1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Permasalahan
Konsumsi merupakan kegiatan yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia.
Manusia dalam hidupnya akan selalu melakukan kegiatan konsumsi. Konsumsi
dipandang sebagai proses objektivikasi, yaitu proses ekternalisasi dan internalisasi
lewat objek-objek sebagai medianya, dalam hal ini terjadi proses menciptakan nilai-
nilai melalui objek-objek, dan kemudian memberikan pengakuan serta menerima
nilai-nilai ini (Piliang,2003:144). Dilihat melalui sudut pandang linguistik, konsumsi
dipandang sebagai sebuah proses untuk menggunakan tanda-tanda yang terkandung
dalam objek, demi menandai relasi sosial. Maksud dari hal ini adalah objek dapat
menentukan status, prestise, dan simbol-simbol sosial tertentu bagi para pemakainya.
Konsumsi juga dipandang sebagai suatu fenomena bawah sadar (unconscious) yang
masuk dalam kawasan psikoanalisis. Konsumsi adalah suatu proses reproduksi hasrat
(desire) (Piliang, 2003:144).
Konsumsi dalam Piliang (2003:144) dianggap sebagai suatu sistem diferensiasi,
yaitu sistem pembentukan perbedaan-perbedaan status, simbol, dan prestise sosial.
konsumsi menandai kedatangan masyarakat konsumer. Manusia pada dasarnya selalu
ingin melakukan upaya differing atau pembedaan diri, yang dilakukan untuk
2
menunjukkan identitas diri manusia yang berbeda. Dengan adanya perbedaan maka
subjek akan lebih merasa percaya diri, hal ini dikarenakan manusia pada dasarnya
tidak unik, tak tergantikan dan mutlak, tapi agak rapuh (Porter, 2006:92). Pada era
konsumsi seperti saat ini objek-objek konsumsi dipandang sebagai sebuah ekspresi
diri atau ekternalisasi para konsumer. Konsumsi dianggap mampu memuaskan
individu dalam upaya menunjukkan identitas diri yang sesungguhnya. Namun,
konsumsi yang terjadi sebagai upaya menunjukkan identitas diri kini dilakukan secara
berlebihan hal ini disebut dengan konsumserisme. Masyarakat kini hidup di dalam
satu bentuk relasi subjek dan objek yang baru, yaitu relasi konsumerisme.
Konsumerisme menurut Richard John Neuhaus dalam Santoso (2006:6-7)
didefinisikan sebagai “konsumerisme adalah menghabiskan hidup karena benda-
benda yang dikonsumsi. Konsumerisme hidup ketika diri seseorang diukur dari “apa
yang dimiliki” daripada menjadi apa” (Santoso, 2006:6-7).
Konsumerisme telah menjadi kultur konsumsi yang tidak disadari. Masyarakat
telah sedemikian rupa terbungkus oleh konsumerisme dalam rangka memenuhi
keinginan-keinginan yang tak terbatas dengan kemampuan yang terbatas.
Konsumerisme meresapi kehidupan manusia yang pada dasarnya tidak cukup diri dan
selanjutnya hanya menjadikan pengikut-pengikut budaya konsumen (Soedjatmiko,
2008:8-9).
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat kini
membuat konsumerisme semakin berkembang maju. Alasan utamanya adalah karena
3
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi semakin memberikan kemudahan
dan keefektifan bagi manusia untuk mengkonsumsi barang-barang, tanda atau citraan.
Pengkonsumsian menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang kini sedang
berkembang adalah pengkonsumsian melalui media sosial. Pengkonsumsian melalui
media sosial bukan hanya pembelian online melalui media sosial, tetapi juga
pembelian di luar seperti mall dan toko yang keinginan untuk mengkonsumsi
disebabkan oleh media sosial.
Kemudahan media sosial membuat para produsen produk tertentu mulai
menggunakan media sosial sebagai upaya memaksimalkan keuntungan, misalnya
melakukan iklan produk melalui media sosial. Selain sebagai sarana pertukaran
informasi, saat ini media sosial telah menjadi sebuah alat bagi manusia untuk
mengkonsumsi dan menunjukkan identitas diri. Media sosial dengan segala
kemudahan yang dimilikinya telah menjadi sebuah peluang bisnis untuk memasarkan
suatu produk.
Kemajuan pesat yang dialami media sosial juga mulai merambah ke Indonesia.
Menurut Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam website
resmi Kominkominfo pada 7 November 2013 mengungkapkan bahwa pengguna
internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. 95 persen dari 63 juta orang
menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi
Internasional Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Selamatta Sembiring
dalam website resmi Kemenkominfo juga turut mengatakan, situs jejaring sosial yang
4
paling banyak diakses adalah Facebook dan Twitter. Indonesia menempati peringkat
4 pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India. Situs lain yang juga
sering diakses adalah Path, Line, Instagram, KakaoTalk dan Linkedlin. Indonesia
bahkan menempati urutan pertama daftar pengguna Path dan KakaoTalk terbanyak di
dunia, yaitu sebanyak 4 juta pengguna aktif Path dan 13 juta pengguna aktif
KakaoTalk.
Hasil survei dari Upright Decision, sebuah perusahaan analisis data kuantitatif,
yang telah melakukan analisis saintifik untuk mengeksplorasi penggunaan media
sosial, terutama pembelian yang dikarenakan penggunaan media sosial di Indonesia.
Analisis dilakukan berdasarkan data hasil survei terhadap responden yang tinggal di
Indonesia. Ada 344 responden yang diolah datanya, 337 diantaranya menyatakan
sebagai pengguna media sosial. Rata-rata responden mengaku membeli karena media
sosial, terutama Facebook yang sangat populer di Indonesia. Hampir semua respon-
den pengguna media sosial menemukan produk yang sesuai dengan keperluan dan
kebutuhan di media sosial, dan hampir sepertiga diantaranya melakukan pembelian
karena media sosial. Presentase responden yang melakukan pembelian adalah
berbeda antara satu media sosial dengan media sosial lainnya. Walaupun Facebook
merupakan media yang paling populer, namun rata-rata nilai pembelian tiap-tiap
kategori produk lebih didominasi oleh Kaskus, seperti: books, electronic devices, food
beverages, dan professional services. Facebook dalam survei ini lebih banyak
mendominasi pada pembelian fashion product.
5
Penggunaan media sosial semula menjadi “perpanjangan” manusia yang hendak
mengetahui informasi atau hendak mengkonsumsi sesuatu dalam bentuk feedback
informasi ataupun berita. Kini penggunaan media sosial justru menjadi kegiatan
mengkonsumsi itu sendiri. Kegiatan mengkonsumsi itu sendiri tak lepas dari peran
produsen produk-produk tertentu ataupun teman sesama pengguna media sosial.
Masyarakat pun secara tidak sadar kini semakin terseret dalam arus konsumersime
gaya baru ini demi mendapatkan sebuah pembedaan atau keunikan tersendiri. Tingkat
konsumerisme melalui media sosial tidak hanya dinilai dengan besarnya
pembelanjaan melalui media sosial, tetapi pembelian di tempat lain yang dipengaruhi
media sosial.
Penggunaan media sosial berubah menjadi sebuah kebutuhan bagi manusia yang
tak cukup diri. Seseorang menggunakan media sosial tidak lagi hanya untuk
memenuhi kebutuhan dasariah atas pencarian informasi atau berita, melainkan terkait
dengan identitas. Manusia menggunakan media sosial tidak hanya untuk mencari
informasi dan berbagi info atau hanya sekedar mencari teman saja, akan tetapi media
sosial telah menjadi sebuah sarana untuk mengeksiskan diri sendiri, dengan
berbelanja sesuka hati atau memamerkan barang mahal miliknya di akun jejaring
sosial. Seseorang akan merasa lebih baik bila mampu membeli barang-barang tertentu
yang pernah ditampilkan dalam media sosial ataupun memajang foto barang-barang
mahal miliknya dalam akun media sosial. Jati diri manusia terukur dari
6
kemampuannya memperoleh sesuatu. Media sosial kini telah menjadi komoditi
konsumsi bagi masyarakat modern.
Konsumerisme media sosial kini berkembang menjadi suatu gaya hidup yang
sudah seharusnya dianut oleh masyarakat kontemporer, terutama masyarakat di
Indonesia yang notabene sangat terbuka pada perkembangan teknologi informasi.
Tindakan konsumerisme ini merupakan bagian dari kehidupan ekonomi yang sudah
melekat pada diri masyarakat. Tak pelak, konsumerisme pun seringkali dianggap
sebagai agama baru pada akhir abad dua puluh ini (Soejatmiko, 2008:8). Pengkiblatan
terhadap konsumerisme dikarenakan telah banyak masyarakat yang sudah terlibat dan
tidak mudah keluar darinya. Penggunaan media sosial dianggap telah menjadi bagian
dari kehidupan sehari-hari dan telah menjadi sebuah komoditas yang tidak bisa
ditinggalkan. Penggunaan media sosial mampu membuat individu untuk melakukan
sebuah tindakan konsumerisme. Konsumerisme pengguna media sosial tidak bisa
dilepaskan dari hasrat individu sebagai pemicu utama. Manusia selalu menghasratkan
sesuatu, yang terus berubah dan tak pernah sama.
Salah satu tokoh yang pemikirannya dapat digunakan untuk menganalisis
konsumerisme media sosial adalah Gilles Deleuze. Deluze adalah salah satu tokoh
yang berpandangan bahwasanya hasrat dalam diri manusia adalah revolusioner dan
bebas (Hartono, 2007:75). Hasrat manusia memiliki pertautan antara yang satu
dengan yang lainnya yang disebut dengan machinic fashion (Porter, 2006:90). Piliang
dalam bukunya Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna
7
menafsirkan pemikiran Deleuze akan hasrat, menurutnya hasrat atau hawa nafsu tidak
akan pernah terpenuhi, oleh karena itu selalu diproduksi dalam bentuk yang lebih
tinggi yang disebut mesin hasrat (desiring machine) (Piliang, 2003:150).
Penelitian skripsi ini akan meneliti hasrat konsumeris dalam masyarakat
pengguna media sosial dianalisis dengan konsep hasrat Gilles Deleuze. Alasan
penulis memilih untuk meneliti hasrat konsumeris dalam masyarakat pengguna media
sosial karena saat ini budaya konsumtif tengah merebak di kalangan masyarakat
Indonesia. Hasrat untuk melakukan konsumerisme atau tindakan konsumsi secara
berlebihan, tidak bisa dipisahkan dari media sosial sebagai alat perkembangannya.
Melalui penelitian ini, penulis akan melihat bagaimana hasrat untuk terus
mengkonsumsi yang muncul pada masyarakat Indonesia yang notabene
menggunakan media sosial, lalu mencari tahu penyebabnya dengan menganalisis dari
satu sisi yaitu konsep hasrat Gilles Deleuze.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada latar belakang, penulis
merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
a. Apakah yang dimaksud dengan hasrat menurut pandangan Gilles Deleuze?
Serta apakah ada hal lain yang berperan dalam proses hasrat?
b. Apa akar munculnya tindakan untuk terus mengkonsumsi secara berlebihan
dalam masyarakat pengguna media sosial? Serta bagaimana hasrat untuk
8
selalu mengkonsumsi yang muncul dalam masyarakat pengguna media sosial
di Indonesia?
c. Bagaimana konsumerisme dalam masyarakat pengguna media sosial di
Indonesia jika ditinjau menurut konsep hasrat Gillez Deleuze? Apakah hasrat
berperan penting dalam tindakan konsumerisme yang dilakukan pengguna
media sosial di Indonesia?
3. Keaslian Penelitian
Penelitian dengan tema konsumerisme memang sudah banyak dilakukan antara
lain:
a. Arifin, Mohammad, 2006, Skripsi: Konstruktivisme Chaotic Telaah Filsafat
Gilles Deleuze dan Felix Guattari, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah
Mada. Skripsi ini mengangkat filsafat Deleuze dan Guattari sebagai objek
formal dan objek materialnnya membahas tentang kontruktivisme chaotic.
b. Aulia, Septiani, 2011, Skripsi: Hasrat Dalam Masyarakat Konsumeris
Ditinjau Dari Perspektif Gilles Deleuze : Studi Kasus Atas Film Confession of
A Shopaholic, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini
mengangkat hasrat dalam perfektif Gilles Deleuze sebagai objek formal dan
masyarakat konsumeris dalam film Confession of a Shopaholic sebagai objek
material.
9
c. Johana, Susanti, 2006, Skripsi: Refleksi Filosofis : Konsep Fenomenal Waktu
Luang Sebagai Pencipta Gaya Hidup Konsumerisme, Fakultas Filsafat,
Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini menggunakan konsep waktu luang
sebagai objek formal dalam mengkaji gaya hidup konsumerisme sebagai
objek material.
d. Permana, Aditya, 2009, Skripsi: Konsep Alienasi Dalam Masyarakat
Konsumer Menurut Jean Baudrillard, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah
Mada. Skripsi ini menggunakan konsep Jean Baudrillard dalam mengkaji
alienasi masyarakat konsumer sebagai objek material.
Seperti yang telah disebutkan di atas meskipun konsumerisme sudah banyak
diangkat sebagai objek penelitian, namun setiap peneliti atau penulis mempunyai
sudut pandang berbeda-beda dalam meneliti konsumerisme tersebut. Penelitian ini
akan memfokuskan pada hasrat konsumerisme yang muncul pada masyarakat
pengguna media sosial. Sejauh penelusuran penulis sampai saat ini, penulis belum
menemukan penelitian yang meneliti konsumerisme pengguna media sosial di
Indonesia ditinjau dari konsep hasrat Gilles Deleuze. Oleh karena itu penelitian ini
dapat dipertanggung jawabkan keasliannya.
10
4. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan dan mampu menjadi alat
pembelajaran untuk selalu bisa berfikir secara sistematis dan filosofis dalam
mengkaji suatu permasalahan, khususnya permasalahan mengenai besarnya
peran hasrat dalam konsumerisme pengguna media sosial di Indonesia.
Harapannya penelitian ini dapat menemukan inti permasalahan yang
kemudian dapat menyumbangkan suatu pemikiran baru.
b. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan wacana dan gambaran baru
yang lebih mendalam mengenai peran hasrat dalam tindakan konsumerisme
pengguna media sosial di Indonesia. Hasrat yang dimaksudkan dalam hal ini
adalah hasrat dalam pandangan Gilles Deleuze.
c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu membawa contoh bagi masyarakat agar
masyarakat saat ini tidak hanya menjadi masyarakat yang konsumeris yang
hanya mengutamakan kepuasan diri yang dilingkupi hasrat dalam melakukan
suatu tindakan konsumtif.
11
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan yang ditemukan dalam
rumusan masalah, yaitu:
1. Memaparkan secara rinci dan jelas mengenai konsep hasrat menurut Gilles
Deleuze.
2. Menjelaskan dan merinci latar belakang dan proses terbentuknya hasrat
konsumerisme masyarakat yang menggunakan media sosial terutama di
Indonesia.
3. Menganalisis dan merumuskan apakah hasrat memang berperan penting
dalam konsumerisme yang terjadi pada masyarakat Indonesia yang
menggunakan media sosial, yang dimaksudkan dengan hasrat dalam hal ini
adalah hasrat menurut perspektif Gilles Deleuze.
C. Tinjauan Pustaka
Pemaknaan konsumerisme dalam skripsi Septiana Aulia (2011:11) yang berjudul
Hasrat Dalam Masyarakat Konsumeris Ditinjau Dari Perspektif Gilles Deleuze :
Studi Kasus Atas Film Confession of A Shopaholic, menunjukkan bahwa selama ini
konsumerisme selalu dianggap sebagai „anak‟ dari kapitalisme. Hal ini mungkin saja
benar adanya, tetapi bila ditilik lebih jauh, konsumerisme memiliki sesuatu yang
12
lebih spesifik daripada itu. Konsumerisme merupakan suatu bentuk aktivitas
konsumer yang dilakukan oleh individu maupun masyarakat yang dilakukan secara
berlebihan tanpa lagi melihat kegunaan barang atau jasa yang telah dibeli.
Begitu pula dengan pemaknaan konsumerisme dalam skripsi Susanti Johana
(2006:7) Refleksi Filosofis : Konsep fenomenal Waktu Luang Sebagai Pencipta Gaya
Hidup Konsumerisme. Konsumerisme merubah kebutuhan hidup yang pada awalnya
hanya „konsumsi seperlunya‟ menjadi „konsumsi mengada‟. Hal ini karena manusia
sebagai individu merasa bahwa berbelanja merupakan sebuah kebutuhan bagi mereka
yang tak cukup diri. Konsumerisme menghasilkan suatu pola pikir, yang mana
menghasilkan pemikiran bahwasanya ketika seseorang berbelanja suatu barang atau
jasa, bukan hanya diperuntukkan sebagai sebuah sarana pemenuhan kebutuhan
melainkan hanya untuk memberikan kepuasan. Baudrillard dalam Johana (2006:9)
mengatakan budaya konsumerisme bukanlah suatu lalu lintas kebudayaan benda
semata, melainkan berubah menjadi “panggung sosial” ketika makna-makna sosial
diperebutkan. Perspektif ini beranggapan bahwa memiliki sebuah objek (benda)
tertentu adalah suatu media untuk mengekspresikan status sosial. Kini manusia
modern mengekspersikannya dengan memiliki mobil mewah, rumah mewah, gaya
bicara, gaya hidup, dan seterusnya.
Miles dalam Johana (2006:9) menyatakan bahwa konsumerisme telah menjadi
kultur konsumsi yang tidak datang secara sadar. Manusia telah sedimikian rupa
“terbungkus” oleh konsumerisme dalam rangka memenuhi keinginan-keinginan yang
13
tak terbatas dengan kemampuan yang terbatas. Konsumerisme meresapi kehidupan
manusia yang pada dasarnya tidak cukup diri dan selanjutnya hanya menjadikan
pengikut-pengikut budaya konsumen.
Skripsi yang ditulis oleh Aditya Permana (2009:2-11) berjudul Konsep Alienasi
Dalam Masyarakat Konsumer Menurut Jean Baudrillard, menjabarkan bahwa
konsumerisme menciptakan masyarakat yang memiliki nilai-nilai berlimpah melalui
barang-barang konsumer dan menjadikan konsumsi sebagai tolak ukur kehidupan.
Adanya demikian menjadikan hubungan sosial antara masyarakat diartikan sebagai
objek-objek konsumsi yang didasari oleh konsumsi.
Raymond J.de Souza dalam Santoso (2006:4) mendefinisikan konsumerisme
sebagai:
Cara hidup yang manusia, paling tidak di dalam praktiknya, membuat barang-
barang menjadi objek dari keinginan hati mereka, yaitu membuat benda-benda
tersebut menjadi sumber dari identitas mereka dan tujuan yang akan dicapai
dalam hidup mereka (Santoso, 2006:4).
Konsumerisme dalam penggunaan media sosial dianggap sebagai gaya hidup
modern yang perlu untuk dilakukan, meski harus bersusah payah mendapatkannya.
Berusaha menunjukkan identitas dan prestise merupakan alasannya. Banyak
masyarakat yang kini sangat ketergantungan dengan media sosial dikarenakan
intensitas komunikasi melalui media sosial kini lebih tinggi dibanding intensitas
komunikasi secara langsung, utamanya bagi yang terhambat oleh masalah jarak dan
waktu. Penggunaan media sosial sebagai sarana menunjukkan identitas diri pada
14
akhirnya dapat mengarahkan manusia menuju suatu aktifitas yang buruk seperti
konsumerisme.
D. Landasan Teori
Deleuze memiliki pandangan bahwasanya ada unsur dalam diri manusia yang
membuat manusia selalu berubah dan bergerak mencari secara terus menerus, hal
inilah yang disebut dengan hasrat. Hasrat memiliki sebuah unsur bebas bergerak atau
revolusioner yang disebut dengan skizofrenik (Alfathri Adlin dalam Deleuze,
2004:xxvi). Hasrat pada masa sebelum Deleuze dianggap sebagai sesuatu hal yang
tidak lebih penting dari rasio. Hasrat dianggap sebagai suatu esensi yang liar dan
patut untuk dijinakkan dalam suatu norma-norma dan aturan-aturan yang telah
ditetapkan oleh rezim-rezim penjinakkan hasrat (Hartono, 2007:9-11).
Deluze justru lebih memandang hasrat sebagai sesuatu hal yang positif dan
produktif yang sangat berperan penting dalam kehidupan manusia (Alfathri Adlin
dalam Deleuze, 2004:xxvii-xxviii). Hasrat dalam pandangan Deleuze dianalogikan
sebagai sebuah mesin, karena hasrat layaknya mesin-mesin yang terus bergerak.
Hasrat memproduksi sebuah aliran hasrat. Aliran hasrat ini pada akhirnya akan
bergerak layaknya mesin, yang perputarannya saling terkait dan bersinggungan
dengan aliran hasrat lain secara kontinual. Deluze pernah mengemukakan dalam
Anti-Oedipus:
15
Machines being driven by other machines, with all the necessary coupling and
connections. An organ-machine is plugged into an energy sourced machine:
the one produces a flow that the other interrupts (Deleuze, 2004:1).
Mesin mengemudikan mesin yang lainnya, mesin digerakkan oleh mesin
lainnya, dengan semua penggandengan dan hubungan-hubungan yang
diperlukan. Mesin organ terhubungan dengan sumber energi mesin; yang satu
menghasilkan aliran untuk menginterupsi yang lainnya (Deleuze, 2004:1).
Istilah hasrat selalu muncul dalam pembahasan mengenai individu atau subjek
diri pribadi. Hasrat hadir ketika subjek ingin melakukan differing atau pembedaan diri
(Aulia, 2011:33). Subjek selalu ingin melakukan pembedaan diri agar tidak merasa
rapuh. Subjek pada dasarnya menginginkan suatu pembedaan dari yang lainnya.
Hasrat dalam kaitannya dengan subjek selalu memproduksi suatu hal yang baru, yang
bisa memuaskan keinginan subjek (Hartono, 2007:117). Hasrat dianggap mampu
menutupi kekurangan dalam diri individu. Oleh karena itu, aliran hasrat subjek selalu
bergerak dari satu kode ke kode lainya untuk mendapatkan suatu kepuasan. Hal ini
biasa disebut dengan tindakan menginterupsi dan diinterupsi.
Kegiatan pembedaan diri yang dilakukan oleh subjek berusaha dipenuhi melalui
pembelian hasil-hasil produksi. Subjek pada akhirnya menjadi sangat tergantung
dengan barang-barang material, untuk memenuhi rasa kurang yang ada dalam diri.
Pada akhirnya terbentuk diri subjek yang memenuhi rasa kurangnya dengan
melakukan pembelanjaan secara berlebihan, biasa disebut dengan konsumerisme.
Tindakan konsumerisme secara tidak langsung membuat arus skizofrenik hasrat
semakin bebas bergerak. Konsumerisme memungkinkan aliran hasrat untuk bebas
dan revolusioner (Zepp, 2011:-). Aliran hasrat yang bergerak bebas akan
memungkinkan hadirnya sebuah keadaan manusia mampu terbebas dari penjara
16
norma-norma, aturan, dan berbagai rezim penjinakkan hasrat. Keadaan ini disebut
dengan skizofrenia, keadaan ketika manusia bebas dan bisa menjadi apa saja tanpa
terikat oleh aturan tertentu.
Secara garis besar, landasan teeori yang digunakan bagi penelitian ini adalah
adanya hasrat pada diri individu atau subjek pribadi yang menginginkan adanya suatu
identitas diri yang berbeda dari individu lain. Pembedaan itu bisa didapat ketika
hasrat saling bertautan dan berkoneksi dengan hasrat yang lain. Hasrat disini dinilai
mampu melakukan perubahan-perubahan terhadap subjek.
E. Metode Penelitian
1. Bahan dan Materi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan metode penelitian
kualitatif filosofis. Sumber atau materi penelitiannya diperoleh melalui penelusuran
pustaka. Bahan dan materi dalam penelitian ini diperoleh dari buku, jurnal, artikel
maupun hasil penelitian yang tentunya berkaitan tema penelitian. Pustaka-pustaka
yang ada akan digunakan sebagai acuan, kemudian akan diklasifikasikan menjadi dua
yakni pustaka primer dan pustaka sekunder.
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan
konsumerisme. Selain itu buku-buku yang terkait dengan konsep hasrat Gilles
17
Deleuze juga akan penulis gunakan untuk keperluan analisis. Data primer tersebut
antara lain:
1. Deleuze, Gilles dan Felix Guattari, 2004, Anti Oedipus : Capitalism and
Schizophrenia, Continuum International Publishing Group: New York.
2. Deleuze, Gilles, 2011, Key Concepts, Second Edition, Ed. Charles J.
Stivale, Acumen Publishing Limited: Durham.
3. Santoso, Benny. 2006, Bebas Dari Konsumerisme, Penerbit Andi:
Yogyakarta.
4. Soedjatmiko, Haryanto, 2008, Saya Berbelanja Maka Saya Ada: Ketika
Konsumsi dan Desain Menjadi Gaya Hidup Konsumeris, Jalasutra:
Yogyakarta.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah refensi-refensi yang berasal dari
internet serta berbagai tulisan, data statistik, artikel, jurnal atau makalah, baik
yang terkait dengan konsumerisme pengguna media sosial maupun penelitian
yang terkait dengan konsep hasrat Gillez Deleuze. Tulisan-tulisan tersebut penulis
gunakan sebagai bahan pelengkap dan data-data tambahan dalam penelitian. Data
sekunder tersebut antara lain:
1. Lubiyana, Khalida, -, Eksposur Media Massa Televisi dan Internet
Sebagai Stimulant Perilaku Konsumsi, Departemen Sosiologi Universitas
Airlangga, Surabaya.
18
2. Nurist, Surayya, 2010, Posmodernisme dan Budaya Konsumen, Ilmu
Komunikasi Universitas Diponegoro: Semarang.
3. -----, 2012, Profil Pengguna Internet Indonesia 2012, Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia,
http://www.apjii.or.id/v2/upload/Laporan/Profil Internet Indonesia 2012
(INDONESIA).pdf
4. Wijaya, Edy, 2011, Survei Penggunaan Media Sosial Di Indonesia,
Bussines Review,
http://www.uprightdecision.com/phocadownload/Indonesia/UprightDecisi
on_Analisis_Penggunaan_Media_Sosial_di_Indonesia.pdf
2. Jalan Penelitian
Adapun jalannya penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Mengumpulkan data kepustakaan, yaitu pencarian literatur yang berkaitan
dengan tema penelitian.
b. Pengolahan data, yaitu, mengelompokkan data menurut keperluan, dan
kemudian melakukan analisis terhadap data yang terkumpul.
c. Penyusunan hasil penelitian, yaitu membuat laporan penelitian berdasarkan
data yang telah diperoleh melalui kedua tahap sebelumnya.
19
3. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini mengacu pada buku karangan Anton Bakker
dan Ahmad Charis Zubair (1994), dengan menggunakan metode sebagai berikut:
a. Deskripsi: yaitu memberikan gambaran mengenai hasrat konsumeris
penggunaan media sosial di Indonesia dan konsep hasrat Gilles Deleuze
seobjektif mungkin. Tujuannya adalah memperoleh gambaran yang jelas
mengenai topik penelitian.
b. Analisis: yaitu usaha menganalisa konsumerisme pada pengguna media sosial
di Indonesia dan konsep hasrat Gilles Deleuze untuk mendapatkan suatu
pemahaman yang sifatnya mendalam.
c. Interpretasi: yaitu usaha menangkap, serta memahami isi atau makna dari data
yang telah ditemukan yaitu mengenai konsumerisme masyarakat pengguna
media sosial di Indonesia dan konsep hasrat Gilles Deleuze kemudian
menguraikan makna dari data-data yang ada secara objektif.
d. Kohern Intern: yaitu usaha mecari keterkaitan antara objek materi dengan
objek formal yakni, konsumerisme pengguna media sosial di Indonesia
dengan perfektif Gilles Deleuze.
e. Refleksi: yaitu upaya merefleksikan secara kritis mengenai konsumerisme
pengguna media sosial di Indonesia yang ditinjau dari sudut pandang Gilles
Deleuze yang sesuai dengan pemahaman penulis berdasarkan data yang telah
20
diuraikan secara lengkap, kemudian menguraikan pandangan khas penulis
untuk menghasilkan pandangan baru.
F. Hasil yang Sudah Dicapai
1. Mengungkap pemahaman mengenai hasrat konsumeris pengguna media sosial
di Indonesia.
2. Mengungkap penyebab serta alasan munculnya hasrat konsumeris pengguna
media sosial dari satu sisi analisis yaitu konsep hasrat Gilles Deleuze.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini akan disusun ke dalam lima bab, yaitu:
Bab pertama berisi tentang latar belakang dilakukannya penelitian ini, rumusan
masalah yang hendak dijawab, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
landasan teori, metode yang akan digunakan, serta hasil yang sudah dicapai dalam
melakukan penelitian. Metode dalam penelitian terbagi atas bahan dan materi
penelitian, jalan penelitian serta analisis data.
Bab kedua terdiri atas 4 bagian. Bagian pertama, berisi tentang riwayat hidup
serta karya-karya Gilles Deleuze, yang banyak mengulas mengenai profil serta latar
belakang kehidupan Gilles Deleuze. Bagian kedua, berisi tentang konsep skizofrenia
21
dan awal mula munculnya hasrat. Bagian ketiga, berisi tentang konsep hasrat dalam
kapitalisme. Bagian keempat, berisi tentang hasrat dalam perspektif Gilles Deleuze.
Bab ketiga berisi tentang uraian mengenai konsumerisme. Bab ketiga ini terbagi
atas 2 sub judul. Pertama, adalah konsumerisme yang banyak membahas tentang
pengertian konsumerisme, teori-teori dasar konsumsi, bentuk-bentuk konsumsi yang
mendukung konsumerisme, serta konsumerisme sebagai gaya hidup. Bagian kedua,
pembahasan mengenai masyarakat konsumerisme yang membahas mengenai cirri-ciri
masyarkat kosnumeris, muculnya konsumerisme pada pengguna media sosial, serta
konsuemrisme pada pengguna media sosial di Indonesia.
Bab keempat merupakan uraian tentang penggunaan media sosial dalam
kehidupan keseharian pengguna media sosial sehingga muncul konsumerisme dalam
pengguna media sosial di Indonesia dan adanya hasrat konsumeris dalam masyarakat
pengguna media sosial di Indonesia menurut konsep hasrat Gilles Deleuze.
Bab kelima terdiri atas kesimpulan yang berisikan jawaban atas rumusan masalah.
Selain itu bab kelima juga berisi saran yang merupakan tanggapan dari penulis untuk
kemajuan penelitian yang serupa ke depannya.