13
BAB II
ACUAN TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Deskripsi Teoretik
Pendidikan sejati merupakan upaya sistematis untuk pembebasan yang
permanen dari macam-macam keterbelengguan (terbelenggu oleh kemiskinan,
keterbelakangan, kebodohan, kesengsaraan, penindasan, dll), sehingga individu
dapat menjadi pribadi yang memiliki kesadaran diri, tahu akan martabat dan
penentuan tempatnya serta bertanggung jawab susila, dan mampu hidup
mandiri.
Dalam dunia pendidikan proses belajar-mengajar merupakan inti dari
proses pendidikan formal yang ada di sekolah-sekolah, yang di dalamnya
terdapat interaksi antar berbagai komponen pengajaran. Komponen-komponen
tersebut adalah guru, materi atau isi pelajaran dan peserta didik. Interaksi dari
ketiga itu tentunya melibatkan sarana dan prasarana seperti, metode, media,
dan penataan lingkungan tempat belajar. Untuk itu, agar proses pembelajaran
dapat berjalan dengan lancar dan efisien, maka diperlukan media pembelajaran
yang dapat menunjang proses pembelajaran tersebut.
2.1.1 Definisi belajar
Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda tentang
definisi belajar antara satu dengan yang lainnya, namun demikian selalu
mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses
belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya.
Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan definisi belajar
sebagai berikut. Sanjaya (2006:112) mengemukakan bahwa belajar adalah
proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard
dalam Sanjaya mengemukakan belajar merupakan suatu proses perubahan
melaui kegiatan atau prosedur latihan di dalam laboratorium maupun dalam
lingkungan alamiah. Menurut Hamalik (2008:27) belajar adalah suatu proses,
suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya
mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu. Skinner dalam buku Muhibbin
(2005:64) mengemukakan belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian
13
14
tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Evelin dan Hartini
mengemukakan belajar adalah sebuah proses kompleks yang terjadi pada
semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam
kandungan) hingga liang lahat dan salah satu tandanya bahwa seorang telah
belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya (2011:3).
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan definisi belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
2.1.2 Definisi Mengajar
Pada hakekatnya mengajar menunjukan kepada, bagaimana seorang guru
membantu siswa untuk belajar. Hal ini selaras dengan apa yang dikemukakan
beberapa tokoh pendidikan berikut.
Menurut DeQueliy dan Gazali (dalam Slameto, 2003:30), ‘Mengajar
adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat
dan tepat. Dalam hal ini pengertian waktu yang singkat sangat penting’.
Menurut Alvin (dalam Slameto, 2003:32), ‘Mengajar ialah suatu aktivitas
untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan,
mengubah atau mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations
(penghargaan) dan knowledge’. Sedangkan menurut Burton (dalam Sagala,
2007:61), ‘Mengajar ialah upaya memberi stimulus, bimbingan pengarahan,
dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar’.
Menurut Bettencourt (dalam Fitriana, 2008:9), ‘Mengajar adalah suatu
bentuk belajar sendiri dalam hal ini berarti mengajar bukanlah kegiatan transfer
ilmu pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti
guru berpartisipasi sebagai fasilitator dalam membantu siswa untuk
membentuk pengetahuan, membuat makna tentang apa yang dipelajari, melatih
siswa untuk berpikir kritis dan logis’.
Menurut Smith (dalam Sanjaya, 2006:96), ‘Mengajar adalah
menanamkan pengetahuan atau keterampilan (teaching is imparting knowledge
or skill) ’.
15
Dari uraian di atas, maka pengertian mengajar yaitu suatu aktivitas yang
berupa interaksi antara guru dan siswa yang melakukan kegiatan di dalam
lingkungan yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Selain itu
juga, guru di tuntut untuk dapat mendidik siswa agar memilki sikap yang
terpuji sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan baik sesuai dengan
yang diharapkan.
2.1.3 Pembelajaran
Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan
maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan
oleh pihaka guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta
didik atau murid.
“Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat
untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk
membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar”.Sedangkan menurut
Dimyati dan Mudjiono (dalam Sagala, 2007:62), ‘Pembelajaran ialah kegiatan
guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa
belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar’.
Pembelajaran ialah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya sehingga terjadi perubahan prilaku ke arah yang lebih baik.
Menurut UUSPN No.20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran ialah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.
Sedangkan menurut Corey (dalam Sagala, 2007:61) menyatakan,
Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia untuk turut serta dalam tingkah
laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap
situasi tertentu.
Pembelajaran sebagai proses yang dibangun oleh guru untuk membangun
kreativitas berpikir yang meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat
meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
16
Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran di atas dapat di
simpulkan bahwa pembelajaran adalah aktivitas guru dan siswa dalam proses
belajar yang memungkinkan siswa berkembang dalam mencapai tujuan yang
telah dirumuskan dan didukung oleh lingkungan belajar. Lingkungan belajar
dalam pengertian tersebut bukan hanya ruang kelas atau ruang belajar, tetapi
juga meliputi alat-alat belajar, sumber belajar, dan sebagainya yang relevan
dengan kegiatan belajar siswa.
2.1.4 Pembelajaran Matematika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Fitriana, 2008:10)
‘pembelajaran matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan
antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah mengenai bilangan’.
Menurut Suherman dan Winataputra (dalam Said, 2007:12) mengatakan
bahwa, Secara sederhana pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai
upaya penataan lingkungan yang memberi suasana bagi tumbuh dan
berkembangnya proses belajar. Dalam konsep psikologi yang menjadi
jantungnya proses pembelajaran adalah belajar.
Pembelajaran matematika hendaknya merupakan pembelajaran yang
bermakna, maksudnya adalah pembelajaran matematika termasuk evaluasi
hasil belajarnya mengutamakan pada pengembangan daya matematika siswa.
Utari (dalam Fitriana, 2008:10).
Daya matematika yang dimaksud tersebut meliputi kemampuan
menemukan kembali, menalar secara logis, menyelesaikan masalah,
berkomunikasi soal yang tidak etik, berkomunikasi secara matematika dengan
kegiatan intelektual lainnya, dari penjelasan di atas dalam pelaksanaannya
pembelajaran tidak terbatas dalam ruang kelas saja tapi pembelajaran dapat
juga dilaksanakan di luar kelas.
2.1.5 Hasil belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar. Menurut Hamalik (2012:159) hasil belajar adalah keseluruhan
kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan,
17
penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil
belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam
upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sedangkan
menurut Sudjana hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (2012:22).
Menurut Slameto hasil belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri (2003:57). Menurut
Suprihatiningrum untuk menunjukan tinggi rendahnya atau baik buruknya hasil
belajar yang dicapai siswa ada beberapa cara. Satu cara yang sudah lazim
digunakan adalah dengan memberikan skor terhadap kemampuan atau
keterampilan yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses belajar tersebut
(2013:38).
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan suatu perubahan yang didapat oleh peserta didik setelah mengikuti
kegiatan belajar mengajar, baik dari segi pengetahuan, perubahan sikap serta
tingkah laku dalam interaksinya. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengukur
kemampuan siswa dari segi pengetahuan materi pembelajaran dengan
menggunakan tes.
2.1.5.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Menurut Purwanto faktor-faktor yg mempengaruhi hasil belajar siswa,
terbagi menjadi dua golongan, yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor
intern adalah faktor yang muncul dari dalam individu yang sedang belajar,
sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang datang dari luar (lingkungan)
individu yang sedang belajar (2007:106-107).
a) Faktor intern (faktor yang berasal dari dalam diri siswa).
Faktor intern terdiri dari dua aspek, yaitu aspek psikologi (yang bersifat
rohaniah) seperti bakat, minat, kecerdasan, motivasi, kemampuan kognitif dan
aspek fisiologi (yang bersifat jasmaniah) seperti kondisi fisik dan kondisi panca
indera.
b) Faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar diri siswa).
18
Faktor ekstern terdiri dari dua macama yaitu faktor lingkungan
(lingkungan sosial dan alam) dan faktor instrumental (seperti kurikulum/bahan
pelajaran, guru/pengajar, sarana/fasilitas dan administrasi/ manajemen).
2.1.5.2 Pengukuran hasil belajar
Penilaian hasil belajar sangat bermanfaat bagi siswa. Bagi siswa hasil
belajar berguna untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa terhadap
materi yang disampaikan serta untuk mengetahui kelebihan atau potensi dan
kekurangan yang dimilikinya. Adapun fungsi hasil belajar Menurut Arifin
adalah sebagai berikut (2002:28).
a) Fungsi formatif, yaitu untuk memberikan umpan balik dan memperbaiki
proses pembelajaran serta mengadakan remedial bagi siswa;
b) Fungsi sumatif, yaitu untuk menentukan nilai/ angka kemajuan hasil
belajar siswa dalam mata pelajaran tertentu, sebagai bahan laporan kepada
pihak tertentu, penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya
siswa;
c) Fungsi diagnostik, yaitu untuk memahami latar belakang siswa yang
mengalami kesulitan belajar, dan hasilnya dapat digunakan sebagai dasar
untuk memecahkan kesulitan tertentu;
d) Fungsi penempatan, yaitu untuk menempatkan siswa dalam situasi
pembelajaran yang tepat sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.
Berdasarkan fungsi hasil belajar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar tidak hanya menilai tentang bagaimana pemahaman siswa tetapi
juga untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakan,
mengatasi kesulitan belajar siswa serta untuk mengontrol kemajuan siswa.
Hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil belajar dari
fungsi sumatif yang diartikan sebagai peningkatan kemampuan kognitif siswa
yang diukur melalui pretestt dan posttest guna memperoleh data berupa nilai.
2.1.6 Definisi matematika
19
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia matematika diartikan sebagai:
ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur bilangan
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Menurut James dalam Suherman matematika adalah konsep ilmu tentang
logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang
terbagi ke dalam tiga bidang yaitu : aljabar, analisis, dan geometri (2001:16).
Matematika timbul karena fikiran-fikiran manusia, yang berhubungan
dengan idea, proses, dan penalaran. Selain itu matematika adalah ratunya ilmu
maksudnya bahwa matematika itu tidak tidak bergantung kepada bidang studi
lain, agar dipahami orang dengan tepat kita harus menggunakan simbol dan
istilah yang cermat yang disepakati bersama, ilmu deduktif yang tidak
menerima generalisasi yang didasarkan kepada observasi (induktif) tetapi
generalisasi yang didasarkan kepada pembuktian secara deduktif, ilmu tentang
keteraturan, ilmu tentang struktur terorganisasi mulai dari unsur yang tidak
didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan
akhirnya ke dalil.
Matematika adalah disiplin ilmu tentang tata cara berfikir dan mengolah
logika, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pada matematika di letakan
dasar bagaimana mengembangkan cara berfikir dan bertindak melalui aturan
yang di sebut dalil (dapat dibuktikan) dan aksioma (tanpa pembuktian).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu
yang berhubungan dengan idea, proses pengolahan logika, dan penalaran yang
didasarkan kepada pembuktian.
2.1.7 Pengertian Media
Media menurut Zain (1997:136) secara bahasa memiliki arti perantara
atau pengantar pesan. Sedangkan menurut Gagne sebagaimana yang dikutip
oleh Sadiman (2005:6) dalam bukunya “Media Pendidikan: Pengembangan dan
Pemanfaatanya” media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan
siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa media merupakan sesuatu
yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan
20
kemauan audien (peserta didik), sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar pada dirinya. Pada hakikatnya proses belajar-mengajar adalah proses
komunikasi.
Menurut Kemp & Dayton sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2003:22)
dalam bukunya “Media Pembelajaran” menyatakan, bahwa media mempunyai
manfaat, yaitu sebagai berikut :
1. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau
mendengar penyaji melalui media menerima pesan yang sama.
2. Pengajaran bisa lebih menarik. Media dapat di asosiasikan sebagai penarik
perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan.
3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif.
4. Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat.
5. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan.
6. Pengajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan atau diperlukan.
7. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses
belajar dapat ditingkatkan
8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif. Beban guru untuk
penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi
bahkan dihilangkan.
Media pun merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kegiatan
proses belajar-mengajar. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam memilih media, di antaranya adalah:
1. Media yang dipillih hendaknya selaras dan menunjang tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Media yang dipilih seharusnya dapat menjelaskan apa yang akan
disampaikan kepada peserta didik secara tepat dan berhasil guna, dengan
kata lain tujuan yang hendak dicapai dapat tercapai secara optimal.
3. Aspek materi menjadi pertimbangan yang dianggap penting dalam
memilih media. Sesuai atau tidaknya antara materi dan media yang
digunakan akan berdampak pada hasil pembelajaran peserta didik.
Agar seorang guru dalam menggunakan media pendidikan itu lebih
efektif, maka guru harus mempunyai pengetahuan dan pemahanan yang cukup
21
tentang media pendidikan/pengajaran. Ada beberapa pengetahuan yang harus
dimiliki oleh guru, di antaranya adalah :
1. Media sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar-
mengajar.
3. Hubungan antara metode mengajar dengan media pendidikan.
4. Nilai dan manfaat media pendidikan.
Dengan menggunakan media dalam proses belajar-mengajar, maka akan
mampu membangkitkan motivasi dan merangsang peserta didik untuk belajar,
membangkitkan keinginan dan minat baru pada diri peserta didik untuk mau
belajar dan dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu masalah
yang konkrit sampai kepada yang abstrak.
2.1.8 Hasil belajar matematika
Menurut Gagne dalam Abidin (2001:24) menyatakan, hasil belajar
matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajar matematikanya atau dapat dikatakan bahwa hasil
belajar matematika adalah perubahan tingkah laku dalam diri siswa, yang
diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap
dan keterampilan setelah mempelajari matematika. Perubahan tersebut
diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan ke arah yang lebih
baik dari sebelumnya.
Dari definisi di atas, serta definisi-definisi tentang belajar, hasil belajar,
dan matematika, maka dapat dirangkai sebuah kesimpulan bahwa hasil belajar
matematika merupakan suatu perubahan yang didapat oleh peserta didik
setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar matematika, baik dari segi
pengetahuan, perubahan sikap serta tingkah laku dalam interaksinya.
2.1.9 Alat Peraga Matematika
Menurut Estiningsih (1994:8) alat peraga merupakan media pembelajaran
yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari.
Sedangkan menurut Anderson, alat peraga merupakan media yang digunakan
untuk membantu para guru dalam mengajar.
22
Pada dasarnya anak belajar melalui benda atau obyek konkret. Untuk
memahami konsep abstrak anak memerlukan benda–benda konkrit (riil)
sebagai perantara atau visualisasinya. Konsep abstrak itu dicapai melalui
tingkat-tingkat belajar yang berbeda-beda.
Belajar anak akan meningkat bila ada motivasi. Oleh karena itu dalam
pengajaran diperlukan faktor–faktor yang dapat memotivasi anak belajar
bahkan untuk pengajar. Konsep abstrak yang baru dipahami peserta didik itu
akan mengendap, melekat dan tahan lama bila peserta didik belajar melalui
perbuatan dan dapat dimengerti peserta didik, bukan hanya melalui mengingat-
ingat fakta.
Dengan demikian, maka dalam pembelajaran matematika dengan
menggunakan alat peraga adalah dimaksudkan agar:
a. Proses belajar-mengajar termotivasi, baik peserta didik maupun guru.
Khususnya adalah peserta didik, minatnya akan timbul, ia akan merasa
senang, tertarik dan karena itu akan bersikap positif terhadap pengajaran
matematika.
b. Konsep abstrak matematika tersajikan dalam bentuk konkrit, lebih dapat
dipahami dan dimengerti, dapat ditanamkan pada tingkat-tingkat yang
lebih rendah.
c. Hubungan antara konsep abstrak matematika dengan benda-benda di alam
sekitar akan lebih dapat dipahami.
d. Konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkrit yaitu dalam bentuk
model matematik yang dapat dipakai sebagai obyek penelitian maupun
sebagai alat untuk meneliti ide-ide baru dan relasi baru menjadi bertambah
banyak. Suherman (1990:242 -243).
Alat peraga ini berfungsi untuk memvisualisasikan sesuatu yang tidak
dapat dilihat atau sukar dilihat, hingga tampak jelas dan dapat menimbulkan
pengertian atau meningkatkan persepsi seseorang (Soelarko, 1995:6).
Namun, fungsi utama dari alat peraga adalah untuk menurunkan
keabstrakan dari konsep, agar peserta didik mampu menangkap arti sebenarnya
konsep tersebut. Dengan melihat, meraba, dan memanipulasi obyek atau alat
23
peraga maka peserta didik mempunyai pengalaman-pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari tentang ati dari suatu konsep.
Dari uraian di atas, maka jelas bahwa peranan alat peraga sangat
menunjang dalam pembelajaran matematika, khusunya pada penemuan nilai-
nilai dalam “Theorema Pythagoras”.
2.1.10 Media Alat Peraga Puzzle
2.1.10.1 Pengertian alat peraga puzzle pythagoras
Pengertian puzzle menurut Patmonodewo ( Muzamil, 2010) kata puzzle
berasal dari bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media
puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan dengan bongkar
pasang. Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan
bahwa media puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat
merangsang kemampuan matematika anak, yang dimainkan dengan cara
membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya. Muzamil,
(2010) menyatakan beberapa bentuk puzzle, salah satunya adalah Puzzle
konstruksi. Puzzle rakitan (construction puzzle) merupakan kumpulan
potongan-potongan yang terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi
beberapa model. Mainan rakitan yang paling umum adalah blok-blok tripleks
sederhana berwarna-warni. Mainan rakitan ini sesuai untuk anak yang suka
bekerja dengan tangan, suka memecahkan puzzle, dan suka berimajinasi.
Puzzle Pythagoras adalah keping-keping pythagoras yang digunakan untuk
mebuktikan teorema Pythagoras. Puzzle Pythagoras dapat didefinisikan
sebagai suatu alat peraga yang digunakan untuk membantu siswa dalam
membentuk pemahaman dan memberikan pembuktian mengenai konsep atau
theorema phytagoras. Adapun gambaran atau bentuk alat peraga Puzzle
Pythagoras adalah sebagai berikut:
Alat peraga matematika model Pythagoras,
24
Gambar 2.1.10.1
2.1.10.2 Langkah - langkah pembelajaran media puzzle Pythagoras
Ada banyak bukti yang menunjukkan kebenaran teorema Pythagoras.
Beberapa diantaranya adalah bukti Pythagoras yang dikemukakan oleh
Pythagoras, Baskhara, Garfield, dan Euclid. Saya menggunakan bukti
Pythagoras yang ditemukan oleh Pythagoras. Alat peraga yang saya buat terdiri
dari kertas HVS dan keping-keping kertas lipat Pythagoras. Rincian alat, bahan
serta biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan alat peraga Puzzle Pembuktian
Teorema Pythagoras ini dapat dilihat di tabel di bawah ini.
Tabel 2.1
NO NAMA ALAT DAN
BAHAN
JUMLAH HARGA
SATUAN
HARGA
TOTAL
1 Kertas HVS 5 lembar Rp. 200 Rp. 1.000
2 Penggaris 30 cm 1 buah Rp. 3.000 Rp. 3.000
3 Pensil 1 buah Rp. 2.000 Rp. 2.000
4 Spidol 1 buah Rp. 2.000 Rp. 2.000
5 Gunting 1 buah Rp. 5.000 Rp. 5.000
25
6 Lem Glukol 1 buah Rp. 1.500 Rp. 1.500
7 Kertas lipat warna 1 pak Rp. 5.000 Rp. 5.000
Jumlah Rp 19.500
Fungsi :
Menunjukkan kebenaran rumus pythagoras bahwa kuadrat sisi miring
sama dengan jumlah kuadrat sisi siku-sikunya.
Cara Pembuatan :
Dengan menggunakan alat dan bahan diatas, maka langkah-langkah
untuk membuat alat peraga puzzle pembuktian Theorema Pythagoras adalah
sebagai berikut:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Sediakan kertas Kertas HVS
3. Gambarkan Persersegi kecil dengan ukuran 6cm x 6cm, persegi sedang
dengan ukuran 8cm x 8cm dan persegi besar dengan ukuran 10cm x 10cm
pada salah satu kertas lipat yang sudah disediakan.
4. Kertas lipat yang sudah dibuat persegi di tempelkan pada kertas HVS
5. Persegi yang kecil dipotong sesuai keinginan setelah itu persegi yang
sedang harus menyesuaikan dengan bentuk persegi kecil sehingga saat
penyusunan dapat membentuk persegi besar seperti gambar dibawah dan
yang paling kanan. Begitu juga dengan model yang lain.
6. Berikan garis - garis pada tiap persegi menggunakan spidol
Petunjuk Penggunaan :
Translasikan potongan-potongan pada persegi kecil dan sedang ke
persegi besar (sisi miring segitiga).
Pythagoras dengan Persegi Satuan :
26
Gambar 1.10.2
Gambar 1.10.3
Pythagoras Baskhara :
27
Gambar 1.10.4
Pythagoras Euclid :
Gambar 1.10.5
2.1.10.3 Kelebihan media puzzle Pythagoras
28
Kelebihan :
1. alat peraga ini bisa membantu menunjukkan bahwa Theorema Pythagoras
itu bisa dibuktikan.
2. Alat peraga ini terdiri dari berbagai warna yang sangat membantu untuk
pembuktian itu sendiri. Sehingga mudah dibedakan pasangan puzzle atau
potongan kertas lipat yang berpasangan.
3. Alat peraga ini mudah dibuat dan sangat ringan, baik biaya maupun berat
bendanya sendiri.
2.1.10.4 Kekurangan media puzzle Pythagoras
Kekurangan :
1. Bahannya terbuat dari bahan yang lunak sehingga rentan untuk rusak.
2. Hanya mewakili satu langkah untuk membuktikan teorema Pythagoras,
yaitu untuk segitiga yang sisi alas dan tingginya sama panjang. Tapi itu
sudah cukup mewakili, itulah keterbatasan alat ini.
Seperti halnya dengan bentuk puzzle yang lain, Puzzle Pythagoras ini
terdiri dari beberapa bangun datar seperti persegi maupun persegi panjang dan
juga lingkaran. Proses penggunaannya pun hampir sama dengan puzzle pada
umumnya, yakni memasangkan puzzle yang belum tersusun kedalam alat
peraga Puzzle Phytagoras, tentunya harus memenuhi konsep dari theorema
pythagoras.
Theorema Pythagoras menyatakan bahwa “kuadrat hipotenusa dari suatu
segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-
sisi siku-sikunya)”.
Ahli matematika dan filsafat berkebangsaan Yunani pada abad ke 6 SM
bernama Pythagoras (582 SM - 496 SM) lahir di pulau Samos, di daerah Lonia,
Yunani Selatan. Salah satu peninggalan Pythagoras yang paling terkenal
hingga saat ini adalah teorema Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat
sisi miring suatu segitiga siku - siku sama dengan jumlah kuadrat dari sisi -
sisinya. Yang unik, ternyata rumus ini 1.000 tahun sebelum masa pythagoras,
orang - orang Yunani sudah mengenal penghitungan “ajaib ini”. Walaupun
fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya Pythagoras,
namun Theorema ini dianggap sebagai temuan Pythagoras, karena ia yang
29
pertama membuktikan pengamatan ini secara matematis. Pythagoras
menggunakan metode aljabar untuk menyatakan teorema ini.
Temuan lain yang ditemukan oleh Pythagoras adalah rasio atau
perbandingan emas (golden ratio). Pada masa lalu, matematika memang tidak
hanya berkaitan dengan bilangan. Matematika digunakan untuk menjabarkan
filsafat dan memahami keindahan. Termasuk golden ratio ini. Berdasarkan
penemuan Pythagoras, ternyata banyak hal di alam semesta ini mengarah pada
golden ratio. Cangkang siput, galur - galur pada nanas, dan ukuran tubuh
bagian atas manusia dibandingkan bagian bawahnya hampir pasti mendekati
golden ratio 1 : 1,618. Pythagoras juga membuktikan, semua benda yang
memenuhi golden ratio senantiasa memiliki tingkat estetika yang sangat tinggi.
Kalau alam semesta berlimpahan dengan benda - benda dengan “ukuran golden
ratio”. Maka manusia mesti membuat yang serupa demi menjaga keindahan
tersebut. Bahkan, Pythagoras berprinsip bahwa “Segala sesuatu adalah angka ;
dan perbandingan emas adalah raja semua angka.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan, antara
lain :
1. Pythagoras adalah orang rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Sekalipun
teorema tentang segitiga siku - siku sudah dikenal masyarakat sebelumnya,
tapi dia terus menggalinya sehingga dapat membuktikan kebenaran
teorema tersebut secara otomatis.
2. Tanpa kita sadari ternyata bumi yang indah beserta kehidupan yang ada di
dalamnya ini tidak lepas dari penghitungan matematika. Oleh karena itu
kita perlu belajar matematika dengan lebih mendalam sehingga bisa
menguak rahasia alam sekaligus membuktikan ke-Mahabesaran ciptaaan
Tuhan YME.
3. Matematika adalah ilmu yang menarik untuk kita pelajari, bukan ilmu
yang menyeramkan seperti dikatakan sebagian orang. Karena telah banyak
sejarah yang menceritakan tentang peran matematika dalam memajukan
peradaban manusia, salah satunya adalah Theorema Pythagoras yang
menjadi spelopor perkembangan ilmu geometri dan arsitektur. Theorema
ini dikenal sebagai teorema Pythagoras, dinyatakan sebagai berikut :
30
THEOREMA PYTHAGORAS
1. Pengertian Theorema Pythagoras
Siapakah Pythagoras itu? Pythagoras adalah seorang ahli matematika dan
filsafat berkebangsaan Yunani yang hidup pada tahun 569 - 475 sebelum
Masehi. Sebagai ahli matematika, ia mengungkapkan bahwa kuadrat panjang
sisi miring suatu segitiga siku -siku adalah sama dengan jumlah kuadrat
panjang sisi-sisi yang lain.
2. Penulisan Theorema Pythagoras
Bagaimana menentukan panjang sisi-sisi segitiga suku-siku? Jika diketahui :
alas = a, tinggi = b, sisi miring = c ? Dengan menggunakan rumus umum
theorema Pythagoras, diperoleh perhitungan sebagai berikut :
sisi miring : c² = a² + b²
alas : a² = c² - b²
tinggi : b² = c² - a²
Pythagoras menyatakan bahwa : “Untuk setiap segitiga siku-siku berlaku
kuadrat panjang sisi miring (Hipotenusa) sama dengan jumlah kuadrat panjang
sisi siku-sikunya.”
jika c adalah panjang sisi miring/hipotenusa segitiga, a dan b adalah panjang
sisi siku-siku. Berdasarkan Theorema Pythagoras di atas maka diperoleh
hubungan:
c2 =a
2 +b
2
31
Dalilpythagorasdiatasdapatditurunkanmenjadi:
a2 =c
2 -b
2
b2 = c
2 - a
2
Catatan : Dalam menentukan persamaan Pythagoras yang perlu
diperhatikan adalah siapa yang berkedudukan sebagai hipotenusa/sisi
miring.
Theorema Pythagoras merupakan teorema yang menunjukkan hubungan
panjang sisi-sisi pada segitiga siku-siku. Theorema ini telah lama diketahui
sebelum Pythagoras, namun dia lah yang pertama kali memberikan pembuktian
terhadap theorema ini.
Perhatikan segitiga siku-siku di atas.
Dengan sudut C siku-siku, maka berlaku hubungan: C² = a² + b²
Theorema pythagoras ini hanya berlaku untuk segitiga siku-siku, yaitu
segitiga yang besar salah satu sudutnya adalah 90 derajat.
3. PenggunaanTheoremaPythagoras
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, Theorema Pythagoras digunakan
dalam perhitungan bidang matematika yang lain. Misalnya, menghitung
panjang sisi-sisi segitiga, menentukan diagonal dan bangun datar, sampai
perhitungan diagonal ruang pada suatu bangun ruang. Ada banyak cara
pembuktian teorema ini oleh para matematikawan, namun cara di bawah ini
lah yang pertama kali dibuktikan oleh Pythagoras, dengan menggunakan
metode penyusunan kembali.
32
Perhatikan kedua gambar persegi di atas, yang berukuran sama (kongruen).
Pada persegi sebelah kiri, terdapat 4 segitiga kecil yang kongruen, serta
sebuah persegi dengan panjang sisi c. Kemudian, keempat segitiga kecil
tersebut disusun ulang menjadi seperti gambar persegi sebelah kanan.
4. Menentukan Jenis Segitiga jika Diketahui Panjang Sisinya dan Triple
Pythagoras
a. Kebalikan Dalil Pythagoras
Dalil pythagoras menyatakan bahwa dalam segitiga ABC, jika sudut A
siku-siku maka berlaku a2 = b2+c2.
Dalam ABC, apabila a adalah sisi dihadapan sudut A, b adalah sisi
dihadapan sudut B, c adalah sisi dihadapan sudut C, maka berlaku kebalikan
Theorema Pythagoras, yaitu :
Dengan menggunakan prinsip kebalikan dalil Pythagoras, kita dapat
menentukan apakah suatu segitiga merupakan segitiga lancip atau tumpul.
b. Triple Pythagoras
Yaitu pasangan tiga bilangan bulat positif yang memenuhi kesamaan
“kuadrat bilangan terbesar sama dengan jumlah kuadrat kedua bilangan yang
lain.”
Contoh: 3, 4 dan 5 adalah triple Pythagoras sebab, 52 = 42 + 32.
Cara mencari bilangan-bilangan yang merupakan tripel Pythagoras adalah
dengan menggunakan rumus Pythagoras a2 = b
2 + c
2 yang ditentukan oleh dua
bilangan misalkan x dan y, diperoleh hubungan sebagai berikut :
a = x2 + y
2
33
b = x2 – y
2
c = 2 xy
Contoh:
Tentukan tripel Pythagoras dari bilangan-bilangan 5 dan 2 ?
Jawab:
Misalkan x =5 dan y =2, maka
a = x2 + y
2 = 5
2 + 2
2 = 25 + 4 = 29
b = x2 – y
2 = 5
2 – 2
2 = 25 – 4 = 21
c = 2 xy = 2 (5) (2) = 20
Jadi tripel pythagorasnya adalah : 29, 21, 20
a. Penerapan Theorema Pythagoras Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Pernahkah anda berpikir apa manfaatnya kita mempelajari teorema
Pythagoras ? Suatu ilmu akan tahu manfaatnya jika ilmu tersebut diterapkan
dalam kehidupan sehari - hari begitu juga dengan Theorema Pythagoras dalam
bangun datar dan bangun ruang. Banyak sekali permasalahan dalam kehidupan
sehari - hari yang disajikan dalam bentuk soal cerita dan dapat diselesaikan
dengan menggunakan Theorema Pythagoras.
Untuk memudahkan menyelesaikan soal - soal penerapan Theorema
Pythagoras diperlukan bantuan gambar (sketsa). Untuk mengetahui Theorema
Pythagoras silahkan pelajari contoh soal dibawah ini :
Soal No. 1
Diketahui keliling belah ketupat 52 cm dan salah satu diagonalnya 24
cm. Luas belah ketupat ABCD adalah....
34
A. 312 cm2
B. 274 cm2
C. 240 cm2
D. 120 cm2
Pembahasan
Penerapan theorema pythagoras dalam menentukan luas bangun
datar. Belah ketupat kelilingnya 52
Panjang sisi belah ketupat AB = BC = CD = DA = 52 : 4 = 13 cm
Jika AC = 24, maka panjang AE = 12 cm. Gunakan pythagoras untuk
mendapatkan panjang BE, diperoleh BE = 5 cm, sehingga diagonal
BD = 10 cm
Luas belah ketupat = (AC x BD) / 2 = (24 x 10) / 2 = 120 cm2.
Soal No. 2
Diberikan sebuah segitiga siku-siku pada gambar berikut ini:
35
Tentukan panjang sisi miring segitiga!
Pembahasan
AB = 6 cm
BC = 8 cm
AC = ......
Mencari sisi miring sebuah segitiga dengan theorema pythagoras:
Soal No. 3
Diberikan sebuah segitiga siku-siku pada gambar berikut ini:
Tentukan panjang sisi alas segitiga!
Pembahasan
PR = 26 cm
PQ = 10 cm
QR = ......
36
Menentukan salah satu sisi segitiga yang bukan sisi miring:
Soal No. 4
Sebuah segitiga siku-siku memiliki sisi miring sepanjang 35 cm dan
sisi alas memiliki panjang 28 cm.
Tentukan luas segitiga tersebut!
Pembahasan
Tentukan tinggi segitiga terlebih dahulu:
Luas segitiga adalah setengah alas dikali tinggi sehingga didapat
hasil:
37
Soal No. 5
Perhatikan gambar segitiga berikut!
Tentukan panjang sisi AB!
Pembahasan
Perbandingan panjang sisi-sisi pada segitiga siku-siku dengan sudut
45° adalah sebagai berikut:
Bandingkan sisi-sisi yang bersesuaian didapat:
38
Berikutnya akan dibahas soal-soal segitiga yang menggunakan
perbandingan dengan sudut-sudut 30o dan 60
o
Soal No. 6
Berikut ini adalah ukuran sisi-sisi dari empat buah segitiga :
I. 3 cm, 4 cm, 5 cm
II. 7 cm, 8 cm, 9 cm
III. 5 cm, 12 cm, 15 cm
IV. 7 cm, 24 cm, 25 cm
Yang merupakan ukuran sisi segitiga siku-siku adalah....
A. I dan II
B. I dan III
C. II dan III
D. I dan IV
Pembahasan
Angka-angka yang memenuhi pythagoras / tripel pythagoras / tigaan
pythagoras diantaranya:
3, 4, 5 dan kelipatannya seperti (6, 8, 10), (9, 12, 15), (12, 16, 20) dan
seterusnya.
5, 12, 13 dan kelipatannya.
7, 24, 25 dan kelipatannya
8, 15, 17 dan kelipatannya
9, 40, 41 dan kelipatannya
11 ,60, 61 dan kelipatannya
12, 35, 37 dan kelipatannya
13, 84, 85 dan kelipatannya
15, 112, 113 dan kelipatannya
16, 63, 65 dan kelipatannya
17, 144, 145 dan kelipatannya
19, 180, 181 dan kelipatannya
20, 21, 29 dan kelipatannya
dan seterusnya masih banyak lagi.
Jawab: D. I dan IV.
39
2.1.11 Strategi Pembelajaran Ekspositori
2.1.11.1 Konsep dan Prinsip Strategi Pembelajaran Ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang
guru pada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai
materi pelajaran secara optimal. Menurut Killen dalam buku Sanjaya
(2010:177) menamakan strategi ekspositori ini dengan istilah strategi
pembelajaran langsung (direct insruction). Karena dalam strategi ini materi
pelajaran disamapaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk
menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Oleh karena
strategi ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga
dinamakan istilah strategi “chalk and talk”.
Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori. Pertama, strategi
ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara
verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan
strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan ceramah.
Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran
yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus
dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang. Ketiga, tujuan
utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya,
setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapakan dapat memahaminya
dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah
diuraikan.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach).
Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang
sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran
secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disamapaikan itu dapat
dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama srtategi ini adalah kemampuan
akademik (academic achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah
merupakan bentuk strategi ekspositori.
40
2.1.11.2 Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori
a. Berorientasi pada Tujuan
Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam
strategi pembelajaran ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak berarti
proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran; justru tujan itulah yang
harus menjadi pertimbangan strategi ini. Karena itu sebelum strategi ini
diterapkan terlebih dahulu, guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara
jelas dan terukur. Seperti kriteria pada umumnya, tujuan pembelajaran harus
dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau berorientasi pada
kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Hal ini sangat penting untuk
dipahami, karena tujuan yang spesifik memungkinkan kita bisa mengontrol
efektivitas penggunaan strategi pembelajaran. Memang benar, strategi
pembelajaran ekspositori tidak mungkin dapat mengajar tujuan kemampuan
berfikir tingkat tinggi, misalnya kemampuan untuk menganalisis, menyintesis
sesuatu, atau mungkin mengevaluasi sesuatu, namun tidak berarti tujuan
kemampuan berpikir taraf rendah tidak perlu dirumuskan; justru tujuan itulah
yang harus dijadikan ukuran dalam menggunakan strategi ekspositori.
b. Prinsip Komunikasi
Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai psoses komunikasi, yang
menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan)
kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin
disampaiakan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan
disusun sesuai dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam proses
komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berferan sebagai
penerima pesan.
Dalam proses komunikasi, bagaimanapun sederhananya, selalu terjadi
urutan pemindahan pesan (informasi) dari sumber pesan ke penerima pesan.
Sistem komunikasi dikatakan tidak efektif, manakala penerima pesan tidak
dapat menangkap setiap pesan yang disampaikan. Kesulitan menangkap pesan
itu dapat terjadi oleh berbagai gangguan (noise) yang dapat menghambat
kelancaran proses komunikasi. Akibat gangguan (noise) tersebut
memungkinkan penerima pesan (siswa) tidak memahami atau tidak dapat
41
menerima sama sekali pesan yang ingin disampaikan. Sebagai suatu strategi
pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian, maka prinsip
komunikasi merupakan prinsip yang sangat penting untuk diperhatikan.
Artinya, bagaimana upaya yang bisa dilakukan agar setiap guru dapat
menghilangkan setiap gangguan (noise) yang bisa mengganggu proses
komunikasi.
c. Prinsip Kesiapan
Dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” merupakan salah satu
hukum belajar. Inti dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap individu akan
merespon dengan cepat dari setiap stimulus manakala dalam dirinya sudah
memiliki kesiapan; sebaliknya, tidak mungkin setiap individu akan merespon
setiap stimulus yang muncul manakala dalam dirinya belum memiliki kesiapan.
Yang dapat kita tarik dari ukum belajar ini adalah, agar siswa dapat menerima
informasi sebagai stimulus yang kita berikan, terlebih dahulu kita harus
memposisikan mereka dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis
untuk menerima pelajaran. Jangan mulai kita sajikan materi pelajaran,
manakala siswa belum siap untuk menerimanya. Seperti halnya kerja sebuah
komputer, setiap data yang dimasukan akan dapat disimpan dalam memori
manakala sudah tersedia file untuk menyimpan data. Setiap. Oleh karena itu,
sebelum kita menyampaikan informasi terlebih dahulu kita yakinkan apakah
dalam otak anak sudah tersedia file yang sesuai dengan jenis informasi yang
akan disampaikan atau belum, kalau seanadinya belum maka terlebih dahulu
harus kita sediakan dahulu file yang akan menampung setiap informasi yang
akan kita sampaikan.
d. Prinsip berkelanjutan
Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau
mempelajari materi pembelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya
berlangsung pada saat itu, akan tetai juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori
yang berhasil adalah manakala melalui proses penyampaian dapat membawa
siswa pada situasi ketidak seimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong
mereka untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasan melalui
proses belajar mandiri.
42
2.1.11.3 Prosedur Pelaksanaan Strategi Ekspositori
Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori, yaitu :
1. Persiapan (preparation)
2. Penyajian ( presentasion)
3. Menghubungkan (correlation)
4. Menyimpulan (generalization)
5. Penerapan (aplication)
Setiap langkah itu diuraikan di bawah ini.
1. Persiapan (Preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima
pelajaran. Dalam strategi ekspositori, langkah persiapan merupakan langkah
yang sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan strategi ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah:
Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.
Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar.
Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa.
Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.
2. Penyajian (Presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan. Yang harus dipikirkan oleh setiap guru
dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan
mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Oleh sebab itu, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini.
a) Penggunaan bahasa
Penggunaan bahasa merupakan aspek yang sangat berpengaruh untuk
keberhasilan presentasi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
penggunaan bahasa. Pertama, bahasa yang digunakan sebaiknya bahasa yang
bersifat komunikatif hanya mungkin muncil manakala guru memiliki
kemampuan bertutur yang baik. Oleh karenanya, guru dituntut untuk tidak
menyajikan materi pelajaran secara langsung dengan bahasanya sendiri. Kedua,
dalam penggunaan bahasa guru harus memperhatiakn tingkat perkembangan
43
audiens atau siswa. Misalnya, penggunaan bahasa untuk anak SD berbeda
dengan bahasa untuk tingkat mahasiswa.
b) Intonasi suara
Intonasi suara adalah pengaturan suara sesuai dengan pesan yang ingin
disampaikan. Guru yang baik akan memahami kapan ia harus meninggikan
nada suaranya, dan kapan ia harus melemahkan suaranya. Pengaturan nada
suara akan membuat perhatian siswa tetap terkontrol, sehingga tidak akan
mudah bosan.
c) Menjaga kontak mata dengan siswa
Dalam proses penyajian materi pelajaran, kontak mata (eye contac)
merupakan hal yang sangat penting untuk membuat siswa tetap memperhatikan
pelajaran. Melalui kontak mata yang selamanya terjaga, siswa bukan hanya
akan merasa dihargai oleh guru, akan tetapi juga mereka seakan-akan diajak
terlibat dalam proses penyajian. Oleh sebab itu, guru sebaiknya secara terus-
menerus menjaga dan memeliharanya. Pandanglah siswa secara bergiliran,
jangan biarkan pandangan mereka tertuju pada hal-hal di luar materi pelajaran.
3. Korelasi (Correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pembelajaran
dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkatkan
siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah
dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan tiaa lain untuk memberikan makna
terhadap materfi pembelajaran, baik makna untuk memperbaiki stuktur
pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk mengikatkan
kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.
Seiring terjadi, dalam suatu pembelajaran setelah siswa menerima materi
pembelajaran dari guru, ia tidak dapat menangkap makna untuk apa materi
pembelajaran itu di kuasai dan dipahami; apa manfaat materi pembelajaran
yang telah disampaikan; bagaimana kaitan materi yang baru disampaiikan
dengan pengetahuan yang telah sejak lama dimilikinya; dan lain sebagainya.
Melalui langkah korelasi, semua pertanyaan tersebut tidak perlu ada, sebab
dengan mengaitkan (mengorelaksikan) materi pembelajaran dengan berbagai
hal, siswa akan langsung memahaminya.
44
4. Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk tahapan untuk memahami inti
(core) dari materi pembelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan
merupakan langkah yang penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui
langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti dari proses penyajian.
Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada siswa tentang
kebenaran suatu paparan. Denganm demikian, siswa tidak merasa ragu lagii
akan penjelasan guru. Kalau diibaratkan dengan memasukan data pada suatu
proses penggunaan komputer, menyimpulkan adalah proses men-save data
tersebut, sehingga data yang baru saja dimasukannya akan tersimpan di
memori, dan akan muncul kembali manakala dipanggil akan digunakan.
Menyimpulkan bisa dilakukan dengan beberapa cara diantaranya, pertama,
dengan cara mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan.
Dengan cara demikian, diharapkan siswa dapat menangkap inti materi yang
telah disajikan. Kedua, dengan cara memberikan beberapa pertanyaan yang
relevan dengan materi yang disajikan. Dengan cara demikian, diharapkan siswa
dapat mengingat kembali keseluruhan materi pelajaran yang telah dibahas.
5. Mengaplikasikan (Aplication)
Langkah aplikasi adalah langkah untuk kemampuan siswa setelah mereka
menyimak penjelasan guru. Langkah ini mderupakan langkah yang sangat
penting dalam proses pembelajartan ekspositori, sebab melalui langkah ini guru
akan mendapatkan mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan
pemahaman materi pembelajran oleh siswa. Teknik yang bisa dilakukan pada
langkah ini diantaranya, p[ertama, sajikan. Kedua, dengan memberikan tes
sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.
2.1.11.4 Keunggulan dan Kelemahan Strategi Ekspositori
1. Keunggulan
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi yang banyak dan
sering digunakan. Hal ini disebabkan strategi ini memiliki beberapa
keunggulan, diantarnya:
a. strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan
keluasan materi pembelajaran, dengan demikian ia dapat mengetahui
45
sampai Dengan sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang
disampaikan.
b. Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif bila materi
pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang
dimiliki untuk belajar terbatas.
c. Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar
melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus
siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).
d. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk
jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
2. Kelemahan
Disamping memiliki keunggulan strategi pembelajaran ekspositori juga
memiliki kelemahan, diantaranya:
a. Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dilakukan terhadap siswa yang
memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa
yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi yang
lain.
b. Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik
perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat , serta
perbedaan gaya belajar.
c. Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit
mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi,
hubungan interpersonal, serta kemampuan berfikir kritis.
d. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada
apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri,
semangat, antusiasme, motivsi, dan berbagai kemampuan seperti
kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemempuan mengelolo kelas.
Tanpa ini sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin
berhasil.
e. Oleh karena gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi
satu arah (one-way comunication), maka kesempatan untuk mengontrol
pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula.
46
Disamping itu komunikasi satu arah dapat mengakibatkan pengetahuan
yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.
Memperhatikan berberapa kelemahan diatas maka sebaiknya dalam
melaksanakan strategi ini guru perlu persiapan yang matang baik mengenai
materi pelajaran yang akan disampaikan maupun mengenai hal-hal lain yang
dapat mempengaruhi kelancaran proses presentasi.
2.2 Tinjauan Hasil Penelitian yang Relevan
Dari beberapa hasil penelusuran yang telah peneliti lakukan terhadap
penelitian-penelitian sebelumnya yang masalahnya ada kaitannya dengan
masalah yang akan diteliti, ditemukan beberapa hasil penelitian yaitu:
Pertama, penelitian yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga
Jaring-Jaring dan Kerangka Bangun Ruang terhadap Hasil Belajar Matematika
Siswa pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok” yang dilakukan penelitiannya
oleh Wati, S.Pd.I di siswa Kelas VIII MTs Negeri Sindangsari Kabupaten
Kuningan pada 31 Maret – 31 Mei 2010. Dalam penelitiannya menghasilkan
kesimpulan bahwa penggunaan alat peraga jaring-jaring dan kerangka bangun
ruang terhadap hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan kubus dan
balok berpengaruh secara signifikan, dengan analisis data melalui uji korelasi
didapat harga koefisien , yang berarti memiliki hubungan yang kuat.
Sedangkan melalui uji hitung diperoleh t hitung = 7,68 dan t tabel = 2,025 pada
taraf signifikasi α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Adapun
besarnya pengaruh dapat digambarkan melalui persamaan regresi Y = 20,79 +
0,68X dengan koefisien determinasi yang didapat 60,84% dan 39,16%
dipengaruhi oleh faktor lain.
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terdapat variable X yaitu
penggunaan alat peraga dan variable Y yaitu hasil belajar, karena
menggunakan dua metode maka peneliti menandai indeks 1 dan 2 pada X
untuk membedakan kedua metode tersebut, yaitu variable X1 Penerapan model
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Puzzle Pythagoras dan X2
model pembelajaran yang menggunakan metode ekspositori.
Hasil penelusuran pertama, ada kesamaan dan perbedaan dengan peneliti
pada variabel X1 yaitu dengan menggunakan alat peraga jaring-jaring dan
47
kerangka bangun ruang terhadap hasil belajar (variabel Y) matematika siswa
pada pokok bahasan kubus dan balok. Sedangkan yang akan dilakukan peneliti
adalah menggunakan alat peraga Puzzle Pythagoras terhadap hasil belajar
matematika siswa pada pokok bahasan theorema pythagoras.
Kedua, penelitian yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga
Model Segitiga pada Pembelajaran Bidang Datar terhadap Hasil Belajar Siswa”
yang dilakukan oleh Mirah Habibah, S.Pd.I pada 30 Maret – 30 Mei 2010.
Dalam penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa ada pengaruh yang cukup
kuat antara penggunaan alat peraga model segitiga pada pembelajaran bidang
datar terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan korelasi product moment yang
diperoleh sebesar 0,44 dengan koefisien determinasi 19%. Hal ini berarti 19%
merupakan kontribusi dari penggunaan alat peraga terhadap hasil belajar siswa,
dan sisanya 81% ditentukan oleh variabel lain yang mempengaruhi hasil
belajar siswa.
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terdapat variable X yaitu
penggunaan alat peraga dan variable Y yaitu hasil belajar, karena
menggunakan dua metode maka peneliti menandai indeks 1 dan 2 pada X
untuk membedakan kedua metode tersebut, yaitu variable X1 Penerapan model
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Puzzle Pythagoras dan X2
model pembelajaran yang menggunakan metode ekspositori.
Hasil penelusuran kedua, ada kesamaan dan perbedaan dengan peneliti
pada variabel X1 yaitu dengan menggunakan alat peraga model segitiga
terhadap hasil belajar (variabel Y) matematika siswa pada pembelajaran bidang
datar. Sedangkan yang akan dilakukan peneliti adalah menggunakan alat
peraga Puzzle Pythagoras terhadap hasil belajar matematika siswa pada pokok
bahasan theorema pythagoras.
Ketiga, penelitian yang berjudul “Pengaruh Penggunaan learning map
Terhadap Prestasi Belajar Matematika” yang diteliti oleh Tuti Sumiarsih,
S.Pd.I pada 01 Mei – 30 Juni 2010. Dalam penelitiannya menghasilkan
kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penggunaan
learning map terhadap prestasi belajar matematika. Hal ini dapat dilihat
48
berdasarkan hasil uji hipotesis dan uji korelasi yang memperoleh koefisien
korelasi .
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terdapat variable X yaitu
penggunaan alat peraga dan variable Y yaitu hasil belajar, karena
menggunakan dua metode maka peneliti menandai indeks 1 dan 2 pada X
untuk membedakan kedua metode tersebut, yaitu variable X1 Penerapan model
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Puzzle Pythagoras dan X2
model pembelajaran yang menggunakan metode ekspositori.
Hasil penelusuran ketiga, ada kesamaan dan perbedaan dengan peneliti
pada variabel X1 yaitu dengan menggunakan learning map terhadap prestasi
belajar (variabel Y) matematika siswa. Sedangkan yang akan dilakukan peneliti
adalah menggunakan alat peraga Puzzle Pythagoras terhadap hasil belajar
matematika siswa pada pokok bahasan theorema pythagoras.
Tabel 2.2
Relevansi Penelitian
Penelusuran
Variabel
X1
Variabel
X2
Variabel
Y Ket
1 - √ √ Variable Y aktivitas dan
hasil belajar, sedangkan
yang akan diteliti hanya
hasil belajar
2 √ - √ Variable Y aktivitas dan
hasil belajar, sedangkan
yang akan diteliti hanya
hasil belajar
3 - - √ -
4 √ √ √
Variable Y aktivitas dan
hasil belajar, sedangkan
yang akan diteliti hanya
hasil belajar dan Waktu,
tempat dan pokok bahasan
berbeda
5 √ √ √ Penelitian Sekarang
49
2.3 Kerangka Pemikiran
Sekolah merupakan sebuah wadah yang mengajarkan berbagai disiplin
ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang pendidikan. Salah satunya adalah
pendidikan matematika, dimana pendidikan matematika itu tidak hanya
dituntut memberi pengajaran materi saja, akan tetapi harus mampu pula dalam
pembentukan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, pendidikan
matematika merupakan integral yang tidak dapat dipisahkan dalam
peningkatan mutu sumber daya manusia.
Namun, akhir-akhir ini kecenderungan prestasi belajar matematika yang
dicapai oleh para peserta didik menunjukan hasil yang kurang memuaskan.
Untuk itu diperlukan adanya kerjasama antara guru dan peserta didik, serta
penentuan dan pemilihan metode pembelajaran yang tepat demi terwujudnya
tujuan yang akan dicapai dari proses pembelajaran.
Pembelajaran di sekolah-sekolah menengah pada umumnya
menggunakan metode ekspositori (ceramah). Kondisi seperti ini menyebabkan
potensi yang ada pada diri peserta didik menjadi tidak berkembang, dengan
kata lain menghambat kemampuan peserta didik untuk berkreasi dan
menyalurkan informasi serta inovasinya dalam dunia pendidikan.
Kurang memuaskannya prestasi belajar peserta didik, pada umumnya di
picu oleh kemampuan peserta didik dalam menyerap materi yang diberikan
oleh guru. Karena tidak semua peserta didik memiliki daya serap yang tinggi
dalam menerima pembelajaran dari seorang guru.
Konsep dari sebuah pembelajaran merupakan suatu proses penambahan
informasi dan kemampuan baru. Seorang guru ketika merancang informasi
untuk peserta didiknya, maka seharusnya ia juga mendesain metode atau media
apa yang relevan agar pembelajaran menjadi efektif dan efisien sehingga
prestasi belajar yang dihasilkan pun dapat tercapai lebih baik.
Dengan demikian pemilihan suatu metode dan media pembelajaran
merupakan hal yang sangat penting dalam usaha pencapaian tujuan dari proses
pembelajaran yang telah diinginkan. Penggunaan alat peraga dalam
pembelajaran matematika merupakan solusi yang tepat, guna meningkatkan
mutu pendidikan, yaitu dengan mengembangkan keterampilan akademis
50
peserta didik dalam proses pembelajaran. Sehingga dengan pembelajaran
tersebut, peserta didik dapat lebih tertarik, interaktif dan termotivasi untuk
belajar.
Alat peraga merupakan media pembelajaran yang membawakan ciri-ciri
dari konsep materi yang dipelajari. Dengan menggunakan alat peraga berarti
seorang guru telah membantu peserta didiknya dalam memahami konsep
pembelajaran.
Alat peraga ini digunakan untuk peningkatan perhatian peserta didik.
Dengan alat peraga, peserta didik diajak secara aktif untuk memperhatikan apa
yang diajarkan oleh gurunya. Alat peraga dalam mengajar, memegang peranan
yang sangat penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar-
mengajar yang efektif ( Sudjana, 2002:99).
Dengan penggunaan alat peraga, berarti seorang guru telah meletakakan
dasar-dasar yang nyata untuk berfikir. Oleh karena itu dapat mengurangi
verbalisme. Dengan penggunaan alat peraga juga dapat meletakkan dasar untuk
perkembangan belajar peserta didik, sehingga hasil belajar pun bertambah
mantap, memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan
kegiatan berusaha sendiri pada setiap peserta didik, menumbuhkan pemikiran
yang teratur dan berkesinambungan, serta membantu berkembangnya efisiensi
dan pengalaman belajar yang lebih sempurna.
Dengan demikian, penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran
merupakan solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas peserta didik dalam
dunia pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada
bagaimana proses belajar yang dialami oleh peserta didik ( Surya, 1992:21).
Karena salah satu fungsi pendidikan adalah membimbing peserta didik ke arah
suatu tujuan yang memiliki nilai yang tinggi, maka pendidikan merupakan
usaha berhasil yang membawa semua peserta didiknya kepada tujuan yang
telah ditetapkan dan apa yang telah diajarkan hendaknya dipahami sepenuhnya
oleh semua peserta didik sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Sesuai dengan kemajuan dan tuntutan zaman, maka guru harus memiliki
kemampuan lebih untuk memahami peserta didik dengan berbagai
51
keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan
belajar. Sehingga bahan pelajaran yang disampaikan kepada peserta didiknya
dapat dikuasai sepenuhnya oleh seluruh peserta didiknya, bukan hanya kepada
beberapa peserta didik saja. Oleh karena itu guru dituntut untuk memahami dan
mempunyai berbagai metode pembelajaran yang efektif agar dapat
membimbing peserta didik-nya secara optimal dan dapat membuka jalan baru
kearah prestasi hasil belajar yang lebih maksimal.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka diharapkan dengan penggunaan alat
peraga dalam proses pembelajaran dapat menigkatkan motivasi belajar peserta
didik, sehingga dapat berdampak pada prestasi hasil belajar yang lebih baik.
Adapun kerangka berfikir ini dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:
Gambar 2.3
Kerangka Berfikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa-siwa
dalam kelompok pembelajaran matematika dengan penggunaan alat peraga
puzzle Pythagoras pada pokok bahasan Theorema Pythagoras kelas VIII SMP
Negeri 1 Jalaksana.
Dengan berpedoman pada teori-teori dan kerangka pemikiran di atas,
maka hipotesis yang akan diajukan dan uji kebenarannya adalah:
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
group Hasil belajar Matematika
Siswa
Hasil belajar Matematika
Siswa
Perbandingan
Proses Pembelajaran
Matematika
52
Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara penggunaan alat peraga dengan
hasil belajar matematika pada pokok bahasan theorema pythagoras.