manusia adalah hidup keruhanian (spiritual). Karena dari spiritualakan memancar dalam tingkah laku lahiriah seseorang dan mempengaruhi seluruhhidupnya lahir batin. Perasaan tenteram yang diperoleh karena senantiasa ingat kepadaAllah akan membuat orang yang bersangkutan memiliki kematangan makna dan tujuanhidup.
45
Karenanya dalam mata pelajaran agama akan membangun tahapan dari tiga tahapan
yang perlu dilakukan oleh seseorang untuk meningkatkan kualitas jiwanya (ruhnya).
Tahapan tersebut menurut Yahya dalam buku Islam dan Etos Kerja: Tinjauan Politik Al-
Qur’an dan Pembinaan Budaya, Dialog dan Transformasi (1993, hlm. 24) adalah
Pertama, Tadzkirah selalu berdzikir kepada Allah Swt, yakni seseorang yang harus selalu
berusaha mengingat dan meningkatkan kesadaran hati dan pikirannya kepada Allah Swt.
Kedua, Takholluq secara sadar meniru sifat-sifat Allah Swt., sehingga ia memiliki sifat-
sifat yang mulia sebagai bentuk internalisasi sifat Allah ke dalam dirinya. Ketiga,
Tahaqquq seseorang harus dapat mengaktualisasikan kesadaran dan kapasitas dirinya
sebagai orang yang religius, yang pada akhirnya membentuk pribadi yang selalu
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang baik, yang tercermin dalam perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari.
Tiga tahapan yang digambarkan di atas, tampaknya merupakan satu bentuk usaha
dalam upaya mempertajam kemampuan ruhaniah (spiritual) seseorang sehingga
ketajaman jiwa yang dimiliki olehnya dapat meningkatkan intelektualitasnya dari kadar
biasanya. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai wujud religiusitas (spiritualitas) dalam
berbagai sisi kehidupan seseorang dan aktifitas sifat-sifat ini terjadi tidak hanya pada saat
orang melakukan ritual (ibadah mahdhoh) tetapi juga dalam aktifitas lain seperti belajar,
bersosial, bergaul dengan yang lain dan ibadah-ibadah (ghoiru mahdhoh) yang tidak
dijelaskan oleh Allah Swt.
Dari pendapat di atas, dapat memberikan pemahaman pelajaran agama memberikandasar menuju kecerdasan spiritual yang sangat mempengaruhi semangat jasmaniyah baikdalam bentuk kesehatan fisik maupun kesehatan dalam bentuk nalar (al-aqlu salimi filjismi salimi/man sana in corporesano). Manakala spiritualitas seseorang dalam kondisiyang baik, maka memungkinkan akan lebih mendorong otak manusia untuk berpikir lebihbaik (Ginanjar, 2001, hlm. Xxxvii).
46
Hakekat dan Kedudukan Perencanaan Pembelajaran
Pada dasarnya tugas guru sangat identik dengan target kurikulum, yaitu banyaknya isi
pelajaran yang relevan yang diselesaikan oleh guru selama pembelajaran berlangsung.
Untuk menyelesaikan tugas itu, salah satunya adalah perlunya guru mempunyai
kemampuan perencanaan pembelajaran. Dengan kemampuan itu guru diharapkan dapat
mengelola dan mengatur proses pembelajaran dengan baik (Hamalik, 2006, hlm. 9). Pada
hakikatnya perencanaan pembelajaran merupakan seluruh tindakan yang dikerjakan
untuk menjalankan proses pembelajaran agar berlangsung secara lancar dari satu aktivitas
ke aktivitas yang lainnya, dari awal pelajaran sampai usainya pelajaran. Banyak proses
pembelajaran terhambat karena guru gagal mengatur kelas secara efektif. Walaupun
perencanaan dilakukan dengan baik, tetapi ketika di dalam kelas mengalami kegagalan
yang menyebabkan tujuan pembelajaran akan sulit tercapai.
Keterampilan perencanaan merupakan hal yang penting dalam pembelajaran yang
baik. Manajemen yang baik yang dilaksanakan oleh guru akan menghasilkan
perkembangan keterampilan manajemen diri peserta didik yang baik. Ketika peserta didik
telah belajar untuk lebih mangatur diri, guru akan lebih mudah untuk berkonsentrasi pada
pembelajaran yang efektif. Teknik perencanaan pembelajaran harus diupayakan agar
tidak mengganggu aspek pembelajaran. Tindakan perencanaan harus mencegah agar tidak
terjadi masalah yang diantaranya pemilihan strategi manajemen yang tepat dengan
melihat:
1. Tingkat kematangan peserta didik dan hubungannya dengan orang lain.
47
2. Jumlah peserta didik, jumlah dan jenis alat, ruang, keterbatasan waktu, dan tujuan
pembelajaran, dan
3. Kepribadian guru (Hamalik, 2005, hlm. 131).
Tugas guru yang kritis dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik adalah
bagaimana merancang dan mengimplementasikan teknik pembelajaran agar banyaknya
waktu belajar aktif peserta didik tinggi, dan agar peluang belajar mencukupi serta dan
iklim kelas kondusif. Seperti dipahami sebelumnya bahwa pengajaran pada umumnya
adalah kegiatan kelompok, sedangkan pembelajaran lebih kepada kegiatan individu dan
tidak semua peserta didik belajar dengan kecepatan yang sama atau dengan cara yang
sama. Guru perlu mempertimbangkan berapa banyak kebijakan dan praktek yang
mengarah kepada pengelompokan peserta didik. Penelitian tentang interaksi guru dan
peserta didik menunjukkan bagaimana guru sering berperilaku berbeda kepada individu
peserta didik berdasarkan pada persepsi mereka sendiri tentang kemampuan peserta didik
(Nasution, 2005, hlm. 71).
Peserta didik yang diberi label “berprestasi rendah” atau “peserta didik lamban
belajar” sering menerima sedikit kesempatan apabila di bandingkan dengan orang lain
untuk berpartisipasi, dan mereka yang dipandang sebagai “tak berdisiplin” diperlakukan
sedemikian rupa, bahkan ketika mereka berperilaku baik. Guru perlu mengarahkan pada
asumsi dan ekspektasi mereka dengan meminta umpan balik dari peserta didik tentang
proses belajar-mengajar dan tentang apa yang terjadi di kelas pada umumnya (Slameto,
1991, hlm. 52). Semua guru harus melakukan yang terbaik bagi peserta didik dengan cara
mengenali mereka sebagai individu dengan cara positif, memperlakukan mereka dengan
48
adil dan dengan hormat, membuat pelajaran menarik dan beragam, memberikan dorongan
dan mengatakan agar mereka meyakini diri mereka sendiri dan kemampuannya.
Perencanaan pembelajaran akan membangun mekanisme hubungan guru-peserta
didik dan iklim kelas yang positif merupakan faktor penting dalam mempengaruhi
bagaimana peserta didik mendapat pengalaman bersekolah. Guru tidak hanya mengajar
pengetahuan dan keterampilan, guru juga membantu peserta didik untuk menjelaskan
eksistensi diri (Nasution, 2005, hlm. 21). Dari interaksi sehari-hari dengan guru, peserta
didik belajar mengetahui apakah mereka penting atau tidak, pintar atau lambat, disukai
atau tak disukai. Seorang guru memberikan bimbingan melalui perilakunya, baik
perkataan maupun perbuatan kepada peserta didik. Dari bimbingan ini peserta didik dapat
mengikuti kegiatan di kelas. Guru harus mampu menciptakan lingkungan kelas yang
nyaman. Pada motivasi belajar dan berperilaku berdasarkan pada minat (Nashar, 2004,
hlm. 91).
Jika guru berhasil merangsang keingintahuan di antara peserta didik, mereka akan
juga menemukan kesediaan di antara peserta didik untuk belajar dan berperilaku baik.
Pengajaran yang memuaskan keingintahuan peserta didik jauh lebih memotivasi dengan
efektif daripada memaksa mereka untuk mengerjakan tugas-tugas yang mereka anggap
tidak relevan dan membosankan (Nashar, 2004, hlm. 36). Oleh karena itu, perencanaan
dengan membuat metode guru mengajar dan berinteraksi yang baik dengan peserta didik,
akan menciptakan suasana yang nyaman sehingga dapat mencegah perilaku tak pantas
peserta didik. Namun, walau upaya interaksi positif itu, masalah perilaku mungkin masih
terjadi dan guru harus disiapkan untuk ini dengan teknik konseling, menuju pada
pemahaman, bersama-sama mengatasi masalah perilaku tak acuh yang tak pantas sambil
49
memberdayakan perilaku yang pantas. Yang penting adalah bahwa guru dan peserta didik
harus bersama-sama berperilaku yang baik. Masalahnya apakah guru dapat melihat
melalui perilaku yang tak pantas itu dan melihat seorang manusia yang patut dihargai.
Dengan lulus tes ini akan membuat guru lebih dapat dipercaya, tidak hanya sebagai guru
tetapi juga, dan lebih penting lagi, sebagai manusia yang penuh kasih yang tulus.
Guru terlalu memfokuskan kepada apa yang harus dilakukan ketika peserta didik
berperilaku tak pantas. Teknik disiplin sering dipahami oleh guru sebagai sesuatu yang
terpisah dari teknik pengajaran, hanya digunakan jika dan ketika masalah muncul saja.
Namun, manajemen kelas merupakan bagian integral pengajaran efektif yang mencegah
masalah perilaku melalui perencanaan, pengelolaan, dan penataan kegiatan pembelajaran
yang lebih baik, pemberian materi pembelajaran. Interaksi guru dan peserta didik akan
membidik pada peningkatan, keterlibatan, serta kerjasama peserta didik dalam belajar.
Teknik kontrol perilaku atau pendisiplinan pada akhirnya akan tidak terlalu efektif karena
teknik itu tidak mendorong perkembangan disiplin diri atau tanggung jawab peserta didik
sendiri atas tindakannya. Peserta didik tidak otomatis menjadi berdisiplin pada usia
tertentu atau melalui kontrol atau paksaan. Nilai-nilai dan ketrampilan sosial harus
diajarkan dan dicontohkan oleh guru. Belajar untuk menjadi manusia yang bertanggung
jawab dan membuat pilihan-pilihan yang memerlukan praktek, termasuk membuat
kesalahan. Inilah yang dinamakan perencanaan pembelajaran yang efektif.
Fungsi-Fungsi Manajemen Pembelajaran
Manajemen merupakan kegiatan, pelaksanaannya disebut manajing, dan orang yang
melakukannya disebut manajer. Tugas-tugas operasional dilaksanakan melalui upaya-
upaya karyawan/staf. Manajemen mempunyai tujuan-tujuan tertentu dan bersifat tidak
50
berwujud (Terry, 2006, hlm. 9). Manajemen dikatakan tidak berwujud karena tujuan
manajemen tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan hasilnya berupa hasil pekerjaan
yang cukup, ada kepuasan pribadi, produk, dan pelayanan yang optimal. Untuk mencapai
tujuan-tujuan usaha suatu kelompok organisasi membutuhkan manajemen agar dapat
dicapai dengan baik. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa manajemen mempunyai
fungsi-fungsi tertentu sehingga mampu secara positif mewujudkan pencapaian tujuan
organisasi.
Menurut Terry (2006, hlm. 15), secara fundamental manajemen mempunyai
fungsi perencanaan, organisasi, gerakan aksi, motivasi, penempatan, pengarahan, kontrol
dan inovasi atau pengembangan. Secara spesifik fungsi manajemen dapat dijelaskan;
pertama, fungsi perencanaan, menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh
kelompok untuk mencapai tujuan. Kedua, organisasi, pembagian peranan kerja yang
memungkinkan anggota bekerjasama secara efektif guna mencapai tujuan bersama.
Ketiga, gerakan aksi, kegiatan yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan
pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat tercapai. Keempat, motivasi, dorongan yang
timbul baik dari dalam diri seseorang maupun dari orang lain sehingga mau melakukan
atau tidak melakukan sesuatu. Kelima, menempatkan atau mempertahankan orang pada
posisi yang dibutuhkan oleh pekerjaan atau organisasi. Keenam, pengarahan, penugasan
atau masukan-masukan yang diberikan kepada bawahan sehingga menjadi aktif dan
efektif dalam bekerja. Ketujuh, kontrol, mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah
kegiatan-kegiatan dilaksanakan sesuai rencana. Pelaksanaan tugas dievaluasi oleh
pimpinan (manajer), dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan diperbaiki
supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan baik. Kedelapan, inovasi atau pengembangan,
51
yang mencakup pengembangan gagasan-gagasan baru, memadukan pemikiran-pemikiran
baru dengan yang lama, mencari gagasan-gagasan dengan memadukannya dengan
berbagai kondisi yang ada dan menerapkannya.
Dalam rangka mengaitkan fungsi manajemen dengan kegiatan pembelajaran,
maka terlebih dahulu perlu diuraikan konsep pembelajaran. Pembelajaran merupakan
bagian dari pendidikan, yang merupakan usaha sadar untuk menumbuhkembangkan
potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Dalam hal ini, dua
konsep kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar dan pembelajaran.
Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada
pihak pendidik (Dimyati dan Mudjiono, 2006, hlm. 7). Dalam proses belajar mengajar
(PBM) akan terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Peserta didik adalah
seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari, penerima pelajaran yang
dibutuhkannya, sedang pendidik adalah seseorang atau sekelompok orang yang
berprofesi sebagai pengolah kegiatan belajar mengajar dan seperangkat peranan lainnya
yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kegiatan
belajar mengajar melibatkan beberapa komponen, yaitu peserta didik, pendidik, tujuan
pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Tujuan pembelajaran
adalah perubahan perilaku dan tingkah laku yang positif dari peserta didik setelah
mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti: perubahan yang secara psikologis akan
tampil dalam tingkah laku yang dapat diamati melalui alat indera oleh orang lain
mengenai tutur kata, motorik dan gaya hidupnya (Nasution, 2005, hlm. 35). Tujuan
pembelajaran yang diinginkan tentu yang optimal. Oleh karena itu, menurut penulis
metodologi mengajar adalah salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik.
52
Pembelajaran merupakan istilah kunci yang hampir tak pernah luput dari
pembahasan mengenai pendidikan karena hubungan erat antara keduanya (Budiningsih,
2005, hlm. 118). Metodologi pembelajaran dalam dunia pendidikan perlu dimiliki oleh
pendidik karena keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bergantung kepada
cara/mengajar gurunya. Jika cara mengajar gurunya baik menurut peserta didik, maka
peserta didik akan tekun, rajin, dan senang menerima pelajaran yang diberikan sehingga
diharapkan akan terjadi perubahan dan tingkah laku pada peserta didik baik tutur kata,
sopan santun, motorik dan gaya hidupnya. Metodologi pembelajaran banyak ragamnya.
Pendidik tentu harus memiliki metode pembelajaran yang beraneka ragam agar dalam
proses belajar mengajar dia tidak menggunakan hanya satu metode saja, tetapi harus
divariasikan, disesuaikan dengan tipe belajar peserta didik dan kondisi serta situasi yang
ada pada saat itu sehingga tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan oleh guru dapat
tercapai.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran itu diperlukan upaya guru mengelola
kegiatan pembelajaran. Mengelola kegiatan pembelajaran ini dapat dipahami sebagai
kegiatan manajemen yang salah satunya perencanaan dalam pembelajaran, yang
berfungsi merencanakan, pengorganisasian, kepemimpinan serta pengawasan dan
evaluasi dalam kegiatan pembelajaran.
Perencanaan adalah tindakan awal untuk melaksanakan pembelajaran. Melalui
perencanaan akan menentukan tujuan dan menetapkan metode yang tepat untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Menurut Uno (1998, hlm. 2), perencanaan pembelajaran pada
hakikatnya adalah perancangan upaya untuk membelajarkan peserta didik. Pembelajaran
memusatkan perhatian pada "bagaimana membelajarkan peserta didik", dan bukan pada
53
"apa yang dipelajari peserta didik". Perencanaan pembelajaran secara umum diperlukan
agar perbaikan pembelajaran dapat dicapai. Upaya perbaikan itu, menurut Uno (2006,
hlm. 2--6), dilakukan dengan asumsi sebagai berikut:
1. Memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan perencanaan yang
disiapkan melalui desain pembelajaran.
2. Merancang kegiatan pembelajaran memerlukan pendekatan sistem.
3. Perencanaan desain pembelajaran diarahkan kepada bagaimana peserta didik belajar.
4. Desain pembelajaran diacukan kepada peserta didik secara perorangan.
5. Perencanaan pembelajaran dilakukan untuk mencapai tujuan langsung dan tujuan
pengiring dalam pembelajaran.
6. Sasaran akhir perencanaan pembelajaran adalah agar peserta didik dengan mudah
untuk belajar.
7. Perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel pembelajaran.
8. Inti desain pembelajaran adalah metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Udin dan Makmun (2005, hlm. 33), perencanaan dipandang penting dan
dibutuhkan bagi suatu organisasi, termasuk organisasi pembelajaran, antara lain karena
hal-hal sebagai berikut:
1. Melalui perencanaan diharapkan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan, adanya
pedoman bagi pelaksanaan kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan
pembelajaran.
54
2. Dengan perencanaan, dapat dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa
pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan ini menyangkut potensi-potensi dan
prospek-prospek serta hambatan dan resiko yang akan ditemui.
3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara
yang terbaik atau kesempatan memilih kombinasi cara yang terbaik.
4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas.
5. Dengan perencanaan akan ada suatu alat atau standar untuk mengadakan pengawasan
atau evaluasi kinerja.
Dalam rangka merumuskan perencanaan pembelajaran, menurut Sagala (2005,
hlm. 150--152), harus pula diperhatikan berbagai prinsip. Pertama, prinsip
perkembangan, yang harus mempertimbangkan bahwa peserta didik berada dalam proses
perkembangan dan terus berkembang. Perubahan itu berkaitan dengan usia peserta didik;
peserta didik yang berusia lebih tinggi tentu mempunyai kemampuan lebih tinggi
daripada usia di bawahnya. Kedua, prinsip perbedaan individu, yang memandang bahwa
setiap peserta didik memiliki ciri-ciri dan pembawaan yang berbeda, menerima pengaruh
dan perlakuan dari keluarganya yang masing-masing, yang berbeda pula. Karena
lazimnya pembelajaran dilakukan secara klasikal, maka guru harus memperhatikan dan
memberikan perhatian secara individual kepada peserta didik sesuai dengan kondisi
mereka agar tujuan pembelajaran dapat dicapai. Untuk itu, menurut Sagala (2005, hlm.
151), pembelajaran klasikal dapat disempurnakan dengan cara (1) menggunakan metode
atau strategi pembelajaran yang bervariasi dan (2) menggunakan alat atau media yang
dapat membantu peserta didik yang bermasalah. Ketiga, minat dan kebutuhan peserta
didik, karena kebutuhan peserta didik berbeda-beda satu dengan lainnya. Dalam hal ini,
55
guru hendaknya mampu memberikan pembelajaran dengan mengarahkan sesuai dengan
minat dan kebutuhan peserta didik. Keempat, peserta didik membutuhkan motivasi dalam
pembelajaran agar bergairah dan mau menerima dan menyerap bahan pembelajaran yang
disampaikan.
Berdasarkan pengertian di atas, perencanaan pembelajaran dapat dipahami
sebagai upaya guru dalam menyiapkan desain pembelajaran yang berisi tujuan, materi
dan bahan, alat dan media, pendekatan, metode serta evaluasi yang akan dijadikan
pedoman dalam pembelajaran. Perencanaan pembelajaran sangat penting karena menjadi
pedoman dan standar dalam usaha pencapaian tujuan. Pembelajaran menjadi terarah dan
terukur karena adanya perencanaan yang matang. Perencanaan dalam pembelajaran
adalah proses pembagian komponen-komponen pembelajaran sehingga dapat dikerjakan
atau dilaksanakan dengan baik (Syafaruddin dan Nasution, 2005, hlm. 72). Untuk
mengorganisasikan suatu kegiatan pembelajaran dibutuhkan strategi, yang menurut
Reigeluth (1977) sebagaimana dikutip oleh Uno (2006, hlm. 45), yang mengacu kepada
strategi pengorganisasian pembelajaran untuk membuat urutan, mensintesis fakta,
konsep, prosedur, dan prinsip yang berkaitan. Membuat urutan mengacu pada pembuatan
urutan penyajian isi mata pelajaran. Sintesis mengacu pada upaya menunjukkan kepada
peserta didik mengenai fakta, konsep, prosedur atau prinsip yang terkandung dalam suatu
mata pelajaran.
Senada dengan pengertian di atas, Sanjaya (2006: 23) menyatakan bahwa
perencanaan sebagai kegiatan menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan
agar diperoleh kesesuaian dalam usaha mencapai tujuan bersama. Perencanaan akan
memberi makna kepada adanya unsur-unsur yang mempersatukan dan memisahkan
56
dengan tujuan, keselarasan, dan keseimbangan. Unsur-unsur yang mempersatukan di
antaranya adalah tujuan bersama untuk diwujudkan, sedangkan unsur-unsur yang
memisahkan adalah kewenangan membagi-bagikan tugas dan tanggungg jawab. Tujuan
bersama dalam pembelajaran adalah guru dan peserta didik bersama-sama berusaha
mencapai tujuan pembelajaran. Unsur-unsur dalam pembelajaran yang memisahkan
adalah kewenangan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dan kewajiban
peserta didik untuk mematuhi dan menerima apa yang disampaikan oleh guru. Dengan
demikian, pengorganisasian pembelajaran memberi gambaran bahwa kegiatan belajar dan
mengajar mempunyai arah dan tanggung jawab yang jelas. Fungsi dan tanggung jawab
yang ada pada masing-masing unsur berangkat dari kebersamaan untuk memenuhi tujuan
pembelajaran. Menurut Sagala (2005, hlm. 144) aspek perencanaan pembelajaran
meliputi:
2. Penyediaan fasilitas, perlengkapan, dan personalia yang diperlukan untuk menyusun
kerangka yang efisien dalam melaksanakan rencana-rencana melalui suatu proses
penetapan pelaksanaan pembelajaran yang diperlukan untuk menyelesaikannya;
3. Pengelompokan komponen pembelajaran dalam struktur sekolah secara teratur;
4. Pembentukan struktur wewenang dan mekanisme koordinasi pembelajaran;
5. Perumusan dan penetapan metode dan prosedur pembelajaran;
6. Pemilih, pengadaan latihan dan pendidikan dalam upaya pertumbuhan jabatan guru ,
yang dilengkapi dengan sumber-sumber lain yang diperlukan.
Secara umum perencanaan pembelajaran dapat dipahami sebagai upaya mengatur
segala sesuatu yang berkenaan dengan pembelajaran berupa wewenang dan tanggung
jawab yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Melalui
57
pengorganisasian pembelajaran ini memberi gambaran apakah guru mampu mengelola
kelas dengan menggunakan teknik dan langkah sesuai dengan perencanaan pembelajaran
yang telah dibuat sebelumnya sehingga mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam perencanaan tidak dapat lepas pula dari aspek kepemimpinan dalam pembelajaran
merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan guru dalam mengelola
kegiatan pembelajaran. Mondy dan Premeaux (1995), yang dikutip oleh Syafaruddin dan
Nasution (2006, hlm. 73), mengatakan bahwa kepemimpinan berkaitan dengan
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan
intinya adalah hubungan antar manusia. Kepemimpinan guru dalam pembelajaran ini
mencakup setidaknya empat gaya kepemimpinan (Syafaruddin dan Nasution, 2006, hlm.
74), yaitu:
1. Pemimpin otokratik, yakni pemimpin yang otoriter terhadap bawahannya tanpa boleh
bertanya atau protes terhadap apa yang ditugaskan;
2. Pemimpin partisipatif, yakni pemimpin yang selalu melibatkan bawahannya dalam
merumuskan kebijakan atau keputusan, tetapi otoritas akhir sering terdapat pada
pimpinan;
3. Pemimpin demokratis, yakni pemimpin yang selalu bermusyawarah dengan
bawahannya mengenai apa yang akan diputuskan;
4. Pemimpin yang selalu membebaskan bawahan, yakni pemimpin yang tidak perduli
terhadap apa yang dilakukan bawahannya asal tidak mengganggu stabilitas
organisasi.
Dari keempat gaya kepemimpinan itu semuanya dapat dilakukan oleh guru dalam
kegiatan pembelajaran, tetapi perlu diperhatikan segi positifnya mana yang lebih banyak
58
ataupun bila perlu melalui penggabungan gaya kepemimpinan di atas. Berkenaan dengan
kepemimpinan pembelajaran ini, Sagala (2005, hlm. 145) mengatakan bahwa peran guru
sebagai motivator para peserta didik melakukan aktivitas belajar baik di kelas,
laboratorium, perpustakaan, praktek kerja lapangan, dan tempat lainnya yang
memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu, guru bukan
saja berusaha menarik perhatian peserta didik, tetapi juga harus meningkatkan aktivitas
peserta didik melalui pendekatan dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi
pembelajaran yang disajikan oleh guru.
Pengawasan dan evaluasi merupakan bagian dari proses perencanaan
pembelajaran yang berfungsi sebagai kontrol terhadap semua aktivitas yang dilaksanakan
dalam upaya memastikan keberhasilan pembelajaran. Dalam hal pengawasan dan
evaluasi ini, yang lebih menonjol adalah pada tataran evaluasinya, yang menurut Dimyati
dan Mudjiono (2006, hlm. 190), merupakan evaluasi mencakup evaluasi hasil belajar dan
evaluasi pembelajaran. Evaluasi hasil belajar menekankan pada diperolehnya informasi
tentang seberapakah perolehan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Evaluasi pembelajaran merupakan proses sistematis untuk memperoleh informasi tentang
keefektifan proses pembelajaran dalam membantu peserta didik mencapai tujuan
pembelajaran secara optimal.
Pengawasan sebagai bagian dari perencanaan, menurut Anthony, Dearden dan
Bedford (1984) sebagaimana dikutip oleh Sagala (2005, hlm. 146--147), merupakan
suatu konsep yang luas, yang dapat diterapkan kepada manusia, benda, dan organisasi.
Fungsinya adalah memastikan agar anggota organisasi melaksanakan apa yang
dikehendaki dengan mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi, serta
59
memanfaatkannya untuk mengendalikan organisasi. Dalam konteks pembelajaran,
pengawasan dan evaluasi dilakukan oleh kepala sekolah dan guru mengenai pelaksanaan
kegiatan pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Secara umum
pengawasan dalam pembelajaran ini (Sagala, 2005, hlm. 146) meliputi:
2. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan memperhatikan rencana;
3. Melaporkan penyimpangan untuk tindakan koreksi dan merumuskan tindakan
koreksi, menyusun standar-standar pembelajaran dan sasaran-sasaran;
4. Menilai pekerjaan dan melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan-
penyimpangan baik institusional satuan pendidikan maupun proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, fungsi-fungsi perencanaan pembelajaran adalah:
1. Perencanaan pembelajaran;
2. Pengorganisasian pembelajaran;
3. Kepemimpinan dalam pembelajaran;
4. Evaluasi pembelajaran;
5. Peningkatan mutu pembelajaran.
Implementasi atas perencanaan tidak dapat lepas pula dari dunia pendidikan yang
mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Rendahnya penguasaan siswa terhadap
penguasaan materi pembelajara, serta rendahnya daya nalar mereka adalah dua hal yang
sangat menonjol. Karena pada kenyataannya para siswa sebagian besar hanya menjadi
surface leaner processor, dimana siswa hanya mampu menghapal namun tidak perlu
menghapal yang penting adalah mengerti dan paham akan materi yang diajarkan, karena
apabila siswa telah mengerti maka otomatis mampu merumuskan suatu pemahaman atau
pengertian dengan bahasa mereka sendiri (Brophy:1990, hlm. 66).
60
Kondisi seperti yang digambarkan di atas disinyalir oleh para ahli dan para pengamat
pendidikan salah satu penyebabnya adalah karena renadahnya kemampuan guru; baik
dari segi penguasaan materi dan yang palng memprihatinkan adalah minimmya
pengetahuan mereka tentang teknik-teknik atau strategi-strategi pembelajaran.
Nampaknya peningkatan mutu pendidikan secara nasional sekarang ini merupakan
komitmen pemerintah yang memang tidak dapat ditawar-tawar lagi dan bersifat sangat
mendesak. Tingkat pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia (human
resources) pendidikan harus segera ditindak lanjuti dengan berbagai kegiatan yang
bermuara pada peningkatan mutu dan wawasan para pelaksana pendidikan dan dalam hal
ini guru adalah sebagai ujung tombak yang salah satunya penerapan perencanaan
pembelajaran yang sistemats, jelas dan memiliki nilai peningkatan kualitas.
Kunci dalam penguatan implementasi perencanaan pembelajaran tidak
dapat lepas dengan konsep dasar belajar siswa menggunakan pendekatan CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif), yaitu pendekatan yan menerapkan student center atau pembelajaan
yang berpusat pada siswa. Untuk itu penguatan perencanaan memerlukan pula beberapa
pertimbangan penting, diantaranya bahwa peserta didik, ruangan kelas, metode dan
materi itu sendiri. Sebagai subyek belajar, peserta didik harus mendapatkan perhatian
yang sungguh-sungguh dalam proses pembelajaran. Seorang ahli psikologi kebangsaan
Swiss, C. Jung lebih mendalam membagi individu secara, ekstrovet dan introvert.
Seseorang yang bersifat ekstovert cenderung menyenangi cara belajar dengan melakukan
interaksi dengan lingkungannya. Bicara dengan orang lain atau mencari pengalaman.
Adapaun seorang introvert lebih menyenangi belajar dengan berfikir sendiri tanpa ada
gangguan dari lingkunganya (Cranton, 1996, hlm. 102).
61
Pada dasarnya setiap mamnusia mempunyai kecenderungan untuk menjadi salah
satu dari kedua sifat tersebut, meskipun tidak ada yang mutlak. Dalam arti seorang
introvert bukan sama sekali tidak mempunyai cirri-ciri ekstovert atau sebaliknya.
Berkaitan dengan hal tersebut, mahasiswa sebagai orang sudah dianggap dewasa akan
lebih baik jika diperlakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan karakteristik mereka,
terutama karakteristik psikologisnya. Hal ini terjadi karena karakteristik psikologis akan
mempengaruhi seseorang dalam bekerjasama dengan orang lain (dalam suatu kelompok),
seperti cara memecahkan masalah, membuat keputusan, membuat rencana belajar, dan
juga belajar secara umum. Kesemuanya akan mempengaruhi seseorang pada gaya
belajarnya (learning style). Dalam aplikasi gaya belajar, ada beberapa teori yang
dikemukakan oleh Kolb (tt, hlm. 99) melalui empat tahapan belajar yaitu:
1. Pengalaman kongkret, yaitu terlibat secara dalam suatu pengalaman baru
2. Observasi reflektif yaitu melakukan observasi terhadap orang lain dalam melakukan
eksperimen, atau mengembangkan observasi terhadap pengalaman yang pernah
dialami
3. Konseptulisasi abstrak, yaitu menciptakan suatu konsep atau teori untuk menjelaskan
obeservasi
4. Eksperimen aktif yaitu menggunakan teori teori untuik memecahkan masalah dan
membuat keputusan.
Keempat hal tersebut membentuk lingkaran yang disebut siklus belajar (learning
cycle). Namun demikian, bukan berarti bahwa seseorang dalam belajar harus melalui
empat tahapan tersebut, tetapi lebih menyerupai pintu yang dapat dimasuki oleh
seseorang ketika belajar. Karena itu pendekatan andragogi sesuatu yang menjadi penting
62
dalam memberikan tehnik pembelajaran bagi peserta didik. Andragogi adalah salah satu
pendekatan pendidikan yang dipopulerkan oleh Malcoms Knowles sebagai the art and
science of helping adult learn, yaitu seni dan ilmu yang berkaitan dengan cara-cara orang
dewasa belajar. Pendekatan andragogi memiliki asumsi dasar yaitu (1) kemampuan
mengarahkan diri; (2) pengalaman mahasiswa; (3) kesiapan belajar berdasarkan
kebutuhan; (4) orientasi bahwa belajar adalah kehidupan. Asumsi-asumsi tersbut
berimplikasi secara umum adalah:
1. Suasana belajar harus dibuat sedemikian rupa sehingga peserta didik merasa diterima
oleh lingkungan, dihormati, dan diberi dukungan.
2. Perhatian harus diarahkan pada keterlibatan peserta didik dalam proses mendiagnosis
kebutuhan belajarnya
3. Peserta didik harus dilibatkan dalam perencanaan belajar, sementara pendidik lebih
bertindak sebagai pembimbing dan sumber referensi
4. Pendidik hanya sebagai sumber rujukan dan katalisator ketimbang sebagai instruktur.
5. Memerlukan banyak tehnik partisipatoris yang memberikan penglaman kongkret
kepada peserta didik
6. Memerlukan banyak aktifitas yang mampu mendorong peserta didik untuk melihat
pengalaman secara objektif danbeajar how to learn dari suatu pengalaman.
7. Pendidik harus mengtahui apa yang menjadi ketertarikan peserta didik, kemudian
membangun pengalaman belajar yang relevan dengan ketertarikan itu.
8. Tahapan-tahapan belajar sebaiknya diatur berdasarkan area persoalan, dengan tetap
berstandar pada kurikulum yang ada (Cranton, 1996, hlm. 104)..
63
Berangkat dari nilai normatif dan realitas umum pembelajaran tersebut, workshop ini
menjadi penting sebagai bagian dari peningkatan kualitas dosen dan mahasiswa dalam
membentuk pembelajaran kelas yang bersifat kognitif, afektif, dan psikotomorik.
64