2
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab 2 atau landasan teori ini berisi tentang variabel yang berkaitan
dengan penelitian, penjelasandari tema,permasalahan dan teori yang turut
membantu memberi penyelesaian terhadap masalah yang ada dalam tapak. dan
kemudian dari semua hal tersebut mendapatkan jawaban.
2.1 VariabelPenelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah kawasan perkampungan dan
pelestarian budaya betawi di Setubabakan. dimana berkaitan dengan
perancangan bangunan terpadu dalam kawasan setubabakan, fasilitas yang ada
dalam kawasan setubabakan sekarang ini.
2.2 Definisi
2.2.1 Morfologi
Morfologi dalam menurut sabari, 2005 adalah sebuah kota yang akan
selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, perkembangan tersebut
akan menyangkut aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan
fisikSehingga pembahasan tentang kota sedikitnya dapat dilihat dari beberapa
pendekatan seperti ekologi, ekonomi,sistem kegiatan, ekologi faktorial dan
morfologi.
Menurut Alvares 2002, Pendekatan morfologi memberikan
kesempatanuntuk melihat fisik kota dengan konsepsi yang lebih komplit
3
sebagai tempat yangditransformasikan bagi kehidupan yang lebih manusiawi,
sehingga kota adalahsebuah tatanan yang chaotic richness, sebuah collage dan
sebuah dialektikaakibat perbedaan atau pemisahan antara lama dengan baru.
Kota bukanlahsebuah dialek akibat perbedaan atau pemisahan antara lama dan
baru, tetapiyang satu diikat bersama dengan yang lain. Oleh karena itu,
Morfologi merupakan proses perkembangan dalam aspek politik, sosial,
teknologi, ekonomi ataupun budaya dalam suatu daerah dan morfologi
merupakan bentuk dan wujud ciri karakteristik suatu kota dengan manusia
didalamnya.
Berdasarkan pendekatan morfologi menurut Sabari, 2005. dan Alvares
2002. maka morfologi dalam desain yang akan dibangun berhubungan dengan
fisik dan non fisik. fisik disini terlihat dalam penggunaaan material yang telah
disesuaikan dengan perkembangan jaman saat ini dengan tidak menghilangkan
bentuk kebudayaan yang sudah ada sejak dahulu kala. bentuk kebudayaan yang
tidak dihilangkan ini merupakan kondisi non fisik.
2.2.2 Pembangunan terpadu
Kawasan terpadu memiliki arti luas yaitu setiap perkotaan, pinggir kota,
pembangunan desa atau bahkan suatu area yang menggabungkan fungsi
pemukiman, komersial budaya, kelembagaan. dimana mereka berfungsi secara
baik secara fisik dan fungsional terintegrasi dan yang menyediakan akses
pejalan kaki dengan beberapa elemen pelengkap yang saling terhubung satu
sama lain. (Perancangan Tata Urban, Danisworo)
Pembangunan mixed atau pembangunan terpadu yang mengacu dalam
sektor budaya memiliki gabungan beberapa fungsi yang menonjolkan budaya-
budaya suatu suku tertentu. biasanya pembangunan terpadu dalam sektor cultur
atau budaya cenderung bersifat memperlihatkan ragam seni, seperti :
- Pemukiman ( hunian )
- Galeri seni dan budaya
- Artshop
- Gedung sendratari
- Convention hall
- Amphitheater
2.2.3 Waterfront
Definisi Waterfrontdalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah
daerah tepi laut, bagian kotayang berbatasan dengan air, daerah
pelabuhan(Echols, 2003). Sedangkan, urban waterfront mempunyaiarti suatu
lingkungan perkotaan yang berada ditepi atau dekat wilayah perairan, misalnya
lokasi diarea pelabuhan besar di kota metropolitan (Wrenn,1983). Dari kedua
pengertian tersebut maka definisi waterfront adalah suatu daerah atau area
yang terletakdi dekat/berbatasan dengan kawasan perairan dimanaterdapat satu
atau beberapa kegiatan dan aktivitas
Dalam area pertemuan tersebut.dan Waterfront terdiri dari beberapa tipe
proyeknya, waterfront dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu konservasi,
pembangunan kembali (redevelopment), dan pengembangan (development).
- Konservasi
5
Adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat
ini dan menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat.
- Redevelopment
Adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama
yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat
dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas - fasilitas yang ada.
- Development
Adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi kebutuhan kota
saat ini dan masa depan dengan cara mereklamasi pantai.
Waterfront berdasarkan fungsinya, dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
- Mixed Used Waterfront
Adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan,
perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat
kebudayaan.
- Recreational Waterfront
Adalah adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-
sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena
bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar.
- Residential Waterfront
Adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir
perairan
- Working Waterfront
Adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal
pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.
Terdapat kriteria - kriteria Waterfrontantara lain :
Dalam menentukan suatu lokasi tersebut waterfront atau tidak maka ada
beberapa kriteria yang digunakan untuk menilai lokasi suatu tempat apakah
masuk dalam waterfront atau tidak. Berikut kriteria yang ditetapkan :
- Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau,
sungai, dan sebagainya).
-Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau
pariwisata.
- Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman, industri,
atau pelabuhan.
- Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan.
- Pembangunannya dilakukan ke arah vertikalhorisontal
Pada perancangan kawasan tepian air, ada dua aspek penting yang
mendasari keputusan - keputusan rancangan yang dihasilkan. Kedua aspek
tersebut adalah faktor geografis serta konteks perkotaan (Wren, 1983 dan
Toree, 1989).
a. Faktor Geografis
Merupakan faktor yang menyangkut geografis kawasan dan akan
menentukan jenis serta pola penggunaannya. Termasuk di dalam hal ini
adalahkondisi perairan, yaitu dari segi jenis (laut, sungai, dst), dimensi
dan konfigurasi, pasang-surut, serta kualaitas airnya.
- Kondisi lahan, yaitu ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah, serta
kepemilikannya.
- Iklim, yaitu menyangkut jenis musim, temperatur, angin, serta curah
hujan.
7
b. Konteks perkotaan (Urban Context) Adalah merupakan faktor-faktor
yang nantinya akan memberikan ciri khas tersendiri bagi kota yang
bersangkutan serta menentukan hubungan antara kawasan waterfront
yang dikembangkan dengan bagian kota yang terkait. Termasuk dalam
aspek ini adalah:
-Pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata di kawasan
waterfront, atau sekedar merasa "memiliki" kawasan tersebut sebagai
sarana publik.
- Khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah
yang perlu ditentukan arah pengembangannya (misalnya restorasi,
renovasi atau penggunaan adaptif) serta bagian tradisi yang perlu
dilestarikan.
- Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta
pengaturan sirkulasi didalamnya.
- Karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang
membedakan satu kawasan waterfront dengan lainnya.
2.3 Teori yang Berkaitan
2.3.1 Hamid Shirvani
Menurut Hamid Shirvani, terdapat delapan macam elemen yang
membentuk sebuah kota terutama pusat kota. yakni
- tata guna lahan
- bentuk dan kelompok bangunan
- ruang terbuka
- parkir dan sirkulasi
- tanda-tanda (signage)
- jalur pejalan kaki
- pendukung kegiatan
- preservasi
- Tata guna lahan : merupakan rancangan 2 dimensi berupa denah peruntukan
lahan sebuah kota. contoh dalam sebuah kawasan industri terdapat berbagai
macam bangunan industri atau didalam kawasan perekonomian terdapat
berbagai macam pertokoan. kebijakan tata guna lahan juga membentuk
hubungan antara sirkulasi parkir dan kepadatan aktifitas individual
- Bentuk dan Masa Bangunan
bagaimana bentuk dan massa bangunan dapat membentuk suatu kota serta
bagaimana hubungan antar-massa yg ada.
a) ketinggian bangunan : berkaitan dengan jarak pandang manusia, baik
yang berada dalam bangunan yang ada dalam pejalan kaki, ketinggian
yang menunjukan atau memperlihatkan garis horizon. contoh :
bangunan di bandara akan memiliki ketinggian yang lebih rendah.
b) kepejalan bangunan : perbandingan tinggi luas lebar dan panjang,
olahan massa dan variasi penggunaan material.
c) Koefisien lantai bangunan
d) Koefisen Dasar bangunan
e) GSB
f) Langgam
g) Skala
h) Material
i) Tekstur
9
j) Warna
- Sirkulasi dan Parkir
sirkulasi elemen penting yang dapat membentuk dan mengontrol pola
kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan keberadaan sistem transportasi
dari jalan publik dan pedestrian way. dan tempat-tempat transit yang
saling berhubungan dan membentuk suatu kegiatan.
tempat parkir yaitu elemen penyedia ruang yang paling memberi visual
dan pengaruh kepada beberapa daerah perkotaan dan yg paling memberi
efek visual dalan merancang kota
- Ruang Terbuka (open space)
elemen lansekap terdiri dari elemen keras ( jalan, trotoar, bebatuan )
elemen lunak berupa tanaman dan air. ruang terbuka dapat berupa jalan
lapangan dan sepadan sungai.
- Jalur Pejalan Kaki
interaksi pada elemen-elemen dasar desain tata kota harus berkaitan
dengan lingkungan kota dan pola aktivitas seta sesuai dengan rencana
perubahan dan pembangunan fisik kota di masa mendatang. aspek-aspek
pendukung :
a) sarana komersial seperti toko restoran cafe
b) street furniture seperti pohon, rambu dan tempt duduk dsbharus
memiliki syarat seperti :
a) aman dan leluasa dari kendaraan bermotor
b) menyenangkan dengan rute yang mudah dan jelas yang disesuaikan
dengan hambatan kepadatan pejalan kaki.
c) mudah menuju segala arah tanpa hambatan yang disebabkan
gangguan ruang yg sempit.
d) punya nilai estetika dan daya tarik dengan penyediaan sarana dan
prasarana sepreti taman bangku dsb
- Pendukung Aktifitas
aktifitas pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian tetapi
juga mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen
kota yg dapat menggerakan aktifitas. hal-hal yang harus diperhatikan
dalam penerapan desain akitifitas support :
- koordinasi antara kegiatan dengan lingkungan binaan yang dirancang
- keragaman intensitas kegiatan yang dihadirkan dalam suatu ruang
tertentu
- bentuk kegiatan memperhatikan aspek kontekstual
- pengadaan fasilitas lingkungan
- Penandaan (signage)
diperlukan untuk menunjukan aksesbilitas dari satu ruang menuju ruang
berikutnya. sebagai penunjuk antar ruang.
a) penggunaan penandaan harus merefleksikan karakter kawasan
b) jarak dan ukuran harus memadahi dan diatur sedemikian rupa agar
menjamin jarak penglihatan dan menghindari kepadatan
c) penggunaan harus harmonis dengan bangunan arsitektur di sekitar lokasi.
d) pembatasan penggunaan lampu hias khusus tempat pertunjukan
e) pembatasan penggunaan signage berukuran besar agar tidak menimbulkan
visual negatif dan mengganggu rabu lalu-lintas
- Preservasi
11
preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap
lingkungan tempat tinggal ( pemukiman ) dan urban places
Berkaitan dengan keadaan tapak yang akan diolah, maka penggunaan teori
Hamid shirvani hanya menggunakan 3 elemen saja, yaitu elemen tata guna
lahan yang berfungsi mengidentifikasi kawasan yang ada dalam tapak, elemen
Pendukung fasilitas yang berfungsi mengembalikan ruang yang tidak ada
dalam kawasan tersebut sesuai dengan filosofi kebudayaan betawi dan elemen
preservasi yaiut perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal.
2.3.2 Figure/ ground
Teori ini dapat dipahami melalui pola perkotaan dengan hubungan antara
bentuk yang dibangun (building mass) dan ruang terbuka (open space) Analisis
Figure/ ground adalah alat yang baik untuk:
1. Mengidentifikasi sebuah tekstur dan pola-pola tata ruang perkotaan (urban
fabric);
2. Mengidentifikasi masalah keteraturan massa/ ruang perkotaan
Gambar 2.1 Figure/Ground
Sumber :Buku Perancangangan Kota, Figure / Ground (1987)
Pendekatan figure ground adalah suatu bentuk usaha untuk memanipulasi
atau mengolah pola eksisting figure ground dengan cara penambahan,
pengurangan, atau pengubahan pola geometris dan juga merupakan bentuk
analisa hubungan antara massa bangunan dengan ruang terbuka.
a. Urban solid
Tipe urban solid terdiri dari:
1. Massa bangunan, monumen
2. Persil lahan blok hunian yang ditonjolkan
3. Edges yang berupa bangunan
Gambar 2.2 Pola Kota 1
Sumber :Buku Perancangangan Kota, Figure / Ground (1987)
b. Urban void
Tipe urban void terdiri dari:
1. Ruang terbuka berupa pekarangan yang bersifat transisi antara publik dan
privat
2. Ruang terbuka di dalam atau dikelilingi massa bangunan bersifat semi
privat sampai privat
3. Jaringan utama jalan dan lapangan bersifat publik karena mewadahi
aktivitas publik berskala kota
4. Area parkir publik bisa berupa taman parkir sebagai nodes yang berfungsi
preservasi kawasan hijau
13
5. Sistem ruang terbuka yang berbentuk linier dan curvalinier. Tipe ini
berupa daerah aliran sungai, danau dan semua yang alami dan basah
Gambar 2.3 Pola Kota 2
Sumber :Buku Perancangan Kota, Figure / Ground (1987)
Tiga prinsip open space dalam
fokus kota:
1. Open space adalah ruang terbuka yang lebih berarti dari pada sesuatu
yang kosong saja.
2. Open space dibentuk secara organis atau teknis oleh benda-benda yang
membatasinya.
3. Open space dapat dilihat dari aspek fungsional public space dan semi
public space.
Di dalam pola-pola kawasan kota secara tekstural mengekspresikan rupa
kehidupan dan kegiatan perkotaan secara arsitektural dapat diklasifikasikan
dalam tiga kelompok:
1. Susunan kawasan bersifat homogen yang jelas, dimana ada satu pola
penataan.
2. Susunan kawasan yang bersifat heterogen, dimana dua atau lebih pola
berbenturan.
3. Susunan kawasan yang bersifat menyebar dengankecenderungan kacau
Gambar 2.4 Kawasan Homogen
Sumber :Buku Perancangan Kota, Figure / Ground (1987)
Gambar 2.5 Kawasan Heterogen
Sumber :Buku Perancangan Kota, Figure / Ground (1987)
Figure ground dibedakan menjadi 2 yaitu : Figure Ground berskala besar dan
kecil,
- Figure ground skala makro besar
Dalam skala makro besar, figure ground memperhatikan kota keseluruhan.
Artinya sebuah kawasan kota yang kecil dalam skala ini menjadi tidak
terlalu penting.
- Figure ground skala makro kecil
Dalam skala makro kecil, biasanya yang diperhatikan adalah sebuah figure
ground kota dengan fokus pada satu kawasan saja. Artinya pada skala ini
kota secara keseluruhan tidak terlalu penting. Karena gambar figure
ground secara makro kecil berfokus pada ciri khas testur dan masalah
tekstur sebuah kawasan secara mendalam
Solid dan Void sebagai elemen perkotaan
15
Sistem hubungan di dalam tekstur figure ground mengenal dua kelompok
elemen, yaitu solid dan void. Ada tiga elemen dasar yang bersifat solid, yaitu
blok tunggal, blok yang mendefinisi sisi dan blok medan
1. Elemen solid blok tunggal
Bersifat agak individual, elemen ini juga dapat dilihat sebagai bagian dari
satu unit yang lebih besar, dimana elemen tersebut sering memiliki sifat
penting (misalnya sebagai penentu sudut, hirarki atau penyambung)
Gambar 2.6 Blok Tunggal Sumber :Buku Perancangan Kota, Figure / Ground (1987)
2. Elemen solid blok yang mendifinisi sisi
Berfungsi sebagai pembatas secara linear, pembatas tersebut dapat dibentuk
oleh elemen ini dari satu, dua atau tiga sisi.
Gambar 2.7 Blok Solid Sumber :Buku Perancangan Kota, Figure / Ground (1987)
3. Elemen solid blok medan
Blok ini memiliki bermacam-macam massa dan bentuk, namun masing-
masing tidak dapat dilihat secara individu-individu, melainkan harus dilihat
keseluruhan massaanya secara bersama.
Gambar 2.8 Blok Solid Medan
SSumber :Buku Perancangan Kota, Figure / Ground (1987)
Terdapat empat elemen dasar yang bersifat void yang mempunyai
kecenderungan untuk berfungsi sebagai sistem yang memiliki hubungan erat
dengan massa, yaitu sistem penutup yang linear, sistem tertutup yang
memusat, sistem terbuka yang sentral dan sistem terbuka yang linear.
1. Elemen void sistem tertutup yang linear Sistem ini memperhatikan ruang
yang bersifat linear tetapi memiliki kesan tertutup. Elemen ini sering
dijumpai di kota.
2. Elemen void sistem tertutup yang memusat Sistem ini sudah lebih sedikit
jumlahnya karena memiliki pola ruang yang berkesan terfokus dan
tertutup. Ruang tersebut di kota dapat diamati pada skala besar (misalnya
di pusat kota) maupun di berbagai kawasan (di dalam kampung dan lain-
lain).
3. Elemen void sistem terbuka yang sentral Sistem ini memperlihatkan
dimana kesan ruang bersifat terbuka namun masih tampak terfokus
(misalnya alun-alunbesar, taman kota dan lain-lain)
Pola dan dimensi unit-unit perkotaan
Elemen-elemen solid dan void tidak boleh dilihat secara terpisah satu
dengan yang lain, karena secara bersama-sama membentuk unit-unit perkotaan
17
yang sering menunjukkan sebuah tekstur perkotaan di dalam dimensi yang
lebih besar. Ada enam pola kawasan kota secara tektural:
1. Grid
2. Angular
3. Kurvilinear
4. Radial konsentris
5. Aksial
6. Organis
Gambar 2.9 Pola Kota Diagmatris
Sumber :Buku Perancangan Kota, Figure / Ground (1987)
2.3.3 Teori Linkage
Merupakan analisis rupa perkotaan melalui pergerakan dan aktivitas yang
dapat menegaskan hubungan dalam suatu tata ruang perkotaan. Teori ini
menjelaskan hubungan solid-voids dalam sistem pergerakan dan antar kawasan
dalam suatu “urban fabrics” yang kenyataannya diwujudkan berupa jalan, jalur
pedestrian atau ruang terbuka lainnya.
Linkage ini tidak hanya membentuk ruang luar tetapi juga membentuk struktur
kota karena akhirnya diwujudkan dalam jaringan jalan, pola pergerakan dan
sirkulasi. Sehingga sebenarnya bahasan tentang sistem linkage ini sangat erat
kaitannya dengan struktur ruang kota. Dalam kawasan tapak yang akan diolah,
linkage berfungsi untuk menghubungkan 3 kawasan yang ada dalam tapak, dan
mengatur pola jalur pedestrian yang ada dalam kawasan sehingga membentuk
elemen garis berupa jalan, pejalan kaki dan ruang terbuka.
2.4 Morfologi budaya tradisional betawi
2.4.1 Budaya Betawi.
Morfologi Budaya Betawi menurut Muhammad Syaiful Moechtar ,2012
mengenai Identifikasi Pola Permukiman Tradisional Kampung Budaya Betawi
Setu Babakan adalah perkembangan budaya betawi dari segi fisik dan non fisik
dari masa ke masa, oleh karena itu, morfologi budaya betawi menampilkan
kegiatan dan filosofi budaya yang ada dalam suku betawi dalam segi
arsitektural hingga budaya yaitu seni tari, pencaksilat, keseharian, dan tradisi
lainnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui filosofi dan tradisi yang sudah ada
secara turun temurun yang ada dalam budaya betawi sehingga proses
perancangan kawasan terpadu yang akan dilakukan itdak melenceng dan tetap
mengacu kepada kebudayaan suku betawi itu sendiri, dalam morfologi budaya
betawi, dapat diketahui bahwa dalam segi non fisik memperlihatkan tradisi
tari-tarian dan kebudayaan seperti pencak silat dan ondel-ondel yang ada dalam
kegiatan mereka. Hal ini tidak terlepas dari ragam etnis yang lahir dalam
budaya betawi itu sendiri, setiap etnis biasanya mempengaruhi setiap perayaan
19
etnis Betawi. Seperti budaya penyalaan petasan, Lenong, Cokek, hingga
pakaian pernikahan adat Betawi yang didominasi warna merah, itu semua
dipengaruhi kuat oleh budaya Tionghoa.Kemudian etnis Arab sangat
mempengaruhi musik gambus dalam warna musik marawis dan Tanjidor.
Tanjidor sendiri adalah perpaduan budaya Eropa, Cina, Melayu dan Arab Salah
satu musik khas dari kesenian Betawi yang paling terkenal adalah Gambang
Kromong, Gambang Kromong selalu menjadi ilustrasi musiknya. dan masih
banyak lagi budaya betawi antara lain,
- Gambang Kromong :
Kesenian Gambang Kromong berkembang pada abad 18, khususnya di
sekitaran daerah Tangerang. Bermula dari sekelompok grup musik yang
dimainkan oleh beberapa orang pekerja pribumi di perkebunan milik Nie
Hu Kong yang berkolaborasi dengan dua orang wanita perantauan Cina
yang baru tiba dengan membawa Tehyan dan Kongahyan.
Gambar 2.10 Gambang Kromong Sumber : Kelurahan Srengseng Sawah
- Tari Topeng Betawi
Tarian betawi yang cukup lama dikenal masyarakat adalah Tari Topeng
Betawi. Dalam Tari Topeng Betawi, Anda dapat melihat tiga unsur seni
sekaligus. Yaitu tari, teater dan musik. Musik pengiring Tari Topeng
Betawi banyak sekali. Topeng Betawi tumbuh dan berkembang di
pinggir-pinggir Jakarta. Biasanya digelar saat ada pernikahan, acara
sunatan dan membayar nazar. Dalam Topeng Betawi, para penari
memakai topeng dan bercerita lewat seni gerak. Kini tari Topeng Betawi
sudah banyak dikreasikan. Sehingga Tarian Betawi pun semakin
beragam.
Gambar 2.11 Tari Topeng Betawi
Sumber : Kelurahan Srengseng Sawah
- Tari Lenggang Nyai
Adalah Wiwik Widiastuti yang mengembangkan Tarian Lenggang Nyai
ini. Atau lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Tari Lenggang
Betawi. Wiwik sendiri bukan orang Betawi asli, ia adalah orang
Yogyakarta. Namun kecintaannya kepada budaya dan tarian betawi,
membuat Wiwik menciptakan kreasi Tari Lenggang Betawi ini. Dalam
21
tarian ini dapat melihat ada unsur tanjidor dan tari topeng yang kental
sekali.
Gambar 2.12 Tari Lenggang Nyai
Sumber : Kelurahan Srengseng Sawah
- Tari Japin
Tari Japin sebenarnya adalah tari Zapin. Kebiasaan orang betawi
menyebut Z dengan huruf J membuat nama tarian ini secara otomatis
berubah menjadi Japin. Tarian ini mendapat pengaruh besar dari budaya
Arab.Yang membedakan tarian betawi Japin dengan Zapin pada
umumnya adalah musik pengiringnya. Tari Japin menggunakan musik-
musik lagu betawi seperti gambus. Tari Zapin ditarikan secara melompat-
lompat sambil memukul sebuah kendang rebana kecil
Gambar 2.13 Tari Japin
Sumber : Kelurahan srengseng Sawah
- Tari Cokek Betawi
Tarian betawi yang satu ini dibawa oleh para cukong atau tuan tanah
peranakan tionghoa yang kaya raya. Dulu mereka merawat penari cokek
dan pemain-pemain Gambang Kromong. Tarian cokek ini diiringi oleh
musik Gambang Kromong
Gambar 2.14 Tari Cokek betawi
Sumber : Kelurahan srengseng Sawah
- Beladiri Beksi
Sejak dahulu kala, masyarakat Betawi selalu dikenal dan diidentikan
dengan pencak silat dan pengajiannya. Kabarnya, sejak zaman kompeni
Belanda, remaja Betawi selalu dituntut untuk rajin beribadah dan mampu
menjaga diri dengan mempelajari ilmu beladiri pencak silat. Tak heran
ilmu beladiri ini menjadi salah satu jenis kebudayaan milik masyarakat
Betawi.
Di tanah Betawi ini, ternyata banyak menyimpan berbagai jenis seni
beladiri, salah satunya silat Beksi. Seni beladiri yang satu ini merupakan
perpaduan antara bela diri dengan seni, keindahan, dan ketepatan dalam
mencapai sasaran lawan.
23
Gambar 2.15 Bela diri Beksi
Sumber : Kelurahan srengseng Sawah
- Ondel-ondel
Ondel-ondel merupakan hasil dari kebudayaan Betawi yang berupa
boneka besar yang tingginya mencapai sekitar ± 2,5 m dengan garis
tengah ± 80 cm, boneka ini dibuat dari anyaman bambu yang dibuat agar
dapat dipikul dari dalam oleh orang yang membawanya. Boneka tersebut
dipakai dan dimainkan oleh orang yang membawanya. Pada wajahnya
berupa topeng atau kedok yang dipakaikan ke anyaman bamboo tersebut,
dengan kepala yang diberi rambut dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel
laki-laki biasanya di cat dengan warna merah, sedangkan yang
perempuan dicat dengan warna putih.
Gambar 2.16 Ondel-ondel
Sumber : Kelurahan srengseng Sawah
2.4.2 Arsitektur Betawi
A. Pembagian Wilayah dan Karakter Rumah
Menurut jakarta.go.id/encyclopedia, secara suku betawi tinggal di kawasan
dengan batas sebagai berikut.
- Batas Timur : Sungai Citarum
- Batas barat : Sungai Cisadane
- Batas Utara: Laut Jawa
- Batas Selatan : Kaki Gunung Salak
Berdasarkan Wilayah Administrasinya, Suku Betawi mendiami wilayah
sebagai berikut.
- Provinsi DKI Jakarta\
- Kotamadya Bekasi
- Kabupaten Bekasi
- Kotamadya Tangerang
- Kabupaten Tangerang
- Kotamadya Tangerang
- Kotamadya Depok
- Kabupaten Bogor
Berdasarkan kesamaan unsur budayanya, Betawi meliputi Betawi pesisir,
Betawi tengah dan Betawi pinggir.
- Betawi pesisir.
Betawi pesisir terbagi menjadi 2 bagian yaitu Betawi darat dan Betawi pulo.
Betawi pesisir meliputi daerah pesisir atau yang berbatasan dengan laut.
Prototipe betawi pesisir adalah rumah Panggung.
25
Gambar 2.17 Rumah panggung
Sumber : Gambang.wordpress.com
- Betawi tengah/kota
Betawi tengah/kota meliputi beberapa wilayah seperti Condet, Senen,
Kwitang, Tanah abang, Tambora, Tanah Sareal, taman Sari. Arsitektur
rumah memiliki pengaruh arsitektur belanda dan sudah menggunakan
material yang lebih eksploratif seperti besi, ubin, genteng dan plesteran.
Gambar 2.18 Rumah Betawi tengah
Sumber : Buku Griya Kreasi 2011
- Betawi pinggir dan udik
Betawi pinggir berada didaerah pinggir jakarta seperti Depokm
Setubabakan dan Jagakarsa, Arsitektur Betawi pinggiran lebih berani dalam
hal eksplorasi warna seperti warna hijau dan kuning. warna hijau
melambangkan kecerahan dan warna hijau kesuburan. Rumah betawi
pinggir merupakan peralihan rumah betawi kolong menuju ke rumah
betawi tidak berkolong, hal ini disebabkan masyarakat betawi merupakan
komunitas sungai dan emreka membangun rumah di sepanjang sungai
dengan menghadap ke sungai.
Gambar 2.19 Rumah Betawi Udik
Sumber : Buku Griya Kreasi 2011
B. Tipologi Bentuk Rumah Betawi
Rumah Betawi secara umum mempunyai bentuk yang terbuka, antara lain tidak
ada bentukan atau peraturan khusus yang terdapat dalam Rumah betawi.
Arsitektur Rumah Betawi dikelompokan dalam 3 Jenis yaitu Rumah Gudang,
Rumah Joglo, Rumah Bapang. Berdasarkan ketiga jenis tersebut, maka Rumah
Betawi memiliki 3 unsur yaitu Paseban, Bangunan inti, bagian belakang.
Masyarakat Betawi juga gemar untuk menanam tanaman, oleh karena itu
27
banyak halaman rumah betawi ditanami dengan pot-pot dan tanaman lainnya.
(sumber : Doni Swadarma & Yunus Aryanto2011, Rumah Etnik Betawi)
- Rumah Joglo
Rumah Joglo merupakan rumah yang mendapatkan pengaruh kebudayaan jawa
dan memiliki penyesuaian. rumah Joglo merupakan rumah keturunan
bangsawan. beberapa ciri yang tampak pada rumah Joglo Betawi,
- Bentuk atap Joglo berbentuk Limas terpasung dengan ketinggian yang
menjulang. Bagian atasnya mendatar dengan miring kearah empat sisi.
- Denah secara keseluruhan berbentuk bujur sangkar walaupun tidak mengikat.
- Bagian depan adalah ruangan luas tanpa sekat
Gambar 2.20 Rumah Betawi Joglo
Sumber : Buku Griya Kreasi 2011
Gambar 2.21Denah Rumah Joglo
Sumber : Buku Griya Kreasi 2011
- Rumah Gudang
Rumah Gudang merupakan jenis kedua dalam Arsitektur Betawi, rumah Gudang
memiliki ciri sebagai berikut,
- Atap Rumah Gudang berbentuk perisai atau pelana.
- Struktur atap tersusun dari kerangka kuda-kuda penuh
dari depan dan belakang.
- Bagian depan diberi tambahan topi dak atau markis.
Biasanya struktur atap pada kuda-kudanya mendapat tambahan struktur atap
jurai di kedua ujung bangunan.
Gambar 2.22 Rumah Gudang
Sumber : Buku Griya Kreasi 2011
29
Gambar 2.23Denah Rumah Gudang Sumber : Buku Griya Kreasi 2011
- Rumah Kebaya
Rumah ini diberi nama kebaya karena mempunyai beberapa pasang atap dan
apabila dilihat dari samping terlihat lipatan menyerupai lipatan kebaya. Bentuk
kebaya/ bapang tidak penuh ettapi hanya berada ditengah bagian rumah saja.
dibagian depan dan belakang diberi erusan berupa srondoyan.
Gambar 2.24 Rumah Bapang
Sumber : Buku Griya Kreasi 2011
Gambar 2.25Denah Rumah Bapang
Sumber : Buku Griya Kreasi 2011
C. Struktur Rumah Betawi
Struktur rumah betawi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu, rumah panggung dan
darat. ketiga jenis rumah betawi yaitu rumah Joglo, rumah Gudang, rumah
kebaya mempunyai persamaan struktur, material dan organisasi ruang. pada
umumnya menggunakan kayu nangka kecuali bagian pintu. dikarenakan kayu
nangka minim perawatan dan kuat terhadap rayap dan air.
Gambar 2.26Organisasi Ruang Rumah Betawi
Sumber : Buku Griya Kreasi 2011
- Hubungan ketiga denah diatas merupakan tipologi rumah betawi sama-sama
memiliki paseban yang digunakan sebagai area interaksi antar penghuni satu dengan
yang lainnya. sedangkan didalam rumah terdapat ruang makan dan ruang keluarga
yang tidak dibatasi sekat pemisah. hal ini agar dapat lebih menyatukan interaksi
antar penghuni rumah didalamnya (sumber : Doni Swadarma & Yunus
Aryanto2011, Rumah Etnik Betawi)
Tabel 2.2Elemen Rumah Betawi
No Struktur Keterangan Gambar
1. Fondasi - Fondasi setempat
- roolag
-Fondasi rumah panggung
31
2. Jendela
dan Pintu
- Jendela krepyak
- Jendela Bujang
3. Dinding - Dinding Beton
- Dinding anyaman bambu
- Dinding Kayu
4 Kolom
Dan Balok
- Kolom kayu
- Kolom Beton
Sumber : Griya kreasi,2011
D. Elemen Fungsional Rumah Betawi
Berdasarkan fungsinya, Rumah Betawi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu,
spasial vertikal dan spasial horizontal.
1. Penataan Spasial Vertikal
Spasial Vertikal adalah bagian rumah yang meliputi dan terlihat secara
vertikal atau secara fasad rumah yaitu, atap, paseban, langkan, tapang,
jendela jejake dan jendela krepyak.
Tabel 2.3Elemen Rumah Betawi No Struktur Keterangan Gambar
1 Atap - Bapang
- Joglo
- Gudang
2. Paseban Bagian depan bangunan betawi yang terbentuktanpa dinding.
Terbuat dari kayu atau papan yang biasanya terbuat dari pohon nangka
3. Langkan Bagian tepi paseban,
dan memiliki motif
yang bervariasi, yang
biasanya memiliki
motif gigi balang.
4. Tapang Tapang adalah bale-
bale bambu yang
digunakan sebagai
tempat bersantai
33
5. Jendela Jejake Jendela intip dan tidak
mempunyai daun
jendela
6. Jendela
Krepyak
Sumber : Griya kreasi,2011
2. Penataan Spasial Horisontal
Penataan spasial horisontal adalah pembagian ruang yang ada dalam rumah
Betawi, yaitu empat bagian utama
Tabel 2.4Elemen Rumah Betawi No Ruang Keterangan Gambar 1 Pangkeng Pangkeng, diadaptasi dari
bahasa Cina yaitu ruangan
atau kamar tidur.
Didalam 1 rumah terdapat
beberapa pangkeng, contoh
pangkeng tamu yaitu ruang
menerima tamu./ pangkeng
tidur yaiut kamar tidur.
2 Pendaringan Pendaringan adalah tempat
menaruh beras, dan identik
tempat menaruh cadangan
makanan sang pemilik rumah.
Biasanya terletak dalam
pangkeng dapur.
3. Padasan Padasan adalah sumur timba,
dilengkapi dengan pancuran
air yang berguna untuk
mandi, mencuci, wudu.
35
Terletak di area kebun
rindang untuk menghalangi
pandangan dari luar.
4. Dapur Dapur dalam rumah betawi
merupakan bangunan terpisah
yang masih menyatu dengan
bangunan inti.
Atap tersambung dan terbuat
dari seng sehingga rumah
seakan memiliki 3 bubungan.
Sumber : Griya kreasi,2011
E. Filosofi
Masyarakat Betawi mempunyai nilai filosofi yang berhubungan dengan makna
rumah dan desain beserta isinya. walaupun banyak filosofi yang sudah hilang,
namun masih ada yang dilestarikan yaitu,
Tabel 2.5Elemen Rumah Betawi No Filosofi Keterangan Gambar
1. Filosofi
balaksuji
Konstruksi tangga pada
rumah panggung
Betawi. Pada rumah
betawi panggung
siapapun yang akan
memasuki rumah harus
melewati tangga
terlebih dahulu. artinya
orang yang sedang
memasuki tangga
menuju proses kesucian.
2. Filosofi Ragam
hias
Ragam Hias yang ada
dalam adat betawi
melambangkan makna-
makna filosofi yang
menggambarkan sifat-
sifat yang dimiliki
masyarakat Betawi.
3. Filosofi
Langkan
Langkan atau pembatas
yang ada didalam
rumah betawi memiliki
simbol patung manusia
yang diartikan sebagai
simbol penjaga rumah.
4. Filosofi
pendaringan
Pendaringan diartikan
sebagai tempat pusaka
menaruh beras.
pendaringan biasanya
diletakan didalam dapur
dan tidak boleh terlihat
oleh orang luar rumah.
37
5. Filosofi Kendi Kendi memiliki filosofi
sebagai tempat menaruh
air dan digunakan untuk
membasuh muka dan
kaki para musafir yang
sedang melewat.
6. Filosofi Lampu Lampu dalam adat
betawi merupakan
lampu gembreng, yang
memiliki filosofi
sebagai penyeimbang
hidup dalam menjalani
kehidupan.
7. Filosofi Kaca
Cermin
Kaca dalam rumah
betawi memiliki arti
sebagai sifat orang
dimana harus
mengetahui posisi dia
dalam menempatkan
diri di kehidupan.
8. Filosofi Kebun Kebun digunakan
sebagai cadangan
makanan dan obat-
obatan dalam kehidupan
masyarakat betawi.
9. Filosofi
Tanaman
Tanaman yang ada
dalam kebun
merupakan tanaman
obat untuk kepentingan
pemilik rumah.
10. Filosofi warna
hijau dan
kuning
Fasad rumah betawi
memiliki campuran
warna hijau dan kuning,
yang memiliki arti
warna hijau adalah
kesuburan dan warna
kuning adalah
kesejahteraan.
Sumber : Griya kreasi,2011
Kesimpulannya adalah, dalam hal filosofi budaya betawi ada beberapa simbol
dan detail arsitektural yang penting untuk ditampilkan, ini berkaitan dengan
pemaknaan simbol dan detail tersebut dalam kegiatan sehari-hari.
39
F. Perubahan Material
Rumah tradisional Betawi mengalami perubahan seiring berjalannya waktu.
Rumah betawi memiliki transisi menjadi rumah modern. perubahan material
meliputi bagian konstruksi fondasi dinding atap dan lantai.
Tabel 2.6 Elemen Rumah Betawi Bagian
Rumah
Perkembangan Perkembangan Perkembangan
Tradisional Semi modern Modern
Fondasi Fondasi awal
menggunakan
umpak dengan
tinggi tiang kayu
15 - 20cm
Penggunaan
bentuk panggung
mulai berkurang
dan mengenal
fondasi roolag
Sudah mengalami
fondasi batu kali dan
aplikasi prefab frame
house
Dinding Berdinding kayu
atau bilik bambu
Mengenal
dinding beton,
meskipun hanya
setengah beton. (
bawah beton atas
papan kayu)
Semua menggunakan
dinding beton
Kolom Balok Tidak mengenal
kolom bertulang,
hanya mengenal
balok dan kolom
yang terbuat dari
kayu nangka,
Sudah mengenal
kolom dan
struktur beton
bertulang
Sudah menggunakan
konstruksi baja
ringan
kecapi dan
rambutan.
Penutup Atap Beratap
sederhana dari
bahan yang
tersedia di alam
Berganti dengan
asbes, seng atau
genteng
Penutup atap dari
genteng
Rangka atap Dikenal dengan 3
model yaitu
bapang, joglo dan
gudang
Sudah
menggunakan
dinding beton
Hanya model dan
desain garde yang
tetap
dipertahankan,namun
sudah divariasikan
model rumah modern
Pintu krepyak
dan bujang
Elemen yang
teidak terpisahkan
dari garde
Masih digunakan
tetapi tidak
menyatu dengan
garde
Hanya menggunakan
model namun
struktur dan bahan
berbeda
Paseban dan
tapang
Paseban dan
tapang
merupakan ciri
rumah yang khas
dalam rumah
betawi.
Tapang mulai
berganti dengan
meja dan kursi
Mulai berubah
menjadi gazebo
Langkan
Selalu hadir
dalam elemen
Langkan kayu
divariasikan
Langkan hanya
pemanis teras dan
41
rumah tradisional
betawi
dengan tembok
bata
area yang terbatas
Lisplang Menjadi ikon
dalam rumah
tradisional Betawi
Mulai simpel
dalam segi desain
maupun bahan
Sekedar ornamen
dekoratif yang tidak
sealalu hadir
Dapur dan
pedasan
Dapur didesain
terpisah dan
menyatu hanya
pada bagian atap
saja
Padasan dengan
sumur timba
sudah diganti
dengan pompa air
dan tungku sudah
diganti dengan
kompor minyak
Konsep padasan
hanya sebagai
ornamen dekoratif
dan kompor minyak
sudah diganti dengan
kompor gas
Sumber : Griya kreasi,2011
Kesimpulan yang didapat dari data yang diperoleh, morfologi budaya betawi
terlihat dari perubahan struktur material yang digunakan, sesuai dengan
perkembangan jaman yang ada. Namun filosofi kebudayaan yang sudah ada
sejak dulu didalam arsitektur betawi ada yang tetap dipertahankan namun ada
juga yang dihilangkan, sesuai dengan kebutuhan ruang pada jaman sekarang.\
2.5 Studi banding
Terdapat beberapa studi lapangan yang berkaitan dengan musium, gallery
kebudayaan. Yaitu :
Taman Budaya Yogyakarta
Taman Budaya Yogyakarta awalnya mulai dibangun di daerah
Bulaksumur pada tanggal 11 Maret 1977 sebagai sebuah kompleks Pusat
Pengembangan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Peresmian
pembangunan kompleks seni budaya tersebut dilakukan oleh Sri Sultan
Hamengku Buwana IX sebagai Wakil Presiden RI saat itu. Awalnya Taman
Budaya Yogyakarta disebut sebagai Purna Budaya yang dibuat sebagai sarana
dan prasarana untuk membina, memelihara, dan mengembangkan kebudayaan,
terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Purna Budaya dibangun dengan dua konsep bangunan, yaitu Pundi Wurya
dan Langembara. Pundi Wurya menjadi pusat kesenian dengan berbagai macam
fasilitas seperti panggung kesenian, studio tari, perpustakaan, ruang diskusi, dan
administrasi. Bagian kedua, yaitu Langembara, menjadi ruang pameran, ruang
workshop, kantin, dan juga beberapa guest house.
Di tahun 1978, Purna Budaya menjadi unit pelaksana teknik bidang
kebudayaan di bawah Dirjen Kebudayaan Taman Budaya dengan SK Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0276/O/1978. Pada tahun 1991, dilakukan
pembaharuan pada organisasi dan tatakerja Purna Budaya berdasarkan SK
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0221/O/1991.
Taman Budaya Yogyakarta kemudian memulai babak baru dan
menjadikannya sebagai "The Window of Yogyakarta". Situs seni budaya ini pun
semakin meruncingkan misi dan visi dalam dunia seni rupa (biennale seni rupa),
dunia media rekam (pemutaran film sepanjang tahun), dunia seni pertunjukan
(festival teater, ketoprak, dalang, tari, dll), program-program pendidikan
43
(bimbingan dan pelatihan seni untuk anak dan remaja), dan juga penerbitan
(profil seniman budayawan, antologi sastra, kritik seni rupa, dll).
Gambar 2.27 Taman Budaya Yogyakarta Sumber :www.DinasPariwisataYogyakarta.blogspot, diakses pada 25//8/201
Pemilihan Studi banding Taman budaya Yogyakarta atas dasar tujuan kawasan
yang sama-sama digunakan sebagai tempat wisata budaya. Tempat wisata
budaya yang disebutkan disini adalah mengenalkan budaya Jawa dari
kebudayaan tarian hingga arsitekturalnya. dan Taman budaya Yogyakarta juga
memiliki pengelompokan ruang yang dibutuhkan dalam tempat wisata budaya.
2.6 Kerangka Berpikir
2.7 Sistematika Pembahasan
TUJUAN
Perancangan Terpadu dengan morfologi Budaya Betawi di Setubabakan.
Perancangan Terpadu meliputi kawasan Hunian, Fasilitas Umum dan penyusunan Zoning
JUDUL TUGAS AKHIR
PERANCANGAN TERPADU DENGAN MORFOLOGI BUDAYA BETAWI DI SETUBABAKAN
Latar Belakang Masalah
1. Kawasan Setubabakan merupaja kawasan pelestarian budaya betawi namun berbanding terbalik dengan kenyataannya.
2. Kawasan Hunian jauh akan morfologi arsitektural budaya betawi, melainkan bangunan biasa dengan zoning tidak teratur
3.
Maksud Dan Tujuan
Penataan kembali hunian pelestarian kampung betawi dengan teknik konsolidasi tanah, dan penambahan elemen pembentuk kawasan budaya bertujuan mengembalikan tujuan awal kawasan tersebut menjadi kawasan pelestarian kampung budaya betawi setubabakan
Permasalahan
1. Permukiman warga tidak tertata dan sirkulasi tidak terlihat
2. Kurangnya morfologi dan Fungsi elemen ruang yang ada dalam kawasan tapak tersebut
Analisa
Mengumpulkan data–data permasalahan berdasarkan observasi/survey lapangan, interview, studi literatur, membaca teori–teori, mengenai Budaya Betawi dan dari segi fisik maupun non fisik
Konsep Bangunan Dan Lingkungan
Bangunan memiliki konsep Sustainable culture dan tetap menjaga budaya betawi dengan adat Betawi yang telah terbentuk sejak lama.
SKEMATIK DESAIN
PERANCANGAN
45
Pendahuluan
Permasalah yang terjadi dalam konteks umum
Permasalahan yang terjadi di lokasi
Alasan Pemilihan tempat
Landasan Teori
Penjabaran mengenai lingkup sustainable culture development
permukiman Suku Budaya Betawi pinggiran di kawasan setubabakan
- Teori-teori yang berkaitan
Metode Penelitian
-Cara pengumpulan data -Proses pengolahan data
Hasil dan Bahasan
- Analisa Non fisik
analisa tentang manusia kegiatan bermukim dan aktifitas budaya betawi. analisa tentang arsitektural budaya betawi
- Analisa Urban texture
- Analisa Urban Infrastruktur
- Analisa Morfologi budaya
- Analisa Tipologi Bangunan
BAB 1
Latar Belakang Permasalahan
Latar Belakang Pemilihan Lokasi
BAB 2
Teori terkait penyelesaian permasalahan &Hipotesis
BAB 3
Proses mencari data
BAB 4
Analisa data-data disertai kesimpulan sementara
BAB 5
Rangkuman dari hasil analisa dan saran bagi peneliti selanjutnya