BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu proses pengembangan diri dan
kepribadian seseorang yang seharusnya dilaksanakan secara sadar dan
penuh tanggung jawab. Dengan pendidikan diharapkan mampu
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan berwawasan yang
membentuk peradaban manusia yang bermartabat. Hal tersebut sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 BAB II Pasal 3 yang
berisi: 1
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.”
Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, maka sudah tentu harus
diimbangi dengan lulusan yang bermutu dan berkualitas. Upaya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan membenahi keseluruhan
proses belajar mengajar sehingga terjadi interaksi antara komponen
pendidikan, antara lain siswa, guru, dan tujuan pendidikan.
Dalam kegiatan belajar, berlangsung dan keberhasilannya ditentukan
oleh beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling
mempengaruhi dalam proses belajar. Faktor internal meliputi faktor
fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis yaitu yang berhubungan denga
kondisi fisik seseorang dan faktor psikologis yaitu kecerdasan siswa,
motivasi, minat, sikap dan bakat. Sedangkan faktor eksternal meliputi
1 Departemen Pendidikan Nasioal, Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : CV. Tamita Utama, 2004), Cet. Ke-1, hal.7
1
2
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, keadaan
sosial ekonomi, dan sebagainya.
Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan (intelektif) yang relatif
tinggi cenderung lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan
seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan yang relatif rendah. Namun
demikian, faktor kecerdasan bukanlah satu-satunya faktor yang
menentukan prestasi yang akan dicapai siswa. Faktor non intelektif
diantaranya adalah motivasi. Motivasi adalah salah satu faktor yang yang
mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa, yang mendorong siswa
ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli mendefinisikan motivasi
sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan
arah, dan menjaga prilaku setiap saat. 2 Motivasi merupakan faktor yang
sangat penting dalam proses belajar guna mencapai prestasi yang
diharapkan. Ini dikarenakan motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan
daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar
yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan
arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek
belajar itu dapat tercapai.3
Setiap orang memiliki tujuan, harapan dan cita-cita dalam
mewujudkan prestasi. Antara individu yang satu dengan yang lainnya
belum tentu mempunyai harapan atau cita-cita yang sama. Prestasi tersebut
berkaitan erat dengan motivasi. Salah satu faktor yang berperan dalam
mewujudkan cita-cita adalah motivasi berprestasi.
Berprestasi adalah idaman setiap individu, baik itu prestasi dalam
bidang pekerjaan, pendidikan, sosial, seni, politik, budaya dan lain-lain.
Dengan adanya prestasi yang pernah diraih oleh seseorang akan
menumbuhkan suatu semangat baru untuk menjalankan aktivitas.4 Prestasi
2 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta : Ar-
Ruzz Media, 2008), hal. 19-27 3 Sardiman. A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rajawali Pers,
2009), hal. 75 4 Ifdil Dahlani, Motivasi Berprestasi, (http://konselingindonesia.com. 2005), hal.1
3
yang pernah dicapai menjadi kebanggaan untuk diri sendiri dan
menimbulkan rasa percaya diri. Semangat baru tersebut menumbuhkan
motivasi dalam belajar. Jadi, motivasi dan belajar memiliki keterkaitan,
karena motivasi untuk belajar menyebabkan siswa rajin belajar.
Sebaliknya jika siswa tidak memiiki motivasi untuk belajar maka dia akan
cepat bosan.
Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk berhasil dalam
melakukan suatu tugas atau pekerjaan, dorongan untuk memperoleh
kesempurnaan. Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
cenderung untuk berusaha menyelesaikan tugasnya dengan tuntas, tanpa
menunda-nunda pekerjaannya. Penyelesaian tugas semacam itu bukanlah
karena dorongan dari luar, tapi upaya pribadi.5
Banyak siswa yang kurang memiliki motivasi berprestasi, siswa
cenderung mudah bosan dan menyerah ketika menghadapi tugas yang
banyak dan sulit siswa merasa beban yang dipikul sendiri sangat berat.
Sehingga siswa cenderung malas dan menunda-nunda untuk mengerjakan
tugasnya karena merasa tidak mampu dan tidak percaya diri untuk
mengerjakan tugas tersebut. Seharusnya seorang guru berupaya menolong
mereka dalam kesulitan tersebut. Pembelajaran yang baik adalah proses
pembelajaran yang membuat siswa aktif sehingga ada interaksi antara
siswa dengan guru maupun dengan siswa lainnya di dalam kelas. Diskusi,
pengelompokan, presentasi, penugasan atau latihan adalah cara belajar
yang menjadikan siswa menjadi aktif. Semua hal tersebut sudah tercakup
dalam tahap-tahap metode investigasi kelompok.
Untuk itu, agar para siswa lebih termotivasi dalam mempelajari
biologi, guru seharusnya menggunakan metode pembelajaran biologi yang
tepat yang melibatkan siswa aktif. Salah satu metode pembelajaran
kooperatif yang dapat melibatkan siswa aktif adalah metode investigasi
kelompok. Metode yang dimaksud adalah metode yang dilaksanakan di
5 Hamzah B.Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008),
hal. 30
4
sebuah kelas biasa yang perencanaanya disesuaikan agar siswa bekerja di
dalam beberapa kelompok dengan menggunakan penemuan secara
kooperatif, diskusi kelompok, merencanakan, dan mempersiapkan tugas
akhir kemudian mempresentasikan penemuan mereka kepada seluruh
kelas.
Dalam penelitian ini, penulis memilih materi sistem peredaran darah
pada manusia yang diajarkan di kelas XI semester I. Materi tersebut
dianggap cukup rumit oleh siswa, sehingga dapat berpengaruh terhadap
kegiatan dan prestasi belajar siswa. Maka dari itu, penerapan pembelajaran
kooperatif metode investigasi kelompok sesuai dengan materi tersebut
karena menuntut siswa menggali pengetahuannya sendiri secara
berkelompok dan mempresentasikan hasilnya kepada seluruh kelas
sehingga menumbuhkan percaya diri dan memotivasi mereka untuk
berprestasi.
Dengan diterapkannya metode investigasi kelompok, diharapkan
dapat menimbulkan suasana belajar yang menyenangkan dan dapat
memotivasi siswa dalam meningkatkan prestasi belajar biologi. Dengan
memperhatikan latar belakang masalah tersebut, perlu diterapkan dan
diteliti apakah terdapat perbedaan motivasi berprestasi siswa antara kelas
eksperimen (metode investigasi kelompok) dengan kelas kontrol (metode
ekspositori) pada pelajaran Biologi.
B. Identifikasi Masalah
Dengan demikian identifikasi masalah dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Kurang optimalnya kondisi fisiologis (fisik) siswa yang dapat
menghambat proses belajar.
2. Kurang optimalnya kondisi psikologis siswa yang dapat mengurangi
bahkan menghilangkan motivasi siswa untuk berprestasi pada
pelajaran biologi.
5
3. Rendahnya semangat siswa dalam menghadapi tugas-tugas sekolah
yang berat, sehingga mereka mudah bosan dan malas.
4. Kondisi/lingkungan sekolah yang kurang menyenangkan siswa,
dalam hal ini adalah metode guru dalam menyampaikan bahan
ajar/materi biologi.
5. Kurang optimalnya kondisi psikologis siswa, seperti rendahnya
motivasi berprestasi untuk menyelesaikan tugas-tugas biologi yang
sulit.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar permasalahan tidak meluas, maka dalam penyusunan skripsi ini
penulis membatasi permasalahan pada:
1. Penggunaan metode investigasi kelompok dalam menyampaikan
bahan ajar/materi biologi.
2. Motivasi yang dimaksud difokuskan pada motivasi berprestasi.
3. Pembelajaran Biologi dibatasi pada konsep sistem peredaran darah
manusia.
Sesuai pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimanakah analisis perbandingan motivasi berprestasi siswa
antara kelas eksperimen (metode investigasi kelompok) dengan kelas
kontrol (metode ekspositori) pada pelajaran Biologi?”
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis perbandingan
motivasi berprestasi siswa antara kelas eksperimen (metode investigasi
kelompok) dengan kelas kontrol (metode ekspositori) pada pelajaran
Biologi.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti adalah sebagai pengaplikasian ilmu yang diperoleh
selama perkuliahan.
6
2. Bagi dunia pendidikan adalah dapat dijadikan acuan dan masukan
untuk seluruh pihak yang terlibat dalam proses belajar mengajar,
guru mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, serta dapat
memberikan wacana dan bidang kajian bagi berbagai kalangan dalam
mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih baik.
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritis
1. Hakekat Belajar dan Pembelajaran Biologi
a. Belajar Biologi
Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, yang menghasilkan
perubahan-perubahan, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu
bersifat secara relatif konstan dan berbekas.1 Menurut Gagne,
belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama-sama dengan
isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga
perbuatannya (performance) berubah dari waktu sebelum ia
mengalamai situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.2
Dari kutipan tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungan dan dimanifestasikan dalam keseluruhan tingkah
laku dan perbuatan.
Menurut Muhibin Syah, belajar pada dasarnya adalah tahapan
perubahan seluruh tingkah laku siswa yang relatif menetap sebagai
hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif .3
Belajar menurut Morris L. Bigge adalah perubahan yang menetap
dalam diri seseorang yang tidak dapat diwariskan secara genetis.
Selanjutnya Morris menyatakan bahwa perubahan itu terjadi pada
pemahaman (insight), prilaku, persepsi, motivasi, atau campuran
1 W.S. Winkel. SJ. Psikologi Pengajaran, (Jakarta : PT. Grasindo, 1996), hal. 53 2 Abdul Rahman Shaleh & Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam
Perspektif Islam, (Jakarta : Kencana, 2004), hal. 210 3 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya, 2008), hal. 92
7
8
dari semuanya secara sistematis sebagai akibat pengalaman dalam
situasi-situasi tertentu.4
Dari kutipan tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang relatif lama
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya untuk memperoleh
pengetahuan melalui latihan atau pengalaman sehingga
menghasilkan suatu tingkah laku yang berbeda antara sebelum dan
sesudah melakukan belajar.
Sedangkan biologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
seluk beluk makhluk hidup (ilmu hayat). Biologi merupakan wahana
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai
serta tanggung jawab sebagai seorang warga negara yakni
bertanggung jawab kepada lingkungan, masyarakat, bangsa dan
negara yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami
tentang alam secara sistematis, sehingga biologi bukan hanya
diharapkan pada penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
faktor, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja. Tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan jati diri.
Pengajaran Biologi sebenarnya identik dengan pengajaran
IPA menurut Herlen, pengajar IPA dapat diarahkan untuk
mengembangkan sikap ilmiah (scientific attitude) seperti : sikap
ingin tahu (curiosity), kebiasaan, mencari bukti sebelum menerima
pernyataan (respect or evidence), sikap luwes, dan terbuka dengan
gagasan ilmiah (flexibility), merenung atau kebiasaan bertanya
secara kritis (critical reflection) dan sikap peka terhadap makhluk
4 Ismail. SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Jakarta :
RaSail Media Group, 2008), hal. 9
9
hidup dan makhluk sekitar (sensitivy to lifely things and
environment).5
Sofyan menegaskan bahwa IPA mempelajari gejala alam
melalui proses tertentu. Proses itu misalnya melakukan pengamatan
dan eksperimen. Dengan menggunakan proses IPA itu ilmuan
memperoleh penemuan-penemuan berupa fakta, konsep, dan teori.
Penemuan-penemuan inilah yang disebut produk IPA, sedangkan
langkah-langkah yang ditempuh ilmuan disebut keterampilan proses
IPA. Mengacu pada pengertian hakekat IPA tersebut, maka Nuryani
dan Sri Redjeki menegaskan proses pembelajaran biologi bukan
hanya memahami konsep-konsep biologi semata, melainkan juga
mengajak siswa berfikir melalui biologi sebagai keterampilan proses
IPA, sehingga pemahaman siswa terhadap hakekat IPA menjadi
utuh, baik IPA sebagai proses maupun sebagai produk.6
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
biologi adalah suatu usaha untuk mengadakan perubahan di dalam
diri seseorang yang mencakup perubahan tingkah laku yang terjadi
sebagai hasil latihan atau pengalaman untuk menguasai hal-hal yang
terkait dengan aspek-aspek biologi.
b. Mengajar Biologi
Mengajar diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem
lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang
dipengaruhi oleh berbagai komponen (tujuan pembelajaran, materi,
siswa, kegiatan, dan sarana prasarana).7 Nasution berpendapat
bahwa mengajar adalah “…suatu aktivitas mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya
dengan anak, sehingga terjadi proses belajar”. Lingkungan dalam
5 Heri Ahmad Safari, Peran Pembelajaran IPA dalam membentuk Sikap Positif Terhadap L ingkungan. (http//:www.diknas.go.id. 2007), hal. 6
6 Ahmad Sofyan, Perilaku Belajar Biologi Siswa MAN, Didaktida Aslamika, Jumal Pendidikan, Keislaman, dan Kebudayaan,. Vol. IV. No. 1, Juni 2003. hal. 66
7 Sardiman. A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar... hal. 25
10
pengertian ini tidak hanya di ruang kelas (ruang belajar) tetapi juga
meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium dan
sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa.8 Mengajar
adalah proses membimbing pengalaman belajar, pengalaman itu
sendiri hanya mungkin diperoeh bila murid itu dengan keaktifan
sendiri bereaksi terhadap lingkungannya.9
Jadi dapat disimpulkan, mengajar biologi adalah suatu usaha
bagaimana mengatur lingkungan dan adanya interaksi peserta didik
dengan lingkungannya sehingga tercipta tradisi belajar biologi yang
baik. Dalam pengajaran biologi, guru yang mengajar biologi
seharusnya dapat mengajar dengan sikap yang baik, yaitu sikap yang
dapat menarik minat siswa dan memotivasi siswa untuk mau belajar
biologi dan selanjutnya dapat memotivasi mereka dalam berprestasi
pada pelajaran biologi. Hal ini sangat penting karena sehubungan
dengan sedikitnya minat siswa terhadap pelajaran biologi.
Tujuan pembelajaran pada hakikatnya adalah diperolehnya
perubahan tingkah laku individu. Perubahan tersebut merupakan
akibat perbuatan belajar. Ciri-ciri tingkah laku yang diperoleh dari
hasil belajar adalah:10
1) Terbentuknya tingkah laku baru berupa kemampuan aktual
dan potensial.
2) Kemampuan baru tersebut berlaku dalam waktu relatif lama.
3) Kemampuan baru tersebut diperoleh melalui usaha.
Pendidik biologi adalah orang yang menggunakan biologi
sebagai wahana untuk mengembangkan kecerdasan, kemampuan,
keterampilan serta membentuk kepribadian peserta didik. Jadi
seorang pendidik biologi (guru/pengajar) perlu sekali memahami
secara cukup biologi yang akan digunakannya sebagai wahana
pengembangan peserta didik. Dalam pengajaran biologi, strategi dan
8 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru… hal. 182 9 Ismail. SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM… hal. 28 10 Ismail. SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM… hal. 17
11
metode mengajar menjadi salah satu kunci pokok untuk
keberhasilan suatu pengajaran dalam mencapai tujuan. Guru perlu
menguasai dan menggunakan strategi dan metode mengajar biologi
yang paling tepat untuk topik yang akan disampaikan.
c. Strategi Belajar Mengajar
Strategi yang berarti “Rencana yang cermat mengenai
kegiatan untuk mencapai sasaran khusus” adalah tindakan guru
dalam melaksanakan rencana pembelajaran. Artinya, usaha guru
dalam menggunakan beberapa variabel pembelajaran (tujuan, bahan,
metode, dan alat, serta evaluasi). Dengan kata lain strategi mengajar
adalah taktik yang digunakan dalam melaksanakan/praktek
mengajar di kelas. Nilai guna yang didapatkan bagi guru adalah agar
tercapainya tujuan melalui kegiatan terprogram.11 Secara umum,
strategi adalah garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha
mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan
belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum
kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar
mengajair untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.12 Jadi,
strategi belajar mengajar adalah suatu kegiatan belajar yang
dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
Dalam pembelajaran biologi, guru hendaknya dapat memilih
strategi pengajaran secara efektif. Salah satunya dengan
menggunakan metode dan teknik yang banyak melibatkan siswa
aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial. Prinsip
belajar aktif inilah yang diharapkan dapat menimbulkan sasaran
pembelajaran biologi yang kreatif dan kritis. Hal itu mungkin dapat
11 Armai Arief, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002),,
hal. 91 12 Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT.
Rineka Cipta, 2006), hal. 5
12
kita capai dengan pendekatan, penemuan, pemecahan masalah atau
penyelidikan untuk pokok bahasan/sub pokok bahasan tertentu.
Salah satu metode yang menerapkan atau menggunakan pendekatan-
pendekatan tersebut adalah metode investigasi kelompok.
2. Motivasi Berprestasi
a. Pengertian Motivasi Berprestasi
Membahas mengenai motivasi berprestasi tentu tidak lepas
dari kata motif. Motif dalam bahasa Inggris adalah motive yang
berasal dari kata motion yang berarti gerak atau dorongan. Motif
adalah keadaan di dalam orang yang mendorongnya untuk
melakukan aktivitas atau penggerak tingkah laku ke arah suatu
tujuan dengan didasari adanya suatu kebutuhan.
Motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong
individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai
suatu tujuan. Jadi motif bukanlah hal yang dapat diamati, tetapi
adalah hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu yang
dapat kita saksikan. Tiap aktivitas yang dilakukan seseorang itu
didorong oleh sesuatu kekuatan dari dalam diri orang itu, kekuatan
pendorong inilah yang kita sebut motif. 13
Prestasi menurut Murray adalah melaksanakan tugas atau
pekerjaan yang sulit, menguasai, memanipulasi atau mengorganisasi
objek-objek fiskal, manusia atau ide-ide untuk melaksanakan hal-
hal tersebut secepat mungkin dan semandiri mungkin sesuai kondisi
yang berlaku. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak
lain.14
Konsep motivasi berprestasi pertama kali menggunakan
istilah “N-Ach” atau Need for Achievement” dan dipopulerkan oleh
13 Agus Hari Utomo, Perbedaan Motivasi Berprestasi antara Siswa yang Menjadi
Pengurus Osis dengan Siswa yang Bukan Pengurus OSIS di SMU YPE (Semarang : Yayasan Pendidikan Ekonomi, 2005), hal. 7
14 Ifdil Dahlani, Motivasi Berprestasi... hal. 1
13
McClelland. Konsep ini bertolak dari suatu asumsi bahwa “N-AcH”
merupakan semacam kekuatan psikologis yang mendorong setiap
individu sehingga membuat aktif dan dinamis untuk mengejar
kemajuan. Motivasi berprestasi menurut Heckhausen adalah batasan
motivasi berprestasi sebagai usaha keras untuk meningkatkan atau
kecakapan diri setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan
menggunakan standar keunggulan sebagai pembanding.
Standar keunggulan dapat berupa tingkat tingkat
kesempurnaan hasil pelaksanaan tugas (berkaitan dengan tugas),
perbandingan dengan prestasi sendiri sebelumnya (berkaitan dengan
diri sendiri), dan perbandingan dengan prestasi orang lain.
Kemampuan yang dimiliki seseorang dalam berbagai aktivitas
merupakan standar keunggulan yang dapat gagal atau berhasil. Ada
tiga bentuk standar keunggulan/keberhasilan menurut Heckhausen,
yaitu :
1. Keberhasilan dalam menyelesaikan tugas.
2. Keberhasilan yang dibandingkan dengan keberhasilan
sebelumnya.
3. Keberhasilan yang dicapai dibandingkan dengan keberhasilan
yang diraih orang lain.15
Menurut McClelland dan Atkinson bahwa ”Achievement
motivation should be characterized by high hopes of success rather
than by fear of failure” artinya karakteristik motivasi berprestasi
ditandai dengan tingginya harapan untuk mencapai keberhasilan dari
pada rasa takut mengalami kegagalan. Selanjutnya dinyatakan
McClelland bahwa ”motivasi berprestasi merupakan kecenderungan
seseorang dalam mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku
untuk mencapai suatu standar prestasi”. Pencapaian standar prestasi
digunakan oleh siswa untuk menilai kegiatan yang pernah
15 Agus Hari Utomo, Perbedaan Motivasi Berprestasi antara Siswa yang Menjadi
Pengurus Osis dengan Siswa yang Bukan Pengurus OSIS di SMU YPE... hal. 10-11
14
dilakukan. Siswa yang menginginkan prestasi yang baik akan
menilai apakah kegiatan yang dilakukannya telah sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan.16
Dengan demikian dapat ditarik pengertian umum, bahwa
motivasi berprestasi selalu berkaitan dengan upaya memenuhi atau
melampaui suatu standar yang menyangkut prestasi sendiri maupun
prestasi orang lain. Dalam hubungannya dengan prestasi diri, orang
akan berusaha menyelesaikan tugas dengan sebaik dan secepat
mungkin serta berusaha meningkatkan prestasi yang pernah dicapai
sebelumnya. Dalam hubungannya dengan prestasi orang lain, orang
berusaha untuk menampilkan hasil kerja yang lebih baik
dibandingkan hasil kerja orang lain.
Ahli lain yakni Gellerman menyatakan bahwa orang yang
mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan sangat senang kalau ia
berhasil memenangkan suatu persaingan. Ia berani menanggung
segala resiko sebagai konsekwensi dari usahanya untuk mencapai
tujuan. Sedangkan motivasi berprestasi menurut Tapiardi adalah
sebagai suatu cara berfikir tertentu apabila terjadi pada diri
seseorang cenderung membuat orang itu bertingkah laku secara giat
untuk meraih suatu hasil atau prestasi.17
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa dengan adanya
motivasi berprestasi dalam diri individu akan menumbuhkan jiwa
kompetisi yang sehat, akan menumbuhkan individu-individu yang
bertanggung jawab dan dengan motivasi berprestasi yang tinggi juga
akan membentuk individu menjadi pribadi yang kreatif.
Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk berhasil dalam
melakukan suatu tugas atau pekerjaan, dorongan untuk memperoleh
kesempurnaan. Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
cenderung untuk berusaha menyelesaikan tugasnya dengan tuntas,
16 Ifdil Dahlani, Motivasi Berprestasi... hal. 1 17 Ifdil Dahlani, Motivasi Berprestasi... hal. 2
15
tanpa menunda-nunda pekerjaannya. Penyelesaian tugas semacam
itu bukanlah karena dorongan dari luar, tapi upaya pribadi.18
Keberhasilan yang dia dapat adalah benar-benar berdasarkan
kesadaran diri atas tanggungjawabnya akan tugas-tugas yang harus
dikerjakan, bukan karena lingkungan. Sehingga seseorang yang
memiliki motivasi berprestasi tingggi keetika mengalami kegagalan
maka dia tidak larut dalam kekecewaannya justru hal tersebut akan
dijadikan cambuk untuk lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan
seseorang yang memperoleh keberhasilan karena dia takut gagal,
ketika mengalami kegagalan maka dia akan terlarut dalam
kekecewaan karena dalam dirinya tertanam rasa takut, malu, takut
dihina, bahkan takut mendapat hukuman. Jadi usaha tersebut tidak
secara tulus datang dari dalam individu tersebut.
Dengan demikian hakikat motivasi berprestasi adalah usaha
seseorang untuk mengarahkan perilakunya atau bertindak dengan
menggunakan segenap kemampuan fisik dan psikis untuk mencapai
keinginan atau kebutuhan berprestasi, maju dan sukses dari
sebelumnya.19
b. Teori Motivasi Berprestasi
1) Teori Kebutuhan Maslow
Abraham Maslow adalah seorang psikologi klinik. Pada
tahun 1954, ia menyatakan bahwa manusia mempunyai berbagai
keperluan dan mencoba mendorong untuk bergerak memenuhi
keperluan tersebut. Keperluan itu wujud dalam beberapa tahap
kepentingan. Setiap manusia mempunyai keperluan untuk
memenuhi kepuasan diri dan bergerak memenuhi keperluan
tersebut. Lima hierarki keperluan/kebutuhan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
18 Hamzah B.Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya... hal. 30 19 Hindun Anwar, Motivasi Berprestasi dan Produktivitas Kerja Pengawas, (Makalah
Peringkat II terbaik pada Temu Karya , Le Dian Hotel – Serang, Juli 2008), hal. 5
16
a) Kebutuhan fisiologi (physiological needs).
Kebutuhan dasar untuk menunjang kehidupan manusia,
yaitu: pangan, sandang, papan, dan seks. Apabila
kebutuhan fisiologi ini belum terpenuhi secukupnya, maka
kebutuhan lain tidak akan memotivasi manusia.
b) Kebutuhan rasa aman (safety needs).
Kebutuhan akan terbebaskannya dari bahaya fisik, rasa
takut kehilangan pekerjaan dan materi.
c) Kebutuhan akan sosialisasi (social needs or affiliation).
Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan pergaulan
dengan sesamanya dan sebagai bagian dari kelompok.
d) Kebutuhan penghargaan (esteem needs).
Kebutuhan merasa dirinya berharga dan dihargai oleh
orang lain.
e) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs).
Kebutuhan untuk mengembangkan diri dan menjadi orang
sesuai dengan yang dicita-citakannya.20
2) Teori Motivasi McClelland
McClelland menekankan pentingnya kebutuhan
berprestasi.21 Pengertian kebutuhan untuk berprestasi menurut
McClelland adalah suatu daya dalam mental manusia untuk
melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih
efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan
sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental.22
Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa dalam
psikis manusia, ada daya yang mampu mendorongnya ke arah
suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut, ia
dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat. Daya pendorong
20 Supriyo, Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dan Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dengan Kinerja Guru, (www.guruvalah.20m.com), Hal. 16-17
21 Hamzah B.Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya... hal. 47 22 Ifdil Dahlani, Motivasi Berprestasi... hal. 1
17
tersebut dinamakan virus mental, karena apabila terjangkit di
dalam jiwa manusia, daya tersebut akan berkembang biak
dengan cepat. Dengan kata lain, daya tersebut akan meluas dan
menimbulkan dampak dalam kehidupan.
3) Teori Harapan
Teori harapan didasarkan pada keyakinan bahwa orang
dipengaruhi oleh perasaan mereka tentang gambaran hasil
tindakan mereka.23 Vroom mengembangkan sebuah teori
motivasi berdasarkan jenis pilihan yang dibuat orang untuk
mencapai tujuan, yang berdasarkan kebutuhan internal. Teori
harapan (expectancy theory) memiliki tiga asumsi pokok:
a) Setiap individu percaya bahwa jika ia berperilaku dengan
cara tertentu ia akan memperoleh hal tententu. Ini disebut
harapan hasil (outcome expectancy).
b) Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang
tertentu. Ini disebut seberapa sulit mencapai hasil
tersebut. Ini disebut valensi (valence).
c) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai
seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut
harapan usaha (effort expectancy).24
c. Karakteristik Motivasi Berprestasi
Hechausen menyatakan bahwa karaktristik individu yang
mempunyai motivasi berprestasi antara lain sebagai berikut:25
1) Berorientasi sukses
Jika individu dihadapkan pada situasi berprestasi ia
merasa optimis bahwa sukses akan diraihnya dan dalam
23 Hamzah B.Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya... hal. 47 24 Supriyo, Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dan Sikap Guru terhadap
Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dengan Kinerja Guru... hal. 18-19 25 Agus Hari Utomo, Perbedaan Motivasi Berprestasi antara Siswa yang Menjadi
Pengurus Osis dengan Siswa yang Bukan Pengurus OSIS... hal. 12-13
18
mengerjakan tugas ia lebih terdorong oleh harapan untuk
sukses dari pada menghindar tapi gagal.
2) Berorientasi jauh ke depan
Cenderung membuat tujuan-tujuan yang hendak
dicapainya di waktu yang akan datang dan ia sangat
menghargai waktu serta ia lebih dapat menangguhkan
pemuasan untuk mendapatkan penghargaan di waktu
mendatang.
3) Suka tantangan
Suka situasi prestasi yang mengundang resiko yang
cukup untuk gagal. Dia suka akan perbedaan dan kekhasan
tersendiri sesuai dengan kompetensi profesional yang di
miliki, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi
kualitas motivasi dan pencapaian prestasi belajar pada siswa.
4) Tangguh
Dalam melakukan tugas-tugasnya menunjukan
keuletan, dia tidak mudah putus asa dan berusaha terus sesuai
dengan kemampuannya
McClelland menyatakan bahwa orang yang mempunyai
motivasi berprestasi yang tinggi, mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:26
1) Mempunyai tanggung jawab pribadi
Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi akan
melakukan tugas sekolah atau bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya. Siswa yang bertanggung jawab terhadap
pekerjaan akan puas dengan hasil pekerjaan karena
merupakan hasil usahanya sendiri. Menetapkan nilai yang
akan dicapai atau menetapkan standar unggulan. Siswa
menetapkan nilai yang akan dicapai. Nilai itu lebih tinggi dari
nilai sendiri (internal) atau lebih tinggi dengan nilai yang
26 Ifdil Dahlani, Motivasi Berprestasi... hal. 2-3
19
dicapai oleh orang lain (eksternal). Untuk mencapai nilai yang
sesuai dengan standar keunggulan, siswa harus menguasai
secara tuntas materi pelajaran.
2) Berusaha bekerja kreatif
Siswa yang bermotivasi tinggi, gigih dan giat mencari
cara yang kreatif untuk menyelesaikan tugas sekolahnya.
Siswa mempergunakan beberapa cara belajar yang
diciptakannya sendiri, sehingga siswa lebih menguasai materi
pelajaran dan akhirnya memperoleh prestasi yang tinggi.
3) Berusaha mencapai cita-cita
Siswa yang mempunyai cita-cita akan berusaha
sebaik-baiknya dalam belajar atau mempunyai motivasi yang
tinggi dalam belajar. Siswa akan rajin mengerjakan tugas,
belajar dengan keras, tekun dan ulet. Siswa akan mengerjakan
tugas sampai selesai dan bila mengalami kesulitan ia akan
membaca kembali bahan bacaan yang telah diterangkan guru,
mengulangi mengerjakan tugas yang belum selesai.
Keberhasilan pada setiap kegiatan sekolah dan memperoleh
hasil yang baik akan memungkinkan siswa mencapai cita-
citanya.
4) Memiliki tugas yang moderat
Memiliki tugas yang moderat yaitu memiliki tugas
yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Siswa
dengan motivasi berpretasi yang tinggi, yang harus
mengerjakan tugas yang sangat sukar, akan tetapi
mengerjakan tugas tersebut dengan membagi tugas menjadi
beberapa bagian.
5) Melakukan kegiatan sebaik-baiknya
Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi yang
tinggi akan melakukan semua kegiatan belajar sebaik
mungkin dan tidak ada kegiatan lupa di kerjakan. Siswa
20
membuat kegiatan belajar dan mentaati jadwal tersebut. Siswa
selalu mengikuti kegiatan belajar dan mengerjakan soal-soal
latihan walaupun tidak diperintah guru serta memperbaiki
tugas yang salah. Siswa juga akan melakukan kegiatan
belajar sendiri atau bersama secara berkelompok.
6) Mengadakan antisipasi
Mengadakan atisipasi maksudnya melakukan kegiatan
untuk menghindari kegagalan atau kesulitan yang mungkin
terjadi. Antisipasi dapat dilakukan siswa dengan menyiapkan
semua keperluan atau peralatan sebelum pergi ke sekolah.
Siswa datang ke sekolah lebih cepat dari jadwal belajar atau
jadwal ujian, mencari soal atau jawaban untuk latihan. Siswa
menyokong persiapan belajar yang perlu dan membaca materi
pelajaran yang akan diberikan guru pada hari berikutnya.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan indikator
berdasarkan Hechausen dan McClelland. Indikator tersebut telah
divalidasi lewat professional Judgement (oleh dosen pembimbing).
Indikator motivasi berprestasi yang digunakan, yaitu:
1) Mempuyai waktu khusus untuk belajar
2) Memanfaatkan waktu dengan baik
3) Tidak suka menunda tugas/pekerjaan
4) Bekerja keras
5) Mengidolakan orang yang sukses
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi dapat dipengaruhi oleh lingkungannya..
Sikap positif terhadap lingkungan akan meningkatkan motivasi
berprestasi, sedangkan sikap negatif terhadap lingkungan akan
menurunkan motivasi berprestasi. Selain itu, ada empat unsur yang
merupakan penyebab motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh
21
Weiner. Keempat unsur tersebut adalah kemampuan atau kekuatan,
usaha, kesukaran tugas, dan keberuntungan atau kebutuhan.
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi motivasi
berprestasi adalah sebagai berikut :
1) Cita-cita atau Aspirasi
Cita-cita atau disebut juga aspirasi adalah suatu target
yang ingin dicapai. Aspirasi ini dapat bersifat positif dan
negatif. Siswa yang mempunyai aspirasi positif adalah siswa
yang menunjukan hasratnya untuk memperoleh keberhasilan.
Sebaliknya siswa yang mempunyai aspirasi negatif adalah
siswa yang menunjukan hasratnya menghindari kegagalan.
2) Kemampuan Belajar
Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang
terdapat dalam diri siswa, misalnya pengamatan, perhatian,
ingatan, daya pikar dan fantasi. Dalam kemampuan belajar ini,
taraf perkembangan berpikir siswa menjadi ukuran. Siswa
yang mempunyai kemampuan belajar tinggi biasanya lebih
termotivasi, karena siswa tersebut lebih sering memperoleh
sukses, sehingga kesuksesan ini memperkuat motivasinya.
3) Kondisi Siswa
Kondisi fisik dan kondisi psikologis siswa sangat
mempengaruhi faktor motivasi, sehingga sebagai guru harus
lebih cermat melihat kondisi fisik dan psikologis siswa.
Misalnya siswa yang kelihatan lesu, mengantuk, mungkin
disebabkan waktu berangkat belum sarapan, atau mungkin di
rumah mengalami masalah yang menimbulkan kemarahan.
Maka kondisi-kondisi fisik dan psikologis inipun dapat
mengurangi atau bahkan menghilangkan motivasi siswa.
4) Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan merupakan suatu unsur-unsur yang
datang dari luar diri siswa. Unsur-unsur di sini dapat berasal
22
dari lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan
masyarakat baik yang menghambat atau mendorong. Kalau
dilihat dari lingkungan sekolah, guru harus berusaha
mengelola kelas, menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan, menampilkan diri secara menarik dalam
rangka membantu siswa termotivasi dalam belajar.
5) Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar
Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur
yang keberadaannya dalam proses belajar tidak stabil, kadang-
kadang kuat, kadang-kadang lemah dan bahkan hilang sama
sekali, khususnya kondisi-kondisi yang sifatnya kondisional.
Misalnya keadaan emosi siswa, gairah belajar, dan situasi
dalam keluarga.
6) Upaya Guru Membelajarkan Siswa
Upaya yang dimaksud adalah bagaimana guru
mempersiapkan diri dalam membelajarkan siswa mulai dari
penguasaan materi, cara menyampaikannya, menarik
perhatian siswa, dan mengevaluasi hasil belajar. Apabila
uapaya guru hanya sekedar mengajar, artinya keberhasilan
guru yang menjadi titik tolak, besar kemungkinan siswa tidak
tertarik untuk belajar. Dengan kata lain motivasi untuk belajar
siswa melemah atau hilang.27
3. Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran
yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mecapai tujuan
belajar.
27 Hindun Anwar, Motivasi Berprestasi dan Produktivitas Kerja Pengawas... hal. 14-
18
23
Pembelajaran kooperatif mencakup kelompok kecil siswa
yang bekerja atau belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil
yang terdiri dari 4-6 0rang siswa yang sederajat tetapi heterogen,
kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling
membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk
memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama
bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai
ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu
teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam
kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar
belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan
ganda yaitu sebagai siswa ataupun guru.28
Ada empat unsur yang penting dalam kooperatif, yaitu:29
1) Adanya peserta dalam kelompok,
2) Adanya aturan kelompok,
3) Adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan
4) Adanya tujuan yang harus dicapai.
Hal yang menarik dari pembelajaran kooperatif adalah
harapan berupa peningkatan prestasi belajar peserta didik, relasi
sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah,
harga diri, norma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka
memberi pertolongan pada orang lain. Akan tetapi jika tidak
dikonstruksikan dengan baik dapat menimbulkan beberapa
28 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi konstruktivistik, (Jakarta :
Prestasi Pustaka Publisher, 2007), hal. 41-42 29 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta : Prenada Media Group, 2006), hal. 239
24
kelemahan, diantaranya ketergantungan menyebabkan siswa yang
lambat berpikir tidak dapat berlatih secara mandiri.30
Ada beberapa karakteristik Pembelajaran Kooperatif, yaitu: 31
1) Individual accountability (setiap individu mempunyai peran
dan tanggungjawab bersama),
2) Social skills (membentuk kesadaran sosial),
3) Positive interdependence (saling ketergantungan secara
positif),
4) Group processing (pengalaman mengalami suatu secara
bersama),
5) Getting better together (mencapai sesuatu secara bersama).
Ada beberapa metode yang dikembangkan dalam
pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah: STAD, TGT, TAI,
TPS, jigsaw dan investigasi kelompok. Jigsaw dan investigasi
kelompok adalah metode pembelajaran kooperatif yang
mengedepankan spesialisasi tugas setiap kelompok di dalam
kelompok.
b. Teori Pendukung Belajar kooperatif
1) Teori Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme menyatakan bahwa siswa
harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan lama dan
merevisinya apabila aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori
kontruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar
memberikan pengetahuan kepada siswa, siswa harus
30 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan…
hal. 241 31 Yusri Panggabean, dkk. Strategi, Model, dan evaluasi, (Bandung : Bina Media
Informasi, 2007), hal. 76
25
membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya.32 Jadi,
dalam teori konstruktivisme ini siswa membangun pemahamannya
sendiri serta menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya dengan pengetahuan baru.
Pada dasarnya, setiap individu mengindera, mengalami, dan
meyakini fenomena yang ada di sekitarnya serta
mengkonseptualisasikannya ke dalam bentuk pengetahuan
melalui asosiasi (link) dengan pengetahuan yang telah ada
sebelumnya. Selanjutnya, pengetahuan antar individu tersebut
dinegosiasikan pemahamannya sehingga diperoleh suatu konsep.
Setiap pengetahuan dimediasi dan dikukuhkan secara sosial.
Oleh karena itu, pengetahuan memiliki dimensi sosial dan tidak
dapat dianggap sebagai hasil konstruksi individu semata.
Dari segi subyek yang membentuk pengetahuan,
konstruktivisme dapat dibedakan menjadi:
a) Konstruktivisme psikologi personal
Tokoh dari konstruktivisme psikologi ini adalah adalah
Piaget dan Posner. Konstruktivisme psikologi personal
menekankan tiga proses kunci membangun pengetahuan,
yaitu akomodasi, asimilasi dan ekuilibrium. Asimilasi
terjadi karena pengetahuan awal siswa sejalan/berhubungan
dengan fenomena dan belum terjadi perubahan. Akomodasi
merupakan proses konflik kognitif karena skema dengan
fenomenanya berbeda (Piaget) sehingga memungkinkan
terjadinya pada proses perubahan konseptual. Akhirnya,
ekuilibrium merupakan fase kesetimbangan antara asimilasi
dan akomodasi.
b) Konstruktivisme sosiokulturalisme
Konstruktivisme sosiokultural tokoh sentralnya adalah
Vygotsky. Konstruktivisme ini menekankan faktor bahasa
32 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi konstruktivistik… hal. 13
26
mempengaruhi proses membangun pengetahuan individu.
Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi paling efektif
dalam menegosiasikan pemahaman.
c) Konstruktivisme sosiologis
Konstruktivisme sosiologis memandang bahwa
pengetahuan dibentuk oleh masyarakat dengan tidak
memperhatikan unsur personal.33
Menurut teori konstruktivisme, yang paling penting adalah
bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan
kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di
dalam benaknya. Peran pengajar adalah memfasilitasi
pembelajar serta mengarahkan siswa agar dapat membangun
pengetahuan secara sadar. Ciri utama konstruktivisme, guru
sebaiknya memperhatikan apa yang telah dialami oleh siswa
(pengetahuan dan keyakinan) dan memaksimalkan interaksi
sosial yang memberikan kesempatan siswa untuk
menegosiasikan pemahaman dan menyediakan pengalaman yang
lebih dinamis. Namun yang menjadi permasalahannya adalah
masih banyak para pengajar yang terbiasa menerapkan metode
ceramah. Beberapa pihak menganggap bahwa metode ceramah
tidak memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan metode
diskusi atau yang lainnya. Anggapan tersebut mereduksi bahwa
konstruktivisme hanya sebagai perangkat metode sehingga
mengabaikan kekuatan konstruktivisme sebagai rujukan untuk
memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh setiap metode
pembelajaran.
33Tatang Suratno, Peranan konstruktivisme dalam Pembelajaran dan
Pengajaran, (Disajikan pada Seminar tentang Peranan Konstruktivisme dalam Pembelajaran dan Pengajaran. Sampoerna Foundation Teacher Institute. Jakarta, 17 Januari 2007), hal. 1
27
Dalam kaitannya, Watts mengidentifikasikan enam prinsip
yang menjadi ciri strong constructivism, yaitu :
a) Cognitive Construction
Berhubungan dengan proses konseptualisasi, yaitu
hubungan antara pengetahuan awal dengan informasi yang
tersedia.
b) Constructive Processes
Berhubungan dengan proses konstruksi, rekonstruksi
maupun dekonstruksi struktur pengetahuan.
c) Oppositionality
Berhubungan dengan aktivitas membandingkan dan
membedakan.
d) Critical Realism
Berhubungan dengan kemampuan berargumen karena
pengetahuan bersifat sementara.
e) Self Determination
Berhubungan dengan pencapaian metakognisi.
f) Collegiality
Berhubungan dengan konteks sosial pembelajaran34
2) Teori Ausubel (Pembelajaran Bermakna)
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan.
Menurut Ausubel bahan pelajaran yang dipelajari haruslah
“bermakna” (meaning full). Pembelajaran bermakna
merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. Dengan demikian pembelajaran koooperatif akan
dapat mengusir rasa jenuh dan bosan.
Menurut Ausubel, pemecahan masalah yang cocok adalah
lebih bermanfaat bagi siswa dan merupakan strategi yang
34 Tatang Suratno, Peranan konstruktivisme dalam Pembelajaran dan
Pengajaran…hal. 3
28
efisien dalam pembelajaran. Kekuatan dan kebermaknaan
proses pemecahan masalah dalam pembelajaran sejarah terletak
pada kemampuan pelajar dalam mengambil peran pada
kelompoknya. Untuk memperlancar proses tersebut diperlukan
bimbingan langsung dari guru, baik lisan maupun dengan
contoh tindakan. Sedangkan siswa diberi kebebasan untuk
membangun pengetahuannya sendiri.
3) Teori Piaget (Kognitif)
Dalam hubungannya dengan pembelajaran, teori ini
mengacu kepada kegiatan pembelajaran yang harus melibatkan
partisipasi peserta didik. Sehingga menurut teori ini
pengetahuan tidak hanya sekedar dipindahkan secara verbal
tetapi harus dikonstruksi dan direkontruksi peserta didik.
Sebagai realitas teori ini, maka dalam kegiatan pembelajaran
peserta didik haruslah bersifat aktif. Pembelajaran kooperatif
adalah sebuah model pembelajaran aktif dan partisipatif.
Pada masa ini siswa telah menyesuaikan diri dengan
realita konkrit dan harus berpengetahuan. Oleh karena itu
dalam upaya meningkatkan kulaitas kognitif siswa, guru dalam
melaksanakan pembelajaran harus lebih ditunjukkan pada
kegiatan pemecahan masalah atau latihan meneliti dan
menemukan. Selanjutnya diungkapkan bahwa pembentukan
otak dengan pengetahuan hafalan dan latihan drill yang
berlebihan selain tidak mewujudkan peningkatan
perkembangan kognitif yang optimal, juga secara psikologis
tidak seimbangnya memfungsikan belahan otak sebelah kiri
dengan belahan otak sebelah kanan. Akibatnya pembelajaran
tidak dapat memotivasi pelajar untuk berfikir secara kreatif dan
inovatif. Proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan peringkat perkembangan kognitif siswa.
29
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pengajaran, antara lain :
a) Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang
dewasa..
b) Anak-anak akan memperoleh pembelajaran lebih baik
apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik..
c) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan
baru tetapi tidak asing.
d) Diberi peluang agar pembelajaran anak sesuai dengan
peringkat perkembangannya.
e) Di dalam ruangan kelas, anak-anak hendaknya banyak
diberi peluang untuk saling berbicara dengan teman-
temannya dan saling berdiskusi.
4) Teori Vygotsky (Sosiokultural)
Sumbangan dari teori Vygotsky adalah penekanan pada
bakat sosiokultural dalam pembelajaran. Menurutnya
pembelajaran terjadi saat anak bekerja dalam zona
perkembangan proksimal (zone of proximal development)..
Zona perkembangan proksimal adalah tingkat perkembangan
sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang pada saat ini.
Tingkat perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan
pemecahan masalah secara mandiri sedangkan tingkat
perkembangan potensial adalah kemampuan pemecahan
masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama
dengan teman sebaya yang lebih mampu. Dengan demikian,
tingkat perkembangan potensial dapat disalurkan melalui
model pembelajaran kooperatif.
Ide lain yang diturunkan Vygotsky adalah scaffolding,
yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-
tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan
memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih
30
tanggung jawab saat mereka mampu. Bantuan tersebut berupa
petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah pada
langkah-langkah pemecahan, memberi contoh, ataupun hal-hal
lain yang memungkinkan pelajar tumbuh sendiri.
Dalam teori Vygotsky dijelaskan ada hubungan langsung
antara dominan kognitif dengan sosial budaya. Kualitas berfikir
siswa dibangun di dalam ruangan kelas, sedangkan aktivitas
sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerja sama antara
pelajar dengan pelajar lainnya yang lebih mampu di bawah
bimbingan orang dewasa dalam hal ini guru.35
5) Teori Motivasi
Motivasi merupakan kunci keberhasilan seseorang. Bila
seseorang mempunyai motivasi, maka akan mempunyai
semangat dalam melakukan aktivitas. Motif adalah keadaan di
dalam orang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas
atau penggerak tingkah laku ke arah suatu tujuan dengan
didasari adanya suatu kebutuhan. McClelland dan Atkinson
menyebutkan ”Setiap orang mempunyai tiga motif yakni
motivasi berprestasi (achievement motivation), motif
bersahabat (affiliation motivation) dan motif berkuasa (power
motivation)”. Kesadaran siswa untuk belajar merupakan
motivasi intrinsik. Walaupun demikian motivasi tersebut akan
sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya, misalnya guru atau
teman.36 Secara umum motivasi dibagi menjadi dua bagian
yang pokok:37
a) Motivasi intrinsik, yaitu: motivasi yang berasal dari dalam
diri siswa itu sendiri yang dapat mendorong dirinya untuk
belajar atau berprestasi.
35 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi antar
Peserta Didik, (Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hal. 51-57 36 Ifdil Dahlani, Motivasi Berprestasi, (http://konselingindonesia.com. 2005) 37 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran… hal. 23
31
b) Motivasi ekstrinsik, yaitu : motivasi yang berasal dari luar
individu siswa yang mendorongnya melakukan kegiatan
belajar.
Dalam kegiatan belajar, berlangsung dan keberhasilannya
ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kedua faktor tersebut
saling mempengaruhi dalam proses belajar.
c. Metode Investigasi Kelompok
Salah satu bentuk pembelajaran kooperatif adalah metode
investigasi kelompok. Dalam pembelajaran metode ini, interaksi
sosial menjadi salah satu faktor penting bagi perkembangan skema
mental yang baru. Pola pengajaran ini akan menciptakan
pembelajaran yang diinginkan, karena siswa sebagai objek
pembelajar ikut terlibat dalam penentuan pembelajaran.38
Investigasi Kelompok adalah salah satu metode pembelajaran yang
dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya
model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel
Aviv.39
Pembelajaran dengan metode investigasi kelompok dimulai
dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru dan peserta didik
memilih topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahan
yang dapat dikembangkan dari topik-topik itu. Sesudah topik beserta
permasalahannya disepakati, peserta didik beserta guru menentukan
metode penelitian yang dikembangkan untuk memecahkan masalah.
Setiap kelompok bekerja berdasarkan metode investigasi yang
telah mereka rumuskan. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan
sistemik keilmuan mulai dari mengumpulkan data, analisis data,
sintesis, hingga menarik kesimpulan.
38 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi antar
Peserta Didik... hal. 87-88 39 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi konstruktivistik… hal.
59
32
Langkah berikutnya adalah presentasi hasil oleh masing-
masing kelompok. Pada tahap ini diharapkan terjadi intersubjektif
dan objektivikasi pengetahuan yang telah dibangun oleh suatu
kelompok. Berbagai perspektif diharapkan dapat dikembangkan oleh
seluruh kelas atas hasil yang dipresentasikan oleh suatu kelompok.
Seyogyanya di akhir pembelajaran dilakukan evaluasi. Evaluasi
dapat memasukkan assesmen individual atau kelompok.40
Penelitian yang paling luas dan sukses dari metode-metode
spesialisasi tugas adalah investigasi kelompok. Hal penting untuk
melakukan Investigasi Kelompok adalah :41
1) Menguasai Kemampuan Kelompok
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota
kelompok harus mendapat kesempatan memberikan konstibusi.
Dalam penyelidikan siswa dapat mencari informasi dari
berbagai sumber di dalam maupun di luar kelas. Siswa
kemudian mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap
anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2) Rencana Kooperatif
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka.
Sumber mana yang mereka butuhkan. Siapa yang melakukan
apa. Dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek
mereka di dalam kelas.
3) Peran Guru
Guru menyediakan sumber dan fasilitator, memutar
diantara kelompok-kelompok dan membantu jika siswa
menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
40 Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2009). Hal. 93 41 Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung : Nusa
Media, 2009) hal. 214-217
33
Dalam investigasi kelompok, murid bekerja melalui enam
tahap, yaitu :42
1) Mengidentifikasikan Topik dan Mengatur Kelompok
a) Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan
sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran.
b) Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk
mempelajari topik yang telah mereka pilih.
c) Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa
dan bersifat heterogen.
d) Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan
memfasilitasi pengaturan.
2) Merencanakan Tugas yang akan Dipelajari
a) Para siswa merencanakan bersama mengenai apa yang akan
dipelajari.
b) Para siswa merencanakan bersama mengenai bagaimana
mempelajarinya.
c) Para siswa melakukan pembagian tugas.
3) Melaksanakan Investigasi
a) Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis, dan
membuat kesimpulan.
b) Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha
yang dilakukan kelompoknya.
c) Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan
mensistesis semua gagasan.
4) Menyiapkan Laporan Akhir
a) Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari
proyek mereka.
b) Anggota kelompok merencanakan apa yang mereka
laporkan, dan bagaimana mereka akan membuat presentasi
mereka.
42 Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik… hal. 218-220
34
c) Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara
untuk mengkoordinasi rencana-rencana presentasi.
5) Mempresentasikan Laporan Akhir
a) Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai
macam bentuk
b) Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan
pendengarnya secara aktif.
c) Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan
penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan sebelumnya oleh semua anggota kelas.
6) Evaluasi
a) Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik
tersebut, mengenai tugas ynag telah mereka kerjakan,
mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman mereka
b) Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi
pembelajaran.
c) Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran
paling tinggi.
Menurut Daniel Zingaro, implementasi dari proses investigasi
kelompok meliputi 6 tahap :43
1) Guru mempresentasikan berbagai masalah yang dihadapi yang
berkaitan dengan materi yang akan dipelajari di depan kelas
kepada siswa, para siswa tergabung dalam kelompok.
2) Setiap kelompok merencanakan investigasi. Prosedur, tugas-
tugas dan tujuan yang konsisten dengan subtopik yang dipilih.
3) Setiap kelompok menjalankan investigasi sesuai tahap-tahap
yang telah direncanakan. Peran guru dalam tahap ini adalah
mengikuti proses investigasi, menawarkan bantuan jika
diperlukan.
43 Daniel Zingaro, Group Investigation : Theory and Practice, (Toronto Canada :
Ontario Institute for Studies in Education, 2008), hal. 1
35
4) Setiap kelompok merencanakan presentasi. Mereka
mengevaluasi apa yang telah mereka pelajari, dan mensintesis
ke dalam bentuk yang dapat difahami oleh seluruh kelas.
5) Kelompok memimpin presentasi.
6) Guru dan siswa mengevaluasi hasil investigasi dan presentasi.
Sharan, dkk membagi langkah-langkah pelakasanaan metode
Investigasi Kelompok meliputi 6 langkah :44
1) Memilih topik
Seorang guru dapat membagi siswa menjadi beberapa
kelompok yang terdiri dari 4-6 0rang. Siswa memilih subtopik
khusus dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya
ditetapkan oleh guru.
2) Perencanaan kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran,
tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang
telah dipilih pada tahap pertama.
3) Implementasi
Siswa menerapkan rencana yang telah mereka
kembangkan di dalam tahap kedua. Guru secara ketat
mengikuti kemajuan setiap kelompok dan menawarkan bantuan
bila diperlukan.
4) Analisis dan Sintesis
Siswa menganalisis dan mensintesis yang diperoleh pada
tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut
diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai
bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.
5) Presentasi hasil final
Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil
penyelidikannya. Presentasi dikoordinasi oleh guru.
44 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi konstruktivistik…hal.
59-61
36
6) Evaluasi
Siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok
terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang
dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.
Berdasarkan uraian di atas, maka kelebihan pembelajaran
kooperatif dengan metode Investigasi Kelompok, yaitu:
1) Suasana belajar kooperatif memiliki peranan yang besar dalam
peningkatan hasil belajar, karena kelompok siswa yang belajar
memiliki kemampuan heterogen.
2) Suasana kooperatif memiliki peranan yang besar dalam
menumbuhkan kepribadian siswa yang sehat.
3) Siswa dapat menghilangkan miskonsepsi, bahkan terjadi
peningkatan pemahaman siswa tentang konsep materi.
4) Pembelajaran menjadi lebih bermakna sehingga siswa
termotivasi untuk belajar dan tidak bosan dalam mengikuti
pembelajaran serta menstimulasi perkembangan kreativitas
hagi siswa.
Walaupun pembelajaran kooperatif memiliki beberapa
kelebihan akan tetapi apabila tidak dikonstruksikan dengan baik
akan menimbulkan kelemahan yaitu beberapa anggota kelompok
mengalami suatu kondisi yang mengerjakan semua atau sebagian
pekerjaan dalam pembelajaran, sedangkan yang lain tidak
melakukan aktivitas.
Untuk dapat mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif
metode Investigasi Kelompok terhadap motivasi berprestasi pada
pelajaran Biologi, maka digunakan kelas kontrol dengan
menggunakan metode ekspositori. Metode ekspositori merupakan
suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan
keterangan informasi ataupun uraian tentang suatu pokok persoalan
37
serta masalah secara lisan. Metode ini memiliki kelebihan dan
kekurangan, yaitu:45
Kelebihan metode ekspositori :
1) Guru mudah menguasai kelas
2) Mudah mengorganisasikan tempat duduk atau kelas
3) Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar
4) Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya
5) Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik
Kekurangan metode ekspositori :
1) Menyebabkan siswa menjadi pasif
2) Guru sulit menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik
pada ceramahnya
3) Jika metode ini selalu digunakan dan memakai waktu lama
maka akan membosankan bagi siswa
4) Siswa dengan kemampuan visual yang tinggi akan sulit
menerima materi pengajaran dibandingkan siswa dengan
kemampuan auditif yang tinggi.
B. Hasil Penelitian Relevan
Siti Maesaroh dalam penelitiannya yang berjudul ”Efektivitas
Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation
terhadap Hasil Belajar Matematika” (Studi eksperimen di Mts. Manaratul
Islam Jakarta Selatan Tahun Ajaran 2004/2005). Hasilnya menunjukan
bahwa hasil belajar Matematika kelas 1 Mts. Manaratul Islam Jakarta
Selatan yang diajar pembelajaran kooperatif dengan metode Group
Investigation secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
belajar siswa yang diajar secara konvensional. Meningkatkan motivasi
siswa karena tidak membosankan, pada kegiatan pembelajaran siswa
terlibat dalam proses penemuan. Keberhasilan siswa dalam belajar
Matematika dengan menggunakan metode Group Investigation tidak
45 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar... hal. 97-98
38
terlepas dari berbagai komponen yang terkait, diantaranya: kemampuan
guru dalam mengelola kelas, siswa dan lingkungan kelas.
Umi Kulsum dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Metode Group Investigation terhadap
Motivasi Berprestasi Siswa pada Pelajaran Matematika” (Studi Kasus di
Kelas 3 MtsN. 12 Jakarta Tahun Ajaran 2005/2006). Hasilnya menunjukan
bahwa skor motivasi berprestasi siswa yang diajar dengan metode Group
Investigation lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode ekspositori.
Terdapat pengaruh yang signifikan dengan menggunakan metode Group
Investigation terhadap motivasi berprestasi siswa pada pelajaran
Matematika.
Robert E. Slavin dalam jurnal penelitiannya yang berjudul
“Cooperative Learning. Appllying Educational Research: Practical
Guide” menjelaskan lebih dari 68 studi perbandingan kelas eksperimen
dan kontrol telah dilakukan, diperoleh perbedaan yang signifikan antara
keduanya dengan pembelajaran kooperatif pada kelas eksperimen.
Penelitian membuktikan bahwa pembelajaran kooperatif lebih baik dari
pendekatan yang lain. Dua elemen penting yang ditampilkan oleh
pembelajaran kooperatif sehingga menjadi efektif adalah tujuan kelompok
dan tanggungjawab individu.
Pengaruh positif dari hubungan kerja sama di dalam kelompok
diperoleh pada beberapa pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah
investigasi kelompok. Di dalam metode ini terdapat perkembangan pada
sikap dan prilaku terhadap teman sekelas dari latar belakang dengan etnik
yang berbeda-beda dalam satu kelompok. Jadi, dengan menerapkan
pembelajaran kooperatif metode investigasi kelompok, siswa mendapatkan
dua keuntungan, yaitu berprestasi dalam akademik dan bersosialisasi
dengan baik.
39
C. Kerangka Pikir
Dalam situasi belajar sekarang ini untuk dapat menimbulkan minat
siswa dan memotivasi mereka dalam berprestasi secara intrinsik relatif
sulit. Khususnya untuk pelajaran biologi, karena untuk sampai saaat ini
masih dianggap suatu bidang studi yang membosankan sehingga kurang
memungkinkan guru untuk meningkatkan kualitas anak didiknya akan
sulit terwujud. Banyak siswa yang kurang memiliki motivasi berprestasi,
siswa cenderung mudah bosan dan menyerah ketika menghadapi tugas
yang banyak dan sulit siswa merasa beban yang dipikul sendiri sangat
berat. Sehingga siswa cenderung malas dan menunda-nunda untuk
mengerjakan tugasnya karena merasa tidak mampu dan tidak percaya diri
untuk mengerjakan tugas tersebut.
Untuk itu, agar para siswa lebih termotivasi dalam mempelajari
biologi, guru seharusnya menggunakan metode pembelajaran biologi yang
tepat yang melibatkan siswa aktif. Metode investigasi kelompok adalah
salah satu metode pembelajaran yang dapat melibatkan siswa untuk
berperan aktif. Efek penting pembelajaran kooperatif metode investigasi
kelompok salah satunya adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang
berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan maupun
ketidakmampuan.
Selain itu, dalam investigasi kelompok ini, para siswa yang tergabung
dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa
mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya, sehingga
dengan kesadaran tersebut siswa akan termotivasi untuk belajar dan
berprestasi dalam pelajaran biologi.
Agar kegiatan belajar mencapai hasil yang optimal, guru perlu
menciptakan kondisi yang menyenangkan siswa dalam kegiatan belajar
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi timbal balik antara guru
dengan siswa, siswa dengan siswa. Dengan diterapkannya pembelajaran
kooperatif metode investigasi kelompok, diharapkan dapat meningkatkan
40
motivasi berprestasi pada pelajaran biologi baik secara fisik, intelektual
dan emosional.
Di dalam pembelajaran kooperatif metode investigasi kelompok,
kebutuhan siswa untuk diterima dan dihargai serta dapat mewujudkan diri
sendiri dapat tercapai, sehingga kondisi ini dapat memotivasi siswa untuk
berprestasi. Oleh karena itu, dengan diterapkannya model pembelajaran
ini, ada kecenderungan dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa.
D. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir, maka hipotesis
penelitiannya adalah terdapat perbedaan motivasi berprestasi siswa antara
kelas eksperimen (metode investigasi kelompok) dengan kelas kontrol
(metode ekspositori) pada pelajaran Biologi.
Hipotesis statistik:
210 : μμ =H
211 : μμ ≠H
Keterangan:
µ1 = Skor rata-rata motivasi berprestasi kelompok eksperimen
µ2 = Skor rata-rata motivasi berprestasi kelompok kontrol
Hipotesis penelitian:
Ho : Tidak terdapat perbedaan skor rata-rata motivasi berprestasi
antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol
H1 : Terdapat perbedaan skor rata-rata motivasi berprestasi antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di MAN 2 Bogor. Waktu yang
digunakan dalam penelitian ini adalah selama satu bulan yaitu pada
semester ganjil tahun ajaran 2009-2010, tanggal 19 Oktober-21 November
2009.
B. Metode dan Desain Penelitian
Dalam skripsi ini, penelitian yang dilakukan menggunakan metode
eksperimen semu (metode quasi eksperimen)1 merupakan kelompok yang
utuh sudah ada sebelumnya tanpa mengubah komposisi siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Desain penelitiannya subject postest only.
Untuk pelaksanaannya diperlukan 2 kelompok, yaitu:
1. Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang diajarkan
dengan metode Investigasi Kelompok.
2. Kelompok kontrol adalah kelompok siswa yang diajar dengan
metode ekspositori.
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Kelompok Perlakuan Angket E X O K - O
Keterangan:
E = Kelompok eksperimen
K = Kelompok kontrol
X = Perlakuan pada kelompok eksperimen
O = Angket yang sama pada kedua kelompok
1 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 207
41
42
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mempunyai dua variabel, yaitu:
1. Variabel bebas (X) : Pembelajaran kooperatif metode investigasi
kelompok
2. Variabel terikat (Y) : Motivasi berprestasi pada pelajaran Biologi
D. Populasi dan sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian2. Populasi target
adalah seluruh siswa MAN 2. Populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa
kelas XI MAN 2 Bogor tahun ajaran 2009/2010. Sedangkan sampel yang
digunakan diambil dari populasi terjangkau dengan teknik purposive
sampling,3 yaitu pengambilan sampel dengan cara mengambil subjek
penelitian bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi
didasarkan atas adanya tujuan tertentu, yaitu kemampuan siswa yang sama
atau hampir sama. Sampel yang diambil sebanyak 39 orang dari kelas XI
IPA 2 (kelompok eksperimen) dan 40 orang dari kelas XI IPA 5
(kelompok kontrol).
E. Teknik Pengumpulan Data
Data berupa motivasi berprestasi dikumpulkan melalui teknik
nontes, yaitu: angket, wawancara dan observasi/pengamatan. Angket yang
digunakan dalam penelitian ini adalah angket langsung (mengungkap diri
orang yang menjawab). Pedoman wawancara yang digunakan adalah
wawancara tidak tersusun (instructured). Pengamatan dalam penelitian ini
menggunakan catatan lapangan yaitu pencatatan terus-menerus
(continuous observation).4
2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta, PT :
Rineka Cipta, 2002), hal. 108 3 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan… hal. 254 4 Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran Ipa Berbasis Kompetensi, (Jakarta :
Lemlit UIN Jakarta Press, 2006), hal 34-43
43
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah skala motivasi
berprestasi (skala likert)5, pedoman wawancara, dan catatan lapangan.
Pernyataan yang diajukan dalam angket motivasi berprestasi dibagi
menjadi dua kategori, yaitu : 15 pernyataan positif dan 15 pernyataan
negatif. Indikator dalam instrumen tersebut menggunakan indikator
berdasarkan Hechausen dan McClelland. Indikator tersebut telah divalidasi
lewat professional Judgement (oleh dosen pembimbing).
Pedoman wawancara yang dilakukan peneliti terdiri dari
wawancara tentang metode investigasi kelompok di kelas eksperimen dan
metode ekspositori di kelas kontrol, wawancara tentang motivasi
berprestasi di kedua kelas, wawancara dengan guru biologi tentang
pembelajaran biologi dan motivasi berprestasi siswa.
Catatan lapangan digunakan untuk mengetahui kegiatan belajar
mengajar selama pembelajaran menggunakan metode investigasi
kelompok. Catatan lapangan dilakukan untuk menuliskan kegiatan-
kegiatan atau penemuan-penemuan yang ditemukan atau terlihat ketika
proses pembelajaran.
1) Kisi-kisi Instrumen
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Instrumen Motivasi Berprestasi
Variabel Indikator Pernyataan Positif
Pernyataan negatif
Jumlah
Motivasi Berprestasi
1. Mempunyai waktu khusus untuk belajar
2. Memanfaatkan waktu dengan baik.
3. Tidak suka menunda tugas/pekerjaan
4. Bekerja keras 5. Mengidolakan orang
yang sukses
1, 2, 3
7, 8, 9
13, 14, 15
19, 20 25, 26, 27, 28
4, 5, 6
10, 11, 12
16, 17, 18
21, 22, 23, 24 29, 30
6 6 6 6 6
Jumlah 15 15 30
5 Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran Ipa Berbasis Kompetensi ... hal. 80
44
2) Pengujian Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Instrumen evaluasi
dipersyaratkan valid agar hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi
valid. Dalam penelitian ini penulis menggunakan validitas logis (oleh
dosen pembimbing). Validitas logis yakni kondisi bagi sebuah
instrumen yang memenuhi persyaratan berdasarkan hasil penalaran. Ada
dua macam validitas logis, yaitu: validitas isi dan validitas konstruk.6
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian
terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional
judgement. Sedangkan validitas konstruk dapat diartikan sebagai
validitas yang ditilik dari segi susunan, kerangka/rekaannya.7
G. Teknik Analisis Data
1. Pengolahan Data Angket
Menurut Saefudin Azwar, karena kategorisasi bersifat relatif,
maka kita boleh menetapkan secara subjektif luasnya interval yang
mencakup setiap kategori yang kita inginkan selama penetapan itu
berada dalam batas kewajaran dan dapat diterima akal (Common
sense). Suatu contoh norma kategorisasi yang dapat digunakan
adalah:8
X ≤ (μ -1,5 (σ)] Kategori sangat rendah
[μ -1,5 (σ)] < X ≤ (μ -0,5 (σ)] Kategori rendah
[μ -0,5 (σ)] < X ≤ (μ +0,5 (σ)] Kategori sedang
[μ +0,5 (σ)] < X ≤ (μ +1,5 (σ)] Kategori tinggi
[μ +1,5 (σ)] < X ≤ Kategori sangat tinggi
6 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2007), hal. 62-65 7 Saefudin Azwar, Reliabilitas dan validitas, (Jogjakarta : Bumi Aksara, 2007), hal. 45 8 Saefudin Azwar, Penyusunan Skala Psikologi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000),
hal. 108.
45
Angket motivasi berprestasi ini terdiri dari pernyataan-
pernyataan yang bersifat langsung dan tertutup dengan kode sebagai
berikut:
SS = sangat setuju
S = setuju
N = netral
TS = tidak setuju
STS = sangat tidak setuju
Tabel 3.3. Skala pernyataan positif dan negatif pada skala likert
Kategori No Pernyataan SS S N TS STS
1 Pernyataan positif 5 4 3 2 1 2 Pernyataan negatif 1 2 3 4 5
2. Pengujian Rerata Skor Motivasi Berprestasi
a. Uji Prasyarat
1) Uji Normalitas
Uji normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui apakah
sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji
kenormalan yang digunakan yaitu uji liliefors.9
Dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Hipotesis
Ho : Data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1 : Data sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi
normal
b) Urutkan data sampel dari kecil ke besar
c) Tentukan nilai Z dari tiap-tiap data, dengan rumus
SXi Χ−
=Ζ
9 Sudjana, Metode Statistik, (Bandung : Tarsito, 1996), hal. 466
46
d) Tentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Z
berdasarkan tabel Z sebut dengan f (Z) yang mempunyai
rumus f (Z) = 0,5 ± Z
e) Hitung frekuensi kumulatif dari masing-masing nilai Z
sebut dengan S (Z)
f) Tentukan nilai Lo dengan rumus yang paling besar dan
bandingkan dengan nilai Lt dari tabel liliefors
g) Adapun kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
Tolak Ho, jika Lo > Lt
Terima Ho, jika Lo < Lt
2) Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas adalah pengujian mengenai sama
tidaknya variansi-variansi dua buah distribusi atau lebih.10 Uji
homogenitas dilakkan untuk mengetahui kesamaan antara dua
keadaan atau populasi. Populasi-populasi dengan varians yang
sama besar dinamakan varians yang homogen.11 Uji
homogenitas yang digunakan adalah uji fisher, dengan langkah-
langkah berikut:
a) Hipotesis
Ho : ó12 = ó2
2
H1 : ó12 ≠ ó2
2
a) Cari masing-masing kelompok nilai standar deviasi
b) Tentukan Fhitung dengan rumus
S12 X = Varian terbesar
S2 2 X Varian terkecil
10 Ruseffendi, Statistika Dasar untuk Pelatihan Pendidikan, (Bandung, IKIP Press,
1998), hal. 294-295 11 Sudjana, Metode Statistik... hal. 249-251
47
Dimana:
)1()( 22
−
−= ∑ ∑
nnxixin
S
c) Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
Terima Ho, apabila Fhitung < Ftabel
Tolak Ho, apabila Fhitung > Ftabel
b. Uji Hipotesis penelitian
Uji hipotesis menggunakan t tes terdapat dua uji statistik
parametrik yaitu:12
21
21
11nn
sg
xxttes
+
−=
Dimana:
2
)12()1(
21
22
2112
−+−+−
=nn
SnSnsg
Keterangan:
t = Harga uji statistik
x1 = Skor rata-rata motivasi berprestasi biologi siswa
yang diberi metode kelompok investigasi
x2 = Skor rata-rata motivasi berprestasi biologi siswa
yang diberi metode ekspositori
Sg = Variansi gabungan
n1 = Jumlah sampel kelompok eksperimen
n2 = Jumlah sampel kelompok kontrol
12 Sudjana, Metode Statistik... hal. 239
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif dan
kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang berkenaan dengan motivasi
berprestasi yang diukur melalui angket. Sedangkan data kualitatif adalah data
pendukung berkenaan dengan aktivitas siswa di kelas selama berlangsungnya
pembelajaran yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara, dan catatan lapangan.
Di bawah ini merupakan hasil penelitian yang didapat berdasarkan
penggunaan instrumen angket, wawancara, dan catatan lapangan.
A. Deskripsi Data
1. Hasil Angket Motivasi Berprestasi Siswa
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis maka didapat
dua kelompok skor motivasi berprestasi, yaitu skor motivasi berprestasi
siswa yang diajar menggunakan metode investigasi kelompok dan skor
motivasi berprestasi siswa yang diajar menggunakan metode ekspositori.
a. Data Skor Motivasi Berprestasi Siswa
Tabel 4.1.
Data Skor Motivasi Berprestasi Siswa
Statistik Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
n 39 40
Skor maximal 124 129
Skor mimimal 92 82
X 112,97 107,35
Median 115,66 110,19
Modus 117,9 106,12
SD 7,78 8,4
S2 60,55 71,2
48
49
Berdasarkan data tersebut, mean kelas eksperimen sebesar
112,97 dan kelas kontrol sebesar 107,35. Perbedaan kelas
eksperimen dan kontrol adalah sebesar 5,62. Dari hasil tersebut dapat
diketahui bahwa nilai rata-rata (mean) motivasi berprestasi siswa
yang diajar dengan metode investigasi kelompok lebih tinggi
dibandingkan kelas kontrol.
b. Kategorisasi Motivasi Berprestasi
Untuk menentukan tingkat motivasi berprestasi, penulis
membuat kategori dengan menggunakan kategorisasi jenjang
(ordinal), yaitu menempatkan individu ke dalam kelompok-
kelompok terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum
berdasarkan atribut yang diukur. Jenjang kontinum tersebut adalah
rentang minimum dan maksimumnya yaitu 30 x 1 = 30 s/d 30 x 5 =
150. Sehingga luas jarak sebarannya adalah 150–30 = 120, dengan
demikian setiap satuan deviasi standar bernilai σ = 206
120= dan
mean teoritisnya μ = 30 x 3 = 90.
Menurut Saefudin Azwar, karena kategorisasi bersifat relatif,
maka kita boleh menetapkan secara subjektif luasnya interval yang
mencakup setiap kategori yang kita inginkan selama penetapan itu
berada dalam batas kewajaran dan dapat diterima akal (Common
sense). Untuk kategorisasi motivasi berprestasi, subyek penelitian ini
dibagi ke dalam 5 kategori, yaitu: sangat rendah; rendah; sedang;
tinggi; dan sangat tinggi.
50
Sehingga bila diterapkan pada skala motivasi berprestasi
dengan harga σ = 20 dan μ = 90 akan diperoleh kategorisasi skor
sebagai berikut:
X ≤ (90 -1,5 (20)] Kategori sangat rendah
[90 -1,5 (20)] < X ≤ (90 -0,5 (20)] Kategori rendah
[90 -0,5 (20)] < X ≤ (90 +0,5 (20)] Kategori sedang
[90 +0,5 (20)] < X ≤ (90 +1,5 (20)] Kategori tinggi
[90 +1,5 (20)] < X ≤ Kategori sangat tinggi
Aturan tersebut akan menghaslkan distribusi sebagai berikut :
60 30 10080 150 120
RSR TS ST
Adapun kategorisasi tingkat Motivasi Berprestasi dari hasil
penelitian adalah sebagai berikut :
1) Kelas Eksperimen
Tabel 4.2
Kategorisasi Tingkat Motivasi Berprestasi Siswa
Kelas Eksperimen
No. Skor Kategori Frekuensi Persentase
(%)
1. 30–60 Motivasi berprestasi sangat rendah 0 0 %
2. 60–80 Motivasi berprestasi rendah 0 0 %
3. 80–100 Motivasi berprestasi sedang 4 10,26 %
4. 100–120 Motivasi berprestasi tinggi 30 76,92 %
5. 120–150 Motivasi berprestasi sangat tinggi 5 12,82 %
Total 39 100 %
51
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa sebagian
besar siswa yang diajar dengan metode investigasi kelompok
mempunyai motivasi berprestasi tinggi (76,92 %), sebagian
kecil mempunyai motivasi berprestasi sedang (10,26 %), dan
sangat tinggi (12,82 %). Tidak ada siswa yang mempunyai
motivasi berprestasi rendah dan sangat rendah.
2) Kelas Kontrol
Tabel 4.3
Kategorisasi Tingkat Motivasi Berprestasi Siswa
Kelas Kontrol
No. Skor Kategori Frekuensi Persentase
(%)
1. 30–60 Motivasi berprestasi sangat rendah 0 0 %
2. 60–80 Motivasi berprestasi rendah 0 0 %
3. 80–100 Motivasi berprestasi sedang 4 10 %
4. 100–120 Motivasi berprestasi tinggi 34 85 %
5. 120–150 Motivasi berprestasi sangat tinggi 2 5 %
Total 40 100 %
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa sebagian
besar siswa yang diajar dengan metode ekspositori
mempunyai motivasi berprestasi tinggi (85 %), sebagian kecil
mempunyai motivasi berprestasi sedang (10 %), dan hanya
sedikit yang mempunyai motivasi berprestasi sangat tinggi (5
%). Tidak ada siswa yang mempunyai motivasi berprestasi
rendah dan sangat rendah.
Walaupun mean kedua kelas terdapat pada interval skor
100-120 yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, akan
tetapi kelas eksperimen memiliki mean lebih tinggi daripada
kelas kontrol. Jadi, dapat diketahui bahwa kelas eksperimen
52
memiliki motivasi berprestasi lebih tinggi jika dibandingkan
kelas kontrol.
c. Indikator Motivasi berprestasi
Berdasarkan mean skor indikator motivasi berprestasi secara
berurutan dari yang tertinggi ke yang terendah, yaitu : (rekapitulasi
skor dan perhitungan lengkap terlampir)
Tabel 4.4. Mean Indikator Motivasi Berprestasi
No. Indikator Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
1. Mengidolakan orang yang sukses 25,8 25,1
2. Memanfaatkan waktu dengan baik 20,9 21,9
3. Tidak suka menunda tugas/pekerjaan 21,9 21,3
4. Bekerja keras 23,6 20,8
5. Memiliki waktu khusus untuk belajar 20,7 18,2
Jumlah 112,97 107,35
1) Mengidolakan Orang yang Sukses
Berdasarkan tabel di atas, mengidolakan orang yang
sukses menempati urutan pertama. Siswa memiliki seseorang
yang mereka idolakan sebagai salah satu patokan untuk mencapai
suatu harapan atau tujuan. Setiap saat selalu mencoba dan
mencoba untuk mencari identifikasi diri, mereka selalu merenung
dan berfikir untuk menemukan figur yang sangat pas untuk
diadopsi dan ditiru dalam rangka membentuk karakter diri
sendiri.
Generasi muda yang jumlahnya jutaan jiwa itu dapat kita
umpamakan sebagai koloni serangga yang beterbangan di malam
hari mengejar sinar yang dipancarkan oleh figur-figur orang
orang besar dan orang orang ternama di Indonesia (malah bisa
jadi juga orang terkenal di level dunia). Figur atau tokoh yang
53
memancarkan sinar popularitas yang kuat pastilah mampu
menarik banyak anak-anak muda untuk menjadikan mereka
sebagai idola atau sebagai panutan (model) bagi hidup.
Tentu saja mereka juga rajin untuk mengumpulkan
kliping tulisan yang mempublikasikan figur tersebut dari majalah
dan koran- koran, atau mereka mencari buku biografi tentang
orang ternama lain untuk perbendaharaan wawasan mereka lewat
meminjam, dari pustaka atau membelinya di toko buku.
2) Memanfaatkan Waktu dengan Baik
Berdasarkan tabel di atas, memanfaatkan waktu dengan
baik menempati urutan kedua. Saat waktu senggang mereka lebih
senang menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang lebih penting
yaitu belajar dari pada hal lain yang membuang waktu.
Waktu yang mereka miliki tidak terbuang sia-sia,
sehingga tugasnya di sekolah tidak terbengkalai. Walaupun
mereka tidak memanfaatkan waktu senggang dengan belajar
materi biologi, setidaknya mereka menggunakannya untuk
membaca buku-buku pengetahuan.
3) Tidak Suka Menunda Tugas/Pekerjaan
Berdasarkan tabel di atas, tidak suka menunda tugas/
pekerjaan menempati urutan ketiga. Siswa tidak suka menunda
tugas/pekerjaannya berarti dia memiliki tanggung jawab yang
beda terhadap dirinya dan orang lain. Siswa tersebut selalu
mengumpulkan tugas tepat waktu, mendahulukan tugasnya dari
pada bermain, dan mengerjakan tugas jauh sebelum batas akhir
pengumpulan.
Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi akan
melakukan tugas sekolah atau bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya. Siswa yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan
akan puas dengan hasil pekerjaan karena merupakan hasil
usahanya sendiri.
54
4) Bekerja Keras
Berdasarkan tabel di atas, bekerja keras menempati urutan
keempat. Orang yang bekerja keras akan berusaha sebaik-
baiknya dalam belajar atau mempunyai motivasi yang tinggi
dalam belajar. Siswa akan rajin mengerjakan tugas, belajar
dengan keras, tekun dan ulet. Siswa akan mengerjakan tugas
sampai selesai dan melakukan semua kegiatan belajar sebaik
mungkin.
Orang yang bekerja keras tidak pernah putus asa
walaupun diberi tugas yang sulit dan menemui hambatan.
Mereka tetap bersemangat dan mengerjakan dengan segenap
kemampuan yang dimiliki walaupun harus berusaha keras
sehingga memperoleh hasil yang memuaskan.
5) Mempunyai Waktu Khusus untuk Belajar
Berdasarkan tabel di atas, memiliki waktu khusus untuk
belajar menempati urutan kelima. Siswa melakukan semua
kegiatan belajar sebaik mungkin dan tidak ada kegiatan lupa di
kerjakan. Siswa membuat kegiatan belajar dan mentaati jadwal
tersebut, menyiapkan semua keperluan atau peralatan sebelum
pergi ke sekolah. Siswa datang ke sekolah lebih cepat dari jadwal
belajar atau jadwal ujian, mencari soal atau jawaban untuk
latihan. Siswa menyokong persiapan belajar yang perlu dan
membaca materi pelajaran yang akan di berikan guru pada hari
berikutnya.
2. Hasil Wawancara
Wawancara digunakan untuk mengetahui kesesuaian jawaban siswa
dengan angket yang mereka isi. Wawancara dilakukan pada 3 orang siswa
pada masing-masing kelas yang mewakili kategorisasi motivasi
berprestasi. Karena tidak terdapat siswa dengan kategori motivasi
55
berprestasi sangat rendah dan rendah, maka hanya mencakup 3 kategori
saja, yaitu : sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Wawancara yang dilakukan peneliti meliputi wawancara tentang
metode investigasi kelompok di kelas eksperimen dan metode ekspositori
di kelas kontrol, wawancara tentang motivasi berprestasi di kedua kelas,
dan wawancara dengan guru biologi tentang pembelajaran biologi dan
motivasi berprestasi siswa.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa pada kelas
eksperimen siswa menyukai metode investigasi kelompok, sedangkan
pada kelas kontrol siswa merasa agak bosan dan mengantuk. Hal ini
disebabkan dalam metode investigasi kelompok berorientasikan tugas
yang dilakukan dengan bekerja sama disertai tanggung jawab individu
dan kelompok yang tinggi, siswa dapat bertukar pengetahuan karena
anggota kelompok memiliki kemampuan yang heterogen. Sedangkan
dengan metode ekspositori siswa merasa bosan, apalagi tidak diselingi
latihan, tanya jawab atau permainan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dan guru biologi,
diketahui bahwa motivasi berprestasi siswa terhadap mata pelajaran
biologi kurang. Dengan demikian metode investigasi kelompok dapat
memberikan pengaruh positif terhadap siswa. Adanya pengaruh positif
tersebut membuat siswa ingin memiliki motivasi berprestasi yang tinggi
pada mata pelajaran biologi. Siswa akan lebih bersemangat walaupun
diberi tugas yang sulit, memiliki tanggungjawab tinggi, tidak menunda
tugas, dan dapat memanfaatkan waktu luangnya dengan baik.
3. Hasil Catatan Lapangan
Berdasarkan catatan lapangan yang dilakukan oleh peneliti. Terlihat
bahwa pada kelas eksperimen, pada awal pertemuan masih ada beberapa
siswa yang kurang mengerti dengan penjelasan guru mengenai prosedur
pembelajaran dengan metode investigasi kelompok. Biasanya siswa hanya
diajar oleh guru dengan metode ceramah, diskusi atau pengelompokan
56
biasa. Tetapi akhirnya proses pembelajaran berlangsung lancar dan siswa
mengikuti prosedurnya.
Pada pertemuan kedua, siswa merasa mengalami sedikit kesulitan
dengan tugas kelompok yang telah diberikan guru, walaupun demikian
mereka semua mengerjakan tugas tersebut. Presentasi dan tanya jawab
berlangsung cukup kondusif dan siswa berparisipasi aktif.
Pada pertemuan ketiga, siswa sangat antusias dengan tugas yang
diberikan. Mereka berpartisipasi aktif selama proses pembelajaran,
memiliki sikap disiplin dan tanggungjawab tinggi dengan tugas yang
diberikan walaupun diberikan tugas yang berat.
B. Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh berasal dari subjek penelitian berdistribusi normal atau tidak,
dilakukan dengan uji Liliefors. Kriteria uji normalitas adalah Ho diterima
jika L hitung < L tabel dan Ho ditolak jika L hitung > L tabel. Dengan
diterimanya Ho berarti data berasal dari populasi berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :
(Perhitungan lengkap terlampir)
Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas
Statistik Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
n 39 40
X 112,97 107,35
SD 7,78 8,4
Lo 0,1259 0,0995
Lt 0,1424 0,1401
Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 untuk kelas
eksperimen dengan n = 39 dan kelas kontrol dengan n = 40. dari tabel di
atas dapat disimpulkan bahwa kedua kelas bedistribusi normal karena L
hitung < L tabel.
57
2. Uji Homogenitas
Setelah subjek penelitian merdistribusi normal, kemudan dicari
homogenitasnya menggunakan uij Fisher. Kriteria pada pengujian uji
Fisher yaitu subjek penelitian dinyatakan homogen apabila F hitung < F
tabel yang diukur pada taraf signifikansi 0,05. Hasil uji homogenitas dapat
dilihat pada pada tabel di bawah ini: (Perhitungan lengkap terlampir)
Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas
Statistik Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
n 39 40
S2 60,55 71,2
F hitung 1,18
F tabel 1,71
Dari tabel tersebut diperoleh F hitung < F tabel (1,18 < 1,71)
sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas mempunyai varians yang
homogen.
3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan pada kedua kelas yang terbukti
berdistribusi normal dan homogen. Pengujian dilkukan dengan uji-t. Jika t
hitung < t tabel maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan motivasi
berprestasi siswa yang signifikan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Jika t hitung > t tabel maka dapat disimpulkan terdapat
perbedaan motivasi berprestasi siswa yang signifikan antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Dari perbandingan kedua kelompok,
diperoleh data sebagai berikut : (Perhitungan lengkap terlampir)
58
Tabel 4.7. Hasil Pengujian Hipotesis
Statistik Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
n 39 40
X 112,97 107,35
S2 60,55 71,2
t hitung 3,054
t tabel 1,99
kesimpulan Terdapat perbedaan
Dari tabel tersebut diperoleh t hitung > t tabel (3,054 > 1,99) maka
Ho ditolak dan H1 diterima, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor
rata-rata motivasi berprestasi siswa antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol pada pelajaran biologi (konsep sistem peredaran darah pada
manusia). Skor rata-rata motivasi berprestasi siswa kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan kelas kontrol.
C. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi berprestasi siswa kelas
eksperimen yang diajar dengan menggunakan metode investigasi kelompok
lebih tinggi dibandingkan dengan motivasi siswa kelas kontrol yang diajar
dengan menggunakan metode ekspositori. Terbukti dari nilai rata-rata (mean)
skor angket motivasi berprestasi yang didapat, rata-rata kelas eksperimen lebih
tinggi daripada kelas kontrol. Hasil ini dicapai karena dalam penerapan
metode investigasi kelompok, pemberian tugas kepada kelompok membentuk
anggotanya untuk saling bekerja sama dan setiap anggota merasa bangga
karena telah memberikan kontribusinya dalam menyelesaikan tugas. Dalam
menyelesaikan tugas tersebut, para siswa berusaha mencari sendiri informasi
dari berbagai sumber kemudian saling berbagi informasi dan pengetahuan
dengan teman sekelompoknya. Bahkan setelah melakukan presentasi
kelompok mereka bisa berbagi informasi dan pengetahuan dengan kelompok
yang lain tanpa harus tergantung dengan penjelasan guru.
59
Berdasarkan pandangan Dewey terhadap kooperatif di dalam kelas
adalah sebagai sebuah prasyarat untuk dapat menghadapi berbagai masalah
kehidupan yang kompleks dalam masyarakat demokrasi.1 Di dalam kelas
siswa terlatih untuk menghadapi masalah-masalah yang sulit melalui tugas-
tugas yang harus dilaksanakannya. Dalam menghadapi masalah tersebut kerja
sama dalam tim lebih efektif daripada dilakukan secara individual, sehingga
ketika siswa berada di masyarakat sudah tidak canggung lagi untuk
bersosialisasi.
Dalam melaksanakan investigasinya, para siswa saling bertukar
fikiran, berdiskusi, menganalisis data sehingga terbentuk sebuah kesimpulan
dari masing-masing permasalahan yang akan dipresentasikan. Dengan
kontribusi setiap anggota kelompok, kemandirian siswa mencari sumber
informasi, kerja sama dalam kelompok yang heterogen dan keberanian siswa
untuk melakukan presentasi meningkatkan rasa percaya diri. Keberanian dan
rasa percaya ini berasal dari kooperatif kelompok yang saling membantu
dalam menyelesaikan tugas sehingga dapat membuat laporan akhir secara
matang untuk dipresentasikan. Semua hal tersebut dapat mendorong siswa
untuk memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dalam belajar, walaupun
menghadapi tugas-tugas yang sulit biasanya siswa cenderung mudah bosan
dan menyerah, dengan metode investigasi kelompok siswa menjadi
termotivasi untuk berprestasi.
Metode investigasi kelompok menjadikan siswa terbiasa untuk
melakukan presentasi. Hal ini terbukti pada setiap pertemuan, hasil catatan
lapangan menunjukkan bahwa pada awalnya siswa kurang berani tampil di
depan kelas, akan tetapi pada pertemuan berikutnya siswa lebih percaya diri
karena persiapannya lebih matang. Selain itu, sumber informasi yang telah
mereka cari sendiri berdasarkan sumber-sumber yang akurat dan relevan.
Teori belajar konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan itu tidak
1 Robert E.Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik... hal. 214
60
lagi sesuai. Menurut teori kontruktivis ini, satu prinsip yang paling penting
dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar
memberikan pengetahuan kepada siswa, siswa harus membangun sendiri
pengetahuan di dalam benaknya.2 Berdasarkan pada teori ini, pembelajaran
kooperatif adalah salah satu pembelajaran inovatif yang berorientasi
konstruktivistik, sedangkan metode investigasi kelompok adalah salah satu
variasi dari pembelajaran kooperatif selain STAD jigsaw, TPS atau NHT.
Dengan metode investigasi kelompok siswa mendapat sendiri informasi yang
harus mereka cari, sedangkan peran guru hanya sebagai narasumber dan
fasilisator, guru memberikan bantuan ketika siswa memang merasa benar-
benar mengalami kesukaran.
Lembar tugas siswa pada metode investigasi kelompok turut
menunjang tercapainya motivasi berprestasi pada mata pelajaran biologi
(konsep sistem peredaran darah manusia). Karena lembar tugas siswa sengaja
disusun untuk membantu siswa supaya memiliki motivasi berprestasi. Pada
setiap pertemuan siswa diberikan subtopik yang berbeda sesuai dengan
kelompoknya. Dalam lembar tugas siswa terdapat pertanyaan-pertanyaan yang
mengharuskan mereka mempunyai pemahaman yang tinggi dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu siswa harus mencari informasi dari
berbagai sumber yang akurat dan relevan. Melalui lembar tugas siswa dan
sumber yang diperoleh, mereka menyadari pentingnya belajar biologi
sehingga mendorong siswa untuk berprestasi pada pelajaran biologi.
Sesuai dengan tahapan metode investigasi kelompok, yaitu : memilih
topik, perencanaan kooperatif, implementasi, analisis dan sintesis, presentasi
hasil final, dan evaluasi. Semua tahapan dalam metode investigasi kelompok
terbukti dapat menunjang siswa untuk memiliki motivasi berprestasi pada
pelajaran biologi sehingga siswa mencapai prestasi yang memuaskan.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan
keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita.
2 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik... hal.13
61
Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan
belajar yang kondusif dan kegiatan belajar yang menarik.3 Motivasi belajar
memiliki peranan yang sangat penting untuk meraih prestasi, karena motivasi
untuk belajar menyebabkan siswa rajin belajar, sebaliknya jika siswa tidak
memiiki motivasi untuk belajar maka dia akan cepat bosan. Jika motivasi
belajar rendah maka dalam pencapaian prestasi pun tidak akan berhasil.
Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk berhasil dalam melakukan
suatu tugas atau pekerjaan, dorongan untuk memperoleh kesempurnaan.
Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung untuk
berusaha menyelesaikan tugasnya dengan tuntas, tanpa menunda-nunda
pekerjaannya. Penyelesaian tugas semacam itu bukanlah karena dorongan dari
luar, tapi upaya pribadi.4 Keberhasilan yang dia dapat adalah benar-benar
berdasarkan kesadaran diri atas tanggungjawabnya akan tugas-tugas yang
harus dikerjakan, bukan karena lingkungan. Sehingga seseorang yang
memiliki motivasi berprestasi tingggi keetika mengalami kegagalan maka dia
tidak larut dalam kekecewaannya justru hal tersebut akan dijadikan cambuk
untuk lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan seseorang yang memperoleh
keberhasilan karena dia takut gagal, ketika mengalami kegagalan maka dia
akan terlarut dalam kekecewaan karena dalam dirinya tertanam rasa takut,
malu, takut dihina, bahkan takut mendapat hukuman. Jadi usaha tersebut tidak
secara tulus datang dari dalam individu tersebut.
Dalam metode investigasi kelompok setiap siswa memberikan
kontribusinya dalam kelompok dengan cara pembagian tugas sehingga siswa
mampu memikul tanggungjawabnya untuk keberhasilan kelompok. Selain itu,
ketika merasa kesulitan dalam menyelesaikan tugas siswa dapat bertanya apa
yang tidak dimengerti kepada temannya yang lain. Di sisi lain, siswa yang
kurang kemampuan akademisnya merasa termotivasi untuk lebih giat lagi
belajar karena tidak ingin tertinggal dalam belajar.
3 Hamzah B.Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008),
hal. 23 4 Hamzah B.Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya... hal. 30
62
Lain halnya dengan metode investigasi kelompok, pada metode
ekspositori (ceramah), guru menjejali siswa dengan pemikiran mereka sendiri.
Menuangkan fakta dan konsep ke dalam benak siswa, menunjukkan
keterampilan dan prosedur dengan cara yang terlalu menguasai justru akan
mengganggu proses belajar. Proses belajar yang sesungguhnya bukanlah
semata kegiatan menghafal.5 Dalam metode ekspositori memang tidak
membutuhkan tenaga dan waktu yang lama karena materi dapat disampaikan
lebih banyak. Akan tetapi cenderung berpusat pada guru dan siswa cenderung
pasif, karena metode ini kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan pemikirannya dalam mengemukakan argumen atau
pendapatnya. Metode ekspositori masih bersifat teacher centered, dominansi
guru terlalu besar dalam aktivitas pembelajaran sehingga siswa cenderung
pasif dan selalu menunggu konsep yang disampaikan guru, akibatnya
komunikasi siswa kurang terwujud.
Pada penelitian ini ditemukan beberapa kendala dalam
pelaksanaannya, yaitu :
a. Siswa cenderung hanya mempelajari mengenai subtopik yang menjadi
tanggung jawab mereka.
b. Siswa yang tingkat kesadarannya kurang terhadap tanggung jawabnya
dalam mengerjakan tugas cenderung mengandalkan teman yang lebih
rajin.
5 Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Nusa Media, 2006), hal. 27
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian statistik yang dilakukan
memberikan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan skor rata-rata motivasi
berprestasi siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pelajaran
biologi (konsep sistem peredaran darah pada manusia). Skor rata-rata
motivasi berprestasi siswa kelas eksperimen lebih tinggi (112,97)
dibandingkan kelas kontrol (107,35).
B. Saran
Bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian menggunakan
metode ini, diharapkan:
1. Melakukan penelitian mengenai pengaruh metode investigasi
kelompok terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui
kemampuan akademik siswa, dapat juga dilakukan penelitian
tindakan kelas untuk mengetahui efektifitas penerapan metode
investigasi kelompok.
2. Melakukan penelitian menggunakan konsep yang lainnya. Pastikan
bahwa sampel yang dipakai bersifat heterogen sebab ini merupakan
salah satu syarat pelaksanaan pembelajaran kooperatif metode
investigasi kelompok.
63