1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia memang belum menjadi bangsa yang sepenuhnya maju,
akan tetapi kekayaan bangsa Indonesia mencakup berbagai bidang. Salah satu di
antaranya adalah kekayaan budaya yang berkembang di masing-masing daerah.
Perkembangan budaya yang sangat pesat salah satunya terjadi di daerah Jawa,
karena Jawa merupakan etnik terbesar di Asia Tenggara yang berjumlah sekitar
40% dari keseluruhan penduduk Indonesia. Adapun wujud kebudayaan itu berupa
kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan bahasa, baik itu lisan maupun tulisan
(Pardi Suratno, 2013:1).
Di daerah Jawa dan sekitarnya dikenal adanya hasil kebudayaan tulis yang
disebut naskah. Naskah adalah karangan tulisan tangan, baik yang asli maupun
salinannya yang mengandung teks atau rangkaian kata-kata yang merupakan
bacaan dengan isi tertentu yang apabila dilihat dari segi lahir atau wujud dapat
dilihat atau diraba (Darusuprapta, 1984:10).
Naskah yang merupakan salah satu warisan kebudayaan nenek moyang ini
kaya akan khasanah pengetahuan yang memuat informasi unik, penting, dan
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Banyaknya manfaat yang terdapat di dalam
naskah menjadikannya tidak bisa lepas dari tradisi penyalinan. Maraknya tradisi
penyalinan naskah yang menghasilkan bermacam-macam naskah jamak, tidak
menutup kemungkinan bahwa masih bisa ditemukan beberapa naskah tunggal.
Naskah tunggal yang hanya ada satu perlu diselamatkan dengan cara diteliti secara
2 filologis, dikaji dan disebarluaskan. Hal ini perlu dilakukan karena naskah tunggal
dikhawatirkan akan musnah apabila tidak ditangani secara filologis.
Naskah dilihat dari segi jumlah ada dua yakni naskah tunggal dan naskah
jamak. Dilihat dari segi jenis ada beberapa pendapat tentang penggolongannya,
salah satunya adalah pendapat Behrend (1990) dalam Katalog Naskah-Naskah
Induk jilid 1 Museum Sonobudoyo yang menyebutkan bahwa ada bermacam-
macam naskah, kemudian digolongkan kedalam jenis-jenis naskah sebagai
berikut: Sejarah (S), Silsilah (Sil), Hukum dan Peraturan (H), Wayang (W), Sastra
Wayang (SW), Sastra (L), Piwulang dan Suluk (P), Agama Islam (I), Primbon dan
Pawukon (Pr), Bahasa (B), Musik (M), Tari-tarian (T), Adat-istiadat (F), Lain-lain
(LL). Sedangkan apabila dilihat dari segi bentuk ada naskah prosa atau gancaran
dan naskah puisi atau têmbang. Kategori-kategori diatas menyediakan terlalu
banyak pilihan yang tidak mungkin diteliti dalam waktu yang singkat. Maka dari
itu peneliti memutuskan untuk memilih naskah tunggal yang termasuk ke dalam
jenis naskah Sastra (L) dan berbentuk puisi atau têmbang. Naskah dengan kategori
sastra ini dipilih dengan alasan karena naskah tunggal perlu untuk diselamatkan,
apalagi naskah yang berjenis sastra dan berbentuk puisi dengan keunikan estetika
pemilihan kata ini menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian lebih
mendalam.
Peneliti setelah membaca Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 1
Museum Sonobudoyo Yogyakarta (Behrend, 1990), peneliti tertarik pada naskah
yang berjudul Sêrat Kridhasmara bernomor L191. Ditinjau dari judul, Sêrat
Kridhasmara dilihat sudah menarik untuk diteliti dan diungkap kandungan isi
yang terdapat dalam naskah yang unik ini.
3
Upaya lebih lanjut ditempuh yaitu dengan cara menginventarisasi naskah
melalui beberapa katalog untuk memastikan kebenaran, bahwa naskah ini benar-
benar naskah tunggal atau justru merupakan naskah jamak. Peneliti setelah
mencari naskah melalui katalog tidak ditemukan naskah yang mempunyai judul
ataupun isi yang sama dengan Sêrat Kridhasmara. Inventarisasi naskah SK telah
dilakukan melalui 10 (sepuluh) katalog, yaitu sebagai berikut :
1. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 1 Museum Sonobudoyo,
Yogyakarta karya T. E Behrend pada tahun 1990,
2. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta
karya T. E Behrend dkk pada tahun 1994,
3. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 3B (Fakultas Sastra
Universitas Indonesia) karya Jennifer Lindsay dkk, pada tahun 1998,
4. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia karya Jennifer Lindsay pada tahun 1998,
5. Javanese Literature in Surakarta Manuscripts Volume I, II, dan III
karya Nancy K. Florida pada tahun 2000,
6. Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman Yogyakarta
karya Sri Ratna Saktimulya pada tahun 2005,
7. Katalog lokal Museum Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran,
Surakarta,
8. Katalog lokal Museum Radya Pustaka, Surakarta,
9. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book
in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta karya Girardet
Sutanto pada tahun 1983,
4
10. Katalog lokal Perpustakaan Sasana Pustaka, Keraton Surakarta.
Inventarisasi naskah setelah selesai dilakukan dan tidak ditemukan naskah
yang judul dan isinya sama dengan naskah berjudul Sêrat Kridhasmara ini, maka
peneliti meyakini bahwa naskah ini benar-benar merupakan naskah tunggal.
Sêrat Kridhasmara yang selanjutnya disebut SK secara harfiah terdiri dari
3 kata yaitu kata : Sêrat (sêrat: I kn. 1 salêraning gêdêbog, godhong nanas lsp; 2
galêr-galêraning kayu; 3 urating godhong. II k: 1 layang; 2 jungkat; dipun-[x] k:
1 ditulis; 2 dibathik) yang berarti surat atau tulisan, kridha (kridha: (S) kw. 1 ak.
dolanan, sênêng-sênêng; 2 ulah sacumbana; 3 nggêgulang, nindakake; 4
tumindak, panggawean) yang berarti melakukan tindakan, dan asmara (asmara:
(S) kw sêngsêm, sih trêsna; nyidra [x] kw: ndhêmêni) yang berarti cinta kasih
(Poerwadarminta, 1939: 20-559). Jadi dapat diperoleh kesimpulan bahwa Sêrat
Kridhasmara memiliki arti tulisan atau surat yang isinya tentang tindakan bermain
cinta kasih. Sesuai dengan judulnya Sêrat Kridhasmara ini berisi tentang kisah
perjalanan dan cinta Pakubuwana X (B.R.M.G Malikul Kusno) dengan istri
keduanya yang bernama Kanjeng Ratu Hemas (B.R.Aj Mursudarinah) yang
merupakan putri Hamengkubuwana VII. Beliau menikah pada tanggal 27 Oktober
1915 M.
SK yang berbentuk têmbang macapat ini terdiri dari tujuh pupuh, yang
masing-masing pupuh memiliki sub judul yang berbeda-beda, yaitu :1.
Pangudang yang ditulis dalam tembang Kinanthi, 2. Panyandra yang ditulis
dalam tembang Mijil, 3. Pamiluta yang ditulis dalam tembang Pocung, 4. Pantara
yang ditulis dalam tembang Megatruh, 5. Pangudarasa yang ditulis dalam
tembang Asmaradana, 6. Panambung carita yang ditulis dalam tembang Sinom,
5 dan 7. Pangêla-êla yang ditulis dalam tembang Dhandhanggula. Sebenarnya
masih ada satu pupuh di bawah pupuh Dhandhanggula yaitu bersub-judul
pamarditama, akan tetapi isinya kosong dan tidak dilanjutkan kembali entah
karena memang sengaja tidak diteruskan atau karena adanya suatu alasan,
sehingga halaman 39 pada naskah SK ini menjadi halaman terakhir naskah dengan
konsitensi penulisan dan jumlah bait yang selalu sama disetiap subjudulnya.
Begitu uniknya naskah tunggal berjudul SK ini yang pada awalnya
merupakan draft, kemudian sah menjadi naskah yang sudah jadi dengan style
penulis yang berbeda dari penulis naskah têmbang pada umumnya menjadi alasan
lain selain alasan dari segi filologis yang mengharuskan penelitian naskah untuk
mampu mengembalikan naskah pada yang asli atau disebut juga pemurnian teks,
karena dengan jumlah halaman yang tergolong tipis, tetapi memiliki estetika
penulisan yang rapi dan kata-kata serta cara penulisan yang digunakan oleh
penulis naskah adalah salah satu bentuk estetika penulisan yang khas yang tidak
bisa dijumpai secara umum pada naskah-naskah lain, sekalipun naskah itu
termasuk dalam golongan naskah sastra.
Keunikan naskah SK yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini, di
antaranya adalah :
a. Cover luar naskah ini bertuliskan judul naskah yaitu Sêrat
Kridhasmara disertai nomor koleksi yaitu P.B.C. 103. Kridhasmara
karena naskah ini merupakan koleksi Panti Budaya yang ditata di rak
C nomor urut 103. Berikut ini gambar cover luar naskah.
6
Gambar 1 : Cover luar naskah SK
b. Terdapat tanda cap berwarna merah dengan aksara Jawa yang berbunyi
Panti Budaya disertai nomor urut koleksi naskah berdasarkan katalog
T.E Behrend yaitu MSB/ L.191 dan nomor koleksi naskah menurut
penataan naskah di Museum Negeri Sonobudoyo yaitu PB. C. 103
yang tertulis pada cover dalam naskah. Berikut ini gambar cover
dalam naskah SK.
7
Gambar 2 : Cover dalam naskah SK
c. Di dalam cover naskah bagian dalam tertulis “Ngrèngrèng” yang
berarti rancangan atau draft yang seharusnya naskah SK ditulis
kembali sebagai naskah otentik ataupun disahkan sebagai naskah yang
sudah jadi, bukan lagi sebagai draft naskah. Namun pada kenyataannya
naskah SK ini sudah selesai ditulis pada halaman terakhirnya yaitu
halaman 39 dan tidak dilanjutkan kembali karena tidak ada naskah
yang mempunyai judul-judul yang sama ataupun isi yang sama dengan
naskah SK ini. Berikut ini tulisan penulis asli naskah SK yang
menyebutkan nama lengkap disertai kedudukannya di dalam
pemerintahan masa itu.
8
Gambar 3 : Keterangan detail teks SK
“Ngrèngrèng : Sêrat Kridhasmara, karanganipun Radèn Mas Ngabèhi Wangsa
Sarsana, abdi dalêm mantri sèwu ing Surakarta”
P. B. C. 103. KRIDHASMARA
Rancang atau draft : Sêrat Kridhasmara, karangan Raden Mas Ngabehi Wangsa
Sarsana, abdi dalem mantri sewu di Surakarta.
Berjudul Kridhasmara dengan nomor koleksi PBC 103 yang artinya merupakan
koleksi Panti Budaya pada rak C nomor urut 103.
d. Style atau gaya penulisan naskah yang unik karena tidak semuanya
penulis naskah menggunakan style ini. Sangat berbeda dengan
penulisan naskah pada umumnya. Hal itu nampak pada setiap halaman
naskah SK salah satu di antaranya pada halaman pertama naskah yang
sudah masuk ke dalam isi naskah. Berikut ini contoh style yang
digunakan penulis naskah SK.
9
Gambar 4 : Gaya penulisan dalam SK
Penulis menggunakan penomoran halaman dengan angka Jawa di tengah
bagian atas dengan tinta warna hitam dan setelah pergantian bait penomoran
dengan angka Jawa ditulis dengan tinta warna merah. Pada tanda awalan pupuh
disertai judul bab yang menggunakan tinta warna merah dan menggunakan style
“dirga mêlik, dirga mêndut dan dirga mure” setiap akan ganti baris dalam gambar
ditandai dengan lingkaran dan garis merah.
Dirga mêlik (i)
Contoh : (kintaki)
Dirga mêndut (u)
Contoh : (kidung)
Dirga Mure (ai)
Contoh: (samangke)
10
e. Pada halaman terakhir SK terdapat satu sub-topik yang ditulis dengan
tinta warna hitam berbunyi “pamarditama” tetapi di bawahnya tidak
ada isinya atau kosong dan ini merupakan halaman terakhir naskah
yang ditulisi.
Gambar 5 : Halaman terakhir naskah SK
Dengan melihat cuplikan keunikan naskah SK yang awalnya merupakan
naskah draft atau rancangan dengan style penulis yang berbeda dengan penulis
naskah pada umumnya seperti terlihat pada beberapa contoh di atas, peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap naskah SK. Adapun kesimpulan
yang dapat ditarik dari alasan-alasan di atas adalah sebagai berikut :
1. Naskah SK merupakan naskah tunggal yang dikhawatirkan akan rusak
apabila tidak ada arsip atau kajian naskah SK secara filologis. Padahal
naskah SK mempunyai nilai manfaat yang tinggi guna mengetahui
kesusastraan masa lampau.
11
2. Dari segi filologis naskah SK ini mempunyai beberapa permasalahan
yang harus segera mendapatkan solusi, diantaranya disebabkan adanya
kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalam naskah SK ini. Kesalahan-
kesalahan tersebut adalah :
a. Terdapat lakuna yaitu adanya bagian yang terlampaui/ kelewatan,
baik suku kata, kata, kelompok kata maupun kalimat
Gambar 6 : Lakuna
Pada halaman pertama bait pertama baris kedua tertulis “mame
trusthanirèng kapti” yang seharusnya “mamet trusthanirèng kapti” yang
berarti “mencari kesenangan hati”
Gambar 7 : Lakuna
Pada halaman empat bait enam belas baris enam tertulis “tugil”
yang seharusnya “tunggil” yang berarti “satu” dalam konteks ini adalah
“satu ayah satu ibu”.
b. Terdapat hiperkorek yaitu adanya perubahan ejaan karena
pergeseran lafal.
Gambar 8 : Hiperkorek
12
Pada halaman pertama bait ketiga baris ketiga tertulis “labêt
kagubêtding trêsna” yang seharusnya “labêt kagubêting trêsna” yang
berarti “karena terbalut cinta kasih”.
Gambar 9 : Hiperkorek
Pada halaman tiga bait pertama baris kedua tertulis “saindhêning”
yang seharusnya “saindhênging” yang berarti “seisi atau seluruh isi” yang
dalam konteks ini adalah “seisi pulau Jawa”.
Gambar 10 : Hiperkorek
Pada halaman tiga belas bait tujuh belas baris pertama tertulis
“sarot” yang seharusnya “sorot” yang berarti “cahaya atau sinar”.
3. Dari segi isi naskah, SK ini menarik untuk diteliti karena di
dalam teks ditemukan rangkaian kata-kata arkhais penuh susastra.
Penulis naskah SK menceritakan tentang kisah perjalan dan cinta
Pakubuwana X (B.R.M.G Malikul Kusno). Pada saat itu beliau sangat
mengagumi sosok wanita yang kemudian berhasil disunting menjadi
istri keduanya pada tanggal 27 Oktober 1915 M yaitu Kanjeng Ratu
Mas (B.R.Aj Mursudarinah). Kangjeng Ratu Mas adalah putri dari
Hamengkubuwana VII. Naskah SK juga memuat tentang bagaimana
13
ciri-ciri atau tingkah laku serta bahasa yang sering digunakan oleh
orang yang sedang kasmaran seperti yang dialami oleh Pakubuwana X
saat beliau sedang kasmaran dengan sosok cantik Kanjeng Ratu
Hemas. Digambarkan dalam naskah SK beliau begitu memuji sosok
wanita cantik yang dikasihinya, memuji keadaan fisiknya yang
istimewa, sehingga membuat Pakubuwana X terpikat dengan segala
keistimewaanya, melalui berbagai perantara batin yang begitu
mengagumi sosok wanita yang membuat gundah gulana hati
Pakubuwana X. Disertai perjalanan yang dilakukan oleh Pakubuwana
X sebelum beliau mendapatkan cinta Kanjeng Ratu Mas saat beliau
sudah beristri B.R.Aj Sumarti ketika menjadi raja menggantikan
ayahnya yang telah meninggal, hingga akhirnya menikah dengan
Kanjeng Ratu Mas, (B.R.Aj Mursudarinah , putri Hamengkubuwana
VII).
Pelukisan, perjuangan, dan perjalanan cinta yang terangkum
melalui ungkapan-ungkapan susastra yang elok dan penuh makna yang
terdapat dalam naskah SK ini dengan style atau gaya kepenulisan yang
unik pula. Terdapat penulisan wangsalan-wangsalan pada subjudul
Pamiluta dalam têmbang Pucung. Dari segi pemilihan kata naskah SK
ini kemungkinan besar ditulis oleh pengarang berdasarkan perintah
Pakubuwana X atau bisa disebut bahwa naskah SK ini adalah naskah
Yasan Dalêm Pakubuwana X.
Berdasarkan uraian yang tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut terhadap naskah SK, baik kajian secara filologis untuk membahas
14 permasalahan-permasalahan filologis dalam naskah SK mengingat masih adanya
banyak kesalahan-kesalahan penulisan, maupun mengkaji kandungan isi yang ada
di dalam naskah SK guna memperoleh intisari dari naskah SK ini.Penelitian ini
dilakukan juga karena belum adanya penelitian-penelitian terdahulu yang
berhubungan langsung ataupun ditujukan untuk naskah SK ini, sehingga sangatlah
sayang apabila naskah SK ini tidak kunjung mendapat perhatian dari generasi-
generasi penerus budaya Jawa.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian naskah dan teks SK adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah teks SK yang secara hipotesis dipandang bersih dari
kesalahan ?
2. Bagaimanakah kandungan isi teks tentang perjalanan dan cinta
Pakubuwana X dalam SK ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menyajikan teks SK yang secara hipotesis dipandang bersih dari
kesalahan.
2. Mengungkapkan dan menguraikan kandungan isi teks tentang
perjalanan dan cinta Pakubuwana X dalam SK.
D. Batasan Masalah
Naskah SK ini dapat dimungkinkan untuk diteliti dari berbagai sudut
pandang, termasuk di luar bidang ilmu filologi. Maka dari itu diperlukan
pembatasan masalah dalam penelitian ini yang ditekankan pada dua kajian utama,
15 yaitu kajian filologis naskah SK dan kajian isi terhadap naskah SK yang tersimpan
di Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta.
E. Landasan Teori
1. Pengertian Filologi
Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia, berasal
dari dua kata yaitu “philos” yang berarti cinta dan “logos” yang berarti kata.
Sehingga filologi dapat diartikan “cinta kata” yaitu cinta terhadap hal-hal yang
terkait dengan kata-kata, ucapan, tulisan, kesusastraan dan kebudayaan (Siti
Baroroh Baried, dkk, 1994:1).
Edwar Djamaris (2002:3), menyebutkan bahwa filologi merupakan suatu
ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama. Sedangkan filologi menurut
Wellek (dalam Siti Chamamah Soeratno, 1996:8), memiliki arti ilmu pengetahuan
tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang. Dalam perkembangannya,
filologi dikenal sebagai ilmu pernaskahan yang mempelajari naskah dan teks,
mengkaji seluk beluk naskah yang mencakup berbagai bidang dan segi kehidupan
yang bertujuan untuk mengungkap teks dan konteks yang ada di dalam naskah.
Hal inilah yang diterapkan di Indonesia dalam naskah Jawa, Melayu, Bali, Sasak
dan lain sebagainya.
Filologi pada masa sekarang berkembang menjadi dua aliran yaitu filologi
tradisional dan filologi modern. Filologi tradisional menekankan sebuah kajian
naskah hanya untuk kembali ke naskah aslinya atau menekankan pada pemurnian
teks. Sedangkan filologi modern tidak melulu menekankan kepada pemurnian teks
saja, melainkan lebih kepada keterkaitan suatu naskah ataupun teks terhadap
16 naskah yang lain atau bahkan karya sastra yang lainnya dengan menekankan pada
interpretasi pembaca ataupun peneliti.
Jadi filologi adalah ilmu tentang naskah yang memuat kebudayaan-
kebudayaan masa lampau dan ditulis agar diketahui khalayak luas sebagai warisan
budaya yang mempunyai manfaat bagi kehidupan generasi-generasi selanjutnya.
2. Objek Filologi
Filologi mempunyai objek penelitian yaitu naskah dan teks (Edwar
Djamaris, 2002:7). Di dalam filologi, dengan jelas dibedakan pengertian teks dan
naskah. Teks adalah sesuatu yang tertulis yang berupa kode-kode bahasa. Teks
dapat berupa teks lisan, teks tertulis, teks rekaman, dan sebagainya. Sedangkan
naskah adalah benda material tempat suatu teks dituliskan (Bani Sudardi, 2003:1).
Antara naskah dan teks yang ada di dalamnya pastilah memiliki
keterkaitan yang erat, karena untuk dapat mengetahui seluk-beluk naskah seorang
peneliti juga harus memahami secara baik isi teks yang terdapat di dalam naskah
agar penelitian yang dilakukan menjadi berkualitas dan berguna bagi penelitian
selanjutnya. Penelitian filologi yang dilakukan dalam kajian ini meliputi
penelitian berdasarkan kondisi fisik naskah SK dan kandungan teks yang ada di
dalam naskah atau manuskrip SK ini.
3. Langkah Kerja Penelitian Filologi
Langkah kerja adalah upaya yang ditempuh peneliti dalam proses
penggarapan bahan kajian untuk penelitian, dengan tujuan supaya proses
penelitian yang ditempuh bisa lebih terarah dan tersusun secara sistematis.
Langkah kerja filologi meliputi beberapa tahap yaitu : pengumpulan data
melalui inventarisasi naskah, deskripsi naskah, pertimbangan dan pengguguran
17 naskah yang dianggap tidak perlu, penetapan dasar-dasar penentuan kedudukan
naskah (naskah asli atau naskah salinan yang mendekati naskah asli), ringkasan isi
naskah, transliterasi naskah, suntingan teks, glosari untuk kata-kata sukar, dan
komentar teks (Edwar Djamaris, 2002:9).
Teori tersebut tidak diwajibkan untuk diterapkan pada semua naskah yang
akan menjadi bahan penelitian, karena setiap naskah memiliki kondisi fisik
maupun isi yang berbeda-beda antara naskah satu dengan naskah yang lain.
Kondisi naskah SK yang jumlahnya hanya satu atau naskah tunggal, membuat
peneliti mengambil keputusan untuk tidak mempergunakan langkah-langkah yang
terkait dengan perbandingan naskah di dalam pengerjaannya.
Langkah kerja penelitian filologi naskah SK yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
a. Penentuan Sasaran Penelitian
Langkah awal yang perlu dilakukan oleh peneliti yaitu menentukan
sasaran penelitian. Ditemukannya begitu banyak ragam pilihan untuk sasaran
penelitian yang sejenis, baik itu dari segi tulisan, bahan tulisan , bentuk tulisan,
maupun isi tulisan. Dilihat dari segi tulisan ada naskah yang ditulis menggunakan
huruf Arab, Bali, Batak, Jawa dan Sasak. Dilihat dari segi bahan tulisan ada
naskah yang ditulis bermediakan kertas, daun lontar, rotan, kulit kayu maupun
kulit binatang. Dari segi bentuk tulisan ada naskah yang berbentuk puisi atau
têmbang dan ada pula yang berbentuk prosa atau gancaran. Dari segi isi tulisan
naskah juga memiliki keragaman, di antaranya sejarah atau babad, kesusastraan,
cerita wayang atau lakon, cerita dongeng atau mitologi kuna, primbon atau
ramalan kuna, adat istiadat atau kebudayaan, piwulang, agama atau norma
18 religius, dan lain sebagainya. Dengan adanya berbagai keragaman diatas, maka
sasaran penelitian ini hanya sebatas naskah yang menggunakan tulisan huruf
Jawa, dengan ragam bahasa Jawa, ditulis menggunakan bahan kertas biasa,
menggunakan bentuk puisi atau têmbang pada penulisannya dan termasuk
kedalam golongan naskah kesusastraan. Seluruh bentuk yang telah disebutkan ini
sudah ada di dalam naskah SK.
b. Inventarisasi Naskah
Langkah kedua yaitu inventarisasi naskah SK melalui katalog naskah yang
terdapat di tempat-tempat penyimpanan naskah seperti perpustakaan dan museum,
baik itu melalui katalog manual maupun katalog digital di tempat koleksi naskah
berada. Data yang diperoleh dari langkah ini yaitu realita bahwa naskah berjudul
Sêrat Kridhasmara tersimpan di Perpustakaan Museum Negeri Sonobudoyo
Yogyakarta dan ditemukan berupa naskah tunggal.
c. Observasi Pendahuluan
Langkah ketiga yaitu observasi pendahuluan yang dilakukan dengan cara
survei langsung ke lokasi penyimpanan naskah SK untuk mengecek data secara
langsung ke ruang koleksi naskah sesuai dengan informasi yang diungkapkan oleh
katalog Behrend. Dalam hal ini pengecekan dilakukan langsung ke tempat
penyimpanan naskah, yaitu di ruang koleksi naskah Perpustakaan Museum Negeri
Sonobudoyo Yogyakarta.
d. Deskripsi Naskah
Langkah keempat yaitu deskripsi naskah atau uraian naskah secara
mendetail. Deskripsi naskah penting dilakukan guna mengetahui kondisi fisik
naskah yang asli dan sejauh mana keadaan isi naskah yang diteliti. Emuch
19 Hermansumantri (1986:2) menguraikan bahwa deskripsi naskah merupakan
sarana untuk memberikan informasi atau data mengenai: judul naskah, nomor
naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, keadaan naskah, ukuran
naskah, tebal naskah, jumlah baris setiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara
penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah, pengarang
atau penyalin, asal-usul naskah, fungsi sosial naskah, serta ikhtisar teks atau
cerita.
Pada saat melakukan pendeskripsian naskah ini peneliti perlu mengetahui
kondisi fisik secara langsung dengan naskah yang diteliti. Hal tersebut dilakukan
untuk memverifikasi data secara valid dan mendapatkan informasi kebenaran
tentang naskah SK secara langsung.
e. Ringkasan Isi naskah
Langkah kelima yaitu membuat ringkasan isi naskah, dengan tujuan
agar lebih mudah dalam mengenal sekaligus memahami teks SK.
f. Transliterasi Naskah
Langkah keenam yaitu transliterasi naskah atau penggantian atau
pengalihan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam
proses transliterasi ini peneliti memiliki dua tugas pokok yaitu: pertama peneliti
filologi menjaga kemurnian bahasa yang dipergunakan pengarang yang ada dalam
naskah, khususnya penulisan kata demi kata. Hal ini dilakukan guna melindungi
data asli naskah agar bahasa lama atau bahasa asli dalam naskah tidak hilang.
Tugas yang kedua adalah menyajikan teks sesuai dengan pedoman ejaan yang
berlaku saat penelitian ini dilakukan guna memudahkan pembacaan dan
pemahaman terhadap teks (Edwar Djamaris, 2002:19).
20
Bahan transliterasi naskah harus disajikan selengkap-lengkapnya dan
sebaik-baiknya agar mudah dalam pembacaannya dan juga mudah dalam
pemahamannya.
Transliterasi dilakukan dengan cara menyusun kata menjadi kalimat yang
jelas disertai tanda-tanda baca dan diakritik yang teliti, pembagian alinea dan
pergantian bab untuk memudahkan konsentrasi pikiran dalam membaca, serta
menyajikan penulisan yang disesuaikan dengan ejaan bahasa yang bersangkutan
dengan kurun waktu saat penelitian ini dilakukan, dengan menggunakan kamus
valid yakni Bausastra Jawa karangan Poerwodarminta tahun 1939.
g. Kritik Teks
Langkah ketujuh yaitu kritik teks yang menurut pendapat Siti Baroroh
Baried (1994:97) adalah memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti dan
menempatkan teks pada tempatnya yang tepat. Kritik teks bertujuan untuk
mengembalikan teks ke bentuk aslinya sesuai dengan apa yang diciptakan oleh
penciptanya.
Kritik teks dalam penelitian filologi tradisional berusaha mendapatkan
bentuk teks yang asli atau yang mendekati asli, terlebih lagi apabila bisa untuk
mendapatkan teks asli yang ditulis oleh pengarang sendiri. Setelah kritik teks
selesai dilakukan maka tahapan selanjutnya baru bisa dilakukan yaitu suntingan
teks dan aparat kritik.
h. Suntingan Teks dan Aparat Kritik
Langkah kedelapan yaitu suntingan teks atau menyajikan teks dalam
bentuk asli sesuai dengan naskah yang diteliti, sudah bersih dari kesalahan
berdasarkan fakta-fakta yang terdapat dalam naskah yang telah dikritisi.
21
Aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian
naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks.
Menurut Darusuprapta (1984:8), aparat kritik adalah uraian tentang kelainan
bacaan, yaitu bagian yang merupakan pertanggungjawaban ilmiah dalam
penelitian naskah, berisi segala macam kelainan dalam semua naskah yang diteliti.
Aparat kritik juga harus menampilkan kelainan bacaan yang merupakan kata-kata
atau bacaan salah di dalam naskah.
Jadi di dalam penyajian suntingan teks dan aparat kritik harus benar-benar
dilakukan dengan teliti, tidak boleh menghakimi teks tanpa adanya landasan yang
jelas mengenai sumber pembenaran atau pemurnian teks yang diteliti.
i. Terjemahan
Langkah kesembilan yaitu terjemahan teks atau pengalihan makna teks
sumber ke teks sasaran yang sepadan dalam hal isi teks dan bahasa teks. Makna
yang disajikan harus lengkap dan mendetail. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan dalam memahami isi teks dari suatu naskah, sehingga masyarakat
awam yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya dapat juga menikmati dan
naskah dapat disebarluaskan (Darusuprapta, 1984:27).
Dalam penelitian ini, digunakan metode penerjemahan semantis atau
makna supaya kandungan teks SK yang berbentuk têmbang tidak terlalu
menyimpang setelah penerjemahan ini dilakukan, juga untuk lebih mempermudah
menyampaikan kandungan isi naskah SK. Terjemahan semantis terkait makna isi
teks SK bukan hanya mereproduksi kata-kata dari bahasa sasaran, tetapi juga
harus menyesuaikan ejaan dan gramatikal dari bahasa sasaran. Namun di dalam
22 penerapannya juga digunakan terjemahan bebas apabila kata-kata yang ada tidak
dapat lagi diterjemahkan secara semantis. .
4. Romantika Cinta Pakubuwana X dengan Kanjeng Ratu Mas melalui
Sêrat Kridhasmara
Romantika adalah seluk beluk sebuah perjalanan atau kisah hidup yang
diwarnai perasaan sedih dan gembira.
Cinta adalah hubungan perasaan antara dua insan yaitu laki-laki dan
perempuan yang hidup bersama dan saling mengikat janji.
Sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwana X
bernama kecil B.R.M.G Malikul Choesno atau B.R.M Choesno Malikis atau
B.R.M Choesno atau B.R.M Kasan. Beliau adalah putra Pakubuwana IX yang
lahir dari permaisuri Raden Ayu Kustiyah, pada tanggal 29 November 1866 M.
Khitan Beliau pada tanggal 29 November 1882 M. Konon, kisah kelahirannya
menjadi cermin ketidakharmonisan hubungan antara ayahnya dengan pujangga
Ranggawarsita atas kesalahfahaman terhadap ramalan Sang Pujangga keraton
tersebut.
Beliau menikah yang pertama kali dengan B.R.Aj Sumarti pada tanggal 7
Agustus 1886 dan dinobatkan menjadi Raja pada tanggal 30 Maret 1893 M.
kemudian menikah yang untuk yang kedua kalinya dengan G.R.Aj.Mursudarinah
(Kanjeng Ratu Mas) pada 27 Oktober 1915 M dan dikaruniai seorang putri yang
diberi nama G.K.R Pembayun. Dari kedua permasurinya, B.R.Aj Sumarti istri
pertama beliau tidak berketurunan.
Kedua insan ini (Pakubuwana X dengan Kanjeng Ratu Mas) mengalami
romantika cinta yang unik dan kisah mereka tertuang dalam goresan tinta penuh
23 susastra yang terangkum dalam naskah SK ini yang sekarang menjadi warisan
budaya hasil karya intelektual dan diakui sebagai salah satu koleksi di ruang
koleksi naskah Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta. Tidak hanya soal
asmara, dalam SK juga dijelaskan mengenai karakter seorang pemimpin yang baik
(Pakubuwana X), gambaran wanita Jawa yang baik lahir dan batin (Kanjeng Ratu
Mas), perjalanan Pakubuwana X ke Yogyakarta, lima kegemaran Pakubuwana X,
dan perjalanan Pakubuwana X untuk mengetahui wilayah kekuasaannya di
seluruh nusantara.
Sampai saat penelitian ini dilakukan belum ada penelitian-penelitian
terdahulu yang mengungkap tentang naskah SK maupun tentang kandungan isi
atau teks SK. Walaupun ada begitu banyak naskah terutama babad yang
menceritakan tentang masa pemerintahan Pakubuwana X saat mempunyai istri
Kanjeng Ratu Mas.
F. METODE PENELITIAN
1. Bentuk dan Jenis Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian filologi, dengan objek
kajiannya berupa naskah tulisan tangan atau manuskrip. Tujuan utama penelitian
filologi adalah mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga dapat menyajikan naskah yang mendekati
aslinya (Edwar Djamaris, 2002:7).
Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu bertujuan untuk memaparkan,
menuliskan, melaporkan objek penelitian berdasarkan data yang ditemukan
sebagaimana adanya,hasil penelitian diuraikan dalam bentuk kata-kata dan bukan
angka. Sebagaimana telah diungkapkan oleh Sutopo (2002:12) bahwa pendekatan
24 kualitatif bersifat deskriptif ini berpandagan bahwa semua hal yang berkaitan
dengan sistem tanda tidak dapat diabaikan, semuanya penting dan saling terkait.
Pendeskripsian sistem tanda akan memberikan suatu pemahaman yang lebih
komprehensif terhadap bahan kajian.
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian pustaka atau library
research, yaitu penelitian yang dilakukan di ruang peneliti baik itu perpustakaan
ataupun ruang kerja penelitian pribadi dengan tujuan penelitian filologi tradisional
yang didapat melalui buku-buku referensi atau alat audiovisual lainnya (Atar
Semi,1993:8).
2. Data dan Sumber Data
a. Data
Data adalah yang hal-hal yang dihasilkan dari sumber data. Data dalam
penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data
utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu naskah, teks, dan kandungan isi
yang terdapat di dalam naskah SK (Sêrat Kridhasmara) koleksi Museum Negeri
Sonobudoyo Yogyakarta. Sedangkan data sekunder adalah data kedua atau data
penunjang yang digunakan di dalam penelitian. Data sekunder dalam penelitian
ini adalah informasi-informasi tentang romantika cinta Pakubuwana X dan
Kanjeng Ratu Mas yang diperoleh dari buku-buku dan website guna melengkapi
kajian isi terhadap sumber-sumber yang terkait dengan penelitian ini.
b. Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang mempermudah serta mampu
memberikan data sebagai bahan dalam penelitian. Sumber data dalam penelitian
ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer
25 dalam penelitian ini adalah Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta sebagai
tempat penyimpanan koleksi naskah yang menyimpan SK, dan teks dari naskah
SK yang sudah bersih dari kesalahan yang dapat dipergunakan untuk mengungkap
kandungan isi naskah SK. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini
adalah buku-buku dan website penyedia informasi penunjang yang terkait dengan
penelitian naskah SK.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah upaya yang dilakukan peneliti untuk
mendapatkan informasi-informasi terkait dengan data naskah, dalam hal ini adalah
naskah SK yang menjadi bahan penelitian.
Langkah awal yang dilakukan peneliti adalah mencari serta menentukan
jenis naskah, bentuk naskah dan judul naskah yang akan diteliti. Setelah
mendapatkan data penelitian, kemudian peneliti melanjutkan penelitian dengan
langkah menginventarisasi naskah SK dari katalog-katalog lokal yang tersedia.
Informasi tentang naskah SK telah dicari di berbagai katalog tetapi tidak
ditemukan satu naskahpun yang sama dengan naskah SK ini. Tidak ditemukan
catatan-catatan maupun observasi yang terkait dengan naskah SK. Setelah diyakini
bahwa naskah ini merupakan naskah tunggal maka peneliti melanjutkan penelitian
dengan mendeskripsikan naskah SK yang bertujuan memaparkan tentang kondisi
fisik naskah.
Selanjutnya dilakukan tahap transliterasi naskah dari aksara Jawa ke dalam
aksara latin, proses transliterasi naskah ini dilakukan di Perpustakaan Negeri
Sonobudoyo Yogyakarta, mengingat terbatasinya proses pemerolehan data karena
diberlakukan peraturan bahwa naskah ini merupakan koleksi museum yang tidak
26 bisa dibeli, tidak boleh dipinjam keluar ruangan dan tidak boleh mengkopi soft file
naskah SK yang telah disimpan dalam bentuk naskah digital oleh pihak museum.
Peneliti diperbolehkan menerima print out naskah SK yang kemudian di scan
yaitu dengan teknik pemindaian naskah menggunakan mesin printer laser untuk
mendapatkan soft file naskah guna melengkapi kajian pada penelitian ini.
Kemudian hasil scan naskah di transfer ke dalam computer peneliti dan dilakukan
pengeditan menggunakan ACDSee 10 Photo Manager. Setelah data-data
penelitian sudah lengkap, maka pengolahan data dan kajian naskah SK ini
diteruskan berdasarkan kajian isi naskah dengan menggunakan teknik content
analysis atau analisis isi. Content analysis atau analisis isi adalah sebuah teknik
yang dilakukan dengan cara mencatat isi penting yang ada di dalam dokumen atau
arsip yang digunakan dalam penelitian (Sutopo, 2002:69).
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua macam,
yaitu teknik analisis data filologi dan teknik analisis isi. Analisis data dalam
penelitian kualitatif dengan teknik analisis interaktif mempunyai tiga komponen
pokok yaitu : reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan (Sutopo,
2002:97).
Reduksi data merupakan proses analisis data yaitu mempertegas,
memperpendek, memfokuskan data, membuang hal-hal yang tidak penting, dan
mengatur data sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh kesimpulan (Nur Aisah
Rahmawati, 2013:36-37). Reduksi data penelitian SK menggunakan metode
penyuntingan naskah tunggal dengan metode edisi standar. Metode edisi standar
dilakukan agar bisa menyajikan kritik teks naskah SK dengan adanya pembetulan-
27 pembetulan terhadap kesalahan penulisan yang ada di dalam naskah SK. Metode
Standar biasa digunakan dalam suntingan teks naskah tunggal yang isinya
dianggap biasa, bukan naskah yang suci ataupun disakralkan. Pada penggarapan
naskah tunggal, langkah kerja perbandingan naskah dan dasar-dasar penentuan
naskah yang akan ditransliterasi tidak berlaku (Edwar Djamaris, 2002:24).
Hal-hal yang dilakukan dalam edisi standar antara lain sebagai berikut :
mentransliterasikan teks, membetulkan kesalahan teks, membuat catatan
perbaikan atau perubahan, memberi komentar atau tafsiran, membagi teks dalam
beberapa bagian, dan menyusun daftar kata-kata sukar atau glosari. Reduksi data
dalam penelitian naskah SK dipertegas dan difokuskan pada romantika cinta
Pakubuwana X, hal-hal yang tidak terkait dengan data tersebut diabaikan.
Sajian data adalah rangkaian kalimat yang disusun secara sistematis dan
logis, yang apabila dibaca akan mudah dipahami. Sajian data disusun berdasarkan
perumusan masalah yang ada di dalam penelitian SK ini, yaitu sajian filologis dan
sajian isi. Sajian filologis dalam penelitian SK yaitu : deskripsi naskah,
transliterasi naskah, kritik teks, suntingan teks disertai aparat kritik, dan
terjemahan. Sajian isi dalam penelitian SK yaitu mengungkapkan dan
menguraikan kandungan isi naskah SK tentang perjalanan cinta Pakubuwana X.
Penarikan simpulan adalah suatu pemikiran yang timbul berdasarkan hasil
reduksi data dan hasil sajian data yang telah dianalisis secara teliti. Sajian data
yang telah menghasilkan suntingan teks naskah SK yang bersih dari kesalahan
serta kajian isi yang telah dibahas kemudian diverifikasi untuk selanjutnya
dijadikan sebagai dasar penarikan simpulan.
28
5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian naskah SK adalah sebagai berikut:
a. Pendahuluan
Bab ini merupakan uraian tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, landasan teori, data dan
sumber data, metode dan teknik, dan sistematika penulisan.
b. Analisis Data
Analisis Data merupakan bagian yang memaparkan hasil analisis
dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian, yaitu mengenai kajian
filologis dan kajian isi naskah SK.
c. Penutup
Berisi kesimpulan dan saran, pada bagian akhir dicantumkan daftar
pustaka dan lampiran-lampiran.