6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Pada Bab II tentang kajian teori ini, berturut-turut akan dibahas mengenai
pengertian belajar dan pembelajaran, ciri-ciri belajar dan pembelajaran, faktor-
faktor yang mempengaruhi pembelajaran, hasil belajar, pembelajaran Matematika,
pembelajaran kooperatif tipe TGT, kajian hasil penelitian yang relevan, kerangka
berpikir dan hipotesis tindakan
2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Menurut Arifin (2003: 8) belajar merupakan proses aktif siswa untuk
mempelajari dan memahami konsep-konsep yang dikembangkan dalam kegiatan
belajar mengajar, baik individual maupun kelompok, baik mandiri maupun
dibimbing. Dorongan untuk belajar ini bisa berasal dari dirinya sendiri yang
disebut motivasi instrinsik dan dorongan yang dating dari luar dirinya yaitu
disebut dengan motivasi ekstrinsik. Menurut Dimyati & Mudjiono (2002:7)
belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleks belajar ini dapat dipandang dari
dua aspek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai
suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar.
Dari segi guru proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku tentang suatu hal.
Belajar merupakan proses internal yang kompleks yang meliputi seluruh ranah,
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dalam belajar siswa akan mengalami proses perubahan tingkah laku baik itu
perubahan kognitif, afektif, maupun psikomotor. Slameto (1995:2)
mengemukakan belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Perubahan yang terjadi dalam hal ini banyak sekali, dan tentunya tidak setiap
perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Proses
7
perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman,
sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi
nuansa agar program pembelajaran tumbuh dan berkembang secara optimal.
Menurut Djamarah (2002: 12) belajar yaitu serangkaian kegiatan jiwa pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
Menurut Winkel (2004: 59) belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pengetahuan, ketrampilan dan nilai sikap.
Seorang guru mengetahui dari pengalaman bahwa kehadiran siswa dalam kelas
belum berarti siswa sedang belajar, selama siswa tidak melibatkan diri, siswa
tidak akan belajar. Sehingga supaya terjadi belajar dituntut siswa melibatkan diri
dan harus ada interaksi aktif.
2.1.2 Ciri-ciri Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai
tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu
terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa
memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari
oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan,
manusia atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang
sesuatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.
Pada pendidikan formal, guru adalah praktisi yang paling bertanggung
jawab atas berhasil tidaknya program pembelajaran di sekolah/madrasah, sebab
guru merupakan ujung tombak atau memiliki peran sentral dalam kegiatan
pembelajaran di ruang kelas. Sebagai seorang praktisi yang berhadapan langsung
dengan siswa sehari-hari, guru pasti pernah menghadapi masalah berkaitan
dengan pekerjaannya. Sebagai seorang pendidik guru berkeinginan akan apa yang
akan diajarkannya atau sedang dibahas dengan siswa dapat dipahami atau diserap
oleh siswa seoptimal mungkin, namun seringkali tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan.
8
Pada saat ini kebanyakan strategi yang digunakan oleh guru dalam kelas-
kelas tradisional pada umumnya meliputi: penggunaan ceramah, tanya jawab,
penjelasan, pemberian ilustrasi, pendemonstrasian, atau mengarahkan siswa
secara langsung ke sumber informasi selama pembelajaran berlangsung, atau
menggunakan buku teks untuk pemberian tugas-tugas rumah. Semua itu dirancang
dan seringkali dijalankan oleh guru, sementara siswa hanya melihat. Model
pembelajaran seperti itu terbukti gagal mencapai tujuan pembelajaran secara
maksimal, sehingga pada saat ini banyak sekali beberapa konsep pembelajaran
yang diperkenalkan untuk mendongkrak keterpurukan mutu pembelajaran.
Beberapa konsep pembelajaran tersebut antara lain: Active Learning, Contekstual
Teaching Learning dan lain sebagainya, yang pada intinya menawarkan strategi
pembelajaran yang mengutamakan aktivitas siswa dari pada aktivitas guru. Untuk
tujuan inilah guru seharusnya memiliki keberanian untuk melakukan berbagai uji
coba terhadap suatu metode mengajar, membuat suatu media murah, atau
penerapan suatu strategi mengajar tertentu yang secara teoritis dapat
dipertanggungjawabkan untuk memecahkan permasalahan pembelajaran.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Syah (2003: 144) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar secara
global dapat dibedakan menjadi tiga macam yakni:
1. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa) yaknikeadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.
2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa) yakni kondisilingkungan di sekitar siswa.
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yaknijenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metodeyang digunakan siswa untuk melakukan kegiatanmempelajari materi-materi pelajaran.
Menurut Setyosari (2001: 1) pembelajaran merupakan suatu usaha manusia
yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu memfasilitasi belajar orang lain.
Dalam setiap komponen tentunya ada unsur saling bekerjasama daolam mencapai
tujuan tertentu. Pembelajaran merupakan penyajian informasi dan aktivitas-
aktivitas yang dirancang untuk membantu memudahkan siswa atau si belajar
9
dalam rangka mencapai tujuan khusus belajar yang diharapkan. Peristiwa
pembelajaran dalam suatu bidang studi atau mata pelajaran memiliki berbagai
bentuk. Bentuk-bentuk itu berupa proses-proses yang bersifat langsung dalam
kelas dan juga tidak langsung. Pada dasarnya pengertian tentang peristiwa
pembelajaran merupakan serangkaian komunikasi yang dilakukan kepada si
belajar/siswa.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan, baik itu perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan
pembelajaran merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk memudahkan siswa
dalam mencapai tujuan atau keberhasilan yang diharapkan.
2.1.4 Hasil Belajar
Hasil belajar matematika siswa merupakan suatu indikator untuk mengukur
keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran matematika. Menurut Sudjana
(2003: 3), hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang timbul misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu. Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah
berkat pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau
dengan kata lain bukan karena kebetulan. Tingkat pencapaian hasil belajar oleh
siswa disebut hasil belajar.
Menurut Anni (2004: 4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang
diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Sedangkan hasil belajar
menurut Sudjana (2003: 22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajaranya. Hasil belajar ini diperoleh siswa setelah
mengikuti proses belajar mengajar. Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil
belajar siswa atau kemampuan siswa dalam suatu pokok bahasan guru biasanya
mengadakan tes hasil belajar. Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk skor yang
diperoleh siwa setelah mengikuti suatu tes hasil belajar yang diadakan setelah
selesai program pengajaran. Menurut Hamalik (2006: 30), hasil belajar adalah bila
seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut,
10
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Menurut Nasution (2006: 36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak
belajar mengajar dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan guru.
Menurut Darmansyah (2006: 13) menyatakan bahwa hasil belajar adalah
hasil penilaian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang ditimbulkan oleh
kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa mengalami
aktivitas belajar.
2.1.5 Pembelajaran Matematika
Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dimyati dan Mudjiono (2005: 11) bahwa
pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk
membelajarkan siswa. Menurut Suprijono (2009: 3) belajar merupakan kegiatan
psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya, hal ini karena
belajar merupakan suatu pengalaman yang diperoleh berkat adanya interaksi
antara individu dengan lingkungannya. Seseorang dikatakan belajar, bila dapat
diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang
mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku (Mustangin, 2002:1). Perubahan
tingkah laku yang dimaksud adalah karena pengalaman dan latihan. Belajar
merupakan bagian dari hidup manusia. Belajar merupakan proses manusia untuk
mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, sikap dan belajar akan
berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam dunia pendidikan, belajar
merupakan rutinitas siswa, dimana istilah belajar pada dunia pendidikan adalah
program yang terstruktur agar tujuan pendidikan dapat terlaksana dan pada
akhirnya akan meningkatkan SDM bangsa.
Berdasarkan uraian di atas maka pengertian belajar menurut hemat penulis
adalah aktivitas yang merupakan bagian dari hidup manusia yang berupa kegiatan
psiko-fisik-sosio yang menyebabkan perubahan dalam tingkah laku yang berupa
11
kompetensi, keterampilan, sikap yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman yang bertujuan untuk meningkatkan SDM suatu bangsa.
Pembelajaran matematika menurut Muhsetyo (2006: 3) adalah proses
pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan
yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan
matematika yang dipelajari. Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian
kompetensi adalah penggunaan strategi matematika, yang sesuai dengan (1) topik
yang sedang dibicarakan, (2) tingkat perkembangan intelektual siswa, (3) prinsip
dan teori belajar, (4) keterlibatan siswa secara aktif, (5) keterkaitan dengan
kehidupan siswa sehari-hari, (6) pengembangan dan pemahaman penalaran
matematis. Untuk mendukung usaha pembelajaran yang mampu menumbuhkan
kekuatan matematika diperlukan guru yang profesional dan kompeten, yaitu guru
yang menguasai pembelajaran matematika, memahami karakteristik belajar siswa
dan dapat membuat keputusan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
Beberapa komponen dalam standar guru matematika yang profesional adalah: (1)
penguasaan dalam pembelajaran matematika, (2) penguasaan dalam pelaksanaan
evaluasi pembelajaran matematika, (3) penguasaan dalam pengembangan
profesional guru matematika, dan (4) penguasaan tentang posisi penopang dan
pengembang guru matematika dalam pembelajaran matematika. Guru matematika
yang profesional dan kompeten mempunyai wawasan landasan yang dapat dipakai
dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran matematika.
Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 menjelaskan bahwa
pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secaraluwes, akurat,efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukanmanipulasimatematika dalam membuat generalisasi, menyusunbukti, ataumenjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahamimasalah,merancang model matematika, menyelesaikan modeldan menafsirkansolusi yang diperoleh.
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,ataumedia lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
12
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalamkehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minatdalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diridalam pemecahan masalah (Peraturan Menteri PendidikanNasional,2008: 134).
Russefendi (1992: 57) menjelaskan bahwa matematika sebagai suatu mata
pelajaran disekolah dinilai cukup memegang peran penting untuk di ajarkan di
sekolah karena beberapa alasan antara lain sebagai berikut:
a. Dengan belajar matematika dapat menyelesaikan persoalan yangada dalam masyarakat yaitu berkomunikasi sehari-hari sepertidapat berhitung, menghitung luas, menghitung berat, dansebagainya.
b. Matematika dapat membantu bidang studi lain seperti fisika,kimia,geografi, dan sebagainya.
c. Dengan mempelajari geometri ruang, siswa dapatmeningkatkanpemahaman ruang. Dengan mempelajari aljabardapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, logis, dansistematis dalam merumuskan asumsi, definisi, generalisasi, danlain-lain.
d. Matematika sebagai alat ramal/ perkiraan seperti prakiraan cuaca,pertumbuhan penduduk, keberhasilan belajar, dan lain-lain.
e. Matematika berguna sebagai penunjang pemakaian alat-alatcanggih seperti kalkulator dan komputer.
Ruang lingkup Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dipelajari
dalam Matematika dalam rangka untuk mencapai tujuan pembelajaran itu dapat
dicapai melalui standar kompetensi dan kompetensi dasar. Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) telah melakukan penyusunan Standar Isi (SI), yang
kemudian dituangkan kedalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) nomor 22 tahun 2006, yang mencakup komponen:
a. Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimalyang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harusdicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik padasetiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.
b. Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didikyang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK pesertadidik.
Pencapaian SK dan KD Kelas 4 Semester 2 didasarkan pada pemberdayaan
siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri
yang difasilitasi oleh guru.
13
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
SK KD
Operasi Hitung Pecahan
1. Menggunakan pecahandalam pemecahan masalah
1.1 Menjumlahkan pecahan1.2 Mengurangkan pecahan
2.1.6 Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)
Pada sub bab berikut akan dijelaskan mengenai pengertian model TGT,
langkah-langkah TGT dan kelebihan dan kekurangan dari model TGT.
2.1.6.1 Pengertian Model TGT
Model ini dikembangkan oleh De Vries dan Slavin pada tahun 1978 di John
Hopkins University. Aktivitas dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT
memungkinkan siswa dapat belajar lebih semangat di samping dapat
menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat serta keterlibatan
belajar. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama
dan membantu dalam memahami bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika
salah satu teman dalam kelompok belum menguasai materi pembelajaran. TGT
merupakan bentuk pembelajaran kooperatif dimana setelah siswa belajar secara
individu untuk selanjutnya dalam kelompok masing-masing anggota kelompok
mengadakan turnamen atau lomba dengan kelompok lainnya sesuai dengan
tingkat kemampuannya.
Menurut Sasmito (2005: 22) pembelajaran kooperatif tipe TGT ini sangat
mudah diterapkan, karena dalam pelaksanaannya tidak memerlukan fasilitas
pendukung yang harus tersedia seperti peralatan khusus. Selain mudah
diterapkannya dalam penerapannya TGT juga melibatkan aktivitas seluruh siswa
untuk memperoleh konsep yang diinginkan. Misalnya, kegiatan tutor sebaya
terlihat ketika siswa melaksanakan turnamen yaitu setelah masing-masing anggota
kelompok menjawab pertanyaan, untuk selanjutnya saling mengajukan pertanyaan
dan saling belajar bersama.
14
Siswa yang mempunyai kemampuan dan jenis kelamin yang berbeda akan
dijadikan dalam sebuah kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa. Dari
masing-masing anggota kelompok tersebut diperbandingkan dengan anggota
kelompok lainnya yang berkemampuan homogen dalam meja turnamen. Materi
yang dilombakan adalah masalah yang berkaitan dengan konsep atau prinsip yang
dipelajari.
Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis
pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil
sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan
yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa
dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi
kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah
untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai
kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam
bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula
sebagai review materi pembelajaran.
Melalui pengertian dari para ahli tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
model pembelajaran tipe TGT adalah satu tipe atau model pembelajaran
kooperatif yang melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan
status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan reinforcement. Dalam aktivitas belajar dengan permainan yang
dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat
belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja
sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
2.1.6.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Model TGT
Menurut Slavin (2005: 39) pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5
langka tahapan yaitu: tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam
kelompok (teams), permainan (game), pertandingan (tournament), dan
penghargaan kelompok (team recognition).
15
Langkah-langkah pembelajaran (sintaks) model pembelajaran kooperatif
tipe TGT sebagai berikut:
1) Tahap penyajian kelas (class precentation)
Bahan ajar dalam TGT mula-mula diperkenalkan melalui presentasi kelas.
Presentasi ini paling sering menggunakan pengajaran langsung atau suatu
ceramah-diskusi yang dilakukan oleh guru, Namun presentasi dapat meliputi
presentasi audio-visual atau kegiatan penemuan kelompok. Pada kegiatan ini
siswa bekerja lebih dahulu untuk menemukan informasi atau mempelajari
konsep-konsep atas upaya mereka sendiri. Presentasi kelas dalam TGT
berbeda dari pengajaran biasa, dalam presentasi tersebut harus jelas-jelas
fokus pada unit TGT tersebut. Dengan cara ini, siswa menyadari bahwa siswa
harus sungguh-sungguh memperhatikan presentasi kelas tersebut, karena
dengan begitu akan membantu siswa dalam turnamen/pertandingan dengan
baik dan skor turnamen siswa menentukan skor timnya.
2) Belajar dalam kelompok (teams)
Siswa ditempatkan dalam kelompok – kelompok belajar yang beranggotakan
5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau
ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok,
diharapkan dapat memotifasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang
berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam
menguasai materi pelajaran. Fungsi utama tim adalah untuk memastikan
bahwa semua anggota tim itu belajar. Secara lebih spesifik untuk
mempersiapkan semua anggota tim agar dapat mengerjakan kuis dengan baik.
Setelah guru mempresentasikan bahan ajar, tim tersebut berkumpul untuk
mempelajari LKS atau bahan lain. LKS dapat diperoleh dari hasil penelitian
dan pengembangan sebuah pusat, lembaga atau proyek yang telah punya LKS
siap pakai atau dapat dibuat sendiri oleh guru. Ketika siswa mendiskusikan
masalah bersama dan membandingkan jawaban, kerja tim yang paling sering
dilakukan adalah membetulkan setiap kekeliruan atau miskonsepsi apabila
teman sesama tim membuat kesalahan. Kerja tim tersebut merupakan ciri
terpenting TGT. Pada setiap saat, penekanan diberikan kepada anggota tim
16
agar melakukan yang terbaik untuk timnya, dan pada tim sendiri agar
melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. Tim tersebut
menyediakan dukungan teman sebaya untuk kinerja akademik yang memiliki
pengaruh berarti pada pembelajaran, dan tim yang menunjukkan saling peduli
dan hormat, hal itulah yang memiliki pengaruh yang berarti pada hasil-hasil
belajar.
3) Permainan (games)
Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua anggota
kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan – pertanyaan yang
diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan
kelompok. Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil
dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing–masing
ditempatkan dalam meja–meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5
sampai 6 orang peserta dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal
dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap
peserta homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan
permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu – kartu
soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja
sehingga soal dan kunci tidak terbaca).
4) Pertandingan (tournament)
Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan
pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang
undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada
pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor
undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri
oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam
soal.
Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan
membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang searah
jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor
17
hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang
pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja.
Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal
habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap
peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal,
pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali – kali
dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama
sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal. Dalam permainan ini pembaca
soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak
boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain.
Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja
menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang
diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain
kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh
berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali
kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua
kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota
kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan
kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
5) Penghargaan Kelompok (team recognition)
Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah
menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok
dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing-
masing anggota kelompok dibagi dengan banyaknya anggota kelompok.
Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-rata poin yang didapat oleh
kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh masing-
masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh.
18
2.1.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Model TGT
Seperti halnya metode pembelajaran yang lain TGT juga mempunyai
kelebihan dan kekurangan, kelebihan TGT antara lain:
1) Keterlibatan siswa dalam belajar mengajar
2) Siswa menjadi semangat dalam belajar
3) Pengetahuan yang diperoleh siswa bukan semata-mata dari guru, tetapi juga
melalui konstruksi oleh siswa itu sendiri
4) Dapat menumbuhkan sikap positif dalam diri sendiri seperti: kerjasama,
toleransi, dan bisa menerima pendapat orang lain.
Sedangkan kekurangan TGT diantaranya adalah:
1) Bagi para pengajar pemula, model ini menumbuhkan waktu yang banyak.
2) Membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai seperti persiapan soal
turnamen
3) Siswa terbiasa belajar dengan adanya hadiah.
Untuk solusi kekurangan dari model TGT ini adalah:
1) Sediakan waktu lebih banyak dari jumlah jam mengajar yang biasa, agar
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat berjalan dengan efektif.
2) Persiapkan peralatan (sarana dan prasarana) pada saat turnamen sebaik dan
selengkap mungkin.
3) Usahakan jangan membiasakan siswa dengan memberikan hadiah (reward)
yang berlebihan, dapat hanya berupa penguatan positif saja.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh beberapa
peneliti yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk
memecahkan masalah pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Penelitian
tersebut antara lain:
Penelitian yang dilakukan oleh Noffrida (2010) yang berjudul Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Tentang Operasi Hitung Pecahan Pada Siswa Kelas 4 SDN 01
Macanan Tahun Pelajaran 2009/2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
19
siklus yang pertama, sebanyak 63,33% siswa berhasil memperoleh nilai rata-rata
60,37. Sedangkan pada siklus yang kedua 80% siswa memperoleh nilai dengan
rata-rata 69,90. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas 4 Sekolah Dasar
Negeri 01 Macanan dalam menghitung operasi hitung pecahan materi pokok
penjumlahan dan pengurangan pecahan. Keunggulan dari penelitian ini yaitu
terciptanya kerja sama diantara siswa yang lain atau anggota kelompok yang lain,
sedangkan kelemahannya yaitu masih belum bisa sepenuhnya mengaktifkan
siswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dipilih tindak lanjut untuk melakukan
penelitian pada pokok bahasan pecahan menggunakan model TGT untuk
memancing siswa mengeluarkan semua pendapat atau pengetahuannya dan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Zaini (2010) yang berjudul Penerapan
Pembelajaran Kooperatif TGT untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Tentang operasi hitung pecahan pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Sidakaton 04
Tahun Ajaran 2009/2010. Hasil penelitian tersebut menunjukkan Pembelajaran
kooperatif TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mengurukan
pecahan. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya ketuntasan belajar siswa
dari jumlah 29 siswa yang tuntas dengan KKM : 60 pada siklus 1 PTK sebanyak
23. Kemudian setelah diadakan siklus 2 PTK ketuntasan belajar siswa meningkat
menjadi 28 siswa (96 %). Keunggulan dari penelitian ini yaitu meningkatnya hasil
belajar siswa dalam mengurutkan pecahan. Sedangkan kelemahannya yaitu
peningkatan hasil belajar tidak sesuai karena dengan model pembelajaran TGT
masih belum bisa sepenuhnya mengaktifkan siswa dalam kelompoknya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dipilih tindak lanjut untuk melakukan
penelitian pada pokok bahasan pecahan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mayasari, M. Dewi. (2008). Dengan judul
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model TGT Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas 4 SDN Ngrami I
Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk. Hasil penelitan ini menunjukkan
bahwa (1) pelaksanaan pembelajaran Matematika dengan menerapkan model TGT
20
adalah belajar disertai diskusi kelompok, permainan dan turnamen, (2)
pembelajaran kooperatif model TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran Matematika kelas 4 SDN Ngrami I Kecamatan Sukomoro
Kabupaten Nganjuk, yaitu dari rerata skor 67,92 dan daya serap klasikal 16%
pada pra tindakan dan setelah tindakan menjadi rerata skor 70 dan daya serap
klasikal 54% pada siklus I, dan rerata skor 87,2 dan daya serap klasikal 88% pada
siklus II, (3) dampak pembelajaran kooperatif model TGT terhadap aktivitas
belajar siswa adalah semangat kerjasama siswa yang meningkat. Kelebihan dari
penelitian ini sudah jelas dalam memaparkan urutan peningkatan setiap siklus.
Kelemahannya yaitu belum dipaparkan apa yang menjadi permasalahan dalam
penelitiannya serta belum ditampilkan jumlah siswa sebagai sampel. Sebagai
upaya tindak lanjut perlu pengembangan penelitian dengan menambahkan jumlah
sampel agar terlihat perubahan setelah menggunakan model TGT.
Dari hasil beberapa penelitian di atas membuktikan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat membantu proses pembelajaran untuk
meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Mengacu pada penelitian terdahulu,
maka peneliti ingin melakukan penelitian lagi dengan menggunakan cara yang
pembelajaran yang sama. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara
penelitian yang dilakukan kali ini, dengan penelitian-penelitian terdahulu.
Perbedaan tersebut pertama bahwa pada penelitian terdahulu, para peneliti
menggunakan variabel minat sebagai salah satu variabel yang diteliti. Artinya
bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, peneliti
menduga dapat meningkatkan hasil belajar yang berimplikasi pada hasil belajar
matematika siswa. Kedua, subyek penelitian. Pada penelitian terdahulu subyek
penelitiannya adalah siswa sekolah yang berbeda. Penulis berasumsi bahwa
perbedaan subyek didik, merupakan faktor lain yang akan mempengaruhi hasil
belajar. Situasi sekolah yang berbeda, fasilitas yang berbeda, tantangan
masyarakat yang berbeda, demikian juga pola asuh dari orangtua yang berbeda
karena budaya yang berbeda tentu berkontribusi terhadap hasil belajar Matematika
siswa juga. Karena itu, dengan memilih subyek penelitian yaitu siswa kelas 4 SD
Negeri Pulutan 02 Salatiga, peneliti bermaksud melihat peningkatan hasil belajar
21
matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Artinya, jika model pembelajaran ini efektif, maka pendekatan ini akan menjadi
rujukan bagi sekolah bersangkutan, maupun sekolah yang berbeda, karena
terbukti teruji pada sekolah yang tentu saja memiliki situasi yang berbeda-beda.
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang, pada pembelajaran matematika dikelas 4 SD
Negeri Pulutan 02 Salatiga masih bersifat konvensional dengan dominan
menggunakan ceramah, guru belum memberikan kegiatan yang bisa membuat
siswa berinteraksi dalam pembelajaran sehingga menyebabkan siswa bosan dan
tidak fokus dalam pembelajaran. Pembelajaran tersebut cenderung terkesan
teacher centered. Hal ini mengakibatkan rendahnya kualitas pembelajaran
matematika dikelas tersebut yang ditunjukkan dengan sangat jauh dari KKM
untuk mata pelajaran matematika yaitu 60.
Hasil belajar Matematika siswa sangat penting untuk ditingkatkan karena
hasil belajar Matematika siswa menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran
yang dilaksanakan. Siswa kelas 4 SD Negeri Pulutan 02 Salatiga memiliki hasil
belajar matematika yang masih rendah. Hal ini terlihat dari kurangnya respon
siswa saat guru memberikan pertanyaan/instruksi, siswa takut untuk bertanya atau
berpendapat, kurangnya interaksi siswa dengan siswa lain berkaitan dengan
pembelajaran matematika serta kurang diikutsertakannya siswa dalam membuat
kesimpulan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran masih
didominasi oleh guru sehingga siswa cenderung pasif. Oleh karena itu, diperlukan
usaha perbaikan yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Dalam mengatasi hal tersebut, peneliti melakukan perbaikan proses
pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran kooperatif TGT. Manfaat
model TGT ini menurut Slavin (dalam Nur, 2006: 26) "menimbulkan motivasi
siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas". Salah satu kebutuhan
yang menyebabkan seseorang mempunyai motivasi mengaktualisasikan dirinya
adalah kebutuhan untuk diterima dalam suatu masyarakat atau kelompok.
Demikian juga dengan siswa, mereka akan berusaha untuk mengaktualisasikan
22
dirinya, misalnya melakukan kerja keras yang hasilnya dapat memberikan
sumbangan bagi kelompoknya.
Sehingga, dengan upaya tersebut maka siswa akan lebih aktif dalam
pembelajaran, kemampuan dalam menyelesaikan masalah dapat meningkat
sehingga hasil belajar siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan yang telah
ditetapkan, serta keterampilan guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat
meningkat. Dengan demikian kualitas pembelajaran dikelas 4 SD Negeri Pulutan
02 dapat dikatakan meningkat. Dari uraian di atas dapat digambarkan melalui
bagan berikut.
23
Guru :
Teacher centeredsehingga tidakmenciptakaninteraksipembelajaran yangaktif dan kreatif.
Siswa: Siswa jenuh dalam pembelajaran
karena siswa hanya menghafaltanpa memaknai.
Dibuktikan dengan prestasibelajar siswa sangat rendahmasih ada nilai dibawah KriteriaKetuntasan Minimal (KKM)yang ditetapkan sekolah yaitu 60
Kualitas pembelajaran rendahmenyebabkan hasil belajar siswarendah. 57% hasil belajar di bawahKriteria Ketuntasan Minimal(KKM) yang ditetapkan sekolahyaitu 60.
Strategi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipeTGT. KD : 5. Menjumlahkan dan mengurangkan pecahan
5.1 Melakukan operasi hitung pecahan
Siswa menyimak materitentang operasi hitungpecahan dalam matematika
Siswa membentukkelompok belajar @5-6
orang.
Siswa melakukanturnamen mewakili
kelompoknya
Pertandingan dilakukan setiap pemain dalam tiap mejamenentukan dulu pembaca soal dan pemain yang
pertama dengan cara undian
Siswa yang mendapat skorterbanyak diberi penghargaan
Hasil belajarmatematika siswa
meningkat
Membutuhkandesaindanstrategipembelajar
an dapatmengaktifkan siswa
ProsesMenggunakanModel TGT
Hasil
Melakukanpengamatan
24
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir yang diuraikan di atas, maka hipotesis
tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar
matematika dapat diupayakan melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT pada siswa kelas 4 SD Negeri Pulutan 02 Salatiga semester 2 tahun
ajaran 2012/2013.