BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Posyandu
1. Pengertian
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan di selenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan guna memberdayakan
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes. RI, 2009). Posyandu adalah
suatu wadah komunikasi ahli teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat
dan Keluarga Berencana (KB) dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas
kesehatan dan Keluarga Berencana (KB) yang mempunyai nilai strategis untuk
pengembangan sumber daya manusia sejak dini (Depkes RI, 2011).
Makna dari nilai strategis yaitu untuk pengembangan sumber daya
manusia sejak dini yaitu dalam peningkat mutu manusia masa yang akan datang
dan akibat dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia ada tiga
intervensi yaitu :
1.1. Pembinaan kelangsungan hidup anak (child sulvival) yang ditujukan untuk
menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu sampai
usia balita.
1.2. Pembinaan perkembangan anak (child development) yang ditujukan untuk
membina tumbuh/kembang anak secara sempurna, baik fisik maupun mental
sehingga siap menjadi tenaga kerja tangguh.
1.3. Pembinaan kemampuan kerja (employment) yang dimaksud untuk
memberikan kesempatan berkarya dan berkreasi dalam pembangunan
bangsa dan Negara.
Intervensi 1 dan 2 dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat dengan
sedikit bantuan dan pengarahan dari petugas penyelenggara dan pengembangan
posyandu merupakan strategi yang tepat untuk intervensi ini. Intervensi ke 3 perlu
dipersiapkan dengan memperhatikan aspek-aspek politik, ekonomi, sosial dan
budaya (Depkes RI, 2011).
2. Tujuan Posyandu
Depkes RI (2011), membagi tujuan posyandu menjadi tiga yaitu sebagai
berikut :
2.1. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan dasar terutama yang berkaitan dengan penurunan angka kematian
ibu dan bayi.
2.2. Meningkatkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan posyandu
terutama yang berkaitan dengan penurunan angka kematian ibu dan bayi.
2.3. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar terutama
yang berkaitan dengan penurunan angka kematian ibu dan bayi.
11
3. Syarat Pembentukan Posyandu
Syarat pembentukan posyandu antara lain jumlah penduduk RW paling
sedikit terdapat 100 orang balita, terdiri dari 120 Kepala Keluarga, disesuaikan
dengan kemampuan petugas (bidan desa), jarak antar kelompok rumah, jumlah
kepala keluarga dalam satu tempat atau kelompok tidak terlalu jauh (Depkes. RI,
2010).
4. Syarat Posyandu
Depkes RI (2010), membagi strata posyandu menjadi empat sebagai
berikut :
4.1. Posyadu pratama adalah posyandu yang masih belum mantap, kegiatannya
belum bisa rutin tiap bulan dan kadernya terbatas.
4.2. Posyandu madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari delapan kali dalam setahun dengan rata-rata jumlah kader lima
orang atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KIA, KB, gizi,
imunisasi dan penanggulangan diare) masih rendah yaitu <50%. Ini
menunjukkan kegiatan posyandu sudah baik tetapi cakupan programnya
masih rendah.
4.3. Posyandu purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih dari delapan
kali pertahun, rata-rata kader tugas lima orang atau lebih cakupan lima
program utamanya (KB, KIA, gizi, iminisasi dan penanggulangan diare)
lebih dari 50%, sudah ada program tambahan bahkan mungkin sudah ada
dana sehat masih sederhana.
12
4.4. Posyandu mandiri adalah posyandu yang sudah dapat melakukan kegiatan
secara teratur, cakupan lima program utama sudah bagus, ada program dana
sehat setelah menjangkau lebih dari 50% Kepala Keluarga. Untuk posyandu
tingkat ini, intervensinya adalah pembinaan dana sehat, yaitu diarahkan agar
dana sehat mengunakan prinsip Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat (JPKM) (Depkes. RI, 2011).
5. Sistem Lima Meja
Berdasarkan kegiatan yang dilakukan kader yang jumlahnya lima orang
atau lebih sesuai dengan istilah system lima meja maka kegiatan pada setiap meja
diuraikan sebagai berikut :
5.1. Meja I. kegiatannya meliputi pendaftaran pencatatan bayi, Balita, ibu hamil,
ibu menyusui dan Pasangan Usia Subur (PUS).
5.2. Meja II. Kegiatannya meliputi penimbangan bayi dan balita.
5.3. Meja III. Kegiatannya meliputi pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS).
5.4. Meja IV. Kegiatannya adalah penyuluhan perorangan tentang balita
berdasarkan hasil penimbangan berat badanya naik atau tidak naik diikuti
dengan pemberian makanan, oralit dan vitamin A dosis tinggi. Terhadap ibu
hamil dengan resiko tinggi diikuti dengan pemberian tablet besi (Fe).
Terhadap Pasangan Usia Subur (PUS) dengan menjadi peserta KB lestari
dan diikuti pemberian kondom, pil ulangan, tablet busa dan berbagai macam
alat kontrasepsi lainnya.
13
5.5. Meja V. meja ini memberikan pelayanan oleh tenaga professional meliputi
pelayanan KB, KIA, Imunisasi dan pengobatan serta pelayanan lain sesuai
dengan kebutuhan.
6. Program Posyandu
Depkes. RI (2011), membagi program Posyandu menja lima yakni sebagai
berikut :
6.1. Keluarga Berencana
Kegiatannya meliputi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang
KB, pelayanan kontrasepsi bagi calon peserta, pelayanan ulang peserta KB,
pembinaa peserta KB termasuk upaya pengalihan ke jenis kontrasepsi yang lebih
mantap, pendataan dan pelaporan.
6.2. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Kegiatannya meliputi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang
KIA, pemeriksaan ibu hamil dalam rangka penjaringan ibu hamil dengan resiko
tinggi dengan mengunakan kartu monitoring ibu hamil, identifikasi ibu hamil
dengan resiko tinggi,pemeriksaan bayi dan balita, pemeriksaan ibu nifas dan ibu
menyusui, pencatatan dan pelaporan, rujukan kasus-kasus yang sulit ke
puskesmas.
6.3. Perbaikan Gizi
Kegiatan meliputi penyuluhan tentang gizi, monitoring pertumbuhan
Balita dengan KMS dalam rangka penjaringan Balita dengan gizi kurang atau
buruk, pemberian makanan tambahan dan mendidik menu seimbang, pemberian
14
vitamin A dosis tinggi, pemberian tablet besi (Fe) bagi ibu hamil,
penanggulangan Balita dengan gizi kurang atau buruk dan ibu hamil dengan gizi
kurang atau buruk serta pencatatan dan pelaporan.
6.4. Imunisasi
Kegiatan meliputi penyuluhan tentang imunisasi dan efek samping,
melaksanakan imunisasi BCG, DPT, polio dan campak pada bayi dan Balita,
melakukan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada ibu hamil, serta pencatatan dan
pelaporan.
6.5. Penanggulangan Diare
Kegiatannya meliputi penyuluhan tentang penyakit diare,
memasyarakatkan pemakaian oralit atau larutan gula garam dan cara
pembuatannya, penyuluhan dan pengobatan kasus diare serta rujukan kasus-kasus
dengan dehidrasi ke puskesmas.
B. Tinjauan Umum Tentang Kunjungan Ibu Balita Dalam Kegiatan Posyandu
1. Kunjungan
Kunjungan adalah hal atau perbuatan berkunjung ke suatu tempat,
kunjungan ibu Balita ke posyandu adalah datangnya ibu balita ke posyandu untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan misalnya penimbangan, imunisasi, penyuluhan
gizi dan lain sebagainya. Kunjungan balita ke posyandu yang paling baik adalah
teratur setiap bulan atau 12 kali pertahun (Depkes RI, 2011). Partisipasi ibu balita
dalam program Posyandu, adalah dengan membawa anak mereka untuk
15
ditimbang berat badannya ke Posyandu secara teratur setiap bulan mulai umur 1
bulan hingga 5 tahun di posyandu. Penimbangan balita dikatakan baik apabila
minimal 4 (empat) kali anak balita ditimbang ke Posyandu secara berturut-turut
selama enam bulan (Kemenkes RI, 2013).
Berbicara mengenai kunjungan ibu balita dalam kegiatan posyandu,
pendekatan teori yang releven adalah peran serta masyarakat. Peran serta
masyarakat mempunyai peranan penting dalam keberhasilan pembangunan,
termasuk pembangunan kesehatan. Peran serta dalam pembangunan kesehatan
didefinisikan sebagai suatu partisipasi seluruh anggota masyarakat, baik individu,
keluarga ataupun kelompok, untuk bersama-sama mengambil tanggung jawab,
mengembangkan kemandirian, menggerakkan dan melaksanakan upaya
kesehatan.
Banyaknya hasil dari program-program kesehatan yang berlandaskan
peran serta masyarakat termasuk program posyandu kurang berkembang bahkan
ada yang sudah tidak berlanjut. Hal ini disebabkan karena parah petugas lapangan
sebagai motivator dari program tersebut di atas kurang atau tidak memberi
dorongan kepada masyarakat khususnya kepada para ibu balita lebih lanjut secara
terus menerus demi kelestariannya.
1.1. Pengertian peran serta masyarakat
Peran serta masyarakat memiliki makna yang amat luas. Semua ahli
mengatakan bahwa partisipasi atau peran serta masyarakat pada hakekatnya
16
bertitik tolak dari sikap dan perilaku, namun batasannya tidak jelas, akan tetapi
mudah dirasakan, dihayati dan diamalkan namun sulit untuk dirumuskan. Peran
serta masyarakat dalam bidang kesehatan adalah keadaan dimana individu,
keluarga maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap
kesehatan diri, keluarga ataupun kesehatan masyarakat dan lingkungannya
(Depkes. RI, 2011).
Peran serta masyarakat adalah masyarakat dapat terlibat dalam perubahan
sosial yang memungkinkan mereka mendapat bagian keuntungan dari kelompok
yang berpengaruh, berdasarkan pengertian tersebut, kunjungan ibu Balita dalam
kegiatan posyandu menurut Hemat (penulis) adalah keadaan dimana ibu Balita
ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan Balitanya melalui kegiatan yang
diselenggarakan di posyandu.
1.2. Tujuan peran serta masyarakat
Tujuan peran serta masyarakat adalah meningkatkan peran dan
kemandirian serta kerja sama dengan lembaga non pemerintah yang memiliki visi
yaitu meningkatkan kuantitas dan kualitas jaringan kelembagaan dan organisasi
non pemerintahan dan masyarakat, memperkuat peran aktif masyarakat dalam
setiap tahap dan proses pembangunan melalui peningkatan jaringan kemitraan
dengan masyarakat.
1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran serta masyarakat
17
1.3.1 Manfaat kegiatan yang dilakukan, jika kegiatan yang dilakukan memberikan
manfaat yang nyata dan jelas bagi masyarakat, maka kesediaan masyarakat
untuk berperan serta menjadi lebih besar.
1.3.2 Adanya kesempatan, kesediaan juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan
atau ajakan untuk berperan serta dan masyarakat melihat memang ada hal-
hal yang berguna dalam kegiatan yang akan dilakukan.
1.3.3 Memiliki keterampilan, jika kegiatan yang dilaksanakan membutuhkan
keterampilan tertentu dan orang yang mempunyai keterampilan sesuai
dengan keterampilan tersebut, maka orang akan tertarik untuk berperan
serta.
1.3.4 Rasa memiliki, rasa memiliki sesuatu akan tumbuh jika sejak awal kegiatan
masyarakat sudah ditentukan, jika rasa memiliki ini biasa ditumbuh
kembangkan dengan baik, maka peran serta akan dapat dilestarikan.
1.3.5 Faktor tokoh masyarakat, jika dalam kegiatan diselenggarakan masyarakat
melihat bahwa tokoh-tokoh masyarakat atau pemimpin kader yang disegani
ikut serta, maka akan tertarik pula berperan serta.
1.4. Bentuk peran serta masyarakat
1.4.1 Peran serta karna terpaksa, masyarakat berperan serta karena adanya
ancaman atau saksi.
18
1.4.2 Peran serta karena imbalan, adanya peran serta karna adanya imbalan
tertentu yang diberikan, baik dalam bentuk imbalan materi ataupun imbalan
kedudukan.
1.4.3 Peran serta karena kesadaran, peran serta atas dasar kesadaran tanpa adanya
paksaan atau harapan adanya imbalan.
1.5. Wujud peran serta
1.5.1 Tenaga
Seseorang berperan serta dalam kegiatan kelompok dengan
menyumbangkan tenaganya, misalnya menyiapkan tempat dan peralatan dan
sebagainya.
1.5.2 Materi
Seseorang berperan serta dalam kegiatan kelompok dengan
menyumbangkan materi yang diperlukan dalam kegiatan kelompok tersebut,
misalnya uang, pinjaman tempat dan sebagainya. Penyebab rendahnya kunjungan
ibu Balita pada kegiatan posyandu diantaranya adalah perilaku ibu. Menurut
Lawrence Green dalam Notoatmodjo. S (2010), perilaku dilatarbelakangi atau
dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yaitu faktor-faktor presdisposisi (predisposing
faktor) seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dan sebagainya,
fakto-faktor yang mendukung (anabling faktors) seperti ketersedian sumber-
sumber atau fasilitas, dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong
(reinforcing factors) seperti sikap dan perilaku petugas. Perilaku ibu dalam
19
menjaga kesehatan keluarganya, dipengaruhi oleh beberapa karakteristik yaitu
umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, sikap.
2. Balita
Balita adalah anak yang telah menginjak usia 1-4 tahun 11 bulan 29 hari
atau popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Evelin, P.N., &
Djamaludin, N., 2010). Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita
adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5
tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk
melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan
berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih
terbatas.
C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Balita ke Posyandu
Oleh Ibunya
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya (Mubarak, 2010). Pengetahuan adalah hasil
mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami
20
baik sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan atau
pengamatan terhadap suatu obyek tertentu (Notaatmodjo, 2010). Pengetahuan
yang dicakup dalam domain kognitif, menurut Notaatmodjo (2003) dalam
Mubarak (2010), mempunyai enam tingkatan yaitu:
1.1. Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
1.2. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui,
dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap
objek yang dipelajari. Misalnya harus dapat menjelaskan mengapa
berkunjung ke posyandu.
1.3. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik
dalam perhitungan hasil penelitian.
21
1.4. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih
didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja,
misalnya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
1.5. Sintesis (synthesis).Sintesis menunjuk kepada sesuatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru atau formulasi-formulasi yang
ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan,
dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rimusan yang telah ada.
1.6. Evaluasi (evaluation). Evalusi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat
membandingkan antara Balita yang gizi kurang dengan ibu yang gizi baik.
2. Pekerjaan
Definisi bekerja secara umum adalah usaha mencapai tujuan. Adapun
secara ekonomi, definisi bekerja adalah kegiatan yang dilakukan untuk
22
menghasilkan barang atau jasa baik untuk digunakan sendiri maupun untuk
mendapatkan suatu imbalan. Jadi, ada prinsip pertukaran dalam hal ini. Namun,
bekerja sesunggugnya bukan sekedar pertukaran ekonomi. Bekerja itu dalam arti
yang sangat mendasar adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk
mempertahankan hidup seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
lingkungan tertentu dimana melalui kegiatan tersebut mereka dapat menemukan
jati diri mereka (Sugiono, 2009).
Karl Marx sebagaimana dikutip Sugiono (2009) mengatakann bahwa
bekerja merupakan aktivitas yang sangat hakiki bagi manusia. Bekerja adalah
aktivitas yang menjadi sarana bagi manusia untuk menciptakan eksistensi dirinya.
Bekerja pada dasarnya adalah wadah aktivitas yang memungkinkan manusia
mengekspresikan segala gagasannya, kebebasan manusia berkreasi, sarana,
menciptakan produk, dan pembentuk jaringan sosial. Manusia eksis bukan untuk
dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain (Siregar, T, 2011).
Ibu yang bekerja mempunyai waktu kerja sama seperti dengan pekerja
lainnya. Adapun waktu kerja bagi pekerja yang dipekerjakan yaitu waktu siang
tujuh jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk enam hari kerja dalam satu
minggu, atau dengan delapan jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk lima
hari kerja dalam satu minggu. Sisa waktu 16-18 jam digunakan untuk kehidupan
dalam keluarga, masyarakat, tidur, dan lain-lain (Sastrohadiwiryo, S, 2009).
23
Bagi pekerja wanita, bagaimanapun juga mereka adalah ibu rumah tangga
yang sulit lepas begitu saja dari lingkungan keluarga. Wanita mempunyai beban
dan hambatan lebih berat dibandingkan rekan prianya. Dalam arti wanita harus
lebih dulu mengatasi urusan keluarga, suami, anak hal-hal yang menyangkut tetek
bengek rumah tangganya (Anoraga, P, 2009). Dalam kondisi seperti ini, biasanya
seorang ibu tidak memiliki waktu yang cukup untuk berkunjung ke posyandu.
Pada kenyataannya banyak wanita yang tidak cukup mampu mengatasi hambatan
itu, sekalipun mereka mempunyai kemampuan teknis yang cukup tinggi jika
mereka tidak mampu menyeimbangkan peran gandanya tersebut akhirnya mereka
akan mengesampingkan aspek kesehatan anaknya (Anoraga. P, 2008). Akan
tetapi bukan berarti akan menjadi lebih baik dibandingkan dengan anak-anak dari
wanita yang bekerja (Anoraga. P, 2008).
3. Sikap
Beberapa pengertian tentang sikap adalah sebagai berikut: (a) sikap belum
merupakan suatu tindakan nyata, melainkan dapat berupa predisposisi tingkah
laku Allport dalam Notoatmodjo (2010), (b) Sikap adalah keadaan mental dan
saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh
dinamik atau terarah, respon individu pada semua objek dan situasi yang
berkaitan dengannya. Sikap itu dinamis dan tidak statis.
24
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo (2010)
menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
3.1 Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
3.2 Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3.3 Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Sikap terbagi 3 komponen yang membentuk struktur sikap dan ketiganya
saling menunjang, yaitu:
1.1. Komponen kognitif (komponen perceptual). Berisi kepercayaan, yang
berhubungan dengan hal-hal tentang bagaimana individu mempersiapkan
terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan),
pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi.
1.2. Komponen afektif (komponen emosional). Kemampuan ini menunjuk pada
dimensi emosional subjektif individu atau evaluasi terhadap objek sikap,
baik sehat maupun yang sakit.
1.3. Komponen konatif (komponen perilaku). Yaitu komponen sikap yang
berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan ibu hamil bertindak
terhadap pemeriksaan sikap yang dihadapinya.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran dan keyakinan dan
25
emosi sangat memegang peranan penting. Tingkatan sikap terdiri dari berbagai
tingkatan yaitu :
3.1 Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya ibu hamil yang
bersedia berkunjung untuk pelayanan antenatal dan memberikan rasa
nyaman pada dirinya.
3.2 Merespon (responding). Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Misalnya ibu hamil dapat
memriksakan kehamilannya dan mampu menjelaskannya, ibu hamil juga
bersedia mengikuti arahan dan masukan yang diberikan oleh bidan/dokter
dalam pelayanan antenatal sesuai dengan keperluan.
3.3 Menghargai (valuing). Mengajak orang untuk mengerjakan/mendiskusikan
suatu masalah. Misalnya ibu hamil yang bersedia mengikuti penyuluhan
tentangc Antenatal Care dan proaktif didalamnya.
3.4 Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang dipilihnya dengan segala resiko. Misalnya ibu hamil bersedia untuk
hadir kembali sesuai jadwal yang telah diberikan oleh petugas kesehatan.
Fisbein dan Ajzen (1975) dalam Iskandar (2009) memberi pengertian
bahwa attitude atau sikap sebagai faktor predisposisi atau faktor yang ada dalam
diri seseorang yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara yang
konsisten, yaitu menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu
26
objek yang diberikan. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang
lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang
lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak
selalu terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap
akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti
atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya
pengalaman seseorang.
Menurut Suwarno (2010) ada hubungan antara sikap ibu dengan
kunjungan ibu balita ke posyandu di Kabupaten Mandaling Sumatra Utara.
Penelitian yang dilakukan Pamungkas (2009) di Posyandu Melati III Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan, juga terdapat hubungan yang signifikan
antara sikap ibu dengan kunjungan ibu balita ke posyandu. Pada penelitian Apen
(2011) di Puskesmas Tujuh Belas Kabupaten Bengkayang Pontianak, terdapat
pengaruh antara sikap dengan partisipasi ibu dalam penimbangan balita di
posyandu.
27
Pengetahuan
Status Pekerjaan
Sikap Ibu
Kunjungan Ibu Balita ke Posyandu
Motivasi Petugas
Sikap Petugas
Jarak Rumah
Pendidikan
D. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1. Kerangka Pemikiran
Sebagaiman telah dijelaskan dalam latar belakang penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kunjungan Ibu Balita
ke posyandu. Dalam penelitian ini, diduga faktor-faktor yang berhubungan
dengan kunjungan Ibu Balita ke posyandu adalah pengetahuan ibu balita, status
pekerjaan, dan sikap ibu balita. Selanjutnya gambaran ringkas model yang
dikembangkan dalam penelitian ini dapat dilihat di bawah ini.
Variable Independent Variabel Dependent
Keterangan :
: Variabel Terikat
: Variabel Bebas Yang Diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan variabel yang diteliti
: Hubungan variabel yang tidak diteliti
28
2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
2.1 H0 : Tidak ada hubungan pengetahuan dengan kunjungan Ibu Balita ke
Posyandu Melati di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kecamatan
Poasia Kota Kendari Tahun 2014.
Ha : Ada hubungan pengetahuan dengan kunjungan Ibu Balita ke
Posyandu Melati di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kecamatan
Poasia Kota Kendari Tahun 2014.
2.2 H0 : Tidak ada hubungan status pekerjaan dengan kunjungan Ibu Balita ke
Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kecamatan Poasia
Kota Kendari Tahun 2014.
Ha : Ada hubungan status pekerjaan dengan kunjungan Ibu Balita ke
Posyandu Melati di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kecamatan
Poasia Kota Kendari Tahun 2014.
2.3 H0 : Tidak ada hubungan sikap ibu dengan kunjungan Ibu Balita ke
Posyandu Melati di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kecamatan
Poasia Kota Kendari Tahun 2014.
Ha : Ada hubungan sikap ibu dengan kunjungan Ibu Balita ke Posyandu
Melati di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kecamatan Poasia Kota
Kendari Tahun 2014.
29
Recommended