TINJAUAN PENYUSUNANTINJAUAN PENYUSUNANTINJAUAN PENYUSUNANTINJAUAN PENYUSUNAN
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA
PONTIANAKPONTIANAKPONTIANAKPONTIANAK Secara garis besar ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Pontianak Tahun 2002-2012. Pertama, banyaknya perkembangan spasial
dan aspasial yang tidak lagi terakomodasi dalam RUTRK Pontianak Tahun 1994-2004. Kedua,
perkembangan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai oleh Kota Pontianak dalam beberapa tahun ke
belakang. Ketiga, perlunya pengkajian ulang mengenai kesesuaian penggunaan lahan saat ini. Keempat,
semakin dinamisnya perkembangan pembangunan, baik di dalam wilayah Kota Pontianak sendiri maupun
di tingkat regional, nasional, dan internasional. Perkembangan ini menuntut adanya pengkajian ulang
mengenai peranan Kota Pontianak dalam berbagai posisi yang dimilikinya. Kelima, perlunya mengkaji
kembali kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi Kota Pontianak dalam rangka
mengoptimalkan seluruh sumberdaya yang dipunyai, baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
maupun infrastruktur. Keenam, tinjauan yang lebih mendetail mengenai potensi-potensi yang dimiliki Kota
Pontianak. Keenam tinjauan di atas akan dielaborasi secara kebih mendalam di bawah ini.
2.1. Tinjauan RUTRK Pontianak 1994-2004
Kota Pontianak sudah memiliki arahan spasial, yaitu Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)
Pontianak Tahun 1994-2004. Sesudah berjalan sekitar setengah periode (1994-2000), telah terjadi banyak
deviasi atau penyimpangan antara apa yang tercantum dalam RUTRK Pontianak tersebut dengan
perkembangan yang ada. Di samping penyimpangan tadi, ada pula perkembangan-perkembangan
pembangunan yang belum terakomodasi atau terantisipasi dalam rencana tata ruang yang ada.
Setelah dilakukan evaluasi, beberapa penyimpangan maupun perkembangan yang belum
terantisipasi dalam RUTRK Pontianak Tahun 1994-2004 dapat diringkaskan sebagai berikut :
Bab
2222
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 2
� Adanya penyimpangan dalam pemanfaatan lahan, seperti dimanfaatkannya kawasan hijau
untuk perumahan oleh masyarakat, banyaknya aktivitas sosial dan pendidikan pada kawasan
perdagangan dan jasa, serta tidak berfungsinya terminal induk Gajah Mada.
� Tidak seimbangnya perkembangan antarwilayah kecamatan, dimana perkembangan
Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Selatan jauh lebih pesat dibandingkan
Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan Pontianak Timur.
� Masih belum tertatanya kawasan Kota Pontianak secara baik karena permasalahan
persampahan, terminal kota, pasar tradisional, maupun pengaturan lalu lintas yang juga
belum terselesaikan.
� Masih lambannya perkembangan kegiatan usaha masyarakat golongan ekonomi lemah akibat
kekurangan permodalan, terbatasnya teknologi produksi, rendahnya tingkat penguasaan
teknologi, minimnya kemampuan wirausaha, lemahnya kelembagaan pendukung, dan
berbagai kendala lainnya.
� Didudukkannya Kota Pontianak sebagai pusat Kawasan Andalan POKUSIKARANG (Pontianak,
Kuala Mandor, Siantan, Sungai Kakap, Sungai Raya, dan Sungai Ambawang) maupun sentral
dari Kawasan Metropolitan Pontianak. Fungsi baru ini tentu saja berimplikasi pada perlunya
disusun tata ruang yang lebih luas cakupan wilayahnya.
� Adanya rencana Pemerintah Kota Pontianak untuk melakukan penataan bantaran Sungai
Kapuas dengan sistem water front.
� Belum tergalinya potensi dan peluang sumberdaya alam yang dimiliki, baik untuk
pengembangan kegiatan perekonomian, pariwisata, dan lain-lain.
� Basis data yang bisa dimanfaatkan untuk perencanaan pembangunan Kota Pontianak masih
terbatas.
� Visi, misi, tujuan, strategi, dan program pembangunan Kota Pontianak menghadapi otonomi
daerah dan globalisasi dunia perlu dikaji ulang.
� Sejauhmana kesiapan manajemen pemerintahan, dunia usaha, masyarakat, serta
ketersediaan infrastruktur dan penguasaan teknologi dalam menyongsong otonomi daerah
dan globalisasi abad ke-21 hingga kini belum terumuskan secara jelas.
� Peranan kelembagaan (pemerintah, swasta, masyarakat) dan regulasi (peraturan) dapat
dikatakan belum optimal.
� Berbagai persoalan keruangan (spasial) dan sektoral (aspasial) lainnya yang belum
teridentifikasi hingga saat ini.
2.2. Tinjauan Umum Hasil-hasil Pembangunan Kota Pontianak
2.2.1. Perkembangan Pembangunan Ekonomi
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan pembangunan ekonomi di Kota Pontianak cukup
menggembirakan, meskipun sempat diwarnai oleh krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997. Berikut
ini akan dikemukakan secara singkat kinerja pembangunan ekonomi di Kota Khatulistiwa tersebut.1
1. Pertumbuhan Ekonomi
Seperti halnya di tingkat nasional, pertumbuhan ekonomi Kota Pontianak juga mengalami fluktuasi,
seiring dengan gejolak internal dan eksternal yang menerpa daerah tersebut. Pada tahun 1988 dan
1990 tingkat pertumbuhan ekonomi kota ini sempat mencapai dua digit, tepatnya 12,64% dan
10,41%. Sedangkan pada tahun 1989 hanya 3,43%, bahkan sempat mencapai –1,08% pada tahun
1998 untuk kemudian bangkit kembali menjadi 1,68% pada tahun 1999. Secara keseluruhan, selama
rentang waktu 1988-1999 Kota Pontianak berhasil meraih tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata
7,30% per tahun. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi Kota Pontianak disumbangkan oleh
Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota yang baru dimekarkan dan Kecamatan
Pontianak Selatan, dimana selama periode 1994-1998 pertumbuhan ekonominya rata-rata 7,28% per
tahun untuk Kecamatan Pontianak Barat dan Pontianak Kota dan 6,81% per tahun untuk Kecamatan
Pontianak Selatan. Sedangkan dua kecamatan lainnya baru mampu memberikan kontribusi 5,79%
(Kecamatan Pontianak Utara) dan 4,89% (Kecamatan Pontianak Timur) setiap tahunnya. Besarnya
kontribusi masing-masing kecamatan ini sekaligus menggambarkan bahwa Kota Pontianak mengalami
ketimpangan ekonomi antarwilayah kecamatan. Perekonomian Kecamatan Pontianak Selatan,
Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Barat jauh lebih maju dibandingkan Kecamatan
Pontianak Utara dan Kecamatan Pontianak Timur. Namun demikian, dalam beberapa tahun ke depan,
peluang kota ini untuk meraih tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan lebih merata
antarwilayah masih terbuka lebar.
2. Struktur Perekonomian
Sepanjang kurun waktu 1986-1999, struktur perekonomian Kota Pontianak didominasi oleh sektor
jasa dan sektor perdagangan. Kontribusi kedua sektor ini masing-masing mencapai rata-rata 22,97%
dan 22,35% per tahunnya. Andil sektor transportasi dan komunikasi serta sektor keuangan,
persewaan, dan jasa perusahaan juga relatif besar, yakni 17,46% dan 16,03%. Sementara itu,
sumbangan sektor pertanian adalah sebesar 2,93%, sektor industri 6,43%, sektor listrik dan air
minum 1,58%, dan sektor bangunan 10,24% per tahun. Jika dilihat menurut kecamatan, struktur
1 Ulasan dan data yang lebih mendetail tentang perkembangan perekonomian Kota Pontianak dapat dilihat pada Bab 5 buku Laporan Fakta dan Analisis.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 3
perekonomian Kota Pontianak sangat didominasi oleh Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan
Pontianak Kota, dan Kecamatan Pontianak Selatan. Selama 1993-1998 Kecamatan Pontianak Barat
dan Kecamatan Pontianak Kota menguasai perekonomian Kota Pontianak rata-rata 41,11% per
tahunnya. Sedangkan Kecamatan Pontianak Selatan memberikan kontribusi sebanyak 28,82% per
tahun, lalu diikuti Kecamatan Pontianak Utara 19,56% setahun, dan sumbangan yang paling kecil
berasal dari Kecamatan Pontianak Timur, yakni hanya 10,55% per tahun.
3. Pendapatan per Kapita
Berdasarkan harga berlaku, pendapatan per kapita penduduk Kota Pontianak telah meningkat dari
sekitar Rp 1.110.648 tahun 1986 menjadi Rp 81.40.650 tahun 1999, atau melaju 15,62% per tahun.
Sedangkan menurut harga konstan naik dari Rp 812.640 tahun 1986 (harga konstan 1983) menjadi
Rp 3.996.780 tahun 1999 (harga konstan 1993), yang berarti mencatat pertumbuhan sekitar 4,55%
setahun. Apabila dirinci menurut kecamatan, penduduk yang bermukim di Kecamatan Pontianak Utara
muncul sebagai masyarakat yang paling sejahtera di Kota Pontianak. Pendapatan per kapita
(berdasarkan harga konstan 1993) mereka yang mencapai Rp 3.841 ribu pada tahun 1998, jauh di
atas pendapatan per kapita masyarakat di keempat kecamatan lainnya, yakni Kecamatan Pontianak
Selatan sebesar Rp 555 ribu, Kecamatan Pontianak Timur sebanyak Rp 194,7 ribu, dan Kecamatan
Pontianak Barat senilai Rp 800,3 ribu.(termasuk didalamnya Kecamatan Pontianak Kota)
4. Keuangan Daerah
Selama tahun anggaran 1992/1993-1999/2000, pendapatan asli daerah (PAD) Kota Pontianak
berkembang dari Rp 5.180 juta (1992/1993) menjadi Rp 10.977 juta (1998/1999), lalu berkurang
hingga Rp 10.114 juta (1999/2000), atau melaju rata-rata 11,91% per tahun. Sebagian besar PAD
tahun 1999/2000 ini berasal dari penerimaan pajak daerah, yakni sekitar Rp 7.576 juta atau 74,91%
dari total PAD yang diterima. Kemudian disusul oleh retribusi daerah (22,80%), laba BUMN (0,09%),
dan penerimaan lain-lain (2,20%). Selama periode 1992/93-1999/2000 kinerja PAD Kota Pontianak
menunjukkan kemerosotan. Hal ini dapat dilihat dari tiga indikator berikut. Pertama, kontribusi PAD
terhadap total penerimaan daerah merosot cukup tajam, dari 32,86% menjadi 9,60%. Kedua,
kemampuan PAD membiayai pengeluaran rutin juga cenderung menurun akibat rasio
PAD/Pengeluaran Rutin menurun dari 51,53% menjadi 13,26%. Secara keseluruhan kemampuan PAD
membiayai total pengeluaran (rutin dan pembangunan) Pemerintah Daerah Kota Pontianak merosot
dari 32,94% (1992/93) menjadi 9,87% (1999/2000). Ketiga, tax ratio – perbandingan pajak plus
retribusi terhadap PDRB – yang pada tahun anggaran 1992/93 mencapai sekitar 4,29%, telah pula
menurun menjadi 0,51% pada tahun anggaran 1999/2000.
5. Perdagangan Luar Negeri
Ekspor Kota Pontianak masih didominasi oleh komoditas industri hasil pertanian dan kehutanan,
dimana nilainya meningkat dari US$ 139,09 juta (1996/97) menjadi US$ 153,79 juta (1997/98), atau
melaju sebesar 10,58%. Sebagian besar ekspor melalui Pelabuhan Pontianak tersebut adalah crumb
rubber yang mencapai 80,89% (US$ 112,50 juta) pada tahun 1996/97 dan menurun sedikit menjadi
78,99% (US$ 121,49 juta) pada tahun 1997/98. Sedangkan ekspor berbagai jenis komoditas kayu
olahan (seperti plywood, dowel/moulding, particle board, dan block board) mengalami penurunan
sebesar 1,23%, tepatnya dari US$ 21.458,36 juta pada tahun 1996/97 menjadi US$ 21.195,48 juta
pada tahun 1997/98. Penurunan ini terjadi karena pada tahun 1997/98 tidak adanya ekspor partical
board. Secara keseluruhan, selama periode 1997-1999 ekspor Kota Pontianak mengalami penurunan
dari US$ 691,4 juta menjadi US$ 434,1 juta. Keseluruhan ekspor yang melalui Pelabuhan Pontianak di
atas diperkirakan merupakan 95% dari total ekspor Kalimantan Barat. Sementara itu, impornya
bertambah dari US$ 68 juta (1998) menjadi US$ 110,8 juta (1999). Dengan demikian, neraca
perdagangan luar negeri Kota Pontianak masih memiliki surplus sebesar US$ 323,3 juta pada tahun
1999.
Meskipun memperlihatkan kecenderungan menurun selama periode krisis di atas, dalam beberapa
tahun ke depan, Kota Pontianak masih memiliki peluang yang besar untuk menjadi kota perdagangan
internasional, terutama dalam komoditas hasil pertanian dan kehutanan. Untuk menuju ke sana, maka
Pemerintah Kota Pontianak sudah harus merumuskan visi, misi, tujuan, strategi, dan program
pengembangan sektor perdagangan internasional. Pengembangan sektor dan komoditas unggulan
yang berorientasi ekspor sudah harus ditemukan sejak dini.
6. Investasi
Sampai dengan akhir 1999, rencana penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Kota Pontianak yang
telah direaliasi mencapai Rp 731 miliar dengan jumlah proyek sebanyak 26 unit dan menyerap
sebanyak 9.511 orang tenaga kerja lokal dan 13 orang tenaga kerja asing. Sementara itu, pada tahun
yang sama realisasi penanaman modal asing (PMA) adalah senilai US$ 5 miliar. Investasi untuk t
proyek ini mampu menampung tenaga kerja Indonesia 1.865 orang dan tenaga kerja asing 18 orang.
Bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Kalimantan Barat, realisasi investasi di Kota Pontianak
pada tahun 1999 di atas memang relatif lebih kecil nilainya. Untuk PMDN, investasi terbesar dipegang
oleh Kabupaten Bengkayang dengan nilai Rp 924 miliar, lalu diikuti oleh Kabupaten Ketapang Rp 898
miliar, Kabupaten Sintang Rp 337 miliar, dan Kabupaten Pontianak Rp 108 miliar. Sedangkan PMA
terbanyak diraih oleh Kabupaten Ketapang dengan nilai US$ 42 miliar, kemudian Kabupaten
Bengkayang US$ 31 miliar, Kabupaten Pontianak US$ 29 miliar, dan Kabupaten Sintang sebesar US$
13 miliar.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 4
7. Inflasi
Selama 1992-1998, pergerakan laju inflasi di Kota Pontianak sejalan dengan tingkat inflasi nasional,
yakni berfluktuasi. Jika pada tahun 1992 laju inflasi mencapai 4,93%, maka pada tahun 1994
menanjak hingga 8,38% untuk kemudian menurun menjadi 5,75% tahun 1996. Namun pada tahun-
tahun berikutnya inflasi di kota ini mencapai dua digit, yakni 12,29% pada tahun 1997 dan kemudian
melesat mencapai angka 78,85% tahun 1998.
8. Perbankan
Peranan sektor perbankan di Kota Pontianak dewasa ini cukup besar. Hal tersebut terlihat dari
kontribusinya kepada PDRB yang mencapai 5,18% pada tahun 1999. Kontribusi sebesar ini berasal
dari kinerja 43 buah kantor bank (terdiri dari satu unit kantor Bank Indonesia, 14 unit kantor bank
umum pemerintah, 23 unit kantor bank umum swasta, empat unit kantor bank pembangunan, dan
satu unit kantor bank perkreditan rakyat) yang ada di Kota Pontianak. Akan tetapi, dari ke-43 kantor
bank di atas sebagian besar tersebar di Kecamatan Pontianak Barat (23 buah) dan Kecamatan
Pontianak Selatan (14 buah). Sedangkan jumlah kantor bank di Kecamatan Pontianak Utara masih
sangat terbatas, bahkan tidak satupun kantor bank yang berdiri di Kecamatan Pontianak Timur.
Dari tahun ke tahun jumlah dana (giro, deposito, tabungan) yang berhasil diserap senantiasa
meningkat, tepatnya dari Rp 7.630 miliar (1993) menjadi Rp 14.107 miliar (1996) dan terakhir
mencapai Rp 36.830 miliar (1999). Dengan demikian, selama 1993-1999 dana yang berhasil dihimpun
oleh perbankan di Kota Pontianak mengalami pertumbuhan rata-rata 54,67% per tahun. Khusus untuk
tabungan, dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 3.958 miliar (1993), dan kemudian bertambah
menjadi Rp 3.870 miliar (1996) dan terus meningkat hingga Rp 13.396 miliar (1999), sehingga melaju
sekitar 24,06% setahun. Sedangkan pertumbuhan deposito mencapai 100,86% per tahun (dari Rp
2.220 miliar menjadi Rp 17.893 miliar) dan pertumbuhan giro sebesar 40,23% setiap tahunnya (dari
Rp 1.452 miliar menjadi Rp 5.541 miliar). Sementara itu, dana yang disalurkan dalam bentuk
kredit/pinjaman telah bertambah dari Rp 14.634 juta (1993) menjadi Rp 20.929 juta (1996) dan Rp
23.351 juta (1999), atau mencatat pertumbuhan sebesar 8,51% setahun.
9. Perkembangan Sektor Riil
Di bidang perdagangan, kemajuan yang cukup berarti diraih pula oleh Kota Pontianak. Hingga Maret
2000, jumlah perusahaan dagang yang sudah berbadan hukum meningkat dari 8.789 perusahaan
(1998) menjadi 9.703 perusahaan, tersebar di Kecamatan Pontianak Barat 53,51%, Kecamatan
Pontianak Selatan 35,35%, Kecamatan Pontianak Timur 6,54%, dan Kecamatan Pontianak Utara
4,60%. Dilihat dari skala usahanya, pada tahun 1998 perusahaan dagang berskala besar mencapai
840 perusahaan, menengah 4.025 perusahaan, dan kecil 3.974 perusahaan. Sedangkan perusahaan
dagang yang sudah berstatus TDUP (Tanda Daftar Usaha Perdagangan) mencapai 864 perusahaan
pada Maret 2000. Perdagangan domestik berorientasi lokal maupun regional di atas akan semakin
bertambah jumlahnya bila ditambahkan dengan perusahaan dagang yang belum/tidak berbadan
hukum.
Di bidang industri, jumlah industri besar/sedang telah berjumlah 36 buah (menyerap 3.789 orang
tenaga kerja, menghasilkan nilai produksi Rp 458.817 juta, dan nilai tambah bruto Rp 63.919 juta)
pada tahun 1999. Sedangkan industri kecil dapat dipilah menjadi, pertama, industri hasil pertanian
dan kehutanan sebanyak 1.272 unit (menyerap 14.650 orang tenaga kerja, investasi Rp 178.560 juta,
nilai produksi Rp 532.756 juta, dan nilai ekspor US$ 173,1 ribu). Kedua, industri logam, mesin, dan
kimia berjumlah 475 unit, dengan nilai investasi Rp 13.643 juta, tenaga kerja 2.552 orang, dan nilai
produksi Rp 10.406 juta. Ketiga, industri aneka berjumlah 388 unit (tenaga kerja 1.456 orang,
investasi Rp 4.691 juta, dan produksi Rp 9.094 juta).
Di bidang koperasi, jumlah koperasi bertambah dari 183 buah (1992/93) menjadi 485 buah
(1999/2000), dengan volume usahanya naik dari Rp 7.168 juta (1994/95) menjadi Rp 14.763 juta
(1999/2000) dan jumlah anggota bertambah dari 49.174 orang (1996/97) menjadi 54.411 orang
(1999/2000).
Di sisi lain, di Kota Pontianak terdapat pula 19 BUMN, di antaranya PLN Wilayah V Kalbar, PT Taspen,
PT Telkom, PT Inhutani II, PT Bank Bumi Daya, PT Pos dan Giro, PT Pelabuhan Indonesia II, PT
Hutama Karya, PT Pertamina, PT Daun Buah/Pupuk Kaltim, PT Sucofindo, PT asuransi Jiwasraya, PT
Asuransi Jasa Raharja, PT Indosat, Perum Angkasa Pura, PT BTN, PT Perum Perumnas, Perkebunan
XII, dan PT Askrindo). Sampai dengan tahun 1999, sepuluh dari 19 BUMN tersebut telah membina
sekitar 37 koperasi dan 341 pengusaha kecil dalam bentuk penyaluran bantuan dana masing-masing
senilai Rp 464,5 juta dan Rp 2.264,5 juta.
2.2.2. Perkembangan Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Perkembangan pembangunan kependudukan dan ketenagakerjaan juga memperlihatkan kemajuan
yang cukup berarti, meskipun masih banyak hal yang perlu diantisipasi dalam beberapa tahun ke depan.
Berikut ini akan dikemukakan secara singkat perkembangan beberapa indikator kependudukan dan
ketenagakerjaan di Kota Pontianak. 2
1. Pertumbuhan Penduduk
Sejak tahun 1961 hingga 1999, jumlah penduduk Kota Pontianak terus bertambah, namun tingkat
pertumbuhannya terus menurun. Selama periode 1961-1971, jumlah penduduk naik dari 150.220 jiwa
menjadi 217.555 jiwa, atau tumbuh rata-rata 3,77% per tahun. Sepuluh tahun kemudian (1971-1980)
2 Uraian yang lebih lengkap mengenai perkembangan kependudukan dan ketenagakerjaan dapat disimak pada Bab 4 buku Laporan Fakta dan Analisis.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 5
pertumbuhannya menurun sekitar 3,42% setahun, meskipun jumlah penduduk bertambah menjadi
304.490 jiwa pada tahun 1980. Memasuki periode 1980-1990 pertumbuhan penduduk kembali
merosot cukup tajam menjadi rata-rata 2,68% setiap tahunnya, dimana jumlah penduduk pada tahun
1990 adalah 396.658 jiwa. Sedangkan selama 1990-1999 mengalami pertumbuhan rata-rata 2,32%
per tahun, dengan jumlah penduduk sebanyak 488.800 jiwa pada tahun 1999.
2. Distribusi dan Kepadatan Penduduk
Distribusi penduduk Kota Pontianak tidak tersebar secara merata, baik pada tingkat kecamatan
maupun kelurahan. Dari 473.853 jiwa penduduk Kota Pontianak pada tahun 2000, 21,35% bermukim
di Kecamatan Pontianak Barat, 20,58% di Kecamatan Pontianak Kota, 24,51% berada di Kecamatan
Pontianak Selatan, 20,49% di Kecamatan Pontianak Utara, dan 13,09% di Kecamatan Pontianak
Timur. Sedangkan untuk tingkat kelurahan, lima kelurahan yang berpenduduk terbanyak pada tahun
1999 secara berurutan adalah Kelurahan Parit Tokaya 48.805 jiwa, Kelurahan Sungai Bangkong
44.713 jiwa, Kelurahan Sei Jawi Dalam 43.650 jiwa, Kelurahan Sei Jawi Luar 40.255 jiwa, dan
Kelurahan Bangka Belitung 37.018 jiwa. Sebaliknya, kelurahan-kelurahan yang mempunyai jumlah
penduduk relatif sedikit (di bawah 10.000 jiwa) adalah Kelurahan Parit Mayor 1.790 jiwa, Kelurahan
Saigon 4.260 jiwa, Kelurahan Banjar Serasan 6.012 jiwa, dan Kelurahan Tambelan Sampit 7.006 jiwa.
Kepadatan penduduk tertinggi di Kota Pontianak pada tahun 1999 terdapat di Kecamatan Pontianak
Timur, yaitu sekitar 6.863 jiwa/km2. Kemudian diikuti Kecamatan Pontianak Barat 6.489 jiwa/km2,
Kecamatan Pontianak Selatan 4.055 jiwa/km2, dan Kecamatan Pontianak Utara 2.656 jiwa/km2. Pola
urutan ini tidak sama persis dengan pola pada tahun 1980 dan 1990, dimana pola urutan kepadatan
tertinggi adalah Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Timur, Kecamatan Pontianak
Selatan, dan Kecamatan Pontianak Utara.
Sedangkan untuk tingkat kelurahan, secara berurutan lima kelurahan dengan kepadatan penduduk
tertinggi pada tahun 1999 adalah Kelurahan Tanjung Hilir 34.293 jiwa/km2, Kelurahan Mariana 21.420
jiwa/km2, Kelurahan Benua Melayu Laut 19.261 jiwa/km2, Kelurahan Tambelan Sampit di Kecamatan
Pontianak Timur 17.088 jiwa/km2, dan Kelurahan Tanjung Hulu 14.113 jiwa/km2. Pola urutan ini
hampir mirip dengan yang terjadi pada tahun 1990, bedanya hanya pada urutan kelima yaitu
ditempati oleh Kelurahan Darat Sekip di Kecamatan Pontianak Barat. Sedangkan pada tahun 1980,
pola urutannya adalah Kelurahan Mariana, Benua Melayu Laut, Tanjung Hilir, Darat Sekip, dan
Kelurahan Tengah di Kecamatan Pontianak Barat.
3. Jumlah dan Kepadatan Rumahtangga
Dari 96.532 rumah tangga yang terdapat di Kota Pontianak pada tahun 1998, 42,39% di antaranya
terdapat di Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Kota dengan tingkat kepadatan
1.261 rumah tangga/km2. Sedangkan di ketiga kecamatan lainnya adalah 24,92% di Kecamatan
Pontianak Selatan (819 rumah tangga/km2), 19,33% di Kecamatan Pontianak Utara (501 rumah
tangga/km2), dan 13,36% di Kecamatan Pontianak Timur (1.469 rumah tangga/km2).
Untuk tingkat kelurahan, kelurahan terpadat pada tahun 1998 adalah (secara berurutan) Kelurahan
Tanjung Hilir (7.341 rumah tangga/km2), Kelurahan Mariana (3.962 rumah tangga/km2), Kelurahan
Benua Melayu Laut (3.756 rumah tangga/km2), Kelurahan Tambelan Sampit (3.657 rumah
tangga/km2), dan Kelurahan Tanjung Hulu (3.099 rumah tangga/km2).
4. Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur
Sejak tahun 1971 hingga 1990 penduduk Kota Pontianak masih didominasi oleh penduduk usia anak-
anak (kurang dari 15 tahun), meskipun proporsinya menurun dari 43,91% (1971) menjadi 39,52%
(1980) dan 34,90% (1990). Memasuki tahun 1999 penduduk usia muda (20-39 tahun) mulai
mengambil alih dengan proporsi sebanyak 34,72%. Di samping penduduk usia muda, komposisi
penduduk menurut kelompok umur lainnya juga cenderung meningkat. Penduduk usia remaja (15-19
tahun) meningkat dari 12,47% (1990) menjadi 13,58% (1998), usia dewasa (40-54 tahun) bertambah
dari 12,28% menjadi 14,21%, penduduk usia tua (55-64 tahun) naik dari 3,82% menjadi 4,64%, dan
penduduk usia lanjut usia (65 tahun ke atas) bertambah dari 2,78% menjadi 3,10%. Pengerseran
komposisi penduduk ke arah kelompok umur yang lebih tua di atas menandakan bahwa secara
keseluruhan struktur piramida penduduk Kota Pontianak tengah mengalami pergeseran. Selain itu,
pergeseran seperti ini menunjukkan pula bahwa keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan.
5. Struktur Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Sampai dengan tahun 1997 Kota Pontianak masih didominasi oleh penduduk berpendidikan dasar
(tidak/belum/tamat SD), dimana jumlahnya mencapai 53,13% dari 379.552 orang penduduk berusia
10 tahun ke atas. Dibandingkan tahun 1990, persentase penduduk berpendidikan rendah ini telah
mengalami penurunan yang cukup berarti karena pada tahun tersebut proporsinya masih sekitar
62,25%. Sementara itu, penduduk berpendidikan menengah (SLTP dan SLTA) mencatat peningkatan
dari 34,64% menjadi 42,73% dan penduduk berpendidikan tinggi (akademi/institut/universitas)
bertambah dari 3,34% menjadi 4,13% selama kurun waktu yang sama. Pergeseran struktur ke arah
tingkat pendidikan penduduk yang lebih tinggi di atas memperlihatkan bahwa kualitas sumberdaya
manusia Kota Pontianak tengah menuju peningkatan. Namun demikian, untuk mengantisipasi
kedudukan Kota Pontianak sebagai kota internasional, maka kualitas sumberdaya manusianya masih
harus lebih ditingkatkan lagi.
6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) – yang diindikasikan dengan persentase angkatan kerja
terhadap total jumlah penduduk berusia sepuluh tahun ke atas – meningkat dari 35,91% (79.364
orang) tahun 1980 menjadi 51,80% (209.648 orang) tahun 1999. Sementara itu, jumlah angkatan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 6
kerja yang mencari pekerjaan (tingkat pengangguran) melesat dari 3,91% (1980) menjadi 14,83%
(1999). Mengingat semakin meningkatnya TPAK, maka pada tahun-tahun mendatang pemerintah
harus mampu menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya di berbagai sektor ekonomi. Selain
untuk menampung angkatan kerja baru, kebijakan perluasan kesempatan kerja tersebut bertujuan
pula menekan tingkat pengangguran di Kota Pontianak yang saat ini relatif tinggi.
7. Distribusi Pekerja Menurut Sektor Ekonomi
Pada tahun 1999, angkatan kerja di Kota Pontianak sebagian besar bekerja di sektor perdagangan,
hotel, dan restoran, dimana jumlahnya mencapai 61.632 orang atau 34,52% dari total pekerja yang
berjumlah 178.557 orang. Urutan berikutnya ditempati oleh sektor jasa sebanyak 43.559 orang
(24,40%), sektor industri 22.753 orang (12,74%), seerta sektor angkutan dan komunikasi 19.074
orang (10,68%). Sedangkan persentase jumlah pekerja di lima sektor lainnya masih di bawah sepuluh
persen, tepatnya 9,45% (16.877 orang) di sektor bangunan, 5,39% (9.626 orang) di sektor pertanian,
1,75% (3.125 orang) di sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, 0,92% (1.643 orang) di
sektor listrik dan air minum, serta 0,15% (268 orang) di sektor pertambangan.
2.2.3. Transportasi Regional
Kota Pontianak sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), mempunyai peran yang sangat penting
dalam sistem transportasi regional, di antaranya :
� Menjadi pintu gerbang ke negara-negara ASEAN, baik melalui darat (ke Serawak), laut (ke
arah Laut Cina Selatan), maupun udara (ke ASEAN, Hongkong, Taiwan dan Jepang).
� Sebagai simpul transportasi nasional yang sangat penting baik darat, laut, maupun udara
serta berinteraksi dengan propinsi-propinsi lain di Kalimantan, Jawa, Sumatera, Kepulauan
Riau, dan Natuna.
� Dalam lingkup wilayah Provinsi Kalimantan Barat, kedudukan Kota Pontianak merupakan
pusat pelayanan Orde I, dengan subpusat pelayanannya adalah Singkawang, Sanggau,
Sintang, dan Ketapang.
Dalam sistem transportasi regional, keterkaitan Kota Pontianak dapat diuraikan secara singkat
sebagai berikut.
1. Transportasi Darat
Jaringan jalan yang dikembangkan dari Kota Pontianak ke wilayah-wilayah yang dilayaninya dapat
dibagi atas tiga arah, yaitu :
� Arah Utara, dari Pontianak, Mempawah, Singkawang, sampai perbatasan Serawak
� Arah Timur, dari Pontianak, Sosok, Ngabang, Sanggau, Sintang, sampai Putusibau
� Arah Selatan, dari Pontianak, Rasau Jaya, Telok Melano, Ketapang
Selain itu juga ada poros jalan di Kalimantan Barat yang tidak melalui Kota Pontianak, yaitu jalan yang
menghubungkan wilayah selatan (Ketapang) ke utara (Entikong) yang langsung menyatu dengan
jalan di Serawak.
Jalur-jalur transportasi yang dikembangkan sampai saat ini :
� Pontianak – Tayan – Aur Kuning – Nanga; Tayap – Nanga; Kudangan – Palangkaraya.
� Pontianak – Tayan – Sosok – Balai Karangan – Entikong – Perbatasan Serawak – Kuching.
� Pontianak – Menpawah – Singkawang.
� Pontianak – Tayan – Sosok – Sanggau – Sintang.
� Pontianak – Rasau Jaya – Telok Melano – Sukadana – Ketapang.
Secara umum jalur-jalur darat yang akan dikembangkan menuju Kota Pontianak sebagai Kota
Internasional meliputi :
� Jalan Trans Kalimantan poros selatan.
� Jalan Trans Kalimantan poros tengah.
� Jalan penghubung poros perbatasan Entikong (Utara) ke selatan (Ketapang).
� Jalan sepanjang perbatasan Serawak – Kalimantan Barat.
� Jalan poros utara – selatan menuju perbatasan (Jagoibabang).
2. Transportasi Laut/Sungai
Transportasi sungai pedalaman yang dapat dilayari dari Pontianak melalui Sungai Kapuas adalah
sampai Sintang, sedangkan melalui laut sampai Ketapang dan Kendangan. Dalam RTRWN, Pelabuhan
Pontianak dikembangkan sebagai Pelabuhan Utama Tersier, didukung oleh dua pelabuhan
pengumpan lokal di Ketapang dan Kendawangan, serta Pemangkat.
Dari data pada Tabel 2.1 terlihat orientasi terbesar masih ke wilayah Jawa (Tanjung Priuk, Tanjung
Emas, Tanjung Perak), Sumatera (Sibolga), provinsi-provinsi di Kalimantan lainnya, dan Sulawesi.
Arus penumpang ke luar negeri melalui laut relatif masih kecil, terutama tujuan Singapura, Malaysia,
Hongkong, dan Taiwan.
Jaringan transportasi laut yang dikembangkan menuju Kota Internasional adalah :
� Jalur pelayaran internasional langsung ke Batam, Singapura, Malaysia, Taiwan, Hongkong,
Jepang, dan Korea serta Cina dan India.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 7
� Jalur pelayaran antarpulau ke Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
� Jalur lokal pengumpan : Ketapang, Kendawangan, dan Pemangkat.
Tabel 2.1. Data Tujuan Penumpang Angkutan Laut/Sungai Asal Pontianak, 1997
Tujuan Jumlah Penumpang (orang)
Tanjung Priok 143.273
Tanjung Emas 72.861
Sibolga 60.738
Ketapang (Jawa Timur) 31.399
Cirebon 20.413
Tanjung Perak 16.174
Batulicin 9.176
Ketapang (Kalimantan Barat) 7.620
Kumai (Kalimantan Tengah) 4.139
Teluk Bayur 2.609
Makasar 1.414
Luar negeri 2.346 Sumber : Penelitian Asal-Tujuan Transportasi Nasional, ITB, 1997.
3. Transportasi Udara
Bandara yang ada di Kalimantan Barat terdiri dari Bandara Supadio (Kabupaten Pontianak), Bandara
Rahadi Usman (Kabupaten Ketapang) dan Bandara Susilo (Kabupaten Sintang). Tujuan yang dilayani
oleh bandara-bandara ini dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Transportasi udara dilayani oleh Bandara Supadio yang berfungsi sebagai Bandara Kelas Dua. Tujuan
perjalanan dari Bandara Supadio terbesar adalah ke Jakarta, kemudian Batam, Ketapang, Pangkalan
Bun, Pekanbaru, Semarang, Surabaya, Yogyakarta. Sedangkan dari Bandara Sintang dan Ketapang
orientasinya masih menuju Bandara Supadio.
Untuk menuju Kota Internasional, jaringan transportasi udara yang perlu dikembangkan adalah :
� Membuka jalur penerbangan internasional ke Kuching (Serawak), Bandar Sri Begawan, Sabah,
Kuala Lumpur, dan Singapura.
� Meningkatkan penerbangan dalam negeri menuju wilayah Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
� Mengembangkan Bandara Sintang dan Ketapang untuk mendukung Bandara Supadio.
2.2.4. Transportasi Kota
Pontianak merupakan kota yang terletak di percabangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Kedua
sungai ini membagi Kota Pontianak menjadi tiga bagian, yaitu di belahan utara terletak Kecamatan
Pontianak Utara, di sebelah selatan terdapat Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak
Selatan, serta di bagian timur berdiri Kecamatan Pontianak Timur. Perkembangan fisik, kegiatan ekonomi,
maupun permukiman ke arah sungai hingga kini masih cukup dominan, sehingga pada akhirnya
menimbulkan persoalan tersendiri, seperti masalah kepadatan kegiatan, kebutuhan fasilitas, serta
kemacetan lalu lintas.
Tabel 2.2.
Asal Tujuan Arus Penumpang Udara, 1997
Bandara Asal Daerah Tujuan Jumlah Penumpang (orang)
Supadio (Kabupaten Pontianak) Sabang 61
Medan 1.809
Padang 524
Batam 6.107
Pekanbaru 2.988
Jambi 54
Palembang 883
Jakarta Sukarno-Hatta 120.333
Jakarta Halim Perdanakusumah 386
Bandung 771
Solo 843
Semarang 1.589
Yogyakarta 1.130
Surabaya 1.576
Denpasar 314
Ketapang 6.114
Putusibau 457
Sintang 721
Kuala Pembuang 386
Pangkalan Bun 3.408
Palangka Raya 100
Banjarmasin 399
Balikpapan Sepinggan 497
Balikpapan Senipah 858
Tarakan 61
Ujung Pandang 578
Ambon 267
Ternate 95 Sumber : Penelitian Asal-Tujuan Transportasi Nasional, ITB, 1997.
Khusus untuk permasalahan transportasi di dalam Kota Pontianak dewasa ini, secara garis besar
dapat diuraikan situasinya sebagai berikut. 3
1. Transportasi Darat
Kemacetan lalu lintas yang cukup parah terjadi di pusat kota dan sekitar jembatan Kapuas dan
Landak. Kemacetan ini di antaranya dipicu oleh permasalahan perparkiran, pengaturan persimpangan,
3 Ulasan dan data yang lebih mendalam tentang situasi transportasi di Kota Pontianak dapat dilihat pada Bab 7 buku Laporan Fakta dan Analisis.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 8
dan marka jalan. Selain itu, banyak prasarana jalan yang seharusnya mendukung tumbuhnya
kawasan counter magnet di pinggiran kota belum baik kondisinya, sehingga semua kegiatan ekonomi
masih terkonsentrasi di pusat kota. Secara singkat, permasalahan transportasi darat yang dihadapi
Kota Pontianak saat ini dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Permasalahan Transportasi Darat di Kota Pontianak
Aspek Kondisi Saat Ini Permasalahan
Volume lalu lintas dan kapasitas jalan
Rasio volume-kapasitas jalan di pusat kota sudah cukup besar dan perlu pelebaran pada ruas-ruas tertentu.
Pembebasan tanah untuk pelebaran jalan kota.
Sarana drainase dan parit kota.
Karakteristik lalu lintas
Terdiri dari motor 66,11%, kendaraan berat 0,09%, kendaraan umum 19,37%, kendaraan pribadi 11,13%, dan kendaraan tidak bermotor 3,30%.
Kurangnya kendaraan berat karena kondisi fisik jalan memang tidak memungkinkan.
Kondisi fisik jalan
Didominasi oleh jalan aspal. Kapasitas dan geometri jalan tidak layak untuk kendaraan berat.
Hirarki jalan Pembagian hirarki jalan belum teratur dan belum jelas.
Masih ada jalan arteri primer yang melintas di tengah kota.
Persimpangan Terdapat beberapa persimpangan di pusat kota yang menyebabkan antrian dan kemacetan.
Rambu lalu lintas, marka jalan, dan geometri persimpangan masih kurang.
Transportasi publik
Masih didominasi oleh angkutan kota jenis oplet.
Terjadi kemacetan di terminal-terminal angkutan kota dekat pasar.
Terminal Terdapat terminal antarpropinsi dan antarkota, terminal pusat kota, dan subterminal.
Terminal antarnegara di Kecamatan Pontianak Utara belum berfungsi.
Terminal antarkota dan antarpropinsi di Kecamatan Pontianak Timur menuju ke Trans-Kalimantan belum berfungsi.
Parkir Kurangnya lahan parkir di pusat kota. Kemacetan di dalam kota diakibatkan oleh minimnya lahan parkir, dominannya angkutan kota, serta cukup banyaknya kendaraan tak bermotor (seperti becak).
Sumber : Hasil Analisis, 2000.
2. Transportasi Sungai
Transportasi sungai di Kota Pontianak cukup mendominasi kegiatan perdagangan dan industri.
Pelabuhan Seng Hie yang berada di pusat kota sudah dibongkar, sedangkan Pelabuhan Pontianak
masih berfungsi dengan baik. Melihat perkembangan arus barang, terutama kontainer, dimana
utilitasnya sudah melebihi 60%, Pelabuhan Pontianak memerlukan perluasan dan rencana
pengembangan di masa datang. Lokasi yang ada saat ini, yang berada di tengah kota, sangat tidak
memungkinkan untuk pengembangan, sehingga perlu dicari lokasi lain ke pinggiran kota. Secara
umum, permasalahan transportasi sungai yang dihadapi Kota Pontianak dapat diperhatikan pada
Tabel 2.4.
3. Transportasi Udara
Pelayanan jasa transportasi udara bagi penduduk Kota Pontianak dilakukan melalui Bandara Supadio
yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Pontianak. Sampai saat ini hubungan darat antara Kota
Pontianak dan Bandara Supadio cukup lancar. Pada masa-masa mendatang, harus ada kerjasama
antarpemerintah daerah (misalnya melalui Pokusikarang) untuk menjaga ruas jalan Bandara Supadio-
Kota Pontianak tetap lancar tanpa gangguan aktivitas pemukiman, perdagangan, maupun kegiatan
lainnya.
Tabel 2.4. Permasalahan Transportasi Sungai di Kota Pontianak
Aspek Kondisi Saat Ini Permasalahan
Alur pelayaran
Cukup dalam sampai ke pedalaman Sungai Kapuas dan Sungai Landak.
Sedimentasi cukup tinggi.
Angkutan penumpang
Tersedia angkutan kapal cepat ke Jakarta dan Ketapang, serta angkutan pedalaman lainnya seperti bandung.
Kapasitas terminal penumpang kapal masih terbatas.
Angkutan barang
Sudah melayani angkutan mulai dari general cargo, curah, sampai peti kemas.
Peningkatan pelayanan dan produktivitas sangat diperlukan.
Pelayaran lokal
Angkutan antardermaga terdapat di tepi Sungai Kapuas di dalam kota.
Perlunya pengaturan dermaga-dermaga milik swasta.
Pelayaran pedalaman
Berfungsi untuk pengangkutan hasil bumi penduduk pedalaman.
Perlu pengaturan sandar kapal.
Pelayaran nusantara
Pelayaran ke Pulau Jawa, terutama Pelabuhan Tanjung Priok.
Kurangnya fasilitas pelayanan angkutan laut akibat volume yang makin meningkat.
Pelayaran samudra
Sudah mulai menggunakan sistem angkutan kontainer.
Kurangnya fasilitas pelayanan peti kemas yang semakin meningkat.
Pelabuhan Pelabuhan umum dikelola oleh PT Pelindo II Cabang Pontianak.
Keterbatasan areal pelabuhan serta kapasitas jalan yang kurang mendukung.
Sumber : Hasil Analisis , 2000.
2.2.5. Arah Perkembangan Fisik
Arah perkembangan fisik di Kota Pontianak dapat ditelusuri melalui distribusi kawasan terbangun.
Kawasan terbangun itu sendiri merupakan wujud dari perkembangan permukiman dan berbagai kegiatan
perekonomian penduduk. Selama ini perkembangan kawasan terbangun lebih banyak mengarah ke
Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Selatan dibandingkan dengan Kecamatan Pontianak
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 9
Utara dan Kecamatan Pontianak Timur, walaupun ketersediaan lahan nonterbangun di Kecamatan
Pontianak Utara masih jauh lebih luas dibandingkan kedua kecamatan tadi.
Berikut ini dapat diuraikan secara ringkas arah perkembangan fisik di Kota Pontianak berdasarkan
beberapa bentuk kegiatan dan lokasinya :
� Kegiatan perdagangan (berupa pertokoan, ruko, pasar) pada awalnya terkonsentarsi di
kawasan pusat kota, tetapi kemudian mulai menyebar ke wilayah Kecamatan Pontianak Barat
dan Kecamatan Pontianak Selatan mengikuti jaringan jalan utama.
� Kegiatan pemerintahan (berupa gedung-gedung pemerintahan, dari kantor kelurahan hingga
kantor walikota dan kantor gubernur) sebagian besar terkonsentrasi di Kecamatan Pontianak
Selatan (di sepanjang Jalan Ahmad Yani dan Jalan Letjen Sutoyo).
� Kegiatan industri dan pergudangan (berupa pabrik dan gudang) cenderung berlokasi di
sepanjang pinggiran sungai, baik Sungai Kapuas maupun Sungai Landak.
� Kegiatan pariwisata berlokasi di Kecamatan Pontianak Timur (berupa mesjid Jami’ dan
Keraton Kadriah di sekitar Kampung Beting) dan Kecamatan Pontianak Utara (berupa Tugu
Khatulistiwa dan Makam Kesultanan Pontianak). Kegiatan pariwisata yang berlangsung hingga
saat ini tidak memperlihatkan kecenderungan perkembangan fisik yang tinggi.
� Kegiatan permukiman, walaupun perkembangannya ada di setiap kecamatan, namun
konsentrasi yang tinggi terdapat di Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota,
Kecamatan Pontianak Selatan, dan di sebagian Kecamatan Pontianak Timur.
� Kegiatan sosial (berupa gedung-gedung sekolah, balai pengobatan, rumah sakit, mesjid,
gereja, vihara, pura, dan lain-lain) menyebar di seluruh kecamatan, seperti fasilitas pendidikan
(kecuali untuk tingkat perguruan tinggi yang terkonsentrasi di Kecamatan Pontianak Selatan),
fasilitas kesehatan (kecuali untuk tingkat rumah sakit yang berlokasi di Kecamatan Pontianak
Selatan), dan fasiltas peribadatan.
Mengingat bahwa perkembangan fisik merupakan wujud dari pertumbuhan penduduk dan
kegiatan ekonomi, sedangkan perkembangan kegiatan perkonomian serta lokasi yang dipilih penduduk
untuk tempat tinggal dan berusaha itu sendiri dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur dan terjaminnya
keamanan, maka arah perkembangan fisik seperti di atas besar kemungkinan disebabkan oleh :
� Masih relatif lebih sedikitnya infrastruktur di Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan
Pontianak Timur dibandingkan Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan
Kecamatan Pontianak Selatan.
� Relatif lebih sedikitnya konsentrasi kegiatan perekonomian di Kecamatan Pontianak Utara dan
Kecamatan Pontianak Timur dibandingkan Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak
Kota dan Kecamatan Pontianak Selatan.
� Kurang terjaminnya keamanan di Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan Pontianak
Timur dibandingkan Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan
Pontianak Selatan.
Bila dirinci lagi untuk setiap kecamatan, pada umumnya perkembangan fisik cenderung mengarah
pada lokasi yang memiliki aksesibilitas tinggi serta kemudahan memperoleh air dan membuang limbah,
sehingga perkembangan fisik tersebut tampak lebih pesat pada lokasi-lokasi di pinggir dan sekitar jaringan
jalan, sungai, dan parit. Dalam hal ini dapat diperkirakan kondisi yang akan terjadi di masa datang dengan
melihat kemungkinan dari dua buah skenario sebagai berikut :
a. Skenario pertama, arah perkembangan fisik dibiarkan berlangsung seperti kecenderungan
selama ini tanpa adanya intervensi pemerintah. Perkembangan fisik di Kecamatan Pontianak Barat,
Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Selatan akan terus berkembang pesat.
Perbedaannya dengan Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan Pontianak Timur akan makin
mencolok. Seiring dengan berjalannya waktu, pada suatu saat ketersediaan lahan nonterbangun di
Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Selatan akan
tidak mampu lagi menampung perkembangan fisik kota. Barulah kemudian perkembangan fisik
akan mulai mengarah ke Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan Pontianak Timur. Akan
tetapi, dengan perkembangan seperti ini dikhawatirkan akan terjadi beberapa dampak negatif,
misalnya :
� Semakin tajamnya kesenjangan antarkecamatan (yang juga mencerminkan kesenjangan
ekonomi) yang pada gilirannya bisa berdampak pada kerawanan sosial
� Terjadinya penurunan kualitas lingkungan di Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan
Pontianak Kota dan Pontianak Selatan karena terlalu beratnya beban terhadap daya dukung
lingkungan
� Menurunnya kualitas lingkungan perairan (sungai), yang akan berdampak pada memburuknya
kondisi kesehatan masyarakat (mengingat air Sungai Kapuas merupakan sumber air minum
mereka), menurunnya kapasitas Sungai Kapuas untuk dilayari (karena pengaruh sedimentasi
dan beban limbah berbagai kegiatan di sekitarnya), dan menurunnya daya tarik Pontianak
sebagai daerah wisata
b. Skenario kedua, arah perkembangan fisik diarahkan secara proporsional sesuai dengan potensi
dan kendala wilayahnya. Dengan berbagai pertimbangan, yakni (1) masih luasnya area
nonterbangun di Kecamatan Pontianak Utara, (2) potensi yang belum dikembangkan secara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 10
optimal di Kecamatan Pontianak Utara (potensi wisata dengan memanfaatkan keunikan lokasi yang
dilalui garis khatulistiwa) dan Pontianak Timur (potensi wisata budaya), serta (3) untuk lebih
memeratakan perkembangan wilayah (dalam rangka menangani kesenjangan yang ada dan lebih
mengoptimalkan potensi di seluruh wilayah), maka perkembangan fisik diarahkan menyebar secara
lebih merata. Skenario ini tidak berarti bahwa perkembangan fisik di Kecamatan Pontianak Barat,
Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Selatan dihentikan dan hanya
mengembangkan ke arah Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan Pontianak Timur. Dikelima
kecamatan tersebut tetap berlangsung perkembangan fisik, namun tingkat intensitas dan
perkembangannya lebih dominan di Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan Pontianak Timur.
Perkembangan fisik juga diarahkan untuk tidak mengganggu kelestarian fungsi ekosistem. Dengan
begitu keberadaan dan fungsi hutan (seperti yang ada di Kecamatan Pontianak Utara sebelah utara),
sempadan sungai, dan hutan bakau perlu dilindungi. Dalam hal ini tentu saja diperlukan adanya intervensi
pihak pemerintah, melalui penciptaan lapangan kerja serta peningkatan infrastruktur dan keamanan di
Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan Pontianak Timur. Untuk upaya ini, diperlukan terjalinnya
kerjasama yang baik antara pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat.
2.2.6. Arah Perkembangan Permukiman
Sudah menjadi karakteristik yang umum jika penduduk memilih lokasi bermukim pada wilayah-
wilayah yang memiliki aksesibilitas tinggi ke tempat kerja dan pusat pelayanan (fasilitas umum dan fasilitas
sosial), kemudahan memperoleh air bersih, kelengkapan infrastruktur, dan faktor keamanan. Selain itu,
dengan latar belakang historisnya, masyarakat Kota Pontianak seperti memiliki “jiwa” yang sudah menyatu
dengan sungai. Kegiatan dan kehidupan kesehariannya sulit dipisahkan dengan sungai. Jadi tidaklah
mengherankan jika selama ini perkembangan permukiman di Kota Pontianak cenderung lebih mengarah
pada wilayah-wilayah di pinggiran dan sekitar sungai, jaringan jalan, parit, dan dekat pusat-pusat kegiatan.
Bila dilihat perbandingannya untuk setiap kecamatan, tampak bahwa perkembangan permukiman ini lebih
terkonsentrasi di Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak
Selatan, serta beberapa kelurahan (Kelurahan Tanjung Hilir, Dalem Bugis, dan Tambelan Sampit) di
Kecamatan Pontianak Timur, khususnya di sekitar Masjid Jami dan Keraton Kadriah yang merupakan cikal
bakal Kota Pontianak.
Permukiman yang dibangun secara pribadi oleh penduduk berpendapatan rendah cenderung
berkembang di sekitar dan pinggiran sungai dan parit. Umumnya permukiman tersebut kurang baik
penataannya dan prasarana permukiman yang dimiliki pun kurang memadai, sebagaimana terdapat di
sebagian Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota, Kecamatan Pontianak Timur, Kecamatan
Pontianak Utara, dan sebagian kecil Kecamatan Pontianak Selatan (yang berlokasi di pinggiran Sungai
Kapuas Kecil). Kawasan permukiman di Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan
Pontianak Timur umumnya memiliki kepadatan bangunan yang lebih tinggi dibandingkan Kecamatan
Pontianak Utara.
Sebaliknya, permukiman yang dibangun secara pribadi oleh penduduk berpendapatan menengah
ke atas dan perusahaan pengembang dapat tertata dengan baik serta dilengkapi dengan prasarana
permukiman yang memadai. Kawasan permukiman seperti ini berlokasi di sebagian besar Kecamatan
Pontianak Selatan, sebagian Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota, Pontianak Timur, dan sebagian
kecil Pontianak Utara. Beberapa kompleks perumahan (yang dibangun oleh developer) tampak mulai
dikembangkan ke arah Kecamatan Pontianak Timur bagian timur.
Orientasi bangunan yang tidak menghadap ke sungai (bagian muka rumah tidak menghadap ke
sungai tapi malah membelakangi, dengan bangunan untuk MCK yang berbatasan langsung dan merupakan
pemandangan langsung dari arah sungai) dinilai merupakan salah satu faktor awal (dari sudut penataan
bangunan) yang menyebabkan terjadinya kekumuhan. Faktor lain yang berpengaruh adalah kebiasaan
penduduk yang karena keterbatasan pengetahuan (tentang kesehatan, pentingnya fungsi kelestarian
ekosistem sungai) dan kemampuan ekonominya, sehingga masih membuang sampah dan limbahnya ke
badan sungai maupun parit.
2.2.7. Perkembangan Pembangunan Prasarana dan Sarana
Perkembangan pembangunan prasarana dan sarana di Kota Pontianak dapat dikemukakan secara
singkat di bawah ini.4
1. Listrik
Pelayanan jasa listrik untuk umum di Kota Pontianak dikelola oleh PT (Persero) Perusahaan Listrik
Negara (PLN) Cabang Pontianak. PT PLN telah melayani kebutuhan permintaan listrik hampir ke
seluruh pelosok kota. Selama 1991-1999 :
� Kapasitas produksi rata-rata meningkat sekitar 8,83% per tahun (dari 20.026 ribu Kwh
menjadi 35.943 ribu Kwh).
� Kapasitas produksi terpasang naik 8,66% per tahun (dari 81.350 Kw menjadi 144.740 Kw).
� Jumlah pelanggan bertambah 12,60% per tahun (dari 62.386 menjadi 133.110 pelanggan),
dimana sebagian besar berasal dari golongan rumah tangga (rata-rata 90,81% per tahun),
lalu diikuti oleh kelompok usaha 6,65%, kelompok publik dan umum 2,27%, dan kelompok
industri sekitar 0,27%.
� Produksi yang terjual melaju 9,52% per tahun (dari 14.594 Kwh menjadi 27.104 Kwh).
4 Ulasan dan data yang lebih mendetail tentang perkembangan pembangunan prasarana dan sarana di Kota Pontianak dapat dilihat pada Bab 8 buku Laporan Fakta dan Analisis.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 11
� Nilai jual produksi tumbuh 26,64% per tahun (dari Rp 1.866 juta menjadi 6.340 juta).
Dalam beberapa tahun ke depan, permintaan energi listrik – terutama dari golongan industri dan
kelompok usaha – di Kota Pontianak diestimasi akan terus meningkat, seiring dengan perkembangan
jumlah penduduk maupun proses pemulihan, stabilisasi, dan percepatan pembangunan ekonomi.
Untuk mengantisipasi kecenderungan peningkatan permintaan tersebut, PT PLN Cabang Pontianak
sudah harus meningkatkan kapasitas terpasang dan kapasitas produksinya.
2. Telepon
Selama 1997-September 1999, jumlah sambungan telepon otomat yang sudah terpasang di seluruh
wilayah Kota Pontianak meningkat 4,31% per tahun, yakni dari 34.981 SST menjadi 39.500 SST. Pada
saat yang sama, pemakaian saluran telepon selular oleh masyarakat juga meningkat dari tahun ke
tahun. Sebagian besar pelanggan telepon di Kota Pontianak berasal dari kelompok residensial dan
instansi pemerintah, dimana sepanjang kurun waktu 1997-September 1999 komposisinya mencapai
rata-rata 76,83%. Posisi berikutnya ditempati oleh kelompok bisnis sebanyak 22,67% dan kelompok
sosial baru sekitar 0,60%.
Seperti halnya listrik, permintaan terhadap jasa telepon di Kota Pontianak dalam beberapa tahun ke
muka diestimasi juga akan semakin meningkat. Namun perlu diperhatikan, bahwa dengan semakin
banyaknya penambahan fasilitas sambungan telepon otomat dan saluran telepon selular, ada baiknya
pengembangan sarana dan prasarana telepon pada tahun-tahun mendatang dilakukan secara
terpadu, sehingga pemanfaatan ruang menjadi lebih efisien.
3. Air Bersih
Dalam memenuhi kebutuhan akan air, sebagian masyarakat telah menggunakan air bersih hasil
produksi PDAM dan sebagian lainnya memanfaatkan air Sungai Kapuas dan Sungai Landak serta air
hujan yang ditampung. PDAM sendiri juga memanfaatkan air Sungai Kapuas sebagai air baku untuk
diolah menjadi air bersih. Saat ini PDAM telah memiliki tujuh buah reservoir berkapasitas 4.300 m3.
Sepanjang periode 1990-1999 :
� Produksi air bersih yang disalurkan PDAM Kota Pontianak meningkat sekitar 18,35% per
tahun, tepatnya dari 4.815.655 m3 menjadi 13.653.910 m3.
� Jumlah pelanggan air bersih bertambah sekitar 14,70% per tahun (dari 17.168 menjadi
42.407 pelanggan), dimana pelanggan terbanyak berasal dari golongan rumah tangga
(38.330 sambungan pada tahun 1999).
� Nilai penjualan air bersih naik sekitar 61,59% per tahun (dari Rp 2,2 miliar menjadi Rp 15,8
miliar), sedangkan nilai tambah yang dihasilkan tumbuh sebesar 85,00% setahun (dari Rp 1,4
miliar menjadi Rp 13,3 miliar).
Permintaan air bersih diperkirakan akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Karena itu
kualitas air Sungai Kapuas harus terus dijaga supaya jangan tercemar oleh buangan limbah berbagai
jenis kegiatan industri.
4. Drainase dan Limbah Cair
Keberadaan sungai-sungai dan parit-parit di Kota Pontianak hingga kini masih berfungsi ganda, yakni
sebagai saluran drainase dan sekaligus saluran pembuangan limbah cair. Namun demikian,
pengembangan drainase dan pembuangan limbah cair menghadapi kendala karena cukup banyak
parit yang mengalami penyusutan, baik lebar maupun kedalamannya. Selain itu, di atas parit-parit
tersebut sudah sangat banyak didirikan jembatan penyeberangan, baik jembatan yang terbuat dari
kayu maupun beton. Sesuai dengan fungsinya, maka hirarki saluran drainase dan saluran
pembuangan limbah cair di Kota Pontianak dapat dikelompokkan menjadi :
� Saluran primer, yaitu saluran yang langsung bermuara ke Sungai Kapuas, terdiri dari Sungai
Jawi, Sungai Nipah Kuning, Sungai Raya, Parit Besar, Parit Tokaya, Parit Bansir, Parit Bangka
Belitung, dan Parit Haji Husin. Adapun panjang saluran primer di Kota Pontianak mencapai
35.977 meter dengan lebar berkisar 2-15 meter.
� Saluran sekunder adalah saluran-saluran yang bermuara ke saluran primer, terdiri dari parit-
parit di Jalan Gajah Mada, Jalan Alianyang, Jalan Ssultan Abdurrahman, Jalan Ahmad yani,
Jalan Merdeka, dan Jalan Komodor Yos Sudarso. Panjang saluran sekunder ini mencapai
14.957 meter dengan lebar berkisar 1-10 meter.
� Saluran tersier merupakan saluran-saluran yang berskala pelayanan lokal dan bermuara ke
saluran sekunder. Saluran ini menyebar ke seluruh wilayah dengan panjangnya diperkirakan
38.196 meter dan lebar 0,5-1,0 meter.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 12
6. Limbah Padat
Pada tahun 1993 volume sampah di Kota Pontianak telah mencapai 1.379,299 m3. Sebagian besar
(979.119 m3 atau 70,99%) sampah tersebut bersumber dari permukiman/domestik. Sumber penghasil
sampah terbesar kedua dan ketiga secara berurutan adalah dari pertokoan/komersil (259.050 m3 atau
18,78%) dan pasar (121.850 m3 atau 8,83%). Ketiga kegiatan ini merupakan sumber penghasil
sampah dengan volume yang cukup mencolok dibandingkan kegiatan-kegiatan lainnya, seperti
perkantoran, sampah dari jalan, industri, dan lainnya.
Fasilitas pembuangan sampah di Kota Pontianak terdiri dari satu unit TPA (tempat pembuangan
sampah akhir) di Kecamatan Pontianak Utara (daya tampung 146.842,5 m3), 162 unit TPS (tempat
pembuangan sampah sementara) yang tersebar di setiap kecamatan (daya tampung 972 m3), dan
lima unit transfer depo di Kecamatan Pontianak Selatan, Kecamatan Pontianak Barat, dan Kecamatan
Pontianak Utara (daya tampung sebesar 931 m3).
7. Fasilitas Kesehatan
Hingga tahun 1999 Kota Pontianak telah memiliki tiga buah rumah sakit umum (RSU) status satu
buah milik pemerintah dan dua buah lagi kepunyaan swasta, dengan kapasitas tempat tidur 563 buah.
Selain itu terdapat pula satu buah rumah sakit spesialis (120 tempat tidur), satu buah rumah sakit
bersalin (56 tempat tidur), tujuh buah klinik bersalin (70 tempat tidur), dan 44 puskesmas (terdiri dari
22 puskesmas, 12 puskesmas pembantu, dan 10 puskesmas keliling). Kecuali puskesmas, jenis
pelayanan kesehatan lainnya tidak terdistribusi secara merata di antara keempat kecamatan yang ada
di Kota Pontianak.
8. Fasilitas Pendidikan
Dari total jumlah penduduk Kota Pontianak yang mencapai 488.800 jiwa pada tahun 1999, sebanyak
167.489 jiwa di antaranya merupakan penduduk usia sekolah dasar (SD) hingga sekolah lanjutan
tingkat atas (SLTA). Dari jumlah penduduk berusia sekitar 5–19 tahun tersebut, ternyata yang
menjalani atau terdaftar sebagai siswa di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional hanya sekitar
124.449 jiwa (74,30%). Sementara itu, dari 61.689 orang penduduk usia sekolah perguruan tinggi
(20–24 tahun), hanya 16.171 orang (26,21%) yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi, baik di
PTN maupun PTS.
Secara kuantitas, kondisi fasilitas pendidikan negeri dan swasta di di bawah naungan Departemen
Pendidikan Nasional Kota Pontianak pada tahun 1999 dapat dikemukakan di bawah ini :
� Jumlah sekolah, ruang, dan kelas untuk tingkat TK berturut-turut sebanyak 63, 193, dan 201
unit yang menampung 5.624 orang murid.
� Jumlah sekolah, ruang, dan kelas untuk tingkat SD berturut-turut sebanyak 225, 1.601, dan
1.917 unit yang menampung 64.883 orang murid.
� Jumlah sekolah, ruang, dan kelas untuk tingkat SLTP berturut-turut sebanyak 62, 515, dan
594 unit yang menampung 24.399 orang murid.
� Jumlah sekolah, ruang, dan kelas untuk tingkat SLTA berturut-turut sebanyak 64, 583, dan
606 unit yang menampung 29.543 orang murid.
� Jumlah perguruan tinggi sebanyak 22 buah, dengan status 6 buah Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) dan 16 buah Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Dari 16 buah PTS yang ada, hanya dua
buah yang merupakan universitas dan sisanya berupa akademi ataupun sekolah tinggi.
9. Fasilitas Peribadatan
Sebagian besar penduduk Kota Pontianak memeluk Agama Islam (sekitar 68%), kemudian disusul
oleh Agama Budha (24%), Protestan (4%), Katholik (3%), dan sisanya adalah pemeluk Agama Hindu.
Kecuali agama Islam, fasilitas peribadatan untuk agama-agama lainnya terlihat belum merata
penyebarannya. Bahkan pemeluk Agama Hindu yang merupakan golongan minoritas (kurang dari
0,5%) belum memiliki pura.
Secara kuantitas, fasilitas peribadatan di Kota Pontianak pada tahun 1998 dapat dikemukakan di
bawah ini :
� Islam : jumlah mesjid 155 buah dan mushallah 346 buah, melayani 311.129 orang muslim.
� Budha : jumlah vihara 31 buah, melayani 111.052 orang umat Budha.
� Protestan : jumlah gereja 36 buah, melayani 19.148 orang kaum Protestan.
� Katholik : jumlah gereja 9 buah, melayani 13.403 orang pemeluk agama Katholik.
� Hindu : belum mempunyai pura, padahal di kota ini terdapat 1.915 orang umat Hindu.
10. Fasilitas Hunian
Kondisi hunian (perumahan dan permukiman) di Kota Pontianak secara singkat dapat dikemukakan
sebagai berikut :
� Sebagian besar pembangunan perumahan dan permukiman terletak di bagian selatan dari
Sungai Kapuas, tepatnya di Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan
Kecamatan Pontianak Selatan.
� Di Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Kota, kepadatan bangunan
perumahan relatif tinggi, dengan kondisi rumah kebanyakan semi permanen dan tidak
permanen. Sedangkan fasilitas air bersih dan sanitasinya tidak memadai, padahal penduduk di
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 13
kecamatan ini memanfaatkan air Sungai Kapuas untuk keperluan sehari-hari, seperti mandi,
buang air, serta mencuci pakaian atau perabot rumah tangga.
� Di Kecamatan Pontianak Selatan, pembangunan perumahan lebih tertata, dengan kepadatan
bangunan rendah sampai sedang. Dari pengamatan lapangan terlihat bahwa pengembangan
perumahan golongan menengah ke atas lebih terkonsentrasi di kawasan ini.
� Di Kecamatan Pontianak Timur, terutama di Kelurahan Dalam Bugis yang terletak di
pertemuan Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak, sebahagian perumahan penduduk
terletak di atas air. Untuk menghubungkan antara satu rumah dan rumah lainnya, dibangun
jembatan penghubung yang oleh masyarakat setempat disebut gertak. Kondisi serupa bisa
pula dijumpai di beberapa kawasan lainnya dengan kondisi fisik yang sama.
� Kecamatan Pontianak Utara merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk dan kepadatan
bangunan terendah di Kota Pontianak, masih banyak tanah kosong dan jarak antarbangunan
relatif berjauhan. Pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di wilayah ini
terutama terkonsentrasi di sepanjang jalan tepi Sungai Kapuas, yaitu di sepanjang Jalan
Khatulistiwa dan Jalan Gusti Situt Mahmud, yang berdampingan pula dengan kawasan
perdagangan, industri, dan pergudangan.
Dari segi fasilitas yang dimiliki, hampir seluruh rumah tangga di Kota Pontianak telah mendapatkan
suplai listrik dari PLN. Namun di sisi lain, baru sekitar 24,21% rumah tangga yang mendapai suplai air
bersih dari PDAM. Sedangkan sekitar 73,91% dan 1,08% rumah tangga lainnya masih menggunakan
air hujan dan air sugai sebagai sumber air minum maupun untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk utilitas
tempat penampungan akhir (jamban), sekitar 77,58% rumah tangga memiliki jamban berupa tangki.
Lalu, jumlah rumah tangga yang memanfaatkan sungai/saluran sebagai jamban mencapai sekitar
4,37%. Diperkirakan rumah tangga yang menggunakan fasilitas ini terutama yang tinggal di
sepanjang tepian Sungai Kapuas di wilayah Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota
dan Kecamatan Pontianak Timur. Secara keseluruhan, sekitar 90% penduduk telah memiliki jamban
pribadi.
11. Fasilitas Pariwisata
Hingga kini objek wisata di Kota Pontianak masih sangat terbatas sekali jumlahnya, di antaranya
hanya berupa Tugu Khatulistiwa (dibangun tahun 1928) di Kecamatan Pontianak Utara dan kawasan
cagar budaya (Keraton Kadariah dan Mesjid Jami yang dibangun tahun 1771) di Kelurahan Dalam
Bugis, Kecamatan Pontianak Timur. Di samping kondisi fisik dan lingkungannya kurang terawat
dengan baik, juga belum ada fasilitas pendukung seperti restoran/rumah makan, tempat menjual
cindera mata, kemudahan-kemudahan untuk mencapai lokasi tersebut, serta belum ada pengelolaan
yang profesional. Karena keterbatasan-keterbatasan tersebut tidaklah mengherankan apabila selama
periode 1993-1999 jumlah wisatawan yang melancong ke kota tersebut tidak mengalami peningkatan
yang berarti. Sampai dengan tahun 1997, jumlah wisatawan sempat mencapai 21.378 orang, tetapi
setahun kemudian anjlok hingga hanya 10.878 orang, dan akhirnya naik lagi menjadi 15.058 orang
pada tahun 1999. Angka ini tidak jauh berubah dibandingkan keadaan tahun 1993. Karena itulah,
dalam beberapa tahun ke depan perkembangan pariwisata harus dapat lebih dipacu mengingat Kota
Pontianak memiliki berbagai keunikan.
Meskipun objek wisata di Kota Pontianak masih terbatas, namun jumlah fasilitas penginapan yang
tersedia sudah relatif banyak. Pada tahun 1999 terdapat lima hotel berbintang dengan 540 kamar dan
776 tempat tidur serta 36 hotel nonbintang dengan 1.159 kamar dan 2.456 tempat tidur. Kebanyakan
dari hotel tersebut berlokasi di wilayah Pontianak Selatan, Kecamatan Pontianak Kota dan Pontianak
Barat. Relatif sudah banyaknya fasilitas penginapan di Kota Pontianak lebih dipicu oleh kebutuhan
akomodasi untuk kegiatan sektor-sektor di luar pariwisata, terutama kegiatan perdagangan/bisnis dan
pemerintahan.
12. Fasilitas Pemerintahan dan Perkantoran Umum
Sebagian besar bangunan pemerintahan dan perkantoran umum terletak menyebar pada koridor Jalan
Ahmad Yani, Jalan Sultan Syahrir, Jalan Sutoyo, Jalan Zainuddin, Jalan Rahadi Usman, Jalan Sultan
Abdur Rahman, Jalan Teuku Umar, Jalan Pak Kasih, dan Jalan Jendral Urip. Jalan Sultan Syahrir
merupakan kawasan perkantoran pemerintah lama, yang saat ini masih dimanfaatkan untuk
pemerintahan tingkat propinsi. Sedangkan di Jalan Ahmad Yani, yang merupakan kawasan yang relatif
baru berkembang, pertumbuhan bangunan di kawasan ini lebih didominasi oleh bangunan
perkantoran pemerintahan tingkat propinsi, dengan luas lahan masing-masing yang relatif besar. Di
kawasan ini hampir tidak terlihat adanya fasilitas pelayanan umum yang dibutuhkan untuk menunjang
keberadaan kawasan pemerintahan. Sedangkan bangunan perkantoran umum letaknya juga
menyebar di koridor jalan lainnya, di samping jalan-jalan di atas. Bahkan di beberapa kawasan
bangunan perkantoran umum berbaur dengan kawasan bisnis dan perdagangan.
13. Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Pertumbuhan aktivitas perdagangan dan jasa di Kota Pontianak terkonsentrasi hanya di tiga wilayah,
yaitu di sepanjang Sungai Jawi di Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Kota,
kawasan pusat kota (Jalan Tanjungpura, Jalan Gajah Mada, Jalan Sultan Muhammad, Jalan
Pahlawan), dan di sebagian Jalan Gusti Situt Mahmud di Kecamatan Pontianak Utara. Fasilitas
perdagangan yang menonjol di sini antara lain adalah Pasar Inpres dan beberapa buah bangunan
yang berfungsi ganda, yakni sebagai rumah dan toko (ruko). Secara umum penataan bangunan
perdagangan baik di kawasan pusat kota maupun di beberapa kawasan lainnya sangat padat dan
tidak teratur, apalagi kondisi lalu lintas di sekitarnya cukup semrawut. Bangunan yang ada seakan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 14
dibangun tanpa adanya penyesuaian dengan bangunan lain di lingkungannya. Selain itu kawasan
perdagangan di pusat kota saat ini hampir tidak memiliki ruang terbuka atau kawasan hijau yang
berfungsi sebagai paru-paru kota.
Dilihat dari jangkauannya, fasilitas perdagangan yang ada belum bisa melayani kebutuhan seluruh
masyarakat kota akibat penyebarannya yang kurang marata, sehingga masyarakat yang tinggal di
wilayah lain harus menggunakan fasilitas perdagangan yang ada di luar wilayahnya. Kondisi ini
tentunya tidak hanya menjadikan beban yang lebih berat (biaya tinggi) bagi masyarakat, tetapi juga
akan berpengaruh pada pola mobilitas penduduk yang nantinya berdampak pula pada beban
transportasi kota.
14. Fasilitas Industri dan Pergudangan
Sebagian besar aktivitas industri dan pergudangan di Kota Pontianak berlokasi di sisi utara Sungai
Kapuas. Industri yang telah berkembang cukup lama antara lain adalah industri karet dan industri
penggergajian kayu (sawmill). Fasilitas transportasi bagi kegiatan industri dan pergudangan di
kawasan ini sudah memiliki akses langsung ke intra dan interwilayah, baik darat maupun sungai.
Selain itu, jalur darat di sepanjang kawasan ini merupakan jalur pergerakan regional yang
menghubungkan Kota Pontianak dengan daerah belakangnya (hinterland). Selain di sisi utara Sungai
Kapuas, aktivitas industri dan pergudangan di wilayah Pontianak Timur juga sudah mulai tumbuh.
2.3. Tinjauan Penggunaan Lahan
2.3.1. Penggunaan Lahan Saat Ini
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bappeda Kota Pontianak, dari total lahan seluas 10.782
ha, sebanyak 50,71% (5.467 ha) di antaranya dipergunakan untuk permukiman dan 16,24% (1.751,46 ha)
lainnya untuk kebun campuran. Sedangkan penggunaan lahan untuk berbagai aktivitas perkotaan lainnya
relatif kecil. Guna lahan untuk kegiatan perdagangan hanya seluas 120,96 ha (1,12%), perkantoran 134,38
ha (1,24%), dan industri/pergudangan 183,14 ha (1,70%). Sementara itu, lahan yang belum terbangun
(termasuk kebun, semak hutan) mencapai sekitar 33% dari total luas lahan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa penggunaan lahan di kota Pontianak saat ini di dominasi oleh guna lahan perumahan dan
perkebunan (lihat Tabel 2.5).
Tabel 2.5.
Jenis Penggunaan Lahan Menurut Data yang Dikeluarkan oleh Kantor Bappeda Kota Pontianak, 1998
Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)
Permukiman 5.467 50,70
Perdagangan dan jasa 122 1,13
Perkantoran 134 1,24
Fasilitas umum dan fasilitas sosial 366 3,39
Industri dan pergudangan 183 1,70
Kebun campuran 1.751 16,24
Hutan 322 2,99
Lain-lain 2.437 22,60
Total 10.782 100,00
Sumber : BPS dan Bappeda Kotamadya Pontianak, Up Dating Data Pokok Pembangunan Kotamadya Daerah Tingkat II Pontianak, 1999/2000, diolah.
Tabel 2.6.
Jenis Penggunaan Lahan Menurut Hasil Digitasi Peta Penggunaan Lahan 1999/2000 di Kota Pontianak, 1998
Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)
Permukiman 3.165 29,35
Perdagangan dan jasa 167 1,55
Perkantoran 155 1,44
Fasilitas umum dan fasilitas sosial 393 3,64
Industri dan pergudangan 97 0,90
Kebun karet dan campuran 4.365 40,48
Hutan 372 3,45
Lainnya 2.068 19,18
Total 10.782 100,00
Sumber : Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat, Peta Penggunaan Lahan 1999/2000, diolah
Sementara itu, apabila merujuk kepada data hasil digitasi terhadap Peta Penggunaan Lahan Tahun
1999/2000 yang dikeluarkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat,
maka terdapat sedikit perbedaan dengan data yang diperoleh dari Kantor Bappeda Kota Pontianak di atas.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Kantor Bappeda Kota Pontianak, permukiman mendominasi
penggunaan lahan. Sedangkan menurut hasil digitasi peta Penggunaan Lahan 1999/2000 yang dikeluarkan
oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat, terlihat bahwa sebagian besar
penggunaan lahan di Kota Pontianak justru diperuntukan untuk kebun karet dan kebun campuran (lihat
Tabel 2.6), dimana pada tahun 1998 mencapai 4.365,14 ha (40,48%) – jauh di atas penggunaan lahan
untuk perumahan yang sebesar 3.165,21 ha (29,36%). Lahan kebun karet dan kebun campuran seluas
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 15
4.365,14 ha di atas tersebar di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Pontianak Selatan, Pontianak Timur,
Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan Pontianak Utara (perhatikan Gambar 2.1).
Perbedaan mengenai luasan penggunaan lahan di atas sangat mungkin terjadi antara lain karena
adanya ketidaksamaan dalam metode perhitungan yang digunakan. Dalam analisis selanjutnya, data yang
akan dipergunakan adalah data yang dikeluarkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Kalimantan Barat. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa sumber peta tersebut diambil dari data citra
satelit yang dapat dipertanggungjawabkan tingkat keakurasiannya. Sementara itu, data statistik yang
dikeluarkan oleh Kantor Bappeda Kota Pontianak dipakai untuk analisis yang sifatnya melengkapi.
2.3.2. Intensitas Penggunaan Lahan
Intensitas penggunaan lahan adalah tingkat pemanfaatan lahan yang diukur berdasarkan satuan
tertentu. Dalam hal ini, intensitas penggunaan lahan diukur berdasarkan perbandingan antara luas lahan
terbangun dengan luas wilayah administratif dan jumlah penduduk. Lahan terbangun di sini diartikan lahan
yang sudah jelas pemanfaatannya untuk aktivitas tertentu dan telah terdapat bangunan di atasnya.
Misalnya perumahan, perdagangan, industri, fasilitas sosial, pelabuhan, olah raga, taman kota, dan lain-
lain. Secara grafis, kawasan terbangun di Kota Pontianak dapat diamati pada Gambar 2.2.
Hasil analisis intensitas penggunaan lahan dimaksudkan untuk mengetahui gambaran tentang
tingkat pemanfaatan sumberdaya alam setempat serta ukuran ideal yang dapat dikembangkan di masa
yang akan datang. Perbandingan antara luas lahan terbangun dengan luas wilayah dan jumlah penduduk
dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Secara keseluruhan, besarnya rasio antara luas lahan terbangun dan luas wilayah administratif di
Kota Pontianak pada tahun 1998 adalah 37,18%. Apabila dirinci untuk setiap kecamatan, maka rasio
terbesar terjadi di Kecamatan Pontianak Selatan, yakni mencapai 44,54%. Setelah itu diikuti oleh
Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Kota dengan rasio sebesar 40,90%. Sedangkan
rasio di dua kecamatan lainnya masing-masing adalah 31,04% untuk Kecamatan Pontianak Timur dan
30,43% untuk Kecamatan Pontianak Utara. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa dari segi keruangan,
intensitas penggunaan lahan di Kota Pontianak menunjukkan kinerja yang cukup bervariatif.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 16
Gambar 2.1. Peta Guna Lahan di Kota Pontianak, 1998
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 17
Tabel 2.7.
Perbandingan Luas Lahan Terbangun dengan Luas Wilayah dan Penduduk di Kota Pontianak, 1998
Lahan Terbangun (ha)
Luas Wilayah (ha)
Jumlah Pen-duduk (jiwa)
Rasio [(1)/(2)]*100
Rasio (3)/(1) Kecamatan
(1) (2) (3) (4) (6)
Pontianak Selatan 1.289 2.894 116.667 44,54 90,5
Pontianak Timur 311 1.002 50.020 31,04 160,8
Pontianak Barat 1.225 2.995 206.266 40,90 168,4
Pontianak Utara 1.184 3.891 96.847 30,43 81,8
Kota Pontianak 4.009 10.782 478.800 37,18 119,4
Sumber : Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat, Peta Penggunaan Lahan 1999/2000, diolah
Jika intensitas penggunaan lahan dilihat dari rasio antara lahan budidaya dan jumlah penduduk,
maka akan ditemukan suatu fenomena yang perlu mendapatkan perhatian. Dari Tabel 2.7 terlihat bahwa
rasio terbesar terdapat di Kecamatan Pontianak Barat (sebelum dimekarkan) yang mencapai 168 jiwa per
hektar lahan budidaya dan rasio terkecil terjadi di Kecamatan Pontianak Utara yang hanya mencapai 82
jiwa per hektar lahan budidaya. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kecamatan Pontianak Barat termasuk
Kecamatan Pontianak Kota memiliki intensitas penggunaan lahan paling tinggi. Sementara itu, Kecamatan
Pontianak Timur yang memiliki lahan luas budidaya paling kecil, tetapi memperlihatkan intensitas
penggunaan lahan yang tinggi pula. Sedangkan Kecamatan Pontianak Utara dengan luas lahan budidaya
yang hampir sama dengan Kecamatan Pontianak Barat ternyata mempunyai intensitas penggunaan lahan
yang paling rendah. Fenomena ini menunjukkan bahwa perlu dilakukan pengamatan yang lebih seksama
terhadap pola pemanfaatan lahan dan pola pergerakan penduduk yang terjadi di Kota Pontianak, sehingga
kebijakan-kebijakan pengaturan tata guna lahan sedapat mungkin mampu memberikan keharmonisan
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan antarwilayah di Kota Pontianak.
2.3.3. Kesesuaian Penggunaan Lahan
Tinjauan mengenai kesesuaian penggunaan lahan lebih mengarah pada aspek fisik dan aspek
legal. Aspek fisik yang dimaksud berupa kesesuaian penggunaan lahan saat ini dengan kesesuaian fisik
lahan untuk kegiatan tertentu. Sedangkan aspek legal direpresentasikan dengan melakukan analisis
terhadap kesesuaian antara penggunaan lahan saat ini dan rencana pemanfaatan ruang/lahan yang telah
ditetapkan, yaitu RUTRK Pontianak Tahun 1994-2004. Temuan dari kedua analisis ini akan dijadikan
masukan penting bagi penyusunan RTRWK Pontianak Tahun 2002-2012.
A. Kesesuaian Fisik
Kesesuaian fisik lahan terhadap suatu jenis penggunaan lahan merupakan aspek penting dan
menentukan dalam proses perencanaan. Pada umumnya hasil analisis dukungan fisik terhadap
pengembangan suatu jenis kegiatan ditunjukkan melalui peta kesesuaian lahan. Pada bagian ini, analisis
memanfaatkan peta analisis kesesuaian lahan yang telah tertuang dalam RUTRK Pontianak 1994–2004
(lihat Gambar 2.3).
Dalam RUTRK Pontianak 1994-2004, kesesuaian lahan dibagi menjadi lima jenis, yaitu kesesuaian
lahan untuk perumahan dan permukiman, kesesuaian lahan untuk bangunan fasilitas, kesesuaian lahan
untuk industri, kesesuaian lahan untuk perkebunan, dan kesesuaian lahan untuk hutan (lihat kembali Bab 3
buku Laporan Fakta dan Analisis).
Karakteristik kondisi fisik dasar alami
Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, salah satu karakteristik kondisi fisik dasar
alami Kota Pontianak adalah bahwa wilayahnya terpengaruh oleh pasang surut air laut/sungai.
Berdasarkan data yang ada, sekitar 47,10% dari luas wilayah Kota Pontianak merupakan lahan yang
terpengaruh oleh pasang surut air, lalu 47,97% lainnya tidak terpengaruh oleh pasang surut air, dan
selebihnya (4,92%) merupakan daerah perairan sungai/saluran. Sedangkan karakteristik-karakteristik fisik
alami lainnya adalah bahwa Kota Pontianak terletak pada ketinggian sekitar 0,8–1,5 meter di atas
permukaan laut dan kemiringan lahan berisar 0–2 persen.
Menurut data hasil digitasi Peta Penggunaan Lahan 1999/2000, kedalaman kawasan gambut dibagi
menjadi dua jenis, yaitu lahan dengan kedalaman gambut kurang dari satu meter dan lahan dengan
kedalaman gambut satu meter atau lebih. Secara umum, kawasan dengan kedalaman gambut kurang dari
satu meter berlokasi mulai dari tepian Sungai Kapuas hingga 2–3 km dari tepi sungai tersebut ke arah
daratan. Sementara itu lapisan gambut dengan ketebalan satu meter atau lebih terdapat pada jarak di atas
2–3 km dari tepian Sungai Kapuas. Semakin tebal lapisan gambut, semakin besar tingkat kesulitan
membangun gedung di kawasan tersebut. Untuk membuat bangunan pada kawasan bergambut, terutama
bangunan bertingkat tinggi, dibutuhkan konstruksi bangunan yang khusus/tertentu.
Kesesuaian lahan perumahan dan permukiman
Hasil analisis menunjukkan bahwa lebih dari 90% kawasan perumahan dan permukiman di Kota
Pontianak terletak di wilayah yang terpengaruh oleh pasang surut air sungai/laut. Kecamatan Pontianak
Timur merupakan wilayah dimana guna lahan untuk kawasan perumahan dan permukimannya hampir
seratus persen terletak di daerah pasang surut air. Demikian pula untuk wilayah Kecamatan Pontianak
Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Selatan, dimana kawasan perumahan dan
permukiman yang berlokasi di sekitar pusat kota merupakan daerah genangan air. Bahkan di beberapa
lokasi, bangunan perumahan penduduk dibangun di atas aliran sungai/parit.
Gambar 2.2. Peta Kawasan Terbangun di Kota Pontianak, 1998
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 19
Gambar 2.3. Peta Guna Lahan Menurut RUTRK Pontianak 1994-2004
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 20
Sementara itu, beberapa kawasan perumahan dan permukiman yang tidak terletak pada kawasan
pasang surut air antara lain dapat diketemukan di Kelurahan Parit Tokaya (wilayah Kota Baru) di
Kecamatan Pontianak Selatan, Kelurahan Sungai Bengkong (wilayah Sumur Boor) di Kecamatan Pontianak
Kota, serta sebahagian Kelurahan Siantan Tengah di Kecamatan Pontianak Utara. Kawasan perumahan dan
permukiman di wilayah-wilayah tersebut merupakan kawasan yang baru berkembang. Secara grafis,
kepadatan dan kualitas bangunan serta sebaran kawasan kumuh di kawasan perumahan dan permukiman
di Kota Pontianak dapat dilihat pada Gambar 2.4 dan Gambar 2.5.
Berdasarkan hasil analisis di atas, sebagian besar penggunaan lahan untuk kawasan perumahan
dan permukiman di Kota Pontianak saat ini tidak sesuai dengan pemanfaatan yang seharusnya, terutama
yang menyangkut kondisi fisik lokasi. Sedangkan sebagian lagi sudah memenuhi kriteria sebagai kawasan
perumahan dan permukiman yang ditunjang oleh sistem jaringan drainase yang baik.
Kesesuaian lahan bangunan fasilitas
Kesesuaian lahan untuk bangunan fasilitas, seperti perkantoran, perdagangan, dan fasilitas kota
lainnya, secara umum saat ini sudah cukup sesuai. Hanya pada daerah-daerah tertentu saja bangunan-
bangunan fasilitas dibangun langsung di pinggir sungai, bahkan beberapa di antaranya menjorok ke badan
sungai. Keadaan ini sangat membahayakan serta dapat merusak kondisi lingkungan dan menurunkan
kualitas air sungai.
Kesesuaian lahan industri
Untuk kegiatan perindustrian, hampir semua bangunan industri di Kota Pontianak terletak di
pinggiran Sungai Kapuas, terutama di Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan Pontianak Timur.
Seperti halnya guna lahan untuk kegiatan lainnya, sebagian dari aktivitas perindustrian (termasuk kegiatan
bongkar muat di pelabuhan) terletak menjorok ke Sungai Kapuas. Kondisi seperti ini memperlihatkan
bahwa keterbatasan lahan yang dimiliki Kota Pontianak telah mengakibatkan sebagian aktivitas yang ada
memanfaatkan lahan sungai untuk mengembangkan aktivitasnya. Secara fisik bangunan yang ada di
pinggiran sungai tidak sesuai dengan pemanfaatan lahan yang seharusnya, karena lahan tersebut
sebenarnya diperuntukan untuk jalur hijau. Apabila kondisi ini tidak diantisipasi sejak dini, maka
ketidakteraturan akan terus terjadi di sepanjang tepian Sungai Kapuas maupun Sungai Landak. Oleh
karena itu, di masa-masa mendatang diperlukan berbagai pengaturan dan peraturan yang berorientasi
pada penataan ruang sepanjang tepian sungai secara baik.
Kesesuaian lahan perkebunan
Kawasan kebun campuran, kebun karet, dan semak terletak menyebar di lingkaran tengah Kota
Pontianak, baik di wilayah utara, barat, maupun selatan. Dari hasil analisis pertampalan (overlay) tampak
bahwa sebahagian kawasan perkebunan dan semak terletak di lokasi dimana ketebalan gambutnya
mencapai lebih dari satu meter.
Kesesuaian lahan hutan kota
Kawasan hutan kota yang berfungsi sebagai hutan lindung terletak di lingkaran luar Kota
Pontianak, tepatnya di Kecamatan Pontianak Utara, Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak
Kota, dan Kecamatan Pontianak Selatan. Seluruh kawasan hutan terletak di kawasan bebas genangan air
serta berada di atas lahan gambut dengan ketebalan lebih dari satu meter. Hal ini menandakan bahwa
lahan untuk kawasan hutan sudah sangat sesuai, karena bisa pula berfungsi sebagai kawasan penyanggah
(buffer area) terhadap kawasan di sekitarnya.
Berdasarkan hasil analisis singkat di atas, ternyata di Kota Pontianak saat ini masih terdapat
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan pemanfaatan seharusnya. Oleh karena itu, untuk
perencanaan di masa yang akan datang, kondisi tersebut perlu dikaji kembali. Untuk lebih jelasnya, hasil
evaluasi penggunaan lahan terhadap kesesuaian fisik lahan dapat dilihat pada Gambar 2.6
B. Kesesuaian dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota Pontianak 1994-2004
Selain evaluasi kesesuaian penggunaan lahan dalam konteks fisik lahan, aspek lain yang penting
untuk dipertimbangkan adalah aspek legal dari penggunaan lahan. Maksudnya, sejauhmana penggunaan
lahan yang ada mengikuti arahan yang tertuang dalam perangkat perencanaan yang telah disepakati
sebagai acuan/pedoman pembangunan di suatu wilayah. Dalam kaitannya dengan pedoman pemanfataan
lahan di Kota Pontianak, salah satu pedoman yang dapat digunakan adalah rencana pemanfaatan ruang
yang terdapat dalam RUTRK Pontianak 1994-2004. Pembahasan terhadap aspek legal ini menjadi penting
karena kinerja keberhasilan suatu rencana penataan ruang biasanya diukur dari besar kecilnya distorsi
dalam pelaksanaannya.
Tinjauan terhadap rencana pemanfaatan ruang dalam RUTRK Pontianak 1994–2004 menunjukkan
bahwa secara garis besar jenis guna lahan yang diatur pola pemanfaatannya terdiri dari :
� Kawasan perumahan.
� Kawasan perdagangan dan jasa.
� Kawasan perkantoran pemerintahan.
� Kawasan industri dan pergudangan.
� Fasilitas umum dan fasilitas sosial.
� Kawasan pariwisata dan cagar budaya.
� Kawasan perkebunan.
� Kawasan hutan.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 21
Gambar 2.4. Peta Kepadatan dan Kualitas Bangunan di Kota Pontianak
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 22
Gambar 2.5. Peta Sebaran Kawasan Kumuh di Kota Pontianak
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 23
Gambar 2.6. Peta Analisis Kesesuaian Lahan Menurut RUTRK Pontianak 1994-2004
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 24
Dari kondisi tersebut terlihat bahwa rencana pemanfaatan ruang yang ada lebih didominasi oleh
pertimbangan aspek fisik lahan terhadap segala kegiatan pengembangan kawasan perkotaan dibandingkan
aspek-aspek lainnya. Untuk melihat efektivitas dari rencana tersebut, maka analisis kesesuaian
penggunaan lahan saat ini terhadap rencana tersebut menarik untuk diperhatikan.
Dari pengamatan lapangan, data hasil digitasi peta, dan hasil analisis terhadap lokasi arahan
pengembangan guna lahan, tampak bahwa sebahagian aktivitas guna lahan saat ini tidak sesuai dengan
peruntukan yang telah ditentukan. Beberapa ketidaksesuaian guna lahan yang terjadi antara lain adalah
sebagai berikut :
� Di sisi barat wilayah Kecamatan Pontianak Kota dan sisi selatan Kecamatan Pontianak Selatan,
lahan yang seharusnya untuk kawasan konservasi ternyata saat ini dimanfaatkan sebagai
kawasan permukiman, perkebunan campuran, kebun karet rakyat, dan sebahagian lagi
berupa semak.
� Di sisi utara Kecamatan Pontianak Barat, tepatnya antara tepi Sungai Kapuas dan Jalan Yos
Sudarso, yang seharusnya sebagai kawasan konservasi hutan bakau, kenyataannya saat ini
sebahagian kawasannya telah dibangun perumahan. Demikian pula sisi utara sepanjang jalan
Yos Sudarso yang guna lahannya diperuntukan sebagai kawasan industri, saat ini merupakan
kawasan campuran (mix use) antara industri, perumahan, dan perdagangan.
� Guna lahan di sisi utara wilayah Kelurahan Tanjung Hilir (Kecamatan Pontianak Timur)
direncanakan untuk kawasan industri, tapi saat ini masih terdapat beberapa kelompok
perumahan penduduk. Kondisi serupa juga terdapat di wilayah Kecamatan Pontianak Utara,
tepatnya di kawasan yang diapit oleh Sungai Landak dan Jalan Gusti Situt Mahmud.
� Peruntukan kawasan industri yang berlokasi di sepanjang koridor Jalan Khatulistiwa dan
Sungai Kapuas Besar saat ini pemanfaatannya masih campuran antara industri, perumahan,
perkantoran, dan di beberapa lokasi masih terdapat semak yang rimbun.
Sementara itu, dari segi kuantitas terlihat bahwa masih banyak guna lahan yang belum
berkembang sesuai dengan rencana. Penggunaan lahan untuk perumahan saat ini baru mencapai 29,36%
dari target 65,15% luas lahan yang ditetapkan untuk perumahan pada tahun 2004. Namun demikian,
perkembangan guna lahan untuk perumahan sangat ditentukan oleh laju pertumbuhan penduduknya.
Semakin cepat laju pertumbuhan penduduk di suatu kawasan, semakin cepat pula pertumbuhan kawasan
perumahannya.
Tabel 2.8 memperlihatkan perbandingan antara luas guna lahan menurut RUTRK Pontianak tahun
1994–2004 dan luas guna lahan eksisting tahun 1998. Secara umum, penggunaan lahan untuk aktivitas
tertentu belum mencapai luas lahan yang telah ditentukan. Perbedaan yang cukup besar terjadi pada guna
lahan untuk perkebunan, yaitu 4.365 ha atau sekitar 40% dari luas lahan Kota Pontianak. Hal ini antara
lain disebabkan oleh belum berkembangnya kawasan kebun tersebut menjadi kawasan perumahan.
Tabel 2.8. Analisis Kesesuaian Guna Lahan Kota Pontianak Berdasarkan RUTRK 1994-2004 dan Eksisting 1998
Rencana Umum Tata Ruang 1994 – 2004
Eksisting 1998 Jenis Penggunaan Lahan
Luas (ha) Persentase (%) Luas (ha) Persentase (%)
Perumahan dan permukiman 7.023,96 65,15 3.165,21 29,36
Perdagangan dan jasa 291,2 2,70 166,95 1,55
Perkantoran pemerintahan 174,40 1,62 154,60 1,43
Fasilitas sosial dan fasilitas umum 126,96 1,17 101,89 0,94
Fasilitas pendidikan 419,66 3,9 290,75 2,70
Industri dan pergudangan 176,67 1,64 97,34 0,90
Kebun karet dan campuran 4.365,14 40,48
Hutan 1.523,8 14,13 372,58 3,46
Lainnya 1.043,92 9,68 2.067,97 19,18
Total 1.0782,82 100,00 10.782,43 100,00
Sumber : Diolah dari Rencana Umum Tata Ruang Kota Pontianak 1994–2004 dan Hasil Digitasi Peta Penggunaan Lahan 1999/2000 yang dikeluarkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat.
Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa ketidaksesuaian guna lahan yang terjadi di Kota
Pontianak saat ini, baik dari aspek fisik maupun aspek legal, tidak terlalu besar. Guna lahan yang sesuai
dengan peruntukannya mencapai luas yang cukup tinggi. Walaupun belum ada ukuran baku mengenai
tinggi rendahnya efektivitas rencana tata ruang yang disepakati bersama, namun secara logis dapat
dikatakan bahwa semakin banyak guna lahan yang sesuai peruntukannya, maka semakin besar tingkat
efektivitas rencana yang ada.
Ketidaksesuaian penggunaan lahan yang diperuntukan untuk kawasan lindung/konservasi, yang
ternyata dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya kebun dan semak, termasuk dalam penyimpangan
kategori tinggi, karena dapat menimbulkan dampak yang merugikan di masa yang akan datang. Penetapan
Kawasan Lindung, misalnya, salah satunya ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap wilayah
yang ada di sekitarnya atau untuk menjaga kelangsungan proses aktivitas masyarakat setempat.
Pelanggaran terhadap fungsi kawasan ini dengan sendirinya merupakan suatu hal yang perlu dihindari.
Sedangkan tipe penyimpangan yang termasuk ke dalam kategori sedang adalah tipe
penyimpangan yang tidak sesuai ataupun kurang sesuai dengan rencana, namun tidak terlalu berdampak
buruk pada kelangsungan aktivitas masyarakat setempat. Bahkan bila diamati lebih dalam, ketidaksesuaian
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 25
penggunaan lahan tersebut lebih disebabkan oleh tidak adanya pengaturan ruang yang memadai untuk
jenis guna lahan yang tidak sesuai tersebut. Sebagai contoh, guna lahan untuk permukiman. Secara logika,
permukiman adalah suatu unsur yang harus ada dalam suatu sistem lingkungan, sehingga pengaturannya
harus tertuang dalam rencana yang ada. Sementara itu, pada rencana tata ruang yang ada, elemen yang
secara khusus ataupun berkaitan dengan unsur permukiman tidak terpetakan. Untuk itu, di masa yang
akan datang perlu penyempurnaan agar menjadi lebih baik.
Selanjutnya, tipe penyimpangan yang termasuk ke dalam kategori rendah adalah penyimpangan
guna lahan yang secara fisik tidak terlampau berbeda dengan peruntukannya, tapi secara kualitas kurang
optimal dibandingkan dengan rencana peruntukannya. Tipe seperti ini mungkin terjadi akibat belum
termanfaatkannya lahan tersebut untuk kegiatan yang lebih produktif. Contoh dari kasus ini adalah lahan
yang semula ditujukan untuk kawasan industri, tetapi pada kenyataannya ditempati oleh perumahan.
Penanganan kasus seperti ini belum begitu mendesak dibandingkan tipe penyimpangan lainnya.
2.4. Tinjauan Posisi Kota Pontianak dalam Pengembangan Wilayah
Analisis posisi (positioning analysis) Kota Pontianak berikut ini didasarkan pada beberapa arah
kebijakan pengembangan wilayah, yaitu :
� Visi, misi, dan tujuan pembangunan nasional.
� Arah kebijakan pembangunan perkotaan dan penataan ruang di tingkat nasional.
� Arah kebijakan pemanfaatan ruang nasional menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
� Arah kebijakan pembangunan dan penataan ruang wilayah Provinsi Kalimantan Barat.
� Arah kebijakan pengembangan Kawasan Metropolitan Pontianak dan Pokusikarang.
� Arah kebijakan pembangunan dan penataan ruang Kota Pontianak.
2.4.1. Posisi Kota Pontianak di Tingkat Nasional
Di tingkat nasional, posisi Kota Pontianak dapat ditelusuri melalui visi, misi, dan tujuan
pembangunan nasional dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang kemudian dituangkan dalam
Program Pembangunan Nasional (Propenas) bidang perkotaan dan penataan ruang nasional (RTRWN).
Arah kebijakan pembangunan di tingkat nasional ini telah dipaparkan secara mendetail dalam Laporan
Hasil Survei. Secara singkat, hasil pengkajian yang diperoleh memperlihatkan bahwa posisi Kota Pontianak
adalah sebagai berikut :
1. Kota Pontianak sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), dengan peran sebagai berikut :
� Menjadi pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional (khususnya ASEAN) dan
menjadi pendorong bagi daerah sekitarnya. Dengan posisi seperti ini, implikasi,
aksesibilitas dan kinerja pelabuhan (sungai dan udara), terminal antarnegara, terminal
antarprovinsi, maupun dengan wilayah hinterland-nya perlu dipertahankan dalam kualitas
yang memadai.
� Sebagai pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank dengan skala pelayanan nasional atau
melayani beberapa provinsi.
� Sebagai pusat pengolahan/pengumpul barang secara nasional atau beberapa provinsi.
� Sebagai simpul transportasi secara nasional atau untuk beberapa provinsi di sekitarnya.
� Sebagai pusat jasa pemerintahan untuk nasional atau meliputi beberapa provinsi di
sekitarnya.
� Sebagai pusat jasa-jasa kemasyarakatan.
2. Sektor unggulan wilayah hinterland Kota Pontianak adalah tanaman pangan, industri, dan
perikanan laut. Implikasi dari kondisi ini, dimana di lain pihak Kota Pontianak juga berperan
sebagai pendorong daerah sekitarnya, maka di Kota Pontianak harus tersedia fasilitas dan
ruang untuk mewadahi kegiatan terkait dengan sektor unggulan di kawasan sekitarnya.
Misalnya dalam bentuk forward linkage (seperti perdagangan yang memasarkan produk-
produk sektor unggulan maupun industri pengolahan tanaman pangan dan perikanan laut
yang berasal dari wilayah luar Kota Pontianak).
3. Kota Pontianak sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat, dimana
kota-kota yang merupakan kota penyebar kegiatan ekonomi dari Pontianak tersebut terdiri
dari Singkawang, Sintang, Sanggau, dan Ketapang. Untuk mewujudkan hal ini, maka mutlak
diperlukan terjalinnya integrasi yang saling menguntungkan antara Kota Pontianak dan kota-
kota tadi. Oleh karena itu, harus ada aksesibilitas yang tinggi yang menghubungkan Kota
Pontianak dengan kota-kota tersebut.
4. Kota Pontianak merupakan kota orientasi bagi kawasan laut Ketapang dan sekitarnya, dimana
sektor unggulan dari kawasan laut Ketapang dan sekitarnya adalah perikanan dan pariwisata.
5. Pelabuhan di Kota Pontianak ditetapkan dengan posisi sebagai pelabuhan kelas utama,
sedangkan bandara di Kabupaten Pontianak yang memiliki aksesibilitas tinggi ke Kota
Pontianak ditetapkan sebagai bandara udara kelas dua.
2.4.2. Posisi Kota Pontianak di Tingkat Provinsi Kalimantan Barat
Untuk melihat posisi Kota Pontianak di tingkat Provinsi Kalimantan Barat, dapat ditelusuri melalui
arahan kebijakan pembangunan daerah (Propeda) dan penataan ruang di provinsi (Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi) tersebut. Hasil pengkajian yang diperoleh adalah :
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 26
1. Kota Pontianak berkedudukan sebagai pusat pertumbuhan Wilayah Pembangunan B (WP B)
yang terdiri dari Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak.
2. Kota Pontianak merupakan pusat pembangunan utama di Provinsi Kalimantan Barat, dimana
kegiatan pembangunan yang akan dikembangkan antara lain adalah pertanian tanaman
pangan, perkebunan, perikanan, pariwisata, dan agroindustri.
3. Dalam hirarki pusat-pusat permukiman di Provinsi Kalimantan Barat, Kota Pontianak berperan
sebagai kota orde I, yang memiliki skala pelayanan regional dengan luas wilayah pelayanan
mencakup sekitar 7.450 km2.
4. Dalam hirarki pusat-pusat permukiman di Kalimantan Barat, Kota Pontianak termasuk ke
dalam pola kota Muara Kapuas dengan luas sekitar 18.300 km2. Pusat dari pola kota Muara
Kapuas ini adalah Kota Pontianak. Dalam pola kota Muara Kapuas, kota-kota lainnya yang
merupakan subpusat pelayanan terdiri dari Rasau Jaya, Mempawah, dan Ngabang.
5. Kota Pontianak merupakan pusat dari kerangka kerjasama Pokusikarang (Pontianak, Kuala
Mandor, Siantan, Sungai Kakap, Sungai Raya, dan Sungai Ambawang) dan KMP (Kawasan
Metropolitan Pontianak).
6. Dilihat dari kebijakan pembangunan jaringan jalan antara :
� Pontianak – Tayan – Aur Kuning – Nanga; Tayap – Nanga; Kudangan – Palangkaraya.
� Pontianak – Tayan – Sosok – Balai Karangan – Entikong – Perbatasan Sarawak (Kuching,
Malaysia).
� Pontianak – Mempawah – Singkawang.
� Pontianak – Tayan – Sosok – Sanggau – Sintang.
� Pontianak – Rasau Jaya – Telok Melano – Sukadana – Ketapang.
maka Kota Pontianak perlu mensinkronkan jaringan jalan internal kotanya terhadap
kemungkinan kebijakan di atas, sehingga tercipta jaringan jalan yang memungkinkan interaksi
yang optimal bagi perkembangan Kota Pontianak sendiri maupun wilayah luarnya.
7. Adanya kebijakan pengembangan kawasan prioritas/strategis, yaitu kawasan pariwisata
pantai, agroindustri, serta holtikultura yang menunjang kegiatan agrowisata di Kabupaten
Sambas dan Kabupaten Pontianak. Dengan adanya kebijakan tersebut, dapat dilihat sebagai
peluang untuk lebih mengembangkan potensi pariwsata di Kota Pontianak, misalnya dengan
menawarkan paket wisata yang meliputi objek-objek wisata di Kota Pontianak dan kedua
kabupaten di atas. Dengan makin banyak dan beragamnya objek wisata yang ditawarkan
dapat meningkatkan daya tarik wisatawan untuk datang berkunjung.
2.5. Tinjauan Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Tantangan Kota
Pontianak
Pada bagian ini akan dikemukakan secara singkat pengkajian mengenai kekuatan, kelemahan,
peluang, dan tantangan Kota Pontianak. Kekuatan dan kelemahan yang dimiliki Kota Pontianak sebagai
potensi internal ditinjau dari faktor-faktor berikut (lihat Tabel 2.9) :
� Letak geografis.
� Kondisi fisik dasar.
� Kependudukan dan ketenagakerjaan.
� Perekonomian.
� Kelembagaan.
� Prasarana dan sarana wilayah.
Sementara itu, peluang dan tantangan yang dihadapi Kota Pontianak dapat ditelusuri melalui tiga
lingkup perkembangan eksternal di bawah ini (lihat Tabel 2.10) :
� Internasional.
� Nasional.
� Regional.
2.6. Tinjauan Potensi Kota Pontianak
Berdasarkan tinjauan komparabilitas atau pembandingan karakteristik berbagai aspek (dalam hal
ini bersifat sektoral), baik secara internal (Kota Pontianak) maupun eksternal (antara Kota Pontianak dan
wilayah yang lebih luas : regional, nasional, maupun internasional), maka Kota Pontianak dinilai memiliki
potensi untuk kegiatan perdagangan, pelabuhan, pariwisata, dan industri. Karena itu analisis potensi Kota
Pontianak akan dilihat untuk setiap jenis potensi di atas. Mengingat bahwa keberhasilan optimalisasi suatu
potensi akan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, maka analisis masing-masing potensi akan dikaji
dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu aspek fisik alami, aspek sarana
dan prasarana transportasi, aspek fasilitas penunjang, dan aspek sumberdaya manusia.
2.6.1. Potensi Perdagangan
Ditinjau dari faktor karakteristik fisik alaminya, yang mendukung dikembangkannya potensi
perdagangan Kota Pontianak adalah sebagai berikut :
� Posisi geografis Kota Pontianak sangat strategis bagi pengembangan perdagangan karena :
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 27
Tabel 2.9
Kelemahan Internal Kota Pontianak
NO ASPEK KARAKTERISTIK INTERNAL KEKUATAN KELEMAHAN
1. Letak Geografis � Terletak di lintasan garis khatulistiwa, tepatnya pada posisi 0o02’24” LU – 0o01’37” LS dan
109o16’25” BT – 109o23’04” BT.
� Dilintasi dua sungai besar (Sungai Kapuas dan Sungai Landak) dan tidak jauh dari pantai.
� Berdekatan dan accessible dengan daerah-daerah lain di Pulau Jawa, Sumatra, dan beberapa
negara ASEAN.
� Unik karena terletak pada garis khatulistiwa (Kota Equator), terbagi tiga oleh Sungai
Kapuas dan Sungai Landak (Kota Tepian Sungai), dan terdiri dari banyak parit (Kota
Seribu Parit).
� Strategis dan kompetitif karena dapat dicapai melalui udara, laut/sungai, darat, baik
skala lokal, regional, nasional, maupun internasional.
� Aktivitas permukiman dan kegiatan perekonomian menumpuk di sepanjang tepian
sungai.
� Potensi sebagai kota yang terletak di lintasan khatulistiwa belum dikembangkan
secara optimal, misalnya untuk kepariwisataan.
2. Kondisi Fisik Dasar � Mempunyai ketinggian 0,8-1,5 meter di atas permukaan laut.
� Kemiringan lahan berkisar 0-2%.
� Struktur batuan adalah sedimen aluvial dan jenis tanah adalah tanah liat, dimana sekitar 32%
top-soil tertutup lahan gambut.
� Iklim tipe A tropis dengan suhu rata-rata 29oC, curah hujan 249 mm/bulan, dan hari hujan 17
hari/bulan.
� Sumberdaya air terdiri dari air sungai dan air tanah.
� Luas lahan mencapai 10.782 hektar.
� Kelestarian fungsi ekosistem mengandalkan pada hutan kota, ruang terbuka hijau, dan sungai.
� Aksesibilitas udara, laut/sungai, dan darat relatif mudah dan lancar.
� Mudah untuk pengembangan kawasan budidaya.
� Kaya akan berbagai jenis flora dan fauna.
� Besarnya debit Sungai Kapuas dan Sungai Landak sangat potensial sebagai bahan
baku air bersih.
� Air tanah mudah didapat karena tinggi muka airnya cukup rendah.
� Lahan nonterbangun masih 62,6%, sehingga leluasa untuk menata kawasan, terutama
di Kecamatan Pontianak Utara.
� Hutan kota, ruang terbuka hijau, sungai dapat menjaga kualitas udara (paru-paru
kota), mencegah aberasi, dan menjadi habitat fauna air.
� Perencanaan drainase relatif sulit dan lahan yang tergenang air akibat pasang bisa
mencapai 47%.
� Pada musim kemarau panjang sering terjadi kebakaran hutan di wilayah hinterland Kota Pontianak, sehingga asap tebal yang ditimbulkannya kerap mengganggu jadwal penerbangan reguler dari dan ke Kota Pontianak.
� Rendahnya daya dukung tanah untuk bangunan bertingkat tinggi.
� Sungai Kapuas dan Landak terintrusi air laut pada musim kemarau, kualitas air sungai menurun akibat pencemaran/limbah, air tanah tidak cukup memadai untuk sumber
air minum.
� Pemanfaatan lahan tidak efisien akibat terlalu berorientasi pada tepian sungai,
terutama di Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Selatan.
� Kualitas air terancam akibat buangan limbah cair dan padat ke sungai.
3. Kependudukan dan Ketenagakerjaan
� Sepanjang perode 1990-1999, tingkat pertumbuhan penduduk 2,32% per tahun.
� Penyebaran penduduk antarwilayah (antarkecamatan) tidak merata.
� Penduduk usia muda (20-39 tahun) cukup dominan, yaitu 34,72% tahun 1999.
� Masyarakatnya multietnis (Melayu, Dayak, Cina, Madura, dan lain-lain).
� Tingkat pendidikan penduduk sebagian besar berpendidikan sekolah dasar (sekitar 53% tahun
1997).
� TPAK cenderung meningkat, yakni dari 35,91% (1980) menjadi 51,80% (1999).
� Sebagian besar penduduk pada tahun 1999 bekerja di sektor perdagangan (34,52%), jasa
(24,40%), dan industri pengolahan (12,74%).
� Tingkat pengangguran berkorelasi positif dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.
� Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi potensial untuk percepatan pertumbuhan
pembangunan kota.
� Pemerataan distribusi penduduk bisa dilakukan melalui pendekatan ekonomi.
� Mobilitas penduduk yang bermigrasi ke Kota Pontianak berpotensi mendorong
pertumbuhan ekonomi.
� Masyarakat yang multietnis berpotensi menjadi daya tarik wisata.
� Mata pencaharian penduduk sebagian besar berbasis perekonomian rakyat.
� Apabila pertumbuhan penduduk dari faktor migrasi jauh lebih tinggi dari
pertumbuhan penduduk alami, dikhawatirkan bisa menimbulkan berbagai masalah.
� Daya dukung lahan tidak berimbang akibat distribusi dan kepadatan penduduk tidak
merata.
� Kualitas pendidikan penduduk yang relatif randah berpotensi menghambat cita-cita
menjadi kota internasional.
� Tingkat pengangguran dikhawatirkan berkorelasi positif dengan intensitas
kriminalitas.
� Multietnis rentan terhadap konflik sosial.
4. Perekonomian � Selama 1987-1999, tingkat pertumbuhan ekonomi 7,30% dan pendapatan per kapita melaju
4,55% per tahun.
� Terjadi ketimpangan pembangunan antarkecamatan, namun setiap kecamatan memiliki potensi
dan struktur perekonomian yang berbeda dan bisa diunggulkan.
� Peranan sektor jasa, perdagangan, keuangan, dan transportasi cukup dominan (1999 : 78,81%).
� Hingga kini sumber keuangan daerah masih bergantung pada sumbangan dan bantuan
Pemerintah Pusat (dana alokasi umum), sementara PAD relatif masih kecil.
� Perdagangan sudah berskala internasional. Nilai ekspor bergerak dari US$ 691,4 juta (1997)
menjadi US$ 434,1 juta (1999). Nilai impor berkembang dari US$ US$ 68,0 juta (1998) menjadi US$ 110,8 juta (1999).
� Investasi berasal dari dalam dan luar negeri. Hingga 1999 realisasi PMDN Rp 731 miliar (26
proyek) dan PMA US$ 5 miliar (7 proyek).
� Fasilitas perbankan dan lembaga keuangan cukup memadai, yakni mencapai 43 buah kantor
bank tahun 1999.
� Laju inflasi masih bersifat fluktuatif.
� Tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi cukup kuat untuk bersaing.
� Peningkatan pendapatan per kapita memperlihatkan daya beli masyarakat semakin
kuat.
� UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 memberikan keleluasan dalam membangun
perekonomian sendiri.
� Perdagangan luar negeri dan investasi berpotensi menjadi motor penggerak
pertumbuhan ekonomi.
� Kinerja perbankan cukup kondusif bagi pengembangan investasi.
� Potensi ekonomi yang berbeda di antara keempat kecamatan dapat menekan
ketimpangan laju pembangunan.
� Kerangka kerjjasama Pokusikarang dan KMP sangat menunjang perekonomian Kota
Pontianak.
� Peluang untuk mengembangkan sektor perdagangan, pariwisata, dan jasa pelabuhan
berskala internasional terbuka lebar.
� Ketimpangan pertumbuhan ekonomi dapat menimbulakn kecemburuan antarwilayah.
� Ekonomimakro masih rentan terhadap gejolak faktor-faktor eksternal.
� PAD yang rendah dapat memperlambat proses pembangunan.
� Keterkaitan ekonomi melalui kerjasama strategis antarwilayah dalam dan luar negeri
belum optimal.
� Fluktuasi inflasi bisa mengganggu stabilitas pembangunan.
� Produk ekspor berstandar internasional (seri ISO 9000, ISO 14000, nutrition label, ecolabelling) perlu dikembangkan agar tidak kalah bersaing.
� Sektor pertanian kurang berkembang, sehingga belum bisa berswasembada.
� Instabilitas politik, konflik sosial, ketidakpastian hukum dan kelemahan peraturan,
serta rentanitas perekonomian dapat menghambat masuknya investasi.
5.
a.
Kelembagaan
Penyelenggaraan
Pemerintahan Kota menurut UU No. 22
Tahun 1999 (Mulai 2001)
� Pembagian kewenangan berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan
(Provinsi, Kabupaten, Kota, Desa).
� Penyelenggaraan pemerintahan kota berdasarkan demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan, memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
� Ada mekanisme perimbangan keuangan pusat dan daerah.
� Tidak ada hubungan hirarkis antara Provinsi, Kabupaten, dan Kota
� DPRD dipisahkan dari Pemerintah Kota.
� Unsur-unsur Pemerintah Kota meliputi Sekretaris Daerah, Dinas-dinas Daerah, Lembaga Teknis
Daerah (badan atau kantor).
� Pembagian kewenangan bertambah besar di daerah Kabupaten dan Kota melalui
pelaksanaan otonomi daerah secara nyata dan penuh.
� Kota dapat mengelola dana perimbangan secara mandiri untuk pembangunan.
� Penyelenggaraan sistem pemerintahan mengutamakan potensi, keanekaragaman
daerah, dan pelibatan masayarakat.
� Aparatur pemerintah kota dapat lebih kreatif dan inovatif.
� Pembentukan perangkat daerah dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan sehingga
lebih efisien dan efektif.
� DPRD semakin berperan sebagai pengontrol maupun mitra kerja eksekutif.
� Pemahaman terhadap UU 22/1999 masih sangat beragam.
� Pemerintah Kota baru taraf penyiapan diri sebagai masa transisi untuk melaksanakan
undang-undang tersebut.
b. Hubungan Kerja
Pemerintah Kota dengan
Pemerintah Pusat menurut
UU No. 22 Tahun 1999
� Hubungan pemerintahan lebih menekankan sistem lokalistik.
� Walikota bertanggung jawab pada DPRD Kota dan hubungan ke Presiden melalui Menteri hanya
sebagai laporan.
� Birokrasi pemerintahan dapat dilakukan secara efisien dan cepat.
� Pertanggungjawaban pekerjaan daerah cukup melalui satu jalur.
� Hubungan kerja di daerah lebih ditekankan pada hubungan horisontal.
� Kontrol Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah akan semakin berkurang.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 28
NO ASPEK KARAKTERISTIK INTERNAL KEKUATAN KELEMAHAN
� Pemerintah Kota tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan Pemerintah Pusat, Provinsi,
maupun Kabupaten.
� Penetapan peraturan-peraturan daerah tidak perlu mendapatkan persetujuan Pusat.
c. Kerjasama � Internasional : kerangka kerjasama dalam bentuk Sister City dengan Kuching (Malaysia).
� Nasional : Forum Kota.
� Regional : akan dikembangkan kerjasama Pokusikarang dan Kawasan Metropolitan Area.
� Kota : kooordinasi dan integrasi antarsektor dan antarwilayah kecamatan belum berjalan secara
optimal.
� Kuching dapat menjadi pintu gerbang menuju persaingan global.
� Forum kota dapat menjadi ajang promosi, menciptakan kerjasama yang saling
ketergantungan, maupun hanya sekedar bertukar pengalaman.
� Kota Pontianak menjadi pusat pertumbuhan regional di Kalimantan Barat.
� Sister city bisa menjadi kontraproduktif jika pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat Kota Pontianak tidak bisa bersaing dengan Kuching.
� Kelemahan koordinasi dan integrasi antarsektor dan antarwilayah bisa menghambat
kelancaran pembangunan.
6. Prasarana dan Sarana
a. Transportasi Darat � Panjang jalan 214,97 km (1999), bertambah 6,22 km per tahun sejak 1988.
� Sudah ada hirarki jalan yang jelas antara fungsi arteri, kolektor, dan lokal.
� Angkutan umum dilayani oleh bus, oplet, dan taksi.
� Sudah ada hubungan antarkota, antarpropinsi, dan antarnegara (ke Kuching, Serawak).
� Terminal ada 9 buah (berskala lokal, regional, antarnegara) seluas 26.838 m2 dan daya tampung
1.922 kendaraan (1999).
� Sudah tersedia fasilitas pemberhentian bus, walaupun jumlahnya masih terbatas.
� Hubungan darat antarkota, antarpropinsi, dan antarnegara sudah lancar.
� Angkutan kota cukup tersedia.
� Terminal angkutan umum sudah cukup tersedia.
� Menimbulkan kemacetan di pusat-pusat perdagangan.
� Kualitas pelayanan terminal penumpang masih rendah.
b. Transportasi Sungai � 1988-1999 : arus kunjungan kapal samudra rata-rata 785 kali (6.055.671 DWT) dan kapal dalam
negeri 3.379 kali (593.112 DWT) per tahun.
� 1999 : arus barang dalam negeri seberat 1,6 juta ton bongkar dan 390 ribu ton muat.
� 1999 : arus barang luar negeri sebanyak 177 ribu ton bongkar dan 713 ribu ton muat.
� 1999 : arus peti kemas sekitar 54.206 TEU’s bongkar dan 63.225 TEU’s muat.
� Fasilitas terminal penumpang sudah cukup baik, namun perlu diperluas.
� Sudah ada fasilitas bongkar muat untuk general cargo.
� Sudah memiliki fasilitas terminal peti kemas, tapi perlu diperluas.
� Dapat disandari kapal dengan kedalaman lebih dari 10 meter dan panjang kapal lebih dari 100
meter, DWT di atas 10.000.
� Fasilitas navigasi cukup baik.
� Melayani pelayaran pedalaman, interinsuler, dan internasional.
� Melayani kapal cepat ke Jakarta dan Ketapang secara reguler.
� Peningkatan arus peti kemas sangat mendukung perdagangan internasional dan
industri.
� Pelayanan kapal cepat penumpang sangat mendukung pengembangan sektor
pariwisata.
� Jasa pelabuhan dapat menjadi sektor unggulan.
� Keterbatasan lahan pelabuhan yang dimiliki PT Pelindo II.
� Akses jalan darat dari dan ke pelabuhan belum memadai.
c. Transportasi Udara � Penerbangan domestik dan luar negeri masing-masing 6.000 kali dan 200 kali setahun.
� Penumpang domestik rata-rata 200.000 orang per tahun dan luar negeri 8.000 orang per tahun.
� Penerbangan reguler cukup banyak, terutama ke Jakarta (5-6 kali sehari).
� Sudah melayani penerbangan internasional, khususnya ke Serawak (Malaysia).
� Kapasitas Bandara Supadio untuk pesawat kelas Boing 737 dan F-100.
� Terminal penumpang di bandara sudah ada 2 unit ban berjalan dan kantor imigrasi.
� Perpindahan moda udara ke darat cukup lancar melalui fasilitas taksi bandara.
� Hubungan udara sudah cukup lancar dengan penerbangan reguler.
� Sangat mendukung perdagangan internasional.
� Sangat mendukung pengembangan sektor industri dan pariwisata.
� Fasilitas sebagai bandara internasional masih sangat terbatas, terutama panjang
landasan dan terminal penumpangnya.
d. Listrik � Kapasitas terpasang 144.740 Kw (1999), tumbuh 8,66% per tahun (1991-1999).
� Produksi 35,9 juta KwH (1999), melaju 8,83% per tahun (1991-1999).
� Pelanggan 133.110 (1999), bertambah 12,60% per tahun (1991-1999).
� Penjualan Rp 6,3 miliar (1999), naik 26,64% per tahun (1991-1999).
� Permintaan pemasangan cukup tinggi.
� Nilai penjualan kenaikannya juga cukup tinggi.
� Kurangnya investasi untuk tambahan daya.
� Kurangnya investasi untuk pemasangan jaringan.
e. Telepon � 1998 : wartel berjumlah 238 unit, telepon umum koin 233 unit, telepon umum magnetik 43 unit,
dan telepon umum chip 176 unit. Menyebar di keempat kecamatan.
� 1992-1998 : wartel naik 87,5%, telepon umum koin melaju 8,6%, telepon umum magnetik
tumbuh 19,0%, dan telepon umum chip bertambah 28,6%.
� Jumlah pelanggan tumbuh 31,6% per tahun (1988-1999).
� Stasiun telepon selular terdiri dari Satelindo dan Telkomsel.
� Jenis dan variasi pelayanan cukup tersedia dan cukup menunjang pengembangan
sektor-sektor ekonomi berskala regional, nasional, dan internasional.
� Kuantitas dan kualitas pelayanan kurang.
� Alokasi distribusi pelayanan belum merata antarkecamatan.
f. Air Bersih � Sumber air baku adalah air Sungai Kapuas.
� Reservoir air bersih sebanyak 7 buah, 4.300 m3.
� Pelanggan 42.407 (1999), tumbuh 10,81% per tahun (1988-1999).
� Produksi air bersih yang disalurkan 13.653.910 m3 (1999), melaju 12,36% per tahun (1988-
1999).
� Penjualan Rp 15,75 miliar (1999), dengan kenaikan 21,67% setahun (1990-1998).
� Sumber air baku berlimpah.
� Permintaan pelanggan senantiasa meningkat.
� Produksi dan penjualan meningkat cukup tinggi.
� Kualitas air baku sulit untuk dijaga apabila pencemaran oleh limbah tidak bisa
dikendalikan.
� Keterbatasan investasi untuk meningkatkan produksi.
7. Fasilitas
a. Industri � Industri yang berkembang di tepian Sungai Kapuas adalah industri karet, industri
makanan/minuman, industri galangan kapal, industri penggergajian kayu, dan industri pengolahan hasil pertanian.
�
� Beberapa dari kegiatan industri tersebut telah berusia puluhan tahun.
� Kemungkinan kegiatan industri yang ada dijadikan tempat tujuan wisata.
� Mengakibatkan pencemaran lingkungan, seperti polusi udara dan pencemaran air
sungai.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 29
NO ASPEK KARAKTERISTIK INTERNAL KEKUATAN KELEMAHAN
b. Perdagangan � Fasilitas perdagangan terdiri dari pasar tradisional, ruko-ruko, supermarket.
� Perdagangan berskala lokal, regional, dan internasional.
� Kawasan perdagangan sebagian besar terdapat di kawasan pusat kota (Kecamatan Pontianak
Barat dan Pontianak selatan).
� Mudah dijangkau dari wilayah lain.
� Dilalui oleh jalur kendaraan umum.
� Mempunyai akses terhadap transportasi darat dan air.
� Kegiatan bongkar muat di jalan bisa menimbulkan antrian kendaraan.
� Arus lalu lintas kendaraan bermuatan bisa merusak infrastruktur kota.
� Bila tidak diantisipasi perkembangan aktivitas perdagangan dapat merubah fungsi
lahan lainnya.
� Kawasan perdagangan di bagian utara dan timur kota kurang berkembang.
c. Pariwisata � Objek wisata yang daya tariknya cukup kuat adalah kawasan cagar budaya yang harus
dilestarikan (Makam Kesultanan Pontianak, Mesjid Jami’, dan Keraton Kadriah), Tugu Khatulistiwa, dan Pulau Batu Layang yang masih alami.
� Fasilitas pariwisata terdiri dari hotel, restoran, biro perjalanan.
� Objek-objek wisata lainnya adalah berupa hiburan/atraksi khusus (seperti perang meriam),
tempat-tempat makan/jajan yang khas Pontianak, toko-toko souvenir, dan lain-lain.
� Objek wisata cagar budaya memiliki nilai sejarah dan budaya lokal yang tinggi.
� Tugu Khatulistiwa bisa menjadi land mark Kota Pontianak.
� Bisa menjadi sektor andalan pemba-ngunan ekonomi berskala internasional.
� Objek wisata yang ada tidak terpelihara dengan baik.
� Tidak memiliki fasilitas penunjang lain seperti layaknya tempa tujuan wisata.
� Kendaraan umum yang melalui lokasi tersebut masih terbatas jumlahnya.
� Belum memanfaatkan keberadaan Sungai Kapuas sebagai objek yang potensial.
d. Perhotelan Jumlah hotel yang ada di Kota Pontianak (1998) :
� 5 buah hotel berbintang (540 kamar, 776 tempat tidur).
� 36 buah hotel nonbintang (1.159 kamar, 2.456 tempat tidur).
� Dapat mengakomodasi kebutuhan kepariwisataan, seperti penginapan, ruang
konferensi, dan lain-lain.
� Sebagian dari hotel yang ada kondisi fisiknya sudah kurang layak.
� Penyebaran hotel antarkecamatan mengalami ketimpangan.
e. Perumahan � Sekitar 30 persen dari luas kota merupakan guna lahan perumahan.
� Sebagian kawasan perumahan terletak di daerah/ di atas aliran Sungai Kapuas.
� Mempunyai karakteristik lingkungan perumahan yang khas.
� Dapat dijadikan salah satu objek wisata.
� Sebagian areal permukiman berada di daerah genangan air dan rawan banjir.
� Sebagian perumahan berupa bangunan semi permanen dan tidak layak huni.
� Tidak semua rumah memiliki sistem penyediaan air bersih dan sistem pembuangan
air kotor.
� Kurang penghijauan, terutama di Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan
Pontianak Selatan.
f. Kesehatan � 1999 : fasilitas kesehatan terdiri dari 3 buah rumah sakit umum (563 tempat tidur), 1 buah
rumah sakit spesialis (120 tempat tidur), 7 buah klinik bersalin (56 tempat tidur), dan 44 buah puskesmas (termasuk puskesmas pembantu dan puskesmas keliling).
� Dari segi kuantitas fasilitas kesehatan yang ada sudah cukup memadai. � Penyebaran fasilitas kesehatan kurang optimal.
g. Peribadatan � Jumlah fasilitas peribadatan (1998) meliputi 155 buah mesjid dan 346 buah mushallah, 31 buah
vihara, 36 buah gereja Protestan, 9 buah gereja Katholik, dan belum ada pura.
� Fasilitas peribadatan yang ada jumlahnya cukup memadai � Penyebaran fasilitas ibadah yang ada belum merata
� Belum semua agama memiliki fasilitas peribadatan
� Ratio penampungan beberapa tempat ibadah masih terlalu tinggi
h. Pendidikan � 1999 : jumlah fasilitas pendidikan terdiri dari 63 buah taman kanak-kanak (TK), 225 buah
sekolah dasar (SD), 62 buah SMTP, 64 buah SMU/Kejuruan, 22 buah perguruan tinggi.
� Untuk pendidikan tinggi fasilitas yang tersedia cukup memadai. � Kondisi fisik beberapa fasilitas pendidikan sudah tidak layak.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 30
Tabel 2.10.
Peluang dan Tantangan Eksternal Kota Pontianak
NO. ASPEK KARAKTERISTIK EKSTERNAL PELUANG TANTANGAN
1. Internasional � Perekonomian global makin kompetitif dengan berkembangnya
kerjasama ekonomi antarnegara maupun blok-blok perdagangan.
� Adanya kerjasama antarnegara dalam bentuk sister city.
� Sister city (Pontianak-Kuching), AFTA (ASEAN Free Trade Area) 2003, dan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) 2010/2020, Pasar Tunggal Eropa, NAFTA (North America Free Trade Area), WTO (World Trade Organization), dan lain-lain akan menjadi peluang bagi Kota Pontianak apabila Kota Pontianak mempunyai daya saing internasional.
� Berpeluang mendapat limpahan investasi asing dan relokasi industri dari negara-negara ASEAN (terutama
Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, dan Vietnam) maupun Asia Timur (Jepang, Korea, Taiwan, dan Cina).
� Berpeluang mengembangkan sektor ekonomi berskala internasional, misalnya perdagangan, industri
berorientasi ekspor, pariwisata, dan jasa pelabuhan.
� Berpeluang menjadi pusat kegiatan dan jaringan kerjasama antarnegara di bidang perdagangan, jasa, dan
pariwisata.
� Sister city, AFTA 2003, dan APEC 2010/2020 akan menjadi ancaman apabila Kota Pontianak
tidak mempunyai daya saing internasional.
� Tertantang untuk meningkatkan daya saing internasional, hubungan perdagangan
internasional, penarikan modal asing, perebutan wisatawan mancanegara.
� Penciptaan surplus kegiatan ekonomi untuk tujuan ekspor.
2. Nasional � Mulai berlakunya UU No. 22/1999 dan No. 25/1999 tahun 2001. � UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 akan menjadi peluang apabila Kota Pontianak mampu
berotonomi dalam segala wewenang yang dimilikinya.
� Pariwisata, perdagangan, industri, dan jasa pelabuhan berpeluang sebagai sektor-sektor andalan di tingkat
nasional.
� Berpeluang menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional.
� Berpeluang menarik investor domestik.
� Percepatan pembangunan berpeluang menarik penduduk daerah lain di Indonesia untuk bermigrasi ke Kota
Pontianak.
� UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 merupakan tantangan untuk mewujudkan kemandirian
dalam membangun daerah sendiri.
� Peningkatan kualitas penduduk/tenaga kerja agar bisa bersaing dengan daerah-daerah lain di
Indonesia.
� Pengelolaan sumberdaya alam yang terencana, efisien, dan optimal
3. Regional � Dikembangkannya konsep Pokusikarang dan Kawasan Metropolitan
Pontianak.
� Berpeluang meningkatkan kerjasama yang bersifat strategis di antara pusat-pusat pertumbuhan regional
melalui Pokusikarang / KMP.
� Berpeluang meningkatkan perdagangan barang dan jasa antarkota/kabupaten, antarpropinsi, dan antarpulau di
sekitar Pulau Kalimantan.
� Berpeluang menjadi daerah tujuan wisata terkemuka di Pulau Kalimantan dan sekitarnya.
� Berpeluang meningkatkan kegiatan ekonomi berskala lokal menjadi skala regional.
� Meningkatkan pelayanan sistem transportasi antardaerah.
� Memberdayakan kegiatan ekonomi berbasis usaha kecil, usaha menengah, dan koperasi.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 31
• Dilalui Sungai Kapuas, Kapuas Kecil, dan Landak yang memungkinkan berlangsungnya
interaksi antara Kota Pontianak dengan wilayah hinterland-nya, wilayah lainnya di luar
Kalimantan, bahkan dengan luar negeri.
• Merupakan ibukota Propinsi Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan negara
tetangga (Sarawak, Malaysia).
� Memiliki kawasan nonterbangun yang masih cukup luas untuk mengantisipasi kemungkinan
pengembangan aktivitas perdagangan.
� Memiliki area yang menghasilkan karet, dan dikelilingi wilayah-wilayah hinterland-nya yang juga
merupakan wilayah penghasil komoditas perdagangan berorientasi ekspor.
Kota Pontianak dinilai memiliki potensi perdagangan yang tinggi karena adanya dukungan dari aspek
sarana dan prasarana transportasi sebagai berikut :
� Memiliki pelabuhan sungai (Pelabuhan Pontianak), baik untuk penumpang maupun bongkar
muat barang, yang dilengkapi oleh moda transportasi air (sungai) yang terdiri dari kapal-kapal
berbagai ukuran hingga yang dapat memuat kontainer.
� Adanya pelabuhan udara (Bandara Supadio), yang walaupun berlokasi di luar wilayah
administratif Kota Pontianak (tepatnya di Kabupaten Pontianak), namun akses antara Kota
Pontianak dan Bandara Supadio tersebut sangat lancar. Optimalisasi Bandara Supadio ini
tampaknya memiliki kinerja yang semakin meningkat. Jalur penerbangan dan perusahaan
penerbangan yang melayani penerbangan dari dan menuju Kota Pontianak memperlihatkan
kecenderungan yang terus bertambah. Skala penerbangan tidak hanya domestik, tapi juga
internasional.
� Adanya jaringan jalan (termasuk jembatan), baik jaringan jalan yang menghubungkan
antarkawasan di dalam Kota Pontianak itu sendiri maupun yang menghubungkan Kota Pontianak
dengan wilayah hinterland-nya, bahkan dengan negara tetangga yang berbatasan (Sarawak dan
Brunei Darussalam). Di samping itu, dengan tengah dilakukannya pembangunan jalan trans
Kalimantan akan semakin meningkatkan aksesibilitas antara Kota Pontianak dengan wilayah-
wilayah lainnya di seluruh Kalimantan.
Di samping kedua faktor di atas, potensi perdagangan Kota Pontianak semakin diperkuat lagi dengan
adanya fasilitas-fasilitas penunjang sebagai berikut :
� Adanya kegiatan industri yang cukup berkembang pesat di Kota Pontianak. Produk dari kegiatan
industri ini berperan sebagai pemasok komoditas untuk aktivitas perdagangan domestik maupun
perdagangan luar negeri (industri sebagai backward linkage bagi kegiatan perdagangan).
� Adanya daya tarik wisata, antara lain dengan adanya cagar budaya di sekitar Kampung Beting
(Kecamatan Pontianak Timur) dan tugu khatulistiwa (Kecamatan Pontianak Utara), yang
walaupun belum dikembangkan secara lebih optimal namun tetap menjadi daya tarik yang kuat
untuk kegiatan wisata. Kedatangan wisatawan dapat meningkatkan pendapatan pada sektor
perdagangan, misalnya melalui penjualan cinderamata dan makanan khas Pontianak. Saat ini
telah ada pemikiran, rencana, dan upaya optimalisasi pengembangan pariwisata.
Ditinjau ditinjau dari tingkat pendidikan terakhir penduduknya, tampaknya secara formal kualitas
sumberdaya manusia yang ada masih belum dapat dikatakan cukup memadai untuk pengembangan potensi
perdagangan Kota Pontianak dalam skala internasional. Meskipun demikian, dilihat dari tinjauan historis tadi
sebenarnya sumberdaya manusia yang ada di Kota Pontianak telah cukup kaya pengalaman dalam dunia
perdagangan.
2.6.2. Potensi Pelabuhan Sungai
Karakteristik fisik alami yang mendukung potensi pelabuhan sungai yang dimiliki Kota Pontianak
adalah sebagai berikut :
� Kapasitas sungai untuk dilayari
Dengan dapat dilayarinya Sungai Kapuas oleh berbagai jenis kapal, mulai dari kapal perang,
tanker, penumpang (termasuk kapal cepat Pontianak-Jakarta), dan kontainer, memberi
dukungan yang besar bagi pengembangan potensi pelabuhan Pontianak.
� Posisi geografis yang strategis
Posisi geografis Kota Pontianak dengan Sungai Kapuasnya cukup strategis, karena dapat diakses
dari wilayah-wilayah hinterland-nya, wilayah lainnya di luar Kalimantan, bahkan hingga wilayah
lain di luar Indonesia.
Ditinjau dari aspek sarana dan prasarana transportasi, berikut ini akan diuraikan potensi pelabuhan
yang dimiliki Kota Pontianak :
� Telah beroperasinya Pelabuhan Pontianak itu sendiri, baik untuk pelayaran penumpang maupun
barang dengan menggunakan kapal berbagai ukuran. Kinerja operasionalisasi pelabuhan ini
semakin meningkat dengan dukungan makin berkembangnya moda angkutan sungai, antara lain
adanya pelayaran kapal cepat dengan rute Pontianak-Jakarta (seperti Kapal Cepat Cisadane dan
Mahakam).
� Telah adanya jaringan jalan yang menghubungkan Pelabuhan Pontianak dengan kawasan
perdagangan, kawasan permukiman, dan kawasan-kawasan lainnya di Kota Pontianak.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 32
� Telah adanya penyeberangan ferry antara dermaga di Kelurahan Mariana (Kecamatan Pontianak
Kota) dan dermaga di Kelurahan Siantan Tengah (Kecamatan Pontianak Utara) untuk
penyeberangan orang, sepeda, dan kendaraan bermotor.
� Adanya pelabuhan rakyat di Kecamatan Pontianak Barat (sekitar tempat pelelangan ikan/TPI).
Hingga saat ini kedua pelabuhan ini masih berskala kecil, hanya digunakan oleh para nelayan
setempat.
Fasilitas penunjang yang memperkuat potensi pengembangan pelabuhan sungai di Kota Pontianak
adalah sebagai berikut :
� Telah adanya industri hulu (umumnya industri pengolahan karet dan penggergajian
kayu/sawmill) berorientasi ekspor yang terkait dengan kegiatan pelabuhan.
� Adanya bangunan dan objek wisata, yang memungkinkan untuk menarik arus wisatawan, antara
lain melalui tarnsportasi air.
� Telah berkembangnya aktivitas perdagangan regional, yang sebagian besar menggunakan jalur
transportasi air dengan memanfaatkan Sungai Kapuas dan Sungai Landak.
Walaupun hingga saat ini pelabuhan yang ada telah melayani jasa bongkar muat dan transportasi
yang sebagian besar untuk kegiatan perdagangan berorientasi ekspor, namun untuk mengantisipasi
pengembangan Kota Pontianak yang akan diarahkan untuk menjadi kota internasional, dan sekaligus untuk
mengantisipasi pengembangan wisata berskala internasional, maka kualitas sumberdaya manusianya tetap
perlu lebih ditingkatkan.
2.6.3. Potensi Pariwisata
Meskipun berdasarkan analisis LQ maupun analisis PDRB tidak memperlihatkan besarnya potensi
sektor pariwisata di Kota Pontianak, namun dengan mempertimbangkan berbagai keunikan di kota tersebut,
maka Kota Pontianak memiliki potensi pariwisata dengan prospek perkembangan yang baik di masa depan.
Sebelum membahas potensi kepariwisataan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya,
terlebih dahulu akan dilihat perkembangan jumlah kunjungan wisatawan menuju Kota Pontianak. Seperti
yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya, tidak ada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan yang
berarti dalam periode 1993-1999, bahkan terjadi penurunan sejak tahun 1998. Dikaitkan dengan apa yang
tengah terjadi di Kota Pontianak pada saat itu, mulai pertengahan tahun 1997 Kota Pontianak – seperti juga
kota-kota lainnya di Indonesia – tengah dilanda krisis ekonomi yang antara lain mengakibatkan tingginya
jumlah pekerja yang terkena PHK. Angka kriminalitas pada gilirannya turut meningkat. Berbagai kegiatan
demonstrasi yang diwarnai kerusuhan pun kadang muncul, dan biasanya informasi ini tersebar ke dunia luar
dengan memberi kesan yang tidak baik. Kurang terjaminnya keamanan menjadi salah satu penghalang
tertariknya wisatawan untuk berkunjung. Kemungkinan lainnya adalah kurang optimalnya pengembangan
potensi dan daya tarik wisata, atau kalahnya daya tarik untuk jenis wisata serupa oleh kawasan lain, baik
dalam hal kebersihan, keindahan, maupun profesionalitas pengelolaan.
Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk mengembangkan potensi kepariwisataan ini,
mengingat keunikan Kota Pontianak (dengan tingkat keunikan berskala internasional berupa posisinya di
garis khatulistiwa) dan pengelolaan kawasan cagar budaya sekitar Kampung Beting (dengan Mesjid Jami
yang berumur sekitar 200-an tahun dan Keraton Kadriah) yang belum dikembangkan dengan optimal. Di
samping itu, dengan menata kawasan tepian sungai (yang saat ini nilai estetisnya belum cukup memadai
untuk kegiatan wisata) dan lebih melibatkan peran serta swasta dan masyarakat, diharapkan mampu
menarik wisatawan untuk berwisata ke Kota Pontianak.
Dikaji dari aspek fisik alami, berbagai kekayaan alam yang dimiliki Kota Pontianak beserta analisisnya
untuk pengembangan pariwisata dapat diuraikan sebagai berikut :
� Posisi geografis Kota Pontianak yang dilalui garis khatulistiwa merupakan keunikan berskala
internasional. Pada lokasi ini mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai wisata yang
bersifat ilmu pengetahuan maupun rekreasi yang unik. Ada beberapa keunikan pada posisi yang
dilalui garis khatulitiwa ini yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata dengan daya tarik
utama yang bersifat keilmuan, antara lain tidak adanya bayangan pada saat kulminasi; putaran
arus air yang berbeda antara belahan bumi utara, belahan bumi selatan, dan tepat pada garis
tersebut. Pengembangan yang lain adalah untuk kegiatan rekreasi yang unik, misalnya dengan
membangun lapangan golf, dimana orang dapat memukul bola dari belahan bumi utara ke
belehan bumi selatan atau sebaliknya.
� Keberadaan Sungai Kapuas yang dapat dilayari kapal berbagai ukuran mendukung untuk
dikembangkan sebagai wisata air, antara lain seperti pelayaran ke berbagai obyek wisata
menggunakan kapal atau perahu, restoran keliling (dengan menggunakan perahu sebagai
tempat berjualan makanan/restoran), dan pertunjukan lomba dayung. Dalam hal ini yang perlu
diantisipasi untuk pengembangannya ke depan demi keberhasilan pengembangan potensi wisata
air adalah kualitas perairan itu sendiri.
� Lansekap Kota Pontianak yang dialiri banyak sungai dan parit cukup mendukung kegiatan wisata
di tengah cuaca tropis kota yang dibelah garis khatulistiwa. Dengan suhu udara yang cukup
panas, lansekap seperti ini memungkinkan untuk banyak menghadirkan unsur air yang memberi
kesan sejuk dan segar. Sebenarnya lansekap Kota Pontianak dapat lebih ditingkatkan daya
tariknya dengan mengembangkan jalur hijau dan taman kota secara menyebar untuk membantu
memperbaiki kualitas udara (dapat menurunkan suhu udara di siang hari karena menyerap CO2
dan mengeluarkan O2, serta mengabsorpsi berbagai polutan yang bertebaran di udara) dan
meningkatkan keasrian/estetika lingkungan di sekitarnya.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 33
� Bentuk Sungai Kapuas, Kapuas Kecil, dan Landak yang membelah Kota Pontianak sedemikian
rupa secara alami menciptakan panorama yang indah, terutama dilihat dari arah Sungai Kapuas
sebelah barat (hulu), maupun dari sekitar kawasan “segitiga” Kampung Beting, Taman Alun
Kapuas, dan Siantan Tengah. Sayangnya hal ini tidak cukup didukung oleh penataan dan kondisi
bangunan-bangunan yang baik di tepian sungai-sungai tersebut.
� Posisi geografis Kota Pontianak yang menempati lokasi strategis, karena mudah diakses baik
melalui transportasi air, darat, maupun udara.
� Masih luasnya lahan nonterbangun di Kota Pontianak untuk kemungkinan pengembangan
kegiatan pariwisata.
Dari aspek sarana dan prasarana transportasi, ada berbagai potensi yang telah dimiliki Kota
Pontianak. Selanjutnya dalam rangka pengembangan kegiatan pariwisata berskala internasional, beberapa
analisis potensi dan kemungkinan pengembangannya yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
� Adanya Bandara Supadio yang walaupun berlokasi di luar wilayah administratif Kota Pontianak
(di Kabupaten Pontianak) namun memungkinkan aksesibilitas antara Kota Pontianak dengan
wilayah lainnya di Kalimantan, pulau-pulau lain di Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri.
Kinerja perjalanan udara ini diperkuat lagi dengan semakin banyaknya perusahaan penerbangan
yang beroperasi melayani penerbangan dari dan ke Pontianak.
� Telah beroperasinya Pelabuhan Pontianak, yang dapat dilayari kapal berbagai ukuran.
Kemudahan aksesibilitas melalui perjalanan air ini makin meningkat dengan makin
berkembangnya moda transportasi yang melayani pelayaran dari dan ke Pontianak akhir-akhir
ini, misalnya antara lain dengan adanya kapal cepat Cisadane dan Mahakam yang melayani
pelayaran Pontianak-Jakarta.
� Adanya penyeberangan ferry antara dermaga di Pelabuhan Kota di Kecamatan Pontianak Kota
(sebelah timur Alun Kapuas) dan dermaga di Pelabuhan Siantan di Kecamatan Pontianak Utara.
Hingga saat ini tingkat pelayanan yang diberikan dermaga ini tidak menjadi persoalan. Akan
tetapi untuk mengantisipasi kemungkinan meningkatnya arus wisatawan maka tingkat
pelayanan di dermaga ini perlu ditingkatkan.
� Telah adanya pelayaran sungai yang melayani kegiatan wisata yang dikelola oleh perusahaan
swasta dengan rute yang bervariasi sesuai permintaan wisatawan. Di samping itu, banyak juga
perahu-perahu kecil seperti klotok milik masyarakat setempat (perorangan) yang bisa disewakan
untuk kegiatan wisata.
� Telah adanya jaringan jalan (dan jembatan) yang menghubungkan antarkecamatan, bahkan
telah ada akses melalui perjalanan darat hingga ke Kuching (Sarawak, Malaysia). Moda
transportasi yang melayani perjalanan antara Kota Pontianak dan Kuching adalah berupa bus
antarnegara dengan kondisi yang cukup baik. Di samping itu, dibangunnya jaringan jalan trans
Kalimantan memungkinkan terjadinya interaksi antara Kota Pontianak dengan ketiga propinsi
lainnya di Kalimantan turut mendukung pengembangan kegiatan wisata.
Hingga saat ini fasilitas penunjang untuk kegiatan pariwisata yang dimiliki Kota Pontianak beserta
analisis prospek pengembangannya sebagai berikut :
� Adanya fasilitas penginapan (5 buah hotel berbintang, 36 hotel nonbintang). Untuk
pengembangan pariwisata berskala internasional, maka fasilitas penginapan wisatawan dapat
lebih ditingkatkan dan diperkaya variasinya, misalnya dengan mengembangkan homestay di
rumah-rumah penduduk sekitar Kampung Beting. Pengembangan homestay ini memiliki target
group tersendiri, yaitu wisatawan yang menginginkan nuansa khas kerakyatan.
� Adanya restoran, pusat jajanan, dan rumah makan.
� Adanya berbagai fasilitas hiburan seperti bioskop, karaoke, dan diskotik.
� Adanya biro-biro perjalanan (travel), fasilitas money changer, pelayanan kesehatan, toko-toko
cindera mata, serta tempat penjualan makanan/produk makanan yang khas.
� Museum yang telah ada dapat dikembangkan lebih lanjut dan mengisinya dengan berbagai
acara bernuansa khas Pontianak, seperti informasi karakteristik alamnya yang khas, berbagai
produk khas, kekayaan budaya, serta perkembangannya dari masa ke masa. Media yang
digunakan untuk dipamerkan di museum ini dapat berupa produk asli, miniatur, foto, lukisan,
buku, film, dan sebagainya. Melalui pengkayaan museum ini sekaligus dapat dikembangkan jenis
wisata ilmu pengetahuan.
� Dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dapat menunjang terwujudnya
pengembangan kegiatan pariwisata berskala internasional, maka perlu disediakan suatu fasilitas
pendidikan dan ketrampilan di bidang kepariwisataan, antara lain seperti pengetahuan
manajemen pengelolaan fasilitas penginapan, pendidikan pramuwisata, serta ketrampilan
pembuatan cindera mata dan produk khas Pontianak yang berkualitas. Hingga saat ini telah ada
industri berskala kecil dan rumah tangga yang memproduksi kerajinan manik-manik, ukiran,
miniatur Tugu Khatulistiwa, lampit, dan berbagai makan khas (lempok, ikan asin). Melalui
fasilitas pendidikan dan ketrampilan bidang kepariwistaan, diharapkan dapat lebih meningkatkan
kuantitas dan kualitas produksi dari industri kerajinan dan makanan tradisional ini hingga
memiliki daya jual yang meningkat.
� Hal lainnya yang sangat penting dalam pengembangan kegiatan pariwisata berskala
internasional adalah kegiatan promosi dan pemasaran. Untuk itu diharapkan adanya pusat
pelayanan informasi kepariwisataan di Kota Pontianak yang mampu berperan aktif
menginventarisasi potensi wisata yang layak jual, memasarkannya ke pasar internasional, dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 34
menghimpun berbagai informasi kepariwisataan di dunia internasional, sebagai studi banding
dalam upaya meningkatkan kinerja kepariwisataan Kota Pontianak.
Untuk pengembangan pariwisata berskala internasional, diperlukan dukungan sumberdaya manusia
yang berkualitas, baik sebagai pengelola kegiatan pariwisata (tenaga pemandu, pengelola penginapan,
restoran, penjaga sungai, pengrajin cendera mata, dan sebagainya) maupun sebagai penduduk/tuan rumah.
Berbagai pertimbangan berikut perlu diperhatikan untuk pengembangan kegiatan pariwisata internasional :
� Mengingat hingga kini penduduk Kota Pontianak sebagian besar berpendidikan sekolah dasar,
maka untuk mendukung kegiatan pariwisata berskala internasional perlu adanya upaya
peningkatan mutu sumberdaya manusianya, antara lain dalam hal kemampuan berbahasa
(berkomunikasi), kemampuan mengelola fasilitas penginapan, pengetahuan tentang budaya dan
karakteristik alam Kota Pontianak bagi pemandu wisata, serta kemampuan akan ketrampilan
(misalnya untuk membuat cindera mata dan produk khas) supaya dapat menghasilkan mutu
yang makin berkualitas.
� Dilihat dari struktur usia penduduknya, Kota Pontianak didominasi oleh golongan penduduk
berusia muda dan anak-anak. Secara umum usia muda dan anak-anak relatif lebih mudah
terpengaruh oleh kondisi yang ada di sekitarnya. Pengembangan Kota Pontianak yang diarahkan
menuju kegiatan pariwisata berskala internasional sedikit banyak akan memberi warna yang
berbeda (dalam hal budaya) yang terbawa oleh para wisatawan asing yang berkunjung ke
tempat tersebut. Oleh karena itu, sejak dini perlu ditekankan dan diupayakan penanaman dan
penguatan nilai dan norma keagamaan serta budaya timur kepada penduduk berusia muda
tersebut.
� Perlu adanya peraturan yang mengikat (dengan disertai sanksi bila dilanggar) bagi para
wisatawan, investor kegiatan wisata, serta penduduk asli di sekitarnya untuk tidak mencemari
lingkungan, misalnya dengan tidak membuang sampah dan limbah ke sungai.
2.6.4. Potensi Industri
Sektor industri merupakan salah satu potensi yang diharapkan dapat lebih dipacu perkembangannya
yang juga diarahkan bukan hanya memiliki keunggulan komparatif tetapi telah mengarah pada keunggulan
kompetitif. Industri yang ada saat ini telah berorientasi ekspor, terutama industri hasil pertanian dan
kehutanan.
Potensi industri yang dimiliki Kota Pontianak didukung oleh beberapa karakteristik fisik alami sebagai
berikut :
� Dialirinya Kota Pontianak oleh banyak sungai, di antaranya tiga sungai besar (Kapuas, Kapuas
Kecil, dan Landak) dengan debit air yang cukup besar, sehingga dapat mendukung potensi
industri dalam hal sumber/penyediaan air untuk proses industri dan sebagai badan penerima
buangan limbah cairnya.
� Kemiringan lahannya yang termasuk datar (sekitar 0-2%) memudahkan pengembangan
kegiatan industri (terutama untuk area terbangunnya).
� Dikelilinginya Kota Pontianak oleh wilayah hinterland yang menghasilkan bahan mentah (karet,
kayu, produk pertanian) untuk mensupply kegiatan industri di Kota Pontianak.
� Untuk industri kayu dan karet (crumb rubber), perlu mewaspadai keberlanjutan bahan baku dan
dampak pencemarannya. Oleh karena itu, perlu diantisipasi upaya rehabilitasi tanaman tua
untuk keberlanjutan bahan baku. Juga penggunaan instalasi pengolah air limbah (IPAL) yang
mengolah limbah sebelum dibuang ke badan perairan (sungai) untuk mencegah pencemaran air
sungai, serta pemanfaatan teknologi terbaru untuk pengendalian pencemaran udara (bau) bagi
industri karet.
� Masih relatif luasnya area nonterbangun di Kota Pontianak untuk mengantisipasi kemungkinan
pengembangan kegiatan industri.
Kemungkinan pengembangan potensi industri di Kota Pontianak diperkuat oleh keberadaan sarana
dan prasarana transportasi sebagai berikut :
� Adanya Pelabuhan Sungai Pontianak yang dapat dilayari oleh kapal-kapal berbagai ukuran,
sehingga memungkinkan berlangsungnya arus pengiriman bahan mentah, bahan baku, maupun
produk industri.
� Telah adanya jaringan jalan yang menghubungkan antara Pelabuhan Pontianak dan kawasan-
kawasan tempat kegiatan industri tersebut berlangsung.
Fasilitas penunjang yang dapat turut mendukung kemungkinan pengembangan potensi industri di
Kota Pontianak di antaranya adalah :
� Dominannya perkembangan sektor perdagangan dapat mendukung pengembangan industri
karena sektor perdagangan berperan sebagai forward linkage bagi kegiatan industri.
� Adanya rencana pengembangan wisata air diharapkan dapat membuka peluang diversifikasi
produk dari industri dengan bahan mentah kayu, sehingga produk yang dihasilkan bukan hanya
berupa plywood, tetapi juga misalnya perahu-perahu hias untuk kegiatan wisata air.
� Adanya rencana pengembangan wisata secara keseluruhan (air dan khatulistiwa) sebaiknya juga
dipandang sebagai peluang untuk memperkaya variasi produk-produk industri, seperti industri
makanan minuman dan industri kecil yang memproduksi berbagai cindera mata sehingga
memenuhi selera pasar bertaraf internasional.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tinjauan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
II - 35
Untuk meningkatkan optimalisasi kinerja kegiatan industri di Kota Pontianak dengan kemungkinan
pengayaan diversifikasi produknya serta upaya pencegahan pencemaran yang ditimbulkannya, maka perlu
adanya upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia pada sektor industri tersebut, baik dalam hal teknik
produksi, manajemen, informasi, kelembagaan, maupun pengetahuan tentang pentingnya kelestarian fungsi
ekosistem terhadap Kota Pontianak secara keseluruhan.