1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit TBC pada bayi dan anak disebut juga TBC primer dan suatu
penyakit sistemik. Penyakit TB anak adalah penyakit TB yang terjadi pada
anak usia 0-14 tahun.
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang menyerang organ tubuh
utamanya paru yang disebabkan oleh basil batang yaitu microbacterium
tubercolusis.
WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan global bagi
kemanusiaan. Walaupun strategi Directly Observed Treatment Shortcourse
(DOTS) telah terbukti sangat efektif untuk pengendalian TB, tetapi beban
penyakit TB di masyarakat masih sangat tinggi. Dengan berbagai kemajuan
yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta
kasus baru TB, dan sekitar setengah juta orang meninggal akibat TB di
seluruh dunia (WHO, 2009). Menurut WHO pada tahun 2010, Indonesia
berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia.
Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660.000 dan estimasi
insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat
TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya.
Secara nasional, kasus TB di Indonesia menunjukkan perkembangan
yang meningkat dalam penemuan kasus dan tingkat kesembuhan, tetapi
pencapaian di tingkat provinsi masih menunjukkan disparitas antar wilayah.
Sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat mencapai angka penemuan
kasus (CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian 70%
CDR dan 85% kesembuhan (Kemenkes RI, 2011). TB pada anak
merupakan aspek yang sering dilupakan dari epidemik TB.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011), TB pada anak
mencerminkan transmisi TB yang terus berlangsung di populasi. Masalah
ini masih memerlukan perhatian yang lebih baik dalam program
pengendalian TB. Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai
2
30.806 termasuk 1.865 kasus BTA positif. Proporsi kasus TB anak dari
semua kasus TB mencapai 10,45%.
Pencegahan yang dapat di lakukan adalah dengan cara menutup
mulut pada waktu batuk atau bersin dengan menggunakan tissue yang
kemudian dibungkus kantung plastik dan dibakar atau menggunakan sapu
tangan yang dicuci setiap hari, sehingga percikan dahak tidak akan
menyebar. Pencegahan lainnya adalah dengan pengobatan, mengobati
serta menyelesaikan pengobatan sangat efektif untuk memutuskan rantai
penularan dari penderita ke orang lain yang berada di lingkungannya.
Menurut kelompok kami TB pada anak adalah suatu penyakit yang
primer dan sistemik dengan penularannya melalui udara yang
terkontaminasi oleh microbakterium tuberculosis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori penyakit TBC pada anak atau bayi?
2. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit TBC pada anak atau bayi?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiwa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada bayi atau
anak dengan gangguan respirasi khususnya pada penyakit TBC.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep teori penyakit TBC pada anak atau bayi
2. Untuk mengetahui kasus di konsep asuhan keperawatan penyakit
TBC pada anak atau bayi
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Untuk Mahasiswa
1. Dapat mengaplikasikan konsep keperawatan anak secara nyata
kepada anak atau klien.
3
2. Meningkatkan kemampuan berfikir kritis, analitis, dan bijaksana dalam
menghadapi asuhan keperawatan anak.
3. Meningkatkan keterampilan komunikasi, kemandirian, dan hubungan
interpersonal.
1.4.2 Untuk Pendidikan
Makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu literatur dalam
memperluas wawasan pengetahuan baik dari aspek teori maupun aspek
praktikum dan juga sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam
pengembangan teori sesuai dengan sumber-sumber yang dapat di
pertanggungjawabkan.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Penyakit TBC pada bayi dan anak disebut juga TBC primer dan suatu
penyakit sistemik. Penyakit TB anak adalah penyakit TB yang terjadi pada
anak usia 0-14 tahun. (Ngatsiyah. 2005).
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang menyerang organ tubuh
utamanya paru yang disebabkan oleh basil batang yaitu microbacterium
tubercolusis. Kuman microbacterium tubercolusis tidak cuma menyerang
paru-paru tetapi juga organ tubuh lainnya seperti tulang sendi, usus,
kelenjar limfa, selaput otak. TBC menular dan sangat berbahaya namun
bisa disembuhkan (Pudiastuti Ratna Dewi. 2011).
TBC ditularkan melalui udara yang terkontaminasi oleh bakteri
microbacterium tuberculosis. Udara terkontaminasi oleh bakteri karena
penderita TBC aktif melepaskan bakteri melalui batuk dan bakteri bisa
bertahan dalam udara selama beberapa jam.
Janin bisa tertular dari ibunya sebelum atau selama proses persalinan
karena menghirup atau menelan cairan ketuban yang terkontaminasi. Bayi
bisa tertular karena menghirup udara yang mengandung bakteri. Sumber
penularan TBC adalah dahak dari penderita TBC. Penularan TBC dapat
melalui udara pada saat penderita TBC batuk dan bersin tanpa menutup
mulutnya. Ketika batuk atau bersin, kuman dari paru penderita TBC akan
menyebar di udara. Penularan terjadi bila orang lain menghirup udara yang
mengandung kuman tersebut secar langsung (direct contact). Oleh karena
itu kita wajib menutup mulut saat batuk dan bersin serta membuang dahak
kelubang WC dan jangan kesembarang tempat.
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan
bakteri microbacterium tubercolosa yang dilepaskan pada saat penderita
TBC batuk. Pada anak-anak, sumber infeksi umumnya berasal dari
penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul didalam
paru-paru dan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang
5
dengan daya tahan tubuh yang rendah) dan dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC
dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti paru-paru otak,
ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening.
Meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena adalah
paru-paru.
2.2 Penyebab
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
mycrobacterium tuberculosis dan mycrobacterium bovis (jaringan oleh
mycrobacterium avium). Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen
beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi mati di dalam cairan yang
bersuhu 60° selama 15-20 menit (Yoga Tjandra Aditama. 2013).
Bakteri ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
asam pada pewarnaan yang biasa disebut sebagai basil tahan asam (BTA).
Bakteri TB dapat bertahan hidup beberapa jam di udara, tempat yang gelap
dan lembab selama berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar
matahari. Dalam jaringan, tubuh kuman ini dapat bersifat dormant (tertidur
lama selama beberapa tahun). Bakteri TBC ini mati pada tingkat
pemanasan 100°C selama 5-10 menit dan dengan alkohol 70-95% selama
15-30 detik. Masa inkubasi penyakit TBC yaitu selama 3-6 bulan.
Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan
dahak (droplet nuclei) yang di batukkan. jadi jika bersin atau tukar-menukar
piring atau gelas minum tiak akan terjadi penularan. salah satu penyebab
dalah merokok pasif karena ini berdampak pada sistem kekebalan anak,
sehingga meningkatkan resiko tertular. pajanan pada asap rokok
mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat
yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan darah.
2.3 Patofisiologi
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak
menular. Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelnjar paru-paru.
6
Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC
dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar
melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk percikan ludahnya mengandung
kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak lalu masuk ke paru-paru.
Proses penularan TBC dapat melalui proses udara atau langsung,
seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantaranya
adalah TBC paru primer dan TBC post primer. TBC primer sering terjadi
pada anak, proses ini dapat di mulai dari proses yang disebut drplet nuklei
yaitu suatu proses terinfeksinya partikel yang mengandung 2 atau lebih
kuman TBC yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada permukaan
alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan
sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke dalam alveolar
spase. TBC post primer, dimana penyakit ini terjadi pada pasien yang
sebelumnya terinfeksi oleh kuman mycrobacterium tuberculosis.
Sebagian besar infeksi TBC menyebar melalui udara melalui
terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel
dari sesorang yang terinfeksi. TBC adalah penyakit yang dikendalikan oleh
respon imunitas yang diperantarai oleh sel dengan sel elector berupa
makrofag dan limfoist (biasanya sel T) sebagai imuniresponsif. Tipe
imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada bagian yang terinfeksi
oleh limfosit dan limfokin mereka, responnya berupa reaksi hipersentifitas
selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolar
membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh
makrofag. Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi dan timbal
pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat sisa
atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel-sel.
Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelejar getah bening
regioanl dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju (nekrosis
geaosa), jaringan grabulasi yang disekitarnya pada sel-sel epiteloid dan
fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jaringan parut kolagenosa,
menghadilkan kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer pada paru
7
dinamakan fokus ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang
terlibat dengan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang
mengalami klasifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto thorax rutin
pada seseorang yang sehat.
TBC paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien menunjukkan
demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan BB, berkeringat
malam, nyeri dada dan batuk menetal. Batuk pada awalnya mungkin
nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum
mukopurulen dengan hemoptisis. TBC dapat mempunyai manifestasi
atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental,
demam, anorexia, penurunan BB. Basil TBC dapat bertahan ≥ 50 tahun
dalam keadaan dorman.
Patogenesis penyakit TBC pada anak terdiri atas:
1. Infeksi primer
Infeksi primer terjadi seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan
sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi di muali saat
kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru
yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan
membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut
kompleks primer predileksinya disemua lobus, 70% terletak subpleura.
Fokus primer dapat mnegalami penyembuhan sempurna, klasifikasi atau
penyebaran lebih lanjut. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat
dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif
menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman
yang masuk dan besarnya espon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa kuman yang
menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang
8
daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi
penderita TBC. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi
sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2. TBC pasca primer (post primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas TBC pasca primer
adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura (Ngatsiyah. 2005).
9
2.4 Pathway
Inhalasi mycobacterium
tuberculosis
Fagositosis oleh
makrofag alveolus paru Kuman mati
Kuman hidup
berkembang biak
Pembentukan fokus primer
Penyebaran limfogen
Penyebaran hematogen
Kompleks primer terbentuk
imunitas selular spesifik
Uji
tuberkulin
Sakit TB Infeksi TB
Komplikasi kompleks primer
Komplikasi penyebaran
hematogen
Komplikasi penyebaran limfogen
Imunitas optimal
Sembuh Sakit TB
Kalau imunitas turun,
reaktivitas/ reinfeksi
Meninggal Sembuh
10
Catatan:
Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult
hematogenic spread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di
berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi
mengalami reaktivasi di kemudian hari. Kompleks primer terdiri dari fokus
primer limfangitis dan limfadenitis regional. TB primer adalah kompleks
primer dan komplikasinya. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme
reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder) oleh
kuman (Yoga Tjandra Aditama. 2013.).
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala TBC pada anak tidak serta merta muncul. Pada saat-saat awal,
4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa
bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk
sedikit. Tahap berikutnya 3-9 bulan setelah infeksi, anak tidak nafsu makan,
kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran
kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran fleks. Pada saat
itu, kemungkinan ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-
benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau
anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC nya tidak muncul. Tapi
bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di
paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak dan sebagainya. Ini
berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya. Pada orang
dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan
mikroskop atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit,
karena tidak mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit.
Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis
baku untuk mendiagnosis anak sedini mungkin. Yang harus dicermati pada
saat diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya (Ngatsiyah. 2005).
11
2.5.1 Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain:
1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau
reaksi BCG sangat cepat. Misalnya bengkak hanya seminggu setelah
diimunisasi BCG. Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
2. BB anak turun tanpa sebab yang jelas atau kenaikan BB setiap bulan
berkurang.
3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi
≥ 3 minggu. Ini terkadang tersamar alergi. Kalau tidak ada alergi dan
tidak ada penyebab lain.
4. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa
ditandai sebagai kemungkinan gejala TBC.
5. Mata merah bukan karena sakit mata tapi di sudut mata ada
kemerahan yang khas.
6. Keluar dahak bercampur darah
7. Mengalami nyeri dada dan sesak napas
8. Batuk berdahak terus menerus 2 minggu atau lebih
9. Berkeringat di malam hari meskipun tanpa melakukan kegiatan.
10. Lesu atau malaise
11. Diare persisten atau menetap (≥ 2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan dasar diare
Masa inkubasi atau masa tunas penyakit ini bervariasi antara 1-2 bulan
tergantung besarnya paparan serta imunitas atau kekebalan tubuh
(Ngatsiyah. 2005).
2.5.2 Gejala klinis spesifik terkait organ
Gejala klinis pada organ yang terkena TB tergantung jenis organ yang
terkena misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan
kulit adalah sebagai berikut.
1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli)
Pembesaran KGB multiple (>1 KGB), diameter ≥ 1 cm, konsistensi
kenyal, tidak nyeri dan kadang saling melekat atau konfluens.
12
2. Tuberkulosis otak dan selaput otak:
a. Meningitis TB : gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala
akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
b. Tuberkuloma otak : gejala-gejala adanya lesi
3. Tuberkulosis sistem skeletal:
a. Tulang panggul (koksitis) : pincang, gangguan berjalan atau tanda
peradangan di daerah panggul.
b. Tulang lutut (gonitis) : pincang dan atau bengkak pada lutut tanpa
sebab yang jelas
c. Tulang kaki dan tangan (spina ventosa atau daktilitis)
4. Skrofuloderma ditandai dengan ulkus disertai dengan jembatan kulit
antar tepi ulkus (skin bridge)
5. Tuberkulosis mata :
a. Kongjungtivis fliktenularis
b. Tuberkel koroid (hanya dapat dilihat dengan funduskopi)
6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal di
curigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut
tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB
(Pudiastuti Ratna Dewi. 2011).
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut.
1. Meningitis
2. Spondilitis
3. Pleuritis
4. Bronkopneumonia
5. Atelektasis
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
napas.
13
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. Bronkiectasis (pelebaran
bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru.
Pneumothoraks (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan:
kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke
organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya
(Ngatsiyah. 2005).
2.7 Penatalaksanaan Medis
Pengobatan TBC terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam
jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya penyakit klinis menekankan 3 prinsip dalam pengobatan
tuberkulosis yang berdasarkan pada:
1. Regimen harus ternasuk obat-obat multiple yang sensitif terhadap
mikroorganisme.
2. Obat-obatan harus diminum secara teratur.
3. Terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup
untuk menghasikan terapi yang paling efektif dan paling aman pada
waktu yang singkat.
Obat anti tuberkulosis (oat) harus diberikan dalam kombinasi
sedkitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga.
Tujuannya dari pengobatan ini adalah.
1. Membuat konversi sputum bta positif menjadi negatif secepat mungkin
melalui kegiatan bakterisid.
2. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama estela pengobatan
dengan kegiatan sterilisasi.
3. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan
daya tahan imunologis (Ngatsiyah. 2005).
14
2.8 Klasifikasi TBC
Klasifikasi TBC Keterangan
0 Tidak pernah terinfeksi, tidak ada
kontak dan tidak menderita TBC
1 Tidak terinfeksi namun ada riwayat
kontak dan tidak menderita TBC
II Hasil tes uji tuberkulin (+) atau
terinfeksi TBC namun tidak ada
gejala TBC, radiologi tidak
mendukung dan bakteriologi
negatif (tidak menderita TBC)
III Menderita TBC
IV Pernah menderita TBC tetapi saat
ini tidak ada penyakit aktif
V Dicurigai TBC
(Pudiastuti Ratna Dewi. 2011).
2.9 Penatalaksanaan Perawatan
Perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan dengan
melakukan:
1. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
2. Pemberian O₂ yang adekuat
3. Latihan batuk efektif
4. Fisioterapi dada
5. Pemberian nutrisi yang adekuat
6. Kolaborasi pemberian obat antituberculosis (seperti isoniazid,
streptomisin, etambutol, rifampisin, piramizid)
7. Intervensi yang dilakukan dapat menstimulasi pertumbuhan
perkembangan anak yang terderita TBC dengan membantu
memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas
perkembangan:
15
a. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia dengan usia
anak (permainan, keterampilan tangan, video game, televisi)
b. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus
yang bervariasi bagi anak
c. Melibatkan anak dalam mengatur jadwal harian dan memilih
aktivitas yang diinginkan
d. Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di
rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan
teman melalui telepon jika menginginkan (Ngatsiyah. 2005).
2.10 Pemeriksaan Penunjang
Yang sering merupakan petunjuk awal dari TBC adalah foto rontgen
dada. Penyakit ini tampak sebagai daerah putih yang bentuknya tidak
teratur dengan latar belakang hitam. Rontgen juga bisa menunjukkkan efusi
pleura atau pembesaran jantung (perikarditis).
Pemeriksaan diagnostik untuk TBC :
a. Pemeriksaan dahak, cairan tubuh, atau jaringan yang terinfeksi.
Dengan jarum diambil contoh cairan dari dada, perut, sendi, atau
sekitar jantung. Mungkin perlu dilakukan biopsi untuk memperoleh
contoh jaringan yang terinfeksi. Diagnosis menjadi pasti dengan
ditemukannnya kuman basil tahan asam (BTA).
b. Uji Tuberkulin
Tes tuberkulin disuntikkan sejumlah kecil protein yang berasal dari
bakteri tuberkulosis ke dalam lapisan kulit (biasanya di lengan). Dua
hari kemudian dilakukan pengamatan pada daerah suntikan. Jika
terjadi pembengkakan dan kemerahan, maka hasilnya adalah posistif.
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang atau pernah terinfeksi mycrobakterium
tuberculosa dan sering digunakan dalam screening TBC. Efektifitas
dalam menemukann infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah > 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 1-2 tahun 92%, 2-4 tahun 78%, 4-6
16
tahun 75%, dan umur 6-12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat
dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin
semakin kurang spesifik.
Uji tuberkulin yang positif menandakan adanya reaksi hipersensitifitas
terhadap antigen (tuberkuloprotein) yang diberikan. Hal ini secara
tidak langsung menandakan bahwa pernah ada kuman yang masuk
ke dalam tubuh anak atau anak sudah tertular. Anak yang tertular
(hasil uji tuberkulin positif) belum tentu menderita TB oleh karena
tubuh pasien memiliki daya tahan tubuh atau imunitas yang cukup
untuk melawan kuman TB. Bila daya tahan tubuh anak cukup baik
maka pasien tersebut secara klinis akan tampak sehat dan keadaan
ini yang disebut sebagai infeksi TB laten. Namun apabila daya tahan
tubuh anak lemah dan tidak mampu mengendalikan kuman, maka
anak akan menjadi menderita TB serta menunjukkan gejala klinis
maupun radiologis. Gejala klinis dan radiologis TB anak sangat tidak
spesifik, karena gambarannya dapat menyerupai gejala akibat
penyakit lain. oleh karena itulah diperlukan ketelitian dalam menilai
gejala klinis pada pasien maupun hasil foto thorax.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang
cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux
umumnya pada ½ bagian lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan
IC (kedalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah
penyuntikan dan diukur diameter pembengkakan (indurasi) yang
terjadi.
c. Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih
95% infeksi primer terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax
harus dilakukan. Ditemukannya kuman mikrobakterium tuberkulosa
dari kultur merupakan diagnostik TBC positif, namun tidak mudah
menemukannya.
d. Pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya
mendapatkan spesimen. Spesimen dapat berupa sputum, induksi
sputum atau pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut,
17
apabila fasilitas tersedia. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi (PA/Patologi Anatomi)
yang dapat memberikan gambaran yang khas. Pemeriksaan PA akan
menunjukkan gambaran granuloma (Pudiastuti Ratna Dewi. 2011).
Cara mendapatkan sampel pada anak
a. Berdahak
Pada anak lebih dari 5 tahun dengan gejala TB paru, dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis, terutama bagi anak yang
mampu mengeluarkan dahak. Kemungkinan mendapatkan hasil
positif lebih tinggi pada anak >5 tahun.
b. Bilas lambung
Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan
pada anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak. Dianjurkan
spesimen dikumpulkan selama 3 hari berturut-turut pada pagi hari.
c. Induksi Sputum
Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak
semua umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung,
terutama apabila menggunakan lebih dari 1 sampel. Metode ini bisa
dikerjakan secara rawat jalan tetapi diperlukan pelatihan dan
peralatan yang memadai untuk melaksanakan metode ini.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan
foto toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga
dapat dijumpai pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto
toraks saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali
gambaran TB milier. Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang
TB adalah sebagai berikut.
a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat
(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks
lateral).
b. Konsolidasi segmental atau lobar
c. Efusi pleura
d. Milier
18
e. Atelektasis
f. Kavitas
g. Kalsifikasi dengan infiltrat
h. Tuberkuloma (Yoga Tjandra Aditama. 2013).
2.11 Pengobatan
Penyakit TBC dapat disembuhkan denan pengobatan yang teratur
selama 6 bulan baik di Rumah Sakit maupun Puskesmas. Infeksi
tuberculosis pulmoner aktif sering mengandung 1 miliar atau lebih bakteri
sehingga pemberian 1 macam obat akan menyisakan ribuan organisme
yang benar-benar resisten terhadap obat tersebut. Karena itu, paling tidak
diberikan dan kedua obat ini akan bersama-bersama memusnahkan semua
bakteri.
Selain penderita benar-benar sembuh, pengobatan harus terus di
lajutkan karena diperlukan waktu yang cukup lama untuk memusnahkan
semua bakteri dan untuk mengurangi kemungkinan terjadi kekambuhan.
Terdapat 5 jenis antibiotik yang dapat digunakan. Antibiotik yang
paling sering digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pirazimid,
streptomisin, dan etambutol.
Isoniazid sangat efektif jika diberikan kepada orang-orang dengan
resiko tinggi tuberculosis, misalnya petugas kesehatan dengan hasil tes
tuberkulin positif, tetapi hasil rontgen tidak menunjukkan adanya penyakit.
Isoniazid diminum setiap hari selama 6-9 bulan.
Isoniazid, rifampisin, pirazinamid dapat digabungkan ke dalam satu
kapsul, sehingga mengurangi jumlah pil yang harus di telan oleh penderita.
Ketiga obat ini bisa menyebabkan mual dan muntah sebagai akibat dari
efeknya terhadap hati. Jika timbul mual dan muntah maka pemakaian obat
harus di hentikan sampai di lakukan tes fungsi hati. Jika tes fungsi hati
menunjukkan adanya reaksi terhadap salah dari ketiga obat tersebut, maka
biasanya obat yang bersangkutan diganti dengan obat yang lain.
Steptomisin merupakan obat pertama yang efektif melawan
tuberculosis tetapi harus di berikan dalam bentuk suntikan. Jika di berikan
19
dalam dosis tinggi atau pemakaiannya berlanjut sampai ≥ 3 bulan,
steptomisin bisa menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan. Jika penderita benar-benar mengikuti pengobatan dengan
teratur, maka tidak perlu di lakukan pembedahan untuk mengangkat
sebagian paru-paru. Kadang-kadang pembedahan dilakukan untuk
membuang nanah atau memperbaiki kelainan bentuk tulang belakang
akibat tuberculosis.
Pemberian etambutol diawali dengan dosis yang realtif tinggi untuk
membantu mengurangi jumlah bakteri dengan segera. Setelah 2 bulan,
dosisnya dikurangi untuk menghindari efek samping yang berbahaya
terhadap mata.
Penderita tbc pulmoner yang sedang menjalani menjaa tidak perlu
diisolasi lebih dari beberapa hari karena obatnya bekerja secara cepat
sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya penularan. Tetapi penderita
yang mengalami batuk dan tidak menjalani pengobatan secara teratur,
perlu diisolasi lebih lama karena bisa menularkan penyakitnya. Penderita
biasanya tidak dapat lagi menularkan penyakitnya setelah menjalani
pengobatan selama 10-14 hari (Pudiastuti Ratna Dewi. 2011).
20
Panduan OAT Anak
Prinsip pengobatan TB Anak:
1. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk
mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman
intraseluler dan ekstraseluler
2. Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. Pemberian obat jangka
panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kekambuhan
3. Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
a. Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif,
diberikan minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan
bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
b. Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit. Selama
tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari
untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering
terjadi jika obat tidak diminum setiap hari.
21
c. Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal
maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang,
dan lainlain dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan
d. Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis
TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi
dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama
pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh
dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan
pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan
mencegah terjadi perlekatan jaringan.
e. Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10H
f. Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa
obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri
dari kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam
satu paket untuk satu pasien.
g. OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT
kombipak untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek (Yoga Tjandra Aditama. 2013).
22
Kombinasi Dosis Tetap OAT KDT (FDC = Fixed Dose Combination)
Untuk mempermudah pemberian oat sehingga meningkatkan keteraturan
minum obat, paduan oat disediakan dalam bentuk paket kdt/ fdc. Satu paket
dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket kdt untuk
anak berisi obat fase intensif, yaitu Rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg,
dan Pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan yaitu R 75 mg dan H
50 mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Keterangan
R: Rifampisin H: Isoniasid Z: Pirazinamid
23
1. Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam
bentuk kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
2. Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
3. Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal
(sesuai umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di
lampiran
4. OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak
boleh digerus)
5. Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah atau dikulum
(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
6. Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam
setelah makan
7. Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat
tidak boleh digerus bersama dan di campur dalam satu puyer (Yoga
Tjandra Aditama. 2013)
Efek Samping pengobatan TB Anak
Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan asupan
piridoksin (vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat
diberikan vitamin B6 10 mg tiap 100 mg INH.
Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/ hari
direkomendasikan diberikan pada
a. Bayi yang mendapat ASI
b. Pasien gizi buruk
c. Anak dengan HIV positif
24
Catatan:
Parameter Sistem Skoring:
1. Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada
bukti tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa
diperoleh dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.
2. Penentuan status gizi:
a. Berat badan dan panjang atau tinggi badan dinilai saat pasien
datang (moment opname).
b. Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status
gizi untuk anak usia < 5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes,
sedangkan untuk anak usia > 5 tahun merujuk pada kurva CDC
2000 (lihat lampiran).
c. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi
selama 1 bulan.
d. Demam (≥ 2 minggu) dan batuk (≥ 3 minggu) yang tidak membaik
setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas
Beri OAT
2 bulan terapi, dievaluasi
Skor ≥ 6
Respon negatif
Rujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut
Respon positif
terapi di teruskan
25
e. Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB
berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau
tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi (Yoga Tjandra Aditama.
2013).
2.12 Penegakan Diagnosis
1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di
fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter,
pelimpahan wewenang terbatas dapat diberikan pada petugas
kesehatan terlatih strategi DOTS untuk menegakkan diagnosis dan
tatalaksana TB anak mengacu pada Pedoman Nasional.
2. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)
3. Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA
positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi tanpa gejala klinis, maka
dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur
anak tersebut. Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama
pada TB anak.
4. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut.
5. Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala
klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka
dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak.
Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat
perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.
6. Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG
dicurigai telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem
skoring TB anak.
7. Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB
8. Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang
terbatas (uji tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia) maka
26
evaluasi dengan sistem skoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis
TB dengan syarat skor ≥ 6 dari total skor 13
9. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan
perbaikan klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan
faktor penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit
penyerta, gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan kepatuhan
berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien
dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah
perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada saat
diagnosis (Yoga Tjandra Aditama. 2013).
Gambar Alogaritma Tatalaksana TB Anak
27
2.13 Pencegahan
Terdapat beberapa cara untuk mencegah TBC sebagai berikut.
1. Jangan meludah di sembarang tempat tetapi pada tempat yang sudah
diberikan desinfektan lysol.
2. Tutup mulut sewaktu batuk atau bersin dengan sapu tangan.
3. Buka jendela pada pagi hari agar sinar matahari masuk untuk
membunuh kuman TBC.
4. Jemur alat tidur secara rutin pada sinar matahari langsung.
5. Perhatikan PHBS tentang TBC meliputi peningkatan daya tahan tubuh
dengan asupan gizi yang seimbang, tidur dan istirahat cukup, tidak
merokok, membuka jendela agar sinar matahari masuk.
6. Gunakan sinar ultraviolet untuk pembasmi bakteri di tempat-tempat
dimana sekumpulan orang dengan berbagai penyakit harus duduk
bersam-sama selama beberapa jam, misalnya di RS atau di ruang
tunggu gawat darurat. Sinar ini bisa membunuh bakteri yang terdapat
di dalam udara.
7. Berikan vaksin BCG untuk mencegah infeksi oleh mikobakterium
tuberculosa (Pudiastuti Ratna Dewi. 2011).
28
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama tempat tanggal lahir, usia, agama, jenis kelamin
b. Identitas orangtua
c. Asal kota dan daerah
d. Jumlah keluarga
e. Nama orangtua
f. Pendidikan
g. Pekerjaan
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Saat masuk Rumah Sakit
Keluhan utama (penyebab klien sampai dibawa ke RS)
b. Saat pengkajian
Keluhan utama : Keluhan yang dialami pasien saat dilakukan
pengkajian meliputi PQRST (palliative, quantitatif, region, scale,
timing)
c. Keluhan penyerta
Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda dan
gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat
kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Prenatal : kurang asupan nutrisi, terserang penyakit infeksi
selama hamil
b. Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir, terjepit jalan lahir, bayi
menderita caput sesadonium, bayi menderita cepal
hematom
29
c. Post natal : Kurang asupan nutrisi, bayi menderita penyakit
infeksi, asifiksia ikterus
4. Riwayat masa lampau
a. Penyakit yang pernah diderita
Tanyakan apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan benjolan
bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah
diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh?
Tanyakan apakah pernah berobat tapi tidak sembuh?
Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?
b. Pernah dirawat di rumah sakit
Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai
membuat pasien dirawat dirumah sakit, jika ia, apakah keadaannya
parah atau seperti apa
c. Obat-obat yang digunakan atau riwayat pengobatan
Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui,
agar kerja obat serta efek samping yang timbul dapat di ketahui.
Pemberian antibiotik dalam jangka panjang perlu di identifikasi
d. Riwayat kontak dengan penderita TBC
e. Alergi
Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara
atau makanan
f. Daya tahan yang menurun
g. Imunisasi atau vaksinasi : BCG
Imunisasi aktif : merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri
yang akan membuat zat antibody yang akan bertahan bertahun-
tahun lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama
daripada imunisasi pasif
Imunisasi pasif : disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan
tetapi tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan
30
bahan atau serum yang telah mengandung zat anti. Atau anak
tersebut mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan
Vaksin BCG ( Bacillus Calmet Guirnet ), vaksin campak, vaksin
polio, vaksin DPT ( Difetri Pertusis Tetanus ), vaksin toxoid difetri.
h. Tindakan (operasi)
Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada
bagian apa, atas indikasi apa
i. Kecelakaan
Pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat sebelumnya,
apabila mengalami kecelakaan apakah langsung di beri tindakan,
atau di bawa berobat ke dokter atau hanya di diamkan saja.
5. Riwayat penyakit sekarang
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan atau bisul pada
tempat-tempat kelenjar seperti leher, inguinal, axilla, dan sub
mandibulla
6. Riwayat keluarga
a. Adakah yang menderita TB atau penyakit infeksi lainnya
b. Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama
7. Riwayat kesehatan lingkungan dan sosial ekonomi
a. Lingkungan tempat tinggal contohnya lingkungan kurang sehat
(polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang
kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak, pola sosialisasi
anak.
b. Kondisi rumah
c. Merasa di kucilkan
d. Aspek psikososial (tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri)
e. Biasanya pada keluarga yang kurang mampu
31
f. Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak
g. Tidak bersemangat dan putus harapan
8. Riwayat psikososial spiritual
a. Yang mengasuh
b. Hubungan dengan anggota keluarga
c. Hubungan dengan teman sebaya
d. Pembawaan secara umum
e. Pelaksanaan spiritual
9. Pola fungsi kesehatan
Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
a. Keadaan umum, alergi, kebiasaan, dan imunisasi
b. Pola nutrisi metabolik meliputi anoreksia, mual, tidak enak di perut,
bb turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub
kutan, sulit dan sakit menelan.
c. Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran
kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas
dan splenomegali.
d. Pola aktifitas meliputi sesak napas, fatique, takikardia, ativitas berat
timbul sesak napas (napas pendek).
e. Pola tidur dan istirahat meliputi sulit tidur, berkeringat pada malam
hari.
f. Pola kognitif perseptual
Terkadang terdapat nyeri tekan pada nodus limfa, nyeri tulang
umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak
mampu.
g. Pola persepsi diri
Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah.
32
h. Pola peran hubungan anak menjadi ketergantungan terhadap
orang lain (ibu atau ayah) atau tidak mandiri.
i. Pola seksualitas atau reproduktif
Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah
j. Pola koping toleransi stress
Menarik, pasif
10. Pemeriksaan
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat sering
ditemukan sudah dalam keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak
bergairah
b. Tanda-tanda vital
Sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat lama
atau naik turun, nafas cepat dan pendek, saat badan demam atau
panas biasanya tekanan nadi anak menjadi tachicardi
Umur C F
3 Bulan 37,5 99,4
1 Tahun 37,7 99,7
3 Tahun 37,2 99,0
5 Tahun 37,0 98,6
7 Tahun 36,8 98,3
9 Tahun 36,7 98,1
13 Tahun 36,6 97,8
Umur Frekuensi Rata
Rata 2 SD
Lahir 140 50
1 Bulan 130 45
1-6 Bulan 130 45
6-12 Bulan 115 45
1-2 Tahun 110 40
33
2-4 Tahun 105 35
6-10 Tahun 95 30
10-14 Tahun 85 30
14-18 Tahun 82 25
Umur Frekuensi
(Pernafasan/Menit)
Bayi Prematur 40-90
Neonatus 30-80
1 Tahun 20-40
2 Tahun 20-30
3 Tahun 20-30
5 Tahun 20-25
10 Tahun 17-22
15 Tahun 15-20
20 Tahun 15-20
c. Antropometri
Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta
berat badan.
d. Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Kaji bentuk kepala, kebersihan rambut
b) Mata
Kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil
c) Hidung
Terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret
atau tidak, simetris tidak.
d) Mulut
Kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh
34
e) Telinga
Kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada cairan
atau tidak, uji pendengaran anak
f) Leher
Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,
inguinal dan sub mandibula.
g) Dada
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk
kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).
h) Sesak nafas
Terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru.
i) Nyeri dada
Ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai
ke pleura.
j) Malaise
Ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari.
k) Perut
Kaji bentuk perut, bising usus
l) Ekstermitas
Kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada
kelemahan
m) Kulit
Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
n) Genetalia
Kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk,
skrotum sudah turun atau belum, apakah lubang ureter
ditengah
11. Pemeriksaan tingkat perkembangan untuk anak usia < 6 tahun
Motorik kasar : Sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain
35
Motorik halus : Sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke
lubang, membuka kotak, melempar benda (Ngatsiyah.
2005).
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infektif
2. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi
3. Ketidak patuhan yang berhubungan dengan pengobatan dan jangka
waktu lama
4. Resiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua yang
berhubungan dengan isolasi pasien (Speer Kathleen Morgan. 2007).
5. Resiko infeksi berhubungan dengan penekanan proses inflamasi
6. Ketidakpatuhan terhadap program pengobatan berhubungan dengan
penyakit (TB)
3.3 Intervensi
Diagnosa 1:
Hasil yang diharapkan:
Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dispnea
Intervensi:
1. Berikan oksigen humuidifier bagi anak dengan despnea
Rasional:
Dispnea masih dapat terjadi hingga pemberian obat kemoterapi
dimulai untuk mendapatkan efeknya, oksigen humidifier mengurangi
dispnea dan meningkatkan oksigenasi.
2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur
Rasional:
Peninggian kepala menyebabkan otot diafragma mengembang
3. Berikan obat batuk ekspektoran sesuai kebutuhan
Rasional:
Ekspektoran membantu melepaskan mukus
36
Diagnosa 2:
Hasil yang diharapkan:
Keluarga akan mengekspresikan pemahamannya tentang proses penyakit
dan pengobatan
Intervensi:
1. Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) tentang penularan dan
pengobatan TB
Rasional:
Pemahaman bagaimana penularan TB dan penangananya membantu
mengurangi kecemasan dan peningkatan kepatuhan terhadap
pengobatan , prosedur isolasi dan pengobatan yang di berikan
2. Ajarkan orang tua (jika tepat) bagaimana memberikan pengobatan
contohnya antibiotik , berapa lama terapi pengobatan harus dijalani
dan apa yang terjadi jika anak tidak menjalani tuntas pengobatannya
Rasional:
Pemahaman bagaimana memberikan pengobatan dan resiko bila
pengobatan dihentikan di awal akan meningkatkan kepatuhan.
Diagnosis 3:
Hasil yang di harapkan:
Orang tua dan anak akan mengikuti pedoman terapi
Intervensi:
1. Kaji seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki orang tua dan anak
tentang tb dan hal ketidakpahaman yang dimiliki
Rasional:
Pengkajian membantu menentukan apa yang orang tua dan anak
butuhkan untuk belajaragar dapat membantu mereka memenuhi
pengobatan jangka panjang.
2. Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) tentang program pengobatan
dan alasan menjalani pengobatan dengan tuntas dan meyakinkan
tentang pendidikan yang diperlukan.
Rasional:
37
Pendidikan dan penguatan diberikan pada orang tua dan anak dengan
informasi perlunya mengikuti program dengan tuntas dan menurunkan
resiko kegagalan akibat defisit pengetahuan.
3. Identifikasi alternatif pemberi layanan yang dapat memberikan
pelayanan pengobatan anak jika diperlukan
Rasional:
Hal ini akan menurunkan resiko pengabaian dosis yang dilakukan
anak selama pengobatan.
Diagnosa 4
Hasil yang diharapkan:
Anak tidak akan mengalami kecemasan karena perpisaha berhubungan
dengan penurunan kontak parental
Intervensi:
1. Ajarkan orang tua tentang teknik isolasi dengan benar
Rasional:
Pemahaman dan mengikuti teknik isolasi membantu mencegah
penularan yang memungkinkan orang tua bersama selama mungkin
dengan anaknya, akan mengurangi perpisahan
2. Motivasi oang tua dan anggota keluarga lainnya untuk mengunjungi
secara teratur
Rasional:
Seringnya keluarga kontak akan mengurangi kecemasan akibat
perpisahan (Speer Kathleen Morgan. 2007).
Diagnosa 5
Hasil yang di harapkan:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi jumlah leukosit dalam batas normal,
menunjukkan perilaku hidup sehat status imun, gastrointestinal,
genitourinaria dalam batas normal
38
Intervensi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Rasional
Salah satu tanda infeksi yang muncul adalah kalor
2. Monitor suhu
Rasional
Peningkatan suhu yang terjadi merupakan tanda inflamsi pada suatu
penyakit
3. Kaji tindakan kontrol infeksi sementra misal pemakaian masker
Rasional
Dapat membantu menurunkan terisolasi pasien dan membuang stigma
sosial sehubungan dengan penyakit menular
4. Berikan edukasi tentang pentingnya tidak menghentikan terapi obat
Rasional
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga atau penyakit luas sedang, risiko penyebaran infeksi
dapat berlanjut sampai 3 bulan
5. Kolaborasi dengan pemberian antiinfeksi sesuai kebutuhan
Rasional
Kombinasi agen antiinfeksi yang dugunakan. Inh biasanya obat pilihan
obat pilihan tambah 1 dan obat sekunder.
Diagnosa 6
Hasil yang diharapkan:
Intervensi
1. Monitor orangtua klien dalam memberikan obat
Rasional
Pemberian regimen yang teratur dapat diawasi dengan PMO
2. Jelaskan kebutuhan untuk mematuhi diet rendah natrium dan
pembatasan cairan sesuai program.
39
Rasional
Kebutuhan nutrisi dan cairan yang di perlukan oleh tubuh meningkatan
daya imun anak
3. Jelaskan kerja obat yang diprogramkan, yang secara khas mencakup
preparat digitalis, vasodilator dan diuretik
Rasional
Digitalis meningkatkan isi sekuncup jantung, yang menurunkan kongesti
dan tekanan diastolik. Deuretik menurunkan reabsorsi alektrolit, terutama
natrium, sehingga meningkatkan kehilangan cairan. Vasodilator
menurunkan preload dan afterload, sehingga memperbaiki kinerja
jantung.
4. Ajarkan orang tua klien untuk menimbang berat badannya sendiri setiap
hari
Rasional
Penurunan berat badan merupakan saah satu tanda gejala TB
5. Jelaskan kebutuhan anak untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap
Rasional
Aktivitas berupa terapi bermain merupakan indikasi yang dapat
digunakan pada pasien anak yang mengalami hospitalisasi
40
BAB IV
TINJAUAN KASUS
4.1 Kasus
Seorang ibu membawa anak ke-2 nya yang berusia 5 tahun dengan
keluhan utama sering batuk mengeluarkan dahak (sudah ≥ 3 minggu),
terserang influenza, mual muntah, penurunan berat badan, kurang nafsu
makan, cepat lelah ketika beraktifitas sejak 2 minggu yang lalu. Anak
tersebut bernama anak M.
Setelah dilakukan pengkajian didapatkan data pernapasan 28x/menit,
nadi 100x/menit, tekanan darah 110/80mmhg, suhu 37,8°C. Nafas berbunyi
ngik-ngik (mengi), sering batuk mengeluarkan sputum, sering mual muntah,
penurunan BB, malas beraktifitas. Pemeriksaan diagnostic pemeriksaan
rontgent terlihat adanya penumpukan secret berlebih pada paru. Orang tua
mengatakan klien pernah mengkonsumsi obat antibiotik karena terserang
influenza tetapi terhenti karena anak bosan dan tidak mau untuk minum
obat tersebut.
4.2 Asuhan Keperawatan
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : An.M
2. Tempat tgl lahir/usia : 24 Maret 2012/ 5 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. A g a m a : Islam
5. Pendidikan : TK
6. Alamat : Jalan President No.41 Malang
7. Tgl masuk : 17 Maret 2017 jam 10.00 WIB
8. Tgl pengkajian : 17 Maret 2017
9. Diagnosa medik : TB (Tuberculosis)
10. RM : 121231
41
B. Identitas Orang tua
1. Ayah
a. N a m a : Tn. B
b. U s i a : 30 Tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan/sumberPenghasilan : Pedagang
e. A g a m a : Islam
f. Alamat : Jalan President No.41 Malang
2. Ibu
a. N a m a : Ny. T
b. U s i a : 28 Tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan/Sumberpenghasilan : -
e. Agama : Islam
f. Alamat : Jalan President No.41 Malang
C. Identitas Saudara Kandung
No. Nama Usia Hubungan Status Kesehatan
- - - - -
II. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama : Ibu klien mengatakan An. M batuk
tidak kunjung sembuh
Riwayat Keluhan Utama : -
Keluhan Pada Saat Pengkajian : Ibu klien mengatakan An. M batuk
mengeluarkan dahak (sudah ≥ 3
minggu), terserang influenza, mual
muntah, kurang nafsu makan.
42
B. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak usia 0 – 5 tahun)
1. Prenatal care
a. Ibu memeriksakan kehamilannya setiap minggu di Melati
Husada. Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu
adalah ngidam, terkadang badan menjadi lemas dan masih
merasakan mual dan muntah
b. Riwayat terkena radiasi tidak ada (-)
c. Riwayat berat badan selama hamil mengalami kenaikan
sebanyak 5 kg
d. Riwayat Imunisasi sebanyak 2 kali
e. Golongan darah ibu A dan golongan darah ayah O
2. Natal
a. Tempat melahirkan di Rumah Sakit Melati Husada di bantu
oleh dokter atau bidan
b. Jenis persalinan spontan atau normal
c. Penolong persalinan adalah Dokter Obs Gyn
d. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan
setelah melahirkan tidak ada hanya saja terjadi perdarahan
sedikit pada daerah sekitar genitalia (vagina)
3. Post natal
a. Kondisi bayi berupa BB lahir 3,5 kg PB 55 cm
b. Anak pada saat lahir tidak mengalami kecacatan (dalam
kondisi baik)
c. Klien pernah mengalami demam pada umur 18 bulan
diberikan obat oleh dokter obs gyn berupa imunisasi DPT
d. Riwayat kecelakaan tidak ada (-)
e. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan berbahaya tanpa
anjuran dokter dan menggunakan zat/subtansi kimia yang
berbahaya tidak ada (-)
43
f. Perkembangan anak dibanding saudara-saudaranya : anak
pertama
g. Alergi belum terlihat pada klien
h. Imunisasi belum lengkap
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Genogram
Keterangan: Ayah klien positif TB
III. Riwayat Imunisasi (imunisasi lengkap)
No Jenis
Immunisasi
Waktu
Pemberian Frekuensi
Reaksi
Setelah
Pemberian
1. BCG - - -
2. DPT 2 Bulan 3x
Pemberian Demam
3. Polio 2 Bulan 4x
Pemberian -
4. Campak 9 Bulan 1x
Pemberian -
5. Hepatitis Lupa Lupa Lupa
IV. Riwayat Tumbuh Kembang
A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan : BB Lahir 3,5 kg, BB masuk RS 12 kg BB sebelum
masuk RS 18 kg
2. Tinggi badan : PB 55 cm, TB masuk RS 110 cm
3. Waktu tumbuh gigi susu pada usia 5 bulan dengan jumlah gigi 3
buah.
44
B. Perkembangan Tiap tahap
Usia anak saat
1. Berguling : 6 bulan
2. Duduk : 8 bulan
3. Merangkak : 10 bulan
4. Berdiri : 12 bulan
5. Berjalan : 2 tahun
6. Senyum kepada orang lain pertama kali : lupa
7. Bicara pertama kali berusia 3 tahun dengan menyebutkan
ma....ma...ma....
8. Berpakaian tanpa bantuan : masih di bantu ibunya tetapi sebagian
saja dan perlu pengarahan
V. Riwayat Nutrisi
1. Pemberian ASI
a. Pertama kali disusui : ½ jam setelah lahir
b. Cara pemberian : Setiap kali menangis dan tanpa
menangis (merengek)
c. Lama pemberian : 10-20 menit
d. Diberikan pada usia : 0-6 bulan
2. Pemberian Susu Formula : Promise Gold
a. Alasan pemberian :Sebagai pendamping ASI dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi klien
b. Jumlah pemberian :Setiap saat
c. Cara pemberian :Susu di letakkan dalam botol sesuai
ukuran yang ingin di berikan ibu kepada klien
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian
0-6 Bulan
7-saat ini
ASI
Susu Formula
10-20 Menit
Setiap saat
45
VI. Riwayat Psikososial
a. Anak tinggal bersama kedua orang tuanya
b. Lingkungan berada di tepi kota
c. Rumah dekat dengan butik tempat bermain di ruang tengah dan
kamar klien terkadang anak dapat bermain di halaman rumah
dengan mengundang teman-temannya
d. Rumah tidak ada tangga yang dapat membahayakan anak
e. Hubungan antar anggota keluarga baik
f. Orang tua sebagai pengasuh anak
VII. Riwayat Spiritual
a. Support sistem dalam keluarga baik dan keluarga mampu
melaksanakan ibadah
b. Kegiatan keagamaan yang ikuti orangtua adalah tahlil
VIII. Reaksi Hospitalisasi
a. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
b. Ibu membawa anaknya ke RS karena cemas, khawatir dan panik
tentang keadaan anaknya yang batuk tidak kunjung sembuh
c. Dokter memberitahukan kondisi anaknya yang batuk tidak kunjung
sembuh tetapi orang tua masih resah dengan keadaan anaknya.
Hal ini di buktikan dengan ekspresi wajah orang tua dan pertanyaan
yang dilontarkan.
d. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap berupa tangisan
dan anak ingin keluar dari Rumah Sakit
e. Orang tua selalu menjaga anaknya secara bergantian antara ibu,
ayah dan saudara.
IX. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Selera makan
Baik terpenuhi dari
makanan yang terdiri
Menurun
46
dari nasi, lauk pauk
sayur selain itu juga
makanan ringan
(biskuit)
Klien mampu
menghabiskan
makanan hanya 3
sendok saja
dengan nasi,
sayur, lauk.
b. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jenis minuman
2. Frekuensi minum
3. Kebutuhan cairan
4. Cara pemenuhan
Susu Formula
Setiap saat
Tidak diketahui
Di letakkan dalam
botol
Tidak ada
Sering minum air
air putih, teh
Tergantung
Infuse dan oral
c. Eliminasi (BAB & BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Tempat
pembuangan
2. Frekuensi (waktu)
3. Konsistensi
4. Kesulitan
5. Obat pencahar
Closet / WC
BAK= sering, BAB=
2x sehari
BAK= cair, BAB=
lunak
Tidak ada
Tidak ada
Pispot
BAK= sering,
BAB= 1x sehari
BAK= cair, BAB=
lunak
Tidak ada
Tidak ada
47
d. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jam tidur
Siang
Malam
2. Pola tidur
3. Kebiasaan
sebelum tidur
4. Kesulitan tidur
11.00-13.30
21.00-06.30
Selalu tisur dalam
waktunya
Minum susu botol
Tidak ada
12.00-14.00
21.00-05.00
Tidak tidur pada
waktunya
Minum air putih,
teh terkadang
susu
Sering terbangun
mendengar
suara
e. Olah Raga
Tidak terkaji
f. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Mandi
- Cara
- Frekuensi
- Alat mandi
2. Cuci rambut
- Frekuensi
- Cara
3. Gunting kuku
- Frekuensi
Di bantu oleh
orangtua
2x sehari
Sabun, gosok gigi
2x seminggu
Di bantu oleh
orangtua
Setiap kali kuku
terlihat panjang
Di seka oleh
orangtua
1x sehari
Memakai air
hangat
Tidak pernah
Tidak perah
Tidak pernah
48
- Cara
4. Gosok gigi
- Frekuensi
- - Cara
Di kerjakan oleh orang
tua
3x sehari
Dapat melakukan
sendiri
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
g. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Tidak terkaji
h. Rekreasi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Perasaan saat
sekolah
2. Waktu luang
3. Perasaan setelah
rekreasi
4. Waktu senggang
klg
5. Kegiatan hari libur
Selalu senang
Lebih banyak di lakukan
untuk bermain bersama
teman-temannya
Senang
Orangtua selalu
meluankan waktunya
bersama dengan
anaknya
Nonton tv, main dengan
teman-temannya,
terkadang keluar
bersama orangtua
Lebih banyak
diam dan rewel
Lebih banyak di
lakukan bersama
orangtua di RS
Diam dan ingin
segera pulang ke
rumah
Sangat banyak
Tertidur di RS
dan nonton TV
serta main di
halaman RS
49
X. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Lemah
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda – tanda vital:
a. TD :110/80 mmHg
b. Nadi : 100x / menit
c. Suhu : 37,8 o C
d. Pernapasan : 28 x/ menit
4. Berat Badan : 18 kg
Berat Badan MRS : 16 kg
5. Tinggi Badan : 110 cm
6. Kepala
Inspeksi
Keadaan rambut & hygiene kepala bersih, warna rambut hitam
dengan penyebarannya secara merata.
Palpasi
Tidak ada benjolan pada kepala, tidak ada nyeri tekan dan tekstur
rambut halus
7. Muka
Inspeksi
Bentuk wajah bulat dengan ekspresi pada wajah yang
menyesuaikan dengan kondisi dan perasaan anak
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
8. Mata
Inspeksi
Palpebra tidak ada edema, scklera icterik, conjungtiva tidak anemis,
pupil isokor dan reflek cahaya posistif, bulu mata merata dan lentik,
penglihatan baik
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
50
9. Hidung & Sinus
Inspeksi
Bentuk hidung simetris,septum nasi berada di tengah, terdapat
cairan atau sekret
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
10. Telinga
Inspeksi
Bentuk telinga simetris, daun telinga bersih, lubang telinga terdapat
serumen, tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
11. Mulut
Inspeksi
Keadaan gigi bersih, tidaka ada karies gigi dan tidak menggunakan
gigi palsu, tidak ada peradangan pada gusi, tidak ada sianosis pada
bibir, mulut berbau, dan bibir kering, kemampuan bicara baik,
12. Tenggorokan
Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada gangguan menelan
13. Leher
Inspeksi
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
Palpasi
Tidak teraba kelenjar tiroid
14. Thorax dan pernapasan
Inspeksi
Bentuk dada normal chest, pergerakan paru-paru simetris, tidak
ada edema
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, vokal fremitus sama keras
51
Auskultasi
Suara napas vesikuler dan tidak ada suara napas tambahan
Perkusi
Sonor pada semua lapang paru
15. Jantung
Inpeksi
Tidak ada edema pada ujung kaki maupun jari-jari tangan
Palpasi
Nadi 100x/ menit
Perkusi
Suara terdengar redup, tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi
Terdengar tunggal pada S1 dan S2
16. Abdomen
Inspeksi
Bentuk perut flat, tidak ada luka, tidak ada edema
Palpasi
Tidak ada pembesaran hepar, tidak ada nyeri tekan
Auskultasi
Bising usus 10x/ menit
Perkusi
Terdengar suara tympani
17. Genitalia dan Anus
Tidak terkaji
18. Ekstremitas
Ekstremitas atas
Tonus otot kanan baik sedangkan pada bagian kiri melemah karena
terpasang infuse, tidak ada pergerakan abnormal, reflek pada
tangan kanan kiri baik, dapat merasakan sentuhan.
Ekstremitas bawah
Tonus otot pada kaki baik dengan kekuatan otot 5,5, anak mampu
berjalan dengan baik, tidak ada nyeri tekan pada kaki.
52
19. Status Neurologi.
Fungsi serebral
a. Status mental : Orientasi masih tergantung orang tua
b. Bicara : Dapat berbicara dengan baik
c. Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4 motorik
(bergerak mengikuti perintah) = 6, verbal (bicara normal) = 5
Fungsi kranial
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari
Nervus I – Nervus XII.
Fungsi motorik
Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh orang tua
Fungsi sensorik
Suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan terganggu)
Fungsi cerebellum
Koordinasi, keseimbangan kesan normal
Refleks
Bisep, trisep, patela terkesan normal.
XI. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan (0 – 6 Tahun )
Dengan menggunakan DDST
1. Motorik kasar
Klien mampu mencuci dan mengeringkan tangannya sendiri,
memakai pakaian sendiri
2. Motorik halus
Klien mampu menjawab pertanyaan sederhana
3. Bahasa
Klien mampu mengerti lawan kata seperti panas-dingin, tinggi-
rendah, bercerita pengalamannya
4. Personal social
Klien mampu menyebutkan nama temannya, bermain bersama
teman lainnya, melompat-lompat
53
XII. Test Diagnostik
a. Laboratorium
Jenis Hasil Normal
HB
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
GDS
Ureum
Creatinin
Asam urat
Protein total
Albumin
BTA
Ph
PCO2
PO2
HCO3
BE
SO2
5,7 g/ dL
2,03 uL
7400 uL
230.000 uL
67 mg/ dL
31 mg/ dL
1,1 mg/ dL
8,5 mg/ dL
7,6 mg/ dL
2,2 mg/ dL
Positif
7,5
37
156
29,0
5,7
99%
13-17 g/ dL
4,20-5,40 uL
5.000-10.000 uL
150.000-450.000
uL
110-160 mg/ dL
10-50 mg/ dL
0,6-1,1 mg/ dL
2,4-7,0 mg/ dL
6,6-8,3 mg/ dL
3,7-5,3 mg/ dL
Negatif
54
b. Foto Rotgen terlihat penumpukan secret pada paru
XIII. Terapi saat ini (ditulis dengan rinci)
55
ANALISA DATA
Nama Pasien : An. M
Umur : 5 Tahun
No. Register : 121231
No. Tgl/Jam Data Penunjang Masalah Kemukinan
Penyebab
1.
2.
17/3/2017
17/3/2017
Subjektif
Ibu klien selalu
menanyakan tentang
penyakit anaknya.
Objektif
Orang tua tidak
mengetahui tentang
penyakit dan
pengobatan.
Orang tua tidak
dapat mematuhi
regimen terapi.
Subjektif
Tidak ada
Objektif
Suhu = 37,8°C
RR = 28x/menit
HB = 5,7 g/dl
Eritrosit = 2,03 uL
BTA (+)
Ketidakpatuhan
terhadap program
pengobatan
Resiko infeksi
Penyakit (TB)
Penekanan proses
inflamasi
56
3.
4.
17/3/2017
17/3/2017
Subjektif
Ibu klien mengatakan
batuk anak tidak
kunjung sembuh
Objektif
Keadaan umum:
Lemah
TD :110/80 mmHg
Nadi : 100x / menit
Suhu : 37,8 o C
RR : 28 x/menit
Batuk
mengeluarkan
dahak (sudah ≥ 3
minggu)
Terdengar suara
mengi
Subjektif
Ibu klien mengatakan
anak tidak nafsu
makan, mual, dan
muntah
Objektif
Klien mampu
menghabiskan
makanan hanya 3
sendok saja
TD : 110/80 mmHg
Nadi: 100x/ menit
Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Penumpukan sekret
yang berlebihan
Penurunan nafsu
makan
57
Suhu: 37,8°C
RR: 28X/menit
BB sebelum sakit
18 kg
BB sesudah sakit;
12 kg
Turgor kulit lemah
Akral dingin
58
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Pasien : An. M
Umur : 5 Tahun
No. Register : 121231
No. Tgl
Muncul Diagnosa Keperawatan
Tgl
Teratasi T.T
1.
2.
3.
4.
17/3/2017
17/3/2017
17/3/2017
17/3/2017
Resiko infeksi berhubungan
dengan penekanan proses
inflamasi
Ketidakpatuhan terhadap
program pengobatan
berhubungan dengan penyakit
(TB)
Ketidakbersihan jalan napas
Berhubungan dengan
penumoukan sekret yang
berlebihan
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan penurunan
nafsu makan
59
INTERVENSI
Nama Pasien : An. M
No. Register : 121231
Umur : 5 Tahun
Dx Medis : TB
No Diagnosa
Keperawatan
Perencanaan
Tujuan – KH Intervensi Rasional
1.
Resiko infeksi
berhubungan
dengan penekanan
proses inflamasi
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2x24 jam
pasien tidak
mengalami infeksi
dengan kriteria
hasil:
Klien bebas dari
tanda dan
gejala infeksi
Menunjukkan
Kemampuan
untuk
mencegah
timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit
dalam batas
normal
1. Monitor tanda
dan gejala
infeksi sistemik
dan lokal
2. Monitor suhu
3. Kaji tindakan
kontrol infeksi
sementra misal
pemakaian
masker
4. Berikan
edukasi
tentang
pentingnya
tidak
1. Salah satu tanda
infeksi yang
muncul adalah
kalor
2. Peningkatan suhu
yang terjadi
merupakan tanda
inflamsi pada
suatu penyakit
3. Dapat membantu
menurunkan
terisolasi pasien
dan membuang
stigma sosial
sehubungan
dengan penyakit
menular
4. Periode singkat
berakhir 2-3 hari
setelah
kemoterapi awal,
tetapi pada
60
2.
Ketidakpatuhan
terhadap program
pengobatan
berhubungan
dengan penyakit
(TB)
Menunjukkan
perilaku hidup
sehat
Status imun,
gastrointestinal,
genitourinaria
dalam batas
normal
Setelah dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan
selama 2x24 jam
diharapkan pada
anak tercapai
kepatuhan dalam
melakukan
pengobatan
dengan kriteria
hasil:
Klien
mengugkapkan
perasaan yang
berhubungan
dengan
menghentikan
terapi obat
5. Kolaborasi
dengan
pemberian
antiinfeksi
sesuai
kebutuhan
1. Monitor
orangtua klien
dalam
memberikan
obat
2. Jelaskan
kebutuhan
untuk mematuhi
diet rendah
natrium dan
pembatasan
cairan sesuai
program.
3. Jelaskan kerja
obat yang
diprogramkan,
adanya rongga
atau penyakit luas
sedang, risiko
penyebaran
infeksi dapat
berlanjut sampai 3
bulan
5. Kombinasi agen
antiinfeksi yang
dugunakan. Inh
biasanya obat
pilihan obat
pilihan tambah 1
dan obat
sekunder.
1. Pemberian
regimen yang
teratur dapat
diawasi dengan
PMO
2. Kebutuhan nutrisi
dan cairan yang di
perlukan oleh
tubuh
meningkatan daya
imun anak
3. Digitalis
meningkatkan isi
sekuncup jantung,
61
mematuhi
regimen terapi
yang
diharuskan.
Mengidentifikasi
sumber
pendukung
untuk membantu
kepatuhan.
Mengungkapkan
potensial
komplikasi dari
kepatuhan.
yang secara
khas mencakup
preparat
digitalis,
vasodilator dan
diuretik
4. Ajarkan orang
tua klien untuk
menimbang
berat badannya
sendiri setiap
hari
5. Jelaskan
kebutuhan anak
untuk
meningkatkan
aktivitas secara
bertahap
yang menurunkan
kongesti dan
tekanan diastolik.
Deuretik
menurunkan
reabsorsi
alektrolit, terutama
natrium, sehingga
meningkatkan
kehilangan cairan.
Vasodilator
menurunkan
preload dan
afterload,
sehingga
memperbaiki
kinerja jantung.
4. Penurunan berat
badan merupakan
saah satu tanda
gejala TB
5. Aktivitas berupa
terapi bermain
merupakan
indikasi yang
dapat digunakan
pada pasien anak
yang mengalami
hospitalisasi
62
3.
Ketidak efektifan
bersihan jalan
napas
berhubungan
dengan
penumpukan sekret
yang berlebihan
Setelah dilakukan
tindakan asuhan
selama 2x24 jam
keperawatan
diharapkan pada
anak tercapai
bersihan jalan
nafas normal
dengan kriteria
hasil:
1. Anak akan tidak
mengalami
aspirasi.
2. Menunjukkan
batuk yang
efektif dan
peningkatan
pertukaran
udara dalam
paru-paru.
1. Kaji fungsi
pernapasan
2. Lakukan
fisioterapi dada
atau postural
drainase
3. Posisi untuk
mencegah
aspirasi. Bantu
anak dalam
posisi semi
atau fowler
tinggi.
4. Jelaskan pada
pasien dan
keluarga
1. Ronki, mengi
menunjukkan
adanya
akumulasi sekret
atau
ketidakmampuan
untuk
membersihkan
jalan napas yang
dapat
menimbulkan
penggunaan otot
aksesori
pernapasan dan
peningkatan
kerja
pernapasan.
2. Dapat dilakukan
jika anak tidak
mampu
mengeluarkan
sekret sendiri
3. Posisi membantu
memaksimalkan
ekspansi paru
dan menurunkan
upaya
pernapasan.
4. Penggunaan O2
membantu dalam
63
4.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
berhubungan
dengan penurunan
nafsu makan
Setelah dilakukan
tindakan asuhan
keperawatn
diharapkan anak
menunjukkan pola
nutrisi yang
adekuat dengan
Kriteria hasil :
BB normal
IMT normal
Intake dan
Output seimbang
tentang
penggunaan
peralatan : O2
5. Bersihkan
sekret dari
mulut dan
trakea suction
sesuai dengan
indikasi.
1. Kaji adanya
alergi makanan
2. Pastikan pola
diet anak,
makanan yang
disukai/tidak
disuka
3. Informasikan
pada klien dan
keluarga
tentang
manfaat
nutrisi
relaksasi otot
pernapasan.
5. Mencegah
pengeringan
membran
mukosa dan
membantu
pengenceran
sekret.
1. Alergi makanan
yang ditimbulkan
menandakan
sebuah
hambatan dalam
proses
pemenuhan
nutrisi
2. Membantu dalam
mengidentifikasi
kebutuhan atau
kekuatan khusus
3. Nutrisi yang
seimbang dapat
mengoptimalkan
tumbuh kembang
yang terjadi pada
anak
64
4. Berikan
perawatan
mulut sebelum
dan sesudah
tindakan
pernapasan
5. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menenukan
komposisi diet
4. Menurunkan
rasa tidak enak
karena sisa
sekret atau obat
untuk
pengobatan
respirasi yang
merangsang
pusat muntah
5. Memberikan
bantuan dalam
perencanaan diet
dengan nutrisi
adekuat untuk
kebutuhan
metabolik dan
diet
65
CATATAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : An. M
Umur : 5 Tahun
No. Register : 121231
No. Tgl. No.Dx
Kep. Jam
Tindakan
Keperawatan Evaluasi T.T
1.
17/3/2017
I
08.00
10.00
10.20
12.00
13.30
1. Memonitor tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor suhu
3. Kaji tindakan
kontrol infeksi
sementra misal
pemakaian
masker
4. Berikan edukasi
tentang
pentingnya tidak
menghentikan
terapi obat
5. Kolaborasi
dengan
pemberian
antiinfeksi sesuai
kebutuhan
1. Suhu = 37,8°C
2. Klien kooperatif
dalam melakukan
tindakan
3. Klien kooperatif
dalam mengikuti
regimen yang
dianjurkan
4. Klien dan orangtua
klien kooperatif dan
dapat melakukan
regimen yang telah
di tetapkan
5. Klien kooperatif
dalam pemberian
obat
66
2. 17/3/2017 II 08.00
10.00
10.20
12.00
13.30
1. Monitor orangtua
klien dalam
memberikan obat
2. Jelaskan
kebutuhan untuk
mematuhi diet
rendah natrium
dan pembatasan
cairan sesuai
program.
3. Jelaskan kerja
obat yang
diprogramkan,
yang secara khas
mencakup
preparat digitalis,
vasodilator dan
diuretik.
4. Ajarkan orang tua
klien untuk
menimbang berat
badannya sendiri
setiap hari
5. Jelaskan
kebutuhan anak
untuk
meningkatkan
aktivitas secara
bertahap
1. Klien kooperatif
2. Klien kooperatif
3. Klien kooperatif
4. Klien kooperatif
dalam segala
tindakan yang
dilakukan oleh
perawat
5. Klien kooperatif
dalam regimen yang
telah di tetapkan
oleh dokter
67
No. Tgl. No.Dx
Kep. Jam
Tindakan
Keperawatan Evaluasi T.T
3.
17/3/2017
III
08.00
10.00
10.20
12.00
13.30
1. Mengkaji fungsi
pernapasan
2. Melakukan
fisioterapi dada
atau postural
drainase
3. Memberikan posisi
untuk mencegah
aspirasi. Bantu
anak dalam posisi
semi atau fowler
tinggi.
4. Menjelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
penggunaan
peralatan : O2
5. Membersihkan
sekret dari mulut
dan trakea suction.
1. RR = 28x/ menit
2. Klien dapat
mengeluarkan
sekret dengan
bantuan orangtua
3. Klien kooperatif
dalam mengikuti
regimen yang
dianjurkan
4. Klien dan orangtua
maupun keluarga
klien kooperatif
5. Klien kooperatif
dalam pemberian
obat
68
4. 17/3/2017 IV 08.00
10.00
10.20
12.00
13.30
1. Mengkaji adanya
alergi makanan
2. Memastikan pola
diet anak,
makanan yang
disukai/tidak
disuka
3. Menginformasikan
pada klien dan
keluarga tentang
manfaat nutrisi
4. Memberikan
perawatan mulut
sebelum dan
sesudah tindakan
pernapasan
5. Melakukan
kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menenukan
komposisi diet
1. Klien tidak
menunjukkan
adanya alergi
2. Klien mampu makan
sesuai keinginan
dan dalam kondisi
hangat
3. Klien dan orangtua
kooperatif dalam
melakukan regimen
yag telah di
anjurkan.
4. Klien kooperatif
dalam segala
tindakan yang
dilakukan oleh
perawat dan
orangtua
5. Klien kooperatif
dalam regimen yang
telah di tetapkan
oleh dokter
69
PEMBAHASAN
Berdasarkan konsep teori dan asuhan keperawatan dapat kami
analisa beberapa aspek yang dapat menjadi pedoman pokok untuk
menentukan suatu masalah keperawatan yang meliputi:
Keluhan utama yang menjadi dasar pokok adalah alergi, kebiasaan, dan
imunisasi, pola nutrisi metabolik meliputi anoreksia, mual, tidak enak di
perut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub
kutan, sulit dan sakit menelan.
Tanda dan gejala meliputi
Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau
reaksi BCG sangat cepat. Misalnya bengkak hanya seminggu setelah
diimunisasi BCG. Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
BB anak turun tanpa sebab yang jelas atau kenaikan bb setiap bulan
berkurang.
Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi
≥ 3 minggu. Ini terkadang tersamar alergi. Kalau tidak ada alergi dan
tidak ada penyebab lain.
Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa
ditandai sebagai kemungkinan gejala TBC.
Mata merah bukan karena sakit mata tapi di sudut mata ada
kemerahan yang khas.
Keluar dahak bercampur darah
Mengalami nyeri dada dan sesak napas
Batuk berdahak terus menerus 2 minggu atau lebih
Berkeringat di malam hari meskipun tanpa melakukan kegiatan.
Lesu atau malaise
Diare persisten atau menetap (≥ 2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan dasar diare
70
1. Pengkajian
Didalam data pengkajian hal terpenting untuk menganalisa suatu
penyakit TB dapat di lihat dari beberapa faktor.
a. Faktor imunisasi yang pernah dilakukan atau belum dilakukan
(khususnya imunisasi BCG)
b. Riwayat kesehatan keluarga (melihat dari genogram apakah ada
yang menderita TB)
c. Riwayat kontak dengan penderita TBC
h. Dari data demografi dapat di lihat dari pekerjaaan orang tua, usia
anak, kondisi rumah, faktor lingkungan (ventilasi lingkungan kurang
sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah
yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak, pola
sosialisasi anak.
d. Daya tahan tubuh menurun
2. Diagnosa
Berdasarkan data-data dapat di tarik sebuah diagnosa prioritas pada
kasus TB anak dengan melihat konsep teori dan asuhan keperawatan.
Diagnosa yang di maksud meliputi.
1. Resiko infeksi berhubungan dengan penekanan proses inflamasi
2. Ketidakpatuhan terhadap program pengobatan berhubungan
dengan penyakit (TB)
3. Ketidakbersihan jalan napas berhubungan dengan penumoukan
sekret yang berlebihan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan nafsu makan
3. Intervensi
Intervensi yang dapat di lakukan berdasarkan analisa data dan
diagnosa dapat di tarik sebuah diagnosa prioritas yang menujukkan
keadaan dan kondisi dari suatu penyakit TB. Salah satu dari diagnosa
tersebut adalah resiko infeksi berhubungan dengan penekanan
71
proses inflamasi. Penyebarannya melalui udara dengan terhirupnya
nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari
sesorang yang terinfeksi.
Intervensi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor suhu
3. Kaji tindakan kontrol infeksi sementra misal pemakaian masker
4. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tissu
dan menghindari meludah
5. Berikan edukasi tentang pentingnya tidak menghentikan terapi obat
6. Kolaborasi dengan pemberian antiinfeksi sesuai kebutuhan
seperti INH, etambutol, dan rifampisin.
7. Monitor orangtua klien dalam memberikan obat
8. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea suction sesuai dengan
indikasi.
9. Berikan nebulizer (bronkodilator) pada anak
4. Implementasi
Tindakan keperawatan yang telah di rencanakan dan di berikan
sesuai kebutuhan klien (tindakan terencana). Terlampir.
5. Evaluasi
Evaluasi yang didapatkan dari melakukan asuhan keperawatan pada
pasien tuberculosis adalah hasil yang di peroleh dari asuhan
keperawatan pada anak dengan penyakit tuberculosis adalah
tindakan keperawaan yang di berikan pada klien dapat berjalan sesuai
regimen yang telah di tetapkan. seperti contoh klien koopertif dalam
menerima tindakan keperawatan (pemberian bronkodilator).
72
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penyakit TBC pada bayi dan anak disebut juga TBC primer dan suatu
penyakit sistemik. Penyakit TB anak adalah penyakit TB yang terjadi pada
anak usia 0-14 tahun. Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit TB pada orang dewasa berbeda dengan penyakit TB pada anak-
anak. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak
langsung dengan mikroskop atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC
anak sangat sulit, karena tidak mengeluarkan kuman pada dahaknya dan
gejalanya sedikit.
Penanganan yang dapat dilakukan pada TB anak adalah dengan
pemberian antibiotik. Antibiotik yang paling sering digunakan adalah
isoniazid, rifampicin, pirazimid, streptomisin, dan etambutol.
adapun pencegahan yang dapat di lakukan adalah pemberian vaksin
BCG untuk mencegah infeksi oleh mikobakterium tuberculosa, tutup mulut
ketika batuk maupun bersin dengan sapu tangan dan sebagainya.
5.2 Saran
Setelah membaca makalah ini harapan penulis terhadap pembaca
dapat menjadikan makalah ini sebagai sumber ilmu yang baru dan mampu
mempelajari, memahami, dan menerapkan dalam asuhan keperawatan
anak nantinya serta mampu mengaplikasikannya dalam dunia kerja.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kami selaku penulis
menginginkan adanya sebuah kritikan yang membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
73
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi
3. Jakarta: EGC
Herdman T, Heather. 2015. Nanda Internasional Inc. Nursing Diagnoses:
Definition & Classification 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC
Ngatsiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Pudiastuti Ratna Dewi. 2011. Waspadai Penyakit Pada Anak. Jakarta: PT
Indeks Permata Puri Media
Speer Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik
Dengan Clinical Pathways Edisi 3. Jakarta: EGC
Yoga Tjandra Aditama. 2013. Petunjuk Teknik Manajemen TB Anak.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI