9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Endurance Kardiorespirasi
2.1.1 Definisi Endurance kardiorespirasi
Endurance kardiorespirasi adalah keadaan atau kondisi tubuh yang
mampu untuk bekerja dalam waktu lama, tanpa mengalami kelelahan yang
berlebihan setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut dan masih memiliki
cadangan tenaga untuk kegiatan rutin sehari-hari. Kemampuan endurance
kardiorespirasi didukung oleh jantung, paru – paru dan darah yang sehat
untuk menyuplai oksigen ke otot. Aktivitasi endurance kardiorespirasi
seperti berlari dan berenang (Corbin et al, 2014).
Tubuh mempunyai mekanisme kerja yang kompleks, ketika
seseorang mengalami peningkatan endurance kardiorespirasi tubuh akan
mengirim suplai darah lebih efisien. Peningkatan kemampuan endurance
kardiorespirasi diukur maksimal oksigen yang diambil. Peningkatan
endurance kardiorespirasi juga mengakibatkan peningkatan volume darah
dan sel darah marah, sehingga darah lebih banyak membawa oksigen ke
tubuh (Corbin et al, 2014).
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Kardiorespirasi
Ketika kita beraktivitas fisik akan lebih baik dalam mengontrol
berat badan, pembentukan otot, dan menjaga postur tubuh. Aktivitas fisik
secara rutin akan meningkatkan beberapa organ seperti jantung yang lebih
kuat dan aliran darah yang lebih baik. Peningkatan endurance
10
kardiorespirasi dapat mengurangi resiko penyakit hipokinetik, terutama
penyakit jantung dan diabetes. Ada beberapa organ yang mengalami
perubahan ketika peningkatan endurance respirasi yaitu jantung, paru –
paru, pembuluh darah dan darah (Kadir, 2001).
2.1.2.1 Jantung
Jantung terdiri atas empat ruang, yaitu dua ruang yang
berdinding tipis disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang
berdinding tebal disebut ventrikel(bilik). Fungsi kontraktilitas otot
jantung sebgai pemompa merupakan bagian dari fungsi jantung
(Gibson, 2003).
Ketika kita beraktifitas fisik seperti berjalan, terjadi
peningkatan kebutuhan oksigen serta hasil pembuangan di sel – sel
otot. Jantung akan memompa lebih banyak darah dan hasil
pembuangan akan dibawa ke jantung lebih banyak. Ketika kita
beraktifitas fisik jantung melakukan dua fungsi yaitu memompa
lebih cepat serta mengirim darah lebih banyak setiap memompa
(Corbin et al, 2014).
Setiap orang yang melakukan aktifitas fisik secara rutin
mempunyai denyut nadi istarahat sekitar 60 x – 80 x per
menit.ketika seseorang berolahraga secara rutin akan terjadi
penurunan heart rate (Wibowo, 2003).
11
2.1.2.2 Paru – Paru
Paru – paru mempunyai fungsi sebagai tempat pertukaran
oksigen. Ketika kita bernafas, udara masuk ke paru-paru.
Menyebabkan paru - paru membesar. Di dalam paru-paru, terjadi
pertukaran oksigen dari udara ke darah. Ketika ekspirasi, udara
keluar membawa Co2. Diapragma dan otot abdominal membantu
dalam inspirasi dan ekspirasi paru – paru. Setiap orang memiliki
kemampuan respirasi yang berbeda-beda tergantung kemampuan
paru – paru dan otot – otot respirasi sehingga menjaga endurance
respirasi (Corbin et al, 2014).
Ketika seseorang berlatih secara periodik fungsi paru – paru
akan meningkat. Fungsi otot abdominal dan diapragma juga
meningkat akibat kebutuhan oksigen dalam tubuh meningkat.
Peningkatan tersebut menyebabkan kapasitas paru seseorang akan
meningkat. Kapasitas paru seseorang normal memliki kapasitas
110 liter per menit. Ketika latihan diberikan kapasitas paru
meningkat menyampai 135 liter per menit. Pada atlit kapasitas paru
meningkat bisa mencapai 180 – 200 liter per menit.(Rosato et al,
2010)
2.1.2.3 Pembuluh Darah
Komponen ketiga sistem transpor kardiovaskuler adalah
pembuluh darah yang terdiri atas arteri dan vena. Masing-masing
memiliki struktur yang berbeda sesuai dengan ukuran dan otot
12
yang melapisi dinding pembuluh darah tersebut. Aorta dan arteri-
arteri besar memfasilitasi keluaran darah yang berasal dari jantung.
Tekanan dan elastisitas dinding pembuluh darah berfluktuasi sesuai
dengan tekanan aliran yang menuju jantung (Muttaqin, 2009).
2.1.2.4 Darah
Darah merupakan alat pembawa (carrier) pada sistem
kardiovaskuler. Secara normal volume darah yang berada dalam
sirkulasi pada seseorang laki-laki dengan berat badan 70 Kg
berkisar 8% dari berat badan atau sekitar 5600 ml. Dari jumlah
tersebut sekitar 55% merupakan plasma. Volume komponen darah
harus memiliki jumlah yang sesuai dengan rentang yang normal
agar sistem kardiovaskuler dapat berfungsi sebagimana semestinya
(Muttaqin, 2009).
Darah memliki dua komponen utama yaitu :
1. Plasma darah ,bagian cair darah yang sebagian besar terdiri
atas air, elektrolit, dan protein darah.
2. Butir – butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas
komponen – komponen berikut ini :
a. Eritrosit: sel darah merah (SDM – red blood cells)
b. Leukosit : sel darah putih (SDP – white blood cells)
c. Trombosit : Butir pembeku darah – platelet
Sel darah merah/ eritrosit merupakan cairan bikonkaf
dengan diameter sekitar tujuh mikron. Fungsi sel darah merah
13
mengangkut oksigen dan zat makanan ke sel – sel tubuh. Pada sel
darah merah terdapat hemoglobin yang berfungsi mengikat
oksigen. Terdapat 300 molekul hemoglobin dalam satu sel darah
merah. Satu gram hemoglobin akan mengikat 1,34 ml oksigen.
Hemoglobin terdiri atas dua komponen yaitu heme yang
merupakan gabungan protoporfirin dengan besi dan globin berupa
protein yang terdiri atas dua alfa dan dua rantai beta (Handyani dan
Haribowo, 2008).
Kemampuan mengangkut oksigen tergantung dari jumlah
hemoglobin dan jumlah darah. Apabila hemoglobin meningkat,
maka kemampuan mengikat oksigen juga meningkat. Namun
peningkatan hemoglobin akan menyebabkan viskositas darah
meningkat sehingga akan menyebabkan meningkatnya tekanan
dalam pembuluh darah yang berakibat kapasitas mengangkut
oksigen justru menurun. Yang mengikat bukanlah jumlah Hb/100
cc darah, tetapi jumlah Hb total. Peningkatan jumlah Hb total ini
disebabkan karena peningkatan volume darah sesudah latihan yang
cukup lama, maka jumlah darah meningkat dari 5 menjadi 6
(Kadir, 2001).
14
Gambar 2.1
Sistem Kardiovaskuler (Kadir, 2001)
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi endurance kardiorespirasi
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wiranty (2013), Endurance
Kardiorespirasi dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut :
2.1.3.1 Indeks Massa Tubuh(IMT)
IMT merupakan hasil pembagiaan dari berat badan (kilogram)
dibagi pada kuadrat dari tinggi badan (meter) rumus :
Keterangan :
BB = Berat Badan(Kg)
TB = Tinggi Badan (m)
IMT =
( TB(m) )2
BB (Kg)
15
Hal ini dibuktikan berdasarkan jurnal penelitian, yaitu Korelasi
antara IMT dan Kebugaran fisik wanita perguruan tinggi di Seoul, yang
menyatakan secara signifikan korelasi negatif, IMT yang besar
menurunkan kebugaran fisik pada 158 wanita perguruan tinggi. Semakin
besar nilai IMT semakin kurang nilai endurance kardiorepirasi (Wiranty,
2013).
2.1.3.2 Kebiasaan Olahraga
Latihan fisik yang dilakukan oleh seseorang akan berpengaruh
terhadap tingkat kesamaan aerobik. Orang yang terlatih akan memiliki otot
lebih kuat, lebih lentur, dan memiliki ketahanan kardiorepirasi yang lebih
baik. Menurut WHO, aktifitas fisik yang baik dapat meningkatkan
endurance kardiorespirasi, yaitu penurunan denyut nadi, pernafasan
semakin membaik, penurunan risiko penyakit jantung dan hipertensi.
Semakin tinggi kebiasaan olahraga semakin bertambah kemampuan
endurance kardiorespirasinya (Wiranty, 2013).
2.1.3.3 Umur
Pengaruh umur dapat mempengaruhi kesamaan aerobik seseorang.
Ketahanan jantung-paru mencapai puncaknya pada umur 10-20 tahun
dengan nilai indeks jantung normal kira-kira 4 L/menit/m². Ketahanan
jantung-paru menurun secara perlahan seiring dengan peningkatan usia,
dan pada usia 80 tahun nilai normal indeks jantung hanya tinggal 50%.
Hal ini terjadi karena penurunan kekuatan kontraksi jantung, massa otot
jantung, kapasitas vital paru dan kapasitas oksidasi otot skelet. Semakin
16
bertambah umur kemampuan endurance kardiorespirasi juga semakin
menurun (Wiranty, 2013).
2.2 Lanjut Usia
2.2.1 Pengertian Lanjut Usia
Menurut Maryam (2008), Lanjut usia dikatakan sebagai tahap
akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan pasal 1
ayat 2,3,4 tentang kesehatan yang dikutip oleh Maryam dikatakan bahwa
usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Peningkatan kualitas kesehatan menyebabkan peningkatan usia
harapan manusia sehingga jumlah lanjut usia(Lansia) meningkat. Penuaan
adalah proses alamiah yang dialami setiap manusia. Penuaan
menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh,
sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan (Maryam, 2008)
2.2.2 Penurunan fungsi pada lansia
Menurut Tamher dan Noorkasiani (2009), Pada lansia terjadi penurunan
berbagai fungsi sistem organ meliputi perubahan pada kulit, sistem indra,sistem
pencernaan, sistem kardiovaskuler sistem respirasi, sistem perkemihan dan
reproduksi. Perubahan tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Sistem kulit dan integumen
Pada kulit, terutama kulit yang mengeriput, hal pertama yang
dialami adalah kulit di sekitar mata dan mulut, sehingga berakibat wajah
17
dengan ekspresi sedih Rambut semakin beruban dan khusus pada pria tak
jarang terjadi kebotakan.
2. Sistem indra (penglihatan dan pendengaran)
Pada lansia terjadi penurunan indra penglihatan. Pada mata sering
ditemukan katarak, glaukoma atau degnerasi glukoma sehingga
mengganggu penglihatan. Gangguan penglihatan menyebabkan seseorang
mengalami gangguan keseimbangan tubuh. Pada pendengaran terjadi
penurunan sehingga lansia sulit mendengar dengan frekuensi rendah.
3. Sistem pencernaan
Jumlah gigi berangsur – angsur berkurang akibat tanggal atau
ekstraksi akibat indikasi tertentu. Hal ini akan mengurangi kenyamanan
saat makan serta membatasi jenis makanan yang dimakan Pada lidah
terjadi penurunan fungsi pengecap sehingga lansia membutuhkan
garam/gula sebagai penambah rasa. Pada esofagus terjadi penurunan
gerakan ritmis/peristaltik sehingga penurunan makanan ke lambung
menjadi melambat. Pada lambung terjadi penurunan asam klorida (asam
lambung) mempengaruhi penyerapan vitamin B12. Pada usus halus terjadi
penurunan enzim laktase sehingga menggangu penyerapan zat susu dalam
usus halus. Pada usus besar terjadi penurunan kontraktilitas, akibatnya
mudah mengalami sembelit , atau gangguan buang air besar.
18
4. Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada jantung terlihat dalam gambaran anatomis berupa :
bertambahnya jaringan kolagen, bertambahnya ukuran miokard,
berkurangnya jumlah miokard dan berkurangnya jumlah air pada jaringan.
Tebal bilik kiri dan kekakuan katup bertambah seiring dengan penebalan
septum interventrikular, ukuran organ jantung juga membesar. Selain itu,
akan terjadi penurunan jumlah sel – sel pacu jantung serta serabut berkas
His dan Purkinye. Keadaan diatas mengakibatkan menurunnya kekuatan
dan kecepatan kontraksi miokard disertai dengan memanjangnya waktu
pengisian diastolik, hasil akhirnya berupa berkurangnya fraksi ejeksi
sampai 10% - 20%.
Timbulnya aritmia jantung juga akan meningkat sejalan dengan
penambahan usia. Pembuluh darah akan lebih kaku sehingga kehilangan
kelenturannya. Endapan lemak yang menyebabkan aterosklerosis akan
makin banyak dengan berbagai manifestasi seperti jantung koroner.
5. Sistem pernafasan
Seiring penambahan usia, kemampuan pegas dinding dada dan
kekuatan otot pernafasan akan menurun, sendi – sendi tulang iga akan
menjadi kaku. Menyebabkan penurunan laju ekspirasi paksa dan
menurunnya sistem pertahanan yang terdiri atas gerak bulu getar, leukosit,
antibodi dan refleks batuk sehingga lansia mudah sakit.
19
6. Sistem hormonal
Produksi testosteron dan sperma menurun mulai usia 45 tahun.
Namun laki – laki masih memiliki libido dan dapat melakukan kopulasi.
Pada wanita karena jumlah ovum dan folikel yang sangat rendah, maka
kadar esterogen akan menurun setelah menopause (45-50 tahun). Hal ini
menyebabkan dinding rahim menipis, selaput lendir mulut rahim dan
saluran kemih menjadi kering. Infeksi saluran kemih lebih sering terjadi
pada lansia.
2.2.3 Penurunan endurance kardiorespirasi pada Lansia
Pada lansia banyak mengalami penurunan organ dan fungsi pada
tubuh. Pada Sistem kardiovaskuler terjadi penurunan berupa Massa
jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi, dan kemampuan
peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan
penumpukan lipofusin. Katup jantung mengalami fibrosis dan kalsifikasi.
SA node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
Kemampuan arteri dalam menjalankan fungsinya berkurang 50%.
Pembuluh darah kapiler mengalami penurunan elastisitas dan permebilitas.
Terjadi perubahan fungsional berupa kenaikan tahanan vaskuler sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan systole dan penurunan perfusi jaringan.
Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal (Vo2 maks) berkurang sehingga
kapasitas vital paru menurun. Sistem Respirasi pada penuaan terjadi
perubahan jaringan ikat paru. Kapasitas total paru tetap, tetapi volume
cadangan paru bertambah. Volume tidal bertambah untuk mengompensasi
20
kenaikan rugi paru. Udara yang ke paru berkurang. Sehingga kapasitas
paru pada lansia menurun (Pudjiastuti & Utomo, 2003).
Pada lansia terjadi penurunan fungsi jantung dan paru – paru. Pada
jantung kekuatan jantung menurun menyebabkan penurunan cardiac
output sehingga heart rate akan meningkat pada aktivitas fisik. Penurunan
cardiac output menyebabkan kebutuhan O2 lebih meningkat pada aktivitas
rendah sehingga lansia mudah kelelahan (Burbank & Riebe, 2002).
Pada otot – otot jantung terjadi hipertrofi (pembesaran sel – sel
otot jantung). Dinding jantung menebal, katup – katup jantung menebal
dan kaku, sehingga kontraktilitas ( daya pompa otot jantung) menurun dan
para lansia akan mengalami kelelahan bila berjalan jauh (Santoso &
Ismail, 2009).
Perubahan pada otot, kartilago, dan sendi toraks mengakibatkan
gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan pergangan toraks
berkurang. Apabila terjadi perubahan otot diafragma, otot toraks menjadi
tidak seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi dinding toraks selama
respirasi berlangsung. Kalsifikasi kartilago kosta mengakibatkan
penurunan mobilitas tulang rusuk sehingga ekspansi rongga dada dan
kapasitas ventilasi menurun sehingga terjadi penurunan endurance
kardiorespirasi (Pudjiastuti & Utomo, 2003).
21
2.3 Alat Ukur
2.3.1 Tes jalan 6 menit
Tes jalan 6 menit adalah pengembangan dari Cooper test. Six
walking test digunakan dalam mengukur Vo2 max. Uji jalan 6 menit salah
satu modalitas uji latih yang sangat popular karena mudah dilakukan, tidak
memerlukan alat canggih dan hasilnya mampu memberikan evaluasi
obyektif kapasitas fungsional penderita jantung (Wiesman dan Zeballos,
2002).
Pelaksanaan Uji jalan 6 menit
1. Sebelum dilakukan Uji jalan 6 menit pasien diperiksa
secara seksama termasuk tanda vital seperti Tekanan darah,
Denyut jantung, Respirasi, Suhu
2. Jika diperlukan pengulangan Uji jalan 6 menit, maka uji
ulang harus dilakukan pada hari yang sama. Hal ini berguna
untuk mengurangi perbedaan atau hasil karena
kemungkinan timbul perubahan seperti kondisi fisik, waktu
latihan .
3. Tidak dianjurkan melakukan periode pemanasan sebelum
dilakukan uji latih.
4. Pasien harus beristirahat dengan duduk dikursi, dekat
dengan garis start, kurang lebih 5 – 10 menit sebelum uji
jalan dimulai
22
5. Berikan instruksi pada pasien sebelum uji latih dimulai dan
informasikan yang utama adalah jalan sejauh mungkin
selama 6 menit, jangan lari ataupun jogging.
6. Posisikan pasien pada garis start.
7. Selama uji dilakukan, penguji harus tetap berdiri di dekat
garis start. Tidak diperkenankan berjalan bersama pasien.
Hal ini guna mencegah adu balap antara pasien dengan
penguji sehingga akan mempengaruhi hasil yang
sebenarnya. Pada saat pasien mulai berjalan, nyalakan
stopwatch.
8. Penguji tidak diperkenankan bicara kepada siapapun selama
uji latih. Pusatkan perhatian pada pasien, jangan sampai
salah menghitung jumlah putaran.
Rumus Vo2 Max
Tabel 2.1
Tabel Vo2 max (House, 2013)
Vo2 Max Wanita
Usia Very
Poor Poor Fair Good Excellent Superior
13 – 19 < 25,0 25,0 – 30,9 31,0 – 34,9 35,0 – 38,9 39,0 – 41,9 > 41,9
20 -29 < 23,6 23,6 – 28,9 29,0 – 32,9 33,0 – 36,9 37,0 – 41 > 41,0
30 – 39 < 22,8 22,8 – 26,9 27,0 – 31,4 31,5 – 35,6 35,7 – 40 > 40,0
40 – 49 < 21,0 21,0 – 24,4 24,5 – 28,9 29,0 – 32,8 32,9 – 36,9 > 36,9
50 – 59 < 20.2 20,2 – 22,7 22,8 – 26,9 27,0 – 31,4 31,5 – 34,7 > 35,7
+ 60 < 17,5 17,5 – 20,1 20,2 – 24,4 24,5 – 30,2 30,3 – 31,4 > 31,4
Vo2 Max = ( 0,03 x panjang jarak yang ditempuh(m)) + 3,98 (ml/Kg/menit)
23
Vo2 Max Pria
Usia Very
Poor Poor Fair Good Excellent Superior
13 – 19 < 35 35,0 – 38,3 38,4 – 45,1 45,2 – 50,9 51,0 – 55,9 > 55,9
20 -29 < 33,0 33,0 – 36,4 36,5 – 42,4 42,5 – 46,4 46,5 – 52,4 > 52,4
30 – 39 < 31,5 31,5 – 35,4 35,5 – 40,9 41,0 – 44,9 45,0 – 49,4 > 49,4
40 – 49 < 30,2 30,2 – 33,5 33,6 – 38,9 39,0 – 43,7 43,8 – 48,0 > 48,0
50 – 59 < 26,1 26,1 – 30,9 31,0 – 35,7 35,8 – 40,9 41,0 – 45,3 > 45,3
+ 60 < 20,5 20,5 – 26,0 26,1 – 32,2 32,3 – 36,4 36,5 – 44,2 > 44,2
Kontraindikasi test jalan 6 menit yaitu :
1. Ketidaksetabilan fungsi jantung
2. Infark miokardial
3. Resting HR > 120
4. Tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan Diastolik 100 mmHg
2.3.2 Heart Rate
Heart Rate adalah jumlah denyut jantung dalam satu menit.
Heart rate sangat dipengrauhi oleh stimulasi β-adrenegic.
peningkatan heart rate menyebabkan peningkatan sirkulasi oksigen
dalam tubuh. Heart rate normal manusia sekitar 60 – 80 denyut/
menit.(Oppie, 2004)
2.3.3 Spirometry Manual Incentive
Spirometry Manual Incentive (SMI) adalah alat yang
digunakan untuk mengukur kapasitas paru. Spirometry manual
Incentive berfungsi untuk mengetahui fungsi paru – paru,
menentukan diagnostik penyakit, menilai manfaat pengobatan,
24
memantau perjalanan penyakit, menentukan prognosis,
menentukan toleransi tindakan bedah ( Hudson, 2001).
Gambar 2.2
Spirometry manual incentive (Hudson, 2001)
Prosedur menggunakan spirometry manual incentive :
1. Subjek diposisikan duduk
2. Subjek melakukan nafas dalam sebanyak 3 x
3. Kemudian pada nafas ke 4 masukkan mouth piece dan lakukan nafas
dalam semaksimal mungkin.
4. Tahan 2- 3 detik dan ukur tingkat maksimal.
5. Kemudian hembuskan
25
Tabel 2.2
Nilai Normal Insprasi Substained Maksimal ( Hudson, 2001)
Pria
Usia < 150 150 –
154
155 -
159
160 –
165
165 –
169
170 -
174
175 -
179
180 -
184
185 >
20 1900 2100 2300 2500 2700 2900 3100 3300 3500
25 1850 2050 2250 2450 2650 2850 3050 3250 3450
30 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400
35 1750 1950 2150 2350 2550 2750 2950 3150 3350
40 1700 1900 2100 2300 2500 2700 2900 3100 3300
45 1650 1850 2050 2250 2450 2650 2850 3050 3250
50 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200
55 1550 1750 1950 2150 2350 2550 2750 2950 3150
60 1500 1700 1900 2100 2300 2500 2700 2900 3100
65 1450 1650 1850 2050 2250 2450 2650 2850 3050
70 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000
75 1350 1550 1750 1950 2150 2350 2550 2750 2950
80 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500 2700 2900
Wanita
Usia < 150 150 –
154
155 –
159
160 –
165
165 –
169
170 -
174
175 -
179
180 -
184
185 >
20 2000 2200 2400 2600 2800 2900 3100 2900 2700
25 1950 2150 2350 2550 2750 2850 3050 2850 2650
30 1900 2100 2300 2500 2700 2800 3000 2800 2600
35 1850 2050 2250 2450 2650 2750 2950 2750 2550
40 1800 2000 2200 2400 2600 2700 2900 2700 2500
45 1750 1950 2150 2350 2550 2650 2850 2650 2450
50 1700 1900 2100 2300 2500 2600 2800 2600 2400
55 1650 1850 2050 2250 2450 2550 2750 2550 2350
60 1600 1800 2000 2200 2400 2500 2700 2500 2300
65 1550 1750 1950 2150 2350 2450 2650 2450 2250
70 1500 1700 1900 2100 2300 2400 2600 2400 2200
75 1450 1650 1850 2050 2250 2350 2550 2350 2150
80 1400 1600 1800 2000 2100 2300 2500 2300 2100
26
2.4 Latihan Jalan Intensitas Sedang
2.4.1 Definisi Latihan Jalan Intensitas Sedang
Latihan jalan intensitas sedang adalah aktivitas fisik yang paling
banyak dilakukan di seluruh dunia. Pada setiap orang intensitas dan
kecepatan jalan berbeda – beda. Pada orang dewasa jalan antara 4.000
sampai 18.000 langkah per hari. Pada pekerja kantoran jalan sekitar 7.000
langkah per hari. Pada anak- anak antara 6 -12 tahun jalan antara 10.000
sampai 16.000 langkah per hari. Sedangkan pada lansia jalan 2.000 sampai
9.000 langkah per hari (Anonim, 2012).
Jalan memberikan berbagai manfaat yaitu dapat menurunkan berat
badan. pelatihan jalan selama 45 menit dalam 4 kali seminggu dapat
menurunakan berat badan. kekuatan jantung dan paru – paru juga
meningkat. aktivitas jalan juga meningkatkan fleksibiltas, kekuatan dan
daya tahan otot sehingga dapat beraktifitas lebih lama. (Iknolan, 2005)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Oberg et al tahun (1993),
kecepatan anak – anak usia 10 – 14 tahun sekitar 132,3 cm/detik, usia 15 –
19 tahun sekitar 135,1 cm/detik, usia 20 – 29 tahun sekitar 122,7 cm/detik,
30 – 39 tahun sekitar 131,6 cm/detik, usia 40 – 49 tahun sekitar 132,8
cm/detik, usia 50 59 tahun sekitar 125,2 cm/detik, usia 60 – 69 tahun
sekitar 127,7 cm/detik dan usia 70 – 79 sekitar 118,2 cm/detik.
27
2.6.2 Biomekanik Berjalan
Menurut Newmann (2009) Berjalan memliki 2 fase yaitu fase
stance dan fase swing. Fase stance dimana kaki sedang menumpu ditanah
sedangkan fase swing dimana kaki sedang melayang(tidak menyentuh
tanah). Pada berjalan normal fase stance berjumlah 62 % dan fase swing
38% dari jumlah proses berjalan.setiap fase memiliki tahapan masing-
masing :
2.6.2.1 Stance Phase
a. Initial Contact (interval: 0-2%)
Fase ini merupakan moment ketika tumit menyentuh lantai.
Initial contact merupakan awal dari fase stance dengan posisi heel
rocker. Posisi sendi pada waktu mengakhiri gerakan ini,
menentukan pola loading response.
Fase ini merupakan moment seluruh centre of gravity
berada pada tingkat terendah dan seseorang berada pada tingkat
yang paling stabil. Pada periode ini anggota bawah yang lain juga
menyentuh lantai sehingga terjadi posisi double stance.
Menyentuhnya tumit dengan lantai, memberikan bayangan yang
mengindikasikan bahwa tungkai akan bergerak, sedang tungkai
yang lain berada pada akhir terminal stance.
b. Loading Response (interval: 0-10%)
Fase ini merupakan periode initial double stance. Awal fase
dilakukan dengan menyentuh lantai dan dilanjutkan sampai kaki
28
yang lain mengangkat untuk mengayun. Berat tubuh berpindah ke
depan pada tungkai. Dengan tumit seperti rocker, knee fleksi
sebagai shock absorption. Saat heel rocker, ankle plantar fleksi
dengan kaki depan menyentuh lantai sedangkan tungkai yang
berlawanan pada posisi fase preswing.
c. Midstance (interval: 10-30%)
Merupakan sebagian awal dari gerakan satu tungkai. Untuk
awalan gerakan, kaki mengangkat dan dilanjutkan sampai berat
tubuh berpindah pada kaki yang lain dengan lurus. Saat ankle
dorsal fleksi (ankle rocker) bayangan tungkai mulai bergerak ke
depan sementara knee dan hip ekstensi. Sedangkan tungkai yang
berlawanan mulai bergerak menuju fase mid-swing.
d. Terminal stance (interval: 30-50%)
Pada fase ini satu tungkai memberikan bantuan. Fase ini
dimulai dengan mengangkat tumit dan dilanjutkan sampai kaki
memijak tanah. Keseluruhan pada fase ini berat badan berpindah
ke depan dari forefoot. Saat posisi ekstensi knee yang meningkat
dan akan diikuti sedikit fleksi. Di mana posisi tungkai yang lain
berada pada fase terminal swing. Pada fase Terminal stance, centre
of gravity berada di depan kaki yang menapak jadi tekanan
gravitasi akan meningkatkan lingkup dari ekstensi hip dan dorsal
fleksi ankle.
29
e. Preswing (interval: 50-60%)
Pada akhir fase stance adalah interval gerakan ke dua
double stance pada siklus berjalan. Dimulai dari initial contact
pada anggota gerak bawah kontralateral dan diakhiri toe-off pada
anggota gerak ipsilateral, dengan meningkatnya ankle ke posisi
plantar fleksi diikuti fleksi knee maka hip tidak lagi pada posisi
ekstensi. Disaat yang sama anggota gerak bawah yang lain pada
fase loading response. Menyentuhnya anggota gerak atau tungkai
kontralateral merupakan awal dari terminal double support.
2.6.2.2 Swing Phase
a. Initial swing (interval: 60-73%)
Pada fase pertama adalah perkiraan satu dari tiga fase
mengayun. Diawali dengan mengangkat kaki dari lantai dan
diakhiri ketika mengayun kaki sisi kontralateral dari kaki yang
menumpu. Pada saat posisi initial swing hip bergerak fleksi dan
knee naik menjadi fleksi dan ankle pada setengah dorsalfleksi.
Pada saat yang sama, sisi kontralateral bersiap pada mid stance.
b. Mid swing (interval: 73-87%)
Pada fase kedua dari periode swing dimulai, saat mengayun
anggota gerak bawah yang berlawanan dari tungkai yang
menumpu. Akhir dari fase ini ketika tungkai mengayun ke depan
dan tibia vertikal atau lurus. Saat mid-swing, hip fleksi dengan knee
bergerak ekstensi untuk merespon gravitasi, dan diikuti dengan
30
ankle dorsifleksi menuju posisi netral. Sedangkan tungkai yang
lain berada pada akhir dari fase midstance.
c. Terminal swing (interval: 87-100%)
Akhir dari fase swing dimulai dari tibia vertikal dan
diakhiri saat kaki memijakkan lantai. Kedudukan tungkai yang
baik adalah dengan posisi ekstensi knee dan hip mempertahankan
fleksi sedangkan ankle bergerak dari dorsifleksi ke netral. Anggota
gerak bawah yang lain berada pasa fase terminal stance.
Ketika berjalan otot - otot yang berkontraksi adalah M.
Erector Spinae bagian kanan yang aktif pada fase initial contact,
terminal stance dan pre swing. M. Erector Spinae bagian kiri
banyak berkontraksi pada rotasi trunk pada fase Initial Contact dan
Pre swing. M. Gluteus Medius berkontraksi pada fase stance.
M.Rectus Femoris banyak berkontraksi pada fase terminal swing.
M. Hamstrings berkontraksi diseluruh fase berjalan, M.
Gastrocnemius berkontraksi pada fase stance, dan M. Tibialis
Anterior berkontraksi pada fase stance. (Bennedeti et al, 2012)
2.6.3 Dosis Jalan
Frekuensi : 3 x/minggu
Intensitas : 60% - 85% dari maksimal heart rate
Tipe : Berjalan
Times : 30 menit
Speed : 4,8 – 7,2 km/jam
31
2.6.4. Proses latihan jalan intensitas sedang
Ketika kita jalan secara rutin tubuh akan mengalami perubahan
fisiologis. Pada sistem kardiorespirasi terjadi perubahan stroke volume
(SV), volume darah yang ke luar dari jantung akan meningkat setiap
denyut nya sehingga denyut jantung akan mengalami penurunan sekitar 20
– 40 denyut per menit. Penurunan denyut jantung akibat suplai darah
setiap denyut bertambah serta lebih efisein. Volume darah akan meningkat
terutama bagian plasma dan sel darah merah. Akibat jumlah sel darah
meningkat akan mengakibatkan jumlah oksigen yang dibawa ke sel tubuh
juga akan meningkat (Rosato et al, 2010).
Proses jalan intensitas sedang dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Warm up
Warm up terdiri atas stretching otot leher, tangan, punggung dan kaki
2) Walk
dilakukan selama 30 menit berjalan sampai HR mencapai 60% - 85%
3) Cool down
Cool Down terdiri atas stretching otot leher, tangan, punggung dan kaki
2.7 Static Bicycle
2.7.1 Definisi Static bicycle
Bersepeda adalah bentuk aktivitas fisik yang efektif dalam
meningkatkan kardiorespirasi dan fungsi metabolisme seluruh tubuh.
Static bicycle dikenalkan oleh jhonny goldberg. Pada tahun 1979 johnny
32
goldberg datang dari Afrika selatan ke Amerika. Dia senang sekali dengan
bersepeda karena cuaca di Amerika terlalu panas sehingga berlatih sepeda
di rumah. Pada tahun 1994 jhony goldberg mengembangkan bersepeda di
rumah lebih baik lagi (Brannon, 2013).
Static bicycle memiliki manfaat dibandingkan sepeda di luar
karena tidak harus bermasalah dengan cuaca dan kemacetan di jalan. Static
bicycle memberikan manfaat dalam meningkatkan endurance
kardiorespirasi, meningkatakan metabolisme tubuh sehingga bisa
membakar kalori dalam tubuh, serta menjaga kepadatan tulang dan
kekuatan otot (Brannon, 2013).
2.7.2 Biomekanik Static bicycle
Mengayuh sepeda dibagi menjadi 2 fase yaitu power phase
(downstroke) dari arah jam 12 ke 6 dan recovery phase (upstroke) dari
arah jam 6 ke 12. Selama power phase lutut akan berubah posisi dari sudut
fleksi 1100 -120
0 sampai ekstensi 25
0 – 35
0. Otot quadriceps dan gluteal
adalah otot penggerak utama pada power phase. Otot hip flexors dan knee
flexors (rectus femoris, psoas dan hamstrings) berperan dalam phase
recovery. Otot knee plantar flexor(gasrocnemius dan soleus) dan ankle
dorsiflexor(tibialis anterior) sebagai stabilisasi selama gerakan mengayuh
(Garret & Donald, 2000)
2.7.3 Dosis Pelatihan Static bicycle
Frekuensi : 3 x minggu
Intensitas : 60% - 85% dari maksimal heart rate
33
Times : 30 menit
Tipe : Latihan Static bicycle
Speed : 6,4 – 14,4 km/jam
2.7.4 Proses Static bicycle
Static bicycle merupakan bentuk latihan yang bertujuan untuk
meningkatkan Vo2 max,kekuatan otot dan endurance. Pada saat latihan
static bicycle terjadi peningkatan karbondioksida (CO2) dan Hidrogen (H+)
akibat aktivitas sel otot serta peningkatan suhu tubuh sehingga kebutuhan
Oksigen (O2) juga meningkat. Tubuh akan menstimulasi jantung untuk
meningkatkan jumlah curah jantung (Cardiac Output) untuk memenuhi
kebutuhan O2 dalam tubuh. Paru – paru juga akan mengalami peningkatan
ventilasi paru – paru untuk mendapatkan O2 lebih banyak. (Porcari et al,
2015)
Sebelum dan seseudah melakukan latihan static bicycle melakukan
beberapa aktivitas antara lain :
1) Stretching
a) Stretching M. Posterior Deltoid dan M.Trapezius
Gambar 2.3
34
Stretching M. Posterior Deltoid dan M.Trapezius (Kiddle, 2004)
Duduk di atas static bicycle kemudian pegang tangan kanan
kiri rotasi berpegangan kemudian sambil menggerakan berputar
pada bahu.
b) Stretching M.Pectoralis dan M.Deltoid Anterior
Gambar 2.4
Stretching M.Pectoralis dan M.Deltoid Anterior (Kiddle, 2004)
Pegang tangan ke belakang dan ke bawah sambil tangan
kanan dan kiri berpegangan. Tahan 6 detik kemudian rileks
lakukan 3 x repitisi.
c) Stretching M.Triceps
Gambar 2.5
Stretching M.Triceps (Kiddle, 2004)
35
Posisi siku satu menekuk sedang tangan yang lain
memegang siku kemudian gerakan menjauhi deltoid yang
menekuk. Tahan 6 detik kemudian rileks lakukan 3 x repitisi
d) Stretching M.Sternocleidomastoid
Gambar 2.6
Stretching M.Sternocleidomastoid (Kiddle, 2004)
Gerakan lateral fleksi cervical tahan selama 6 detik kemudian
rileks lakukan sebanyak 3 x. Gerakan rotasi cervical tahan selama 6
detik kemudian rileks lakukan sebanyak 3 x.
e) Stretching M.Quadriceps dan M.Rectus femoris
Gambar 2.7
Stretching M.Quadriceps dan M.Rectus femoris (Kiddle. 2004)
36
Berdiri di samping static bicycle sambil menukuk lutut sampai
full rom. Tahan selama 6 detik kemudian rileks lakukan sebanyak 3
x repitisi.
f) Stretching M.Gluteus Maximus
Gambar 2.8
Stretching M.Gluteus Maximus (Kiddle, 2004)
Gerakan adduksi dan internal rotasi ke arah depan kaki.
Tekuk kaki pendukung dan menempatkan kaki yang berlawanan di
paha. Untuk meningkatkan regangan mendorong pantat ke
belakang dan memungkinkan tubuh anda untuk maju. Tahan
selama 6 detik kemudian rileks lakukan sebanyak 3 x
37
g) Stretching M.Gastrocnemius dan M.Soleus
Gambar 2.9
Stretching M.Gastrocnemius dan M.Soleus (Kiddle, 2004)
Gunakan sepeda untuk berpegangan. Tempatkan satu kaki
di belakang Anda , dan tekan tumit kaki kembali ke tanah untuk
merasakan peregangan ringan . Untuk meningkatkan regangan ,
biarkan pinggul maju ke depan. . Tahan selama 6 detik kemudian
rileks lakukan sebanyak 3 x.
h) Stretching M.Hamstring
Gambar 2.10
Stretching M.Hamstring (Kiddle, 2004)
Luruskan kaki depan dan tekuk kaki Anda kembali .
Tempatkan tangan di paha kaki ditekuk belakang dan
memindahkan pinggul anda ke belakang dan membungkuk ke
38
depan dari pinggul mempertahankan tulang belakang. Tahan
selama 6 detik kemudian rileks lakukan sebanyak 3 x.
i) Stretching M.Fleksor Hip
Gambar 2.11
Stretching M.Fleksor Hip (Kiddle, 2004)
Pergilah ke posisi lunge , mengambil lutut Anda kembali ke tanah
dan mendorong pinggul anda ke depan . Pastikan lutut depan anda tidak
lebih dari jari-jari kaki. Tahan selama 6 detik kemudian rileks lakukan
sebanyak 3 x
2) Warm up
Warm up dilakukan selama 2 menit dengan stretching.
3) Main component
Dilakukan latihan selama 30 menit untuk mencapai heart rate 60% - 85%.
Dengan kecepatan 6,4 – 14,4 km/jam
4) Cooling down
Setelah 30 menit dilakukan Cooling down dengan cara stretching selama
5 menit.