16
BAB 2
LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
Kajian pustaka mengenaio variabel-variabel dan hal=hal yang terkait dengan
penelitian, selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut.
2.1.1 Pengertian E-Commerce
Electronic Commerce (Perniagaan Elektronik), sebagai bagian dari Electronic
Business (bisnis yang dilakukan dengan menggunakan electronic transmission), oleh
para ahli dan pelaku bisnis dicoba dirumuskan definisinya. Secara umum e-
commerce dapat didefinisikan sebagai segala bentuk transaksi
perdagangan/perniagaan barang atau jasa (trade of goods and service) dengan
menggunakan media elektronik. Jelas, selain dari yang telah disebutkan di atas,
bahwa kegiatan perniagaan tersebut merupakan bagian dari kegiatan bisnis.
Kesimpulannya, “e-commerce is a part of e-business”.
Media elektronik yang dibicarakan di dalam tulisan ini untuk sementara
hanya difokuskan dalam hal penggunaan media internet. Pasalnya, penggunaan
internetlah yang saat ini paling populer digunakan oleh banyak orang, selain
merupakan hal yang bisa dikategorikan sebagai hal yang sedang ‘booming’. Perlu
digarisbawahi, dengan adanya perkembangan teknologi di masa mendatang, terbuka
kemungkinan adanya penggunaan media jaringan lain selain internet dalam e-
commerce. Jadi pemikiran kita jangan hanya terpaku pada penggunaan media
internet belaka.
17
Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena
kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet, yaitu:
Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar (huge/widespread
network), layaknya yang dimiliki suatu jaringan publik elektronik, yaitu murah, cepat
dan kemudahan akses. Menggunakan electronic data sebagai media penyampaian
pesan/data sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara
mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital.
Dari apa yang telah diuraikan di atas, dengan kata lain; di dalam e-commerce,
para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan/perniagaan hanya berhubungan
melalui suatu jaringan publik (public network) yang dalam perkembangan terakhir
menggunakan media internet.
E-commerce adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen
(consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara
(intermediaries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (komputer
networks) yaitu internet. Julian Ding dalam bukunya E-commerce: Law & Practice,
mengemukakan bahwa e-commerce sebagai suatu konsep yang tidak dapat
didefinisikan. E-commerce memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda.
Sedangkan Onno W. Purbo dan Aang Wahyudi yang mengutip pendapatnya
David Baum, menyebutkan bahwa: “e-commerce is a dynamic set of technologies,
aplications, and business procces that link enterprises, consumers, and communities
through electronic transaction and the electronic exchange of goods, services, and
information”. Bahwa e-commerce merupakan suatu set dinamis teknologi, aplikasi
dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas
melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan dan informasi yang
18
dilakukan secara elektronik. E-commerce digunakan sebagai transaksi bisnis antara
perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, antara perusahaan dengan
pelanggan (customer), atau antara perusahaan dengan institusi yang bergerak dalam
pelayanan public. Jika diklasifikasikan, sistem e-commerce terbagi menjadi tiga tipe
aplikasi, yaitu:
• Electronic Markets (Ems).
EMs adalah sebuah sarana yang menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi untuk melakukan/menyajikan penawaran dalam
sebuah segmen pasar, sehingga pembeli dapat membandingkan
berbagai macam harga yang ditawarkan. Dalam pengertian lain, EMs
adalah sebuah sistem informasi antar organisasi yang menyediakan
fasilitas-fasilitas bagi para penjual dan pembeli untuk bertukar
informasi tentang harga dan produk yang ditawarkan. Keuntungan
fasilitas EMs bagi pelanggan adalah terlihat lebih nyata dan efisien
dalam hal waktu. Sedangkan bagi penjual, ia dapat mendistribusikan
informasi mengenai produk dan service yang ditawarkan dengan lebih
cepat sehingga dapat menarik pelanggan lebih banyak.
• Electronic Data Interchange (EDI)
EDI adalah sarana untuk mengefisienkan pertukaran data transaksi-
transaksi reguler yang berulang dalam jumlah besar antara organisasi-
organisasi komersial. Secara formal EDI didefinisikan oleh
International Data Exchange Association (IDEA) sebagai “transfer
data terstruktur dengan format standard yang telah disetujui yang
dilakukan dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain
dengan menggunakan media elektronik”. EDI sangat luas
19
penggunaannya, biasanya digunakan oleh kelompok retail yang besar
ketika melakukan bisnis dagang dengan para supplier mereka. EDI
memiliki standarisasi pengkodean transaksi perdagangan, sehingga
organisasi komersial tersebut dapat berkomunikasi secara langsung
dari satu sistem komputer yang satu ke sistem komputer yang lain
tanpa memerlukan hardcopy, faktur, serta terhindar dari penundaan,
kesalahan yang tidak disengaja dalam penanganan berkas dan
intervensi dari manusia. Keuntungan dalam menggunakan EDI adalah
waktu pemesanan yang singkat, mengurangi biaya, mengurangi
kesalahan, memperoleh respon yang cepat, pengiriman faktur yang
cepat dan akurat serta pembayaran dapat dilakukan secara elektronik.
• Internet Commerce
Internet commerce adalah penggunaan internet yang berbasis
teknologi informasi dan komunikasi untuk perdagangan. Kegiatan
komersial ini seperti iklan dalam penjualan produk dan jasa. Transaksi
yang dapat dilakukan di internet antara lain pemesanan/pembelian
barang dimana barang akan dikirim melalui pos atau sarana lain
setelah uang ditransfer ke rekening penjual. Penggunaan internet
sebagai media pemasaran dan saluran penjualan terbukti mempunyai
keuntungan antara lain untuk beberapa produk tertentu lebih sesuai
ditawarkan melalui internet; harga lebih murah mengingat membuat
situs di internet lebih murah biayanya dibandingkan dengan membuka
outlet retail di berbagai tempat; internet merupakan media promosi
perusahaan dan produk yang paling tepat dengan harga yang relatif
20
lebih murah; serta pembelian melalui internet akan diikuti dengan
layanan pengantaran barang sampai di tempat pemesan.
2.1.1.1 Karakteristik E-Commerce
Berbeda dengan transaksi perdagangan biasa, transaksi e-commerce memiliki
beberapa karakteristik yang sangat khusus, yaitu :
• Transaksi tanpa batas
Sebelum era internet, batas-batas geografi menjadi penghalang suatu
perusahaan atau individu yang ingin go-international. Sehingga, hanya
perusahaan atau individu dengan modal besar yang dapat memasarkan
produknya ke luar negeri.Dewasa ini dengan internet pengusaha kecil
dan menengah dapat memasarkan produknya secara internasional
cukup dengan membuat situs web atau dengan memasang iklan di
situs-situs internet tanpa batas waktu (24 jam), dan tentu saja
pelanggan dari seluruh dunia dapat mengakses situs tersebut dan
melakukan transaksi secara on line.
• Transaksi anonim
Para penjual dan pembeli dalam transaksi melalui internet tidak harus
bertemu muka satu sama lainnya. Penjual tidak memerlukan nama
dari pembeli sepanjang mengenai pembayarannya telah diotorisasi
oleh penyedia sistem pembayaran yang ditentukan, yang biasanya
dengan kartu kredit.
• Produk digital dan non digital
Produk-produk digital seperti software komputer, musik dan produk
lain yang bersifat digital dapat dipasarkan melalui internet dengan
21
cara mendownload secara elektronik. Dalam perkembangannya obyek
yang ditawarkan melalui internet juga meliputi barang-barang
kebutuhan hidup lainnya.
• Produk barang tak berwujud
Banyak perusahaan yang bergerak di bidang e-commercen dengan
menawarkan barang tak berwujud separti data, software dan ide-ide
yang dijual melalui internet.
Implementasi e-commerce pada dunia industri yang penerapannya semakin
lama semakin luas tidak hanya mengubah suasana kompetisi menjadi semakin
dinamis dan global, namun telah membentuk suatu masyarakat tersendiri yang
dinamakan Komunitas Bisnis Elektronik (Electronic Business Community).
Komunitas ini memanfaatkan cyberspace sebagai tempat bertemu, berkomunikasi,
dan berkoordinasi ini secara intens memanfaatkan media dan infrastruktur
telekomunikasi dan teknologi informasi dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari.
Seperti halnya pada masyarakat tradisional, pertemuan antara berbagai pihak dengan
beragam kepentingan secara natural telah membentuk sebuah pasar tersendiri tempat
bertemunya permintaan (demand) dan penawaran (supply). Transaksi yang terjadi
antara demand dan supply dapat dengan mudah dilakukan walaupun yang
bersangkutan berada dalam sisi geografis yang berbeda karena kemajuan dan
perkembangan teknologi informasi, yang dalam hal ini adalah teknologi e-commerce.
Secara umum e-commerce dapat diklasifasikan menjadi dua jenis yaitu;
Business to Business (B2B) dan Business to Consumer (B2C). Business to Business
(B2B) adalah sistem komunikasi bisnis on-line antar pelaku bisnis, sedangkan
Business to Consumer (B2C) merupakan mekanisme toko on-line (electronic
shopping mall), yaitu transaksi antara e-merchant dengan e-custome.
22
Dalam Business to Business pada umumnya transaksi dilakukan oleh para
trading partners yang sudah saling kenal dengan format data yang telah disepakati
bersama. Sedangkan dalam Business to Customer sifatnya terbuka untuk publik,
sehingga setiap individu dapat mengaksesnya melalui suatu web server. Dalam
kajian ini, untuk selanjutnya yang akan dibahas adalah Business to Customer.
2.1.1.2 Mekanisme E-Commerce
Transaksi elektronik antara e-merchant (pihak yang menawarkan barang atau
jasa melalui internet) dengan e-customer (pihak yang membeli barang atau jasa
melalui internet) yang terjadi di dunia maya atau di internet pada umumnya
berlangsung secara paperless transaction, sedangkan dokumen yang digunakan dalam
transaksi tersebut bukanlah paper document, melainkan dokumen elektronik (digital
document).
Kontrak on line dalam e-commerce menurut Santiago Cavanillas dan A.
Martines Nadal, seperti yang dikutip oleh Arsyad Sanusi memiliki banyak tipe dan
variasi yaitu :
• Kontrak melalui chatting dan video conference;
• Kontrak melalui e-mail;
• Kontrak melalui web atau situs.
Chatting dan Video Conference adalah alat komunikasi yang disediakan oleh
internet yang biasa digunakan untuk dialog interaktif secara langsung. Dengan
chatting seseorang dapat berkomunikasi secara langsung dengan orang lain persis
seperti telepon, hanya saja komunikasi lewat chatting ini adalah tulisan atau
pernyataan yang terbaca pada komputer masing-masing.
23
Sesuai dengan namanya, video conference adalah alat untuk berbicara dengan
beberapa pihak dengan melihat gambar dan mendengar suara secara langsung pihak
yang dihubungi dengan alat ini. Dengan demikian melakukan kontrak dengan
menggunakan jasa chatting dan video conference ini dapat dilakukan secara langsung
antara beberapa pihak dengan menggunakan sarana komputer atau monitor televisi.
Kontrak melalui e-mail adalah salah satu kontrak on-line yang sangat populer
karena pengguna e-mail saat ini sangat banyak dan mendunia dengan biaya yang
sangat murah dan waktu yang efisien. Untuk memperoleh alamat e-mail dapat
dilakukan dengan cara mendaftarkan diri kepada penyedia layanan e-mail gratis atau
dengan mendaftarkan diri sebagai subscriber pada server atau ISP tertentu. Kontrak
e-mail dapat berupa penawaran yang dikirimkan kepada seseorang atau kepada
banyak orang yang tergabung dalam sebuah mailing list, serta penerimaan dan
pemberitahuan penerimaan yang seluruhnya dikirimkan melalui e-mail. Di samping
itu kontrak e-mail dapat dilakukan dengan penawaran barangnya diberikan melalui
situs web yang memposting penawarannya, sedangkan penerimaannya dilakukan
melalui e-mail.
Kontrak melalui web dapat dilakukan dengan cara situs web seorang supplier
(baik yang berlokasi di server supplier maupun diletakkan pada server pihak ketiga)
memiliki diskripsi produk atau jasa dan satu seri halaman yang bersifat self-
contraction, yaitu dapat digunakan untuk membuat kontrak sendiri, yang
memungkinkan pengunjung web untuk memesan produk atau jasa tersebut. Para
konsumen harus menyediakan informasi personal dan harus menyertakan nomor
kartu kredit. Selanjutnya, mekanismenya adalah sebagai berikut:
24
• untuk produk on line yang berupa software, pembeli diizinkan untuk
men-download-nya;
• untuk produk yang berwujud fisik, pengiriman barang dilakukan
sampai di rumah konsumen;
• untuk pembelian jasa, supplier menyediakan untuk melayani
konsumen sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan
dalam perjanjian.
Mekanisme transaksi elektronik dengan e-commerce dimulai dengan adanya
penawaran suatu produk tertentu oleh penjual (misalnya bertempat kedudukan di
USA) di suatu website melalui server yang berada di Indonesia (misalnya detik.com).
Apabila konsumen Indonesia melakukan pembelian, maka konsumen tersebut akan
mengisi order mail yang telah disediakan oleh pihak penjual.
2.1.2 Pengertian Pelayanan
Kompetisi global memberikan penekanan baru pada sejumlah prinsip dasar
bisnis. Bentuk penekanan tersebut berupa diperpendeknya siklus kehidupan produk
dan memfokuskan pada pentinnya kualitas, harga yang bersaing, dan produk inovatif.
Menurut Cateora dan Graham (2007, p39), kualitas dapat didefinisikan ke dalam dua
dimensi: kualitas dari perspektif pasar dan kualitas kinerja. Keduanya merupakan
konsep penting, namun pandangan konsumen atas kualitas produk lebih banyak
berhubungan dengan kualitas dari perspektif pasar dibandingkan dengan kualitas
hasil.
Selain itu, pelayanan terhadap konsumen mempunyai pengaruh yang
dominan dalam kegiatan usaha suatu perusahaan. Apabila pelayanan terhadap
konsumen tidak dilaksanakan dengan baik, akan mengakibatkan kepercayaan
25
konsumen terhadap perusahaan dapat berkurang dan konsumen akan berusaha
mencari perusahaan lain yang memberikan pelayanan yang lebih memuaskan. Hal ini
dapat menpjado penyebab turunnya penjualan perusahaan. oleh karena itu pelayanan
terhadap konsumen perlu dilaksanakan dengan baik, sehingga sasaran perusahaan
dapat tercapai.
Menurut Kotler dan Armstrong et al (2005, p220), “service any activity or
benefit that one party can offer to another that is essentially intangible and does not
result ini ownership of anything.” Artinya. Pelayanan itu bukan sekedar kegiatan
untuk hal yang menguntungkan tetapi merupakan salah satu bagian penting yang
ditawarkan dimana sifatnya tidak terlihat dan hasilnya tidak bersifat kepemilikan
siapapun. Sehingga setiap pelayanan yang diberikan, tidak hanya memberikan
gambaran kepada konsumen bahwa pelayanan dari perusahaan tersebut memuaskan
tetapi juga secara tidak langsung membangun citra perusahaan yang lebih baik. Oleh
sebab itu, terutama dalam perusahaan jasa, pelayanan merupakan hal yang utama
yang harus diperhatikan guna membangun hubungan yang baik dengan konsumen.
2.1.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan (Service Quality)
Menurut penelitian Sabihaini (2002) dalam jurnal Mohammad Rizan et al
(2008), yang menyimpulkan bahwa peningkatan kualitas pelayanan akan
memberikan dampak yang lebih baik untuk meningkatkan loyalitas. Kualitas
pelayanan memiliki pengaruh langsung terhadap loyalitas dan mempengaruhi
loyalitas melalui kepuasan.
Menurut Tjiptono (2005, p59), kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan
yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan.
26
Menurut Simamora (2003, p180), definisi kualitas pelayanan adalah berpusat
pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta penyampaian
untuk mengimbangi harapan pelanggan.
Dalam jurnal Agyapong (2010), “service quality has also been defined by
Czepiel (1990) as customer perception of how well a service meets or exceeds their
expectations service quality is commonly notes as a critical prerequisite and
determinant of competitiveness for etasblishing and sustaining satisfying relationship
with customers.”
Dari beberapa pendapat yang ada, dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan adalah upaya perusahaan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan
konsumennya guna membangun dan mempertahankan hubungan yang memuaskan
pelanggan.
2.1.2.2 Lima Dimensi Pelayanan
Menurut Umar (2005, p237), pengukuran terhadap kualitas pelayanan
dinyatakan dalam lima dimensi kualitas:
1. Bentuk Fisik (Tangible)
Untuk mengukur penampilan fisik, perlengkapan, fasilitas karyawan, dan
sarana komunikasi. Pengukurannya meliputi: fasilitas fisik, kebersihan,
kenyamanan, ruangan, dan kelengkapan peralatan komunikasi.
2. Keandalan (Reliability)
27
Merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan jasa yang tepat
dan dapat diandalkan. Pengukurannya meliputi: kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Daya Tanggap (responsiveness)
Mampu memberikan pelayanan yang cepat dan efisien terhadap
pelanggan. Pengukurannya meliputi: keinginan para staf atau karyawan
untuk membantu pelanggan dengan memberikan pelayanan cepat tanggap
terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan.
4. Jaminan (Assurance)
Mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat dapat
dipercaya yang dimiliki oleh perusahaan. pengukurannya meliputi:
pengetahuan dan kemampuan karyawan, ramah tamah, dan kesopanan,
sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari keraguan, bahaya
dan resiko.
5. Empati (Emphaty)
Pengukurannya meliputi: kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan
pelanggan dengan cermat.
2.1.2.3 Manfaat Kualitas Pelayanan
Menurut Simamora (2003, p180), keberhasilan suatu perusahaan dalam
membangun bisnisnya, tidak luput dari peran pelayanan yang baik dan memuaskan
pelanggan. Kualitas pelayanan akan memberikan manfaat yang cukup besar bagi
perusahaan sebagai berikut:
28
• Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar dialami
konsumen melebihi harapan) atau sangat memuaskan merupakan suatu basis
untuk penetapan harga premium.
• Pelayanan istimewa membuka peluang untuk diversifikasi produk dan harga.
Misalnya pelayan dibedakan menurut kecepatan pelayanan yang diminta oleh
pelanggan yaitu tarif mahal dibebankan untuk pelayanan yang membutuhkan
penyelesaian paling cepat.
• Menciptakan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang loyal tidak hanya potensial
untuk penjualan yang sudah ada tetapi juga untuk produk-produk baru dari
perusahaan.
• Pelanggan yang terpuaskan merupakan sumber informasi positif bagi
perusahaan dari produk-produk kepada pihak luar, bahkan mereka dapat
menjadi pembela bagi perusahaan khususnya dalam menangkap isu-isu
negatif.
• Pelanggan merupakan sumber informasi bai perusahaan dalam hal intelijen
pemasaran dan pengembangan pelayanan atau produk perusahaan pada
umumnya.
Kualitas yang baik berarti menghemat biaya, seperti biaya untuk
mendapatkan pelanggan baru, untuk memperbaiki kesalahan, membangun
kepercayaan, membangun citra karena prestasi dan sebagainya. Jadi,
mempertahankan pelanggan yang sudah ada dengan kualitas pelayanan yang
memuaskan adalah suatu hal yang penting.
29
2.1.2.4 Proses Kualitas Pelayanan
Menurut Reid dan Bojanic (2010, p55). “The service qualitu process is the
product of expectations and perceptions of firm’s management, its employees, and
the customers it servers.” Yang artinya produk dari harapan dan persepsi manager
suatu perusahaan, para karyawan dan pelanggan sebagain pusatnya. Ketika dimana
perbedaan dalam harapan atau persepsi dari pelayanan, sesuatu yang potensial untuk
suatu celah dalam ketersediaan kualitas pelayanan. Perusahaan harus banyak
mendiagnosa kualitas layanan dan kepuasan konsumen. Singkatnya, ketika
pelanggan merasa puas, mereka akan lebih menyukai pembelian dari penyedia
layanan tersebut kemabli. Dalam jangka panjang, jka mereka terus puas, mereka
akan menjadi pelanggan yang loyal. Kesempatan dalam pelayanan adalah
kesempatan terakhir yang tersedia ketikam dimana suatu perbedaan antara harapan
pelanggan dari suatu pelayanan dan persepsi mereka dari pelayanan yang bersifat
nyata ketika dikonsumsi. Ketika perbedaan ini terjadi, ini merupakan salah satu hasil
lebih kesempatan yang terjadi dalam proses kualitas pelayanan.
Terdapat lima kesempatan potensial dari kualitas pelayanan yaitu:
• Knowledge gap, dimana terjadi ketika persepsi manajer dari harapan
konsumen yaitu perbedaan dari harapan nyata. Gap in mungkin menjadi
pendahulu dari gap lainnya dalam proses kualitas pelayanan.
• Standards gap, dimana lebih kepada perbedaan yang bisa teradi antara
persepsi manager tentang apa yang diharapkan konsumen dan bagaimana
proses menyampaikan layanan dibuat untuk memenuhi harapan.
30
• Delivery gap, dimana terjadi ketika terdapat perbedaan antara penyampaian
dalam spesifikasi penyampaian layanan dan penyampaian layanan yang
nyata.
• Communications gap, dimana terjadi ketika perbedaan antara penyampaian
layanan dan janji layanan melalui komunikasi ekternal perusahaan dengan
pelanggan.
• Service gap, diman terjadi ketika jasa yang dipersepsikan tidak konsisten
dengan jasa yang diharapkan. Gap ini bisa menimbulkan sejumlah
konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk, dampak negaitf terhadap citra
perusahaan dan lainnya.
Gambar 2.1 Gap Kualitas Pelayanan
Sumber: Robert dan David, 2010
1. Gap 1: Customer ecpectation versus management perception
31
Gap ini terjadi ketika manajemen tidak memahami apa yang
diinginkan konsumen. Manajemen mungkin saja gagal untuk
mengerti apa yang kosumen harapkan dalam suatu service dan
bagaimana bisa menyediakan kualitas service yang maksimal.
2. Gap 2: Management perception versus service qualitu
specification
Gap ini terjadi ketika manager tahu apa yang konsumen inginkan
tapi tidak sanggup atau tidak berkeinginan untuk meningkatkan
sistem yang akan memenuhi keinginan konsumen. Hal ini bisa
disebabkan oleh tidak adanya komitmen yang kuat untuk
memberikan service quality yang maksimal, kurangnya
kemampuan untuk memahami persepsi konsumen, tidak hanya
adanya standarisasi tugas dan manajemen tidak mempunyai
tujuan.
3. Gap 3: Service quality specification versus service delivery
Gap ini terjadi ketika manajemen mengerti kebutuhan apa yang
harus diberikan kepada konsumen dan spesifikasi apa yang tepat
untuk ditingkatkan tetapi karyawan tidak sanggup atau tidak
mempunyai kemauan untuk memberikan service yang maksimal.
Gap ini terjadi ketika karyawan dan konsumen berinteraksi.
Karyawan diharapkan untuk bisa menunjukkan sikap yang ramah
dan peneh senyum serta dapat membantu menyelesaikan masalah-
masalah dari pelanggan jika tidak maka pelanggan akan merasa
tidak puas.
4. Gap 4: Service delivery versus external communication
32
Gap ini tercipta ketika perusahaan memberikan janji-janji melalui
komunikasi ekternal tetapi yang terjadi tidak seperti yang
dijanjukan atau diharapkan. Contohnya, bagian marketing
mempromosikan bahwa akan memberikan diskon dan
memberikan pelayanan yang memuaskan tetapi ternyata yang
terjadi tidak sesuai dengan yang dipromosikan, sehingga tentu
akan mengecewakan pihak pelanggan.
5. Gap 5: expected service versus percived service
Kualitas yang diharapkan ialah yang konsumen dan pelanggan
harapkan untuk diterima dari perusahaan,. kualitas yang diterima
ialah apa yang konsumen dan pelanggan terima dan rasakan dari
perusahaan. jika apa yang diterima pelanggan dan konsumen lebih
kecil dari yang diharapkan maka akan merasa tidak puas.
2.1.2.5 Pengaturan Kualitas Pelayanan
Menurut Reid dan Bojanic (2010, p58), penyediaan kualitas pelayanan yang
tinggi, semua anggota dari staf, dari atasan sampai bawahan dalam susunan
organisasi, harus memperhatikan permintaan sebagai prioritas yang tinggi.
Menyampaikan kualitas pelayanan yang tinggi didasarkan pada sikap dari pelayanan
pelanggan. Untuk mengembangkan orientasi kualitas pelayanan, pelanggan harus
merasa dalam jalur:
1. Setiap konsumen merupakan orang penting dalam bisnis
2. Pelanggan tidak terikat kepada kita, tetapi kita terikat dengan
mereka.
33
3. Pelanggan tidak menggangu pekerjaan kita. Mereka bertujuan
untuk itu.
4. Pelanggan melakukan yang terbaik ketika mereka memanggil.
Kita tidak memperlakukan mereka melalui dukungan dengan
penyediaan jasa.
5. Pelanggan bagian dari bisnis kita, tidak keluar.
6. Pelanggan merupakan manusia seperti kita, dengan perasaan dan
emosi yang sama.
7. Pelanggan membawa apa yang mereka inginkan, dan itu semua
sepenuhnya pekerjaan kita.
8. Pelanggan seharusnya mendapatkan layanan yang sopan dan
perhatian dari layanan yang disediakan.
9. Pelanggan merupakan sumber kehidupan dari setiap bisnis.
2.1.3 SERVQUAL scale (e-commerce setting)
Ada beberapa penelitian akademis yang fokus pada pengukuran kualitas
layanan. SERVQUAL tradisional atau'' gap'' model analisis yang dikembangkan oleh
Parasuraman, Zeithaml dan Berry pada awal tahun 1980, yang didasarkan pada
pandangan bahwa pelanggan menilai kualitas pelayanan dengan membandingkan
harapan layanan yang diberikan dengan persepsi layanan aktual yang diterima dari
penyedia layanan tertentu. Satu set lima dimensi kualitas pelayanan (yaitu: tangibles,
reliability, responsiveness, assurance, dan empathy) di seluruh spektrum yang luas
dari industri jasa diidentifikasi. Namun, banyak penelitian (Finn dan Lamb, 1991,
Singh, 1991, Smith, 1999) bahwa SERVQUAL tidak pernah berhasil dalam
mempertahankan semua 22 item dari lima dimensi, meskipun mereka prevalidated,
oleh Parasuraman et al. (1988). Sebagai hasil dari penilaian diagnostik lebih lanjut
34
(Parasuraman et al, 1994) untuk awal mereka 22 item, ini yang runtuh ke dalam tiga
kategori: keandalan dan berwujud, sementara daya tanggap, jaminan, dan empati
yang ditemukan yang akan dimuat ke salah satu faktor. Meskipun saat ini ada
kurangnya konsensus dalam literatur, Model SERVQUAL kualitas layanan yang
paling luas dan berhasil digunakan sebagai pengukuran dalam abad kedua puluh satu
(Tsoukatos dan Rand, 2006). Misalnya, Baru-baru ini, penelitian telah beralih ke
dimensi (atau komponen) dari kualitas pelayanan di pengaturan e-commerce -
kemudahan penggunaan, desain website, personalisasi responsif, atau kustomisasi,
dan jaminan. Dampak dari dimensi pada kepuasan pelanggan (yaitu baik sebagai
pendahuluan dan mediator terhadap loyalitas) telah dikonsepkan dengan baik dan
diteliti (lihat Gummerus et al, 2004;. Ribbink et al, 2004.). dimensi Kemudahan
penggunaan merupakan elemen penting dari penggunaan pelanggan dalam teknologi
komputer (Ribbink et al., 2004), dan sangat penting terutama bagi pengguna baru
(Gefen dan Straub, 2000). Dimensi ini termasuk barang-barang seperti fungsi,
aksesibilitas informasi, dan kemudahan pemesanan dan navigasi (Reibstein, 2002).
Padahal, dimensi ini juga mencerminkan kompetensi operator selular dan karena itu
menginduksi kepercayaan (Gummerus et al., 2004). Studi sebelumnya (Van Riel et
al, 2004;. Wolfinbarger dan Gilly, 2003;. Zeithaml et al, 2002) menunjukkan bahwa
dalam menciptakan kepuasan, dimensi desain website adalah penting karena
berhubungan langsung dengan user interface. Dimensi ini meliputi isi, organisasi,
dan struktur situs, yang menarik secara visual, menarik, dan enak dipandang. Hal ini
juga diasumsikan bahwa antarmuka situs sering langsung mempengaruhi
kepercayaan dirasakan dari sistem (Luo et al., 2006). Artinya, kesan pertama dari
situs ritel kuat dapat mempengaruhi perkembangan kepercayaan, dan komunikasi
yang efektif dapat memfasilitasi pemeliharaan kepercayaan (Egger, 2000). Sebagai
35
contoh, elemen grafis dari kegunaan atau desain konten yang paling mungkin untuk
mengkomunikasikan kepercayaan dalam pengaturan e-commerce. dimensi
responsiveness dapat dipahami sebagai bahwa dari SERVQUAL tradisional
(Zeithaml et al., 2002). Ini mengukur kemampuan perusahaan dan kemauan untuk
memberikan layanan yang cepat ketika pelanggan memiliki pertanyaan / masalah
(Zeithaml et al., 2002). Memahami kebutuhan pelanggan dan mengembangkan
pelayanan berdasarkan umpan balik responsif meningkatkan kepuasan layanan dan
juga kepercayaan (Gummerus et al., 2004). Personalisasi atau dimensi kustomisasi
dapat juga dipahami sebagai dimensi empati dari SERVQUAL tradisional (Zeithaml
et al., 2002). Hal ini mencerminkan sejauh mana informasi atau layanan disesuaikan
untuk memenuhi kebutuhan pengunjung individu (Lee, 2005). Dimensi ini menjadi
lebih penting dan merupakan bagian penting dari kualitas layanan online (Zeithaml et
al., 2002). Konsep personalisasi terdiri dari empat komponen dalam pengaturan e-
commerce: perhatian pribadi, preferensi, memahami kebutuhan spesifik pelanggan,
dan informasi mengenai products modification tersebut. Akhirnya, dimensi jaminan
keamanan alamat pelanggan dirasakan dan privasi. Dalam literatur kualitas
pelayanan, kepercayaan juga bisa dianggap sebagai kepercayaan'' dalam pelayanan
itu sendiri'' (Parasuraman et al., 1985, 1988). Seperti hubungan sangat penting untuk
mengelola kepercayaan, karena pelanggan biasanya harus membeli layanan sebelum
mengalaminya. Barang-barang ini terkait dengan isu-isu seperti keamanan transaksi
online, kepercayaan pelanggan dalam organisasi secara online, dan privasi (Ribbink
et al., 2004). Privasi, keamanan, dan etika merupakan elemen penting dalam
pengaturan e-commerce (Wang et al., 2003). Tujuan penggunaan layanan online
dapat dipengaruhi oleh persepsi pengguna tentang regarding security kredibilitas dan
privasi (Wang et al., 2003). Keamanan mengacu pada perlindungan informasi atau
36
sistem dari gangguan unsanctioned atau keluar. Takut kurangnya keamanan telah
diidentifikasi dalam studi paling sebagai mempengaruhi penggunaan layanan online.
Privasi, di sisi lain, mengacu pada perlindungan berbagai jenis data yang
dikumpulkan (dengan atau tanpa sepengetahuan pengguna) selama interaksi
pengguna dengan sistem online, yang juga dapat mempengaruhi penggunaan sistem.
Namun, Wolfinbarger dan Gilly (2003) tidak menemukan efek keamanan / privasi
pada kepuasan dan loyalitas pelanggan.
2.1.4 Teori Aplikasi Berdasarkan Jurnal Penelitian
2.1.4.1 Explanation of Cognitive Belief (perceived Value)
Tahap Pembelian belanja internet online dapat diklasifikasikan ke dalam lima
tahap: penelitian informasi (information research), pemesanan (ordering), meminta
pasca-pembelian layanan (requesting post-purchase service), mengambil pengiriman
(taking delivery), dan membayar online (paying online) (Nour & Fadlalla, 2000).
Melalui pengalaman ini, pelanggan memiliki respon kognitif yang berkaitan dengan
manfaat yang dirasakan dan biaya pembelian melalui pengecer tertentu (Zeithaml,
1988). Kognisi juga dapat digambarkan sebagai kesadaran, pengetahuan, atau
keyakinan yang mungkin atau tidak mungkin telah diturunkan dari pengalaman
belanja sebelumnya (Fishbein, 1967). Menurut teori tindakan beralasan (TRA)
(Fishbein & Ajzen, 1975; Ajzen & Fishbein, 1980), kinerja seseorang ditentukan
oleh niat perilakunya, yang bersama-sama ditentukan oleh faktor kognitif seperti
sikap dan norma subyektif. Sebagai model diperpanjang TRA, teori perilaku yang
direncanakan/The theory of planned behavior (TPB) diturunkan dengan
menambahkan kontrol perilaku dianggap sebagai penentu perilaku (Ajzen, 1985).
(1986) mengusulkan model penerimaan teknologi/technology acceptance model
37
(TAM), berdasarkan TRA dan TPB, untuk menjelaskan dan memprediksi
penerimaan pengguna sistem informasi atau teknologi komunikasi
informasi/information communication technology (ICT). Dalam TAM (technology
acceptance model), keyakinan kognitif seperti persepsi kegunaan dan persepsi
kemudahan penggunaan dihitung sebagai faktor kunci untuk penerimaan teknologi.
Ketiga teori (TRA, TPB, dan TAM) telah banyak divalidasi dan secara luas
digunakan untuk memprediksi atau menjelaskan perilaku kognitif adalah psikologi
sosial. Selain itu, sistem informasi banyak studi telah dilakukan berdasarkan TAM
(Shih, 2004;. Yu et al, 2005).
2.1.4.2 Explanation of Affective Experience (Satisfaction)
Teori konfirmasi-harapan/The Expectation-Confirmation Theory (ECT)
menyarankan bahwa kepuasan adalah motivasi utama untuk pembelian lanjutan dari
suatu produk atau jasa (Oliver, 1980). Kepuasan tergantung pada sejauh mana
pelanggan merasa harapan mereka sebelumnya dari produk atau jasa yang akan
dikonfirmasi selama penggunaan aktual (Zhang & Prybutok, 2005). Sebagian besar
penelitian sebelumnya menganggap kepuasan menjadi respon afektif untuk
konfirmasi harapan yang melibatkan proses kognitif (Pascoe, 1983, Melone, 1990,
Taylor, 1994; Oliver, 1997). Anderson dan Srinivasan (2003) menunjukkan bahwa
kepuasan pelanggan harus dievaluasi sebagai perasaan positif, acuh tak acuh, atau
negatif setelah pengalaman awal pelanggan terhadap layanan. Ini evaluasi afektif
identik dengan gagasan sikap dalam literatur penggunaan sistem informasi (Melone,
1990), dan asosiasi sikap-niat divalidasi dalam menggunakan penelitian
menyediakan dukungan tambahan untuk hubungan antara kepuasan dan pilihan atau
penggunaan terus (Davis, 1989, Mathieson, 1991; Taylor & Todd 1995).
38
2.1.4.3 Explanation of Conative Behavior (Trust)
Geyskens, Steenkamp, Steenkamp, Scheer, dan Kumar (1996)
menggambarkan komitmen jangka panjang orientasi pelanggan terhadap hubungan
bisnis. Morgan dan Hunt (1994), Kalafatis dan Miller (1997), dan Wu dan Cavusgil
(2006) menganggap komitmen sebagai faktor penting dalam menentukan retensi
pelanggan jangka panjang. Morgan dan Hunt’s (1994) empiris divalidasi dan
diterima secara luas teori kepercayaan-komitmen/commitment-trust theory (CTT)
mengklaim bahwa hubungan jangka panjang yang dibangun di atas dasar saling
"komitmen kepercayaan," adalah yang mirip dengan proses penciptaan jangka
panjang tradisional pembeli-penjual hubungan (Wu & Cavusgil, 2006; Pan, Pan,
Newman, & Flynn, 2006). Karena hubungan antara komitmen pelanggan dan
hubungan pembeli-penjual, mendorong komitmen pelanggan merupakan isu penting
bagi pengembangan dan pelaksanaan strategi e-CRM.
Atas dasar CTT (commitment-trust theory), beberapa peneliti telah
menganalisis pentingnya kepercayaan dalam hubungan online sebagai respon konatif
dengan keyakinan kognitif dan afektif (Lee & Turban, 2001, McKnight & Chervany,
2002). Kurangnya kepercayaan telah dianggap sebagai salah satu faktor penghambat
bisnis terbesar online (Marti & Garcia-Molina, 2006). Di sisi lain, Business Week
(2001) melaporkan bahwa pelanggan bersedia untuk membeli berulang-ulang dari
situs terbesar. Dengan demikian, pengecer online mengandalkan kepercayaan yang
kuat untuk membangun komitmen, perilaku pelanggan konatif.
2.1.4.4 Importance of customer loyalty
Banyak penelitian dalam dua dekade terakhir telah menyelidiki berbagai
definisi loyalitas (Jacoby dan Chestnut, 1978). Mereka berpendapat bahwa harus ada
39
komitmen yang kuat'' sikap'' merek untuk kesetiaan sejati untuk ada (misalnya
Jacoby dan Chestnut, 1978). Hal ini dipandang sebagai mengambil bentuk satu set
konsisten menguntungkan keyakinan menyatakan terhadap brand yang dibeli. Jika
konsumen percaya bahwa merek memiliki atribut yang diinginkan, maka ia akan
memiliki sikap yang lebih baik terhadap hal itu. Sikap-sikap itu dapat diukur dengan
meminta orang berapa banyak mereka menyukai merek, merasa berkomitmen untuk
itu, akan merekomendasikan hal ini kepada orang lain, dan memiliki keyakinan dan
perasaan positif tentang hal itu (Donio et al., 2006). Ini juga telah menemukan bahwa
pelanggan setia sikap jauh lebih rentan terhadap informasi negatif tentang merek dari
non-pelanggan setia (Donio et al., 2006). Ini sikap loyalitas, pada gilirannya,
menentukan niat konsumen. Konsumen niat untuk membeli merek tertentu,
misalnya, harus tumbuh kuat sebagai nya atau sikapnya terhadap merek ini menjadi
lebih menguntungkan. Dengan demikian, kekuatan sikap ini dianggap oleh banyak
peneliti sebagai prediktor kunci dari pembelian merek dan patronase ulangi (Donio et
al., 2006). Akibatnya, niat untuk membeli dan membeli kembali menangkap
komponen perilaku loyalitas. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
loyalitas pelanggan telah membuat kemajuan besar dalam bidang perilaku konsumen
selama bertahun-tahun. Dalam studi ini, loyalitas pelanggan adalah perilaku
diungkapkan oleh retensi (Bansal dan Taylor, 1999) dan emosional (Ranaweera dan
Prabhu, 2003) diungkapkan oleh WOM. Yang menarik adalah WOM positif. Sebagai
contoh, penelitian telah secara konsisten menemukan hubungan langsung antara
kualitas layanan dan bersesuaian atau kesediaan untuk merekomendasikan dengan
mengatakan hal-hal positif tentang organisasi. Memang, pelanggan yang puas juga
dikenal untuk memberikan WOM positif kepada individu yang tidak memiliki
kaitannya dengan transaksi tertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi niat
40
pembelian mereka. Jenis loyalitas dikenal sebagai perilaku emosional diekspresikan
(Ranaweera dan Prabhu, 2003) di mana pelanggan bersedia untuk menginformasikan
orang lain tentang insiden layanan yang telah memberi mereka kepuasan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dilaporkan bahwa 78 persen dari konsumen
mengatakan bahwa mereka percaya rekomendasi langsung dari konsumen lain
melalui WOM yang 61 persen mengatakan mereka percaya pendapat konsumen
diposting online, apa pemasar sebut viral marketing.
Di mana-mana, tampaknya, orang masih percaya teman-teman mereka
(Pfanner, 2007). Seperti telah berulang kali dimodelkan dalam bidang kepuasan
pelanggan, kepuasan merupakan pendorong kausal dari merekomendasikan dan
ulangi niat. Hubungan ini diharapkan berlaku dalam lingkungan online juga
(Ribbinke tal .,2004). Selanjutnya, para peneliti kemudian berdebat apakah niat baik
untuk merekomendasikan dan kepuasan bersama-sama entah bagaimana menangkap
bagian sikap loyalitas. Sama seperti niat pembelian kembali, mereka menemukan
bahwa niat untuk merekomendasikan adalah hasil kausal sikap yang menguntungkan
dan bukan ukuran langsung dari mereka (misalnya saya puas, karena itu saya
sarankan). Dengan demikian, niat untuk merekomendasikan juga merupakan niat
perilaku tapi tidak kepuasan (Zeithaml et al., 1996). Para peneliti berpendapat bahwa
yang terakhir adalah anteseden kausal loyalitas sikap (misalnya saya puas, karena
saya cenderung untuk setia). Semua studi ini didasarkan pada jumlah yang cukup
dari riset pasar dan analisis data. Tapi, meskipun bobot bukti empiris, kontroversi
terus berlanjut. Pada kenyataannya, kita perlu secara eksplisit mengakui kepuasan
yang bukan merupakan indikator langsung dari loyalitas sikap karena beberapa
pelanggan yang puas masih cacat (Oliver, 1999). Dengan demikian, kepuasan
41
mungkin belum diselidiki cukup dalam bagi kita untuk memastikan bahwa ada
kesetiaan sejati. Sebaliknya, mungkin perlu untuk melihat melampaui kepuasan
variabel lain yang memperkuat retensi seperti kepercayaan (Hart dan Johnson, 1999).
Pandangan ini konsisten dengan penelitian pada saluran pemasaran, yang
menunjukkan bahwa perusahaan sering melihat melampaui kepuasan untuk
mengembangkan kepercayaan dalam rangka untuk memastikan nilai ekonomis dan
hubungan jangka panjang (Morgan dan Hunt, 1994).
2.2 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
2.2.1 Kesan Kualitas Layanan (perceived service quality)
Kualitas pelayanan dianggap sebagai salah satu penentu utama keberhasilan
pengecer online (Jarvenpaa & Todd, 1997;. Zeithaml et al, 2000). Berry (1981)
mendefinisikan kualitas pelayanan yang dirasakan sebagai penilaian pelanggan
tentang keunggulan keseluruhan perusahaan atau superioritas. Definisi ini
menunjukkan bahwa kualitas yang dirasakan mirip dengan sikap umum individu
terhadap perusahaan (Bitner, 1990). Zeithaml et al. (2000) mendefinisikan kualitas
layanan situs web sebagai sejauh mana sebuah situs web memfasilitasi belanja yang
efisien dan efektif, pembelian, dan pengiriman produk dan jasa.
Pembeli online merasakan manfaat dan kemudahan untuk memperoleh
informasi mengenai produk secara langsung dari internet daripada melalui toko off-
line (Ariely, 2000, Zhang & Prybutok, 2005). Pengurangan waktu yang dibutuhkan
untuk biaya penelitian produk dan informasi terkait produk juga telah diidentifikasi
sebagai manfaat utama dari belanja online (Ariely, 2000, Lynch & Arielty, 2000).
Mampu mencari cepat untuk informasi tentang produk meningkatkan kepuasan
pelanggan dan meningkatkan niat pelanggan untuk kembali dan membeli kembali
dari pengecer online yang spesifik (Lynch & Ariely, 2000). Persepsi Pelanggan
42
kenyamanan secara langsung mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan dan
kepuasan dalam belanja online (Zhang & Prybutok, 2005). Demikian pula,
Wolfinbarger dan Gilly (2001) menemukan bahwa peringkat pemenuhan adalah
prediktor terkuat dari kepuasan pelanggan dan niat untuk membeli kembali barang-
barang atau jasa dari pengecer online. Dalam studi ini dan lain-lain, ada konsensus di
antara peneliti yang mendukung layanan pelanggan yang unggul sebagai memiliki
dampak terbesar pada kepuasan dan loyalitas pelanggan (Rust & Lemon, 2001,
Winer, 2001, Grewal, Gopalkrishnan, & Levy, 2004).
Oleh karena itu, studi ini berspekulasi bahwa kualitas pelayanan yang
dirasakan dari sebuah toko online secara positif terkait dengan nilai yang dirasakan
dan kepuasan pelanggan. Berdasarkan bisnis online dan literatur kualitas pelayanan,
penelitian ini mendefinisikan kualitas pelayanan yang dirasakan dalam belanja online
sebagai evaluasi keseluruhan pelanggan dan penghakiman keunggulan dan kualitas
dari pengalaman belanja online. Dengan demikian, persepsi kualitas layanan yang
disampaikan oleh pengecer online dihipotesiskan sebagai anteseden nilai yang
dirasakan dan kepuasan.
Ada beberapa penelitian akademis yang fokus pada pengukuran kualitas
layanan. SERVQUAL tradisional atau'' gap'' model analisis yang dikembangkan oleh
Parasuraman, Zeithaml dan Berry pada awal tahun 1980, yang didasarkan pada
pandangan bahwa pelanggan menilai kualitas pelayanan dengan membandingkan
harapan layanan yang diberikan dengan persepsi layanan aktual yang diterima dari
penyedia layanan tertentu. Satu set lima dimensi kualitas pelayanan (yaitu: tangibles,
reliability, responsiveness, assurance, dan empathy) di seluruh spektrum yang luas
dari industri jasa diidentifikasi. Namun, banyak penelitian (Finn dan Lamb, 1991,
Singh, 1991, Smith, 1999) bahwa SERVQUAL tidak pernah berhasil dalam
43
mempertahankan semua 22 item dari lima dimensi, meskipun mereka prevalidated,
oleh Parasuraman et al. (1988). Sebagai hasil dari penilaian diagnostik lebih lanjut
(Parasuraman et al, 1994) untuk awal mereka 22 item atau skala pengukuran ini yang
runtuh ke dalam tiga kategori: keandalan dan berwujud, sementara daya tanggap,
jaminan, dan empati yang ditemukan yang akan dimuat ke salah satu faktor.
Meskipun saat ini ada kurangnya konsensus dalam literatur, Model SERVQUAL
kualitas layanan yang paling luas dan berhasil digunakan sebagai pengukuran dalam
abad kedua puluh satu (Tsoukatos dan Rand, 2006). Misalnya, Baru-baru ini,
penelitian telah beralih ke dimensi (atau komponen) dari kualitas pelayanan di
pengaturan e-commerce - kemudahan penggunaan, desain website, personalisasi
responsif, atau kustomisasi, dan jaminan. Dampak dari dimensi pada kepuasan
pelanggan (yaitu baik sebagai pendahuluan dan mediator terhadap loyalitas) telah
dikonsepkan dengan baik dan diteliti (Gummerus et al, 2004;. Ribbink et al, 2004.).
Kemudahan penggunaan dimensi memang merupakan elemen penting dari
penggunaan pelanggan komputer teknologi (Ribbink et al., 2004), dan sangat penting
terutama bagi pengguna baru (Gefen dan Straub, 2000). Dimensi ini termasuk
barang-barang seperti fungsi, aksesibilitas informasi, dan kemudahan pemesanan dan
navigasi (Reibstein, 2002). Padahal, dimensi ini juga mencerminkan kompetensi
operator selular dan karena itu menginduksi kepercayaan (Gummerus et al., 2004).
Studi sebelumnya (Van Riel et al, 2004;. Wolfinbarger dan Gilly, 2003;. Zeithaml et
al, 2002) menunjukkan bahwa dalam menciptakan kepuasan, dimensi desain website
adalah penting karena berhubungan langsung dengan user interface. Dimensi ini
meliputi isi, organisasi, dan struktur situs, yang menarik secara visual, menarik, dan
enak dipandang. Hal ini juga diasumsikan bahwa antarmuka situs sering langsung
mempengaruhi kepercayaan dirasakan dari sistem (Luo et al., 2006). Artinya, kesan
44
pertama dari situs ritel kuat dapat mempengaruhi perkembangan kepercayaan, dan
komunikasi yang efektif dapat memfasilitasi pemeliharaan kepercayaan (Egger,
2000). Sebagai contoh, elemen grafis dari kegunaan atau desain konten yang paling
mungkin untuk berkomunikasi kepercayaan dalam pengaturan e-commerce. dimensi
responsiveness dapat dipahami sebagai bahwa dari SERVQUAL tradisional
(Zeithaml et al., 2002). Ini mengukur kemampuan perusahaan dan kemauan untuk
memberikan layanan yang cepat ketika pelanggan memiliki pertanyaan / masalah
(Zeithaml et al., 2002). Memahami kebutuhan pelanggan dan mengembangkan
pelayanan berdasarkan umpan balik responsif meningkatkan kepuasan layanan dan
juga kepercayaan (Gummerus et al., 2004). Personalisasi atau dimensi kustomisasi
dapat juga dipahami sebagai dimensi empati dari SERVQUAL tradisional (Zeithaml
et al., 2002). Hal ini mencerminkan sejauh mana informasi atau layanan disesuaikan
untuk memenuhi kebutuhan pengunjung individu (Lee, 2005). Dimensi ini menjadi
lebih penting dan merupakan bagian penting dari kualitas layanan online (Zeithaml et
al., 2002). Konsep personalisasi terdiri dari empat komponen dalam pengaturan e-
commerce: perhatian pribadi, preferensi, memahami kebutuhan spesifik pelanggan,
dan informasi mengenai productsmodification tersebut. Akhirnya, dimensi jaminan
keamanan alamat pelanggan dirasakan dan privasi. Dalam literatur kualitas
pelayanan, kepercayaan juga bisa dianggap sebagai kepercayaan'' dalam pelayanan
itu sendiri'' (Parasuraman et al., 1985, 1988). Seperti hubungan sangat penting untuk
mengelola kepercayaan, karena pelanggan biasanya harus membeli layanan sebelum
mengalaminya. Barang-barang ini terkait dengan isu-isu seperti keamanan transaksi
online, kepercayaan pelanggan dalam organisasi secara online, dan privasi (Ribbink
et al., 2004). Privasi, keamanan, dan etika merupakan elemen penting dalam e-
commerce pengaturan (Wang et al., 2003). Tujuan penggunaan layanan online dapat
45
dipengaruhi oleh persepsi pengguna tentang regardingsecurity kredibilitas dan
privasi (Wang et al., 2003). Keamanan mengacu pada perlindungan informasi atau
sistem dari gangguan unsanctioned atau keluar. Takut kurangnya keamanan telah
diidentifikasi dalam studi paling sebagai mempengaruhi penggunaan layanan online.
Privasi, di sisi lain, mengacu pada perlindungan berbagai jenis data yang
dikumpulkan (dengan atau tanpa sepengetahuan pengguna) selama interaksi
pengguna dengan sistem online, yang juga dapat mempengaruhi penggunaan sistem.
Namun, Wolfinbarger dan Gilly (2003) tidak menemukan efek keamanan / privasi
pada kepuasan dan loyalitas pelanggan. Berdasarkan diskusi di atas, Berdasarkan
pengamatan diajukan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Perceived Service Qualitu is positively affect to customer satisfaction.
2.2.2 Kesan keadilan harga (perceived price fairness)
Untuk pelanggan, harga yang dirasakan, yaitu meliputi, waktu, tenaga dan
biaya pencarian, lebih berarti dari pada harga aktual moneter dari suatu barang dan
jasa. Pelanggan biasanya sebagai hakim dalam memutuskan harga dan kualitas
pelayanan berdasarkan konsep “ekuitas” dan menghasilkan kepuasannya atau tingkat
ketidakpuasan yang didasarkan pada konsep (Oliver, 1997). Dengan kata lain, dalam
evaluasi kewajaran harga keseluruhan, pelanggan menganggap baik biaya moneter
dan non-moneter memperoleh produk atau jasa (Athanassopoulos, 2000, Cronin et al,
2000; Homburg et al, 2005).
Fornell, Johnson, Anderson, Cha, dan Bryant (1996) juga menemukan bahwa
persepsi harga mempengaruhi kepuasan pelanggan di tujuh sektor industr. Demikian
pulda, dalam pengaturan percobaan yang melibatkan cek-in skenario, Voss et all
(1998) mengemukakan bahwa persepsi harga mempengaruhi kepuasan. Ketika
46
belanja di internet, pelanggan tidak bisa benar-benar melihat atau menangani produk,
sehingga persepsi harga memainkan peran penting dalam pasca pembelian kepuasan
dan niat untuk kembali ke toko online untuk pembelian masa depan (Jarvenpaa &
Todd, 1997; Liu & Arnett, 2000, Babin et al, 2003; Bolton, Warlop, & alba, 2003).
Selain itu, studi meunjukkan bahwa keadilan harga yang dirasakan sangat penting
dalam menentukan durasi hubungan penyedia-customer (Bolton & Lemon, 1999;.
Bolton et al, 2000).
Peneltian ini, oleh karena itu, berspekulasi keadilan harga dirasakan, dalam
hal biaya moneter dan non-moneter untuk konsumen, berhubungan secara positif
dengan nilai yang dirasakan dan kepuasan dalam pengalaman belanja online.
Berdasarkan pengamatan, diajukan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Perceived price fairness will positively affect satisfaction (keadilan harga
yang dirasakan secara positif akan mempengaruhi kepuasan).
2.2.3 Kepuasan (satisfaction)
Oliver (1997) mendefinisikan kepuasan sebagai respon pemenuhan
konsumen, maka kepuasan melibatkan minimal dua rangsangan-hasil dan rujukan
perbandingan. Penelitian ini mengkonseptualisasikan kepuasan pelanggan sebagai
evaluasi emosi yang mencerminkan sejauh mana pelanggan percaya penyedia
layanan membangkitkan perasaan positif (Cronin et al., 2000). Selain itu, kepuasan
pelanggan secara tradisional dianggap sebagai penentu fundamental jangka panjang
perilaku konsumen (Zhang & Prybutok, 2005).
Dalam konteks penjualan relasional, kepercayaan adalah suatu proses
kumulatif yang berkembang selama interaksi memuaskan berulang dengan penjual.
47
Kepuasan dari transaksi masa lalu menyediakan pelanggan dengan percaya diri
dalam pengecer (Siau & Shen, 2003). Secara empiris menunjukkan bahwa kepuasan
merupakan anteseden kepercayaan (Garbarino & Johnson, 1999; Siau & Shen, 2003).
Demikian juga, penelitian sebelumnya banyak hipotesis dan empiris divalidasi
hubungan antara retensi kepuasan, pelanggan dan word-of-mulut (Rucci, Kirn, &
Quinn, 1998; Bansal & Taylor, 1999;. Cronin et al, 2000). Memang, ini jenis link
merupakan dasar konsep bisnis yang menyatakan bahwa pelanggan memuaskan
kebutuhan dan keinginan adalah kunci untuk mengulang pembelian. Banyak peneliti
empiris telah menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan menyebabkan antisipasi
pembeli interaksi masa depan dengan dan komitmen terhadap penjual (Johnson,
Barksdale, & Boles, 2001; Zhang & Prybutok, 2005). Oleh karena itu, studi ini
berspekulasi bahwa kepuasan pelanggan dari pengalaman dengan pengecer online
yang spesifik mengarah ke kepercayaan dan komitmen untuk hubungan. Berdasarkan
pengamatan diajukan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Customer satisfaction is positively affect to trust.
H4 : Customer satisfaction is positively affect to customer loyalty.
2.2.4 Kepercayaan (importance of trust)
Berdasarkan literatur sebelumnya, penelitian ini mendefinisikan kepercayaan
sebagai satu set niat hubungan khusus berurusan terutama dengan integritas,
kompetensi prediktabilitas kebajikan, dan pengecer internet online (Gefen,
Karahanna, & Straub, 2003). Mayoritas literatur telah menekankan peran
kepercayaan sebagai pusat keberhasilan membangun hubungan pelanggan (Morgan
& Hunt, 1994; Lee & Turban, 2001; McKnight & Chervany, 2002; Siau & Shen,
2003). Pengecer online (online retailer) harus membuat pelanggan mereka percaya,
48
tanpa kepercayaan, pelanggan akan menghindari belanja online (Gefen, 2000).
Beberapa penelitian memberi kesan bahwa pelanggan online umumnya tinggal jauh
dari pengecer online yang mereka tidak percaya (Jarvenpaa & Tractinsky, 1999).
Pelanggan belanja online mengatasi tahap eksplorasi sebelum melakukan transaksi
komersial dengan pengecer internet yang spesifik, dan pengalaman pelanggan
dengan pengecer akan menentukan komitmen nya dan tingkat kepercayaan
(Reichheld & Schefter, 2000). Penelitian ini berspekulasi bahwa kepercayaan
pelanggan di pengecer internet spesifik mengarah ke percaya yang berhubungan
dengan komitmen sikap. Pentingnya kepercayaan. Kepercayaan telah didefinisikan
sebagai'' keadaan psikologis menyusunniat untuk menerima kerentanan berdasarkan
ekspektasi niat atau perilaku lain'' (Rousseau et al, 1998., p. 395). Kepercayaan
adalah katalis penting dalam membangun hubungan transaksional banyak. Misalnya,
dalam literatur pemasaran komitmen-hubungan kepercayaan, kepercayaan telah
dikonseptualisasikan sebagai yang ada ketika salah satu pihak memiliki keyakinan
dalam kehandalan mitra dan integritas (Morgan dan Hunt, 1994; Ranaweera dan
Prabhu, 2003). Memang kepercayaan bisa eksis di tingkat individu (Rotter, 1967)
atau pada tingkat perusahaan (Moorman et al., 1993). Selanjutnya, percaya ketika
dikonseptualisasikan sebagai dimensi model penerimaan teknologi, bisa juga telah
memikirkan memiliki pengaruh yang mencolok pada kesediaan pengguna untuk
terlibat dalam pertukaran online uang dan informasi sensitif pribadi (Wang et al.,
2003). Dengan demikian, persepsi kemudahan penggunaan dan kegunaan dirasakan
mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan niat pengguna untuk mengadopsi internet
banking (Eriksson et al, 2005; Wang et al, 2003). Penelitian terbaru menunjukkan
kepuasan itu saja mungkin tidak cukup untuk menjamin komitmen jangka panjang
pelanggan untuk penyedia layanan tunggal (Ranaweera dan Prabhu,2003).
49
Sebaliknya, mungkin perlu untuk melihat melampaui kepuasan variabel lain yang
memperkuat retensi seperti kepercayaan (Hart dan Johnson, 1999). Pandangan ini
konsisten dengan penelitian pada saluran pemasaran, yang menunjukkan bahwa
perusahaan sering melihat melampaui kepuasan untuk mengembangkan kepercayaan
dalam rangka untuk memastikan ekonomis, hubungan jangka panjang (misalnya
Morgan dan Hunt, 1994). Kepercayaan dipandang sebagai kepentingan yang cukup
besar dalam proses membangun dan memelihara hubungan, meskipun juga diakui
sebagai sulit untuk mengelola (Bejou et al., 1998). Meskipun konsekuensi dari
kepercayaan dalam bisnis-ke-pelanggan hubungan telah mapan, konstruk
kepercayaan telah digunakan dengan cara yang agak berbeda (Ranaweera dan
Prabhu, 2003). Misalnya, Parasuraman et al. (1985, 1988) digunakan kepercayaan
(bersama-sama dengan jaminan) sebagai dimensi konstruk kualitas pelayanan.
Gremler dan Brown (1996) mengusulkan kepercayaan sebagai pendahuluan
konseptual loyalitas pelanggan. Gwinner et al. (1998) mengusulkan kepercayaan
sebagai manfaat kepercayaan dinilai tinggi oleh pelanggan dalam pertukaran
relasional jangka panjang dengan perusahaan jasa. Di sisi lain, Pajak et al. (1998)
menemukan kepercayaan, bersama-sama dengan komitmen, menjadi konsekuensi
dari kepuasan penanganan keluhan. Selain itu, Levesque dan McDougall (1996)
menunjukkan bahwa penanganan pengaduan bisa memiliki dampak secara kualitatif
berbeda pada kepercayaan dari dari pada kepuasan. Dalam studi nasabah perbankan
online, Kassim dan Abdullah (2006) melakukan melihat kepercayaan sebagai sopir
komitmen hubungan pelanggan. Mereka menemukan bahwa kepercayaan memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap komitmen hubungan. Temuan ini
menunjukkan bahwa di mana pelanggan mempertahankan hubungan jangka panjang
kontrak (mirip dengan konteks penelitian saat ini) dengan penyedia layanan online
50
mereka, kepercayaan akan cenderung menjadi pendorong yang kuat dari komitmen
hubungan pelanggan atau loyalty. Berdasarkan pengamatan, diajukan hipotesis
sebagai berikut:
H5 : Trust is positively affect to customer loyalty.
2.2.5 Loyalitas konsumen (Customer Loyalty)
Para peneliti berpendapat bahwa yang terakhir adalah anteseden kausal
loyalitas sikap (misalnya saya puas, karena saya cenderung untuk setia). Semua studi
ini didasarkan pada jumlah yang cukup dari riset pasar dan analisis data. Tapi,
meskipun bobot bukti empiris, kontroversi terus berlanjut. Pada kenyataannya, kita
perlu secara eksplisit mengakui kepuasan yang bukan merupakan indikator langsung
dari loyalitas sikap karena beberapa pelanggan yang puas masih cacat (Oliver, 1999).
Dengan demikian, kepuasan mungkin belum diselidiki cukup dalam bagi kita untuk
memastikan bahwa ada kesetiaan sejati. Sebaliknya, mungkin perlu untuk melihat
melampaui kepuasan variabel lain yang memperkuat retensi seperti kepercayaan
(Hart dan Johnson, 1999). Pandangan ini konsisten dengan penelitian pada saluran
pemasaran, yang menunjukkan bahwa perusahaan sering melihat melampaui
kepuasan untuk mengembangkan kepercayaan dalam rangka untuk memastikan
ekonomis, hubungan jangka panjang (misalnya Morgan dan Hunt, 1994). Pentingnya
loyalitas pelanggan. Banyak penelitian dalam dua dekade terakhir telah menyelidiki
berbagai definisi loyalitas (Jacoby dan Chestnut, 1978). Mereka berpendapat bahwa
harus ada komitmen yang kuat'' sikap'' merek untuk loyalitas yang benar untuk eksis
(Misalnya Jacoby dan Chestnut, 1978). Hal ini dipandang sebagai mengambil bentuk
konsisten set menguntungkan keyakinan menyatakan terhadap merek yang dibeli.
Jika konsumen percaya bahwa merek memiliki atribut yang diinginkan, maka ia akan
51
memiliki sikap yang lebih baik terhadap hal itu. Sikap-sikap itu dapat diukur dengan
meminta orang berapa banyak mereka menyukai merek, merasa berkomitmen untuk
itu, akan merekomendasikan hal ini kepada orang lain, dan memiliki keyakinan dan
perasaan positif tentang hal itu (Donio et al., 2006). Ini juga telah menemukan bahwa
pelanggan setia sikap jauh lebih rentan terhadap informasi negatif tentang merek dari
non-pelanggan setia (Donio et al., 2006). sikap loyalitas Ini, pada gilirannya,
menentukan niat konsumen. Konsumen niat untuk membeli merek tertentu,
misalnya, harus tumbuh kuat sebagai nya atau sikapnya terhadap merek ini menjadi
lebih menguntungkan. Dengan demikian, kekuatan sikap ini dianggap oleh banyak
peneliti sebagai prediktor kunci dari pembelian merek dan patronase ulangi (Donio et
al., 2006). Akibatnya, niat untuk membeli dan membeli kembali menangkap
komponen perilaku loyalitas. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
loyalitas pelanggan telah membuat kemajuan besar dalam bidang perilaku konsumen
selama bertahun-tahun. Dalam studi ini, loyalitas pelanggan adalah perilaku
diungkapkan oleh retensi (Bansal dan Taylor, 1999) dan emosional (Ranaweera dan
Prabhu, 2003) diungkapkan oleh WOM. Yang menarik adalah WOM positif. Sebagai
contoh, penelitian telah secara konsisten menemukan hubungan langsung antara
kualitas layanan dan bersesuaian atau kemauan untuk merekomendasikan dengan
mengatakan hal-hal positif tentang organisasi. Memang, pelanggan yang puas juga
dikenal untuk memberikan WOM positif kepada individu yang tidak memiliki
kaitannya dengan transaksi tertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi niat
pembelian mereka. Jenis loyalitas dikenal sebagai perilaku emosional diekspresikan
(Ranaweera dan Prabhu, 2003) di mana pelanggan bersedia untuk menginformasikan
orang lain tentang insiden layanan yang telah memberi mereka kepuasan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dilaporkan bahwa 78 persen dari konsumen
52
mengatakan bahwa mereka percaya rekomendasi langsung dari konsumen lain
melalui WOM yang 61 persen mengatakan mereka percaya pendapat konsumen
diposting online, itulah yang disebut dengan viral marketing. Di mana-mana,
tampaknya, orang masih percaya teman-teman mereka (Pfanner, 2007). Seperti telah
berulang kali dimodelkan dalam bidang kepuasan pelanggan, kepuasan adalah kausal
pengemudi merekomendasikan dan ulangi niat. Hubungan ini diharapkan berlaku
dalam lingkungan online juga (Ribbink et al., 2004). Selanjutnya, para peneliti
kemudian berdebat apakah niat baik untuk merekomendasikan dan kepuasan
bersama-sama entah bagaimana menangkap bagian sikap loyalitas. Sama seperti niat
pembelian kembali, mereka menemukan bahwa niat untuk merekomendasikan adalah
hasil kausal sikap yang menguntungkan dan bukan ukuran langsung dari mereka
(misalnya saya puas, karena itu saya sarankan). Dengan demikian, niat untuk
merekomendasikan juga merupakan niat perilaku tapi tidak kepuasan (Zeithaml et
al., 1996). Para peneliti berpendapat bahwa yang terakhir adalah anteseden kausal
loyalitas sikap (misalnya saya puas, karena saya cenderung untuk setia). Semua studi
ini didasarkan pada jumlah yang cukup dari riset pasar dan analisis data. Dengan
demikian kita berhipotesis :
H6 : Customer Loyalty is positively affect to wom 1.
H7 : Customer Loyalty is positively affect to wom 2.
H8 : Customer Loyalty is positively affect to retention intention 1.
H9 : Customer Loyalty is positively affect to retention intention 2.
Recommended