1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan media informasi dan teknologi pada era modern ini
tentu memiliki dampak yang sangat baik bagi kehidupan kita. Dengan adanya
sarana-sarana yang ditunjang oleh teknologi canggih, sehingga dapat
memudahkan kita dalam belajar, berkerja dan melakukan berbagai aktifitas
lainnya. Namun, jika kita salah dalam memanfaatkan fasilitas modern yang
kita miliki, maka justru akan berdampak negatif.
Salah satu contoh dampak negatif ketika kita salah dalam
memanfaatkan fasilitas modern saat ini adalah kecelakaan maut yang
melibatkan anak. Kecelakaan yang menimpa salah seorang anak musikus
Ahmad Dhani, Abdul Qodir Jaelani (Dul/AQJ), yang mengalami tabrakan di
Tol Jagorawi sungguh mengagetkan kita semua. AQJ yang mengemudikan
sedan Mitsubishi Lancer ternyata masih berusia 13 tahun. Selain itu,
kecelakaan tersebut telah menyebabkan 7 orang tewas dan 9 luka-luka.1
1Letysia Searamita. 2013. Kronologi kecelakaan maut versi Dul.:
http://news.liputan6.com/read/726995/kronologi-kecelakaan-lancer-maut-versi-dul.. Diakses pada
tanggal 29 Oktober 2013, pukul ; 09;38
2
AQJ ketika diwawancarai mengaku bahwasanya pada saat sebelum
terjadi kecelakaan, ia menjemput Maharani di Pondok Indah Mall, Noval di
Ragunan, dan teman dekatnya AQJ, Fadjrina di Pondok Labu. Di Pondok
Labu sampai jam 17.30 WIB. Setelah menjemput, keempat temannya ia
menuju ke Grand Indonesia untuk makan malam sampai sekitar 21.30 WIB.
Kemudian setelah makan, mereka pulang, akan kembali. Saudari Maharani
Diva dijemput keluarganya, Fajrina Khairiza ini menunggu taksi, namun
setelah 30 menit tunggu taksi, akhirnya diantar AQJ ke rumah ibunya di
Cibubur. Pukul 24.00 WIB AQJ mengakui sampai di Cibubur dan langsung
izin pulang, mengarah ke Pondok Indah. Sewaktu bayar tol (dalam perjalanan
pulang), AQJ sudah merasa lelah, blank, atau kosong. Tapi dia tidak bicara
(mengakui) dengan Noval. Detik-detik kecelakaan terjadi setelah masuk pintu
Tol KM 4 Cibubur arah Jakarta. Pada saat itu, AQJ yang mengendarai dalam
kondisi blank diperingatkan Noval bahwa ada kendaraan di depannya. AQJ
pun banting setir ke kanan. "Dia tidak mengatakan tertidur atau mengantuk,
hanya pas mulai masuk pintu tol bayar, uang kembaliannya tidak diambil
kembalian.2
Berdasarkan keterangan AQJ di atas, bahwasannya sebelum AQJ
mengendarai mobilnya, AQJ sempat meminta ijin terlebih dahulu kepada
ayahnya melalui telepon, namun belum ada jawaban dari ayahnya. Kemudian
2 Ibid.
3
AQJ dengan inisiatif dirinya asendiri langsung mengambil kunci mobil di
kotak penyimpanan kunci mobil secara sembunyi-sembunyi. Padahal, saat itu
AQJ belum memiliki SIM.
Anak yang belum mengantongi Surat Ijin Mengemudi (SIM) ketika
mengendarai mobil di jalan raya tentu melanggar hukum. Hal ini dikarenakan
akan membahayakan nyawanya sendiri dan orang lain. Orang tua sebagai
pendidik seharusnya dapat memberikan pengawasan kepada anak-anaknya
terutama yang beranjak dewasa, agar dapat mengontrol segala perbuatannya,
sehingga kejadian yang semacam ini dapat diminimalisir.
Adapun di Indonesia, pertanggung-jawaban dan proses hukum yang
berlangsung dalam kasus pelanggaran hukum oleh anak memang berbeda
dengan kasus pelanggaran hukum oleh orang dewasa, karena dasar pemikiran
pemberian hukuman oleh negara adalah bahwa setiap warga negaranya adalah
mahkluk yang bertanggung jawab dan mampu mempertanggung-jawabkan
segala perbuatannya. Sementara anak diakui sebagai individu yang belum
dapat secara penuh bertanggung jawab atas perbuatannya. Oleh sebab itulah
dalam proses hukum dan pemberian hukuman, (sebagai sesuatu yang pada
akhirnya hampir tidak dapat dihindarkan dalam kasus pelanggaran hukum),
anak harus mendapat perlakuan khusus yang membedakannya dari orang
dewasa.
4
Penyelenggaraan proses hukum dan peradilan bagi pelanggaran
hukum oleh anak sudah bukan lagi hal baru. Tetapi karena sampai saat ini
belum ada perangkat peraturan yang mengatur mengenai penyelenggaraan
peradilan anak secara menyeluruh, mulai dari penangkapan, penahanan,
penyidikan, dan pemeriksaan di persidangan, sampai dengan sanksi yang
diberikan serta eksekusinya, maka sampai saat ini pelaksanaannya masih
banyak merujuk pada beberapa aturan khusus mengenai kasus pelanggaran
hukum oleh anak dalam KUHP dan KUHAP, serta pada Undang-Undang
No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Selain itu, pelaksanaan proses peradilan bagi anak juga harus mengacu
pada Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi ke dalam Keputusan Presiden
No. 36 Tahun 1990 (Konvensi Hak Anak), dimana sedikit banyak telah
diakomodir dalam Undang Undang Pengadilan Anak.
Sampai saat ini, di Indonesia belum ada tempat bagi suatu peradilan
anak yang berdiri sendiri sebagai peradilan yang khusus. Perkara anak masih
dibawah ruang lingkup Peradilan Umum. Secara intern, lingkungan Peradilan
Umum dapat ditunjuk hakim yang khusus mengadili perkara-perkara anak.
Peradilan Anak melibatkan anak dalam proses hukum sebagai subjek tindak
pidana dengan tidak mengabaikan hari depan anak tersebut, dan menegakkan
wibawa hukum sebagai pengayoman, pelindung serta menciptakan iklim yang
5
tertib untuk memperoleh keadilan. Perlakuan yang harus diterapkan oleh
aparat penegak hukum, yang pada kenyataannya secara biologis, psikologis
dan sosiologis, kondisi fisik, mental dan emosi anak menempatkannya pada
kedudukan khusus.3
Khusus mengenai sanksi terhadap anak dalam Undang Undang
Pengadilan Anak ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi
anak yang masih berumur 8 (delapan) sampai 12 (dua belas) tahun hanya
dapat dikenakan tindakan, seperti dikembalikan kepada orang tuanya,
ditempatkan pada organisasi sosial, atau diserahkan kepada Negara,
sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur di atas 12 (dua belas)
sampai 18 (delapan belas) tahun dijatuhkan pidana. Dalam kasus AQJ, karena
anak tersebut berumur 13 (tiga belas) tahun, maka sanksi yang dijatuhkan
dapat saja berupa pidana.
Namun pada hakekatnya, segala bentuk penanganan terhadap anak
yang melanggar hukum harus dilakukan dengan memprioritaskan kepentingan
terbaik untuk si anak. Oleh karena itu, keputusan yang diambil Hakim
(apabila kasus diteruskan sampai persidangan) harus adil dan proporsional,
serta tidak semata-mata dilakukan atas pertimbangan hukum, tapi juga
mempertimbangkan berbagai faktor lain, seperti kondisi lingkungan sekitar,
3 Agung Wahyono, Siti Rahayu.. 1993. Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia.
Jakarta : Sinar Gafika. Hal : 2.
6
status sosial anak, dan keadaan keluarga. Hal-hal ini dijamin serta diatur
dalam UU Pengadilan Anak.
Dalam proses perkembangan tidak jarang timbul peristiwa-peristiwa
yang menyebabkan anak dalam keadaan terlantar maupun terjadinya
perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh anak berupa ancaman atau
pelanggaran ketertiban umum dalam masyarakat, bahkan ada kecenderungan
adanya penyalahgunaan anak bagi kepentingan-kepentingan tertentu yang
justru dilakukan oleh para orang tua atau pembinanya.4
Kesalahan orang tua dalam mendidik anak dengan memberikan
fasilitas yang berlebihan tanpa adanya pengawasan yang intensif dari kedua
orang tuannya menjadi salah satu penyebab banyaknya pelanggaran pidana
yang dilakukan oleh anak.
Sedangkan dalam hukum Islam, setiap orang yang melanggar hukum,
pada dasarnya akan mendapatkan balasan yang setimpal sesuai dengan tingkat
pelanggarannya.
4 Ibid. Hal : 2.
7
Allah berfirman :
Artinya :‘’Katakanlah : Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah,
padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seseorang
berbuat dosa melainkan kemudhorotannya kembali pada dirinya sendiri. Dan
seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian
kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa
yang kamu perselisihkan’’.5
Ayat di atas menerangkan bahwasanya setiap orang yang melanggar
hukum (hukum Allah / hukum Islam) akan menanggung sendiri akibatnya dan
dosa atau hukumannya tersebut tidak dapat ditimpakan kepada orang lain.
Namun, ayat yang bersifat umum ini dikhususkan dengan hadits Nabi
Muhammad SAW.
عن الحسن البصري عن قتادة عن همام حدثنا بشر بن عمر حدثنا محمد بن يحيى القطعي البصري حدثنا يقظ وعن الصبي علي أن رسول الله صلى الله عليو وسلم قال رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يست
6حتى يشب وعن المعتوه حتى يعقل
Artinya : .....‘’Dari Ali ra bahwasanya Rasulullah SAW Bersabda :
‘’Diangkat pena (tidak diwajibkan) dari tiga (golongan): Dari orang tidur
5 QS. al- An’am[6] : 164
6 At-Turmudzi. 1962. Al-Jami’ as-Shohih. Bab : mā jā’a fīman lā yajib ‘alaihi al-
hadd. Hadits no. 1423, Juz : 4. Hal : 32.
8
sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia baligh dan dari orang gila
sampai dia berakal’’. (HR. At-Turmudzi)
Hadits di atas menerangkan bahwasanya setiap orang yang melanggar
hukum akan mendapatkan balasannya kecuali tiga golongan yaitu orang yang
tidur hingga ia bangun, anak kecil (belum baligh) hingga ia dewasa dan orang
gila hingga ia berakal.
Sampai saat ini, berdasarkan berita yang beredar melalui media cetak,
internet dan televisi, terdapat berbagai macam perbedaan pendapat mengenai
bentuk pertanggung-jawaban tindak pidana anak yang menimpa AQJ. Ada
yang berpendapat bahwa AQJ sudah pantas dipidana, dan ada yang
berpendapat bahwa orang tuanya-lah yang harus dipidana. Hal inilah yang
menginspirasi penulis untuk meneliti lebih jauh mengenai ‘’Bentuk
Pertanggungjawaban Tindak Pidana Anak Ditinjau Menurut Hukum Pidana
Positif dan Hukum Pidana Islam’’.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang akan dibahas pada penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban tindak pidana yang
dilakukan oleh anak ditinjau menurut hukum positif dan hukum
Islam?
9
2. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban orang tua terhadap tindak
pidana yang dilakukan oleh anak ditinjau menurut positif dan
hukum Islam?
C. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban tindak pidana yang
dilakukan oleh anak ditinjau menurut hukum pidana positif dan
hukum pidana Islam.
2. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban orang tua terhadap
tindak pidana yang dilakukan oleh anak ditinjau menurut hukum
pidana positif dan hukum pidana Islam.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat kepada peneliti
dalam memperkaya ilmu pengetahuan, terutama di bidang hukum
pidana positif Indonesia dan hukum pidana Islam khususnya yang
10
berhubungan dengan bentuk pertanggungjawaban tindak pidana
anak.
2. Sebagai sumbangan pemikiran khususnya mahasiswa sebagai
acuan penelitian ilmiah selanjutnya baik hukum pidana Islam
maupun hukum pidana positif Indonesia.
3. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengambil kebijakan dalam
mewujudkan peraturan yang bisa mencapai kebutuhan masyarakat
sesuai situasi dan kondisi.
E. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
deskriptif analisis yaitu dengan cara menganalisis, menggambarkan dan
mendeskripsikan permasalahan secara dalam mengenai bentuk
pertanggung-jawaban tindak pidana anak ditinjau menurut hukum positif
dan hukum Islam.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yaitu
segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan dan
menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang
11
sedang diteliti, oleh karena itu sumber penelitian diperoleh dari kitab-
kitab atau buku-buku secara langsung maupun referensi lain yang
berkaitan dengan pokok bahasan. Dalam hal ini menggunakan
pendekatan yuridis normatif.
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam usaha pengumpulan data-data yang relevan dengan judul
ini kami menggunakan metode sebagai berikut :
a. Library Research, yaitu penulis melakukan pengumpulan data
dengan jalan membaca dan menelusuri literatur – literature yang
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
b. Dokumentasi yakni penulis melihat serta mengumpulkan data atau
dokumen yang ada.
4. Sumber Bahan Hukum
Karena penelitian ini termasuk kategori penelitian kepustakaan,
maka dalam penulisan skripsi ini penulis akan menggunakan sumber dan
literatur data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis, seperti buku,
majalah, e-learning dan sebagainya. Adapun sumber bahan hukum
penelitian ini adalah :
12
a) Sumber Bahan Hukum Primer berupa :
1) Al-Qur`an,
2) al-Hadits,
3) Undang-undang no. 01 tahun 1974 tentang Perkawinan ,
4) Kompilasi Hukum Islam,
5) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak;
6) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak;
7) Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sitem
Peradilan Pidana Anak
8) Konvensi Hak Anak
9) Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
10) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
11) Kitab-kitab Fiqh kontemporer,
12) Kitab-kitab Fiqh klasik.
b) Sumber Bahan Hukum Sekunder :
Yaitu sumber-sumber data untuk melengkapi sumber
data primer yang terdiri dari buku-buku, artikel, dan makalah-
makalah, jurnal, majalah, koran, dan lain sebagainya yang
terkait dengan pembahasan.
13
c) Sumber Bahan Hukum Tersier :
Yaitu sumber penelitian tambahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan penelitian primer
dan sekunder yang dapat berupa kamus, ensiklopedia, dan lain-
lain.
5. Teknik Analisa Bahan Hukum
Analisis bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif pada dasarnya berarti
penyorotan terhadap masalah serta usaha pemecahannya yang bertujuan
untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti.7 Penulis dalam
penelitian ini akan menerangkan dan menjelaskan gejala-gejala dari
suatu permasalahan secara umum dan kemudian mengkajinya yang
selanjutnya diuraikan dalam bentuk kalimat-kalimat sehingga menjadi
suatu kesimpulan yang bersifat khusus (deduktif).
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini maka penulis menyusun
sistematika penulisan skripsi ini dengan membagi menjadi 4 bab :
7 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 32
14
BAB I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, metode
analisa dan sistematika penulisan.
BAB II merupakan kajian pustaka yaitu sebuah landasan teori yang
berkaitan tentang konsep bentuk pertanggungjawaban pidana yang meliputi
pengertian pertanggungjawaban pidana, filosofi tanggung jawab, istilah dan
teori pertanggungjawaban, sifat melawan hukum dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan bentuk pertanggungjawaban pidana baik dalam hukum
pidana positif maupun hukum pidana Islam.
BAB III merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang berkenaan
dengan hal-hal yang berkenaan dengan bentuk pertanggung jawaban tindak
pidana anak. Baik tanggung jawab anak itu sendiri maupun orang tuanya
ditinjau menurut hukum pidana positif maupun hukum pidana Islam.
Sebagaimana telah dirumuskan dalam rumusan masalah sebelumnya.
BAB IV merupakan kesimpulan yang berisikan hasil dari penelitian
yang telah dilaksanakan dan saran yang berisi saran praktis dan saran untuk
penelitian lanjutan dengan mempertimbangkan hasil penelitian yang
diperoleh, kekurangan, dan kelebihan penelitian