12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Karakter
a. Definisi Karakter
Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki beragam karakter.
Manusia memiliki akhlak mulia tidak secara otomatis sejak dilahirkan,
namun membutuhkan proses panjang melalui pendidikan dan pengasuhan
(proses “pengukiran”) yang dimulai sejak anak dilahirkan. Charassein
atau karakter dalam bahasa yunani yang berarti mengukir sehingga
membentuk pola (Megawangi, 2009:11). Berdasarkan pendapat ahli
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan sikap yang
telah dimiliki manusia sejak lahir serta dibentuk secara bertahap dan
terus menerus.
Karakter merupakan cerminan perilaku dari suatu sifat yang dilakukan
manusia. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Suyanto (dalam
Daryanto, 2013:9) menyatakan bahwa karakter adalah ciri khas setiap
individu dalam berperilaku dan berpikir untuk hidup berkerja sama dalam
lingkungan keluarga maupun masyarakat, bangsa dan negara. Karakter
dapat diartikan sebagai gambaran kepribadian seseorang.
Karakter dapat menjadi landasan terbentuknya suatu kepribadian
seseorang. Orang yang mempunyai karakter baik, maka perilaku dalam
masyarakat yang ditunjukan juga baik. Hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Yaumi (dalam Daryanto, 2013:9), bahwa karakter dapat
13
menggambarkan kualitas moral individu yang tercermin dalam segala
tingkah lakunya yang mengandung unsur kejujuran, ketabahan,
keberanian dan kesetiaan atau kebiasan dan perilaku yang baik.
Berdasarkan dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa karakter
adalah bentuk perilaku dan sikap yang dimiliki oleh manusia. Karakter
juga merupakan ciri khas sifat seseorang yang dimiliki serta
dikembangkan melalui kehidupan bermasyarakat dan melalui progam
pendidikan dengan berbasis karakter.
2. Pendidikan Karakter
a. Definisi Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah sarana untuk mengembangan pengetahuan dan
pembentukan karater individu. pendidikan adalah usaha sadar oleh
seseorang yang dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan dan
mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (dalam Depdiknas, 2013) menyatakan
bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar serta terencana dalam
mewujudkan proses pembelajaran dan susasana belajar agar siswa dapat
secara aktif mengembangkan potensi agar memiliki kekuatan spriritual
keagamaan, kpribadian, pengendalian diri, akhlak mulia, kecerdasan serta
keterampilan yang diperlukan baik untuk dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Melalui pernyataan diatas, maka diketahui bahwa Pendidikan juga
mempunyai peran untuk membentuk karakter baik dalam diri individu.
Oleh sebab itu, pendidikan yang berlandaskan karakter perlu untuk
14
dikembangkan. Hal tersebut tertuang di dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan serta membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang
bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa.
Pendidikan karakter diartikan dengan pendidikan yang berlandaskan
karakter. Dirjen Dikti (dalam Barnawi, 2012:24) menyatakan bahwa
pendidikan karakter diartikan sebagai pendidikan budi pekerti,
pendidikan watak, pendidikan nilai, pendidikan moral yang bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan siswa. pendidika karakter juga
merupakan pendidikan yang dilakukan secara terus menerus dan
bertahap, karena pendidikan karakter tidak hanya menilai hasil yang
didapat oleh siswa dalam pembelajaran, tetapi juga dalam hal proses. Hal
ini sejalan dengan pendapat dari Barnawi (2012:17) yang menyatakan
bahwa pendidikan karakter merupakan suatu proses yang panjang tidak
serta merta akan menampakkan hasil.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pendidikan karakter dapat juga diartika sebagai pendidikan nilai.
Pendidikan karakter juga merupakan proses yang dilakukan secara
bertahap dan terus menerus. Selain itu pendidikan karakter juga memiliki
tujuan untuk mengembangkan kemampuan dari siswa.
15
b. Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah upaya secara terus menerus yang
dilakukan lembaga pendidikan serta bertujuan untuk menjadikan siswa
memiliki karakter yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Barnawi
(2012:28) yang menyatakan bahwa pendidikan karakter memiliki tujuan
untuk perubahan kualitas dari tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek
afektif, dan aspek psikomotorik yang bertujuan akhir terwujudnya insan
yang berkarakter dan berilmu. Selain itu Masnur (2013:81) juga
menyatakan bahwa.
Tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan serta hasil pendidikan yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter serta akhlak mulia siswa secara
utuh, seimbang dan terpadu. Melalui pendidikan karakter siswa
diharapkan secara mandiri mampu menggunakan dan
meningkatkan pengetahuanya, mengkaji serta
menginternalisasikan, dan mempersonalisasiakan akhlak mulia
dan nilai-nilai karakter sehingga dapat terwujud melalui perilaku
sehari-hari.
Pendidikan merupakan suatu proses pendewasaan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Megawangi (2009:93), yang menyatakan bahwa
pendidikan merupakan usaha mendidik anak-anak agar dapat mengambil
suatu keputusan dengan bijak serta mempraktikkanya di dalam
kehidupan sehari-hari agar bisa memberikan kontribusi positif terhadap
lingkunganya.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
karakter merupakan usaha yang dilaksanakan secara berkelanjutan.
Pendidikan karakter juga bertujuan untuk membentuk kepribadian yang
berlandaskan pendidikan kepada siswa melalui pengetahun, perasaan,
16
serta tindakan yang dapat diterima dan berguna untuk dirinya dalam
kehidupan bermasyarakat. Pendidikan karakter juga memiliki beberapa
nilai-nilai yang baik untuk diterapkan.
c. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Nilai-nilai dalam pendidikan karakter yaitu 18 nilai. Semua nilai
karakter tersebut merupakan nilai-nilai yang harus diterapkan pada siswa
sedini mungkin. Menurut Permendiknas No. 2 Tahun 2010, nilai-nilai
dalam pendidikan karakter antara lain adalah: Religius, Toleransi, Jujur,
Kerja Keras, Mandiri, Disiplin, Demokrasi, Menghargai Prestasi, Rasa
Ingin Tahu, Cinta Tanah Air, Kreatif, Semangat Kebangsaan,
Komunikatif atau Besrsahabat, Gemar membaca, Peduli sosial, Peduli
Lingkungan dan Tanggung-Jawab.
Berdasarkan dari pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa pendidikan
karakter adalah pendidikan yang menanamkan serta mengajarkan nilai-
nilai kebaikan yang akan berguna di kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan karakter juga diajarakan secara bertahap dan terus menerus
guna membentuk siswa yang berkarakter baik, sesuai norma yang ada
dalam masyarakat.
Pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia dimulai pada tahun
2010 yang berlandaskan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan
Karakter Bangsa serta didasari oleh kebijakan Gerakan Nasional
Pendidikan Karakter. Dalam buku konsep dan pedoman penguatan
pendidikan karakter (Kemendikbud, 2017:5) dijelaskan bahwa
pelaksanaan pendidikan karakter perlu untuk dilanjutkan, diperdalam,
17
dioptimalkan, dan juga bahkan diperluas sehingga diperlukan adanya
penguatan pendidikan karakter bangsa.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat diketahui bahwa
pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengajarkan nilai-nili
kebaikan. Pendidikan karakter perlu untuk dioptimalkan dan diperdalam
lagi. Hal ini telah dibuktikan dengan diperbaharuinya pendidikan
karakter menjadi penguatan pendidikan karakter.
3. Penguatan Pendidikan Karakter
a. Definisi Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan pendidikan karakter merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk menunjang pelaksanaan Gerakan Nasional Revolusi
Mental (GNRM). Pemerintah telah mengimplementasikan pendidikan
berbasis karakter. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) juga merupakan
suatu program lanjutan pemerintah sebagai gerakan nasional. Hal
tersebut tertera dalam Kemendikbud (2017:1) menyatakan bahwa
pendidikan karakter pernah diluncurkan pada 2010 sebagai gerakan
nasional, namun belum cukup kuat. Oleh sebab itu, pendidikan karakter
perlu untuk diperkuat dan digaungkan kembali melalui program nasional
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa penguatan
pendidikan berbasis karakter telah diterapkan sejak lama. Penerapan
pelaksanaan penguatan pendidikan karakter tidak lepas dari pelaksanaan
pendidikan karakter sebelumnya, yaitu untuk memperkuat penanaman
karakter yang baik pada siswa. Hal tersebut sesuai dengan isi Rencana
18
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2015-2019 yang
mengatakan “Penguatan pendidikan karakter anak usia sekolah di semua
jenjang pendidikan untuk memperkuat nilai akhlak, moral serta
kepribadian siswa dengan memperkuat pendidikan karakter yang
terintegrasi dalam mata pelajaran”. Penguatan pendidikan karakter
mempunyai lima nilai utama. Nilai-nilai tersebut tidak jauh berbeda dari
nilai-nilai pendidikan karakter yang sebelumnya.
b. Nilai-nilai Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan pendidikan karakter memiliki nilai-nilai utama yang
terdapat didalamnya. Nilia-nilai tersebut merupakan lanjutan dari nilai
pendidikan karakter yang telah dikelompokkan. Terdapat 5 nilai-nilai
utama dalam Penguatan Pendidikan Karakter yang berlandaskan pada
Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM), yaitu (1) Religius, (2)
Mandiri, (3) Integritas, (4) Nasionalis, dan (5) Gotong Royong.
(Kemendikbud, 2017:8-9). Kelima nilai karakter tersebut merupakan
nilai-nilai karakter dalam pengimplementasian Pancasila.
Kelima nilai tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Religius
Nilai karakter religius berkaitan dengan segala tindakan dan
hubungan dengan Tuhan yang Maha Esa. Subnilai religius adalah
toleransi, cinta damai, teguh pendirian, menghargai perbedaan agama
dan keyakinan, kerjasama antar pemeluk agama dan kepercayaan,
percaya diri, mencintai lingkungan, anti buli dan kekerasan, ketulusan
19
tidak memaksakan kehendak, persahabatan, dan melindungi yang
kecil dan tersisih.
2. Mandiri
Nilai karakter mandiri merupakan suatu bentuk perilaku dan sikap
pada diri seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain dalam
semua hal di kehidupan bermasyarakat sebelum mencoba untuk
melakukan sendiri. subnilai mandiri adalah kreatif dan inovatif,
tangguh, kerja keras (etos), disiplin, dan pemelajar sepanjang hayat.
3. Integritas
Nilai Integritas adalah salah satu nilai yang mencerminkan suatu
pribadi yang utuh di mata masyarakat dan lingkunganya. Subnilai
integritas yaitu kejujuran, tanggungjawab, komitmen moral,
keteladanan, antikorupsi dan cinta padakebenaran.
4. Nasionalis
Nilai Nasional merupakan bentuk berpikir dan tindakan yang
didasari pada skap kebangsaan dengan cara menempatkan kepentingan
bangsa serta negara diatas kepentingan pribadi maupun golongan.
Subnilai nasionalis yaitu semangat kebangsaan, rela berkorban, cinta
tanah air, menghargai kebhinekaan, serta taat hukum.
5. Gotong Royong
Nilai gotong royong merupakan suatu tindakan sosial yang
mencerminkan kekompakan/ kebersamaan ketika menjalankan hal
apapun. Subnilai gotong royong yaitu kekeluargaan, kerjasama, aktif
20
dalam gerakan komunitas, solidaritas, serta berorientasi pada
kemaslahatan bersama.
Berdasarkan paparan diatas, dapat diketahui bahwa setiap nilai-
nilai pada penguatan pendidikan karakter dalam penerapanya tidak
dapat berkembang dan berdiri sendiri-sendiri, melainkan berbagai
nilai karakter tersebut saling mempunyai keterkaitan yang akan saling
melengkapi dan berinteraksi satu dengan lainya, membentuk keutuhan
karakter yang sempurna dan berkembang secara dinamis. Penerapan
nilai-nilai karakter tersebut, juga diharapkan dapat membentuk sikap-
sikap positif yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan
bermasyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai yang dilaksanakanya.
c. Pelaksanaan Penguatan Pendidikan Karakter
Pelaksanaan penguatan pendidikan karakter merupakan
pengoptimalan kurikulum yang ada serta tidak mengubah kurikulum
yang telah dibuat oleh pihak sekolah. Pelaksanaan penguatan pendidikan
karakter diterapkan melalui sistem pendidikan secara keseluruhan,
budaya sekolah serta kerja sama dengan komunitas (Kemendikbud
2017:1). Selain itu juga tertulis di dalam buku konsep dan pedoman
penguatan pendidikan karakter (Kemendikbud 2017:14) yang
menyatakan fokus penguatan pendidikan karakter pada:
(1) Struktur program jenjang dan kelas, sekolah, ekosistem,
penguatan kapasitas dan guru. (2) struktur kurikulum dilakukan
melalui kegiatan ektra-kulikuler, keegiatan intra-kulikuler dan
kokulikuler, serta kegiatan non-kulikuler. (3) struktur kegiatan
praktis kegiatan pembentukan karakter dalam lingkungan sekolah
berdasarkan 4 dimensi pengolahan karakter ki hadjar dewantara
(olah hati, olah pikir, olah rasa/karsa, dan olah raga).
21
Penerapan penguatan pendidikan karakter hanya diterapkan sealam 5
hari waktu belajar disekolah dengan pertimbangan 2 hari dapat
digunakan untuk pengimplementasian penguatan pendidikan karakter
berasam dengan orang tua, dan interksi sosial dengan lingkungan sekitar
(Kemendikbud, 2017:8).
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa penguatan
pendidikan karakter merupakan salah satu usaha oleh pemerintah untuk
meningkatkan pelaksanaan pendidikan karakter yang sesuai pada nilai-
nilai dalam Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Pelaksanaan
penguatan pendidikan karakter dapat diterapkan dalam berbagai struktur
sekolah seperti kegiatan ektrakulikuler ataupun intrakulikuler,
pembelajaran kelas, dan budaya sekolah. Satu dari kelima nilai karakter
yang telah ditetapkan, terdapat nilai yang mencerminkan karakter moral
bangsa Indonesia yaitu nilai Integritas.
4. Penguatan Pendidikan Karakter Integritas
a. Definisi Penguatan Pendidikan Karakter Integritas
Satu dari lima nilai utama penguatan pendidikan karakter yang
diterapkan merupakan bentuk dari prinsip etika dan moral bangsa
Indonesia dalam kehidupan bernegara. Nilai tersebut yaitu nilai
Integritas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonsia (KBBI) pengertian
dari Integritas dapat diartikan “sifat yang menunjukkan kesatuan yang
utuh sehingga memiliki kemampuan dan potensi yang memancarkan
kejujuran dan kewibawaan”. Hal serupa juga sesuai dengan pernyataan
Kemendikbud (2017:9) yang menyatakan bahwa nilai karakter integritas
22
merupakan suatu nilai yang mendasari perilaku seseorang yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai individu yang selalu
dapat dipercaya baik dalam perkataan, pekerjaan, dan tindakan, serta
memiliki kesetiaan dan komitmen pada nilai-nilai moral dan kemanusian
(integritas moral).
Berdasarkan dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
Integritas merupakan suatu sifat atau perilaku yang harus dimiliki pada
setiap Individu. Integritas juga merupakan ciri khas dari perilaku atau
sifat yang mencerminkan pribadi seseorang. Sifat dan perilaku
masyarakat yang berintegritas dapat membentuk moral bangsa menjadi
lebih baik. Nilai tersebut harus tetap ada dan selalu terlaksana dalam
masyarakat sebagai suatu bentuk dari prinsip etika dan moral bangsa
Indonesia.
Sub nilai yang terdapat dalam nilai karakter integritas antara lain
yaitu, kejujuran, tanggungjawab, keteladanan, antikorupsi, cinta pada
kebenaran serta komitmen moral. Salah satu nilai yang terdapat pada
nilai integritas merupakan pondasi awal dalam menanamkan nilai-nilai
moral pada anak. Sub nilai tersebut yaitu sub nilai kejujuran.
5. Penguatan Pendidikan Karakter Integritas Subnilai Kejujuran
a. Definisi Kejujuran
Kejujuran merupakan suatu sifat atau perilaku yang mencerminkan
kebenaran dan dapat dipercaya baik ucapan ataupun perbuatan yang
dilakukan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “jujur berarti
tidak curang, lurus hati, tidak berbohong serta tulus dan ikhlas”.
23
Sedangkan Samani & Hariyanto (2013:51) menyatakan bahwa jujur
adalah terbuka, menyatakan apa adanya, konsisten antara apa yang
dilakukan dan dikatakan, dapat dipercaya, serta tidak curang.
Berdasarkan dari pernyataan diatas, maka dapat diketahui bahwa
kejujuran merupakan suatu perbuatan baik berupa tindakan ataupun
ucapan yang sesuai dengan kenyataan, dan tidak berperilaku yang
melanggar aturan. Selain itu, kejujuran juga merupakan suatu sifat yang
melekat pada suatu individu serta menjadi hal penting untuk diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Kejujuran dapat diajarkan dalam lingkungan keluarga maupun
masyarakat. Kejujuran juga dapat dan harus diajarkan di sekolah. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Lickona (2013:74) yang menyatakan bahwa
kejujuran merupakan salah satu nilai yang harus diajarkan dan
ditanamkan dalam lingkungan sekolah. Oleh sebab itu, kejujuran
merupakan suatu hal yang sangat penting diajarkan dalam kehidupan.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, maka dapat diketahui bahwa
kejujuran merupakan suatu sikap seseorang yang mencerminkan suatu
kebenaran tanpa ada yang ditutupi baik dalam perkataan maupun
perbuatan. Kejujuran juga dapat diartikan sebagai kesamaan baik antara
hati, ucapan maupun tindakan seseorang. Selain itu kejujuran juga
merupakan sifat pada suatu individu yang harus ditanamkan dan
diajarkan sedini mungkin. Nilai tersebut dapat diajarkan baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat
24
tempat dia tinggal. Kejujuran juga memiliki karakteristik didalamnya
yang mencerminkan nilai moral dalam diri seseorang.
b. Karakteristik Kejujuran
Kejujuran juga memiliki karakteristik yang dapat dilihat dari perilaku
seseorang. Menurut Kesuma (2012:17) menyatakan bahwa seseorang
yang memiliki nilai karakter jujur pada dirinya dapat dicirikan dengan
perilaku diantaranya yaitu jika bertekad melakukan sesuatu maka
tekadnya adalah sebuah kebenaran, jika berkata tidak berbohong, dan
adanya kesamaan yang dikatakan hatinya dengan yang dilakukan.
karakter jujur juga merupakan karakter yang dapat menjadikan sesorang
cinta pada kebenaran.
Mustari (2011:19) juga berpendapat bahwa kejujuran harus diterapkan
sejak usia dini, kapan saja, dan dimana saja. Penerapan nilai kejujuran
dapat dilaksanakan di sekolah. Guru berperan penting dalam penerapan
nilai kejujuran. Guru dapat membuat peraturan dalam menegakkan
kejujuran pada siswa di sekolah. Indikator pencapaian siswa dalam
menanamkan nilai kejujuran di sekolah dasar yaitu:
(1) Menyatakan sesuatu apa adanya dan sesuai dengan keadaan
sebenarnya
(2) Bersedia mengakui kesalahan jika salah, keterbatasan ataupun
kekurangan dirinya
(3) Tidak suka berbohong
(4) Tidak mencontek
(5) Berani mengakui suatu kesalahan, dan
25
(6) Tidak memanipulasi informasi/fakta
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa karakter kejujuran dapat dilihat dari perilaku seseorang. Perilaku
dapat mencerminkan karakter seseorang. Ciri yang dapat dilihat dari
karakteristik kejujuran adalah menyatakan sesuatu berdasarkan keadaan
sebenarnya, serta memiliki kesamaan yang dikatakan hati dan yang
dilakukan.
Nilai kejujuran juga perlu untuk ditanamkan sejak usia dini.
Kejujuran penting untuk diajarkan dan ditanamkan pada anak, sebab
anak merupakan generasi penerus bangsa. Penanaman nilai kejujuran
dapat dilaksanakan di sekolah.
c. Pentingnya Nilai Kejujuran di Sekolah
Jujur merupakan nilai yang penting yang harus dimiliki oleh setiap
individu. Sifat jujur tidak hanya dapat diucapkan, namun juga harus
tercermin pada perilaku dalam kehiduapan sehari-hari. Selain itu, nilai
kejujuran juga penting untuk diterapkan di sekolah sejak usia dini. Hal
ini sesuai dengan pendapat dari Kesuma (2012:16) yang mengatakan
bahwa kejujuran menjadi nilai yang sangat penting dalam konteks
pembangunan karakter di sekolah untuk menjadi menjadi karakter anak-
anak Indonesia saat ini.
Fitri (2012:14) berpendapat bahwa saat ini nilai kejujuran sudah
semakin menghilang dari bangsa Indonesia saat ini serta bangkitnya nilai
kebohongan dalam semua bidang, mulai dari ekonomi, politik, sosial
bahkan hingga pada dunia pendidikan. Pendidikan berperan sebagai
26
pondasi awal perbaikan moral dan budaya bangsa Indonesia. Oleh karena
itu, sekolah berperan sebagai fasilitator dalam pentingnya mengajarkan
dan menerapkan sikap jujur pada siswa. Hal ini bertujuan untuk
menanamkan kebiasaan jujur pada diri siswa sejak usia dini, serta
berharap sikap tersebut akan menjadi sebuah kebiasaan sampai dewasa.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai
kejujuran penting untuk diterapkan sejak usia dini. Kejujuran juga
menjadi nilai yang penting dalam pembangunan karakter anak. Selain itu,
sekolah juga berperan sebagi fasilitator dalam mengajarkan dan
menerapkan nilai kejujuran.
d. Peran Sekolah dalam penerapan Nilai Kejujuran
setiap komponen sekolah memiliki peran masing-masing dalam
mewujudkan budaya sekolah berbasis karakter. komponen tersebut mulai
dari kepala sekolah hingga orang tua. Semua komponen harus saling
berkerjasama dalam mengimplementasikan sekolah berbasis karakter
tersebut. Peran yang dapat dilaksanakan dari masing-masing komponen
adalah sebagai berikut
(1) Kepala Sekolah
Kepala sekolah memiliki peran yang dapat dilakukan dalam
membangun sekolah berbasis budaya. Hal ini sesuai dengan pendapat
dari Sudrajat (2011:149) menyatakan bahwa peran dari kepala sekolah
dalam mengembangkan budaya sekolah berbasis karakter sangat
menentukan, yaitu dengan melakukan pembinaaan secara terus menerus,
pengajaran, serta penguatan karakter yang baik kepada semua warga
27
sekolah (guru, karyawan, dan siswa). Kepala sekolah juga harus menjadi
teladan bagi seluruh warga sekolah mulai dari guru, karyawan, siswa, dan
orang tua siswa. selain itu kepala sekolah juga harus melakukan
komunikasi dengan seluruh warga sekolah mengenai terwujudnya suatu
budaya sekolah dngan karakter terpuji yang akan tercipta dalam
lingkungan sekolah.
(2) Guru
Guru harus mempersiapkan berbagaistrategi dan pilihan dalam
menanamkan setiap norma-norma, nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan
yang ada dalam setiap pembelajaran yang diampuhnya. Guru dapat
memilih berbagai cara dalam proses pembelajaranya. Guru juga berperan
sebagai model dalam kelasnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
dari Sudrajat (2011:150) yang menyatakan bahwa peran guru dalam kelas
juga sebagai model yang langsung berinteraksi dengan siswa, maka guru
harus mampu menjadi contoh bagi siswa dalam menanamkan nilai-nilai
karakter. Berdasarkan pernyataan diatas maka kaitanya dengan
penerapan nilai kejujuran adalah guru harus dapat memberikan contoh
kejujuran di dalam lingkungan sekolah, baik terintegrasi pada
pembelajaran maupun perilaku di luar kelas.
(3) Keluarga
Pendidikan yang pertama kali diterima siswa adalah pendidikan
yang berasal dari keluarga. Orang tua merupakan pembina pribadi
pertama dalam diri seorang siswa seperti sikap dan kepribadian. Orang
tua harus memberikan contoh baik pada anak agar mendapatkan suatu
28
pengalaman yang baik. Pengalaman baik tersebut akan dapat mebantu
siswa dalam membentuk karakter yang unggul.
(4) Komite sekolah dan Masyarakat
Sekolah bersama dengan komite sekolah dapat bersama-sama
membuat dan menyusun suatu kegiatan yang mendukung terwujudnya
pembiasaan dan pingimplementasian karakter baik untuk seluruh warga
sekolah (guru, karyawan, siswa dan orang tua).
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat diketahui bahwa
penanaman nilai kejujuran harus mendapat dukungan dari semua elemen
sekolah. Semua warga sekolah juga harus saling bekerjasama dalam
mewujudkan nilai-nilai kejujuran. Penanaman nilai kejujuran tidak hanya
dapat diajarkan di luar kelas melainkan juga di dalam kelas. Nilai
tersebut dapat diajarkan yaitu saat proses pembelajaran dikelas
berlangsung melalui pembelajaran tematik.
6. Pembelajaran Tematik Terpadu
a. Definisi Pembelajaran Tematik Terpadu
Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang saling
berkaitan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainya.
Pembelajaran tematik juga merupakan pembelajaran yang memberikan
pengalaman bermakna pada siswa. Rusman (2012:254) menyatakan
bahwa pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran terpadu
yang menggunakan pendekatan pada siswa melalui pengalaman yang
bermakna. Selain itu, Majid (2014:80) menyatakan bahwa pembelajaran
tematik merupakan pembelajaran terpadu yang mengaitkan beberapa
29
mata pelajaran dengan menggunakan tema sehingga memberikan
pengalaman yang bermakna pada siswa.
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat diketahui bahwa
pembelajaran tematik merupakan pembelajaran dengan menggunakan
tema. Penggunaan tema tersebut didasarkan pada beberapa mata
pelajaran yang digabungkan menjadi satu. Mata pelajaran yang telah
digabungkan tidak dipilih secara acak melainkan dipilih dan dipilah
terlebih dahulu, sehingga akan menjadi satu kesatuan yang
berkesinambungan. Pembelajaran tematik juga merupakan suatu
pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar bermakna bagi
siswa. Oleh sebab itu, maka pembelajaran tematik perlu untuk diterapkan
pada siswa sekolah dasar.
b. Pentingnya Pembelajaran Tematik untuk Siswa Sekolah Dasar
Pembelajaran tematik di dalam penerapanya menekankan pada
konsep belajar dengan melakukan sesuatu. Siswa dapat memperoleh
pengalaman secara langsung melalui pembalajaran tematik. Siswa juga
akan menemukan sendiri pengetahuan yang sedang dipelajari.
Pembelajaran tematik penting untuk diterapkan pada sekolah dasar.
Rusman (2012:257) berpendapat bahwa siswa di sekolah dasar
pada umumnya masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan.
Perkembangan fisiknya juga tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan
sosial, mental, dan emosional. Daryanto (2014:81) juga menyatakan
bahwa siswa kelas rendah belum bisa berpikir secara abstrak dalam
30
memahami konten mata pelajaran terpisah kecuali siswa kelas tinggi (IV,
V, dan VI) sudah dapat berpikir secara abstrak.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran tematik penting untuk diimplementasikan pada
siswa sekolah dasar. Pembelajaran tematik tersebut tidak hanya
memberikan pengalaman tetapi juga makna bagi siswa. Selain itu,
pembelajaran tematik juga sudah disesuaikan dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa dan karakteristik siswa sekolah dasar.
7. Karakteristik Anak Sekolah Dasar
Anak yang berada di kelas awal Sekolah Dasar merupakan anak
yang berada dalam rentangan usia dini. Masa tersebut merupakan masa
yang penting bagi kehidupan seseorang. Oleh sebab itu, pada masa ini
semua potensi yang dimiliki oleh anak perlu untuk didorong agar dapat
berkembang secara optimal. Setiap anak mengembangkan kemampuan
berpikirnya bedasarkan tahapan yang teratur.
Setiap siswa tentu memiliki karaktersitik masing-masing yang
menjadi ciri khas pribadi itu sendiri. Pentingnya penanaman nilai-nilai
karakter yang baik bagi siswa sejak dini agar karakter tersebut terus
diterapkan hingga dewasa. Eka (2008:110) berpendapat bahwa usia
sekolah dasar merupakan usia perkembangan moral dengan ditandainya
kemampuan anak dalam memahami norma, aturan, dan etika yang
berlaku di masyarakat. Pola asuh orang tua dan orang-orang di sekitarnya
banyak berpengaruh terhadap perilaku moral anak. Oleh sebab itu, orang
31
tua harus dapat memberikan contoh dan perilaku yang baik serta seuai
dengan nilai-nilai karakter baik.
Perkembangan anak memiliki fase, menurut Piaget (dalam Suyono &
Hariyanto, 2017: 83-85) menyatakan bahwa dalam teori perkembangan
anak dibagi menjadi 4 fase yaitu (1) sensori motor, (2) pra operasional,
(3) operasional konkret, dan (4) operasional formal. Adapun penjelasan
dari fase-fase tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Sensori motorik
Fase ini adalah fase pada anak usia 0-2 tahun. Fase ini dicirikan
dengan perilaku anak yang benar-benar egosentris, gambaran
mentalnya mulai tampak, dan dan sudah dapat mengenali objek.
(2) Pra operasional
Fase ini dimulai pada anak usia 2-7 tahun. Pada fase ini dicirikan
pada anak yang cara berpikirnya sudah melibatkan banyak simbol,
berkembang, keterampilan berbahasanya, masih ada sisa berpikir
egosintrisnya, yaitu tidak menyadari bahwa orang lain dapat
memiliki pandangan yang berbeda denganya tentang objek atau
fenomena yang sama.
(3) Operasional konkret
Fase ini diawali pada anak usia 7-11 tahun. Anak lebih memilih
untuk memecahkan masalah dengan menggunakan benda konkret.
Sifat egosentrisnya juga sudah mulai berkurang. Selain itu, dalam
usahanya tentang mengerti alam sekitar sudah tidak terlalu
menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindera.
32
Anak juga sudah seringkali dapat mengikuti penalaran atau logika,
tetapi jarang mengetahui jika membuat kesalahan.
(4) Operasional formal
Fase ini dimulai pada saat anak berusia 11 tahun dan seterusnya.
Pada fase ini anak sudah mampu berpikir secara abstrak dan logis.
Anak juga sudah mampu memikirkan tentang bebrapa alternatif
pemecahan masalah. Setiap variabel dipertimbangkan sebelum
mengambil suatu keputusan. Selain itu cara berpikir ilmiah juga
sudah berkembang serta dapat menilai pemikiranya senidiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa anak
pada usia sekolah dasar berada pada fase operasional konkret. Pada fase
tersebut anak sudah dapat memahami suatu konsep, hukum, dan teorema
melalui benda konkret dan keadaan yang kontekstual (sesungguhnya).
Oleh sebab itu, pola asuh orang tua dan lingkungan disekitarnya
berpengaruh pada perilaku anak.
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan pendidikan
karakter dan kejujuran yang telah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya,
anatara lain yaitu:
1. penelitian yang dilakukan oleh Alex Dwi Kurniawan (2014) dengan judul
“Implementasi Nilai Kejujuran di Sekolah Dasar Negeri Kotagede 5
Yogyakarta”. Hasil dari penelitian yang diperoleh adalah nilai kejujuran
yang dikembangkan adalah dengan cara membangun kantin kejujuran.
Selain itu indikator keberhasilanya meliputi mengerjakan dan membuat
33
tugas secara benar, tidak memberi contekan dan tidak menyontek.
Pengintegrasian nilai karakter jujur juga diterapkan dalam program
pengembangan diri, mata pelajaran, dan budaya sekolah. Implementasi
nilai karater jujur belum berjalan secara maksimal. Hal ini disebabkan
karena kurangna kepedulian siswa tehadap nilai kejujuran itu sendiri.
Persamaan penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu
pembahasan tentang penanaman nilai karakter jujur pada siswa di
sekolah dasar. Perbedaanya terdapat pada pembahasahan yang lebih
terfokus pada implementasi nilai karakter jujur pada berbagai program
yaitu program pengembangan diri, budaya sekolah, dan mata pelajaran.
2. penelitian yang dilakukan Edi Harapan (2017) yang berjudul
“Menanamkan Nilai-nilai Kejujuran di dalam Kegiatan Madrasah
Berasrama (Boarding School)”. Hasil yang diperoleh dari peneltian
tersebut adalah implementasi nilai-nilai kejujuran melalui kegiatan
pembinaan yang dilakukan di sekolah asrama. Pelaksanaan penanaman
nilai-nilai kejujuran sudah diatur dalam buku tata tertib asrama yang
mengatur tentang adat istiadat dan norma yang berlaku dalam lingkungan
asrama serta pelanggaran dan sanksi jika melanggarnya. Penanaman nilai
tersebut juga dilakuakan dengan menggunakan beberapa pendekatan dan
strategi antara lain yaiu melalui pembiasaan dan latihan, pembudayaan
kejujuran, serta pemberian contoh secara langsung. Selain itu,
Pencapaian program pelaksanaan implementasi nilai-nilai kejujuran
sudah sesuai dengan buku tata tertib asrama. Siswa yang tinggal di
asrama juga telah menunjukkan nilai-nilai kejujuran di dalam kegiatan
34
sehari-hari. Persamaan dari penelitian tersebut dengan penelitian yang
akan dilakukan yaitu mengenai penanaman pendidikan karakter nilai-
nilai kejujuran dan menggunakan metode kualitatif. Sedangkan
perbedaanya yaitu terletak pada fokus penanaman nilai karakter
kejujuran pada sekolah berasrama di MAN.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Azwandi Aludin (2018) dengan judul
“Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran
Tematik di Kelas IV SDN Mojolangu 2 Malang”. Hasil penelitian yang
diperoleh adalah implementasi penguatan pendidikan karakter
diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran dan program pengembangan
diri. Nilai karakter yang dikembangkan dan ditanamkan pada siswa
dalam pembelajaran tematik adalah lima nilai karakter yaitu religius,
mandiri, integritas, nasionalis dan gotong royong. Nilai-nilai karakter
tersebut sudah terlihat dan diterapkan ketika proses pembelajaran
berlangsung. Persamaan dari peneltian ini dengan penelitian yang akan
dilakukan yaitu variabel penelitian yang terfokus tpada siswa sekolah
dasar kelas IV dan pembelajaran tematik. Sedangkan perbedaan dari
penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah dalam
penelitian ini nilai-nilai karakter yang akan diteliti lebih banyak yaitu
lima nilai karakter yang telah ditetapkan oleh Kemendikbud.
35
Tabel 2.1 Tabel Kajian Penelitian Relevan
No Nama
Peneliti
Judul Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Alex Dwi
Kurniawan
(2014)
Implementasi
Nilai Kejujuran di
Sekolah Dasar
Negeri Kotagede
5 Yogyakarta
1. Pembahasan tentang
penanaman nilai
karakter jujur pada
siswa SD
1. Pembahasan lebih
terfokus pada
implementasi
nilaikarakter jujur pada
berbagai program
(pengembangan diri,
budaya sekolah, dan
mata pelajaran)
2. Edi Harapan
(2017)
Menanamkan
Nilai-nilai
Kejujuran di
dalam Kegiatan
Madrasah
Berasrama
(Boarding school)
1. Penanaman
pendidikan karakter
nilai-nilai kejujuran
2. Menggunakan
metode kualitatif
1. Fokus penanaman
nilaikarakter jujur
melalui sekolah
berasrama
2. Penelitian dilakukan
pada siswa MAN
3. Azwandi
Aludin (2018)
Implementasi
Penguatan
Pendidikan
Karakter Pada
Pembelajaran
Tematik di Kelas
IV SDN
Mojolangu 2
Malang
1. Variabel penelitian
terfokus pada siswa
sekolah dasar dan
pembelajaran tematik
2. Melakukan
penelitian tentang
penguatan
pendidikan karakter
1. Nilai-nilai karakter
yang diteliti lebih
banyak, yaitu kelima
nilai karakter dalam
penguatan pendidikan
karakter.
Berdasarkan kajian penelitian yang relevan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter Integritas sub nilai
kejujuran dapat diterapkan melalui pembelajaran tematik. Penelitian ini akan
meneliti secara rinci dan mendalam tentang penerapan penguatan pendidikan
karakter integritas sub nilai kejujuran melalui pembelajaran tematik. Ketiga
penelitian di atas dapat dijadikan sebagai acuan untuk dilakukanya penelitian
yang berjudul “Analisis Penguatan Pendidikan Karakter Integritas Sub Nilai
Kejujuran Melalui Pembelajaran Tematik Pada Siswa Kelas IV SDN
Sidokaton Jombang”
36
C. Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Fenomena yang ada:
1. Penguatan pendidikan karakter
yang diterapkan pada tahun 2016
2. Banyaknya kasus korupsi karena
tidak lagi menghargai nilai
kejujuran
3. Kemersotan nilai moral terutama
nilai kejujuran pada semua
kalangan
4. Penerapan kurikulum 2013 (K13)
Fakta di lapangan:
1. Belum semua sekolah menerapkan penguatan pendidikan
karakter
2. Lebih dari 5 siswa yang mencuri, baik kasus yang kecil
hingga besar
3. Lebih dari 5 siswa mencontek saat diberikan tugas individu
maupun saat ulangan/ujian.
4. Kurikulum 2013 sudah diterapkan, sehingga penguatan
pendidikan karakter dapat diimplementasikan melalui
pembelajaran tematik.
Analisis Penguatan Pendidikan Karakter Integritas Sub Nilai Kejujuran Melalui
Pembelajaran Tematik Pada Siswa Kelas IV SDN Sidokaton Jombang
Pembelajaran Tematik
Pelaksanaan Penguatan Pendidikan Karkter
Religius Nasionalis Integritas Mandiri Gotong Royong
Kejujuran
Berkata sesuai dengan
kebenaranatau tidak
memutar balikkan fakta
dan tidak berdusta
Tidak bertindak dan
berperilaku yang
melanggar aturan
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Subjek penelitian yaitu seluruh siswa kelas IV di SDN Sidokaton
Jombang. Penelitian dilakukan pada bulan januari-februari 2019 dengan
prosedur penelitian yang berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Menyelaraskan pikiran, perkataa,
perbuatan dan perilaku yang
bermoral serta dapat
dipertanggungjawabkan
kebenaranya.