1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam satu dekade terakhir, Kota Surakarta semakin menunjukkan
eksistensinya sebagai kota wisata. Dengan mengusung slogan “SOLO THE
SPIRIT OF JAVA”, Kota Surakarta membentuk citranya sebagai kota wisata
budaya. Menurut Geriya (1995:103) pariwisata budaya adalah salah satu
pariwisata yang mengandalkan potensi kebudayaan sebagai daya tarik yang
paling dominan serta sekaligus memberikan identitas bagi pengembangan
pariwisata tersebut. Selama sepuluh tahun, kinerja Pemerintah Kota Surakarta
dalam mengembangkan kepariwisataan sudah menampakkan hasil. Telah
banyak upaya yang selama ini dilakukan untuk mengembangkan aset-aset
wisata yang dimiliki agar mampu mendongkrak kunjungan wisata, seperti
halnya perbaikan fasilitas wisata, optimalisasi bangunan bersejarah dan
kegiatan kebudayaan sebagai aset wisata, serta pengoptimalan kinerja
berbagai dinas untuk saling berkoordinasi dalam membangun kepariwisataan
di Kota Surakarta. Upaya pengembangan tersebut membuahkan hasil yang
cukup memuaskan.
Banyaknya antusiasme wisatawan untuk berkunjung ke Kota Surakarta
membuktikan keberhasilan Pemkot Surakarta dalam mengimplementasikan
kebijakan pengembangan kepariwisataan tersebut. Berikut adalah daftar
2
jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Surakarta dalam kurun waktu lima
tahun, yakni tahun 2008 sampai dengan tahun 2012:
Tabel 1.1: Jumlah Kunjungan Wisata Kota Surakarta Tahun 2008-2012
TAHUN
JUMLAH KUNJUNGAN WISATA TOTAL
KUNJUNGAN DOMESTIK MANCA
2008 1.029.003 13.859 1.042.862
2009 1.054.283 26.047 1.080.330
2010 988.615 29.218 1.017.833
2011 1.695.731 38.420 1.734.151
2012 2.104.258 29.590 2.133.848
Sumber: Data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2013 (telah diolah untuk penelitian ini, 2014).
Data jumlah kunjungan wisata di atas diambil dari obyek wisata budaya
dan buatan di Kota Surakarta yang sering dikunjungi oleh wisatawan. Data
tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah wisatawan dari tahun ke
tahun. Walaupun sempat mengalami penurunan jumlah wisatawan pada tahun
2010 sebesar 5,8 % menjadi 1.017.833, namun peningkatan secara signifikan
sebesar 70,37 % kemudian terjadi pada tahun 2011, yakni sejumlah 1.734.15.
Peningkatan kunjungan wisatawan juga terjadi di tahun 2012 sebanyak
2.133.848, atau dengan kata lain hanya terjadi peningkatan sebesar 23.04 %
saja.
3
Obyek wisata budaya yang ada di Surakarta didukung oleh sarana
wisata yang disediakan oleh pemerintah kota. Menurut Suwantoro (2004:22)
sarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar
prasaranan kepariwisataan dapat hidup dan berkembang serta dapat
memberikan pelayanan pada wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka
yang beraneka ragam. Sarana kepariwisataan tersebut adalah:
a. Perusahaan akomodasi
b. Perusahaan transportasi
c. Rumah makan, restaurant, depot atau warung-warung yang
berada di sekitar obyek wisata
d. Toko-toko penjual cinderamata khas obyek wisata tersebut yang
notabene mendapat peghasilan hanya dari penjualan barang-
barang cinderamata khas obyek tersebut.
e. Dan lain-lain.
Salah satu sarana wisata yang keberadaannya menunjang kehidupan
pariwisata budaya Kota Surakarta adalah Bus Tingkat Wisata Werkudara
yang menjadi transportasi wisata. Transportasi wisata ini merupakan
transportasi unik yang baru dikembangkan tiga tahun terakhir. Desain
visualnya yang berwarna merah dan bergambar tokoh wayang Werkudara
mampu menarik perhatian wisatawan untuk datang mencoba berwisata
dengan bus tingkat wisata tersebut. Bus Tingkat Wisata Werkudara
beroperasi layaknya bus tingkat wisata di Singapura dan Eropa yang
membawa penumpang berkeliling kota menikmati pemandangan dan obyek
4
wisata yang ada. Bus yang dibeli Pemkot Surakarta seharga 1,8 Miliar
tersebut merupakan produk buatan dalam negeri dan dioperasikan untuk
pertama kalinya sebagai salah satu atraksi wisata di Kota Surakarta pada
tanggal 20 Februari 20111.
Bus tingkat setinggi 4,5 meter yang saat ini menjadi ikon pariwisata
Kota Surakarta tersebut membawa kebanggaan tersendiri bagi masyarakat,
karena merupakan bus tingkat wisata pertama di Indonesia dengan atap yang
dapat dibuka dan ditutup. Dengan fasilitas dua lantai yang terdapat di
dalamnya, wisatawan diajak untuk berkeliling kota menikmati pemandangan
Kota Surakarta dari ketinggian sehingga memberikan pengalaman berbeda
dari city tour (wisata berkeliling kota) yang biasa dilakukan. Keberadaan Bus
Tingkat Wisata Werkudara tersebut secara tidak langsung tentu membawa
dampak positif bagi kepariwisataan di Kota Surakarta. Sebagai bus tingkat
wisata pertama di Indonesia, Bus Werkudara menginspirasi kota-kota lain
untuk membuat sarana pariwisata serupa, seperti yang telah dilakukan oleh
Pemerintah DKI Jakarta dan Kota Bandung.
Kehadiran Bus Tingkat Wisata Werkudara di Kota Surakarta kian
diminati masyarakat seiring berjalannya waktu. Masyarakat Kota Surakarta
maupun dari luar kota Surakarta sangat mengapresiasi adanya bus tingkat
pariwisata tersebut, sehingga tidak mengherankan bila Pemerintah Kota
Surakarta menjadikan Bus Tingkat Wisata Werkudara sebagai ikon yang
1http://surakarta.go.id/konten/bus-tingkat-werkudara. Diakses pada tanggal 14 Maret 2014 pukul 15:30
5
mampu merepresentasikan kepariwisataan Kota Surakarta. Hal tersebut
dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah wisatawan, baik dari dalam
kota maupun dari luar kota Surakarta, yang menyempatkan untuk berwisata
berkeliling kota dengan menggunakan jasa layanan Bus Tingkat Wisata
Werkudara. Berikut adalah tabel jumlah kunjungan wisata selama tiga tahun
pengoperasian Bus Werkudara:
Tabel 1.2: Jumlah Kunjungan Wisata Bus Tingkat Wisata Werkudara
Tahun 2011-2013
TAHUN JUMLAH KUNJUNGAN
WISATAWAN
2011 7.827
2012 12.463
2013 13.687
Sumber : Dinas Perhubungan dan Kominfo Kota Surakarta, 2014.
Tabel jumlah wisatawan dalam kurun waktu tiga tahun di atas
memperlihatkan peningkatan jumlah wisatawan yang menggunakan jasa
layanan dengan Bus Tingkat Wisata Werkudara pada tiap tahunnya. Terjadi
peningkatan jumlah wisatawan yang signifikan dari tahun pertama menuju
tahun kedua pengoperasian bus wisata tersebut, yakni sebesar 4.636 orang.
Melihat tabel jumlah wisatawan yang menggunakan jasa layanan Bus Tingkat
Wisata Werkudara yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dapat dipastikan
6
bahwa keberadaan Bus Werkudara akan menyumbang pendapatan asli daerah
(PAD) yang cukup besar bagi Kota Surakarta. Kunjungan wisatawan yang
makin meningkat tiap tahun serta belum adanya penelitian terkait
pengevaluasian terhadap pelayanan yang diberikan menjadi alasan peneliti
menulis skripsi ini. Dengan adanya penelitian ini maka akan mempermudah
pengelola Bus Tingkat Wisata Werkudara untuk mengevaluasi kembali
pelayanan yang telah dilakukan serta dapat mengidentifikasi sejauh mana
pengaruh kegiatan manajemen yang ada dan tentunya dapat berbenah diri
apabila pelayanan yang selama ini dilakukan belum dapat memuaskan apa
yang diinginkan oleh wisatawan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan batasan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana tanggapan wisatawan terhadap kualitas pelayanan (service
quality) yang diberikan oleh pengelola Bus Tingkat Wisata
Werkudara?
2. Apa saja kesenjangan (gap) yang terjadi di setiap dimensi kualitas
pelayanan yang diberikan?
3. Bagaimana cara untuk meminimalisir kesenjangan yang terjadi pada
setiap dimensi pelayanan agar dapat tercipta pelayanan yang
berkualitas?
7
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tanggapan wisatawan terhadap kualitas pelayanan
(service quality) yang diberikan oleh pengelola Bus Tingkat Wisata
Werkudara.
2. Mengetahui kesenjangan (gap) yang terjadi di setiap dimensi
kualitas pelayanan yang diberikan.
3. Mengetahui cara untuk meminimalisir kesenjangan yang terjadi
pada setiap dimensi pelayanan agar dapat tercipta pelayanan yang
berkualitas.
1.4 Manfaat
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini di antaranya:
1.4.1. Manfaat Teoritis
1) Memberikan sumbangan pengetahuan dalam bidang akademis
pariwisata yang berupa wacana dan referensi, khususnya mengenai
pemenuhan kualitas pelayanan wisata yang dianalisis dengan metode
Servqual (service quality/kualitas pelayanan) dari Parasuraman,dkk
(1988).
2) Dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian
selanjutnya.
1.4.2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Dishubkominfo dan
Dinas Pariwisata Kota Surakarta dalam mengelola Bus Tingkat Wisata
8
Werkudara untuk meningkatkan pelayanan kepada wisatawan agar
menghasilkan manfaat optimal dari kegiatan wisata yang ada. Selain itu,
hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh pihak
pengelola sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan dan
menyempurnakan kebijakan yang akan dikeluarkan ke depannya.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat
kepuasan wisatawan dilihat dari kualitas pelayanan yang diberikan oleh
pengelola selama menggunakan jasa Bus Tingkat Wisata Werkudara.
Bus Tingkat Wisata Werkudara merupakan salah satu transportasi
wisata yang kehadirannya menjadi kebanggaan tersendiri bagi Kota
Surakarta. Bus Tingkat Wisata Werkudara adalah bus tingkat wisata pertama
di Indonesia buatan kota Magelang, Jawa Tengah. Secara langsung belum
pernah ada penelitian yang membahas tentang pengevaluasian kualitas
pelayanan Bus Tingkat Wisata Werkudara. Namun, ada beberapa penelitian
yang pernah dilakukan dengan obyek bus wisata ini walaupun belum terfokus
pada penelitian tentang pariwisata. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan
sebagai berikut:
1) “Studi Kelayakan Atraksi Wisata Bus Tingkat Werkudara di Kota
Surakarta”, sebuah Skripsi Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas
Maret, karya Andryanto (2013). Penelitian tersebut menganalisis
kelayakan dan manfaat ekonomi dari kegiatan wisata Bus Tingkat
Werkudara. Penelitian yang dilakukan Alvian ini menggunakan metode
9
kriteria investasi yang terdiri dari NPV (Net Present Value), IRR
(Internal Rate Return), B/C Ratio (Benefit Cost Ratio), PBP (Pay Back
Period). Dari analisis yang dilakukan disimpulkan bahwa proyek Bus
Tingkat Wisata Werkudara dianggap layak dan dapat terus dijalankan
apabila dalam satu hari frekuensi jalan Bus Werkudara 3 rit dan beroperasi
per bulan berjumlah 26 hari, ditambah setiap tahunnya pendapatan dari
charter naik 16%. Selain itu, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa
ternyata usaha Bus Tingkat Wisata Werkudara tersebut dapat memberikan
manfaat langsung dan tidak langsung terhadap masyarakat Kota Surakarta
walaupun belum terlalu besar.
2) “Strategi Promosi Wisata Surakarta Melalui Bus Tingkat Werkudara Bagi
Pelajar Sekolah Menengah Atas”, sebuah skripsi dalam bidang Desain
Komunikasi Visual, UNS, yang dibuat oleh Putra (2013). Dalam
penelitiannya penulis meneliti tentang upaya promosi yang dapat
dilakukan untuk menarik pasaran anak muda dengan merancang bentuk
visual yang kreatif sesuai karakter anak muda. Hal tersebut dilakukan agar
remaja dapat berpartisipasi dalam kegiatan brand activation dalam rangka
melestarikan budaya yang ada di Kota Surakarta
Selain penelitian yang berhubungan dengan obyek Bus Tingkat Wisata
Werkudara, ada pula beberapa penelitian yang tidak terkait dengan obyek
kajian namun memiliki metode penelitian yang mendukung penelitian ini.
Beberapa penelitian tersebut di antaranya:
10
1) “ Bagaimana Kualitas Pelayanan Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan di
Starbucks Coffee di Ambarrukmo Plaza, Yogyakarta”, merupakan sebuah
tugas akhir dari Febrilla (2014), Jurusan D3 Bahasa Inggris, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Dalam penelitiannya penulis menganalisis
tentang pengaruh dari kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan
pada gerai Starbucks Coffee di Ambarrukmo Plaza, Yogyakarta. Penulis
menggunakan dimensi Servqual (service quality/kualitas pelayanan) dalam
melakukan analisisnya. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa kelima
dimensi Servqual mempengaruhi kepuasan pelanggan di gerai Starbucks
Ambarrukmo Plaza. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kepuasan
pelanggan tercapai ketika harapan pelanggan terhadap pelayanan dan
produk sesuai dengan performa yang baik dari pelayan.
2) “Analisis Penentuan Faktor Loyalitas Konsumen Terhadap Kualitas
Pelayanan (SERVQUAL) Pada Perusahaan Pengiriman Barang (Cargo)
(Studi Kasus di Garuda Ekspress Delivery, Sleman, Yogyakarta)”
merupakan sebuah skripsi karya Wulansari (2013), Jurusan Teknologi
Industri Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Dalam penelitiannya, penulis
menganalisis dan menentukan faktor-faktor yang memengaruhi loyalitas
perusahaan terhadap jasa pengiriman di Garuda Ekspress Delivery.
Penelitian ini menggunakan metode Servqual dan AHP (Analytical
Hierarchy Process). Metode Servqual digunakan untuk menentukan
kualitas pelayanan dengan menghitung nilai gap dan menentukan saran
perbaikan dari setiap gap yang ada. Sedangkan metode AHP digunakan
11
untuk penentuan faktor loyalitas konsumen. Hasil yang diperoleh
menunjukkan faktor reliability (kehandalan) sebagai faktor prioritas pada
loyalitas konsumen dan diikuti faktor assurance (jaminan) dan keterikatan
hubungan kerja dengan pemberian perhatian khusus bagi pelanggan.
3) “Analisis Kualitas Layanan Pengunjung Pada Bisnis Rekreasi PT. Taman
Impian Jaya Ancol” merupakan sebuah Tesis karya Putri (2013) dari
Program Magister Manajemen, Universitas Gadjah Mada. Pada
penelitiannya tersebut penulis meneliti tentang kepuasan pengunjung
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh PT. Taman Impian Jaya
Ancol. Dalam penelitiannya, penulis menggunakan dua alat analisis untuk
mengukur kualitas layanan, yaitu Servqual dan Importance Performance
Analysis (IPA). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
kesenjangan kualitas layanan yang diberikan pihak manajemen dengan
yang diharapkan pengunjung dan menentukan kualitas layanan yang
menjadi skala prioritas untuk dilakukan perbaikan.
1.6. Landasan Teori
1.6.1. Kualitas Pelayanan (Servqual)
Kualitas terbentuk dari keputusan pelanggan yang didasarkan pada
pengalaman aktualnya terhadap produk atau jasa yang diukur berdasarkan
persyaratan tersebut (Wijaya, 2011:11). Kualitas merupakan faktor yang
sangat penting dalam sebuah pelayanan. Penerapan kualitas dalam jasa
12
sangat berkontribusi pada penciptaan diferensiasi, positioning, dan strategi
bersaing setiap organisasi pemasaran.
Goetsch & Davis (dalam Tjiptono & Chandra, 2005:110)
mendefinisikan kualitas jasa sebagai kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Pengertian tersebut memberikan
kesimpulan sederhana bahwa kualitas pelayanan sangat memperhatikan
hasil akhir yang berupa kepuasan konsumen.
Yoeti (1999:32) mengungkapkan bahwa dalam industri pariwisata,
kualitas pelayanan sangat tergantung dari kerjasama tiap unsur dalam
organisasi atau badan wisata itu sendiri. Tiap bagian dan tiap orang yang
diserahi tanggung jawab harus dapat menjalankan tugasnya dengan baik,
memiliki disiplin tinggi, selalu menjaga ketepatan waktu, sesuai dengan
sistem prosedur operasi yang sudah digariskan. Ada dua faktor yang harus
diterapkan dalam pelayanan industri pariwisata, yaitu:
1) Faktor pelayanan (services) : berkaitan dengan aspek teknis
mempersiapkan produk dan pelayanan yang akan diberikan kepada
wisatawan. Hal yang perlu mendapat perhatian khusus adalah kualitas
produk atau jasa, dan ketepatan waktu penyampaian.
2) Faktor kepuasan (satisfaction) : kemampuan berkomunikasi, sikap dan
tingkah laku, etika, keramahtamahan, kesediaan untuk membantu dan
dapat memecahkan masalah yang dihadapi wisatawan.
13
Sebagai sebuah jasa, terkadang sulit untuk mengukur kualitas
pelayanan wisata yang diberikan kepada wisatawan. Namun Parasuraman,
Zeithaml dan Berry (dalam Zeithaml & Bitner, 2003:93-98) merumuskan
dimensi kualitas jasa yang dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk menilai
jasa, yaitu:
1) Reliability : Memberikan pelayanan yang sesuai janji
Reliability didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan
layanan yang dijanjikan secara terpercaya dan akurat. Dalam arti
luas, reliability berarti bahwa penyedia jasa memberikan layanan
yang telah dijanjikan kepada konsumen, seperti janji tentang
pengiriman, penyediaan layanan, penyelesaian masalah dan harga.
Setiap konsumen menginginkan peenyedia jasa yang tepat janji
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka, terutama dalam
menepati janji-janji tentang atribut layanan inti.
Semua penyedia jasa perlu menyadari harapan pelanggan terhadap
aspek reliabilitas. Apabila tidak memberikan layanan inti seperti apa
yang diharapkan konsumen maka secara langsung hal ini dapat
mengecewakan konsumen. Pentingnya pemenuhan aspek reliability
juga didukung oleh teori yang mengungkapkan bahwa harapan
konsumen tentang sebuah layanan cenderung meningkat ketika
layanan tersebut tidak dipenuhi seperti yang dijanjikan. Ketika
kegagalan dalam pelayanan terjadi, zona toleransi pelanggan
14
cenderung akan menyusut dan tingkat layanan yang memadai dan
yang mereka inginkan cenderung untuk meningkat.
2) Responsiveness : Kesediaan untuk membantu
Responsiveness adalah kesediaan untuk membantu konsumen dan
memberikan layanan yang cepat dan tepat. Dimensi ini menekankan
perhatian dan ketepatan dalam berurusan dengan permintaan
pelanggan, pertanyaan, keluhan dan masalah. Responsiveness
disampaikan kepada konsumen dari lamanya waktu yang diterima
konsumen saat meminta bantuan, menjawab pertanyaan yang
diajukan konsumen, atau perhatian terhadap masalah yang mereka
terima. Responsiveness juga menangkap gagasan fleksibilitas dan
kemampuan untuk menyesuaikan layanan dengan kebutuhan
konsumen. Untuk dapat unggul pada dimensi responsiveness,
perusahaan harus dapat melihat proses penyampaian pelayanan dan
penanganan permintaan dari cara pandang pelanggan, bukan pada
cara pandang perusahaan. Standar kecepatan dan ketepatan yang
selama ini telah ditetapkan oleh penyedia jasa mungkin akan sangat
berbeda dari persyaratan konsumen akan kecepatan dan ketepatan
pelayanan. Agar dapat benar-benar membedakan responsiveness,
penyedia jasa perlu mengatur dengan baik bagian pelayanan
konsumen seperti menaruh pegawai yang cepat tanggap pada bagian
front liner yang berhubungan langsung dengan konsumen.
15
3) Assurance: memberikan kepercayaan dan keyakinan
Assurance diartikan sebagai pengetahuan karyawan dan kesopanan
serta kemampuan penyedia jasa dan karyawannya untuk memberikan
kepercayaan dan keyakinan kepada konsumen. Kepercayan yang
diberikan penyedia jasa mungkin diwujudkan melalui seseorang
yang menghubungkan pelanggan ke perusahaan, tetapi dalam situasi
lain mungkin diwujudkan dalam organisasi itu sendiri. Pada tahap
awal dalam hubungan dengan penyedia jasa, pelanggan dapat
menggunakan bukti nyata untuk menilai dimensi assurance. Bukti
nyata seperti popularitas, penghargaan dan sertifikasi khusus dapat
memberikan kepercayaan pelanggan baru dalam menilai suatu
penyedia jasa.
4) Emphaty: memperlakukan pelanggan secara personal
Emphaty didefinisikan sebagai kepedulian dan perhatian personal
penyedia jasa yang diberikan kepada konsumennya. Inti dari
emphaty adalah menyampaikan jasa melalui pelayanan secara
pribadi sehingga konsumen merasa diutamakan. Setiap konsumen
memiliki ego untuk selalu ingin dipahami. Hal tersebut sangat
penting untuk diperhatikan oleh penyedia jasa agar dapat
menyediakan layanan yang dapat memperhatikan keadaan emosional
konsumen.
16
5) Tangibles: Penampilan fisik layanan
Tangibles didefinisikan sebagai penampilan fisik dari fasilitas,
peralatan, maupun personel. Hal tersebut membuat representasi fisik
atau gambar dari layanan yang konsumen akan pergunakan untuk
mengevaluasi kualitas jasa yang mereka dapat. Industri jasa yang
menekankan tangibles dalam strategi mereka mencakup layanan
perhotelan di mana konsumen jasa harus mengunjungi tempat
produksi jasa untuk dapat menikmati layanan.
Kelima hal tersebut kemudian dikenal dengan dimensi Servqual.
Servqual merupakan sebuah metode yang ditemukan pertama kali oleh
Parasuraman, Zeithaml dan Berry pada tahun 1985. Dalam
perkembangannya telah terjadi pembaharuan metode mulai dari tahun
1985, 1988, 1990, 1991, 1993, sampai 1994 (dalam Tjiptono &
Chandra, 2005:145). Metode ini dirancang untuk memudahkan
manajemen perusahaan agar mengerti persepsi konsumen dan harapan
konsumen akan pelayanan yang diberikan (Wijaya, 2011:73). Pola
urutan dalam kelima dimensi Servqual bisa berubah karena bukan
merupakan urutan baku, misalnya seperti yang dituliskan oleh
Parasuraman, et al. (1988:23) yang mengurutkan tangible pertama kali
lalu diikuti dengan reliability, responsiveness, assurance dan
emphaty.
17
1.6.2. Persepsi Wisatawan Terhadap Layanan (Perceived Service)
Dalam berbagai literatur tentang kepuasan pelanggan dan kualitas
jasa, perceived performance (dalam hal ini perceived service)
didefinisikan sebagai keyakinan mengenai jasa yang dialami (Tjiptono
& Chandra, 2005:206). Wisatawan membentuk persepsi kualitas jasa
yang diterimanya berdasarkan ekspektasinya dan evaluasi kinerja pada
berbagai level. Mereka kemudian akan mengombinasikan evaluasi
tersebut guna menentukan persepsi kualitas jasa secara keseluruhan.
Dalam konteks Servqual, pengguna jasa akan menilai layanan yang
diberikan berdasarkan kelima aspek dimensi dalam Servqual seperti yang
telah disebutkan di atas, yaitu : Reliability dengan memberikan pelayanan
yang sesuai janji, Responsiveness dengan kesediaan untuk membantu,
Assurance dengan memberikan kepercayaan dan keyakinan, Emphaty
dengan memperlakukan pelanggan secara personal, dan Tangibles
dengan penampilan fisik layanan (Zeithaml & Bitner, 2003:93-98).
Dimensi tersebut cukup mewakili kualitas jasa apa saja yang diharapkan
terpenuhi oleh konsumen.
Morley (dalam Ross, 1998:9) meyakini dampak fasilitas dan
pelayanan pada wisatawan pada umumnya diabaikan, padahal dampak itu
bisa memainkan peran yang sangat penting, bukan hanya untuk
wisatawan sendiri, tetapi juga bagi permintaan, melalui penyebaran
informasi dari mulut ke mulut, saran dan kunjungan ulang.
18
1.6.3. Ekspektasi/Harapan Wisatawan Terhadap Layanan
Dalam konteks kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan, telah
disepakati bahwa harapan pelanggan (wisatawan) berperan penting
sebagai standar perbandingan dalam mengevaluasi kualitas maupun
kepuasan. Menurut Olson dan Dover (dalam Tjiptono & Chandra,
2005:122), Harapan/ekspektasi pelanggan merupakan keyakinan
pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan
standar atau acuan dalam menilai kinerja produk yang bersangkutan.
Ekspektasi/harapan yang ada pada diri wisatawan dibentuk
berdasarkan keinginan dan kebutuhan yang ingin mereka penuhi saat
melakukan kegiatan wisata. Terkadang, keinginan dan kebutuhan
wisatawan antara satu dengan lainnya berbeda. Maka dari itu, perlu
kepekaan dari pengelola jasa pariwisata untuk dapat menyesuaikan diri
dan melihat keinginan dan kebutuhan mereka sesuai situasi dan kondisi
yang ada.
Faktor lain yang dapat memengaruhi ekspektasi wisatawan adalah
komunikasi pemasaran, komunikasi gethok tular (komunikasi dari mulut
ke mulut), citra penyedia jasa, dan harga. Komunikasi pemasaran dari
penyedia jasa yang dapat dikenali wisatawan seperti keberadaan websites
dan iklan yang dilakukan di berbagai media secara tidak langsung dapat
berpengaruh pada harapan wisatawan akan layanan jasa. Komunikasi
gethok tular yang dilakukan orang terdekat wisatawan juga merupakan
hal penting yang memengaruhi keputusan wisatawan untuk membeli
19
produk layanan jasa wisata. Terkadang ada sebagian dari mereka yang
lebih cenderung memercayai peran dari komunikasi gethok tular dari
pada komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh penyedia jasa.
Kesaksian dari orang terdekat yang dijadikan sebagai referensi tentu akan
memengaruhi ekspektasi mereka terhadap layanan yang akan mereka
dapatkan. Selain hal tersebut, citra penyedia jasa memberikan pengaruh
dalam pembentukan ekspektasi wisatawan. Pemberitaan positif di media
masa akan menambah kredibilitas penyedia jasa dimata wisatawan
sehingga mereka yakin menggunakan jasa tersebut. Adanya citra positif
yang dibentuk oleh penyedia jasa tentu akan meningkatkan ekspektasi
wisatawan akan jasa yang ingin mereka dapatkan. Bagi mereka yang baru
pertama kali berinteraksi dengan penyedia jasa, komunikasi pemasaran,
komunikasi gethok tular dan citra penyedia jasa dapat digunakan sebagai
tolok ukur dalam membentuk ekspektasi pelayanan.
1.6.4. Kesenjangan (Gap)
Lima dimensi kualitas pelayanan yang ada pada Servqual harus
diramu dengan baik. Jika tidak, hal tersebut dapat menimbulkan
kesenjangan (gap) antara manajemen perusahaan dan pelanggan karena
perbedaan persepsi mereka tentang wujud pelayanan. Kelima gap yang
dikemukakan oleh Parasuraman (dalam Wijaya, 2011:72) adalah:
1) Gap 1 : Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi
manajemen. Manajemen tidak selalu merasakan dengan tepat apa
yang diinginkan pelanggan.
20
2) Gap 2 : Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi
kualitas jasa. Manajemen mungkin merasakan keinginan pelanggan
dengan tepat, tetapi tidak menetapkan standar kinerja yang spesifik.
3) Gap 3 : Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan
penyampaian jasa. Karyawan mungkin tidak dilatih dengan baik atau
mereka mengemban terlalu banyak pekerjaan dan tidak mampu
memenuhi standar.
4) Gap 4 : Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi
eksternal. Pengharapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang
dibuat oleh perwakilan dan iklan perusahaan.
5) Gap 5: Kesenjangan antara jasa yang dirasakan konsumen dan jasa
yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi saat konsumen mengukur
kinerja perusahaan dalam cara yang berbeda dan salah menilai
kualitas jasa.
Pemaparan tentang gap diatas menyimpulkan bahwa gap 1-4
merupakan gap yang berasal dari sudut pendang penyedia layanan jasa
sedangkan gap 5 berasal dari sudut pandang pengguna jasa (konsumen
jasa). Melalui analisis terhadap berbagai skor gap tersebut, suatu
pengelola jasa pariwisata dapat menilai kualitas jasa sesuai dengan yang
dipersepsikan wisatawan secara keseluruhan. Apabila hasil yang
dipaparkan tidak sesuai dengan skor ideal, maka pengelola dapat
mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci dan aspek yang membutuhkan
penyempurnaan kualitas dalam setiap dimensi tersebut.
21
1.7 Metode Penelitian
1.7.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah.
Kota Surakarta terletak kurang lebih 100 kilometer dari Kota Semarang
yang merupakan pusat administratif Provinsi Jawa Tengah.
Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada alasan bahwa
Kota Surakarta merupakan kota pariwisata satu-satunya di Jawa Tengah
yang memiliki bus tingkat wisata sebagai fasilitas sekaligus atraksi.
Sebagai bus tingkat wisata pertama di Indonesia, keberadaan Bus
Werkudara mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke
Kota Surakarta.
1.7.2. Tahap Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan waktu
sekitar 5 bulan untuk menyelesaikan penelitian. Penelitian dimulai pada
bulan Februari 2014 dan berakhir pada bulan Juni 2014. Berikut adalah
tahapan-tahapan yang dilalui penulis dalam melakukan penelitian:
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan berlangsung dari bulan Februari 2014 sampai
dengan Maret 2014. Pada tahap ini penulis melakukan observasi
untuk menentukan tema penelitian dengan mencoba mengikuti
perjalanan wisata city tour pada Bus Tingkat Wisata Werkudara.
Setelah permasalahan penelitian didapatkan, penulis mengurus
22
perijinan penelitian dan mencari literatur yang terkait dengan
permasalahan penelitian untuk dipergunakan sebagai acuan
pembuatan pedoman wawancara bagi beberapa informan dari pihak
terkait (Dishubkominfo Surakarta dan Dinas Kebudayaan &
Pariwisata Surakarta) dan menyusun pertanyaan kuesioner untuk
responden penelitian.
2) Tahap Pelaksanaan
Secara keseluruhan tahap pelaksanaan dilakukan pada bulan April
2014. Pada tahap ini, penulis melakukan penelitian lapangan untuk
menjawab pertanyaan yang tergolong dalam data primer dengan
menyebar kuesioner kepada responden, melakukan wawancara
dengan pihak-pihak terkait dalam penelitian dan melakukan observasi
ulang terhadap kenyataan pelayanan yang terjadi di lapangan untuk
kemudian didokumentasikan. Khusus untuk pelaksanaan wawancara
sudah mulai penulis lakukan pada akhir bulan Februari dikarenakan
surat penelitian yang sudah disetujui oleh pihak terkait serta
kesediaan waktu salah satu informan penelitian. Selain itu, penulis
juga melakukan studi literatur (studi pustaka) untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan dan tergolong pada
data sekunder.
3) Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian dilakukan pada Bulan Mei sampai dengan Juni
2014. Pada tahap penyelesaian, penulis melakukan analisis terhadap
23
data-data yang telah diperoleh dari tahap pelaksanaan dan studi
literatur untuk kemudian dilanjutkan dengan penyusunan laporan
akhir.
1.7.3. Jenis Penelitian
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
kombinasi (mix methods). Menurut Sugiyono (2011:404) metode
penelitian kombinasi adalah suatu metode penelitian yang
mengkombinasikan atau menggabungkan atara metode kuantitatif dan
metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu
kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif,
valid, reliabel dan obyektif. Pemilihan mix method sebagai metode
dalam penelitian ini bertujuan agar dapat memperoleh pemahaman yang
paling baik dibandingkan dengan hanya menggunakan satu jenis
metode penelitian saja.
1.7.4. Teknik Pengumpulan Data
Agar dapat mengetahui keadaan yang sesungguhnya tentang
kualitas pelayanan pariwisata yang diberikan pengelola Bus Werkudara
dimata wisatawan, maka penulis melakukan penelitian dengan
menggunakan beberapa metode. Dalam metode ini data yang diperoleh
kemudian diolah dan dianalisis sehingga dapat memberikan gambaran
permasalahan yang berguna dalam pemecahan masalah. Adapun
metode yang dilakukan dalam penelitian, yaitu:
24
1) Studi pustaka
Teknik pencarian data untuk mempelajari buku referensi yang
berhubungan dengan permasalahan yang diangkat serta penelitian
sejenis terdahulu yang sudah pernah dilakukan, baik di obyek yang
sama maupun dengan pengkajian yang sama. Hal ini bertujuan agar
validitas penelitian dapat dipertanggung jawabkan secara akademik.
2) Metode Observasi
Teknik observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengamati dan mencatat secara sistematik gejala yang
diselidiki (Utama & Mahadewi, 2012:52). Teknik observasi ini
dilakukan dengan mengamati obyek penelitian yang dikaji secara
langsung. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan secara langsung
dengan mengikuti perjalanan city tour yang diselenggarakan oleh
Bus Tingkat Wisata Werkudara agar dapat mengetahui permasalahan
yang ingin diselidiki berkaitan dengan aspek kualitas pelayanan
wisata yang diberikan oleh pengelola. Selain itu, observasi dilakukan
dengan mendokumentasikan keadaan lingkungan penelitian sehingga
diperoleh gambaran kondisi penelitian yang relevan dengan keadaan
yang sesungguhnya.
3) Metode Wawancara
Teknik wawancara dilakukan dengan pihak-pihak terkait, yaitu
Dinas Perhubungan dan Kominfo Kota Surakarta selaku pengelola
Bus Tingkat Wisata Werkudara dari segi operasional serta Dinas
25
Pariwisata dan Kebudayaan Surakarta selaku pihak yang berperan
terhadap upaya promosi dan pemasaran Bus Werkudara. Teknik ini
bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi objek
penelitian terkini.
4) Metode Survei
Metode survei (questionnaire method) dilakukan dengan penyebaran
kuesioner yang diberikan kepada responden. Metode kuesioner
merupakan sebuah daftar yang berisi pertanyaan yang dirangkai
mengenai permasalahan yang akan diteliti (Utama & Mahadewi,
2012:56). Kuesioner diberikan kepada wisatawan yang melakukan
perjalanan city tour dengan Bus Tingkat Wisata Werkudara sebagai
responden dalam penelitian ini. Pertanyaan yang diberikan bersifat
tertutup dan menggunakan skala likert dengan tingkatan skor 1-5.
Skala likert dipilih sebagai alat ukur dalam penelitian ini karena
tingkat reliabilitasnya yang tinggi untuk dapat mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi responden terhadap fenomena yang ingin
diteliti. Jawaban untuk setiap instrumen skala likert mempunyai
gradasi dari negatif sampai positif. Untuk keperluan analisis,
kuesioner penelitian dibuat dengan dua pengukuran yaitu harapan
dan kenyataan. Adapun skalanya adalah sebagai berikut:
26
Tabel 1.3: Skala penilaian kuesioner beserta bobot skor tiap skala
Tingkat Ekspektasi
Tingkat Persepsi Skor
Sangat Tidak
Mengharapkan (STM)
Sangat Tidak Puas (STP) 1
Tidak Mengharapkan (TH) Tidak Puas (TP) 2
Ragu-Ragu (RR) Ragu Ragu (RR) 3
Mengharapkan (H) Puas (P) 4
Sangat Mengharapkan (SH) Sangat Puas (SP) 5
Pertanyaan yang diajukan disusun berdasarkan lima dimensi
yang ada pada metode Servqual untuk dapat mengukur tingkat
kualitas pelayanan yang diberikan oleh pengelola Bus Tingkat Wisata
Werkudara kepada wisatawan, yaitu : tangible, reliability,
responsiveness, assurance, emphaty (Parasuraman, et.al, 1988:23).
Selain itu, di dalam kuesioner penelitian juga disertakan kolom
kritik dan saran bagi responden untuk mengemukakaan pendapatnya
mengenai pelayanan yang diberikan oleh pihak pengelola. Kritik dan
saran dari responden kemudian dipergunakan lebih lanjut untuk
menganalisis data yang didapat dari hasil skor sehingga dapat
dijelaskan secara rinci faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja
pengelola dalam menyadiakan pelayanan wisata. Kritik dan saran
responden juga akan dipergunakan sebagai dasar untuk membuat
solusi perbaikan tiap atribut yang mendapat skor gap negatif.
5) Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari alat unit analisis dalam
penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah wisatawan
27
yang melakukan perjalanan city tour dengan Bus Tingkat Wisata
Werkudara. Terdapat dua jenis pelayanan yang diberikan pengelola
untuk wisatawan yang melakukan city tour dengan Bus Werkudara.
Pelayanan tersebut adalah charter (sistem sewa) dan reguler
(penumpang perseorangan). Penelitian ini menetapkan populasi dari
obyek yang diteliti mencakup semua penumpang baik dengan sistem
charter maupun reguler.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki sifat
yang sama dari obyek yang merupakan sumber data (Sukadarrumidi
dalam Utama & Mahadewi, 2012:68). Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling yang
memungkinkan suatu individu agar tidak mendapatkan kemungkinan
yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Adapun secara teknis
pembagian kuesioner dilakukan dengan teknik accidental sampling.
Teknik tersebut memungkinkan peneliti untuk mengambil sampel
secara bebas, yaitu setiap individu di wilayah penelitian yang
kebetulan ada dan cocok dijadikan sebagai sumber data.
Jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini dihitung
berdasarkan rumus Slovin (Kusmayadi & Sugiarto, 2000:74), sebagai
berikut:
28
Keterangan:
n= jumlah sampel
N= jumlah populasi
e = presentase kelonggaran karena kesalahan pengambilan sampel
yang ditoleransikan (10 % )
1.7.5. Pengolahan Data
1) Identifikasi Atribut Pelayanan Untuk Kuesioner
Penelitian ini menggunakan metode Servqual yang diciptakan oleh
Parasuraman, Berry dan Zeithmal (1991). Metode Servqual dibuat
untuk mengukur kualitas pelayanan jasa yang seringkali tidak dapat
diukur dengan jelas karena sifatnya yang tidak berbentuk
(intangible).
Untuk dapat mengukur gejala yang terjadi di lapangan, diperlukan
identifikasi lebih lanjut terhadap atribut-atribut yang sesuai dengan
teori Servqual untuk kemudian dirangkaikan sebagai pertanyaan
dalam kuesioner. Dalam penelitian ini, atribut pertanyaan diperoleh
dari observasi penulis di lapangan dan dari hasil wawancara dengan
pihak pengelola yang kemudian dicocokkan kedalam kategori yang
ada dalam kelima dimensi Servqual, yaitu: tangible, reliability,
responsiveness, assurance, emphaty (Parasuraman, et.al, 1988:23).
2) Uji Validitas
Uji Validitas digunakan untuk mengukur valid (sah) tidaknya butir
pertanyaan yang digunakan dalam pengambilan sampel. Menurut
29
Endar dan Sugiarto (2000:109) sebuah instrument dikatakan valid
apabila: (1) dapat mengukur gejala/konsep yang hendak diukur; (2)
menunjukkan tingkat kesesuaian antara konsep dan hasil
pengukuran; (3) tepat dipakai untuk mengukur konsep atau variabel
yang hendak diukur. Analisis validitas butir kuesioner diukur dengan
metode korelasi product moment pearson. Uji validitas ini dilakukan
dengan mengkorelasikan skor jawaban yang diperoleh pada masing-
masing item dengan skor total keseluruhan item (Wijaya, 2011: 165).
Hasil korelasi kemudian dibandingkan dengan nilai koefisien dari r
tabel (lihat di lampiran) yang memenuhi syarat (tingkat signifikansi
dalam penelitian ini adalah 5%) sesuai dengan jumlah sampel yang
diujikan. Penghitungan validitas dengan metode product moment
pearson ini akan diolah menggunakan software SPSS 20 untuk
memudahkan penghitungan.
3) Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrumen penelitian dilakukan setelah menguji
validitas instrumen. Untuk mengetahui tingkat reliabel alat ukur
sebuah penelitian digunakan penghitungan dengan rumus alpha
cronbach sebagai berikut:
Keterangan:
α : Koefisien Alpha Cronbach
))(
1)(1
(2
2
tb
kk
σσ
α ∑−−
=
30
k : Jumlah butir pertanyaan
∑σb2: Jumlah varian butir
σt2 : Jumlah varian total
Kriteria: Instrument dikatakan reliabel jika α > r tabel (df: α, n-2).
Tabel 1.4: Kriteria Tingkat Reliabilitas
No Interval Kriteria
1. < 0,200 Sangat rendah
2. 0,200 – 0,399 Rendah
3. 0,400 – 0,599 Cukup
4. 0,600 – 0,799 Tinggi
5. 0,800 – 1,000 Sangat Tinggi
Sumber: http://maksi.unsoed.ac.id/wp-content/uploads/2012/04/Uji-
Validitas-dan-Reliabilitas_20091.ppt , diakses pada 9 Mei 2014 12 :11
4) Mengolah data dengan metode Servqual
Setelah data primer terkumpul maka langkah penelitian berikutnya
adalah mengidentifikasi gap skor dengan metode Servqual pada faktor
kualitas jasa yang telah diterima wisatawan Bus Tingkat Wisata
Werkudara. Dalam penelitian ini gap yang diteliti adalah gap 5, yaitu
mengukur kesenjangan antara jasa yang dirasakan konsumen
(perceived) dan jasa yang diharapkan (expected).
31
Langkah pertama yang dilakukan untuk mengetahui nilai gap tiap
atribut adalah menghitung nilai rata-rata ekspektasi (harapan) dan
rata-rata persepsi (kenyataan) dari setiap aspek pertanyaan.
Penghitungan rata-rata dari atribut yang ada di aspek yang tercantum
pada ekspektasi dan persepsi dilakukan dengan membobotkan hasil
setiap jawaban responden dengan skor dari skala likert. Hasil yang
didapatkan kemudian dibagi dengan jumlah responden yang ada
sehingga menghasilkan nilai rata-rata. Setelah mendapatkan nilai
reratanya langkah berikutnya adalah menentukan nilai gap dengan
menggunakan rumus:
G= P-E
Keterangan :
G = nilai Gap
P = nilai rata-rata pada atribut Perceptions (Kenyataan)
E = nilai rata-rata pada atribut Expectations (Harapan)
Apabila hasil perhitungan yang diperoleh dari suatu atribut
bernilai positif (+), kinerja atribut memuaskan bagi wisatawan
sehingga perlu dipertahankan. Sebaliknya, jika hasil pada atribut
bernilai negatif (-), hal ini menunjukkan kinerja pengelola pada suatu
atribut kurang sehingga berdampak pada kurangnya kepuasan
wisatawan. Menurut Wijaya (2011:157) semakin besar kesenjangan
yang ada, semakin lebar jurang pemisah antara keinginan konsumen
dan sesuatu yang mereka peroleh sebelumnya.
32
Agar dapat memberikan gambaran yang jelas, aspek yang
memperoleh nilai gap kemudian dianalisis melalui kenyataan
pelayanan yang terjadi di lapangan.
5) Penentuan Tingkat Kepentingan
Penentuan tingkat kepentingan dilakukan untuk mengetahui atribut
pelayanan mana yang memerlukan perbaikan secepatnya. Hasil gap
yang diperoleh tiap atribut menjadi penentu posisi tingkat kepentingan
atribut. Semakin besar nilai gap yang didapatkan oleh suatu atribut
maka semakin atas posisi atribut tersebut dalam penentuan tingkat
kepentingan. Penentuan secara hirarkis ini bertujuan untuk
memudahkan pihak pengelola dalam memberikan gambaran arah
pengembangan untuk pelayanan jasa yang telah diberikan sesuai
dengan dimensi yang terdapat dalam Servqual.
6) Solusi Perbaikan
Solusi perbaikan merupakan langkah lanjutan yang digunakan setelah
penentuan tingkat kepentingan. Dari tingkat kepentingan yang telah
tersusun, dilakukan analisis lebih lanjut tentang saran dan perbaikan
atribut pelayanan yang ada dari poin teratas hingga terbawah. Solusi
perbaikan dibuat berdasarkan kritik dan saran yang diberikan oleh
responden penelitian serta ditambah dengan literatur yang
berhubungan dengan peningkatan pelayanan dalam bidang pariwisata.
33
1.7.6. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Data primer
Data primer biasa diperoleh melalui wawancara atau kuesioner.
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah tanggapan
responden yang diperoleh dari hasil kuesioner tentang kualitas
pelayanan yang disebarkan kepada sampel yang telah ditentukan
sebelumnya, yaitu wisatawan yang melakukan city tour dengan Bus
Tingkat Wisata Werkudara.
2) Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari organisasi atau
perorangan. Data sekunder dalam penelitian ini berupa sumber
pustaka yang mendukung penelitian serta diperoleh dari literatur
yang relevan seperti buku referensi, jurnal, artikel, website, maupun
keterangan dari dinas terkait yang berhubungan dalam penelitian
yang berkaitan dengan kualitas pelayanan.
1.8 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan adalah penjelasan singkat tentang isi dari
masing-masing bab yang disajikan dari keseluruhan bagian skripsi. Skripsi ini
tersusun dari 4 bab. Adapun susunannya adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
34
Bab ini menguraikan tentang alasan pemilihan judul,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian , dan
sistematika penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM
Bab ini menguraikan tentang profil Bus Tingkat Wisata
Werkudara, pelayanan pariwisata dengan Bus Tingkat
Wisata Werkudara, dan pengalaman berwisata dengan
Bus Tingkat Wisata Werkudara.
BAB III : PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang pembahasan dan analisis
dari hasil data penelitian yang meliputi tiga sub bab,
yaitu : metode penentuan sampel penelitian, analisis data,
dan solusi perbaikan atribut.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari
keseluruhan penelitian dan juga saran perbaikan secara
umum dari penulis bagi pihak yang terkait dengan
penelitian.