8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Dasar Teori
2.1.1. Kolam Renang
2.1.1.1. Pengertian Kolam Renang
Kolam renang dapat diartikan sebagai tempat dimana orang bisa melakukan
suatu kegiatan mandi atau membersihkan badan baik yang bertujuan untuk olah raga
maupun hanya sekedar mencari kesenangan. Banyak definisi kolam renang yang
dikemukakan antara lain menurut Menteri Kesehatan dalam Permenkes No.
061/Menkes/Per/I/1991 dalam Rozanto (2015), tentang persyaratan kesehatan kolam
renang dan pemandian umum menyatakan “kolam renang adalah suatu usaha bagi
umum yang menyediakan tempat untuk berenang, berekreasi, berolah raga serta juga
pelayanan lainnya menggunakan air bersih yang telah diolah”.
2.1.1.2. Macam-macam dan Tipe Kolam Renang
Berbagai macam kolam dibuat orang dan dilengkapi dengan fasilitas dan
perlengkapan lainnya berdasarkan arsitekstur dan konstruksi yang memadai. Kolam
renang ini biasanya disebut dengan kolam renang buatan atau “artificial bething
places”. Kolam renang dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut pemakaian,
letak, dan cara pengisian airnya (Rozanto, 2015). Menurut Elpizunianti (2001),
macam-macam kolam renang dipandang dari segi lokasinya, dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
9
1. Indoor-pool, yaitu kolam renang yang berlokasi di halaman perumahan atau
pemukiman penduduk. Kolam renang seperti ini biasanya dimiliki dan
diperuntukkan bagi perorangan atau kelompok yang digunakan untuk keluarga atau
tamu-tamunya.
2. Outdoor-pool, yaitu kolam renang yang berlokasi di luar halaman pemukiman
penduduk. Kolam renang semacam ini biasanya diperuntukkan bagi umum.
Kolam renang dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut pemakaian,
letak, dan cara pengisian airnya (Rozanto, 2015). Berdasarkan pemakaiannya, kolam
renang dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Kolam renang perorangan (private swimming pool) adalah kolam renang milik
pribadi yang terletak di rumah perseorangan.
2. Kolam renang semi umum (semi public swimming pool) adalah kolam renang yang
biasanya terdapat di hotel, sekolah, atau perumahan sehingga tidak semua orang
dapat menggunakannya.
3. Kolam renang umum (public swimming pool) adalah kolam renang yang
diperuntukan untuk umum dan biasanya terdapat di perkotaan.
Menurut Elpizunianti (2001) dalam Rozanto (2015), berdasarkan cara
pengisian air pada pemandian buatan termasuk kolam renang, dapat dibedakan
menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Fill and draw pool, yaitu pengisian air pada kolam renang yang apabila kondisi
airnya kotor akan diganti secara keseluruhan. Penentuan kondisi air tersebut
ditetapkan dengan melihat kondisi fisik air atau dari jumlah perenang yang
menggunakan.
10
2. Flow trough pool, yaitu sistem aliran dimana air didalam kolam akan terusmenerus
bergantian dengan yang baru. Tipe ini dianggap yang terbaik namun membutuhkan
banyak air yang berasal dari satu mata air di alam.
3. Recirculation pool, merupakan tipe pengisian air kolam renang dimana airnya
dialirkan secara sirkulasi dan menyaring air kotor dalam filter-filter.
2.1.1.3. Sanitasi Kolam Renang
Kolam renang yang ideal adalah kolam renang yang senantiasa memenuhi
syarat keamanan, kebersihan, dan kenyamanan. Suatu kolam renang diharapkan
mampu memberikan kenyamanan bagi para pengunjung namun tetap harus
mengedepankan faktor keamanan, terutama untuk semua fasilitas penunjang yang
berada di dalam area kolam renang. Selain itu, menurut Mukono (2010) dalam
Rozanto (2015), aspek kebersihan juga merupakan hal penting untuk diperhatikan
karena berkaitan erat dengan aspek kesehatan khususnya faktor penularan penyakit.
Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan di kolam renang meliputi semua penyakit
food and water borne disease, seperti penyakit mata, penyakit kulit, penyakit kuning
(hepatitis), dan penyakit yang berhubungan dengan pencernaan. Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.061 Tahun 1991, suatu kolam renang harus memenuhi
persyaratan kesehatan lingkungan kolam renang, antara lain:
1. Persyaratan umum
a. Lingkungan kolam renang harus selalu dalam keadaan bersih dan dapat
mencegah kemungkinan terjadinya penularan penyakit serta tidak menjadi
sarang dan perkembangbiakan vektor penular penyakit.
11
b. Bangunan kolam renang dan semua peralatan yang digunakan harus memenuhi
persyaratan kesehatan serta dapat mencegah tejadinya kecelakaan.
2. Persyaratan tata bangunan
Setiap bangunan di lingkungan kolam renang harus tertata sesuai fungsinya dan
harus memenuhi persyaratan kesehatan sehingga tidak menyebabkan pencemaran
terhadap air kolam renang.
3. Persyaratan konstruksi bangunan
a. Lantai
1) Lantai kolam renang harus kuat, kedap air, memiliki permukaan yang rata,
tidak licin, dan mudah dibersihkan.
2) Lantai kolam renang yang selalu kontak dengan air harus memiliki
kemiringan yang cukup (2-3 persen) ke arah saluran pembuangan air limbah.
b. Dinding kolam renang
1) Permukaan dinding harus mudah dibersihkan.
2) Permukaan dinding yang selalu kontak dengan air harus terbuat dari bahan
yang kuat dan kedap air.
c. Ventilasi
Sistem ventilasi harus dapat menjamin peredaran udara di dalam ruang dengan
baik.
d. Sistem pencahayaan
1) Tersedia sarana pencahayaan dengan intensitas yang sesuai.
2) Untuk kolam renang yang digunakan saat malam hari harus dilengkapi
dengan lampu berkapasitas 12 volt.
12
e. Atap
Atap tidak boleh bocor agar tidak memungkinkan terjadinya genangan air.
f. Langit-langit
Langit-langit harus memiliki ketinggian minimal 2,5 meter dari lantai dan
mudah dibersihkan.
g. Pintu
Pintu harus dapat mencegah masuknya vektor penyakit seperti serangga, tikus,
dan binatang pengganggu lain.
4. Persyaratan kelengkapan kolam renang
Kolam renang harus memiliki fasilitas kelengkapan diantaranya: bak cuci kaki,
kamar dan pancuran bilas, kamar ganti dan penitipan barang, kamar P3K, fasilitas
sanitasi (bak sampah, jamban dan peturasan, serta tempat cuci tangan) dan gudang
bahan-bahan kimia dan perlengkapan lain.
5. Persyaratan bangunan dan fasilitas sanitasi
a. Area kolam renang
1) Harus ada pemisah yang jelas antara area kolam renang dengan area
lainnya.
2) Kolam harus selalu terisi air dengan penuh.
3) Jumlah maksimum perenang adalah sebanding dengan luas permukaan
kolam dibagi 3 m2.
4) Lantai dan dinding kolam harus kuat, kedap air, rata, berwarna terang, dan
mudah dibersihkan. Sudut dinding dan dasar kolam harus melengkung.
13
5) Saluran air yang masuk ke kolam renang harus terjamin tidak terjadi kontak
antara air bersih yang masuk dengan air kotor. Lubang pembuangan air
kotor harus berada di dasar kolam renang yang paling rendah dan
berseberangan dengan lubang masuknya air.
6) Lubang saluran pembunagan air kolam dilengkapi dengan ruji dan tidak
membahayakan perenang.
7) Kolam berkedalaman < 1,5 meter, kemiringan lantai tidak > 10%. Pada
kedalaman > 1,5 meter kemiringan lantai kolam tidak > 30%.
8) Dinding kolam renang harus rata dan vertikal, jika terdapat injakan maka
pegangan dan tangga tidak boleh ada penonjolan, terbuat dari bahan
berbentuk bulat dan tahan karat.
9) Kolam harus dilengkapi dengan saluran peluap di kedua belah sisinya.
10) Lantai tepi kolam harus kedap air dan memiliki lebar minimal 1 meter, tidak
licin, dan permukaannya miring keluar kolam.
11) Pada setiap kolam harus ada tanda yang menunjukkan kedalaman kolam dan
tanda pemisah untuk orang yang dapat berenang dan tidak dapat berenang.
12) Apabila ada papan loncat dan papan luncur, harus memenuhi ketentuan
teknis untuk mencegah kecelakaan.
b. Bak cuci kaki
1) Harus terdapat bak cuci kaki yang berukuran minimal panjang 1,5 meter,
lebar 1,5 meter, dan kedalaman 20 cm dengan pengisian air yang penuh.
2) Kadar sisa khlor pada air bak cuci kaki kurang lebih 2 ppm.
14
c. Kamar dan pancuran bilas
1) Minimal terdapat 1 pancuran bilas untuk 40 perenang.
2) Pancuran bilas untuk pria harus terpisah dari pancuran bilas untuk wanita.
d. Tempat sampah
1) Memiliki tutup yang mudah dibuka/ditutup tanpa mengotori tangan.
2) Tempat sampah terbuat dari bahan yang ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya.
3) Tempat sampah harus mudah dibersihkan dan memiliki volume yang sesuai
untuk menampung sampah dari tiap kegiatan.
4) Tersedia tempat pengumpulan sampah sementara yang tidak terbuat dari
beton permanen dan tidak menjadi ternpat perindukan vektor penyakit.
5) Tempat pengumpul sampah sementara harus dikosongkan minimal 3 x 24
jam.
e. Jamban dan peturasan
1) Tersedia minimal 1 buah jamban untuk tiap 40 orang wanita dan 1 buah
jamban untuk tiap 60 orang pria dan harus terpisah antara jamban untuk pria
dan wanita.
2) Tersedia 1 buah peturasan untuk tiap 60 orang pria.
3) Apabila kapasitas kolam renang kurang dari jumlah pengunjung diatas, maka
harus disediakan minimal 2 buah jamban dan 2 buah peturasan untuk pria dan
3 buah jamban untuk wanita.
15
4) Jamban yang tersedia kedap air dan tidak licin, dinding berwarna terang,
jamban leher angsa, memiliki ventilasi dan penerangan cukup, tersedia air
pembersih yang cukup, dan memiliki luas lantai minimal 1 m2.
5) Konstruksi peturasan terbuat dari bahan kedap air, tahan karat, sistem leher
angsa, luas lantai minimal 1,5 m2.
6) Jika peturasan dibuat sistem talang atau memanjang, maka untuk tiap satu
peturasan panjangnya minimal 60 m.
f. Tempat cuci tangan
Tempat cuci tangan terletak di tempat yang mudah dijangkau dan berdekatan
dengan jamban peturasan dan kamar ganti pakaian serta dilengkapi dengan
sabun, pengering tangan dan cermin.
g. Gudang bahan kimia
1) Tersedia gudang khusus untuk tempat pengelolaan bahan kimia.
2) Penempatan kalsium hipoklorit harus terpisah dengan aluminium sulfat atau
bahan-bahan kimia lainnya.
h. Perlengkapan lain
1) Tersedia papan pengumuman yang berisi antara lain larangan berenang bagi
penderita penyakit kulit, penyakit kelamin, penyakit epilepsi, penyakit
jantung dan lain-lain.
2) Tersedia perlengkapan pertolongan bagi perenang, antara lain: pelampung,
tali penyelamat dan lain-lain.
16
3) Tersedia alat untuk mengukur kadar pH dan sisa khlor air kolam renang
secara berkala. Hasil pengukuran sisa khlor dan pH air kolam renang harian,
diumumkan kepada pengunjung melalui papan pengumuman.
4) Tersedia tata tertib berenang dan anjuran menjaga kebersihan.
2.1.2. Air Kolam Renang
2.1.2.1. Sumber Air Kolam Renang
Air yang digunakan sebagai air kolam renang dapat berasal dari beberapa
sumber air. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air angkasa
(hujan), air permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007).
1. Air angkasa (hujan)
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Pada saat
presipitasi air tersebut merupakan air yang paling bersih, namun cenderung akan
mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran tersebut dapat
disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya gas karbon
dioksida, nitrogen, dan amonia.
2. Air permukaan
Air permukaan meliputi badan-badan air seperti sungai, danau, telaga, waduk,
rawa, air terjun, dan sumur permukaan yang sebagian besar berasal dari air hujan
yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami
pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun pencemar lainnya.
17
3. Air tanah
Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan
bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan
mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses yang telah dialami air hujan tersebut
dalam perjalanannya ke bawah tanah akan membuat air tanah menjadi lebih baik dan
lebih murni dibandingkan air permukaan. Akan tetapi, air tanah mengandung zat-zat
mineral dalam konsentrasi yang tinggi. Konsentrasi yang tinggi dari zat-zat mineral
seperti magnesium, kalsium, dan logam berat seperti besi dapat menyebabkan
kesadahan air.
2.1.2.2. Pencemaran Air Kolam Renang
Menurut WHO (2006) dalam Rozanto (2015), Pencemaran air kolam renang
dapat dibedakan menjadi 2, yaitu pencemaran mikrobiologis dan pencemaran kimia.
1. Pencemaran Mikrobiologis
Pencemaran mikrobiologis pada air kolam renang dapat disebabkan karena
kontaminasi fekal dan kontaminasi non-fekal. Kontaminasi fekal berasal dari kotoran
yang dikeluarkan oleh pengguna kolam renang maupun dari kotoran yang terdapat
pada sumber air yang digunakan sebagai air kolam renang. Pada kolam renang
terbuka, kontaminasi fekal juga dapat berasal dari kotoran hewan seperti burung dan
tikus yang berada di area kolam renang.
Kontaminasi non-fekal di kolam renang dapat berasal dari pengguna kolam
renang, yaitu dari muntahan, lendir, air liur, atau lapisan kulit yang mencemari air
kolam renang. Kontaminasi tersebut merupakan sumber potensial dari
mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa dalam air yang
18
dapat menyebabkan infeksi pada penguna kolam renang lain apabila kontak dengan
air yang telah terkontaminasi tersebut.
2. Pencemaran kimia
Pencemaran kimia pada air kolam renang berasal dari bahan kimia yang
dihasilkan dari proses desinfeksi serta berasal dari bahan kimia yang dihasilkanoleh
pengguna kolam renang seperti keringat, urin, sisa sabun, dan lotion kosmetik yang
melekat pada tubuh pengguna kolam renang.
2.1.2.3. Persyaratan Kualitas Air Kolam Renang
Untuk menjaga agar kolam renang tidak menjadi tempat penularan penyakit,
maka kualitas airnya harus benar-benar dijaga dan diawasi agar senantiasa memenuhi
persyaratan dan standar yang telah ditetapkan oleh menteri kesehatan. Adapun
persyaratan air kolam renang yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1. Syarat fisik
Yang dimaksud dengan syarat fisik air adalah dipandang dari segi fisiknya.
Jadi air kolam harus memenuhi dari segi fisiknya. Jadi air kolam harus memenuhi
persyaratan seperti jernih atau tidak berwarna, tidak keruh, tidak berbau, tidak
berasa, dan berada dalam suhu udara biasa. Selain itu, menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 pada Lampiran III tentang
Persyaratan Kualitas Air Kolam Renang adalah bebas dari bau yang menggangu,
bebas dari benda terapung, dan jernih.
Bau dan rasa biasanya terjadi bersama-sama dan biasanya disebabkan oleh
adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme
mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti phenol. Intensitas bau
19
dan rasa dapat meningkat bila pada air dilakukan khlorinasi (Sutrisno, 2010). Seperti
yang disebutkan dalam penelitian Cita dan Adriyani (2009), timbulnya bau pada air
kolam renang Tirta Krida berasal dari kandungan kaporit yang berlebihan dalam air
pada saat proses khlorinasi.
Air yang jernih adalah air yang bebas dari partikel bahan yang tersuspensi.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990,
kejernihan air dapat diukur dengan menggunakan Piringan Sechi yang diletakkan
pada dasar kolam yang terdalam dapat dilihat jelas dari tepi kolam renang pada jarak
lurus 9 m. Jika air kolam jernih maka kenyamanan pengguna kolam renang saat
berenang tetap terjaga.
2. Syarat kimia
Syarat kimia air pada kolam renang yang diperhatikan secara terus menerus,
antara lain:
a. Oksigen Terabsorsi (O2)
Kadar oksigen terlarut dalam air dapat dijadikan ukuran untuk menentukan
mutu air. Jika tingkat oksigen terlarut terlalu rendah, maka organisme anaerob dapat
mati ataupun menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan seperti metana
dan hidrogen sulfida yang dapat menyebabkan air berbau busuk (Rozanto,
2015).Batas maksimum yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 adalah 1 mg/L setelah terpapar dalam waktu 4 jam
pada suhu udara.
20
b. Sisa Khlor
Pada suatu kolam pembubuhan zat khlor harus benar-benar diperhatikan
dengan seksama dan terus menerus. Khlor merupakan senyawa kimia yang bersifat
bakteriosid dan digunakan sebagai bahan desinfektan air kolam renang (Chandra,
2009). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990,
batas pemberian senyawa khlor yang diperbolehkan adalah 0,2 – 0,5 mg/L. Dosis
pemberian klorin untuk setiap kolam renang harus diperhatikan sesuai dengan
ketentuan yaitu sebanyak 2 gram/m3 air (Chandra, 2009).
Senyawa khlor yang biasa digunakan dalam air kolam renang adalah Kaporit
(Ca(OCl2)). Penggunaan kaporit yang kurang dari 0,2 mg/l tidak akan dapat
membunuh kuman patogen, sedangkan penggunaan kaporit yang berlebihan atau
melebihi 0,5 mg/l akan mengakibatkan timbulnya keluhan kesehatan pada pengguna
air kolam renang misalnya timbulnya iritasi.
c. pH
Batas pH air kolam renang yang diperbolehkan yaitu antara 6,5 – 8,5. Jika pH
tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan dapat menghambat proses
pengumpulan dan menyebabkan iritasi pada mata perenang (Elly, 2007). Air yang
memiliki pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan yang
memiliki pH lebih besar dari pH normal akan bersifat basa. Menurut John D Puetz
(2013) dalam Rozanto (2015), Kadar pH air dapat berpengaruh terhadap efektivitas
khlorin sebagai desinfektan, semakin tinggi pH air dapat mengakibatkan proses
khlorinasi tidak efektif karena 90% dari asam hipoklorit itu akan mengalami ionisasi
menjadi ion hipoklorit sehingga khasiat desinfektan yang dimiliki khlor akan
21
menjadi lemah dan berkurang, karena kadar pH air yang naik atau turun akan
menentukan jumlah HOCl dan OCl- dalam air yang berperan dalam membunuh
kuman.
Tabel 2.1. Pengaruh pH terhadap jumlah HOCl- dan ClO- dalam air
(Sumber: Rozanto, 2015).
d. Tembaga (Cu)
Tembaga pada umumnya diperlukan oleh tubuh untuk perkembangan tubuh
manusia. Akan tetapi jika dosisnya terlalu tinggi, tembaga justru bersifat racun yaitu
dapat mengganggu enzim yang terkait dengan pembentukan sel darah, dapat
menimbulkan gejala pada ginjal, hati, muntaber, pusing, lemah, anemia, kram dan
lain sebagainya. Pada dosis yang terlalu rendah, tembaga dalam air dapat
menimbulkan rasa kesat, berwarna, dan korosi pada pipa (Soemirat, 2011). Dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990, kadar maksimum
kandungan tembaga yang diperbolehkan dalam air kolam renang adalah 1,5 mg/l.
Adanya kandungan tembaga ini digunakan untuk menghambat perkembang biakan
pertumbuhan alga atau lumut.
e. Alumunium
Aluminium merupakan metal yang mudah dibentuk. Sumber alamiah dari
aluminium adalah bauksit dan kryolit. Pada dosis tinggi aluminium dapat
22
menimbulkan ganguan kesehatan. Sifat toksisitas aluminium bergantung dari
senyawanya, jika berikatan dengan arsen seperti Al-arsenat zat tersebut sangat toksik
(Rozanto, 2015). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
416/Menkes/Per/IX/1990, kadar maksimum kandungan tembaga yang diperbolehkan
dalam air kolam renang adalah 0,2 mg/l. Unsur ini biasanya terkandung pada
senyawa-senyawa bahan koagulan dalam proses pengolahan air kolam, misalnya
tawas (Al2(SO4)3).
f. Kebasaan (CaCO3)
Kesadahan dalam air dapat disebabkan oleh ion-ion magnesium atau kalsium.
Ion-ion tersebut terdapat dalam air dalam bentuk sulfat, klorida, hidrogen karbonat.
Sedangkan pada air alam, kesadahan dapat disebabkan oleh garam karbonat atau
garam asamnya (Rozanto, 2015). Adanya kalsium klorida atau magnesium sulfat
disebabkan oleh geologi tanah disekitarnya Kadar kebasaan (CaCO3) yang telah
diperbolehkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
416/Menkes/Per/IX/1990 adalah antara 50 – 500 mg/l.
3. Syarat bakteriologis
Syarat bakteriologis air kolam renang adalah syarat kualitas air ditinjau dari
segi ada tidaknya atau banyak sedikitnya jumlah kehidupan mikroba air. Penentuan
jumlah kuman ditujukan pada kuman yang dapat tumbuh di laboratorium dan bukan
menghitung semua kuman yang terdapat di dalam kolam.
Penetapan jumlah kuman digunakan sebagai indikator pengawasan kualitas air
pada sistem pengolahannya. Jumlah maksimum bakteri yang diperbolehkan adalah
23
200 per 1 ml sampel air, sedangkan jumlah kuman golongan E. coli dalam kolam
renang yang diperbolehkan adalah 0,0/100 ml sampel air (Effendi, 2004).
2.1.2.4. Cara Pengolahan Air Kolam Renang
Kualitas air kolam renang tipe resirkulasi sangat tergantung pada cara
pengolahannya, karena pengolahan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas air kolam renang. Pada dasarnya tindakan pengolahan air kolam renang
berkisar pada dua macam yaitu proses kimia dan proses fisika.
1. Proses Kimia
Proses kimia pada pengolahan air kolam renang adalah proses pembubuhan zat
kimia ke dalam air pada saat pengolahan. Proses pengolahan air kolam meliputi:
a. Khlorinasi
Proses pendesinfeksian air dengan menggunakan khlor aktif ini bertujuan
untuk meningkatkan kualitas air secara bakteriologis sehingga dapat mengendalikan
atau mengurangi jumlah bakteri yang ada dalam air kolam renang. Zat khlor
merupakan bahan yang aktif dan mudah terurai sehingga dapat cepat bereaksi
dengan bahan-bahan organik atau anorganik di dalam air. Untuk proses khlorinasi
yang baik maka pH air yang diperlukan adalah berkisar antara 7,2 – 7,6 sebab
suasana basa akan mempercepat terurainya khlor aktif membentuk asam hipoklorit
dan kedua ini adalah sangat taksis terhadap mikroorganisme (Chandra, 2009).
Sumber senyawa khlorinasi aktif yang biasanya dipakai untuk bahan desinfektan
adalah:
24
1) Kalsium hipoklorit atau yang biasa disebut kaporit, dengan rumus kimia
(Ca(COCl)2) yaitu senyawa khlor aktif yang berbentuk bubuk putih atau granula
dengan kadar khlor aktif mulai dari 25 – 30%.
2) Natrium hipoklorit dengan rumus kimia NaCl yaitu senyawa khlorit aktif yang
berupa cairan berwarna kekuning-kuningan dengan kadar khlor aktif antara 12 –
25%.
3) Hepta oksida dikhlor aktif dengan rumus kimianya Cl2O, yaitu senyawa khlor
aktif yang berupa cairan kental seperti minyak kelapa dan tidak berwarna.
b. Koagulasi (penggumpalan)
Proses ini bertujuan untuk penjernihan air yang dilakukan dengan cara
pembubuhan bahan-bahan koagulasi seperti Al2(SO4)3 atau yang biasa disebut
tawas, FeCL3 atau ferri khlorida, FeCl2 atau ferro khlorida. Tujuan dari
pembubuhan zat koagulasi adalah untuk mengingat kotoran-kotoran yang ada di
dalam air kolam menjadi gumpalan-gumpalan kotoran yang lebih besar lagi,
sehingga mudah mengendap untuk kemudian disedot/disaring. Untuk memperoleh
efektifitas yang tinggi dalam proses koagulasi, maka diperlukan suasana pH antara
7,4 – 7,6 dan harus dilakukan pengadukan yang baik sehingga zat koagulan yang
diberikan dapat tercampur rata dengan air kolam secara merata (Sitanggang, 2012).
c. Pengendalian lumut
Lumut dan alga merupakan tumbuhan air yang dapat berkembang biak dalam
air kolam renang sehingga dapat mempengaruhi kualitas air kolam. Tumbuhan ini
tumbuh disebabkan adanya kandungan lumpur yang terdapat pada dinding kolam,
dan dasar kolam. Secara fisiologis, dapat menimbulkan gangguan estetika karena
25
adanya bercak-bercak atau noda sehingga air kolam tampak kotor. Untuk
menghilangkan atau mengendalikan alga dan lumut tersebut dapat digunakan bahan
kimia seperti senyawa cupri sulfat (zat prusi, vitriol bitu). Pemberian prusi ini harus
dilakukan penyikatan dinding dan dasar kolam dengan prusi pada setiap kali
diadakan pembersihan umum. penggunaan prusi yang berlebihan akan
membahayakan karena dapat berakibat hilangnya warna rambut pada perenang
disamping itu dapat membuat air kolam menjadi biru (Sitanggang, 2012).
d. Netralisasi
Netralisasi adalah proses pembubuhan bahan kimia untuk membantu atau
mempercepat penetralan bahan-bahan yang digunakan dalam pengolahan air, yaitu
dengan jalan menaikkan atau menurunkan pH air, dalam hal ini ditujukan untuk
menetralkan kandungan alumunium dan bahan membahayaka lainnya yang terdapat
di dalam air kolam (Sitanggang, 2012).
2. Proses Fisika
Menurut Sitanggang (2012), dalam pengolahan air kolam renang yang
dimaksudkan dengan proses fisika adalah proses pengolahan air melalui tahapan
pengadukan, pengendapan, dan penyaringan.
a. Pengadukan
Proses pengadukan ini adalah proses pencampuran bahan kimia yang
digunakan dalam pengolahan air dengan seluruh air yang ada dengan cara
mengadukkannya, di dalam instilasi pengolahan proses pengadukan dilakukan
setelah pembubuhan bahan-bahan kimia. Idealnya suatu unit pengaduk yang
komplit dapat menjangkau volume air kolam renang sehingga dapat merata.
26
b. Pengendapan
Proses ini dimaksudkan untuk mengendapkan flok-flok kotoran yang
terbentuk pada proses koagulasi. Pengendapan ini diharapkan dapat membantu dan
mempermudah dalam proses penyaringan.
c. Penyaringan
Pada proses penyaringan ini bertujuan untuk membersihkan kotoran-kotoran
yang masih melayang di dalam air karena kotoran tersebut tidak dapat mengendap
sehingga melalui filter ini air diharapkan dapat jernih kembali.
2.1.3. Tinjauan tentang Sumber Belajar Biologi
2.1.3.1. Pengertian Sumber Belajar
Menurut Purnomo (2012), Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang
dapat memudahkan peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi,
pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan dalam proses belajar mengajar. Tujuan
dalam proses pembelajaran dapat tercapai dengan baik apabila komponen-komponen
dalam pembelajaran dapat terpenuhi, beberapa komponen ini diantaranya manusia dan
penggunaan media atau sumber-sumber belajar. Keberadaan sumber belajar dapat
memungkinkan dan memudahkan terjadinya proses belajar (Suhardi, 2007). Dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar guru sewajarnya memanfaatkan sumber
belajar, karena pemanfaatan sumber belajar merupakan hal yang sangat penting dalam
konteks belajar mengajar tersebut. Dikatakan demikian karena memanfaatkan sumber
belajar akan dapat membantu dan memberikan kesempatan belajar yang berpartisipasi
serta dapat memberikan perjalanan belajar yang kongkrit. Sehingga tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan dapat dicapai dengan efisien dan efektif.
27
Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar sangat penting guna mendukung
proses dan pencapaian tujuan belajar, harapannya dapat membangkitkan motivasi dan
minat belajar siswa (Kasrina, dkk., 2012).
2.1.3.2. Ciri-ciri Sumber Belajar
Sumber belajar menurut Badriyah (2010) ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Sumber belajar merupakan suatu “daya” yang dapat mendukung proses pencapaian
tujuan pembelajaran.
2. Sumber belajar mempunyai nilai-nilai belajar.
3. Secara keseluruhan sumber belajar dapat digunakan sebagian demi sebagian atau
secara keseluruhan.
2.1.3.3. Macam-macam Sumber Belajar
Pada umumnya terdapat dua cara memanfaatkan sumber belajar dalam
pembelajaran di sekolah yaitu dengan membawa sumber belajar langsung ke dalam
kelas atau membawa kelas ke lapangan dimana sumber belajar berada (Mulyasa,
2006). Dilihat dari tipe atau asal usulnya, sumber belajar dibedakan menjadi 2
kategori, yakni (Munajah & Susilo, 2015):
1. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design)
Yaitu sumber belajar yang yang disederhanakan atau dimodifikasi (by design)
untuk membantu kegiatan pembelajaran seperti buku paket, modul, film, komputer
dan video pembelajaran.
2. Sumber belajar yang sudah tersedia (learning resources by utilization)
28
Yaitu sumber belajar yang siap digunakan dalam proses pembelajaran tanpa adanya
penyederhanaan atau modifikasi (by utilization) misalnya pabrik, taman safari,
kebun raya dan museum.
Berdasarkan jenis sumbernya, sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi
enam macam yaitu pesan, orang, bahan, alat, teknik dan latar/lingkungan (Lindiani,
2011).
1. Pesan, adalah pelajaran/informasi yang diteruskan oleh komponen lain dalam
bentuk ide, fakta, arti, dan data.
2. Orang, mengandung pengertian manusia yang bertindak sebagai penyimpan,
pengolah, dan penyaji pesan. Tidak termasuk mereka yang menjalankan fungsi
pengembangan dan pengelolaan sumber belajar.
3. Bahan, merupakan sesuatu (bisa pula disebut program atau software) yang
mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunaan alat ataupun oleh dirinya
sendiri.
4. Alat, adalah sesuatu (biasa pula disebut hardware) yang digunakan untuk
menyampaikan pesan yang tersimpan di dalam bahan.
5. Teknik, berhubungan dengan prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk
menggunakan bahan, peralatan, orang, dan lingkungan untuk menyampaikan pesan.
6. Lingkungan, merupakan situasi sekitar di mana pesan diterima atau ruang dan
tempat dimana sumber-sumber dapat berinteraksi dengan peserta didik.
Keenam sumber belajar tersebut juga merupakan komponen sistem dalam
pembelajaran, artinya dalam setiap kegiatan pembelajaran selalu terdapat keenam
komponen tersebut.
29
2.1.3.4. Manfaat Sumber Belajar
Menurut Hijrah Saputra (2008), manfaat sumber belajar adalah:
1. Dapat memberi pengalaman belajar langsung dan kongkrit kepada peserta didik
2. Menyajikan sesuatu yang tidak bisa diadakan, dikunjungi, dilihat secara langsung.
3. Menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada dalam kelas.
4. Memberi informasi yang akurat dan terpadu.
5. Membantu memecahkan masalah pendidikan baik mikro maupun makro.
6. Memberi motivasi yang baik, apabila pemanfaataannya diatur dan direncanakan
secara tepat.
Fungsi-fungsi di atas sekaligus menggambarkan tentang alasan dan arti penting
sumber belajar untuk kepentingan proses dan pencapaian hasil pembelajaran siswa.
2.1.3.5. Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar Biologi berupa
Jurnal Ilmiah
1. Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar Biologi
Biologi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup
dan lingkungannya. Dalam mempelajari Biologi diperlukan suatu sumber belajar agar
mempermudah siswa dalam memperoleh informasi yang dibutuhkannya. Sumber
belajar Biologi adalah segala sesuatu, baik benda maupun gejalanya, yang dapat
digunakan untuk memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan permasalahan
Biologi tertentu. Sumber belajar memungkinkan dan memudahkan terjadinya proses
belajar (Suhardi, 2010). Sumber belajar Biologi dalam proses pembelajaran Biologi
dapat diperoleh di sekolah atau di luar sekolah. Mengembangkan proses dan produk
penelitian sebagai sumber belajar memiliki landasan yang memenuhi kaidah filsafat
30
ilmu (sains) di samping kaidah praktikal sebagaimana dalam pengembangan
kurikulum, silabus, hingga rancangan pembelajaran (Widodo, dkk., 2015).
Menurut Djohar dalam Munifah (2012), dalam proses belajar biologi
diperlukan keterampilan dasar yang meliputi observasi, klasifikasi, pengukuran,
komunikasi, pengontrolan variabel, perumusan masalah, serta interpretasi data. Selain
itu, suatu hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi jika
ditinjau dari segi proses dan produknya, dimulai dari perumusan masalah sampai
penarikan kesimpulan yang akan menghasilkan fakta-fakta selama kegiatan penelitian
untuk kemudian digeneralisasikan menjadi konsep dan prinsip. Pemanfaatan hasil
penelitian ini harus disesuaikan dengan konsep yang ingin dicapai pada kurikulum,
sehingga dapat menunjang kebutuhan kurikulum yang digunakan.
Menurut Nurmiyanti (2007), Sumber belajar dapat berupa materials atau bahan
yaitu perangkat lunak yang mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunaan
alat/perangkat keras ataupun oleh dirinya sendiri, misalnya hasil penelitian yang
diseleksi dan dikemas sesuai dengan tujuan dan materi yang akan diajarkan contohnya
pada penelitian siklus pertumbuhan jamur tiram sebagai sumber belajar materi fungi.
Data hasil penelitian diperoleh dengan melakukan penelitian di lapangan yang
sesungguhnya. Prosedur, proses dan hasilnya dikemas melalui seleksi dan
penyederhanaan objek sehingga penelitian tersebut dapat disajikan secara sistematis,
yang pada akhirnya dapat diakses oleh peserta didik sebagai sumber belajar.
Pada prinsipnya setiap benda atau gejala dapat digunakan sebagai sumber
belajar. Namun, dalam pemanfaatannya harus memperhatikan syarat-syarat tertentu
31
dimana menurut Djohar dalam Hermahwati (2012) harus didasari pada hal-hal sebagai
berikut:
a. Kejelasan potensi, didasari pada proses dan produk dari kegiatan penelitian yang
dapat dijadikan sumber belajar.
b. Kesesuaian dengan tujuan belajar, dimana antara tujuan penelitian yang dilakukan
dengan tujuan belajar sesuai dengan tujuan intruksional yang dirumuskan.
c. Kejelasan sasaran, berkaitan dengan sasaran subjek belajar atau sasaran peruntukan
sumber belajar.
d. Kejelasan informasi yang dapat diungkap, berdasarkan informasi dari hasil
penelitian eksplorasi yang berupa proses dan produk penelitian.
e. Kejelasan pedoman eksplorasi, berhubungan erat dengan proses pelaksanaan
penelitian.
f. Kejelasan perolehan yang diharapkan, yaitu hal-hal yang diperoleh dari kegiatan
yang dapat dikembangkan.
2. Definisi Jurnal Ilmiah
Jurnal ilmiah merupakan bentuk publikasi ilmiah yang memuat hasil kegiatan
bidang keilmuan tertentu, baik berupa hasil pengamatan empirik maupun kajian
konseptual, yang bersifat penemuan baru, konsep dan teori yang sudah ada. Jurnal
ilmiah dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar karena merupakan sarana
komunikasi antar komunitas bidang keilmuan. Dengan sarana ini, para ilmuwan dapat
berinteraksi satu sama lain dan saling mengisi untuk membangun suatu bidang
keilmuan. Jurnal ilmiah pada umumnya memuat kumpulan informasi terbaru, hasil
32
objektif dari sebuah kajian ilmu, dan rekomendasi dengan kata lain jurnal ilmiah tetap
dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar (Hermawanti, 2012).
Hasil-hasil penelitian yang ditulis dalam bentuk artikel untuk kemudian
diterbitkan dalam jurnal-jurnal memiliki kelebihan-kelebihan dibanding dengan yang
ditulis dalam bentuk laporan teknis resmi. Laporan teknis resmi memang dituntut
untuk berisi hal-hal yang menyeluruh dan lengkap sehingga naskahnya cenderung
tebal dan direproduksi dalam jumlah yang sangat terbatas, dan akibatnya hanya
kalangan yang sangat terbatas saja yang dapat membacanya. Jurnal yang diterbitkan
oleh suatu fakultas akan dibaca sedikitnya oleh para dosen (dan karyawan) serta
mahasiswa di fakultas tersebut sehingga hasil penelitian yang ditulis dalam bentuk
artikel berupa jurnal akan memiliki pembaca yang jauh lebih banyak daripada laporan
penelitian teknis resmi. Singkatnya, hasil penelitian yang ditulis dalam bentuk artikel
dalam jurnal akan memberikan dampak akademis yang lebih cepat dan luas daripada
laporan teknis resmi (Widodo, dkk., 2015).
Jurnal Ilmiah mempunyai kaidah-kaidah khusus yang harus diikuti oleh
peneliti. Kaidah-kaidah tersebut sudah terstandarisasi pada setiap kelompok bidang
ilmu. Adapun sistematika penulisan artikel jurnal ilmiah atau karya tulis ilmiah di
antaranya (Widodo, dkk., 2015):
a. Judul: ditulis dengan singat dan padat, maksimal 13 katas, dan harus mencerminkan
substansi penelitian yang diuraikan pada batang tubuh artikel.
b. Nama Penulis: ditulis tanpa gelar, letaknya dibawah judul artikel yang berasal dari
nama kelompok, semua anggota harus dicantumkan dengan ururtan yang sama.
33
c. Instansi dan Alamat Penulis: ditulis nama instansi tempat penulis berasal dan
alamat e-mail yang letaknya di bawah nama penulis, jika penulis lebih dari seorang,
alamat e-mail cukup ketuanya saja.
d. Abstrak: ditulis dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris, satu alinea yang
panjangnya antara 120-150 kata. Abstrak artikel kajian ilmiah terdiri atas
permasalahan dan inti pembahasan secara substansial, sedangkan artikel hasil
penelitian terdiri atas tujuan, metode, dan hasil.
e. Kata Kunci: diisi kata atau istilah yang mencerminkan esensi konsep dalam
cakupan permasalahan, terdiri atas beberapa buah kata/istilah dan disebut dalam
judul/abstrak. Kata kunci ditulis di bawah abstrak dengan jarak satu baris dan
dicetak miring-tebal.
f. Batang Tubuh Artikel: (i) artikel kajian ilmiah terdiri atas pendahuluan yang berisi
permasalahan dan kerangka pikir atau kerangka analisis, sub-sub judul yang berisi
pembahasan, dan kesimpulan. (ii) artikel hasil penelitian terdiri atas pendahuluan
yang memuat latar belakang masalah (maksimal 20%), metode penelitian (15 %),
hasil dan pembahasan (60%), serta kesimpulan (5%).
g. Ucapan Terima Kasih: ditujukan kepada berbagai pihak yang membantu penulisan,
misalnya sponsor penelitian dan narasumber.
h. Daftar Pustaka: diusahakan paling banyak dari sumber primer (jurnal) mutakhir (3-
5 tahun) dan hanya mencantumkan sumber yang ditunjuk di dalam batang tubuh
artikel. Sebaliknya, nama yang dirujuk dalam batang tubuh harus ada dalam daftar
pustaka. Daftar pustaka tidak boleh memuat karya penulis sendiri. Penulisannya
mengikuti APA Referencing Style.
34
i. Cara merujuk pengarang di dalam batang tubuh artikel harus menyebutkan nama
belakang pengarang, tahun, dan halaman (jika perlu). Contoh: (Mitchel, 2012:53)
atau Mitchel (2012:53).
35
2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
:yang diteliti
: tidak diteliti
: ada hubungan
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Kolam renang
Persyaratan air kolam renang
Kuantitas Kualitas
Syarat fisik Kapasitas jumlah pengunjung yang
sesuai standar
Syarat bakteriologis
Syarat kimia
1. Suhu 2. Warna 3. Bau 4. Rasa
1. Oksigen 2. Sisa Khlor 3. pH 4. Zat Kimia
(Ca, Mg, Cu, Al)
1. Total Koliform (MPN)
2. Jumlah Kuman
Terjadinya gangguan kesehatan pada pengguna/pengunjung seperti iritasi mata, batuk, pilek, dan gangguan-
gangguan kesehatan lainnya
Jika sisa khlor ≥ 0,5 mg/L maka akan terjadi gangguan pada kesehatan
Jika sisa khlor ≤ 0,2 mg/L maka kuman-kuman di dalam air kolam renang tidak terdesinfeksi secara maksimal
Dikembangkan menjadi Sumber Belajar Biologi berupa Jurnal Ilmiah yang berdasarkan Silabus Kurikulum 2013 Kelas X-IPA Materi “Perubahan Lingkungan/Iklim dan Daur Ulang Limbah” KD 3.10 yakni Menganalisis data perubahan lingkungan dan dampaknya bagi kehidupan.