BAB 4
HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
Parameter dalam proses emulsifikasi penguapan pelarut yang mempengaruhi ukuran
partikel, potensial zeta, sifat hidrofil dan pengisian obat meliputi: (i) Intensitas dan durasi
homogenisasi; (ii) jenis dan jumlah emulgator, polimer dan zat aktif; dan (iii) profil
pengerasan partikel (penguapan pelarut) (Gupta, 2006). Faktor kritis yang menentukan
keberhasilan proses pembuatan nanocarrier (ukuran dan morfologinya) yang diteliti pada
studi ini adalah kecepatan dan jenis alat untuk emulsifikasi, jenis polimer, jenis dan
konsentrasi emulgator, fase organik, dan pengisian zat aktif.
Pada penelitian ini, kecepatan yang digunakan adalah 13.500 rpm. Peningkatan kecepatan
homogenisasi akan mengakibatkan nanocarrier mengendap dan menempel pada alat
(Homogeniser Ultra-Turrax T23). Kecepatan pengadukan mempengaruhi ukuran globul
polimer yang teremulsi. Semakin tinggi kecepatan homogenisasi maka ukuran globul akan
semakin kecil. Proses homogenisasi dapat menghasilkan energi yang dapat digunakan
untuk menurunkan tegangan permukaan dan membantu memperbesar luas permukaan
globul sehingga didapatkan ukuran globul yang lebih kecil.
Akan tetapi masalah yang timbul akibat pengecilan ukuran globul yang luar biasa adalah
terjadinya aglomerasi. Dua buah globul akan mengalami koalesensi jika jarak antara kedua
globul tersebut kurang dari 1 nm (Gupta, 2006). Oleh karena itu, selain pengaturan
kecepatan homogenisasi secara optimal, pengecilan globul juga harus distabilkan dari
proses koalesensi. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah menambahkan zat penstabil,
dalam penelitian ini digunakan PVA, atau dengan mempercepat proses pembentukan
nanocarrier (kecepatan penguapan fase organik). Penambahan surfaktan pada sistem ini
akan menurunkan tegangan permukaan. Dengan demikian dengan energi yang sama, yang
berasal dari proses homogenisasi, diharapkan dapat diperoleh ukuran partikel yang lebih
kecil.
Sedangkan mempercepat proses pembentukan nanocarrier atau meningkatkan kecepatan
penguapan fase organik memiliki mekanisme yang berbeda. Bila penguapan fase organik
25
26
dapat dipercepat, maka diharapkan globul yang masih berukuran kecil dapat mengeras
terlebih dahulu sebelum berkoalesensi dengan globul lainnya. Hal ini lebih
menguntungkan karena suspensi dengan nanocarrier yang telah memadat secara fisik
stabil walaupun tanpa menggunakan zat penstabil (Niwa et al., 1993).
4.1 Pengaruh Fase Organik terhadap Karakteristik Nanocarrier HPMCP HP-55
Fase organik yang digunakan pada pembuatan nanocarrier HPMCP HP-55 terdiri dari
aseton, metanol dan diklorometan. Pengamatan pengaruh fase organik terhadap
karakteristik nanocarrier ditunjukkan pada gambar 4.1, 4.2, dan 4.3.
A B
Gambar 4.1 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 tanpa menggunakan diklorometan (A) dan dengan menggunakan diklorometan (B).
A B
Gambar 4.2 Pengamatan mikroskopik suspensi nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x) nanocarrier HPMCP HP-55 tanpa menggunakan diklorometan (A) dan dengan menggunakan diklorometan (B).
27
A B
Gambar 4.3 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier HPMCP HP-55 tanpa menggunakan diklorometan (A) dan dengan menggunakan diklorometan (B).
HPMCP hanya mengembang dan tidak dapat larut didalam diklorometan (Rowe et al.,
2006). Tetapi diklorometan perlu digunakan dalam fase organik untuk membentuk globul
stabil sehingga nanocarrier yang diperoleh dapat berbentuk sferis. Aseton merupakan
pelarut yang baik bagi HPMCP HP-55 karena HPMCP mudah larut baik didalamnya,
begitu juga dalam pelarut campur aseton-metanol (1:1) (Rowe et al., 2006). Tetapi
penggunaan fase organik hanya aseton-metanol meningkatkan polaritas fase organik
menyebabkan fase organik bercampur dengan air sehingga tidak dihasilkan globul yang
sferis dan nanocarrier yang dihasilkan pun berbentuk nonsferis. Peningkatan diklorometan
sebagai fase organik menyebabkan peningkatan ukuran nanocarrier akibat dari terjadinya
pengembangan HPMCP HP-55 dan bukan pelarutan yang diharapkan. Penambahan
metanol akan meningkatkan polaritas fase organik sehingga tegangan permukaan antar fase
berkurang dan ketercampuran dengan air semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan
diperolehnya globul yang lebih kecil. Tetapi metanol merupakan pelarut yang berbahaya
dan titik didihnya yang relatif tinggi menyebabkan fase organik lebih sulit diuapkan.
Sehingga penggunaan diklorometan dan metanol lebih sedikit dari aseton.
4.2 Pengaruh Emulgator terhadap Karakteristik Nanocarrier HPMCP HP-55
Pada penelitian ini dibandingkan dua emulgator yaitu Tween 80 dan polivinilalkohol
(PVA). Pengamatan pengaruh emulgator terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan
pada gambar 4.4, 4.5, dan 4.6.
28
A B C
Gambar 4.4 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 menggunakan Tween 80 1% (A), PVA 0,1% (B), dan PVA 0,5 % (C).
A B C
Gambar 4.5 Pengamatan mikroskopik suspensi nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x) nanocarrier HPMCP HP-55 menggunakan Tween 80 1% (A), PVA 0,1% (B), dan PVA 0,5 % (C).
A B
Gambar 4.6 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier HPMCP HP-55 menggunakan Tween 80 1% (A) dan PVA 0,1% (B).
Pengembangan formulasi dengan Tween 80 tidak dilanjutkan karena bentuknya yang cair
menyebabkan partikel sulit untuk dikeringkan sedangkan tujuan akhir perolehan
nanocarrier pada penelitian ini adalah dalam keadaan kering. Selain itu untuk
29
mendapatkan suspensi dengan penampilan yang benar-benar baik diperlukan konsentrasi
Tween 80 yang tinggi hingga 10% yang tidak efektif dari aspek formulasi. PVA dapat
memberikan hasil yang lebih baik dengan konsentrasi lebih rendah. Pada konsentrasi 0.5%,
PVA mengganggu dalam proses pengeringan sehingga konsentrasi PVA diturunkan hingga
0,1% dan masih memberikan hasil yang sama dilihat dari kejernihan suspensi dan
pengamatan mikroskop cahaya.
Pemberian emulgator dalam fase air tidak mempengaruhi ukuran partikel secara langsung
tetapi emulgator dapat menstabilkan globul-globul yang terbentuk pada saat emulsifikasi
sehingga tidak bersatu kembali. Hal ini yang menyebabkan partikel yang terbentuk dapat
terjaga tetap lebih kecil, selain itu persentase perolehan kembali (dengan cara sentrifugasi)
akan meningkat pula (Niwa et al., 1993). Jenis emulgator yang digunakan juga dapat
memberikan pengaruh pada persentase pengisian obat (Gupta, 2006).
4.3 Pengaruh Fase Organik terhadap Karakteristik Nanocarrier Eudragit RL PO®
Fase organik yang digunakan pada pembuatan nanocarrier HPMCP HP-55 terdiri dari
diklorometan dan aseton. Pengamatan pengaruh fase organik terhadap karakteristik
nanocarrier Eudragit RL PO® ditunjukkan pada gambar 4.7 dan 4.8.
A B
Gambar 4.7 Suspensi nanocarrier Eudragit RL PO® tanpa menggunakan aseton (A) dan dengan menggunakan aseton (B).
30
A B
Gambar 4.8 Pengamatan mikroskopik nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x + 4x (zoom kamera)) nanocarrier Eudragit RL PO® tanpa menggunakan aseton (A) dan dengan menggunakan aseton (B).
Aseton ditambahkan untuk mengurangi tegangan permukaan antara fase air dan fase
organik karena sifatnya yang dapat bercampur dengan air. Hal ini menyebabkan tegangan
permukaan antara fase air dan organik menjadi kecil sehingga ukuran globul dapat
diperkecil. Pada penelitian sebelumnya, penambahan aseton kedalam fase organik yang
berupa diklorometan dapat mengurangi ukuran partikel hingga 400-500 nm (Niwa et al.,
1993).
4.4 Pengaruh Jenis Polimer terhadap Karakteristik Nanocarrier
Polimer yang dibandingkan adalah HPMCP HP-55 dan Eudragit RL PO®. Pengamatan
pengaruh jenis polimer terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan pada gambar 4.9,
4.10, dan 4.11.
A B
Gambar 4.9 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 (A) dan suspensi nanocarrier Eudragit RL PO® (B).
31
A B
Gambar 4.10 Pengamatan mikroskopik suspensi nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x + 4x (zoom kamera)) nanocarrier HPMCP HP-55 (A) dan nanocarrier Eudragit RL PO® (B).
A B
Gambar 4.11 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier HPMCP HP-55 (A) dan nanocarrier Eudragit RL PO® (B).
Hasil pengamatan nanocarrier menunjukkan bahwa kedua polimer dapat menghasilkan
nanocarrier dengan karakteristik fisik yang baik. Nanocarrier dari HPMCP HP-55
memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan Eudragit RL PO®. Sifat Eudragit
RL PO® yang mudah membentuk film menyebabkan Eudragit RL PO® bersifat lebih
lengket ketika dalam keadaan larut. Hal ini menyebabkan kecenderungan penggabungan
globul pada nanocarrier Eudragit RL PO® mudah terjadi sehingga ukuran partikel relatif
lebih besar.
Jenis polimer yang digunakan, selain mempengaruhi karakteristik nanocarrier, juga
perolehan kembali obat dan kandungan obat dalam nanocarrier. Hal ini ada hubungannya
dengan kelarutan polimer dalam fase dimana polimer tersebut dilarutkan. Kelarutan
polimer yang rendah pada fase organik juga mempengaruhi perolehan kembali nanocarrier
(Niwa et al., 1993)
4.5 Pengaruh Zat Aktif terhadap Karakteristik Nanocarrier
Pengembangan formula yang terbaik dari kedua polimer dilanjutkan dengan penambahan
zat aktif. Zat aktif hidrofilik yang digunakan sebagai model adalah INH dan papain.
32
4.5.1 Pengaruh Penambahan INH terhadap Karakteristik Nanocarrier
INH digunakan sebagai model zat aktif hidrofilik yang larut pada fasa organik.
Pengamatan pengaruh penambahan INH terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan
pada gambar 4.12, 4.13 dan 4.14.
A B
Gambar 4.12 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung INH (A) dan nanocarrier Eudragit RL PO® mengandung INH (B)
A B
Gambar 4.13 Pengamatan mikroskopik menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x + 4x (zoom kamera)) nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung INH (A) dan nanocarrier Eudragit RL PO® mengandung INH (B)
A B
Gambar 4.14 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung INH (A) dan nanocarrier Eudragit RL PO®
mengandung INH (B).
33
Penamb nanocarrier menyebabkan peningkatan ukuran nanocarrier
H dapat larut baik didalam fase organik maupun fase air. Hal ini menyebabkan risiko
.5.2 Pengaruh Penambahan Papain terhadap Karakteristik Nanocarrier
organik.
Gambar 4.15 Suspensi n 55 menga
ahan obat ke dalam
secara signifikan yang dapat diamati baik dari suspensi yang menjadi lebih keruh ataupun
dari pengamatan secara mikroskopik.
IN
tinggi adanya kebocoran zat aktif yang diisikan ke dalam nanocarrier. Ditambah lagi
kelarutan INH dalam air yang cukup besar. Hal ini dapat dicegah dengan mengatur pH fase
air sehingga kelarutan zat aktif dalam air berkurang. Selain mencegah kebocoran,
pengaturan pH juga dapat meningkatkan kandungan obat dalam nanocarrier (Niwa et al.,
1993).
4
Papain digunakan sebagai model zat aktif hidrofilik yang tidak larut pada fasa
Pengamatan pengaruh penambahan papain terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan
pada gambar 4.15, 4.16, dan 4.17 .
A B anocarrier HPMCP HP- ndung papain (A)
dan nanocarrier Eudragit RL PO® mengandung papain (B).
A B
Gambar 4.16 Pengama r menggunakan era))
tan mikroskopik nanocarriemikroskop cahaya (perbesaran 1000x + 4x (zoom kamnanocarrier HPMCP HP-55 mengandung papain (A) dan nanocarrier Eudragit RL PO® mengandung papain (B).
34
Gambar 4.17 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning
electron microscopy (SEM) nanocarrier Eudragit RL PO®
mengandung papain.
Papain digunakan sebagai model untuk protein terapeutik. Penambahan papain dalam
nanocarrier dilakukan menggunakan cara emulsi ganda sehingga globul yang terbentuk
sangat besar. Variasi proses dengan emulsi ganda (air/organik/air) digunakan untuk zat
aktif yang hanya larut pada air dan tidak bisa larut dalam fase organik. Jumlah emulgator
pada emulsi pertama (air/organik) harus jauh lebih besar dibandingkan dengan emulsi
kedua (air/organik/air) karena ukuran globul dari emulsi pertama perlu agar jauh lebih
kecil dari pada globul dari emulsi bagian luar kedua (Gupta, 2006). Pada penelitian ini,
emulsi pertama tidak menggunakan emulgator sehingga didapatkan partikel yang relatif
sangat besar.
4.6 Faktor Lain yang Mempengaruhi Pembentukan Nanocarrirer
Selain faktor diatas, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pembentukan
nanocarrier antara lain intensitas dan durasi homogenisasi, dan kecepatan penguapan
pelarut organik.
4.6.1 Pengaruh Intensitas dan Durasi Homogenisasi terhadap Pembentukan
Nanocarrier
Intensitas dan durasi homogenisasi berpengaruh langsung terhadap ukuran globul yang
dihasilkan. Proses homogenisasi akan mengurangi ukuran globul. Peningkatan intensitas
homogenisasi akan menurunkan ukuran globul hingga pada ukuran tertentu ukuran globul
akan mencapai nilai stabil walaupun intensitas homogenisasi dinaikkan (Gupta, 2006).
Pada penelitian ini peningkatan kecepatan emulsifikasi dari 13.500 rpm hingga 20.500 rpm
tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan. Penambahan kecepatan emulsifikasi
justru menimbulkan aglomerasi yang mengakibatkan polimer mengendap dan menempel
pada alat. Hal ini disebabkan pada awal emulsifikasi, proses homogenisasi dengan cara
pengadukan dengan kecepatan tinggi akan mempercepat penguapan pelarut hingga
35
konsentrasi polimer dalam fase dalam meningkat yang menyebabkan meningkatnya
viskositas globul. Dalam keadaan ini globul menjadi ‘lengket’ (Gupta, 2006) sehingga
mudah menempel pada globul lain atau pada permukaan wadah dan alat.
Selain dengan pengadukan, homogenisasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan
tekanan. Homogeniser tekanan tinggi menggunakan tekanan tinggi untuk memaksa cairan
melalui kanal berukuran mikro dengan konfigurasi tertentu dan proses emulsifikasi terjadi
melalui kombinasi mekanisme pelubangan, penyobekan dan benturan yang
memperlihatkan efesiensi yang sempurna dalam proses emulsifikasi. Dalam penggunaan
homogeniser tekanan tinggi, proses homogenisasi dapat dilakukan dalam beberapa kali
putaran (multyple cycle) hingga didapatkan ukuran globul emulsi yang diinginkan (Gupta,
2006).
Pada penelitian ini, diduga penggunaan jenis homogeniser yang kurang tepat pada proses
emulsifikasi menyebabkan nanocarrier yang dihasilkan masih berukuran mikro.
Diperlukan alat homogeniser yang memiliki intensitas lebih besar agar didapatkan ukuran
globul dalam rentang nanometer.
4.6.2 Pengaruh Kecepatan Penguapan Pelarut terhadap Pembentukan Nanocarrier
Kecepatan penguapan pelarut mempengaruhi proses pemadatan globul. Pada awal proses,
globul masih cair dan berkoalesensi bila globul-globul berdekatan hingga kurang dari 1nm.
Ketika sebagian pelarut menguap, globul akan lengket hingga pada saat sebagian besar
pelarut menguap dan globul akan memadat. Sifat lengket ini berasal dari interaksi antara
pelarut, polimer dan zat aktif (Gupta, 2006). Bila proses penguapan berlangsung lambat,
terdapat kemungkinan globul-globul akan menempel satu sama lain kembali. Pertumbuhan
partikel terus berlangsung sebagai akibat dari koalesensi selama pelarut belum seluruhnya
menguap hingga partikel tidak lengket. Selain itu proses penguapan yang lama dapat
memungkinkan zat aktif yang dapat larut dalam fase luar untuk berpindah dari fase dalam
ke fase luar.Untuk mempercepat penguapan pelarut organik dapat dilakukan beberapa cara
antara lain mengurangi tekanan udara dengan cara dilakukan pemvakuman atau
menggunakan pelarut organik yang sangat mudah menguap seperti CO2 superkritik.
36
4.7 Pengeringan Nanocarrirer
Teknik pengeringan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode kering beku (freeze-drying) atau liofilisasi. Liofilisasi dilakukan pada formula yang
menggunakan tween 80 dan PVA.
Liofilisasi formula menggunakan tween 80 menghasilkan padatan transparan yang
menempel pada dinding labu bundar. Disebabkan karena wujud tween 80 berupa cairan
sehingga tidak bisa dikeringkan.
Liofilisasi formula manggunakan PVA menghasilkan suatu padatan liat dan ringan yang
menyerupai spon. Hal ini disebabkan oleh rekristalisasi PVA . Ketika konsentrasi PVA
diturunkan dan suspensinya dikeringkan dengan metode kering beku, massa liat yang
terbentuk berkurang hingga menyerupai batu yang berongga dan porus.
Disimpulkan bahwa teknik pengeringan yang telah diterapkan pada percobaan belum
berhasil. Untuk mengatasi masalah ini diusulkan menggunakan emulgator lain yang lebih
sesuai atau menambahkan cryoprotectant yang tepat. Penambahan cryoprotectant dapat
mencegah penggumpalan partikel selama proses pembekuan (Abdelwahed, 2006).