4
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Umum Footstep
Fungsi dari part yang satu ini hanyalah sebagai dudukan telapak kaki ketika
mengendari motor. Baik sebagai seorang rider atau pun yang dibonceng, pasti akan
menggunakan part ini. terlebih jika motornya adalah motor sport, seperti Satria
Fu150CC. Meskipun hanya diinjak, footstep alias pijakan kaki baik depan maupun
belakang perlu dirawat. Agar pengendara atau pun yang diboncengi tetap nyaman
karena pijakan kaki dapat mempengaruhi keseimbangan.
Ciri-ciri pijakan kaki sudah tidak nyaman adalah apabila lapisan karet yang
menyelimuti footstep bagian besi sudah tipis, pada sepeda motor bebek. Sehingga
kaki mudah slip ketika basah. Apalagi saat longgar, karet pun bisa terlepas dari
tempatnya. Selain itu pijakan kaki untuk penumpang pun juga perlu dicek, selain
modelnya cukup banyak, pijakan kaki bagian penumpang juga sering kali buka tutup
karena memiliki engsel. Jika kondisi footstep sudah parah dan pada bagian belakang
sering kali turun, lebih baik ganti karet bagian luar.
2.2 Pengertian Aluminium
Aluminium merupakan salah satu jenis logam yang terdapat pada kerak bumi.
Meski jumlahnya cukup banyak, aluminium jarang ditemukan dalam bentuk aslinya.
Biasanya, aluminium terdapat dalam batuan sejenis bauxite dan cryolite. Sebagian
besar aluminium yang digunakan dalam proses industri diekstraksi melalui proses
bernama Hall-Heroult. Dalam proses ini, aluminium oksida dihilangkan dari cryolite
yang telah dilelehkan kemudian dialiri listrik untuk mengubahnya menjadi
aluminium alami.
2.2.1 Karakteristik Aluminium
Sifat Fisik
Nomor atom 13
Berat atom 26,981
Klasifikasi Pasca transisi Logam
Kepadatan 2.70 gram per cm3
Titik leleh 660,32 ° C, 1220,58 ° F
Titik didih 2519 ° C, 4566 ° F
Tabel. 2.1. Karakteristik Al
2.2.2 Fakta Mengenai Aluminium
Aluminium membuat sekitar 8% dari kerak bumi berat.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
5
Aluminium 100% dapat didaur ulang dan mempertahankan sifat fisik yang
sama setelah daur ulang sebagai aluminium asli.
Ketika aluminium bereaksi dengan asam klorida, menghasilkan gas
hidrogen.
Daur ulang aluminium hanya memakan waktu sekitar 5% dari energi yang
dibutuhkan untuk mengekstrak aluminium dari bijih bauksit .
Aluminium tidak memiliki fungsi yang diketahui dalam biologi.
Pada pertengahan 1800-an aluminium lebih mahal daripada emas.
2.2.3 Pengaruh temperatur Aluminium
Perubahan temperatur penuangan pada proses pengecoran logam Aluminium
akan mempengaruhi laju pembekuan dan penyebab tejadinya cacat porositi sehingga
akan mempengaruhi sifat mekanis coran paduan Aluminium. Semakin
meningkatnya temperatur penuangan akan menghasilkan bentuk struktur mikro dan
sifat mekanis yang berbeda. Sebab semakin tinggi temperatur penuangan
menyebabkan delta temperatur liquid - undercooling semakin tinggi dan tingginya
temperatur penuangan menyebabkan terjebaknya gas hidrogen semakin banyak
sehingga nilai kekuatan tarik elongasi dan nilai kekerasan mengalami penurunan.
Dengan studi literatur yang ada maka dilakukan percobaan pada pengecoran
Aluminium, dengan memakai cetakan permanen mold test bar dengan standart US
dengan kondisi temperatur mold 400C. Pengecoran ini dilakukan dengan temperatur
penuangan yang bervariasi yaitu 640C 660C 680C 700C 720C 740C dan 760C
dengan banyaknya test bar tiga buah disetiap temperatur penuangan. Dimana test bar
tersebut sudah tercetak dua buah spesimen uji tarik satu spesimen uji kekerasan dan
foto mikromakro.
Waktu penuangan 10 detik dan pembongkaran dilakukan 5 menit kemudian
coran dibiarkan diudara terbuka dengan temperatur ruang 45C. Dari percobaan
tersebut maka dilakukan pengujian tarik kekerasan dan foto makromikro. Pengujian
kekerasan dilakukan ada dua cara yaitu pertama pengujian kekerasan dilakukan pada
tepi coran0l mm 18 mm dan 35 mm dan kedua pengujian kekerasan dilakukan di
tengah coran 11 mm dari tepi coran. Pengamatan foto makro dan mikro dilakukan
pada masing-masing temperatur penuangan di 01 mm daerah pengaruh initial
chilling 35 mm dari tepi coran untuk mengetahui pengaruh laju pembekuan dan
daerah tengah coran untuk mengetahui cacat porositi. Berdasarkan percobaan
tersebut didapatkan sebuah fenomena dimana semakin tinggi temperatur penuangan
semakin besar delta temperatur liquid-undercooling sehingga mempengaruhi bentuk
butiran yang semakin membesar akibatnya menurunkan nilai kekerasan hal ini
terlihat pada nilai kekerasan pada temperatur penuangan 640C di 01 mm dari tepi
coran sebesar 6905 HV sedangkan pada temperatur penuangan 760C sebesar 6557
HV. Pada masing-masing test bar dari 01 mm hingga 11 mm dari tepi coran
kekerasan semakin menurun yang disebabkan oleh perbedaan thermal gradiennya.
Begitu juga terjadinya perubahan didaerah pengaruh initial chilling dimana
semakin tinggi temperatur penuangan daerah pengaruh initial chilling ini semakin
kedalam dari tepi coran. Begitu pula terbentuknya cacat porositi dimana semakin
tinggi temperatur penuangan jumlah porositi semakin banyak sehingga
mempengaruhi nilai kekuatan tarik dan elongasi yang semakin menurun.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
6
2.2.4 Pedoman peleburan Al/Al paduan
Aluminium dan Aluminium paduan dapat dilebur dengan baik, tanpa kontaminasi
gas Hidrogen, bila pokok-pokok penting proses peleburan dikuti dengan tepat dan
cermat. Disamping itu bahan baku yang bersih, tanpa pemuatan tambahan serta
proses-proses yang mengaduk cairan (modifikasi, grainrefining), akan sangat
mengurangi potensi kontaminasi gas tersebut.
Yang paling utama pada proses peleburan Aluminium/Aluminium paduan
adalah: “perhatikan dengan saksama pokok-pokok penting proses peleburan”.
Pokok-pokok penting proses peleburan Al/Al paduan. 1) Pemanasan tidak lebih dari 770
oC. Diatas temperatur tersebut akan
terjadi kontaminasi gas H2 yang besar sehingga menjadi porositas pada
produk cor.
2) Gunakan selalu bahan baku dan alat-alat yang bersih dan kering. Al-ingot
dari dari pabrik Aluminium sekunder bersertifikat hasil analisa
merupakan pilihan terbaik pada proses ini. Untuk penggunaan bahan daur
ulang maupun skrap, perhatikan kebersihannya (pasir cetak, oli, air,
sampah dll).
3) Krusibel harus bebas retak dan bersih dari dari sisa-sisa cairan maupun
kotoran lainnya sebelum proses dimulai. Sisa cairan yang umumnya
berupa oksida akan mengakibatkan terbentuknya inklusi-inklusi keras
didalam produk serta menjadi tempat gas-gas menempel atau terjebak.
Sedangkan retak rambut sekalipun tidak tertembus cairan namun akibat
tekanan yang tinggi diruang bakar (terutama pada tanur berbahan bakar
minyak) akan dapat dilalui oleh gas-gas sisa pembakaran (khususnya H2)
sehingga masuk kedalam cairan.
4) Bahan baku hanya dimuatkan kedalam krusibel yang telah panas.
Demikian halnya peralatan, harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum
digunakan.
5) Perhatikan bahwa Aluminium paduan bebas Cu dilarang dilebur
menggunakan krusibel bekas Aluminium berpaduan Cu. Pada umumnya
Cu akan mengendap didasar dan atau tersisa pada dinding krisibel
sehingga selalu akan menaikkan kandungan Cu pada bahan hasil proses
peleburan selanjutnya. Untuk kasus seperti diatas, sebaiknya sebelum
melakukan proses peleburan Al paduan non Cu, terlebih dahulu
dilakukan proses peleburan antara dengan tujuan untuk membersihkan
sisa-sisa dan endapan Cu dari dalam krusibel.
6) Kontrol temperatur setelah pencairan harus sangat diperhatikan serta
serendah mungkin sehingga kontaminasi gas dapat ditekan. Holding
temperatur dianjurkan hanya sedikit diatas suhu liquidusnya. Barulah
menjelang proses penuangan, temperatur dinaikkan hingga temperatur
tapping secepat mungkin.
7) Perbandingan ramuan antara ingot dengan bahan daur ulang yang baik
adalah 40 : 60. Dengan catatan perbandingan dapat berbeda hanya
dengan menambahkan persentase ingot. Perbandingan ramuan sebaiknya
dipertahankan tetap, sebab perubahan yang sering dilakukan hanya akan
menurunkan kualitas hasil peleburan.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
7
8) Bila proses peleburan disertai dengan pembubuhan bahan aditiv
(modifikasi, grain refining dll) perhatikan bahwa bahan-bahan tersebut
harus kering (kelembaban maksimum 0.1%). Pengeringan dapat
dilakukan dengan cara pemanasan awal baik didalam tungku pemanas
ataupun memanfaatkan udara panas buangan dari tanur krusibel. Perlu
diketahui, bahwa pada umumnya bahan-bahan tersebut bersifat
higroskopis. Pada penyimpanan dalam waktu lama serta akibat dari
kelembaban udara biasanya memiliki kelembaban 0.5% – 1%.
9) Permukaan cairan Aluminium selalu diselimuti oleh Al2O3. Selimut ini
penting bagi pencegahan kontaminasi gas lainnya sehingga harus selalu
dijaga utuh. Bila selimut ini rusak, akan segera terbentuk selimut baru
sebagai hasil reaksi antara cairan Al dengan udara. Hasil sampingan dari
reaksi tersebut adalah gas H2 yang masuk kedalam cairan. Disamping
itu, mengingat berat jenis oksida aluminium mirip dengan Aluminium itu
sendiri, maka pada saat rusak oksida ini dapat tenggelam dan menjadi
inklusi
2.3 Pengertian Magnesium
Magnesium adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Mg
dan nomor atom 12 serta berat atom 24,31. Magnesium adalah elemen terbanyak
kedelapan yang membentuk 2% berat kulit bumi, serta merupakan unsur terlarut
ketiga terbanyak pada air laut. Logam alkali tanah ini terutama digunakan sebagai
zat campuran (alloy) untuk membuat campuran alumunium-magnesium yang sering
disebut "magnalium" atau "magnelium".
Magnesium merupakan salah satu jenis logam ringan dengan karakteritik sama
dengan aluminium tetapi magnesium memiliki titik cair yang lebih rendah dari pada
aluminium. Seperti pada aluminium, magnesium juga sangat mudah bersenyawa
dengan udara (Oksgen).Perbedaannya dengan aluminium ialah dimana magnesium
memiliki permukaan yang keropos yang disebabkan oleh serangan kelembaban
udara karena oxid film yang terbentuk pada permukaan magnesium ini hanya
mampu melindunginya dari udara yang kering.Unsur air dan garam pada
kelembaban udara sangat mempengaruhi ketahanan lapisan oxid pada magnesium
dalam melindunginya dari gangguan korosi.Untuk itu benda kerja yang
menggunakan bahan magnesium ini diperlukan lapisan tambahan perlindungan
seperti cat atau meni.
Magnesium murni memiliki kekuatan tarik sebesar 110 N/mm2 dalam bentuk
hasil pengecoran (Casting), angka kekuatan tarik ini dapat ditingkatkan melalui
proses pengerjaan. Magnesium bersifat lembut dengan modulus elsatis yang sangat
rendah. Magnesium memiliki perbedaan dengan logam-logam lain termasuk dengan
aluminium, besi tembaga dan nickel dalam sifat pengerjaannya dimana magnesium
memiliki struktur yang berada didalam kisi hexagonal sehingga tidak mudah terjadi
slip. Oleh karena itu,magnesium tidak mudah dibentuk dengan pengerjaan
dingin.Disamping itu, presentase perpanjangannya hanya mencapai 5 % dan hanya
mungkin dicapai melalui pengerjaan panas.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
8
2.3.1 Sifat Fisik Magnesium
Tabel 2.2. Tabel Sifat Fisika Magnesium
2.3.2 Sifat Kimia Magnesium
Magnesium oksida merupakan oksida basa sederhana.
Reaksi Kimia dan Sifat
Reaksi dengan air MgO + H2O --> Mg(OH)2
Reaksi dengan udara Menghasilkan MO dan M3N2 jika dipanaskan
Reaksi dengan Hidrogen tidak bereaksi
Reaksi dengan klor M + X2 --> (dipanaskan) --> MX2 (garam)
Massa 1,738 gr/cm3
Tabel 2.3. Tabel Sifat kimia Magnesium
2.3.3 Sifat mekanik Magnesium
Rapat massa magnesium adalah 1,738 gram/cm3.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
9
Magnesium murni memiliki kekuatan tarik sebesar 110 N/mm2 dalam
bentuk hasil pengecoran (Casting)
2.4 Pemanfaatan Abu dasar Batu Bara
Pemanfaatan abu merupakan salah satu cara menangani abu hasil pembakaran
batubara yang yang jumlahnya sangat besar. Walaupun nilai ekonominya rendah,
tetapi setidaknya pemanfaatan ini dapat mengurangi biaya penanganan limbah. Dari
ketiga jenis abu batubara yakni abu-terbang, abu-dasar dan abu terak yang reaktif
dan mempunyai daya ikat adalah abu terbang (FA) dan abu dasar (BA), sedangkan
abu terak tidak reaktif sehingga hanya sesuai untuk pemanfaatan sebagai bahan
pengisi untuk keperluan kontruski jalan dan timbunan tanah (landfill). Pasar utama
bagi pemanfaatan abu batubara terdiri dari empat kelompok yakni semen, bahan
bangunan, teknik sipil dan pertanian. Dalam Tabel 1. dijelaskan penggunaan abu
batubara pada masing-masing kelompok aplikasi.
Dua sifat kimia yang paling penting dalam pemanfaatan abu adalah kadar
karbon (un-burn carbon) dan komposisi kimianya. Kadar karbon biasanya dianalisis
sebagai hilang bakar (loss on ignition). Abu dasar (slag) biasanya mempunyai kadar
karbon rendah. Sedangkan kadar karbon dalam abu terbang sangat bervariasi
tergantung sistem pembakaran, pengoperasian PLTU, serta ukuran partikel
batubara. Kadar karbon naik dengan naiknya ukuran partikel abu.
Komponen utama abu batubara terdiri dari Al2O3, SiO2, Fe2O3, CaO, MgO,
Na2O, K2O dan SO3. Kadar masing-masing komponen tersebut tergantung jenis
batubara dan sistem penambangannya. Komposisi abu batubara sangat berpengaruh
terhadap sifat fisik dan selanjutnya menentukan peruntukan pemanfaatannya.
Sebagai contoh, dalam Tabel 2 ditunjukkan persyaratan sifat kimia dan sifat fisik
abu batubara untuk digunakan dalam aplikasi kelompok semen dan bangunan.
Tahap pertama dalam pemanfaatan abu batubara adalah melakukan karakterisasi
(analisis) secara menyeluruh terhadap sifat kimia, sifat fisik dan mikroskopi agar
aplikasi yang optimal dapat diprediksi. Setelah aplikasi yang sesuai ditentukan
selanjutnya dilakukan uji coba skala laboratorium. Secara umum, hanya bahan baku
yang homogen (komposisi dan ukuran) yang dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu,
apabila pemanfaatan abu akan dilakukan ke tahap komersial maka tahapan pertama
pemanfaatan abu batubara adalah preparasi meliputi homogenisasi. Apabila dalam
aplikasi diperlukan ukuran abu dengan fraksi tertentu maka dilakukan proses
klasifikasi ukuran. Abu terak (slag) biasanya dipisahkan dari abu terbang atau abu
dasar, terutama apabila aplikasi memerlukan abu yang bersifat reaktif atau bersifat
pozolanik. Apabila akan dimanfaatkan, abu terak digerus kemudian diayak sesuai
dengan ukuran yang diperlukan.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
10
2.4.1 Aplikasi Abu Batubara
Pasar Aplikasi Teknik aplikasi
Semen
Sbg b.baku Pengganti clay (10-20% dari clay asli
Sbg campuran Rasio pencamp. dg semen 5% atau kurang
Semen fly ash
Rasio semen: FA sampai 30%
Kelas A : 5–10%
Kelas B: 10-20%
Kelas C: 20-30%
Ready-mixed Rasio pencampuran 20-30% dari semen
Bangunan
Agregat Pengganti agregat beton ringan
Agregat ringan
artifisial
Pengganti expansive shale (pencampuran-
granulasi-pemanggangan)
Genteng, bata,
keramik Pengganti clay
Produk beton Blok/batako : semen+agregat+kapur+flyash
Sipil
Pengisi aspal Pengganti bubuk batukapur
Material dasar
(base material)
Pengganti pasir dan gravel untuk dasar,
distabilkan dg semen atau kapur
Penstabil tanah Sebagai bahan pengisi lapisan tanah
Pertanian
Pupuk Pengganti pupuk K dan Mg
Kompos Campuran fly ash dg lumpur sampah organic
Tabel 2.4. Aplikasi Abu Batu Bara
Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan
perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini
ditunjukkan contoh analisis dari masing – masing unsur yang terdapat dalam setiap
tahapan pembatubaraan.
Tabel 2.5. Tabel analisis batu bara
2.5 Kualitas batu bara
Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal
ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara
sebagai bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan,
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
11
sehingga mesin – mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama. Secara
umum, parameter kualitas batubara yang lazim digunakan adalah kalori, kadar
kelembaban, kandungan zat terbang, kadar abu, kadar karbon, kadar sulfur, ukuran,
dan tingkat ketergerusan, disamping parameter lain seperti analisis unsur yang
terdapat dalam abu (SiO2, Al2O3, P2O5,Fe2O3, dll), analisis komposisi sulfur (pyritic
sulfur, sulfate sulfur, organic sulfur), dan titik leleh abu (ash fusion temperature).
Mengambil contoh pembangkit listrik tenaga uap batubara, pengaruh – pengaruh
parameter di atas terhadap peralatan pembangkitan listrik adalah sebagai berikut:
1) Kalori (Calorific Value atau CV, satuan cal/gr atau kcal/kg)
CV sangat berpengaruh terhadap pengoperasian pulveriser/mill, pipa batubara
dan windbox, serta burner. Semakin tinggi CV maka aliran batubara setiap jam-nya
semakin rendah sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan. Untuk batubara
dengan kadar kelembaban dan tingkat ketergerusan yang sama, maka dengan CV
yang tinggi menyebabkan pulveriser akan beroperasi di bawah kapasitas normalnya
(menurut desain), atau dengan kata lain operating ratio-nya menjadi lebih rendah.
2) Kadar kelembaban (Moisture, satuan %)
Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM) dan
inherent moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya disebut dengan total moisture
(TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya.
Batubara berkadar kelembaban tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak
untuk mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh output
pulveriser.
3) Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan %)
Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api.
Penilaian tersebut didasarkan pada perbandingan antara kandungan karbon (fixed
carbon) dengan zat terbang, yang disebut dengan rasio bahan bakar (fuel ratio). Fuel
Ratio = Fixed Carbon / Volatile Matter Semakin tinggi nilai fuel ratio maka jumlah
karbon di dalam batubara yang tidak terbakar juga semakin banyak. Kemudian bila
perbandingan tersebut nilainya lebih dari 1.2, pengapian akan kurang bagus
sehingga mengakibatkan kecepatan pembakaran menurun.
4) Kadar abu (Ash content, satuan %)
Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan
daerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya mencapai 80% ,
dan abu dasar sebanyak 20%. Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan
mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan, dan korosi peralatan yang
dilalui.
5) Kadar karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan %)
Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah
kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang. Nilai ini semakin
bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar karbon dan jumlah zat
terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas bahan bakar, yaitu
berupa nilai fuel ratio sebagaimana dijelaskan di atas.
6) Kadar sulfur (Sulfur content, satuan %)
Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur,
dan organic sulfur. Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur dalam
batubara dinyatakan dalam Total Sulfur (TS). Kandungan sulfur berpengaruh
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
12
terhadap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi pada elemen pemanas udara,
terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari pada titik embun sulfur, disamping
berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan abu pada peralatan electrostatic
precipitator.
7) Ukuran (Coal size)
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coal atau
dust coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran maksimum
3mm, sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran 50mm.
8) Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI)
Kinerja pulveriser atau mill dirancang pada nilai HGI tertentu. Untuk HGI lebih
rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari nilai standarnya pula untuk
menghasilkan tingkat kehalusan (fineness) yang sama.
2.6 Jenis – jenis batu bara
Tabel 2.6. Tabel. Parameter berbagai jenis batu bara
2.7 Pengertian Pengecoran
Pengecoran adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair dan
cetakan untuk menghasilkan parts dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri
akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan yang
memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Setelah logam cair
memenuhi rongga dan kembali ke bentuk padat, selanjutnya cetakan disingkirkan
dan hasil cor dapat digunakan untuk proses sekunder. Pasir hijau untuk pengecoran
digunakan sekitar 75 percent dari 23 million tons coran yang diproduksi dalam USA
setiap tahunnya.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
13
Proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua macam, yaitu traditional
casting dan non-traditional/contemporary casting.
Teknik traditional terdiri atas :
1) Sand-Mold Casting
2) Dry-Sand Casting
3) Shell-Mold Casting
4) Full-Mold Casting
5) Cement-Mold Casting
6) Vacuum-Mold Casting
Sedangkan teknik non-traditional terbagi atas :
1) High-Pressure Die Casting
2) Permanent-Mold Casting
3) Centrifugal Casting
4) Plaster-Mold Casting
5) Investment Casting
6) Solid-Ceramic Casting
Perbedaan secara mendasar di antara keduanya adalah bahwa contemporary
casting tidak bergantung pada pasir dalam pembuatan cetakannya. Perbedaan
lainnya adalah bahwa contemporary casting biasanya digunakan untuk
menghasilkan produk dengan geometriyang kecil relatif dibandingkan bila
menggunakan traditional casting. Hasil coran non-traditional casting juga tidak
memerlukan proses tambahan untuk penyelesaian permukaan. Jenis logam yang
kebanyakan digunakan di dalam proses pengecoran adalah logam besi bersama-sama
dengan aluminium, kuningan, perak, dan beberapa material non logam lainnya.
2.8 Proses Pembuatan Cetakan Pasir
Langkah – langkah proses pembuatan cetakan pasir adalah antara lain :
Persiapkan flask, lantai yang bersih dan pola kayu produk dan gating
systemnya. Perlu diingat agar pola kayu sudah dilakukan waxing dengan lilin
batangan.
1) Pembuatan pasir inti dari backing sand. Pembuatan inti dilakukan berulang-
ulang. Karena inti yang dihasilkan terdapat retak, hal ini terjadi karena kurang
padatnya inti pada proses ramming atau proses pencabutan dari cetakan inti
yang terlalu tergesa-gesa. Sehingga harus diperbaiki dengan penambahan
molasses dan dilakukan ramming yang lebih kuat.
2) Pisahkan kup dan drag pola kayu. Taburi tepung terigu di taburi pada lantai
yang dibersihkan. Pola kayu bagian drag pertama kali ditutupi dengan pasir
muka hingga seluuh bagian pola kayu (produk + gating system) tertutupi oleh
pasir muka.
3) Tambahkan dengan pasir belakang (backing sand), lalu diramming dengan
bantuan palu dan rammer agar pasir menjadi padat. Proses dilakukan sebanyak
3 kali. Setiap awal penaburan pasir diberikan guratan pada lapisan pasir
sebelumnya. Bertujuan agar pasir menjadi homogen dan menyatu terikat antar
partikel pasir.
4) Balik drag serta letakkan kup pada bagian atas posisi drag dengan posisi yang
tetap. Setelah kup berada pada posisinya, lakukan langkah 1-3. Untuk benda cor
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
14
dengan pola belah, penempatan harus dilakukan dengan hati – hati agar pola
dan gating sistemnya tidak bergerak sehingga tidak menimbulkan cacat akibat
pergeseran pola.
5) Angkat pola yang telah dipadatkan dengan pasir dari bagian drag dan kup.
Keluarkan pola yang berada pada cetakan pasir dengan menggunakan ulir.
Pengeluaran pola harus dilakukan dengan hati-hati agar cetakan pasirnya tidak
rusak. Pada saat praktikum, pencabutan pola sangat sulit sekali untuk
dilakukan. Hal ini dapat disebabkan oleh pelapisan lilin yang kurang merata
dan benda cor yang memiliki dimensi agak besar dan bersudut Kerusakan yang
dihasilkan pada cetakan pasir setelah pencabutan pola terbilang banyak. Namun
segera dilakukan proses perbaikan dengan menggunakan pasir reparasi. didalam
cetakan pasir.
6) Bersihkan cetakan kemudian berikan coating cetakan pada bagian yang
diperbaiki agar permukaan cetakan menjadi rata. Pemberian coating bertujuan
agar pasir tidak mengalami pengikikisan oleh logam cair serta memperbaiki
sifat mekanis dari permukaan logam. Kemudian cetakan dibakar dengan
menggunakan api agar coating menyatu dengan butiran pasir dan butiran pasir
tidak masuk kedalam logam cair.
7) Setelah selesai proses coating, hal yang dilakukan selanjutnya adalah penyatuan
kup dan drag yang kemudian dieratkan dengan menggunakan pengikat kawat.
Saat penyatuan antara kup dan drag terjadi ambruknya pasir cetak sehingga
bentuk cetakan menjadi tidak beraturan. Ini disebabkan akibat kurang padatnya
pasir disekitar pola dan banyak bagian dari pola yang bersudut. Seharusnya
pada bagian bersudut tersebut dilakukan fillet agar permukaan lebih membulat
(rounded).
8) Letakkan cetakan pasir diatas tatakan dan tempatkan didekat dapur peleburan
logam. Letakkan cetakan dengan sprue menghadap keatas. Seharusnya pada
bagian sprue diberikan sedikit area cekung sebagai pouring basin agar pada saat
penuangan tidak terjadi turbulensi.
Proses pengecoran meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam,
penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses daur ulang
pasir cetakan. Produk pengecoran disebut coran atau benda cor. Berat coran itu
sendiri berbeda, mulai dari beberapa ratus gram sampai beberapa ton dengan
komposisi yang berbeda, mulai dari beberapa ratus gram sampai beberapa ton
dengan komposisi yang berbeda dan hamper semua logam atau paduan dapat dilebur
dan dicor.
Proses pengecoran secara garis besar dapat dibedakan dalam proses pengecoran
dan proses percetakan. Pada proses pengeceron tidak digunakan tekanan sewaktu
mengisi rongga cetakan, sedang pada proses pencetakan logam cair ditekan agar
mengisi rongga cetakan. Karena pengisian logam berbeda, cetakan pun berbeda,
sehingga pada proses percetakan cetakan umumnya dibuat dari loga. Pada proses
pengecoran cetakan biasanya dibuat dari pasir meskipun ada kalanya digunakan pula
plaster, lempung, keramik atau bahan tahan api lainnya.
2.9 Terminologi Pengecoran dengan Cetakan Pasir
Secara umum cetakan harus memiliki bagian-bagian utama sebagai berikut :
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
15
1) Cavity (rongga cetakan), merupakan ruangan tempat logam cair yang
dituangkan kedalam cetakan. Bentuk rongga ini sama dengan benda kerja yang
akan dicor. Rongga cetakan dibuat dengan menggunakan pola.
2) Core (inti), fungsinya adalah membuat rongga pada benda coran. Inti dibuat
terpisah dengan cetakan dan dirakit pada saat cetakan akan digunakan. Bahan
inti harus tahan menahan temperatur cair logam paling kurang bahannya dari
pasir.
3) Gating sistem (sistem saluran masuk), merupakan saluran masuk kerongga
cetakan dari saluran turun. Gating sistem suatu cetakan dapat lebih dari satu,
tergantung dengan ukuran rongga cetakan yang akan diisi oleh logam cair.
4) Sprue (Saluran turun), merupakan saluran masuk dari luar dengan posisi
vertikal. Saluran ini juga dapat lebih dari satu, tergantung kecepatan penuangan
yang diinginkan. Pouring basin, merupakan lekukan pada cetakan yang fungsi
utamanya adalah untuk mengurangi kecepatan logam cair masuk langsung dari
ladle ke sprue. Kecepatan aliran logam yang tinggi dapat terjadi erosi pada
sprue dan terbawanya kotoran-kotoran logam cair yang berasal dari tungku
kerongga cetakan.
5) Raiser (penambah), merupakan cadangan logam cair yang berguna dalam
mengisi kembali rongga cetakan bila terjadi penyusutan akibat solidifikasi.
2.10 Pengecoran Cetakan Pasir
Pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan aktivitas-aktivitas seperti
menempatkan pola dalam kumpulan pasir untuk membentuk rongga cetak, membuat
sistem saluran, mengisi rongga cetak dengan logam cair, membiarkan logam cair
membeku, membongkar cetakan yang berisi produk cord an membersihkan produk
cor. Hingga sekarang, proses pengecoran dengan cetakan pasir masih menjadi
andalan industri pengecoran terutam industri-industri kecil. Tahapan yang lebih
umum tentang pengecoran cetakan pasir diperlihatkan dalam gambar dibawah ini.
1. Pasir
Kebanyakan pasir yang digunakan dalam pengecoran adalah pasir silika (SiO2).
Pasir merupakan produk dari hancurnya batu-batuan dalam jangka waktu lama.
Alasan pemakaian pasir sebagai bahan cetakan adalah karena murah dan
ketahanannya terhadap temperature tinggi. Ada dua jenis pasir yang umum
digunakan yaitu naturally bonded (banks sands) dan synthetic (lake sands). Karena
komposisinya mudah diatur, pasir sinetik lebih disukai oleh banyak industri
pengecoran.
2. Jenis Cetakan Pasir
Ada tiga jenis cetakan pasir yaitu green sand, cold-box dan no-bake mold.
Cetakan yang banyak digunakan dan paling murah adalah jenis green sand mold
(cetakan pasir basah). Kata “basah” dalam cetakan pasir basah berati pasir cetak itu
masih cukup mengandung air atau lembab ketika logam cair dituangkan ke cetakan
itu. Istilah lain setelah cetakan membeku dan dingin. Seperti cetakan, inti harus kuat,
permeabilitas baik, tahan panas dan tidak mudah hancur (tidak rapuh).
3. Operasi Pengecoran Cetakan Pasir
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
16
Operasi pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan tahapan proses
perancangan produk cor, pembuatan pola dan inti, pembuatan cetakan, penuangan
logam cair dan pembongkaran produk cor.
2.11 Proses Peleburan Logam
Peleburan logam merupakan aspek terpenting dalam operasi-operasi pengecoran
karena berpengaruh langsung pada kualitas produk cor. Pada proses peleburan,
mula-mula muatan yang terdiri dari logam, unsur-unsur paduan dan material lainnya
seperti fluks dan unsur pembentuk terak dimasukkan kedalam tungku.
Fluks adalah senyawa inorganic yang dapat “membersihkan” logam cair dengan
menghilangkan gas-gas yang ikut terlarut dan juga unsur-unsur pengotor
(impurities). Fluks memiliki beberapa kegunaan yang tergantung pada logam yang
dicairkan, seperti pada paduan alumunium terdapat cover fluxes (yang menghalangi
oksidasi dipermukaan alumunium cair).
Cleaning fluxes, drossing fluxes, refining fluxes, dan wall cleaning fluxes ,
Tungku-tungku peleburan yang biasa digunakan dalam industri pengecoran logam
adalah tungku busur listrik, tungku induksi, tungku krusibel, dan tungku kupola.
2.12 Teknik Pengecoran Logam
2.12.1 Definisi pengecoran.
Review Proses Pengecoran Pengecoran (CASTING) adalah salah satu teknik
pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian di
tuangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli dari produk cor
yang akan dibuat
2.12.2 faktor yang berpengaruh proses pengecoran yaitu:
1) Adanya aliran logam cair kedalam rongga cetak
2) Terjadi perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan dari logam
dalam cetakan
3) Pengaruh material cetakan
4) Pembekuan logam dari kondisi cair
Klasifikasi pengecoran berdasarkan umur dari cetakan, ada pengecoran dengan
sekali pakai (expendable Mold) dan ada pengecoran dengan cetakan permanent
(permanent Mold). Cetakan pasir termasuk dalam expendable mold.
Karena hanya bisa digunakan satu kali pengecoran saja, setelah itu cetakan tersebut
dirusak saat pengambilan benda coran. Dalam pembuatan cetakan, jenis-jenis pasir
yang digunakan adalah pasir silika, pasir zircon atau pasir hijau. Sedangkan perekat
antar butir-butir pasir dapat digunakan, bentonit, resin, furan atau air gelas.
2.12.3 Urutan pembahasan proses pengecoran
1) Prosedur pembuatan cetakan
2) Pembuatan pola
3) Pasir
4) Inti
5) Peralatan (mekanik)
6) Logam
7) Penuangan dan pembersihan benda cor.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
17
2.13 Pengertian Pengecoran Dan Pembuatan Cetakan Manual
2.13.1 Pengertian Pengecoran
Pengecoran (casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam
atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku di
dalam cetakan tersebut, dan kemudian dikeluarkan atau dipecah-pecah untuk
dijadikan komponen mesin. Pengecoran digunakan untuk membuat bagian mesin
dengan bentuk yang kompleks.
Pengecoran digunakan untuk membentuk logam dalam kondisi panas sesuai
dengan bentuk cetakan yang telah dibuat. Pengecoran dapat berupa material logam
cair atau plastik yang bisa meleleh (termoplastik), juga material yang terlarut air
misalnya beton atau gips, dan materi lain yang dapat menjadi cair atau pasta ketika
dalam kondisi basah seperti tanah liat, dan lain-lain yang jika dalam kondisi kering
akan berubahmenjadi keras dalam cetakan, dan terbakar dalam perapian. Proses
pengecoran dibagi menjadi dua, yaitu : expandable (dapat diperluas) dan non
expandable (tidak dapat diperluas).
Gbr 2.1. Proses pengcoran logam
Pengecoran biasanya diawali dengan pembuatan cetakan dengan bahan pasir.
Cetakan pasir bisa dibuat secara manual maupun dengan mesin. Pembuatan cetakan
secara manual dilakukan bila jumlah komponen yang akan dibuat jumlahnya
terbatas, dan banyak variasinya. Pembuatan cetakan tangan dengan dimensi yang
besar dapat menggunakan campuran tanah liat sebagai pengikat. Dewasa ini cetakan
banyak dibuat secara mekanik dengan mesin agar lebih presisi serta dapat diproduk
dalam jumlah banyak dengan kualitas yang sama baiknya.
2.13.2 Pembuatan Cetakan Manual
Pembuatan cetakan tangan meliputi pembuatan cetakan dengan kup dan drag,
seperti pada gambar di bawah ini:
Gbr 2.2 benda kerja yang akan dibuat
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
18
Gbr 2.3. menutupi permukaan pola dalam rangka cetak dengan pasir
Gbr 2.4. cetakan siap
Gbr 2.5. proses penuangan
Gbr 2.6. produk pengecoran
2.14 Prosedur Pembuatan Cetakan
Cetakan diklasifikasikan berdasarkan bahan yang digunakan:
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
19
1) Cetakan pasir basah (green-sand molds)
2) Cetakan kulit kering (Skin dried mold)
3) Cetakan pasir kering (Dry-sand molds)
Cetakan dibuat dari pasir yang kasar dengan bahan pengikat
1) Cetakan lempung (Loan molds)
2) Cetakan furan (Furan molds)
3) Cetakan CO2
4) Cetakan logam
Cetakan logam terutama digunakan pada proses cetak-tekan (die casting)
logam dengan suhu cair rendah.
1) Cetakan khusus
Cetakan khusus dapat dibuat dari plastic, kertas, kayu semen, plaster, atau
karet.
Proses pembuatan cetakan yang dilakukan di pabrik-pabrik pengecoran
dapat di kelompokkan sebagai berikut:
1) Pembuatan cetakan di meja (Bench molding)
Dilakukan untuk benda cor yang kecil.
1) Pembuatan cetakan di lantai (Floor molding)
Dilakukan untuk benda cor berukuran sedang atau besar
1) Pembuatan cetakan sumuran (pit molding)
2) Pembuatan cetakan dengan mesin (machine molding)
Pembuatan Cetakan
Sebagai contoh akan diuraikan pembuatan roda gigi seperti pada Gambar 5.2 di
bawah ini. Cetakan dibuat dalam rangka cetak (flak) yang terdiri dari dua bagian,
bagian atas disebut kup dan bagian bawah disebut drag. Pak kotak cetak yang terdiri
dari tiga bagian, bagian tengahnya disebut cheek. Kedua bagian kotak cetakan
disatukan pada tempat tertentu dengan lubang dan pin.
Gbr 2.7. Belahan pola diletakan di atas papan cetakan, drag siap untk diisi pasir
Gbr 2.8. Drag telah dibalik dan pasangan belahan pola diletakan diatasnya, kup
siap untuk diisi pasir.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
20
Gbr 2.9. Cetakan telah siap pakai lengkap dengan inti kering ditempatnya.
Cetakan Pola Sekali Pakai
Gbr 2.10. Cetakan pola sekali pakai
Keuntungan dari proses cetak sekali pakai ini meliputi :
1) Sangat tepat untuk mengecor benda-benda dalam jumlah kecil
2) Tidak memerlukan pemesinan lagi
3) Menghemat bahan coran
4) Permukaan mulus
5) Tidak diperlukan pembuatan pola belahan kayu yang rumit
6) Tidak diperlukan inti atau kotak inti
7) Pengecoran jauh lebih sederhana
Kerugiannya adalah :
1) Pola rusak sewaktu dilakukan pengecoran
2) Pola lebih mudah rusak, oleh karena itu memerlukan penangangan yang
lebih sederhana.
3) Pada pembuatan pola tidak dapat digunakan mesin mekanik
4) Tidak ada kemungkinan untuk memeriksa keadaan rongga cetakan
2.15 Saluran Masuk, Penambah, Dan Karakteristik Pembekuan
Sistem saluran masuk (gating system) untuk mengalirkan logam cair ke dalam
rongga cetakan, terdiri dari cawan tuang, saluran turun, pengalir dan saluran masuk
tempat logam mengalir memasuki rongga cetakan. Fungsi system saluran masuk
perlu dirancang dengan mantap dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
1) Aliran logam hendaknya memasuki rongga cetakan pada dasar atau dekat
dasarnya dengan turbulensi seminimal mungkin. Hal ini perlu diperhatikan,
khususnya pada benda tuang yang kecil
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
21
2) Pengikisan dinding saluran masuk dan permukaan rongga cetakan harus
ditekan dengan mengatur aliran logam cair atau dengan menggunakan inti
pasir kering.
3) Aliran logam cair yang masuk harus diatur sedemikian sehingga terjadi
solidifikasi terarah. Solidifikasi hendaknya mulai dari permukaan cetakan
kea rah logam cair sehingga selalu ada logam cair cadangan untuk menutupi
kekurangan akibat penyusutan.
4) Usahakanlah agar slag, kotoran atau partikel asing tidak dapat masuk ke
dalam rongga cetakan.
Gbr 2.11. Cara pengaliran logam cair ke dalam rongga cetakan
Ketepatan Ukuran Coran
Pada pembuatan pola harus diperhatikan beberapa hal antara lain: pengaruh
penyusutan logam cair, ketirusan, penyelesaian, distorsi dan kelonggaran, sehingga
kita dapat memperoleh benda cor yang benar-benar sesuai dengan benda yang akan
dibuat.
Penyusutan
Karena hampir semua jenis logam menyusut pada waktu pembekuan, pada
waktu membuat pola perlu ditambahkan ukuran penyusutan. Untuk kemudahan,
untuk besi cor dapat digunakan mister susut yang 1,04% atau 0,00104 mm/mm lebih
panjang dari ukuran standar. Direncanakan suatu roda gigi yang bila pemesinan
telah selesai, mempunyai diameter luar 150 mm. Untuk brons perlu ditambah
1,56%, baja 2,08%, aluminium dan magnesium 1,30%.
Tirus
Bila pola yang dapat diangkat dikeluarkan dari cetakan, kadang-kadang tepi
cetakan pasir yang bersentuhan dengan pola terangkat. Oleh karena itu untuk
memudahkan pengeluaran pola, maka sisi tegak pola dimiringkan. Untuk permukaan
luar, biasanya dipakai penambahan sebesar 1,04% hingga 2,08%. Untuk lubang di
sebelah dalam dapat digunakan kemiringan sampai 6,25%.
Penyelesaian
Permukaan coran yang akan mengalami pemesinan biasanya diberi tanda
tertentu. Tanda tersebut berarti bahwa pola harus dipertebal, sehingga cukup bahan
untuk diselesaikan. Umumnya penambahan adalah 3,0 mm. Untuk pola yang besar
suaian tersebut harus ditambah karena ada kemungkinan bahwa benda cor akan
melengkung.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
22
Distorsi
Distorsi terjadi pada benda coran dengan bentuk yang tidak teratur karena
sewaktu membeku terjadi penyusutan yang tidak merata. Kemungkinan ini perlu
diperhitungkan sewaktu membuat pola.
Kelonggaran
Bila pasir di sekitar pola ditumbuk-tumbuk kemudian pola dilepaskan, pada
umumnya ruangan pola akan lebih besar sedikit. Pada benda cor yang besar atau
benda cor yang tidak mengalami penyelesaian, hal ini dapat diatasi dengan membuat
pola yang kecil sedikit.
Bahan pola
Langkah pertama dalam pembuatan suatu benda cor ialah: persiapan pola. Pola
ini agak berbeda dibandingkan dengan benda cornya sendiri. Perbedaan tersebut
mencakup suaian pola untuk mengimbangi penyusutan dan pemesinan dan
penambahan lainnya unutk memudahkan pengecoran.Pola biasanya dibuat dari kayu
karena relative murah dan mudah dibentuk. Karena penggunaan pola biasanya
terbatas, pola tidak perlu dibuat dari bahan awet. Sebaliknya pola yang diperlukan
untuk produksi dalam jumlah yang banyak biasanya dibuat dari logam karena lebih
awet dalam penggunaan.
Pola logam tidak berubah bentuk dan rata-rata tidak memerlukan perawatan
khusus. Jenis logam yang banyak digunakan untuk pola ialah kuningan, besi cord an
aluminium. Aluminium banyak digunakan karena mudah dibentuk, ringan dan tahan
korosi. Pola logam biasanya dicor mengikuti pola induk yang terbuat dari kayu.
Pasir
1) Jenis Pasir
Pasir silica (SiO2), ditemukan di banyak tempat, dan tersebar di seluruh
Nusantara. Pasir ini sangat cocok untuk cetakan karena tahan suhu tinggi tanpa
terjadi penguraian, murah harganya, awet dan butirannya mempunyai bermacam
tingkat kebesaran dan bentuk. Namun, angka muainya tinggi dan memiliki
kecenderungan untuk melebur menjadi satu dengan logam. Karena kandungan debu
yang cukup tinggi, dapat berbahaya bagi kesehatan.
2) Pengujian Pasir
Pasir cetakan perlu diuji secara berkala untuk mengetahui sifat-sifatnya.
Pengujian yang lazim diterapkan adalah pengujian mekanik untuk menentukan sifat-
sifat pasir sebagai berikut:
3) Permeabilitas. Porositas pasir memungkinkan pelepasan gas dan uap yang
terbentuk dalam cetakan
4) Kekuatan. Pasir harus memilikigayakohesi, kadar air dan lempung,
mempengaruhi sifat-sifat cetakan.
5) Ketahanan terhadap suhu tinggi. Pasir harus tahan terhadap suhu tinggi
tanpa melebur.
6) Ukuran dan bentuk butiran. Ukuran butiran pasir harus sesuai dengan sifat
permukaan yang dihasilkan. Butiran harus berbentuk tidak teratur sehingga
memiliki kekuatan ikatan yang memadai.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
23
2.16 Diagram Fasa
Diagram fasa adalah grafik yang digunakan untuk menunjukkan kondisi
kesetimbangan antara fase-fase yang berbeda dari suatu zat yang sama. Komponen-
komponen umum diagram fase adalah garis kesetimbangan atau sempadan fase,
yang merujuk pada garis yang menandakan terjadinya transisi fase. Titik tripel
adalah titik potong dari garis-garis kesetimbangan antara tiga fase benda, (padat,
cair, dan gas). Solidus adalah temperatur di mana zat tersebut stabil dalam keadaan
padat. Likuidus adalah temperatur di mana zat tersebut stabil dalam keadaan cair.
Diagram fasa paduan Al-Mg ditunjukan sebagaimana gambar 2.14
Gambar 2.14. Diagram fassa paduan Al-Mg (ASM Handbook, 2004)
Karena pentingnya persoalan tentang pengaruh dari temperatur ruang pada suhu
yang sudah ditentukan. Paper ini akan membahas tentang pengaruh temperatur
cetakan send casting produk footstep untuk memperoleh produk cor yang bebas
cacat. Observasi kualitas dilakukan secara visual.
2.17 Pengujian kekerasan
2.17.1 Pengertian kekerasan
Kekerasan suatu bahan didefinisikan sebagai ketahanan suatu bahan terhadap
penetrasi material lain pada permukaannya. Terdapat tiga jenis mengenai ukuran
kekerasan, yang tergantung pada cara melakukan pengujiannya. Pengujian
kekerasan adalah kemampuan suatu bahan terhadap beban dalam perubahan yang
tetap. Dengan melakukan tekanan pada benda yang diuji maka dapat dianalisis
seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang
diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut.
2.17.2 Metode Pengujian Rockwell
Pengujian kekerasan Rockwell merupakan salah satu pengujian kekerasan yang
mulai banyak digunakan hal ini dikarenakan pengujian kekerasan Rockwell yang :
sederhana, cepat, tidak memerlukan mikroskop untuk mengukur jejak, dan relatif
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
24
tidak merusak. Pengujian kekerasan Rockwell dilaksanakan dengan cara menekan
permukaan spesimen (benda uji) dengan suatu indentor. Penekanan indentor ke
dalam benda uji dilakukan dengan menerapkan beban pendahuluan (beban minor),
kemudian ditambah dengan beban utama (beban mayor), lalu beban utama
dilepaskan sedangkan beban minor masih dipertahankan.
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini diatur berdasarkan standar DIN
50103. Adapun standar kekerasan metode pengujian Rockwell ditunjukkan pada
tabel sebagai berikut :
Tabel 2.7. standar DIN 50103
Dalam metode Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya
bervariasi, yaitu :
1) Kerucut intan dengan besar sudut 120º dan disebut sebagai Rockwell Cone.
2) Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball.
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan memilih
ketentuan angka kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh skala tertentu.
Jika pada skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akuran, maka kita dapat
menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka kekerasan yang jelas.
Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau acuan, dimana acuan
dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui melalui tabel
sebagai berikut :
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
25
Tabel 2.8. Tabel Uji Kekerasam
Dalam proses pengujian kekerasan metode Rockwell diberikan dua tahap pada
proses pembebanan. Tahap Beban Minor dan Beban Mayor. Beban minor besarnya
maksimal 10 kg sedangkan beban mayor bergantung pada skala kekerasan yang
digunakan.
2.17.3 Cara pengujian kekerasan Rockwell Cara Rockwell ini berdasarkan pada penekanan sebuah indentor dengan suatu
gaya tekan tertentu ke permukaan yang rata dan bersih dari suatu logam yang diuji
kekerasannya. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya minor, maka yang akan
dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan Rockwell bukanlah hasil
pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan, tetapi justru dalamnya bekas
lekukan yang terjadi itu.
Inilah perbedaan metode Rockwell dibandingkan dengan metode pengujian
kekerasan lainnya. Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu
HRA, HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan
kekerasan Rockwell atau Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang disingkat
dengan huruf R saja.
2.17.4 Penggunaan mesin uji kekerasan Rockwell Penguji harus memasang indentor terlebih dahulu sesuai dengan jenis pengujian
yang diperlukan, yaitu indentor bola baja atau kerucut intan. Setelah indentor
terpasang, penguji meletakkan specimen yang akan diuji kekerasannya di tempat
yang tersedia dan menyetel beban yang akan digunakan untuk proses penekanan.
Untuk mengetahui nilai kekerasannya, penguji dapat melihat pada jarum yang
terpasang pada alat ukur berupa dial indicator pointer.
Kesalahan dalam pengujian kekerasan disebabkan beberapa faktor yaitu :
1) Mesin Uji Rockwell
2) Operator
3) Benda Uji
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
26
Pengujian Kekerasan benda dengan metode Rockwell memiliki beberapa
kelebihan antara lain :
1) Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.
2) Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.
3) Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.
Selain memiliki kelebihan Pengujian kekerasan benda dengan
metode Rockwell memiliki beberapa kekurangan antara lain :
1) Tingkat ketelitian rendah.
2) Tidak stabil apabila terkena goncangan.
3) Penekanan bebannya tidak praktis.
2.18 Metode Analisa Struktur Mikro
2.18.1 Uji Metalografi Metalografi merupakan suatu metode untuk menyelidiki struktur logam dengan
menggunakan mikroskop optik dan mikroskop elektron. Sedangkan struktur yang
terlihat pada mikroskop tersebut tersebut disebut mikrostruktur. Pengamatan
tersebut dilakukan terhadap spesimen yang telah diproses sehingga bisa diamati
dengan pembesaran tertentu. Gambar 2.15. berikut menjelaskan spesimen dengan
pembesaran dan lingkup pengamatannya.
Gbr 2.12. Spesimen, Ukuran dan Bentuk Obyek Pembesaran
Dari Gambar diatas dapat diketahui bahwa penyelidikan mikrostruktur berkisar
10 cm (batas kemampuan elektron mikroskop hingga 10 cm batas kemampuan mata
manusia). Biasanya objek pengamatan yang digunakan 10 cm atau pembesaran
5000-30000 kali untuk mikroskop elektron dan 10 cm atau order pembesaran 100-
1000 kali mikroskop optik. Agar permukaan logam dapat diamati secara
metalografi, maka terlebih dahulu dilakukan persiapan sebagai berikut :
1) Pemotongan spesimen
Pada tahap ini, diharapkan spesimen dalam keadaan datar, sehingga
memudahkan dalam pengamatan.
2) Mounting spesimen (bila diperlukan)
Tahap mounting ini, spesimen hanya dilakukan untuk material yang kecil atau
tipis saja. Sedangkan untuk material yang tebal, tidak memerlukan proses mounting.
3) Grinding dan polishing
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
27
Tahap grinding dan polishing ini bertujuan untuk membentuk permukaan
spesimen agar benar-benar rata. Grinding dilakukan dengan cara menggosok
spesimen pada mesin hand grinding yang diberi kertas gosok dengan ukuran grid
yang paling kasar (grid 320) sampai yang paling halus. Sedangkan polishing sendiri
dilakukan dengan menggosokkan spesimen diatas mesin polishing machine yang
dilengkapi dengan kain wool yang diberi serbuk alumina dengan kehalusan 1-0.05
mikron. Panambahan serbuk alumina ini bertujuan untuk lebih mengahluskan
permukaan spesimen sehinggan akan lebih mudah melakukan metalografi.
4) Etsa (etching)
Proses etsa ini pada dasarnya adalah proses korosi atau mengorosikan
permukaan spesimen yang telah rata karena proses grinding dan polishing menjadi
tidak rata lagi. Ketidakrataan permukaan spesimen ini dikarenakan mikrostruktur
yang berbeda akan dilarutkan dengan kecepatan yang berbeda, sehingga
meninggalkan bekas permukaan dengan orientasi sudut yang berbeda pula. Pada
pelaksanaannya, proses etsa ini dilakukan dengan cara mencelupkan spesimen pada
cairan etsa dimana tiap jenis logam mempunyai cairan etsa (etching reagent) sendiri-
sendiri. Perhatikan gambar 2.16 yang menunjukkan pengaruh efek proses etsa
permukaan spesimen yang telah mengalami proses grinding dan polishing.
Gbr 2.13. Pengaruh Etsa Terhadap Permukaan Spesimen
Setelah permukaan specimen di etsa, maka specimen tersebut siap untuk diamati
di bawah mikroskop dan pengambilan foto metalografi.
2.18.2 Metode perhitungan besar butir
Ada tiga metoda untuk menghitung besar butir yang direkomendasikan oleh
ASTM, yaitu;
1) Planimetri (Jefferies)
Metode ini menggunakan lingkaran yang umumnya memiliki luas 5000 mm2.
Perbesaran dipilih sedemikian sehingga ada sedikitnya 75 butir yang berada di
dalam lingkaran. Kemudian hitung jumlah total semua butir dalam lingkaran di
tambah setengah dari jumlah butir yang berpotongan dengan lingkaran. Besar butir
dihitung dengan mengalikan jumlah butir dengan pengali Jefferies (f) pada tabel 1.
Rumus Empiris : G = [3,322 Log (Na) –2,95] dan Na = f(n1+n2/2)
Dengan:
G = besar butir dirujuk ke table ASTM E-112 untuk mencari nilai diameter
butir
Na = jumlah butir
n1 = jumlah butir dalam lingkaran
n2 = jumlah butir yang bersinggungan dengan garis lingkaran
f = factor pengali pada table Jefferies
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
28
Tabel 2.9 Pengali Jefferies
Tabel 2.9. Pengukuran besar butir ASTM E112
Tabel 2.10. ASTM E112
1. Intercept (Heyne)
Plastik transparant dengan grid (bergaris kotak-kotak) diletakkan di atas foto atau
sampel. Kemudian dihitung semua butir yang berpotongan dengan satu atau dua
garis, sedangkan butir yang hanya berpotongan pada akhir garis dianggap setengah.
Penghitungan dilakukan pada tiga daerah agar mewakili. Nilai diameter rata-rata
ditentukan dengan membagi jumlah butir yang berpotongan dengan panjang garis.
Metode ini cocok untuk butir-butir yang tidak beraturan.
PL = P/ LT/M
Panjang garis Perpotongan ;
L3= 1/PL
P = Jml titik potong batas butir dengan lingkaran
LT= Panjang Garis Total
M = Perbesaran
Dari PLatau L3 , pat dilihat di tabel besar butir ASTM
Empiris ; G = (6,646 log (L3) –3,298)
Perbesaran 1 25 50 75 100 200 300 500 1000
F 0,002 0,125 0,5 1,125 2,0 8,0 18,0 50,0 200,0
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
29
2. Metode Perbandingan Foto mikrostruktur bahan dengan perbesaran 100X dapat dibandingkan dengan
grafik ASTM E112-63, dapat ditentukan besar butir. Nomor besar butir ditentukan
oleh rumus ;
N- 2n-1
Dimana N adalah jumlah butir per inch2 dengan perbesaran 100x. Metode ini
cocok untuk sampel dengan butir beratur.
2.19 Alat Mikroskop
Gbr 2.13. Alat mikroskop merk Axiolab
Keterangan :
1. Batang Mikroskop 8. Tempat Kamera
2. Pengatur fokus 9. Tempat Lampu halogen
3. Meja sampel 10. Saklar on – off
4. Penggeser meja 11. Pengatur terang lampu
5. Penjepit sampel 12. Tempat Kabel Ac
6. Lensa Obyektif 13. Saklar pemindah arah nyala lampu
7. Lensa Binokuler