6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Umum
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam merencanakan struktur yaitu
memilih sifat dan bahan yang akan digunakan. Merencanakan struktur bisa
menggunakan banyak hal diantaranya adalah bahan yang berasal dari beton,
baja, maupun kayu. Bahan-bahan itu mempunyai ciri khas tidak sama satu sama
lain. Dan memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Baja mempunyai berat yang tinggi perunitnya, bersifat permanen, daktail,
elastis, sangat mudah dipasang menggunakan baut dan juga las, sangat mudah
dipabrikasi dari bermacam-macam bentuk dan ukuran yang bisa dimanfaatkan
lagi jika struktur tersebut telah dibongkar. Disisi lain, ada berbagai macam
kerugian dari baja yaitu besarnya biaya dari perawatannya, dikarenakan baja
mempunyai sifat korosi, baja juga tidak tahan dengan api dari panas sangat
tinggi, bersifat (buckling) atau tekukan pada gaya aksial dari tekanan, kelelehan
atau (fatigue), dan tegangan baja yang bermacam-macam atau (stress reversals)
Bahan beton terbuat dari penggabungan agregat yang halus dicampur
dengan bahan agregat berat, seperti pecahan batu, pasir, dan bahan lain yang
serupa, serta semen yang bisa membantu mereaksikan kimia pada proses
pemeliharaan dan pengerasan pada beton. Dengan menambahkan air sebagai
suplemen tekanan beton berubah menjadi tinggi dari pada kekuatan pada
tarikannya, karena beton merupakan salah satu benda yang rapuh. Di bagian
struktural, batang baja yang ada di bangunan saling diperkuat agar dapat
mengimbangi kelemahan, dikhususkan pada hal yang berkaitan dengan
ketegangan. Bagian struktural dari beton tersebut yaitu beton bertulang.
2.2 LRFD (Load and Resistence Factor Design)
LRFD atau yang berkepanjangan Load and Resistence Factor Design ini
yaitu salah satu metode yang dibuat untuk merencanakan struktur bangunan
dan
7
metode ini digunakan pada bangunan baja di Amerika yang biasanya disebut
dengan AISC-LRFD (Load and Resistence Factor Design). Sedangkan Indonesia
sendiri menggunakan metode lama yaitu metode ASD memiliki standard yang
sesuai dengan SNI dalam aturan perencanaan mereka, tetapi sekarang diperbarui
untuk merujuk AISC-LRFD. Metode LRFD menekankan perilaku bahan atau
bagian selama keruntuhan. Seperti yang kita ketahui, bahkan jika tegangan melebihi
tegangan leleh (fy), material (terutama baja) tidak cepat runtuh. Namun ada distorsi
plastis pada material. Jika tegangan sangat besar, pengerasan regangan akan terjadi
dan menghasilkan peningkatan voltase, hingga voltase runtuh (fu). Kejadian ini
dinamakan tegangan pada ultimate. Apabila tegangan yang akhir melampaui batas,
dapat terjadi keruntuhan pada bangunan.
LRFD biasanya memakai perhitungan dari tegangan yang bersimbol (fy)
dan menggunakan ultimate (fy), dan tidak semua yang memakai perhitungan
(fu). Metode LRFD memakai beban yang berfaktor maksimal jika ada
kegagalan. Beban dari layanan tersebut selalu di kalikan menggunakan factor
amplifikasi >1. Disisi lain, ada yang dimaksut kuat nominal yaitu kekuatan
yang bisa menahan beban-beban yang diberikan faktor resistensi dan reduksi
karena implementasi yang tidak sempurna dilapangan.
2.3 Struktur Komposit
Pada bidang konstruksi sipil, struktur dari komposit ini telah dimanfaatkan
sejak 1910-1938 dan telah berkembang karena para insinyur jembatan dan
bangunan. Struktur komposit, yaitu struktur yang konservatif dari pada beton
yang biasa dan pracetak dikembangkan di Negara Jepang ketika sedang
8
dikembangkan (Sassa 2007). Metode desain untuk struktur yang kompleks
terus berkembang seiring dengan analisis perencanaan struktural yang
berlangsung. Perencanaan yang kompleks yang memakai metode ASD atau
singkatan dari Allowable Stress Design. Di tahun 1986 AS (Amerika Serikat)
telah merencanakan struktur komposit yaitu LRFD.
Ketika dua batang penahan benda yaitu struktur lantai beton atau baja
balok disamarkan dengan cara yang integral yang menjadi satu unit dan
menghilang tidakan gabungan terjadi. Besar komposit dihasilkan tergantung
dalam pengaturan yang telah dibuat yang berguna memastikan regangan yang
linier satu atau tunggal pada bagian atas dari pelat beton ke baja penampang.
Komposit beton struktural dan balok baja adalah kontruksi satu bagian
yang memanfaatkan beton dan baja. Kekuatan ini adalah beton tekanan yang
kuat dan baja yang kuat pada tegangan. Balok-balok pelat yang ada pada baja
adalah struktural dari pelat pada beton dan terpasang pada tempatnya. Pelat
pada beton dan baja bisa menopang beban-beban yang saling terpisah. Efek
material dari struktur komposit ini menggabungkan beton dan pelat yang ada
pada baja belum dihitung. Kelalaian ini didasarkan pada asumsi bahwa
hubungan antar pelat yang ada pada beton dan atasnya balok baja tidak bisa
dimanfaatkan. Tetapi jika menggunakan las, kolektor slide yang mekanis dapat
menahan kegeseran yang horizontal
Berikut adalah pembagian dari struktur komposit:
1. Kolom yang ada pada baja yang telah dibungkus dengan beton atau balok
baja yang dibungkus dengan beton yang ada pada gambar 2.1 a dan d
2. Kolom pada baja yang terisi dengan beton atau tiang pada pancang yang
ada pada gambar 2.1 b dan c
3. Slab beton tertahan oleh balok baja yang ada pada gambar Gambar 2.1 e
9
Gambar 2.1 Macam-Macam dari Komposit
Disebabkan oleh momen yang inersia pada komponen yang struktural,
maka komposit > non-komposit, dan defleksi struktural berkurang. Karena
momen inersia elemen struktural komposit dapat dicapai hanya saat beton telah
mengeras. Perhitungan momen dari inersia yang ada pada profil baja hanya
bisa dihitung khusus pada defleksi yang terkena beban kerja yang ada sebelum
beton yang mengeras.
2.4 Balok Komposit
Balok komposit yaitu elemen-elemen terstruktur yang ada di setiap bagian
struktur, balok juga dapat membawa beban yang sedang bekerja secara tegak
dan lurus terhadap longitudinal. Hal ini dapat menekuk balok. Komposit yang
ada pada balok disebut profil baja dengan memperhitungkan sambungan yang
ada pada geser di sayap atau disebut Shear Connector yang terletak pada profil
baja bagian atas atau yang terbungkus oleh beton.
10
Gambar 2.2 Perbandingan Balok Komposit dengan Balok non-komposit
(Salmon, 1992: 578)
Aksi dari balok komposit yang dibentuk oleh kegeseran yang terjadi pada balok
baja dan pelat beton, sebagai berikut:
a. Mekanisme-mekanisme yang tertahan (interlocking) pada konektor
pergeseran dan pelat beton
b. Mekanisme-mekanisme yang retak dan juga gesekan pada permukaan
bagian atas di profil baja menjadi bengkok tepat pada beton dan resistensi
mekanisme di lapangan yang terjadi pada beton dan juga selubung di
sekitar baja
2.4.1 Lebar Efektif Balok Komposit
Keefektifan lebar dari balok komposit berfungsi ketika mendesain balok.
Hal ini dikarenakan bahan-bahan bangunan sintetis atau beton dan baja
memiliki perbedaan sifat secara fundamental. Kejadian tersebut karena lebar
efektif dari balok komposit membantu mengubah pelat beton menjadi
penampang baja. Perhitungan gravitasi bagian dapat dilakukan seefektif
kompositnya komponen yaitu:
Pada balok bagian dalam:
Lebar efektif (bE) ≤ 𝐿
4 + jarak pusat balok ke tepi pelat
Lebar efektif (bE) ≤ 𝑏𝑜
2 + jarak pusat balok ke tepi pelat
11
Pada balok bagian luar:
Lebar efektif (bE) ≤ 𝐿
8
Lebar efektif (bE) ≤ bo
Yang menyatakan bahwa :
L = bentang balok komposit
bo = jarak as ke as antara balok komposit
Gambar 2.3 Lebar Efektif Balok Komposit
2.4.2 Tegangan Pada Balok Komposit
Untuk mengetahui tekanan di bagian balok komposit, harus mengetahui
dulu tentang pusat gravitasi bagian komposit. Pertama, kita perlu mengetahui
pusat gravitasi bagian itu, karena perbedaan antara baja dan beton juga perlu
dikonversi di baja penampang dan telah dijelaskan di sub bab sebelum ini.
Beberapa metode untuk mentransformasikan bagian baja yang dijelaskan pada
bab sebelumnya. Metode konversi adalah sebagai berikut:
Luas transformasi = 𝐴𝑐
𝑛
Yang menyatakan bahwa :
Ac = luas pelat beton efektif = bE × teba; plat
n = rasio modulus = 𝐸𝑠
𝐸𝑐
Es = modulus elastisitas baja (200000 MPa)
12
Ec = modulus elastisitas beton = 4700 √𝑓′𝑐 (MPa)
f’c = kuat tekan rencana pada usia 28 hari (MPa)
Gambar 2.4 Diagram Tegangan dan Regangan Pada Balok Komposit dengan
Luas
Kita telah mengetahui bagaimana cara menentukan daerah luas pada
transformasi, hal yang dilakukan selanjutnya adalah menentukan nilai pusat
gravitasi dan momen inersia yang ada, agar kita dapat mengetahui besarnya
tegangan yang terjadi. Ukuran penampang pada bagian melintang adalah sebagai
berikut:
13
2.4.3 Kuat Lentur Pada Balok Komposit
Untuk perencanaan struktur pada komposit, pada beton yang belum
mengeras baja struktur dipastikan kuat terlebih dahulu untuk menahan berat
pada beban dan bebannya sendiri, umur dari konstruksional sama dengan 100
kg/𝑚2. Struktur pada momen-momen yang bernominal besar pada baja
bergantung pada value atau nilai lepadatan baja penampang yang akan
diaplikasikan.
Tabel 2.1 Nilai Batasan Kelangsingan untuk Penampang WF
2.4.3.1 Penampang Kompak
14
2.4.3.2 Penampang Tak kompak
2.4.3.3 Penampang Langsing
𝑀𝑛 = 𝑀𝑟(𝜆𝑟
𝜆)2
15
2.4.3.4 Kuat Lentur pada Balok Komposit Untuk daerah Momen Positif
Kekuatan lentur yang ada pada komposit balok di bagian momen yang tertera
di SNI-031729-2015 ayat 12.4.2.1 yaitu seperti dibawah ini:
a. Untuk ℎ
𝑡𝑤≤
1680
√𝑓𝑦𝑓
Dengan ϕb = 0,85 dan Mn dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis
yang ada pada penampang komposit
b. Untuk ℎ
𝑡𝑤≤
1680
√𝑓𝑦𝑓
Pada ϕb = 0,90 dan Mn dilihat berdasarkan superposisi dari tegangan listrik
dengan menghitung efek transien atau perancah
Berdasarkan dengan kekuatan lentur dari sebuah komposit balok yang telah
terhitung berpacu pada tegangan plastis berdistribusi, bisa diklasifikasikan jadi
2 adalah:
Gambar 2.5 Diagram Tegangan dengan Sumbu Plastis Jatuh pada Pelat Beton
Sesuai dengan penjelasan pada gambar diatas, besar gaya tekan C yaitu:
Besar pada gaya tarik T pada profil baja yaitu:
16
Dengan keseimbangan gaya C sama dengan T, yang diperoleh dari :
Kekuatan kelenturan pada komposit balok bisa diketahui dengan berpacu pada
penjelasan pada gambar tersebut yaitu:
Atau :
Sumbu-sumbu plastis yang netral jatuh di profil-baja
Gambar 2.6 Tegangan dengan Sumbu Plastis Jatuh pada Profil Baja
17
Kejadian ini dapat terjadi ketika nilai dari “a” > daripada ketebalan pelat
pada lantai. Berdasarkan gambar tersebut, gaya yang terjadi pada tekanan Cc
yang konkrit di beton yaitu:
Dari keseimbangan gaya, kita dapatkan persamaan bahwa
Kekuatan Tarik T lebih kecil daripada awalnya (fy x As), karena luas
penampang yang merupakan resistansi awal berubah menjadi tekan.
T = fy x As - Cs
Cc + Cs = fy x As - Cs
2Cs = fy x As - Cs
Cs = 𝑓𝑦 𝑥 𝐴𝑠 𝑥 0,85 𝑥 𝑓′ 𝑐 𝑥 𝑏𝐸 𝑥 𝑡𝑠
2
Maka, kekuatan lentur pada komposit balok yaitu:
Mn = Cc . d’ + Cs . d
2.4.3.5 Kuat Lentur Balok Komposit Untuk Daerah Momen Negative
Dalam rencana kekuatan lentur untuk area momen negatif dalam pasal
12.4.2.3 SNI- 03-1729-2015, besarnya didasarkan pada distribusi tegangan
plastis dari penampang komposit selama ketentuan berikut dipenuhi pada ϕb =
0,85 dan Mn ditentukan bahwa:
Baja Balok memiliki kekompakan pada penampang telah mendapat
pengaku
Di daerah momen negatif penghubung geser berfungsi sebagai penyatu
antara pelat beton dan balok baja
Balok yang sejajar dengan tulangan pelat di area kelebaran efektif yang
ada pada pelat beton wajib diperbaiki
18
2.5 Dek Baja Gelombang (Deck Galvalum)
Pengembangan dari komposit diawali penggunaan dek yang berfungsi
sebagai bentuk gelombangnya baja, pelat beton bertindak sebagai penguat
positif untuk dicetak, serta papan yang ada pada beton. Dek bisa digunakan
untuk penunjang arah pada blok lateral ketika beton belum diatur. Persyaratan
dek baja konektor gelombang dan geser komponen struktur komposit
ditentukan dalam pasal 12.4.5.1 dari SNI 03-1729-2015
Gambar 2.7 Penampang Melintang Dek Baja Gelombang (SNI 03-1729-2015)
Perilaku komposit yang terjadi pada pelat beton dan deck baja gelombang bisa
berbentuk dari:
Adhesi kimia serta gesekan yang terjadi pada 2 bahan
Kuat yang pasif yang ada pada profil deck bertindak pre-press
Interface serta interlock dari embossment atau tonjolan yang ada di bagian
permukaan dek
Ada berbagai macam manfaat dari pelat komposit dek baja gelombang yaitu:
1. Tebal pelat yang ada pada lantai dapat berkurang. Dikarenakan desain
untuk penggunaan dek sama persis dengan penggunaan lempengan tebal.
2. Baja dekk memberi kuat lentur tinggi di pelat, maka dari itu bisa
digunakan untuk tarikan lentur tulangan positif di plat komposit baja.
3. Dapat dimanfaatkan untuk bekisting permanen pada plat-beton yang
bertulang konvensional.
19
2.5.1 Momen Kapasitas Lentur Positif
Momen pada kapasitas yang berlentur positif bisa dilihat di gambar 2.8
dibawah ini:
Gambar 2.8 Diagram Tegangan Pada Pelat Komposit
Yang menyatakan bahwa :
C = 0,85 fc’ . a . b
T = As . fy
Balance atau seimbang yang didapatkan dari gaya yang horizontal, apabila C
sama dengan T , maka:
𝑎 =𝐴𝑠 𝑥 𝑓𝑦
0,85 𝑥 𝑓′𝑐𝑥 𝑏
Jadi, nilai momen dari kapasitas kelenturan deck baja Mn.
Mn = T.d’
Mn = As . fy . (d - ɑ
2 )
Keterangan :
Mn = momen nominal lentur pada dek baja (N.mm)
As = luasan pada dek baja (mm2)
a = garis netral pada penampang (mm)
b = persatuan lebar pada dek baja (mm)
20
2.5.2 Desain Tulangan Negatif
Hitungan didalam desain tulangan negatif memakai persamaan yang
mengacu pada Istimawan Dipohusodo,1994:
Dren = tebal pelat (h) = tebal selimut beton minimum – ½ Øtul. rencana.
Menentukan nilai (k) yang dibutuhkan yaitu:
𝑘 =𝑀𝑢
(𝜙.𝑏.𝑑2) = 0,80 (MPa)
ω = 0,85√0,72 − 1,7𝐾
𝑓𝑐′
𝜌 = ω𝑓𝑐′
𝑓𝑦
Mecari nilai dari rasio tulangan (ρ) wajib dibatasi oleh rasio tulangan minimal
dan rasio tulangan maksmal (ρmin < ρ < ρmaks).
𝜌𝑚𝑖𝑛 =1,4
𝑓𝑦
𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,75𝑥 𝜌𝑏
𝜌𝑏 = 0,85 . 𝛽1 . 𝑓𝑐
𝑓𝑦 𝑥 (
600
600 + 𝑓𝑦)
Cara menghitung luasan pada tulangan yaitu :
As = ρ.b.d
Jika nilai dari ρ < ρmin maka yang dibutuhkan untuk mencari luas
tulangan yaitu ρmin.
2.6 Pembebanan dari Beban Gravitasi dan Lateral
Jika ingin menjelaskan beban-beban, maka harus mmempertimbangkan
beban kerja sebagai berikut: beban hidup, mati dan seismik atau gempa. Ada 2
macam pembebanan yaitu:
1. Beban Gravitasi :
21
Yang dimaksut disini yaitu beban yang memakai campuran dari
beban-beban ultimit, campuran atau kombinasi pembebanannya yaitu
(1,2 D+1,6 L). Perhitungan beban (beban hidup serta mati) selalu
bekreja di struktur itu. Beban-beban struktural bangunan kerja di plat
(lantai dan serta atap), kemudian pada balok anak dan induk (dengan
cara sebelum serta sesudah komposit
2. Beban Lateral:
Kita dapat memakai berbagai respon analisis yang spektral
muatannya. Perhitungan ini berlaku untuk gempa bumi dalam struktur
bangunan:
i. Perhitungan berat bangunan per lantai
Hitungan berat setiap lantai (Balok, kolom pelat, dinding, pintu
dll) hingga sampai keatap atau gording dan pegangan kuda-
kuda,dll.
ii. Cara perhitungan parameter gempa berdasarkan SNI
Setiap perhitungan parameter gempa yang telah sampai ke gaya
distribusi, maka akan selalu terdeteksi beban yang terdapat di
seluruh portal.
iii. Menganalisis berbagai spektrum respon
Perhitungan respon maksimum pada setiap masing-masing
macam getaran, karena dapat dibedakan bersama gaya pada
tingkat kegeseran yang dasar.
Faktor pada beban yaitu beban dikali faktor beban yang cocok. Dengan
standar (SNI 03- 2847- 2013). Faktor beban bagi ultimit yang berdasarkan
dengan (SNI 1726: 2013) yaitu sebagai berikut:
1. 1,4D........................................................................Persamaan 2.5.
2. 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau S atau R).......................Persamaan 2.6.
3. 1,2D + 1,6(Lr atau S atau R) + (L atau 0,5W) .......Persamaan 2.7.
4. 1,2D + 1,6W + L + 0,5(Lr atau S atau R)...............Persamaan 2.8.
5. 1,2D + 1,0E + L + 0,2S..........................................Persamaan 2.9.
22
6. 0,9D + 1,0 W..........................................................Persamaan 2.10.
7. 0,9D + 1,0E ............................................................Persamaan 2.11.
Dimana :
D = beban mati
L = beban hidup
E = beban gempa
Lr = beban hidup atap
R = beban hujan
S = beban salju
W = beban angina
2.7 Defleksi Lateral
2.7.1 Story Drift
Yang dimaksud disini yaitu geser tingkat dibagi tinggi disetiap tingkat
bangunan. Drift ratio atau indeks (DR) dapat ditentukan melalui cara dibawah
ini:
Gambar 2.9 Defleksi lateral
Cara menghitung Drift Indeks yaitu menggunakan persamaan:
Drift Indeks = ∆
h ....................................Persamaan 2.12.
Yang menyatakan bahwa :
23
∆ = besar defleksi maksimal yang terjadi (m)
h = ketinggian struktur dari portal (m)
Tingkat besar dari drift indeks atau eksponensial selalu bergantung di tingkat
besar beban, ini terjai di struktur beban yang mati, gempa, angin, dan hidup. Di
tinggi struktur atau sama gedungnya. Defleksi maksimum yang bertambah
tinggi besarnya maka drift indeks juga semakin besar. Ukuran indeks arus
berada di kisaran 0,001- 0,0016. Terutama, drift indeks yang dipakai bernilai
0,0025-0,0020 berdasarkan (AISC,2005)
2.7.2 Drift Ratio/Drift Indeks
Berdasarkan acuan dari FEMA 310, besar drift rasio atau indeks dapat
ditentukan dengan cara dibawah ini:
𝐷𝑅 = (𝐾𝑏 + 𝐾𝑐
𝐾𝑏𝐾𝑐)(
ℎ
12𝐸)𝑉𝑐
Yang menyatakan bahwa:
DR = Drift Ratio
Kb = I/L untuk balok representasi
Kc = I/h untuk kolom representasi
Vc = Gaya geser kolom
E = Modulus elastisitas
h = Story height
I = Momen inersia pada penampang
L = Bentang portal
2.8 Sistem Rangka Penahan Moment (SRPM)
Yang dimaksud SPRM yaitu sistem bingkai ruang dari komponen
struktural serta sambungan menahan gaya yang diberikan oleh tekukan, geser,
24
dan gerakan aksial. Ada tiga macam sistem struktural yang digunakan di
Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem Rangka Penahan Momen Biasa (SRPMB)
Yang dimaksut dari SRPMB yaitu sistem yang dengan deformasi inelastis
dan minimal daktilitas tetapi mempunyai kekuatan tinggi, sehingga desain
SRPMB adalah struktur yang bergantung pada daktivitas besar namun
efektif untuk area gempa kecil yang digunakan untuk mendesain. Metode
SRPMB ini dapat digunakan untuk menghitung struktur bangunan di zona
1 dan zona 2, yang merupakan daerah dengan aktivitas gempa rendah.
Faktor Penurunan (Reduksi) Gempa Bumi (R)= 3,5
2. Sistem Rangka Penahan Moment Menengah (SRPMM)
Yang dimaksud SRPMM adalah salah satu metode perencanaan struktur
rangka pendukung momen, yang mengenali kerusakan struktural akibat
kegagalan geser. Mengacu pada SNI-03-2847-2015 telah di jabarkan di
bagian 23.10. Didalam SNI itu telah dijabarkan tentang bagaimana
menghitung beban pada kegeseran batas. Metode SRPMM berfungsi untuk
menghitung struktur bangunan termasuk dalam kategori 3 dan kategori 4
adalah zona yang memiliki daerah gempa bumi sedang. Factor Penurunan
Gempa Bumi (R)= 5.5
3. Sistem Rangka Penahan Moment Khusus (SPRMK)
Yang dimaksut SPRMK yaitu bagian struktural yang dapat menahan gaya
dari beban gempa. Bagian lentur struktur wajib berkualifikasi seperti
dibawah ini:
a. Koefisien pada gaya aksial untuk bagian struktural dapat melebihi
0,1.Ag.fc
b. Rentang bersih bagian struktural harus setidaknya 4x pada ketinggian
efektif
c. Rasio dari lebar ke tinggi harus < 0,3
d. Lebarnya sekitar 250 mm, lebar pada struktur komponen penyokong
dapat diukur melalui bidang-bidang tegak lurus pada sumbu
25
longitudinal yang fleksibell ditambahkan dengan jaraknya pada sisi
komponen struktur kekuatan tinggi dan dilarang lebih dari itu.
SRPMK dapat dimanfaatkan sebagai menghitung sruktur bangunan
berkategori 4 atau lebih adalah pada zona area dengan aktivitas gempa
tinggi. Faktor Penuruna Gempa Bumi (R)= 8,5. SRPMK juga mempunyai
level daktilitas yang tinggi agar bisa menahan siklus tidak responsif ketika
mengalami pemuatan gempa yang direncanakan.
Spesifikasi di dalam ketentuan Sistem Rangka Penahan Momen Khusus
(SRPMK) yaitu untuk mengonfirmasi respon yang tidak elastis dari
struktur yang mempunyai sifat daktail. Ada tiga elemen didalam prinsip ini,
yang pertama yaitu “Strong Coloumn and Weak Beam” ini berfungsi untuk
menjangkau besarnya lantai, agar terhindar dari kegeseran yang ada di
balok joint serta kolom yang memberikan kedetailan dan yang bersifat
daktail.
2.8.1 Kolom Kuat Balok Lemah
Ketika suatu bangunan mendapati lateral gempa bumi, dapat menyebabkan
rusaknya tinggi gedung dan tergantung di distribusi lateral logistik
(persimpangan lantai). Ketika kolom pada strukture lemah, persimpangan
setiap lantainya menjadi berpusat di satu lantai bisa dilihat pada gambar 1a,
dan juga sebaliknya , ketika kolomnya kuat sekali, penyimpangan atau drift
akan menyebar serta meminimalkan kerobohan pada satu lantai.
2.8.2 Menghindari Keruntuhan pada Geser
Respon-respon mempunyai sifat daktail dapat terjadi di balok. Kemudian
di titik yang bersamaan tidak diharapkan terjadinya keruntuhan pada geser.
Secara khusus, kegagalan kegeseran pada kolom secara struktural sangatlah
parah, dikarenakan setiap kolom yang ada pada 1 lantai menopang beban dari
seluruh lantai yang ada diatas kolom tersebut.
Dalam spesifikasi SRPMK, kegagalan geser dapat dihindari melalui
pendekatan desain kapasitif. Gaya pada kegeseran dihitung tidak dari gaya
26
geser karena beban gaya gravitasi ( beban yang hidup & mati) saja, tetapi dari
kapasitasnya momen maksimal balok ketika balok sedang melengkung atau
yielding.
2.8.3 Pendetailan
Detail dari SRPMK dimaksudkan untuk mendapatkan struktur yang
daktail. Dalam penganalisaan kekuatan pada kegeseran yang ada di
kolom/balok, kekuatan kegeseran (Vc) punya beton dihiraukan, yang
terpenting di bagian balok aksial rendah, dan yang dapat menahan geser yaitu
tulangan saja.
Detail dari koneksi atau koneksi terperinci dibuat untuk mencegah
jatuhnya sambungan itu sendiri
2.9 Perencanaan Gempa Bumi
2.9.1 Kategori Resiko Struktur Bangunan
Zona dalam resiko pergedungan dapat terpengaruh oleh macam-macam
penggunaan yang ada di struktur gedung itu. Oleh karena itu, jika ingin
menentukan kategori resiko bangunan, kita dapat melihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 2.2 Kategori resiko gempa
Jenis pemanfaatan kategori
Struktur gedung maupun non gedung yang mempunyai
risiko jiwa manusia rendah jika terjadi kegagalan, tetapi
tidak dibatasi adalah sebagai berikut:
Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan dan
perikanan
Fasilitas sementara
Gedung penyimpanan
Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
I
27
Semua bangunan gedung ataupun struktur lain, kecuali yang
ada dalam kategori risiko I,II,III,IV, adalah termasuk, tetapi
tidak terbatas pada:
Perumahan
Rumah took dan rumah kantor
Pasar
Gedung perkantoran
Gedung apartemen/rumah susun
Pusat perbelanjaan/mall
Bangunan industri
Fasilitas manufaktur
Pabrik
Bangunan Gedung ataupun non gedung yang mempunyai
risiko tinggi pada jiwa manusia jika waktu terjadi kegagalan,
adalah termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
Bioskop
Gedung pertemuan
Stadion
Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah
dan UGD
Fasilitas penitipan anak
Penjara
Bangunan untuk orang jompo
Struktur dari Gedung ataupun yang tidak termasuk
gedung, tidak ikut dalam kategori risiko yang ke IV,
yang mana dapat menyebabkan konsekuensi ekonomi
yang besar ataupun gangguan besar di dalam sehari-hari
II
III
28
masyarakat dan apabila terjadi kegagalan, adalah
termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
Pusat pembangkit listrik biasa
Fasilitas penanganan air
Fasilitas penangan limbah
Pusat telekomunikasi
Struktur Gedung ataupun yang tidak termasuk gedung
yang ditampilkan sebagai fasilitas penting, adalah
termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
Bangunan yang monumental
Fasilitas pendidikan serta Gedung Sekolah
Rumah sakit dan fasilitas medis lainnya dengan
fasilitas bedah dan Unit Gawat Darurat (UGD)
Pemadam kebakaran, ambulan, kantor polisi
serta garasi untuk kendaraan darurat
Tempat perlindungan untuk gempa bumi, badai
dan lainnya
Fasilitas darurat, komunikasi, pusat operasi dan
fasilitas lainnya untuk fasilitas tanggap darurat
Pusat pembangkit energi atau listrik dan
fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan jika
terjadi keadaan yang darurat
Struktur dari Gedung ataupun yang tidak termasuk
gedung yang diperlukan untuk mempertahankan
fungsionalitas struktur bangunan lain yang
diklasifikasikan dalam kategori risiko IV
IV
29
2.9.2 Faktor Keutamaan pada Gempa
Agar memperoleh faktor tersebut (Ie) ,dapat membandingkan resiko yang
ada pada gempa.
Tabel 2.3 Faktor Keutamaan pada Gempa
2.9.3 Parameter Percepatan pada Tanah “Ss, S1”
Dibawah ini adalah peta dari gempa Ss atau “Percepatan bantuan dasar
periode pendek” dan S1 atau “Percepatan bantuan dasar pada periode 1 detik”:
Gambar 2.10 Ss Kelas Situs B
30
Gambar 2.11 S1 Kelas Situs B
Berikut ini adalah metode untuk menganalisa gemba bisa dikunjungi di
www.puskim.pu.go.id menggunakan wilayah dari suatu bangunan yang
mempunyai titik koordinat lintang dan bujur mendapatkan penabelan pada
analisis gempa bumi yang detail.
2.9.4 Klasifikasi Situs “SA-SF”
Situs ini didasarkan pada karakteristik tanah, di situs tersebut dapat
diklasifikasikan ke dalam klasifikasi SA,SB,SC,SD,SE,SF Apabila sifatnya
tanah bumi tidak bisa ditentukan dengan detail. Maka situsnya juga belum
diketahui. Kemudian, klasifikasi SE bisa dimanfaatkan, tetapi ada
pengecualiannya apabila pihak Negara mempunyai data geoteknik digunakan
untuk mengetahui klasifikasi SF
2.9.5 Faktor Koefisien Situs “Fa, Fv”
http://www.puskim.pu.go.id/
31
Tabel 2.4 Koefisien Situs, Fa
Tabel 2.5 Koefisien Situs, Fv
2.9.6 Parameter Percepatan Desain “SDS,SD1”
Desain ini khusus bagi periode waktu yang tidak panjang. SDS dalam satu
detik, SD1 harus diketahui oleh rumus berikut:
𝑆𝐷𝑆 =2
3. 𝑆𝑀𝑆 ................................................ Persamaan 2.13.
𝑆𝐷1 =2
3. 𝑆𝑀1 .... ........................................... Persamaan 2.14.
Dengan :
Sms = Fa.Ss ................ ................................... Persamaan 2.15.
Sm1 = Fv.S1 ................ ................................... Persamaan 2.16.
Dengan :
SS dan S1 didapat dari peta gempa
Fa dan Fv didapatkan dari koefisien situs
32
2.9.7 Kategori Desain Gempa “KDS (A-F)
Klasifikasi desain yang ada pada gempa hanya bergantung di kecepatan
desain spektral, tampilan dalam waktu singkat (SDS) atau dalam 1 detik (SD1),
adalah seperti tabel dibawah ini.
Tabel 2.6 Kategori Desain Gempa Berdasarkan pada Parameter Respon
Percepatan pada Periode Pendek
Tabel 2.7 Kategori Desain Gempa Berdasarkan pada Parameter Respon
Percepatan pada Periode 1 Detik
Kategori desain gempa dapat diperoleh dengan mengubungkan antara SDS dan
SDI. Oleh karena itu, mengacu pada kategori desain gempa diatas, tingkat dari
resiko gempa dapat dibedakan sebagai resiko gempa rendah atau tinggi, oleh
karena itu perencanaan struktur harus dengan mempertimbangkan ketahanan
dari gempa bumi.
33
2.9.8 Sistem dan Paarameter Stucture “R,Cd,Ωo”
Nilai dari gaya seismik oleh berbagai strukture hanya bergantung di sistem
di dalam gedung. Dibawah ini, akan menjelaskan tabel tentang jumlah sistem
penahan R, Cd dan Ωo yang berfungsi sebagai sistem dari penahan gempa
sesuai SNI 1726:2012 halaman 35.
Tabel 2.8 Faktor R, Cd dan Ωo untuk Sistem Penahan Gaya Gempa
Untuk mengklasifikasikan level dari resiko gempa atau desain kategori gempa,
kemudian mengetahui struktur dengan menggunakan penahan gempa. Maka
didapatkan faktor R,Cd,Ωo.
2.9.9 Periode Fundamental
Saat menentukan periode fundamental, dapat melalui pendekatan dasar
(Ta) dalam hitungan per-detik. Di rumus dibawah ini, tinggi sistem tidak
dianjurkan melebihi 12 tingkat yang terdiri dari kerangka yang mendukung
momen baja atau beton dari keseluruhannya dengan tinggi minimal 3m adalah
sebagai berikut:
Ta = 0,1 N ...........................................Persamaan 2.17.
Dengan:
Ta = periode fundamental pendekatan (detik)
N = jumlah tingkat keseluruhan
34
2.9.10 Geser Dasar pada Gempa
Geser dasar gempa “V” dapat ditentukan dengan:
V = Cs.W ..........................................Persamaan 2.18.
Dengan:
Cs = Koefisien respon gempa
W = berat pada bangunan
2.9.11 Koefisien Respon Gempa
Koefisien respon gempa bisa ditentukan sebagai berikut:
𝐶𝑠 =𝑆𝐷𝑆
𝑅
𝐼𝑒
........ ....................................Persamaan 2.19.
Jika tinggi dari gedung lebih dari sepuluh tingkat / 40meter, jadi
Cs dengan:
𝐶𝑠𝑚𝑎𝑥 =𝑆𝐷1
𝑇𝑅
𝐼𝑒
......................................Persamaan 2.20.
Dengan:
SDS = parameter dalam percepatan spektrum respon desain pendek
SD1 = parameter dalam percepatan spektrum respon desain 1 detik
R = faktor modifikasi respon
Ie = faktor keutamaan gempa
T = periode fundamental
2.9.12 Distribusi Vertikal Gaya pada Gempa
Gaya dari lateral pada gempa (Fx) (kN) yang ada disetiap tingkat bisa
ditentukan dengan cara dibawah ini:
Fx = Cvx. V .........................................Persamaan 2.21.
Dimana:
35
𝐶𝑣𝑥 =𝑊𝑥.ℎ
𝑘
𝑥
∑ 𝑤𝑖𝑛𝑖=𝑛 .ℎ
𝑘
𝑖
....................................Persamaan 2.22.
Dengan:
Cvx = faktor dari distribusi vertikal
V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur, kN
Wi dan Wx = bagian berat dari efektif total struktur pada tingkat yang
Ditinjau.
hi dan hx = tinggi dari dasar struktur sampai pada tingkat yang
ditinjau.
k = eksponen yang terkait periode struktur, syarat:
T ≤ 0,5 detik, maka k = 1
T ≥ 2,5 detik, maka k = 2
Apabila T diantara 0,5-2,5 detik, maka dapat diketahui dengan interpolasi
linier.
2.10 Dasar-Dasar Perencanaan Batang Tarik
Baja memiliki kelebihan yang persis untuk mendukung gaya tarik, karena
kualitas bahan yang relatif tinggi maka dimensi struktural cenderung ramping.
Pada struktur ini, penggunaan baja dapat lebih efesiennya di batang-tarik.
Didalam tekanan batang kapasitas dibentuk dari tekukan atau buckling. Adanya
masalah stabilitas selain dipengaruhi material, juga dipengarui geometri
(Penampang dan Struktur)
2.10.1 Batas Kelangsingan
Karena kuatiltas baja yang rata-rata tinggi, dimensi batang penarik bisa
sangat tipis. Menurut teori, kondisi kerampingan hanya dapat dihitung untuk
tekanan elemen yang berfungsi untuk melindungi tekukan. Batang tarik tidak
hanya terbatas pada kelangsingan karena batang tarik secara teori tidak
36
mengalami tekukan tetapi hanya L/r ≤ 300 yang direkomendasikan. Selain itu,
elemen yang sangat tipis biasanya tidak nyaman bagi penghuni gedung tersebut
karena cenderung bergetar. Rekomendasi tidak berlaku apabila batang tariknya
memiliki konstruksi hanger (gantungan) atau (rod) penampang batang.
2.10.2 Kuat Tarik Nominal
Kekuatan Tarik yang direncanakan ϕPn adalah nilai minimum dari 2
tinjauan dari perbatasan runtuh diseluruh penampang-penampang yang
melintang dan penampang-penampang yang ada lubangnya (titik koneksi),
dimana ϕ adalah koefisien tahanan Tarik dan Pn adalah kekuatan operasi
nominal. Kekuatan Tarik dari seluruh penampang yang meleleh adalah sebagai
berikut:
Pn = Fy . Ag .........................................Persamaan 2.23.
Yang menyatakan bahwa :
ϕt = 0,9 pada keruntuhan leleh
Ag = luas pada penampang bruto (gross)
Kekuatan tarikan penampang lubang (titik koneksi) menggunakan strain-
hardening atau yang dimaksud dengan kenaikan pada tegang an dalam waktu
inelastis disebabkan karena lonjakan tegangan yang fokus pada area berlubang.
Pn = Fu . Ae = Fu . An . U .........................................Persamaan 2.24.
Yang menyatakan bahwa:
ϕt = 0,75 pada keruntuhan fraktur
An = luas penampang bersih (netto), yang dikurangi lubang
Ae = luas pada penampang efektif
U = faktor shear lag
Besar nilai dari Fu & Fy bergantung pada kualitas material, adalah
kekuatan minimal Tarik (kuat batas) material. Karena keruntuhan leleh (yield)
37
menghasilkan daktilitas lebih tinggi dari fraktur, koefisien resistensi tarik (ϕ)
berbeda diantara keduanya. Maka, tingkat keamanan frakturnya semakin
tinggi.
2.11 Dasar-dasar Perencanaan Batang Tekan
Tekanan yang ada di batang hanya sebagai bagian struktural yang
mengalami beban tekan dibagian tengah atau titik tumpu dari penampang atau
untuk kolom gaya aksial. Tetapi secara umum, ada eksentrisitas akibat dari
penyimpangan batang atau beban yang salah dan kekangan oleh tumpuan yang
dapat menyebabkan momen.
2.11.1 Tekuk dan Parameter Penting dari Batang Tekan
Fy dan Fu dapat menghitung kekuatan Batang Tarik, namun hanya di Fy
adalah yang terpenting, karena Fu belum mencapai. Selain dari bahan-material,
batang-batang kompresi bisa terpengaruh dengan parameter yang lain, seperti
geometri atau konfigurasi fisik.
Pada parameter geometri terbagi dari (A) atau yang disebut luas
penampang, kekuatan lentur yang dipengaruhi oleh bentuk penampang (Imin) ,
tumpuan yang dinyatakan dalam panjang efektif (KL). Dari ketiga parameter
geometri tersebut, disimpulkan kembali menjadi satu parameter yang tunggal.
Parameter tunggal tersebut adalah (KL/rmin) atau rasio kelangsingan batas yang
mana rmin= √𝐼 𝑚𝑖𝑛
𝐴 yaitu radius minimum yang ada di arah tekukan. Apabila
dilihat secara visual, tekuk dibagi menjadi 2. Pertama adalah tekuk lokal yang
ada pada elemen penampang. Kedua adalah tekukan global yang ada di
kolom/batang di bagian seluruhnya.
2.11.2 Klasifikasi Penampang dan Tekuk Lokal
Cara menyelesaikan tekuk lokal sangat sulit daripada tekuk global. Ketika
tekukan lokal bekerja, penampang menjadi tidak efisien (belum meleleh)
meskipun solusinya tidak sederhana.
38
Untuk konstruksi yang optimal, resiko tekukan lokal wajib dihindari. Oleh
karena itu, rasio antara lebar dan ketebalan setiap elemen (b/t) dievaluasi
dengan membedakan bagian yang langsing dan tidak langsing. Elemen
diurutkan sesuai dengan kendalanya terlepas dari apakah dua sisi terhubung ke
bagian lain dan ada sisi yang kosong. Nilai b/t dari seluruh bagian bentuk
penampang kemudian dibedakan menggunakan jumlah dari batas rasio atau b/t.
Apabila semua bagian belum ada yang lebih dari jumlah b/t, jadi penampang
tersebut dikategorikan penampang yang ideal.
2.11.3 Panjang Efektif Kolom “KL”
Yang dimaksud dari metode ini yaitu metode yang tergolong mudah
namun sangat efektif sekali untuk mengetahui kuat dari kolom-kolom, adalah
jika kata lainnya untuk menentukan korelasi bentuk tekuk yang sesuai deengan
persamaan Euler (𝑃𝑐𝑟 = 𝜋2𝐸𝐼
𝐾𝐿2). Tetapi, penggunaannya tidak mudah dan
membutuhkan proses penyederhanaan struktur nyata yang rumit atau
kompleks. Panjang efektif kolom dibedakan menjadi 2 dengan nilai K yang
tidak sama, adalah sebagai berikut
a. rangka yang tidak bergoyang: 0,5 ≤ K ≤ 1,0
b. rangka yang bergoyang : 1,0 ≤ K ≤ ∞
39
Tabel 2.9 Nilai dari K
2.11.4 Kuat Tekan Nominal
Tekuk keseluruhan dilihat dari ketipisan penampang dan bentuk dari
penampang tersebut. Perilaku tekuk dibagi menjadi tiga. Pertama adalah tekuk
lentur, kemudian tekuk torsi dan yang terakhir yaitu tekukan kelenturan torsi.
Tekuk lokal itu bergantung pada macam-macam penampangnya elemen, belum
ada tekukan lokal kecuali jika penampangnya langsing dan sebaliknya, ada
resiko bahwa penampang tipis akan menekuk secara lokal. Apabila tekuk
terjadi dalam kondisi elastis, diperlukan untuk memilih kolom dari penampang
yang tidak efisien sebelum meleleh.
1. Tekuk-Lentur
Yaitu kejadian tekukan keseluruhan di penampang-penampang karena
macam-macam elemen yang tidak ramping. Euler telah mengeluarkan
rumus dari beban kritis yang disebabkan oleh tekukan tersebut. Sejauh ini,
perumusan tersebut masih digunakan sebagai rumus dasar untuk mencari
kuat nominal pada batang tekan (Pn). Untuk mematuhi metode menarik
batang, seluruh penampang atau gross (Ag) digunakan sebagai konstanta
40
yang konstan, sedangkan variabelnya yaitu tegangan kritis (Fcr). Hal ini
dapat dituliskan sebagai berikut.
Pn = Fcr . Ag ..........................................................Persamaan 2.25.
Tegangan kritis, Fcr dihitung menggunakan syarat berikut, jika
a. 𝐾𝐿
𝑟 ≤ 4,71√
𝐸
𝐹𝑦 atau
𝐸
𝐹𝑒≤ 2,25 tekuk inelastis , jadi :
Fcr = (0,658𝐸
𝐹𝑒) . Fy .........................................Persamaan 2.26.
b. 𝐾𝐿
𝑟 ≤ 4,71√
𝐸
𝐹𝑦 atau
𝐸
𝐹𝑒≤ 2,25 tekuk elastis , jadi :
Fcr = 0,877. Fe ................................................Persamaan 2.27.
Dimana Fe = Tegangan tekuk Euler (elastis) adalah sebagai berikut.
Fe = 𝜋2𝐸
(𝐾𝐿
𝑟)2
..........................................................Persamaan 2.28.
2. Tekuk-Torsi dan Tekuk Lentur-Torsi
Kejadia lain dari menekuk, muncul juga fenomena tekuk yang disebut
dengan puntir atau torsi atau kombinasi dari keduanya yang disebut dengan
tekuk lentur-torsi. Hal ini sering bekerja di penampang secara kaku
torsional cukup rendah, ada juga ketika pusat geser dan beratnya tidak
sedang bersamaan. Volume jumlah atau kapasitas tekanan nominal dan
penampang kolom non langsing pada tekuk torsi yaitu dijelaskan sebagai
berikut
Pn = Fcr . Ag .............................................................Persamaan 2.29.
Tegangan kritis “Fcr” dapat ditentukan dengan:
a. Penampang Siku yang Ganda atau tee
Fcr =(𝐹𝑐𝑟𝑦+𝐹𝑐𝑟𝑧
2𝐻). [1 − √1 −
4 𝐹𝑐𝑟𝑦+𝐹𝑐𝑟𝑧.𝐻
𝐹𝑐𝑟𝑦+𝐹𝑐𝑟𝑧2 ] .........Persamaan 2.29.
41
b. Di bagian Fcr ditetapkan oleh cara dari tekukan kelenturan namun
tegangan pada Fe atau tekukan elastis tetap ditentukan menggunakan
cara menambahkan pengaruh dari kekuatan torsional batang,
dijelaskan seperti dibawah ini:
-Profil-profil yang menggunakan simetris yang ganda, ganda jadi:
Fe =(𝜋2𝐸𝐶𝑤
(𝐾𝑍𝐿)2 + 𝐺𝐽) .
1
(𝐼𝑥+𝐼𝑦)2 ...............................Persamaan 2.30.
-Profil yang menggunakan simetris yang ganda, tunggal jadi:
Fe = (𝐹𝑒𝑦+𝐹𝑒𝑧
2𝐻). [1 − √1 −
4 𝐹𝑐𝑟𝑦+𝐹𝑐𝑟𝑧.𝐻
𝐹𝑐𝑟𝑦+𝐹𝑐𝑟𝑧2 ].........Persamaan 2.31
2.12 Sambungan-sambungan
2.12.1 Baut
2.12.2 Mutu Baut yang Tinggi
Baut-baut dengan kekuatan besar yang selalu dipakai yaitu jenis baut
berseri A325 & A490. Baut-baut tersebut memiliki enam kepala atau heksagon
yang tebal dipakai dengan mur heksagon setengah jadi. Baut yang kuat
berdiameter besar yaitu ½ hingga 1 ½ inch atau 3 inch dari A449. Diameter-
diameter dari konstruksi struktur gedung yaitu ¾ - 7/8 inch, dan 7/8- 1 inch
adalah ukuran normal untuk mendesain jembatan-jembatan
2.12.3 Kekuatan Baut
1. Kekuatan Geser Desain Baut
.Rn = .m.𝑟1.∫ 𝐴𝑏𝑏
𝑢
1. Kekuatan Tumpu Desain Baut
.Rn = .2,4. Db. tp. fu
2. Kekuatan Tarik Desain Baut
.Rn = .0,75. ∫ 𝐴𝑏𝑏
𝑢
Bahwa :
42
Ab = luas dari bruto penampang baut yang ada pada daerah tak berulir, mm2
db = diameter dari baut nominal di daerah tak berulir, mm
fub = tegangan dari tarik putus baut, Mpa
fu = tegangan dari tarik putus minimum baut atau pelat, Mpa
m = jumlah dari bidang geser
r1 = 0,5 untuk baut yang tanpa ulir pada bidang geser
r1 = 0,4 untuk baut yang menggunakan ulir pada bidang geser
tp = tebal pelat, mm
= 0,75 faktor reduksi dari kekuatan untuk fraktur
2.12.4 Jarak dari Baut
1. Jarak antara satu Baut dengan Baut lain
3.db < S < 15.tp atau 200 mm
2. Jarak pada tepi Baut
1,5.db < S < (4.tp + 100 mm) atau 200 mm
Dimana: tp yaitu tebal pelat tertipis
2.12.5 Las
2.12.6 Kekuatan Rencana Sambungan pada Las
.Rn = ,0 75 x te x Lw x (0,6.fuw)
Yang menyatakan bahwa:
te = tebal dari efektif pengelasan = 0,707 (mm)
Lw = panjang dari pengelasan, mm
ƒuw = tegangan dari tarik putus logam las, Mpa
2.12.7 Tebal pada Pengelasan
Didalam tebal las, tebal dari minimal pada las sudut selalu berbeda dan
bergantung di ketebalan pelat yang dilas.
43
Tabel 2.10 Ukuran Minimum dari Las Sudut
Ketebalan maksimal pengelasan:
Apabila tebal pada pelat, t < 6,4 mm, jadi αmak = 6,4 mm
Apabila tebal pada pelat, t ≥ 6,4 mm, jadi αmak = t – 1,6 mm