BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah
besar di negara berkembang. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor
utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Lebih dari 50%
kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada
serta biaya relatif rendah (Prawirohardjo, 2002).
Pada wanita atau ibu nifas penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya masa nifas
sangat penting untuk diketahui dan dipahami, karena masih banyak ibu atau wanita
yang sedang hamil atau pada masa nifas belum mengetahui tentang tanda-tanda
bahaya masa nifas, baik yang diakibatkan masuknya kuman ke dalam alat kandungan
seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain
dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri) (Rustam Mochtar, 1998).
Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal
saat hamil, bersalin, dan nifas. Saat ini Angka Kematian Ibu di Indonesia masih
sangat tinggi. Di Indonesia, berdasarkan perhitungan diperoleh Angka Kematian Ibu
(AKI) tahun 2008 sebesar 228/100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan
Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2002 sebesar 307/100.000 Kelahiran Hidup, Angka
Kematian Ibu (AKI) tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target
Mortality Development Growth (MDG)) 2015 (102/100.000 Kelahiran Hidup)
sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target
tersebut (http://www.depkes.go.id/).
Angka Kematian Ibu (AKI) propinsi Banten tahun 2008 berjumlah 256/100.000
Kelahiran Hidup. Untuk daerah Kota Serang Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2009
sebesar 21 kasus dari 100.000 Kelahiran Hidup (Dinkes Kota Serang, 2009). Di
RSUD Serang tercatat angka kematian ibu 26 / 2465 Kelahiran Hidup (RSUD Serang,
2009). Angka Kematian Ibu di Indonesia bervariasi, adapun salah satu daerah yang
berhasil menekan angka kematian ibu hingga 0 persen adalah Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan pada tahun 2009. Sebelumnya pada tahun 2007, angka kematian ibu
(AKI) di kabupaten ini sebanyak 3/1.000 ibu yang melahirkan kemudian turun pada
tahun 2008 menjadi 1/1.000 ibu yang melahirkan. Variasi ini antara lain disebabkan
oleh perbedaan norma, nilai, lingkungan, dan kepercayaan masyarakat, di samping
infrastruktur yang ada. Suatu hal yang penting lainnya adalah perbedaan kualitas
pelayanan kesehatan pada setiap tingkat pelayanan. (Prawirohardjo, 2002).
Apabila ibu nifas mengerti tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, maka jika
terjadi masalah-masalah seperti infeksi nifas maka ibu akan mengerti dan segera
memeriksakan diri ke petugas kesehatan, Sebaliknya jika ibu tidak mengerti tanda-
tanda bahaya masa nifas maka ibu tidak akan tahu apakah ibu dalam bahaya atau
tidak.
Untuk mencapai sasaran tersebut ditetapkanlah empat strategi utama dan asas-
asas pedoman operasionalisasi strategi antara lain bahwa MPS (Making Pregnency
Safer) memusatkan perhatiannya pada pelayanan kesehatan maternal neonatal yang
baku, cost effective dan berdasarkan bukti pada setiap pelayanan dan rujukan
kesehatan (Prawirohardjo, 2002).
Memperhatikan angka kematian ibu dan perinatal dapat diperkirakan bahwa
sekitar 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50%
kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Salah satu faktor penting dalam
upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal (Prawirohardjo, 2002).
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus ikut mendukung upaya penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) peranan bidan di Masyarakat sebagai tenaga terlatih dalam
sistem kesehatan nasional salah satunya adalah meningkatkan Komunikasi Informasi
dan Edukasi (KIE) dan menetapkan keikutsertaan masyarakat dalam berbagai
kegiatan untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Tenaga
penolong persalinan, dokter dan bidan tersebut dapat memberikan pelayanan yang
bermutu sehingga diperlukan standar pelayanan medik (Prawirohardjo, 2002).
Selain faktor-faktor tersebut di atas faktor dominan yang mempengaruhi adalah
kurang terdeteksinya faktor-faktor komplikasi secara dini. Untuk itu diperlukannya
peran serta masyarakat terutama ibu-ibu nifas untuk memiliki pengetahuan tentang
tanda-tanda bahaya pada masa nifas sehingga ibu dapat mengetahui dan mengenal
secara dini tanda-tanda bahaya masa nifas sehingga bila ada kelainan dan komplikasi
dapat segera terdeteksi.
Asuhan pada masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena masa nifas
merupakan masa kritis untuk ibu dan bayinya. Paling sedikit 4 kali kunjungan pada
masa nifas sehingga dapat menilai status ibu dan bayinya, untuk melaksanakan
skreening yang komprehensif mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila
terjadi komplikasi pada ibu dan bayi, memberikan pendidikan tentang kesehatan,
perawatan kesehatan diri, nutrisi, dan keluarga berencana, sehingga ibu-ibu nifas
dapat mencegah komplikasi yang terjadi pada masa nifas (Prawirohardjo, 2002).
Dan berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di lapangan, di peroleh
4 ibu nifas yang termasuk dalam kategori pengetahuan baik tentang tanda bahaya
masa nifas dari 10 ibu nifas yang dirawat di RSUD Serang tanggal 22 dan 24 januari
2010. hal ini menunjukan bahwa masih kurangnya pengetahuan ibu nifas tentang
tanda-tanda bahaya nifas.
Berdasarkan data di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya nifas di Ruang
Kebidanan RSUD Serang tahun 2010.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka penulis dapat mengemukakan perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Faktor-Faktor apa yang Dapat Mempengaruhi Pengetahuan Ibu
Nifas Tentang Tanda-Tanda Bahaya Nifas Di Ruang Kebidanan RSUD Serang Tahun
2010?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mempunyai beberapa tujuan :
1.3.1 Tujuan Umum
Didapatkannya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan ibu nifas
tentang tanda-tanda bahaya nifas di ruang kebidanan RSUD Serang Tahun
2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya frekuensi pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda
bahaya nifas di ruang kebidanan RSUD Serang Tahun 2010.
1.3.2.2 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu nifas tentang tanda-
tanda bahaya nifas berdasarkan umur ibu di ruang kebidanan RSUD
Serang Tahun 2010.
1.3.2.3 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu nifas tentang tanda-
tanda bahaya nifas berdasarkan paritas ibu di ruang kebidanan
RSUD Serang Tahun 2010.
1.3.2.4 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu nifas tentang tanda-
tanda bahaya nifas berdasarkan tingkat pendidikan ibu di ruang
kebidanan RSUD Serang Tahun 2010.
1.3.2.5 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu nifas tentang tanda-
tanda bahaya nifas berdasarkan status ekonomi ibu di ruang
kebidanan RSUD Serang Tahun 2010.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Ibu Nifas
Sebagai masukan bagi ibu nifas agar lebih meningkatkan kesadaran terhadap
perlunya pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya masa nifas sehingga mereka
dapat mengetahui dan mengenali apa yang termasuk dalam tanda-tanda bahaya
nifas dengan demikian diharapkan gangguan/komplikasi dalam masa nifas
dapat dideteksi secara dini.
1.4.2 Bagi bidan
Sebagai salah satu bahan masukan bagi bidan sebagai tenaga kesehatan yang
berada di masyarakat untuk melakukan tindakan proaktif seperti penyuluhan
dan memberikan pendidikan kesehatan.
1.4.3 Bagi penulis
Merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan
mendapatkan pengalaman nyata dalam bidang penelitian.
1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi proses
penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan masalah nifas.
1.5 Ruang Lingkup
Di dalam penelitian akan membatasi ruang lingkup yang diteliti, yaitu :
1.5.1 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya nifas.
Variabel independennya atau faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu umur,
tingkat pendidikan, paritas dan status ekonomi. Sedangkan variabel
dependennya yaitu tingkat pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya
nifas.
1. 5. 2 Ruang Lingkup Responden
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek peneliti dan mendapatkan penjelasan
adalah ibu – ibu post partum ( nifas ) yang berada di ruang kebidanan RSUD
Serang
1. 5. 3 Ruang Lingkup Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Januari-Mei 2011.
1. 5. 4 Ruang Lingkup Tempat
Pada penelitian ini lokasi yang akan dilaksanakan penulis dalam pengambilan
data dan penelitian adalah di ruang kebidanan RSUD Serang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengetahuan
Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan (knowledge) merupakan
hasil tahu, hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra, yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga yakni melalui proses pengalaman dan proses
belajar dalam pendidikan baik yang bersifat formal maupun informal tindakan yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibanding dengan tanpa disadari oleh
pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behaviour).
Menurut Ancok (1987) yang dikutip oleh Saadah (1995 : 23) mengatakan bahwa
faktor pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk tebentuknya
tindakan seseorang. Pengetahuan tentang sesuatu yang positif dan negatif akan
mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Green (1980) juga mengatakan bahwa
salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi kesehatan seseorang adalah
pengetahuan.
Menurut Bloom (1974) yang dikutip oleh Saadah (1999 : 23) dikatakan bahwa
pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses peringatan atau
pengenalan suatu informasi, ide atau fenomena yang diperoleh sebelumnya.
Lebih lanjut Notoatmodjo (2003 : 122) menyatakan bahwa pengetahuan dibagi
menjadi 6 tingkatan, yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi ( application )
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) dengan menggunakan
hukum-hukum, metode atau kondisi yang berlainan.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi dan masih ada kaitanya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek berdasarkan kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada
(Notoatmodjo, 2003).
2.2 Cara Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat diukur dari kemampuan orang tersebut
mengungkapkan hal yang diketahui dalam bentuk jawaban baik lisan maupun
tulisan. Jawaban tersebut merupakan reaksi stimulus yang berupa pertanyaan yang
disampaikan, baik lisan maupun tulisan yang digunakan untuk mengukur
pengetahuan secara khusus dikelompokan menjadi 2, yaitu :
a. Pertanyaan Subjektif, yaitu nilainya dari setiap orang berbeda.
b. Pertanyaan objektif, yaitu penilaian pasti dan relative sama pada setiap waktu
tanpa melibatkan unsur subjektifitas.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat
tes / kuesioner tentang obyek pengetahuan yang ingin diukur, selanjutnya dilakukan
penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1
dan jika salah diberi nilai 0.
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan
skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa
prosentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:
Keterangan :
N = Nilai pengetahuan
Sp = Skor yang didapat
Sm = Skor tertinggi maksimum
Selanjutnya prosentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif
dengan acuan sebagai berikut :
a. Baik, bila didapatkan hasil 76-100 %
b. Cukup, bila didapatkan hasil 56-75 %
c. Kurang, bila didapatkan hasil 40-55 %
d. Tidak baik, bila didapatkan hasil < 40 % (Arikunto, 2006 : 256)
2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga yang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
a. Umur
Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini. Umur
merupakan periode terhadap pola-pola kehidupan yang baru, semakin
bertambahnya umur akan mencapai usia reproduksi (Notoadmodjo, 2003).
Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan, persalinan dan nifas adalah 20-30 tahun, kematian maternal pada
wanita nifas dengan usia di bawah 20 tahun ternyata 2-3 kali lebih tinggi, dari
pada kematian maternal pada usia 20-29 tahun, kematian maternal meningkat
kembali sesudah usia 30-35 tahun.
Usia berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Abu Ahmadi, 2001).
Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan
kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya
menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak
menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual,
pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada
penurunan pada usia ini.
Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup :
a) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan
semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
b) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena
mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ
akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa
kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa
teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan
bertambahnya usia.
Sulaeman (1982) menjelaskan lebih lanjut bahwa yang dianggap optimal untuk
mengambil keputusan adalah umur ≥ 20 tahun karena cenderung dapat mengambil
keputusan atau memilih, sehingga umur kurang dari 20 tahun cenderung memiliki
pengetahuan kurang.
Hurlock (1997) mengungkapkan bahwa keadaan emosi pada umur belasan tahun
dianggap sebagai suatu periode tersendiri yaitu suatu masa di mana ketegangan emosi
meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar, hal ini mengakibatkan individu
mengalami ketidakstabilan emosi.
Menurut Depkes (1994), individu yang berumur lebih atau sama dengan 20 tahun
akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengambil suatu keputusan bila
dibandingankan dengan individu yang berusia kurang dari 20 tahun.
b. Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan untuk
mengembangkan diri. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima dan
mengembangkan pengetahuan serta untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga
(Subakti, 1988). Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses
penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran didik guna
mencapai perubahan tingkah laku (Notoatmodjo, 1981 : 3). Tugas pendidikan di sini
adalah memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan / pengertian sehingga
menimbulkan sikap positif serta memberikan keterampilan masyarakat / individu
tentang aspek-aspek yang bersangkutan sehingga akan tercapai suatu masyarakat
yang berkembang.
Martadipsoebroto (1982) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki
pendidikan rendah (lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya) maka
orang tersebut memiliki perhatian yang kurang terhadap lingkungan sekitarnya.
Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak
berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non
formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek
yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan
sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek
yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .
c. Status Sosial Ekonomi
Shalahuddin (1991) mengungkapkan bahwa status pekerjaan seseorang
mempunyai pengaruh terhadap keadaan sosial ekonomi yang mempunyai peranan
penting dalam kehidupan.
Poerwanto (1997) berpendapat bahwa keadaan sosial ekonomi mempengaruhi
pengetahuan, keadaan sosial ekonomi yang baik mempunyai dampak terhadap
individu tersebut. Dimana individu tersebut cenderung memiliki pengetahuan yang
baik. Sebaliknya keadaan ekonomi yang kurang mempunyai dampak dimana individu
tersebut cenderung memiliki pengetahuan yang kurang.
Glanz (1990) mengemukakan bahwa status sosial ekonomi dan budaya
berpengaruh terhadap perilaku kesehatan seseorang, untuk mengukur status sosial
ekonomi ini dipakai anatara lain tingkat pendidikan formal, pendapatan, dan status
pekerjaan. Juga dikemukakan bahwa tingkat pendidikan terutama pendidikan formal
ibu dan pendapatan mempunyai hubungan yang erat dengan perilaku kesehatan
seseorang / kelompok dan masyarakat, ibu yang bekerja di sektor formal memiliki
akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi, termasuk kesehatan (Depkes, 1999
: 9).
d. Paritas
Prawirohardjo (1999) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki paritas 1-3
cenderung memiliki waktu lebih untuk mempelajari sesuatu sehingga mempunyai
pengetahuan yang lebih baik, dibandingkan dengan paritas tinggi (lebih banyak).
Menurut Kamus kedokteran (2000), paritas adalah keadaan wanita berkaitan
dengan jumlah anak yang dilahirkan.
e. Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan
bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun
dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan
dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmojo 1997 : 13).
Karl person, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana
(amsal bakhtiar, 2004 : 15).
f. Lingkungan atau Tempat Tinggal
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini
terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai
pengetahuan oleh setiap individu.
Tempat tinggal adalah tempat menetap responden sehari-hari. Pengetahuan
seseorang akan lebih baik jika berada di perkotaan dari pada di pedesaan karena di
perkotaan akan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam kegiatan sosial
maka wawasan sosial makin kuat, di perkotaan mudah mendapatkan informasi
(Hurlock, 2002).
g. Media Massa atau Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia
bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat
tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi
sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti
yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu
hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal
tersebut. Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Bila seseorang benyak memperoleh informasi maka ia
cendrung mempunyai pengetahuan yang lebih luas (Notoadmodjo, 2003).
2.4 Pengertian Nifas
Nifas adalah dimulai setelah kelahiran placenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama
kira-kira 6 minggu (Prawirohardjo, 2002).
Sedangkan yang dimaksud dengan Masa nifas (puerperium) menurut Rustam
Mochtar, (1998) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8
minggu.
a. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Adapun yang menjadi tujuan asuhan masa nifas, yaitu :
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan
diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya dan perawatan bayi sehat.
4) Memberikan pelayanan keluarga berencana (Prawirohardjo, 2002).
b. Periode Masa Nifas
Menurut Rustam Mochtar (1998), Nifas dibagi dalam 3 periode:
1) Puerperium dini yaitu kepulihan di mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari.
2) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang
lamanya 6-8 minggu.
3) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, atau
tahunan.
c. Kunjungan Masa Nifas
Sarwono Prawirohardjo (2002) mengungkapkan kunjungan masa nifas dilakukan
paling sedikitnya 4 kali kunjungan pada masa nifas, hal itu dilakukan untuk menilai
status ibu dan bayi dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-
masalah yang terjadi.
1) 6 - 8 jam setelah melahirkan
a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan rujuk bila perdarahan
berlanjut.
c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d) Pemberian ASI awal.
e) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
2) 6 (enam) hari setelah melahirkan (persalinan)
a) Memastikan involusi uterus berjalan baik (normal) uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilikus tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada
bau.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan
abnormal.
c) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi seharihari.
3) 2 (dua) minggu setelah persalinan
a) Memastikan involusi uterus berjalan baik (normal) uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilikus tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada
bau.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan
abnormal.
c) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyuIit.
e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi seharihari.
4) 6 (enam) minggu setelah persalinan
a) Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ibu atau bayi alami.
b) Memberikan konseling untuk KB secara dini.
2.5 Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas
1) Perdarahan
Perdarahan hebat, berwarna merah segar dan mengeluarkan bekuan-bekuan
darah. Definisi perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang melebihi
500 ml atau jumlah perdarahan yang melebihi normal.
a) Atonia uteri
Adalah perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama, setelah
persalinan atau disebut juga perdarahan post partum primer. Penanganan
aktif kala III sebaiknya dilakukan pada semua wanita yang bersalin, karena
hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pasca persalinan akibat atonia
uteri (Rustam Mochtar, 1998).
(1) Gejala dan tanda antonia uteri :
(a) uterus tidak berkontraksi dan lembek
(b) perdarahan segera setelah anak lahir atau plasenta lahir
(2) Faktor predisposisi
(a) Multi paritas
(b) Partus lama
(c) Infeksi intrapartum
(d) Persalinan yang cepat (partus presipitatus)
(e) Kelainan Plasenta
(f) Persalinan buatan (SC, vorcep, dan vakum ekstraksi)
(g) Penyakit sekunder maternal
b) Perdarahan post partum sekunder
Perdarahan yang terjadi lebih dari 24 jam post partum biasanya terjadi pada
minggu ke-2. Perdarahan menyebabkan perubahan tanda vital. Perdarahan juga
menyebabkan pasien lemah, berkeringat dingin, hiperpnea, sistolik < 90 mmHg,
nadi > 100 x/menit dan kadar Hb < 8 gr%. Frekuensinya kira-kira 1 % dari semua
persalinan (Rustam Mochtar, 1998).
Faktor penyebab utama perdarahan post partum sekunder adalah terdapatnya
sisa plasenta atau selaput ketuban (pada grande multipara), sub involusi, infeksi
pada endometrium dan sebagian kecil terjadi dalam bentuk mioma uteri
bersamaan dengan kehamilan dan inversio uteri dan kelainan uterus (Rustam
Mochtar, 1998).
Tanda dan gejala perdarahan post partum sekunder, yaitu :
(1) Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap.
(2) Perdarahan > 24 jam setelah persalinan.
(3) Lochea banyak dan berbau bila disertai dengan infeksi.
(4) Uterus berkontraksi tetapi fundus tidak berkurang.
2) Lochea Yang Berbau Busuk
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina dalam masa nifas
sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah dan lendir waktu
menstruasi dan berbau anyir (cairan ini berasal dari bekas melekatnya plasenta).
Lochea dibagi dalam beberapa jenis (Rustam Mochtar, 1998):
a) Lochea rubra (cruenta): berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum, selama 2 hari
pasca persalinan.
b) Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir hari ke 3-7 pasca persalinan.
c) Lochea serosa: berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada
hari ke 7-14 pasca persalinan.
d) Lochea alba: cairan putih, setelah 2 minggu.
e) Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk.
f) Lochiostasis: lochea tidak lancar keluarnya.
Apabila pengeluaran lochea lebih lama dari pada yang disebutkan di atas
kemungkinan adanya :
a) Tertinggalnya plasenta atau selaput janin karena kontraksi uterus yang kurang
baik.
b) Ibu yang tidak menyusui anaknya, pengeluaran lochea rubra lebih banyak karena
kontraksi uterus dengan cepat.
c) Infeksi jalan lahir, membuat kontraksi uterus kurang baik sehingga lebih lama
mengeluarkan lochea dan lochea berbau anyir atau amis.
Bila lochea bernanah dan berbau busuk, disertai nyeri perut bagian bawah
kemungkinan diagnosisnya adalah metritis. Metritis adalah infeksi uterus setelah
persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila
pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelvik, peritonitis,
syok septik, (Rustam Mochtar, 1998).
3) Nyeri Pada Perut dan Pelvis
Tanda-tanda nyeri perut dan pelvis dapat menyebabkan komplikasi nifas seperti :
Peritonitis. Peritonitis adalah peradangan pada peritonium, peritonitis umum dapat
menyebabkan kematian 33% dari seluruh kematian karena infeksi.
Menurut Rustam Mochtar (1998) gejala klinis peritonitis dibagi 2 yaitu :
(a) Peritonitis pelvio berbatas pada daerah pelvis
Tanda dan gejalanya, demam, nyeri perut bagian bawah tetapi keadaan
umum tetap baik, pada pemeriksaan dalam kavum daugles menonjol karena
ada abses.
(b) Peritonitis umum
Tanda dan gejalanya suhu meningkat nadi cepat dan kecil, perut nyeri tekan,
muka pucat, mata cekung, kulit dingin, anorexsia, kadang-kadang muntah.
4) Pusing dan Lemas Yang Berlebih
Pusing merupakan tanda-tanda bahaya pada nifas, pusing bisa disebabkan oleh
karena tekanan darah rendah (Sistol < 90 mmHg) atau tekanan darah tinggi yaitu
sistol > 160 mmHg dan distolnya 110 mmHg. Pusing dan lemas yang berlebihan
dapat juga disebabkan oleh anemia bila kadar haemoglobin < 11 g%.
Lemas yang berlebihan juga merupakan tanda-tanda bahaya, dimana keadaan
lemas disebabkan oleh kurangnya istirahat dan kurangnya asupan kalori sehingga ibu
kelihatan pucat, tekanan darah rendah (sistol < 90 mmHg). Untuk menghindari hal
tersebut anjurkan ibu untuk :
a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
b) Makan dengan diit berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin
yang cukup.
c) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari.
d) Pil zat besi harus di minum untuk menambah zat setidaknya selama 40 hari pasca
bersalin.
e) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan kadar vitaminnya
kepada bayinya.
f) Istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
g) Kurang istirahat akan mempengaruhi produksi ASI dan memperlambat proses
involusi uterus.
5) Suhu Tubuh Ibu > 38 0C.
Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit naik antara
37,20C-37,80C oleh karena reabsorbsi benda-benda dalam rahim dan mulainya laktasi,
dalam hal ini disebut demam reabsorbsi. Hal itu adalah normal. Namun apabila terjadi
peningkatan suhu melebihi 380C beturut-turut selama 2 hari kemungkinan terjadi
infeksi.
Penanganan umum bila terjadi Demam :
a) Istirahat baring
b) Rehidrasi peroral atau infuse
c) Kompres atau kipas untuk menurunkan suhu
d) Jika ada syok, segera beri pengobatan, sekalipun tidak jelas gejala syok, harus
waspada untuk menilai berkala karena kondisi ini dapat memburuk dengan cepat.
6) Infeksi Nifas
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat
genetalia dalam masa nifas (Rustam Mochtar, 1998). Perlukaan karena persalinan
merupakan tempat masuknya kuman kedalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi
pada kala nifas. Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia
pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan
melebihi 38 oC tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari.
Gambaran klinis infeksi umum dapat dalam bentuk :
a. Infeksi Lokal
1. Pembengkakan luka episiotomi.
2. Terjadi penanahan.
3. Perubahan warna lokal.
4. Pengeluaran lochia bercampur nanah.
5. Mobilisasi terbatas karena rasa nyeri.
6. Temperatur badan dapat meningkat.
b. Infeksi General
1. Tampak sakit dan lemah.
2. Temperatur meningkat diatas 39 oC.
3. Tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat.
4. Pernapasan dapat meningkat dan napas terasa sesak.
5. Kesadaran gelisah sampai menurun dan koma.
6. Terjadi gangguan involusi uterus.
7. Lochia : berbau, bernanah serta kotor.
Adapun faktor predisposisi infeksi masa nifas diantaranya adalah :
1. Persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar.
2. Tindakan operasi persalinan.
3. Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan darah.
4. Ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi enam jam.
5. Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan antepartum
dan post partum, anemia pada saat kehamilan, malnutrisi, kelelahan dan ibu hamil
dengan penyakit infeksi.
Infeksi masa nifas bisa terjadi karena :
1. Manipulasi penolong: terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam, alat yang
dipakai kurang suci hama.
2. Infeksi yang didapat di rumah sakit (nosokomial).
3. Hubungan seks menjelang persalinan.
4. Sudah terdapat infeksi intrapartum: persalinan lama terlantar, ketuban pecah lebih
dari enam jam, terdapat pusat infeksi dalam tubuh (lokal infeksi).
Infeksi Nifas dapat dicegah pada masa kehamilan, masa persalinan dan masa nifas
dengan cara, sebagai berikut :
(1) Masa kehamilan
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia,
malnutrisi, dan kelemahan, serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. Begitu
pula koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-
hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban, kalau ini terjadi infeksi akan
mudah masuk dalam jalan lahir.
(2) Masa persalinan
Pencegahan infeksi nifas pada masa persalinan, yaitu :
(a) Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang,
lakukan bila ada indikasi dengan sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban
telah pecah.
(b) Hindari partus terlalu lama dan ketuban
pecah lama.
(c) Jagalah sterilitas kamar bersalin dan
pakailah masker, alat-alat harus suci hama.
(d) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena
tindakan baik pervaginam maupun perabdominam dibersihkan, dijahit
sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
(e) Pakaian dan barang-barang atau alat-alat
yang berhubungan dengan penderita harus terjaga kesucihamaannya.
(f) Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila
terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan transfusi darah.
(3) Masa nifas
Sedangkan pada masa nifas infeksi nifas dapat dicegah dengan cara :
a) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai terkena infeksi, begitu pula
alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan
harus steril.
b) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan kelahiran
hidupusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
c) Tamu yang berkunjung harus dibatasi.
7) Penyulit Dalam Menyusui
Kelenjar mamae telah dipersiapkan semenjak kehamilan. Umumnya produksi
ASI baru terjadi pada hari ke 2 atau 3 pasca persalinan. Pada hari pertama keluar
kolostrum. Cairan yang telah kental lebih dari air susu, mengandung banyak protein,
albumin, globulin dan kolostrum. Bila bayi meninggal untuk dapat melancarkan
ASI, dilakukan persiapan sejak awal hamil dengan melakukan massase,
menghilangkan kerak pada puting susu sehingga duktusnya tidak tersumbat. Untuk
menghindari putting rata sebaiknya sejak hamil, ibu dapat menarik-narik putting
susu dan ibu harus tetap menyusui agar putting selalu sering tertarik. Sedangkan
untuk menghindari putting lecet yaitu dengan melakukan tehnik menyusui yang
benar, putting harus kering saat menyusui, putting diberi lanolin monelia di terapi
dan menyusui agar putting selalu sering tertarik. Selain itu putting lecet dapat
disebabkan oleh karena cara menyusui dan perawatan payudara yang tidak benar dan
infeksi monelia, bila lecetnya luas, menyusui 24-48 jam dan ASI dikeluarkan dengan
tangan atau dipompa.
Pengeluaran ASI pun dapat bervariasi seperti tidak keluar sama sekali
(agalaksia), ASI sedikit (aligolaksia), dan terlalu banyak (poligalaksia) dam
pengeluaran berkepenjangan (galaktoria) (Manuaba, 1998). Beberapa keadaan
Abnormal pada masa menyusui yang mungkin terjadi:
(a) Bendungan ASI
Adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktoferi atau
oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna/karena kelainan
pada putting susu.
(1) Penyebab :
(a) Penyempitan duktus laktiferus
(b) Kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna
(c) Kelainan pada puting susu.
(2) Gejala
(a) Timbul pada hari ke 3-5
(b) Payudara bengkak, keras, tegang, panas dan nyeri
(c) Suhu tubuh naik.
(3) Penatalaksanaan
(a) susukan payudara sesering mungkin.
(b) kedua payudara disusukan.
(c) kompres hangat payudara sebelum disusukan.
(d) bantu dengan rnemijat payudara untuk permulaan menyusui.
(e) sangga payudara.
(f) kompres dingin pada payudara diantara menyusui
(g) bila diperlukan berikan parasetamol 500 Mg. Peroral setiap 4 jam (Rustam
Mochtar, 1998).
(b) Mastitis
Adalah suatu peradangan pada payudara biasanya terjadi pada 3 minggu setelah
melahirkan. Penyebab kuman terutama stapilokokus aureus melalui luka pada puting
susu atau melalui peredaran darah.
1. Tanda dan Gejala
a)Payudara membesar dan keras.
b)payudara nyeri, dan bengkak.
c)payudara memerah dan membisul.
d)suhu badan naik dan menggigil.
2. Penatalaksanaan
a) Beri antibiotik 500 mg/6 jam selama 10 hari.
b) Sangga payudara
c) Kompres dingin
d) Susukan bayi sesering mungkin
e) Banyak minum dan istirahat yang cukup
f) Bila terjadi abses lakukan insisi radial
(Rustam Mochtar, 1998).
(c) Abses Payudara
Rustam Mochtar, (1998) menyatakan bahwa abses payudara adalah terdapat
masa padat mengeras di bawah kulit yang kemerahan terjadi karena mastistis
yang tidak segera diobati. Gejala sama dengan Mastistis terdapat bisul yang pecah
dan mengeluarkan pus (nanah).
8) Keadaan Abnormal Pada Psikologis
1. Psikologi Pada Masa Nifas
Perubahan emosi selama masa nifas memiliki berbagai bentuk dan variasi.
Kondisi ini akan berangsur-angsur normal sampai pada minggu ke 12 setelah
melahirkan.
Pada 0 – 3 hari setelah melahirkan, ibu nifas berada pada puncak kegelisahan
setelah melahirkan karena rasa sakit pada saat melahirkan sangat terasa yang
berakibat ibu sulit beristirahat, sehingga ibu mengalami kekurangan istirahat pada
siang hari dan sulit tidur dimalam hari.
Pada 3 – 10 hari setelah melahirkan, Postnatal blues biasanya muncul,
biasanya disebut dengan 3th day blues. Tapi pada kenyataanya berdasarkan riset
yang dilakukan paling banyak muncul pada hari ke lima. Postnatal blues adalah
suatu kondisi dimana ibu memiliki perasaan kelahiran hidup khawatir yang
berlebihan terhadap kondisinya dan kondisi bayinya sehingga ibu mudah panik
dengan sedikit saja perubahan pada kondisi dirinya atau bayinya.
Pada 1 – 12 minggu setelah melahirkan, kondisi ibu mulai membaik dan menuju
pada tahap normal. Pengembalian kondisi ibu ini sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungannya, misalnya perhatian dari anggota keluarga terdekat. semakin baik
perhatian yang diberikan maka semakin cepat emosi ibu kembali pada keadaan
normal.
2. Depresi Pada Masa Nifas
Riset menunjukan 10% ibu mengalami depresi setelah melahirkan dan 10%-nya
saja yang tidak mengalami perubahan emosi. Keadaan ini berlangsung antara 3-6
bulan bahkan pada beberapa kasus terjadi selama 1 tahun pertama kehidupan bayi.
Penyebab depresi terjadi karena reaksi terhadap rasa sakit yang muncul saat
melahirkan dan karena sebab-sebab yang kompleks lainnya. Berdasarkan hasil riset
yang dilakukan menunjukan faktor-faktor penyebab depresi adalah terhambatnya karir
ibu karena harus melahirkan, kurangnya perhatian orang-orang terdekat terutama
suami dan perubahan struktur keluarga karena hadirnya bayi, terutama pada ibu
primipara.
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, dan HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin
diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,
2002 : 63).
Tabel 1. Kerangka Konsep
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda
bahaya nifas.
3.2 Variabel dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel Penelitian
Pada kerangka konsep di atas tampak sebagai variabel yang behubungan
dengan pengetahuan tanda-tanda bahaya nifas yaitu: umur, paritas, tingkat
pendidikan dan status ekonomi.
3.2.2 Variable Dependent
Yang menjadi variable dependent (terikat) dalam penelitian ini adalah
pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya nifas.
3.2.3 Variable Independent
Yang menjadi variable independent (bebas) dalam penelitian ini adalah
umur, tingkat pendidikan, paritas dan status ekonomi.
3.2.4 Definisi Operasional
Tabel 2 Definisi Operasional Variabel
Faktor-faktor - Umur- Paritas- Tingkat pendidikan- Status ekonomi
Pengetahuan tentang tanda-tanda
bahaya nifas
No Variabel Definisi Cara UkurAlat Ukur
Hasil Ukur SkalaUkur
1. Pengetahuan ibu nifas
Hasil dari tahu setelah ibu nifas melakukan penginderaan terhadap suatu objek dalam hal ini tanda-tanda bahaya nifas.
Mengajukan pertanyaan
Kuisioner 1= Kurang, bila didapatkan hasil40-55%
2= Cukup, bila didapatkan hasil 56-76%
3= Baik, bila didapatkan hasil 76-100%
Ordinal
2. Umur IbuLamanya masa hidup ibu nifassejak tanggal kelahiran hingga saat pencatatan pada rekam medis.
Mengajukan pertanyaan
Kuisioner 1 = < 20 tahun2 = 20-35 tahun3 = > 35 tahun
Ordinal
3. Paritas Jumlah anak yang pernah dilahirkan responden sampai pada pendataan.
Mengajukan pertanyaan
Kuisioner 1= Primipara jika ibu pernah melahirkan 1x
2= Multipara jika ibu pernah melahirkan 2-4x
3= Grande multipara jika ibu pernah melahirkan >4x
Ordinal
4. Pendidikan Pendidikan formal yang telah ditempuh
Mengajukan pertanyaan
Kuisioner 1= Rendah (tidak sekolah– SD)
2= Menengah
Ordinal
sampai dengan mendapatkan ijazah.
(SMP –SMU)3= Tinggi (Perguruan
Tinggi)
5. Status ekonomi
Penghasilan rata-rata yang diperoleh keluarga setiap bulannya
Mengajukan pertanyaan
Kuisioner 1= Rendah(< Rp. 900.000,-/bulan)
2= Sedang (Rp. 900.000,- – Rp. 2000.000,-/bulan)
3= Tinggi(> Rp. 2000.000,-/bulan)
Ordinal
3.3 Hipotesa
Ha : ada pengaruh umur dengan pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya
nifas.
Ha : ada pengaruh paritas dengan pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya
nifas.
Ha : ada pengaruh pendidikan dengan pengetahuan tentang tanda-tanda
bahaya nifas.
Ha : ada pengaruh satus ekonomi dengan pengetahuan ibu nifas tentang tanda-
tanda bahaya nifas.
Ha diterima jika x2 hitung > x2 tabel dan Ha ditolak jika x2 hitung < x2 tabel.
(Chi Kuadrat Pengujian Independensi).
Recommended