14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Regulasi Emosi
1. Emosi
Emosi menurut Goleman (Setyowati, 2005: 71) adalah dorongan
untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah
ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Kecenderungan untuk
bertindak ini dibentuk oleh pengalaman kehidupan serta budaya. Emosi
juga berarti seluruh perasaan yang kita alami seperti sedih, gembira,
kecewa, semangat, marah, dan cinta. Sebutan yang diberikan kepada
perasaan tertentu mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir
mengenai perasaan itu, dan bagaimana ia bertindak.
Menurut Gross (2016: 4) emosi muncul ketika seseorang
menghadiri suatu situasi dan melihatnya sebagai suatu yang relevan
dengan tujuaannya. Berkaitan dengan masalah emosi, Gohm dan Clore
(Sulistyaningsih 2013: 60) membagi emosi dalam dua bagian, yakni: (1)
Emosi positif, yaitu merupakan reaksi emosi yang dapat memberi
dampak menyenangkan bagi diri kita seperti ketenangan, rileks,
gembira, bahagia, dan sebagainya; dan (2) emosi negatif, yakni
merupakan reaksi emosi yang dapat memberi dampak tidak
menyenangkan bagi diri kita seperti sedih, putus asa, marah, keinginan
balas dendam, dan sebagainya. Berkaitan dengan masalah emosi yang
negatif, Sulistyaningsih (2013: 61) menyebutkan bahwa banyak anak-
anak Aceh yang mengalami masalah emosi yang negatif, tidak sedikit
dari anak-anak tersebut yang memendam rasa marah dan keinginan
balas dendam kepada orang yang telah membunuh orang yang
dicintainya.
Pada tingkat antar individu, emosi membantu memberikan
informasi kepada orang lain tentang keadaan internal seseorang dan
adanya tujuan dari perilaku. Pertukaran informasi tersebut merupakan
hal penting untuk menjalin hubungan bagi manusia dan sebagai penentu
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
15
dalam kesejahteraan sosial dan psikologis. Selain itu juga, fungsi dari
emosi adalah mendapatkan wawasan tentang nilai-nilai pribadi
seseorang yang merupakan faktor motivasi penting dalam pengambilan
keputusan.
Jadi, emosi merupakan reaksi terhadap suatu perkara yang
meliputi perasaan intens dengan ditunjukan kepada seseorang atau
sesuatu. Emosi merupakan faktor psikologis yang dapat mengubah
perilaku. Emosi terbagi menjadi dua bagian yaitu emosi negative dan
emosi positif. Emosi negative merupakan reaksi yang meliputi perasaan
dengan dampak yang tidak baik. Sedangkan emosi positif merupakan
emosi yang memiliki dampak yang baik untuk kehidupan seseorang.
Berkaitan dengan emosi, Coleman dan Hammen (Sobur, 2013:
400) menyebutkan, setidaknya ada empat fungsi emosi. Pertama, emosi
adalah pembangkit energy (energizer). Tanpa emosi, kita tidak sadar
atau mati. Hidup berarti merasai, mengalami, bereaksi dan bertindak.
Emosi membangkitkan dan memobilisasi energy kita. Kedua, emosi
adalah pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan diri kita
dapat diketahui dari emosi kita. Ketiga, emosi bukan saja pembawa
informasi dalam komunikasi interpersonal. Keempat, emosi juga
merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita.
Santrock (Primana &Christopora, 2017: 193) membagi
perkembangan emosi pada anak ke dalam 3 tahapan:
1. Expressing Emotions dimana pada tahap ini Self-awareness yaitu
perlu berkembang terlebih dahulu sehingga Self-conscious emotion
dapat dialami oleh anak ketika dirinya mampu untuk mengenali
dirinya dan sadar dirinya berbeda dari orang lain. Self awareness
merupakan kondisi dimana bayi menyadari bahwa mereka memiliki
identitas yang dikenali, terpisah dan berbeda dengan yang lainnya
diluar dirinya. Sedangkan Self Conscious emotion ialah kesadaran
diri yang mencakup kesadaran dan rasa “aku”, misalnya rasa malu,
empati dan iri.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
16
2. Understanding Emotions dimana anak menyadari bahwa situasi
tertentu cenderungmembangkitkan emosi tertentu, ekspresi wajah
mengindikasikan emosi yang spesifik, emosi berpengaruh terhadap
perilaku dan emosi dapat digunakan untuk mempengaruhi emosi
orang lain.
3. Regulating Emotions dimana tahapan ini memegang peranan di
dalam kemampuan anak untuk mengatur tuntutan dan konflikyang
mereka hadapi ketika berinteraksi dengan orang lain. Manusia
memiliki emosi dasar yaitu emosi negatif (termasuk di dalamnya
sedih, takut dan marah) serta emosi positif yaitu senang.
Menurut Salovey (Saptoto, 2010:15) istilah kecerdasan emosi untuk
menggambarkan sejumlah keterampilan yang berhubungan dengan
keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain, serta
kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan dan
meraih tujuan kehidupan.
Gross (2011:2) Perspektif emosi secara luas disepakati bahwa
mengacu pada kumpulan keadaan psikologis yang mencakup pengalaman
subjektif, perilaku ekspresif (misalnya wajah, tubuh, verbal) dan respon
fisiologis perifer (misalnya detak jantung, nafas). Emosi juga merupakan
fitur utama dalam setiap modelpsikologis pikiran manusia. Beberapa ahli
teori melihat emosi sebagai yang ditandai oleh pola unik dan relatif
konsisten dari respon subjektif, ekspresif dan fisiologis.
Model emosi dasar berpendapat bahwa kata emosi seperti marah,
sedih dan takut merupakan nama mekanisme unik yang menyebabkan
keadaan mental unik pula. Dalam pandangan ini, ada sejumlah keadaan
biologis dasar yang unik dalam bentuk, fungsi dan penyebab dari keadaan
lain seperti kognisi dan persepsi. Emosi adalah bangunan dasar pikiran yang
tidak dapat diurai menjadi hal lain. Pada model emosi dasar, setiap emosi
disebabkan oleh mekanisme khusus (program yang dapat mempengaruhi)
yang menghasilkan pengalaman terkoordinasi, respon baru, perilaku
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
17
ekspresif (misalnya raut wajah) dan respon otonom dan neuroendokrin,
Gross (2011:3).
Kemampuan seseorang dalam memaknai perasaan tindakannya
merupakan wilayah kecerdasan emosional. Salovey dan Mayer (Setyowati,
2005: 71) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai : “himpunan
bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau
perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain,
memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan. Kecerdasan emosional ditandai dengan
kualitas-kualitas: 1) empati 2) kemampuan mengungkapkan dan memahami
perasaan 3) kemampuan mengendalikan amarah 4) kemandirian 5)
kemampuan menyesuaikan diri 6) disukai orang lain 7) kemampuan
memecahkan masalah antarpribadi 8) ketekunan 9) kesetiakawanan 10)
keramahan; dan 11) sikap hormat.
Salah satu bagian dari kecerdasan emosi yang dapat dilatih adalah
regulasi emosi, bahwa regulasi emosi adalah usaha untuk mengatur atau
mengelola emosi atau bagaimana seseorang mengalami dan
mengungkapkan emosi yang dapat mempengaruhi perilaku individu untuk
mencapai tujuannya. Regulasi emosi mempunyai tujuan untuk
meminimalkan dampak negatif dari masalah yang dihadapi dengan cara
memonitor dan mengevaluasi pengalaman emosional.
Hurlock (Hidayati dkk, 2017:23) mengemukakan bahwa
pengekspresian emosi sangatlah penting karena persiapan fisik dan mental
untuk berinteraksi akan muncul apabila emosi dapat dilepaskan dengan cara
yang benar. Berbagai cara mengekspresikan emosi secara terkendali itu
tidak ada satupun yang sesuai dan menimbulkan kemarahan, sehingga
peneliti menggunakan teknik sosiodrama agar siswa dapat mengekspresikan
emosinya secara benar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang
kompleks dari organisme karena emosi memiliki pengaruh terhadap fungsi-
fungsi psikis seperti pengamatan, tanggapan dan pemikiran.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
18
2. Regulasi Emosi
Seseorang tidak hanya memiliki emosi, tetapi juga perlu mengatur
emosi mereka, dalam arti mereka perlu mengambil sikap terhadap emosi
mereka dan menerima konsekuensi dari tindakan emosional mereka.
Regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi
yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Gross (Habsyi, 2015:13) menyatakan bahwa regulasi emosi ialah
strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk
mempertahankan,memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari
respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang
memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi
yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga
dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif.
Gross (Anggraeny, 2014: 60) menyatakan bahwa regulasi emosi
ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk
mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari
respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang
memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi
yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga
dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif.
Menurut Thompson (Syahadat 2013: 24) yang mendefinisikan
regulasi emosi sebagai proses intrinsic dan ekstrinsik melalui pemantauan,
pengevaluasian dan pemodifikasian, reaksi-reaksiemosi sesuai dengan
tujuan dari individu yang bersangkutan.
Regulasi emosi yang dimaksud lebih kepada kemampuan individu
dalam mengatur dan mengekspresikan emosi dan perasaan tersebut dalam
kehidupan seharihari. Regulasi emosi diri ini lebih pada pencapaian
keseimbangan emosional yang dilakukan oleh seseorang baik melalui sikap
dan perilakunya.
Strongman (Alsa, Fitriani 2015:153) mendefinisikan regulasi emosi
sebagai proses individu memengaruhi emosi yang dimilikinya, kapan
mereka memilikinya, mengalaminya, serta mengekspresikan emosinya. Jadi
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
19
regulasi emosi dapat diartikan sebagai pemikiran atau peringatan yang
dipengaruhi oleh emosi individu, bagaimana individu mengalami dan
mengungkapkan emosinya.
Sementara itu, Gross (Imeldia, 2018: 17) mendefinisikan regulasi
emosi sebagai proses yang digunakan untuk mengatur emosi apa yang
dimiliki, kapan digunakan, dan bagaimana mengalami serta
mengekspresikan emosi tersebut. Regulasi emosi mengacu pada serangkaian
proses heterogen di mana emosi diatur. Hal yang sama juga diungkapkan
oleh Goldstein dan Naglieri (Imeldia, 2018: 17) yaitu regulasi emosi
mengacu pada proses di mana individu memantau, mengevaluasi, dan
memodifikasi emosinya dalam rangka mengendalikan emosi yang mereka
miliki, kapan mereka memilikinya, dan bagaimanamereka mengalaminya
dan mengekspresikan emosi tersebut.
Menurut Gross (Kartika, 2004; 263)Regulasi emosi juga
mempengaruhi pembentukan kepribadian dan menjadi sumber penting bagi
perbedaan individu. Misalnya, seseorang tetap tenang walaupun dalam
situasi tertekan, sedangkan individu ainnya siap „meledak‟ seperti gunung
berapi. Gross juga melihat regulasi emosi sebagai penghubung ke
pengertian yang lebih luas dari regulasi afeksi.
Regulasi emosi tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia.
Kesadaran atau proses kognitif membantu individu mengatur emosi-emosi
atau perasaan-perasaan, dan menjaga emosi tersebut agar tidak berlebihan.
Regulasi itu sendiri adalah bentuk kontrol yang dilakukan seseorang
terhadap emosi yang dimilikinya. Regulasi dapat mempengaruhi perilaku
dan pengalaman seseorang. Hasil regulasi dapat berupa perilaku yang
ditingkatkan, dikurangi, atau dihambat dalam ekspresinya.
Kemampuan untuk mengatur emosi atau regulasi emosi adalah
dimensi yang sangat penting dari kecerdasan emosi. Anak yang mampu
mengatur emosinya dengan baik maka akan mudah dalam mengontrol
perilakunya dan perkataannya. Menurut Alarcon ( Pratiwi, 2018: 25)
menyebutkan bahwa “Emotion Regulation (ER) has often been defined as
the ability to initiate,maintain, and modulate emotional arousal in order to
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
20
accomplish individual goals and facilitate the adaptation to the social
environment”. Berdasarkan pendapat di atas,regulasi emosi dapat diartikan
sebagai kemampuan untukmengenali, memelihara, dan mengartikan suatu
rangsangan emosional untuk mencapai tujuan individu dan memfasilitasi
proses adaptasinya terhadap suatu lingkungan sosial. Pendapat ini
menguatkan bahwa regulasi emosi sangat pentingperannya dalam kehidupan
bersosialisasi. Kemampuan regulasi dapat mengarah kanseseorang
melakukan adaptasidengan baikdengan orang di sekitarnya.
Secara sosial, emosi diregulasikan dengan cara mencari akses ke
hubungan interpersonal dan sumber dukungan yang bersifat nyata.
Sedangkan secara tingkah laku, emosi diregulasikanmelalui berbagai macam
respon tingkah laku. Berteriak, menjerit, menangis atau menarik diri adalah
contoh dari tingkah laku yang tampak untuk mengatur emosi yang bangkit
sebagai respon terhadap rangsangan yang diberikan (Kartika, 2004: 164).
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi adalah
strategi yang digunakan individu dalam mengatur emosinya terkait dengan
cara mereka merasakan, cara berpikir, mengatur perasaan serta kemampuan
merespon emosi (ekspresi wajah, tingkah laku dan nada suara).
3. Faktor yang mempengaruhi Regulasi Emosi
Emosi pada setiap individu dipengaruhi oleh berbagai faktor,
begitupun dengan kemampuan individu untuk meregulasi emosi. Seperti
yang dikemukakan oleh Hendrik (Habsyi, 2015: 17) regulasi emosi dapat
terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor lingkungan; lingkungan tempat individu berada termasuk
lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat.
Keharmonisan keluarga, kenyamanan di sekolah dan kondisi
masyarakat yang kondusif akan sangat mempengaruhi
perkembangan emosi.
b. Faktor pengalaman; Pengalaman yang diperoleh individu
selamahidupnya
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
21
akanmempengaruhi perkembangan emosinya. Pengalaman selama
hidup dalam berinteraksi denganorang lain dan lingkungan akan
menjadi referensi bagi individu dalam menampilkan emosinya.
c. Pola asuh orang tua; Pola asuh orang tua sangat bervariasi.Ada pola
asuh yang otoriter, memanjakan, acuh tak acuh dan ada juga yang
penuh kasih sayang. Bentuk pola asuh itu akan mempengaruhi pola
emosi yang dikembangkan individu.
d. Pengalaman traumatik; Kejadian masa lalu yang memberikan kesan
traumatis akanmempengaruhiperkembangan emosi seseorang.
Akibatnya rasa takut dan juga sikap terlalu waspada yang berlebihan
akan mempengaruhi kondisi emosionalnya.
e. Jenis kelamin; Keadaan hormonal dan kondisi fisiologis pada laki-
laki dan perempuan menyebabkan perbedaan karakteristik emosi
antara keduanya.Laki-laki lebih tinggi emosinya daripada wanita,
dan wanita ebih bersifat emosionalitas dari pada laki-laki karena
wanita memiliki kondisi emosi didasarkan peran sosial yang
diberikan oleh masyarakat sesuai jenis kelaminnya.Wanita harus
mengontrol perilaku agresif dan asertifnya, tidak seperti peran sosial
laki-laki. Hal ini menyebabkan timbulnya kecemasan-kecemasan
dalam dirinya. Secara otomatis perbedaan emosional anatara pria
dan wanita berbeda. Menurut Benner & Salovey (Habsyi; 2015: 19)
mengatakan bahwa wanita lebih sering berusaha mencari dukungan
sosial untuk menghadapi distress sedangkan pria lebih memilih
melakukan aktifitas fisik untuk mengurangi distress.
f. Usia; Kematangan emosi dipengruhi oleh tingkat pertumbuhan dan
kematangan fisiologis seseorang. Semakin bertambah usia, kadar
hormonal seseorang menurun sehingga mengakibatkan penurunan
pengaruh emosional seseorang.
g. Perubahan jasmani; yaitu perubahan hormon-hormon yang mulai
berfungsi sesuai denganjenis kelaminnya masing-masing. Misalnya,
perubahan kulit wajah yang awalnya bersih menjadi jerawatan.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
22
h. Perubahan pandangan luar; Perubahan pandangan luar dapat
menimbulkan konflik dalam emosi seseorang. Seperti: tidak
konsistennya sikap dunia luar terhadap pribadi seseorang,
membeda-bedakan wanita dan pria, dunia luar memanfaatkan
kondisi ketidakstabilan seseorang untuk pengaruh yang negatif.
4. Aspek-aspek Regulasi Emosi
Menurut Gross (Primana & Christopora, 2017: ) ada empat aspek
yang digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang
yaitu:
a. Strategies to emotion regulation (strategies) ialah keyakinan
individu untuk dapat mengatasi suatu masalah, memiliki
kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat
mengurangi emosi negatif dan dapat 15dengan cepat
menenangkan diri kembali setelah merasakan emosi yang
berlebihan.
b. Engaging in goaldirected behavior (goals) ialah kemampuan
individu untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang
dirasakannya sehingga dapat tetap berpikir dan melakukan
sesuatu dengan baik.
c. Control emotional responses (impulse) ialah kemampuan
individu untuk dapat mengontrol emosi yang dirasakannya dan
respon emosi yang ditampilkan (respon fisiologis, tingkah laku
dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan emosi
yang berlebihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat.
d. Acceptance of emotional response (acceptance) ialah
kemampuan individu untuk menerima suatu peristiwa yang
menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan
emosi tersebut.
Menurut Gross (2002:286) menyebutkan bahwa Emosi muncul
ketika sesuatu terjadi yang penting bagi individu. Terkadang tujuan dapat
menimbulkan emosi bersifat sementara. Di lain waktu, tujuan yang
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
23
menimbulkan emosi berasal dari nilai-nilai yang bertahan lama yang terkait
dengan kesehatan, hubungan dekat, dan proyek-proyek penting yang
berhubungan dengan pekerjaan. Mengingat bahwa emosi sering perlu diatur
dalam keadaan seperti itu, maka penindasan dan penilaian ulang
memengaruhi kemampuan individu untuk berkinerja baik secara kognitif.
Adapun aspek Regulasi Emosi menurut Gross (2002) terdapat 2 yaitu:
a. Cognitive Reappraisal, merupakan bentuk perubahan kognitif yang
melibatkan individu untuk mengubah cara berpikir tentang situasi yang
dapat berpotensi akan memunculkan emosi sehingga mampu mengubah
pengaruh emosionalnya.
Perubahan kognitif merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kualitas dan intensitas emosi yang dihasilkan. Mengubah
cara menilai peristiwa yang berpotensi menimbulkan emosi adalah salah
satu contoh penting dari regulasi emosi yang berfokus pada anteseden
yang ditunjukan untuk memodifikasi dampak emosional dari situasi
tertentu.
Gross (2010:385) menjelaskan juga bahwa cognitive reappraisal
adalah strategi regulasi kognitif yang melibatkan penafsiran situasi atau
rangsangan yang memunculkan emosi dan mampu mengubah damapk
emosionalnya. Menurut model regulasi emosi Gross (2010: 385) emosi
dapat diatur pada waktu yang berbeda dalam proses generative emosi.
Reappraisal dapat terjadi pada situasi ketika maknanya terbentuk atau
beberapa saat setelah situasi yang mengancam atau stimulus telah
ditemui untuk pertama kali. Penilaian ulang dianggap sebagai regulasi
emosi yang efektif.
b. Expressive Suppresion, merupakan sebuah bentuk modulasi respon yang
melibatkan individu mengurangi perilaku emosi yang ekspresif ketika
individu sudah dalam keadaan emosional.
Expressive Suppresion juga tidak akan membantu dalam
mengurangi pengalaman emosi negatif, dengan demikian secara tidak
langsung emosi negatif akan terus menumpuk dan tidak terselesaikan.
Anak-anak dapat menggunakan startegi ini dalam meregulasi emosi
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
24
yang negative terhadap hubungan dengan teman sebaya maupun
terhadap penilaian kepada diri sendiri.
5. Karakteristik Regulasi Emosi
Komponen regulasi diri dalam belajar pada pembelajar sendiri
menurut Pintrich (Rachmah Dwi, 215: 60) terdiri dari: (1) Kontrol kognitif
dan regulasi kognitif merupakan aktivitas kognitif dan metakognitif, (2)
Regulasi motivasi mencakup upaya untuk mengatur berbagai keyakinan
motivasi. (3) Regulasi perilaku merupakan aspek regulasi diri yang
melibatkan upaya individu untuk mengontrol perilaku sendiri, dan (4)
Regulasi terhadap konteks merupakan upaya untuk mengontrol konteks
dalam menghadapi pembelajaran di kelas.
Menurut Santrock (Primana & Christopora, 2017: 24) menyebutkan
bahwa membagi perkembangan emosi pada anak ke dalam tiga tahapan.
Tahapan pertama adalah Expressing Emotions, dimana pada tahap ini self-
awareness yaitu perlu berkembang terlebih dahulu sehingga self conscious
emotion dapat dialami oleh anak ketika dirinya mampu untuk mengenali
dirinya dan sadar dirinya berbeda dari orang lain. Self awareness merupakan
kondisi dimana bayi menyadari bahwa mereka memiliki identitas yang
dikenali, terpisah, dan berbeda dengan lainnya di luar dirinya. Sedangkan
Self-conscious emotion ialah kesadaran diri yang mencakup kesadaran dan
rasa akan „aku‟, misalnya rasa malu empati dan rasa iri. Tahap kedua ialah
Understanding Emotions dimana anak menyadari bahwa situasi tertentu
cenderung membangkitkan emosi tertentu, ekspresi wajah mengindikasikan
emosi yang spesifik, emosi berpengaruh terhadap perilaku dan emosi dapat
digunakan untuk mempengaruhi emosi orang lain. Tahap ketiga ialah
Regulating Emotion dimana tahapan ini memegang peranan di dalam
kemampuan anak untuk mengatur tuntutan dan konflik yang mereka hadapi
ketika berinteraksi bersama orang lain. Manusia memiliki emosi dasar, yaitu
emosi negatif (termasuk di dalamnya sedih, takut dan marah) serta emosi
positif, yaitu senang.
6. Strategi Regulasi Emosi
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
25
Menurut Garnefski (Salamah, 2015: 60) mengatakan bahwa terdapat
beberapa macam strategi-strategi untuk meregulasi emosi, yaitu :
a. Self blame disini mengacu kepada pola pikir menyalahkan diri
sendiri. Beberapa penelitian menemukan bahwa self blame
berhubungan dengan depresi dan pengukuran kesehatan lainnya.
b. Blaming others mengacu pada pola pikir menyalahkan orang lain
atas kejadian yang menimpa dirinya.
c. Acceptance adalah mengacu pada pola pikir menerima dan pasrah
atas kejadian yang menimpa dirinya. Acceptance merupakan strategi
coping yang memiliki hubungan yang positif dengan pengukuran
keoptimisan dan self esteem dan memiliki hubungan yang negatif
dengan pengukuran kecemasan.
d. Refocus on planning mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa
yang harus diambil dalam menghadapi peristiwa negatif yang
dialami. Perlu diperhatikan kalau dimensi ini hanya pada tahap
kognitif saja, tidak sampai ke pelaksanaan. Refocusing on planning
merupakan strategi coping yang memiliki hubungan yang positif
dengan pengukuran keoptimisan dan self-esteem dan memiliki
hubungan yang negatif dengan pengukuran kecemasan.
Strategi regulasi emosi dapat juga merupakan strategi koping
terhadap stress yang dialami seseorang. Ketika seseorang mengalami stress
maka ia akan mencari sumber permasalahan dari stress tersebut kemudian
mencoba menelaahnya untuk memberikan penilaian ulang yang lebih sesuai
untuk akhirnya memilih strategi emosional yang lebih sesuai. Dengan kata
lain, bahwa regulasi emosi merupakan akhir dari suatu proses koping.
7. Tahapan Regulasi Emosi
Kemampuan Regulasi emosi sudah ada diawal tahap perkembangan
yaitu bayi dan anak-anak. Selama tahap preschool anak-anak
mengembangkan kemampuan dan keahlian yang dapat membuat mereka
mengontrol emosi dan perilaku untuk adaptasi sosial. Perkembangan
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
26
regulasi emosi pada masa anak-anak berkaitan dengan sosialisasi orang tua,
temperamen anak, perkembangan kognitif, dan perkembangan social.
Model proses Regulasi Emosi menurut Gross (2002:282) bahwa
regulasi emosi berfokus pada anteseden (antecedent) dan respon (response).
Strategi yang berfokus pada anteseden merujuk pada hal-hal sebelum respon
emosi diaktifkan sepenuhnya dan telah mengubah perilaku dan respon
fisiologis. Contohnya ketika melihat wawancara kerja sebagai kesempatan
untuk mempelajari lebih lanjut tentang perusahaan bukan sebagai ujian
untuk memperoleh hasil lulus atau gagal. Strategi yang berfokus pada
respon merujuk pada hal-hal yang kita lakukan ketika emosi sudah
berlangsung atau ketika setelah menghasilkan respon dari emosi. Contoh
regulasi yang berfokus pada respon adalah menjaga agar kecemasannya
tidak terlihat ketika meninggalkan anak di sekolah TK untuk pertama
kalnya.
Gambar 2.1
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
27
Gambar diatas merupakan model proses regulasi emosi. Menurut
model ini, emosi dapat diatur pada lima poin dalam proses generative emosi.
(1) Pemilihan situasi (2) modifikasi situasi (3) penyebaran perhatian (4)
perubahan kognitif dan (5) modulasi respon pengalaman, perilaku atau
fisiologis. Empat yang pertama adalah fokus pendahuluan atau anteseden
dan yang ke lima adalah respon yang di fokuskan. Jumlah opsi respon yang
ditunjukkan pada masing-masing dari lima poin ini adalah arbitrer dan garis
yang lebih jelas menunjukan opsi tertentu yang dipilih dalam contoh yang
diberikan dalam teks.
Lima strategi regulasi emosi menurut Gross (2002:282) dapat diihat
dalam bentuk skema di atas. Pertama, dari strategi regulasi ini adalah
pemilihan situasi yang dilambangkan dalam gambar 1 menuju situasi satu
(S1) yang lebih jelas daripada situasi (S2). Pemilihan situasi ini menngacu
pada mendekati atau meghindari orang, tempat atau hal-hal tertentu untuk
mengatur emosi. Misalnya dalam memutuskan untuk makan malam dengan
seorang teman yang selalu membuat tertawa pada malam sebelum ujian (S1)
daripada pergi ke tempat diskusi atau tempat belajar bersama siswa gugup
lainnya (S2).
Seringkali, pemilihan situasi melibatkan kompromi yang rumit
antara manfaat emosional jangka panjang dan jangka pendek. Sebagai
contoh upaya seseorang yang pemalu untuk mengurangi rasa cemasnya
dengan menghindari situasi social karena hal tersebut dapat memberikan
bantuan untuk dirinya dalam jangka pendek dengan akibat isolasi social
jangka panjang. Leary (Gross, 2002:283). Setelah dipilih, situasi dapat
dirancang sedemikian rupa untuk mengubah dampak emosionalnya,
menciptakan S1x, S1y, atau S1z. Hal ini merupakan modifikasi situasi yang
juga telah disebut sebagai masalah yang dapat membedakan seseorang
dalam mengatur kondisi strategi ( coping terfokus) Lazarus & Folkam
(Gross, 2002: 283). Misalnya, melanjutkan dengan kasus ujian, jika
berbicara dengan teman pada malam sebelum ujian kemudian seorang
teman itu bertanya “apakah kamu siap untuk ujian?”. Maka dalam
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
28
menjawbnya dapat diperjelas dengan kalimat bahwa “Saya lebih senang
membicarakan hal lain”.
Menurut Gross (2002: 283) menyebutkan bahwa Penyebaran
perhatian juga mencakup upaya untuk berkonsentrasi secara intens pada
topic atau tugas tertentu . setelah fokus pada pada aspek tertentu dalam
situasi, perubahan kognitif mengacu pada pemilihan yang memiliki banyak
makna. Misalnya, mungkin mengingatkan diri sendiri bahwa itu “hanya
ujian” (m2) daripada melihat ujian sebagai ukuran nilai (m1). Perubahan
kognitif sering digunakan untuk mengurangi respon emosional. Namun,
dapat juga digunakan untuk memperbesar respon emosional dan bahkan
untuk mengubah emosi itu sendiri. Misalnya mengubah kemarahan menjadi
kasihan. Makna yang dutugaskan untuk situasi ini sangat penting karena
sangat mempengaruhi kecenderungan pengalaman, perilaku dan respon
fisiologis yang akan dihasilkan.
Pada akhrinya, modulasi respon merujuk pada upaya untuk
mempengaruhi kecenderungan respon emosi ketika telah muncul. Modulasi
respon diilustrasikan pada gambar 1 dengan mengurangi perilaku ekspresif.
Dalam contoh kasus ujian, respon dapat berupa menyembunyikan rasa malu
setelah gagal dalam ujian. Sasaran lain dari modulasi respon meliputi
komponen emosi yang dipengaruhi pengalaman.
Gross (Imaldia, 2018: 18) mengemukakan bahwa lima tahapan
regulasi emsoi pada individu diantaranya:
a. Situation selection, meliputi complex trade off antara manfaat emosional
jangka pendek dan jangka panjang. Pemilihan situasi ini memengaruhi
kehidupan emosional bayi dan anak kecil dengan kuat karena mereka
kurang mampu memilih situasi untuk diri mereka sendiri. Pihak yang
menggunakan strategi ini harus dapat memperkirakan
kapasitaspengaturan diri penerima. Contohnya seorang yang pemalu
akan memilih menjauhi situasi sosial.
b. Situation modification, direferensikan juga sebagai problem focused
coping. adalah cara individu mengatur perhatiannya dalam suatu situasi
untuk memengaruhi emosinya. Strategi ini memiliki dua bentuk utama,
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
29
yaitu distraksi dan konsentrasi. Distraksi adalah cara untuk meregulasi
emosi dengan memfokuskan perhatian pada aspek lain dari suatu situasi
atau mengalihkan perhatian dari situasi yang dialami. Konsentrasi
adalah cara meregulasi emosi dengan memfokuskan perhatian pada fitur
emosional suatu situasi. Contohnya satu hari sebelum ujian seorang
teman bertanya apakah sudah siap untuk ujian, lalu individu menyatakan
lebih memilih topik obrolan lain.
c. attentional deployment, digunakan untuk memilih aspek mana dalam
situasi yang akan di fokuskan. Strategi perubahan kognitif adalah cara
seseorang untuk merubah penilaiannya terhadap suatu situasi untuk
mengubah makna emosionalnya, baik dengan merubah pemikirannya
mengenai situasi tersebut atau mengenai kemampuan mengatur tuntutan
yang ditimbulkan oleh situasi tersebut. Bentuk strateginya adalah
penilaian kembali, yaitu merubah makna suatu situasi untuk merubah
dampak emosionalnya.
d. Cognitive change, ketika individu memilih pemikiran terhadap sebuah
situasi yang mempunyai beberapa aspek. Contoh ketika mendapatkan
nilai dalam ujian individu dapat berpikir bahwa itu hanya ujian atau
ujian merupakan tolak ukur kepintaran seseorang.
e. Response modulation adalah keadaan dimana individu mempengaruhi
fisiologis, pengalaman, atau respon perilaku yang relatif langsung. Cara
dari modulasi respon adalah dengan mengatur perilaku ekspresi emosi
atau supresi ekspresif. Supresi adalah bentuk modulasi respon dimana
individu menghambat perilaku ekspresi emosi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Regulasi emosi adalah proses dimana
kita mempengaruhi emosi yang kita miliki, ketika kita memiliki emosi, dan
bagaimana kita mengalami dan mengekspresikan emosi terdiri dari upaya
aktif individu untuk mengelola keadaan emosi. Dalam arti luasnya, regulasi
emosi merangkum regulasi semua bagian yang bermuatan emosional,
termasuk suasana hati, stres dan pengaruh positif atau negatif. Regulasi
emosi dapat ditumbuhkan dengan adanya pembelajaran regulasi diri.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
30
Pembelajaran regulasi diri adalah memunculkan dan memonitor sendiri
pikiran, perasaan, dan prilaku untuk mencapai suatu tujuan.
B. Emosi dan Regulasi Emosi Anak
1. Ciri masa Anak-anak
Pada mulanya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak
merupakan masa terpanjang dalam rentang kehidupan, saat dimana individu
relative tidak berdaya dan tergantung pada orang lain. Menurut Hurlock
(2011: 108) menyebutkan bahwa selama periode yang panjang ini secara
kasar sebelas tahun wanita dan dua belas tahun untuk pria, terjadilah
sejumlah perubahan yang mencolok baik secara fisik maupun psikologis.
Karena tekanan budaya dan harapan untuk menguasai hal-hal tertentu pada
usia tertentu itu berbeda daripada usia yang lain, maka anak pada awal masa
kanak-kanak agak berbeda dengan anak pada akhir periode ini.
Pada tahun-tahun awal anak, kemampuan regulasi emosi sangatlah
sederhana sehingga sebagian besar regulasi emosi bayi dan anak-anak
terjadi melalui orang lain. Regulasi merupakan serangkaian keterampilan
dan kemampuan yang dapat di peroleh sepanjang umur. Persyaratan untuk
memiliki mampu meregulasi emosi sangatlah luas. Regulasi emosi
bermanfaat untuk menghentikan dan mengatur emosi yang muncul baik itu
secara otomatis maupun spontan (tidak sadar) sebelum melakukan aksi
dalam peristiwa tertentu. Regulasi emosi juga untuk mengendalikan emosi,
mengatur penilaian, mengatur dan meredam reaksi fisiologis dengan
melakukan relaksasi atau bernafas panjang. Selain itu, regulasi emosi sangat
penting dalam kehidupan manusia, khususnya untuk mereduksi ketegangan
yang timbul akibat emosi yang memuncak.
Hurlock juga menegaskan bahwa pada saat ini, secara luas diketahui
bahwa masa kanak-kanak harus dibagi menjadi dua periode yang berbeda,
awal dan akhir masa kanak-kanak. Periode awal berlangsung dar umur dua
sampai enam tahun dan periode akhir dari umur enam sampai tiba saatnya
anak matang secara seksual. Dengan demikian awal masa kanak-kanak
dimulai sebagai penutup masa bayi- usia dimana ketergantungan secara
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
31
praktis sudah dilewati, diganti dengan tumbuhnya kemandirian dan berakhir
di sekitar usia masuk sekolah dasar.
2. Tugas Perkembangan Emosi anak
Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara
kontinu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Kartono (2007:
18) Kedua proses ini berlangsung secara interdependen, saling bergantung
satu sama lainnya. Kedua proses itu tidak bisa dipisahkan dalam bentuk-
bentuk yang murni berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi bisa dibedakan untuk
maksud lebih mudah memahaminya.
Kartono (2007: 18) juga menjelaskan perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan ialah perubahan secara fisiologis sebagi hasil
dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal
pada anak yang sehat, dalam passage (peredaran waktu) tertentu.
Pertumbuhan dapat diartikan pula sebagai proses transmisi dari konstitusi
fisik (resam tubuh, keadaan jasmaniah) yang harediter/ turun temurun dalam
bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Sedangkan perkembangan
menurut Kartono (2007:20) ialah perubahan-perubahan psiko- fisik sebagai
hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak,
ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam passage waktu
tertentu.
Seorang anak berkembang, dimana adanya proses menambah
keterampilan yang sudah diperoleh dan keterampilan baru menjadi dasar
untuk mengoptimalkan prestasi dan penguasaan keterampilan. Sebagian
besar anak-anak mengikuti pola yang sama. Juga, salah satu tahap
perkembangan meletakkan dasar untuk tahap perkembangan berikutnya.
Le Doux, (Martini, 2012: 112) emosi adalah perasaan yang secara
fisiologis dan psikologis dimiliki oleh anak dan digunakan untuk merespons
terhadap peristiwa yang terjadi disekitarnya. Anak tidak berkembang secara
otomatis, namun dipengaruhi oleh cara lingkungan memperlakukan mereka.
Ketika anak memasuki lingkungan ”sekolah” non formal seperti taman
kanak-kanak, maka ruang dan kesempatan untuk berinteraksi semakin luas.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
32
Stimulasi yang diberikan oleh guru termasuk yang berpengaruh. Cara guru
memberikan stimulasi terhadap anak adalah tergantung pada pemahaman
guru terhadap stimulasi dan permahaman terhadap anak.
Menurut Tyson ( Alsa, fitriani: 2015:150) emosi dapat muncul
ketika siswa berada dalam lingkungan akademisi seperti saat ujian,
melakukan tugas yang melebihi batas kemampuan siswa, kegiatan belajar
yang membosankan karena guru kurang memiliki keterampilan dalam
mengajar, mendapat komentar dari guru, atau umpan balik yang membuat
siswa tidak merasa nyaman. Emosi-emosi ini memengaruhi perilaku dan
kemampuan kognitif.
Dalam fase ke empat yaitu ketika usia 9-11 tahun disebut masa
sekolah rendah. Pada periode ini anak mencapai objektivitas tertinggi. Masa
penyelidik, kegiatan mencoba dan bereksperimen yang distimulir oleh
dorongan-dorongan meneliti dan rasa ingin tahu yang besar. Merupakan
masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah dan
bereksplorasi. Pada akhir fase ini anak mulai menemukan diri sendiri yaitu
secara tidak sadar mulai berpikir tentang diri pribadi. Pada waktu itu anak
sering kali mengasingkan diri.
Masa periode akhir kanak-kanak menurut Charlotte Buhler
(Kartono, 2006: 28) menyebutkan berada di fase ke tiga yaitu usia 5-8 tahun
yang merupaka masa sosialisasi anak. Pada saat ini anak mulai memasuki
masyarakat luas (misalnya taman kanak-kanak, pergaulan dengan kawan-
kawan sepermainan dan sekolah rendah). Anak mulai belajar mengenal
dunia sekitar secara obyektif dan ia mulai belajar mengenal arti prestasi
pekerjaan dan tugas-tugas kewajiban.
Perkembangan dapat diartikan sebagai proses transmisi dari
konstitusi psiko-fisik herediter, dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan
yang menguntungkan dalam perwujudan proses aktif menjadi secara
kontinu. Kartono kartini menjelaskan bahwa setiap fenomena atau gejala
perkembangan anak merupakan produk dari kerja sama dan pengaruh timbal
balik antara potensi alias hereditas dengan faktor-faktor lingkungan.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
33
Menurut Gross & Thompson (Syahadat, 2013: 25) anak-anak
mampu mengubah emosi negatifnya jika dilatih untuk melakukan penilaian
emosi. Anak yang mampu menilai emosi yang dirasakan, termasuk
mengetahui penyebabdan akibat yang muncul dari emosi negatif
mempunyai pengaruh yang signifikanterhadap perubahan perilakunya.
Tugas-tugas akhir dari masa kanak-kanak menurut Havighurst
dalam Hurlock ( 2011: 10) diantaranya:
a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-
permainan yang umum.
b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk
yang sedang tumbuh.
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya.
d. Mulai mengembangkan peran social pria atau wanita yang tepat.
e. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca,
menulis dan berhitung.
f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk
kehidupan sehari-hari.
g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tata dan
tingkatan nilai.
h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok social dan
lembaga-lembaga.
i. Mencapai kebebasan pribadi.
Penguasaan tugas-tugas perkembangan tidak lagi sepenuhnya
menjadi tanggung jawab orang tua seperti pada tahun-tahun prasekolah.
Sekarang penguasaan ini juga menjadi tanggung jawab guru-guru dan
sebagian kecil juga menjadi tanggung jawab kelompok teman-teman.
Misalnya pengembangan pelbagai keterampilan dasar seperti membaca,
menulis, berhitung dan pengembangan sikap-sikap terhadap kelompok
social dan lembaga-lembaga merupakan tanggung jawab guru dan orang tua.
meskipun orang tua dapat membantu meletakkan dasar penyesuaian diri
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
34
anak dengan teman-teman sebaya, tetapi menjadi anggota kelompok
memberi kesempatan yang besar untuk memperoleh pengalaman belajar
dalam hal ini (Hurlock, 2011: 148).
Campos (Nurmalitasari, 2015: 105) mendefinisikan emosi sebagai
perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang berada dalam suatu
keadaan yang dianggap penting oleh individu tersebut. Emosi diwakilkan
oleh perilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau ketidaknyamanan
terhadap keadaan atau interaksi yang sedang dialami. Emosi dapat
berbentuk rasa senang, takut, marah, dan sebagainya.
Pada umumnya anak itu lebih emosional daripada orang dewasa.
Pada usia sekolah dasar anak cepat merasa puas. Menurut Kartono (2007:
139) sifatnya, Optimis dan kurang dirisaukan oleh rasa-rasa penyesalan.
Kepedihan, kesengsaraan dan kegembiraan orang lain kurang difahami/
dihayati oleh anak. Namun kalau ia takut merasakannya, maka perasaan
tersebut tidak ditampakkannya sebab ia merasa segan, takut dan malu
memaparkan perasaannya.
Kartono (2007:140) menjelaskan lebih lanjut bahwa perasaan
intelektual anak pada periode ini sangat besar. Teka-teki silang, soal-soal
matematik dan perhitungan yang pelik-pelik (terutama kalau hasilnya
berupa angka-angka utuh) merupakan daya tarik besar untuk dipecahkan
oleh anak; baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Sebaliknya,
kehidupan emosionalnya belum begitu berkembang. Kriteria baik dan
buruk, indah dan jelek, susila atau asusila, semua nilai ini dengan serta
merta diperoleh anak dari orang tua dan orang dewasa.
Perkembangan emosi anak dapat dilihat dari perilaku lingkungan
sosialnya, hal tersebut menyebabkan emosi bergitu erat kaitannya dengan
sosial anak. Emosi dan sosial merupakan rangkaian proses pada anak-anak
dalam memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengenali
dan mengelola emosi mereka, menetapkan dan mencapai tujuan positif,
menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap orang lain, membangun
dan memelihara hubungan yang positif, membuat keputusan, bertanggung
jawab, dan menangani situasi interpersonal efektif (Payton, Weissberg, RP,
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
35
Durlak, Dymnicki, Taylor, Schellinger & Pachan, M., 2008 (dalam Lisa, K.
2015)).
Menurut Jersild (1954) dalam Sobur (2003, 406) menyebutkan
bahwa perkembangan emosi selama masa kanak-kanak terjalin sangat
eratnya dengan aspek-aspek perkembangan yang lain. Setelah alat-alat indra
anak menjadi lebih tajam, kecakapan anak untuk mengenal perbedaan-
perbedaan dan untuk melakukan pengamatan pun menjadi lebih dewasa dan
setelah ia lebih melangkah ke depan dalam segala aspek perkembangannya,
jumlah peristiwa yang bisa membangkitkan emosinya pun kian bertambah
besar.
Kebanyakan anak telah mengalami semacam pertentangan dalam
dirinya, suatu perjuangan yang timbul dari kenyataan bahwa mereka tidak
dapat mengelakkan diri dari perasaan marah, takut dan bahagia.
3. Regulasi Emosi Anak
Regulasi emosi bermanfaat untuk menghentikan dan mengatur emosi
yang muncul baik itu secara otomatis maupun spontan (tidak sadar) sebelum
melakukan aksi dalam peristiwa tertentu. Regulasi emosi juga untuk
mengendalikan emosi, mengatur penilaian, mengatur dan meredam reaksi
fisiologis dengan melakukan relaksasi atau bernafas panjang. Selain itu,
regulasi emosi sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya untuk
mereduksi ketegangan yang timbul akibat emosi yang memuncak.
Anak-anak belum mampu untuk mengontrol emosinya terutama
emosi yang bersifat negatif. Emosi negatif yang dirasakan anak biasanya
diungkapkan dengan cara yang tidak tepat, misalnya dengan melakukan
perilaku agresif. Regulasi emosi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk membantu anak memfasilitasi kebutuhan emosionalnya. Anak-anak
perlu dilatih dan diberikan bekal keterampilan dalam hal meregulasi
emosinya, sehingga anak akan mampu menilai emosi yang dirasakan,
mengatur emosi serta mengungkapkan emosi positif dan negatif secaratepat.
Anak-anak yang mampu melakukan regulasi emosi akan memunculkan
perilakupositif dan tidak akan memunculkan perilaku agresifnya.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
36
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa regulasi emosi merupakan
suatu pengaturan emosi di dalam diri yang dapat memahami dan memilih
emosi yang dirasakan tanpa perlu menambah atau mengurangi emosi itu
sendiri. Makin matangnya seseorang dia dapat mengatur emosinya dengan
baik.
Sejalan dengan Salovey dan Mayer (Hughes, 2016 :19) menyatakan
bahwa : “They further divided EQ into four emotional intelligence :
perceiving emotions, integrating emotion into thought, understanding
emotions, and managing emotions” kutipan tersebut menjelaskan bahwa
kecerdasan emosi terbagi menjadi empat: memahami emosi, integrasi emosi
ke dalam pikiran, memahami emosi, dan mengelola emosi.
Anak mampu mengekspresikan perasaannya walaupun harus
memerlukan bantuan dan waktu untuk mengidentifikasi emosi anak. Karena
jika kita berbicara mengenai emosi anak adalah sesuatu yang rumit. Hal
tersebut memungkinkan anak tiba-tiba marah meledak ledak ataupun
sebaliknya. (Raising Children Network, 2016). Namun karena hal
tersebutlah, orang dewasa yang berperan sebagai pembimbing untuk
membantu anak menemukan emosi yang sesuai dengan harapan masyarakat
tempat ia melangsungkan kehidupannya.
Menurut Goleman (2001: 60) Emosi bersumber dari kata latin yakni
“movere” artinya “menggerakan atau bergerak”. Pada dasarnya, emosi
berkaitan erat dengan istilah perasaan. Perasaan adalah bagian dari setiap
diri individu. Wujud perasaan yang sesungguhnya tidak dapat dilihat oleh
siapapun meskipun oleh diri individu yang sedang mengalami perasaan itu
sendiri.
Menurut Thompson & Goodman (Primana & Christophora,
2017:194) mengatakan bahwa Kemampuan meregulasi emosi meningkat
seiring dengan meningkatnya kemampuan berbicara pada anak dimana
bahasa berperan untuk memfasilitasi kapasitas anak untuk memahami,
mengutarakan, merefleksikan, dan mengatur emosi pada diri anak. Anak
mulai belajar untuk meregulasi diri khususnya untuk mengontrol perilaku
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
37
dan emosi mereka. Hubungan dengan anak lain menjadi hal yang lebih
penting pada perkembangan sosial dan emosi anak pada masa prasekolah.
Regulasi emosi seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
sesuai dengan pernyataan menurut Goddman (Pratiwi, 2018: 28) bahwa
“Kemampuan regulasi emosi merupakan kemampuan yang di transmisikan
dari orangtua ke anak-anaknya.Mekanisme transmisi melalui (1) faktor
keturunan (hereditas), (2) keberfungsian sistem syaraf, (3) frekuensi paparan
lingkungan, dan (4) konteks situasi”. Seseorang dengan kemampuan
regulasi emosi yang baik mampumengendalikan dorongan untuk tidak
melakukan perilaku impulsif, sepertimembahayakan diri sendiri maupun
orang lain, perilaku sembrono, saatdirinyamengalami tekanan emosional.
Kemudian menurut Thompson dan Meyer (Pratiwi, 2018: 30)
“Several family factors that play a formative role in children
emotionsocialization, including parental responses to their children’s affect,
thefamily emotional climate and interparental functioning”. Beberapa faktor
keluarga yang berperan penting dalam proses sosialisasi emosi anak yaitu
diantaranya pengaruh respon orangtua terhadap emosi anak, suasana
emosional di dalam keluarga, dan aspek-aspek pengasuhan orangtua.
Berdasarkan uraian pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
regulasi emosi anak tidak hanya dipengaruhi oleh satu hal tetapi beberapa
hal seperti faktor hereditas, yaitu keturunan yang berasal dari orangtua
kandung dan faktor lingkungan yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat tempat anak bersosialisasi sehari-hari dengan orang lain
serta situasi yang dihadapi anak pada suatu waktu. Selain itu, faktor
kepribadian anak juga mempengaruhi regulasi emosinya. Anak dengan
kepribadian sensitif dan moody biasanya akan kesulitan mengungkapkan
emosi dengan tepat.
4. Perbedaan Regulasi Emosi Laki-laki dan Perempuan
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
38
Regulasi emosi mencakup upaya untuk menerima emosi,
kemampuan untuk mengendalikan perilaku impulsif dan kemampuan untuk
menggunakan strategi regulasi emosi sesuai situasi secara fleksibel.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Simon&Nath (Hirmaningsih,
2019:90) menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan berbeda dalam
mengekspresikan emosi baik verbal maupun non-verbal sesuai dengan jenis
kelamindalam pengekspresian emosi dihubungkan dengan perbedaan dalam
tujuan laki-laki dan perempuan mengontrol emosinya. Perempuan lebih
mengekspresikan emosi untuk menjaga hubungan interpersonal serta
membuat perempuan tampak lemah dan tidak berdaya. Sedangkan laki-laki
lebih mengekspresikan marah dan bangga untuk mempertahankan dan
menunjukkan dominasi.
Menurut Crawford dkk (Suleeman & Ratnasari, 2017: 37)
menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak menampilkan ketakutan dan
kesedihan dibandingkan laki-laki yang lebih banyak menampilkan
kemarahan. Perempuan juga lebih mudah dikenali emosinya dari ekspresi
raut muka dan pengungkapan yang sering terucap. Perempuan
mengharapkan dan menganggap bahwa mereka akan dirawat dan
diperlakukan baik, sebaliknya juga mereka beranggapan bahwa mereka
harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan (well
being) orang lain, sehingga cenderung berekspresi apa adanya ketika berada
dalam emosional yang tidak sesuai harapan dan anggapan mereka.
Ada perbedaan yang besar dalam hal dimana pengalaman emosional
itu muncul Brody&Hall (Suleeman &Ratnasari, 2017:37) menyebutkan
bahwa untuk perempuan, di lingkungan rumah merupakan tempat yang
hangat dan menyenangkan sedangkan di luar rumah lebih dingin dan tidak
bersahabat. Sedangkan untuk laki-laki, situasi diluar rumah lebih menantang
dibandingkan di dalam rumah, sehingga urusan di luar rumah menjadi
tanggung jawab laki-laki. Perbedaan ini dipengaruhi sosialisasi yang
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menghasilkan perbedaan
emosi antara perempuan dan laki-laki.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
39
Suleeman & Ratnasari (2017: 37) menjelaskan lebih lanjut mengenai
pengaruh sosialisasi, pola asuh dan budaya juga berlaku terhadap perbedaan
regulasi emosi pada perempuan dan laki-laki. Ditemukan bahwa sosialisasi
yang umum dijalani individu untuk berperan sebagai laki-laki atau
perempuan di masyarakatnya menyertakan juga pembiasaan dalam
menampilkan emosi.
Hasil penelitian Suleeman & Ratnasari (2017: 38) terdapat
perbedaan skor regulasi emosi secara umum pada perempuan dan laki-laki.
Variable-variabel dalam penelitian yang dilakukannya adalah regulasi emosi
dan jenis kelamin. Regulasi emosi memiliki dua dimensi, yaitu cognitive
reappraisal dan expressive suppression. Variasi dari regulasi emosi
ditentukan oleh tinggi rendahnya skor yang diperoleh melalui kuesioner
regulasi emosi yang dikonstruksi oleh Gross dan John (2002). Variasi juga
dilihat dari tinggi rendahnya skor pada setiap dimensi. Jenis kelamin
variasinya terdiri dari perempuan dan laki-laki. Variable jenis kelamin selain
merupakan kategori biologis-fisiologis, dianggap juga mewakili peran jenis
kelamin yang dikonstruksi oleh budaya, termasuk pendidikan. Dari hasil t-
test diketahui adanya perbedaan antara regulasi emosi secara keseluruhan
antara perempuan dan laki-laki.
Dari penelitian-penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa
perempuan lebih dapat melakukan regulasi emosi terhadap emosi marah,
penghinaan dan jijik, sedangkan laki-laki pada emosi takut, sedih dan
cemas. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini memiliki tujuan untuk
mengetahui secara empiris perbedaan regulasi emosi pada laki-laki dan
perempuan . sedangkan hipotesis yang dikemukakan adalah adanya
perbedaan regulasi emosi pada laki-laki dan perempuan.
5. Layanan Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan
Regulasi Emosi
Prayitno (Utomo, 2018:34) mengatakan bahwa bimbingan dan
konseling merupakan proses bantuan yang diberikan oleh seorang yang ahli
kepada kepada individu agar individu tersebut dapat mengembangkan
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
40
kemampuan dirinya dan mencapai kemandirian yang bermuara pada
teratasinya masalah tersebut. Pengembangan yang mengacu pada perubahan
positif pada diri sendiri individu merupakan tujuan dari semua bimbingan
dan konseling. Masalah-masalah yang dapat diselesaikan dalam bimbingan
dan konseling meliputi empat bidang yaitu, bidang pribadi, social, belajar
dan karir.
Kemampuan regulasi emosi siswa yang rendah merupakan masalah
pribadi yang dialami oleh siswa yang akan berpengaruh pada masalah
social, belajar dan karirnya. Hal ini tampak jelas dengan permasalahan
dalam belajarnya yang juga akan berpengaruh pada karirnya. Untuk itu,
sebagai bagian dari tujuan bimbingan dan konseling yaitu membantu siswa
melakukan perubahan positif dengan cara memaksimalkan potensi yang ada
pada dirinya.
Salah satu bentuk pelatihan yang diberikan kepada siswa untuk
meningkatkan kemampuan mengelola emosi adalah dengan melalui layanan
bimbingan kelompok, yaitu dengan cara memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mau bersabar, mengemukakan pendapat, tidak memotong
pembicaraan pada saat yang lain sedang mengemukakan pendapat,
memahami dan belajar untuk berempati pada saat kegiatan bimbingan
kelompok berlangsung.
Layanan bimbingan yang dilakukan berfokus pada pribai siswa
dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam
permasalahan yang dialaminya. Penelitian yang dilakukan Triutomo
(2017:21) menegnai layanan bimbingan konseling untuk mengembangkan
regulasi emosi adalah dengan menggunakan layanan bimbingan kelompok
dengan tenik permainan. Triutomo (2017:37) menjelaskan lebih lanjut
bahwa bermain dapat memberikan kesempatan untuk menyalurkan agresif
secara aman dan dengan demikian dapat mengekspresikan emosinya tanpa
merugikan siapapun. Setelah melakukan penelitian, hasilnya menunjukan
bahwa bimbingan kelompok teknik permainan sangat efektif untuk
meningkatkan pengendalian emosi, mengingat kelbeihan dan kegunaan
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
41
teknik permainan yang sangat menunjang untuk meningkatkan kemampuan
regulasi emosi siswa.
Layanan bimbingan dan konseling pada penelitian yang dilakukan
oleh Irmayanti (2017: 6) menggunakan teknik bermain peran. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa teknik bermain peran efektif untuk
meningkatkan regulasi emosi. Keefektifan bermain peran ini terlihat dari
ungkapan siswa yang menyebutnya bahwa kegiatan yang dilakukan
menyenangkan dan mereka dapat pula mengetahui cara yang tepat untuk
mengatasi emosi ketika sedang berada dalam kondisi yang tidak diinginkan.
Selain itu, perubahan perilaku dan respon emosi siswa selama proses
pelaksanaan intervensi juga dapat dijadikan indikator efektifnya teknik
bermain peran untuk meningkatkan regulasi emosi siswa.
Menurut Nurhuda (2017: 359) menyebutkan bahwa penggunaan
metode expressive writing untuk meningkatkan regulasi siswa kelas VII E di
SMP Negeri 2 Yogyakarta diungkapkan bahwa metode tersebut dapat
meningkatkan regulasi emosi siswa pada skor pra tindakan sebesar 69.69
poin atau menjadi 91.60 poin. Hal ini dapat diterima dengan alasan bahwa
selama proses expressive writing berlangsung siswa telah mampu
menunjukan perubahan positif pada regulasi emosinya atau pada setiap
aspek regulasi emosi telah menunjukan peningkatana. Selain itu, siswa
mengalami perasaan yang lebih positif, penurunan perasaa negative serta
ekspresi perilaku negative. Halini karena metode expressive writing adalah
sebuah metode menulis yang melibatkan pikiran dan perasaan yang timbul
daripengalaman hidup traumatik atau stress, teknik ini dapat membantu
beberapa orang mengatasi dampak emosional dari peristiwa tersebut.
Permasalahan regulasi emosi yang terjadi pada siswa diatasi dengan metode
expressive writing karena mengandung proses konstruksi ulang terhadap
masalah yang dialami individu, sehingga individu mampu merasionalkan
masalah yang dihadapi siswa.
Layanan bimbingan konseling untuk mengembangkan regulasi
emosi yang dilakukan oleh Febriyanti (2017:13) yaitu dengan
mengembangkan buku panduan pelatihan. Beradasarkan penilaian dari ahli
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
42
materi dan calon pengguna diperoleh hasil presentase sebesar 96,6% untuk
hasil uji validasi materi, dan presentase sebesar 97,3& untuk calon
pengguna, dari hasil rata-rata aspekk memperoleh nilai sangat baik, artinya
dapat dimanfaatkan dalam membantu siswa meningkatkan kemampuan
regulasi emosi siswa.
Febriyanti (2017:14) menjelaskan lebih lanjut bahwa hasil validasi
ahli media menyebutkan bahwa panduanpelatihan regulasi emosi yang
dikembangkan mampu mengungkapkan dan menyampaikan materi secara
teknis, menyampaikan informasi yang memadai baik dari segi gambar-
gambar yang menarik siswa sehingga bisa menentukan nilai dan
manfaatnya. Sementara itu untuk presentase penilaian yang diperoleh dari
ahli validasi yaitu ahli media sebesar presentasi 87,5% untuk uji penilaian
ahli media bahwa panduan pelatihan regulasi emosi sudah sesuai baik dari
segi desain awal, standar teknis, dan penyajian materi.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan konseling memeiliki berbagai
metode atau teknik untuk mengembanngkan regulasi emosi. Layanan yang
digunakan untuk mengembangkan regulasi emosi diantaranya melalaui
layanan bimbingan pribadi, bimbingan kelompok dnegan berbagai teknik
atau metode diantaranya penggunaan metode sosiodrama, role playing.
Sedangkan untuk bimbingan pribadi diantaranya menggunakan Expressive
writing. Layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkan regulasi
emosi juga dapat dilakukan dengan pembuatan panduan pelatihan regulasi
emosi. Jadi, untuk melakukan pengembangan dalam regulasi emosi siswa,
dapat dilakukan dengan berbagai teknik atau metode yang sesuai dengan
kebutuhan dan responden dari penelitian.
6. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian terkait Regulasi Emosi anak telah dilakukan selama
beberapa tahun sebelumnya. Penelitian dilakukan oleh Primana&
Christopora (2017: 192) bahwa sebagian besar anak belum mampu
meregulasi emosinya dengan baik. Terdapat tiga anak yang menunjukkan
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
43
perilaku berbicara menggunakan nada tinggi, berteriak, menarik atau
mendorong saat terlibat konflik dengan teman sebaya. Dua anak
menunjukan perilaku kecenderungan untuk berteriak, melompat-lompat,
melempar benda saat mengalami kesulitan untuk kegiatan menolong diri
sendiri. Serta empat anak lainnya menunjukan perilaku dan respon yang
tepat sesuai dengan situasi. Perilaku menjadi referensi bagi orang tua untuk
mengembangkan kemampuan regulasi emosi yang dapat dilakukan di
rumah.
Primana & Christopora (2017:193) menyebutkan bahwa pelatihan
emosi bertujuan untuk mengembangkan kompetensi emosi yang harus
dimiliki oleh anak secara bertahap yaitu: emotional expressiveness,
emotional knowledge dan emotional regulation. Anak yang mengalami dan
mengekspresikan emosi yang relatif positif dibandingkan emosi negatif
dinilai lebih tinggi oleh guru dalam hal keramahan dan asertif, serta
memiliki nilai yang lebih rendah pada hal agresif dan kesedihan. Anak yang
mampu mengidentifikasi ekspresi emosi dari wajah teman sebaya atau
memahami emosi yang muncul dari situasi sosial yang umum terjadi lebih
cenderung bereaksi secara prososial terhadap emosi yang ditampilkan oleh
teman sebaya mereka.
Analisis yang dilakukan oleh Primana & Christopora (2017:193)
mengungkapkan bahwa pelatihan regulasi emosi terhadap anak
menunjukkan bahwa perilaku regulasi emosi mengalami peningkatan
meskipun program pelatihan sudah tidak dilakukan. Berdasarkan hasil
pengolahan data, program ini efektif untuk meningkatkan regulasi emosi
anak. Keterlibatan guru dan orangtua berperan di dalam keberhasilan dari
program ini mengingat anak masih sangat bergantung dengan lingkungan
sekitarnya yakni keluarga dan sekolah.
Terdapat penelitian lain yang relevan mengenai regulasi emosi
dilakukan oleh Hidayati (2017:225) yaitu hasil penelitian menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan regulasi emosi siswa melalui layanan bimbingan
kelompok dengan teknik sosiodrama dari kategori sedang menjadi tinggi
pada indikator mengatur emosi, dari kategroi rendah menjadi sedang pada
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
44
indikator mengontrol emosi, dan coping stres dari sedang tetap sedang. Hal
ini menunjukan adanya keefektifan dalam pemberian layanan bimbingan
kelompok dengan menggunakan sosiodrama terhadap regulasi emosi siswa.
Penelitian lain mengenai pelatihan regulasi emosi telah dilakukan
oleh Kapliani dewi (2015:13) kepada subjek penderita difabel yang bukan
bawaan lahir. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan stres pada
semua subjek setelah diberikannya pelatihan regulasi emosi. Hal ini
membuktikan bahwa pelatihan regulasi emosi dapat menurunkan stres pada
difabel bukan bawaan. Setelah mengikuti pelatihan regulasi emosi, subjek
mampu mengelola emosi dengan baik dan mengekspresikannya dengan
tepat. Subjek menerima keadaannya dan berpikiran positif sehingga dapat
merasakan kebahagiaan dan terhindar dari stress.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Awalya (2017:31)
menunjukan bahwa terjadi peningkatan regulasi emosi siswa melalui
layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama yaitu dari kategori
sedang menjadi tinggi pada indicator mengatur emosi, dari kategori rendah
menjadi sedang pada indikator mengontrol emosi, dan coping stress dari
sedang menjadi sedang.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id